bab ii
Post on 25-Jul-2015
484 Views
Preview:
TRANSCRIPT
9
BAB II
LANDASAN TEORETIS
A. Pembelajaran Matematika
1. Pengertian matematika
Pengertian matematika menurut Kurikulum Berbasis Kompetensi mata
pelajaran matematika (2003 : 2) yaitu :
Matematika merupakan bahan kajian yang memiliki konsep abstrak dan dibangun melalui proses penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya sudah diterima sehingga keterkaitan antara konsep dalam matematika sangat kuat dan jelas.
Pengertian di atas sejalan dengan pendapatnya Ruseffendi (Malihatus A, 2003 : 8)
bahwa :
Matematika adalah bahasa simbol, ilmu deduktif yang tidak menerima pembuktian secara induktif, ilmu tenteng pola keteraturan, ilmu tentang struktur yang terorganisasi mulai dari unsur yamg tidak didefinisikan, ke unsur yang didefinisikan ke aksioma, atau postulat dan akhirnya ke dalil.
Berdasarkan dua pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa matematika
itu merupakan suatu ilmu yang memiliki objek kajian abstrak bertumpu pada
kesepakatan dan berpola pikir deduktif, karena dalam matematika suatu
generalisasi, sifat teori atau dalil itu belum dapat diterima kebenarannya sebelum
dapat dibuktikan secara deduktif.
2. Fungsi matematika di Sekolah Dasar
Fungsi matematika di Sekolah Dasar menurut Kurikukum Berbasis
Kompetensi (2003 : 2) adalah :
10
Mengembangkan kemampuan bernalar melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi dan eksperimen, sebagai alat pemecahan masalah melalui pola pikir model matematika serta sebagai alat komunikasi melalui simbol, tabel, grafik dan diagram dalam menjelaskan gagasan.
Menurut Suherman, dkk (2001 : 55) fungsi pembelajaran matematika adalah
‘sebagai alat, pola pikir dan ilmu pengetahuan.’
Melihat fungsi di atas matematika merupakan sarana untuk memecahkan
masalah pada pembelajaran matematika sendiri maupun pada pembelajaran
lainnya, bahkan dalam kehidupan sehari-hari.
3. Tujuan pembelajaran matematika di Sekolah Dasar
Suherman dkk (2001 : 56) mengemukakan tujuan umum pembelajaran
matematika pada jenjang pendidikan dasar dan menengah yaitu :
a. Memberikan penekanan pada penataan nalar dan pembentukan sikap siswa. b. Memberikan penekanan pada keterampilan dan penerapan matematika, baik
dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam membantu mempelajari ilmu pengetahuan lainnya.
Sedangkan tujuan pembelajaran matematika di Sekolah Dasar menurut Kurikulum
Berbasis Kompetensi (2003 : 2) adalah “melatih cara berpikir secara sistematis,
logis, kritis, kreatif dan konsisten.”
Tujuan pembelajaran matematika ini adalah untuk melatih cara berpikir
siswa agar dapat mengkomunikasikan gagasan dalam bahasa matematika
menjadi lebih praktis, sistematis dan efisien, karena bahasa matematika
merupakan bagian dari bahasa yang digunakan dalam masyarakat.
11
4. Karakteristik pembelajaran matematika di sekolah
Pembelajaran matematika di sekolah tidak bisa terlepas dari sifat-sifat
matematika yang abstrak dan sifat perkembangan intelektual siswa. Sehingga kita
perlu memperhatikan beberapa sifat atau karakteristik pembelajaran matematika
di sekolah, diantaranya :
a. Pembelajaran matematika adalah berjenjang (bertahap)
Bahan kajian matematika diajarkan mulai dari hal yang konkrit dilanjutkan ke
hal yang abstrak, dari hal yang sederhana ke hal yang komplek. Atau dari
konsep yang mudah menuju konsep yang lebih sukar.
b. Pembelajaran matematika merupakan metode spiral
Setiap menyampaikan konsep baru perlu memperhatikan konsep yang telah
dipelajari siswa sebelumnya. Konsep baru selalu dikaitkan dengan konsep
yang telah dipelajari dan sekaligus untuk mengingatkannya kembali.
c. Pembelajaran matematika menekankan pola deduktif
Matematika merupakan ilmu deduktif yang tersusun secara deduktif
aksiomatik.
d. Pembelajaran matematika menganut kebenaran konsistensi
Kebenaran dalam matematika merupakan kebenaran konsistensi, tidak akan
ada pertentangan antara kebenaran suatu konsep dengan yang lainnya.
