alghazali
TRANSCRIPT
Konsep pendidikan Al-Ghazali
Emat Sulaemat
LATAR BELAKANG
Negeri- negeri muslim menghadapi masalahketerbelakangan ekonomi dan pendidikan
Peristiwa ini juga terjadi pada masa hidup Al-Ghazali
Konsep pendidikan Al-Ghazali sarat akan nilai-nilai religious, filosofi, psikologi dan sosiologi
Kontraversi pemikiran Al-Ghazali
Tujuan pembahasan
Mendeskripsikan riwayat singkat Al-Ghazali
Menganalisis dan membandingkan konsep pendidikan Al-Ghazali
Menemukan relevansi pemikiran al-Ghazali di era sekarang
Nama lengkap Al-Ghazali adalah Abu Hamid MuhammadAl-Ghazali yang lahir pada tahun 450 H (1058 M) diGhazaleh suatu kota kecil yang terletak di dekat Thus diKhurasan (Iran). Sebutan Al-Ghazali diambil dari kataGhazalah yakni nama kampung kelahiran Al-Ghazali.Sebutan tesebut kadang-kadang di ucapkan dengan Al-Ghazzali (dua z), istilah ini berakar kata pada Ghazal artinyatukang pemintal benang sebab pekerjaan ayah Al-Ghazaliadalah memintal benang wool dan menjualnya di pasar.
Orang tuanya juga terkenal pencinta ilmu, Amat disayangkan ajalnya tidakmemberi kesempatan kepadanya untuk menyaksikan keberhasilananaknya .
Sebelum meninggal ia masih sempat menitipkan Al-Ghazali bersamasaudaranya yang bernama Ahmad kepada seorang sufi untuk dididik dandibimbingnya dengan baik
Tetapi karena warisan yang ditinggalkan untuk bekal hidup kedua anak ituhabis, dan sang sufi yang berkehidupan sangat sederhana tak mampumemberi tambahan nafkah, maka sang sufi menyerahkan Al-Ghazali danadiknya ke suatu madrasah yang menyediakan biaya hidup bagi para muridnya.
Di kota Thus Al-Ghazali bertemu dengan Yusuf Al-Nassajseorang guru sufi kenamaan pada masa itu, dan disini pulasebagai titik awal bagi perkembangan intelektual danspiritualnya yang kelak akan membawanya menjadi seorangulama besar yang berpengaruh dalam perkembanganpemikiran Islam. Menurut Mustofa (1999:215) pada masakecilnya Al-Ghazali mempelajari ilmu di negerinya sendiripada Syeh Ahmad bin Muhammad Ar-Rasikani, kemudianbelajar pada Imam Abi Nasar Al-Ismaili di Negeri Jurjan.Setelah mempelajari beberapa ilmu di negerinya, maka iaberangkat ke Nishabur dan belajar pada Imam Al-Haromain.
Menteri Nizam Al-Muluk akhirnya melantikAl-Ghazali pada tahun 484 H/1091 M, sebagai guru besar (profesor) padaperguruan tinggi Nizamiyah yang berada di kota Baghdad. Al-Ghazali kemudianmengajar di perguruan tinggi selama empattahun. Ia mendapat perhatian yang seriusdari para mahasiswa, baik yang datang daridekat atau dari tempat yang jauh, sampai iamenjauhkan diri dari keramaian.
Karya-karya Al-Ghazali
Al-Ghazali sebagai seorang yang ahli pikir Islam yang dalamilmunya banyak menulis buku-buku yang meliputi berbagailapangan ilmu pengetahuan, antara lain filsafat, ilmu kalam, fiqh, tafsir, taSawuf, akhlak, dan otobiografinya. Di dalamMukkaddimah kitab Ihya ‘Ulum ad-Din , Dr. BaedhowiTabhana yang dikutip oleh Zainuddin, dkk (1991:19-21), menulis hasil karya-karya al-Ghazali yang disusun menurutkelompok ilmu pengetahuan sebagai berikut:
Kelompok Filsafat dan Ilmu Kalam
Maqasid al-Falasifah (Tujuan para filosof)
Tahaful al-Falasifah (Kerancuan para filosof)
Al-Iqtishad fi al-I’tiqad (Moderasi dalam aqidah)
Al-Maqashidul Asna fi Ma’ani Asmillah al-Husna (Arti nama-nama Allah yang husna)
Faishatul Tafriqoh bainal Islam wa az-Zindiqi (Perbedaan antara Islam dan Zindiq)
Al-Qishahul al-Muataqim (Jalan untuk mengatasi perselisihan pendapat)
Al-Mustadiri (Penjelasan-penjelasan)
Hujjatul Haq (Argumen yang benar)
Dll.
