analisa resep otitis media
Post on 09-Aug-2015
250 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Analisa Resep
OTITIS MEDIA AKUT
Disusun untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu Farmasi Kedokteran
Oleh :
Toto Heryanto
I1A006078
Pembimbing
Dra. Sulistianingtyas, Apt.
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURATFAKULTAS KEDOKTERANBAGIAN FARMAKOLOGI
BANJARBARU2011
BAB I
PENDAHULUAN
Definisi resep menurut peraturan Menkes RI no. 224/1990 adalah sebagai
berikut: resep merupakan suatu permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi atau
dokter hewan kepada APA (apoteker pengelola apotek) untuk menyediakan dan
menyerahkan obat bagi penderita sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku. 1
Pengertian resep dalam arti sempit adalah permintaan tertulis dari dokter,
dokter gigi, dokter hewan kepada apoteker untuk membuatkan obat dalam bentuk
sediaa tertentu dan menyerahkan obat kepada penderita. Resep merupakan
perwujudan akhir dari pengetahuan dan keahlian dokter dalam menerapkan
pengetahuannya dalam bidang farmakoogi dan terapi. Dalam menulis resep
sebaiknya dokter harus mengetahui sifat-sifat obat yang diberikan dan kaitannya
dengan variabel yang terdapat pada penderita, penyerapan, nasib obat dalam
tubuh, ekskresi, toksikologi dan penentuan dosis rasional bagi penderita. 1
Resep ditulis di kertas resep dengan ukuran ideal lebar 10-12 cm dan
panjangnya 15-18 cm. Sebaiknya dokter menulis resep rangkap dua, satu untuk
penderita dan satu untuk dokumentasi dokter sendiri. Blanko kertas resp
sebaiknya disimpan di tempat aman untuk menghindari pemakaian yang tidak
bertanggung jawab (1).
Resep harus ditulis dengan lengkap terdiri dari : 1
1. Superscriptio yang memuat nama, umur, alamat, pasien, tempat dan
tanggal penulisan resep dengan symbol R/ pada setiap nama obat atau
komposisi obat.
2. Inscriptio memuat nama dan jumlah obat.
Penulisan nama obat dibedakan menjadi:
Remedium Cardinale yang memuat nama dan jumlah obat pokok. Dapat
berupa tunggal maupun bebrapa bahan.
Remedium adjuvant yang memuat nama dan jumlah obat tambahan yang
membantu kerja obat pokok.
Remedium corrigens terdiri dari corrigens saporis, corrigens coloris,
corrigens odoris, corrigens constituen/vehikulum.
3. Subscriptio memuat cara pembuatan (nama dan jumlah sediaan obat).
Inscriptio dan subscriptio disebut praescriptio dan ordonatio.
4. Signatura/transcriptio memuat petunjuk penggunaan obat.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penulisan resep adalah:1
1. Resep harus ditulis dengan tinta
2. Penulisan nama obat, jumlah, cara pemakain harus terbaca olaeh apoteker
atau asisten apoteker.
3. Menulis nama obat harus dengan huruf latin untuk zat kimianya atau nama
generiknya.
4. Hindarkan penulisan singkatan yang meragukan.
5. Dalam pemilihan obat perlu juga memperhatikan tingkat ekonomi
penderita.
Resep dikatakan sah bila mencantumkan hal-hal berikut:
1. Untuk resep dokter swasta terdapat nama, izin kerja, alamta praktek dan
rumah, serta paraf dokter pada setiap signatura.
2. Resep dokter rumah sakit/klinik/poli klinik terdapat nama dan alamat
rumah sakit/klinik/poliklinik, nama dan tanda tangan/paraf dokter penulis
resep tersebut serta bagian/unit di rumah sakit.
3. Pemberian tanda tangan untuk golongan narkotik dan psikotropik.
4. Pemakaian singkatan bahasa latin dalam penulisan resep harus baku.
Cara penulisan resep ada 3 macam, yaitu:1
1. Formula magistralis dimana obat ini merupakan racikan, sesuai dengan
formula yang ditulis oleh dokter yang membuat resep tersebut.
2. Formula officinalis dimana obat ini merupakan racikan yang formulanya
sudah standar dan dibakukan dalam formularium Indonesia dan diracik
oleh apotek apabila diminta oleh dokter pembuat resep.
3. Formula spesialistis dimana obat ini sudah jadi, diracik oleh pembuatnya,
dikemas dan diberi nama oleh pabrik pembuatnya serta bentuk sediaannya
lebih kompleks.