B. Karakteristik Siswa Sekolah Dasar
Guru dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajaran terlebih
dahulu harus memahami karakteristik siswa, karena siswa merupakan salah satu
12
faktor yang mempengaruhi keberhasilan pembelajaran. Menurut Hudojo (2001 :
107), "Belajar akan efektif dan efisien, bila kesiapan mental siswa
diperhitungkan.”
Menurut Piaget proses belajar siswa Sekolah Dasar berada pada tahap
operasional konkrit, dimana siswa telah memahami operasi logis dengan bantuan
benda-benda konkrit. Kemampuan ini terwujud dalam memahami konsep
kekekalan, kemampuan untuk mengklasipikasi dan serasi, mampu memandang
suatu objek dari sudut pandang yang berbeda secara objektif dan mampu berfikir
reversibel. Dan Bruner (Suherman, dkk 2001 : 45) mengungkapkan kalau proses
belajar siswa itu sebaiknya diberi kesempatan untuk memanifulatif benda-benda.
Kegiatan manifulatifnya dikemukakan dalam tiga tahap, yaitu :
1. Tahap Enaktif
Pada tahap ini siswa secara langsung terlibat dalam memanipulasi (mengotak-
atik) objek.
2. Tahap Ikonik
Pada tahap ini siswa melakukan kegiatan yang berhubungan dengan mental
yang merupakan gambar dari objek-objek yang dimanipulasinya.
3. Tahap Simbolik
Pada tahap ini siswa memanipulasi simbol-simbol atau lambang-lambang
objek tertentu.
Sedangkan Van Hiele (Suherman, dkk 2001 : 51) menguraikan tahap-tahap
perkembangan mental siswa khusus dalam bidang geometri yang terdiri dari lima
tahap diantaranya :
13
1. Tahap Pengenalan (Visualisasi)
Pada tahap ini siswa mulai belajar mengenal suatu bentuk geometri secara
keseluruhan, namun belum mampu mengetahui adanya sifat-sifat dari bentuk
geometri yang dilihatnya.
2. Tahap Analisis
Pada tahap ini siswa mulai mengenal sifat-sifat yang dimiliki benda geometri
yang diamati. Ia sudah mampu menyebutkan keteraturan yang terdapat pada
benda geometri itu.
3. Tahap Pengurutan (Deduksi Informal)
Pada tahap ini siswa mulai mampu melaksanakan penarikan kesimpulan, yang
kita kenal dengan sebutan berpikir deduktif. Namun kemampuan ini belum
berkembang secara penuh.
4. Tahap Deduksi
Pada tahap ini siswa sudah mampu menarik kesimpulan secara deduktif, yakni
penarikan kesimpulan dari hal-hal yang bersifat umum menuju hal-hal yang
khusus. Ia juga telah mengerti betapa pentingnya peranan unsur-unsur yang
tidak didefinisikan di samping unsur-unsur yang didefinisikan.
5. Tahap Akurasi
Pada tahap ini siswa sudah mulai menyadari betapa pentingnya ketepatan dari
prinsip-prinsip dasar yang melandasi suatu pembuktian. Tahap ini merupakan
tahap berpikir yang tinggi, rumit dan kompleks.
14
Dengan memahami karakteristik siswa, guru akan mudah dalam
menentukan metode, media bahkan alat peraga yang harus digunakan pada suatu
pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.
C. Metode Laboratorium
1. Pengertian metode laboratorium
Agar terjadi interaksi yang harmonis antara Guru dan siswa diperlukan
metode pembelajaran yang tepat. Metode mengajar adalah "cara mengajar atau
cara menyampaikan materi pelajaran kepada siswa untuk setiap pelajaran atau
bidang studi" (Ruseffendi, 1988 : 281). Menurut Hudoyo (2001 : 108) metode
mengajar adalah “suatu cara atau teknik mengajar topik-topik tertentu yang
disusun secara teratur dan logis.”
Metode mengajar diantaranya metode laboratorium. Menurut Ruseffendi
(1988 : 318) metode laboratorium adalah :
Metode mengajar yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk memahami suatu objek langsung matematika dengan jalan mengkaji, menganalisis, menemukan secara induktif melalui diskusi, merumuskan dan mengetes hipotesis dan membuat kesimpulannya dari benda-benda konkrit atau modelnya dan dilakukan di laboratorium matematika.
