aktivitas antibakteri ekstrak daun … diare tersebut diantaranya daun jambu biji dan temu kunyit....
TRANSCRIPT
AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN BAKAU
HITAM Rhizophora mucronata TERHADAP BAKTERI
PENYEBAB DIARE
ANAK AGUNG AYU PUTU PUSPITA NEGARA
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Aktivitas Antibakteri
Ekstrak Daun Bakau Hitam Rhizophora mucronata terhadap Bakteri Penyebab
Diare adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2013
Anak Agung Ayu Putu Puspita Negara
NIM C34090066
ABSTRAK
ANAK AGUNG AYU PUTU PUSPITA NEGARA. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun
Bakau Hitam Rhizophora mucronata Terhadap Bakteri Penyebab Diare. Dibimbing oleh
KUSTIARIYAH TARMAN dan SRI PURWANINGSIH
Diare merupakan salah satu masalah kesehatan utama di Indonesia. Salah satu
penyebab utamanya adalah bakteri. Daun Rhizophora mucronata dimanfaatkan
masyarakat pesisir sebagai obat tradisional untuk mengobati diare. Tujuan dari penelitian
ini adalah mengetahui efektivitas dan daya hambat ekstrak daun bakau hitam sebagai
antibakteri terhadap bakteri-bakteri penyebab diare. Metode penelitian yang dilakukan
menggunakan uji sensitivitas antibakteri dengan metode sumur agar. Ekstrak metanol
daun bakau hitam memiliki rendemen tertinggi sebesar 21.47%. Komponen aktif yang
terkandung dalam ekstrak metanol dan air daun R. mucronata meliputi tanin, saponin,
flavonoid, fenol hidrokuinon, dan triterpenoid. Komponen alkaloid hanya terdapat pada
ekstrak metanol. Ekstrak metanol memiliki aktivitas antibakteri terbesar dengan zona
hambat berkisar 3-12 mm. Konsentrasi hambat minimum ekstrak metanol daun
R. mucronata sebesar 0.4 mg/mL (Escherichia coli dan Pseudomonas aeruginosa),
0.2 mg/mL (Staphylococcus aureus), dan lebih besar dari 0.4 mg/mL (EPEC dan
Salmonella typhimurium). Bioautografi aktivitas antibakteri terhadap bakteri uji E. coli
menghasilkan fraksi aktif pada nilai Rf 0.11 dan 0.72. Hasil identifikasi dengan pereaksi
Dragendorff menunjukkan senyawa tersebut termasuk senyawa alkaloid.
Kata kunci: antibakteri, diare, ekstrak daun R. mucronata, KHM, komponen aktif
ABSTRACT
ANAK AGUNG AYU PUTU PUSPITA NEGARA. Antibacterial Activity of Rhizophora
mucronata Leaf Extracts Toward Diarrhea-causing Bacteria. Supervised by
KUSTIARIYAH TARMAN and SRI PURWANINGSIH
Diarrhea is one of the major health problems in Indonesia. One of the first caused
is bacteria. Leaves of Rhizophora mucronata have been widely used by coastal people as
folk medicine for treating diarrhea. The aims of this study was to determine the
effectivity and inhibitory of Rhizophora mucronata leaf extract as antibacterial to
diarrhea-causing bacteria. The procedure of this research used antibacterial assay
determined by agar well diffusion method. The activity of each extract was tested by
using diarrhea-causing bacteria. Methanol extract of R. mucronata leaf was the highest
yield (21.47%). The active compounds of methanol and aqueous extracts consisted of
tannin, saponin, flavonoid, phenol hydroquinone, and triterpenoid. Alkaloid was only
showed in methanol extract. Methanol extract had the highest antibacterial activity with
inhibition zone of 3-12 mm. Minimum inhibitory concentrations of methanol extract
were 0.4 mg/mL (Escherichia coli dan Pseudomonas aeruginosa), 0.2 mg/mL
(Staphylococcus aureus), and more than 0.4 mg/mL (EPEC dan Salmonella typhimurium).
Bioautography of antibacterial activity toward E. coli revealed the active fractions with Rf
value of 0.11 and 0.72. Preliminary identification using Dragendorff spray reagent
detected the active compound was alkaloid.
