analisis pengaruh sektor perbankan syariah dan...
Post on 19-Mar-2019
227 Views
Preview:
TRANSCRIPT
ANALISIS PENGARUH SEKTOR PERBANKAN SYARIAH DAN
PASAR MODAL SYARIAH TERHADAP FINANCIAL DEEPENING DI
INDONESIA
Oleh:
AMI LATIFAH
NIM: 109084000067
JURUSAN ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN
FAKULTAS ILMU EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1437 H/2016 M
ANALISIS PENGARUH SEKTOR PERBANKAN SYARIAH DAN
PASAR MODAL SYARIAH TERHADAP FINANCIAL DEEPENING DI
INDONESIA
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat-syarat Guna Memperoleh
Gelar Sarjana Ekonomi (S.E)
Disusun Oleh :
Ami Latifah
109084000067
JURUSAN ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1437 H / 2016 M
i
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
DATA PRIBADI
Nama Lengkap : Ami Latifah
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat, tanggal lahir : Bekasi, 28 Desember 1991
Kewarganegaraan : Indonesia
Status Perkawinan : Belum Menikah
Agama : Islam
Alamat : Jl. Papan Mas Kp.Kobak Rt 06/17 No 72 Tambun
Bekasi 17510
HP : 08111116671
E-mail : amilatifah@ymail.com
RIWAYAT PENDIDIKAN
Formal
1996 – 1997 : TK Pemuda Bangsa
1997 – 2003 : SDI Al-Muslim
2003 – 2006 : MTs Darul Marhamah
2006 – 2009 : SMA Bani Saleh
2009 – 2016 : Jurusan Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan, Fakultas Ekonomi
dan Bisnis di UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta
ii
ABSTRACT
This study aims to analyze the factors that affect financial deepening in
Indonesia. The variables used in this study is a Third Party Fund (TPF),
Financing, Sukuk Corporate, Sukuk to Financial Deepening in Indonesia.
Analyses were performed using monthly time series data published by Bank
Indonesia in the study period from January 2011 to December 2015.
The method used in this research is Ordinary Least Square (OLS) on a
program Eviews 7. The results of this study indicate Third Party Fund (TPF)
has amounted to 2.321977 t-test with a probability value of 0.0239, which
means partial positive effect and significant to Financial Deepening, while at
Financing obtained t-count of -1.848305 with a probability value of 0.0698,
which means partially no effect on Financial Deepening. In addition the results
of this study indicate Sukuk corporation has -3.994813 t-test with a probability
of 0.0002, which means partially negative and significant effect on the
Financial Deepening, and for Sukuk have amounted to 3.652038 t-test with a
probability value of 0 , 0006 which means partially positive and significant
impact on the Financial Deepening in Indonesia. The regression results show
the value of F-statistics with probability equal to 39.36614 0.000000 so that it
can be concluded that the variable Third Party Fund (DPK), Financing, Sukuk,
Sukuk Corporation together have an influence on Financial Deepening in
Indonesia during the period January 2011 until December 2015.
Keywords : Liquidity, ROA, NPF, Third Party Funds, SBIS
iii
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi financial deepening di Indonesia. Variabel-variabel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah Dana Pihak Ketiga (DPK), Pembiayaan,
Sukuk Korporasi, Sukuk Negara terhadap Financial Deepening di Indonesia.
Analisis dilakukan dengan menggunakan data runtun waktu bulanan yang
dipublikasikan oleh Bank Indonesia dalam penelitian periode Januari 2011
sampai dengan Desember 2015.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Ordinary Least
Square (OLS) pada program Eviews 7. Hasil dari penelitian ini menunjukan
Dana Pihak Ketiga (DPK) memiliki t-hitung sebesar 2,321977 dengan nilai
probabilitas sebesar 0,0239 yang berarti secara parsial berpengaruh positif dan
signifikan terhadap Financial Deepening, sedangkan pada Pembiayaan
diperoleh t-hitung sebesar -1,848305 dengan nilai probabilitas sebesar 0,0698
yang berarti secara parsial tidak berpengaruh terhadap Financial Deepening.
Selain itu hasil penelitian ini menunjukan Sukuk Korporasi memiliki t-hitung -
3,994813 dengan probabilitas 0,0002 yang berarti secara parsial berpengaruh
negative dan signifikan terhadap Financial Deepening, dan untuk Sukuk Negara
memiliki t-hitung sebesar 3,652038 dengan nilai probabilitas sebesar 0,0006
yang berarti secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap
Financial Deepening di Indonesia. Hasil regresi ini menunjukan nilai F-Statistik
sebesar 39,36614 dengan probabilitas sebesar 0,000000 sehingga dapat
disimpulkan bahwa variabel Dana Pihak Ketiga (DPK), Pembiayaan, Sukuk
Negara, Sukuk Korporasi secara bersama-sama memiliki pengaruh terhadap
Financial Deepening di Indonesia selama periode Januari 2011 sampai dengan
Desember 2015.
Kata Kunci : Financial Deepening, DPK, Pembiayaan, Sukuk Korporasi, Sukuk
Negara.
iv
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Alhamdulillah, segala puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah
SWT yang telah menurunkan Islam sebagai tuntunan kehidupan yang
membawa kepada kesejahteraan, keadilan, keberkahan, dan kesempurnaan dan
juga atas segala limpahan rahmat-Nya kepada kita semua sehingga kita dapat
merasakan nikmat Islam, nikmat Iman, dan nikmat sehat wal’afiat. Shalawat
serta salam senantiasa tercurahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW,
pembawa risalah, penyampai amanah, dan pemberi nasihat kepada umat
manusia, serta para sahabat, keluarga dan orang-orang sholeh yang Allah
ridhoi.
Hanya karena rahmat, karunia, dan keridhaan-Nya lah penulis memiliki
kekuatan, kemauan, kelancaran, dan kemudahan dalam menyelesaikan skripsi
ini yang berjudul “Analisis Pengaruh Sektor Perbankan Syariah Dan Pasar
Modal Syariah Terhadap Financial Deepening Di Indonesia” dengan tujuan
untuk memenuhi salah satu syarat meraih gelar Sarjana Ekonomi Jurusan
Ilmu Ekonomi dan Bisnis di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi
ini. Namun dari lubuk hati yang paling dalam, penulis berharap semoga skripsi
ini insya Allah dapat bermanfaat bagi banyak orang, Amin.
Penulis menyadari sepenuhnya penyusunan skripsi ini bukan merupakan
satu hasil dari usaha segelintir orang, karena manusia adalah makhluk sosial
v
dimana keberhasilan manusia tidak pernah lepas dari bantuan orang lain. Oleh
karena itu, dengan ketulusan dan kerendahan hati, penulis mengucapkan terima
kasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan masukan, semangat, dan
motivasi yang sangat berarti dalam proses penelitian dan penyusunan skripsi
ini. Semoga Allah SWT memberikan pahala atas amal kebaikan dari semua
pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini. Untuk itu ucapan terima
kasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada :
1. Terima kasih untuk my wonder woman Ibu siti hunaenah yang udah
luar biasa sabarnya, luar biasa kuatnya, luar bias cinta dan kasihnya,
terima kasih untuk doa-doanya yang tak henti-henti untuk anak-
anakmu. Terima kasih juga untuk almarhum Bapak Supriadi yang
semasa hidupnya memberikan banyak limpahan kasih sayang dan
dedikasinya untuk keluarga. I love you both and I miss youuu sooo.
Maafkan kalau belum bisa jadi anak yang diharapkan tapi selalu
berusaha untuk jadi anak yang diharapkan. Semoga Alloh
merahmati kalian dan kita bisa berkumpul disurgaNya nanti. aamiin
2. Untuk kaka-kaka ku Ida Farida, Ika Syarifah, Dani Imadudin,
Taofik Hidayat, Ali Zulfikar dan kaka-kaka iparku Uang Rendy,
Gege Sugita, ka Mia dan Mba Dian Solisa terima kasih untuk
dukungan moril maupun materil demi sibontot lulus. Maaf yaa telat
banget lulusnya. Semoga Alloh membalas kebaikan kalian dan
merahmati keluarga kita.
3. Terima kasih Bapak Dr. Arif Mufraini, LC., M.Si selaku Dekan
Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Terima kasih Bapak Arief Fitrijanto, M.Si selaku Ketua Jurusan
Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan (IESP) yang telah
vi
memberikan ilmu yang bermanfaat dan dukungan untuk IESP dan
seluruh mahasiswanya.
5. Terima kasih Bapak Arief Fitrijanto, M.Si selaku Dosen
Pembimbing yang telah memberikan bimbingan, pengarahan,
motivasi, semangat, saran, dan meluangkan waktu, pikiran, tenaga,
dan juga memberikan ilmu dalam membimbing penulis sehingga
skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Terima kasih juga untuk
kesabaran bapak dalam membimbing saya. Semoga Alloh membalas
kebaikan bapak dan diberikan kesehatan dan juga merahmati bapak
dan keluarga.
6. Terima kasih Bapak Zuhairan Y. Yunan. S.E. M.Sc selaku Dosen
Pembimbing Akademik yang telah memberikan support dan
ilmunya.
7. Seluruh Dosen dan karyawan Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang
telah membantu selama perjalanan akademis ini dengan
memberikan ilmu-ilmu yang bermanfaat dan pelayanan yang baik
selama ini.
8. Teman - teman baik saya Lisa, Oteq, Nyenye, dan Nailah terima
kasih untuk kebersamaannya selama ini dan dukungannya baik di
kala senang maupun sedih. Terima kasih atas saran, semangat, dan
doanya. Dan juga seluruh teman-teman IESP angkatan 2009 yang
tidak dapat disebutkan satu persatu, semoga kita dapat menjadi
orang yang sukses, agen Islam yang baik, dan generasi penerus
bangsa Indonesia yang membanggakan.
9. Terima kasih juga kepada sahabat-sahabat saya team barabere nova
pecek, ka’sur-yating, alay guna, ncek krisna, abang ardi, betet adi
vii
terima kasih untuk kebersamaan selama ini dan suportnya untuk
menyelesaikan skripsi ini, akhirnya yekan..alhamdulillah
10. Terima kasih untuk felix buka nama asli hehe terima kasih untuk
support dan semua kebaikan dan juga kesabarannya.
11. Untuk Lita Noviyanti sahabat hijrah yang perubahannya luar biasa
dari SMA dengan yang sekarang yang semakin jadi muslimah cantik
dimataNya terima kasih untuk kebaikannya, selalu support dan juga
selalu ingetin untuk menyelesaikan skripsi ini. Tetep istiqomah yaa
dan jangan bosen untuk ngingetin perihal akhirat. Buat umi makasih
juga dukungannya, sukses buat S2 nya ya dan impian ke Jepang
wish your dream come true.
12. Semua pihak yang belum disebutkan di atas, terima kasih atas segala
bantuan selama proses penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik dari segi bahasa, isi, maupun analisanya sehingga penulis
sangat berharap atas kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak
untuk penyempurnaan skripsi menjadi lebih baik lagi.
Akhir kata, penulis mengucapkan Alhamdulillahirabbil’alamin.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Bekasi, 5 Juni 2016
Ami Latifah
viii
DAFTAR ISI
DAFTAR RIWAYAT HIDUP .............................................................................. i
ABSTRACT .......................................................................................................... ii
ABSTRAK ........................................................................................................... iii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... iv
DAFTAR ISI ...................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xi
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xiii
BAB I. PENDAHULUAN ................................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................ 1
B. Perumusan Masalah ........................................................................ 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................................ 6
D. Manfaat Penelitian ........................................................................... 7
BAB II. KAJIAN TEORI ..................................................................................... 8
A. Financial Deepening ........................................................................ 8
1. Pengertian Financial Deepening .................................................. 8
2. Jumlah Uang Beredar ................................................................ 12
3. Produk Domestik Bruto ............................................................. 16
B. Dana Pihak Ketiga ......................................................................... 18
1. Pengertian Dana Pihak Ketiga ................................................... 18
2. Sumber DPK Dari Segi Mata Uang........................................... 18
3. Prinsip Operasional DPK .......................................................... 19
ix
4. Hubungan DPK Terhadap Financial Deepening ....................... 23
C. Pembiayaan .................................................................................... 24
1. Pengertian Pembiayaan ............................................................. 24
2. Pembiayaan Menurut Sifat Penggunanya .................................. 24
3. Regulasi Pembiayaan Bank Syariah .......................................... 26
4. Produk-Produk Pembiayaan Bank Syariah ............................... 31
5. Hubungan Pembiayaan Dengan Financial Deepening .............. 34
D. Sukuk ............................................................................................. 34
1. Pengertian Sukuk ....................................................................... 34
2. Pihak-Pihak Yang Terlibat Dalam Penerbitan Sukuk ............... 38
3. Jenis-Jenis Sukuk....................................................................... 39
4. Hubungan Sukuk Korporasi Dengan Financial
Deepening ................................................................................ 41
E. Sukuk Negara ................................................................................. 41
1. Pengertian Sukuk Negara .......................................................... 41
2. Hubungan Sukuk Negara Dengan Financial Deepening ........... 42
F. Penelitian Terdahulu ...................................................................... 43
G. Hipotesis ........................................................................................ 52
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ......................................................... 54
A. Ruang Lingkup Penelitian .............................................................. 54
B. Metode Analisis Data ..................................................................... 54
1. Uji Asumsi Klasik .................................................................... 55
2. Uji Kebaikan ............................................................................ 60
3. Uji Parsial ................................................................................. 62
C. Operasional Variabel Penelitian..................................................... 63
1. Variabel Dependen (Y) ............................................................ 63
2. Variabel Independen (X) .......................................................... 63
x
BAB IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN ...................................................... 65
A. Sekilas Gambaran Objek Penelitian ............................................... 65
B. Gambaran Objek Penelitian ........................................................... 69
1. Perkembangan Financial Deepening ........................................ 69
2. Perkembangan Dana Pihak Ketiga ........................................... 71
3. Perkembangan Pembiayaan ..................................................... 72
4. Perkembangan Sukuk Korporasi .............................................. 74
5. Perkembangan Sukuk Negara .................................................. 76
C. Hasil Analisis Dan Pembahasan .................................................... 78
1. Analisis Pembahasan dan Hasil Regresi .................................. 80
2. Pengujian Hipotesis Statistik ................................................... 84
3. Analisis Ekonomis ................................................................... 88
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 91
A. Kesimpulan .............................................................................. 91
B. Saran ........................................................................................ 92
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 93
LAMPIRAN ......................................................................................................... 95
xi
DAFTAR TABEL
No. Keterangan Hal
1.1. Perkembangan DPK, Pembiayaan, Sukuk Korporasi, Sukuk Negara
Tahun 2011-2015 ........................................................................................... 3
2.1. Perbandingan Obligasi Konvensional dan Syariah ........................................ 37
2.2. Penelitian Terdahulu ...................................................................................... 46
4.1. Hasil Uji Correlation Matrix ......................................................................... 80
4.2. Hasil Uji White Heterokedasticity Test .......................................................... 81
4.3. Hasil Uji Langrange Multiple Test (LM-Test) ............................................. 82
4.4. Hasil Uji Normalitas Jarque Bera ................................................................ 84
xii
DAFTAR GAMBAR
No. Keterangan Hal
2.1. Skema Wadi’ah Yad adh Dhamamah ............................................................ 20
2.2. Kerangka Berpikir .......................................................................................... 52
4.1. Perkembangan Financial Deepening di Indonesia dan Beberapa Negara
di Kawasan Asia ........................................................................................... 67
4.2. Perkembangan Financial Deepening ............................................................. 70
4.3. Perkembangan Dana Pihak Ketiga ................................................................ 71
4.4. Perkembangan Pembiayaan ........................................................................... 73
4.5. Perkembangan Sukuk Korporasi ................................................................... 74
4.6. Perkembangan Sukuk Negara ....................................................................... 77
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
No. Keterangan Hal
1. Data Penelitian Januari 2011 – Desember 2015 ........................................... 95
2. Uji Normalitas ............................................................................................... 97
3. Uji Multikolinearitas ..................................................................................... 97
4. Uji Heterokedastisitas .................................................................................... 97
5. Uji Autokorelasi ............................................................................................ 98
6. Hasil Regresi Metode Ordinary Least Square (OLS) .................................... 98
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pertumbuhan ekonomi suatu negara akan sangat ditentukan oleh
perkembangan dalam sektor keuangannya. Hal ini karena pembangunan
dalam sektor keuangan melibatkan rencana dan implementasi dari
kebijakan untuk mengintensifkan tingkat moneterisasi perekonomian
melalui peningkatan akses terhadap institusi keuangan, transparansi, dan
efesiensi, serta mendorong rate of return yang rasional (Pradeep Agrawal,
2001:83).
Sektor jasa keuangan memainkan peranan yang signifikan dalam
menggerakan roda perekonomian Indonesia. Hal tersebut dapat ditinjau dari
perannya sebagai sumber pembiayaan, sarana bagi masyarakat dalam
melakukan investasi pada berbagai instrument keuangan, dan
penyelenggara industri jasa keuangan yang menyelenggarakan fungsi
intermediasi. Keseluruhan kegiatan intermediasi dan investasi tersebut
menumbuhkan berbagai kegiatan ekonomi yang menciptakan lapangan
kerja, nilai tambah ekonomi, serta meningkatkan pendapatan masyarakat
2
dan nilai aset lembaga-lembaga keuangan yang berpartisipasi dalam
industri keuangan.