Penyusunan suatu resep disebut rasional bila memenuhi 5 kriteria, yaitu: 1
1. Tepat obat: obat dipilih dengan mempertimbangkan manfaat dan resiko,
manfaat dengan harga dan rasio terapi
2. Tepat dosis: dosis ditentukan oleh faktor obat (sifat kimia, fisika dan
toksisitas), cara pemberian obat (oral, parenteral, rektal, lokal), Faktor
penderita (umur, berat badan, jenis kelamin, ras, toleransi, obesitas,
sensitivitas individu dan patofisiologi)
3. Tepat bentuk sediaan obat: bentuk sediaan obat yang dipilih mempunyai
efek terapi optimal efek samping minimal dengan memperhatikan harga
obat.
4. Tepat waktu dan cara pemberian: Obat dipilih berdasarkan daya kerja obat,
bioavaibilitas serta pola hidup pasien (pola makan, tidur, defekasi, dan
lain-lain)
5. Tepat keadaan penderita: obat disesuaikan dengan keadaan penderita yaitu
bayi, anak-anak, dewasa dan orang tua, ibu menyusui, obesitas dan
malnutrisi.
BAB II
ANALISA RESEP
2.1. Resep
Keterangan Resep
Poliklinik : THT RSUD Ulin Banjarmasin
Tanggal : 31 Mei 2011
Nama Pasien : Nn. Enyk Sulistyaningsih
Umur : 47 Tahun
No. RMK : 93-71-68
Berat : -
Alamat : Jl. Soetoyo S No. 45 Banjarmasin
14cm
19cm
Keluhan : Nyeri di telinga kiri
Diagnosis : Otitis media akut auriculae sinistra
2.2. Analisa Resep
2.2.1. Penulisan Resep
Tulisan pada resep cukup jelas terbaca sehingga menghindarkan dari
kesalahan penafsiran dan pembacaan resep. Ukuran kertas yang digunakan kurang
sesuai yaitu ukuran 14 x 19 cm.
2.2.2. Kelengkapan Resep
Resep kali ini kurang lengkap karena :
Pada bagian supercriptio tidak dicantumkan UPF/Bagian dari dokter
berasal, umur pasien, alamat pasien.
Pada bagian inscriptio, penulisan satuan obat yang diminta tidak jelas,
yang dapat mengakibatkan salah penafsiran resep.
Pada bagian subscriptio sudah cukup jelas. Resep ini bukan merupakan
resep magistralis sehingga obat diberikan dalam bentuk apa adanya.
Pada bagian transcriptio yaitu petunjuk cara penggunaan obat, tidak ada
keterangan waktu pemakaian apakah sebelum atau sesudah makan,
seharusnya tetap dicantumkan keterangan waktu pemakaian misalnya
sebelum makan (ac), sesudah makan (pc), sehingga nantinya didapatkan
hasil yang optimal. Pada bagian signatura untuk obat kausatif (antibiotik)
harus diberikan setiap berapa jam obat diminum , misalnya tiap 8 jam
(o.8.h). Juga tidak dituliskan dengan jelas berapa banyak obat tersebut
diminum.
Bentuk resep kali ini adalah resep dengan formula spesialistis.
2.2.3. Keabsahan Resep
Pada resep ini tidak dicantumkan kop RSUD Ulin, namun terdapat stempel
yang terdiri dari nama dokter, tanda tangan dan bagian Poliklinik serta RSUD
Ulin. Meskipun paraf dokter pada setiap signatura kurang jelas namun dinilai
bahwa resep ini sah.
2.2.4. Dosis, frekuensi, lama dan waktu pemberian.
Ciprofloxacin
Ciprofloxacin merupakan salah satu obat sintetik derivat quinolone.
mekanisme kerjanya adalah menghambat aktifitas DNA gyrase bakteri, bersifat
bakterisida dengan spektrum luas terhadap bakteri gram positif maupun gram
negatif. Ciprofloxacin diabsorbsi secara cepat dan baik melalui saluran cerna,
bioavailabilitas absolut antara 69-86%, kira-kira 16-40% terikat pada protein
plasma dan didistribusi ke berbagai jaringan serta cairan tubuh. metabolismenya
dihati dan diekskresi terutama melalui urine. 2,3
Dosis:
1. Untuk infeksi saluran kemih :
Ringan sampai sedang : 2 x 250 mg sehari
Berat : 2 x 500 mg sehari
2. Untuk gonore akut cukup pemberian dosis tunggal 250 mg sehari
3. Untuk infeksi saluran cerna : 2 x 250 mg sehari
4. Untuk infeksi saluran nafas, tulang dan sendi kulit dan jaringan lunak :
Ringan sampai sedang : 2 x 500 mg sehari
Berat : 2 x 750mg sehari.
Lamanya pengobatan tergantung dari beratnya penyakit.
