buku sejarah perundingan unfccc 2
Post on 28-Jul-2015
154 Views
Preview:
TRANSCRIPT
.
Sejarah Isu Perubahan
Iklim dan UNFCCC
1979
Pada tahun 1979, Organisasi Meteorologi Dunia (World Meteorological Organization, WMO)
menyelenggarakan Konferensi Iklim Dunia yang pertama (First World Climate Conference) pada 12-23 Februari
1979 di Jenewa. Konferensi ini adalah salah satu pertemuan internasional besar pertama yang membahas
tentang perubahan iklim. Pada dasarnya pertemuan ini adalah sebuah
konferensi ilmiah, dihadiri oleh para ilmuwan dari berbagai disiplin ilmu.
Konferensi diselenggarakan dalam bentuk persidangan empat kelompok
kerja untuk melihat ke dalam data iklim, identifikasi topik iklim, studi
dampak terpadu, dan penelitian tentang variabilitas iklim dan
perubahan. Konferensi ini mendorong pembentukan Program Iklim
Dunia (World Climate Program) dan Program Penelitian Iklim Dunia
(World Climate Research Programme).
November 1988
PBB, melalui program lingkungan PBB (United Nations Environment Programme, UNEP) dan
Organisasi Meteorologi Dunia (World Meteorological Organization, WMO) membentuk The
Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) pada November 1988 untuk meneliti dan
menganalisa isu-isu perubahan iklim melalui berbagai metode ilmu pengetahuan yang
muncul. Sejak 1990 setiap lima atau enam tahun IPCC telah mengeluarkan laporan-laporan yang berkaitan
dengan ilmu pengetahuan melalui pengamatan dan prediksi untuk mengetahui kecenderungannya di masa
depan.
IPCC tidak melakukan penelitian baru, tetapi tugas IPCC adalah untuk membuat rancangan kebijakan yang
sesuai dengan isu-isu dan literatur diseluruh dunia tentang aspek ilmu pengetahuan, teknik dan sosio-
ekonomi dari perubahan iklim. Laporan-laporan IPCC disusun oleh ribuan ahli dari seluruh bagian di dunia.
1990
IPCC merilis laporan penilaian pertama (first assessment
report) yang menyatakan "emisi yang dihasilkan dari kegiatan
manusia secara substansial meningkatkan konsentrasi gas
rumah kaca di atmosfer" yang
mengarah ke dorongan
pembentukan perjanjian
global oleh IPCC dan Konferensi Iklim Dunia kedua (second World
Climate Conference).
Pada tanggal 11 Desember 1990, Majelis Umum PBB mendirikan
Intergovernmental Negotiating Committee (INC) untuk Konvensi Kerangka Kerja Perubahan Iklim. INC
diadakan dalam lima sesi di mana lebih dari 150 negara membahas komitmen global yang mengikat, memiliki
target dan memiliki batas waktu untuk pengurangan emisi, mekanisme keuangan, transfer teknologi, dan
tanggung jawab "common but differentiated" dari negara-negara maju dan berkembang.
1992
Berakhirnya perang dingin juga membawa angin segar bagi isu perubahan iklim. Pada Mei
1992, teks dari Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (United Nation
Framework Convention on Climate Change, UNFCCC) diadopsi di Markas Besar PBB di New
York.
Pada bulan Juni tahun yang sama Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang
Perubahan Iklim (UNFCCC) dibuka untuk ditandatangani pada KTT Bumi di Rio,
hal ini membawa dunia satu langkah maju secara bersama-sama untuk
mengurangi emisi gas rumah kaca dan beradaptasi dengan perubahan iklim.
UNFCCC memiliki dua Konvensi yang senada juga setuju di Rio yakni, Konvensi
PBB tentang Keanekaragaman Hayati dan Konvensi untuk Memerangi
Desertifikasi.
1994
Pada 21 Maret 1994, Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC),
yang disepakati dua tahun sebelumnya di Rio, Brazil pada 1994 mulai diberlakukan.
Negara-negara yang menandatangani perjanjian itu dikenal sebagai "Negara Pihak".
Dengan 196 Negara Pihak, UNFCCC memiliki keanggotaan yang mendekati hampir -
universal. Negara Pihak bertemu setiap tahun di Konferensi Para Pihak (Conference of
the Parties, COP) untuk menegosiasikan tanggapan multilateral terhadap perubahan
iklim.
1995
Konferensi Para Pihak yang pertama (COP 1) diadakan pada bulan April 1995 di
Berlin, Jerman. Menteri Lingkungan Hidup Jerman pada waktu itu, Angela Merkel,
memimpin COP 1 di Berlin, di mana Para Pihak sepakat bahwa komitmen yang
telah tercatat dalam Konvensi UNFCCC "tidak memadai" untuk memenuhi tujuan
konvensi. Sebuah keputusan yang disebut dengan The Berlin Mandate
menetapkan proses untuk menegosiasikan penguatan komitmen dari negara-
negara maju, sehingga proses ini dianggap sebagai sebuah dasar untuk Protokol
Kyoto.
