gas gangren
Post on 03-Aug-2015
365 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB I
GAS GANGREN
1. ETIOLOGI
Gas gangren adalah gas yang timbul akibat infeksi jaringan subkutan dan otot yang
disebabkan toksin yang dihasilkan oleh mikroorganisme. Beberapa spesies penyebab gas
gangren diantaranya adalah Streptococcus dan Staphylococcus (termasuk MRSA methicillin-
resistant Staph aureus ) Hemophilus influenzae, Pneumococcus, dan spesies Clostridium.
Clostridium perfringens adalah yang paling umum penyebab gas gangren. (80-90 %) spesies
lain yang dapat menyebabkan gas gangren adalah Clostridium nouyi, Clostridium septikum,
Clostridium hictolyticum, Clostridium bifermenstan dan Clostridium fallax.
Spesies Clostridium banyak terdapat di tanah, terutama tanah yang telah ditanami.3,4,5
Clostridium terutama Clostridium perfringens. Kuman ini merupakan flora normal usus, kulit
dan saluran reproduksi wanita. Kuman ini bersifat anaerob, dan termasuk dalam golongan
basil Gram positif. Kuman yang memberntuk spora keluar bersama tinja dan terdapat di kulit
di seluruh bagian tubuh dan juga di tanah. Spora ini tahan kering, tahan beberapa
desinfektan, dan tidak selalu mati dalam air mendidih. Infeksi dari kuman ini sangat
berbahaya dan dapat mengancam kehidupan.1,2
2. EPIDEMIOLOGI
Dari April hingga Juni tahun 2000, para pengguna obat-obat injeksi di Skotlandia,
Irlandia, dan Inggris diketahui menderita infeksi Clostridium yang serius. Dan sekitar lebih
dari 200.000 kasus sedot lemak di Jerman tahun 2003 juga dilaporkan terjadi komplikasi
berupa necrotizing fasciitis dan gas gangren.5
Tsunami yang terjadi di Indonesia pada Desember 2004 yang memakan korban lebih
dari 200.000 jiwa, juga berakibat buruk terhadap korban luka-luka. Air yang merendam
daerah bencana terkontaminasi oleh Clostridium yang menyebabkan korban luka terkena
tetanus dan gas gangren.5
Gempa di Cina, Mei 2008 mengakibatkan lebih dari 70.000 korban meninggal dan
sekitar 400.000 korban luka-luka. Beberapa korban luka ditemukan terkena gas gangren dan
1
diamputasi. Sekitar 0.9% pasien di Rumah Sakit Umum daerah Sichuan ditemukan menderita
gas gangren.5
3. PATOGENESIS
Gas gangren biasanya disebabkan oleh kombinasi beberapa spesies Clostridium yang
menghasilkan eksotoksin kuat penyebab nekrosis jaringan. Clostridium ini menghasilkan
sedikitnya 12 eksotoksin dimana α,β ,ε dan θ adalah empat toksin utama yang dapat
menyebabkan kematian. Clostridium perfringens dibagi menjadi lima tipe yaitu A,B,C,D
dan E berdasarkan toksin utama yang dihasilkannya.2,6,7,8,9
Tabel 1. Hubungan antara Biotype Clostridium perfringens dengan Penyakit pada Manusia
dan Binatang6
Alfa toksin adalah toksin yang paling berperan dalam pembentukan gas gangren.
Toksin ini terdiri dari 370 residu zinc metalloenzim yang merupakan suatu Phospholipase- C
dan dapat berikatan dengan memban sel dengan bantuan ion kalsium. Phospholipase- C
adalah suatu enzim yang dapat mengkatalis hidrolisis dari phosphatidylcholine
(phospholipid lainnya) menjadi choline phosphate and 1,2- diacylglycerol dan dapat
menyebabkan kerusakan sel dengan jalan hidrolisis dari komponen utama membran sel.
Toksin ini juga dapat menyebabkan lisis dari eritrosit, leukosit, platelet, fibroblast dan sel
otot.5,10
Infeksi gas gangren terjadi karena masuknya spora Clostridium kedalam luka. Luka
pada jaringan akan mengganggu suplai darah sehingga akan menyebabkan iskemia dan
penurunan potensial reaksi oksidasi reduksi di jaringan. Semua ini akan memudahkan spora
dari Clostridium untuk berkembang.5,7
2
Bila infeksi terbatas pada jaringan subkutan, akan terjadi selulitis, radang jaringan,
terutama jaringan subkutan anaerob. Umumnya infeksi meluas ke jaringan otot, terjadi
nekrosis otot yang progresif oleh eksotoksin. Karbohidrat otot dihancurkan oleh enzim
sakarolitik sehingga terjadi gas hidrogen dan karbon dioksida, serta asam laktat. Komposisi
dari gas gangren adalah 5.9% hidrogen, 3.4% karbon dioksida, 74.5% nitrogen dan 16.1%
oksigen. Kemudian terjadi penyebaran infeksi sehingga tekanan ke dalam jaringan menjadi
lebih besar, ini memperberat iskemia yang menyebabkan nekrosis menjadi lebih luas lagi.
