emailfe.unsiq.ac.id/portal/assets/uploads/3.erna-dwi-astuti... · 2018-04-04 · indonesia dalam...
Post on 13-Feb-2020
38 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Volume 11 No.1, Januari 2016 ISSN: 1907–426X
36
PELATIHAN DESAIN GRAFIS & CETAK DIGITAL
DI LINGKUNGAN PONDOK PESANTREN
Erna Dwi Astuti1
Fakultas Teknik, Universitas Al-Quran Jawa Tengah
E-mail: erna_unsiq@yahoo.co.id
Sri Hartiyah2
Fakultas Ekonomi, Universitas Al-Quran Jawa Tengah
Email : hartiyahsry@gmail.com
ABSTRAK
Smart Enterpreneur adalah individu yang mampu menciptakan usaha
baru yang bersifat kreatif dan inovatif dengan berani mengambil resiko dan
ketidakpastian untuk mencapai keuntungan dengan cara mengidentifikasi
peluang serta menggabungkan sumberdaya yang dimiliki. Masyarakat Wonosobo
dikenal sebagai sebagai masyarakat perantau. Hal ini dikarenakan sebagian besar
masyarakat di Wonosobo memang dikenal sebagai masyarakat miskin dan
terbelakang. Rendahnya tingkat kemiskinan dan keterbelakangan masyarakat
Wonosobo merupakan faktor penghambat yang utama dalam pencapaian
daya saing dan pengembangan industrialisasi khususnya di Wonosobo.
Subsektor industri kreatif yang akan dikembangkan dibatasi pada
subsektor percetakan dan pemasarannya melalui pembuatan toko online. Batasan
ini bertujuan untuk menyesuaikan pada permasalahan pokok yang dihadapi
oleh lingkungan Pondok Pesantren, yaitu perlu adanya suatu kegiatan/pelatihan
di lingkungan Pondok Pesantren dengan tujuan untuk menciptakan
wirausahawan mandiri serta mengembangkan kreativitas peserta didik di masing-
masing pondok pesantren. Istilah percetakan (sablon) memiliki konotasi kegiatan
cetak mencetak grafis yang dilakukan secara manual. Namun seiring dengan
perkembangan teknologi informasi yang banyak menawarkan kemudahan dalam
menuangkan ide-ide kreatif bagi desainer grafis, maka teknologi proses cetak
secara digital dengan bantuan perangkat komputer menjadi alternatif pilihan bagi
pelaku bisnis percetakan maupun konsumen percetakan. Kecanggihan peralatan,
kualitas hasil produk yang sangat baik, dan inovasi dalam hal
pemasaran/marketing merupakan faktor yang berpengaruh pada keberlangsungan
usaha/bisnis percetakan saat ini.
Kata kunci : smart enterpreneur, industri kreatif, pondok pesantren
PENDAHULUAN Analisis Situasi
Potensi Industri Kreatif Indonesia merupakan negara yang kaya akan kekayaan alam dan budaya,
tidak terkecuali dengan daya kreativitas sumber daya manusianya. Hal ini dapat
dibuktikan dengan banyaknya kemunculan industri-industri baru di
Indonesia dalam berbagai bidang yang berpotensi menambah devisa negara.
Potensi besar yang dimiliki Indonesia ini menarik perhatian pemerintah untuk
memberdayakan potensi untuk meningkatkan ekonomi Indonesia. Dukungan ini
Volume 11 No.1, Januari 2016 ISSN: 1907–426X
37
dibuktikan dengan dikeluarkannya buku ”Pengembangan Ekonomi Kreatif
Indonesia 2025”. Ekonomi kreatif diharapkan dapat memberikan peran untuk
memanfaatkan cadangan sumber daya yang bukan hanya terbarukan, bahkan
terbatas, yaitu ide, talenta, dan kreativitas.
Industri kreatif menurut UK DCMS Task Force 1998 adalah ”Creatives
Industries as those industries which have their origin in individual
creativity, skill, & talent, and which have potential for wealth and job creation
through the generation and exploitation of intellectual property and content”.