1997
Protokol Kyoto Diadopsi
Konferensi Para Pihak ketiga mencapai sebuah tonggak sejarah dengan diadopsinya Protokol
Kyoto, perjanjian dunia dalam pengurangan emisi gas rumah kaca yang pertama.
2001
Sebuah terobosan besar dicapai pada bulan Juli tahun 2001 dimana pada bagian
kedua dari Konferensi Para Pihak keenam (COP 6) di Bonn, negara pihak Negara Pihak
mencapai kesepakatan politik yang luas untuk menyetujui buku aturan operasional
untuk Protokol Kyoto tahun 1997.
Konferensi ketujuh dari Negara Pihak di Marakkesh,
Maroko pada Oktober 2001 menghasilkan sebuah
kesepakatan yang dinamakan Marrakesh Accords,
memberikan kondisi yang ideal untuk ratifikasi Protokol Kyoto. Ini akan memformalkan
kesepakatan mengenai aturan operasional untuk Perdagangan Emisi Internasional
(International Emissions Trading, IET), Mekanisme Pembangunan Bersih (Clean
Development Mechanism) dan Implementasi Bersama (Joint Implementation) dan juga pendirian sebuah rezim
kepatuhan dan prosedur akuntabilitas.
2005
Pada bulan Januari 2005, Skema Perdagangan Emisi Uni Eropa
(EU Emission Trading Scheme, EU-ETS) sebagai skema
perdagangan emisi pertama dan terbesar di dunia, diluncurkan
sebagai pilar utama kebijakan perubahan iklim dari Uni Eropa.
Sistematika diatur oleh skema secara kolektif dan akan menjadi
sebuah sistem untuk menaungi hampir separuh dari emisi Uni
Eropa CO2.
Tahun 2005 juga menjadi sebuah tahun bersejarah dimana pada 16 Februari 2005
Federasi Rusia menyerahkan instrumen ratifikasi Protokol Kyoto, yang menandai
tercapainya syarat ratifikasi dan dimulainya masa berlaku Protokol Kyoto.
Setelah berlakunya Protokol Kyoto pada awal tahun, Konferensi Para Pihak kesebelas
(COP 11) untuk pertama kalinya diadakan bersamaan dengan Konferensi Para Pihak
yang berfungsi sebagai Pertemuan Para Pihak (Conference of the Parties serving as
the Meeting of the Parties, CMP 1) .
2006
Pada bulan Januari 2006 Mekansime Clean Development
Mechanism (CDM) mulai dibuka. CDM adalah salah satu dari
tiga mekanisme fleksibel dalam Protokol Kyoto yang
dirancang untuk membantu negara industri/Annex1 untuk
memenuhi komitmennya mengurangi efek Gas Rumah Kaca
(GRK) dan membantu negara berkembang dalam mencapai
pembangunan berkelanjutan. CDM adalah satu-satunya
mekanisme fleksibel yang melibatkan negara berkembang.
Berdasarkan Protokol Kyoto, negara berkembang tidak
memiliki kewajiban membatasi emisi GRKnya, akan tetapi
dapat secara sukarela berkontribusi dalam pengurangan
emisi global dengan menjadi tempat pelaksanaan proyek
CDM.
Pada Konferensi Para Pihak kedua belas (COP 12) yang diadakan di Nairobi, Kenya pada bulan November 2006, Badan
Pendukung untuk Nasihat Ilmiah dan Teknologi (Subsidiary Body for Scientific and Technological Advice, SBSTA) diberi
mandat untuk melakukan program untuk mengatasi dampak, menghitung kerentanan dan memberikan saran untuk aksi
adaptasi terhadap perubahan iklim - kegiatan Nairobi Work Plan, NWP secara resmi dimulai.
2007
Pada Konferensi Para Pihak ketiga belas (COP 13) yang diadakan di Bali,
Indonesia pada Desember 2007 mengadopsi Bali Road Map, termasuk
Bali Action Plan (BAP), berbagai keputusan penting ini menentukan arah
baru dalam proses negosiasi untuk mengatasi perubahan iklim. BAP ini
memiliki lima kategori utama: visi bersama, mitigasi, adaptasi, teknologi
dan pendanaan.
2008
Pada bulan Januari 2008, salah satu mekanisme dalam Protokol Kyoto yakni "Joint
Implementation" dimulai. Hal ini memungkinkan negara dengan pengurangan
emisi atau komitmen pembatasan di bawah Protokol untuk mendapatkan unit
pengurangan emisi (Emission Reduction Unit, ERU) dari kegiatan pengurangan
emisi atau proyek penghapusan emisi di negara lain dengan komitmen yang
sama.