Pembengkakan makin hebat dengan cairan eksudat dan gas yang makin banyak.
Mionekrosis, atau nekrosis otot menjadi kunci diagnosis patologis.2,11
4. FAKTOR RISIKO
Faktor risiko terjadinya gas gangren antara lain11:
Konsumsi alkohol
Malnutrisi
Trauma
Diabetes Melitus
Raynaud Disease
Aterosklerosis
Pemakaian kortikisteroid
Keganasan pada Traktus Gastrointestinal
Penyakit hematologi yang disertai dengan imunosupresi
Injeksi intra muskular ataupun subkutan
Peripheral vascular disease
5. GAMBARAN KLINIS
Masa tunas dari Clostridium adalah satu sampai tiga hari sejak terjadinya luka.
Gambaran lokalnya mula-mula berupa tanda inflamasi akut yang sangat cepat menyebar,
membuat keadaan umum penderita sangat buruk. Nyeri, yang sudah jelas pada hari pertama,
merupakan tanda dini. Krepitasi, tanda adanya gas di jaringan, yang dapat diraba maupun
didengar dengan stetoskop, mungkin ada, tetapi kadang tidak nyata.
3
Penderita tampak pucat, capai dan lemas, apatis, berkeringat dingin, tidak berdaya,
demam, dan sesak napas. Denyut nadi kecil dan cepat, dan suhu tidak terlalu tinggi, jarang
melewati 38,5ºC pada hari pertama. Pada tahap akhir suhu badan bisa mencapai 41ºC Cairan
yang keluar dari luka encer, berwarna merah muda sampai cokelat, dan biasanya berbau.2
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG1,2,3,5,12
Pemeriksaan Laboratorium
Leukosit normal tetapi dapat juga meningkat terutama yang imatur.
Peningkatan hasil tes fungsi hati yang mungkin disebabkan oleh kerusakan hati yang
progresif.
Peningkatan blood urea nitrogen dan kreatinin.
Mionekrosis dapat meningkatkan serum aldolase, kalium, laktat dehidroginase, dan
phospokinase.
Gas darah menunjukkan adanya asidosis metabolik.
DIC
Pada pewarnaan gram nampak adanya batang gram positif dan tidak ditemukan
adanya sel PMN. Organisme lain juga hadir hingga 75 % kasus. Tes ini sangat
penting untuk diagnosis cepat.
Pemeriksaan Phospholipase- C ( sialidase ) yang dihasilkan oleh Clostridium dapat
dilakukan pada serum dan cairan luka. Tes ini memberikan hasil yang cepat yaitu
dibawah 2 jam dan dapat digunakan sebagai konfirmasi dari hasil pewarnaan gram.
Pemeriksaan Penunjang Lainnya
Pemeriksaan radiologi : foto rontgen dapat memperlihatkan gambaran khas karena
adanya udara bebas dalam jaringan otot yang nampak seperti bulu burung.
Pemeriksaan kultur : Clostridium perfringens fosfolipase menyebabkan kekeruhan di
sekitar koloni pada media kuning telur (nagler plate).
Pemeriksaan histopatologi : Pemeriksaaan histologi menunjukkan adanya inflamasi
dan nekrosis otot.
7. PENATALAKSANAAN
Pemberian antibiotik3,5,11
4
Antibiotik yang sering dipakai antara lain:
1. Penisilin G
Merupakan obat pilihan untuk infeksi dengan dosis 10- 20 juta unit/hari. Obat ini
menghambat sintesis dinding sel bakteri selama proses multipikasi.
2. Klindamisin
Obat ini menghambat sintesis protein bakteri. Dosis yang digunakan adalah 600-1200
mg/hari.
3. Metronidazol
Aktif terhadap bakteri anaerob dan protozoa dan pemakainnya tidak boleh lebih dari 4
gram/hari.
4. Vancomisin
5. Kloramfenikol
6.Tetrasiklin
Sekarang kombinasi antara Penicillin dan Klindamisin sudah secara luas digunakan.
Kombinasi Klindamisin dan Metronidazol adalah pilihan apabila pasien alergi penisilin.
Studi terbaru menunjukkan obat penghambat sintesis protein (Klindamisin,
Kloramfenikol, Rifampisin, Tetrasiklin) lebih efektif karena menghambat sintesis
eksotoksin Clostridium dan mengurangi efek lokal ataupun sistemik dari toksin tersebut.5
Terapi hiperbarik oksigen
Secara umum, terapi oksigen hiperbarik merupakan suatu metode pengobatan
dimana pasien diberikan pernapasan oksigen murni (100%) pada tekanan udara dua
hingga tiga kali lebih besar daripada tekanan udara atmosfer normal (satu atmosfer).
Terapi Hiperbarik Oksigen (HBO) untuk pertama kalinya digunakan untuk menanggapi
penyakit dekompresi. Suatu penyakit yang dialami oleh penyelam dan pekerja tambang
bawah tanah akibat penurunan tekanan (naik ke permukaan) secara mendadak. Saat ini
terapi HBO selain untuk penyakit akibat penyelaman juga diindikasi untuk berbagai
penyakit klinis dan termasuk juga gas gangren.14,15
Perlu disadari bahwa terapi HBO yang bermanfaat bagi beberapa macam
penyakit, ternyata menjadi kontraindikasi bagi kondisi dan jenis penyakit tertentu, dan
dari beberapa penelitian rupanya HBO juga dapat menyebabkan beberapa komplikasi.
