89975913-morbili
Post on 17-Feb-2015
23 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Seorang anak umur 4 tahun dengan demam 5 hari
BAB I
PENDAHULUAN
Morbili adalah penyakit virus akut, menular yang ditandai dengan 3 stadium,
yaitu stadium prodormal (kataral), stadium erupsi, dan stadium konvalisensi, yang
dimanifestasikan dengan demam, konjungtivitis, dan bercak koplik.
Penyebabnya adalah virus morbili yang berupa virus RNA yang termasuk
famili Paramiksoviridae, genus Morbilivirus. Cara penularannya adalah dengan
droplet infeksi.
Biasanya penyakit ini timbul pada masa anak dan kemudian menyebabkan
kekebalan seumur hidup. Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang pernah menderita
morbili akan mendapat kekebalan secara pasif melalui plasenta. Sampai umur 4-6
bulan dan setelah umur tersebut kekebalan akan berkurang sehingga si bayi dapat
menderita morbili. Bila seorang wanita menderita morbili ketika ia hamil 1 atau 2
bulan, maka 50% kemungkinan akan mengalami abortus, bila ia menderita morbili
pada trimester I, II, atau III maka ia akan mungkin melahirkan seorang anak dengan
kelainan bawaan atau lahir mati atau anak yang kemudian meninggal sebelum usia 1
tahun.1
1
BAB II
LAPORAN KASUS
Seorang anak berusia 4 tahun diantar ibunya yang berusia 22 tahun ke RS
Pendidikan Trisakti dengan keluhan demam selama 5 hari. Keluhan lainnya batuk,
pilek, nafsu makan berkurang, mata merah, dan badan terasa lemah.
Anamnesis lebih lanjut yang dilakukan oleh mahasiswa Trisakti yang
bertugas adalah sebagai berikut:
5 hari yang lalu anak mulai demam, timbul mendadak, naik turun, waktu malam
demam lebih tinggi disertai batuk pilek. Batuknya kering tidak berdahak, dan
tenggorokannya terasa sakit. Pilek disertai lendir encer, bening, tidak berdarah. Pada
hari berikutnya mata mulai berwarna merah disertai banyak keluar air mata. Pasien
kemudian muntah 2 kali berisi makanan, jumlahnya tidak banyak, dan tidak berdarah.
Makan dan minum berkurang dan di dalam mulut terdapat sariawan.
Pada hari kedua pasien dikompres dengan air hangat, tetapi demam tidak berkurang.
Pasien kemudian dibawa berobat ke Puskesmas, mendapat obat penurun panas, dan
obat batuk. Setelah minum obat penurun panas, panas turun tetapi kemudian naik lagi.
Mulai hari keempat timbul bercak merah di leher dan orangtua khawatir maka esok
harinya dibawa berobat ke RS Pendidikan Trisakti.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan bahwa anak tampak sakit sedang,
kesadaran compos mentis, gizi kurang, anemia (-), ikterus (-), sianosis (-), dispnoe
(+).
Tanda vital: Suhu 38oC, nadi 120x/m teratur, isi tegangan cukup, tekanan darah
110/70mmHg, RR 36x/m teratur, tipe abdominothorakal, dan dangkal.
Data antropometri: BB 13.2 kg, TB 98 cm, LK 49 cm, LLA 15 cm.
Kepala: normosefal, rambut hitam tidak mudah dicabut.
Mata: berair (+), agak cekung (+), anemia (-), strabismus (-), nystagmus (-), reflex
cahaya langsung/tidak langsung +/+
Hidung: sianosis (-), sekret bening (+), nafas cuping hidung (+)
Telinga: sekret (-), nyeri tekan/tarik (-)
Bibir: kering, sianosis (-), fisura (-)
Mulut: mukosa bukalis ulkus kecil, faring hiperemis, tonsil tenang, lidah tidak kotor
2
Jantung: bunyi jantung 1 dan 2 murni, murmur (-)
Toraks: simetris kanan kiri, retraksi subcosta (+), perkusi pekak, suara nafas
bronchovesikuler, dan ronchi basah halus di paru kanan dan kiri.
Abdomen: datar, nyeri tekan (-), shifting dullness (-), hati dan limpa tidak teraba,
bising usus terdengar biasa.
