pelestarian perairan indonesia

33
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Konservasi kawasan perairan merupakan bagian dari upaya konservasi ekosistem yang ditujukan untuk mewujudkan pengelolaan sumberdaya ikan yang berkelanjutan. Upaya ini memerlukan pendekatan pengelolaan yang lebih spesifik, antara lain, karena terkait dengan dinamika ekosistem perairan yang senantiasa bergerak serta karakteristik biota perairan yang tidak mengenal pemisahan wewenang maupun batas-batas wilayah administrasi pemerintahan. Di lain pihak, efisiensi dan efektivitas pelaksanaan wewenang urusan–urusan pemerintahan di bidang konservasi kawasan dan konservasi jenis ikan berkaitan erat dengan tugas pokok dan fungsi serta kompetensi masing-masing instansi pelaksana mandat. 1 1 Yaya Mulyana dan Agus Dermawan.2008.Konservasi Kawasan Perairan Indonesia Bagi Masa Depan. RajaGrafindo Persada:Jakarta. 1

Upload: reynaldi-j

Post on 16-Jan-2016

33 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Makalah Hukum Agraria Pelestarian perairan indonesia

TRANSCRIPT

Page 1: Pelestarian Perairan Indonesia

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Konservasi kawasan perairan merupakan bagian dari upaya

konservasi ekosistem yang ditujukan untuk mewujudkan pengelolaan

sumberdaya ikan yang berkelanjutan. Upaya ini memerlukan

pendekatan pengelolaan yang lebih spesifik, antara lain, karena terkait

dengan dinamika ekosistem perairan yang senantiasa bergerak serta

karakteristik biota perairan yang tidak mengenal pemisahan wewenang

maupun batas-batas wilayah administrasi pemerintahan. Di lain pihak,

efisiensi dan efektivitas pelaksanaan wewenang urusan–urusan

pemerintahan di bidang konservasi kawasan dan konservasi jenis ikan

berkaitan erat dengan tugas pokok dan fungsi serta kompetensi

masing-masing instansi pelaksana mandat. 1

Makna konservasi sumberdaya laut adalah bagaimana kita

menggunakan kekayaan alam laut yang ada secara seimbang

melaksanakan upaya pelestarian dan pemanfaatan berkelanjutan

terhadap sumberdaya tersebut. Mengingat harapan pelestarian

sumberdaya terletak di jantung kawasan konservasi perairan,

Departemen Kelautan dan Perikanan khususnya melalui Direktorat

Konservasi dan Taman Nasional Laut sejauh ini telah melakukan

1 Yaya Mulyana dan Agus Dermawan.2008.Konservasi Kawasan Perairan Indonesia Bagi Masa Depan. RajaGrafindo Persada:Jakarta.

1

Page 2: Pelestarian Perairan Indonesia

pembinaan, sosialisasi dan bantuan teknis bagi

lembaga/instansi/Dinas Kelautan dan Perikanan, baik kabupaten

maupun provinsi, dalam mengembangkan kawasan konservasi

perairan di daerah. Di tengah perubahan selama satu dekade terakhir,

terutama menyangkut otonomi daerah dan tuntutan partisipasi

masyarakat yang lebih terbuka, upaya-upaya konservasi kawasan

perairan tersebut telah mendapat perhatian penuh dari pemerintah

daerah dan masyarakat.