Prinsip yang dianut secara fisiologis adalah bahwa tidak adanya O2 pada tingkat seluler
5
akan menyebabkan gangguan kehidupan pada semua organisme. Dengan kondisi tekanan
oksigen yang tinggi, diharapkan matriks seluler yang menopang kehidupan suatu
organisme mendapatkan kondisi yang optimal. 16,17
Terapi HBO memiliki mekanisme dengan memodulasi nitrit okside (NO) pada sel
endotel. Pada sel endotel ini HBO terapi juga meningkatkan intermediet vaskuler endotel
growth factor (VEGF). Melalui siklus Krebs terjadi peningkatan NADH yang memicu
peningkatan fibroblast. Fibroblast yang diperlukan untuk sintesis proteoglikan dan
bersama dengan VEGF akan memacu kolagen sintesis pada proses remodelling, salah
satu tahapan dalam penyembuhan luka.16,17
Mekanisme di atas berhubungan dengan salah satu manfaat utama terapi HBO
yaitu untuk wound healing. Pada bagian luka terdapat bagian tubuh yang mengalami
edema dan infeksi. Di bagian edema ini terdapat radikal bebas dalam jumlah yang besar.
Daerah edema ini mengalami kondisi hipo-oksigen karena hipoperfusi. Peningkatan
fibroblast sebagaimana telah disinggung sebelumnya akan mendorong terjadinya
vasodilatasi pada daerah edema tersebut. Jadilah kondisi daerah luka tersebut menjadi
hipervaskular, hiperseluler dan hiperoksia. Dengan pemaparan oksigen tekanan tinggi,
terjadi peningkatan IFN-γ, i-NOS dan VEGF. IFN- γ menyebabkan TH-1 meningkat
yang berpengaruh pada B-cell sehingga terjadi pengingkatan Ig-G. Dengan meningkatnya
Ig-G, efek fagositosis leukosit juga akan meningkat. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
pada luka, HBO berfungsi menurunkan infeksi dan edema.16,17
Indikasi HBO di antaranya adalah embolisme gas dan udara, keracunan karbon
monoksida, cedera remuk (Crush Injury), keracunan gas sianida, penyakit dekompresi,
meningkatkan penyembuhan luka-luka pada: ulkus diabetikum; ulkus stasis venosus;
ulkus dekubitus; ulkus insufisiensi arterial, anemia (Exceptional blood loss), infeksi
jaringan lunak bernekrosis: selulitis anaerob krepitan; gangren bakterial progresif;
fasciitis nekrosis; Penyakit Fournier, gas gangren kuman Clostridium, osteomyelitis
refrakter, nekrosis karena radiasi, tandur kulit (skin grafts and flaps), luka bakar.16
Kontraindikasi HBO di antaranya adalah infeksi saluran nafas atas (ISNA),
gangguan kejang, emfisema dengan retensi C02, lesi asimtomatik pada paru, riwayat
pernah bedah thoraks dan telinga, demam tinggi, tumor, kehamilan (percobaan pada
hewan membuktikan peningkatan terjadinya cacat bawaan pada janin bila HBO diberikan
6
pada awal kehamilan. Namun jika nyawa si ibu terancam, keracunan gas CO misalnya,
terapi HBO harus diberikan), neuritis optikus.16
Komplikasi HBO di antaranya adalah barotrauma telinga, nyeri sinus, miopia dan
katarak, barotrauma paru, kejang, penyakit dekompresi, klaustrofobia.16
Manfaat terapi HBO pada kasus gas gangren adalah:
o Meningkatkan konsentrasi oksigen pada seluruh jaringan tubuh, bahkan pada
aliran darah yang berkurang
o Merangsang pertumbuhan pembuluh darah baru untuk meningkatkan aliran darah
pada sirkulasi yang berkurang
o Mampu membunuh bakteri, terutama bakteri anaerob seperti Closteridium
perfingens
o Mampu menghambat produksi racun alfa toksin
o Meningkatkan viabilitas sel atau kemampuan sel untuk bertahan hidup
o Meningkatkan produksi antioksidan tubuh.14,15,16,17,18
Tindakan debrideman
Tindakan debrideman luka diperlukan untuk pengeluaran benda asing atau segala kotoran
yang ada pada luka disertai dengan pembuangan jaringan yang nekrosis sehingga yang
tinggal hanya jaringan yang baik peredaran darahnya. Dikarenakan proses penyakit dapat
terus melibatkan jaringan tambahan maka diperlukan explorasi dan debrideman yang
berulang. Debrideman pada penderita gas gangren merupakan operasi darurat. Amputasi
dilakukan apabila terdapat jaringan nekrosis yang luas serta melibatkan jaringan otot. 2,3,5
BAB II
STERILISASI DAN PERLINDUNGAN TENAGA KESEHATAN
DALAM TATALAKSANA GAS GANGREN
Sterilisasi dan perlindungan tenaga kesehatan dalam menangani kasus infeksi dalam hal
ini khususnya gas gangren pada dasarnya sama dengan perlindungan terhadap transmisi infeksi
7
lainnya. Namun, keberadaan gas gangrene sebagai tanda adanya mikroorganisme pathogen dan
prosedur tatalaksana yang berisiko tinggi akan terpapar kontak langsung maupun terpercik
bahan infeksius dari tubuh penderita memerlukan upaya khusus. Ditambah lagi endospora
mikroorgasnisme penyebab gas gangrene belum tentu dapat dibasmi dengan prosedur sterilisai
biasa.
