bab ix ruas garis berarah

Post on 15-Aug-2015

80 Views

Category:

Education

17 Downloads

Preview:

Click to see full reader

TRANSCRIPT

RANGKUMAN MATERI, SOAL DAN PEMBAHASAN

BAB IX

RUAS GARIS BERARAH

disusun guna melengkapi tugas mata kuliah Geometri Transformasi

Dosen pengampu Bapak Ishaq Nuriadin, M.Pd

Oleh

Niamatus Saadah 1201125122

JURUSAN MATEMATIKA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF DR.HAMKA

2015

RUAS GARIS BERARAH

9.1 Definisi dan Sifat-sifat yang Sederhana

Untuk melajutkan penyelidikan tentang isometri diperlukan pengertian

tentang ruas garis berarah sebagai berikut:

Definisi: Suatu ruas garis berarah adalah sebuah ruas garis yang salah satu

ujungnya dinamakan titik pangkal dan ujung yang lain dinamakan

titik akhir.

Apabila A dan B dua titik, lambang 𝐎𝐵 kita gunakan sebagai ruas garis

berarah dengan pangkal A dan titik akhir B. Perhatikan 𝐎𝐵 dan AB

melukiskan dua hal yang berbeda. Seperti diketahui bahwa 𝐎𝐵

menggambarkan sinar atau setengah garis yang berpangkal di A dan melalui

B.

Dua ruas garis 𝐎𝐵 dan 𝐶𝐷 disebut kongruen apabila AB = CD. Walaupun AB

= CD, 𝐎𝐵 dan 𝐶𝐷 tidak perlu sama; 𝐎𝐵 adalah sebuah himpunan sedangkan

AB adalah bilangan real. Jika 𝐎𝐵 dan 𝐶𝐷 kongruen ditulis 𝐎𝐵 ≅ 𝐶𝐷 .

Andaikan sekarang ada 2 ruas garis berarah 𝐎𝐵 dan 𝐶𝐷 . Dalam

membandingkan dua ruas garis berarah 𝐎𝐵 dan 𝐶𝐷 tidaklah sukup, jika AB =

CD; kedua ruas garis berarah itu searah. Jika demikian, dikatakan bahwa ruas

garis berarah 𝐎𝐵 ekivalen dengan ruas garis berarah 𝐶𝐷 yang ditulis sebagai

𝐎𝐵 = 𝐶𝐷 .

Definisi: 𝐎𝐵 = 𝐶𝐷 apabila Sp(A) = D dengan P titik tengah 𝐵𝐶 .

Gambar 9.1

Teorema 9.1:

A

B

C

D

P

Andaikan 𝐎𝐵 dan 𝐶𝐷 dua ruas garis berarah yang tidak segaris, maka segi-4

ABCD sebuah jajargenjang jika dan hanya jika 𝐎𝐵 = 𝐶𝐷 .

Bukti:

Akan ditunjukkan jika 𝐎𝐵 dan 𝐶𝐷 adalah dua ruas garis berarah yang tidak

segaris maka ABCD jajargenjang ⟺ 𝐎𝐵 = 𝐶𝐷 .

(⟹) Akan ditunjukkan jika ABCD sebuah jajar genjang dengan 𝐎𝐵 dan 𝐶𝐷

adalah 2 ruas garis berarah yang tidak segaris maka 𝐎𝐵 = 𝐶𝐷 .

Dipunyai ABCD sebuah jajar genjang.

Diagonal-diagonal 𝐎𝐷 dan 𝐵𝐶 berpotongan di tengah-tengah, misalkan

titik P.

Dengan demikian Sp(A) = D, dengan P adalah titik tengah 𝐎𝐷 maupun

𝐵𝐶 .

Berdasarkan definisi keekivalenan diperoleh 𝐎𝐵 = 𝐶𝐷 .

(⟾) Akan ditunjukkan jika 𝐎𝐵 = 𝐶𝐷 maka ABCD jajargenjang dengan 𝐎𝐵

dan 𝐶𝐷 adalah 2 ruas garis berarah yang tidak segaris.

Dipunyai 𝐎𝐵 = 𝐶𝐷 .

Misalkan titik P adalah titik tengah 𝐵𝐶 .

Menurut definisi keekivalenan maka Sp(A) = D.

Berarti AP = PD, jadi P juga titik tengah AD.

Hubungkan titik A ke C dan titik B ke D sehingga terbentuklah

segiempat ABCD.

𝐎𝐷 dan 𝐵𝐶 adalah diagonal-diagonal segiempat ABCD yang terbagi

sama panjang di P (definisi jajar genjang).

Akibatnya segiempat ABCD sebuah jajar genjang.

Jadi terbukti jika 𝐎𝐵 dan 𝐶𝐷 adalah dua ruas garis berarah yang tidak segaris

maka ABCD jajargenjang ⟺ 𝐎𝐵 = 𝐶𝐷 .

Akibat Teorema 9.1:

Jika 𝐎𝐵 = 𝐶𝐷 maka AB = CD dan 𝐎𝐵 dan 𝐶𝐷 sejajar atau segaris.

Bukti:

Akan dibuktikan 𝐎𝐵 = 𝐶𝐷 ⟹ 𝐎𝐵 = 𝐶𝐷 dan 𝐎𝐵 dan 𝐶𝐷 sejajar atau segaris.

Dipunyai 𝐎𝐵 = 𝐶𝐷

Kasus 𝑝 ∈ 𝐎𝐵 :

Karena 𝐎𝐵 = 𝐶𝐷 , maka menurut definisi keekivalenan, Sp(A) = D dengan

P adalah titik tengah 𝐵𝐶 sehingga BP = PC.

Pilih titik P pada perpanjangan 𝐎𝐵 .