Indonesia sebagai negara berkembang memiliki karakter yang tidak
berbeda jauh dengan negara berkembang lainnya. Tujuan utamanya yaitu
mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Pendalaman sektor
keuangan secara tidak langsung akan meningkatkan akses individu dan
rumah tangga terhadap kebutuhan utama seperti kebutuhan primer,
kesehatan, dan pendidikan. Pendalaman sektor keuangan akan berlanjut
kepada turunnya angka kemiskinan. Terlebih lagi lembaga-lembaga
keuangan yang lebih kuat dan resiko yang semakin terdiversifikasi akan
dapat memperkuat ketahanan ekonomi sautu negara terhadap gejolak
ekonomi. Namun demikian, fleksibilitas, fungsi pengaturan yang lebih kuat
dan tata kelola perusahaan yang lebih baik tetap dibutuhkan untuk
mendorong inovasi dalam bidang keuangan.
Gregorio (1999) dan Alejandro (1985) mengemukakan bahwa
kedalaman sistem keuangan suatu negara akan meningkatkan pertumbuhan
ekonomi karena dapat mengalokasikan dana secara efektif ke sektor-sektor
yang potensial, meminimalkan resiko dengan diversifikasi produk
keuangan, meningkatkan jumlah faktor produksi atau meningkatkan
efesiensi dari penggunaan faktor produksi tersebut, dan meningkatkan
3
tingkat investasi atau marginal produktifitas akumulasi modal dengan
penggunaan yang semakin efisien dari masyarakat yang memiliki dana
lebih ke masyarakat yang memiliki peluang-peluang investasi produktif
(Mishkin, 2008).
Tabel 1.1
Perkembangan DPK, Pembiayaan, Sukuk Korporasi, Sukuk Negara,
Financial Deepening Periode 2011-2015
Periode DPK Pembiayaan
Sukuk
Korporasi
Sukuk
Negara
Financial
Deepening
2011 115415 102655 7915 62771 1362281375
2012 147512 147505 9790 98818 1475788647
2013 183534 184122 11994 118707 170367094
2014 217858 199330 12956 143901 2181068453
2015 215339 203895 14483 195501 1616095002
Sumber : Bank Indonesia (diolah)
Peningkatan dalam beberapa indikator financial deepening yang
terlihat dari tabel 1.1 diharapkan akan memberikan potensi pertumbuhan
ekonomi di Indonesia dengan kondisi sistem keuangan yang ada, khususnya
disektor perbankan dan sektor keuangan non bank (pasar modal) yang dapat
4
menjalankan fungsinya seoptimal mungkin. Pendalaman sektor keuangan
juga mengakibatkan peningkatan rasio uang beredar terhadap GDP.
Pertumbuhan nilai rata-rata jumlah dana pihak ketiga dan
pembiayaan dari Januari 2011 sampai dengan Desember 2015 sebesar
115415 (Milyar Rupiah) untuk DPK dan untuk rata-rata nilai pembiayaan
sebesar 102655 (Milyar Rupiah).
Berdasarkan data di atas dengan adanya reformasi sektor keuangan
terjadi peningkatan kinerja di sektor keuangan sehingga menyebabkan
financial deepening. Financial Deepening merupakan sebuah terminologi
yang digunakan untuk menunjukan terjadinya kenaikan peranan dan
kegiatan dari jasa-jasa keuangan terhadap ekonomi (Ika Akbarwati:2011).
Indikator financial deepening yaitu rasio M2 terhadap PDB, sebagai proksi
perkembangan atau kedalaman sektor keuangan suatu negara.
Perbankan menjalankan fungsinya sebagai financial intermediaries
dapat dengan: (1) Lebih fokus untuk mengalokasikan dana yang telah
dihimpun (DPK) dengan memberikan pembiayaan baik untuk investasi atau
kebutuhanlainnya. (2) Dapat juga dengan meningkatkan akses masyarakat
terhadap sekor perbankan itu sendiri, yakni dengan melakukan ekspansi
layanan kepada masyarakat luas seperti penambahan unit bank sehingga
5
fungsi dari sektor perbankan itu sendiri dapat dirasakan oleh seluruh
masyarakat.
Sedangkan pasar modal menjalankan fungsinya sebagai financial
intermediaries ketika pasar modal tersebut dapat mempertemukan pihak-
pihak yang membutuhkan dana dengan pihak-pihak yang ingin
mengoptimalkan dananya. Misalnya perusahaan yang ingin melakukan
ekspansi bisnis atau pemerintah butuh dana untuk proyek pembangunan,
dimana kedua pelaku tersebut dapat mengatasinya salah satunya dengan
cara menerbitkan sukuk. Dan ketika pasar modal dapat secara efektif
mempertemukan pihak yang ingin mengoptimalkan excess fund dengan
pihak-pihak yang membutuhkan dana maka fungsi pasar modal sebagai
financial intermediaries terbentuk.
Dari uraian diatas maka yang paling penting adalah bagaimana kedua
sektor keuangan tersebut dapat menjalankan fungsinya secara optimal
sehingga akan terus menciptakan sisten keuangan yang semakin dalam dari
waktu ke waktu. Kedalam pasar keuangan (financial deepening) baik
disektor perbankan dan pasar modal dapat dimanfaatkan untuk
pertumbuhan sektor rill sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan
pertumbuhan ekonomi.
6
Berdasarkan pemaparan diatas, maka dalam penelitian ini peneliti
ingin meneliti dengan mengambil judul “Analisis pengaruh Perbankan
Syariah dan Pasar Modal Syariah Terhadap Financial Deepening di
Indonesia ”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas dapat
disimpulkan bahwa masalah penelitian adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh pertumbuhan DPK (Dana Pihak Ketiga) terhadap
financial deepening di Indonesia.
2. Bagaimana pengaruh pertumbuhan pembiayaan terhadap financial
deepening di Indonesia.
3. Bagaimana pengaruh sukuk (Obligasi Syariah) korporasi terhadap
financial deepening di Indonesia.
4. Bagaimana pengaruh sukuk (Obligasi Syariah) negara terhadap
financial deepening di Indonesia.
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah
sebagao berkut:
1. Untuk mengetahui pertumbuhan DPK (Dana Pihak Ketiga) terhadap
financial deepening di Indonesia.
7
2. Untuk mengetahui pertumbuhan pembiayaan terhadap financial
deepening di Indonesia.
3. Untuk mengetahui pertumbuhan sukuk (Obligasi Syariah) korporasi
terhadap financial deepening di Indonesia.
4. Untuk mengetahui sukuk (Obligasi Syariah) negara terhadap financial
deepening di Indonesia.
5. Untuk mengetahui kedalaman sektor keuangan Indonesia selama
periode penelitian.
D. Manfaat Penelitian
Peneliti ini diharapkan menghasilkan informasi yang dapat
dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang berkempentingan, diantaranya:
1. Secara teoritis, demi kepentingan akademis diharapkan dapat
memberikan sumbangan yang berharga terhadap perkembangan ilmu
ekonomi pembangunan.
2. Secara praktis, diharapkan dapat membantu pihak terkait yang
berkepentingan dengan penelitian ini.
3. Bagi penulis, penelitian ini dapat menambah wawasan tentang masalah
yang diteliti sehingga dapat memperoleh gambaran yang lebih jelas
mengenai keselarasan antara fakta dengan dasar teori yang digunakan
didalam penelitian.
8
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Financial Deepening
1. Pengertian Financial Deepening
Pendalaman keuangan (financial deepening) menurut Shaw
(1973) merupakan akumulasi dari aktiva-aktiva keuangan yang lebih
cepat dari pada akumulasi kekayaan yang bukan keuangan (Kitchen,
1988:14). Pendalaman keuangan ditunjukan oleh semakin besarnya
rasio antara jumlah beredar dengan PDB. Sebaliknya semakin kecil
rasio antar jumlah uang beredar dengan PDB menunjukan semakin
dangkal sektor keuangan suatu negara (Lynch, 1996:3).
Nasution (1990) dalam kaitannya dengan pendalaman
keuangan mengatakan bahwa ukuran pendalaman keuangan suatu
negara ditunjukan oleh rasio antara jumlah kekayaan yang dinyatakan
dengan uang (financial asset) dengan pendapatan nasional.
Pendalaman sektor keuangan (financial deepening) merupakan
sebuah termin yang digunakan untuk menunjukan terjadinya
peningkatan peranan dan kegiatan dari jasa-jasa keuangan terhadap
ekonomi. Maksud dari terminologi ini juga mengarah kepada makin
beragamnya pilihan-pilihan jasa keuangan yang dapat diakses oleh
9
masyarakat dengan cakupan yang semakin luas. Dengan pendalaman
sektor keuangan diharapkan dapat berfungsi untuk menurunkan resiko
dan kerentanan dari salah satu sub sektor keuangan.
Keberadaan sektor keuangan dapat dilihat dari berbagai indikator
dalam perkembangannya. Dalam hal ini terdapat beberapa pandangan
mengenai indikator untuk mengetahui perkembangan sektor keuangan
di suatu negara. Diantaranya pendapat yang dikemukakan oleh Lynch
(1996:3-33) yang menyatakan terdapat lima indikator untuk
mengetahui perkembangan sektor keuangan suatu negara, yakni :
a. Ukuran kuantitatif (Quantity Measures)
Indikator kuantitatif bersifat moneter dan kredit, seperti rasio uang
dalam arti sempit terhadap PDB, rasio uang dala arti luas terhadap
PDB dan rasio kredit sektor swasta terhadap PDB. Indikator
kuantitatif ini untuk mengukur pembangunan dan kedalaman
sektor keuangan.
b. Ukuran struktural (Structural Measures)
Indikator stuktural menganalisa struktur sistem keuangan dan
menentukan pentingnya elemen-elemen yang berbeda-beda pada
sistem keuangan.
c. Harga Sektor Keuangan (Financial Price)
10
Indikator ini dilihat dari tingkat bungaan kredit dan pinjaman
sektor riil.
d. Skala Produk (Product Range)
Indikator ini dilihat dari berbagai jenis-jenis instrument keuangan
yang terdapat dipasar keuangan.
e. Biaya Transaksi (Transaction Cost)
Indikator ini dilihat dari spread suku bunga.
Dan adapun faktor-faktor yang mempengaruhi financial
deepening adalah sebagai berikut :
a. Nilai Tukar Mata Uang
Naik turunnya nilai tukar mata uang pada dasarnya dipengaruhi
oleh banyak faktor sesuai dengan sistem yang dianutnya. Dalam
sistem nilai tukar tetap, maka nilai kurs mata uang domestik
terhadap mata uang asing besar kecilnya ditentukan oleh kebijakan
pemerintah. Sedangkan dalam sistem nilai tukar mengambang,
maka nilai tukar mata uang dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti
jumlah uang beredar, inflasi, tingkat bunga dan pendapatan
(Kuncoro, 1996:157)
Baik dalam sistem nilai tukar tetap maupun dalam sistem nilai
tukar mengambang fluktuasi nilai tukar mata uang dapat
berdampak pada perekonomian. Suatu apresiasi mata uang
11
domestik terhadap mata uang asing dapat menyebabkan semakin
meningkankan permintaan masyarakat akan barang dan jasa. Bila
terjadi over demand, maka hal tersebut dapat mengakibatkan
inflasi yang tinggi. Sedangkan apabila mata uang domestik
mengalami depresiasi terhadap mata uang asing, maka hal tersebut
mengakibatkan masyarakat akan terus memburu mata uang asing.
Kondisi ini dikarenakan masyarakat akan menyimpan sebagian
kekayaan dalam bentuk mata uang asing. Sehingga secara umum
depresiasi nilai tukar mata uang akan berdampak negatif terhadap
financial deepening.
b. Pendapatan Nasional
Dalam pengertian ekonomi mikro pendapatan merupakan intensif
yang diperoleh masyarakat dari kegiatan usahanya. Semakin tinggi
pendapatan menunjukan semakin besarnya insentif yang diterima
masyarakat dalam kegiatan ekonomi. Pendapatan yang tinggi
tersebut pada akhirnya berdampak pada semakin tinggi pula
permintaan terhadap barang dan jasa dalam perekonomian.
Dalam kontek makro ekonomi pendapatan diartikan sebagai
keseluruhan barang dan jasa (output) yang dihasilkan oleh
perekonomian suatu negara pada suatu periode waktu tertentu.
Pendapatan yang tinggi menandakan bahwa output yang
12
dihasilkan oleh perekonomian menjadi meningkat. Secara umum
semakin tinggi pendapatan masyarakat, maka akan semakin
meningkatkan financial deepening.
c. Tingkat Suku Bunga
Berkaitan dengan peranan tingkat bunga terhadap pendalaman
keuangan (financial deepening), maka Mc Kinnon dan Shaw pada
tahun 1973 menguraikan suatu teori yang dijadikan dasar bagi
pengambilan kebijakan di sektor keuangan di negara sedang
berkembang pada tahun 1980-an. Pandangan Mc Kinonn dan
Shaw mengenai peranan suku bunga sangat terkait dengan adanya
kebijakan represi keuangan (financial repression) yang terjadi
dalam perekonomian suatu negara. Menurutnya represi keuangan
yang salah satunya adalah ditandai oleh adanya pembatasan dalam
tingkat bunga (suku bunga riil rendah) dalam perekonomian, justru
dapat menyebabkan rendahnya minat masyarakat untuk
menyimpan dananya di bank dan pada akhirnya suply dana
investasi akan berkurang.
2. Jumlah Uang Beredar
Jumlah uang beredar menunjukan sejumlah uang yang beredar
dimasyarakat dalam kaitannya dengan kegiatan ekonomi yang
dijalankannya. Besar kecilnya dalam jumlah uang beredar tersebut
13
akan mencerminkan seberapa dalam dan seberapa dangkal sektor
keuangan suatu negara. Dalam hal ini ukuran financial deepening
merepresentasikan perkembangan sektor keuangan suatu negara.
Ukuran financial deepening tersebut dapat dilihat dari perkembangan
rasio jumlah uang beredar terhadap PDB.
Menurut Mankiw (2003:76) uang adalah persediaan aset yang
dapat segera digunakan untuk melakukan transaksi. Pengertian uang
secara luas adalah sesuatu yang dapat diterima secara umum sebagai
alat pembayaran dalam suatu wilayah tertentu atau sebagai alat
pembayaran hutang sebagai alat untuk melakukan pembelian barang
dan jasa. (Kasmir, 2002:156)
Sedangkan uang selalu didefinisikan sebagai benda-benda yang
disetujui oleh masyarakat sebagai alat pelantara untuk tukar menukar
atau perdagangan. Yang dimaksud dengan “disetujui” dalam definisi
ini adalah terdapat diantara anggota-anggota masyarakat untuk
menggunakan satu atau beberapa benda sebagai alat perantara dalam
kegiatan tukar menukar. Agar masyrakat menyetujui penggunaan
suatu benda sebagai uang, haruslah benda itu memenuhui syarat-syarat
sebagai berikut. (Sukirno, 2004:267) :
a. Nilainya tidak mengalami perubahan dari waktu ke waktu.
b. Mudah dibawa-bawa.
14
c. Mudah disimpan tanpa mengurangi nilainya.
d. Tahan lama.
e. Jumlahnya terbatas (tidak berlebihan).
Menurut Sukirno (2004:265) uang beredar adalah semua jenis
uang yang beredar di perekonomian yaitu, jumlah dari mata uang
dalam peredaran ditambah dengan uang giral dalam bank-bank umum.
Definisi jumlah uang beredar terbagi dua yaitu dalam arti sempit dan
luas.
a. Uang Dalam Arti Sempit (M1)
M1 diartikan sebagai uang tunai (uang kartal dan uang logam)
yang dipegang oleh masyarakat. Uang tersebut dikenal dengan uang
kartal. Kemudian ditambah uang yang berada dalam rekening giro
perbankan yang dapat langsung digunakan untuk menggunakan cek,
dan biasa disebut dengan uang giral sehingga bentuk persamaan M1
adalah:
M1=C+DD
Dimana :
M1 = Uang dalam arti sempit
C = Currency, uang kartal
DD = Demand deposit, uang kartal
15
Pengertian uang giral (DD) di atas hanya mencakup saldo
rekening koran atau giro milik masyarakat umum yang disimpan di
bank dan belum digunakan pemiliknya untuk belanja atau membayar.
(Sukirno, 2004:265)
b. Uang Dalam Arti Luas (M2)
M2 merupakan perluasan dari definisi M1 dengan uang kuasi.
Uang kuasi adalah bentuk kekayaan yang sangat likuid yang terdiri
dari deposito berjangka atau rekening tabungan pada bank, sehingga
persamaan M2 sebagai berikut : (Sukirno, 2004:266)
M2 = M1 + TD + SD
Dimana :
M2 = Uang beredar dalam arti luas
M1 = Uang beredar dalam arti sempit
TB = Time deposit (deposito berjangka)
SD = Saving deposit (saldo tabungan)
Banyaknya uang beredar dalam masyarakat dapat digambarkan
sebagai proses pasar. Jumlah uang beredar juga mempunyai
keterkaitan dengan suku bunga deposit. Semakin banyak jumlah uang
16
yang beredar dimasyarakat, investasi menjadi lebih menarik bila
dibandingkan dengan menyimpan dalam bentuk tabungan.
Kebijakan mengenai jumlah uang yang beredar ditentukan oleh
bank sentral yang dalam hal ini adalah Bank Indonesia. Namun jumlah
uang beredar tidak hanya ditentukan oleh bank sentral tetapi juga oleh
perilaku rumah tangga (yang memegang uang) dan bank (dimana uang
disimpan). (Mankiw, 2003:80)
3. Produk Domestik Bruto (PDB)
Selain jumlah uang beredar Produk Domestik Bruto (PDB)
merupakan salah satu indikator rasio yang digunakan untuk
mengetahui nilai financial deepening. Pendalaman keuangan
ditunjukan oleh semakin besarnya rasio antara jumlah uang beredar
dengan PDB.
