erna lp gbs
Post on 10-Aug-2015
117 Views
Preview:
TRANSCRIPT
LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN
GUILLAIN BARRE SYNDROM (GBS)
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Defenisi
Guillan Barre Syndrome (GBS) adalah proses peradangan akut dengan
karakteristik kelemahan motorik dan paralisis yang disebabkan karena demylin
pada sarat prifer. Sindrom penyakit ini berupa paralisis flaccid asenden simetris
yang berkembang secara cepat, biasanya mengikuti infeksi virus. Pada kondisi
ini peran perawat adalah memberikan perawatan proses rehabilitasim mencegah
komplikasi, memenuhi kebutuhan ADL dan support emosional.
Sedangkan menurut Parry mengatakan bahwa, GBS adalah suatu
polineuropati yang bersifat ascending dan akut yang sering terjadi setelah 1
sampai 3 minggu setelah infeksi akut. Menurut Bosch, GBS merupakan suatu
sindroma klinis yang ditandai adanya paralisis flasid yang terjadi secara akut
berhubungan dengan proses autoimun dimana targetnya adalah saraf perifer,
radiks, dan nervus kranialis.
2. Etiologi
Secara pasti penyebab GBS tidak diketahui, namun diduga berkaitan
dengan :
a. Penyakit akut, trauma, pembedahanm dan imunisasi 1-4 minggu sebelum
tanda dan gejala GBS (15% dari kasus)
b. Di dahulu Infeksi saluran pernapasan akut, penyakit gastrointestinal (50%
dari kasus)
c. Reaksi immunologi
d. Kehamilan atau dalam masa nifas
e. Dahulu diduga penyakit ini disebabkan oleh virus tetapi tidak ditemui pada
pemeriksaan patologis. Teori sekarang ini mengatakan bahwa GBS
disebabkan oleh kelainan immunobiologik.
3. Patofisiologi
Kerusakan myelin diantara Node of Ranvier ditemukan pada sebagian
besar kasus GBS, sehinga konduksi impuls akan lambat dan terganggu. Myelin
berfungsi menghantarkan impuls yang pada respon motorik berasal dari otak.
Keadaan ini mengakibatkan kelemahan/paralisi pada ekstermitas bawah
kemudian berjalan ke tubuh bagian atas.
Fase Sindroma Guillain Barre.
a. Fase Progresif
Fase ini dimulai dari terjangkit penyakit. Selama fase ini kelumpuhan
bertambah berat sampai mencapai maksimal, belangsung beberapa hari
sampai 4 minggu, jarang yang melebihi 8 minggu.
b. Fase Plateau
Fase ini telah mencapai maksimal dan menetap. Fase ini biasanya hanya 2
hari samapi 3 minggu.
FaseRekonvalesen(perbaikan)
Fase ini ditandai dengan terjadi perbaikan kelumpuhan ekstremitas yang
berlangsung selama beberapa bulan. Seluruh perjalan penyakit Sindroma
Guillain Barre ini biasanya berlangsung dalam kurun 6 bulan.
4. Manifestasi Klinis
a. Gangguan motorik
- Kelemahan otot secara asending dengan paralisis flaksid dan atropi
- Kesulitan berjalan
- Menurunnya atau tidak adanya reflex tendon dalam
- Gangguan pernafasan (dispnea dan menurunnya bunyi nafas)
- Kehilangan control bowel dan bladder
b. Gangguan sensorik
- Paresthesia
- Kram
- Kerusakan saraf cranial
- Kelemahan otot wajah
- Dysphagia
- Diplopia
- Kerusakan saraf cranial (IX, X, XI, XII)
c. Gangguan saraf otonom
- Tekanan darah tidak stabil
- Kardiak disritmia
- Takhikardia
5. Patofisiologi
GBS merupakan suatu demielinasi polineuropati akut yang dikenal
dengan beberapa nama lain yaitu, polineurutis akut, paralisis asenden Landry,
dan polineuropati inflamasi akut. Gambaran utama GBS adalah paralisis
motorik asendens secara primer dengan berbagai gangguan fungi sensorik. GBS
adalah gangguan neuron motorik bagian bawah dalam saraf primer, final
common pathway, untuk gerakan motorik juga terlibat.
