alternatif kebijakan dalam pelestarian dan pemanfaatan ramin
TRANSCRIPT
-
7/18/2019 Alternatif Kebijakan Dalam Pelestarian Dan Pemanfaatan Ramin
1/159
-
7/18/2019 Alternatif Kebijakan Dalam Pelestarian Dan Pemanfaatan Ramin
2/159
PROSIDING WORKSHOP NASIONAL
ALTERNATIF KEBIJAKAN DALAM PELESTARIANDAN PEMANFAATAN RAMIN
Penulis Makalah
Dr. Abdurrani Muin
Ir. Ari Wibowo, M.Sc
Dr. Harun Alrasyid
Prof. Dr. Herujono Hadisuparto
Dr. IstomoIr. Lasmini
Dr. Machfudh
Dr. M. Bismark
Ir. Reny Sawitri, M.Sc
Rinaldi, S.Hut
Dr. Slamet R. Gadas
Dr. Taufiq Alimi
Dra. Titi Kalima, M.Si
Dr. Tukirin Partomihardjo
Editor:
Ir. Tajudin Edy Komar, M.Sc
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HUTANDAN KONSERVASI ALAM
BEKERJASAMA DENGAN ITTO PPD 87/03 REV.2 (F)
BOGOR, 2006
-
7/18/2019 Alternatif Kebijakan Dalam Pelestarian Dan Pemanfaatan Ramin
3/159
Ucapan terima kasih
Wokshop ini dibiayai oleh dana hibah dari International Tropical Timber Organization
(ITTO) kepada pemerintah Indonesia melalui Pra - Proyek ITTO PPD 87/03 Rev.2(F);Identification ofGonystylus spp (Ramin) Potency, Distribution, Conservation and
Plantation Barrier.
Pengelola proyek mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyelenggaraan semiloka ini.
ITTO PPD 87/03 Rev. 2 (F)
Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam
Jalan Gunung Batu No. 5
Bogor
Phone: (62-251) 7520067
Fax: (62-251) 638111
E-mail: [email protected]
ISBN 979-3145-28-5
Foto : Dr. Machfudh, Dr. Istomo, Dr. Tukirin, dan Siti Nurjanah
Disain/Tata letak : Siti Nurjanah
-
7/18/2019 Alternatif Kebijakan Dalam Pelestarian Dan Pemanfaatan Ramin
4/159
i
KATA PENGANTAR
Workshop Policy Options on the Conservation and Utilization of Ramin
telah diselenggarakan di Bogor pada tanggal 22 Februari 2006. Workshop
ini merupakan kegiatan tambahan dari proyek kerjasama antara Pusat
Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam dengan Interna-
tional Tropical Timber Organization (ITTO) melalui Pra- Proyek ITTO PPD
87/03 Rev. 2 (F); Identification of Gonystylus spp (Ramin) Potency, Distri-
bution, Conservation and Plantation Barrier, yang berdasarkan jadwal yang
direncanakan sebelumnya, proyek ini telah berakhir sejak Desember 2005.
Workshop ini dihadiri oleh peserta dari unsur-unsur Departemen
Kehutanan, Lembaga Internasional, Perguruan Tinggi, Badan Usaha Milik
Negara, Lembaga penelitian, dan berbagai Lembaga Swadaya Masyarakat.
Kami menyampaikan terimakasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang telah membantu sehingga terselenggaranya
workshop ini dengan baik.
Bogor, 22 Februari 2006
Koordinator Proyek
ITTO PPD 87/03 Rev. 2 (F)
Ir. Tajudin Edy Komar, M.Sc
-
7/18/2019 Alternatif Kebijakan Dalam Pelestarian Dan Pemanfaatan Ramin
5/159
ii
PROSIDINGPROSIDINGPROSIDINGPROSIDINGPROSIDINGSemiloka Nasional 2005
-
7/18/2019 Alternatif Kebijakan Dalam Pelestarian Dan Pemanfaatan Ramin
6/159
iii
HASIL RUMUSAN DAN REKOMENDASI NASIONAL
KEBIJAKAN PENGELOLAAN RAMIN
HASIL RUMUSAN
1. Potensi ramin telah mengalami penurunan yang sangat tajam. Hal ini
terlihat dari hasil kajian lapangan yang menunjukkan bahwa dalam 20
tahun terakhir potensi ramin mengalami penurunan sekitar 90%.
Potensi ramin pada tahun 1983 sekitar 131 juta m3 dan pada tahun
2005 sekitar 15 juta m3. Daerah yang pernah tercatat sebagai penghasil
ramin adalah: propinsi Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan
Barat dan Kalimantan Tengah.2. Karena potensi ramin yang terus mengalami penurunan, maka pada
tahun 2001 Departemen Kehutanan mengeluarkan kebijakan
moratorium penebangan ramin melalui Keputusan Menteri Kehutanan
No. 127-KPTS-V/2001, kecuali untuk HPH yang mendapatkan sertifikat
pengelolaan hutan alam lestari. Upaya penyelamatan ramin dilakukan
lebih lanjut dengan melakukan pelarangan ekspor kayu gergajian ramin
dengan Keputusan Menteri Kehutanan No 1613-KPTS-IV/2001. Pada
tahun yang sama ramin masuk ke dalam CITES Appendix III dan tahun
2004 masuk ke Appendix II.
3. Saat ini perusahaan yang diijinkan memanen kayu ramin adalah PT
Diamond Raya Timber (DRT) di propinsi Riau yang memiliki sertifikatPHAPL dari LEI di bawah pengawasan CITES Scientific authority.
Namun dalam kenyataannya kayu ramin yang beredar di pasaran lebih
dari jatah tebang. Hal ini menunjukkan masih adanya illegal loggingdan
konversi habitat ramin. Selain PT DRT ada beberapa HPH yang
diperkirakan masih memiliki tegakan ramin yang masih baik antara lain
adalah: PT Rokan Permai, PT Triomas FD dan PT Inhutani IV yang
semuanya berlokasi di Sumatra.
4. Sesuai dengan peraturan yang ada sistem silvikultur yang berlaku
dalam mengelola ramin adalah sistem TPTI. Menurut data lapangan
yang telah dikumpulkan, praktek silvikultur tersebut belum dilaksanakan
secara baik, sehingga menyebabkan penurunan potensi ramin di areal
bekas tebangan. Hal tersebut diperparah dengan maraknya
penebangan liar di areal bekas tebangan dimaksud.
-
7/18/2019 Alternatif Kebijakan Dalam Pelestarian Dan Pemanfaatan Ramin
7/159
iv
PROSIDINGPROSIDINGPROSIDINGPROSIDINGPROSIDINGSemiloka Nasional 2005
5. Penurunan potensi ramin selain disebabkan oleh adanya illegal logging,
juga masih adanya konversi hutan rawa gambut ke penggunaan lain,
misalnya: pertanian, perkebunan, dan HTI. Hal ini tidak saja
mengakibatkan penurunan jenis ramin, tetapi juga jenis-jenis lain yang
berasosiasi dengan ramin, antara lain jelutung (Dyera lowii), balangeran(Shorea belangeran), dan durian burung (Durio sp.).
6. Upaya konservasi ramin selama ini masih terbatas di kawasan
konservasi seperti Taman Nasional, Cagar Alam, Suaka Margasatwa
dan Hutan Penelitian. Namun kenyataannya tegakan ramin di
kawasan konservasi pun tidak luput dari kerusakan akibat illegal logging.
REKOMENDASI PENGELOLAAN RAMIN
1. Adanya inventarisasi ulang (re-inventarisasi) potensi ramin di hutanproduksi rawa gambut terutama pada kawasan yang dikelola oleh HPH
di 5 propinsi tersebut di atas.
2. Adanya pengawasan terutama terhadap HPH yang sudah mendapatkan
sertifikasi pengelolaan jenis ramin dan pembinaan terhadap HPH-HPH
yang masih memiliki potensi ramin.
3. Peningkatan pemberantasan illegal logging di hutan produksi maupun
di kawasan konservasi melalui kerjasama dengan aparat terkait di
daerah.
4. Adanya kebijakan penghentian konversi hutan rawa gambut menjadi
penggunaan lain.
5. Adanya strategi pengelolaan hutan rawa gambut secara khususdiperuntukkan untuk penyelamatan dan pengembangan ramin.
6. Adanya usaha pemacuan pembangunan hutan ramin, konservasi ex-
situ dan in-situ serta penyelamatan pohon induk sebagai sumber
genetik ramin.
7. Adanya kebijakan rehabilitasi kawasan hutan rawa gambut sekunder
dan kawasan konservasi yang telah mengalami kerusakan.
8. Adanya usaha pengembangan jenis-jenis substitusi untuk mengurangi
tekanan terhadap eksploitasi kayu ramin, antara lain: perupuk, pulai,
jabon, agathis, ganitri dan sebagainya.
9. Adanya skema insentif kepada HPH yang mempunyai komitmen
terhadap pelestarian ramin, dan disintensif terhadap HPH yang tidakmengelola hutannya dengan baik.
-
7/18/2019 Alternatif Kebijakan Dalam Pelestarian Dan Pemanfaatan Ramin
8/159
v
KATA PENGANTAR
HASIL RUMUSAN DAN REKOMENDASI NASIONAL KEBIJAKAN
PENGELOLAAN RAMIN
DAFTAR ISI
LAPORAN PENYELENGGARA DAN SAMBUTAN
- Laporan Ketua Panitia Penyelenggara
- Sambutan Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan
dan Konservasi Alam
PRESENTASI DAN DISKUSI
Makalah Presentasi Workshop
- Current Growing Stock of Ramin in Indonesia
Dr. M. Bismark, Ir. AriWibowo, M.Sc, Dra. Titi Kalima, M.Si,
Ir. Reny Sawitri, M.Sc
- Potensi, Pertumbuhan dan Regenerasi Ramin
(Gonystylus spp) di Hutan Alam di Indonesia
Dr. Machfudh dan Rinaldi, S.Hut
- Populasi Ramin (Gonystylus bancanus) di Hutan Alam;
Regenerasi, Pertumbuhan dan Produksi
Dr. Tukirin Partomihardjo
- Evaluasi dan Penyesuaian Praktek/Sistem Silvikultur Hutan
Rawa Gambut di Indonesia khususnya untuk Jenis RaminDr. Istomo
- Potensi Permudaan Alam di Areal Tegakan Tinggal Hutan
Alam Ramin Campuran
Dr. Harun Alrasyid
- Integrated Policy for Ramin: Toward Ecological and Social
Sustainability and Fair Distribution of Ramin Benefits
Dr. Taufiq Alimi
- Kebijakan Pengelolaan dan Pemanfaatan Ramin
Ir. Lasmin
- Pilihan Kebijakan untuk Penyelamatan Ramin di Indonesia
Dr. Slamet R. Gadas
- Kebijakan yang Perlu Diambil dalam Upaya Pelestarian dan
Pemanfaatan Ramin (Gonystylus spp)
Prof. Dr. Herujono Hadisuparto
i
iii
v
3
4
9
25
40
55
82
86
91
101
109
DAFTAR ISI
-
7/18/2019 Alternatif Kebijakan Dalam Pelestarian Dan Pemanfaatan Ramin
9/159
vi
PROSIDINGPROSIDINGPROSIDINGPROSIDINGPROSIDINGSemiloka Nasional 2005
Makalah Penunjang
- Pengaruh Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) dan
Intensitas Naungan Terhadap Pertumbuhan Ramin
(Gonystylus bancanus (Miq.) Kurz) di Areal Bekas Tebangan
Dr. Abdurrani Muin
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI SIDANG
- Kesimpulan dan Rekomendasi Sidang Pertama
- Kesimpulan dan Rekomendasi Sidang Kedua
AGENDA WORKSHOP
DAFTAR PESERTA
123
135
138
143
147
-
7/18/2019 Alternatif Kebijakan Dalam Pelestarian Dan Pemanfaatan Ramin
10/159
1
LAPORAN PENYELENGGARA
DAN
SAMBUTAN
-
7/18/2019 Alternatif Kebijakan Dalam Pelestarian Dan Pemanfaatan Ramin
11/159
PROSIDINGPROSIDINGPROSIDINGPROSIDINGPROSIDINGWorkshopNasional 2006
2
-
7/18/2019 Alternatif Kebijakan Dalam Pelestarian Dan Pemanfaatan Ramin
12/159
3
LAPORAN KETUA PANITIA PENYELENGGARA
Oleh:
Ir. Tajudin Edy Komar, M.ScKoordinator Pre-Project ITTO PPD 87/03 Rev. 2 (F)
Assalamualaikum, wr.wb.