Ruseffendi (2002 : 200) menegaskan pula bahwa "Metode laboratorium adalah
cara mengajar yang menggunakan pengotak-atikan benda konkrit untuk
memahami objek langsung matematika ".
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa metode laboratium
merupakan suatu metode mengajar yng memberikan kesempatan kepada siswa
15
untuk aktif dalam pembelajaran dengan cara memanifulasi (mengotak-atik) media
pembelajaran, sehingga belajar siswa menjadi lebih bermakna.
2. Karakteristik metode laboratorium
Metode laboratorium dapat dilakukan di dalam ruang laboratorium atau di
ruang kelas biasa. Kegiatan belajar mengajar dengan metode ini lebih terpusat
kepada siswa daripada terhadap guru. Pelaksanaannya bisa secara individual dan
kelompok. Cara individual dipakai agar siswa bisa mandiri dan cara kelompok
agar terjadi kerjasama.
Kegiatan laboratorium dapat menggugah mereka orang-orang aktif tetapi
tidak senang kepada matematika karena tidak menarik, sehingga sikapnya
terhadap matematika lebih positif. Bagi siswa kurang pandai pun cara ini dapat
meningkatkan sikap positifnya terhadap matematika.
Metode laboratorium berkaitan dengan metode belajar sendiri, belajar
matematika itu tidak sekedar membaca, tetapi belajar sambil bekerja. Prinsip
metode laboratorium adalah belajar sambil “nglitis”, belajar sambil
mengobservasi dan berjalan dari konkrit ke abstrak. Dengan metode ini siswa
tidak hanya mendengarkan informasi tetapi siswa juga mengerjakan sesuatu.
Belajar sambil berbuat ini merupakan cara belajar yang lebih baik, karena
apa yang didapat akan lebih banyak. Kita dapat melihat dari persentase banyaknya
yang dapat diingat melalui telinga, mata dan berbuat seperti dikemukakan oleh
Johnson dan Rising (Ruseffendi, 1988 : 319) bahwa "Kita dapat mengingat sekitar
16
seperlimanya dari yang kita dengar, setengahnya dari yang kita lihat dan tiga
perempatnya dari yang diperbuat.”
Cara melaksanakan metode laboratorium bermacam-macam antara lain :
a. Bermain
Ide-ide matematika dipelajari siswa melalui permainan yang sesuai dengan
perkembangan intelektualnya. Cara belajar ini merupakan cara belajar yang sesuai
dengan dasar naluri siswa, karena pada dasarnya siswa itu memang suka bermain.
Pola-pola matematika itu tidak dipelajari siswa melalui sederetan pengetahuan
yang sudah ditentukan sebelumnya sebagai suatu proses mekanis, melainkan
dengan melalui bermain, yakni siswa mengkontruksi pola-pola matematika.
b. Kartu
Ide-ide matematika dipelajari siswa melalui intruksi-intruksi, pernyataan-
pernyataan dan latihan yang ditulis pada kartu-kartu. Siswa belajar matematika
menurut kecepatannya dan kemampuannya. Dengan menggunakan kartu-kartu
tersebut siswa akan menyerap konsep-konsep matematika, mencari struktur-
struktur matematika dan menyelesaikan masalah-masalah. Siswa yang pandai
akan lebih cepat menyerap ide-ide baru yang sama. Jadi kartu perlu dibuat dengan
bermacam-macam tingkat kesukaran sehingga siswa dapat bekerja sendiri
menurut kemampuannya dan guru dapat berkeliling di kelas untuk menolong
siswa yang perlu pertolongan. Waktu sangat dibutuhkan bagi siswa-siswa yang
lambat dan benar-benar dimanfaatkan oleh guru untuk menolong mereka.
17
3. Fungsi Metode laboratorium
Sejalan dengan karakteristiknya metode laboratorium memiliki fungsi
sebagai berikut :
a. Dapat melibatkan siswa secara aktif.
b. Dapat meningkatkan minat dan sikap positif terhadap matematika.
c. Memupuk siswa kreatif dan berbakat.
d. Belajar melalui laboratorium (berbuat) lebih banyak yang dapat diingat dari
pada belajar melalui telinga atau mata.
e. Dapat melayani kemampuan individu yang berbeda-beda.