Upaya pencegahan infeksi di rumah sakit terdiri dari penerapan 2 tingkat kewaspadaan,
yaitu kewaspadaan universal dan kewaspadaan khusus.19
Kewaspadaan Universal :
Prinsip utama prosedur kewaspadaan universal pelayanan kesehatan adalah menjaga
higiene sanitasi individu, higiene sanitasi ruangan dan sterilisasi peralatan. Ketiga prinsip
tersebut dijabarkan menjadi 5 (lima) kegiatan pokok yaitu19 :
1. Cuci tangan guna mencegah infeksi silang
2. Pemakaian alat pelindung diantaranya pemakaian sarung tangan guna mencegah
kontak dengan darah serta cairan infeksius yang lain
3. Pengelolaan alat kesehatan bekas pakai
4. Pengelolaan jarum suntik dan alat tajam untuk mencegah perlukaan
5. Pengelolaan limbah dan sanitasi ruangan
Kewaspadaan khusus
1. Kewaspadaan terhadap penularan melalui udara (airborne)
Yaitu digunakan untuk menurunkan penularan penyakit melalui udara baik yang
berupa bintik percikan di udara (ukuran 5 μm atau lebih kecil) atau partikel kecil yang
berisi agen infeksi pada pasien yang diketahui atau diduga menderita penyakit serius
dengan penularan melalui percikan halus di udara. 19
2. Kewaspadaan terhadap penularan melalui percikan (droplet)
Kewaspadaan ini ditujukan untuk mencegah terjadinya penularan penyakit dari pasien
yang diketahui atau diduga menderita penyakit serius dengan penularan percikan
partikel besar (diameter > 5 μm) dari orang yang terinfeksi mengenai lapisan mukosa
hidung, mulut atau konjungtiva mata orang yang rentan. Percikan dapat terjadi pada
waktu seseorang berbicara, batuk, bersin ataupun pada waktu pemeriksaan jalan nafas
seperti intubasi atau bronkoskopi. Transmisi melalui percikan besar berbeda dengan
transmisi penularan melalui udara karena pada transmisi percikan memerlukan kontak
8
yang dekat antara sumber dengan penerima, karena percikan besar tidak dapat
bertahan lama di udara dan hanya dapat berpindah dari dan ke tempat yang dekat. 19
3. Kewaspadaan terhadap penularan melalui kontak.
Digunakan untuk mencegah penularan penyakit dari pasien yang diketahui atau
diduga menderita penyakit yang ditularkan melalui kontak langsung (misalnya kontak
tangan atau kulit ke kulit) yang terjadi selama perawatan rutin, atau kontak tak
langsung (persinggungan) dengan benda di lingkungan pasien. Gas gangren dan ulkus
dapat menular melalui kontak dengan penderita. 19
Ketentuan Umum Pencegahan19 :
1) Tempatkan pasien pada tempat yang terpisah atau bersama pasien lain dengan infeksi aktif
organisme yang sama dan tanpa infeksi lain.
2) Melaksanakan kewaspadaan universal.
3) Perawatan lingkungan yaitu dengan membersihkan setiap hari peralatan dan permukaan lain
yang sering tersentuh oleh pasien.
4) Peralatan perawatan pasien gunakan terpisah satu sama lain, jika terpaksa harus digunakan
satu sama lain secara bersama maka peralatan tersebut harus selalu dibersihkan dan
didesinfeksi sebelum digunakan pada yang lain.
Tindakan yang harus dilakukan19 :
1) Tempatkan pasien pada ruang tersendiri atau bersama pasien lain dengan infeksi yang sama.
2) Mencuci tangan sebelum dan sesudah bekerja pada air yang mengalir atau alcuta.
3) Menggunakan alat pelindung kerja seperti masker, gaun pelindung dan sarung tangan.
4) Melakukan tindakan desinfeksi, dekontaminasi dan sterilisasi, terhadap berbagai peralatan
yang digunakan, meja kerja, lantai dan lain-lain terutama yang sering tersentuh oleh pasien.
5) Melaksanakan penanganan dan pengolahan limbah dengan cara yang benar, khususnya
limbah infeksi.
6) Memberikan pengobatan yang adekuat pada penderita.
CUCI TANGAN
Ada tiga cara cuci tangan yang dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan, yaitu19 :
9
1) Cuci tangan higienik atau rutin: yaitu untuk mengurangi kotoran dan flora yang ada di
tangan dengan menggunakan sabun atau detergen.