Karena Sp(A) = D, maka AP = PD.

Diperoleh AP = PD ⟺ AB + BP = PC + CD.

Karena BP = PC, maka AB + PC = PC + CD ⟺ AB = CD.

Buat garis yang melalui titik A dan D.

Diperoleh 𝐎𝐵 ⊂ 𝐎𝐵 dan 𝐶𝐷 ⊂ 𝐶𝐷 sehingga 𝐎𝐵 dan 𝐶𝐷 ⊂ 𝐎𝐷 .

Karena 𝐎𝐵 segaris dengan 𝐶𝐷 maka 𝐎𝐵 segaris dengan 𝐶𝐷 .

Kasus 𝑝 ∉ 𝐎𝐵 :

Karena 𝐎𝐵 = 𝐶𝐷 , maka 𝐎𝐵 tidak segaris.

Berdasarkan teorema 9.1, diperoleh segiempat ABCD jajar genjang.

Menurut karakteristik jajar genjang bahwa sisi-sisi yang berhadapan sama

panjang dan sejajar, akibatnya AB = CD.

Karena 𝐎𝐵 // 𝐶𝐷 , 𝐎𝐵 ⊂ 𝐎𝐵 dan 𝐶𝐷 ⊂ 𝐶𝐷 maka 𝐎𝐵 //𝐶𝐷 .

Teorema 9.2:

Diketahui ruas-ruas garis berarah 𝐎𝐵 , 𝐶𝐷 , dan 𝐞𝐹 maka

1. 𝐎𝐵 = 𝐎𝐵 (sifat reflexi);

2. jika 𝐎𝐵 = 𝐶𝐷 maka 𝐶𝐷 = 𝐎𝐵 (sifat simetrik);

3. jika 𝐎𝐵 = 𝐶𝐷 dan 𝐶𝐷 = 𝐞𝐹 maka 𝐎𝐵 = 𝐞𝐹 (sifat transitif).

Bukti:

1. Akan dibuktikan 𝐎𝐵 = 𝐎𝐵 (sifat reflexi)

Misalkan P adalah titik tengah 𝐎𝐵 , maka Sp(A) = B

Menurut definisi keekivalenan diperoleh 𝐎𝐵 = 𝐎𝐵 .

2. Akan dibuktikan jika 𝐎𝐵 = 𝐶𝐷 maka 𝐶𝐷 = 𝐎𝐵 (sifat simetrik)

Menurut teorema 9.1 jika 𝐎𝐵 = 𝐶𝐷 maka segiempat ABCD jajargenjang,

diagonal-diagonal 𝐵𝐶 dan 𝐎𝐷 membagi sama panjang di P,

maka P dalah titik tengah 𝐎𝐷

akibatnya Sp(C) = B

menurut definisi kekeivalenan apabila Sp(C) = B dengan P titik tengah 𝐎𝐷

maka 𝐶𝐷 = 𝐎𝐵 .

3. Akan dibuktikan jika 𝐎𝐵 = 𝐶𝐷 dan 𝐶𝐷 = 𝐞𝐹 maka 𝐎𝐵 = 𝐞𝐹 (sifat

transitif):

Diperoleh 𝐎𝐵 = 𝐶𝐷 maka Sp(A) = D dengan P titik tengah 𝐵𝐶

Diperoleh 𝐶𝐷 = 𝐞𝐹 maka Sq(C) = F dengan Q titik tengah 𝐷𝐞

Menurut teorema 9.1 jika 𝐎𝐵 = 𝐶𝐷 maka segiempat ABCD jajargenjang

sehingga 𝐎𝐵 //𝐶𝐷 dan 𝐶𝐷 //𝐞𝐹 akibatnya 𝐎𝐵 //𝐞𝐹 .

Menurut akibat dari teorema 9.1 bahwa jika 𝐎𝐵 = 𝐶𝐷 maka AB = CD,

jika 𝐶𝐷 = 𝐞𝐹 maka CD = EF

Akibatnya AB = EF.

Karena AB = EF dan 𝐎𝐵 //𝐞𝐹 maka ABFE jajargenjang.

Menurut teorema 9.1 jika ABCD jajargenjang maka 𝐎𝐵 //𝐞𝐹 .

Teorema 9.3:

Diketahui sebuah titik P dan suatu ruas garis berarah 𝐎𝐵 maka ada titik

tunggal Q sehingga 𝑃𝑄 = 𝐎𝐵 .

Gambar 9.2

Bukti:

Akan dibuktikan keberadaan Q sehingga 𝐎𝐵 = 𝑃𝑄

Andaikan ada titik Q

misal R adalah titik tengah 𝐵𝑃 dengan Sp(A) = Q maka 𝐎𝐵 = 𝑃𝑄

A Q

B

R

P

Menurut teorema 9.2 (2) maka 𝑃𝑄 = 𝐎𝐵

Akan dibuktikan Q tunggal,

Andaikan ada titik T sehingga 𝐎𝐵 = 𝑃𝑇

Karena R titik tengah 𝐵𝑃 maka SR(A) = T

Setengah putaran A terhadap R atau SR(A) tunggal sehingga 𝑅𝑄 = 𝐎𝑅

Akibat 1:

Jika

Jika 𝑃1(𝑥1, 𝑊1), 𝑃2(𝑥2, 𝑊2), dan 𝑃3(𝑥3, 𝑊3) titik-titik yang diketahui maka

titik 𝑃(𝑥3 + 𝑥2 − 𝑥1, 𝑊3 + 𝑊2 − 𝑊1) adalah titik tunggal sehingga 𝑃3𝑃 =

𝑃1𝑃2 .