Kulit: bercak makulopapula (+) di seluruh tubuh, petechiae (-), ulkus (-)
Pemeriksaan laboratorium:
Hb: 12.2 g/dL
Ht: 36%
Lekosit: 4100/µl
Gula darah sewaktu: 108 mg/Dl
Elektrolit darah: Na 142 mmol/L, K 3.5 mmol/L, Cl 108 mmol/L
Pemeriksaan penunjang:
Radiografi paru: terdapat bercak infiltrat di paru kanan dan kiri
3
BAB III
PEMBAHASAN
A. Patofisiologi Masalah dan Hipotesis
Keluhan utama yang terjadi pada pasien ini yaitu demam selama 5 hari. Juga
disertai keluhan tambahan lainnya seperti batuk, pilek, nafsu makan yang berkurang,
mata merah dan badan lemah.
Demam, nafsu makan yang berkurang dan badan yang lemah merupakan
beberapa gejala yang tidak spesifik dari suatu penyakit. Gejala ini merupakan suatu
reaksi tubuh akibat adanya reaksi inflamasi yang menghasilkan endogen pirogen dan
berpengaruh terhadap hipotalamus. Lalu mengapa dapat terjadi reaksi inflamasi ini?
Hal yang paling sering terjadi ialah karena adanya infeksi oleh bakteri maupun virus.
Batuk dan pilek. Merupakan suatu gejala yang terdapat pada traktus
respiratorius. Batuk sebenarnya merupakan reflek fisiologis yang terjadi untuk
mengeluarkan benda asing yang berada pada traktus respiratorius, begitu pula halnya
dengan pilek yang merupakan suatu keadaan dimana pengeluaran sekret pada lubang
hidung agak berlebih. Hal ini menjadi patologis, bila batuk dan pilek ini berlangsung
lama dan mengalami perubahan, baik secara frekuensi maupun konsistensi. Yang
perlu dipikirkan pada hipotesis ini ialah, apakah batuk dan flu yang terjadi pasien ini
merupakan suatu penyakit yang berdiri sendiri yang tidak berhubungan dengan
adanya panas atau merupakn suatu perjalanan penyakit yang bersamaan dengan
demam. Begitu pula halnya dengan mata merah yang terjadi pada pasien ini.
Maka hipotesis dari kasus ini ialah demam berdarah, demam typhoid, infeksi
saluran pernafasan atas, dan infeksi virus maupun bakteri yang lainnya.
B. Anamnesis dan Interpretasi
Sebelumnya, identifikasi dari pasien sebaiknya dilengkapi, seperti agama,
pekerjaan, suku bangsa dan alamat tempat tinggal. Hal ini perlu dilakukan, karena
dapat dijadikan suatu bahan observasi yang dapat mengeliminasi ataupun memperkuat
dari hipotesis yang telah dibuat. Adapun anamnesis yang dibutuhkan, untuk
mempermudah, dapat dibagi menjadi beberapa topik utama, yaitu riwayat penyakit
sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, riwayat sosial
ekonomi.
4
Riwayat penyakit sekarang perlu digali dengan tujuan untuk mengetahui
secara rinci perjalanan dari keluhan utama tersebut. Hal yang perlu ditanyakan
mengenai:
Demam: sifat demam yang suhunya naik turun (remiten atau intermiten) atau
demam dengan suhu yang terus tinggi (kontinua)
Batuk: berdahak atau tidak? Jika iya, apakah dahaknya berwarna atau tidak?
Tidak nafsu makan dan kurang minum: Apakah pasien merasa lemas?
(ditakutkan terjadi dehidrasi)
Mata merah: apakah ada rasa nyeri pada mata?
Riwayat imunisasi perlu ditanyakan, apakah anak ini telah divaksinasi MMR
atau belum.
Riwayat sosial ekonomi termasuk mengenai lingkungan tempat tinggal perlu
ditanyakan sebagai dasar pertimbangan atas tatalaksana/terapi yang akan dilakukan,
sehingga dapat dicapai hasil yang optimal dan sebagai dasar pertimbangan atas
penyakit yang timbul karena masalah keadaan lingkungan, seperti bila ternyata pada
lingkungan tersebut juga terdapat orang-orang yang menderita penyakit dengan gejala
yang sama sehingga dapat menular.
Hasil anamnesis sebagai berikut:
5 hari yang lalu anak mulai demam, timbul mendadak, naik turun, waktu malam
demam lebih tinggi disertai batuk pilek. Batuknya kering tidak berdahak, dan
tenggorokannya terasa sakit. Pilek disertai lendir encer, bening, tidak berdarah.
Pada hari berikutnya mata mulai berwarna merah disertai banyak keluar air mata.
Pasien kemudian muntah 2 kali berisi makanan, jumlahnya tidak banyak, dan tidak
berdarah.
Makan dan minum berkurang dan di dalam mulut terdapat sariawan.
