alergi makanan pada anak
Post on 15-Jun-2015
626 Views
Preview:
TRANSCRIPT
www.hoirulblog.co.cc
TUGAS TERSTRUKTUR IMUNOLOGI
ALERGI MAKANAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN KEJADIAN
AUTISME PADA ANAK-ANAK
Disusun Oleh :
Hoirul Mustakim ( G1F007062 )
www.hoirulblog.co.cc
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN FARMASI
PURWOKERTO
2009
www.hoirulblog.co.cc
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Dalam dekade terakhir ini ada kecenderungan kasus alergi pada anak
meningkat. Masalah alergi akan menjadi masalah yang cukup dominan pada
kesehatan anak di masa yang akan datang. Penyakit infeksi tampaknya akan
semakin berkurang karena semakin meningkatnya pengetahuan masyarakat akan
pencegahan penyakit infeksi. Kasus alergi pada anak belum banyak diperhatikan
secara baik dan benar baik oleh para orang tua atau sebagian kalangan dokter
sekalipun.
Penderita yang datang ke dokter spesialis anak atau Pusat Pelayanan Kesehatan
Anak lainnya tampaknya semakin didominasi oleh kelainan alergi pada anak.
Ada kecenderungan bahwa diagnosis alergi ini belum banyak ditegakkan. Pada
umumnya tanda dan gejala alergi itu sendiri masih banyak yang belum
diungkapkan oleh para dokter. Sehingga penanganan penderita alergi belum
banyak dilakukan secara benar dan paripurna. Beberapa orang tua yang
mempunyai anak alergi sering terlihat putus asa karena penyakit tersebut sering
kambuh dan terulang. Padahal anak sudah berkali-kali minum obat bahkan
antibiotika yang paling ampuh sekalipun. Ditandai dengan seringnya berpindah-
pindah dokter anak karena sakit yang diderita anaknya tidak kunjung membaik.
www.hoirulblog.co.cc
Alergi pada anak tidak sesederhana seperti yang pernah diketahui. Sebelumnya
kita sering mendengar dari dokter spesialis penyakit dalam, dokter anak, dokter
spesialis yang lain bahwa alergi itu gejala adalah batuk, pilek, sesak dan gatal.
Padahal alergi dapat menyerang semua organ tanpa terkecuali mulai dari ujung
rambut sampai ujung kaki dengan berbagai bahaya dan komplikasi yang mungkin
bisa terjadi. Alergi pada anak sangat beresiko untuk mengganggu pertumbuhan
dan perkembangan anak.
Resiko dan tanda alergi dapat diketahui sejak anak dilahirkan bahkan sejak
dalam kandunganpun kadang-kadang sudah dapat terdeteksi. Alergi itu dapat
dicegah sejak dini dan diharapkan dapat mengoptimalkan pertumbuhan dan
perkembangan anak secara optimal.
www.hoirulblog.co.cc
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Alergi dan Alergi Makanan
Alergi atau hipersensitivitas tipe I adalah kegagalan kekebalan tubuh di
mana tubuh seseorang menjadi hipersensitif dalam bereaksi secara imunologi
terhadap bahan-bahan yang umumnya imunogenik (antigenik) atau dikatakan
orang yang bersangkutan bersifat atopik. Dengan kata lain, tubuh manusia berkasi
berlebihan terhadap lingkungan atau bahan-bahan yang oleh tubuh dianggap asing
dan berbahaya, padahal sebenarnya tidak untuk orang-orang yang tidak bersifat
atopik. Bahan-bahan yang menyebabkan hipersensitivitas tersebut disebut allergen
(Wikipedia)
Alergi merupakan suatu proses inflamasi yang tidak hanya berupa reaksi
cepat dan lambat tetapi juga merupakan proses inflamasi kronis yang kompleks
dipengaruhi faktor genetik, lingkungan dan pengontrol internal..
Alergen didalam makanan adalah protein, glikoprotein atau polipeptida
dengan berat molekul lebih dari 18.000 dalton, tahan panas dan tahan ensim
proteolitik. Alergen makanan dapat menimbulkan reaksi alergi.
Menurut cepat timbulnya reaksi maka alergi terhadap makanan dapat
berupa reaksi cepat (Immediate Hipersensitivity/rapid onset reaction) dan reaksi
lambat (delayed onset reaction). Immediate Hipersensitivity atau reaksi cepat
terjadi berdasarkan reaksi hipersensitifitas tipe I (Gell& Coombs). Terjadi
beberapa menit sampai beberapa jam setelah makan atau terhirup pajanan alergi.
Delayed Hipersensitivity atau reaksi lambat terdapat 3 kemungkinan, yaitu terjadi
www.hoirulblog.co.cc
berdasarkan reaksi hipersensitifitas tipe I fase lambat, reaksi hipersensitifitas tipe
III dan reaksi hipersensitifitas tipe IV. Terjadi lebih dari 8 jam setelah terpapar
allergen.
Reaksi hipersentsitivitas memiliki 4 tipe reaksi seperti berikut;
1. Tipe I : Reaksi Anafilaksi
Disini antigen atau alergen bebas akan bereaksi dengan antibodi, dalam
hal ini IgE yang terikat pada sel mast atau sel basofil dengan akibat terlepasnya
histamin. Keadaan ini menimbulkan reaksi tipe cepat. U rutan kejadian reaksi tipe
I adalah sebagai berikut ;
1. Fase Sensitasi
Waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan IgE sampai diikatnya oleh
reseptor spesifik pada permukaan sel mastosit dan basofil.
2. Fase Aktivasi
Waktu selama terjadi pajanan ulang dengan antigen yang spesifik, mastosit
melepas isinya yang berisikan granul yang menimbulkan reaksi.
3. Fase Efektor
Waktu terjadi respon yang kompleks (anafilaksis) sebagai efek bahan- bahan
yang dilepas mastosit dengan aktivasi farmakologik.
2. Tipe II : reaksi sitotoksik
Di sini antigen terikat pada sel sasaran. Antibodi dalam hal ini IgE dan
IgM dengan adanya komplemen akan diberikan dengan antigen, sehingga dapat
mengakibatkan hancurnya sel tersebut. Reaksi ini merupakan reaksi yang cepat
menurut Smolin (1986), reaksi allografi dan ulkus Mooren merupakan reaksi jenis
ini. Mekanisme reaksinya adalah sebagai berikut ;
www.hoirulblog.co.cc
1. Fagositosis sel melalui proses apsonik adherence atau immune adherence
2. Reaksi sitotoksis ekstraseluler oleh sel K (Killer cell) yang mempunyai
reseptor untuk Fc.
3. Lisis sel karena bekerjanya seluruh sistem komplemen
3. Tipe III : reaksi imun kompleks
Di sini antibodi berikatan dengan antigen dan komplemen membentuk
kompleks imun. Keadaan ini menimbulkan neurotrophichemotactic factor yang
dapat menyebabkan terjadinya peradangan atau kerusakan lokal. Pada umumnya
terjadi pada pembuluh darah kecil. Pengejawantahannya di kornea dapat berupa
keratitis herpes simpleks, keratitis karena bakteri.(stafilokok, pseudomonas) dan
jamur. Reaksi demikian juga terjadi pada keratitis Herpes simpleks. Penyebab
reaksi hipersensitivitas tipe III yang sering terjadi, terdiri dari ;
1. Infeksi persisten
Pada infeksi ini terdapat antigen mikroba, dimana tempat kompleks mengendap
adalah organ yang diinfektif dan ginjal.
2. Autoimunitas
Pada reaksi ini terdapat antigen sendiri, dimana tempat kompleks mengendap
adalah ginjal, sendi, dan pembuluh darah.
3. Ekstrinsik
Pada reaksi ini, antigen yang berpengaruh adalah antigen lingkungan. Dimana
tempat kompleks yang mengendap adalah paru.
4. Tipe IV : Reaksi tipe lambat
Pada reaksi hipersensitivitas tipe I, II dan III yang berperan adalah
antibodi (imunitas humoral), sedangkan pada tipe IV yang berperan adalah
www.hoirulblog.co.cc
limfosit T atau dikenal sebagai imunitas seluler. Limfosit T peka (sensitized T
lymphocyte) bereaksi dengan antigen, dan menyebabkan terlepasnya mediator
(limfokin) yang jumpai pada reaksi penolakan pasca keratoplasti, keraton-
jungtivitis flikten, keratitis Herpes simpleks dan keratitis diskiformis.