Kelompok Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqih
1. Al-Bastih (Pembebasan yang mendalam)
2. Al-wasith (Perantara)
3. Al-wajiz (Surat-surat wasiat)
4. Khulashatul Mukhtashar (Intisar ringkasan karangan)
5. Al-Musthaf (Pilihan)
6. Al-Manqhul Adat (Adat kebisaaan)
7. Syifakhul alil fi Qiyas wa Ta’lim (Penyembuhan yang baikdalam qiyas dan ta’lil)
8. Adz-Dzariah ila Makarimis Syariah (Jalan kepadakemuliaan syariah
Kelompok Ilmu Tasawuf
Ihya ‘Ulum ad-Din (Menghidupkan kembali ilmu-ilmu agama)
Mizanul Amal (Timbangan amal)
Kimiyaus Sa’adah (Kimia kabahagiaan)
Misykatul Anwar (Relung-relung cahaya)
Minhajul Abidin (Pedoman beribadah)
Al-’Ain is fi Wahdah (Lembut-lembut dalam kesatuan)
Al-Qurbah Ilallahi ‘Azza Wazzala (Mendekatkan diri kepada Allah)
Akhlak al-Abrar wan Najat minal Asrar (Akhlak yang luhurmenyelamatkan dari keburukan)
Kelompok Tafsir
Yaaquutut Ta’wil fi Tafsirit Tanzil(Metodologi ta’wil di dalam tafsir yang diturunkan)
Jawahir al-Quran (Rahasia yang terkandung dalam al-Quran)
Konsep pendidikan
Proses internalisasi ilmu pengehuan dan pendidikan merupakan sarana utamauntuk menyiarkan ajaran Islam, memelihara jiwa, dan taqarub ila al-Allah. Olehkarena itu, pendidikan merupakan ibadah dan upaya peningkatan kualitas diri. Pendidikan yang baik merupakan jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah danmendapatkan kebahagiaan dunia-akhirat.
Konsep pendidikan Al-Ghazali adalah setiap usaha transformasi nilai-nilai yang sesuai dengan ajaran Islam dengan meletakkan al-Quran dan Sunnah Nabi sebagaisumber dan acuan utama
Tujuan pendidikan
Tujuan pendidikan jangka pendek
Tujuan pendidikan jangka pendek yang dimaksud adalah mempersiapkan pesertadidik agar kelak di masa depannya mereka mampu melaksanakan tugas-tugas muliadi dunia dan dengan itu mereka mampu mengeyam kebahagiaan dalamkehidupannya di dunia. Dalam tujuan ini juga disinggung-singgung tentang pangkat, kemegahan, penghormatan dan popularitas.
Berkenaan dengan tujuan jangka pendek, al-Ghazali menempatkan sebagai tujuansekunder yang harus direalisasikan
Tujuan jangka panjang
Maka tujuan jangka panjang pendidikan Islam sebagai idealitas yang harus diwujudkan, menurutal-Ghazali adalah membentuk setiap individupeserta didik untuk menjadi insan kamil danberakhlak mulia agar setiap individu tersebutmampu mengenal kapasitas dirinya sebagaimakhluk, sehingga ia dapat mendekatkan dirikepada Allah.
Guru (pendidik)
al-Ghazali mempergunakan istilahpendidikan dengan berbagai kata seperti: al-Mu›alimin (guru), al-Mudarris(pengajar) dan al-Walid (orang tua) (Zainuddin, 1991: 50). Maka yang dimaksud disini adalah orang yang memiliki tugas dan tanggung jawab untukmengarahkan dan membimbing seseorang(individu).
Kompentensi (kafa’ah) guru menurut Al-
Ghazali
Guru harus mempunyai sifat kasih saying
Guru melakukan aktifitasnya karena Allah
Guru mampu memberi nasehat yang baik
Guru mampu mengarahkan peserta didik ke hal-hal yang baik
Guru mengetahui tingkat nalar dan intelektual anak didiknya
Mampu menumbuhkan kegairahan anak didiknya
Mampu mengidentifikasi materi yang sesuai dengan usia peserta didik
Mampu memberikan teladan
Peserta Didik (siswa)
Al-Ghazali terhadap peserta didik (murid) mempergunakan istilah, seperti al-Shoby(kanak-kanak), al-Mu›alimin (pelajar), danThalabul al-›Ilmu (penuntut ilmu pengetahuan) (Zainuddin, 1991: 64). Dengan demikian, yang dimaksud dengan peserta didik (murid) adalahmanusia yang sedang mengalami pertumbuhandan perkembangan jasmani maupun rohani.
Untuk membentuk manusia yang sempurna (insan kamil), maka pola dasarpendidikan akan berjalan di atas pola dasar fitrah diberikan Allah pada setiapmanusia. Sebab dengan pembinaan potensi psikologis (fitrah ) manusia dapatdiarahkan untuk menjadi manusia yang memiliki kepribadian. Sebagaimana yang diungkapkan oleh al-Ghazali:«Sesungguhnya seorang anak itu dengan jauharnya diciptakan Allah dapatmenerima kebaikan dan keburukan, dan hanya kedua orang tuanya yang akan dapatmenjadikan anak itu untuk cenderung pada salah satunya.» (Zainuddin, 1991: 65)Dengan memperhatikan pernyataan al-Ghazali di atas nampak bahwa pendidikannyabernuansakan nativisme dalam arti bahwa potensi psikologi dapat membentukkarakter seseorang, yang demikian itu bersifat alamiah atau manusia yang mengandung kebijaksanaan dari keadilan khaliknya (H.M. Arifin, 2000:160).