Departemen Perdagangan Republik Indonesia juga mendefinisikan industri
kreatif sebagai merupakan industri yang berasal dari pemanfaatan kreativitas,
ketrampilan, serta bakat individu untuk menciptakan kesejahteraan serta lapangan
pekerjaan melalui penciptaan dan pemanfaatan daya kreasi dan daya cipta
individu tersebut. Beberapa sektor industri yang berbasis kreativitas adalah :
periklanan, arsitektur, pasar barang seni, kerajinan, desain, fashion, video, film,
dan fotografi, permainan interaktif, musik, seni pertunjukan, penerbitan dan
percetakan, layanan komputer dan piranti lunak, televisi dan radio, riset dan
pengembangan.
Di Indonesia, peran industri kreatif dalam ekonomi Indonesia cukup
signifikan dengan besar kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto rata-
rata tahun 2002-2006 adalah sebesar 6,3 % atau setara dengan 104,6 triliun
rupiah (nilai konstan) dan 152,5 triliun rupiah (nilai nominal). Industri ini telah
mampu menyerap tenaga kerja rata-rata tahun 2002-2006 adalah sebesar 5,4 juta
dengan tingkat partisipasinya sebesar 5,8 %. Persentase kontribusi Produk
Domestik Bruto subsektor industri kreatif terhadap sektor industri kreatif pada
tahun 2006 didominasi oleh subsektor (1) Fashion 43,71% ~ 45,8 triliun rupiah;
(2) Kerajinan (25,52 % ~ 26,7 triliun rupiah); (3) dan Periklanan (7,93% ~ 8,3
triliun rupiah) (Studi pemetaan Industri Kreatif 2007, Departemen Perdagangan
Indonesia).
Gambar 1. Nilai Produk Domestik Bruto Sektor Lapangan Usaha Utama dan
Industri Kreatif di Indonesia Tahun 2006
Industri fashion merupakan penyumbang Produk Domestik Bruto terbesar pada industri kreatif di Indonesia, yaitu berkontribusi hampir mencapai 46 triliun
Volume 11 No.1, Januari 2016 ISSN: 1907–426X
38
rupiah (harga konstan) di tahun 2006 dengan rata-rata persentase kontribusi
terhadap Produk Domestik Bruto industri kreatif sekitar 43,71 %. Industri
kerajinan merupakan subsektor industri kreatif yang memiliki nilai
kontribusi Produk Domestik Bruto terbesar kedua setelah subsektor fashion
dengan nilai kontribusi di tahun 2006 sebesar 25,51 %. Industri periklanan
merupakan penyumbang Produk Domestik Bruto terbesar ketiga setelah
subsektor fashion dan subsektor kerajinan dengan nilai kontribusi sebesar 7,93 %
atau sekitar 8,3 triliun rupiah di tahun 2006. Industri subsektor kreatif
penyumbang Produk Domestik Bruto terbesar keempat pada industri kreatif
di Indonesia adalah industri desain sebesar 5,88 % atau sekitar 6,1 triliun
rupiah, diikuti oleh industri Penerbitandan Percetakan (4,09 % ~ 4,2 triliun
rupiah), industri Arsitektur (3,95 % ~ 4,1 triliun rupiah), industri musik 3,65 %
~ 3,8 triliun rupiah), industri televisi dan radio (2,04 % ~ 2,1 triliun rupiah),
industri layanan komputer dan piranti lunak (0,99 % ~ 1,04 triliun rupiah),
industri riset dan pengembangan (0,93% ~ 0,97 triliun rupiah), industri pasar seni
dan barang antik (0,65 % ~ 0,685 triliun rupiah), industri permainan interaktif
(0,32 % ~ 0,337 triliun rupiah), industri film, video, dan fotografi (0,24 % ~
0,25 triliun rupiah), dan industri seni pertunjukan (0,12 % ~ 0,124 triliun rupiah)
(Studi pemetaan Industri Kreatif 2007, Departemen Perdagangan Indonesia).