Usaha untuk memisahkan agen penyebab infeksi tidak berhasil dan
penyebabnya tidak diketahui. Namun telah diketaui bahwa GBS bukan penyakit
herediter atau menular. Walaupun mungkin tidak terdapat peristirwa pencetus,
anamnesis pasien yang lengkap sering kali memperlihatkan suatu penyakit virus
biasa yang terjadi 1 hingga 3 minggu sebelum awitan kelemahan motorik. Jenis
penyakit lain yang mendahului sidrom tersebut adalah infeksi pernapasan
ringan atau infeksi GI. Pembedahan, imunisasi, penyakit Hodgkin, atau
limfoma lain, dan lupus eritomatosus. Keadaan yang paling sering dilaporkan
adalah infeksi Campylobacter jejuni yang secara khas memyebabkan penyakit
GI swasirna yang ditandai dengan diare, nyeri abdomen, dan demam.
Akibat tersering dari kejadian ini dalam petologi adalah bahwa kejadian
pencetus (virus atau proses inflamasi) merubah dalam sistem saraf sehingga
sistem imun mengenali sistem tersebut sebagai sel asing. Sesudah itu, limfosit T
yang tersensitisasi dan amkrofag akan menyerang mielin. Selain itu limfosit
mengiduksi limfosit B untuk menghasilkan antibody yang menyerang bagian
tertentu daris selubung mielin, menyebabkan kerusakan mielin (NINDS,2000).
Akibatnya adalah cedera demielinasi ringan hingga berat yang
mengganggu konduksi impuls dalam saraf perifer yang terserang. (sebaliknya,
demielinasi pasda MS hanya terbatas pada sistem saraf pusat). Perubahan
patologi mengikuti pola yang tepat : infiltrasi limfosit terjadi dalam ruang
perivaskular yang berdekatan dengan saraf tersebut dan menjadi fokus
degenerasi mielin.
Demielinsi akson saraf perifer menyebabkan timbulnya gejala positif
dan negatif. Gejala positif adalah nyeri dan perestesia yang berasal dari
aktivitas impuls abnormal dalam serat sensoris atau “cross-talk” listrik antara
akson abnormal yang rusak. Gejala negatif adalah kelemahan atau paralisis otot,
hilangnya refleks tendon, dan menurunnya sensasi. Dua gejala negatif pertama
tersebut disebabkan oleh kerusakan akson motorik; yagn terakhir disebabkan
oleh kerusakan serabut sensorik.
Pada GBS, gejala sensorik cenderung ringan dan dapat terdiri dari rasa
nyeri, geli, mati rasa, serta kelainan sensasi getar dan posisi. Namun,
polineuropati merupakan motorik dominan dan temuan klienis dapat bervarisasi
mulai dari kelemahan otot hingga paralisis otot pernapasan yang membutuhkan
penanganan ventilator. Kelemahan otot rangka sering kali sangat akut sehingga
tidak terjadi atrofi otot, namun tonus otot hilang dan mudah terdeteksi
arefleksia. Kepekaan biasnya dirangsang dengan tekanan yang kuat dan
pemerasan pada otot. Lengan dapat menjdi kurus atau otot lengan kurang lemah
dibandingkan dengan otot tungkai. Gejala autonom termasuk hipotensi postural,
takikardi sinus, dan tidak kemampuan untuk berkeringat. Bila saraf kranial
terlibat, paralisis akan menyerang otot wajah, okular, dan otot orofaringeal
biasanya setelah keterlibatan lengan. Gejala saraf kranial adalah palsi wajah dan
kesulitan bicara, gangguan visual dan kesulitan menelan. Istilah palsi bulbar
kadang-kadang digunakan secara khusus untuk peralisis rahang, faring, dan otot
lidah yang disebabkan oleh kerusakan saraf kranial IX, X, dan XI, yang berasal
dari medula oblongata dan biasa disebut bulb.
6. Komplikasi
a. Kegagalan jantung
b. Kegagalan pernapasan
c. Infeksi dan sepsis
d. Trombosis vena
e. Emboli paru
7. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pungsi lumbal berurutan : memperlihatkan fenomena klasik dari tekanan
normal dan jumlah sel darah putih yang normal, dengan peningkatan protein
nyata dalam 4-6 minggu. Biasanya peningkatan protein tersebut tidak akan
tampak pada 4-5 hari pertama, mungkin diperlukan pemeriksaan seri pungsi
lumbal (perlu diulang untuk dalam beberapa hari).
b. Elektromiografi : hasilnya tergantung pada tahat dan perkembangan sinrdom
yang timbul. Kecepatan konduksi saraf diperlambat pelan. Fibrilasi (getaran
yang berulang dari unit motorik yang sama) umumnya terjadi pada fase
akhir.
c. Darah lengkap : terlihat adanya leukositosis pada fase awal.
d. Fotorontgen : dapat memperlihatkan berkembangnya tanda-tanda dari
gangguan pernapasan, seperti atelektasis, pneumonia.
e. Pemeriksaan fungis paru : dapat menunjukan adanya penurunan kapasitas
vital, volume tidal, dan kemampuan inspirasi.