Andaikan P bukan titik tungga maka 𝑃3𝑃 ≠ 𝑃1𝑃2 artinya 𝑃3𝑃 − 𝑃1𝑃2

≠ 0

diperoleh 𝑃3𝑃 − 𝑃1𝑃2 =(𝑃 − 𝑃3) − (𝑃2 − 𝑃1)

= [(𝑥3 + 𝑥2 − 𝑥1, 𝑊3 + 𝑊2 − 𝑊1) − (𝑥3, 𝑊3)] − [(𝑥2, 𝑊2) − (𝑥1, 𝑊1)]

= [(𝑥3 + 𝑥2 − 𝑥1 − 𝑥3, 𝑊3 + 𝑊2 − 𝑊1 − 𝑊3)] − [(𝑥2 − 𝑥1, 𝑊2 − 𝑊1)]

= (𝑥2 − 𝑥1, 𝑊2 − 𝑊1) − (𝑥2 − 𝑥1, 𝑊2 − 𝑊1)

= (0,0)

= 0.

Akibat 2:

Jika 𝑃𝑛 = (𝑥𝑛, 𝑊𝑛), 𝑛 = 1,2,3,4, maka 𝑃1𝑃2 = 𝑃3𝑃4

⟺ 𝑥2 − 𝑥1 = 𝑥4 − 𝑥3, 𝑊2 − 𝑊1 = 𝑊4 − 𝑊3

(⟹) Akan dibuktikan jika Jika 𝑃𝑛 = (𝑥𝑛, 𝑊𝑛), 𝑛 = 1,2,3,4 maka

𝑃1𝑃2 = 𝑃3𝑃4

⟹ 𝑥2 − 𝑥1 = 𝑥4 − 𝑥3, 𝑊2 − 𝑊1 = 𝑊4 − 𝑊3

Karena 𝑃1𝑃2 = 𝑃3𝑃4

maka 𝑃1𝑃2=𝑃3𝑃4 sehingga 𝑃2 − 𝑃1 = 𝑃4 − 𝑃3

⟺ [(𝑥2, 𝑊2) − (𝑥1, 𝑊1)] = [(𝑥4, 𝑊4) − (𝑥3, 𝑊3)]

⟺ (𝑥2 − 𝑥1, 𝑊2 − 𝑊1) = (𝑥4 − 𝑥3, 𝑊4 − 𝑊3)

menurut definisi sebuah titik pada aljabar, dua titik A(a,b) = B(c,d)

jika dan hanya jika 𝑎 = 𝑏 dan 𝑐 = 𝑑

diperoleh 𝑥2 − 𝑥1 = 𝑥4 − 𝑥3 dan 𝑊2 − 𝑊1 = 𝑊4 − 𝑊3

(⟾) Akan ditunjukkan jika 𝑥2 − 𝑥1 = 𝑥4 − 𝑥3, 𝑊2 − 𝑊1 = 𝑊4 − 𝑊3 maka

Jika 𝑃𝑛 = (𝑥𝑛, 𝑊𝑛), 𝑛 = 1,2,3,4 maka 𝑃1𝑃2 = 𝑃3𝑃4

Dipunyai 𝑥2 − 𝑥1 = 𝑥4 − 𝑥3, 𝑊2 − 𝑊1 = 𝑊4 − 𝑊3 maka dapat dibuat

titik yang sama misalkan R dan S, dengan 𝑅 = (𝑥2 − 𝑥1, 𝑊2 − 𝑊1)

dan 𝑆 = (𝑥4 − 𝑥3, 𝑊4 − 𝑊3)

misalkan R = S ⟺ (𝑥2 − 𝑥1, 𝑊2 − 𝑊1) = (𝑥4 − 𝑥3, 𝑊4 − 𝑊3)

⟺ [(𝑥2, 𝑊2) − (𝑥1, 𝑊1)] = [(𝑥4, 𝑊4) − (𝑥3, 𝑊3)]

⟺ 𝑃2 − 𝑃1 = 𝑃4 − 𝑃3

⟺ 𝑃1𝑃2=𝑃3𝑃4 ⟺ 𝑃1𝑃2 = 𝑃3𝑃4

Jadi jika 𝑥2 − 𝑥1 = 𝑥4 − 𝑥3, 𝑊2 − 𝑊1 = 𝑊4 − 𝑊3 maka Jika 𝑃𝑛 =

(𝑥𝑛, 𝑊𝑛), 𝑛 = 1,2,3,4 maka 𝑃1𝑃2 = 𝑃3𝑃4

Mengalikan Ruas Garis Berarah dengan Sebuah Skalar

Definisi:

Andaikan 𝐎𝐵 sebuah ruas garis berarah dan k suatu bilangan real, maka

k𝐎𝐵 adalah ruas garis berarah 𝐎𝑃 sehingga 𝑃 ∈ 𝐎𝐵 dan AP = k (AB) jika

k>0.

Apabila k<0 maka k𝐎𝐵 adalah ruas garis berarah 𝐎𝑃 dengan P anggota

sinar yang berlawanan arah dengan 𝐎𝐵 sedangkan AP = |𝑘|𝐎𝐵.

Dikatakan bahwa 𝐎𝑃 adalah kelipatan 𝐎𝐵 .