Bapak-bapak dan Ibu-ibu peserta workshop yang terhormat,
Perlu kami laporkan bahwa workshop ini merupakan kegiatan dari Pre-
project ITTO PPD 87/03 Rev. 2 (F) dalam rangka penyelamatan ramin yang
tumbuh di Indonesia.
Dr. Hiras Sidabutar, Project Manager ITTO Komisi Reforestation and Forest
Management meminta secara khusus agar policy mengenai pelestarian dan
pemanfaatan ramin dapat secara konkrit kita rumuskan.
Bapak-Bapak dan Ibu-ibu sekalian
Dalam workshop ini kami sudah mengundang para ahli dan para pihak yang
berkompeten untuk hadir dalam acara ini sehingga diharapkan dapat
memperoleh hasil yang optimal. Undangan tersebut antara lain lingkup
Departemen Kehutanan yaitu Ditjen BPK, PHKA dan Badan Litbang, Biro
KLN, Dinas kehutanan, LIPI, Biotrop Perguruan Tinggi dan LembagaSwadaya masyarakat seperti LEI, Telapak, FWI, Komphalindo serta swasta
kehutanan antara lain PT Diamond Raya Timber dan Inhutani.
Akhirnya, kepada semua pihak yang telah membantu sehingga
terselenggaranya acara ini kami ucapkan banyak terima kasih. Dan kami
mohon maaf apabila terdapat kekurangan.
Demikian, terima kasih atas partisipasinya
Wassalamualaikum wr. wb.
Tajudin Edy Komar
-
7/18/2019 Alternatif Kebijakan Dalam Pelestarian Dan Pemanfaatan Ramin
13/159
PROSIDINGPROSIDINGPROSIDINGPROSIDINGPROSIDINGWorkshopNasional 2006
4
SAMBUTAN KEPALA PUSATPENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HUTAN
DAN KONSERVASI ALAM
Oleh: Ir. Anwar, M.Sc
Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam
Assalamualaikum wr. Wb.
Selamat pagi dan salam sejahtera bagi kita semua.
Yang saya hormati Bapak-Bapak dan Ibu ibu sekalian
Pertama-tama marilah kita panjatkan puji serta syukur kehadirat Tuhan YME
yang telah memberikan kekuatan dan kesehatan kepada kita semua
sehingga pada pagi hari ini kita dapat hadir bersama-sama dalampertemuan ini. Pertemuan yang bertajuk Workshop Nasional Ramin ini
diselenggarakan atas kerja sama P3HKA dengan International Tropical
Timber Organization (ITTO) melalui ITTO PPD 87/03 Rev. 2 (F).
Pertemuan semacam ini, yang telah beberapa kali diselenggarakan
diharapkan menjadi media saling tukar fikiran, berbagi pengalaman dan
membangun hubungan kerjasama pihak-pihak yang menggeluti baik
praktisi yang terlibat langsung maupun sebagai pengamat soal Ramin.
Kami menyadari bahwa banyak data, informasi dan pengetahuan tentang
ramin yang terserak di berbagai tempat, dan oleh karena itu, sekali lagi,
mudah-mudahan pertemuan ini dapat menjadi tempat yang baik untuk
mengumpulkan data dan informasi yang terserak tadi. Paling tidak, dapatmenjadi langkah awal untuk menuju pembangunan hutan ramin yang lestari,
bermanfaat dan sekaligus mensejahterakan masyarakat.
Hadirin dan para undangan yang saya hormati,
Ramin (Gonystylus spp) merupakan salah satu jenis pohon penting di
Indonesia dan merupakan jenis pohon yang hanya dapat tumbuh dengan
baik di hutan rawa gambut di P. Sumatera dan Kalimantan. Kayu ramin
sudah sejak lama dikenal dan di pasar kayu ini memiliki harga jual yang
tinggi. Namun demikian, karena tingginya harga jual tersebut, ditambah
dengan besarnya kebutuhan pasar terhadap jenis ini menyebabkanterjadinya kegiatan penebangan yang marak dimana-mana.
Penebangan ramin berlangsung meluas di P. Sumatra dan Kalimantan,
secara legal maupun illegal, di dalam hutan produksi maupun di hutan
-
7/18/2019 Alternatif Kebijakan Dalam Pelestarian Dan Pemanfaatan Ramin
14/159
5
konservasi. Saat ini penebangan ramin cenderung mengarah ke kegiatan
penebangan yang tidak terkendali. Oleh karena itu, sebelum ramin menjadi
jenis flora yang punah maka pemerintah perlu mengambil langkah-langkah
pengamanan dan pengendalian. Salah satu langkah yang telah ditempuh
pemerintah adalah dengan menetapkan kebijakan penghentian sementara(moratorium) penebangan ramin pada tahun 2001 dan selanjutnya
memasukkan ramin dalam Appendix III CITES pada tahun yang sama.
Untuk lebih meningkatkan upaya pengawasan dan pengendalian peredaran
dan perdagangan ramin, maka pada tahun 2004 ramin masuk dalam Ap-
pendix II.
Upaya pengendalian yang telah diterapkan tersebut ternyata masih belum
mampu mengatasi terjadinya illegal loggingdan illegal trade jenis ramin,
skema penebangan dan perdagangan diluar ketentuan masih saja terjadi.
Sementara disisi yang lain, kita sampai saat ini juga masih belum dapat
mengetahui secara pasti status dan potensi atau ketersediaan tegakan
ramin yang masih tersisa di hutan alam. Upaya penanaman yangdimaksudkan untuk meningkatkan ketersediaan tegakan ramin, sampai saat
ini juga masih terbatas pada skala percobaan (research trials) dan
keberhasilan percobaan ini juga masih tergolong rendah.
Hadirin dan para undangan yang saya hormati,
Menyadari kenyataan tersebut di atas, kita harus bekerja keras untuk
menghadapi tantangan yang membentang di hadapan kita. Tantangan
utama yang perlu kita selesaikan, menurut hemat saya, adalah untuk
mendapatkan data dan informasi yang akurat tentang potensi dan distribusi
ramin di hutan alam, mengembangkan upaya-upaya pemanfaatan yanglestari serta langkah-langkah konservasi yang harus ditempuh untuk
perlindungannya.
Pada tanggal 28 September 2005 yang lalu Badan Litbang Kehutanan telah
melaksanakan semiloka tentang ramin dengan tema Konservasi dan
Pembangunan Hutan Ramin di Indonesia melalui Regulasi Perdagangan
dan Pemacuan Alih Teknologi, Penanaman dan Teknik Silvikultur.
Berdasarkan hasil semiloka tersebut dan melihat kembali laporan-laporan
teknis dari kegiatan pra-project, menunjukkan bahwa masih diperlukan
adanya diskusi-diskusi lanjutan yang lebih mendalam terutama untuk
mengidentifikasi berbagai kebijakan yang perlu diambil dalam upaya
konservasi ramin dan pemanfaatannya secara lestari. Terkait dengan upayapemanfaatan ini, pengembangan teknik silvikultur dalam pengelolaan
tegakan ramin menjadi prioritas yang perlu mendapatkan perhatian kita.
-
7/18/2019 Alternatif Kebijakan Dalam Pelestarian Dan Pemanfaatan Ramin
15/159
PROSIDINGPROSIDINGPROSIDINGPROSIDINGPROSIDINGWorkshopNasional 2006
6
Dengan melihat banyaknya topik yang harus di kaji dan didiskusikan, kami
menyadari bahwa waktu sehari ini sangatlah terbatas dan kurang memadai.
Namun demikian, saya sangat berharap bahwa melalui workshop sehari ini
kita dapat berdiskusi secara langsung dan lebih konkrit pada aspek-aspek
prioritas menuju pengelolaan ramin yang lestari.
Saya berharap diskusi ini mampu menghasilkan rumusan yang
komprehensif dan integratif yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan
masukan penyempurnaan kebijakan pengelolaan hutan ramin dimasa
mendatang. Akhirnya dengan mengucapkan syukur kehadirat Tuhan YME
dan memohon tuntunan-Nya saya nyatakan Workshop Nasional Sehari
tentang Policy Options on the Conservation and Utilization of Ramin ini
secara resmi dibuka. Selamat berdiskusi dan berkarya di forum ini. Semoga
Tuhan YME selalu memberikan lindungan dan petunjuk-Nya sehingga acara
ini dapat berjalan dengan baik dan lancar.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Bogor, 22 Februari 2006
-
7/18/2019 Alternatif Kebijakan Dalam Pelestarian Dan Pemanfaatan Ramin
16/159
7
PRESENTASI
DAN
DISKUSI
-
7/18/2019 Alternatif Kebijakan Dalam Pelestarian Dan Pemanfaatan Ramin
17/159
PROSIDINGPROSIDINGPROSIDINGPROSIDINGPROSIDINGWorkshopNasional 2006
8
-
7/18/2019 Alternatif Kebijakan Dalam Pelestarian Dan Pemanfaatan Ramin
18/159
9
CURRENT GROWING STOCK OF RAMIN
IN INDONESIA1)
By: M. Bismark, Ari Wibowo, Titi Kalima and Reny Sawitri2)
ABSTRACT
Ramin is a trade name of tropical wood or trees belonging to genus Gonystylus, family of
Thymeleaceae. The number of species within the genus Gonystylus is 30 species.
However in this study, ramin refers to Gonystylus bancanus Miq. Kurtz, a species that has
natural distribution in peat swamp forest. Indonesia is natural habitat of ramin. Five
provinces in Indonesia namely Riau, Jambi, South Sumatera, Central Kalimantan and
West Kalimantan are known as ramin main producers. Results of this study showed that
potency of ramin with diameter of 20 39 cm in five provinces varied from 0.02 5.08
trees/ha with volume of 0.08 10.48 m3/ha, or average of 4.3 trees/ha with volume of 5.3
m3/ha. total potency of ramin in five provinces was 14,757,221 m3 or 11.3 % from potency
reported in 1983. Habitat degradation reached 46.4 % from total area in 1983. 31.1% of
ramin habitat was on conservation areas, with potency 27.1% of all estimated ramin
potency. Although some conservation efforts have been done, there have been ramin
habitat degradation and reduction of ramin potency, mainly due to forest conversion,
illegal logging and trade, in-appropriate system of forest concession and forest fires.
Keywords : Ramin potency, growing stock, conservation
INTRODUCTION
Ramin is a trade name of tropical wood or trees belonging to genus
Gonystylus family of Thymeleaceae. The number of species within the
genus Gonystylus is about 30 species. Fifteen species ofGonystylus spp.
are listed under the world list of threatened species based on the IUCN
Category (IUCN, 2000), in which Gonystylus spp. are classified as vulner-
able species. According to Airy Shaw (1954), ramin is local name for the
species ofGonystylus bancanus, G. velutinus, G. micranthus, and G.
xylocarpus. However in this study, ramin refers mainly to Gonystylus
1 Disampaikan pada Workshop Nasional Policy Option On The Conservation And Utilization Of Ramin,
Bogor, 22 Pebruari 20062 Forest and Nature Conservation Research and Development Center
-
7/18/2019 Alternatif Kebijakan Dalam Pelestarian Dan Pemanfaatan Ramin
19/159
PROSIDINGPROSIDINGPROSIDINGPROSIDINGPROSIDINGWorkshopNasional 2006
10
bancanus Kurz, a species that naturally grows in peat-swamp forest as its
habitat. In Sumatera and Kalimantan ramin are found in peat or freshwater
swamp forests, and the existence and abundance of this species correlated
strongly with the peat depth. In Central Kalimantan, the most abundant
ramin trees exist at peat land more than 600 cm depth (Istomo, 1998).