Reaksi tipe IV disebut juga reaksi hipersensitivitas lambat, cell mediatif
immunity (CMI), Delayed Type Hypersensitivity (DTH) atau reaksi tuberculin
yang timbul lebih dari 24 jam setelah tubuh terpajan dengan antigen. Reaksi
terjadi karena sel T yang sudah disensitasi tersebut, sel T dengan reseptor spesifik
pada permukaannya akan dirangsang oleh antigen yang sesuai dan mengeluarkan
zat disebut limfokin. Limfosit yang terangsang mengalami transformasi menjadi
besar seperti limfoblas yang mampu merusak sel target yang mempunyai reseptor
di permukaannya sehingga dapat terjadi kerusakan jaringan.
Antigen yang dapat mencetuskan reaksi tersebut dapat berupa jaringan
asing (seperti reaksi allograft), mikroorganisme intra seluler (virus, mikrobakteri,
dll). Protein atau bahan kimia yang dapat menembus kulit dan bergabung dengan
protein yang berfungsi sebagai carrier. Selain itu, bagian dari sel limfosit T dapat
dirangsang oleh antigen yang terdapat di permukaan sel di dalam tubuh yang telah
berubah karena adanya infeksi oleh kuman atau virus, sehingga sel limfosit ini
menjadi ganas terhadap sel yang mengandung antigen itu (sel target). Kerusakan
sel atau jaringan yang disebabkan oleh mekanisme ini ditemukan pada beberapa
penyakit infeksi kuman (tuberculosis, lepra), infeksi oleh virus (variola, morbilli,
herpes), infeksi jamur (candidiasis, histoplasmosis) dan infeksi oleh protozoa
(leishmaniasis, schitosomiasis). Antigen ini mungkin berhubungan atau telah
diolah oleh sel makrofag dan bereaksi dengan reseptor di permukaan sel limfosit
www.hoirulblog.co.cc
yang pernah berkontak dengan antigen yang sama dan beredar sebagai sel
memori.
Gejala klinis terjadi karena reaksi imunologi melalui pengeluaran mediator
yang mengganggu organ tertentu yang disebut organ sasaran. Organ sasaran
tersebut misalnya paru-paru maka manifestasi klinisnya adalah batuk atau asma
bronchial, bila sasarannya kulit akan terlihat sebagai urtikaria, bila organ
sasarannya saluran pencernaan maka gejalanya adalah diare dan sebagainya.
Alergi makanan adalah suatu kumpulan gejala yang mengenai banyak organ
dan istem tubuh yang ditimbulkan oleh alergi terhadap makanan. Tidak semua
reaksi yang tidak diinginkan terhadap makanan merupakan reaksi alergi murni,
tetapi banyak dokter atau masyarakat awam menggunakan istilah alergi makanan
untuk semua reaksi yang tidak diinginkan dari makanan, baik yang imunologik
atau non imunologik. Batasan lebih jelas dibuat oleh American Academy of
Allergy and immunology,The National Institute of Allergy and infections disease
yaitu;
1. Reaksi simpang makanan (Adverse food reactions)
Istilah umum untuk reaksi yang tidak diinginkan terhadap makanan yang
ditelan. Reaksi ini dapat merupakan reaksi sekunder terhadap alergi makanan
(hipersensitifitas) atau intoleransi makanan.
2. Alergi makanan (Food Allergy)
Alergi makanan adalah reaksi imunologik yang menyimpang.
3. Intoleransi Makanan (Food intolerance)
Intoleransi makanan adalah reaksi makanan nonimunologi dan merupakan
sebagian besar penyebab reaksi yang tidak diinginkan terhadap makanan. Reaksi
www.hoirulblog.co.cc
ini dapat disebabkan oleh zat yang terkandung dalam makanan karena
kontaminasi toksik (misalnya toksin yang disekresi oleh Salmonella,
Campylobacter dan Shigella, histamine pada keracunan ikan), zat farmakologik
yang terkandung dalam makanan misalnya; tiramin pada keju, kafein pada kopi
atau kelainan pada pejamu sendiri seperti defisiensi lactase, maltase atau respon
idiosinkrasi pada pejamu.
B. Mekanisme Terjadinya Alergi Makanan
Struktur limfoepiteal usus yang dikenal dengan istilah GALT (Gut-
Associated Lymphoid Tissues) terdiri dari tonsil, patch payer, apendiks, patch
sekal dan patch koloni. Pada keadaan khusus GALT mempunyai kemampuan
untuk mengembangkan respon lokal bersamaan dengan kemampuan untuk
menekan induksi respon sistemik terhadap antigen yang sama.
Pada keadaan normal penyerapan makanan,merupakan peristiwa alami
sehari-hari dalam sistem pencernaan manusia. Faktor-faktor dalam lumen
intestinal (usus), permukaan epitel (dinding usus) dan dalam lamina propia
bekerja bersama untuk membatasi masuknya benda asing ke dalam tubuh melalui
saluran cerna. Sejumlah mekanisme non imunologis dan imunologis bekerja
untuik mencegah penetrasi benda asing seperti bakteri, virus, parasit dan protein
penyebab alergi makanan ke dinding batas usus (sawar usus). Pada paparan awal,
alergen maknan akan dikenali oleh sel penyaji antigen untuk selanjutnya
mengekspresikan pada sel-T secara langsung atau melalui sitokin. Sel T
tersensitisasi dan akan merangsang sel-B menghasilkan antibodi dari berbagai
subtipe. Alergen yang intak akan diserap oleh usus dalam jumlah cukup banyak
www.hoirulblog.co.cc
dan mencapai sel-sel pembentuk antibodi di dalam mukosa usus dan orgalimfoid
usus.
Pada umumnya anak-anak membentuk antibodi dengan subtipe IgG, IgA
dan IgM. Pada anak atopi terdapat kecenderungan lebih banyak membentuk IgE,
selanjutnya mengadakan sensitisasi sel mast pada saluran cerna, saluran napas,
kulit dan banyak oragan tubuh lainnya. Sel epitel intestinal memegang peranan
penting dalam menentukan kecepatan dan pola pengambilan antigen yang tertelan.
Selama terjadinya reaksi yang dihantarkan IgE pada saluran cerna, kecepatan dan
jumlah benda asing yang terserap meningkat. Benda asing yang larut di dalam
lumen usus diambil dan dipersembahkan terutama oleh sel epitel saluran cerna
dengan akibat terjadi supresi (penekanan) sistem imun atau dikenal dengan istilah
toleransi.
Antigen yang tidak larut, bakteri usus, virus dan parasit utuh diambil oleh
sel M (sel epitel khusus yang melapisi patch peyeri) dengan hasil terjadi imunitas
aktif dan pembentukan IgA. Ingesti protein diet secara normal mengaktifkan sel
supresor TCD8+ yang terletak di jaringan limfoid usus dan setelah ingesti antigen
berlangsung cukup lama. Sel tersebiut terletak di limpa. Aktivasi awal sel-sel
tersebut tergantung pada sifat, dosis dan seringnya paparan antigen, umur host dan
kemungkinan adanya lipopolisakarida yang dihasilkan oleh flora intestinal dari
host. Faktor-faktor yang menyebabkan absorpsi antigen patologis adalah digesti
intraluminal menurun, sawar mukosa terganggu dan penurunan produksi IgA oleh
sel plasma pada lamina propia.
www.hoirulblog.co.cc
C. Penyebab Alergi Makanan
Terdapat 3 faktor penyebab terjadinya alergi makanan, yaitu faktor
genetik, imaturitas usus, pajanan alergi yang kadang memerlukan faktor pencetus.
a. Faktor genetik
Alergi dapat diturunkan dari orang tua atau kakek/nenek pada penderita .
Bila ada orang tua, keluarga atau kakek/nenek yang menederita alergi kita harus
mewaspadai tanda alergi pada anak sejak dini. Bila ada salah satu orang tua yang
menderita gejala alergi maka dapat menurunkan resiko pada anak sekitar 17 –
40%. Bila ke dua orang tua alergi maka resiko pada anak meningkat menjadi 53 -
70%.
b. Imaturitas usus
Alergi makanan sering terjadi pada usia anak dibandingkan pada usia
dewasa. Fenomena lain adalah bahwa sewaktu bayi atau usia anak mengalami
alergi makanan tetapi dalam pertambahan usia membaik. Hal itu terjadi karena
belum sempurnanya saluran cerna pada anak. Secara mekanik integritas mukosa
usus dan peristaltik merupakan pelindung masuknya alergen ke dalam tubuh.