Akhir-akhir ini semakin disadari bahwa tingkat kerusakan

kawasan pesisir dan lautan sudah sangat mengkhawatirkan, meliputi

terumbu karang yang rusak, hutan mangrove yang hancur,

pencemaran yang tinggi, abrasi, erosi pantai, dan overfishing yang

mengancam masa depan sumberdaya perikanan. Sebagai salah satu

sumberdaya, maka perikanan dan lautan juga termasuk dari

sumberdaya yang harus dikelola keberadaannya. Setidaknya ada tiga

hal yang diharapkan dari pengelolaan sumberdaya tersebut, yakni:

mampu menghasilkan pertumbuhan ekonomi; pemerataan pendapatan

(social equity); kelestaran lingkungan. Sumberdaya kelautan dan

perikanan, diharapkan akan mencapai tujuan yang ideal, yakni

menyelesaikan kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan. Berbagai

kebijakan dan peraturan perundang-undangan dilahirkan untuk

menjawab ketiga persoalan di atas. Di Aceh sendiri, kelahiran UU

2

Page 3: Pelestarian Perairan Indonesia

Nomor 11 Tahun 2006 memberi kewenangan besar terhadap

Pemerintah Aceh untuk mengelola potensi perikanan tersebut. 2

Betapa pentingnya peran manusia, secara individu maupun

Institusional, dalam menentukan nasib dan masa depan sumber daya

perikanan. Hal ini antara lain karena pengelolaan perikanan harus

mendorong terjaganya kualitas, keanekaragaman serta ketersediaan

sumber-sumber dalam jumlah yang mencukupi untuk masa sekarang

dan generasi mendatang, dalam konteks pemenuhan kebutuhan

makanan bagi manusia, pengurangan kemiskinan dan pembangunan

yang berkelanjutan. Negara berkewajiban mencegah overfishing dalam

rangka pemanfaatannya secara berkelanjutan.

Dalam rangka pengelolaan konservasi laut guna terciptanya

upaya-upaya konservasi dan perlindungan sumber daya alam dalam

rangka pembangunan Nasional yang lestari dan berkelanjutan, tidak

hanya pemerintah yang dituntut untuk mewujudkan hal tersebut

melainkan dituntut pula peran masyarakat secara komprehensif dan

terpadu dalam pengelolaan konservasi laut.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah peran pemerintah dalam melakukan pelestarian

terhadap sumber daya perairan di Indonesia?

2. Bagaimanakah peran masyarakat dalam melakukan pelestarian

terhadap sumber daya perairan di Indonesia?

BAB II

2 http://www.bppt.go.id.

3

Page 4: Pelestarian Perairan Indonesia

PEMBAHASAN

A. Peran pemerintah dalam melakukan pelestarian terhadap sumber

daya perairan di Indonesia.

Sejak era reformasi bergulir di tengah percaturan politik Indonesia,

sejak itu pula perubahan kehidupan mendasar berkembang di hampir

seluruh kehidupan berbangsa dan bernegara. Seperti merebaknya

beragam krisis yang melanda Negara Kesatuan Republik Indonesia. Salah

satunya adalah berkaitan dengan Orientasi Pembangunan. Dimasa Orde

Baru, orientasi pembangunan masih terkonsentrasi pada wilayah daratan.

Sektor kelautan dapat dikatakan hampir tak tersentuh, meski

kenyataannya sumber daya kelautan dan perikanan yang dimiliki oleh

Indonesia sangat beragam, baik jenis dan potensinya. Potensi

sumberdaya tersebut terdiri dari sumberdaya yang dapat diperbaharui,

seperti sumberdaya perikanan, baik perikanan tangkap maupun budidaya

laut dan pantai, energi non konvensional dan energi serta sumberdaya

yang tidak dapat diperbaharui seperti sumberdaya minyak dan gas bumi

dan berbagai jenis mineral. Selain dua jenis sumberdaya tersebut, juga

terdapat berbagai macam jasa lingkungan lautan yang dapat

dikembangkan untuk pembangunan kelautan dan perikanan seperti

pariwisata bahari, industri maritim, jasa angkutan dan sebagainya.