Produk Domestik Bruto (PDB) atau Gross Domestc Product
(GDP) diyakini sebagai indikator ekonomi terbaik dalam menilai
perkembangan ekonomi suatu negara. Perhitungan pendapatan
nasional ini mempunyai makro utama tentang kondisi suatu negara
(Mankiw, 2009:35)
PDB diartikan sebagai nilai keseluruhan output semua barang
dan jasa yang diproduksi didalam wilayah Indonesia dalam jangka
waktu tertentu yang dihitung adalah semua barang dan jasa yang
17
digunakan oleh pengguna akhir dan bukan yang digunakan untuk
proses produksi selanjutnya.
Beberapa definisi tentang PDB/GDP, meliputi (Blancard, 2000
dalam Hamid Ponco Wibowo, 2006:37):
a. GDP adalah nilai “barang dan jasa final” yang di
hasilkan dalam suatu ekonomi dalam periode tertentu.
b. GDP adalah jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh
suatu ekonomi dalam periode tertentu.
c. GDP adalah jumlah pendapatan dalam suatu ekonomi
pada periode tertentu.
Mankiw (2006) merumuskan persamaan identitas yang
menggambarkan komponen-komponen dari PDB. Persamaan tersebut
adalah sebagai berikut:
Y=C+I+G+NX
Keterangan :
Y = PDB
C = Konsumsi
I = Investasi
G = Belanja Negara
18
NX = Ekspor Neto
B. Dana Pihak Ketiga (DPK)
1. Pengertian Dana Pihak Ketiga
Dana Pihak Ketiga (DPK) adalah dana yang dipercayakan oleh
masyarakat kepada bank berdasarkan perjanjian penyimpanan dana
dalam bentuk giro, tabungan, simpanan berjangka dan sertifikat
deposito dan atau bentuk lain yang dipersamakan dengan itu dengan
prinsip syariah. (Arifin, 2006:98)
Modal yang dimiliki bank sebagian besar berasal dari dana pihak
ketiga (DPK) sesuai dengan salah satu fungsi bank yaitu menghimpun
dana dan menyalurkan kepada masyarakat. (Siamat, 2004)
Dana pihak ketiga adalah dana yang diperoleh dari masyarakat,
dalam arti masyarakat individu, perusahaan, pemerintah, rumah
tangga, koperasi, yayasan dan lain-lain baik dalam mata uang rupiah
maupum dalam mata uang asing. Pada sebagian besar atau setiap
bank, dana masyarakat ini umumnya merupakan dana terbesar yang
dimiliki. Hal ini sesuai dengan fungsi bank sebagai penghimpun dana
dari masyarakat. (Rivai, dkk, 2007)
2. Sumber Dana Pihak Ketiga dari Segi Mata Uang
a. Sumber Dana Pihak Ketiga Rupiah
19
yaitu kewajiban-kewajiban bank yang tercatat dalam rupiah
kepada pihak ketiga bukan bank baik kepada penduduk maupun bukan
penduduk. Komponen dana pihak ketiga ini terdiri dari giro, simpanan
berjangka (deposito dan sertifikat deposito), tabungan dan kewajiban-
kewajiban lainnya yang terdiri dari kewajiban segera yang dapat
dibayar, surat-surat berharga yang diterbitkan, pinjaman yang
diterima, setoran pinjaman, dan lainnya. Tidak termasuk dana yang
berasal dari Bank Sentral.
b. Sumber Dana Pihak Ketiga Valuta Asing
Yaitu kewajiban bank yang tercatat dalam valuta asing kepada
pihak ketiga, baik penduduk maupun bukan penduduk termasuk pada
Bank Indonesia, bank lain (pinjaman melalui pasar uang). Dana pihak
ketiga valuta asing terdiri dari giro, call money, deposit on call
(DOC), deposito berjangka, margin deposit, setoran pinjaman,
pinjaman yang diterima, dan kewajiban-kewajiban lainnya dalam
valuta asing. (Muhammad, 2002)
3. Prinsip Operasioal Dana Pihak Ketiga
Prinsip operasional syariah yang ditetapkan dalam
penghimpunan dana masyarakat adalah prinsip wadiah dan
mudharabah. Penghimpunan dana di bank syariah dapat berbentuk
20
giro, tabungan, dan deposito. Ketiga macam dana pihak ketiga
tersebut akan dijelaskan sebagai berikut (Arifin, 2006:100):
a. Giro yang ada pada bank syariah disebut giro wadi’ah, dimana
bank tidak membayar apapun kepada pemegangnya, bahkan tidak
dikenakan biaya layanan (service charge),dana giro ini boleh
dipakai bank syariah dalam operasi bagi hasil (profit sharing).
Beberapa ulama memandang giro sebagai kepercayaan, dimana
dana diterima bank sebagai simpanan untuk keamanan (wadi’ah
yad al dhamanah). Sebagaimana tergambar dalam skema di bawah
ini:
Gambar 2.1
Sumber : Agustianto
Prinsip wadiah menurut Syari’i Antonio (2010:85) adalah titipan
dimana pihak pertama menitipkan dana atau benda kepada pihak
kedua selaku penerima titipan dengan konsekuensi titipan tersebut
21
sewaktu-waktu dapat diambil kembali, dimana penitip dapat
dikenakan biaya penitipan. Berdasarkan kewenangan yang
diberikan maka wadiah dibedakan menjadi wadiah yadhamanah
yang berarti penerimaan titipan berhak mempergunakan dana atau
barang titipan untuk didaya gunakan tanpa ada kewajiban
penerimaan titipan untuk memberikan imbalan kepada penitip
dengan tetap pada kesepakatan dapat diambil setiap saat
diperlukan, sedangkan wadiah amanah tidak memberikan
kewenangan kepada penerima titipan untuk mendayagunakan
barang atau dana yang dititipkan.
b. Tabungan di bank konvensional berbeda dari giro dimana ada
beberapa restriksi seperti berapa dan kapan dapat ditarik.
Tabungan biasanya memperoleh hasil pasti (fixed return). Pada
bank bebas bunga, tabungan juga mempunyai sifat yang sama,
kecuali bahwa penabung tidak memperoleh hasil yang pasti.
Menurut para ulama, penabung boleh menerima hasil yang pasti.
Menurut para ulama, penabung boleh menerima hasil yang
berfluktuasi sesuai dengan hasil yang diperoleh bank, dan setuju
untuk berbagi resiko dengan bank menggunakan akad
mudharabah.
22
Akad mudharabah yaitu akad perjanjian antara dua pihak dimana
pihak pertama sebagai pemilik dana (shahibul maal) dan pihak
kedua sebagai pengelola dana (mudharib) untuk mengelola suatu
kegiatan ekonomi dengan menyepakati nisbah bagi hasil atas
keuntungan yang akan diperoleh sedangkan kerugian yang timbul
adalah resiko pemilik dana sepanjang tidak terdapat bukti bahwa
mudharib melakukan kecurangan atau tindakan yang tidak amanah
berdasarkan kewenangan yang diberikan kepada mudharib maka
mudharabah dibedakan menjadi mudharabah mutlaqah dimana
mudharib diberikan kewenangan sepenuhnya untuk menentukan
pilihan investasi yang dikehendaki, sedangkan jenis lain adalah
mudharabah muqayyanah dimana arahan investasi ditentukan oleh
pemilik dana sedangkan mudharib bertindak sebagai pelaksana
atau pengelola. (Syafi’I Antonio, 2001:95)
c. Deposito menerima jaminan pembayaran kembali atas simpanan
pokok dan hasil (bunga) yang telah ditetapkan sebelumnya. Pada
bank dengan sistem bebas bunga, deposito diganti dengan
simpanan yang memperoleh bagian dari laba atau rugi bank. Oleh
karena itu, bank syariah menyebutnya rekening investasi atau
simpanan investasi. Rekening-rekening itu dapat mempunyai
tanggal jatuh tempo yang berbeda-beda. Giro dan tabungan itu
23
dikumpulkan (pooled) menjadi satu dengan rekening investasi oleh
bank syariah sebagai sumber dana utama bagi kegiatan
pembiayaan (financing). Deposito itu sendiri adalah titipan
berjangka yang pemilik rekening tidak mempunyai hak untuk
melakukan penarikan sebelum waktu yang telah ditentukan dan
biasanya berjangka satu tahun. Dalam perbankan syariah, skim
mudharabah dapat digunakan dalam kegiatan investasi.
4. Hubungan Dana Pihak Ketiga terhadap Financial Deepening
Dengan adanya dana dari pihak ketiga dapat mempengaruhi
kinerja disektor keuangan khususnya sektor perbankan. Hal ini terjadi
karena kenaikan tingkat bunga akan dapat meningkatkan insentif yang
diterima masyarakat yang menyimpan dananya di bank. Menurut Mc
Kinnon dan Shaw (1973) liberalisasi sektor keuangan yang ditandai
dengan kenaikan tingkat bunga perbankan akan memberikan dampak
pada semakin banyaknya dana masyarakat yang disimpan di sektor
perbankan. Hal ini berarti bahwa dana pihak ketiga yang ada di bank
akan semakin meningkat dan hal tersebut pada akhirnya dapat
meningkatkan rasio keuangan (money supply) terhadap PDB.
Indikator financial deepening yang ditandai dengan semakin besarnya
rasio money supply (M2) terhadap PDB akan semakin meningkat
24
sebagai konsekuensi dari kenaikan insentif yang diterima masyarakat
dalam bentuk kenaikan tingkat bunga perbankan.
C. Pembiayaan
1. Pengertian Pembiayaan
Pemberian kredit pada bank konvensional dalam menjalankan
uang kepada yang membutuhkan dan mengambil bagian keuntungan
berupa bunga dan proporsi dengan cara membungakan uang yang
dipinjam tersebut.
Prinsip syariah menandakan transaksi semacam ini dan
mengubahnya menjadi pembiayaan. Bank tidak meminjamkan
sejumlah uang kepada nasabah, tetapi membiayai proyek keperluan
nasabah. Dalam hal ini bank berfungsi sebagai intermediasi uang
tanpa meminjamkan uang dan membungakan uang tersebut sebagai
gantinya, pembiayaan uang nasabah tersebut dapat dilakukan dengan
cara membelikan barang yang dibutuhkan nasabah. Lalu bank menjual
kembali kepada nasabah atau dapat pula dengan cara bank
mengikutsertakan modal dalam usaha nasabah. (Rivai, 2007:470)
2. Pembiayaan menurut sifat penggunanya
Menurut sifat penggunanya, pembiayaan dapat dibagi menjadi
dua hal berikut (Antonio, 2001:160):
25
a. Pembiayaan produktif yaitu pembiayaan yang ditunjukan untuk
memenuhi kebutuhan produksi dalam arti luas yaitu untuk
peningkatan usaha, baik usaha produksi, perdagangan, maupun
investasi. Menurut keperluannya pembiayaan produksi dapat
dibagi menjadi:
1) Pembiayaan modal kerja, yaitu pembiayaan untuk memenuhi
kebutuhan. Peningkatan produksi, baik secara kuantitatif,
yaitu jumlah hasil produksi, maupun secara kualitatif, yaitu
peningkatan kualitas atau mutu hasil produksi. Dan untuk
keperluan perdagangan atau peningkatan utility of place dari
suatu barang.
2) Pembiayaan investasi, yaitu untuk memenuhi kebutuhan
barang-barang modal (capital goods) serta fasilitas-fasilitas
yang erat kaitannya dengan barang-barang modal yang
diperlukan untuk pendirian proyek , rehabilitasi mesin,
modernisasi mesin, ekspansi penambahan mesin, relokasi
proyek.
b. Pembiayaan konsumtif yaitu pembiayaan yang diperlukan oleh
pengguna dana untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dan akan
habis dipakai untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Kebutuhan
konsumsi dapat dibedakan atas kebutuhan primer (pokok atau
26
dasar) dan kebutuhan sekunder.Kebutuhan primer adalah
kebutuhan pokok, baik berupa barang, seperti makanan,
minuman, pakaian dan temoat tinggal, maupun berupa jasa,
seperti pendidikan dasar dan pengobatan. Sedangkan kebutuhan
sekunder adalah kebutuhan tambahan, yang secara kuantitatif
maupun kualitatif lebih tinggi atau lebih mewah dari kebutuhan
primer, baik berupa barang, seperti makanan dan minuman,
pakaian, perhiasan, kendaraan dan sebagainya, maupun berupa
jasa seperti pendidikan, pelayanan kesehatan, pariwisata,
hiburan dan sebagainya.
3. Regulasi Pembiayaan Bank Syariah
Menurut Zubairi Hasan (2009:168) dorongan agar perbankan
syariah memperhatikan kualitas aktivanya antara lain, terdapat dalam
Pasal 36 UU No. 21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah bahwa
dalam menyalurkan pembiayaan dan melakukan kegiatan usaha
lainny, Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah (UUS) wajib menempuh
cara-cara yang tidak merugikan Bank Syariah dan UUS dan
kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya.
Aktiva produktif adalah penanaman dana bank syariah baik
dalam rupiah maupun valuta asing dalam bentuk pembiayaan, surat
27
berharga syariah, penempatan, penyertaan modal, penyertaan modal
sementara, komitmen dan kontinjensi pada transaksi rekening
administratif serta Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (Pasal 1 Angka 3
PBI PBI No. 8/21/PBI/2006). Kualitas Aktiva Produktif dalam bentuk
pembiayaan dinilai berdasarkan:
a. Prospek usaha
Penilaian terhadap prospek usaha meliputi penilaian
terhadap komponen-komponen sebagai berikut :
1) Potensi pertumbuhan usaha
2) Kondisi pasar dan posisi nasabah dalam persaingan
3) Kualitas manajemen dan permasalahan tenaga kerja
4) Dukungan dari grup atau afiliasi
5) Upaya yang dilakukakn nasabah dalam rangka
memelihara lingkungan hidup (pasal 10 ayat 1 PBI
No.8/21/PBI/2006)
b. Kinerja (performance) nasabah
Penilaian terhadap kinerja nasabah meliputi penilaian
terhadap komponen-komponen sebagai berikut :
1) Perolehan laba
2) Struktur pemodalan
3) Arus kas
28
4) Sensitivitas terhadap risiko pasar (Pasal 10 ayat 2 PBI
No. 8/21/PBI/2006)
c. Kemampuan membayar
Penilaian terhadap kemampuan membayar meliputi
penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut :
1) Ketetapan pembayaran pokok dan marjin atau bagi
hasil atau fee
2) Ketersediaan dan keakuratan informasi keuangan
nasabah
3) Kelengkapan dokumentasi pembiayaan
4) Kepatuhan terhadap perjanjian pembiayaan
5) Kesesuaian penggunaan dana
6) Kewajaran sumber pembayaran kewajiban (Pasal 10
ayat 3 PBI No. 8/21/PBI/2006)
Penetapan kualitas pembiayaan dilakukan dengan melakukan
analisis terhadap faktor penilaian dengan mempertimbangkan
komponen-komponen penilaian tentang prospek usaha, kinerja
nasabah, dan kemampuan membayar. Kemampuan kualitas
pembiayaan dilakukan dengan mempertimbangkan : a. signifikasi dan
materialitas dari setiap factor penilaian dan komponen; serta b.
29
relevansi dari factor penilaian dan komponen terhadap nasabah yang
bersangkutan (Pasal 11 ayat 1-2 PBI No.8/21/PBI/2006).
Penilaian terhadap kulitas pembiayaan mudharabah dan
musyarakah yang dilakukan berdasarkan kemampuan membayar
mengacu pada ketetapan pembayaran angsuran pokok dan pencapaian
rasio antara Realisasi Pendapatan (RP) dengan Proyeksi Pendapatan
(PP) (Pasal 12 ayat 1 PBI No.8/21/PBI/2006).
Penilaian terhadap kualitas pembiayaan Mudharabah dan
Musyarakah yang dilakukan berdasarkan kemampuan membayar
mengacu pada ketepatan pembayaran angsuran pokok dan pencapaian
rasio antara Realisasi Pendapatan (RP) dengan Proyeksi Pendapatan
(PP) (Pasal 12 ayat 1 PBI No.8/21/PBI/2006). Penghitungan Realisasi
Pendapatan (RP) dan Proyeksi Pendapatan (PP) untuk penilaian
kualitas pembiayaan Mudharabah dan Musyarakah per periode,
dihitung berdasarkan rata-rata akumulasi selama periode pembiayaan
Mudharabah dan Musyarakah yang telah berjalan (Pasal 12 ayat 2
PBI No. 8/21/PBI/2006). Proyeksi Pendapatan (PP) dihitung
berdasarkan analisis kelayakan usaha dan arus kas masuk nasabah
selama jangka waktu pembiayaan Mudharabah dan Musyarakah.
Bank dapat merubah Proyeksi Pendapatan (PP) berdasarkan
kesepakatan dengan nasabah apabila terdapat perubahan atas kondisi
30
ekonomi makro, pasar dan politik yang mempengaruhi usaha nasabah.
Bank wajib mencantumkan Proyeksi Pendapatan (PP) dan perubahan
Proyeksi Pendapatan (PP) dalam perjanjian pembiayaan Mudharabah
dan Musyarakah antara bank dengan nasabah dan harus
terdokumentasi secara lengkap (Pasal 12 ayat 3-5 PBI No.