Secara kimiawi asam lambung dan enzim pencernaan menyebabkan denaturasi
allergen. Secara imunologik sIgA pada permukaan mukosa dan limfosit pada
lamina propia dapat menangkal allergen masuk ke dalam tubuh. Pada usus imatur
(tidak matang) sistem pertahanan tubuh tersebut masih lemah dan gagal berfungsi
sehingga memudahkan alergen masuk ke dalam tubuh. Pada bayi baru lahir sel
yang mengandung IgA, Imunoglobulin utama di sekresi eksternal, jarana ditemui
di saluran cerna. Dalam pertambahan usia akan meningkat sesuai dengan maturasi
(kematangan) sistem kekebalan tubuh.
www.hoirulblog.co.cc
Dilaporkan persentasi sampel serum yang mengandung antibodi terhadap
makanan lebih besar pada bayi berumur kurang 3 bulan dibandingkan dengan bayi
yang terpapar antigen setelah usia 3 bulan. Penelitian lain terhadap 480 anak yang
diikuti secara prospektif dari lahir sampai usia 3 tahun. Sebagian besar reaksi
makanan terjadi selama tahun pertama kehidupan.
C. Pajanan alergi
Pajanan alergi yang merangsang produksi IgE spesifik sudah dapat terjadi
sejak bayi dalam kandungan. Diketahui adanya IgE spesifik pada janin terhadap
penisilin, gandum, telur dan susu. Pajanan juga terjadi pada masa bayi. Pemberian
ASI eksklusif mengurangi jumlah bayi yang hipersensitif terhadap makanan pada
tahun pertama kehidupan. Pemberian PASI meningkatkan angka kejadian alergi.
Penyebab alergi didalam makanan adalah protein, glikoprotein atau
polipeptida dengan berat molekul lebih dari 18.000 dalton, tahan panas dan tahan
ensim proteolitik. Sebagian besar alergen pada makanan adalah glikoprotein dan
berkisar antara 14.000 sampai 40.000 dalton. Molekul-molekul kecil lainnya juga
dapat menimbulkan kepekaan (sensitisasi) baik secara langsung atau melalui
mekanisme hapten-carrier. Perlakuan fisik misalnya pemberian panas dan tekanan
dapat mengurangi imunogenisitas sampai derajat tertentu.
Pada pemurnian ditemukan allergen yang disebut sebagai Peanut-1 suatu
glikoprotein dengan berat molekul 180.000 dalton. Pemurnian pada udang
didapatkan allergen-1 dan allergen-2, masing-masing dengan berat molekul
21.000 dalton dan 200.000 dalton. Pada pemurnian alergen pada ikan diketahui
allergen-M sebagai determinan walau jumlahnya tidak banyak. Ovomukoid
ditemukan sebagai alergen utama pada telur.
www.hoirulblog.co.cc
Pada susu sapi yang merupakan alergen utama adalah Betalaktoglobulin
(BLG), Alflalaktalbumin (ALA), Bovin FERUM Albumin (BSA) dan Bovin
Gama Globulin (BGG). Albumin, pseudoglobulin dan euglobulin adalah alergen
utama pada gandul. Diantaranya BLG adalah alergen yang paling kuat sebagai
penyebab alergi makanan. Protein kacang tanah alergen yang paling utama adalah
arachin dan conarachi.
BBC tahun 1999 melaporkan penderita alergi di Eropa ada
kecendurangan meningkat pesat. Angka kejadian alergi meningkat pesat dalam 20
tahun terahkir, 30% orang berkembang menjadi alergi setiap saat. Anak usia
sekolah lebih 40% mempunyai 1 gejala alergi, 20% mempunyai astma. 6 juta
orang mempunyai dermatitis. Lebih banyak lagi 9 juta orang hay fever
Di Inggris tahun 2000 dilaporkan 70% penderita alergi mengalami
serangan alergi lebih dari 7 tahun Sekitar 50% orang dewasa mengetahui
penyebab gejala alergi dalam 5 tahun, tetapi 22% menderita alergi sebe;um
menemukan penyebabnya. Sebanyak 80% penderita alergi mengalami gejala
seumur hidupnya.
Di Amerika penderita alergi makanan sekitar 2 – 2,5% pada dewasa, pada
anak sekitar 6 – 8%. Setiap tahunnya diperkirakan 100 hingga 175 orang
www.hoirulblog.co.cc
meninggal karena alergi makanan. Penyebab kematian tersebut biasanya karena
anafilaktik syok, tersering karena kacang tanah. Lebih 160 makanan dikaitkan
dengan alergi makanan. Para ahli berpendapat penderita alergi di Negara
berkembang mungkin lebih banyak dibandingkan Amerika Serikat
Prof Wüthrich tahun 2001 melaporkan bahwa kenaikan angka kejadian
alergi pada anak di Eropa meningkat secara dramatis dalam beberapa tahun
terahkir, terutama dalam sepuluh tahun terahkir meningkat sangat pesat.
Gambar 1. Grafik prosentase angka kejadian alergi pada anak setiap sepuluh
tahun di Inggris sejak 1920 hingga tahun 2000.
Di Indonesia angka kejadian alergi pada anak belum diketahui secara
pasti, tetapi beberapa ahli memperkirakan sekitar 25-40% anak pernah mengalami
alergi makanan. Di Negara berkembang angka kejadian alergi yang dilaporkan
masih rendah. Hal ini berkaitan dengan masih tingginya kesalahan diagnosis atau
under diagnosis dan kurangnya perhatian terhadap alergi dibandingkan dengan
penyakit infeksi saluran pernapasan atau diare yang dianggap lebih mematikan.
www.hoirulblog.co.cc
IV. A. MEKANISME TERJADINYA ALERGI
Untuk mengetahui resiko alergi pada anak kita harus mengetahui bagaimana
gejala alergi pada orang dewasa. Gejala alergi pada orang dewasa juga bisa
mengenai semua organ tubuh dan sistem fungsi tubuh.
Adapun manifestasi klinik alergi pada dewasa dapat dilihat pada tabel 1. Bila
terdapat 3 gejala atau lebih pada beberapa organ, tanpa diketahui penyebab pasti
keluhan tersebut maka kecurigaan mengalami reaksi alergi semakin besar.
Tabel 1. Tanda dan Gejala Alergi pada orang dewasa.
ORGAN/SISTEM
TUBUH GEJALA DAN TANDA
1 Sistem
Pernapasan
Batuk, pilek, bersin, sesak(astma), napas pendek,
tightness in chest, not enough air to lungs, wheezing,
mucus bronchial , rattling and vibration dada
2 Sistem Pembuluh
Darah dan jantung
Palpitasi (berdebar-debar), flushing (muka ke
merahan), nyeri dada, colaps, pingsan, tekanan darah
rendah, denyut jantung meningkat; tangan hangat,
kedinginan, tingling, redness or blueness of hands;
faintness; pseudo-heart attack pain ; nyeri dada
depan, tangan kiri, bahu, leher, rahang hingga
menjalar di pergelangan tangan
3 Sistem Nyeri perut, sering diare, kembung, muntah, sulit
www.hoirulblog.co.cc
Pencernaan berak, sering buang angin (flatus), mulut berbau,
kelaparan, haus, saliva meningkat, Sariawan, lidah
kotor, berbetuk seperti pulau, nyeri gigi, ulcer
symptoms, nyeri ulu hati, kesulitan menelan, perut
keroncongan, konstipasi (sulit buang air besar), nyeri
perut, kram perut, diarrhea, buang angin, timbul
lendir atau darah dari rektum, anus gatal atau panas.
4 Kulit Sering gatal, dermatitis, urticaria, bengkak di bibir,
lebam biru (seperti bekas terbentur) bekas hitam
seperti digigit nyamuk. Kulit kaki dan tangan kering
tapi wajah berminyak dan sering berkeringat.
5 Telinga Hidung
Tenggorokan
Hidung : Hidung buntu, bersin, hidung gatal, pilek,
post nasal drip, epitaksis, tidur mendengkur,
mendengus.