Currently, the demand of this species is far beyond its growth and regenera-
tion capability. Over-exploitation of ramin has been occurring and has
threatened the sustainability of this species. The sustainability of ramin is
under threat also due to silviculture of the species that has not been totally
known. Currently, illegal harvesting and trade also main causes of the
destruction of ramin population. Other major threat to ramin forest is forest
degradation. Much of the peat swamp forest area has been subject to
degradation caused by conversion to other uses and forest fires.
To conserve this species in Indonesia, logging ban was imposed in 2001 by
the issue of the decree of the Minister of Forestry No. 127/2001. Since 2001,harvesting and export of ramin have been based on annual harvest quota
set by the Government of Indonesia. The quota is provided to forest con-
cessions that hold certificate of Sustainable Forest Management (SFM). In
addition, based on the Decree of the Minister of Forestry No. 168/2001, no
ramin export in the forms of log and sawn timber is allowed. Since October
2004, ramin has been listed in Appendix II of CITES.
To determine the best action for sustainability of ramin in the future, it is
important to identify current condition of ramin, especially in five provinces of
ramin potential areas (Jambi, Riau, South Sumatera, West Kalimantan and
Central Kalimantan), regarding its potency, distribution and conservation
status, as the objective of ITTO funded activity.This paper is mainly based on the report of ITTO activities that mainly
collected secondary data to achieve output 1.1. Complete Data on Ramin
Potency and Conservation Status. Data were collected from secondary data
and direct investigation, including interview to personnel in the field and
offices.
HABITAT OF RAMIN
Vegetation maps based on landsat imageries interpretation issued by
Forestry Planning Agency (2002), showed total area of peat swamp forest in
five provinces as main habitat of ramin (Riau, Jambi, South Sumatera,West Kalimantan and Central Kalimantan) was 6,716,000 ha, (Table 1). In
1983, total area for five provinces was 12,526,000 ha (Directorate of For-
estry Planning, 1983). This comparison shows reduction of potential areas
-
7/18/2019 Alternatif Kebijakan Dalam Pelestarian Dan Pemanfaatan Ramin
20/159
11
of ramin habitat in five provinces to be 53.6 % of initial potency in 20 years.
From total peat swamp area of 6.716.000 ha, 30.9 % or 2,078,600 ha is
-
7/18/2019 Alternatif Kebijakan Dalam Pelestarian Dan Pemanfaatan Ramin
21/159
13
Data from cruising result in some forest concessions that were collected in
this study from five provinces in the year of 1995 2002, for the highest, the
lowest potency per hectare and actual average potency are shown in
Table 3. Analysis to calculate average potency of standing stocks of number
and volume of ramin was also carried out for five provinces, Riau, Jambi,South Sumatera, West Kalimantan and Central Kalimantan as presented in
Table 4.
Table 3. The highest and the lowest potency of ramin according to the
result of cruising by forest concessions (data 1995 2002)
Source : Cruising Report of forest concessions (data 1995-2002), analyzed by Study Team
Remark : N = Number of trees per hectare ; V = Volume of trees m3/ha
Diameter 20 39 cm Diameter > 40 upProvince
N/ha V/ha N/ha V/ha
RiauJambiSouth Sumatera
West KalimantanCentral Kalimantan
0.02-4.290.28-2.441.0-4.0
0.29-3.720.23-5.08
0.10-8.690.36-2.450.52-2.28
0.44-5.650.08-2.23
0.21-10.480.38-4.080.40-6.67
0.37-4.420.18-3.62
0.04-19.260.86-11.030.97-12.26
0.97-11.120.34-6.56
Table 5 shows average percentage of remaining ramin trees to total ramin
trees if all trees with diameter 40 cm up were harvested, and percentage of
ramin volume to total trees with diameter 40 cm up (data 1995 2002).
The Table shows that average ramin trees left after harvesting were more
than 50 percent, meaning that there were more trees with small diameter
(< 40 cm). Moreover, average volume of ramin to total trees harvested was
about 8%, or in 1995 - 2002 ramin trees were no longer dominant in forest
concession areas.
Table 4. Average potency of ramin according to the result of cruising by
forest concessions (data 1995 2002)
Source : Cruising Report of forest concessions (data 1995-2002), analyzed by Study Team
Remark : N = Number of trees per hectare ; V = Volume of trees m3/ha
Diameter (Cm)
20 39 > 40 TotalProvince
N V N V N V
RiauJambiSouth SumateraWest KalimantanCentral Kalimantan
1.872.113.752.691.31
1.011.751.201.310.65
1.982.112.921.830.92
4.694.833.506.101.53
3.854.226.674.522.23
5.76.584.707.412.18
-
7/18/2019 Alternatif Kebijakan Dalam Pelestarian Dan Pemanfaatan Ramin
22/159
PROSIDINGPROSIDINGPROSIDINGPROSIDINGPROSIDINGWorkshopNasional 2006
14
Based on data of average potency (Table 4) and current extent of peat
swamp forest (Table 1), and also considering potency, population, volume
and illegal logging, current potency of ramin trees with diameter of 20 cm up
for five provinces is estimated as shown in Table 6. Extent of potential
ramin habitat for primary and secondary peat swamp forest is assumed
only 80% from total area, and 20 % of which has been illegally logged.
Estimation of ramin potency in secondary forest is based on data on logged
over areas, which the remaining trees were those with diameter of 20-39
cm, as parent trees available after harvesting. It is also assumed that 30%
of trees in LOA have been illegally logged.
Estimation of current potency of standing stock is 14,757,221 m3 or 11.3 %
from potency in 1983 as shown in Table 6. However, establishment of
conservation areas that achieve 31.1 % of total current habitat supports
rescue of ramin population. The lowest population of ramin was found in
South Sumatera. This is due to small remaining forest areas as ramin
habitat, and high intensity of illegal logging as shown in Table 9.
Description of current condition was taken from PT Diamond Raya Timber
in Riau Province as the only concession that has been provided permit to
harvest ramin. Report from Integrated Team (2003), from sample plots on
2002 cutting plot in Forest Concession of PT Diamond Raya Timber, Riau,
there were found that population of Ramin in study area was 4-5 trees
(diameter > 10 cm) per hectare or 400 - 500 trees per cutting block (100
ha). Pattern of diameter class distribution showed abnormal distribution,
with more big trees (diameter > 40 cm) compared with smaller diameter
(diameter 10 39 cm).
Table 5. Average percentage of remaining ramin trees after harvesting to
total ramin trees and percentage of ramin volume to total trees
with diameter 40 cm up according to the result of cruising by
forest concessions, (data 1995 2002)
Source : Cruising Report of forest concessions (data 1995-2002), analyzed by Study Team
Percentage of remainingramin trees in LOA (%)Province
N V
Percentage of raminvolume to total trees(diameter > 40 cm)
RiauJambiSouth SumateraWest KalimantanCentral Kalimantan
50.6757.8366,0
39.3268.0
24.7321.5829.024.9647.26
8.258.198.834.98
12.41
-
7/18/2019 Alternatif Kebijakan Dalam Pelestarian Dan Pemanfaatan Ramin
23/159
15
Average data of current condition based on report of Integrated Team (2002,
2003 and 2004) and data from PT Putra Duta Indah Wood, Jambi, as the
only forest concession on peat swamp forest that is still in operation are
shown in Table 7. The Table shows that potency in Riau (PT Diamond Raya
Timber) is higher than in Jambi (PT Putra Duta Indah Wood). Meaning that
PT Diamond Raya Timber is suitable to be provided quota for ramin har-
vesting based on current regulation of CITES.
Table 6. Estimation of current potency of ramin trees standing stocks
(diameter > 20 cm) in five provinces
Source : Cruising Report of forest concessions (data 2002-2004), analyzed by Study Team
Remark : N = Number of trees per hectare ; V = Volume of trees m3/ha
Riau N 385.795,50 3.612.591,05 3.998.386,60
V 567.457,80 1.783.931,46 2.351.389,26
Jambi N 407.553,70 755.272,52 1.162.826,22
V 638.448,50 653.731,77 1.292.180,30
South Sumatera N 55.098,56 205.212,00 260.310,56
V 38.315,20 67.058,80 105.374,08
West Kalimantan N 328.575,50 6.126.419,53 6.455.495,03
V 517.306,95 3.362.659,75 3.879.966,20
Central Kalimantan N 395.016,40 6.048.654,70 6.443.671,10
V 504.974,20 6.623.833,70 7.128.312,88
Table 7. Average current potency of ramin in Riau and Jambi
Province
Remark : Analyzed by Study Team
N = Number of trees per hectare ; V = Volume of trees m3/ha
Potency
Habitat
Primary PeatSwamp Forest Secondary PeatSwamp Forest Total
Diameter (Cm)
20 39 > 40Province / Concession Area
N V N V
Riau (PT Diamond Raya Timber)Jambi (PT Putra Duta Indah Wood)
1.221.46
0.811.01
4.480.44
12.960.95
Several studies have shown that in primary forest the number of big trees
was more abundant compared with pole stage. This might be caused by
competition of sunlight and site. Less sunlight on primary forest that could
penetrate to forest floor caused small trees (pole stage) to gain less sun-
light. Data from primary forest and LOA of PT PT Diamond Raya Timber,Riau are presented in Table 8. The Table shows that density of ramin in
pole stages is the smallest in number compared with other stages, how-
ever, the number of tree was smaller than pole in LOA.
-
7/18/2019 Alternatif Kebijakan Dalam Pelestarian Dan Pemanfaatan Ramin
24/159
16
PROSIDING Workshop Nasional 2006
Table 8. Average number of ramin trees per hectare (N/ha) in primaryforest and LOA of PT Diamond Raya Timber, Riau
N/ha N/haStageRKT 2004 RKT 2005 LOA 2003 LOA 2004
SeedlingSaplingPoleTree
56220
0.8012.51
166583.3
2.46
4001601.671.67
17256204
In disturbed forest such as logged over areas, illegal logging areas andburned over areas, condition of ramin regeneration depend on severity ofdisturbances. Study by Daryono (1996) in Forest Concession Area of PTArjuna Wiwaha Forest Concession (PT Tanjung Raya Group) in Central
Kalimantan showed that exploitation has reduced potency of trees. On oneyear old logged over area, there were no trees and poles of ramin found.On 10 years old logged over area, seedlings were found quite abundance.Study by Suwarso (1996) in Forest Concession of PT. SBA Wood Industry,South Sumatera showed negative impact of illegal logging and exploitationon regeneration of ramin as presented in Table 9.
Table 9. Impact of forest management and illegal logging to potency andcomposition of ramin at some forest conditions in forest conces-sion area of PT SBA Wood Industries, South Sumatera
Stage/
Forest ConditionFreq. Dens. Dom. IVI (to)
TreePrimary Forest 0.19 6.67 1.28 43.38LOA 0.14 3.75 0.37 27.39
After Illegal Logging 0.02 0.04 0.07 15.86After Illegal Logging and LOA 0.04 1.00 0.05 49.82PolePrimary Forest 0.04 4.00 0.02 36.17LOA - - - -
After Illegal Logging - - - -SaplingPrimary Forest 0.04 16.00 - 18.33LOA 0.02 8.00 - 16.03
After Illegal Logging - - - -SeedlingPrimary Forest - - - -LOA - - - -
After Illegal Logging - - - -
Source : Suwarso (1996), analyzed by Study Team
-
7/18/2019 Alternatif Kebijakan Dalam Pelestarian Dan Pemanfaatan Ramin
25/159
17
RAMIN POTENCY IN CONSERVATION AREAS
Conservation of peat swamp forest ecosystem as ramin habitat has beencontinued by establishment of nature reserves, arboretum, peat land nature
laboratory, and national park. The management is carried out by NatureResource Conservation Institute (BKSDA), educational institutions, localgovernment, and NGO. Some conservation areas as ramin habitat thathave been established in some provinces are shown in Table 10. Theseconservation areas are known as habitat for ramin, however, in most areasthere are no data of inventory regarding potency ramin. Estimation ofpotency is based on assumptions that 80% of conservation areas haveramin vegetation, of which, 10% has been illegally logged. Potency perhectare is approached from data of cruising result report from the nearestforest concession.
