erna portofolio etik - informed consent_edita1

23
PORTOFOLIO KASUS ETIK - MEDIKOLEGAL Oleh: Paulinne Windawati, dr. PENDAMPING dr. Th. M. Liliek Rahaju

Upload: nana-kero

Post on 11-Nov-2015

29 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

doc

TRANSCRIPT

PORTOFOLIO KASUS ETIK - MEDIKOLEGAL

Oleh:Paulinne Windawati, dr.

PENDAMPING dr. Th. M. Liliek Rahaju

Portofolio KasusLinne No. ID dan Nama Peserta : Paulinne Windawati

No. ID dan Nama Wahana : RSUD dr Soedomo Trenggalek

Topik : Etik

Tanggal (kasus): 12 februari 2012

Nama Pasien: By. EDNo RM: -

Tanggal Presentasi: Pendamping: dr. Th. M. Liliek Rahaju

Obyektif Presentasi:

Keilmuan KeterampilanPenyegaranTinjauan Pustaka

DiagnostikManajemenMasalahIstimewa

NeonatusBayiAnakRemajaDewasaLansiaBumil

Deskripsi: 9 Februari 2012Anak bernama bayi ED usia 10 bulan, anak dari pasangan Pendeta Johnson Dethan dan Many Lynn Dethan mengalami sakit.

10 Februari 2012Bayi ED oleh orang tuanya dibawa ke dokter dan setelah diperiksa, kemudian oleh dokter dinyatakan bahwa pasien hanya mengalami batuk dan flu lalu diberi obat.

11 Februari 2012Bayi ED belum juga sembuh, bahkan, ada bercak darah keluar dari dubur atau anusnya. Selain itu juga, bayi ED mengalami muntah-muntah. Karena tidak ada perubahan pasien dibawa ke dokter lagi, dan dilakukan pemeriksaan. Kemudian oleh dokter, bayi ED dinyatakan mengalami disentri dan orang tua pasien mendesak dokter membawa ke RS karena tidak bisa meminum ASI dari ibunya. Setelah mendapat izin dari dokter, Johnson membawa anaknya ke rumah sakit umum Kupang dan dilakukan pemeriksaan oleh dr. M. Dokter tersebut malah mengatakan kalau anaknya bukan disentri, tapi mengalami invaginasi. Ususnya masuk ke dalam usus. Lalu, ia membawa kembali anaknya ke dokter semula yang mengatakan kalau anaknya terkena disentri dan mengatakan kepada dokter tersebut kalau anaknya bukan disentri tapi invaginasi. Dokter itu lalu menelepon dokter spesialis bedah yang bernama dr. D, untuk konsultasi dan memeriksa anaknya. Lalu dokter tersebut mengatakan kalau itu memang invaginasi. Yang lebih membuat Johnson kaget adalah dokter tersebut mengatakan kalau disentrilah yang menyebabkan invaginasi. Johnson sangat percaya apa yang dikatakan oleh dokter karena ia tidak mengerti prosedur kesehatan dan mengikuti apa yang dikatakan oleh dokter tersebut. Setelah melakukan cek laboratorium, ternyata tidak ada bakteri atau pun virus yang menunjukkan kalau anak itu terkena disentri.Pihak keluarga meminta agar anaknya dibawa ke Rumah Sakit Umum Kupang, tapi dokter malah menyarankan kalau anaknya melakukan operasi di Rumah Sakit Ibu dan Anak Dedari Kupang.. Pada saat di rumah sakit, anaknya harus melakukan pengecekkan darah karena harus segera dioperasi. Anehnya, menurut tes golongan darah di Prodia, anaknya memiliki darah dengan golongan B. Padahal, saat dicek di PMI golongan darah anaknya O.

12 Februari 2012 Bayi ED akan menjalani operasi. Kemudian tiba-tiba saja HB bayi ED turun dan membutuhkan transfusi dari. Namun, transfusi darah yang dilakukan oleh para suster dengan cara injeksi. Darah sebanyak 100 CC dimasukkan ke dalam vena anaknya dalam waktu yang cukup cepat hanya 15 menit. Setelah selesai melakukan tindakan itu, mata anaknya tiba-tiba terbalik dan keluar darah dari hidung, lalu tidak sadarkan diri, kemudian beberapa saat kemudian bayi ED dinyatakan meninggal dunia.