8/21/PBI/2006). Bank dapat melakukan revisi Proyeksi Pendapatan
(PP) paling banyak :
a. satu kali untuk pembiayaan Mudharabah dan Musyarakah
dengan jangka waktu sampai dengan satu tahun.
b. Dua kali untuk pembiayaan Musyarakah dan Mudharabah
dengan jangka waktu di atas satu tahun (Pasal 12 ayat 6
PBI No. 8/21/PBI/2006).
Pembayaran angsuran pokok pembiayaan Mudharabah dan
Musyarakah dapat diangsur selama jangka waktu pembiayaan sesuai
dengan kesepakatan antara bank dan nasabah. Apabila jangka waktu
pembiayaan Mudharabah dan Musyarakah lebih dari satu tahun,
pembayaran angsuran pokok pembiayaan wajib diangsur secara
berkala sesuai dengan proyeksi arus kas masuk (cash inflow) usaha
nasabah. Pembayaran angsuran pokok wajib dicantumkan dalam
perjanjian pembiayaan Mudharabah dan Musyarakah antara bank
31
dengan nasabah dan harus terdokumentasi secara lengkap (Pasal 13
PBI No. 8/21/PBI/2006).
4. Produk-Produk Pembiayaan Bank Syariah
Menurut Karim (2008:97) bank syariah menawarkan produknya
yang dapat dibagi menjadi tiga bagian besar yaitu produk penyaluran
dana (financing), produk penghimpunan dana dan produk jasa. Produk
penyaluran dana bank syariah secara garis besar dibagi menjadi empat
kategori yang dibedakan berdasarkan tujuan penggunaanya yaitu:
a. Pembiayaan dengan Prinsip Jual Beli (Ba’i)
pembiayaan dengan prinsip jual beli (Ba’i) ditunjukan
untuk memiliki barang. Prinsip jual beli dilaksanakan sehubungan
dengan adanya perpindahan kepemilikan barang dan benda
(transfer of property). Transaksi jual beli dapat dibedakan
berdasarkan bentuk pembayarannya dan waktu penyerahan
barangnya yaitu:
1) Pembiayaan Murabahah
Murabahah berasal dari kata ribhu (keuntungan), adalah
transaksi jual beli dimana bank menyebut jumlah
keuntungannya, bank bertindak sebagai penjual, sementara
nasabah sebagai pembeli.
32
2) Pembiayaan Salam
Salam adalah transaksi jual beli dimana barang yang
diperjual belikan belum ada.Oleh karena itu, barang diserahkan
secara tangguh sementara pembayaran dilakukan secara
tunai.Bank bertindak sebagai pembeli, sementara nasabah
sebagai penjual.
3) Pembiayaan Istisna
Produk istisna menyerupai produk salam, tapi dalam istisna
pembayaran dapat dilakukan oleh bank dalam kali (termin)
pembayaran. Istisna dalam bank syariah umumnya
diaplikasikan pada pembiayaan manufaktur dan konstruksi.
b. Pembiayaan dengan Prinsip Sewa (Ijarah)
Pembiayaan dengan prinsip sewa (ijarah) ditunjukan untuk
mendapatkan jasa. Pada dasarnya prinsip ijarah sama dengan
prinsip jual beli, tetapi perbedaannya terletak pada objek
transaksinya. Pada akhir masa sewa, bank dapat saja menjual
barang yang disewakan kepada nasabah.Karena itu dalam
perbankan syariah dikenal ijarah muntahhiyah bittamlik (sewa
yang diikuti dengan berpindahnya kepemilikan).Harga sewa dan
harga jual disepakati pada awal perjanjian.
33
c. Pembiayaan dengan Prinsip Bagi Hasil (Syirkah)
Prinsip bagi hasil digunakan untuk usaha kerja sama yang
ditunjukan guna mendapatkan barang dan jasa sekaligus.
Pembiayaan menggunakan prinsip syirkah yaitu:
1) Pembiayaan Musyarakah
Transaksi musyarakah dilandasi adanya keinginan
para pihak yang bekerja sama untuk meningkatkan nilai
aset yang memiliki secara bersama-sama. Semua bentuk
usaha yang melibatkan dua pihak atau lebih di mana
mereka secara bersama-sama memadukan seluruh bentuk
sumber dang melibatkan dua pihak atau lebih di mana
mereka secara bersama-sama memadukan seluruh bentuk
sumber daya baik yang berwujud maupun yang tidak
berwujud.
2) Pembiayaan Mudharabah
Mudharabah merupakan bentuk kerja sama antara
dua atau lebih pihak dimana pemilik modal (shahibul mal)
mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola
(mudharib) dengan suatu perjanjian pembagian
keuntungan. Bentuk ini menegaskan kerja sama dalam
34
paduan kontribusi 100% modal kas dari shahibul maldan
keahlian dari mudharib.
d. Pembiayaan dengan Prinsip Akad Pelengkap
pembiayaan dengan akad pelengkap tidak ditunjukan untuk
mencari keuntungan, tapi ditunjukan untuk mempermudah
pelaksanaan pembiayaan. Meskipun tidak ditunjukan untuk
mencari keuntungan, dalam akad pelengkap ini dibolehkan
untuk meminta pengganti biaya-biaya yang dikeluarkan untuk
melaksanakan akad ini. Akad pelengkap ini adalah akad-akad
tabarru (memberikan/meminjamkan sesuatu) yang meliputi
hiwalah, rahn, qaradh, wakalah dan kafala.
5. Hubungan Pembiayaan dengan Financial Deepening
Pembiayaan adalah salah satu aktiva produktif yang ada dalam
perbankan. Meningkatnya tingkat tabungan dalam perbankan ini dapat
dimanfaatkan oleh investor untuk membiayai proyeknya, sehingga
dapat meningkatkan kegiatan ekonomi yang dapat mempengaruhi
pendalaman keuangan suatu negara.
D. Sukuk
1. Pengertian Sukuk
Menurut Nafik (2009:246) kata sukuk berasal dari bahasa Arab
shukuk, bentuk jamak dari shakk, yang dalam istilah ekonomi berarti
35
legal instrument, deed, atau check. Secara istilah didefinisikan sebagai
surat berharga yang berisi kontrak (akad) pembiayaan yang
berdasarkan prinsip syariah. Sukuk secara umum dapat dipahami
sebagai obligasi yang sesuai dengan syariah. Sukuk pada prinsipnya
mirip dengan obligasi konvensional, dengan perbedaan pokok antara
lain berupa penggunaan konsep imbalan dan bagi hasil sebagai
pengganti bunga, adanya suatu transaksi pendukung (underlying
transaction) berupa sejumlah aset tertentu yang menjadi dasar
penerbitan sukuk, dan adanya akad atau perjanjian antara para pihak
yang disusun berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Selain itu, sukuk
juga harus distruktur secara syariah agar instrument keuangan ini
aman dan terbebas dari riba, gharar dan maysir.
Definisi sukuk atau sertifikat ialah sertifikat bernilai sama
dengan bagian atau seluruhnya dari kepemilikan harta berwujud untuk
mendapatkan hasil dan jasa didalam kepemilikan aset dan proyek
tertentu atau aktivitas investasi khusus, sertifikat ini berlaku setelah
menerima nilai sukuk, saat jatuh tempo menerima dana sepenuhnya
sesuai dengan tujuan sukuk tertentu.
Sementara itu menerut fatwa Majelis Ulama Indonesia No
32/DSN-MUI/IX/2002 sukuk adalah suatu surat berharga jangka
panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada
36
pemegang obligasi syariah. Sukuk mewajibkan emiten untuk
membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi
hasili margin/fee, serta membayar kembali dana obligasi pada saat
jatuh tempo.
Menurut Rodoni (2009:109) obligasi syariah pada prinsipnya
adalah pendanaan jangka panjang yang berarti modal dari sukuk itu
harus kembali kepada para investor, disamping tambahan keuntungan
yang diharapkan. Praktek sukuk harus dilaksanakan secara hati-hati
karena berkaitan dengan kinerja unsur-unsur dari semua pihak yang
terlibat. Pada prinsipnya terdapat tiga pelaku pokok dalam sistem
sukuk, yaitu perusahaan yang memerlukan dana, investor yang
kelebihan dana menginginkan dananya produktif dan pihak yang
mengatur pelaksanaan sistem sukuk ini, yaitu mediator (Special
Purpose Vehicle/SPV) dan Lembaga Pasar Modal Syariah.
Menurut Huda dan Mustafa Edwin (2008:136) kata sukuk, sakk,
dan sakaik berasal dari bahasa Arab yang jika ditelusuri dalam
literature Islam sering digunakan untuk perdagangan Internasional di
wilayah muslim pada abad pertengahan, bersama kata hawalah
(menggambarkan transfer atau pengiriman uang) dan mudharabah
(kegiatan bisnis persekutuan). Akan tetapi sejumlah penulis barat
mengenai perdagangan Islam abad pertengahan memberikan
37
kesimpulan bahwa kata sakk merupakan kata dari suara latin cheque
atau check yang biasanya digunakan pada perbankan konteporer.
Sukuk sebagai alternatif obligasi konvensional, hendaknya dapat
memenuhih fungsi utama obligasi konvensional tersebut dalam rangka
menyuntikan dana likuid pada sektor swasta dan pemerintah, dan
menyediakan pemasukan yang stabil bagi investor. Disamping itu,
sukuk juga diharapkan mempunyai daya kompetetif terhadap obligasi
konvensional dan berikut adalah perbandingan antara obligasi syariah
dan obligasi konvensional.
Tabel 2.1
Perbandingan Obligasi Konvensional dan Obligasi Syariah
Obligasi
Konvensional
Obligasi
Syariah
Mudharabah
Obligasi
Syariah Ijarah
Akad Tidak Ada Mudharabah Ijarah (Sewa)
Jenis
Transaksi
- Uncertainly
Contract
Uncertainly
Contract
Sifat Surat Hutang Investasi Investasi
Harga
Penawaran
100% 100% 100%
Pokok
Obligasi saat
100% 100% 100%
38
jatuh tempo
Kupon Bunga Pendapatan atau
Bagi Hasil
Imbalan atau
Fee
Return Float tetap Indikatif
berdasarkan
pendapatan
Ditentukan
sebelumnya
Fatwa DSN Tidak Ada No. 33/DSN-
MUI/IX/2002
No. 41/DSN-
MUI/III/2004
Sumber: Pramono Azis Setiawan (2008:8)
2. Pihak-pihak yang terlibat dalam peneribitan sukuk
a. Obligor, adalah pihak yang bertanggung jawab atas pembayaran
imbalan dan nilai nominal sukuk yang diterbitkan sampai dengan
jatuh tempo. Dalam hal ini sovereign sukuk, obligornya adalah
pemerintah.
b.Special Purpose Vehicle (SPV) adalah badan hukum yang didirikan
khusus untuk menerbitkan sukuk dengan fungsi:
1) sebagai penerbit sukuk.
2) Menjadi counterpart pemerintah dalam transaksi pengalihan
aset.
3) Bertindak sebagai wali amanat (trustee) untuk mewakili
kepentingan investor
39
c. Investor adalah pemegang skuk yang memiliki hak atas imbalan,
margin, dan nilai nominal sukuk sesuai partisipasi masing-masing.
3. Jenis-Jenis Sukuk
Sukuk berdasarkan strukturnya terdapat berbagai jenis, yang
dikenal secara Internasional dan telah mendapatkan endorsement dari
The Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial
Institutions (AAOIFI) adalah:
a. Sukuk Ijarah
sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad ijarah,
dimana satu pihak bertindak sendiri atau melalui wakilnya
menyewakan hak manfaat atas suatu aset kepada pihak lain
berdasarkan harga dan periode yang disepakati, tanpa diikuti
perpindahan kepemilikan aset itu sendiri.
b. Sukuk Mudharabah
sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad
mudharabah, dimana satu pihak menyediakan modal (shahibul
maal) dan pihak lain menyediakan tenaga dan keahlian (mudharib)
keuntungan dari kerja sama tersebut akan dibagi berdasarkan
proporsi perbandingan (nisbah) yang disepakati sebelumnya.
Kerugian yang timbul akan ditanggung sepenuhnya oleh pihak
40
penyedia modal, sepanjang kerugian tersebut tidak ada unsur
moral hazard (niat tidak baik dari mudharib).
c. Sukuk Musyarakah
sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad
musyarakah, dimana dua pihak atau lebih bekerja sama
menggabungkan modal untuk membangun proyek baru,
mengembangkan proyek yang sudah ada, atau membiayai kegiatan
usaha. Keuntungan maupun kerugian yang timbul ditanggung
bersama sesuai dengan jumlah partisipasi modal masing-masing
pihak.
d. Sukuk Istisna
sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad
istisna, dimana para pihak menyepakati jual-beli dalam rangka
pembiayaan suatu proyek atau barang. Adapun harga, waktu
penyerahan dan spesifikasi proyek atau barang ditentukam terlebih
dahulu berdasarkan kesepakatan.
d. Sukuk Salam
sukuk yang mengandung nilai sama yang diterbitkan untuk
mobilisasi modal dan barang yang akan diserahakan berdasarkan
akad salam adalah milik dari pemegang sukuk salam. Dalam
sukuk salam investor berharap bahwa komoditi salam akan
41
mengalami kenaikan harga pada saat tanggal jatuh tempo, yang
akan menjadi keuntungan efek. Sukuk salam ini tidak dapat
diperdagangkan selama aset yang mendasarinya merupakan
hutang. Hutang tersebut hanya dapat diubah menjadi aset nyata
pada saat jatuh tempo ketika subjek salam diserahkan.
4. Hubungan anatara sukuk korporasi dengan financial deepening
Dengan penerbitan sukuk perusahaan, maka perusahaan tersebut
akan mendapat masukan dana dan dapat menjalankan rencananya
untuk ekspansi bisnis. Sehingga dapat dikatakan pasar modal syariah
dengan instrument sukuk korporasi telah menunjukan fungsinya
sebagai financial intermediaries dengan kedalaman sistem keuangan
(financial deepening) yang semakin baik, yakni mempertemukan
pihak yang membutuhkan dana dengan pihak yang ingin
mengoptimalkan dana yang dipunya.
E. Sukuk Negara
1. Pengertian Sukuk Negara
Sukuk yang akan dikeluarkan pemerintah disebut dengan Surat
Berharga Syariah Negara (SBSN) atau dapat juga disebut Sukuk
Negara dan pertama kali diterbitkan pada tahun 2008. Sukuk ini
merupakan surat berharga yang diterbitkan oleh pemerintah Republik
Indonesia berdasarkan prinsip syariah. Perusahaan yang akan
menerbitkan SBSN ini adalah merupakan perusahaan yang secara
42
khusus dibentuk guna kepentingan penerbitan SBSN ini (special
purpose vehicle-SPV).
SBSN atau sukuk negara ini merupakan suatu instrumen utang
piautang tanpa riba sebagaimana dalam obligasi, dimana sukuk ini
diterbitkan berdasarkan suatu aset acuan yang sesuai dengan prinsip
syariah.Dalam aplikasinya SBSN ini merupakan alternatif pembiayaan
APBN melalui penerbitan SBN.
Sukuk Ritel Negara merupakan sukuk yang dikeluarkan oleh
pemerintah dan ditunjukan bagi individu warga negara Indonesia.
Meski sukuk memiliki pengertian yang sama dengan obligasi
konvensional, tetapi sukuk memiliki perbedaan mendasar. Jika
obligasi konvensional tidak mengharuskan adanya aset yang
menjamin (underlying asset), sukuk harus memiliki underlying asset
yang jelas sebagai penjamin.
2. Hubungan Sukuk Negara dengan Financial Deepening
Salah satu tujuan pemerintah menerbitkan sukuk adalah untuk
menutupi deficit anggaran. Maka dapat disimpulkan bahwa dana yang
berhasil dihimpun pemerintah dengan adanya SBSN tersebut akan
digunakan untuk pembiayaan infrastruktur negara sehingga
pemerintah telah berkontribusi positif terhadap pendalaman dan
pertumbuhan ekonomi Indonesia.
43
F. Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian terdahulu akan diuraikan secara ringkas oleh
penulis karena penelitian ini mengacu pada beberapa penelitian
sebelumnya. Meskipun ruang penelitian hampir sama namun objek,
periode waktu, dan alat analisis yang digunakan berbeda maka
terdapat banyak hal yang tidak sama sehingga dapat dijadikan
referensi saling melengkapi.
Penelitian pertama oleh Azhari Nourman Jurusan Magister
Perencanaan dan Kebijakan Publik Fakultas Ekonomi, Universitas
Indonesia (2010) “Analisis Pengaruh Financial Deepening Pada
Sektor Perbankan dan Pasar Modal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Indonesia”. Variabel yang digunakan yaitu variabel dependen
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia, sedangkan variabel independen
yaitu Dana Pihak Ketiga (DPK), Kredit, Obligasi Pemerintah, Obligasi
Korporasi. Dalam penelitian ini teknik analisis yang digunakan adalah
metode Ordinary Least Square (OLS). Hasil dari penelitian ini
menunjukan bahwa pertumbuhan outstanding obligasi perusahaan,
pertumbuhan kredit yang disalurkan perbankan dan pertumbuhan dana
pihak ketiga (DPK) yang dihimpun perbankan berkolerasi positif dan
berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.
44
Pada penelitian kedua yaitu jurnal yang dibuat oleh Dede
Ruslan, Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Medan (2011) yang
berjudul “Analisis Financial Deepening di Indonesia” variabel yang
digunakan yaitu variabel dependen Financial Deepening dan variabel
independen yaitu menggunakan variabel Tingkat Bunga, Pendapatan
Nasional, dan Nilai Tukar. Teknik analisis yang digunakan yaitu
metode regresi linear berganda,. Dan hasil dari penelitian jurnal ini
menunjukan variabel independen mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap financial deepening.