2) Cuci tangan aseptik: dilakukan sebelum tindakan aseptik pada pasien atau melakukan
pekerjaan aseptik dengan menggunakan antiseptik.
3) Cuci tangan bedah : dilakukan sebelum melakukan tindakan bedah cara aseptik dengan
antiseptik dan sikat steril.
Contoh larutan antiseptik :
• Alkohol (60%- 90%)
• Setrimid/klorheksidin Glukonat (2-4%) contoh : Hibiscrub, Hibitane
• Klorheksidin Glukonat (2%), contoh : Savlon
• Heksaklorofen (3%), contoh : pHisoHex tidak boleh digunakan pada selaput lendir
seperti mukosa vagina
• Kloroksilenol (Para-kloro-metaksilenol atau PCMX), contoh : Dettol tidak bisa
digunakan untuk antisepsis vagina karena dapat membuat iritasi pada selaput lendir yang
akan mempercepat pertumbuhan mikroorganisme dan tidak boleh digunakan pada bayi
baru lahir
• Iodofor (7,5-10%), contoh : Betadine
• Larutan yang berbahan dasar alkohol (tingtur) seperti iodin , contoh : Yodium tinktur
• Triklosan (0,2-2%)
Sarana Cuci Tangan :
o air mengalir : dapat berupa kran atau dengan cara mengguyur dengan gayung, namun cara
mengguyur dengan gayung memiliki risiko cukup besar untuk terjadinya pencemaran, baik
melalui gagang gayung maupun percikan air bekas cucian kembali ke bak penampung air
bersih. Air kran bukan berarti harus dari PAM, namun diupayakan secara sederhana dengan
tangki berkran di ruang pelayanan agar mudah dijangkau oleh para petugas kesehatan yang
memerlukan. 19
10
o sabun dan detergen : bahan tersebut tidak membunuh mikroorganisme tetapi menghambat
dan mengurangi jumlah mikroorganisme dengan tegangan permukaan sehingga
mikroorganisme terlepas dari permukaan kulit dan mudah terbawa air. 19
o larutan antiseptik : dipakai pada kulit atau jaringan hidup lainnya untuk menghambat
aktivitas atau membunuh mikroorganisme pada kulit.19
Prosedur Cuci Tangan :
Cuci Tangan Higienis/Rutin19 :
1) Basahi tangan setinggi pertengahan lengan bawah dengan air mengalir
2) Taruh sabun dibagian telapak tangan yang telah basah. Buat busa secukupnya tanpa
percikan
3) Gerakan cuci tangan terdiri dari gosokan kedua telapak tangan, gosokan telapak tangan
kanan di atas punggung tangan kiri dan sebaliknya, gosok kedua telapak tangan dengan
jari saling mengait, gosok kedua ibu jari dengan menggenggam dan memutar, gosok
pergelangan tangan
4) Proses berlangsung selama 10-15 detik
5) Bilas kembali dengan air sampai bersih.
6) Keringkan tangan dengan handuk atau kertas yang bersih atau tisu atau handuk katun
sekali pakai
7) Matikan kran dengan kertas atau tisu
8) Pada cuci tangan aseptik/bedah diikuti larangan menyentuh permukaan yang tidak steril
Alternatif Cuci Tangan Higienis19
- Dilakukan bila tidak ada air mengalir.
- Yaitu buat campuran 100 ml alkohol 70% dengan 1-2 ml gliserin 10%
- Caranya : gosoklah kedua cairan pada kedua tangan secara merata.
Cuci Tangan Aseptik19 :
Prosedur sama dengan cuci tangan higienis hanya saja bahan deterjen atau sabun diganti dengan
antiseptik dan setelah mencuci tangan tidak boleh menyentuh bahan yang tidak steril
Cuci Tangan Bedah19:
1) Nyalakan kran
2) Basahi tangan dan lengan bawah dengan air
11
3) Taruh sabun antiseptik dibagian telapak tangan yang telah basah. Buat busa secukupnya
tanpa percikan
4) Sikat bagian bawah kuku dengan sikat lembut
5) Buat gerakan mencuci tangan seperti cuci tangan biasa dengan waktu lebih lama. Gosok
tangan dan lengan satu persatu secara bergantian dengan gerakan melingkar
6) Sikat lembut hanya digunakan untuk membersihkan kuku saja bukan untuk menyikat
kulit yang lain oleh karena dapat melukainya. digunakan spons steril sekali pakai
7) Proses cuci tangan berlangsung 3 (tiga) hingga 5 (lima) menit dengan prinsip sependek
mungkin tapi cukup memadai untuk mengurangi jumlah bakteri yang menempel di
tangan
8) Selama cuci tangan jaga agar letak tangan lebih tinggi dari siku agar air mengalir dari
arah tangan ke wastafel
9) Jangan sentuh wastafel, kran, atau gaun pelindung
10) Keringkan tangan dengan lap steril
11) Gosok dengan alkohol 70% atau campuran alkohol 70% dengan klorheksedin 0,5 %
selama 5 (lima) menit dan keringkan kembali.
12) Kenakan gaun pelindung dan sarung tangan steril.