Tenggorok: tenggorokan nyeri/kering/gatal, palatum
gatal, suara parau/serak, batukpendek(berdehem),
Telinga : telinga terasa penuh/bergemuruh/
berdenging, telinga bagian dalam gatal, nyeri telinga
dengan gendang telinga kemerahan atau normal,
gangguan pendengaran hilang timbul, terdengar
suara lebih keras, akumulasi cairan di telinga tengah,
pusing, gangguan keseimbangan. Pembesaran
kelenjar di sekitar leher dan kepala belakang bawah
www.hoirulblog.co.cc
6 Sistem Saluran
Kemih dan
kelamin
Sering kencing, nyeri kencing; tidak bisa mengontrol
kandung kemih, bedwetting; vaginal discharge;
genitalia gatal/bengkak/kemerahan/nyeri; nyeri bila
berhubungan kelamin.
7 Sistem Susunan
Saraf Pusat
Sering sakit kepala, migrain, short lost memory (lupa
nama orang, barang sesaat), floating (melayang),
kepala terasa penuh atau membesar.
Perilaku : impulsif, sering marah, mood swings,
kompulsif, sering mengantuk, malas bergerak,
gangguan konsentrasi, muah marah, sering cemas,
panic, overactive, kepala terasa penuh atau besar;
halusinasi, delusions, paranoid, bicara gagap;
claustrophobia (takut ketinggian), paralysis,
catatonic state, disfungsi persepsi, impulsif (bila
tertawa atau bicara berlebihan), overaktif, deperesi,
terasa kesepian merasa seperti terpisah dari orang
lain, kadang lupa nomor, huruf dan nama sesaat,
lemas (flu like symtomp)
8 Sistem Hormonal Kulit berminyak (atas leher), kulit kering (bawah
leher), endometriosis, Premenstrual Syndrome,
kemampuan sex menurun, Chronic Fatique Symptom
(sering lemas), Gampang marah, Mood swing, sering
terasa kesepian, rambut rontok
www.hoirulblog.co.cc
9 Jaringan otot dan
tulang
Nyeri tulang, nyeri otot, nyeri sendi: Fatigue
(kelelahan), kelemahan otot, nyeri, bengkak,
kemerahan local pada sendi; stiffness, joint
deformity; arthritis soreness, nyeri dada, otot bahu
tegang, otot leher tegang, spastic umum, , limping
gait, gerak terbatas
10 Gigi dan mulut Nyeri gigi atau gusi tanpa adanya infeksi pada gigi
(biasanya berlangsung dalam 3 atau 7 hari). Gusi
sering berdarah. Sering sariawan. Diujung mulut,
mulut dan bibir sering kering, sindrom oral
dermatitis.
11 Mata nyeri di dalam atau samping mata, mata
berair,sekresi air mata berlebihan, warna tampak
lebih terang, kemerahan dan edema palpebra,
Kadang mata kabur, diplopia, kadang kehilangan
kemampuan visus sementara, hordeolum.
.
III. PENYEBAB ALERGI
Beberapa makanan yang berbeda kadang menimbulkan gejala alergi yang
berbeda pula, misalnya pada alergi ikan laut menimbulkan gangguan kulit berupa
urtikaria, kacang tanah menimbulkan gangguan kulit berupa papula (bintik kecil
www.hoirulblog.co.cc
seperti digigit serangga) atau furunkel (bisul). Sedangkan buah-buahan
menimbulkan gangguan batuk atau pencernaan. Hal ini juga tergantung dengan
organ yang sensitif pada tiap individu. Meskipun demikian ada beberapa pakar
alergi makanan yang berpendapat bahwa jenis makanan tidak spesifik
menimbulkan gejala tertentu.
Timbulnya gejala alergi bukan saja dipengaruhi oleh penyebab alergi, tapi
juga dipengaruhi oleh pencetus alergi. Beberapa hal yang menyulut atau
mencetuskan timbulnya alergi disebut faktor pencetus. Faktor pencetus tersebut
dapat berupa faktor fisik seperti tubuh sedang terinfeksi virus atau bakteri,
minuman dingin, udara dingin, panas atau hujan, kelelahan, aktifitas berlebihan
tertawa, menangis, berlari, olahraga. Faktor psikis berupa kecemasan, sedih, stress
atau ketakutan. Hal ini ditunjukkan pada seorang penderita autisme yang
mengalami infeksi saluran napas, biasanya gejala alergi akan meningkat.
Selanjutnya akan berakibat meningkatkan gangguan perilaku pada penderita.
Fenomena ini sering dianggap penyebabnya adalah karena pengaruh obat. Faktor
pencetus sebetulnya bukan penyebab serangan alergi, tetapi menyulut terjadinya
serangan alergi. Tanpa paparan alergi maka faktor pencetus tidak akan terjadi.
Bila anak mengkonsumsi makanan penyebab alergi disertai dengan adanya
pencetus maka keluhan atau gejala alergi yang timbul jadi lebih berat. Tetapi bila
tidak mengkonsumsi makanan penyebab alergi meskipun terdapat pencetus,
keluhan alergi tidak akan muncul. Hal ini yang dapat menjelaskan kenapa suatu
ketika meskipun dingin, kehujanan, kelelahan atau aktifitas berlebihan seorang
penderita asma tidak kambuh. Karena saat itu penderita tersebut sementara
terhindar dari penyebab alergi seperti makanan, debu dan sebagainya. Namun bila
www.hoirulblog.co.cc
anak mengkonsumsi makanan penyebab alergi bila terkena dingin atau terkena
pencetus lainnya keluhan alergi yang timbul lebih berat. Jadi pendapat tentang
adanya alergi dingin pada anak adalah tidak sepenuhnya benar.
IV. MANISFESTASI KLINIK
Keluhan alergi sering sangat misterius, sering berulang, berubah-ubah
datang dan pergi tidak menentu. Kadang minggu ini sakit tenggorokan, minggu
berikutnya sakit kepala, pekan depannya diare selanjutrnya sulit makan hingga
berminggu-minggu. Bagaimana keluhan yang berubah-ubah dan misterius itu
terjadi. Ahli alergi modern berpendapat serangan alergi atas dasar target organ
(organ sasaran).
Reaksi alergi merupakan manifestasi klinis yang disebabkan karena proses
alergi pada seseorang anak yang dapat menggganggu semua sistem tubuh dan
organ tubuh anak.. Organ tubuh atau sistem tubuh tertentu mengalami gangguan
atau serangan lebih banyak dari organ yang lain. Mengapa berbeda, hingga saat
ini masih belum banyak terungkap. Gejala tergantung dari organ atau sistem tubuh
, bisa terpengaruh bisa melemah. Jika organ sasarannya paru bisa menimbulkan
batuk atau sesak, bila pada kulit terjadi dermatitis atopik. Tak terkecuali otakpun
dapat terganggu oleh reaksi alergi. Apalagi organ terpeka pada manusia adalah
otak, sehingga dapat dibayangkan banyaknya gangguan yang bisa terjadi.
Tabel 2. MANIFESTASI ALERGI PADA BAYI BARU LAHIR HINGGA 1
TAHUN
ORGAN/SISTEM
TUBUH GEJALA DAN TANDA
1 Sistem Pernapasan Bayi lahir dengan sesak (Transient Tachipneu
www.hoirulblog.co.cc
Of The newborn), cold-like respiratory
congestion (napas berbunyi/grok-grok).
2 Sistem Pencernaan sering rewel/colic malam hari, hiccups
(cegukan), sering “ngeden”, sering mulet,
meteorismus, muntah, sering flatus, berak
berwarna hitam atau hijau, berak timbul warna
darah. Lidah sering berwarna putih. Hernia
umbilikalis, scrotalis atau inguinalis.
3 Telinga Hidung
Tenggorok
Sering bersin, Hidung berbunyi, kotoran hidung
berlebihan. Cairan telinga berlebihan. Tangan
sering menggaruk atau memegang telinga.
4 Kulit Erthema toksikum. Dermatitis atopik, diapers
dermatitis.
urticaria, insect bite, berkeringat berlebihan
5 Sistem Saluran Kemih Sering kencing, nyeri kencing, bed wetting
(ngompol) Frequent, urgent or painful urination;
inability to control bladder; bedwetting; vaginal
discharge; itching, swelling, redness or pain in
genitals; painful intercourse.
6 Sistem Susunan Saraf
Pusat
Sensitif, sering kaget dengan rangsangan
suara/cahaya, gemetar, bahkan hingga kejang.