Although many conservation areas have been established, threats to
sustainability of these areas have been becoming more intense. Majorthreats are due to illegal logging, over exploitation, forest fires, mining andother habitat degradation. Currently, due to illegal logging, forest fire andillegal mining, there was no ramin or other species regeneration. Even, peatswamp forest has changed into sand fields and ponds as the result of soilpiling process for gold mining.
Table 10. Conservation areas as ramin habitat and estimation potency oframin trees
Province Name of Conservation Area Area(ha)
Potency(Trees)
Volume(m
3)
Riau Kerumutan Game ReserveTasik Belat Game ReserveDanau Pulau Besar Game ReserveBukit Batu Game ReserveTasik Besar Game ReserveTasik Serkap Game ReserveSenepis National Park
120,0002,500
24,00024,000
3,2006,900
60,000
236,6047,124
71,42468,567
9,14219,71393,405
501,31610,444
104,441100,263
13,36828,826
128,066
Jambi Berbak National Park 162,000 509,039,5 733,528,2
SouthSumatera
Sembilang National Park 219,120 230,733 332,487
CentralKalimantan
Tanjung Puting National ParkSebangau National ParkNyaru Menteng Arboretum
414,000589,000
65
697,505510,892
57
624,804373,287
41
WestKalimantan
Mandor Nature ReserveMuara Kendawangan NatureReserveDanau Sentarum Nature Reserve
3,080150,000
80,000
10,491510,948272,506
16,757816,100434,253
-
7/18/2019 Alternatif Kebijakan Dalam Pelestarian Dan Pemanfaatan Ramin
26/159
-
7/18/2019 Alternatif Kebijakan Dalam Pelestarian Dan Pemanfaatan Ramin
27/159
PROSIDINGPROSIDINGPROSIDINGPROSIDINGPROSIDINGWorkshopNasional 2006
18
Establishment of conservation areas was mainly due to conservation of
habitat for endangered wildlife, such as establishment of Senepis National
Park on area 60,000 ha in Riau, as habitat of sumatran tiger (Phantera tigris
sumatrae). However, there is advantage by establishment of conservation
area. It also means extension of habitat for important flora species such asramin. In Kalimantan, insitu conservation for ramin is important because
ramin trees area also used by orang utan (Pongo pygmaeus) and Bekantan
(Nasalis larvatus), as endangered and rare species that are only found in
Indonesia, as source of food, nesting place and cover.
In Jambi, Berbak National Park Berbak has been managed through support
of management planning for its buffer zone. Its part of buffer zone area has
direct border with Forest Concession of PT Putra Duta Indah Wood. Man-
agement of buffer zone area was confirmed by the issue of Governor
decree No. 320 /1990 regarding confirmation and management of buffer
zone of Berbak National Park. However, there has been issue of national
park management due to illegal logging, and search for jelutung gum (Dyeracostulata) to national park through rail-road in Forest Concession. The
report said that 40 % of national park area has been damaged due to illegal
logging and forest fires (Kompas, March, 2005).
In Berbak, management of national park has carried out improvement of
damage habitat by planting of ramin seedlings, totaling 22,000 seedlings.
The seedlings were supplied by Forest Concession of Putra Duta Indah
Wood, as buffer zone of the national park. By considering the success of
enrichment of ramin species in Forest Concession area, it is expected that
the success will also occur in national park. Main issue to achieve high
survival of ramin plantation is its ecological dependency to shade and
humidity. In this case, forest fires that often occur might result in unfavor-able condition for the growth of ramin plantation.
In-situ protection of ramin as well as other associated tree species would
increase conservation area of the species. With consideration for conser-
vation of ramin, it is required to activate forest concessions that have ramin
potency. Active forest concessions would ensure that conservation of the
species is maintained and monitoring is easy to be applied. This would also
improve protection effort and conservation of ramin outside conservation
area. Moreover, some Forest Concessions that are still active have made
some efforts to produce seedlings. For examples, PT Diamond Raya
Timber in Riau has made trial by planting of ramin from shoot cutting seed-
lings. In 2003, PT Putra Duta Indah Wood in Jambi procured 14,000 raminseedlings from wild to rehabilitate post fire area of Berbak National Park.
This activity was continued by phase II planting of 6000 seedlings and phase
III by 2000 seedlings. In 2005, PT Putra Duta Indah Wood would make
-
7/18/2019 Alternatif Kebijakan Dalam Pelestarian Dan Pemanfaatan Ramin
28/159
19
plantation of 5,000 ramin seedlings for enrichment of 200 ha logged over
area.
Considering Forest Concessions important role for sustainability of seed
sources and remaining ramin trees, it is required special policy in manage-ment of Forest Concession area. Forest concessions that have extended
permit should be supported to apply sustainable forest management. Major
issue that threat sustainable forest management is illegal logging. This
issue should be overcome integratedly by involving related institutions.
Community in surrounding forest area should be involved to improve pro-
ductivity of peat forest through rehabilitation and development of social
forestry by planting of mix species ramin with other leading local species.
CONCLUSIONS AND SUGGESTIONS
Conclusions
1. Indonesia is natural habitat of ramin (Gonystylus spp). Five provinces
in Indonesia Riau, Jambi, South Sumatera, Central Kalimantan and
West Kalimantan are known as ramin producers. Ramin genus is
found in habitat from swamp forest, low-land forest, to high land forest.
Especially forGonystylus bancanus Kurz as main object of this study,
the habitat is in peat swamp forest.
2. There has been ramin habitat degradation. From initial area of peat
swamp forest in five provinces (Riau, Jambi, South Sumatera, West
and Central Kalimantan) that covered 12,526,000 ha (in 1983), current
data from the result of satellite imageries interpretation showed theextent of peat swamp forest of 6,716,000 ha or 53.6 % from total area
extent in 1983.
3. In nature, population of ramin is influenced by peat depth. The highest
population of ramin is found on peat soil with depth of over 3 m. Range
of density and volume of ramin in every province varies depending on
habitat, extent of surveyed area and year of observation. Potency of
ramin with diameter of 20 39 cm in five provinces varies from 0.02
5.08 trees/ha with volume of 0.08 10.48 m3/ha, or average of 4.3
trees/ha with volume of 5.3 m3/ha. Volume of ramin to total volume of all
species (diameter > 40 cm) the highest was 12.41%. Remaining
stands of ramin after harvesting, the highest was 68 % with volume
47.26 % of initial potency.4. Estimation to total potency of ramin with assumptions that potential area
for ramin 80%, and illegal logging 10% - 20%, total potency of ramin in
five provinces was 14,757,221 m3 or 11.3 % from potency reported in
1983. Habitat degradation reached 46.4 % from total area in 1983.
-
7/18/2019 Alternatif Kebijakan Dalam Pelestarian Dan Pemanfaatan Ramin
29/159
PROSIDINGPROSIDINGPROSIDINGPROSIDINGPROSIDINGWorkshopNasional 2006
20
31.1% of ramin habitat was on conservation areas, with potency 27.1%
of all estimated ramin potency.
5. Forest concessions has significant role in ramin conservation.
Establishment of conservation area for plant and wildlife conservation,
as well as efforts by forest concessions to establish ramin plantation for
enrichment planting. Therefore, some forest concessions that have
ramin potency after moratorium are assumed to conserve ramin
standing stock. However, due to technical issues, some forest
concessions with time extension permit have stopped their operation.
This condition has led to increasing number and intensity of il legal
logging, because no more control for the area and infrastructure belong
to forest concession is still available to make easy illegal logging.
6. Although conservation efforts have been done, ramin is still under threat
mainly due to conversion of peat swamp forest to other land uses,
illegal logging and trading, and forest fires.
Suggestions
1. No more conversion of peat swamp forest especially with ramin
abundance potency into other land uses.
2. A need to make accurate inventory on potency and distribution of ramin
in the field to determine necessary steps in management and
conservation of ramin.
3. Provide incentives to ramin potential forest concessions to operate with
special regulations that ensure sustainability of ramin in its area.
4. More control to conservation areas with ramin potency .
REFERENCES
Airy Shaw. 1954. Thymelaeaceae-Gonystyloideae. In C.G.G.J. Van Steenis
(Editor) Flora Malaysiana. Ser. I. Vol. IV. Noordhoff-Koef. NV.
Jakarta. p. 358 365
Bhara Induk, PT. 2000. Annual Work Plan (RKT) of PT Bhara Induk. Riau
Budaya Hutan Alam, PT. 2000. Enironmental Monitoring Plan. Kapuas
District, Central Kalimantan.
CITES. 1994. Trade in Plants Specimen of Ramin Gonistylus bancanus.
Document Submitted at the 9th meeting of the Conference of the
Parties of CITES. Fort Landerdale, USA. November. 1994.
Unpublished.
-
7/18/2019 Alternatif Kebijakan Dalam Pelestarian Dan Pemanfaatan Ramin
30/159
21
CITES. 2004. Convention on International Trade in Endangered Species of
Wild Fauna and Flora : Appendices I and II of CITES Thirteenth
meeting of the conference of the Parities. 3 14 October 2004.
Bangkok. Thailand.
Daryono. 1996. Condition of Standing Stock and Natural Regeneration of
Peat Swamp Forest after Loging ant Its Propagation Technique.
Discussion of Research Results to Support Sustainable Forest
Utilization. Cisarua 11-12 March 1996. Forest and Nature
Conservation Research and Development Center, Bogor.
Dexter Kencana Timber, PT. 2001 and 2002. Annual Work Plan (RKT) of
PT Dexter Kencana Timber. Riau
Diamond Raya Timber, PT. 1999. Annual Work Plan (RKT) of PT Diamond
Raya Timber. Riau
Directorate of Forestry Planning. 1983. Potency and Distribution of
Commercial Wood in Indonesia. Ramin Book 3. Directorate General
of Forestry, Ministry of Agriculture. Jakarta.
Essa Indah Timber, PT. 1996 and 1998. Annual Work Plan (RKT) of PT
Essa Indah Timber. Riau
Expra Baru, PT. 1992 and 1997. Annual Work Plan (RKT) of PT Expra
Baru. Riau.
Faculty of Agriculture Researcher Team. 1990. Vegetation Analysis of Flora
and Fauna in Game Reserve Area Mandor, West Kalimantan. Report
of Research by Faculty of Agriculture of Tanjung Pura University,
Pontianak, West Kalimantan
Forestry Planning Agency. 2002. Vegetation Maps of Riau, Jambi, South
Sumatera, West Kalimantan and Central Kalimantan. Ministry of
Forestry. Jakarta.
Forestry Planning Agency. 2005. Data of Log Production from Natural
Forest Concession per Province 1991-2004. Jakarta.
Harapan Baru Wood Co, PT. 1995 and 1997. Annual Work Plan (RKT) of
PT Harapan Baru Wood Co. Riau
Integrated Team. 2003. Report on The Result of Field Assessment of
Ramin Potency (Gonystylus bancanus Kurz.) in Forest Concession
(HPH) of PT Diamond Raya Timber for 2003 Annual Work Plan (RKT).
Integrated Team. 2004. Report on The Result of Field Assessment of
Ramin Potency (Gonystylus bancanus Kurz.) in Forest Concession
(HPH) of PT Diamond Raya Timber for 2004 Annual Work Plan (RKT).
-
7/18/2019 Alternatif Kebijakan Dalam Pelestarian Dan Pemanfaatan Ramin
31/159
PROSIDINGPROSIDINGPROSIDINGPROSIDINGPROSIDINGWorkshopNasional 2006
22
Istomo. 1998. The Distribution of Ramin Ramin (Gonystylus bancanus
Kurtz.) in the Peat Forest (Case study in PT Inhutani III. Central
Kalimantan). Laboratory of Forest Ecology. Faculty of Forestry.
