am umi
DESCRIPTION
am umiTRANSCRIPT
a. Mengapa keluhan semakin bertambah berat?
Karena, Tn. Amran tidak mengobati keluhan secara cepat, diperberat dengan
penderita bekerja di pabrik batubara bagian mekanik yang dapat menimbulkan
kebisingan dan tidak rutin menggunakan alat pelindung telinga di tempat kerja
yang menyebabkan gangguan pendengaran pada penderita ini semakin parah.
Bising industri sudah lama merupakan masalah yang sampai sekarang belum bisa
ditanggulangi secara baik sehingga dapat menjadi ancaman serius bagi
pendengaran para pekerja, karena dapat menyebabkan kehilangan pendengaran
yang sifatnya permanen. Sedangkan bagi pihak industri, bising dapat menyebabkan
kerugian ekonomi karena biaya ganti rugi. Oleh karena itu untuk mencegahnya
diperlukan pengawasan terhadap pabrik dan pemeriksaan terhadap pendengaran
para pekerja secara berkala.
Apabila telinga normal terpajan bising pada intensitas yang merusak selama
periode waktu yang lama, akan tejadi penurunan pendengaran yang temporer, yang
akan menghilang setelah beristirahat beberapa menit atau beberapa jam. Kurang
pendengaran tempore ini merupakan fenomena fisiologis dan disebut sebagai
perubahan ambang temporer (Temporary Treshold Shift). Diduga terjadi perubahan
metabolic di sel rambut, perubahan kimia di dalam cairan telinga dalam. Adaptasi
merupakan fenomena yang segera terjadi ketika bunyi sampai ke telinga dan
meninggikan ambang dengar. Bila pemaparannya lebih lama dan atau
intensitasnya lebih besar, akan tercapai suatu tingkat ketulian yang tidak dapat
kembali lagi ke pendengaran semula. Keadaan ini dinamakan ketulian akibat
bising (noise induced hearing loss) atau perubahan ambang dengar permanen
(permanent tresshold shift).
b. Apa dampak dari tidak rutin menggunakan alat pelindung telinga dengan
pekerjaan dan keluhan pasien?
Dampaknya pendengeran penderita lama-kelamaan menjadi terganggu karena,
karena selama bekerja 10 tahun di pabrik Tn. Amran mendengar suara-suara bising
yang melebihi ambang batas tingkat kebisingan yang telah ditetapkan.
Lokakarya Hiperkes di Bogor tanggal 18-22 Februari 1974 telah memutuskan
Nilai Ambang Batas (NAB) untuk kebisingan suara di perusahaan-perusahaan
sebesar 85 dB. Hal ini dikuatkan oleh adanya Keputusan Menteri Tenaga Kerja
Republik Indonesia no. KEP-51/MEN/1999 tentang Nilai Ambang Batas Faktor
Fisika di Tempat Kerja, dimana NAB kebisingan ditetapkan sebesar 85 dB.
Kebisingan yang melampaui NAB, juga ditetapkan waktu pemajanan per harinya.
Dilihat dari lama bekerjanya, pada tinjauan kasus ini, 10 tahun, memakai alat
pelindung merupakan hal yang sangat penting dilakukan sebagai upaya untuk
menyelamatkan pendengaran yang masih baik. Sesuai dengan yang dikatakan
oleh Mathur bahwa pendengaran yang telah terganggu akibat bising tidak
dapat disembuhkan. Usaha pengobatan dan pencegahan ditujukan untuk
mencegah kerusakan lebih lanjut pada sel rambut luar dari koklea.
c. Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan penala?
Rinne= normal
Weber= lateralisasi ke telinga sehat (tuli neurosensori telinga kiri)
Schwabach= memendek
Interpretasi tuli neurosensori telinga kiri
d. Bagaimana mekanisme abnormal dari hasil pemeriksaan penala?
Penala yang digunakan pada umumnya yaitu penala dengan frekuensi 512 Hz, 1024 Hz,
2048 Hz. Jika akan memakai hanya 1 penala digunakan 512 Hz.
TES RINNE
1. Tujuan pemeriksaan: untuk membandingkan hantaran tulang dan hantaran udara pada
telinga yang diperiksa.
2. Cara memeriksa:
- Penala digetarkan, tangkainya diletakkan di prosesus mastoideus pasien, setelah
tidak terdengar lg penala dipegang di depan telinga pasien kira-kira 2,5 cm.
- Bila masih terdengar disebut Rinne positif (+), bila tidak terdengar disebut Rinne
negatif (-).