Konferensi Para Pihak keempat belas (COP 14) di Poznan, Polandia pada
Desember 2008, memberikan langkah penting menuju membantu negara-negara berkembang, termasuk peluncuran
Dana Adaptasi (Adaptation Fund) di bawah Protokol Kyoto dan Poznan Strategic Programme on Technology Transfer.
2009 Pada bulan Desember 2009 para pemimpin dunia berkumpul untuk
menghadiri Konferensi kelima belas (COP 15) dari Pihak di Kopenhagen,
Denmark, yang menghasilkan Copenhagen Accord. Negara-negara maju
berjanji memberikan bantuan hingga USD 30 miliar pada pendanaan Fast
Start Finance untuk periode 2010-2012.
2010 Konferensi Para Pihak keenam belas (COP 16) di Cancun, Mexico pada Desember 2010
menghasilkan Kesepakatan Cancun (Cancun Agreement), kesepakatan ini adalah sebuah
paket komprehensif oleh para negara pihak untuk membantu negara-negara berkembang
dalam menghadapi perubahan iklim. The Green Climate Fund, Mekanisme Teknologi dan
Kerangka Kerja Adaptasi Cancun (Cancun Adaptation Framework) juga ditetapkan pada
pertemuan tahun itu.
2011 Pada Konferensi Para Pihak ketujuh belas (COP 17) di Durban, Afrika Selatan, para negara
pihak berkomitmen untuk menyusun sebuah kesepakatan perubahan iklim universal yang
baru pada 2015 untuk diimplementasikan pada periode setelah 2020. Hal ini mendorong
terbentuknya Kelompok Kerja Ad Hoc Working Group on the Durban Platform for
Enhanced Action atau lazim disebut ADP.
Pada COP ke 17 ini juga diluncurkan sebuah inisiatif bernama Momentum For Change, sebuah inisiatif khusus dari
UNFCCC, yang memberikan apresiasi terhadap tindakan memerangi perubahan iklim dengan cara yang inovatif dan
transformatif yang dijadikan teladan di seluruh dunia.
2012
Pada Konferensi Para Pihak kedelapan belas (COP 18) di Doha,
Qatar,para negara pihak setuju untuk mempercepat proses kerja yang
mengarah kepada sebuah kesepakatan perubahan iklim universal pada
2015 dan untuk menemukan cara-cara untuk meningkatkan upaya
sebelum 2020 untuk mencapai target janji pengurangan emisi. Negara
Pihak juga mengadopsi Doha Amendment, yang meresmikan berlakunya periode komitmen kedua dari Protokol Kyoto.
2013
Pada 27 September 2013 Kelompok Kerja I dari Panel PBB tentang Perubahan
Iklim (Intergovernmental Panel on Climate Change, IPCC) merilis Laporan Penilaian
Kelima (Fifth Assessment Report, AR5), pada isu perubahan iklim yang terfokus pada
data ilmiah terbaru terkait penyebab dan akibat dari Perubahan Iklim.
Pada November 2013 diadakan Konferensi Para Pihak kesembilan belas (COP 19)
di Warsawa, Polandia yang menghasilkan Warsawa Outcomes, termasuk buku
aturan (rulebook) untuk mengurangi emisi dari deforestasi dan degradasi hutan dan mekanisme untuk
mengatasi kerugian dan kerusakan yang disebabkan oleh dampak jangka panjang perubahan iklim.
2014
Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) merayakan ulang tahun ke-20 pada bulan
Maret 2014. Pada 31 Maret 2014 Kelompok Kerja II dari Panel PBB tentang
Perubahan Iklim (Intergovernmental Panel on Climate Change, IPCC) merilis
Bagian Kedua dari Laporan Penilaian Kelima (2nd part of the Fifth Assessment
Report, AR5), pada isu perubahan iklim yang terfokus pada akibat, saran aksi
adaptasi dan kajian kerentanan terhadap perubahan iklim. Pada tahun ini juga
Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon dijadwalkan untuk menjadi tuan rumah
pertemuan puncak para Kepala Negara (Climate Summit) di New York, yang mengundang Kepala Negara dan
Pemerintah, pemimpin di bidang bisnis, keuangan, masyarakat sipil dan para pemimpin lokal untuk
memobilisasi tindakan dan ambisi untuk memerangi perubahan iklim sebelum pertemuan COP 21 di Paris
pada tahun 2015 .
Pada Konferensi Para Pihak kedua puluh di Lima-Peru yang direncanakan diadakan pada
Desember tahun 2014, para pemerintah dunia akan memiliki kesempatan untuk
membuat dorongan kolektif yang terakhir menuju kesepakatan universal baru dan
bermakna pada yang diharapkan mampu tercapai pada COP 21 di Paris tahun 2015
.
top related