7 Sistem Pembuluh Darah
dan jantung
Palpitasi, flushing (muka ke merahan), nyeri
dada, colaps, pingsan, tekanan darah rendah
8 Mata
www.hoirulblog.co.cc
Tabel 3. MANIFESTASI ALERGI PADA ANAK USIA LEBIH 1 TAHUN
ORGAN/SISTEM
TUBUH GEJALA DAN TANDA
1 Sistem Pernapasan Batuk, pilek, bersin, mimisan, hidung buntu,
sesak(astma), sering menggerak-gerakkan
/mengusap-usap hidung
2 Sistem Pencernaan Nyeri perut, sering buang air besar (>3
kali/perhari), sulit buang air besar (kotoran
keras, berak, tidak setiap hari, berak di celana,
berak berwarna hitam atau hijau, berak ngeden),
kembung, muntah, sulit berak, sering flatus,
sariawan, mulut berbau.
3 Telinga Hidung
Tenggorok
Hidung : Hidung buntu, bersin, hidung gatal,
pilek, post nasal drip, epitaksis, salam alergi,
rabbit nose, nasal creases
Tenggorok : tenggorokan nyeri/kering/gatal,
palatum gatal, suara parau/serak, batuk pendek
(berdehem), Telinga : telinga terasa
penuh/ bergemuruh/berdenging, telinga bagian
dalam gatal, nyeri telinga dengan gendang
telinga kemerahan atau normal, gangguan
pendengaran hilang timbul, terdengar suara
www.hoirulblog.co.cc
lebih keras, akumulasi cairan di telinga tengah,
pusing, gangguan keseimbangan.
4 Sistem Pembuluh Darah
dan jantung
Palpitasi, flushing (muka ke merahan), nyeri
dada, colaps, pingsan, tekanan darah rendah,
5 Kulit Sering gatal, dermatitis, urticaria, bengkak di
bibir, lebam biru kehitaman, bekas hitam seperti
digigit nyamuk, berkeringat berlebihan.
6 Sistem Saluran Kemih
dan kelamin
Nyeri, urgent atau sering kencing, nyeri kencing,
bed wetting (ngompol); tidak mampu mengintrol
kandung kemih; mengeluarkan cairan di vagina;
gatal, bengkak atau nyeri pada alat kelamin.
Sering timbul infeksi saluran kencing
7 Sistem Susunan Saraf
Pusat
NEUROANATOMIS :Sering sakit kepala,
migrain, kejang gangguan tidur.
NEUROANATOMIS FISIOLOGIS: Gangguan
perilaku : emosi berlebihan, agresif, impulsif,
overaktif, gangguan belajar, gangguan
konsentrasi, gangguan koordinasi, hiperaktif
hingga autisme.
8 Jaringan otot dan tulang Nyeri tulang, nyeri otot, bengkak di leher
9 Mata Mata berair, mata gatal, sering belekan, bintil
pada mata (timbilan). Allergic shiner (kulit di
bawah mata tampak ke hitaman).
www.hoirulblog.co.cc
VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG
UJI KULIT ALERGI
Uji kulit dapat dilakukan dengan uji gores (scratch test), uji tusuk (prick
test) dan uju suntik intradermal (intrademal test). Dapat dilakukan sebagai
pemeriksaan penyaring dengan menggunkan ekstrak allergen yang ada di
lingkungan penderita seperti debu, bulu kucing, susu, telur, coklat, kacang dan
lain-lain. Uji kulit sangatlah terbatas nilai diagnostiknya, karena hanya bisa
mendiagnosis alergi makanan tipe 1 (tipe cepat). Hasil uji kulit bukanlah hasil
ahkir atau penentu diagnosis.
DARAH TEPI, FOTO TORAKS, IgE TOTAL DAN SPESIFIK DAN
PEMERIKSAAN PENUNJANG LAINNYA (lemak tinja, immunoglobulin,
antibody monoclonal dalam sirkulasi, pelepasan histamine oleh basofil (Basofil
histamine release assay/BHR), kompleks imun dan imunitas seluler, Intestinal
mast cell histamine release (IMCHR), provokasi intra gastral melalui endoskopi,
biopsy usus setelah dan sebelum pemberian makanan)
VII. DIAGNOSIS
Diagnosis dibuat berdasarkan diagnosis klinis, yaitu anamnesa dan
pemeriksaan yang cermat tentang riwayat keluarga, riwayat pemberian makanan,
tanda dan gejala alergi makanan sejak bayi dan dengan eliminasi dan provokasi.
Diagnosis alergi makanan tidak ditegakkan berdasarkan test alergi, karena
validitasnya sangat terbatas. Hasil tes alergi positif belum tentu mengalami alergi
www.hoirulblog.co.cc
makanan. Demikian pula sebaliknya hasil negative belum tentu tidak alergi
makanan tersebut.
Jenis alergi makanan di tiap Negara berbeda tergantung usia dan kebiasaan
makan makanan tertentu. Alergi makanan pada bayi di Amerika Serikat terbanyak
disebabkan karena protein susu sapi, sereal, telur, ikan dan kedelai. Pada usia
lebih tua coklat, kacang tanah lebih berperanan.
PROVOKASI MAKANAN SECARA BUTA (DOUBLE BLIND
PLACEBO CONTROL FOOD CHALENGE = DBPCFC)
Berbagai klinik alergi berbeda dalam melakukan eliminasi dan provokasi. Cara
tersering dipakai adalah provokasi makanan secara buta. Makanan penderita
dieliminasi selama 2-3 minggu dalam diet. sehari-hari. Setelah 3 minggu bila
keluhannya menghilang maka dilanjutkan dengan provokasi makanan yang
dicurigai.
Setelah itu dilakukan diet provokasi 1 bahan makanan dalam 1 minggu bila
timbul gejala dicatat. Disebut allergen bila dalam 3 kali provokasi menimbulkan
gejala alergi.
VIII. PENATALAKSANAAN
Diagnosis alergi makanan dibuat berdasarkan diagnosis klinis, yaitu
anamnesa (mengetahui riwayat penyakit penderita) dan pemeriksaan yang cermat
tentang riwayat keluarga, riwayat pemberian makanan, tanda dan gejala alergi
makanan sejak bayi dan dengan eliminasi dan provokasi.
Pemeriksaan yang dilakukan untuk mencari penyebab alergi sangat banyak
dan beragam. Baik dengan cara yang ilmiah hingga cara alternatif, mulai yang
dari yang sederhana hingga yang canggih. Diantaranya adalah uji kulit alergi,
www.hoirulblog.co.cc
pemeriksaan darah (IgE, RASt dan IgG), Pemeriksaan lemak tinja, Antibody
monoclonal dalam sirkulasi, Pelepasan histamine oleh basofil (Basofil histamine
release assay/BHR), Kompleks imun dan imunitas seluler, Intestinal mast cell
histamine release (IMCHR), Provokasi intra gastral melalui endoskopi, biopsi
usus setelah dan sebelum pemberian makanan.
Selain itu terdapat juga pemeriksaan alternative untuk mencari penyebab
alergi makanan diantaranya adalah kinesiology terapan (pemeriksaan otot), Alat
Vega (pemeriksaan kulit elektrodermal), Metode Refleks Telinga Jantung,
Cytotoxic Food Testing, ELISA/ACT, Analisa Rambut, Iridology dan Tes Nadi.
Diagnosis pasti alergi makanan tidak dapat ditegakkan hanya dengan tes
alergi baik tes kulit, RAST, Immunoglobulin G atau pemeriksaan alergi lainnya.
Pemeriksaan tersebut mempunyai keterbatasan dalam sensitifitas dan spesifitas,
Sehingga menghindari makanan penyebab alergi atas dasar tes alergi tersebut
seringkali tidak menunjukkan hasil yang optimal.
Untuk memastikan makanan penyebab alergi harus menggunakan
Provokasi makanan secara buta (Double Blind Placebo Control Food Chalenge
=DBPCFC). DBPCFC adalah gold standard atau baku emas untuk mencari
penyebab secara pasti alergi makanan. Mengingat cara DBPCFC tersebut sangat
rumit dan membutuhkan biaya dan waktu yang tidak sedikit. Beberapa pusat
layanan alergi anak melakukan modifikasi terhadap metode pemeriksaan tersebut.