SOAL-SOAL LATIHAN DAN PEMBAHASAN

1. Diketahui titik-titik A, B, C, dan D, tiap tiga titik tidak segaris.

Ditanya:

a. Lukis titik D sehingga 𝐶𝐞 = 𝐎𝐵

b. Lukis titik F sehingga 𝐷𝐞 = 𝐵𝐎

c. 𝑆𝐎(𝐎𝐵 )

Jawab:

a. Misalkan titik D adalah titik tengah 𝐞𝐎 sehingga 𝑆𝐷(𝐶) = 𝐵

b. Misalkan titik F merupakan titik tengah 𝐞𝐵 sehingga 𝑆𝐹(𝐷) = 𝐎

c. 𝑆𝐎(𝐎𝐵 )

2. Diketahui titik-titik A, B, C yang tidak segaris.

Lukislah:

a. Titik D sehingga 𝐎𝐷 = 3𝐎𝐵

b. Titik F sehingga 𝐎𝐞 = −4

3𝐎𝐵

c. Titik F sehingga 𝐶𝐹 = √2 𝐎𝐵

E B

C

C A

D

B’

E A

D B

F

B

A

Jawab:

a. Titik D sehingga 𝐎𝐷 = 3𝐎𝐵

b. Titik F sehingga 𝐎𝐞 = −4

3𝐎𝐵

c. Titik F sehingga 𝐶𝐹 = √2 𝐎𝐵

3. Diantara ungkapan-ungkapan di bawah ini manakah yang benar?

a. 𝐎𝐵 = −𝐵𝐎

b. 𝑆𝐎(𝐎𝐵 ) = 𝐵𝐎

c. 𝑆𝐎(𝐎𝐵 ) = 𝑆𝐵(𝐎𝐵 )

d. Jika 𝐎′ = 𝑆𝐵(𝐎) maka 𝐎𝐎′ = 2𝐎𝐵

e. Jika 𝐵′ = 𝑆𝐎𝑆𝐵(𝐵) dan 𝐎′ = 𝑆𝐎𝑆𝐵(𝐎), maka 𝐎′𝐵′ = 𝐎𝐵

Jawab:

a. 𝐎𝐵 = −𝐵𝐎

𝐎𝐵

𝐵𝐎

−𝐵𝐎

(Benar)

√2

C

A B

F

A B E B’

A B

B A

A B

D B A

b. 𝑆𝐎(𝐎𝐵 ) = 𝐵𝐎

𝑆𝐎(𝐎𝐵 )

𝐵𝐎

(Benar)

c. 𝑆𝐎(𝐎𝐵 ) = 𝑆𝐵(𝐎𝐵 )

𝑆𝐎(𝐎𝐵 )

𝑆𝐵(𝐎𝐵 )

(Benar)

d. Jika 𝐎′ = 𝑆𝐵(𝐎) maka 𝐎𝐎′ = 2𝐎𝐵

(Benar)

e. Jika 𝐵′ = 𝑆𝐎𝑆𝐵(𝐵) dan 𝐎′ = 𝑆𝐎𝑆𝐵(𝐎), maka 𝐎′𝐵′ = 𝐎𝐵

(Benar)

4. Diketahui A (0,0), B (5,3), dan C (-2,4). Tentukan:

a. R sehingga 𝐎𝑅 = 𝐵𝐶

b. S sehingga 𝐶𝑆 = 𝐎𝐵

c. T sehingga 𝑇𝐵 = 𝐎𝐶

Jawab:

a. R sehingga 𝐎𝑅 = 𝐵𝐶

Berdasarkan teorema akibat jika 𝐎𝑅 = 𝐵𝐶 maka AR = BC sehingga

(𝑥𝑅

𝑊𝑅) − (

𝑥𝐎

𝑊𝐎) = (

𝑥𝐶

𝑊𝐶) − (

𝑥𝐵

𝑊𝐵) ⟺ (

𝑥𝑅

𝑊𝑅) = (

𝑥𝐶

𝑊𝐶) − (

𝑥𝐵

𝑊𝐵) + (

𝑥𝐎

𝑊𝐎)

⟺ (𝑥𝑅

𝑊𝑅) = (

−24

) − (53) + (

00) = (

−71

)

A B B’

B A

A B B’

A B A’

B A A’

B’ A B A’

Jadi R = (-7,1).

b. S sehingga 𝐶𝑆 = 𝐎𝐵

Berdasarkan teorema akibat jika 𝐶𝑆 = 𝐎𝐵 maka CS = AB sehingga

(𝑥𝑆

𝑊𝑆) − (

𝑥𝐶

𝑊𝐶) = (

𝑥𝐵

𝑊𝐵) − (

𝑥𝐎

𝑊𝐎) ⟺ (

𝑥𝑆

𝑊𝑆) = (

𝑥𝐵

𝑊𝐵) − (

𝑥𝐎

𝑊𝐎) + (

𝑥𝐶

𝑊𝐶)

⟺ (𝑥𝑆

𝑊𝑆) = (

53) − (

00) + (

−24

) = (37)

Jadi R = (3,7).

c. T sehingga 𝑇𝐵 = 𝐎𝐶

Berdasarkan teorema akibat jika 𝑇𝐵 = 𝐎𝐶 maka TB = AC sehingga

(𝑥𝐵

𝑊𝐵) − (

𝑥𝑇

𝑊𝑇) = (

𝑥𝐶

𝑊𝐶) − (

𝑥𝐎

𝑊𝐎) ⟺ (

𝑥𝑇

𝑊𝑇) = (

𝑥𝐵

𝑊𝐵) − (

𝑥𝐶

𝑊𝐶) + (

𝑥𝐎

𝑊𝐎)

⟺ (𝑥𝑇

𝑊𝑇) = (

53) − (

−24

) + (00) = (

7−1

)

Jadi R = (7,-1).