Tentunya inilah yang mendasari Presiden Abdurrahman Wahid dengan

4

Page 5: Pelestarian Perairan Indonesia

Keputusan Presiden No.355/M Tahun 1999 tanggal 26 Oktober 1999

dalam Kabinet Periode 1999-2004 mengangkat Ir. Sarwono

Kusumaatmaja sebagai Menteri Eksplorasi Laut.3

Selanjutnya pengangkatan tersebut diikuti dengan pembentukan

Departemen Eksplorasi Laut (DEL) beserta rincian tugas dan fungsinya

melalui Keputusan Presiden Nomor 136 Tahun 1999 tanggal 10

November 1999 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi,

dan Tata Kerja Departemen. Ternyata penggunaan nomenklatur DEL

tidak berlangsung lama karena berdasarkan usulan DPR dan berbagai

pihak, telah dilakukan perubahan penyebutan dari Menteri Eksplorasi Laut

menjadi Menteri Eksplorasi Laut dan Perikanan berdasarkan Keputusan

Presiden Nomor 145 Tahun 1999 tanggal 1 Desember 1999. Perubahan

ini ditindaklanjuti dengan penggantian nomenklatur DEL menjadi

Departemen Eksplorasi Laut dan Perikanan (DELP) melalui Keputusan

Presiden Nomor 147 Tahun 1999 tanggal 1 Desember 1999.

Dalam perkembangan selanjutnya, telah terjadi perombakan

susunan kabinet setelah Sidang Tahunan MPR tahun 2000, dan terjadi

perubahan nomenklatur DELP menjadi Departemen Kelautan dan

Perikanan (DKP) sesuai Keputusan Presiden Nomor 165 Tahun 2000

tanggal 23 November 2000 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi,

Wewenang, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Departemen.

3 http://www.dkp.go.id/index.php/ind/menu/1/sejarah

5

Page 6: Pelestarian Perairan Indonesia

Dalam rangka menindaklanjuti Keputusan Presiden Nomor 165 Tahun

2000 tersebut, pada November 2000 telah dilakukan penyempurnaan

organisasi DKP. Pada akhir tahun 2000, diterbitkan Keputusan Presiden

Nomor 177 Tahun 2000 tentang Susunan Organisasi dan Tugas

Departemen, dimana organisasi DKP yang baru menjadi : 4

a. Menteri Kelautan dan Perikanan;

b. Sekretaris Jenderal;

c. Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap;

d. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya;

e. Direktorat Jenderal Pengendalian Sumberdaya Kelautan dan

Perikanan;

f. Direktorat Jenderal Peningkatan Kapasitas Kelembagaan dan

Pemasaran;

g. Direktorat Jenderal Pesisir dan Pulau-pulau Kecil;

h. Inspektorat Jenderal;

i. Badan Riset Kelautan dan Perikanan;

j. Staf Ahli.

4 http://www.dkp.go.id/index.php/ind/menu/3/struktur

6

Page 7: Pelestarian Perairan Indonesia

Sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang

Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja

Kementrian Negara Republik Indonesia, sebagaimana telah diubah

terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 94 Tahun 2006, maka struktur

organisasi DKP menjadi :

a. Menteri Kelautan dan Perikanan;

b. Sekretaris Jenderal;

c. Inspektorat Jenderal;

d. Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap;

e. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya;

f. Direktorat Jenderal Pengawasan & Pengendalian Sumberdaya

Kelautan dan Perikanan;

g. Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan;

h. Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil;

i. Badan Riset Kelautan dan Perikanan;

j. Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia Kelautan dan Perikanan;

k. Staf Ahli.

7

Page 8: Pelestarian Perairan Indonesia

Tebentuknya Departemen Kelautan dan Perikanan pada dasarnya

merupakan sebuah tantangan, sekaligus peluang bagi pengembangan

sektor kelautan dan perikanan Indonesia. Artinya, bagaimana DKP ini

menempatkan sektor kelautan dan perikanan sebagai salah satu sektor

andalan yang mampu mengantarkan Bangsa Indonesia keluar dari krisis

ekonomi yang berkepanjangan. Setidaknya ada beberapa alasan pokok

yang mendasarinya.