Pada hari kedua pasien dikompres dengan air hangat, tetapi demam tidak berkurang.
Pasien kemudian dibawa berobat ke Puskesmas, mendapat obat penurun panas, dan
obat batuk. Setelah minum obat penurun panas, panas turun tetapi kemudian naik
5
lagi. Mulai hari keempat timbul bercak merah di leher dan orangtua khawatir maka
esok harinya dibawa berobat ke RS Pendidikan Trisakti.
Dari hasil anamnesis diatas, kelompok kami menginterpretasikan demam yang
sudah 5 hari, timbul mendadak, dan polanya yang naik turun sebagai gejala
dari infeksi virus. Pilek yang disertai lendir encer dan bening kami simpulkan
akibat infeksi virus juga. Anak ini juga mengalami muntah sebanyak 2x dan
masih berisi makanan yang belum tercerna, sehingga anak ini menjadi lemah.
Sariawan pada anak ini, kami curigai sebagai sariawan biasa atau bisa juga
adanya bercak yang spesifik pada penyakit tertentu seperti koplik’s spot pada
morbili. Pada kulit anak ini juga ditemukan bercak merah di leher, mata merah
dan keluar banyak air mata. Untuk menegakkan diagnosis, kelompok kami
harus melakukan pemeriksaan lanjutan baik fisik, lab, maupun penunjang
untuk lebih memperjelas penyakit, karena dari hasil anamnesis belum cukup
untuk mengarah kepada suatu penyakit.
C. Pemeriksaan Fisik dan Interpretasi
Pada pemeriksaan fisik didapatkan bahwa pasien tampak sakit sedang,
kesadaran compos mentis, gizi kurang, anemia (-), ikterus (-), sianosis (-) dan
dispnoe (+) yang menandakan pasien mengalami sesak napas.
Tanda vital : Suhu 38oC menandakan subfebris (normal : 36oC-
37,5oC). Nadi 120x/menit teratur yang menandakan takikardi, dimana
untuk usia 4 tahun nadi normal adalah 70-110x/menit. Isi tegangan
cukup, tekanan darah 110/70 mmHg menandakan tekanan darah yang
rendah dimana nilai normal tekanan darah pada usia 1-5 tahun adalah 95/65 mmHg, tekanan darah yang rendah pada pasien ini merupakan
suatu kompensasi terhadap takikardi yang dialami pasien.
Respiratory Rate 36x/menit teratur, menandakan takipnoe.
Respiratory rate normal untuk usia 3-4 tahun adalah 20-30x/menit.
Data antropometri : BB 13,2kg dan TB 98cm, indeks masa tubuh
pada pasien ini tidak dapat kami ukur karena pada identitas pasien
tidak dijelaskan jenis kelamin pasien tersebut, namun diperkirakan
6
pasien ini mengalami underweight. Lingkar kepala pasien 49cm dan
lingkar lengan atas pasien 15 cm dapat dikatakan normal.
Kepala pasien normosefal, rambut hitam tidak mudah tercabut.
Mata berair (+) menunjukkan konjungtivitis, agak cekung (+),
anemia (-), strabismus (-), nystagmus (-) dan refleks cahaya langsung
dan tidak langsung (+).
Hidung sianosis (-), sekret (+) bening menandakan penyebabnya
merupakan infeksi virus, napas cuping hidung (+) menandakan
pasien mengalami sesak napas yang mungkin disebabkan oleh sekret
bening pada hidung atau saluran pernapasan.
Telinga sekret (-), nyeri tekan atau tarik (-).
Bibir kering (+), sianosis (-), fisura (-), pada mukosa bukalis
terdapat ulkus kecil (+), ulkus ini disebut koplik spot yang merupakan
patognomonik dari penyakit campak. Faring hiperemis menandakan
infeksi akut, tonsil tenang dan lidah tidak kotor (dapat menyingkirkan
kemungkinan demam typhoid).
Bunyi jantung 1 dan 2 murni, murmur (-), toraks simetris kanan dan
kiri, retraksi subcosta (+) karena pasien mengalami sesak napas.
Perkusi pekak, suara napas bronkovesikuler, ronchi basah halus di
paru kanan dan kiri yang bisa terjadi karena sudah terdapat
komplikasi berupa infeksi sekunder yaitu bronkopneumoni pada
pasien.
Abdomen datar, nyeri tekan (-), shifting dullness (-), hati dan limpa
tidak teraba, bising usus terdengar biasa.