4. Kegiatan laboratorium
Kegiatan laboratorium pembelajaran matematika yang dapat dilakukan di
dalam laboratorium pendidikan matematika antara lain :
a. Mengecek dan memahami konsep-konsep serta prinsip-prinsip matematika,
misalnya melalui :
1) Pengkajian benda-benda ruang / geometri.
2) Pengkajian transformasi geometri.
3) Pengkajian berbagai tempat kedudukan.
4) Pengkajian hubungan aljabar dengan geometri.
b. Merencanakan dan membuat alat matematika /alat pengajaran.
c. Merencanakan dan menyusun penerapan berbagai metode pengajaran untuk
suatu topik pengajaran.
d. Mengolah data kualitatif/statistika.
18
e. Melukis berbagai proyeksi.
f. Memanfaatkan berbagai permainan matematika.
5. Keunggulan metode laboratorium
a. Siswa akan gemar menyelesaikan masalah-masalah yang didasarkan kepada
pengalamannya sendiri karena ia dituntut mengerjakan sesuatu menurut
kemampuannya.
b. Prinsip psikologi terpenuhi yaitu konsep atau generalisasi berjalan dari hal
yang konkrit ke abstrak dan belajar sambil “nglitis”.
c. Pengertian akan dicapai oleh siswa, sebab siswa menemukan konsep atau
generalisasi atas hasilnya sendiri. Pengertian diperoleh dengan mantap
memungkinkan siswa mentransfer ke masalah lainnya yang relevan.
d. Metode ini memungkinkan siswa bekerja bebas tidak bergantung orang lain.
e. Metode ini memungkinkan siswa saling bekerja sama dalam arti pertukaran
ide.
6. Kelemahan metode laboratorium
a. Metode ini menyebabkan proses belajar menjadi lambat.
b. Pekerjaan laboratorium secara murni, sebenarnya bukan jenis kerja
matematika, karena itu bila ini dilaksanakan terpisah dengan pelajaran
matematika dapat terjadi proses belajar tidak memberikan latihan berfikir
matematika bagi siswa.
c. Tidak semua topik matematika dapat dikerjakan dengan metode laboratorium.
19
d. Perencanaan perlu disusun secara teliti, bila tidak siswa akan sekedar bermain-
main dengan alat-alat yang ada tanpa menyerap suatu konsep atau
generalisasi.
e. Guru hanya dapat mengawasi kelas yang kecil, karena guru harus
memperhatikan individu.
f. Dalam permainan lebih cocok untuk siswa dalam tahap berfikir operasional
konkrit, padahal tidak mudah untuk membuat siswa menemukan fakta-fakta
matematika melalui eksperimen. Adapun sistem kartu lebih sesuai untuk siswa
pada tahap akhir operasional konkrit dan permulaan operasional formal.
g. Kecenderungan para siswa saling mencontoh dan ini sangat sulit untuk
dikontrol. Karena itu dikhawatirkan belajar matematika hanya sekedar latihan
keterampilan.
7. Langkah-langkah metode laboratorium
Langkah yang tepat dalam suatu kegiatan akan memperoleh hasil yang
maksimal, begitu pula dengan kegiatan belajar mengajar. Kegitan belajar akan
lebih bermakna bila menggunakan langkah-langkah yang tepat dalam
pelaksanaannya. Dalam melaksanakan metode laboratorium langkah-langkah
yang harus dipersiapkan oleh guru antar lain :
a. Menyediakan lembar kegiatan praktikum dengan pokok-pokok isi kegiatan :
1) Tujuan.
2) Alat dan bahan.
3) Cara kerja.
20
4) Diskusi hasil kerja.
5) Pengembangan.
b. Menyiapkan alat peraga secukupnya.
c. Membuat petunjuk yang jelas dan dapat dipahami oleh siswa.
d. Mengorganisasikan kegiatan laboratorium secara baik.
e. Menghindari kegiatan yang membuang waktu atau efektifkan kegiatan
sehingga tidak menyita waktu yang lama.
Bila metode laboratorium digunakan harus diusahakan :
a. Tujuan kegiatan laboratorium jelas.
b. Organisasikan kegiatan laboratorium secara baik.
c. Hindarkan kegiartan laboratorium yang hanya membuang-buang waktu saja.