Pertama, Indonesia sebagai negara kepulauan dengan jumlah

pulau 17.508 dan garis pantai sepanjang 81.000 km tidak hanya sebagai

negara kepulauan terbesar di dunia tetapi juga menyimpan kekayaan

sumberdaya alam laut yang besar dan belum dimanfaatkan secara

optimal. Kedua, selama beberapa dasawarsa, orientasi pembangunan

negara ini lebih mangarah ke darat, mengakibatkan sumberdaya daratan

terkuras. Oleh karena itu wajar jika sumberdaya laut dan perikanan

tumbuh ke depan. Ketiga, dikaitkan dengan laju pertumbuhan penduduk

serta meningkatnya kesadaran manusia terhadap arti penting produk

perikanan dan kelautan bagi kesehatan dan kecerdasan manusia, sangat

diyakini masih dapat meningkatkan produk perikanan dan kelautan di

masa datang. Keempat, kawasan pesisir dan lautan yang dinamis tidak

hanya memiliki potensi sumberdaya, tetapi juga memiliki potensi bagi

pengembangan berbagai aktivitas pembangunan yang bersifat ekstrasi

seperti industri, pemukiman, konservasi dan lain sebagainya. 5

5 http://www.dkp.go.id/index.php/ind/menu/3/visi-misi-dan-program

8

Page 9: Pelestarian Perairan Indonesia

Melalui Departemen yang dibentuk untuk mewujudkan

”PENGELOLAAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN YANG LESTARI

DAN BERTANGGUNGJAWAB BAGI KESATUAN DAN KESEJAHTERAAN ANAK

BANGSA” pemerintah berusaha untuk :

1. Meningkatan kesejahteraan masyarakat nelayan, pembudidaya ikan

dan masyarakat pesisir lainnya.

2. Meningkatan peran sektor Kelautan dan Perikanan sebagai sumber

pertumbuhan ekonomi.

3. Memelihara daya dukung dan meningkatkan kualitas lingkungan

perairan tawar, pesisir, pulau-pulau kecil dan lautan (sumber daya

kelautan dan perikanan).

4. Meningkatkan kecerdasan dan kesehatan bangsa melalui peningkatan

konsumsi ikan.

5. Meningkatkan peran laut sebagai pemersatu bangsa dan memperkuat

budidaya bahari bangsa.

Tujuan pembangunan kelautan dan perikanan dalam kerangka

pembangunan jangka menengah adalah :

1. Terwujudnya kesejahteraan bangsa Indonesia melalui peningkatkan

pendapatan nelayan, pembudidaya ikan, serta pelaku usaha kelautan

dan perikanan lainnya.

2. Meningkatnya peran sektor kelautan dan perikanan dalam

perekonomian nasional.

9

Page 10: Pelestarian Perairan Indonesia

3. Terwujudnya kondisi lingkungan sumber daya kelautan dan perikanan

yang berkualitas dan terciptanya kelestarian daya dukung.

Sasaran pembangunan kelautan dan perikanan adalah :

1. Meningkatnya usaha dan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM)

kelompok sasaran program

2. Meningkatnya kontribusi sektor kelautan dan perikanan dalam

perekonomian nasional

3. Menurunnya tingkat kerusakan dan tingkat pelanggaran

pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan.

Adapun struktur organisasi Departemen Kelautan dan Perikanan

adalah sebagai berikut:

Kemudian, masing-masing Direktorat Jendral tersebut dibantu lagi

oleh beberapa bidang, yang mana bagannya dapat dilihat sebagai berikut:

10

Page 11: Pelestarian Perairan Indonesia

11

Page 12: Pelestarian Perairan Indonesia

12

Page 13: Pelestarian Perairan Indonesia

B. Peran masyarakat dalam melakukan pelestarian terhadap sumber

daya perairan di Indonesia.