16 Februari 2012Komisi Nasional Perlindungan Anak menginvestigasi dugaan malpraktek Elija Dethan (10 bulan), balita berkebangsaan Kanada di RS Dedari Kupang, yang meninggal Senin 12 Februari 2012 lalu. Kasus ini sudah dilaporkan ke Kedutaan Besar Kanada di Indonesia.

18 Februari 2012Diadakan keterangan pers yang dihadiri kedua orang tua korban, Johnson Dethan dan Marilin Dethan Deboer, Pengurus Yayasan Lembaga Perlindungan Anak, dan Ketua Komnas Perlindungan Anak Indonesia, Aris Merdeka Sirait, kemudian diberikan keterangan bahwa, "Kedutaan memantau kasus ini. Sebenarnya Kedutaan akan mengambil alih penangananya namun karena Mabes Polri sudah menurunkan tim sehingga kedutaan hanya memantau," kata Johnson Dethan, orangtua korban dalam keterangan pers di Kupang, NTT. Menurut Johnson, bila dalam penyelidikan keluarga tidak mendapatkan keadilan maka pemerintah Kanada akan mengambil langkah diplomasi yang lebih serius.

Keluarga didampingi Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) telah melaporkan manajemen rumah sakit ke Polres Kupang Kota.

Ketua Komnas Perlindungan Anak Indonesia, Aris Merdeka Sirait mengatakan hasil investigasi sementara membuktikan, korban meningal dunia karena adanya perbedaan golongan darah saat transfusi. Hasil pemeriksaan laboraorium Prodia Kupang, golongan darah korban O, tetapi hasil pemeriksaan RS Dedari golongan darah korban B.

Dokter forensik Mabes Polri, Ajun Komisaris Besar Polisi Adang Asyar menyatakan bahwa hasil otopsi baru akan di informasikan kepada pihak keluarga secepatnya. Otopsi akan disampaikan setelah sejumlah organ tubuh termasuk darah korban diteliti di laboraturium forensik Mabes Polri Jakarta.

Pemilik RS Ibu dan Anak Dedari Kupang, Sahadewa mengatakan, pihaknya menyerahkan kasus tersebut ke aparat kepolisian. Namun, dia membantah telah melakukan malpraktek,dengan mengatakan bahwa, "Karena malpraktek harus penuhi empat unsur yakni kesengajaan, kerugian, hubungan langsung dan prosedur. Belum bisa dikatakan kasus ini adalah malpraktek,"

Tujuan: Mempelajari dan menyikapi masalah etik yang dapat terjadi dikehidupan sehari-hari dalam berpraktik kedokteran

Bahan bahasanTinjauan PustakaRisetKasusAudit

Cara membahasDiskusiPresentasi dan diskusiE-mailPos

Data pasienNama: By. ED usia 10 bulanNo RM:

Nama Klinik: Rumah Sakit Ibu dan Anak Dedari KupangTelp: (-)Terdaftar sejak 12 februari 2014

Data utama untuk bahan diskusi

1. Diagnosis/Gambaran Klinis: Bayi, 10 bulan datang dengan bercak darah keluar dari anus dan pasien juga mengalami muntah muntah

2. Riwayat Pengobatan : -

3. Riwayat Kesehatan : -

4. Riwayat Keluarga : -

5. Riwayat Pekerjaan : -

6. Lain lain : Dokter menjelaskan keadaan pasien kepada orang tuanya bahwa anaknya menglami invaginasi yaitu usus masuk kedalam usus. Dokter menyarankan agar anaknya segera dilakukan operasi.