Persentase kontribusi subsektor industri kreatif pada tahun 2006 dapat dilihat
pada Gambar 2.
Gambar 2. Kontribusi Produk Domestik Bruto subsektor industri
kreatif pada tahun 2006. Apabila kita cermati, bisnis kreatif sablon digital memiliki peluang
usaha yang sangat baik. Usaha sablon digital ini didukung dengan modal yang
relatif murah terjangkau sehingga dapat dilakukan dalam industri skala
rumah (home Industry). Kelebihan usaha cetak digital yang mengandalkan
desain grafis menggunakan komputer dibandingkan dengan industri cetak
sablon manual adalah efisiensi waktu dikarenakan konsumen dapat
Volume 11 No.1, Januari 2016 ISSN: 1907–426X
39
menunggu hasil proses cetak sablon dalam waktu yang singkat (Or-coy dan
Katamsi, 2008). Proses pembuatan cetak sablon secara digital ini juga
tergolong sederhana dan hanya dibutuhkan sentuhan kreativitas dalam
pembuatan desain gambar/sablon yang akan dicetak.
Kondisi Masyarakat Wonosobo Masyarakat Wonosobo dikenal sebagai sebagai masyarakat perantau.
Hal ini dikarenakan sebagian besar masyarakat di Wonosobo memang dikenal
sebagai masyarakat miskin dan terbelakang. Kemiskinan dan keterbelakangan
masyarakat Wonosobo merupakan sebagian akibat kurangnya kesadaran
masyarakat akan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), minimnya
kemampuan untuk mengolah potensi sumber daya alam serta
ketidakmampuan masyarakat memanfaatkan peluang dalam dunia usaha
yang terkait industri kecil dan menengah. Salah satu faktor penyebab tingkat
kemiskinan yang menjadi prioritas dan kepedulian dari pemerintah pusat
maupun daerah adalah masih rendahnya tingkat pendidikan masyarakat
Wonosobo. Hal ini dibuktikan dengan data faktual Badan Pusat Statistik
Kabupaten Wonosobo pada tahun 2013 dan 2014 yang menyebutkan bahwa
angka putus sekolah (APS) masyarakat di Kabupaten Wonosobo masih
tergolong tinggi, meskipun setiap tahunnya mengalami penurunan. Angka
putus sekolah tersebut meliputi mulai tingkat sekolah dasar (SD/MI),
Sekolah Menengah Pertama (SMP/MTs) sampai Sekolah Menengah Umum
(SMU/MA). Dinas Sosial setempat mencatat angka putus sekolah pada
tahun 2013 untuk SD/MI sebesar 23% sedangkan pada SMP/MTs
mencapai 39% dan SMU/MA38%. Secara keseluruhan siswa yang
mengalami putus sekolah berjumlah 550 siswa. Sedangkan rinciannya adalah
125 merupakan siswa Sekolah Dasar dan 213 siswa Sekolah Menengah
Pertama, sisanya sejumlah 212 siswa Sekolah Menengah Umum. Apabila
dibandingkan dengan jumlah pada tahun sebelumnya APS pada tahun ini
mengalami penurunan. Jumlah APS pada tahun 2014 untuk tingkat SD/MI
sebesar 26 % pada tingkat SMP/MTs 40 % dan SMU/MA34%. Pada
tahun 2014 APS untuk tingkat SD 121 siswa dan SMP 192, serta SMU159
siswa, dengan jumlah keseluruhan mencapai 472 siswa. Terdapat dua faktor
utama yang mendasari terjadinya putus sekolah, yaitu faktor ekonomi
keluarga siswa yang bersangkutan serta budaya masyarakat yang beranggapan
bahwa pendidikan merupakan kebutuhan sekunder.
Rendahnya tingkat kemiskinan dan keterbelakangan masyarakat
Wonosobo merupakan faktor penghambat utama dalam pencapaian daya
saing dan pengembangan industrialisasi khususnya di Kabupaten
Wonosobo seiring dibangun dan diperbaikinya kembali sarana dan prasarana.