Ada yang memodifikasi dengan melakukann “Eliminasi Provokasi Makanan
Terbuka Sederhana”. Dalam diet sehari-hari dilakukan eliminasi atau dihindari
beberapa makanan penyebab alergi selama 2-3 minggu. Setelah 3 minggu bila
keluhan alergi dan gangguan perilaku menghilang maka dilanjutkan dengan
www.hoirulblog.co.cc
provokasi makanan yang dicurigai. Setelah itu dilakukan diet provokasi 1 bahan
makanan dalam 1 minggu bila timbul gejala dicatat. Disebut sebagai penyebab
alergi bila dalam 3 kali provokasi menimbulkan gejala.
Penanganan alergi makanan dengan gangguan Spektrum Autisme harus
dilakukan secara holistik. Beberapa disiplin ilmu kesehatan anak yang berkaitan
harus dilibatkan. Bila perlu harus melibatkan bidang Neurology anak, Psikiater
anak, Tumbuh Kembang anak, Endokrinologi anak, Alergi anak, Gastroenterologi
anak dan lainnya. Seringkali pendapat dari beberapa ahli tersebut bertentangan
sedangkan manifestasi alergi lainnya jelas pada anak tersebut. Maka tidak ada
salahnya kita lakukan penatalaksanaan alergi makanan dengan “eliminasi
terbuka”. Eliminasi makanan tersebut dievaluasi setelah 3 minggu dengan
memakai catatan harian. Bila gejala dan gangguan perilaku penderita Autism
tersebut terdapat perbaikkan maka dapat dipastikan bahwa gangguan tersebut
dapat diperberat atau dicetuskan oleh alergi makanan. Selanjutnya dilakukan
eliminasi provokasi untuk mencari penyebab alergi makanan tersebut satu persatu.
Masih banyak perbedaan dan kontroversi dalam penanganan alergi makanan
sesuai dengan pengalaman klinis tiap ahli atau peneliti. Sehingga banyak tercipta
pola dan variasi pendekatan diet yang dilakukan oleh para ahli dalam menangani
alergi makanan dan autisme. Banyak kasus pengendalian alergi makanan tidak
berhasil optimal, karena penderita menghindari beberapa penyebab alergi
makanan hanya berdasarkan pemeriksaan yang bukan merupakan baku emas atau
“Gold Standard”.
Penanganan alergi pada anak haruslah dilakukan secara benar, paripurna
dan berkesinambungan. Pemberian obat terus menerus bukanlah jalan terbaik
www.hoirulblog.co.cc
dalam penanganan alergi, tetapi yang paling ideal adalah menghindari penyebab
yang bisa menimbulkan keluhan alergi tersebut.
Penghindaran makanan penyebab alergi pada anak harus dicermati secara
benar, karena beresiko untuk terjadi gangguan gizi. Sehingga orang tua penderita
harus diberitahu tentang makanan pengganti yang tak kalah kandungan gizinya
dibandingklan dengan makanan penyebab alergi. Penghindaran terhadap susu sapi
dapat diganti dengan susu soya, formula hidrolisat kasein atau hidrolisat whey.,
meskipun anak alergi terhadap susu sapi 30% diantaranya alergi terhadap susu
soya. Sayur dapat dipakai sebagai pengganti buah. Tahu, tempe, daging sapi atau
daging kambing dapat dipakai sebagai pengganti telur, ayam atau ikan. Pemberian
makanan jadi atau di rumah makan harus dibiasakan mengetahui kandungan isi
makanan atau membaca label makanan.
IX. DETEKSI DINI PENDERITA ALERGI
A. DALAM KANDUNGAN
Faktor lingkungan dapat bekerja sebelum dan sesudah lahir. Faktor
lingkungan sebelum lahir dapat mempengaruhi diferensiasi sel T yang allergen
spesifik menjadi fenotipe Th2, sehingga alergi atopi sudah bekerja sebelum lahir.
Kehamilan yang berhasil ditandai dengan pergeseran Th1 ke Th2 di fase antar
fetomaternal untuk mengurangi reaktifitas sistem imun maternal terhadap allograft
janin. Hingga saat ini deteksi dini alergi sejak dalam kandungan belum dilakukan
secara mendalam.
Judarwanto W tahun 2002, melaporkan gerakan refluk osephagus (hiccups)
dan gerakan janin di dalam perut yang sangat meningkat terutama saat malam hari
www.hoirulblog.co.cc
hingga pagi hari adalah faktor prediktif yang kuat sebagai bayi yang beresiko
alergi.
B. SENSITISASI DALAM KANDUNGAN
Sensitisasi dalam kandungan sudah terjadi hal ini dapat dilihat bahwa
terdapat reaksi alergi susu sapi pada neonatus. IgE ibu tidak dapat melalui sawar
plasenta, jadi yang terjadi adalah partikel protein susu sapi yang beredar dalam
darah ibu melewati plasenta. Hal ini dapat dibuktikan bahwa terdapat proliferasi
lomfosit pada tali pusat neonatus. Bayi baru lahir sudah tersentisisasi sejak dalam
kehamilan bila kadar IgE spesifik tali pusat > 0,35 kU/l.
Hal tersebut menunjukkan bahwa pencegahan penyebab alergi harus
dilakukan sejak dalam kandungan. Chandra dkk tahun 1986 meneliti 109 bayi
yang berasal dari keluarga atopi hingga usia 1 tahun. Prevalensi penyakit atopi
berkurang bila sejak trimester ke 3 hingga masa laktasi ibu dihindarkan dari susu
sapi, telor, kacang dan ikan.
C. BAYI BARU LAHIR HINGGA BAYI 1 TAHUN
Deteksi alergi sejak lahir dapat dilakukan dengan pemeriksaan IgE tali
pusat, bila kadarnya > p,9 kU/l dan anggota keluarga yang alergi maka resiko
terjadi gangguan atopi amatlah besar.
Manifestasi alergi pada anak sudah dapat diketahui sejak lahir hingga saat
usia 1 tahun. Tanda dan gejala alergi pada usia tersebut telah diungkap di atas.
Bila gejala tersebut sudah terdeteksi sebaiknya kita sudah melakukan pencegahan
alergi sejak dini.
www.hoirulblog.co.cc
X. PENYEMBUHAN ALERGI MAKANAN
Pada prinsipnya alergi tidak bisa disembuhkan. Semua penatalaksanaan
yang dilakukan hanya bertujuan mengendalikan gejala alergi untuk meringankan
itensitas serangan, mengurangi frekuensi serangan, membatasi penggunaan obat
dan mengurangi jumlah hari tidak hadir di sekolah.
Dermatitis atopik akan berkurang pada usia 12 tahun, tetapi bisa saja organ
sasaran berpindah karena 50 – 80% anak akan mengalami rhinitis alergik dan
asma. Alergi makanan dalam usia 0 hingga 3 tahun mempunyai prognosis yang
baik karena lebih dari 40% mengalami grow-out. Alergi yang dimulai usia 15
tahun ke atas ada kecenderungan menetap.
Alergi makanan pada usia 2 atau 3 tahun mempunyai perkembangan yang
lebih baik, karena sekitar 40% dari mereka akan mulai rentan terhadap beberapa
jenis bahan penyebab alergi. Alergi makanan terhadap susu sapi atau ayam pada
usia di atas sekitar 1 tahun tampaknya akan mulai berkurang. Alergi terhadap telor
juga akan membaik sekitar usia di atas 2 tahun. Sedangkan makanan ikan laut
membaik di atas usia 3 tahun. Meskipun alergi makanan seperti kacang tanah,
udang, dan kepoiting Madang menetap hingga usia dewasa.
XI. PERMASALAHAN ALERGI PADA ANAK
Permasalahan alergi pada anak mungkin tidak sesederhana seperti yang
kita bayangkan . Sering berulangnya penyakit, demikian luasnya sistem tubuh
yang terganggu dan bahaya komplikasi yang terjadi tampaknya merupakan akibat
yang harus lebih diperhatikan demi terbentuknya Pertumbuhan dan Perkembangan
Anak yang optimal. Permasalahan penanganan alergi pada anak yang sering kita
temukan adalah :
www.hoirulblog.co.cc
1. ALERGI MASIH MISTERIUS
Dewasa ini tehnologi kedokteran telah maju demikian pesat terutama ilmu alergi
dan imunologi, Namun tampaknya kasus alergi masih banyak yang belum
terungkap terutama patogenesis penyakit. Manifestasi klinis yang menyerang
berbagai organ tubuh belum bisa dijelaskan secara lengkap. Sehingga
penatalaksanaan dan pencegahan alergi belum dapat memuaskan secara optimal.