Penelitian ketiga yaitu “Financial Deepening and Economic
Development of Nigeria” yang dibuat oleh Samuel Mbadike Nzotta
dan Emake .J. Okereke (2009). Dalam penelitian ini menyatakan
bahwa tingkat suku bunga kredit, rasio tabungan keuangan, GDP,
deposito bank memiliki hubungan yang signifikan terhadap financial
deepening.
Penelitian yang keempat oleh Eduardo Court, Emre Ozsoz, dan
Erick W. Rengifo dengan judul penelitian “Deposit Dollarization and
Its Impact on Financial Deepening in the Developing World” Fordham
University (2010). Dalam penelitian ini menunjukan bahwa dolarisasi
memiliki dampak negative pada financial deepening kecuali pada
keadaan ekonomi dengan inflasi yang tinggi.
45
Penelitian kelima oleh Onwumera et al (2012) dalam
penelitiannya yang berjudul “The Impact of Financial Deepening on
Economic Growth : Evidence from Nigeria” bertujuan menganalisis
dampak financial deepening terhadap pertumbuhan ekonomi di
Negeria dengan menggunakan metode Multiple Regression Model
(MRM). Hasilnya menunjukan bahwa jumlah uang beredar (M2/GDP)
dan likuiditas pasar berhubungan positif (nilai total saham/GDP)
dengan pertumbuhan ekonomi di Nigeria, sementara untuk persediaan
uang (DD/M1), votalitas ekonomi (kredit swasta/GDP) dan kapitalis
pasar (nilai saham/GDP) berhubungan negatf dengan pertumbuhan
ekonomi. Kebijakan pemerintah karenanya harus diarahkan untuk
meningkatkan strategis uang beredar dan mempromosikan pasar
modal yang efisien yang akan meningkatkan efesiensi ekonomi secara
keseluruhan.
Penelitian keenam oleh Pradham, Prakash Rudra (2010) dalam
penelitiannya yang berjudul “Financial Deepening, Foreign Direct
Investment and Economic Growth: Are The Cointegrated”.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di India, penelitian yang
dilakukan yaitu melihat keseimbangan jangka panjang financial
deepening atara investasi langsug dan pertumbuhan ekonomi di India
selama 1970-2007. Hasil penelitian menunjukan bahwa kedalaman
46
sektor keuangan (financial deepening), investasi asing dan
pertumbuhan ekonomi keseimbangan berkelanjutan jangka panjang.
Error Correction Modl (ECM) lebih lanjut menegaskan adanya
kausalitas dua arah antara investasi langsung asing dan pertumbuhan
ekonomi dan kausalitas searah dari financial deepening untuk
investasi asing langsung.
Tabel 2.2
Penelitian Terdahulu
No Nama Judul Penelitian Variabel Metode dan
Hasil
Penelitian
1 Azhari
Nourman
(2010)
Analisis
Pengaruh
Financial
Deepening Pada
Sektor Perbankan
dan Pasar Modal
Terhadap
Pertumbuhan
Ekonomi
Indonesia
Dana Pihak
Ketiga,
Kredit,
Obligasi
Pemerintah,
Obligasi
Korporasi
pada
Pertumbuhan
Ekonomi
Indonesia
Peneliti
menggunakan
metode OLS
dan hasil
penelitian
menunjukan
pertumbuhan
outstanding
obligasi
perusahaan,
pertumbuhan
kredit yang
disalurkan
perbankan
dan dana
pihak ketiga
yang
dihimpun
47
perbankan
berkolerasi
positif dan
berpengaruh
signifikan
terhadap
pertumbuhan
ekonomi
Indonesia.
2 Dede Ruslan
(2011)
Analisis
Financial
Deepening di
Indonesia
Tingkat
bunga,
pendapatan
nasional dan
nilai tukar
terhadap
financial
deepening
Menggunakan
metode
regresi linear
berganda.
Dan hasilnya
menunjukan
variabel
tingkat bunga
dan
pendapatan
nasional
memiliki
pengaruh
signifikan
terhadap
financial
deepening
Indonesia
sedangkan
variabel kurs
nilai tukar
tidak
memiliki
pengaruh
terhadap
financial
deepening
Indonesia
48
3 Samuel
Mbadike
Nzotta dan
Emake J.
Okereke
(2009)
Financial
Deepening and
Economic
Development of
Nigeria
Perkembangan
ekonomi
Nigeria
terhadap
financial
deepening
Peneliti
menggunakan
metode
regresi
berganda dan
menghasilkan
hasil yang
signifikan
untuk
variabel
kredit suku
bunga, rasio
tabungan,
deposito
bank, pdb.
Sedangkan
kredit sektor
swasta, jub,
tingkat inflasi
dan nilai
tukar mata
uang luar
negeri tidak
signifikan.
4 Eduardo
Court, Emre
Ozsoz dan
Erick W.
Rengifo
(2010)
Deposit
Dollarization and
Its Impact on
Financial
Deepening in the
Developing
World
Penelitian ini
menggunakan
variabel dari
dolar dari 44
negara
terhadap
financial
deepening
Metode
penelitian
menggunakan
OLS dan
menunjukan
bahwa
dolarisasi
memiliki
dampak
negatif pada
financial
deepening .
5 Onwumere at The Impact of M2/GDP, Metode
49
al (2012) Financial
Deepening on
Economic
Growth :
Evidence from
Nigeria
DD/M1, Kedit
swasta/GDP,
Nilai
saham/GDP,
Multiple
Regresiion
Model dan
hasil
menunjukan
bahwa JUB
(M2/GDP)
dan
Likuiditas
pasar
berhubungan
positif (nilai
total
saham/GDP)
dengan
pertumbuhan
ekonomi di
Negeria,
sementara
untuk
persediaan
uang
(DD/M1),
votalitas
ekonomi
(kredit
swasta/GDP)
dan
kapitalisasi
pasar (nilai
saham/GDP)
berhubungan
negatf dengan
pertumbuhan
ekonomi.
6 Pradhan,
Prakash Rudra
Financial
Deepening,
GDP, FDI,
ukuran
Metode
ECM, Hasil
50
(2010) Foreign Direct
Investment and
Economic
Growth: Are The
Cointegrated
financial
deepening
(JUB/GDP)
menunjukan
bahwa
financial
deepening,
FDI, dan
pertumbuhan
ekonomi
menunjukan
hubungan
keseimbangan
jangka
panjang. Dan
ECM
menegskan
adanya
kausalias
antara dua
arah antara
FDI dan
pertumbuhan
ekonomi dan
kausalias
searah dari
financial
deepening
terhadap FDI.
51
G. Kerangka Berfikir
Sektor perbankan syariah dan pasar modal syariah merupakan
dua sektor yang dianggap memiliki kontribusi besar terhadap
pertumbuhan ekonomi yang dilihat dari kedalaman nilai financial
deepening. Di Indonesia sektor pasar modal memang bukan
merupakan bagian terbesar dari sektor keuangan. Sektor perbankanlah
yang merupakan bagian dominan dalam sektor keuangan Indonesia.
Namun baik pasar modal maupun perbankan keduanya mengalami
pertumbuhan yang berjalan beriringan.
Pemilihan variabel sebagai proksi financial deepening pada
sektor perbankan didasarkan pada aktivitas atau kegiatan utama
perbankan yaitu menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
dana pihak ketiga yang dihimpun perbankan kemudian menyalurkan
dana tersebut sebagai pembiayaan. Sedangkan instrument sukuk pada
sektor pasar modal syariah merupakan alternative pembiayaan jangka
panjang yang dapat digunakan tidak hanya oleh perusahaan, tetapi
juga oleh pemerintah.
Semakin meningkatnya peranan sektor perbankan dan pasar
modal melalui peningkatan kontribusi, dana pihak ketiga (DPK),
pembiayaan, sukuk korporasi, dan sukuk negara sehingga dapat
mempengaruhi nilai financial deepening suatu negara.
Gambar 2.2
Kerangka Pemikiran
Sektor Keuangan
Bank
(Perbankan Syariah)
Dana Pihak Ketiga
Pembiayaan
Sektor Keuangan
Non Bank
(Pasar Modal
Syariah)
Sukuk Korporasi
Sukuk Negara
Financial Deepening
52
H. Hipotesis
Hipotesis adalah suatu konklusi yang sifatnya masi sementara
atau pernyataan berdasarkan pada pengetahuan tertentu yang masih
lemah dan harus dibuktikan kebenarannya. Dengan demikian hipotesa
merupakan dugaan sementara yang nantinya akan diuji dan dibuktikan
kebenarannya melalui analisa data (Suharsimi Arikunto, 2002:68).
Adapun hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. H0 : Diduga variabel Dana Pihak Ketiga (DPK) tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap Financial Deepening.
H1 : Diduga variabel Dana Pihak Ketiga (DPK) berpengaruh
terhadap secara signifikan terhadap Financial Deeping.
2. H0 : Diduga variabel Pembiayaan tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap Financial Deepening.
H1 : Diduga variabel Pembiayaan berpengaruh secara signifikan
terhadap financial Deepening.
3. H0 : Diduga variabel Sukuk Korporasi tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap Financial Deepening.
H1 : Diduga variabel Sukuk Korporasi berpengaruh secara
signifikan terhadap Financial Deeepening.
53
4. H0 : Diduga variabel Sukuk Negara tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap Financial Deepening.
H1 : Diduga variabel Sukuk Negara berpengaruh secara signifikan
terhadap Financial Deepening
54
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini termasuk dalam kategori kuantitatif dengan data time
series. Kuantitatif adalah data-data yang dipergunakan yang dinyatakan dalam
bentuk angka. Sedangkan time series adalah data tersebut dikumpulkan dari
waktu kewaktu dengan tujuan untuk menggambarkan perkembangan suatu
kegiatan dari waktu kewaktu. (Supranto, 2000:10)
Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder. Data
sekunder adalah data-data tersebut sudah dikumpulkan atau sudah tersedia
pada suatu instansi. Observasi penelitian ini dimulai dari bulan Januari 2008
sampai dengan Desember 2015 dengan skala bulanan.
Dalam penelitian ini peneliti memfokuskan variable dependen yaitu
Financial Deepening. Dan variable independennya difokuskan pada Dana
Pihak Ketiga (DPK), Pembiayaan, Sukuk Korporasi, dan Sukuk Negara.
B. Metode Analisis Data
Ordinary Last Square merupakan motode estimasi yang sering
digunakan untuk mengestimasi fungsi regresi populasi dari fungsi regresi
sampel (Ajija, 2011:23). Estimasi OLS membutuhkan syarat agar hasil
55
estimasi mendapatkan yang terbaik atau Best Linear Unbiased Estimator
(BLUE).
Nilai koefisien regresi sangat berarti sebagai dasar analisis. Koefisien α
akan bernilai positif (+) jika menunjukan hubungan yang searah antara
variable independen dengan variable dependen. Artinya kenaikan variable
independen akan mengakibatkan kenaikan variable dependen, begitu pula
sebaliknya jika variable independen mengalami penurunan. Sedangkan nilai α
akan negatif jika menunjukan hubungan yang berlawanan. Artinya kenaikan
variable independen akan mengakibatkan penurunan variabel dependen,
demikian pula sebaliknya. Model persamaan yang diperoleh dari pengolahan
data diupayakan tidak terjadi gejala multikolinieritas, heterokedastisitas, dan
autokorelasi. Untuk mengetahui ada tidaknya gejala-gejala tersebut akan
dilakukan uji terlebih dahulu dengan uji asumsi klasik.
1. Uji Asumsi Klasik
a. Uji Normalitas
Uji normalitas ini bertujuan untuk menguji apakah dalam sebuah model
regresi, vareabel penggangu atau residual memiliki distribusi normal atau
tidak. Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi normal atau
mendekati normal.
Uji normalitas residual metode Ordinary Least Square secara formal
dapat didektesi dari metode yang dikembangkan oleh jarque-Bera (JB).
Deteksi dengan melihat Jarque Bera yang merupakan asimtotis (sampel besar
56
dan didasarkan atas residual Ordinary Least Square). Uji ini dengan melihat
probabilitas Jarque Bera (JB) sebagai berikut: (Gujarati, 2006:165)
Langkah-langkah pengujian normalitas data sebagai berikut:
Hipotesis Ho: Model berdistribusi normal
H1: Model tidak berdistribusi normal
Pengambilan keputusan dilakukan dengan criteria :
Bila probabilitas Obs*R2>0.05 = Signifikan, Ho diterima
Bila probabilitas Obs*R2<0,05 = Tidak Signifikan, Ho ditolak
Artinya adalah apabila probabilitas Obs*R2
lebih besar dari 0.05 maka
model tersebut dikatakan normal. Apabila probabilitas Obs*R2
lebih kecil dari
0.05 maka model tersebut dikatakan tidak normal. (Winarmo, 2009:5.37)
b. Uji Multikolinearitas
Multikolinearitas berarti adanya hubungan linear yang sempurna dan
pasti diantara beberapa atau semua variabel yang menjelaskan dari model
regresi. Ada atau tidakya multikolinieritas dapat diketahui atau dilihat dari
koefisien korelasi maasing-masing variabel bebas (Ajija, 2011:35). Dengan
kata lain, uji multokolinieritas dilakukan untuk menguji apakah pada model
regresi ditemukannya korelasi antar variabelvariabel independen. Jika terjadi
korelasi, maka dinamakan terdapat masalah multikolinieritas. Model regresi
yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi antar variabel independennya
(Widarjono, 2005:133).
57
Cara yang digunakan untuk mendeteksi ada tidaknya masalah
multikolinieritas di dalammodel dengan melakukan korelasi antar variabel-
variabel independen. Ajija (2011:35) mengatakan jika koefisiensi korelasi di
atar masing-masing variabel bebas lebih dari besar 0,.8 maka terjadi
multikolinieritas.
Jadi multikolinieritas dapat didateksi dengan ketetuan sebagai berikut:
Bila r<0.8 (Model tidak terdapat multikolinearitas)
Bila r>0.8 (terdapat multikolinearitas)
Ada beberapa cara untuk mengatasi masalah adanya multikolinearitas,
antara lain: melihat informasi sejenis yang ada, mengeluarkan variabel,
mencari data tambahan. (Nachrowi, 2006:104)
c. Uji Heteroskedastisitas
Heteroskedastisitas merupakan keadaan dimana semua gangguan yang
muncul dalam fungsi regresi populasi tidak memiliki varians yang sama.
(Ajija, 2011:36)
Uji heterokedastisitas bertujuan untuk meguji apakah dalam model
regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual atau pengamatan
kepengamatan yang lain. Jika varian dari residual atau pengamatan ke
pengamatan lain tetap, maka disebut Himoskedasrtisitas dan jika varian tidak
konstan atau berubah-ubah maka disebut dengan heteroskedastisitas.
((Nachrowi, 2008:109)
58
Uji heterokedastisitas dapat dilakukan degan melihat pola residual dari
hasil estimasi regresi. Jika residual bergerak konstan, maka tidak ada
heterokedastisitas. Akan tetapi, jika residual membentuk suatu pola tertentu,
maka hal tersebut mengindikasikan adanya heterokedastisitas. (Ajija,
2011:36)
Untuk melacak keberadaan heterokedastisitas dalam penelitian ini
digunakan uji White dengan langkah-langkah pengujian sebagai berikut:
Hipotesis :
H0 : model tidak terdapat heteroskedastisitas
H1 : model terdapat heteroskedastisitas
Pengambilan keputusan dilakukan dengan kriteria sebagai berikut :
Bila probabilitas Obs*R2 > 0,05 maka hasilnya Signifikan, H0
diterima
Bila probabilitas Obs*R2 < 0,05 maka hasilnya Tidak
Signifikan, H0 ditolak
Apabila probabilitas Obs*R2
lebih besar dari 0.05 maka
model tersebut tidak terjadi heteroskedastisitas. Sebaliknya jika
probabilitas Obs*R2
lebih kecil dari 0.05 maka model tersebut
dipastikan terdapt heteroskedatisitas. Jika model tersebut terkena
heteroskedastisitas maka harus ditanggulangi melalui transformasi
59
logaritma natural dengan car membagi persamaan regresi dengan
variabel independen yang mengandung heteroskedastisitas.
d. Uji Autokorelasi
Dalam berbagai studi ekonometrika, data time series sangat
banyak digunakan. Namun dibalik pentingnya data tersebut, ternyata
data time series menyimpan berbagai permasalahan, salah satunya
yaitu otokorelasi. Autokorelasi merupakan penyebab yang akibat data
menjadi tidak stasioner, sehingga bila data dapat distasionerkan maka
autokorelasi akan hilang dengan sendirinya, karena metode
transformasi data untuk membuat data yang tidak stasioner sama
dengan transformasi data untuk menghilangkan autokorelasi.
(Nachrowi, 2006:183)
Untuk melihat ada tidaknya penyakit autokorelasi dapat juga
digunakan uji Langrange Multiplier (LM Test) atau yang disebut uji
Breusch-Godfrey dengan membandingkan nilai probabilitas R-Squared
dengan α = 0.05 . Langkah-langkah pengujian sebagai berikut:
(Gujarati, 2006:147)
Hipotesis :
H0: model tidak terdapat autokorelasi
H1: terdapat autokorelasi
Pengambilan keputusan dilakukan dengan criteria :
60
Bila probabilitas Obs*R2>0.05 = Signifikan, Ho diterima
Bila probabilitas Obs*R2<0.05= Tidak signifikan, Ho ditolak
Apabila probabilitas Obs*R2 lebih besar dari 0.05 maka model
tersebut tidak terdapat autokorelasi. Apabila probabilitas Obs*R2 lebih
kecil dari 0.05 maka model tersebut terdapat autokolerasi.