Keywords: antibacterial, diarrhea, R. mucronata leaf extract, MIC, active compound
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan
pada
Departemen Teknologi Hasil Perairan
AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN BAKAU
HITAM Rhizophora mucronata TERHADAP BAKTERI
PENYEBAB DIARE
ANAK AGUNG AYU PUTU PUSPITA NEGARA
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Judul Skripsi :Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Bakau Hitam Rhizophora mucronata terhadap Bakteri Penyebab Diare
Nama : Anak Agung Ayu Putu Puspita Negara NIM : C34090066
Disetujui oleh
Dr Kustiariyah Tarman, SPi, MSi Dr Ir Sri Purwaningsih, MSi Pembimbing I Pembimbing II
Diketahui oleh
Tanggal Lulus: 7 S I\UG 201'
Judul Skripsi :Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Bakau Hitam
Rhizophora mucronata terhadap Bakteri Penyebab Diare
Nama : Anak Agung Ayu Putu Puspita Negara
NIM : C34090066
Disetujui oleh
Dr Kustiariyah Tarman, SPi, MSi
Pembimbing I
Dr Ir Sri Purwaningsih, MSi
Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Ir Ruddy Suwandi, MS, MPhil
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Bakau Hitam (Rhizophora mucronata)
terhadap Bakteri Penyebab Diare. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar sarjana perikanan pada Departemen Teknologi Hasil Perairan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Kustiariyah Tarman, SPi, MSi dan
Dr Ir Sri Purwaningsih, MSi selaku pembimbing serta Dr Ir Iriani Setyaningsih
MS selaku penguji tamu. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ibu Ema
Masruroh SSi, Dini Indriani AMd, Saeful Bahri AMd, dan Bapak Eman yang
telah membantu penulis selama penelitian di laboratorium. Ungkapan terima
kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, adik, dan I Nyoman Putrayasa Pendit
atas segala doa dan kasih sayangnya.
Di samping itu terima kasih penulis sampaikan kepada teman seperjuangan
Laboratorium Mikrobiologi (Rita Sahara, Wenny Tiara, Dwi Safitri, Cholila
Widya, dan Dhani Aprianto), Mashita Yulistiani dan Yoshiara, teman-teman THP
46, serta keluargaku “Tilo Tama” atas segala motivasinya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juli 2013
Anak Agung Ayu Putu Puspita Negara
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 2
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
Ruang Lingkup Penelitian 3
METODE 3
Bahan 3
Alat 3
Prosedur Analisis Penelitian 4
HASIL DAN PEMBAHASAN 7
Rendemen Ekstrak Daun Bakau Hitam 7
Komponen Aktif Ekstrak Daun Bakau Hitam 9
Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Bakau Hitam 12
Konsentrasi Hambat Minimum 15
Fraksinasi Ekstrak dan Uji Aktivitas Fraksi 17
SIMPULAN DAN SARAN 18
Simpulan 18
Saran 19
DAFTAR PUSTAKA 19
LAMPIRAN 22
RIWAYAT HIDUP 29
DAFTAR TABEL
1 Rendemen ekstrak daun bakau hitam 8 2 Hasil uji komponen aktif ekstrak kasar daun bakau hitam 9 3 Hasil uji KHM ekstrak metanol daun bakau hitam 15 4 Konsentrasi hambat minimum beberapa senyawa ekstrak terhadap
bakteri penyebab diare 16
DAFTAR GAMBAR
1 Diagram alir prosedur penelitian 4
2 Ekstrak kasar daun bakau hitam (R. mucronata) 8 3 Hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak air daun bakau hitam terhadap
bakteri penyebab diare 12 4 Hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak metanol daun bakau hitam
terhadap bakteri penyebab diare 13 5 Profil pemisahan ekstrak metanol dengan KLT eluen 17 6 Profil penyemprotan dengan pereaksi Dragendorff 17 7 Profil bioautografi 18
DAFTAR LAMPIRAN
1 Perhitungan rendemen ekstrak kasar daun bakau hitam 22
2 Hasil uji komponen aktif 23 3 Perhitungan ekstrak daun bakau hitam Rhizophora mucronata dan
kontrol positif yang digunakan pada pengujian antidiare 24 4 Hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak air daun bakau hitam terhadap
bakteri penyebab diare 25 5 Hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak metanol daun bakau hitam
terhadap bakteri penyebab diare 25
6 Hasil uji aktivitas antidiare ekstrak air daun bakau hitam terhadap
bakteri penyebab diare 26
7 Hasil uji aktivitas antidiare ekstrak metanol daun bakau hitam terhadap
bakteri penyebab diare 27 8 Pengujian konsentrasi hambat minimum (KHM) ekstrak metanol daun
bakau hitam terhadap bakteri penyebab diare 28
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Diare masih merupakan masalah kesehatan utama di Indonesia. Penyakit ini
tidak dapat dianggap sepele karena sering menimbulkan kematian khususnya pada
bayi dan balita, serta seringnya menimbulkan kejadian luar biasa (KLB). Tahun
2010 terjadi KLB diare di 33 kecamatan dengan jumlah penderita 4204 dengan
kematian 73 orang (KKRI 2011). Wabah diare dapat terjangkit dengan cepat
dalam waktu yang relatif singkat sehingga sulit untuk diatasi.