2. PERHATIAN TERHADAP ALERGI PADA ANAK KURANG
Di negara berkembang termasuk Indonesia, perhatian dokter atau klinisi lainnya
terhadap kasus alergi pada anak sangat kurang dibandingkan persoalan infeksi.
Sehingga sering terjadi under diagnosis dalam penegakkan diagnosis. Alergi
sering dianggap sebagai penyakit infeksi baik akut maupun kronis. Sehingga
banyak keluhan atau gejala alergi sering di obati dengan antibiotika. Sering
dijumpai keluhan Batuk Kronis berulang atau alergi pencernaan dengan gangguan
kenaikkan berat badan karena alergi sering diobati sebagai penyakit kronis seperti
Tuberkulosis (TBC), infeksi parasit cacing, infeksi saluran kemih atau infeksi
kronis lainnya. Karena memang tanda dan gejala alergi memang mirip dengan
gejala infeksi kronis seperti kronis tersebut.
Sering terjadi orang tua penderita mengetahui kalau anaknya menderita alergi
setelah sekian lama menderita, bahkan banyak juga yang baru mengetahui
anaknya alergi setelah berganti banyak dokter.
3. PENATALAKSANAAN ALERGI BELUM OPTIMAL
Penanganan alergi sering tidak paripurna dan menyeluruh, karena hanya
mengandalkan pemberian obat-obatan tidak memperhatikan pencetus atau
pemicunya. Terdapat kecenderungan pasien akan minum obat dalam jangka
www.hoirulblog.co.cc
panjang. Padahal pemberian obat jangka sangat berbahaya, terutama obat
golongan steroid. Tindakan paling ideal menghentikan gejala alergi adalah dengan
menghindari pencetusnya. Dalam penatalaksanaan alergi yang paling diutamakan
adalah masalah edukasi ke penderita.
4. KELUHAN BERULANG
Sering kambuh dan berulangnya keluhan alergi, sehingga sering orang tua frustasi
akhirnya berpindah-pindah ke beberapa dokter. Bila penatalaksanaan alergi tidak
dilakukan secara baik dan benar maka keluhan alergi akan berulang dan ada
kecenderungan membandel. Berulangnya kekekambuhan tersebut akan
menyebabkan meningkatnya pengeluaran biaya kesehatan. Tetapi yang harus
lebih diperhatikan adalah meningkatkannya resiko untuk terjadinya efek samping
akibat pemberian obat. Tak jarang para klinisi memberikan antibiotika dan steroid
dalam jangka waktu yang lama.
Setelah berganti-ganti dokter biasanya orang tua pasien baru menyadari
sepenuhnya kalau anaknya alergi setelah mengalami sendiri kalau keluhannya
membaik setelah dilakukan penghindaran makanan tanpa harus minum obat.
5. TIMBULNYA KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat ditimbulkan adalah terjadinya gangguan
pertumbuhan : malnutrisi, berat badan sulit naik, kesulitan makan berulang dan
lama. Kadangkala juga bias terjadi sebaliknya yaitu menimbulkan kegemukan.
Sedangkan komplikasi yang cukup mengganggu adalah adanya gangguan
perkembangan berupa gangguan belajar, gangguan pemusatan perhatian,
gangguan emosi, agresif, keterlambatan bicara, keterlambatan bicara, bahkan
dapat memicu atau memperberat gejala autisme.
www.hoirulblog.co.cc
6. MENGGANGGU PRESTASI SEKOLAH
Mengganggu prestasi sekolah, karena seringnya absen di pelajaran sekolah dan
yang lebih utama juga disebabkan adanya gangguan belajar, gangguan
konsentrasi atau pemusatan perhatian dan gangguan perilaku lainnya yang
disebabkan karena terganggunya fungsi otak pada penderita alergi.
7. PENYEBAB GIZI GANDA :
Penderita alergi dapat mengakibatkan gangguan gizi ganda pada anak. Gizi ganda
artinya dapat menimbulkan kegemukan dan berat badan lebih atau bahkan
sebaliknya terjadi malnutrisi atau berat badan kurang.
Hubungan alergi dan kegemukan hingga saat ini belum terungkap
penyebabnya. Tetapi banyak penelitian dan laporan kasus menyebut bahwa
kegemukan pada anak sering terjadi pada anak alergi, terutama di bawah usia 2
tahun. Ellen WK tahun 2003 mengatakan kegemukan sering terjadi pada penderita
yang mengalami alergi makanan.
8. KESULITAN MAKAN
Penderita alergi yang terkena gangguan pencernaan sering mengakibatkan
sulit makan sehingga menimbulkan komplikasi kurang gizi atau malnutrisi.
Biasanya ditandai dengan berat dan tinggi badan yang sulit bertambah. Gangguan
pencernaan karena alergi sering terjadi pada usia tertentu seperti 4 - 6 bulan atau
di atas 1 tahun. Karena saat usia tersebut sering mulai dikenalkan makanan baru.
Apabila makanan tersebut mengakibatkan alergi dan mengganggu pencernaan
www.hoirulblog.co.cc
maka akan terjadi sulit makan, sering muntah, sering diare, sering kembung dan
sebagainya.
Kesulitan makan atau minum susu tersebut sering disalah artikan karena
anak bosan makanan tertentu atau karena sedang tumbuh gigi. Secara khas
biasanya gangguan tersebut disertai gangguan tidur pada malam hari, seperti
bolak-balik, rewel, mengigau, berbicara dan berteriak dalam tidur atau terbangun
tengah malam.
Bayi yang mempunyai riwayat gejala pencernaan seperti kolik pada
malam hari pada bayi usia di bawah 1 tahun, ada riwayat berak darah, dengan
riwayat diare atau sulit berak yang berulang mempunyai resiko untuk terjadi
gangguan pencernaan di kemudian hari. Apabila tidak ditangani secara benar
akan beresiko terjadinya kesulitan makan dan masalah kekurangan berat badan.
9. PENDERITA ALERGI BERESIKO LEBIH SERING MENERIMA
TINDAKAN OPERASI BEDAH
Penderita alergi dengan berbagai gangguan pada organ tubuh beresiko
lebih sering untuk menerima tindakan operasi bedah. Beberapa gangguan yang
berkaitan dengan alergi makanan yang dapat beresiko dilakukan operasi bedah di
antaranya adalah : hernia, tonsilektomi, usus buntu (appedicitis), operasi sinusitis,
operasi polip hidung, operasi hordeolum (bintilan mata), operasi ligasi pembutuan
saluran air mata
XII. PENCEGAHAN ALERGI PADA ANAK
Bila terdapat riwayat keluarga baik saudara kandung, orangtua, kakek,
nenek atau saudara dekat lainnya yang alergi atau asma. Bila anak sudah
mengalami manifestasi alergi sejak lahir atau bahkan bila mungkin deteksi sejak
www.hoirulblog.co.cc
kehamilan maka harus dilakukan pencegahan sejak dini. Resiko alergi pada anak
dikemudian hari dapat dihindarkan bila kita dapat mendeteksi sejak dini.
Ada beberapa upaya pencegahan yang perlu diperhatikan supaya anak
terhindar dari keluhan alergi yang lebih berat dan berkepanjangan :
Hindari atau minimalkan penyebab alergi sejak dalam kandungan, dalam
hal ini oleh ibu.
Hindari paparan debu di lingkungan seperti pemakaian karpet, korden
tebal, kasur kapuk, tumpukan baju atau buku. Hindari pencetus binatang
(bulu binatang piaraan kucing dsb, kecoak, tungau pada kasur kapuk.
Tunda pemberian makanan penyebab alergi, seperti telor, kacang tanah
dan ikan di atas usia 2-3 tahun. Bila membeli makanan dibiasakan untuk
mengetahui komposisi makanan atau membaca label komposisi di produk
makanan tersebut.
Bila bayi minum ASI, ibu juga hindari makanan penyebab alergi.Bila ASI
tidak memungkinkan atau kalau perlu kurang gunakan susu hipoalergenik
formula.
Bila timbul gejala alergi, identifikasi pencetusnya dan hindari.