2. Uji Kebaikan (Kesesuaian Model)
Data yang digunakan untuk mengetahui hubungan dari varaiabel yang
akan diteliti.
a. Uji Koefisiensi Determinasi (R2)
Koefisien determinasi ini menunjukkan kemampuan garis regresi
menerangkan variasi variabel terikat [proporsi (persen) variasi variabel terikat
yang dapat dijelaskan oleh variabel bebas]. Nilai R2 atau (R
2 Adjusted)
berkisar anatara 0 sampai 1. Semakin mendekati 1, semakin baik. (Ajija,
2011:34).
Adapun yang digunakan dalam penelitian ini adalah nilai adjusted R2
pada saat mengevaluasi model regresi terbaik. Tidak seperti R2, nilai adjusted
R2 dapat naik atau turun apabila satu variabel independen ditambahakan ke
dalam model.
Dalam kenyatannya nilai adjusted R2 dapat bernilai negatif, walaupun
yang dikehendaki harus bernilai positif. Menurut Widarjono (2005:38) nilai
adjusted R2
berada antara 0 sampai 1 dengan penjelasan sebagai berikut:
61
Jika nilai adjusted R2 sama dengan 0, berarti tidak ada pengaruh variabel
bebas (X) terhadap variabel terikat (Y).
Jika nilai adjusted R2 sama dengan 1, berarti naik atau turunnya variabel
terikat (Y) 100% dipengaruhi oleh variabel bebas (X).
Jika nilai adjusted R2 berada diantara 0 dan 1 (0< R
2<1), maka besarnya
pengaruh variabel bebas terhadap naik turunnya variabel terikat adalah
sesuai dengan nilai R2 itu sendiri dan sebaliknya berasal dari faktor-faktor
lain.
b. Uji F (Uji Statistik F)
Uji Statistik F digunakan untuk mengetahui apakah seluruh
variabel bebas (independen) secara bersama-sama berpengaruh terhadap
variabel terikat (dependen) pada tingkat signifikansi 0,05 (5%).
Pengujian semua koefisien regresi secara bersama-sama dilakukan
dengan uji-F dengan pengujian, yaitu (Nachrowi, 2006:16) :
Hipotesis :
H0 : βi = 0, artinya secara bersama-sama tidak ada pengaruh yang
signifikan antara variabel bebas terhadap variabel terikat.
H1 : βi ≠ 0, artinya secara bersama-sama ada pengaruh yang
signifikan antara variabel bebas terhadap variabel terikat.
Pengambilan keputusan dilakukan dengan kriteria :
Bila probabilitas > α 5% maka variabel bebas tidak signifikan atau
62
tidak mempunyai pengaruh terhadap variabel terikat (H0 diterima, H1
ditolak).
Bila probabilitas < α 5% maka variabel bebas signifikan atau
mempunyai pengaruh terhadap variabel terikat (H0 ditolak, H1
diterima).
3. Uji Parsial (Uji-t)
Uji t d igunakan untuk menguji apakah setiap variabel bebas
(Independen) secara masing-masing parsial atau individu memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikat (dependen) pada
tingkat signifikansi 0,05 (5%) dengan menganggap variabel bebas
bernilai konstan. Langkah-langkah yang harus dilakukan dengan uji-t yaitu
dengan pengujian, yaitu: (Nachrowi, 2006:17)
Hipotesis:
H0 : βi = 0, artinya masing-masing variabel bebas tidak ada
pengaruh yang signifikan dari variabel terikat.
H1 : βi ≠ 0, artinya masing-masing variabel bebas ada pengaruh
yang signifikan dari variabel terikat.
Pengambilan keputusan dilakukan dengan kriteria sebagai berikut :
Bila probabilitas > α 5% maka variabel bebas tidak signifikan atau tidak
mempunyai pengaruh terhadap variabel terikat (H0 diterima, H1 ditolak).
Bila probabilitas < α 5% maka variabel bebas signifikan atau mempunyai
63
pengaruh terhadap variabel terikat (H0 ditolak, H1 diterima).
C. Operasional Variabel Penelitian
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini dapat dikelompokan
sebagai berikut :
1. Variabel Dependen (Y)
Financial Deepening adalah rasio yang di hasilkan dari jumlah uang
beredar (M2) dan produk domestic bruto (PDB) untuk melihat kedalaman
sistem keuangan suatu negara.
2. Variabel Independen (X)
Variabel independen atau variabel terikat dalam penelitian ini terdiri dari :
a. Dana Pihak Ketiga (DPK) (X1)
Dana pihak ketiga adalah penghimpunan dana di bank syariah yang di
peroleh dari masyarakat yang berbentuk giro, tabungan dan deposito. Data
operasional yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari data yang
dikeluarkan oleh Bank Indonesia, yaitu statistic perbankan syariah
berdasarkan perhitungan bulanan, yaitu dari Januari 2008 – Desember
2015.
b. Pembiayaan (X2)
Pembiayaan adalah salah satu kegiatan perbankan dimana perbankan
memberikan dana kepada nasabah atau masyarakat untuk keperluan
proyek dengan hasil imbalan yang diberikan sesuai dengan kesepakatan
akad diawal. Data operasional yang digunakan dalam penelitian ini
64
diambil dari data yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia, yaitu statistic
perbankan syariah berdasarkan perhitungan bulanan, yaitu dari Januari
2008 – Desember 2015.
c. Sukuk Korporasi (X3)
Surat berharga jangka panjang yang dikeluarkan perusahaan melalui
emiten berdasarkan prinsip syariah. Data operasional yang digunakan
dalam penelitian ini diambil dari data yang dikeluarkan oleh Otoritas Jasa
Keuangan, berdasarkan perhitungan bulanan, yaitu dari Januari 2008 –
Desember 2015.
d. Sukuk Negara (X4)
Surat berharga jangka panjang yang dikeluarkan negara melalui
emiten berdasarkan prinsip syariah. Data operasional yang digunakan
dalam penelitian ini diambil dari data yang dikeluarkan oleh Otoritas Jasa
Keuangan, berdasarkan perhitungan bulanan, yaitu dari Januari 2008 –
Desember 2015.
65
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Sekilas Gambaran Objek Penelitian
Indonesia sebagai negara berkembang memiliki karakter yang tidak
berbeda jauh dengan negara berkembang lainnya. Tujuan utamanya yaitu
mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi, akan tetapi dalam proses
pembangunannya dihadapkan pada permasalahan yaitu terbatasnya ruang
gerak sektor keuangan yang cenderung mengarahkan pembangunan ekonomi
ke sektor-sektor strategis yang disebut sebagai financial repression yang
menyebabkan shallow finance, yaitu tidak tersalurnya dana secara efisien,
sehingga pertumbuhan ekonomi terhambat.
Oleh karena itu, sebagai upaya guna meningkatkan peran sektor
keuangan untuk mendukung pembangunan ekonomi, maka langkah yang telah
diambil oleh Indonesia berkenaan dengan adanya kebijakan deregulasi di
sektor keuangan dan moneter (reformasi sektor keuangan) pada tahun 1980-an
yaitu kebijakan paket Juni 1983 mencakup pembebasan kredit dan pagu kredit
bagi operasi bank-bank negara dan memperkenalkan instrument pengendalian
moneter baru yang berorientasi pasar, paket kebijakan Oktober 1988
mengarah pada pemberian peluang ekspansi, berupa pendirian bank baru,
cabang-cabang, dan kantor kas baru dengan tujuan agar bank dapat
menghimpun dana yang lebih besar dari masyarakat, paket kebijakan
66
Desember1988 dan pakaet kebjakan Maret 1989 yang semua diarahkan pada
perbaikan kebijakan efesiensi sektor keuangan dan pengembangan pasar
modal melalui pembukaan hambatan arus modal masuk. Pada tahun 1990-an
muncul kebijakan baru yaitu kebijakan paket Juni 1990 bertujuan untuk
menyempurnakan sistem perkreditan perbankan, dengan tindakan
pengurangan secara bertahap Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI)
kecuali kredit untuk pengadaan pangan, pengembangan koperasi, dan
peningkatan investasi, kemudian disusul dengan adanya regulasi baru yang
diumumkanpada tanggal 14 Maret 1991, ditujukan untuk memperkuat basis
permodalan bank-bank dan memperketat pengawasan terhadap lembaga-
lembaga keuangan, dan paket kebijakan Mei 1993 dimaksudkan untuk
mendorong pihak perbankan guna penyaluran kredit dengan tetap berpedoman
pada prinsip kehati-hatian, serta mendorong bank untuk mengatasi masalah
kredit macet secara konsepsional.
Reformasi yang dilakukan oleh para sektor keuangan dan perbankan
telah tumbuh dan berkembangnya inovasi produk-produk keuangan baru.
Dengan berkembangnya produk tabungan, deposito, ATM, maka dana pihak
ketiga yang terdapat diperbankan semakin meningkat. Selain itu, proses
sekuritisasi telah semakin berkembang dengan baik di sisi aktiva maupun
passive bank yang semakin memperluas berbagai media simpanan
sebagaimana layaknya diperankan oleh uang.
Agar sektor keuangan di Indonesia semakin berkembang maka pada
67
akhir Desember 2011 sebagai upaya reformasi sektor keuangan pemerintah
dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sepakat membentuk Otoritas Jasa
Keuangan (OJK) yang melebur empt sektor keuangan menjadi satu payung,
yaitu sektor perbankan, pasar modal, asuransi dan lembaga keuangan non
bank. Menurut UU No 21 Tahun 2011 Bab I Pasal 1 Ayat 1 yang dimaksud
dengan OJK adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan
orang lain yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan,
pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan terhadap sektor jasa keuangan.
OJK diharapkan bukan hanya di aspek regulasinya saja yang meningkat, tetapi
dapat terjadi peningkatan aliran investasi serta semakin baik fungsi
intermediasi lembaga keuangan dan perbankan sehingga dapat terjadi
financial deepening.
Tingkat kedalaman sektor keuangan di setiap negara berbeda-beda.
Perbedaan ini dapat dilihat dari adanya perbedaan struktur dan karakteristik
ekonomi di setiap negara. Berikut ini perkembangan sektor keuangan di
Indonesia dan beberapa negara di kawasan Asia.
Gambar : 4.1
Sumber : World Bank
68
Berdasarkan data perkembangan rasio M2 terhadap PDB dapat dilihat
kedalaman sektor keuangan di Indonesia selama periode 1993-2011
mengalami fluktuasi. Kedalaman sektor keuangan terus menunjukan
penurunan sejak krisis 1997/1998. Krisis keuangan global pada tahun 2008
yang berpengaruh pada sektor keuangan domestic semakin menurunkan rasio
tersebut dan pada akhir tahun 2009 rasio M2/PDB Indonesia mencapai titik
terendah sebesar 38,20%. Akan tetapi awal tahun 2010-2011 Indonesia mulai
bisa bangkit dengan peningkatan rasio ini ditengah krisis keuangan Eropa
yang melanda.
Jika dibandingkan rasio M2/PDB antara Indonesia dengan beberapa
negara Asia lainnya selama periode 1993-2011, Indonesia masih jauh
tertinggal hanya 47,10% jauh dibawah Vietnam 60,47%, Thailand 107,46%,
Singapura 109,78%, Malaysia 126,93% dan China 140,58 % yang rata-rata
diatas 100%.
Perbedaan tingkat kedalaman sektor keuangan ini menyebabkan
transmisi kebijakan moneter yang berbeda. Kebijakan moneter sebagai alat
transmisi kebijakan yang dijalankan dalam sektor keuangan. Dengan
demikian, guncangan yang dialami sektor keuangan juga mempengaruhi
efektifitas kebijakan moneter. Akibatnya kausalitas antara variabel-variabel
moneter dan berbagai variabel di sektor riil menjadi semakin kompleks dan
sulit diprediksi. Fungsi permintaaan uang yang dipergunakan sebagai salah
satu alat manajemen moneter membutuhkan perhatian yang lebih serius
69
dibandingkan yang lainnya. Hal ini dikarenakan jumlah uang beredar
memiliki respon yang lebih terlihat signifikan dengan peran yang sangat erat
kaitannya dengan kehidupan sehari-hari, uang sendiri memiliki fungsi sebagai
alat pembayaran dan transaksi, maka proses transaksi keuangan suatu negara
biasanya tidak terlepas dari uang, mulai dari kegiatan produksi, distribusi, dan
konsumsi erat kaitannya dengan uang. (Yuliana Muharofa, 2008:17)
B. Gambaran Objek Penelitian
1. Perkembangan Financial Deepening
Cheng (dalam kromtit dan Tsenkwo, 2004 : 1206) mendefinisikan
financial deepening dalam rangka membangun usaha negara untuk mencapai
pertumbuhan melalui intermediasi keuangan. Dalam hal ini, pendalaman
keuangan merupakan peningkatan jumlah pembiayaan produksi dan investasi
melalui pasar formal atau khusus. Dalam arti lain, dapat diartikan peningkatan
ukuran sistem moneter dan juga sebagai sarana mengintegrasikan pasar
informal ke dalam sistem keuangan formal untuk meningkatkan efesiensi
intermediasi, dan efektifitas kebijakan moneter. Financial deepening
dipandang sebagai upaya yang bertujuan untuk meningkatkan akumulasi
modal, dan meningkatkan aksesibilitas untuk membiayai yang jelas dalam
peningkatan aset keuanga, memyebabkan ekspansi ekonomi riil.
70
Gambar : 4.2
Sumber : Bank Indonesia (data diolah)
Keadaan financial deepening dalam 5 tahun terakhir dapat dilihat pada
gambar 4.2. Dari tahun ke tahun nilai financial deepening mengalami
peningkatan tetapi akhir tahun 2014 hingga akhir tahun 2015 terjadi
penurunan. Rasio financial deepening merupakan hasil dari M2/PDB.
Sehingga nilai jumlah uang beredar dan PDB pada tahun 2015 mengalami
menurunan yang menyebabkan nilai financial deepening menurun. Turunnya
nilai jumlah uang beredar pada tahun 2015 di sebabkan dari komponen uang
kuasi yakni simpanan berjangka dan tabungan baik dalam rupiah maupun
valas mengalami perlambatan pertumbuhan. Begitu juga dengan nilai PDB
Indonesia pada tahun 2015 yang menurun karena pertumbuhan output riil
yang menurun dan lambat.
0
500000000
1E+09
1.5E+09
2E+09
2.5E+09
2011 2012 2013 2014 2015
Financial Deepening
Financial Deepening
71
2. Perkembangan Dana Pihak Ketiga
Dana pihak ketiga adalah dana yang dimiliki bank yang bersumber dari
pihak luar atau masyarakat yang bertujuan untuk menyimpan sebagian harta
atau uangnya di bank agar aman dan dapat ditarik bila dibutuhkan oleh
masyarakat yang bertindak sebagai nasabah. Nasabah disini adalah nasabah
masyarakat individu, perusahaan, instansi, lembaga, yayasan, dan lainnya yang
menyimpan atau menitipkan dananya dalam bentuk mata uang rupiah ataupun
valuta asing. Dana-dana tersebut kemudian dikelola oleh perbankan syariah,
kemudian dapat disalurkan kembali ke masyarakat dalam bentuk pembiayaan
atau lain sebagainya. Berikut ini adalah gambar grafik perkembangan Dana
Pihak Ketiga (DPK) periode Januari 2011 samapai dengan 2015.
Gambar : 4.3
Sumber : Bank Indonesia
Dari tabel 4.3 Dapat diketahui bahwa nilai dana pihak ketiga dari tahun
ketahun mengalami peningkatan. Jumlah nilai tertinggi peningkatan dana pihak
ketiga terjadi pada tahun 2013 dengan jumlah dana senilai Rp 36.022 miliyar.
0
50000
100000
150000
200000
250000
2011 2012 2013 2014 2015
Dana Pihak Ketiga
Dana Pihak Ketiga
72
Sedangkan di tahun sebelum 2013 dan sesudahnya mengalami peningkatan
tetapi tidak sebanyak jumlah pada tahun 2013. Adanya peningkatan nilai dari
tahun ke tahun menunjukan adanya kepercayaan masyarakat terhadap
perbankan untuk menyimpan dananya di bank.
Dana pihak ketiga relative sangat berpengaruh dalam penentuan
pembiayaan yang akan disalurkan perbankan tersebut, karena pembiayaan
perbankan sampai saat ini masih didominasi dari dana pihak ketiga yang
dihimpun perbankan. Semakin banyak dana yang dihimpun dari masyarakat
maka akan semakin banyak pula dana yang akan dialokasikan sebagai dana
pinjaman yang dapat digunakan untuk investasi atau pembiayaan lainnya yang
bersifat produktif, sehingga akan mendorong meningkatnya pertumbuhan
ekonomi.
3. Perkembangan Pembiayaan
Pembiayaan adalah pendanaan yang diberikan oleh suatu pihak lain
untuk mendukung investasi yang telah direncanakan, baik dilakukan sendiri
maupun lembaga. Dengan kata lain pembiayaan adalah pendanaan yang
dikeluarkan untuk mendukung investasi yang direncanakan (Muhammad,
2005:17). Pembiayaan menurut M. syafi’I Antonio merupakan salah satu
tugas pokok perbankan yaitu memberikan fasilitas dana untuk memenuhi
kebutuhan pihak-pihak yang merupakan deficit unit. Sedangkan menurut UU
No. 10 Tahun 1998 tentang perbankan menyatakan pembiayaan berdasarkan
prinsip syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan
73
dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan
pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang
atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan bagi hasil.