Menurut Adyana et al. (2004), diare adalah defekasi yang sering dalam
sehari dengan feses yang lembek atau cair, terjadi karena chymus yang melewati
usus kecil dengan cepat, kemudian feses melewati usus besar dengan cepat
sehingga tidak cukup waktu untuk absorpsi, hal ini menyebabkan dehidrasi dan
ketidakseimbangan elektrolit. Kosala (2010) menyatakan bahwa diare dapat
disebabkan oleh infeksi mikroorganisme antara lain bakteri, virus, dan parasit
lainnya seperti jamur, cacing, dan protozoa. Namun penyebab utamanya adalah
infeksi bakteri. Bakteri penyebab diare diantaranya Enteropathogenic Escherichia
coli (EPEC), Campylobacter, Shigella sp., Salmonella sp. dan Pseudomonas
aeruginosa.
Gejala klinis yang ditimbulkan oleh infeksi bakteri ini yaitu mual, muntah,
dan nyeri abdominal disertai diare cair dengan volume yang cukup besar. Ada
kalanya tinja mengandung darah, sakit kepala, demam, dan adanya perasaan
lemah (Lesmana 2006). Penanganan secara medis untuk mengobati diare adalah
dengan menggunakan sejumlah antibiotik β-laktam. Antibiotik ini diketahui dapat
membunuh agen penyebab diare dari kelompok bakteri Enteropathogenic
Escherichia coli (EPEC). β-laktam bekerja menghambat sintesis lapisan
peptidoglikan EPEC. Harga yang ekonomis, selektivitas yang tinggi, dan
toksisitasnya yang rendah mendorong penggunaan β-laktam secara luas dalam
dunia medis. Menurut Doran et al. (1990) dalam Kang et al. (2000), penggunaan
β-laktam secara kontinu menyebabkan terjadinya efek samping berupa resistensi
EPEC terhadap antibiotik tersebut. Hal tersebut mengakibatkan resistensi bakteri
cenderung meningkat terus sehingga penderita diare karena infeksi bakteri
menjadi lebih sulit untuk diobati.
Menurut Parthasarathy et al. (2009), produk bahan alam seperti metabolit
sekunder, baik senyawa murni maupun dalam bentuk ekstrak, memiliki peluang
untuk dikembangkan dalam dunia pengobatan. Senyawa bahan alam tersebut
memiliki efek terapis yang signifikan terhadap bakteri, jamur, maupun virus yang
bersifat patogen terhadap hewan dan manusia. Efek terapis yang ditimbulkan
lebih aman dan tanpa efek samping. Banyak tanaman obat yang digunakan secara
empiris oleh masyarakat sebagai obat antidiare. Adapun tanaman obat yang dapat
digunakan untuk membantu mengatasi diare diantaranya mempunyai efek sebagai
astringen (pengelat), antiradang, ataupun antibakteri (Tjay dan Rahardja 2002).
Di Indonesia banyak tanaman yang dapat digunakan sebagai obat tradisional.