Forest Management Bulletin: p. 33 39.
IUCN. 2000. Red List at Threatened Species. IUCN. Gland. Switzerland.
Kangly Lumber, PT. 1998. Annual Work Plan (RKT) of PT Kangly Lumber.
Riau
Karya Delta Permai, PT. 1999. Environmental Impact Assessment (former
Forest Concession of PT. Dacridium II), Barito Utara District, Central
Kalimantan.
Karya Indah Sakti Mandiri. PT. 2000. Environmental Impact Assessment,
Barito Selatan District, Central Kalimantan.
Kertas Basuki Rachmat, PT. 1998. Environmental Impact Assessment of
Timber Estate, Ketapang District, West Kalimantan.Kompas. 26 March 2005. 40 Percent of Berbak National Park has been
Encroached. Kompas, Saturday,.
Kompas. 26 June 2005. 1,000 ha of Mandor Game Reserve turned into
sand field. Saturday, 26 June 2005.
Koperasi Serba Usaha Bajenta, 2000. Environmental Impact Assessment,
District Kapuas, Central Kalimantan
Kosmar Timur Raya, PT. 2001 Annual Work Plan (RKT) of PT Kosmar
Timur Raya. Riau
Lawang Haring Perkasa, PT. 1999. Environmental Impact Assessment,
Kotawaringin Timur District, Central Kalimantan.
Lubis, I and I.N.N. Suryadiputra. 2003. Efforts in Integrated Management of
Burned Over Peat Swap Forest in Berbak-Sembilang Area. In
Suyatno, U. Chokkalingam and P. Widodo, eds.) Proceeding of
Workshop: Fire in Peat Land of Sumatera: Issues and Solutions.
CIFOR.
Minister of Forestry Decree. 2001. Ammendment to Minister of Forestry
Decree No. 168/Kpts-IV/2001. Regarding Utilization of Ramin
(Gonystylus spp.).
Ministry of Forestry. 2004. Staregic Data of Forestry. Ministry of Forestry.
Jakarta.
Moharison Pawan Khatulistiwa, PT. 2000. Environmental Impact
Assessment of Forest Concession of PT Moharison Pawan
Khatulistiwa, Ketapang District, West Kalimantan.
-
7/18/2019 Alternatif Kebijakan Dalam Pelestarian Dan Pemanfaatan Ramin
32/159
23
Multi Eka Jaya, PT. 1996. Annual Work Plan (RKT) of PT Multi Eka Jaya.
Riau
Murphy, D. 2001. The 1998 Fall of Suharto has Set Off Logging Boom in
Indonesias National Parks. The Christians Science Monitor, August23, 2001.
National Timber, PT. 1998. Annual Work Plan (RKT) of PT National Timber.
Riau
New Union Timber, PT. 1997. Annual Work Plan (RKT) of PT New Union
Timber. Riau.
Perkasa Baru , PT. 1997. Annual Work Plan (RKT) of PT Perkasa Baru.
Riau.
Pratiwi. 2002. Impact of Forest Fire and Some Efforts to Rehabilitate Post
Forest Area in Swampy Forest, Sungai Kumpeh, Jambi. Forest
Research Bulletin No. 630/2002. Bogor.Putra Duta Indah Wood, PT. 2003, 2004 and 2005. Annual Work Plan
(RKT) of PT Putra Duta Indah Wood. Jambi.
Riau Putra Bersama, PT. 2000. Annual Work Plan (RKT) of PT Riau Putra
Bersama. Riau.
Rimba Karya Indah, PT. 1994, 1995, 1997, 1998, 1999, and 2001. Annual
Work Plan (RKT) of PT Rimba Karya Indah. Jambi.
Rokan Permai Timber, PT. 2001. Annual Work Plan (RKT) of PT Rokan
Permai Timber. Riau.
Rokinan Timber Corp, PT. 1999. Annual Work Plan (RKT) of PT Rokinan
Timber Corp. Riau.
Sejati Riau I, PT. 1994. Annual Work Plan (RKT) of PT Sejati Riau I. Riau.
Setia Alam Jaya, PT.1993. Environmental Impact Assessment, Kapuas
District, Central Kalimantan.
Silva Bina Timber Co, PT. 1997. Annual Work Plan (RKT) of PT Silva Bina
Timber Co. Riau.
Silva Sakti, PT. 1996. Annual Work Plan (RKT) of PT Silva Sakti. Riau.
Soehartono, T and A. Mardiastuti. 2002. CITES Implementation in
Indonesia. Nagao Natural Environment Foundation. Jakarta.
Soerianegara, I and R.H.M.J. Lemmens (Eds). 1994. PROSEA. Plant
Resources of South East Asia 5 (1) Timber Trees : Major
commercial timbers. PROSEA. Bogor.
-
7/18/2019 Alternatif Kebijakan Dalam Pelestarian Dan Pemanfaatan Ramin
33/159
PROSIDINGPROSIDINGPROSIDINGPROSIDINGPROSIDINGWorkshopNasional 2006
24
Soerianegara, I. 1996. Evaluation and Determination of Ramin Forest
Management System based on Sustainability. Collection of
Researches. Faculty of Forestry, IPB. Bogor.
Sri Buana Dumai, PT. 1997. Annual Work Plan (RKT) of PT Sri BuanaDumai. Riau.
Sumber Mitra Jaya, PT. 2000. Environmental Impact Assessment of Timber
Estate, Kotawaringin Timur District, Central Kalimantan.
Sungai Rangit, PT. 2000. Environmental Impact Assessment, Kapuas
District, Central Kalimantan.
Suwarso. 1996. Peat Swamp Vegetation Damage Due to Illegal Logging in
Forest Concession Area. Case Study in Forest Complex of Tanjung
Koyan, Sungai Lumpur, OKI, South Sumatera. Magister Science
Thesis IPB. Unpublished.
The Best One Uni Timber, PT. 1994. Annual Work Plan (RKT) of PT TheBest One Uni Timber. Riau.
Triomas FDI, PT. 1998, 1999 Annual Work Plan (RKT) of PT Triomas FDI.
Riau.
Ubbi Mekar, PT. 2000. Annual Work Plan (RKT) of PT Ubbi Mekar. Riau.
Yos Raya Timber, PT. 1997. Annual Work Plan (RKT) of PT Yos Raya
Timber. Riau.
-
7/18/2019 Alternatif Kebijakan Dalam Pelestarian Dan Pemanfaatan Ramin
34/159
25
POTENSI, PERTUMBUHAN, DAN REGENERASIRAMIN (Gonystylus spp.) DI HUTAN ALAM
DI INDONESIA1)
Oleh: Machfudh dan Rinaldi2)
ABSTRAK
Ramin (Gonystylus spp) merupakan salah satu jenis pohon penting di Indonesia yang
tumbuh di hutan rawa, khususnya rawa gambut. Sebelum mengalami eksploitasi yang
besar-besaran, penyebaran jenis ramin di Indonesia hampir terdapat di hutan-hutan
rawa/gambut di seluruh kepulauan Indonesia. Saat ini penyebaran ramin dalam skala
besar hanya ditermui di daerah Sumatera (Riau, Jambi, Selat Karimata, Sumatera
Selatan) dan Kalimantan (Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan).
Di daerah-daerah tersebut pun tegakan ramin yang relatif masih rapat dengan diameter
pohon yang relatif besar kebanyakan hanya ditemui di kawasan-kawasan konservasi.
Potensi ramin di Indonesia saat ini diperkirakan sebanyak 6.925.041 m 3 yang tersebar
di daerah sumatra sekitar 1.602.334 m3 (3.732 m3/ha) dengan riap diameter 0.42 cm/
tahun, dan di daerah Kalimantan sekitar 4.091.730 m3 (3.842 m3/ha) dengan riap
diameter 0.53 cm/tahun. Keadaan diameter pohon di Kalimantan rata-rata lebih besar
dibandingkan dengan diameter pohon di Sumatra. Riap tertinggi untuk jenis ramin
terdapat pada kisaran diameter 40 50 cm untuk lokasi Sumatra dan 30 40 cm untuk
lokasi Kalimantan.
PENDAHULUAN
Pengelolaan hutan dengan hasil yang lestari akan tercapai apabila besarnyahasil hutan yang dipungut sama dengan atau lebih kecil dari
pertumbuhannya dan berlangsung secara terus menerus. Secara umum
dapat dikatakan bahwa jumlah hasil maksimum yang dapat diperoleh dari
hutan pada suatu waktu tertentu adalah jumlah kumulatif pertumbuhan
sampai waktu itu, sedangkan jumlah maksimum hasil yang dapat
dikeluarkan secara terus menerus setiap periode sama dengan
pertumbuhan/riap dalam periode waktu itu (Davis dan Johnson, 1987) Untuk
menunjang pengelolaan hutan alam produksi secara lestari mutlak
diperlukan data riap yang akurat. Data ini diperlukan sebagai dasar
penetapan pertumbuhan pohon dan untuk menentukan jumlah pohon yang
akan dipungut/dipanen.
1 Disampaikan pada Workshop Nasional Policy Option On The Conservation And Utilization Of Ramin,
Bogor, 22 Pebruari 20062 Peneliti, Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam, Bogor
-
7/18/2019 Alternatif Kebijakan Dalam Pelestarian Dan Pemanfaatan Ramin
35/159
PROSIDINGPROSIDINGPROSIDINGPROSIDINGPROSIDINGWorkshopNasional 2006
26
Riap yang dimiliki suatu jenis pohon berbeda dengan riap yang dimiliki jenis
pohon lainnya. Ini berarti bahwa dengan semakin banyak tersedianya data
mengenai riap untuk setiap jenis, maka penentuan kebijakan pengelolaan
seperti panjang daur atau rotasi tebang, jatah tebangan tahunan, limit
diameter tebang, dan sebagainya, akan lebih akurat dan memiliki dasarilmiah dan akan mengarah kepada terwujudnya pengelolaan hutan yang
berkelanjutan. Namun demikian, gejala yang tampak ke permukaan adalah
menurunnya produksi kayu dari hutan alam produksi, serta semakin
besarnya kesenjangan (gap) dengan jumlah kebutuhan akan kayu sebagai
bahan baku bangunan dan industri perkayuan. Meluasnya penebangan
pohon tanpa ijin (illegal logging) dan peredaran kayu tanpa dokumen yang
syah diindikasikan sebagai salah satu ekses dari menurunnya produksi
kayu tahunan.
Ramin (Gonystylus spp) merupakan salah satu jenis pohon komersial khas
hutan rawa khususnya rawa gambut. Dengan nilai komersilnya yang tinggi,
pohon ini disukai oleh banyak orang dan akibatnya banyak ditebang, baiksecara legal maupun illegal. Penebangan secara legal maupun ilegal ini
telah meluas, tidak hanya di hutan produksi saja tapi sampai merambah ke
kawasan konservasi. Penebangan ramin legal secara besar-besaran telah
dilakukan sejak tahun 1970-an saat diberlakukan ijin pengelolaan hutan rawa
gambut. Meskipun sejak tahun 1980 ekspor kayu gelondongan (termasuk
ramin) dilarang, tetapi karena harga pasar yang melonjak, penebangan
ramin tetap tinggi. Penebangan yang tidak terkendali tentu saja
menimbulkan kekhawatiran akan terjadinya ancaman kepunahan jenis
ramin ini. Sebagai suatu bentuk usaha untuk mencegah semakin
meluasnya penebangan ramin (terutama illegal logging), pemerintah telah
mengeluarkan Keputusan Menteri Kehutanan No 127/Kpts-V/2001mengenai moratorium atau pembatasan penebangan dan perdagangan
ramin yang kemudian diubah menjadi Surat Keputusan Menteri Kehutanan
No 1613/Kpts-II/2001. Selain itu usaha lain dilakukan pemerintah Indonesia
dengan mengusulkan penempatan ramin dalam Appendix III CITES (Con-
vention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and
Flora) bahkan saat ini ramin telah ditingkatkan statusnya dari Appendix III
menjadi Appendix II. Ini berarti perdagangan ramin dikontrol secara ketat
dan dilakukan dengan system quota tebang. Dengan cara ini diharapkan
populasi alami ramin tidak akan mengalami kepunahan.