Tugas dan kewajiban peserta didik
Mendahulukan kesucian jiwa.
Bersedia merantau untuk mencari ilmu pengetahuan.
Jangan menyombongkan ilmunya dan menentangguru.
Mengetahui kududukan ilmu pengetahuan.
Etika siswa dalam proses belajar Belajar dengan niat ibadah dalam ranggka taqarrub ila Allah, sehingga dalam kehidupan sehari-hari
peserta didik senantiasa mensucikan jiwanya dengan akhlaq al-Karimah (Q.S al-An›am: 162; adz-Dzaariyat: 56).
Mengurangi kecenderungan pada duniawi dibandingkan masalah ukhrawi (Q.S. adh-Dhuhaa: 4).
Bersikap tawadlu› (rendah diri) dengan cara menanggalkan kepentingan pendidikan.
Menjaga pikiran dan pertentangan yang timbul dari berbagai aliran.
Mempelajari ilmu-ilmu yang terpuji, baik untuk ukhrawi maupun duniawi.
Belajar dengan bertahap atau berjenjang dengan memulai pelajaran yang mudah (kongret) menujupelajaran yang sukar (abstrak) atau dari ilmu fardlu ‹ain menuju ilmu fardlu kifayah (Q.S. Fath: 9).
Belajar ilmu sampai tuntas untuk kemudian beralih pada ilmu yang lainnya, sehingga anak didik memilikispesifikasi ilmu pengetahuan secara mendalam.
Mengenal nilai-nilai ilmiah atas ilmu pengetahuan yang dipelajari.
Memprioritaskan ilmu diniyah sebelum memasuki ilmu duniawi.
Mengenal nilai-nilai pragmatis bagi suatu ilmu pengetahuan
Kurikulum
Dalam Ihya ‘Ulumuddin, bab ilmu, Al-Ghazali mendefinisikan ilmu religious (al-ulum
al-syari’ah) dengan definisi sebagai berikut: “ilmu religious termasuk ilmu yang
Ilmu Syar’iyyah (religious)
1) Ilmu Ushul (ilmu pokok) diantarannya kitabullah, sunnah rasul, ijma› dan atsar sahabat.
2) Ilmu Furu› (ilmu cabang) diantaranya ilmu fiqh, ilmuhal ihwal hati, dan akhlak.
3) Ilmu Muqaddimah (ilmu pengantar) yaitu ilmu yang dibutuhkan untuk mempelajari ilmu-ilmu ushul, seperti ilmu lughah (bahasa) dan ilmu nahwu(gramatikal).
4) Ilmu-ilmu Pelengkap, seperti yang berkaitan dengan al-Quran, misalnya ilmu makharijul huruf wa alfazh danqira›at al-Quran.
Ilmu ‘Aqliyyah (intelektualitas)
Ilmu-ilmu terpuji ( mahmudah), yaitu ilmu yang dibutuhkandalam hidup dan kehidupan serta pergaulan umat manusiayang meliputi: pertanian, peternakan, pembangunan, tatapemerintahan, pertukangan besi, dan lain sebagainya.
Ilmu yang diperbolehkan ( mubahat), yaitu ilmu kebudayaanseperti: sejarah, puisi-puisi yang tidak mengandung unsuryang berarti dan tidak merugikan.
Ilmu-ilmu tercela ( mazmumah ), yaitu ilmu pengetahuanyang merugikan pemilik ataupun orang lain, seperti: ilmuhitam/sihir
metode
Al-Ghazali mengakui memang metodenya belum sempurna, dan harus diikuti dengan tindak lanjut secara gradual. Al-Ghazali mengibaratkan metodologi pendidikannya inidengan metode dikte, di mana seseorang menebur benihpada tanah untuk menanam. Sedangkan penyempurnaankeyakinan dengan ajalan argumentasi diumpamakan sebagaiproses menyiram dan merabuknya.
Dalam persoalan-persoalan prinsip keagamaan, metode pengajaran agama Al-Ghazali dimulaidengan menghafal, lalu memahami, kemudianmempercayai dan menerima. Selanjutnya penyajianbukti-bukti argumentative untuk memperkuat ajaranyang telah diterima.
rincian metode Al-Ghazali :
Hafalan
Pendidikan fitrah dan pembenahan instinct
Ganjaran dan hukuman
Sewaktu-waktu boleh menakuti-nakuti dan sedikitmencela
kesimpulan
secara umum dapat disimpulkan bahwa; pertama, pemikiranpendidikan Al-Ghazali mempresentasikan maksud dan tujuan manusiauntuk meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat. Kedua, konseppendidikan Al-Ghazali berbasis religious etis yang cenderung sufistik. Ketiga, konsep pendidikan Al-Ghazali cukup realistis. Keempat,