13

Page 14: Pelestarian Perairan Indonesia

1. Karakteristik masyarakat pesisir

Untuk memperjelas karakteristik masyarakat pesisir, Satria (2002)

menguraikan karakteristik tersebut dari berbagai aspek, yaitu: 6

1) Sistem pengetahuan

Pengetahuan lokal yang berakar kuat menjadi salah satu faktor

penyebab terjaminnya kelangsungan hidup mereka selaku nelayan.

2) Sistem kepercayaan

Secara teologis, nelayan memiliki kepercayaan yang kuat bahwa laut

memiliki kekuatan magis sehingga perlu perlakuan khusus dalam

melakukan penangkapan ikan agar keselamatan dan hasil

tangkapannya semakin terjamin.

3) Peran wanita

Selain menjalankan urusan domestik rumah tangga, isteri nelayan tetap

menjalankan fungsi-fungsi ekonomi dalam kegiatan penangkapan,

pengolahan, maupun kegiatan jasa dan perdagangan ikan.

4) Posisi sosial nelayan

6 http://kolokiumkpmipb.wordpress.com/2009/04/01/partisipasi-masyarakat-dalam-pengelolaan-kawasan-konservasi-laut-di-

taman-nasional-karimunjawa/

14

Page 15: Pelestarian Perairan Indonesia

Posisi sosial nelayan di masyarakat diperlihatkan dengan status

mereka yang relatif rendah dibandingkan kelompok masyarakat yang

lain. Satria (2008) menyatakan bahwa belum ada data terbaru tentang

jumlah nelayan miskin dari dua juta orang nelayan yang hidup di

Indonesia. Data yang ada hanya tingkat kemiskinan masyarakat pesisir

tahun 2002 yang mencapai 32 persen. Indikator yang digunakan adalah

pendapatan 1 dollar AS per hari.

Mubyarto, Soetrisno, dan Dove (1984) yang melakukan penelitian

di dua desa pantai (Desa Bulu dan Desa Ujungbatu) di Kabupaten Jepara

menyatakan bahwa keluarga nelayan pada umumnya lebih miskin

daripada keluarga petani atau pengrajin. Sementara itu, Crutchfield (1961)

dalam Marahudin dan Smith (1987) menyatakan bahwa sektor perikanan

Amerika dan Kanada telah menunjukkan bukti yang jelas mengenai

kelemahan ekonomi masyarakat nelayan. Tingkat pendapatan, baik bagi

para buruh maupun pemodal, relatif lebih rendah dibandingkan dengan

pendapatan kelompok masyarakat lain di kawasan yang cepat

berkembang tersebut. Berdasarkan pernyataan-pernyataan di atas, maka

dapat disimpulkan bahwa baik di Indonesia maupun di Barat, kehidupan

masyarakat nelayan memang mengalami permasalahan serius di bidang

ekonomi yang relatif tertinggal dibandingkan dengan kelompok

masyarakat yang lain.

2. Partisipasi Masyarakat

15

Page 16: Pelestarian Perairan Indonesia

Selama ini, peran serta masyarakat hanya dilihat dalam konteks

yang sempit, artinya manusia cukup dipandang sebagai tenaga kasar

untuk mengurangi biaya pembangunan. Dengan kondisi ini, partisipasi

masyarakat “terbatas” pada implementasi atau penerapan program;

masyarakat tidak dikembangkan dayanya menjadi kreatif dari dalam

dirinya dan harus menerima keputusan yang sudah diambil “pihak luar”.