8. Penatalaksanaan
a. Perawatan pernapasan seperti antispasi kegagalan pernapasan, persiapan
ventilator dan pemeriksaan AGD
b. Monitoring hemodinamik dan kardiovaskuler
c. Management bowel dan bladder
d. Support nutrisi
e. Perawatan immobilisasi
f. Plasmapheresis seperti penggantian plasma untuk meningkatkan kemampuan
motorik
g. Pengobatan dengan pemberian kortikosteroid, immunosuppressive dan
antikoagulan
h. Pembedahan tracheostomy dan indikasi kegagalan pernapasan
9. Terapi
Sampai saat ini belum ada pengotan spesifik untuk GBS, pengobatan terutama
secara simtomatis, tujuan utama pengobatan adalah perawatan yang baik dan
memperbaiki prognosisnya.
a. Perawatan umum dan fisioterapi
Perawatan yang baik sangat penting dan terutama di tujukan pada perawatan
sulit, kandung kemih. Saluran pencernaan, mulut,faring dan trakea.infeksi
paru dan saluaran kencing harus segera di obati.
Respirasi di awasi secara ketat, terhadap perubahan kapasitas dan gas darah
yang menunjukan permulaan kegagalan pernapasan. Setiap ada tanda
kegagalan pernapasan maka penderita harus segera di bantu dengan
pernapasan buatan. Jika pernapasan buatan di perlukan untuk waktu yang
lama maka trakeotomi harus di kerjakan fisioterapi dada secara teratur untuk
mencegah retensi sputum dan kolaps paru. Gerakan pasti pada kaki lumpuh
mencegah deep voin trombosis spientmungkin di perlukan untuk
mempertahankan posisi anggota gerak yang lumpuh, dan kekakuan sendi di
cegah dengan gerakan pasif. Segera setelah penyembuhan mulai fase
rekonfaselen maka fisioterapi aktif di mulai untuk melati dan meningkatkan
kekuatan otot.
b. Pertukaran Plasma
Pertukaran plasma ( plasma excange) bermanfaat bila di kerjakan dalam
waktu 3 minggu pertama dari onset penyakit. Jumlah plasma yang di
keluarkan per excange adalah 40-50 ml/kg. dalam waktu 7-14 hari x
excahange
c. Kortikostiroid
Walaupun telah melewati 4 dekade pemakaian kortikostiroid pada GBS
masih di ragukan manfaatnya. Namun demikian bahwa pemakaian
kortikostiroid pada vase dini penyakit mungkin bermanfaat
10. Prognosis
Dahulu sebelum adanya ventilasi buatan lebih kurang penderita meninggal
oleh karena kegagalan pernasan. Sekarang ini berkisar antara 2-10%,deangan
penyebab kematian, oleh karena kegagalan pernasan, ganggan fungsi otonom,
infeksi paru dan emboli paru. Sebagian besar penderita 60-80% sembuh
secara sempurna dalam waktu 6 bulan. Sebagian kecil 7-22% sembuh dalam
waktu 21 bulan dengan motorik ringan dan atrofi otot kecil di tangan dan di
kaki. Kira- kira 3-5% penderita mengalami relaps
KONSEP DASAR KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kejadian/gejala
b. Riwayat ISPA, pembedahan dan imunisasi
c. Riwayat hepatitis dan influenza
2. Pemeriksaan fungsi tubuh
a. Fungsi motorik
- Kelemahan otot yang menjalar ke atas
- Paresthesia, atropi otot
b. Saraf cranial
Kelemahan saraf fasial (VII), glossopharegeal (IX), vagus (X) menyebabkan
kelemahan otot wajah, disphagia, distrimia dan gangguan jantung.
c. Refleks
Tidak adanya reflek tendon dalam
d. Fungsi pernapasan
Bunyi napas berkurang, ekspansi paru berkuran.