D. Media Pembelajaran
1. Pengertian Media Pembelajaran
Sering kita mendengar dan melihat banyak orang menggunakan berbagai
media untuk keperluan. Dalam menyampaikan pembelajaran pun seoarang guru
kerap kali mengunakan media, sehingga bahan ajar dapat diterima dengan baik
oleh siswa dengan harapan ada perubahan pengetahuan, sikap dan keterampilan.
Rahadi. A. (2003 : 10) menjelaskan bahwa :
Gagne mengeartikan media sebagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsang meraka untuk belajar. Semada dengan itu, Briggs mengartikan media sebagai alat memberikan perangsang bagi siswa agar terjadi proses belajar.
21
Pada dasarnya media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk
menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang
pikiran, perasaan, perhatian dan minat serta perhatian siswa sedemikian rupa
sehingga proses belajar terjadi.
2. Kedudukan, Fungsi dan Peranan Media
Kedudukan media pengajaran ada dalam komponen metode mengajar,
yaitu sebagai salah satu upaya untuk mempertinggi proses interaksi guru dengan
siswa dan interaksi siswa dengan lingkungan belajarnya.
Fungsi media ada dua, diantaranya :
a. Media sebagai pembawa pesan (ilmu pengetahuan). Dalam suatu
pembelajaran terdapat suatu pesan untuk dikomunikasikan. Hubungannya
antar pesan dan medium adalah bahwa medium membawa pesan. Hal ini
sangat esensial bahwa guru berhati-hati memilih medium (media) untuk
menjamin bahwa pesan yang diterima siswa jelas dan akurat.
b. Media sebagai alat untuk menanamkan konsep, seperti halnya alat-alat peraga
pendidikan matematika. Poin ini merupakan fungsi utama dari media pelajaran
yaitu sebagai alat bantu mengajar, yakni menunjang penggunaan metode
mengajar yang dipergunakan guru.
Hubungan kedua fungsi di atas dapat dilihat pada gambar di bawah ini :
22
Gambar 2.1 hubungan antara guru, siswa, media, pesan dan metode
Peranan media dalam proses pengajaran adalah :
a. Alat untuk memperjelas bahan pengajaran pada saat guru menyampaikan
pelajaran. Media digunakan guru sebagai variasi penjelasan verbal mengenai
bahan pengajaran.
b. Alat untuk mengangkat atau menimbulkan persoalan untuk dikaji lebih lanjut
dan dipecahkan oleh para siswa dalam proses pembelajaran. Guru dapat
menempatkan media sebagai sumber pertanyaan atau stimulasi belajar siswa.
c. Sumber belajar bagi siswa, artinya media tersebut berisikan bahan-bahan yang
harus dipelajari para siswa baik individual maupun kelompok. Hal ini akan
banyak membantu tugas guru dalam kegiatan mengajarnya.
3. Manfaat Media Pembelajaran
Media pengajaran dapat mempertinggi proses belajar siswa dalam
pengajaran yang pada gilirannya diharapkan dapat mempertinggi hasil belajar
yang dicapainya, diantaranya :
GURU SISWA MEDIA PESAN
METODE
23
a. Pengajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan
motivasi belajar.
b. Bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami
oleh para siswa dan memungkinkan siswa menguasai tujuan pengajaran lebih
baik.
c. Metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi verbal
melalui penuturan kata-kata oleh guru sehingga siswa tidak bosan dan guru
tidak kehabisan tenaga, apalagi bila guru mengajar untuk setiap jam
pengajaran.
d. Siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar, sebab tidak hanya
mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktivitas lain sepeti mengamati,
melakukan, mendemonstrasikan dan lain-lain.
Melalui media pembelajaran hal-hal yang abstrak dapat dikonkritkan dan
hal-hal yang komplek dapat disederhanakan. Supaya media pengajaran efektif
maka pemanfaatan media itu harus direncanakan dan dirancang secara sistematik.
Adapun beberapa pola pemanfaatan media pembelajaran diantaranya :
a. Pemanfaatan media dalam situasi kelas
Media pembelajaran dimanfaatkan untuk menunjang tercapainya tujuan
tertentu dan pemanfaatannya dipadukan dengan proses belajar mengajar dalam
situasi kelas. Guru harus melihat tujuan yang akan dicapai, materi pembelajaran
yang mendukung tercapainya tujuan, serta setrategi belajar mengajar yang sesuai
untuk mencapai tujuan. Media pelajaran yang dipilih harus sesuai dengan tujuan,
materi dan strategi pembelajarannya.
24
b. Pemanfaatan media di luar situasi kelas.