ALAT PELINDUNG
Digunakan untuk melindungi kulit dan selaput lendir petugas dari risiko pajanan darah, semua
jenis cairan tubuh, sekret, ekskreta, kulit yang tidak utuh dan selaput lendir pasien. 19
Macam-macam alat pelindung19 :
a. Sarung tangan
b. Pelindung wajah/Masker/Kaca mata
c. Penutup kepala. Gaun pelindung (baju kerja/ celemek)
e. Sepatu pelindung (sturdy foot wear)
a. Sarung Tangan
Sarung tangan harus selalu dipakai pada saat melakukan tindakan yang kontak atau
diperkirakan akan terjadi kontak dengan darah, cairan tubuh, sekret, ekskreta, kulit yang
tidak utuh, selaput lender pasien dan benda yang terkontaminasi. Hal harus diperhatikan pada
12
penggunaan sarung tangan yaitu cuci tangan harus selalu dilakukan pada saat sebelum
memakai dan sesudah melepas sarung tangan. Dikenal tiga jenis sarung tangan19 :
Sarung tangan bersih : digunakan sebelum tindakan rutin pada kulit dan selaput lendir
dan sekali pakai harus dibuang.
Sarung tangan steril : digunakan jika akan melakukan tindakan steril, sarung tangan ini
bisa disterilisasi ulang.
Sarung tangan rumah tangga : dipakai pada waktu akan membersihkan alat kesehatan,
permukaan meja kerja dll. Sarung tangan ini dapat digunakan lagi setelah dicuci dan
dibilas bersih.
Prosedur Pemakaian dan Pelepasan Sarung Tangan Pemakaian Sarung Tangan Steril19 :
a) Cuci tangan
b) Siapkan area yang cukup luas, bersih dan kering untuk membuka paket sarung tangan.
Perhatikan tempat menaruhnya (Steril atau minimal DDT)
c) Buka pembungkus sarung tangan, minta bantuan petugas lain untuk membuka
pembungkus sarung tangan, letakkan sarung tangan dengan bagian telapak tangan
menghadap ke atas.
d) Ambil salah satu sarung tangan dengan memegang pada sisi sebelah dalam lipatannya,
yaitu bagian yang akan bersentuhan dengan kulit tangan saat dipakai.
e) Posisikan sarung tangan setinggi pinggang dan menggantung ke lantai, sehingga bagian
lubang jari tangannya terbuka. Masukkan tangan. Jaga sarung tangan supaya tetap tidak
menyentuh permukaan.
f) Ambil sarung tangan ke dua dengan cara menyelipkan jari-jari tangan yang sudah
memakai sarung tangan ke bagian lipatan, yaitu bagian yang tidak akan bersentuhan
dengan kulit tangan saat dipakai.
g) Pasang sarung tangan yang ke dua dengan cara memasukkan jari-jari tangan yang belum
memakai sarung tangan, kemudian luruskan lipatan, dan atur posisi sarung tangan,
sehingga terasa pas dan enak di tangan . 19
Pelepasan Sarung Tangan19 :
a) Masukkan sarung tangan yang masih dipakai ke dalam larutan klorin, gosokkan untuk
mengangkat bercak darah atau cairan tubuh lainnya, atau kotoran-kotoran lainnya yang
menempel.
13
b) Pegang salah satu sarung tangan pada lipatan lalu tarik ke arah ujung jari-jari tangan
sehingga bagian dalam dari sarung tangan pertama menjadi sisi luar.
c) Jangan dibuka sampai terlepas sama sekali, biarkan sebagian masih berada pada tangan
sebelum melepas sarung tangan yang ke dua. Hal ini penting untuk mencegah
terpajannya kulit tangan yang terbuka dengan permukaan sebelah luar sarung tangan.
d) Biarkan sarung tangan yang pertama sampai sekitar jari-jari, lalu pegang sarung tangan
yang ke dua pada lipatannya lalu tarik ke arah ujung jari hingga bagian dalam sarung
tangan menjadi sisi luar.
e) Demikian dilakukan secara bergantian. Pada akhir setelah hampir di ujung jari, maka
secara bersamaan dan dengan sangat hati-hati sarung tangan tadi dilepas.
f) Perlu diperhatikan bahwa tangan yang terbuka hanya boleh menyentuh bagian dalam
sarung tangan.
g) Cuci tangan setelah sarung tangan dilepas, ada kemungkinan sarung tangan berlubang
namun sangat kecil dan tidak terlihat. Tindakan mencuci tangan setelah melepas sarung
tangan ini akan memperkecil risiko terpajan. 19
b. Pelindung wajah
Pelindung wajah terdiri dari masker dan kaca mata Pelindung wajah ini digunakan
untuk maksud19 :
Untuk melindungi selaput lendir hidung, mulut dan mata selama melakukan tindakan
atau perawatan pasien yang memungkinkan terjadi percikan darah dan cairan tubuh
lain, termasuk tindakan bedah ortopedi atau perawatan gigi.
Masker tanpa kacamata hanya digunakan pada saat tertentu misalnya merawat pasien
tuberkulosis terbuka tanpa luka dibagian kulit/pendarahan.