Kulit tampak bercak makulopapula (+) diseluh tubuh, petechiae (-)
dan ulcus (-).2
D. Pemeriksaan Laboratorium, Penunjang dan Interpretasinya
Laboratorium
7
Pemeriksaan Hasil PasienKadar Normal
AnakInterpretasi
Hb 12,2 g/dL 10-16 g/dL Normal
Ht 36% 33-38% Normal
Leukosit 4100/µl 9000-12000/µl Leukopeni
(infeksi virus)
Trombosit 212.000/µl 200.000-
400.000/µl
Normal
Gula Darah
Sewaktu
108 mg/dL 60-100mg/dL Hiperglikemi
Elektrolit Darah Na : 142 mmol/L Na : 142 mmol/L Normal, tidak
terjadi dehidrasiK : 3,5 mmol/L K : 3,5 mmol/L
Cl : 108 mmol/L Cl : 108 mmol/L
Radiografi Paru
Terdapat bercak infiltrat di paru kanan dan kiri, yang merupakan tanda dari
komplikasi campak yaitu bronkopneumonia, dimana pada pasien ini juga
terdapat peningkatan frekuensi napas dan ronki basah halus yang merupakan
gejala klinis dari bronkopneumonia. 3
E. Diagnosis
Setelah kelompok kami berdiskusi lebih lanjut, kami akhirnya menegakkan
diagnosis atas kasus ini yaitu morbili dengan komplikasi
bronkopneumonia, atas dasar gejala klinis, terutama patognomonik pada
pasien ini seperti adanya konjungtivitis dan ulkus kecil pada mulut di daerah
mukosa bukalis yang kami curigai sebagai koplik’s spot. Berdasarkan
pemeriksaan laboratorium, kami juga menemukan adanya leukopenia pada
8
pasien ini yang merupakan salah satu penanda dari infeksi virus. Terdapat
bercak infiltrat di paru kanan dan kiri, yang merupakan tanda dari komplikasi
campak yaitu bronkopneumonia, dimana pada pasien ini juga terdapat
peningkatan frekuensi napas dan ronki basah halus yang merupakan gejala
klinis dari bronkopneumonia.4
Diagnosis Banding
1. Rubella (Campak jerman)
Gejala yang sangat mirip dengan morbili juga etiologinya yang sama-sama
infeksi virus membuat Rubella sebagai diagnosis banding pada kasus ini.
Patognomonik pada rubella yaitu adanya Forchheimer spot yang mirip dengan
Koplik spot namun letaknya ada di palatum durum dan molle.
2. Demam Berdarah Dengue
Dilihat dari gejala klinis seperti demamnya yang sudah 5 hari dan
pemeriksaan laboratorium pasien ini dicurigai terkena DBD, namun tidak
ditemukan ptekie melainkan makulopapula yang tidak ditemukan pada DBD.
3. Demam tifoid
Demam yang sudah 5 hari dan pemeriksaan laboratorium darah yang
menunjukkan leukopenia merupakan tanda dari demam tifoid. Namun, pada
kasus ini tidak ditemukan kelainan pada saluran pencernaan yang merupakan
gejala dari demam tifoid melainkan ditemukan kelainan pada saluran
pernapasannya.
4. ISPA
Didapatkannya gejala seperti sesak, pilek, dan demam memungkinkan ISPA
kami jadikan salah satu diagnosis banding. Namun pada ISPA tidak ditemukan
bercak makulopapular pada kulit. Bisa jadi gejala ISPA pada kasus ini terjadi
karena infeksi sekunder.
F. Patofisiologi kasus
Virus masuk ke dalam tubuh melalui saluran pernafasan dan menginvansi epitel
dari saluran pernafasan tersebut. Kemudian ketika virus tersebut sampai menembus
kapiler, maka akan ikut terbawa bersama aliran darah menuju RES. Dan di RES inilah
virus akan menginfeksi atau bereaksi dengan sel-sel pertahanan tubuh (sel darah
putih) sehingga akan timbul gejala infeksi pada kulit, saluan pernafasan maupun
9
organ lain. Demam terjadi akibat adanya reaksi antara virus dan sel darah putih yang
terinfeksi tersebut yang bertujuan untuk mengeliminasi virus dari dalam darah, yang
dari reaksi tersebut akan dikeluarkan berbagai sitokin dan endogen pirogen (seperti
prostaglandin dan asam arakhidonat) yang kana menaikkan termostat tubuh.
Sel yang terinfeksi tersebut akan terlihat sebagai “multinucleated giant cells with
with inclusion bodies in the nucleus and cytoplasm” yang dikenal dengan nama sel
Warthin-Finkeldey.1 Sel-sel ini ditemukan di saluran pernafasan dan juga jaringan
limfoid yang merupakan patognomonik untuk campak.