Artikel ini ditulis dengan maksud untuk melaporkan bagaimana keadaan
potensi, pertumbuhan dan regenerasi ramin di Indonesia pada dekadeterakhir ini. Dengan informasi ini diharapkan para pengambil kebijakan
masalah ramin baik kebijakan makro maupun kebijakan mikro di lapangan
yaitu para manager lapangan dapat memiliki gambaran secara menyeluruh
tentang situasi dan kondisi ramin di Indonesia, khususnya tentang potensi,
-
7/18/2019 Alternatif Kebijakan Dalam Pelestarian Dan Pemanfaatan Ramin
36/159
27
pertumbuhan dan regenerasinya. Ketiga informasi ini merupakan masukan
yang sangat berguna dalam menentukan kebijakan-kebijakan yang berkaitan
dengan pengelolaan ramin secara lestari.
PENYEBARAN TEGAKAN RAMIN
Pohon Ramin termasuk jenis yang memiliki kecenderungan hidup
mengelompok dengan sebaran terbatas. Tinggi pohon ini bisa mencapai
40 - 50 m dengan diameter mencapai 120 cm. Ramin tumbuh pada tanah
podsolik, tanah gambut, tanah aluvial dan tanah lempung berpasir kwarsa
yang terbentuk dari bahan induk endapan, dengan tingkat keasaman (pH)
bervariasi dari 3,6 sampai dengan 4,4.
-
7/18/2019 Alternatif Kebijakan Dalam Pelestarian Dan Pemanfaatan Ramin
37/159
-
7/18/2019 Alternatif Kebijakan Dalam Pelestarian Dan Pemanfaatan Ramin
38/159
-
7/18/2019 Alternatif Kebijakan Dalam Pelestarian Dan Pemanfaatan Ramin
39/159
-
7/18/2019 Alternatif Kebijakan Dalam Pelestarian Dan Pemanfaatan Ramin
40/159
31
Ramin termasuk jenis yang lambat tumbuh (slow growing species). Analisa
data PUP oleh Kelti Biometrika Hutan, Puslitbang Hutan dan Konservasi
Alam didapatkan hasil bahwa secara umum rata-rata riap diameter untuk
jenis ramin ini yaitu 0,42 cm/tahun di Sumatera dan 0,53 cm/tahun di
Kalimantan dengan model riap jenis Ramin untuk masing-masing lokasiyang disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Model riap jenis ramin berdasarkan data PUP
Pana um2798-s e 355a3 68 Tw nm085062 05 1
-
7/18/2019 Alternatif Kebijakan Dalam Pelestarian Dan Pemanfaatan Ramin
41/159
33
KESIMPULAN
1. Diperkirakan saat ini jenis kayu ramin hanya dijumpai di kawasan hutan
rawa di pulau Sumatra, kepulauan di selat Karimatan dan pulau
Kalimantan.2. Kawasan konservasi merupakan habitat ramin yang masih memiliki
tegakan relatif rapat dan memiliki diameter pohon relatif besar.
3. Berdasarkan data PUP yang dikumpulkan dari seluruh Indonesia,
potensi ramin di daerah Sumatra saat ini sekitar 3.73 m3/ha (1.1 pohon/
ha) dengan riap diameter 0.42 cm/tahun. Total potensi tegakan ramin di
Sumatra diperkirakan sebesar 1.602.334 m3. Potensi ramin di
Kalimantan yang ada saat ini sekitar 3.84 m3/ha (0.76 pohon/ha) dengan
riap diameter 0.53 cm/tahun. Total potensi ramin di seluruh Kalimantan
diperkirakan sebesar 4.091.730 m3. Keadaan diameter pohon di
Kalimantan rata-rata lebih besar dibandingkan dengan keadaan
diameter di Sumatra.4. Riap tertinggi untuk jenis ramin terdapat pada kisaran diameter 40-50
cm untuk lokasi Sumatra dan 30-40 cm untuk lokasi Kalimantan.
DAFTAR PUSTAKA
Bastoni. 2005. Kajian Ekologi dan Silvikultur Ramin di Sumatra Selatan dan
Jambi. Dalam Konservasi Dan Pembangunan Hutan Ramin di
Indonesia. Prosiding Semiloka Nasional. Bogor. 28 September 2005.
Hal. 124-139.
Davis, L.S. and K.N. Johnson. 1987. Forest Management (3rd edition). Mc
Graw Hill Book Company, New York.
Direktorat Bina Program Kehutanan. 1983. Potensi dan Penyebaran Kayu
Komersil di Indonesia. Ramin. Buku 3. Departemen Kehutanan,
Direktorat Jenderal Kehutanan. Jakarta.
Forest Watch Indonesia. 2002. RAMIN. Perdagangan Domestik dan
Internasional. (http://www.fwi.or.id/index.php?lang=ina&link=Ramin).
Diakses tanggal 15 Januari 2006.
Friend of the Earth. 2006. http://www.maanystavat.fi/april/expansion/
indo.html Diakses tanggal 14 Februari 2006.
Hadisuparto, H. 2005. Berbagai Upaya Pelestarian Species, Populasi dan
Hutan Ramin di Kalimantan. Dalam Konservasi Dan Pembangunan
Hutan Ramin di Indonesia. Prosiding Semiloka Nasikonal. Bogor. 28
September 2005. Hal. 50-59.
-
7/18/2019 Alternatif Kebijakan Dalam Pelestarian Dan Pemanfaatan Ramin
42/159
PROSIDINGPROSIDINGPROSIDINGPROSIDINGPROSIDINGWorkshopNasional 2006
34
Istomo. 2005. Evaluasi Penanaman Ramin (Gonystylus spp) di Indonesia:
Kendala dan Program Kegiatan dalam Pembangunan Hutan Tanaman
Ramin. Dalam Prosiding Semiloka Nasional: Konservasi dan
Pembangunan Hutan Ramin di Indonesia melalui Regulasi
Perdagangan dan Pemacuan Alih Teknologi Konservasi, Penanaman,dan Teknik Silvikultur. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan
Konservasi Alam Bekerjasama dengan ITTO PPD 87/03 Rev.2(f):
79-108.
Partomihardjo, T. 2005. Potret Potensi Ramin (Gonystyllus bancanus) di
Pulau Sumatra dan Ancaman Kepunahannya. Dalam Konservasi
Dan Pembangunan Hutan Ramin di Indonesia. Prosiding Semiloka
Nasional. Bogor. 28 September 2005. Hal. 35-49.
Soerianegara, I, Istomo, U. Rosalina, dan I. Hilwan. 1996. Evaluasi dan
Penentuan Sistem Pengelolaan Hutan Ramin yang Berazaskan
Kelestarian. Rangkuman Penelitian hibah Bersaing II. Fakultas
Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Tim Terpadu Ramin. 2005. Laporan Hasil Kajian Lapang Potensi Ramin
(Gonystullus bancanus Mig. Kurz) di Areal IUPHHK PT Diamond Raya
Timber Propinsi Riau (RKT 2006). Bogor.
Universitas Tanjungpura. 1996. Pelestarian Plasma Ramin (Gonystyllus
bancanus) in-situ di Kalimantan Barat. Kajian Perwakilan Ekosistem
Kelompok Hutan Sungai Bakau Besar Darat. Dalam Kajian
Permasalahan Lokal dan Nasional Hutan dan Kehutanan di Indonesia:
Tinjauan, Prospek dan Strategi Menuju Pengelolaan hutan dan
Pembangunan Kehutanan berkelanjutan. Hal. 19-27. Badan Penelitian
dan Pengembangan Kehutanan. Jakarta.
-
7/18/2019 Alternatif Kebijakan Dalam Pelestarian Dan Pemanfaatan Ramin
43/159
35
Lampiran 1. Peta sebaran tegakan ramin di beberapa kawasan konservasi.
( FWI: 2002)
-
7/18/2019 Alternatif Kebijakan Dalam Pelestarian Dan Pemanfaatan Ramin
44/159
-
7/18/2019 Alternatif Kebijakan Dalam Pelestarian Dan Pemanfaatan Ramin
45/159
PROSIDINGPROSIDINGPROSIDINGPROSIDINGPROSIDINGWorkshopNasional 2006
36
-
7/18/2019 Alternatif Kebijakan Dalam Pelestarian Dan Pemanfaatan Ramin
46/159
37
-
7/18/2019 Alternatif Kebijakan Dalam Pelestarian Dan Pemanfaatan Ramin
47/159
PROSIDINGPROSIDINGPROSIDINGPROSIDINGPROSIDINGWorkshopNasional 2006
38
-
7/18/2019 Alternatif Kebijakan Dalam Pelestarian Dan Pemanfaatan Ramin
48/159
39
-
7/18/2019 Alternatif Kebijakan Dalam Pelestarian Dan Pemanfaatan Ramin
49/159
PROSIDINGPROSIDINGPROSIDINGPROSIDINGPROSIDINGWorkshopNasional 2006
40
POPULASI RAMIN (Gonystylus bancanus
(Miq.) Kurz) DI HUTAN ALAM: REGENERASI,PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI1)
Oleh: Tukirin Partomihardjo2)
ABSTRACT
Ramin (Gonystylus bancanus (Miq.) Kurz) has been known as a one of main trees of
peat swamp forest. The natural population and distribution of ramin associated with the
depth and distribution of peat. Field surveys by Ramin Team in 2005 at logging
concession area of PT Diamond Raya Timber reported that population of ramin before
logged was relatively high. However, the density of this species drastically decreased
after logged. Distribution pattern of diameter classes of ramin compared with common
trees is different. The regeneration of ramin could be broadly categories as shade
tolerant or shade demanding as shown by the seedlng establishmen beneath closed
canopy or under different mother trees. Studies in more detail were suggested to improve
the understanding of biology of ramin for supporting the sustainable management of this
species.
Key words : dispersal, distribution, density, peat swamp, germination and seedlings
establishment.
PENDAHULUAN
Dalam dunia perdagangan Ramin dikenal sebagai salah satu jenis kayu
tropik yang tumbuh di hutan rawa gambut Indonesia, Malaysia dan Philipina.
Di Indonesia nama Ramin diberikan pada 10 dari 30 jenis pohon anggota
marga Gonystylus (Thymeleaceae). Namun dari 10 jenis penghasil kayu
tersebut yang paling umum diperdagangkan sehingga mengancam
populasinya di alam adalah Gonystylus. bancanus.(Miq.) Kurz
Pada mulanya ramin bukan merupakan jenis kayu yang sangat diminati
seperti saat ini. Perdagangan kayu ramin terbatas untuk kebutuhan dalam
negri dan pasaran Asia terutama Jepang dan Taiwan. Dewasa ini,
perdagangan kayu ramin telah meluas hingga di pasaran Eropa (Inggris,
1 Disampaikan pada Workshop Nasional Policy Option On The Conservation And Utilization Of Ramin,
Bogor, 22 Pebruari 20062 Herbarium Bogoriense, Bidang Botani Puslit Biologi LIPI
-
7/18/2019 Alternatif Kebijakan Dalam Pelestarian Dan Pemanfaatan Ramin
50/159
41
Belanda, Itali dan Jerman), Amerika, dan Austalia (Suhartono & Mardiastuti
2002). Permintaan pasar akan kayu ramin terus meningkat sehingga
mendorong penebangan dan eksploatasi ramin secara besar-besaran.
Akibat eksploitasi dan eksport yang berlebihan, populasi ramin yang dikenalhanya berkembang di habitat rawa gambut terus menurun tajam.