Perkembangan jumlah pembiayaan yang dilakukan oleh bank-bank
syariah di Indonesia periode 2011-2015.
Gambar : 4.4
Sumber : Bank Indonesia
Pada tabel diatas 4.4 dapat dilihat pertumbuhan pembiayaan dari tahun
2011 hingga 2015 mengalami peningkatan. Meski mengalami peningkatan
dari segi jumlah pembiayaan, semula Rp 184 miliar pada Desember 2013
menjadi Rp 199 miliar pada Desember 2014. Penurunan jumlah komposisi
pada tahun 2014 di sebabkan karena adanya perubahan komposisi akad yaitu
akad qard yang mengalami penurunan dikarenakan menurunnya aktifitas
0
50000
100000
150000
200000
250000
2011 2012 2013 2014 2015
Pembiayaan
Pembiayaan
74
gadai emas di bank syariah. Dan pada sampai 2015 pembiayaan menggunakan
akad murabahah masih mendominasi bank syariah.
4. Perkembangan Sukuk Korporasi
Merajuk pada Fatwa DSN-MUI No.33/DSN-MUI/IX/2002, Obligasi
syariah dapat didefinisikan sebagai suatu surat berharga jangka panjang
berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang
obligasi syariah yang mewajibkan eimten untuk membayar pendapatan
kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil margin/fee, serta
membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.
Di Indonesia sukuk korporasi lebih dikenal dengan istilah obligasi
syariah. Pada tahun 2002, Dewan Syariah Nasional mengeluarkan fatwa
No.32/DSN-MUI/IX/2002, tentang Obligasi Syariah. Sebagai tindak lanjut
atas fatwa di atas. Pada Oktober 2002 PT. Indosat Tbk mengeluarkan obligasi
syariah yang pertama kali di pasar modal Indonesia
Gambar : 4.5
Sumber : Otoritas Jasa Keungan (OJK)
75
Berdasarkan gambar 4.5 tren sukuk menunjukan kenaikan disetiap
tahunnya. Pertumbuhan sukuk pada level tertinggi pada tahun 2015 sedangkan
terendah pada tahun 2011. Namun jika di analisis pada tingkat kenaikan pada
pertumbuhan sukuk korporasi dari tahun 2011 hingga tahun 2015 memiliki
pertumbuhan yang naik turun. Pertumbuhan sukuk korporasi pada level
tertinggi adalah pada tahun 2013 dengan kenaikan jumlah emisi 13 sukuk dari
tahun 2012 ke tahun 2013 dengan nilai sebesar Rp 2204 milyar. Dan kenaikan
jumlah emisi sukuk korporasi terendah adalah pada tahun 2011 yaitu sejumlah
1 emisi sebesar Rp 100 milyar dari tahun 2010 ke tahun 2011.
Walaupun sukuk koroporasi muncul lebih awal dari pada sukuk negara
tetapi pertumbuhannya cukup lambat dibandingkan sukuk negara. Bapepam
(2012) menjelaskan tentang beberapa faktor penyebab rendahnya penerbitan
sukuk tersebut diantaranya kondisi ekonomi secara umum, pehamanan
manajemen terhadap sukuk, proses penerbitan sukuk, dan aspek perpajakan
dalam penerbitan sukuk. Selain itu, terdapat faktor yang secara tidak langsung
terkait dengan likuiditas pasar sekunder sukuk, yaitu pertama; masih
terbatasnya penerbitan sukuk korporasi di Indonesia baik dari aspek jumlah,
variasi tenor maupun jenis akad. Kedua; masih kurangnya pemahaman
investor terhadap perdagangan sukuk korporasi di pasar sekunder. Ketiga;
penerbitan sukuk korporasi masih ditawarkan tidak secara retail kepada
masyarakat luas namun terbatas kepada investor institusi atau individu dengan
76
nilai nominal yang relatif besar, walaupun beberapa regulasi yang telah ada
cukup memfasilitasi untuk dijadikan sebagai landasan dalam penerbitan sukuk
korporasi ritel. Keempat; mayoritas karakter investor sukuk korporasi
merupakan investor institusi lokal seperti perusahaan asuransi, dana pensiun
dan reksadana terstruktur yang memiliki kecenderungan membeli untuk
disimpan hingga jatuh tempo.
5. Perkembangan Sukuk Negara
Sukuk Negara adalah Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) yang
diterbitkan berdasarkan prinsip syariah sebagai bukti atas bagian penyertaan
terhadap aset sukuk negara (Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008 Tentang
SBSN). Peran Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) atau Sukuk Negara
sebagai salah satu instrument pembiayaa APBN semakin meningkat dari
waktu ke waktu. Sesuai dengan Undang-Undang No 19 Tahun 2008 tentang
SBSN, tujuan penerbitan SBSN yang utama adalah untuk membiayai defisit
APBN termasuk didalamnya untuk pembiayaan proyek-proyek pemerintah.
Peran SBSN sebagaimana tersebut dalam Undang-Undang SBSN semakin
dirasakan ketika pemerintah menerapkan kebijakan anggaran ekspensif untuk
mendorong pertumbuhan ekonomi. Kebijakan pemerintah untuk
meningkatkan belanja tersebut, tentu bukan hanya didukung oleh penerimaan
pajak dan non pajak, tetapi juga harus didukung oleh instrument pembiayaan,
termasuk sukuk negara di dalamnya.
77
Gambar : 4.6
Sumber : Otoritas Jasa Keuangan dan DJPPR
Pada tabel 4.6 dapat dilihat perkembangan sukuk negara selama 5 tahun
terakhir mengalami peningkatan. Pada tahun 2011 jumlah sukuk negara
sebesar Rp 62.771 Miliyar dan pada tahun 2015 jumlah sukuk negara sebesar
Rp 201.017 Milyar. Meningkatnya nilai sukuk dari tahun ke tahun terdapat
indikasi menguatnya peran sukuk negara dalam pembiayaan APBN
diantaranya dapat dilihat dari meningkatnya jumlah penerbitan sukuk negara
dari tahun ke tahun. Berdasarkan data dari Direktorat Jendral Pengelolaan
Pembiayaan dan Resiko (DJPPR).
Sesuai strategi pembiayaan yang ditetapkan oleh pemerintah, penerbitan
sukuk negara saat ini lebih banyak dipergunakan untuk pembiayaan proyek
infrastruktur dibandingkan dengan pembiayaan defisit APBN secara umum.
Adanya sukuk negara sebagai instrument pembiayaan diharapkan dapat
0
50000
100000
150000
200000
250000
2011 2012 2013 2014 2015
Sukuk Negara
Sukuk Negara
78
menambah kapasitas pemerintah dalam pembangunan infrastruktur.
Seiring berkembanganya keuangan syariah di Indonesia, peran sukuk
negara sebagai pendorong pertumbuhan keuangan syariah juga semakin
penting. Saat ini sukuk negara bukan hanya bermanfaat sebagai acuan bagi
sektor swasta untuk menerbitkan sukuk dan instrument investasi bagi lembaga
keuangan yang memiliki ekstra likuiditas, tetapi juga dipergunakan oleh Bank
Indonesia sebagai instrument operasi pasar terbuka. Dengan demikian fungsi
sukuk negara saat ini bukan hanya pada sektor fiskal sebagai instrument
pembiayaan APBN, tetapi juga berperan pada sektor moneter sebagai
pengendali jumlah uang beredar. Dengan memperhatikan fakta-fakta bahwa
penerbitan sukuk negara mengambil peranan penting dalam keuangan negara
terutama pembiayaan APBN, maka pemerintah selalu berupaya agar dapat
menerbitkan sukuk negara sesuai dengan target APBN secara efisien.
C. Hasil Analisis dan Pembahasan
Semua data yang digunakan dalam analisis ini merupaka data sekunder
deret mulai Januari 2011 sampai dengan Desember 2015. Penelitian mengenai
Financial Deepening disini menggunakan data pada Bank Indonesia sebagai
variabel dependen (variabel tidak bebas). Sedangan variabel independen
(variabel bebas) terdiri dari Dana Pihak Ketiga (DPK), Pembiayaan, Sukuk
Korporasi, dan Sukuk Negara. Keseluruhan data yang digunakan sebagai
bahan penelitian diperoleh dari laporan bulan Bank Indonesia dan Otoritas Jasa
Keuangan (OJK).
Sebagaimana yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya model yang
79
digunakan peneliti sebagai alat analisis regresi berganda adalah Ordinary Least
Square (OLS). Model OLS merupakan model estimasi yang sering digunakan
untuk mengestimasi fungsi regresi populasi dari fungsi regresi sampel (Ajija,
2011:23). Tujuannya untuk mengetahui hubungan antara suatu variabel
dependen dengan variabel independen. Pengolahan data dilakukan secara
elektronik dengan menggunakan Microsoft Excel 2007 dan Eviews 7.1 untuk
mempercepat perolehan hasil yang dapat menjelaskan variabel-variabel yang
akan diteliti.
Tahapan-tahapan dalam penyajian penelitian ini adalah diawali dengan
pengujian untuk lebih menguatkan asumsi-asumsi melalui beberapa pengujian
dengan menggunakan pengujian asumsi klasik dan uji statistik.
Uji statistik dilakukan dengan menggunakan :
- Uji Multikolinearitas
- Uji Heterokedastisitas
- Uji Autokorelasi
- Uji F
- Adjusted R Square
- Uji t
80
1. Analisis Pembahasan dan Hasil Regresi
a. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinieritas dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya
hubungan (korelasi) yang signifikan di antara dua atau lebih variabel
independen dalam model regresi. Deteksi adanya multikolinieritas
dilakukan dengan menggunakan uji korelasi parsial antar variabel
independen. Dengan melihat nilai koefisien korelasi (r) antar variabel
independen, dapat diputuskan apakah data terkena multikolinieritas atau
tidak, yaitu dengan emnguji koefisien korelasi antar variabel independen,
jika terjadi korelasi, maka terdapat multikolinieritas, dimana model
regresi yang baik adalah tidak terjadi multikolinieritas antar variabel
independen dengan variabel dependen. Hasil pengujian multikolinieritas
menggunakan uji korelasi (r) dapat dilihat sebagai berikut :
Tabel 4.1
Hasil Uji Correlation Matrix
LNDPK LNPBY LNSUKNEG LNSUKO
LDPK 1.000000 0.992319 0.964340 0.959064
LNPBY 0.992319 1.000000 0.957801 0.954056
LNSUKNEG 0.964340 0.957801 1.000000 0.957213
LNSUKO 0.959064 0.954056 0.957213 1.000000
Sumber : Bank Indonesia (data diolah kembali)
Dari tabel 4.1 diatas dapat dilihat hasil analisis uji multikolinieritas
dengan Correlation Matrix menunjukkan bahwa korelasi antar variabel
independen antara LNDPK dan LNPBY maupun sebaliknya sebesar
81
0.992319, antara LNDPK dengan LNSUKNEG maupun sebaliknya
sebesar 0,964340, antara LNDPK dan LNSUKO maupun sebaliknya
sebesar 0.959064.
b. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model
regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke
pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke
pengamatan lain tetap, maka disebut Homoskedastisitas dan jika variance
tidak konstan atau berubah-ubah disebut dengan Heterokedastisitas.
Metode pertama yang digunakan untuk mendeteksi adanya
heterokedastisitas pada penelitian ini adalah dengan melihat pola
residualnya.
Model yang dapat dilakukan untuk mendeteksi adanya adanya
heteroskedastisitas pada penelitian ini adalah dengan melakukan Uji
White.
Tabel 4.2
Hasil Uji White Heterokedasticity Test
Obs*R-squared Prob
12.88493 0.0119
Dari tabel 4.2 di atas diketahui bahwa nilai Obs*R Squared sebesar
12.88493 dan probabilitas sebesar 0.0119 yang mana lebih kecil dari nilai
α sebesar 0.05. Karena nilai probabilitas lebih kecil dari α = 5% maka
82
dalam hal ini H0 ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam model
terdapat masalah heteroskedastisitas.
c. Uji Autokolerasi
Autokorelasi adalah keadaan dimana terjadi korelasi antara residual
tahun ini dengan tingkat kesalahan tahun sebelumnya. Uji autokorelasi
untuk mengetahui apakah dalam model regresi ada korelasi antara
kesalahan pada periode waktu yang lain. Untuk mendeteksi masalah
autokorelasi digunakan uji Breuesch Godfrey atau lebih dikenal dengan
uji Langrange Multiplier (LM-Test) (Pengganda Langrange). Uji
autokorelasi dilihat dari nilai probabilitas. Jika nilai probabilitas lebih
besar dari tingkat signifikansi 5% maka tidak terdapat autokorelasi dan
sebaliknya jika probabilitas lebih kecil dari 5% maka terdapat
autokorelasi.
Tabel 4.3
Hasil Uji Langrange Multiple Test (LM-Test)
Dari tabel di atas diketahui bahwa nilai Obs*R Squared sebesar
46.51541 dan nilai probabilitas 0.0000 yang lebih kecil dari nilai α
sebesar 0.05 , karena nilai probabilitas lebih kecil dari α = 5% maka H0
ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa di dalam model terdapat
Obs*R-squared Prob
46.51541 0.0000
83
masalah autokorelasi.
d. Uji Normalitas
Pengujian normalitas dilakukan untuk menguji apakah dalam sebuah
model regresi, variabel dependen, atau keduanya mempunyai distribusi
normal ataukah tidak. Model regresi yang baik adalah distribusi data
normal atau mendekati normal. Hal ini dapat dilihat nilai probability
yang nilainya lebih besar dari 5%. Dalam gambar 4.7 menunjukan bahwa
nilai probabilitas lebih besar dari α = 5% yaitu :
Gambar : 4.7
Jarque-Bera Probability
1.926239 0.381700
0
2
4
6
8
10
12
-0.3 -0.2 -0.1 0.0 0.1 0.2 0.3 0.4
84
Berdasarkan gambar 4.7 terlihat nilai probability sebesar 0.381700,
lebih besar dari tingkat signifikansi sebesar 0.05, artinya data terdistribusi
normal yang berarti H0 diterima.
2. Pengujian Hipotesis Statistik
a. Uji F
Uji-F bertujuan untuk mengetahui pengaruh semua variabel
independen (DPK, Pembiayaan, Sukuk Negara, Sukuk Korporasi) secara
bersama-sama terhadap variabel dependen yaitu Financial Deepening
selama periode Januari 2011 – Desember 2015.
Tabel : 4.5
Berdasarkan tabel, diperoleh hasil F-Statistik sebesar 93.15079 dengan
nilai probabilitas (F-Statistik) sebesar 0,0000. Karena hasil probabilitas
(signifikansi) lebih kecil dari nilai α = 0,05 (0,00 < 0,05) berarti dapat
disimpulkan dari hasil uji F, (DPK, Pembiayaan, Sukuk Negara, Sukuk
Korporasi) secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap
Financial Deepening.
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:
F-statistic 93.15079 Prob. F(2,54) 0.0000
Obs*R-squared 46.51541 Prob. Chi-Square(2) 0.0000
85
b. Koefisen Determinasi
Koefisien determinasi R2 (R Square) yang digunakan dalam penelitian
ini adalah menggunakan nilai Adjusted R2 pada saat mengevaluasi model
regresi terbaik. Hal tersebut dikarenakan variabel independen yang
digunakan dalam penelitian ini lebih dari satu.
Berdasarkan hasil regresi paada tabel dapat diketahui bahwa nilai
Adjusted R Squared sebesar 0.490911. Hal ini menunjukkan bahwa
variasi variabel dependen Financial Deepening dapat dijelaskan oleh
variabel independen yang ada (DPK, Pembiayaan, Sukuk Negara, Sukuk
Korporasi) sebesar 49,09%, sedangkan sisanya 50,91 % dijelaskan oleh
faktor atau variabel lain diluar variabel yang diteliti.
c. Uji t
Uji-t bertujuan untuk mengetahui pengaruh secara parsial (individu)
variabel-variabel independen (DPK, Pembiayaan, Sukuk Korporasi, dan
Sukuk Negara) terhadap variabel dependen yaitu Financial Deepening.
Salah satu cara untuk melakukan uji t adalah dengan melihat nilai
probabilitas pada tabel uji statistik t. Apabila nilai probabilitas lebih kecil
dari signifikansi α = 0.05 berarti variabel independen secar parsial
(individu) mempengaruhi variabel dependen.
Dari tabel 4.4, didapatkan hasil uji statistik t yang dilakukan yaitu
sebagai berikut:
86
1) Pengaruh t-statistik untuk Dana Pihak Ketiga (DPK) terhadap
Financial Deepening
H0 : Dana Pihak ketiga tidak berpengaruh signifikan terhadap financial
deepening di Indonesia.
H1 : Dana Pihak Ketiga berpengaruh signifikan terhadap financial
deepening di Indonesia.
Berdasarkan pada tabel 4.4, diperoleh hasil t-hitung
sebesar
2,321977 dengan nilai probabilitas sebesar 0.0239. Karena nilai
probabilitas lebih kecil dari 0.05 maka secara parsial DPK
berpengaruh signifikan terhadap Financial Deepening. Dengan
demikian H1 diterima.
2) Pengaruh t-statistik untuk Pembiayaan terhadap Financial Deepening
H0 : Pembiayaan tidak berpengaruh signifikan terhadap financial
deepening di Indonesia.
H1 : Pembiayaan berpengaruh signifikan terhadap financial deepening
di Indonesia.