Tanaman yang telah banyak digunakan sebagai obat tradisional untuk
penyembuhan diare tersebut diantaranya daun jambu biji dan temu kunyit.
Tanaman tersebut merupakan jenis tanaman darat. Masyarakat pesisir
2
menggunakan tanaman mangrove sebagai obat tradisional untuk mengatasi diare.
Salah satu tanaman mangrove yang dimanfaatkan adalah tanaman bakau hitam
(Rhizophora mucronata). Bandaranayake (2002), menyatakan bahwa berbeda
masyarakat berbeda pula kebiasaannya, seperti masyarakat Indo Cina
menggunakan akarnya untuk kejang dan pendarahan, masyarakat Malaysia
menggunakan daun yang sudah tua dan akarnya untuk proses persalinan,
masyarakat Myanmar menggunakan kulit batangnya untuk mengobati infeksi pada
saluran kemih, masyarakat China dan Jepang menggunakannya sebagai obat diare.
Pengobatan secara tradisional dengan menggunakan tanaman ini telah banyak
digunakan, diantaranya untuk penyembuhan hematuria, diabetes, diare, dan
inflamasi. Namun potensi yang dimilikinya masih sedikit dimanfaatkan,
khususnya di Indonesia.
Berdasarkan penjelasan di atas, perlu dilakukan suatu kajian farmakologi
terhadap tanaman mangrove khususnya daun bakau hitam (R. mucronata) yang
mencakup pengujian aktivitas antibakteri terhadap bakteri-bakteri penyebab diare.
Hal tersebut dilakukan untuk meningkatkan daya guna dari asosiasi mangrove ini.
Pembuktian empiris berdasarkan pengalaman dari pengguna semata tanpa adanya
acuan informasi ilmiah yang mendukung, akan membatasi penggunaan tanaman
bakau hitam (R. mucronata) sebagai bahan untuk pengobatan alternatif.
Perumusan Masalah
Diare masih merupakan masalah kesehatan utama di Indonesia. Penyakit ini
tidak dapat dianggap sepele dengan banyaknya kematian yang terjadi terutama
pada bayi dan balita, serta seringnya menimbulkan kejadian luar biasa (KLB).
Salah satu penyebab utamanya adalah infeksi bakteri. Daun bakau hitam
(Rhizophora mucronata) digunakan secara tradisional sebagai obat antidiare oleh
masyarakat pesisir tetapi belum ada yang meneliti efektivitas sebagai antidiare
dalam menghambat pertumbuhan bakteri-bakteri penyebab diare.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan aktivitas antibakteri dari
tanaman bakau hitam (Rhizophora mucronata) terhadap bakteri penyebab diare.
Tujuan khusus yang ingin dicapai adalah mendapatkan ekstrak metanol dan air
dari daun bakau hitam dan menentukan rendemennya, menentukan komponen
aktif yang terkandung dalam ekstrak daun bakau hitam, menguji dan mengetahui
efektivitas dan daya hambat ekstrak daun bakau hitam terhadap bakteri penyebab
diare, mendapatkan konsentrasi hambat minimum (KHM) ekstrak daun bakau
hitam, serta menentukan fraksi aktif ekstrak daun bakau hitam.
Manfaat Penelitian
Daun bakau hitam (Rhizophora mucronata) yang sudah dikenal sebagai
obat diare secara tradisional dan turun temurun oleh masyarakat pesisir dapat
3
dibuktikan secara ilmiah sebagai antidiare dengan menghambat pertumbuhan
bakteri-bakteri penyebab diare.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah ekstrak daun bakau hitam
(Rhizophora mucronata), komponen aktif, aktivitas antibakteri terhadap bakteri
penyebab diare, konsentrasi hambat minimum (KHM), dan fraksi aktif ekstrak.
METODE
Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari hingga Juni 2013 bertempat di
Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Proses evaporasi
ekstrak dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik, Departemen Kimia, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dan Laboratorium Pusat Studi
Biofarmaka.