PembahasanA. Tranfusi DarahDefinisi Transfusi DarahTransfusi darah telah menjadi faktor utama dalam memperbaiki dan mempertahankan kualitas hidup bagi pasien-pasien penderita kanker, gangguan hematologi, dan cedera yang berhubungan dengan trauma dan pasien-pasien yang telah menjalani prosedur bedah mayor. Transfusi darah mencakup pemberian infus seluruh darah atau suatu komponen darah dari satu individu (donor) ke individu lain (resipien) meskipun transfuse darah penting untuk mengembalikan homeostasis, transfusi darah dapat membahayakan. Banyak komplikasi dapat ditimbulkan oleh terapi komponen darah, contohnya reaksi heolitik akut yang kemungkinan mematikan, penularan penyakit infeksi (hepatitis, AIDS) dan reaksi demam. Kebanyakan reaksi transfusi yang mengancam hidup diakibatkan oleh identifikasi pasien yang tidak benar atau pembuatan label sampel darah atau komponen darah yang tidak akurat, menyebabkan pemberian darah yang tidak inkompatibel. Pemantauan pasien yang menerima darah dan komponen darah dan pemberian produk-produk ini adalah tanggung jawab keperawatan. Komponen darah harus diberikan oleh personel yang kompeten, berpengalaman, dan dilatih dengan baik dan mengikuti pedoman organisasi dan badan-badan yang telah diakreditasi dalam memberikan terapi komponen darah.

Prosedur Transfusi DarahUntuk mencegah kemungkinan kontaminasi pada specimen darah, digunakan praprosedur dan prosedur yang steril, terampil dan teliti. Berikut ini adalah tahapannya :

Praprosedur1. Periksa kembali apakah pasien telah menandatangani inform consent.2. Teliti apakah golongan darah pasien telah sesuai.3. Lakukan konfirmasi bahwa transfusi darah memang telah diresepkan.4. Jelaskan prosedur kepada pasien.5. Saat menerima darah atau komponen daraha. Periksa ulang label dengan perawat lain untuk meyakinkan bahwa golongan ABO dan RH nya sesuai dengan catatan.b. Periksa adanya gelembung darah dan adanya warna yang abnormaldan pengkabutan. Gelembung udara menunjukan adanya pertumbuhan bakteri . Warna abnormal dan pengkabutan menunjukan hemolisis.c. Periksa jumlah dan jenis darah donor sesuai dengan catatan resipien.6. Periksa identitas pasien dengan menanyakan nama pasien dan memeriksa gelang identitas.7. Periksa ulang jumlah kebutuhan dan jenis resipien.8. Periksa suhu, denyut nadi, respirasi dan tekanan darah pasien sebagai dasar perbandingan tanda-tanda vital selanjutnya.

Prosedur1. Pakai sarung tangan yang dianjurkan oleh universal precaution yang menyatakan bahwa sarung tangan harus dikenakan saat prosedur yang memungkinkan kontak dengan darah atau cairan tubuh lainnya.2. Catatlah tanda vital sebelum memulai transfusi.3. Jangan sekali-sekali menambahkan obat kedalam darah atau produk lain.4. Yakinkan bahwa darah sudah harus diberikan dalam 30menit setelah dikeluarkan dari pendingin.5. Bila darah harus dihangatkan, maka hangatkanlah dalam penghangat darah in-line dengan system pemantauan. Dan darah tidak boleh dihangatkan dalam air atau oven microwave.6. Gunakan jarum ukuran 19 atau lebih pada vena.7. Gunakan selang khusus yang memiliki filter darah untuk menyaring bekuan fibrin dan bahan partikel lainnya.8. Jangan melubangi kantung darah.9. Untuk 15 menit pertama, berikan transfusi secara perlahan-tidak lebih dari 5 ml/menit.10. Lakukan observasi pasien dengan cermat akan adanya efek samping.11. Apabila tidak terjadi efek samping dalam 15 menit, naikkan kecepatan aliran kecuali jika pasien beresiko tinggi mengalami kelebihan sirkulasi.12. Observasi pasien sesering mungkin selama pemberian transfusi.a. Lakukan pemantuan ketat selama 15-30 menit ntuk mendeteksi adanya tanda reaksi atau kelebihan beban sirkulasi.b. Lakukan pemantauan tanda vita dengan interval teratur.13. Perhatikan bahwa waktu pemberian tidak melebihi jam karena akan terjadi peningkatan resiko poliferasi bakteri.14. Siagalah terhadap adanya tanda reaksi samping :a. Kelebihan beban sirkulasi.b. Sepsis.c. Reaksi febris.d. Reaksi alergi atau anafilaktik.e. Reaksi hemolitik akut.