Reaksi imunitas yang terhadap virus yang terjadi pada sel endotel di kapiler
superfisial (dermal cappilaries) berperan besar terhadap timbulnya Koplik’s spot dan
ruam di kulit.1
Invansi langsung terhadap sel limfosit T dan meningkatnya kadar suppresive
cytokines (seperti interleukin-4) akan menimbulkan depresi terhadap imunitas selullar
yang terjadi hanya sementara dan mengiringi penyakit ini. Infeksi pada saluran akan
menimbulkan batuk dan coryza. Dan bila terjadi kerusakan secara menyeluruh pada
saluran pernafasan, dan hilangnya cilia, merupakan faktor predisposisi terjadinya
infeksi sekunder karena bakteri, seperti pneumonia dan otitis media.5
G. Penatalaksanaan
1. Medikamentosa
• Untuk pengobatan yang bersifat simptomatik dapat di berikan
antipiretik seperti parasetamol 10 mg/kg BB.
• Antitusif, ekspektoran dan antikovulsan dapat diberikan bila perlu.
• Antivirus seperti ribavirin dapat juga diberikan bila perlu.
• Untuk bronkopneumonia dapat di berikan antibiotik standard karena
belum diketahui penyebab pastinya, seperti ampisilin 100
mg/kgBB/hari dalam 4 dosis intravena dikombinasikan dengan
kloramfenikol 75 mg/kgBB/hari intravena dalam 4 dosis, sampai gejala
sesak berkurang dan pasien dapat minum obat per-oral. Antibiotic
diberikan sampai tiga hari demam reda.
• Vitamin A untuk mempercepat penyembuhan dan mencegah
komplikasi.
2. Nonmedikamentosa
10
• Terapi suportif seperti istrahat yang cukup dapat mempercepat
kesembuhan pasien.
• Perbaikan nutrisi dengan makan makanan yang sehat.
H. Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : ad bonam
Ad sanationam : ad bonam
Dalam kasus ini, kami memutuskan memberikan prognosa di atas didasarkan
dari beberapa keadaan yang terdapat pada pasien tersebut, antara lain: riwayat tumbuh
kembangnya yang berada dalam keadaan gizi yang kurang dan, perjalanan
penyakitnya yang sudah berkomplikasi dalam bentuk bronkopneumoni.
I. Pencegahan
1. Pencegahan Tingkat Awal (Priemordial Prevention)
Pencegahan tingkat awal berhubungan dengan keadaan penyakit yang masih
dalam tahap prepatogenesis atau penyakit belum tampak yang dapat dilakukan
dengan memantapkan status kesehatan balita dengan memberikan makanan bergizi
sehingga dapat meningkatkan daya tahan tubuh.
2. Pencegahan Tingkat Pertama (Primary Prevention)
Pencegahan tingkat pertama ini merupakan upaya untuk mencegah seseorang
terkena penyakit campak, yaitu :
Memberi penyuluhan kepada masyarakat mengenai pentingnya pelaksanaan
imunisasi campak untuk semua bayi.
Imunisasi dengan virus campak hidup yang dilemahkan, yang diberikan pada
11
semua anak berumur 9 bulan sangat dianjurkan karena dapat melindungi
sampai jangka waktu 4-5 tahun.
3. Pencegahan Tingkat Kedua (Secondary Prevention)
Pencegahan tingkat kedua ditujukan untuk mendeteksi penyakit sedini
mungkin untuk mendapatkan pengobatan yang tepat. Dengan demikian pencegahan
ini sekurang-kurangnya dapat menghambat atau memperlambat progrefisitas
penyakit, mencegah komplikasi, dan membatasi kemungkinan kecatatan, yaitu :
Mencegah perluasan infeksi. Anak yang menderita campak jangan masuk
sekolah selama empat hari setelah timbulnya rash. Menempatkan anak pada
ruang khusus atau mempertahankan isolasi di rumah sakit dengan melakukan
pemisahan penderita pada stadium kataral yakni dari hari pertama hingga hari
keempat setelah timbulnya rash yang dapat mengurangi keterpajanan pasien
dengan risiko tinggi lainnya.
Pengobatan simtomatik diberikan untuk mengurangi keluhan penderita yakni
antipiretik untuk menurunkan panas dan juga obat batuk. Antibiotika hanya
diberikan bila terjadi infeksi sekunder untuk mencegah komplikasi.
Diet dengan gizi tinggi kalori dan tinggi protein bertujuan untuk
meningkatkan daya tahan tubuh penderita sehingga dapat mengurangi
terjadinya komplikasi campak yakni bronkhitis, otitis media, pneumonia,
ensefalomielitis, abortus, dan miokarditis yang reversibel.