Bahan
Bahan utama yang digunakan untuk penelitian ini adalah daun tanaman
bakau hitam (Rhizophora mucronata) yang diperoleh dari Kawasan Mangrove
Angke Kapuk, Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara. Pelarut yang digunakan untuk
proses ekstraksi adalah larutan metanol p.a dan air. Bahan-bahan yang digunakan
untuk pengujian senyawa fitokimia meliputi H2SO4 2 N, pereaksi Wagner,
pereaksi Meyer, pereaksi Dragendorff, larutan FeCl3 1%, CHCl3, larutan anhidra
asam asetat, larutan H2SO4, serbuk Mg, larutan amil alkohol, HCl 2 N, etanol, dan
larutan FeCl3 5%. Bahan-bahan yang digunakan untuk pengujian aktivitas
antibakteri meliputi media Nutrient Agar (NA), Nutrient Broth (NB), media
Mueller Hinton Agar (MHA), akuades, bakteri uji berupa bakteri Escherichia coli,
Entheropathogenic Escherichia coli (EPEC), Stapylococcus aureus, Pseudomonas
aeruginosa, dan Salmonella typhimurium. Bahan-bahan yang digunakan untuk
pengujian fraksi aktif meliputi pelat alumunium dengan silika G60 F254, eluen
kloroform dan metanol (6:4), ekstrak metanol daun bakau hitam, dan bakteri
E. coli.
Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi timbangan analitik
(Max 410 g and HF400), blender, soxhlet, vacuum rotary evaporator (Heidolph
VV 2000), vortex, oven (Yamato DV 41), autoklaf (Yamato SM 52 Autoclave),
spektrofotometer (UV Vis RS 2500), Laminar Air Flow (Thermo Scientific 1300
Series A2), inkubator (Thermolyne type 42000 Incubator), sterilisasi kering
(Yamato SH 62), gelas ukur, labu Erlenmeyer, alumunium foil, kertas saring,
4
tabung reaksi, rak tabung reaksi, pipet tetes, sudip, corong, kertas saring, cawan
petri, mikro pipet, pinset, ose, lemari pendingin, kapas, pipa kapiler, beaker glass,
dan lampu UV.
Prosedur Analisis Penelitian
Penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu tahapan koleksi dan
preparasi bahan baku, ekstraksi senyawa aktif, uji komponen aktif, pengujian
aktivitas antibakteri, penentuan konsentrasi hambat minimum (KHM), dan
penentuan fraksi aktif (KLT dan bioautografi). Diagram alir prosedur penelitian
dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1 Diagram alir prosedur penelitian
Koleksi dan preparasi bahan baku
Bahan baku yang digunakan berupa daun bakau hitam (R. mucronata) segar.
Preparasi sampel dilakukan dengan cara mengeringkan sampel daun R. mucronata
pada suhu ruang selama ±10 hari. Kemudian dihaluskan dengan blender hingga
Ekstraksi (soxhletasi)
dengan air
Daun bakau hitam (Rhizophora mucronata)
Ekstraksi (soxhletasi)
dengan metanol p.a
Penyaringan
Evaporasi
Ekstrak Metanol Ekstrak Air
Analisis :
Rendemen
Penapisan Komponen Aktif
Uji Aktivitas Antidiare
Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum
Kromatografi Lapis Tipis dan Bioautografi
Koleksi dan preparasi bahan baku
Serbuk daun bakau hitam
5
berbentuk serbuk. Selanjutnya serbuk daun bakau digunakan dalam proses
ekstraksi.
Ekstraksi senyawa aktif (Rahman et al. 2011)
Serbuk daun bakau hitam (R. mucronata) diekstraksi dengan metode
soxhletasi dengan dua jenis pelarut yaitu metanol p.a dan air. Ekstraksi senyawa
aktif dilakukan dengan mengacu pada penelitian Rahman et al. (2011), sebanyak
25 gram sampel daun bakau hitam dimasukkan ke dalam selongsong. Proses
ekstraksi dilakukan dalam soxhlet hingga larutan menjadi jernih, yang
menandakan simplisia telah terekstrak sempurna. Ekstrak metanol dan air yang
diperoleh disaring dengan menggunakan kertas saring dan dipekatkan dengan
vacuum rotary evaporator pada suhu 40 oC. Ekstrak yang diperoleh kemudian
ditimbang bobotnya. Persentase rendemen ekstrak daun bakau hitam dapat
dihitung dengan rumus:
( ) ( )
( )
Penapisan komponen aktif (Harborne 1987)
Penapisan komponen aktif dilakukan melalui uji fitokimia yang meliputi
pemeriksaan senyawa alkaloid, flavonoid, saponin, tanin, fenol hidrokuinon, dan
steroid/triterpenoid pada ekstrak kasar daun bakau hitam (R. mucronata).