Pemanfaatan media di luar situasi kelas dapat dibedakan dalam dua
kelompok :
1) Pemanfaatan secara bebas
Pemanfaatan secara bebas adalah bahwa media itu digunakan tanpa dikontrol
atau diawasi. Pemakaiannya menurut kebutuhan masing-masing dan dalam
menggunakan media ini mereka tidak dituntut untuk mencapai tingkat
pemahaman tertentu, tidak juga diharapkan untuk memberikan umpan balik
kepada siapa pun dan tidak perlu mengikuti tes dan ujian.
2) Pemanfaatan secara terkontrol
Pemanfaatan secara terkontrol adalah bahwa media itu digunakan dalam suatu
rangkaian kegiatan yang diatur secara sistematik untuk mencapai tujuan
tertentu. Sasaran didik diorganisasikan dengan baik sehingga mereka dapat
menggunakan media itu secara teratur, berkesinambungan dan mengikuti pola
belajar mengajar tertentu.
3) Pemanfaatan secara perorangan, kelompok dan masal
(a) Media digunakan secara perorangan artinya media itu digunakan oleh
seseorang sendiri saja.
(b) Media digunakan secara kelompok artinya media digunakan dalam
kelompok, dengan bentuk kelompok kecil yang beranggota 2 s/d 8 orang atau
kelompok besar yang beranggota 9 s/d 40 orang.
(c) Media digunakan secara masal artinya orang yang menggunakan media itu
secara bersama-sama dengan jumlah orang puluhan, ratusan, bahkan ribuan.
25
E. SIMETRI PUTAR
1. Pengertian simetri putar
“Simetri putar adalah suatu keadaan bangun datar geometri bagaimana ia
dapat menempati bingkainya dengan cara memutar (dengan pemutaran mulai dari
nol putaran sampai kurang dari satu putaran)” (Siskandar & Muhamad Rahmat,
1990 : 324).
Simetri putar memiliki dua istilah yang dipakai yaitu bangun datar dan
bingkainya. Bangun datar adalah “suatu bangun yang rata mempunyai dua diemsi
yaitu panjang dan lebar tetapi tidak mempunyai tinggi atau tebal” (Siskandar dan
Muhamad Rahmad, 1994 : 439). Pengertian itu adalah abstrak, karena dalam
kehidupan sehari-hari mengambil contoh bangun datar tidaklah mudah. Misal
kertas HVS atau koran kalau benar-benar kita periksa selain mempunyai panjang
dan lebar juga mempunyai tebal atau tinggi. Jadi pengertian itu baru bisa dipahami
oleh siswa pada tingkat perkembangan berpikir formal yaitu siswa SMP dan SMA
pada umumnya. Untuk siswa SD kita dapat memberikan contoh itu dengan
selembar kertas, permukaan meja yang rata, lantai yang rata, tembok yang rata,
permukaan kaca dan benda lainnya dengan mengabaikan ketebalannya (seolah-
olah tidak mempunyai ketebalan), sehingga benda-benda tersebut disebut bangun
datar atau model bangun datar. Kedudukan pertama bangun datar menempati
bingkainya, kemudian dicari kedudukan lain tetapi tetap bangun datar tersebut
menempati bingkainya dengan cara memutar bangun datar tersebut. Sebagai
contoh gambar bangun datar dan bingkainya yang berbentuk huruf N.
26
Gambar 2.2 Proses Simetri Putar
Kedudukan pertama bangun datar menempati bingkainya, kemudian dicari
kedudukan lain dengan memutar bangun tersebut berlawanan dengan arah jarum
jam sehingga bangun datar meninggalkan bingkainya, putar terus sampai
menempati bingkainya. Bangun datar huruf N memerlukan setengah putaran
untuk menempati bingkainya dengan hasil bagian atas menjadi di bawah dan
bagian bawah menjadi di atas. Terlihat dari posisi huruf A asalnya berada di kiri
bawah menjadi di kanan atas dan terbalik. Bangun datar ini mempunyai
kedudukan menempati bingkainya ada dua, yakni kedudukan awal dan kedudukan
setengah putaran.