5. Diketahui: A (2,1), B (3,-4), dan C (-1,5). Tentukan:

a. D sehingga CD = AB

b. E sehingga AE = BC

c. F sehingga AF = 1

2𝐎𝐶

Jawab:

a. D sehingga CD = AB

√(𝑥𝐷 − 𝑥𝐶)2 + (𝑊𝐷 − 𝑊𝐶)2 = √(𝑥𝐵 − 𝑥𝐎)2 + (𝑊𝐵 − 𝑊𝐎)2

⟺ √(𝑥𝐷 + 1)2 + (𝑊𝐷 − 5)2 = √(3 − 2)2 + (−4 − 1)2

⟺ √(𝑥𝐷 + 1)2 + (𝑊𝐷 − 5)2 = √(1)2 + (−5)2

⟺ √(𝑥𝐷 + 1)2 + (𝑊𝐷 − 5)2 = √26

⟺ (𝑥𝐷 + 1)2 + (𝑊𝐷 − 5)2 = 26

⟺ 𝑥𝐷2 + 2𝑥𝐷 + 1 + 𝑊𝐷

2 − 10𝑊𝐷 + 25 = 26

⟺ 𝑥𝐷2+𝑊𝐷

2 + 2𝑥𝐷 − 10𝑊𝐷 + 26 = 26

⟺ 𝑥𝐷2+𝑊𝐷

2 + 2𝑥𝐷 − 10𝑊𝐷 = 0

Jadi D adalah semua titik pada lingkaran 𝑥𝐷2+𝑊𝐷

2 + 2𝑥𝐷 − 10𝑊𝐷 = 0

b. E sehingga AE = BC

√(𝑥𝐞 − 𝑥𝐎)2 + (𝑊𝐞 − 𝑊𝐎)2 = √(𝑥𝐶 − 𝑥𝐵)2 + (𝑊𝐶 − 𝑊𝐵)2

⟺ √(𝑥𝐞 − 2)2 + (𝑊𝐞 − 1)2 = √(−1 − 3)2 + (5 + 4)2

⟺ √(𝑥𝐞 − 2)2 + (𝑊𝐞 − 1)2 = √(−4)2 + (9)2

⟺ √(𝑥𝐞 − 2)2 + (𝑊𝐞 − 1)2 = √16 + 81

⟺ √(𝑥𝐞 − 2)2 + (𝑊𝐞 − 1)2 = √97

⟺ (𝑥𝐞 − 2)2 + (𝑊𝐞 − 1)2 = 97

⟺ 𝑥𝐞2 − 4𝑥𝐞 + 4 + 𝑊𝐞

2 − 2𝑊𝐷 + 1 = 97

⟺ 𝑥𝐞2+𝑊𝐞

2 − 4𝑥𝐞 − 2𝑊𝐷 + 5 = 97

⟺ 𝑥𝐞2+𝑊𝐞

2 − 4𝑥𝐞 − 2𝑊𝐷 − 92 = 0

Jai E adalah semua titik pada lingaran 𝑥𝐞2+𝑊𝐞

2 − 4𝑥𝐞 − 2𝑊𝐷 − 92 = 0

c. F sehingga AF = 1

2𝐎𝐶

√(𝑥𝐹 − 𝑥𝐎)2 + (𝑊𝐹 − 𝑊𝐎)2 = 1

2√(𝑥𝐶 − 𝑥𝐎)2 + (𝑊𝐶 − 𝑊𝐎)2

⟺ √(𝑥𝐹 − 2)2 + (𝑊𝐹 − 1)2 = 1

2√(−1 − 2)2 + (5 − 1)2

⟺ √(𝑥𝐹 − 2)2 + (𝑊𝐹 − 1)2 = 1

2√(−3)2 + (4)2

⟺ √(𝑥𝐹 − 2)2 + (𝑊𝐹 − 1)2 = 1

2√9 + 16

⟺ √(𝑥𝐹 − 2)2 + (𝑊𝐹 − 1)2 = 1

2√25

⟺ (𝑥𝐹 − 2)2 + (𝑊𝐹 − 1)2 =1

4 . 25

⟺ 𝑥𝐹2 − 4𝑥𝐹 + 4 + 𝑊𝐹

2 − 2𝑊𝐹 + 1 =1

4 . 25

⟺ 𝑥𝐹2+𝑊𝐹

2 − 4𝑥𝐹 − 2𝑊𝐹 + 5 =1

4 . 25

⟺ 4𝑥𝐹2+4𝑊𝐹

2 − 16𝑥𝐹 − 8𝑊𝐹 + 20 = 25

⟺ 4𝑥𝐹2+4𝑊𝐹

2 − 16𝑥𝐹 − 8𝑊𝐹 − 5 = 0

Jadi F adalah semua titik pada lingkaran 4𝑥𝐹2+4𝑊𝐹

2 − 16𝑥𝐹 − 8𝑊𝐹 −

5 = 0

6. Jika A = (1,3), B = (2,7), dan C = (-1,4) adalah titik-titik parallelogram

ABCD. Tentukan koordinat-koordinat titik D.

Jawab:

Menurut teorema 9.1 jika ABCD jajargenjang maka AB=CD dengan K

adalah titik tengah BC dan AD.

Karena K titik tengah BC maka 𝐟 = (𝑥𝐵+𝑥𝐶

2,𝑊𝐵+𝑊𝐶

2) = (

2−1

2,7+4

2) = (

1

2,11

2)

Karena K titik tengah AD maka 𝐟 = (𝑥𝐎+𝑥𝐷

2,𝑊𝐎+𝑊𝐷

2)

⟺ (1

2,11

2) = (

1 + 𝑥𝐷

2,3 + 𝑊𝐷

2)

⟺1 + 𝑥𝐷

2=

1

2⟺ 1 + 𝑥𝐷 = 1 ⟺ 𝑥𝐷 = 0

⟺3 + 𝑊𝐷

2=

11

2⟺ 3 + 𝑊𝐷 = 11 ⟺ 𝑊𝐷 = 8

Jadi koordinat D adalah (0,8).

7. Jika A(-2,4), B(h,3), C(3,0), dan D(5,k) adalah titik sudut jajargenjang

ABCD, tentukan h dan k.