Oleh sebab itu, pemerintah pusat dan pemerintah daerah pada saat ini
bekerjasama untuk menggalakkan Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat (PNPM) di seluruh wilayah Wonosobo. Pada program PNPM
tersebut, pemerintah pusat mengalokasikan dana dengan tujuan untuk
memberdayakan masyarakat melalui pelatihan peningkatan kapasitas dan
pelatihan pengembangan usaha rakyat Keberlanjutan pengembangan program
PNPM dan proses industrialisasi secara bertahap dapat menciptakan banyak
lapangan kerja dan menimbulkan efek multiplier yang dapat memacu
akselerasi pertumbuhan ekonomi di seluruh kawasan Wonosobo sehingga
Volume 11 No.1, Januari 2016 ISSN: 1907–426X
40
dapat meningkatkan taraf ekonomi masyarakat secara signifikan.
Pengembangan industrialisasi yang diharapkan tentu saja bukan industrialisasi
yang akan mengikis kearifan dan kekayaan budaya lokal masyarakat,
namun proses industrialisasi yang mampu bersinergi dengan budaya
masyarakat setempat.
Pondok pesantren sebagai lembaga keagamaan di masyarakat Wonosobo
merupakan lembaga keagamaan dengan peran yang sangat vital dalam
hubungannya dengan keberlangsungan industrialisasi di Wonosobo saat ini.
Pesantren diperlukan sebagai filter budaya terhadap pengaruh negatif dari
keberlangsungan industrialisasi di Pulau Wonosobo. Di era globalisasi saat ini,
wacana mengenai pondok pesantren semakin menarik untuk dikaji lebih
lanjut. Hal ini disebabkan karena pesantren merupakan lembaga keagamaan yang
memiliki peranan sebagai lembaga refungsionalisasi, dimana pesantren tidak
sekedar memainkan fungsi-fungsi tradisionalnya, seperti transmisi ilmu-ilmu
keislaman, pemeliharaan tradisi Islam dan reproduksi ulama, tetapi juga telah
berkembang pada fungsi pembangunan nilai (value development), pembangunan
ekonomi (economical development), pengembangan teknologi tepat guna,
penyuluhan kesehatan, penyelamatan lingkungan hidup, pusat studi gender,
kemandirian (self reliance and sustainability) dan pengembangan kecakapan
hidup (life skill). Pesantren dituntut untuk melakukan transformasi keunggulan
komparatif menjadi keunggulan kompetitif melalui pemanfaatan teknologi
informasi dan IPTEK Pesantren diharapkan mampu menjalin
networking/kerjasama dengan dunia usaha sehingga mampu mendukung program
pemerintah dalam meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan para santri
peserta didik khususnya maupun masyarakat sekitar pada umumnya. Sehingga
pihak pondok pesantren membutuhkan pendampingan dan pengelolaan
kewirausahaan untuk memberdayakan para santri khususnya dan masyarakat
sekitar pada umumnya karena minimnya fasilitas dan prasarana pendukung
kegiatan kewirausahaan di masing-masing pondok pesantren dan masih
minimnya pengetahuan para santri terhadap perkembangan informasi dan
teknologi serta kurangnya kemampuan dalam hal pengenalan internet.
METODE PENELITIAN Kegiatan ini diharapkan mampu mengoptimalkan potensi dan meningkatkan
peran serta masyarakat pondok pesantren untuk mendukung pengembangan industri kreatif sebagai penunjang sistem ekonomi pesantren. Beberapa langkah kongkrit yang ditawarkan antara lain : a. Memberikan pelatihan berupa keahlian dalam perancangan dan pembuatan
desain grafis khususnya teknologi cetak digital.