Meningkatnya permintaan akan barang-barang yang terbuat dari kayu ramin
telah mengancam populasi ramin di hutan alam. Kondisi demikian telah me-
nimbulkan kekhawatiran berbagai pihak akan ancaman kepunahan jenis
tersebut. Melalui pembatasan perdagangan internasional dengan sistem
CITES, penerapan sistem pengelolaan hutan lestari, penanaman dan
pengkayaan ramin merupakan upaya penyelamatan ramin dari ancaman
kepunahan.
Berikut disampaikan berbagai informasi dan data terkini tentang ramin
antara lain berkaitan dengan populasi dan potensi regenerasi penilaian
produksi di habitat alam. Diharapkan data dan informasi yang terkumpul inidapat menjadi masukan dalam upaya menyelamatkan ramin dari ancaman
kepunahan.
HABITAT DAN PENYEBARAN RAMIN
Ramin (Gonystylus bancanus) dikenal sebagai salah satu jenis pohon
utama penyusun hutan rawa gambut pada tanah organik (gambut) terutama
yang mengalami genangan air secara periodik dan juga daerah yang tidak
tergenang hingga ketinggian 100 m di atas permukaan laut (Airy Shaw,
1954). Berdasarkan spesimen herbarium, penyebaran ramin di Indonesia
pernah dilaporkan dari Sumatera, Jawa dan Kalimantan. Di Jawa raminpernah dikumpulkan dari daerah Pekalongan. Dewasa ini pohon ramin
hanya dapat djumpai di kawasan hutan rawa gambut Sumatera, Kalimantan
serta pulau-pulau kecil di Selat Karimata dan Malaka. Sisa tegakan ramin
yang masih baik umumnya tinggal di kawasan konservasi baik taman
nasional maupun cagar alam dengan gambut yang cukup tebal. Berikut
disajikan persebaran dan luasan gambut dalam hingga sangat dalam yang
diduga sebagai habitat ramin (Tabel 1)
-
7/18/2019 Alternatif Kebijakan Dalam Pelestarian Dan Pemanfaatan Ramin
51/159
PROSIDINGPROSIDINGPROSIDINGPROSIDINGPROSIDINGWorkshopNasional 2006
42
Di Sumatera, daerah yang memiliki tegakan ramin cukup luas dan baik
antara lain Hutan Lindung Giam Siak-Kecil, Suaka Margasatwa Danau
Bawah dan Danau Pulau Besar, Suaka Margasatwa Tasik Belat, Suaka
Margasatwa Tasik Sekap, Suaka Margasatwa Bukit Batu dan Taman
Nasional Berbak. Selain dalam kawasan konservasi, beberapa wilayah
hutan produksi daerah rawa gambut yang masih memiliki tegakan ramin
cukup bagus adalah HPH PT Diamond Raya Timber, PT.Rokan Permai,
PT.Triomas FD (ketiganya merupakan anak perusahaan Uniseraya Group)
dan PT Inhutani IV di Kabupaten Indragiri Hilir (Wahyunto dkk. 2004;
Bismark et al. 2005).
Di Kalimantan, ramin dapat dijumpai di Taman Nasional Tanjung Putting,DAS Sebangau dan DAS Mentaya (Kalimantan Tengah), sedang di
Kalimantan Barat ramin pernah dilaporkan dari Kabupaten Sambas, Cagar
Alam Mandor, Cagar Alam Muara Aman, Gunung Nyiut, Suaka Margasatwa
Pleihari, Taman Nasional Danau Sentarum dan Taman Nasional Gunung
Palung serta tempat lain di sekitarnya. Namun dewasa ini banyak dilaporkan
bahwa kondisi hutan rawa gambut habitat ramin di Kalimantan pada
umumnya telah banyak mengalami kerusakan. Misal Cagar Alam Mandor
dilaporkan telah berubah menjadi daerah terbuka (Bismak et al. 2005).
Sementara sumber lain menyebutkan bahwa penebangan liar terhadap
pohon ramin masih terus berlangsung sekalipun di kawasan konservasi.
Dengan asumsi pemanenan ramin hanya mencapai 50%, Bismark et al.(2005) memperkirakan bahwa potensi ramin saat ini masih 14.757.221 m3,
tersebar pada kawasan seluas 18.291.000 ha. Namun perlu diingat bahwa
perkiraan tersebut berdasarkan analisis data sekunder yang pengumpulan
data dasarnya kemungkinan dilakukan dalam waktu yang berbeda.
Tabel 1. Luas dan sebaran gambut dalam dan sangat dalam yang diduga
sebagai habitat ramin tahun 2002
Sumber : Wahyunto dkk., 2004
Lokasi Dalam Sangat dalam
Luas (ha) % Luas (ha) %
Sumatera Selatan 29.279 1,97 - -
Jambi 29.279 1,97 - -
Riau 827.446 20,46 1.605.101 39,69
Aceh 71.257 26,00 - -
Kalimantan Barat 213.705 4,34 304.319 28,56
Kalimantan Tengah 574.978 52,03 888.787 70,1
Kalimantan Timur 219.703 19,88 100.224 9,41
Kalimantan Selatan 96.710 6,40 - -
J u m l a h
-
7/18/2019 Alternatif Kebijakan Dalam Pelestarian Dan Pemanfaatan Ramin
52/159
43
POPULASI DAN VOLUME RAMIN
Berbagai kajian lapang menunjukkan bahwa populasi pohon ramin sangatbervariasi dari satu tempat ke tempat lain. Dilaporkan bahwa populasiramin berkaitan erat dengan ketebalan gambut (Istomo, 1998; Tim
Terpadu Ramin, 2003-2005). Semakin tebal lapisan gambut kehadiranpohon ramin semakin banyak. Ramin umumnya tumbuh baik padaketebalan gambut > 1 m gambut yakni gambut dalam hingga sangat dalam.Populasi pohon ramin dalam hutan rawa gambut sebelum terganggukadang-kadang kedapatan sangat melimpah hingga membentuk sepertitegakan murni ramin. Dalam kawasan hutan rawa gambut Taman NasionalBerbak Jambi, dilaporkan ramin merupakan jenis pohon paling dominan(Komar, et al. 2005).
Hasil cuplikan lapangan di areal HPH PT.DRT menunjukkan bahwapopulasi ramin sangat bervariasi. Pada kawasan sebelum ditebangpopulasi tingkat tiang (diameter 1019, cm) berkisar 3-4 individu/ha atau
rata-rata 3,5 individu/ha, pohon inti (diameter 2039,9 cm) berkisar 117individu/ha atau rata-rata 8,2 individu/ha, sedangkan pohon batas tebang(diameter > 40 cm) 313 individu/ha atau rata-rata 8 individu/ha (TimTerpadu Ramin, 2005). Perban-dingan jumlah pohon ramin dengankelompok komersial tebang lainnya untuk masing-masing tingkat adalahtingkat tiang 5-6,8%, pohon inti 1,5 11% dan pohon batas tebang 10,8-29%. Tanpa membedakan kelas ukuran, perbandingan populasi danvolume pohon ramin (diameter > 10 cm) dengan jenis lain pada areal yangbelum ditebang relatif lebih besar (Gambar 1.).
Perbandingan popuasi ramin ter hadap kelompok
meranti dan jenis lain
1
2
3
4
Perbandingan volume ramin terhadap kelompok
mer anti dan jenis lain
1
2
3
4
Gambar 1. Perbandingan populasi (a) dan volume (b) ramin terhadapkelompok meranti dan jenis lain di areal RKT 2006 HPH PTDamon Raya Timber, Riau. 1) Ramin, 2) Kelompok Meranti dan 3)Kelompok Komersial Lain dan 4) Kelompok Jenis Lain.
-
7/18/2019 Alternatif Kebijakan Dalam Pelestarian Dan Pemanfaatan Ramin
53/159
PROSIDINGPROSIDINGPROSIDINGPROSIDINGPROSIDINGWorkshopNasional 2006
44
Gambar di atas juga mencerminkan bahwa populasi pohon ramin di hutan
alam yang belum terganggu umumnya berukuran besar. Berbagai hasil
kajian lapang juga menunjukkan bahwa jumlah pohon ramin berukuran
besar relatif lebih banyak dibanding yang berukuran kecil (Gambar 2. (kiri)).
Pola sebaran kelas ukuran demikian menunjukkan kelompok jenis yang sulitberregenerasi (Partomihardjo, 2005).
1 2 3 4 5 67
Rmn
Mbn
Klt
0
5
10
15
20
25
30
Jumlah individu
Kelas diamet er
Jenis
Sebaran kelas diameter beberapa jenis pohon utama hutan rawa gambut
12
34
Rmn
Mbt
Mbn
Blm
Klt
0
1
2
3
4
5
6
7
8
Jumlah individu
Kelas diameter
Jenis
S e b a r a n k e l a s d i a m e t e r b e b e r a p a je n i s p o h o n u t a m a h u t a n
r a w a g a m b u t p a s c a t e b a n g
Gambar 2. Sebaran kelas diameter beberapa jenis pohon utama
hutan rawa gambut di areal HPH PT.DRT. RKT 2006
belum di tebang (kiri) dan RKT 2005 pasca tebang
(kanan).
Meskipun kedapatan cukup banyak pada kawasan hutan sebelum ditebang,
pohon ramin kemudian menjadi hampir tidak ada setelah penebangan
(Daryono, 1996). Pada pencuplikan data di beberapa lokasi bekas tebangan
tidak dijumpai pohon ramin berukuran batas tebang (diameter > 40 cm).Gambaran umum sebaran pohon ramin di areal bekas tebangan ditujukkan
pada Gambar 2 (kanan). Di beberapa kawasan hutan rawa gambut
terganggu masih dijumpai pohon ramin dalam jumlah yang cukup tinggi.
Misal di Taman Nasional Sebangau Kalimantan Tengah, pohon ramin
masih termasuk 10 jenis pohon utama dengan kerapatan mencapai 22
individu/ha (Komar et al., 2005). Hasil pengamatan lain menyebutkan bahwa
penurunan populasi ramin pada areal bekas tebangan hanya mencapai 22%
untuk semai, 16% untuk pancangan, 20,3 untuk tiang (Hermansyah &
Mujijat, 2005).
-
7/18/2019 Alternatif Kebijakan Dalam Pelestarian Dan Pemanfaatan Ramin
54/159
45
Kemampuan regenerasi jenis pohon hutan sangat bergantung pada ke-
berhasilan dalam melaksanakan suatu siklus reproduksi secara utuh sejak
dari peristiwa pembentukan kuncup bunga hingga berakhir pada
perkembangan semai. Smith (1986 dalam Ashton 1998) menjelaskan
bahwa kegagalan dari satu tahapan siklus reproduksi dapat berakibat fatal
untuk regenerasi atau pembentukan tegakan baru. Beberapa tahapan dalam
siklus regenerasi antara lain saat pembungaan, produksi buah, pemencaran
biji, tingkat perkecambahan, persen tumbuh semai, persen jadi semai dan
kesempatan mencapai kanopi hutan. Pembentukan rumpang dan dinamika
lingkungan lainnya juga diduga ikut mempengaruhi kemampuan regenerasiramin.
Pembungaan dan buah
Banyak dilaporkan bahwa musim berbunga ramin tidak tentu. Umumnya
ramin berbunga pada bulan Februari - Maret, tetapi juga bulan Mei dan
Oktober, dan musim buah antara bulan Mei - Juni hingga Nopember (Airy
Shaw, 1954). Alrasyid & Soerianegara (1978) melaporkan bahwa pohon
ramin juga berbuah dalam bulan April - Mei. Hasil pemeriksaan 55 nomor
koleksi herbarium ramin di Herbarium Bogoriense, Bogor menunjukkan
bahwa ramin tidak memiliki musim berbunga/buah yang jelas (Gambar 4).
Musim berbunga/buah ramin di Sumatera (kiri) antara Agustus - Oktobertetapi kadang-kadang ada juga yang berbunga /buah pada bulan Mei. Di
Kalimantan (kanan), ramin berbunga/buah antara Januari - Mei. Buah ramin
mulai masak 2-3 bulan setelah musim bunga. Informasi tentang biologi
bunga ramin secara rinci termasuk sistem penyerbukan belum tersedia.