Masker digunakan bila berada dalam jarak 1 meter dari pasien. 19
c. Penutup Kepala
Untuk mencegah jatuhnya mikroorganisme yang ada di rambut dan kulit petugas
terhadap alat-alat/daerah steril juga sebaiknya untuk melindungi kepala/rambut petugas dari
percikan bahan-bahan dari pasien. 19
d. Gaun/Baja Pelindung
14
Tujuannya yaitu untuk melindungi petugas dari kemungkinan genangan atau percikan
darah atau cairan tubuh lain yang dapat mencemari baju atau seragam. Gaun pelindung harus
dipakai apabila ada indikasi , misalnya pada saat membersihkan luka, melakukan irigasi,
melakukan tindakan drainase, menuangkan cairan terkontaminasi ke dalam lubang
pembuangan atau wc atau toilet. 19
e. Sepatu Pelindung
Tujuannya adalah melindungi kaki petugas dari tumpahan/percikan darah atau cairan
tubuh lainnya dan bahan berbahaya lainnya dan mencegah dari kemungkinan tusukan benda
tajam atau kejatuhan alat kesehatan. Sepatu harus menutupi seluruh ujung dan telapak kaki
dan tidak dianjurkan untuk menggunakan sandal atau sepatu terbuka. Sepatu khusus
sebaiknya terbuat dari bahan yang mudah dicuci dan tahan tusukan misalnya karet atau
plastik. 19
PENGELOLAAN ALAT KESEHATAN
Tjuannya adalah untuk mencegah penyebaran infeksi melalui alat kesehatan, atau untuk
menjamin alat tersebut dalam kondisi steril dan siap pakai. Proses penatalaksanaan peralatan
dilakukan melalui 4 (empat) tahap kegiatan19 :
a. Dekontaminasi
b. Pencucian
c. Sterilisasi atau DTT
d. Penyimpanan
a. Dekontaminasi
Yaitu menghilangkan mikroorganisme patogen dan kotoran dari suatu benda sehingga
aman untuk pengelolaan selanjutnya dan dilakukan sebagai langkah pertama bagi
pengelolaan alat kesehatan bekas pakai. Tujuannya untuk mencegah infeksi melalui alat
kesehatan atau permukaan benda, mis HIV, HBV atau kotoran lain yang tidak tampak
sehingga dapat melindungi petugas atau pasien. 19
Prosedur Dekontaminasi Alkes 19
Kenakan sarung tangan rumah tangga, celemek kedap air atau pelindung wajah kalau
perlu
15
Rendam alat kesehatan segera setelah dipakai dalam larutan klorin 0,5 % selama 10
menit (bila lebih, dapat memudahkan korosi alat). Seluruh alat harus terendam larutan
klorin
Segera bilas dengan air hingga bersih dan lanjutkan dengan pembersihan. Apabila alat
kesehatan tidak langsung dicuci, rendam dalam ember atau wadah plastik berisi air
bersih setelah dikontaminasi.
Buka sarung tangan, masukkan dalam wadah sementara menunggu dekontaminasi dan
proses selanjutnya
Cuci tangan
Prosedur Dekontaminasi Tumpahan Darah/Cairan Tubuh19
Pakai sarung tangan rumah tangga (masker kacamata/pelindung wajah bila perlu).
Serap darah/cairan tubuh sebanyak-banyaknya dengan kertas/koran bekas/tisu
Buang kertas penyerap bersama sampah medis dalam kantong yang kedap cairan
Tuangi atau semprot area bekas tumpahan darah dengan natrium hipoklorit 0,5 %
biarkan 10 menit kemudian bersihkan.
Bilas dengan lap basah yang bersih hingga klorin terangkat.
Buka sarung tangan, masukkan dalam wadah sementara menunggu dekontaminasi
sarung tangan dan proses selanjutnya.
Cuci tangan.
b. Pencucian
Tujuannya yaitu menghilangkan segala kotoran yang kasat mata dari benda dan
permukaan benda dengan sabun atau detergen , air, sikat; menurunkan jumlah
mikroorganisme yang potensial menjadi penyebab infeksi melalui alat kesehatan atau
suatu permukaan benda. 19
c. Desinfeksi dan Sterilisasi :
Desinfeksi merupakan suatu proses untuk menghilangkan sebagian atau semua
mikroorganisme dari alat kesehatan kecuali endospora bakteri. Macam dan cara
desinfeksi19 :
1. Desinfektan Kimiawi : alkohol, klorin dan ikatan klorin, formaldehid, glutardehid,
hydrogen peroksida, yodifora, asam parasetat, fenol, ikatan ammonium kuartener.
16
2. Cara desinfeksi lainnya : radiasi sinar ultraviolet, pasteurisasi, mesin pencuci.
3. Desinfeksi Tingkat Tinggi (DTT) yaitu dilakukan apabila sterilisator tidak tersedia
atau tidak mungkin dilaksanakan. DTT dapat membunuh semua mikroorganisme
termasuk hepatitis B dan HIV, namun tidak dapat membunuh endospora dengan
sempurna seperti tetanus atau gas gangren.