Akhirnya, partisipasi menjadi bentuk yang pasif dan tidak memiliki

“kesadaran kritis” (Nasdian, 2004). Untuk mengoreksi pengertian tersebut,

Nasdian (2004) memaknai partisipasi sebagai proses aktif, inisiatif diambil

oleh warga komunitas sendiri, dibimbing oleh cara berfikir mereka sendiri,

dengan menggunakan sarana dan proses (lembaga dan mekanisme)

dimana mereka dapat menegaskan kontrol secara efektif. Partisipasi

tersebut dapat dikategorikan: Pertama, warga komunitas dilibatkan dalam

tindakan yang telah dipikirkan atau dirancang oleh orang lain dan dikontrol

oleh orang lain. Kedua, partisipasi merupakan proses pembentukan

kekuatan untuk keluar dari masalah mereka sendiri. Sementara itu, Cohen

dan Uphoff (1977) dalam Intania (2003) membagi partisipasi ke dalam

beberapa tahapan, yaitu: 7

a) Tahap pengambilan keputusan (perencanaan) yang diwujudkan dengan

keikutsertaan masyarakat dalam rapat-rapat.

b) Tahap pelaksanaan dengan wujud nyata partisipasi berupa:

7 http://kolokiumkpmipb.wordpress.com/2009/04/01/partisipasi-masyarakat-dalam-pengelolaan-kawasan-konservasi-laut-di-

taman-nasional-karimunjawa/

16

Page 17: Pelestarian Perairan Indonesia

1. Partisipasi dalam bentuk sumbangan pikiran

2. Partisipasi dalam bentuk sumbangan materi

3. Partisipasi dalam bentuk keterlibatan sebagai anggota proyek.

c) Tahap menikmati hasil, yang dapat dijadikan sebagai indikator

keberhasilan partisipasi masyarakat pada tahap perencanaan dan

pelaksanaan proyek. Selain itu, dengan melihat posisi masyarakat

sebagai subyek pembangunan, maka semakin besar manfaat proyek

yang dirasakan berarti proyek tersebut berhasil menangani sasaran.

d) Tahap evaluasi, dianggap penting sebab partisipasi masyarakat pada

tahap ini dianggap sebagai umpan balik yang dapat memberi masukan

demi perbakan pelaksanaan proyek selanjutnya.

2.1.3 Institusi Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut

Proses pengelolaan sumberdaya tidak lepas dari keterlibatan

institusi di dalamnya. Institusi dimaknai oleh North (1995) dalam Pinem

(2008) sebagai suatu sistem yang kompleks, rumit, dan abstrak yang

mencakup ideologi, hukum, adat istiadat, aturan, dan kebiasaan yang

tidak terlepas dari lingkungan. Menurut Soekanto (1990), ciri-ciri pokok

yang membedakan institusi sosial dari konsepsi-konsepsi lain seperti

grup, asosiasi, dan organisasi adalah:

17

Page 18: Pelestarian Perairan Indonesia

1) Merupakan pengorganisasian pola pemikiran dan perilaku yang

terwujud melalui aktivitas masyarakat dan hasil-hasilnya;

2) Memiliki kekekalan tertentu: pekelembagaan suatu norma memerlukan

waktu yang lama karena itu cenderung dipertahankan;

3) Mempunyai satu atau lebih tujuan tertentu;

4) Mempunyai lambang-lambang yang secara simbolik menggambarkan

tujuan;

5) Mempunyai alat untuk mencapai tujuan tertentu; dan

6) Mempunyai tradisi tertulis atau tidak tertulis.

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor Per.

17/MEN/2008 menyebutkan bahwa tujuan ditetapkannya konservasi

wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil adalah untuk memberi acuan atau

pedoman dalam melindungi, melestarikan, dan memanfaatkan wilayah

pesisir dan pulau-pulau kecil serta ekosistemnya. Sedangkan sasaran

pengaturan kawasan konservasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil

ditujukan untuk perlindungan, pelestarian, dan pemanfaatan wilayah

pesisir dan pulau-pulau kecil serta ekosistemnya untuk menjamin

keberadaan, ketersediaan, dan kesinambungan sumberdaya pesisir dan

pulau-pulau kecil dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas

nilai dan keanekaragamannya.

Upaya pengelolaan kawasan konservasi perlu dilakukan agar

peran dan fungsi kawasan konservasi sesuai dengan yang diharapkan.