b. Menyediakan fasilitas dan peralatan yang dibutuhkan selama proses cetak digital
dan pemasaran hasil produk sehingga dapat berjalan dengan baik
c. Pemanfaatan internet sebagai sarana pemasaran hasil produksi cetak digital
d. Pemanfaatan sistem kepakaran dan penciptaan sinergi secara networking
Setelah implementasi kegiatan program/pelatihan ini selesai dilaksanakan
diharapkan : 1. Mampu menghasilkan jiwa wirausahawan mandiri yang berasal dari
kalangan santri pondok pesantren
2. Meningkatkan kemampuan dan keahlian para santri dalam
Volume 11 No.1, Januari 2016 ISSN: 1907–426X
41
mengembangkan usaha sablon secara digital
3. Mampu memperluas jaringan informasi dan bisnis dalam proses
pemasaran hasil produksi melalui internet
4. Setiap santri mampu mengembangkan dan menghasilkan ide-ide kreatif sekaligus sebagai fasilitas pengembangan kewirausahaan
untuk kalangan pondok pesantren.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil dari program ini merupakan hasil yang diharapkan setelah
implementasi kegiatan selesai dilaksanakan target luaran Kegiatan ini merupakan kombinasi antara metode pengenalan, pelatihan, dan pendampingan yang dilakukan melalui dua tahapan, yaitu tahap pengembangan model usaha penyablonan serta tahap pemasaran hasil usaha sablon secara digital.
Pada tahap pengembangan model usaha penyablonan, para santri dari pondok pesantren akan diberikan pelatihan dan pendampingan berkaitan dengan kewirausahaan, desain grafis, proses produksi cetak digital, serta kontrol kualitas dari hasil proses sablon secara digital. Pada tahap berikutnya, para santri yang telah mengikuti pelatihan pada tahap kedua akan diberi pelatihan berkaitan dengan proses pemasaran hasil produksi melalui website/toko online dengan menggunakan aplikasi wordpress. Pelaksanaan kedua tahapan tersebut diharapkan mampu mengingkatkan kemampuan santri dalam mengembangkan dan meningkatkan kualitas dan kuantitas produk hasil sablon sehingga mampu menciptakan usaha percetakan yang inovatif yang mampu memberikan nilai tambah bagi masyarakat pondok pesantren khususnya mapun bagi masyarakat sekitar pada umumnya. Rangkaian kegiatan ditunjukkan pada Gambar 3 di bawah ini:
Santri dan Pondok Pesantren
Pelatihan & pendampingan kewirausahaan, desain
grafis, proses produksi cetak digital, dan kontrol kualitas dari hasil proses sablon secara digital
Pelatihan pembuatan website/toko online dengan
memanfaatkan aplikasi wordpress
Gambar 3. Rangkaian kegiatan yang akan dilaksanakan
Volume 11 No.1, Januari 2016 ISSN: 1907–426X
42
Gambaran Ipteks Yang Akan Ditransfer Kepada Para
Santri
Desain pola gambar sablon dengan menggunakan peralatan komputer
Volume 11 No.1, Januari 2016 ISSN: 1907–426X
43
Mencetak pola sablon pada printer dengan
menggunakan kertas sublimasi
Hasil desain gambar sablon dicetak pada mug
Hasil desain gambar sablon
dicetak pada kaos
Pemasaran hasil produk melalui pelatihan pembuatan website/toko online dengan menggunakan aplikasi wordpress
Volume 11 No.1, Januari 2016 ISSN: 1907–426X
45
implementasi kegiatan selesai
dilaksanakan. Target luaran kegiatan
Hasil dari program IbM ini merupakan hasil yang diharapkan setelah
tersebut antara lain :
1. Mampu menghasilkan jiwa wirausahawan mandiri yang berasal dari
kalangan santri pondok pesantren
2. Meningkatkan kemampuan dan keahlian para santri dalam mengembangkan
usaha cetak digital
3. Mampu memperluas jaringan informasi dan bisnis dalam proses pemasaran
hasil produksi melalui internet
Volume 11 No.1, Januari 2016 ISSN: 1907–426X
46
4. Setiap santri diharapkan mampu mengembangkan dan menghasilkan ide-ide
kreatif sekaligus sebagai fasilitas pengembangan kewirausahaan untuk kalangan
pondok pesantren.