Resiko Tranfusi DarahRisiko transfusi darah sebagai akibat langsung transfusi merupakan bagian situasi klinis yang kompleks. Jika suatu operasi dinyatakan potensial menyelamatkan nyawa hanya bila didukung dengan transfusi darah, maka keuntungan dilakukannya transfusi jauh lebih tinggi daripada risikonya. Sebaliknya, transfusi yang dilakukan pasca bedah pada pasien yang stabil hanya memberikan sedikit keuntungan klinis atau sama sekali tidak menguntungkan. Dalam hal ini, risiko akibat transfusi yang didapat mungkin tidak sesuai dengan keuntungannya. Risiko transfusi darah ini dapat dibedakan atas reaksi cepat, reaksi lambat, penularan penyakit infeksi dan risiko transfusi masif.

a. Reaksi AkutReaksi akut adalah reaksi yang terjadi selama transfusi atau dalam 24 jam setelah transfusi. Reaksi akut dapat dibagi menjadi tiga kategori yaitu ringan, sedang-berat dan reaksi yang membahayakan nyawa. Reaksi ringan ditandai dengan timbulnya pruritus, urtikaria dan rash. Reaksi ringan ini disebabkan oleh hipersensitivitas ringan. Reaksi sedang-berat ditandai dengan adanya gejala gelisah, lemah, pruritus, palpitasi, dispnea ringan dan nyeri kepala. Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan adanya warna kemerahan di kulit, urtikaria, demam, takikardia, kaku otot. Reaksi sedang-berat biasanya disebabkan oleh hipersensitivitas sedang-berat, demam akibat reaksi transfusi non-hemolitik (antibodi terhadap leukosit, protein, trombosit), kontaminasi pirogen dan/atau bakteri.Pada reaksi yang membahayakan nyawa ditemukan gejala gelisah, nyeri dada, nyeri di sekitar tempat masuknya infus, napas pendek, nyeri punggung, nyeri kepala, dan dispnea. Terdapat pula tanda-tanda kaku otot, demam, lemah, hipotensi (turun 20% tekanan darah sistolik), takikardia (naik 20%), hemoglobinuria dan perdarahan yang tidak jelas. Reaksi ini disebabkan oleh hemolisis intravaskular akut, kontaminasi bakteri, syok septik, kelebihan cairan, anafilaksis dan gagal paru akut akibat transfusi.