18

Page 19: Pelestarian Perairan Indonesia

Widada, Mulyati, dan Kobayashi (2006) menyatakan bahwa pengelolaan

kawasan konservasi adalah serangkaian upaya penataan, perencanaan,

perlindungan dan pengamanan, pembinaan habitat dan populasi,

pemanfaatan, pemberdayaan dan peningkatan kesadaran masyarakat,

peningkatan kapasitas kelembagaan pengelola, koordinasi, dan

monitoring dan evaluasi pengelolaan kawasan konservasi.

Selama Orde Baru, kebijakan pengelolaan sumberdaya di

Indonesia bersifat sentralistik, termasuk taman nasional laut. Adanya

pernyataan tentang otoritas negara dan prioritas untuk ekstraksi komersial

skala besar menyebabkan petani lokal dan subsisten, nelayan dan

penambang skala kecil yang mempraktekkan kehidupan mereka dalam

kawasan adat mereka dianggap sebagai pelaku kriminal. Padahal UUD

1945 memandatkan bahwa sumberdaya alam dikelola untuk sebesar-

besar kemakmuran rakyat. Namun, pada implementasinya tidak

mengarah pada penggunaan sumberdaya yang berkelanjutan atau

perbaikan kesejahteraan jutaan warga negara Indonesia (Lynch dan

Harwell, 2002). Rinaldi, Suhendra, dan Desyana (2008) mencermati

bahwa kebijakan pengelolaan pesisir dan laut selama ini terdapat

beberapa ciri yakni;

a) Kebijakan masih bias daratan (terrestrial oriented) seperti penempatan

kawasan perlindungan laut dan reklamasi pantai dengan mengabaikan

hak-hak masyarakat lokal.

19

Page 20: Pelestarian Perairan Indonesia

b) Pengabaian hubungan keterikatan masyarakat dengan sumberdaya

alamnya yang diatur berdasarkan hukum lokal.

c) Berfokus pada eksploitasi yang memperburuk kualitas maupun

kuantitas sumberdaya perikanan dan kelautan.

Kegagalan praktik pengelolaan yang sentralistik mendorong

munculnya kesadaran mengenai pentingnya community based

management (CBM) atau pengelolaan yang berbasis pada masyarakat.

Dalam CBM, pengelolaan sepenuhnya dilakukan oleh para nelayan atau

pelaku usaha perikanan di suatu wilayah tertentu melalui organisasi yang

bersifat informal (Satria, 2002). Namun demikian, Nikijuluw (2002) dalam

Satria (2002) menemukan beberapa kelemahan model CBM, yaitu: (1)

tidak mampu dalam mengatasi masalah interkomunitas, (2) bersifat lokal

sehingga masalah yang lebih besar seperti over-exploitation untuk ikan

jenis tertentu tidak dapat dipecahkan, (3) sulit mencapai skala ekonomi

karena bersifat lokal dan hanya dianut oleh suatu masyarakat, dan (4)

tingginya biaya institusionalisasi.

Pada perkembangan selanjutnya, muncul model Co-Management

yang merupakan sintesis dari dua model ekstrem sebelumnya. Dalam

model ini, pemerintah dan masyarakat yang seringkali diwakili oleh

organisasi nelayan atau koperasi perikanan bersama-sama terlibat dalam

proses pengelolaan sumberdaya mulai dari perencanaan hingga

pengawasan (Satria, 2002).

20

Page 21: Pelestarian Perairan Indonesia

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pembahasan di atas, kami menyimpilkan bahwa

konservasi suber daya laut dan perikanan merupakan suatu kegiatan yang

harus dilaksanakan, baik oleh pemerintah, maupun oleh masyarakat. Hal

ini dimaksudkan agar kekayaan alam laut yang ada dapat digunakan

secara seimbang dalam upaya pelestarian dan pemanfaatan

berkelanjutan terhadap sumberdaya perairan dan perikanan

B. SARAN

Beranjak dari pemikiran Berkes dalam Berkes et. al. (2001) kami

sepakat bahwa partisipasi masyarakat haruslah mengandung unsur:

1. Community control: kekuasaan didelegasikan kepada masyarakat

untuk membuat keputusan dan menginformasikan keputusan tersebut

kepada pemerintah.