Gambar 1. Pencetakan desain melalui printer epson
Gambar 2. Hasil Cetak Mug
Gambar 3. Pelatihan Cetak Kaos
KESIMPULAN Berdasarkan refleksi hasil kegiatan
yang telah dilakukan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :
a. Program Peningkatan mutu pengabdian kepada masyarakat yang telah dilaksanakan
dapat meningkatkan keterampilan santri dan masyarakat di sekita Pondok Pesantren
Roudlotul Muttaqien terhadap penguasaan komputer untuk mendukung proses
pembelajaran maupun usaha cetak digital lainnya.
b. Kegiatan pelatihan wirausaha mampu meningkatkan jiwa enterpeneur bagi santri Pondok Pesantren Roudlotul Muttaqien dan Masyarakat desa Modung sehingga dapat
digunakan sebagai landasan untuk membuka peluang di bidang cetak digital
c. Pelatihan Blogging for Bussines membantu peserta program Ibm mengembangkan
usaha cetak digital ke arah persaingan bisnis secara online.
Volume 11 No.1, Januari 2016 ISSN: 1907–426X
47
SARAN Berdasarkan kesimpulan tersebut,
maka beberapa saran bagi tim dan pengambil kebijakan di perguruan tinggi adalah sebagai
berikut :
a. masih banyak pihak, terutama sekolah maupun pondok pesantren yang berada di
wilayah Kabupaten Wonosobo yang membutuhkan adanya kegiatan ini, untuk
membantu guru, siswa untuk meningkatkan kompetensi yang dibutuhkan guna
meningkatkan kualitas pembelajaran maupun jiwa entrepreneur di sekolah/pondok
pesantren. Oleh karena itu diperlukan adanya prioritas dalam hal pelatihan dan
pendampingan.
b. Penyebaran informasi tentang kegiatan PPM lebih diperluas. Diutamakan informasi
berupa agenda kegiatan PPM yang akan dilaksanakan dan dapat diakses oleh masyarakat sehingga pihak-pihak yang membutuhkan dapat mengetahui dan mengikuti
kegiatan yang dimaksud.
DAFTAR PUSTAKA
BPS Kabupaten Wonosobo. 2013. Kabupaten Wonosobo Dalam Angka.
Wonosobo : Pemerintah Daerah Wonosobo.
BPS Kabupaten Wonosobo. 2014. Kabupaten Wonosobo Dalam Angka.
Wonosobo : Pemerintah Daerah Wonosobo
Helianthusonfri, Jefferly. 2013. “Toko Online Canggih dan Praktis dengan
Wordpress”. Elex Media Computindo : Jakarta.
Nusantara, Guntur. 2004. “Panduan Praktis Cetak Sablon”. Kawan Pustaka :
Jakarta.
Misriyanto, Sapto. 2009. “Teknik Dasar Cetak Sablon dan Digital Printing”.
Media Pressindo : Jakarta
Or-coy dan Katamsi, Y., (2008), “Digital printing: Panduan Teknik Cetak Cepat di
Aneka Media”, Kawan Pusataka.
Pangestu, M.E., (2008), ”Pengembangan Industri Kreatif Indonesia 2025: Hasil Konvensi Pengembangan Ekonomi Kreatif 2009-2025. Departemen
Perindustrian dan Perdagangan”, Makalah Disajikan dalam Seminar
Nasional: Industri Kreatif untuk Kesejahteraan Bangsa, Bandung.
Praktikno, Yanto. 2009. “Dasar-Dasar Kewirausahaan Untuk
SMK/MAK/SMA/MA”. Pustaka Binaman Presindo : Jakarta
Rahmanto, S., (2008), “Bisnis Advertising Desain Grafis, dan Digital Printing”,
Media Pressindo.
Simatupang, TM. 2008. “Perkembangan Industri Kreatif”. Paper. Bandung: SMB ITB Suryanie, D., dan Esti, R.K., (2008), ”Potrait of Creative Industry in Indonesia”,
Economic Review, no. 212, juni 2008, hal. 1-8.
Suwoyo, Bambang B. 2009. “Pengembangan Jiwa Kewirausahaan di Kalangan
top related