Hemolisis intravaskular akutReaksi hemolisis intravaskular akut adalah reaksi yang disebabkan inkompatibilitas sel darah merah. Antibodi dalam plasma pasien akan melisiskan sel darah merah yang inkompatibel. Meskipun volume darah inkompatibel hanya sedikit (10-50 ml) namun sudah dapat menyebabkan reaksi berat. Semakin banyak volume darah yang inkompatibel maka akan semakin meningkatkan risiko.Penyebab terbanyak adalah inkompatibilitas ABO. Hal ini biasanya terjadi akibat kesalahan dalam permintaan darah, pengambilan contoh darah dari pasien ke tabung yang belum diberikan label, kesalahan pemberian label pada tabung dan ketidaktelitian memeriksa identitas pasien sebelum transfusi. Selain itu penyebab lainnya adalah adanya antibodi dalam plasma pasien melawan antigen golongan darah lain (selain golongan darah ABO) dari darah yang ditransfusikan, seperti sistem Idd, Kell atau Duffy.Jika pasien sadar, gejala dan tanda biasanya timbul dalam beberapa menit awal transfusi, kadang-kadang timbul jika telah diberikan kurang dari 10 ml. Jika pasien tidak sadar atau dalam anestesia, hipotensi atau perdarahan yang tidak terkontrol mungkin merupakan satu-satunya tanda inkompatibilitas transfusi. Pengawasan pasien dilakukan sejak awal transfusi dari setiap unit darah.Kelebihan cairanKelebihan cairan menyebabkan gagal jantung dan edema paru. Hal ini dapat terjadi bila terlalu banyak cairan yang ditransfusikan, transfusi terlalu cepat, atau penurunan fungsi ginjal. Kelebihan cairan terutama terjadi pada pasien dengan anemia kronik dan memiliki penyakit dasar kardiovaskular.Reaksi anafilaksisRisiko meningkat sesuai dengan kecepatan transfusi. Sitokin dalam plasma merupakan salah satu penyebab bronkokonstriksi dan vasokonstriksi pada resipien tertentu. Selain itu, defisiensi IgA dapat menyebabkan reaksi anafilaksis sangat berat. Hal itu dapat disebabkan produk darah yang banyak mengandung IgA. Reaksi ini terjadi dalam beberapa menit awal transfusi dan ditandai dengan syok (kolaps kardiovaskular), distress pernapasan dan tanpa demam. Anafilaksis dapat berakibat fatal bila tidak ditangani dengan cepat dan agresif. Cedera paru akut akibat tranfusiCedera paru akut disebabkan oleh plasma donor yang mengandung antibodi yang melawan leukosit pasien. Kegagalan fungsi paru biasanya timbul dalam 1-4 jam sejak awal transfusi, dengan gambaran foto toraks kesuraman yang difus. Tidak ada terapi spesifik, namun diperlukan bantuan pernapasan di ruang rawat intensif. b. Reaksi LambatReaksi hemolitic lambatReaksi hemolitik lambat timbul 5-10 hari setelah transfusi dengan gejala dan tanda demam, anemia, ikterik dan hemoglobinuria. Reaksi hemolitik lambat yang berat dan mengancam nyawa disertai syok, gagal ginjal dan DIC jarang terjadi. Pencegahan dilakukan dengan pemeriksaan laboratorium antibodi sel darah merah dalam plasma pasien dan pemilihan sel darah kompatibel dengan antibodi tersebut.Purpura pasca tranfusiPurpura pasca transfusi merupakan komplikasi yang jarang tetapi potensial membahayakan pada transfusi sel darah merah atau trombosit. Hal ini disebabkan adanya antibodi langsung yang melawan antigen spesifik trombosit pada resipien. Lebih banyak terjadi pada wanita. Gejala dan tanda yang timbul adalah perdarahan dan adanya trombositopenia berat akut 5-10 hari setelah transfusi yang biasanya terjadi bila hitung trombosit ELISA (sering diganti dengan singkatan EIA) merupakan metode skrining yang paling kompleks, tersedia dalam berbagai bentuk dan dapat digunakan untuk deteksi baik antigen maupun antibodi. Bentuk pengujian yang paling sederhana dan paling umum digunakan adalah dengan memanfaatkan antigen virus yang menangkap antibodi spesifik yang berada dalam sampel tes. Skrining untuk antigen dilakukan dengan menggunakan EIA sandwich. Perbedaan antara skrining antigen dan antibodi adalah bahwa skrining antigen menggunakan suatu sandwich antibodi-antigen-antibodi, tidak seperti skrining antibodi yang mencakup sandwich antigen-antibodi-antigen (konjugat). Pengujian cepat khusus (specialized rapid test) bersifat sederhana dan biasanya cepat dilakukan. Tipe ini menggabungkan kesederhanaan pengujian aglutinasi partikel dengan teknologi EIA. Hasil pengujian dinyatakan dalam terminologi reaktif dan non-reaktif yang ditentukan berdasarkan suatu nilai cut-off yang sudah ditentukan. Untuk hasil yang tidak dapat diklasifikasikan secara jelas dinamakan samar-samar (equivocal).B. Malpraktek Kedokteran Malpraktek adalah praktek kedokteran yang salah atau yang tidak sesuai dengan standar profesi atau standar prosedur operasional. Sedang menurut Blacks Law Dictionary malpraktek didefinisikan sebagai professional misconduct or unreasonable lack of skill atau failure of one rendering professional services to exercise that degree of still and learning commonly applied under all the circumstances in the community by the average prudent reputable member the profession with the result of injury, losse or damage to the recipient of those services or those entitled to rely upon them Dari segi hukum, definisi di atas dapat diterik pemahaman bahwa malpraktek dapat terjadi karena tindakan yang disengaja (intentional) seperti pada misconduct tertentu, tindakan kelalaian ataupun suatu kekurang mahiran atau ketidak kompetenan yang tidak beralasan.Professional misconduct yang merupakan kesengajaan dapat dilakukan dalam bentuk pelanggaran kententuan etik, ketentuaan disiplin profesi, hukum admisnistratif, serta hukum pidana dan perdata, seperti melakukan kesengajaan yang merugikan pasien, pelanggaran wajib simpan rahasia kedokteran, aborsi illegal, euthanasia, keterangan palsu, menggunakan iptek yang belum teruji, berpraktek tanpa SIP , berpraktek di luar kompetensinya, dll.Kelalaian dapat terjadi dalam 3 ( tiga ) bentuk, yaitu : malfeasance, misfeasance dan nonfeasance.Malfeasance berarti melakukan tindakan yang melanggar hukum atau tidak tepat, misalnya melakukan tindakan medis tanpa indikasi yang memadai.Misfeasance berarti melakukan pilihan tindakan medis yang tepat tetapi dilaksanakan dengan tidak tepat, misalnya melakukan tindakan medis dengan menyalahi prosedur.Nonfeasance berarti tidak melakukan tindakan medis yang merupakan kewajiban baginya.Seorang dokter yang salah atau tidak sesuai dengan standar profesi atau standar prosedur operasional dalam melakukan praktek kedokteran dapat bertanggungjawab secara pidana, perdata, maupun administrative.1. Criminal MalpracticeTerjadi apabila seorang dokter menangani suatu kasus telah melanggar hukum dan meyebabkan dirinya dituntut oleh Negara, misalnya : Memberikan pengobatan yang tidak benar dan berbahaya Memalsukan surat kematian atau surat kelahiran atau member sumpah palsu untuk maksud tertentu, atau berusaha menyembunyikan kasus criminal Melakukan abortus tanpa indikasi medis. Melakukan euthanasia Melalukan tindakan medis tanpa informed consent Membocorkan rahasia kedokteran Tidak melakukan pertolongan darurat terhadap seseorang atas dasar perikemanusiaanPada criminal malpractice tanggung jawab bersifat individual dan personal2. Civil MalpracticeAdalah tipe malpractice dimana dokter karena pengobatannya dapat mengakibatkan pasien meninggal atau luka tetapi dalam waktu yang sama tidak melanggar hukum pidana, namum pasien atau keluarga dapat menggugat perdata. Pada civil malpractice tanggung gugat dapat bersifat atau korporasi. Dengan prinsip ini maka rumah sakit dapat bertanggung gugat atas kesalahan yang dilalukan oleh dokter dokternya asalkan dapat dibuktikan bahwa tindakan dokter itu dalam rangka melaksanakan kewajiban rumah sakit.3. Administrative MalpracticeDi dalam UU RI No 29 Tahun 2004 dan di dalam Permenkes RI No 512/Menkes/Per/IV/2007 dijelaskan bahwa seorang dokter yang berpraktek harus mempunyai sertifikat kompetensi, surat tanda registrasi, dan surat ijin praktek. Apabila dokter tidak mempunyainya, dokter dapat terkena sanksi pidana, perdata dan juga administratif.