2. Partnership: pemerintah dan masyarakat bersama-sama dalam

pembuatan keputusan.

21

Page 22: Pelestarian Perairan Indonesia

3. Advisory: masyarakat memberikan masukan nasihat kepada

pemerintah dalam membuat keputusan, tetapi keputusan sepenuhnya

ada pada pemerintah.

4. Communicative: pertukaran informasi dua arah; perhatian lokal

direpresentasikan dalam perencanaan pengelolaan.

5. Cooperative: masyarakat termasuk dalam pengelolaan (tenaga).

6. Consultative: mekanisme dimana pemerintah berkonsultasi dengan

para nelayan, tetapi seluruh keputusan dibuat oleh pemerintah.

7. Informative: masyarakat mendapatkan informasi bahwa keputusan

pemerintah telah siap dibuat.

22

Page 23: Pelestarian Perairan Indonesia

DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU

Lasabuda, Ridwan. 2003. Pengelolaan Sumberdaya Pesisir Terpadu Berbasis Masyarakat (Suatu Tuntutan di Era Otonomi Daerah). http://tumoutou.net/702_07134/ridwan_lasabuda.htm (diakses pada 14 November 2009).

Pinem, M. B. 2008. Analisis Institusi Konservasi di awasan Taman Nasional Ujung Kulon, Desa Tamanjaya, Kampung Cibanua, Kecamatan Sumur, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten. Skripsi. FPIK IPB.

Rinaldi, Yanis, Dede Suhendra dan Cut Desyana. 2008. Dokumen Analisis Kebijakan Pengelolaan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Kabupaten Nias Provinsi Sumatera Utara: Green Coast for Nature and People after The Tsunami. http://www.wetlands.or.id/PDF/aceh_Final_Dokumen%20Nias%20_Bahasa_Version.pdf (diakses pada 17 November 2009).

Yaya Mulyana dan Agus Dermawan.2008.Konservasi Kawasan Perairan Indonesia Bagi Masa Depan. RajaGrafindo Persada:Jakarta.

Widada, Sri Mulyati, dan Hiroshi Kobayashi. 2006. Sekilas tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati & Ekosistemnya. Jakarta: Ditjen PHK-JICA.

B. Peraturan Perundangan

Undang-undang Nomor 9 tahun 1985 Tentang Perikanan

Undang-undang Nomor 23 tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup

Undang-undang Nomor 31 tahun 2004 Tentang Perikanan

23

Page 24: Pelestarian Perairan Indonesia

Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor Per. 17/MEN/2008 tentang Kawasan Konservasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

Keputusan Presiden No.355/M Tahun 1999 tanggal 26 Oktober 1999

Keputusan Presiden Nomor 136 Tahun 1999 tanggal 10 November 1999

Keputusan Presiden Nomor 165 Tahun 2000 tanggal 23 November 2000

Peraturan Presiden Nomor 94 Tahun 2006

C. INTERNET

http://kolokiumkpmipb.wordpress.com/2009/04/01/partisipasi-masyarakat-dalam-pengelolaan-kawasan-konservasi-laut-di-taman-nasional karimunjawa/

http://kolokiumkpmipb.wordpress.com/2009/04/01/partisipasi-masyarakat-dalam-pengelolaan-kawasan-konservasi-laut-di-taman-nasional-karimunjawa/

http://www.dkp.go.id/index.php/ind/menu/3/visi-misi-dan-program

http://www.dkp.go.id/index.php/ind/menu/3/struktur

http://www.dkp.go.id/index.php/ind/menu/1/sejarah

http://www.bppt.go.id.

24