4. Pencegahan Tingkat Ketiga (Tertiary Prevention)
Pencegahan tingkat ketiga bertujuan untuk mencegah terjadinya komplikasi
12
dan kematian. Adapun tindakan-tindakan yang dilakukan pada pencegahan tertier
yaitu :
Penanganan akibat lanjutan dari komplikasi campak
Pemberian vitamin A dosis tinggi karena cadangan vitamin A akan turun
secara cepat terutama pada anak kurang gizi yang akan menurunkan imunitas
mereka.
13
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Morbili/Campak/Rubeola adalah penyakit akut yang sangat menular,
disebabkan oleh infeksi virus morbili yang pada umumnya menyerang anak.
Morbili memiliki gejala klinis yang khas yaitu terdiri dari tiga stadium yang
masing – masing mempunyai ciri khusus:
(1) Stadium masa tunas diperkirakan berlangsung selama10-12 hari
(2) Stadium prodromal yang menunjukkan gejala pilek dan batuk yang meningkat
dengan ditemukan exanthem pada mukosa pipi (bercak koplik), faring dan mukosa
konjungtiva meradang.
(3) Stadium akhir dengan keluarnya ruam dimulai dari belakang telinga menyebar ke
muka, badan, lengan dan kaki. Ruam timbul didahului dengan suhu badan meningkat,
selanjutnya ruam menjadi menghitam dan mengelupas.6
EpidemiologiDi indonesia, menurut survei Kesehatan Rumah Tangga Morbili menduduki
tempat ke-5 dalam urutan 10 macam penyakit utama pada bayi (0,7%) dan tempat ke-
5 dalam urutan 10 macam penyakit utama pada anak umur 1-4 tahun (0,77%).
Morbili merupakan penyakit endemis, terutama di negara sedang berkembang.
Di Indonesia penyakit morbili sudah dikenal sejak lama. Di masa lampau morbili
dianggap sebagai suatu hal yang harus di alami setiap anak, sehingga anak yang
terkena campak tidak perlu diobati, mereka beranggapan bahwa penyakit morbili
dapat sembuh sendiri bila ruam sudah keluar. Ada anggapan bahwa ruam yang keluar
banyak semakin baik. Bahkan ada usaha dari masyarakat untuk mempercepat
keluarnya ruam. Ada kepercayaan bahwa penyakit morbili akan berbahaya bila ruam
tidak keluar pada kulit sebab ruam akan muncul didalam rongga tubuh lain seperti
didalam tenggorokan, paru, perut, atau usus. Hal ini diyakini akan menyebabkan
sesak nafas atau diare yang dapat menyebabkan kematian.
Secara biologik, morbili mempunyai sifat adanya ruam yang jelas, tidak
diperlukan hewan perantara, tidak ada penularan melalui serangga (vektor), adanya
14
musiman dengan periode bebas penyakit, tidak ada penularan virus secara tetap,
hanya memiliki satu serotipe virus dan adanya vaksin campak yang efektif.6
EtiologiVirus morbili berada di sekret nasofaring dan didalam darah, minimal selama
masa tunas dan dalam waktu yang singkat sesudah timbul ruam. Virus tetap aktif
minimal 34 jam pada temperatur kamar, 15 minggu di dalam pengawet beku,
minimal 4 minggu disimpan dalam temperatur 350 C, dan beberapa hari pada suhu
00C. Virus tidak dapat aktif pada pH rendah.6
Bentuk Virus
Virus morbili termasuk golongan paramyxovirus berbentuk bulat dengan tepi
yang kasar dan bergaris tengah 140 nm dan dibungkus oleh selubung luar yang terdiri
dari lemak dan protein Didalamnya terdapat nukleokapsid yang bulat lonjong terdiri
dari bagian protein yang mengelilingi asam nukleat (RNA), merupakan struktur helix
nukleo protein dari myxovirus. Selubung luar sering menunjukkan tonjolan pendek,
suatu protein yang berada diselubung luar muncul sebagai hemaglutinin.6
Ketahanan Virus
Virus morbili adalah organisme yang tidak memiliki daya tahan tinggi, apabila
berada diluar tubuh manusia keberadaanya tidak kekal. Pada temperatur kamar ia
kehilangan 60% sifat infektisitasnya selama 3-5 hari, pada 370c waktu paruh umurnya
2 jam, pada 560c hanya satu jam. Dalam keadaan yang lain ia bertahan dalam keadaan
dingun. Pada media protein ia dapat hidup dengan suhu -700c selama 5,5 tahun,
sedangkan dalam lemari pendingin dengan suhu 4-60c dapat hidup selama 5 bulan
apabila dimasukkan dalam media protein dan hanya dapat hidup 2 minggu bila tanpa
media protein.