e. Fungsi jantung
Sinus takhikardia, bradikardia, distrimia
3. Pemeriksaan psikososial
a. Rasa kecemasan, ketakutan dan panic
b. Intonasi bicara lambat
c. Penampilan fisik
d. Kemampuan kognitig
B. Diagnosa keperawatan
1. Pola napas tidak efektif b/d kelemahan otot pernapasan atau paralisis.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d kesulitan mengunyah, menelan,
paralisis ekstremitas
3. Gangguan mobilitas fisik b/d kelemahan otot, paralisis dan ataksia
4. Resiko tinggi ganguan integritas kulit b/d paralisi ekstremitas
5. Gangguan komunikasi verbal b/d paralisis saraf kranial VII
C. Intervensi
1. Pola nafas tidak efektif b/d kelemahan otot pernapasa atau paralisis
Intervensi keperawatan:
a. Monitor jumlah pernapasan, irama dan kedalamannya setiap 1-4 jam.
Rasional: Paralisis pernapasan dapat terjadai 48 jam
b. Auskultasi bunyi nafas setiap 4 jam.
Rasional: Bunyi nafas indikasi adekuatnya ventilasi
c. Pertahankan kepatenan jalan napas dengan cara suction dan bersihkan mulut.
Rasional: Jalan napas paten
d. Lakukan fisioterapi dada.
Rasional: Mencegah peneumonia dan atelektasis
e. Kolaborasi dalam pemberian oksigen
Rasional: Pemenuhan kebutuhan oksigen
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d kesulitan mengunyah, menelan,
paralisis ekstremitas.
Intervensi Keperawatan
a. Tinjau faktor-faktor individual yang mempengaruhi kemampuan untuk
mencerna/makan makanan
Rasional: Mempengaruhi pilihan intervensi
b. Monitor intake dan output nutrisi.
Rasional: Menentukan adekuatnya kebutuhan nutrisi pasien
c. Berikan makanan sesuai diet TKTP
Rasional: kontributor utama untuk pemeliharaan jaringan dan perbaikan.
d. Berikan makanan personde dengan posis setengah duduk atau semifowler
Rasional: Menghindari terjadinya aspirasi
e. Lakukan perawatan mulut sesudah dan sebelum makan
Rasional: Meningkatkan rasa nyaman dan meningkatkan nafsu makan
f. Timbanglah berat badan 3 hari sekali jika memungkinkan
Rasional: Mengetahui status nutrisi.
3. Kelemahan mobilitas fisik b/d kelemahan otot, paralisis dan ataksia.
Intervensi keperawatan
a. Kaji fungsi motorik dan sensorik setiap 4 jam.
Rasional: Paralisis otot dapat terjadi dengan cepat dengan pola yang makin
naik.
b. Kaji derajat ketergantungan pasien.
Rasional: Mengidentifikasikan kemampuan pasien dalam kebutuhan ADL.
c. Lakukan alih posisi setiap 2 jam yaitu posisi sim.
Rasional: Menghindarai dekubitus.
d. Lakukan ROM.
Rasioanal: Mencegah atropi dan kontraktur.
4. Resiko tinggi ganguan integritas kulit b/d paralisis ekstremitas.
Intervensi keperawatan
a. Kaji fungsi motorik dan sensorik setiap 4 jam.
Rasional: Paralisis otot dapat terjadi dengan cepat dengan pola yang makin
naik.
b. Kaji derajat ketergantungan pasien.
Rasional: Mengidentifikasikan kemampuan pasien dalam kebutuhan ADL.
c. Lakukan alih posisi setiap 2 jam yaitu posisi sim.
Rasional: Menghindarai dekubitus.
d. Lakukan ROM.
Rasioanal: Mencegah atropi dan kontraktur
e. Lakukan massage pada daerah yang tertekan
Rasional: Memperlancar aliran darah.
5. Gangguan komunikasi verbal b/d paralisis saraf kranial VII
Intervensi Keperawatan
a. Kaji kemampuan komunikasi pasien verbal/nonverbal
Rasional: Identifikasikan kemampuan komunikasi pasien
b. Bicara pelan dan terjadi kontak mata.