Untuk infeksi akut selama 5-10 hari biasanya pengobatan selanjutnya paling
sedikit 3 hari sesudah gejala klinik hilang. Untuk waktu pemberian dianjurkan
untuk setelah makan (pc) karena efek samping dari obat ini salah satunya adalah
gangguan pencernaan berupa mual dan muntah sehingga baik diminum dalam
keadaan perut terisi. 3
Pada Resep diatas tidak diketahui berapa berat badan dari pasien. Namun,
karena dosis ciprofloxasin tidak dihitung berdasarkan berat badan sehingga hal ini
tidak menjadi masalah. Frekuensi pemberian sebanyak 2 kali sehari pada kasus
diatas dianggap tepat karena ciprofloxacin untuk infeksi ringan atau sedang pada
jaringan diberikan 2 kali sehari sebanyak 500mg. Berdasarkan jumlah obat yang
diresepkan diketahui bahwa lama pemberian adalah lima hari, dan ini dianggap
tepat dan sesuai untuk pengobatan kausatif (antibiotik). Waktu pemberian tidak
dicantumkan, seharusnya dituliskan karena ciprofloxacin sebaiknya diminum
sesudah makan (pc). Pada kasus diatas pemberian ciprofloxacin dianggap rasional
Rhinofed
Merupakan obat kombinasi Pseudoefedrin 30 mg dan Terfenadin 40 mg
tiap tabletnya, yang diindikasikan untuk rinitis alergika dan rinitis vasomotor.
Dosis untuk dewasa dan anak lebih dari 12 tahun adalah 3 kali sehari 1 tablet dan
anak di bawah usia 12 tahun diberikan dalam bentuk sediaan cair yaitu syrup
dengan dosis setengah sendok takar sebanyak 1 sampai 2 kali sehari.3
Pemberian obat di atas pada kasus ini bertujuan untuk meringankan gejala
rinitis yang menyertai. Dosis yang diberikan setengah tablet 3 kali sehari dinilai
kurang tepat. Karena dosis normal untuk orang dewasa adalah 1 tablet 3 kali
sehari. Frekuensi pemberian dianggap sudah tepat karena Rhinofed merupakan
obat simptomatik, sehingga pemberian dengan 3 kali sehari sudah cukup untuk
mengatasi gejala. Pertimbangan dokter memberikan Rhinofed adalah untuk anti
alergi selain itu juga untuk membantu membuka tuba eustachii, pada stadium
oklusi tuba. Lama pemberian selama 7 hari dianggap benar. Umumnya obat
simptomatik diberikan selama 3 hari, tergantung dari gejala penyakit, namun pada
kasusu ini rhinofed digunakan sebagai obat simptomatis sekaligus kausatif. Waktu
pemberian tidak dicantumkan. Pada kasus diatas pemberian Rhinofed dianggap
tidak rasional.
Otolin
Merupakan obat kombinasi Chloramphenicol / Kloramfenikol 5 %,
Polimiksin B Sulfat 10000 UI, Benzokain 1 %, Nipagin 1 %,
yang diindikasikan untuk otitis eksterna (radang liang telinga luar) akut dan
kronis, otitis media (radang rongga gendang), kondisi peradangan pada telinga.
Dosis untuk dewasa adalah 4 kali sehari 4-5 tetes sedangkan anak 4 kali sehari 2-
3 tetes pada telinga yang sakit.3
Pemakaian antibiotik topikal (tetes) pada kasus diatas cukup tepat. Dosis
yang diberikan sebanyak 3 tetes, 3 kali sehari dinilai sudah tepat. Dosis topikal
sulit sekali diukur, tergantung tingkat keparahan penyakit. Pemakaian Otolin
dalam kasus kali ini dianggap rasional.
2.2.5. Bentuk Sediaan Obat
Pada resep kali ini betntuk sediaan yang diberikan adalah bentuk sediaan
tablet dan tetes telinga. Pemilihan bentuk sediaan ini dianggap sudah tepat dengan
memperhatikan bahwa pasien adalah dewasa sehingga sudah dapat menelan dan
tidak ada keluhan sulit menelan. Pemilihan tetes telinga sudah tepat sesuai dengan
indikasi penyakit
2.2.6. Interaksi Obat
Tidak ada interaksi yang saling menghambat dan mempengaruhi antara
satu obat dengan obat yang lain.
2.2.7. Efek Samping Obat
a. Ciprofloxacin5
Gangguan saluran cerna : Mual,muntah,diare dan sakit perut
Gangguan susunan saraf pusat : Sakit kepala,pusing,gelisah,insomnia
dan euforia
Reaksi hipersensitivitas : Pruritus dan urtikaria
Peningkatan sementara nilai enzim hati,terutama pada pasien yang
pernah mengalami kerusakan hati.
b. Rhinofed 5
Gangguan saluran cerna: anoreksia, mual, muntah, sakit perut dan
mulut kering.