Berdasarkan pada tabel 4.4, diperoleh hasil t-hitung
sebesar
-1,848305 dengan nilai probabilitas sebesar 0.0696. Karena
probabilitas lebih besar dari 0.05 maka secara parsial pembiayaan
87
tidak berpengaruh signifikan terhadap financial deepening. Dengan
demikian H0 diterima.
3) Pengaruh t-statistik untuk Sukuk Negara terhadap Financial Deepening
H0 : Sukuk Negara tidak berpengaruh signifikan terhadap financial
deepening di Indonesia.
H1 : Sukuk Negara berpengaruh signifikan terhadap financial
deepening di Indonesia.
Berdasarkan pada tabel, diperoleh hasil t-hitung sebesar 3,652038
dengan nilai probabilitas sebesar 0.0006. Karena nilai probabilitas
lebih kecil dari 0.05 maka secara parsial sukuk negara berpengaruh
positif dan signifikan terhadap financial deepening. Dengan demikian
H0 diterima.
4) Pengaruh t-statistik untuk Sukuk Korporasi terhadap Financial
Deepening
H0 : Dana Pihak ketiga tidak berpengaruh signifikan terhadap financial
deepening di Indonesia.
H1 : Dana Pihak Ketiga berpengaruh signifikan terhadap financial
deepening di Indonesia.
Berdasarkan pada tabel 4.5, diperoleh hasil t-hitung sebesar -3,994813
dengan nilai probabilitas sebesar 0.0002. Karena nilai probabilitas
lebih kecil dari 0.05 maka secara parsial sukuk korporasi berpengaruh
88
negatif dan signifikan terhadap financial deepening. Dengan
demikian H1 diterima.
3. Analisi Ekonomi
Berdasarkan hasil regresi paada tabel 4.5 dapat diketahui bahwa nilai
Adjusted R Squared sebesar 0.490911. Hal ini menunjukkan bahwa variasi
variabel dependen Financial Deepening dapat dijelaskan oleh variabel
independen yang ada Dana Pihak Ketiga, Pembiayaan, Sukuk Negara, Sukuk
Korporasi sebesar 49.09 %, sedangkan sisanya 50.91 % dijelaskan oleh faktor
atau variabel lain diluar variabel yang diteliti. Selanjutnya hasil interpretasi
dari hasil regresi tersebut terhadap signifikansi masng-masing variabel yang
diteliti dijelaskan sebagai berikut :
a. Pengaruh Dana Pihak Ketiga terhadap Financial Deepening
Dana Pihak Ketiga (DPK) adalah dana yang dipercayakan oleh
masyarakat kepada bank berdasarkan perjanjian penyimpanan dana dalam
bentuk giro, tabungan, simapanan berjangka, dan sertifikat deposito dan
atau bentuk lain yang dipersamakan dengan itu dengan menggunakan
prinsip syariah. (Arifin, 2006:98).
Hasil regresi Dana Pihak Ketiga (DPK) terhadap Financial Deepening
menghasilkan nilai koefisien sebesar 1,552772 dengan tingkat probabilitas
sebesar 0.0239. Hal ini berarti Dana Pihak Ketiga (DPK) memiliki
pengaruh yang positif dan signifikan terhadap Financial Deepening.
89
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Azhari Norman (2010) yang menyatakan bahwa dana
pihak ketiga berpengaruh positif dan signifikan terhadap financial
deepening Indonesia. Semakin banyak dana yang dihimpun dari
masyarakat maka akan semakin banyak pula dana yang akan dialokasikan
sebagai dana pinjaman yang dapat digunakan untuk investasi atau kredit
yang sifatnya produktif, sehingga akan mendorong meningkatnya
pertumbuhan ekonomi.
b. Pengaruh Pembiayaan Terhadap Financial Deepening
Hasil regresi Pembiayaan terhadap Financial Deepening menghasilkan
nilai koefisien sebesar -1,095894 dengan tingkat probabilitas sebesar
0.0698. Hal ini berarti pembiayaan tidak memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap Financial Deepening.
Hasil yang di dapatkan oleh peneliti dimana pembiayaan tidak
memiliki pengaruh terhadap financial deepening dikarenakan industri
keuangan syariah pada pembiayaan masih relative kecil dan masih
terbatasnya akad yang dikeluarkan perbankan sehingga porsi pembiayaan
pada perbankan syariah masih sedikit dan tidak mempengaruhi sektor
keuangan pada financial deepening di Indonesia.
c. Pengaruh Sukuk Negara terhadap Financial Deepening
Hasil regresi sukuk negara terhadap financial deepening menghasilkan
nilai koefisien sebesar 0,698239 dengan tingkat probabilitas 0.0006. Hal
ini berarti sukuk negara memiliki pengaruh yang positif dan signifikan
90
terhadap financial deepening.
Hasil yang di dapat oleh peneliti dimana sukuk negara memiliki
pengaruh yang signifikan karena dengan memperhatikan fakta-fakta
bahwa penerbitan sukuk negara mengambil peranan penting dalam
keuangan negara terutama pembiayaan APBN, maka pemerintah selalu
berupaya agar dapat menerbitkan sukuk negara sesuai dengan target
APBN secara efisien.
d. Pengaruh Sukuk Korporasi Terhadap Financial Deepening
Hasil regresi sukuk negara terhadap financial deepening menghasilkan
nilai koefisien sebesar 0,698239 dengan tingkat probabilitas 0.0006. Hal
ini berarti sukuk negara memiliki pengaruh yang positif dan signifikan
terhadap financial deepening.
Hasil yang didapat oleh peneliti dimana sukuk korporasi memiliki
pengaruh yang signifikan karena sukuk dapat bermanfaat bagi
perkembangan institusi perusahaan dan juga negara sehingga dapat
menambah instrument syariah yang bisa digunakan sebagai alternatif
pembiayaan dan investasi dalam pasar sehingga dapat mampu
menompang perkembangan pendalaman pada perekonomian Indonesia.
91
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengolahan data dari penelitian yang berjudul
“Analisis Pengaruh Sektor Perbankan Syariah dan Pasar Modal Syariah
Terhadap Financial Deepening di Indonesia”, didapat beberapa kesimpulan
sebagai berikut :
1. Berdasarkan pengujian secara bersama-sama (Uji-F) nilai Probabilitas F-
statistik adalah 0.0000. Nilai ini lebih kecil dari tingkat kesalahan (α=5
persen atau 0,05) yang berarti bahwa variabel Dana Pihak Ketiga,
Pembiayaan, Sukuk Korporasi, dan Sukuk Negara bersama–sama
berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen Financial
Deepening pada periode Januari 2011 sampai dengan Desember 2015.
2. Secara parsial variabel Dana Pihak Ketiga berpengaruh positif dan
signifikan terhadap Financial Deepening di Indonesia selama periode
Januari 2011 – Desember 2015.
3. Secara parsial variabel Pembiayaan tidak berpengaruh terhadap Financial
Deepening di Indonesia selama periode Januari 2011 – Desember 2014.
4. Secara parsial variabel Sukuk Negara memiliki pengaruh positif dan
signifikan terhadap Financial Deepening di Indonesia selama periode
Januari 2009 – Desember 2015.
5. Secara parsial variabel Sukuk Korporasi berpengaruh negatif dan
signifikan terhadap Financial Deepening di Indonesia selama periode
Januari 2011 – Desember 2015.
92
B. Saran
Berdasarkan fakta-fakta yang ditemukan pada penelitian tentang analisis
pengaruh Dana Pihak Ketiga, Pembiayaan, Sukuk Negara dan Sukuk
Korporasi terhadap Financial Deepening, maka dapat dapat diberikan saran
sebagai berikut :
1. Bagi pemerintah diharapkan dapat membuat kebijakan-kebijakan yang
dapat mendorong sektor perbankan syariah dan sektor pasar modal syariah
untuk lebih berkembang.
2. Bagi perbankan syariah di Indonesia diharapkan mampu membuat
program-program yang dapat menarik minat masyarakat untuk menyimpan
dananya di bank sehingga diharapkan mampu mendorong peningkatan
transaksi dan dapat memberikan pembiayaan pada sektor-sektor yang
menguntungkan dan berpotensi untuk meningkatkan perekonomian
Indonesia.
3. Bagi pasar modal syariah diharpakan dapat melakukan sosialisasi dan
edukasi lebih mendalam agar masyarakat dan korporasi dapat
memanfaatkan secara optimal khususnya dalam penggunaan instrument
sukuk.
4. Bagi dunia akademis untuk memberikan inspirasi ilmu bagi para pihak
akademisi dan menjadikan sumber informasi yang edukatif.
5. Bagi peneliti selanjutya dapat menambahkan variabel independen lain
yang dapat mempengaruhi financial deepening melihat masih terdapat
50% lebih factor yang mempengaruhi financial deepening berasal dari luar
variabel yang diteliti.
93
DAFTAR PUSTAKA
Ajija, Shochrul Rohmatul. “Cara Cerdas Menguasi Eviews”, Salemba Empat,
Jakarta, 2011
Antonio, Muhammad Syafi’i. “Bank Syariah dan Teori ke Praktek”, Gema Insani,
Jakarta, 2001.
Arifin, Zainul. “Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah”, Pustaka Alvabet, Jakarta,
2006.
Gujarati, Damadar. “Ekonometrika Dasar”, Erlangga, Jakarta, 2006.
Karim, Adiwarman. “ Ekonomi Islam Edisi Kedua”, PT RajaGrafindo Persada,
Jakarta, 2008.
Kasmir, “Manajemen Perbankan”, PT RajaGrafindo, Jakarta, 2002.
Kuncoro, Mudrajad. “Manajemen Keuangan Internasional Edisi Pertama”, BPEE,
Yogyakarta, 1996.
Mankiw, Gregory, N. “Makroekonomi Edisi Lima Harvard University”, Erlangga,
Jakarta, 2003.
Mckinnon, Ronald and Edward Shaw. “Money and Capital in Economic
Development”, Brooking Institution, Wahington DC, 1973.
Muhammad. “Manajemen Bank Syariah”, AMP YKPN, Yogyakarta, 2002.
Nafik, Muhammad. “Bursa Efek dan Investasi Syariah”, PT Serambi Ilmu Semesta,
Jakarta, 2009.
94
Pradhan, Prakash Rudra. “Financial Deepening, Foreign Direct Investment and
Economic Growth: Are They Cointegrated”, Internasional Journal of
Financial Research Vol. 1, No. 1; Desember 2010
Rodoni, Ahmad. “Investasi Syariah”, Lembaga Penelitian UIN Jakarta, Ciputat,
2009.
Ruslan, Dede. “Analisis Financial Deepening di Indonesia”, Journalof Indonesian
Applied Economics, Universitas Negeri Medan, Medan, 2011
Siamat, Dahlan. “Manajemen Lembaga Keuangan Edisi Ketiga”, FEUI, Jakarta,
2001.
Sukirno, Sadono. “Teori Pengantar Ekonomi Makro”, PT RajaGrafindo Persada,
Jakarta, 2004.
Winarno, Wing Wahyu. “Analisis Ekonometrika dan Statistika dengan Eviews Edisi
Kedua”, UPP STIM YKPN, Yogyakarta, 2009.
Widarjono, Agus. “ Ekonomi:Teori dan Aplikasi Untuk Ekonomi dan Bisnis”,
Ekonisia, Yogyakarta, 2005.
Nachrowi, Hadius Usman. “Pendekatan Populer dan Praktisi Ekonometrika Untuk
Analisis Ekonomi dan Keuangan”, FEUI, Jakarta, 2006.
Norman, Azhari. “Analisis Pengaruh Financial Deepening Pada Sektor Perbankan
dan Pasar Modal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia”, Universitas
Indonesia, Jakarta, 2010.
www.bi.go.id
www.ojk.go.id
www.worldbank.org
95
LAMPIRAN
Lampiran 1 : Data penelitian, Januari 2011 – Desember 2015
Tahun DPK Pembiayaan Sukuk Korporasi Sukuk Negara FD
2011-1 75814 69724 7815 38500 1.220747268
2011-2 75085 71449 7815 51481 1.206163407
2011-3 79651 74253 7815 54341 1.215354067
2011-4 79567 75726 7915 57341 1.200740821
2011-5 82861 78619 7915 57341 1.214578161
2011-6 87025 82616 7915 57341 1.246166238
2011-7 89786 84556 7915 57341 1.24550448
2011-8 92021 90540 7915 58981 1.266583238
2011-9 97756 92839 7915 58981 1.270710028
2011-10 101811 96805 7915 62771 1.280747561
2011-11 105330 99427 7915 62771 1.298907876
2011-12 115415 102655 7915 62771 1.362281375
2012-1 116518 101689 7915 62772 1.345974504
2012-2 114616 103713 7915 61287 1.336841834
2012-3 114318 104239 7915 81916 1.359175221
2012-4 114018 108767 7915 87716 1.359573974
2012-5 115206 112844 8165 92536 1.382790356
2012-6 119279 117592 9265 95991 1.402754241
2012-7 121018 120910 9390 96451 1.397926888
2012-8 123673 124946 9390 96991 1.406639246
2012-9 127678 130357 9390 97814 1.41633079
2012-10 134453 135581 9390 98818 1.425758736
2012-11 138671 140318 9590 98818 1.438317371
2012-12 147512 147505 9790 98818 1.475788647
2013-1 148731 149672 9790 98818 1.219674633
2013-2 150795 154072 10169 108303 1.237254702
2013-3 156964 161081 11294 109968 1.268378055
2013-4 158964 163407 11294 111638 1.300437229
2013-5 163858 167259 11294 109693 1.345633169
2013-6 163966 171227 11415 111283 1.362713387
2013-7 166453 174486 11415 116948 1.425285945
2013-8 170222 174537 11415 117788 1.451786329
2013-9 171701 177320 11415 119223 1.517681607
2013-10 174018 179284 11415 119407 1.550159485
2013-11 176292 180833 11415 119697 1.60704718
2013-12 183534 184122 11994 118707 1.70367094
2014-1 177930 181398 11994 117669 1.78292084
2014-2 178154 181772 11994 111687 1.765397803
96
Sumber : Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (Diolah)
2014-3 180945 184964 11994 132297 1.764831708
2014-4 185508 187885 11994 134437 1.789185707
2014-5 190783 189690 11994 135787 1.808368527
2014-6 191470 193136 12294 136862 1.746751183
2014-7 194299 194079 12294 138267 1.751494494
2014-8 195959 193136 12294 138816 1.742576211
2014-9 197141 196563 12294 144641 1.789293634
2014-10 207121 196491 12594 144706 2.124873415
2014-11 209644 198376 12727 144426 2.141490602
2014-12 217858 199330 12917 143901 2.181068453
2015-1 210761 197279 12956 152091 2.00855705
2015-2 210297 197543 12956 154196 1.953684937
2015-3 212988 200712 12956 178426 1.870956812
2015-4 213973 201526 13517 180556 1.875139132
2015-5 215339 203894 13579 185026 1.871988074
2015-6 213477 206056 14483 189406 1.904532366
2015-7 216083 204843 14483 195501 1.970375043
2015-8 216356 205874 14483 197876 1.812134566
2015-9 219313 208143 14483 185630 1.707034708
2015-10 219478 207768 14483 189110 1.535277593
2015-11 220635 209124 14483 199964 1.646776962
2015-12 231175 212996 14483 201017 1.616095002
97
Lampiran 2 : Uji Normalitas
Lampiran 3 : Uji Multikolinearitas
LNDPK LNPBY LNSUKNEG LNSUKO
LDPK 1.000000 0.992319 0.964340 0.959064
LNPBY 0.992319 1.000000 0.957801 0.954056
LNSUKNEG 0.964340 0.957801 1.000000 0.957213
LNSUKO 0.959064 0.954056 0.957213 1.000000
Sumber : BI dan OJK (diolah)
Lampiran 4 : Uji Heterokedastisitas
Heteroskedasticity Test: White
F-statistic 3.760322 Prob. F(4,55) 0.0090
Obs*R-squared 12.88493 Prob. Chi-Square(4) 0.0119
Scaled explained SS 11.09442 Prob. Chi-Square(4) 0.0255
0
2
4
6
8
10
12
-0.3 -0.2 -0.1 0.0 0.1 0.2 0.3 0.4
Series: Residuals
Sample 2011M01 2015M12
Observations 60
Mean -0.002029
Median -0.026667
Maximum 0.441639
Minimum -0.337795
Std. Dev. 0.191716
Skewness 0.402963
Kurtosis 2.652179
Jarque-Bera 1.926239
Probability 0.381700
98
Lampiran 5 : Uji Autokorelasi
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic 93.15079 Prob. F(2,54) 0.0000
Obs*R-squared 46.51541 Prob. Chi-Square(2) 0.0000
Lampiran 6 : Hasil Regresi Metode OLS
Dependent Variable: F_D
Method: Least Squares
Date: 05/01/16 Time: 21:56
Sample: 2011M01 2015M12
Included observations: 60 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. LDPK 1.552772 0.668729 2.321977 0.0239
PBY -1.095894 0.592918 -1.848305 0.0698
SUKNEG 0.698239 0.191192 3.652038 0.0006
SUKO -1.295823 0.324376 -3.994813 0.0002 R-squared 0.516797 Mean dependent var 1.548781
Adjusted R-squared 0.490911 S.D. dependent var 0.275815
S.E. of regression 0.196795 Akaike info criterion -0.348964
Sum squared resid 2.168791 Schwarz criterion -0.209341
Log likelihood 14.46892 Hannan-Quinn criter. -0.294350
F-statistic 39.36614 Durbin-Watson stat 0.230979
Prob(F-statistic) 0.000000
top related