Rasional: memudahkan dalam berkomunikasi.
c. Komunikasikan kepada keluarga tentang gangguan komunikasi
Rasional: keluarga tidak memaksakan untuk berkomunikasikan secara
verbal sehingga mengakibatkan rasa frustasi pada pasien
DAFTAR PUSTAKA
Tarwoto (2007). Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Persarafan, Jakarta,
Sagung Seto
askep GBS
Konsep Dasar
1. Pengertian
- Merupakan peradangan neuritis demielinasi (disebut juga polineuropati) progresif dan akut yang mengenai sistem saraf perifer
- Gangguan kelemahan neuromuskular akut yang memburuk secara progresif yang
dapat mengarah pada kelumpuhan total tetapi biasanya parolisis sementara
2. Etiologi
Penyebab dari Guillain Barre Syndrome belum diketahui.
3. Patofisiologi
Kerusakan myelin di antara nodus ranvier adalah patofisiologi utama yang ditemukan pada GBS akibatnya impuls dan nodus ranvier satu ke nodus ranvier lain menjadi terganggu. Sehingga penyebaran impuls terhalang (conduction block) pada tahap lanjut dari penyakit ini.Terdapat 3 tahap pada keadaan akut GBS yaitu :
a. The initial period (1-3 minggu), dimulai pada onset pertama dari gejala yang nyata
dan berakhir ketika tidak terjadi keadaan yang memburuk
b. The plateu period (beberapa hari sampai 2 minggu)
c. The recovery period (4-6 bulan) bersamaan dengan remyelinisasi dan regenerasi
aksonal
Klien yang mengalami injury pada akson memerlukan rehabilitasi yang intensive mungkin lebih dari 2 tahun penyembuhan tidak terjadi dengan baik maka disebut sebagai GBS kronik.
4. Manifestasi Klinik
a. Manifestasi motorik :- Kelemahan otot secara ascending (dari distal ke proksimal) flaccid parolysis tanpa
atropi otot- Penurunan atau tidak adanya reflek tendon dalam- Gangguan pernapasan (dyspnea, penurunan suara napas)
b. Manifestasi sensori :
Paresthesis (kesemutan)
Nyeri (cramping)
c. Manifestasi pada syaraf kronialis :
Kelemahan otot muka
d. Manifestasi pada syaraf otonom :
Tekanan darah yang labil
Disritmia jantung
Takikardia
Pada umumnya GBS tidak mempengaruhi tingkat kesadaran, fungsi serebral dan tanda gangguan pada pupil.
5. Diagnostik Test
Analisis fungsi lumbal menunjukkan peningkatan protein CSS dan jumlah sel darah putih rendah
Pemeriksaan elektrofisiologis menunjukkan pelambatan velositas konduksi saraf,
menunjukkan demielinasi
Darah lengkap : terlihat adanya leukositosis pada fase awal
Uji fungsi pulmonal dapat dilakukan jika GBS terduga, sehingga dapat ditetapkan
nilai dasar untuk perbandingan sebagai kemajuan penyakit
Foto ronsen : dapat memperlihatkan perkembangannya tanda-tanda dari gangguan
pernapasan, seperti atelektosis, pneumonia
Pemeriksaan fungsi paru dapat menunjukkan adanya penurunan kapasitas vital,
volume tidal, dan kemampuan inspirasi
6. Penatalaksanaan
Ventilasi mekanis untuk kegagalan pernapasan
Fisiotherapi dada dan penghisapan endotrakeal apabila kemampuan untuk batuk
hilang dan sekresi mulai terkumpul di paru-paru
Pemasangan selang nasogastrik untuk pemberian makanan, bila pasien tidak dapat
menelan
Analgesik untuk mengatasi rasa nyeri, selama periode penyembuhan
Terapi fisik untuk memulihkan kekuatan otot, dimulai bila px menunjukan tanda-
tanda pemulihan
Plasmaferesis (pertukaran plasma untuk tujuan terapeutik)
Pemberian penyekat-beta untuk mengatasi hipertensi
Pemantulan EKG secara terus-menerus
Terapi intravena untuk meningkatkan volume cairan dan memperbaiki hipotensi
7. Komplikasi
- Gagal pernapasan, melemahnya otot pernapasan membuat pasien beresiko tinggi terhadap hipoventilasi, dan infeksi pernapasan berulang, disfagia juga dapat timbul mengarah pada aspirasi.
- Penyimpangan pada kardiovaskuler dapat mengakibatkan distritmia jantung atau
perubahan drastis yang mengancam kehidupan dalam tanda vital.
- Plasma faresis infeksi mungkin terjadi pada akses vaskuler, hipofolemia, dapat
mengakibatkan hipotensi, takikardia pening dan diaforesis.
top related