Gambar 3. Perbandingan populasi (a) dan volume (b) ramin terhadap
kelompok meranti dan jenis lain di areal RKT 2006 HPH PT
Damon Raya Timber, Riau. 1) Ramin, 2) Kelompok Meranti dan
3) Kelompok Komersial Lain dan 4) Kelompok jenis lain.
1
2
3
4
5
Perbandingan populasi ramin terhadap kelompok
jenis lai n pada petak bekas te banngan
1
2
3
4
5
Perbandingan populasi ramin terhadap kelompok
jenis lain pa da petak bekas tebanngan
a b
-
7/18/2019 Alternatif Kebijakan Dalam Pelestarian Dan Pemanfaatan Ramin
55/159
46
PROSIDING Workshop Nasional 2006
Musim berbunga dan berbuah ramin dari Sumatera
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
Januari
Februari
Mar
etAp
ril Mei
Juni Ju
li
Agustus
Sept
ember
Okto
ber
Nopember
Desember
Bulan
Frekuensi
Flower
Fruit
Msim berbunga dan berbuah ram in dari Kalimantan
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
Januari
Maret M
ei Juli
Septem
ber
Nope
mber
Bulan
Frekuensi
Flower
Fruit
Gambar 4. Musim berbunga dan berbuah ramin (Gonystyls bancanus(Miq.)Kurz) berdasarkan hasil pemeriksaan koeksi herbarium di
Herbarium Bogoriense, Bogor untuk masing-masing daerahpenyebaran Sumatera (kiri) dan Kalimantan (kanan)
Pemencaran dan perkecambahan
Buah ramin bulat memanjang - oval, berukuran 4 x 3,5 cm, memiliki tigarongga. Setiap rongga berisi satu biji. Saat masak, buah akan pecah dan
bagian dalamnya berwarna kemerah-merahan. Buah ramin yang masak,sangat disukai oleh satwa hutan terutama burung rangkong dan tupai. Olehkarena itu pemencarannya ke tempat yang lebih jauh nampaknya palingefekif atas bantuan burung. Laporan lain menyebutkan bahwa orang utanjuga suka makan buah ramin, demikian juga primata lain seperti kera danmonyet. Binatang-binatang ini diduga juga ikut berperan dalammemencarkan biji ramin. Meskipun tidak terlalu efektif, aliran air dalam hutanrawa gambut nampaknya juga berperan dalam pemencaran biji ramin. Olehkarena itu semai ramin kadang-kadang dijumpai agak jauh dari pohoninduknya. Beberapa penelitian awal tentang pemencaran biji-biji ramin telahdilakukan (Nizomi, 1995). Berdasarkan hasil penelitian tersebut dilaporkanbahwa besarnya diamter pohon induk berpengaruh nyata terhadap jumlah
permudaan yang dihasilkan (Gambar 5). Pada kelas diameter 40 49 cmpohon induk ramin tercatat paling produktif. Ini merupakan informasi bahwabatas tebang ramin sebaiknya pada ukuran > 50 cm, agar diperoleh pohoninti yang produktif untuk menjamin ketersediaan permudaan ramin sebagaibentuk pengelolaan hutan yang lestari.
3.5
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0
-
7/18/2019 Alternatif Kebijakan Dalam Pelestarian Dan Pemanfaatan Ramin
56/159
47
Biji ramin dikenal sukar ditangani karena cepat busuk serta memiliki
viabilitas rendah. Sifat demikian sebenarnya umum dimiliki oleh jenis-jenis
primer hutan tropis dan biasa dikenal sebagai biji rekalsitran. Kecambah
dan semai ramin membutuhkan naungan, yakni mencapai 90 % dari sinar
matahari langsung (Soerianegara & Lemmens, 1994). Semai ramin yang
mengalami penyinaran matahari langsung akan terhambat
pertumbuhannya. Daun akan tampak pucat dan semai kelihatan merana.
Akan tetapi informasi lain menyebutkan bahwa semai ramin dengan tinggi
lebih dari 100 cm cenderung tumbuh baik di tempat agak terbuka dengan
penyinaran antara 35 65 % (Muin & Purwita, 2002). Hal serupa juga terjadipada uji coba penanaman bibit dari stek pucuk di areal bekas tebangan PT.
Diamond Raya Timber (Herman dkk., 1998). Penambahan tinggi dan
diameter batang anakan ramin yang ditanam pada berbagai lokasi dengan
tutupan atau naungan yang berbeda-beda tidak menunjukkan pengaruh
yang nyata. Semai yang ditanam di tempat terbuka justru tumbuh lebih baik
dibanding yang di bawah naungan.
Dalam pencacahan potensi permudaan ramin sebelum penebangan di
areal HPH PT DRT dilaporkan bahwa jarak anakan terhadap pohon induk
ramin berkisar antara 0,5 12 m dengan rata-rata 7 m (Tim Terpadu Ramin,
2002). Hasil penelitian lain menunjukkan bahwa terdapat hubungan nyata
antara diameter pohon induk ramin dengan jumlah dan jarak permudaan dibawah dan sekitarnya (Nizomi, 1993). Dijelaskan bahwa diameter batang
pohon induk ramin berpengaruh nyata terhadap sebaran/jarak anakan ramin
di bawah dan sekitar pohon induk (Gambar 6).
Gambar 5. Hubungan antara kelas ukuran (diameter) pohon induk dan
jumlah anakan ramin di area HPH PT Sumber Jaya Baru
Utama, Kalimantan Barat (Sumber data: Nazomi, 1995).
Hubungan antara ukuan pohon induk dan jumlah anakan Ramin
y = -2.6652x2 + 23.706x - 13.925
R2 = 0.9775
0
10
20
30
40
50
60
70
1 2 3 4 5 6
Kelas ukuran pohon
Jumlahanakan
-
7/18/2019 Alternatif Kebijakan Dalam Pelestarian Dan Pemanfaatan Ramin
57/159
PROSIDINGPROSIDINGPROSIDINGPROSIDINGPROSIDINGWorkshopNasional 2006
48
Semai ramin dikenal tahan terhadap naungan atau biasa disebut shade
tolerant, meskipun pada perkembangan selanjutnya anakan jenis ini mem-butuhkan cukup sinar matahari. Sifat demikian nampaknya merupakan ciri
umum jenis-jenis pohon penyusun hutan primer yang dikenal sebagai jenis
tumbuh lambat. Seperti halnya jenis-jenis Dipterocarpaceae sebagai
penyusun hutan tanah kering Sumatra dan Kalimantan, biji-biji ramin yang
berukuran besar dan cepat busuk akan segera berkecambah setelah jatuh.
Sesaat setelah musim buah berlalu, semai ramin banyak dijumpai di bawahpohon induknya. Kondisi demikian mendorong binatang herbifora untuk
datang ke lokasi tersebut. Dengan demikian, meskipun cukup banyak
kecambah ramin di bawah pohon induk, persentase jadi hingga tahap
berikutnya akan relatif sedikit. Faktor lain yang menyebabkan sedikitnya
anakan ramin dibanding jenis pohon lain adalah genangan air. Semai ramin
nampaknya kurang mampu bertahan dalam genangan air saat banjir. Hal ini
ditunjukkan oleh anakan ramin yang umumnya tumbuh bagus berada pada
gundukan serasah/media gambut.
Anakan dari berbagai jenis pohon hutan umumnya senantiasa mengalami
kesulitan dalam mencapai keberhasilan tumbuh di bawah naungan lebatnya
kanopi (Milberg, 1993). Banyak jenis pohon penyusun komunitas hutan,dikenal sebagai spesialis rumpang. Regenerasinya sangat bergantung pada
berbagai gangguan pembentuk rumpang. Oleh karena itu gangguan
Persebaran permudaan ramin dari ukuran pohon induk
yang berbeda
y = 0.4286x + 2.6667
R2 = 0.4704
0
1
2
3
4
5
6
7
0 1 2 3 4 5 6 7
Kelas ukuran pohon induk
Jarakd
aripohoni
nduk
Gambar 6. Hubungan antara kelas ukuran/diameter (cm) pohon induk dan
jarak (m) sebaran anakan ramin di areal HPH PT Sumber Jaya
Baru Utama Kalimantan Barat. Kelas diameter (cm): 1=10 19,9; 2=20-29,9; 3=30-39,9; 440-49,9; 5=50-59,9; 6=60-69,9
dan 7=> 70. (Sumber data : Nizomi, 1995).
-
7/18/2019 Alternatif Kebijakan Dalam Pelestarian Dan Pemanfaatan Ramin
58/159
49
pembentuk rumpang, dapat dianggap meningkatkan kekayaan jenis atau
merangsang regenerasi hutan. Namun demikian tidak selamanya gangguan
dapat memberi kesempatan semua jenis pohon hutan. Frekuensi, intensitas
serta macam gangguan sangat menentukan kualitas dan kuantitas jenis
tumbuhan yang akan mengisi rumpang. Milberg (1993) melaporkan bahwasuatu kawasan vegetasi yang sering mengalami gangguan ternyata tidak
mengalami pengkayaan jenis meskipun dari penelitian bank biji cukup kaya.
Macam dan intensitas gangguan hutan yang melampaui batas toleransi
regenerasi jenis-jenis pohon hutan juga akan mengubah pola komunitas
selanjutnya. Hasil penelitian regenerasi hutan rawa gambut pasca
kebakaran menunjukkan bahwa lapisan tingkat pohon umumnya terdiri atas
sisa jenis-jenis tahan kebakaran. Jenis-jenis pohon utama penyusun
komunitas hutan sebelum terbakar hampir tidak dijumpai (Mirmanto, 2002).
Proses regenerasi tumbuhan hutan gambut menjadi sangat penting untuk
dikaji lebih rinci, mengingat sebagian besar pohon penyusun komunitas
hutan tersebut terdiri atas jenis-jenis tumbuh lambat dan sulit beregenerasi.Terbukanya kanopi hutan yang cukup luas justru akan menghambat
kecepatan regenerasi sebagian besar jenis pepohonan. Oleh karena itu,
populasi anakan ramin pada daerah bekas tebangan umumnya menjadi
sangat rendah, meskipun sebelumnya pada kawasan hutan yang sama
populasi ramin cukup tinggi (Sutisna dkk, 1988). Kohyama (1992)
memberikan suatu model dasar dinamikan hutan tropik dan kaitannya
dengan ukuran bukaan kanopi, struktur dan perkembangan populasi pohon
hutan sesuai umur. Nampaknya pada bukaan kanopi yang terlampau luas,
perkembangan populasi anakan ramin menjadi sangat tertekan oleh jenis
lain. Di lain pihak keberadaan pohon induk ramin yang produtif sebagai
penyedia biji makin jarang. Oleh karena itu upaya pengayaan melaluipenanaman areal bekas tebang diharapkan dapat membantu mengem-
balikan posisi populasi ramin dalam habitat rawa gambut.
-
7/18/2019 Alternatif Kebijakan Dalam Pelestarian Dan Pemanfaatan Ramin
59/159
PROSIDINGPROSIDINGPROSIDINGPROSIDINGPROSIDINGWorkshopNasional 2006
50
Hingga saat ini kesulitan paling besar untuk menjamin pengelolaan tegakan
alam ramin yang lestari adalah kesulitan dalam mendapatkan data yang
tepat tentang riap pertumbuhan dan produksi. Data tersebut sangat
dibutuhkan untuk menentukan volume pemanenan dan siklus penebangan.
Informasi dan data yang tersedia hingga saat ini masih bersifat skeptis
tentang laju pertumbuhan pohon hutan secara umum yang diperoleh dari
pengukuran sesaat. Pendataan secara menerus untuk kurun waktu yangpanjang dari pertumbuhan jenis-jenis pohon hutan tropis terutama di habitat
rawa gambut belum dilakukan. Pembuatan petak permanen untuk studi
dinamika dan riap pertumbuhan jenis-jenis pohon hutan umumnya dilakukan
pada hutan daratan yang relatif mudah aksesibilitasnya. Padahal