Jawab:

Karena ABCD jajargenjang maka 𝐎𝐵 = 𝐶𝐷 dan 𝐎𝐷 = 𝐵𝐶

Dari 𝐎𝐵 = 𝐶𝐷 menurut akibat teorema 9.1 diperoleh AB=CD maka

(𝑥𝐵

𝑊𝐵) − (

𝑥𝐎

𝑊𝐎) = (

𝑥𝐷

𝑊𝐷) − (

𝑥𝐶

𝑊𝐶)

⟺ (ℎ3) − (

−24

) = (30) − (

5𝑘) ⟺ (

ℎ + 2−1

) = (−2−𝑘

)

Sehingga diperoleh ℎ + 2 = −2 ⟺ ℎ = −4 dan – 𝑘 = −1 ⟺ 𝑘 = 1.

8. Jika A(-h,-k), B(5,-2√3), C(k,8√3) dan D(-9,h) adalah titik-titik sehingga

𝐎𝐵 = 𝐶𝐷 , tentukan h dan k.

Jawab:

Karena 𝐎𝐵 = 𝐶𝐷 maka menurut akibat teorema 9.1 diperoleh AB=CD

sehingga

(𝑥𝐵

𝑊𝐵) − (

𝑥𝐎

𝑊𝐎) = (

𝑥𝐷

𝑊𝐷) − (

𝑥𝐶

𝑊𝐶) ⟺ (

5 + ℎ

−2√3 + 𝑘) = (

−9 − 𝑘

ℎ − 8√3)

⟺ 5 + ℎ = −9 − 𝑘 ⟺ ℎ + 𝑘 = −14 ... (1)

⟺ −2√3 + 𝑘 = ℎ − 8√3 ⟺ ℎ − 𝑘 = 6√3 ...(2)

Dari (1) dan (2) diperoleh k = - 7 - 3√3 dan h = - 7 - 3√3.

9. Diantara relasi-relasi di bawah ini manakah yang termasuk relasi ekivalensi?

a. Kesejajaran pada himpunan semua garis.

b. Kekongruenan pada himpunan semua sudut.

c. Kesebangunan pada himpunan semua segitiga.

d. Kekongruenan antara bilangan-bilangan bulat modulo 3.

Jawab:

a. Relasi ekivalensi

b. Relasi ekivalensi

c. Relasi ekivalensi

d. Bukan relasi ekivalensi

e. Bukan relasi ekivalensi

10. Buktikan jika 𝐎𝐵 = 𝐶𝐷 dan 𝐶𝐷 = 𝐞𝐹 maka 𝐎𝐵 = 𝐞𝐹 dengan jalan

memisalkan 𝐎 = (𝑎1, 𝑎2), 𝐵 = (𝑏1, 𝑏2), 𝐶 = (0,0) 𝑑𝑎𝑛 𝐞 = (𝑒1, 𝑒2).

Bukti:

Dari 𝐎𝐵 = 𝐶𝐷 diperoleh AB = CD maka (𝑏1

𝑏2) − (

𝑎1

𝑎2) = (

𝑑1

𝑑2) − (

𝑐1

𝑐2)

⟺ (𝑑1

𝑑2) = (

𝑏1 − 𝑎1 + 0𝑏2 − 𝑎2 + 0

) = (𝑏1 − 𝑎1

𝑏2 − 𝑎2)

Dari 𝐶𝐷 = 𝐞𝐹 diperoleh CD = EF maka (𝑑1

𝑑2) − (

𝑐1

𝑐2) = (

𝑓1𝑓2

) − (𝑒1

𝑒2)

⟺ (𝑏1 − 𝑎1

𝑏2 − 𝑎2) − (

00) = (

𝑓1𝑓2

) − (𝑒1

𝑒2)

⟺ (𝑓1𝑓2

) = (𝑏1 − 𝑎1 + 𝑒1

𝑏2 − 𝑎2 + 𝑒2)

Sehingga 𝐞𝐹 = (𝑏1 − 𝑎1 + 𝑒1

𝑏2 − 𝑎2 + 𝑒2) − (

𝑒1

𝑒2) = (

𝑏1 − 𝑎1

𝑏2 − 𝑎2).

11. Jika A=(0,0), B=(1,-3), dan C=(5,7), tentukan:

a. D sehingga AD = 3 AB

b. E sehingga AE = 1

2𝐵𝐶

c. F sehingga AF = -2 AB

Jawab:

a. D sehingga AD = 3 AB

√(𝑥𝐷 − 𝑥𝐎)2 + (𝑊𝐷 − 𝑊𝐎)2 = 3√(𝑥𝐵 − 𝑥𝐎)2 + (𝑊𝐵 − 𝑊𝐎)2

⟺ √(𝑥𝐷 + 0)2 + (𝑊𝐷 − 0)2 = 3√(1 − 0)2 + (−3 − 0)2

⟺ √𝑥𝐷2 + 𝑊𝐷

2 = 3√(1)2 + (−3)2

⟺ √𝑥𝐷2 + 𝑊𝐷

2 = 3√10

⟺ 𝑥𝐷2 + 𝑊𝐷

2 = 90

Jadi D adalah semua titik pada lingkaran 𝑥𝐷2 + 𝑊𝐷

2= 90

b. E sehingga AE = 1

2𝐵𝐶

√(𝑥𝐞 − 𝑥𝐎)2 + (𝑊𝐞 − 𝑊𝐎)2 = 1

2√(𝑥𝐶 − 𝑥𝐵)2 + (𝑊𝐶 − 𝑊𝐵)2

⟺ √(𝑥𝐞 − 0)2 + (𝑊𝐞 − 0)2 = 1

2√(5 − 1)2 + (7 − (−3))2

⟺ √𝑥𝐞2 + 𝑊𝐞

2 = 1

2√(4)2 + (10)2

⟺ √𝑥𝐞2 + 𝑊𝐞

2 = 1

2√16 + 100

⟺ √𝑥𝐞2 + 𝑊𝐞

2 = 1

2√116

⟺ 𝑥𝐞2 + 𝑊𝐞

2 =1

4. 116

⟺ 𝑥𝐞2 + 𝑊𝐞

2 = 29

Jadi E adalah semua titik pada lingkaran 𝑥𝐞2 + 𝑊𝐞

2 = 29

c. F sehingga AF = -2 AB

√(𝑥𝐹 − 𝑥𝐎)2 + (𝑊𝐹 − 𝑊𝐎)2 = -2√(𝑥𝐵 − 𝑥𝐎)2 + (𝑊𝐵 − 𝑊𝐎)2

⟺ √(𝑥𝐹 − 0)2 + (𝑊𝐷 − 0)2 =-2√(1 − 0)2 + (−3 − 0)2

⟺ √𝑥𝐹2 + 𝑊𝐹

2 = −2√(1)2 + (−3)2

⟺ √𝑥𝐹2 + 𝑊𝐹

2 = 4√10

⟺ 𝑥𝐹2 + 𝑊𝐹

2 = 40

Jadi D adalah semua titik pada lingkaran 𝑥𝐹2 + 𝑊𝐹

2= 40

12. Jika 𝑃0 = (0,0), 𝑃1 = (𝑥1, 𝑊1), 𝑃2 = (𝑥2, 𝑊2) dan 𝑃3 = (𝑥3, 𝑊3) sedangkan

k>0, tentukan:

a. P sehingga 𝑃0𝑃 = 𝑘𝑃0𝑃1

b. P sehingga 𝑃1𝑃 = 𝑘𝑃1𝑃2

c. Jika 𝑃3𝑃 = 𝑘𝑃1𝑃2 maka 𝑃 = [𝑥3 + 𝑘(𝑥2 − 𝑥1), 𝑊3 + 𝑘(𝑊2 − 𝑊1)]

d. Apakah rumus tetap berlaku apabila k < 0?

Jawab:

a. P sehingga 𝑃0𝑃 = 𝑘𝑃0𝑃1

Karena 𝑃0𝑃 = 𝑘𝑃0𝑃1 maka menurut akibat teorema 9.1 diperoleh P0P =

kP0P1 sehingga (𝑥𝑃 − 𝑥𝑃0

𝑊𝑃 − 𝑊𝑃0) = 𝑘 (

𝑥𝑃1− 𝑥𝑃0

𝑊𝑃1− 𝑊𝑃0

) ⟺ (𝑥𝑝 − 0

𝑊𝑝 − 0) = 𝑘 (

𝑥1 − 0𝑊1 − 0

)

⟺ (𝑥𝑝

𝑊𝑝) = (

𝑘𝑥1

𝑘𝑊1)

b. P sehingga 𝑃1𝑃 = 𝑘𝑃1𝑃2

Karena 𝑃1𝑃 = 𝑘𝑃1𝑃2 maka menurut akibat teorema 9.1 diperoleh

P1P=kP1P2 sehingga

(𝑥𝑃 − 𝑥𝑃1

𝑊𝑝 − 𝑊𝑃1) = 𝑘 (

𝑥𝑃2−𝑥𝑃1

𝑊𝑃2− 𝑊𝑃1

) ⟺ (𝑥𝑃 − 𝑥1

𝑊𝑃 − 𝑊1) = 𝑘 (

𝑥2 − 𝑥1

𝑊2 − 𝑊1)

⟺ 𝑥𝑃 − 𝑥1 = 𝑘𝑥2 − 𝑘𝑥1 ⟺ 𝑥𝑃 = 𝑘𝑥2 − (𝑘 − 1)𝑥1

⟺ 𝑊𝑃 − 𝑊1 = 𝑘𝑊2 − 𝑘𝑊1 ⟺ 𝑊𝑃 = 𝑘𝑊2 − (𝑘−1)𝑊1

Jadi 𝑃 = (𝑘𝑥2 − (𝑘 − 1)𝑥1, 𝑘𝑊2 − (𝑘−1)𝑊1)

c. Jika 𝑃3𝑃 = 𝑘𝑃1𝑃2 maka 𝑃 = [𝑥3 + 𝑘(𝑥2 − 𝑥1), 𝑊3 + 𝑘(𝑊2 − 𝑊1)]

Karena 𝑃3𝑃 = 𝘌𝑃1𝑃2 maka menurut akibat teorema 9.1 diperoleh

P3P=kP1P2 sehingga

(𝑥𝑃 − 𝑥𝑃3

𝑊𝑃 − 𝑊𝑃3) = 𝑘 (

𝑥𝑃2−𝑥𝑃1

𝑊𝑃2− 𝑊𝑃1

) ⟺ (𝑥𝑃 − 𝑥3

𝑊𝑃 − 𝑊3) = 𝑘 (

𝑥2 − 𝑥1

𝑊2 − 𝑊1)

⟺ 𝑥𝑃 − 𝑥3 = 𝑘𝑥2 − 𝑘𝑥1 ⟺ 𝑥𝑃 = 𝑘(𝑥2 − 𝑥1) + 𝑥3

⟺ 𝑊𝑃 − 𝑊3 = 𝑘𝑊2 − 𝑘𝑊1 ⟺ 𝑊𝑃 = 𝑘(𝑊2 − 𝑊1) + 𝑊3

Jadi 𝑃 = (𝑘(𝑥2 − 𝑥1) + 𝑥3, 𝑘(𝑊2 − 𝑊1) + 𝑊3)

d. Apakah rumus tetap berlaku apabila k < 0?

rumus tetap berlaku tetapi arahnya berlawanan.