Gambar 1. Tes Rinne. Hantaran udara dan hantaran tulang dibandingkan pada telinga
yang sama. a. Tanpa kelainan konduksi, hantaran udara terdengar lebih keras atau lebih
lama dibanding hantaran tulang. b. Pada tuli konduksi hantaran tulang terdengar lebih
keras atau lebih lama dibanding hantaran udara.
TES WEBER
1. Tujuan pemeriksaan: Untuk membandingkan hantaran tulang telinga kiri dan kanan.
2. Cara memeriksa:
- Penala digetarkan dan tangkai penala diletakkan di garis tengah kepala (verteks, dahi,
pangkal hidung, di tengah-tengah gigi seri atau dagu).
- Apabila bunyi penala terdengar lebih keras pada salah satu telinga disebut Weber
lateralisasi ke telinga tersebut. Bila tidak dapat dibedakan ke arah telinga mana bunyi
terdengar lebih keras disebut Weber tidak ada lateralisasi.
Gambar 2. Tes Weber dilakukan dengan meletakkan garpu tala pada pertengahan tulang
tengkorak. a. Pada pendengaran simetris di kedua telinga, getaran akan diterima sama di
kedua sisi telinga. b. Pada tuli sensorineural, lateralisasi ke telinga sehat. c. Pada tuli
konduksi, lateralisasi ke telinga sakit.
Gambar 3. Klasifikasi tuli konduksi dan tuli sensorineural berdasarkan tes penala Rinne
dan Weber. Telinga sehat (normal) akan memberikan hasil yang sama dengan tuli
sensorineural bilateral.
TES SCHWABACH
1. Tujuan pemeriksaan: untuk membandingkan hantaran tulang pasien dengan pemeriksa.
2. Cara memeriksa:
- Penala digetarkan, tangkai penala diletakkan pada prosesus mastoideus pasien sampai
tidak terdengar bunyi.
- Kemudian tangkai penala segera dipindahkan pada prosesus mastoideus telinga
pemeriksa yang pendengarannya normal.
- Bila pemeriksa masih dapat mendengar disebut Schwabach memendek.
- Bila pemeriksa tidak dapat mendengar, pemeriksaan diulang dengan cara sebaliknya
yaitu penala diletakkan pada prosesus mastoideus pemeriksa lebih dulu, setelah tidak
terdengar kemudian dipindahkan ke prosesus mastoideus pasien.
- Bila pasien masih dapat mendengar bunyi disebut Schwabach memanjang dan bila
pasien dan pemeriksa kira-kira sama mendengarnya disebut dengan Schwabach sama
dengan pemeriksa.
Interpretasi Pemeriksaan Penala
Tes Rinne Tes Weber Tes Schwabach Diagnosis
Positif Tidak ada lateralisasi Sama dengan pemeriksa Normal
Negatif Lateralisasi ke telinga sakit Memanjang Tuli Konduktif
Positif Lateralisasi ke telinga sehat Memendek Tuli sensorineural
Catatan: Pada tuli konduktif <30 dB, rinne bisa masih positif
e. Apa epidemiologi pada kasus?
Tuli akibat bising merupakan tuli sensorineural yang paling sering dijumpai
setelah presbikusis. Lebih dari 28 juta orang Amerika mengalami ketulian dengan
berbagai macam derajat, dimana 10 juta orang diantaranya mengalami ketulian
akibat terpapar bunyi yang keras pada tempat kerjanya. Sedangkan Sataloff (1987)
mendapati sebanyak 35 juta orang Amerika menderita ketulian dan 8 juta orang
diantaranya merupakan tuli akibat kerja.
Oetomo, A dkk ( Semarang, 1993 ) dalam penelitiannya terhadap 105 karyawan
pabrik dengan intensitas bising antara 79 s/d 100 dB didapati bahwa sebanyak 74
telinga belum terjadi pergeseran nilai ambang, sedangkan sebanyak 136 telinga
telah mengalami pergeseran nilai ambang dengar, derajat ringan sebanyak 116
telinga ( 55,3% ), derajat sedang 17 ( 8% ) dan derajat berat 3 ( 1,4% ). Kamal, A
( 1991 ) melakukan penelitian terhadap pandai besi yang berada di sekitar kota
Medan. Ia mendapatkan sebanyak 92,30 % dari pandai besi tersebut menderita
sangkaan NIHL. Sedangkan Harnita, N ( 1995 ) dalam suatu penelitian terhadap
karyawan pabrik gula mendapati sebanyak 32,2% menderita sangkaan NIHL.