Gangguan susunan saraf pusat: insomnia, gelisah dan ansietas.
Kardiovaskular: palpitasi, takikardi dan hipertensi.
Terfenadine jarang menimbulkan efek samping sedasi atau
antikolinergik.
Efek samping lain yang pernah dilaporkan adalah nyeri abdomen dan
dispepsia, alopesia, reaksi anafilaksis, angioedema, aritmia jantung,
bronkospasme, ngangguan mood, konvulsi, depresi, pusing, sakit
kepala, insomnia, ikterus, ngangguan fungsi hati termasuk
peningkatan transaminase, ngangguan haid, nyeri muskuloskeletal,
nightmare, ruam, keringat dingin, tremo, dan gangguan visual.
2.2.8. Analisa Diagnosis
Data yang diperoleh dari status pasien baik melalui anamnesa dan
pemeriksaan fisik dapat ditegakkan suatu otitis media akut (OMA). Otitis media
adalah peradangan akut sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba
Eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. Otitis media disebabkan oleh
bakteri piogenik seperti Streptococcus hemolitikus, Stafilococcus aureus,
Pneumokokus, Hemofilus influenza, E. colli, S. anhemolyticus, P. vulgaris, dan P.
aeruginosa. 4
Terjadi akibat terganggunya faktor pertahanan tubuh yang bertugas
menjaga kesterilan telinga tengah. Faktor penyebab utama adalah sumbatan tuba
Eustachius sehingga pencegahan invasi kuman terganggu. Pencetusnya adalah
infeksi saluran napas atas. Gejala klinis OMA tergantung pada stadium penyakit
dan umur pasien. 4
Terapi bergantung pada stadium penyakitnya. Pengobatan pada stadium
awal ditujukan untuk mengobati infeksi saluran napas, dengan pemberian
antibiotik, dekongestan lokal atau sistemik dan antipiretik 4
Resep yang diberikan pada kasus ini terdiri dari 1 jenis antibiotik sistemik
(Ciprofloxacin), antibiotik local (Otolin), dan antihistamin sekaligus dekongestan
(Rhinofed). Berdasarkan keterangan di atas, maka kemungkinan pasien datang
pada stadium oklusi tuba.
2.3. Usulan Penulisan Resep
BAB III
KESIMPULAN
PEMERINTAH PROPINSI DAERAH TINGKAT IKALIMANTAN SELATAN
RUMAH SAKIT UMUM “ULIN”Jl. A. Yani Km 1,5 Banjarmasin
Nama Dokter : Toto heryanto Tanda Tangan
Unit : Poliklinik THT
Banjarmasin, 25 Juni 2011
Amoxicillin kap 500 mg No.XXIS. t.d.d caps I a.c (o.8.h)
Otolin auric gtt lag No IS.q.d.d.gtt.IV. Aur. Sin
:
Rhinofed tab No. XXI S.t.d.d.tab.I.p.c
Parasetamol tab 500 mg No. XS p.r.n t.d.d tab I a.c (dolor)
Pro : Nn. Enyk SulistiyaningsihUmur : 47 tahunAlamat : Jl. Soetoyo S No. 45 Banjarmasin
Berdasarkan 5 tepat pada resep rasional, maka :
1. Tepat obat
Obat yang dipilih untuk pasien dengan Otitis Media Akut pada kasus ini
belum tepat.
2. Tepat dosis
Dosis yang diberikan sudah tepat,
3. Tepat bentuk sediaan
Bentuk sediaan yang diberikan sudah tepat sesuai dengan keadaan pasien.
4. Cara dan Waktu penggunaan obat
Pada resep ini tidak dituliskan dengan jelas kapan obat seharusnya diminum.
Tata cara penulisan aturan pakai tidak ditulis dengan kaidah yang baku.
5. Tepat keadaan penderita.
Pemberian obat susah sesuai dengan keadaan penderita
Kelengkapan lain yang perlu ditulis adalah : Identitas pasien seperti umur,
berat badan dan alamat. Selain itu perlu diperhatikan kaidah baku penulisan resep.
DAFTAR PUSTAKA
1. Zaman, N dkk. 1997. Ars Prescribendi Resep yang Rasional. Airlangga University Press, Surabaya.
2. Ganiswarna S. (ed).1995. Farmakologi dan Terapi edisi 4. Penerbit FK UI, Jakarta
3. Kasim, F. 2008. Informasi Spesialite Obat (ISO) Indonesia volume 43. Penerbit PT ISFI Penerbitan, Jakarta
4. Soepardi, EA (ed). 2001. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok dan Kepala Leher edisi 5. FK UI. Jakarta.
5. Anonymous, Rhinofed, 2010 (online) (http://www.dechacare.com/) diakses 14 Juni 2011
top related