13. Jika A = (0,0), B = (1,3), C = (-2,5), dan D = (4,-2) titik-titik diketahui,

gunakan hasil pada soal nomor 12, untuk menentukan koordinat-koordinat

titik-titik berikut:

a. P sehingga 𝐎𝑃 = 4 𝐎𝐶

b. R sehingga 𝐵𝑅 =1

2𝐵𝐶

c. S sehingga 𝐷𝑆 = 3𝐵𝐶

d. T sehingga 𝐶𝑇 = −2𝐷𝐵

Jawab:

a. P sehingga 𝐎𝑃 = 4 𝐎𝐶

Karena 𝐎𝑃 = 4 𝐎𝐶 maka 𝐎𝑃 = 4𝐎𝐶 sehingga 𝑃 − 𝐎 = 4(𝐶 − 𝐎)

Diperoleh (𝑥𝑃 − 𝑥𝐎

𝑊𝑃 − 𝑊𝐎) = 4 (

𝑥𝐶 − 𝑥𝐎

𝑊𝐶 − 𝑊𝐎) ⟺ (

𝑥𝑃

𝑊𝑃) = 4 (

−2 − 05 − 0

) + (00)

⟺ (𝑥𝑃

𝑊𝑃) = (

−820

)

Jadi koordinat P = (-8,20).

b. R sehingga 𝐵𝑅 =1

2𝐵𝐶

Karena 𝐵𝑅 =1

2𝐵𝐶 maka BR=

1

2 BC sehingga R – B =

1

2 (𝐶 − 𝐵)

Diperoleh (𝑥𝑅 − 𝑥𝐵

𝑊𝑅 − 𝑊𝐵) =

1

2 (𝑥𝐶 − 𝑥𝐵

𝑊𝐶 − 𝑊𝐵) ⟺ (

𝑥𝑅 − 1𝑊𝑅 − 3

) =1

2 (−2 − 15 − 3

)

⟺ 𝑥𝑅 − 1 =−3

2⟺ 𝑥𝑅 =

−1

2

⟺ 𝑊𝑅 − 3 = 1 ⟺ 𝑊𝑅 = 4

Jadi koordinat R = (−1

2, 4).

c. S sehingga 𝐷𝑆 = 3𝐵𝐶

Karena 𝐷𝑆 = 3𝐵𝐶 maka S – D = 3 (C – B)

Diperoleh (𝑥𝑆 − 𝑥𝐷

𝑊𝑆 − 𝑊𝐷) = 3 (

𝑥𝐶 − 𝑥𝐵

𝑊𝐶 − 𝑊𝐵) ⟺ (

𝑥𝑆 − 4𝑊𝑆 − (−2)

) = 3 (−2 − 15 − 3

)

⟺ 𝑥𝑆 − 4 = −9 ⟺ 𝑥𝑆 = −5

⟺ 𝑊𝑆 + 2 = 6 ⟺ 𝑊𝑆 = 4

Jadi koordinat S = (−5,4).

d. T sehingga 𝐶𝑇 = −2𝐷𝐵

Karena 𝐶𝑇 = −2𝐷𝐵 maka T – C = -2 ( B – D )

Diperoleh (𝑥𝑇 − 𝑥𝐶

𝑊𝑇 − 𝑊𝐶) = −2(

𝑥𝐵 − 𝑥𝐷

𝑊𝐵 − 𝑊𝐷) ⟺ (

𝑥𝑇 − (−2)𝑊𝑇 − 5

) =

−2(1 − 4

3 − (−2))

⟺ 𝑥𝑇 + 2 = 6 ⟺ 𝑥𝑇 = 4

⟺ 𝑊𝑇 − 5 = −10 ⟺ 𝑊𝑇 = −5

Jadi koordinat R = (4,−5).

14. Diketahui garis-garis g dan h yang sejajar. Titik 𝑃 ∈ 𝑔 sedangkan titik 𝑄

tidak pada g maupun h.

a. Lukislah P’=MhMg(P) dan Q’=MhMg(Q)

b. Buktikan bahwa 𝑃𝑃′ = 𝑄𝑄′

Jawab:

a. Gambar P’=MhMg(P) dan Q’=MhMg(Q)

b. Bukti bahwa 𝑃𝑃′ = 𝑄𝑄′

15. Diketahui garis-garis u dan v yang sejajar; ada titik-titik Z dan W tidak pada

garis-garis itu.

a. Lukislah Z’=MvMu(Z) dan W’=MvMu(W)

b. Buktikan bahwa 𝑍𝑍′ = 𝑊𝑊′

Jawab:

a. Gambar Z’=MvMu(Z) dan W’=MvMu(W)

b. Bukti bahwa 𝑍𝑍′ = 𝑊𝑊′

16. Diketahui garis g dan lingkaran-lingkaran L1 dan L2; garis itu tidak

memotong lingkaran-lingkaran. Dengan memperhatikan Mg(L1), tentukan

Mg(Q)

h

g P

P’

Q’

Q

Z’

u

v

Z W’

W

Mu(Z)

Mu(W)

semua titik X pada g sehingga ∠𝑃𝑋𝐎 ≅ ∠𝑄𝑋𝐵 dengan 𝐎 ∈ 𝐿1, 𝐵 ∈ 𝐿2

sedangkan 𝑋𝐎 dan 𝑋𝐵 adalah garis-garis singgung.

Jawab:

17. Diketahui garis g dan lingkaran-lingkaran L1 dan L2. Garis tidak memotong

L1 maupun L2. Gunakna sebuah transformasi untuk melukis sebuah bujur

sangkar yang dua titik sudutnya terletak pada g, satu titik sudut ada pada L1

dan titik sudut yang keempat ada pada L2.

Jawab:

top related