XIII. RINGKASAN
Permasalahan alergi pada anak tampaknya tidak sesederhana seperti yang
telah diketahui. Sering berulangnya penyakit, demikian luasnya sistem tubuh
yang terganggu dan bahaya komplikasi yang terjadi tampaknya merupakan akibat
yang harus lebih diperhatikan demi terbentuknya tumbuh dan kembang Anak
yang optimal.
www.hoirulblog.co.cc
Penatalaksanaan Alergi pada anak diharapkan dilakukan dengan paripurna
dan menyeluruh sehingga kesalahan diagnosis atau kesalahan penanganan serta
komplikasi yang dapat ditimbulkan dapat dicegah.
Tes kulit alergi sangat terbatas sebagai alat diagnosis. Hasil tes kulit
tersebut tidak memastikan anak alergi makanan tertentu.
Pemberian obat terus menerus bukanlah jalan terbaik dalam penanganan
alergi. Paling ideal dalam mencegah timbulnya alergi adalah menghindari
pencetus atau penyebabnya. Hal ini memerlukan pengamatan yang cermat dan
kerjasama yang baik antara dokter, pasien dan keluarga.
Resiko dan gejala alergi bisa diketahui atau di deteksi sejak dalam
kandungan dan sejak lahir, sehingga pencegahan gejala alergi dapat dilakukan
sedini mungkin kalau perlu sejak dalam kandungan. Resiko terjadinya komplikasi
dan gangguan organ atau sistem tubuh diharapkan dapat dikurangi.
www.hoirulblog.co.cc
www.hoirulblog.co.cc
XIV. Daftar Pustaka
1. JReingardt D, Scgmidt E. Food Allergy.Newyork:Raven Press,1988.
2. Walker-Smith JA, Ford RP, Phillips AD. The spectrum of gastrointestinal
allergies to food. Ann Allergy 1984;53:629-36.
3. Judarwanto W. General manifestation of allergy in children under 5 years,
2003. (unpublished)
4. Hill DJ, Firer MA, Shelton MJ, Hosking CS. Manifestations of milk allergy
in infancy: clinical and immunologic findings. J Pediatr 1986;109:270-6.
5. Powell G. Milk and soy induced enterocolitis of infancy; clinical features
and standardization of challenge. J Pediatr 1978;93:553-60.
6. Judarwanto W. Manifestation of allergy in infancy,2002. (unpublished)
7. Ellen W. Cutler.The Food Allergy Cure: A New Solution to Food Cravings,
Obesity, Depression, Headaches, Arthritis, & Fatigue.London 2003.
www.hoirulblog.co.cc
8. Judarwanto W. Behaviour disturbance in children allergies with
gastrointestinal manifestation, 2002. (unpublished)
9. King WP. Food hypersensitivity in otolaryngology. Manifestations,
diagnosis, and treatment. Otolaryngol Clin North Am. 1992;25(1):163-179.
10. Stubner UP, Gruber D, Berger UE, Toth J, Marks B, Huber J, Horak F.The
influence of female sex hormones on nasal reactivity in seasonal allergic rhinitis.
11. Joyce DP, Chapman KR, Balter M, Kesten S. Asthma and allergy avoidance
knowledge and behavior in postpartum women. Ann Allergy Asthma Immunol.
1997;79(1):35-42.
12. Rinkel HJ. Food Allergy. J Kansas Med Soc. 1936;37:177.
13. Harley RD.Pediatric Opthalmology, Philadelphia, 1975. W.B. Saunders
Companya.
14. Harper J, Oranye A, Prose N ed. Textbook pediatric dematology. London :
Balckwell Science, 2000.h:1730-1760
15. Eseverri JL, Cozzo M, Marin AM, Botey J. Epidemiology and chronology
of allergic diseases and their risk factors. Allergol Immunopathol (Madr).
1998;26(3):90-97
www.hoirulblog.co.cc
16. Jolicoeur LM, Boyer JG, Reeder CE, Turner J. Influence of asthma or
allergies on the utilization of health care resources and quality of life of college
students. J Asthma. 1994;31(4):251-267.
17. Eigenmann PA, Sicherer SH, Borkowski TA, et al. Prevalence of IgE-
mediated food allergy among children with atopic dermatitis. Pediatrics.
1998;101(3):E8.
18. Hill DJ, Hosking CS, Heine RG. Clinical spectrum of food allergy in
children in Australia and South-East Asia: identification and targets for treatment.
Ann Med. 1999;31(4):272-281.
19. Kulig M, Bergmann R, Klettke U, et al. Natural course of sensitization to
food and inhalant allergens during the first 6 years of life. J Allergy Clin
Immunol. 1999;103(6):1173-1179.
20. Rance R, Kanny G, Dutau G, Moneret Vautrin DA. Food allergens in
children. Arch Pediatr. 1999;6(Suppl1):61S-66S.
21. Opper FH, Burakoff R. Food allergy and intolerance. Gastroenterologist.
1993;1(3):211-220.
www.hoirulblog.co.cc
22. Ahmed T, Sumazaki R, Shin K, et al. Humoral immune and clinical
responses to food antigens following acute diarrhoea in children. J Paediatr Child
Health. 1998;34(3):229-232.
23. Eseverri JL, Cozzo M, Marin AM, Botey J. Epidemiology and chronology
of allergic diseases and their risk factors. Allergol Immunopathol (Madr).
1998;26(3):90-97.
24. Rance R, Kanny G, Dutau G, Moneret Vautrin DA. Food allergens in
children. Arch Pediatr. 1999;6(Suppl1):61S-66S.
25. Van d Laar MA, Aalbers M, Bruins FG, et al. Food intolerance in
rheumatoid arthritis. II. Clinical and histological aspects. Am Rheum Dis.
1992;51(3):303-306.
26. Schrander JJ, Marcelis C, deVried MP, van Santen Hoeufft HM. Does food
intolerance play a role in juvenile chronic arthritis? Br J Rheumatol.
1997;36(8):905-908.
27. Corrado G, Luzzi I, Lucarelli S, et al. Positive association between
Helicobacter pylori infection and food allergy in children. Scand J Gastroenterol.
1998;33(11):1135-1139.
www.hoirulblog.co.cc
28. Rance R, Kanny G, Dutau G, Moneret Vautrin DA. Food allergens in
children. Arch Pediatr. 1999;6(Suppl1):61S-66S.
29. Nolan A, Lamey PJ, Milligan KA, Forsyth A. Recurrent aphthous ulceration
and food sensitivity. J Oral Pathol Med. 1991;20(10):473-475.
30. Tirosh E, Scher A, Sadeh A, Jaffe M, Lavie P. Sleep characteristics of
asthmatics in the first four years of life: a comparative study. Arch Dis Child 1993
Apr;68(4):481-3.
31. Judarwanto W. Night sleeps disturbance in children with allergic
manifestation under 2 old years. 2003 (unpublished)
32. Trotsky MB. Neurogenic vascular headaches, food and chemical triggers.
Ear Nose Throat J. 1994;73(4):228-230, 225-236.
33. Egger J, Carter CH, Soothill JF, Wilson J. Effect of diet treatment on
enuresis in children with migraine or hyperkinetic behavior. Clin Pediatr (Phila).
1992;31(5):302-307.
34. Majamaa H, Miettinen A, Laine S, Isolauri E. Intestinal inflammation in
children with atopic eczema: a faecal eosinophil cationic protein and tumour
necrosis factor-alpha as non-invasive indicators of food allergy. Clin Exp
Allergy. 1998;26(2):181-187.
www.hoirulblog.co.cc
35. Dreborg S. Skin testing in the diagnosis of food allergy. Allergy Proc.
1991;12(4):251-254.
36. Overview Allergy Hormone.Htpp://www.allergycenter/allergy Hormone.
37. Allergy induced Behaviour Problems in children.
Htpp://www.allergies/wkm/behaviour:
38. Brain allergic in Children.Htpp://www.allergycenter/UCK/allergy.
39. Chandra RK, Puri S. Influence of maternal food antigen avoidance during
pregnancy and lactation on incidens of atopic eczema in infants.Clin Allergy
1986;16:563-9.
40. De Seta, Siani P, Cirilo G, Di Gruttola, Cimaduomo L, Coletta S. Prevention
of Allergic disease by an hypoallergenic formula: preliminary result at 24 months
follow-up. Medical and surgical Pediatric 1994;16:251-4.
top related