Pemutaran satu putaran atau lebih tidak dihitung karena hanya merupakan
pengulangan dari pemutaran sebelumnya. Bila bangun tersebut dapat menempati
bingkainya dengan dua cara, maka disebut bangun yang mempunyai simetri putar
tingkat dua atau banyaknya simetri putar bangun adalah dua. Bila dapat
menempati bingkainya dengan tiga cara maka bangun tersebut mempunyai simetri
putar tingkat tiga atau banyaknya simetri putar bangun adalah tiga. Jumlah simetri
ditentukan oleh jumlah pemutaran bangun pada bingkainya yang menempati
sampai kurang satu putaran.
27
D C
A B
G
F E
H
Setiap bangun geometri mempunyai paling sedikit satu simetri putar,
karena setiap bangun geometri dapat menempati bingkainya ( yaitu dengan tidak
diputar atau diputar dengan nol putaran ).
Jadi suatu bangun datar dikatakan memiliki simetri putar apabila setelah
diputar satu putaran penuh, bangun tersebut dapat menempati tempatnya seperti
semula.
2. Pembelajaran simetri putar
Pembelajaran simetri putar diantaranya disampaikan dengan cara seperti
seperti di bawah ini :
a. Persegi panjang
Persegi panjang diputar pada bingkainya dengan titik pusat putaran O yang
merupakan titik potong dua diagonalnya, diputar seperti pada gambar :
Gambar 2.3 Proses perputaran persegi panjang
Gambar 1 : Posisi awal persegi panjang ABCD
Gambar 2 : posisi persegi panjang ABCD setelah diputar ¼ putaran terhadap titik
O
Gambar 3: posisi persegi panjang ABCD setelah diputar 2/4 putaran terhadap titik
O
D C
A B
G
F E
H G
F E
H
D
C A
B
G
F E
H
D
C A
B
D C
A B
G
F E
H
(1) (2) (3) (4) (5)
O O O O O
28
D C A B
G
F E
H D C A B
G
F E
H G
F E
H D C A B
G
F E
H
Gambar 4: posisi persegi panjang ABCD setelah diputar ¾ putaran terhadap titik
O
Gambar 5 : posisi persegi panjang ABCD setelah diputar 4/4 putaran terhadap titik
O
Pada gambar di atas tampak bahwa persegi panjang ABCD dapat
menempati bingkainya, yaitu posisi EFGH. Jika diputar 2/4 putaran (1800) atau
4/4 putaran (3600), maka persegi panjang dalam satu kali putaran dapat menempati
bingkainya kembali sebanyak dua kali. Maka dikatakan bahwa persegi panjang
memiliki dua simetri putar atau mempunyai simetri putar tingkat dua.
b. Persegi
Persegi diputar pada bingkainya dengan titik pusat O yang merupakan titik
potong dua diagonalnya, lakukan seperti pada gambar :
Gambar 2.4 Proses perputaran persegi
Gambar 1 : Posisi awal persegi ABCD
Gambar 2 : posisi persegi ABCD setelah diputar 900 putaran terhadap titik O
Gambar 3: posisi persegi ABCD setelah diputar 1800 putaran terhadap titik O
Gambar 4: posisi persegi ABCD setelah diputar 2700 putaran terhadap titik O
Gambar 5 : posisi persegi ABCD setelah diputar 3600 putaran terhadap titik O
D C A B
G
F E
H
(1) (2) (3) (4) (5)
O O O O O
29
Pada gambar di atas tampak bahwa persegi dapat menempati bingkainya
dengan empat cara yaitu jika diputar 900 , 1800 , 2700 , 3600 . Maka dikatakan
bahwa pesegi memiliki empat simetri putar atau mempunyai simetri putar tingkat
empat.
c. Trapesium samakaki
Trapesium samakaki diputar pada bingkainya dengan titik pusat putaran O,
diputar seperti pada gambar :
Gambar 2.5 Proses perputaran trapesium sama kaki
Pada gambar di atas trapesium samakaki ABCD, tanpak hanya satu kali
menempati bingkainya yaitu pada posisi yang sama dengan posisi yang awal jadi
trapesium samakaki memiliki satu simetri putar.
d. Lingkaran
Lingkaran diputar pada bingkainya dengan titik pusat putaran O, diputar
seperti pada gambar :
30
Gambar 2.6 Proses perputaran lingkaran
Melihat gambar di atas pada lingkaran akan ditemukan tak terhingga
banyaknya garis simetri, karena setiap garis yang melalui pusat lingkaran adalah
garis simetri. Dan mempunyai tak hingga banyaknya simetri putar karena setiap
sudut yang titik sudutnya di pusat lingkaran adalah simetri putar.
top related