Tanpa media protein virus campak dapat dihancurkan oleh sinar ultraviolet.
Oleh karena selubungnya terdiri dari lemak maka termasuk mikroorganisme yang
bersifat eter labile, pada suhu kamar dapat mati dalam 20% eter selama 10 menit dan
50% aseton dalam 30 menit. Virus morbili sensitif pada 0,01% betapropiaceton dalam
setiap konsentrasi, pada suhu 370c,akan kehilangan sifat infektisitasnya dalam2 jam,
walaupun demikian ia tetap memiliki antigenitas penuh. Dalam 1/4000 formalin
menjadi tidak efektif selama 5 hari, tetapi tidak kehilangan antigenitasnya. Tripsin
mempercepat hilangnya potensi antigenik.6
15
Patogenesis
Penularannya sangat efektif, dengan sedikit virus yang infeksius sudah dapat
menimbulkan infeksi pada seseorang. Penularan morbili yang terjadi secara droplet
melalui udara, terjadi 1-2 hari sebelum timbul gejala klinis sampai 4 hari setelah
timbul ruam. Di tempat awal infeksi, penggandaan virus sangat minimal dan jarang
dapat di temukan virusnya. Virus masuk ke dalam limfatik lokal, bebas maupun
berhubungan dengan sel mononuklear mencapai kelenjar getah bening lokal. Di sini
virus memperbanyak diri dengan sangat perlahan dan disitu mulailah penyebaran ke
sel jaringan limforetikuler seperti limpa. Sel mononuklear yang terinfeksi
menyebabkan terbentuknya sel raksasa berinti banyak dari Warthin, sedangkan
limfosit-T meliputi klas penekanan dan penolong yang rentan terhadap infeksi, aktif
membelah.
Gambaran kejadian awal di jaringan limfoid masih belum diketahui secara
lengkap,tetapi 5-6 hari sesudah infeksi awal, fokus infeksi terwujud yaitu ketika virus
masuk ke dalam pembuluh darah dan meyebar kepermukaan epitel orofaring, saluran
nafas, kulit, kandung kemih dan usus. Eksudat serosa dan proliferasi sel mononuklear
dan beberapa sel polimorfonuklear terjadi di sekitar kapiler-kapiler.
Pada hari ke-9-10 fokus infeksi yang berada di saluran nafas dan konjungtiva,
satu sampai dua lapisan mengalami nekrosis. Pada saat itu virus dalam jumlah banyak
masuk kembali ke pembuluh darah dan menimbulkan manifestasi klinis dari sistem
saluran nafas diawali dengan keluhan batuk pilek disertai selaput konjungtiva yang
tampak merah. Respon imun yang terjadi ialah proses peradangan epitel pada sistem
16
saluran pernafasan diikuti dengan manifestasi klinis berupa demam tinggi, anak
tampak sakit berat dan ruam yang menyebar keseluruh tubuh, tampak suatu ulsera
kecil pada mukosa pipi yang disebut bercak koplik, merupakan tanda pasti untuk
menegakkan diagnosis.
Akhirnya muncul ruam makulopapular pada hari ke-14 sesudah awal infeksi
dan pada saat itu antibodi humoral dapat dideteksi. Selanjutnya daya tahan tubuh
menurun, sebagai respon delayed hypersensitivity terhadap antigen virus terjadilah
ruam pada kulit, kejadian ini tidak tampak pada kasus yang mengalami defisit sel-T.
Fokus infeksi tidak menyebar jauh ke pembuluh darah. Vasikel tampak mikroskopis
di epidermis tetapi virus tidak berhasil timbul di kulit. Penelitian dengan
imunofluoresens dan histologikmenunjukkan bahwa antigen morbili dan gambaran
histologik pada kulit diduga suatu reaksi Artus. Daerah epitel yang nekrotik di
nasofaring dan saluran pernafasan memberikan kesempatan serangan infeksi bakteri
sekunder berupa bronkopneumonia, otitis media, dan lain-lain. Dalam keadaan
tertentu adenovirus dan herpes virus pneumoniadapat terjadipada kasus morbili, selain
itu morbili dapat menyebabkan gizi kurang.6
Manifestasi klinis dan Diagnosis
Diagnosis morbili biasanya dapat dibuat atas dasar kelompok gejala klinis
yang sangat berkaitan, yaitu koriza dan mata meradang disertai batuk dan demam
tinggi dalam beberapa hari dan diikuti ruam yang memiliki ciri khas, yaitu diawali
dari belakang telinga untuk kemudian menyebar ke muka, dada, tubuh, lengan dan
kaki bersamaan dengan meningkatnya suhu tubuh dan selanjutnya mengalami
hiperpigmentasi dan mengelupas.