1. DTT dengan merebus
Mulai menghitung waktu saat air mulai mendidih
Merebus 20‘ dalam panci tertutup
Seluruh alat harus terendam
Jangan menambah alat apapun ke air mendidih
Pakai alat sesegera mungkin atau simpan wadah tertutup dan kering yang telah
di DTT, maksimal 1 minggu
2. DTT dengan mengukus
Selalu kukus 20‘ dalam kukusan
Kecilkan api sehingga air tetap mendidih
Waktu dihitung mulai saat keluarnya uap
Jangan pakai lebih dari 3 panci uap
Keringkan dalam kontainer DTT
3. DTT dengan kimia :
Desinfektan kimia untuk DTT
klorin 0,1%, Formaldehid 8%, Glutaraldehid 2%
Langkah-langkah DTT Kimia :
DEkontaminasi Cuci+bilas keringkan
Rendam semua alat dalam larutan desinfektan selama 20‘
Bilas dengan air yang telah direbus dan dikeringkan di udara
Segera dipakai atau disimpan dalam kontainer yang kering dan telah di DTT
Sterilisasi adalah suatu proses untuk menghilangkan seluruh mikroorganisme dari
alat kesehatan termasuk endospora bakteri. Macam-macam sterilisasi19 :
1. Fisik, seperti pemanasan atau radiasi, filtrasi
17
2. Kimiawi, menggunakan bahan kimia dengan cara merendam (mis: dalam larutan
glutardehid) dan menguapi dengan gas kimia (diantaranya dengan gas etilen oksida)
Berikut ini contoh aplikasi teknik-teknik sterilisasi:
1. STERILISASI UAP
121 ˚C , tekanan pada 106 kPa
20 ' untuk alat tidak terbungkus
30 ' untuk alat yang dibungkus
2. STERILISASI PANAS KERING (OVEN)
170 ˚C selama 1 jam. Waktu penghitungan dimulai setelah suhu yang diinginkan
tercapai
160 ˚C untuk alat tajam (gunting, jarum) selama 2 jam
3. STERILISASI KIMIA
Glutaraldehid 2-4 %(cydex), Direndam sekurang-kurangnya 10 jam
Formaldehid 8 %, direndam 24 jam
Bilas dengan air steril sebelum digunakan kembali atau sebelum disimpan
DAFTAR PUSTAKA
1. Sande M A. 1998. Gas gangrene. In: Internal Medicine. Ed. Stein JH et al, 5th edition.
Missouri: Mosby Inc. pp.1422-1423.
18
2. Ridad AM. 2004. Infeksi. Dalam: Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed. de Jong W, Sjamsuhidajat R,
edisi 2. Jakarta: EGC. pp.18-20.
3. Revis DR. 2012. Clostridial gas gangrene. http://emedicine.medscape.com. (4 Mei 2012).
4. Kluwer W. 2009. Gas gangrene. In: Professional Guide to Disease. Ed. Holmes et al, 9th
edition. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. pp.930-932.
5. Hoi H. Gas gangrene. 2011. http://emedicine.medscape.com/217943-overview. (4 Mei
2012).
6. Titball RW. 2005. Gas gangrene: an open and closed case. Microbiology. 151:2821-2828
7. Baron S. 2010. Gas gangren and related clostridial wound infections.
http://www.ncbi.nlm. nih.gov/bookshelf. (3 Mei 2012).
8. Stevens DL. 1997. Necrotizing clostridial soft tissue infections. In: The Cloctridia. Ed.
Rood JI el al. Sandiago: Academic Press. pp.141-152.
9. Correa AG. Anaerobic bacteria. In: Textbook of Pediatric Infections Disease. Ed Feigin
RD, 5th edition. Philadelpia: Elsevier Inc. pp.1751-1758.
10. Phospholipase-C. 2010. http:/www.absoluteastronomy.com. (3 Mei 2012).
11. Rull G. 2009. http://www.patient.co.uk/doctor/Gangrene.htm. (4 Mei 2012).
12. Chi CH, Chen KW, Huang JJ, Chuang YC, Wu MH. 1995. Gas composition in
Clostridium septicum gas gangrene . J Formos Med Assoc 94 (12): 757–9. PMID 8541740.
13. Neubauer RA. 1998. Using HBOT to threat Infection. In: Hyperbaric
Oxigen Therapy. Ed James L. New York: Penguin Putnan.Inc. pp.65-74.
14. Oktaria S. 2010. Terapi oksigen hiperbarik. http://www.klikdokter.com. (3 Mei
2012).
15. Dana D. 2011. Manfaat, pantangan dan efek lanjutan terapi oksigen
hiperbaik. http://beta.tnial.mil.id. (3 Mei 2012).
16. Farmasia. 2009. Sinergi antara radioterapi dengan terapi oksigen
hiperbarik. http://www.majalah-farmasia.com. (4 Mei 2012).
17. Wiyono H. 2010. Pemanfaatan Hiperbarik.
http://penyakitdalamonline.com. (4 Mei 2012).
18. Sonavane A. 2008. Gas gangrene at tertiary care centre. Bombay
hospital journals. 50:10-13.
19
19. Depkes RI. 2006. Pedoman Kesehatan dan Keselamatan Kerja Instalasi
Farmasi Rumah Sakit.
20
top related