Analisa Kasus

Kasus yang terjadi diatas adalah akibat tidak adanya komunikasi efektif antara keluarga pasien dan pihak paramedis. Pasien kemungkinan kurang mendapatkan hak untuk mendapatkan informasi mengenai prosedur tranfusi darah dan resiko yang terjadi akibat tranfusi darah. Kemudian dari informasi yang ada, kemungkinan pihak paramedis tidak melakukan praprosedur dan prosedur tranfusi darah dengan baik dan benar.Pada kasus ini juga terjadi perbedaan pemeriksaan golongan darah saat sebelum tranfusi darah yaitu tes golongan darah di Labolatorium Prodia, bayi ED memiliki darah dengan golongan B. Kemudian, saat dicek di PMI golongan darah anaknya O. Seharusnya saat terjadi perbedaan pada pemeriksaan golongan darah ini pihak paramedis harus melakukan pemeriksaan ulang golongan darah karena ini bisa berakibat fatal saat dilakukan tranfusi darah bila golongan darahnya berbeda dan terjadi resiko cepat saat dilakukan tranfusi darah. Kemudian bisa dilakukan skrining sebelum tranfusi darah bila ada cukup waktu untuk mengurangi resiko saat dilakukan tranfusi darah.Sebelum melakukan tranfusi darah diharapkan paramedis mengkomunikasikan selengkap lengkapnya mengenai:a. Prosedur tranfusi darah dan pendatanganan inform consentb. Penjelasan mengenai resiko tranfusi darah