17
Pada stadium prodormal dapat ditemukan enantema di mukosa pipi yang
merupakan tanda patognomonis morbili yaitu bercak koplik, meskipun demikian
menentukan diagnosis perlu ditunjang data epidemiologi. Tidak semua kasus
manifestasinya sama dan jelas. Sebagai contoh, pasien yang mengidap gizi kurang
ruamnya dapat berdarah dan mengelupas atau pasien sudah meninggal ruam belum
timbul. Kasus yang mengidap gizi kurang dapat menderita diare yang berkelanjutan.
Jadi, dapat dapat disimpulkan bahwa diagnosis morbili dapat ditegakkan
secara klinis, sedangkan beberapa pemeriksaan penunjang seperti pada pemeriksaan
sitologik ditemukan sel raksasa pada mukosa hidung dan pipi dan pada pemeriksaan
serologik didapatkan IgM spesifik. campak dapat bermanifestasi tidak khas disebut
campak atipikal; diagnosis banding lainnya adalah rubela, demam skarlatina, ruam
akibat obat-obatan, eksantema subitum dan infeksi stafilokokus.6
K omplikasi
Campak menjadi berat pada pasien dengan gizi buruk dan anak yang lebih
kecil
Diare dapat diikuti dehidrasi
Otitis media
Laringotrakeobronkitis (croup)
Bronkopneumonia
Ensefalitis akut
Reaktifasi tuberkulosis
Malnutrisi pasca serangan campak
Subacute sclerosing panencephalitis (SSPE), suatu proses degeneratif susunan
syaraf pusat dengan gejala karakteristik terjadi deteriorisasi tingkah laku dan
intelektual, diikuti kejang. Disebabkan oleh infeksi virus yang menetap, timbul
beberapa tahun setelah infeksi merupakan salah satu komplikasi campak onset
lambat.7
BAB V
18
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang lain nya maka diagnosis kerja pada pasien ini adalah Morbili dengan
komplikasi bronkopneumonia, dimana gejala klinis yang muncul salah satunya
adalah patognomonik dari morbili yaitu adanya koplik spot dan konjungtivitis.
Pada pasien ini juga ditemukan kelainan pada parunya dari adanya suara nafas
bronchovesikuler dan ronchi basah halus di paru kanan dan kiri yang kami
simpulkan sebagai komplikasi dariinfeksi sekunder akibat morbili. Secara
prognosis penyakit ini baik karena tingkat penyembuhannya mencapai 100%,
namun pada pasien ini yang telah mengalami komplikasi pada parunya,
prognosisnya tidak sebaik yang mengalami morbili tanpa komplikasi.
DAFTAR PUSTAKA
19
1. Buku kuliah : Ilmu Kesehatan Anak : Jilid 2 : Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
2002 : 593-598
2. Sutedjo AY. Buku Saku Mengenal Penyakit Melalui Hasil Pemeriksaan
Laboratorium. Yogyakarta : Amara Books; 2007. h. 25-30.
3. Widagdo. Masalah Dan Tatalaksana Penyakit Infeksi Pada Anak. Jakarta :
Sagung Seto;2011. h. 27
4. Latief A, Tumbelaka AR, Matondang CS, Chair I, Bisanto J, Abdoerrachman
MH, et al. Diagnosis Fisis Pada Anak. Dalam : Matondang CS, wahidiyat I,
Sastroasmoro S, editor. Edisi 2. Jakarta : sgung Seto; 2009. h. 205-6
5. Gershon A. Measles (Rubeola). Harrisons TR, Fauci AS, Kasper DL, editors.
Harrison’s Internal Medicine. 17th ed. New York, NY: The McGraw-Hill
Companies; 2008; p. 1215.
6. Soedarmo SS, Garna H, Hadinegoro SR, Eds. Campak.Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Anak : Infeksi & Penyakit Tropis, edisi 2. Jakarta : BP IDAI FKUI,
2010:109-14
7. Ilmu kesehatan anak FK UNAIR.komplikasi campak. Available
http://www.pediatrik.com/isi03.php?
page=html&hkategori=pdt&direktori=pdt&filepdf=0&pdf=&html=07110-
esnj280.htm Accessed on 24 January 2012.
20
top related