Praprosedur yang harus dilakukan sebelum tranfusi darah:a. Saat menerima darah atau komponen darah Periksa ulang label dengan perawat lain untuk meyakinkan bahwa golongan ABO dan RH nya sesuai dengan catatan.b. Periksa adanya gelembung darah dan adanya warna yang abnormaldan pengkabutan. Gelembung udara menunjukan adanya pertumbuhan bakteri . Warna abnormal dan pengkabutan menunjukan hemolisis.c. Periksa jumlah dan jenis darah donor sesuai dengan catatan resipien.d. Periksa identitas pasien dengan menanyakan nama pasien dan memeriksa gelang identitas.e. Periksa ulang jumlah kebutuhan dan jenis resipien.f. Periksa suhu, denyut nadi, respirasi dan tekanan darah pasien sebagai dasar perbandingan tanda-tanda vital selanjutnya.

Prosedur saat melakukan tranfusi darah:1. Pakai sarung tangan yang dianjurkan oleh universal precaution yang menyatakan bahwa sarung tangan harus dikenakan saat prosedur yang memungkinkan kontak dengan darah atau cairan tubuh lainnya.2. Catatlah tanda vital sebelum memulai transfusi.3. Jangan sekali-sekali menambahkan obat kedalam darah atau produk lain.4. Yakinkan bahwa darah sudah harus diberikan dalam 30menit setelah dikeluarkan dari pendingin.5. Bila darah harus dihangatkan, maka hangatkanlah dalam penghangat darah in-line dengan system pemantauan. Dan darah tidak boleh dihangatkan dalam air atau oven microwave.6. Gunakan jarum ukuran 19 atau lebih pada vena.7. Gunakan selang khusus yang memiliki filter darah untuk menyaring bekuan fibrin dan bahan partikel lainnya.8. Jangan melubangi kantung darah.9. Untuk 15 menit pertama, berikan transfusi secara perlahan-tidak lebih dari 5 ml/menit.10. Lakukan observasi pasien dengan cermat akan adanya efek samping.11. Apabila tidak terjadi efek samping dalam 15 menit, naikkan kecepatan aliran kecuali jika pasien beresiko tinggi mengalami kelebihan sirkulasi.

Pada poin-poin diatas (yang berwarna merah) pihak paramedis diduga tidak melakukan prosedur tranfusi darah dengan baik dan benar, yaitu pada kasus ini pihak paramedis melakukan transfusi darah dengan cara injeksi, lalu darah sebanyak 100 CC dimasukkan ke dalam vena anaknya dalam waktu yang cukup cepat dalam waktu 15 menit.Pada kesalahan prosedur inilah terjadi reaksi pada bayi ED yang kemungkinan mengalami syok anafilaktik yaitu mengalami kejang dan muntah darah lalu kemudian meninggal dunia setelah dilakukan tranfusi darah melalui injeksi intravena secara cepat dalam waktu 15 menit tersebut.Seharusnya pada kasus ini pihak paramedis bisa melakukan praprosedur dan prosedur dengan baik dan benar sebelum tranfusi darah dan fakta yang ada pada kasus ini yaitu: Perbedaan pemeriksaan golongan darah bayi ED yang tidak diperhatikan dengan baik Kemungkinan adanya kesalahan prosedur saat melakukan tranfusi darah yang dilakukan oleh pihak paramedis

Kesimpulan

1. Perlu selalu diterapkan hubungan dokter atau pihak paramedis dan pasien dengan baik2. Hak pasien untuk mendapatkan informasi sebelum dilakukan tindakan medis, baik diminta maupun tidak diminta. 3. Penjelasan tindakan kedokteran sekurang - kurangnya mencakup: Tata cara tindakan kedokteran Tujuan dilakukan Alternative tindakan dan resiko Resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi4. Perlunya dilakukan upaya non litigasi seperti mediasi, rekonsiliasi dan negoisasi jika ditemukan sebuah kasus medik.5. Dilakukan pendampingan saat terjadi kasus karena keluarga pasien dianggap awam terhadap kejadian yang terjadi.

Hasil pembelajaran:

1. Dapat menerapkan komunikasi efektif antara dokter pasien

2. Dapat menyikapi dengan baik terhadap kasus etik - medik

3. Dapat meminimalisir dan mengantisipasi terjadinya resiko tranfusi darah