(1) Alkaloid
Sebanyak 0.05 g sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi lalu dilakukan
penambahan H2SO4 dan dikocok hingga benar-benar tercampur. Kemudian
disaring dan dilakukan penambahan pereaksi Meyer dengan melihat endapan
putih, Wagner dengan melihat endapan coklat dan Dragendorff dengan endapan
jingga, jika terdapat endapan tersebut maka sampel dikatakan positif.
(2) Flavonoid Sebanyak 0,05 g sampel ditambahkan serbuk Mg sebanyak 0.05 mg, setelah
itu ditambahkan 0.2 mL amil alkohol dan 4 mL alkohol. Hasil uji positif bila
larutan berwarna merah, kuning atau jingga pada lapisan amil alkohol.
(3) Saponin Uji saponin dapat dideteksi dengan uji busa dalam air panas. Sebanyak 0.05
g sampel diletakan dalam tabung reaksi. Kemudian ditambahkan air panas, dan
tabung reaksi dikocok. Setelah tabung dikocok, dibiarkan 30 menit dan
ditambahkan HCl 2 N sebanyak 1 tetes. Hasil positif uji saponin ditunjukan
dengan adanya busa yang stabil.
(4) Tanin
Sebanyak 0.05 g sampel diseduh dengan air panas yang telah didihkan
selama 3 menit, sampel tersebut disaring setelah itu ditetesi dengan FeCl3 1%.
Hasil uji positif jika larutan bewarna biru tua atau hijau kehitaman.
(5) Fenol hidrokuinon
Sebanyak 0.05 g sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Kemudian
dicampurkan dengan 0.25 mL etanol. Selanjutnya ditambahkan FeCl3 5%
sebanyak 2 tetes. Reaksi positif ditunjukkan dengan terbentuknya warna hijau
atau hijau biru.
6
(6) Steroid/Triterpenoid
Sebanyak 0.05 g sampel ditambah dengan kloroform kemudian ditetesi
dengan anhidrida asam asetat sebanyak 5 tetes. Setelah itu ditetesi dengan H2SO4
sebanyak 3 tetes. Larutan akan berwarna merah. Hasil uji steroid positif bila
warna larutan berubah menjadi biru, sedangkan hasil uji triterpenoid positif bila
terbentuk warna merah kecoklatan pada lapisan permukaan sampel.
Uji aktivitas antibakteri
Metode penelitian yang digunakan adalah uji sensitivitas antibakteri dengan
metode sumur agar. Parameter uji yang diamati adalah diameter zona hambat
(mm) dari masing-masing perlakuan ekstrak R. mucronata. Langkah yang
dilakukan meliputi persiapan bakteri uji melalui peremajaan bakteri dan kultur
bakteri, selanjutnya digunakan untuk pengujian aktivitas antibakteri menggunakan
metode sumur agar.
Peremajaan bakteri uji
Media yang digunakan adalah Nutrient Agar (NA). Media dilarutkan dalam
akuades dan dipanaskan hingga larut sempurna, lalu dimasukkan ke dalam tabung
reaksi sebanyak 4 mL dan disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121 oC, tekanan 1
atm selama 15 menit. Tabung dimiringkan dan didiamkan hingga memadat.
Sejumlah 1 ose biakan bakteri (E. coli, Entheropathogenic Escherichia coli
(EPEC), S. aureus, P. aeruginosa, dan S. typhimurium) diinokulasi ke dalam
media regenerasi kemudian diinkubasi pada suhu 37 oC selama 24 jam.
Kultur bakteri uji
Bakteri uji (E. coli, EPEC, S. aureus, P. aeruginosa, dan S. typhimurium)
yang segar diinokulasikan sebanyak 1 ose ke media NB, diinkubasi pada suhu
37 ºC selama 18-24 jam. Kultur bakteri diukur kekeruhannya secara turbidimetri
dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 600 nm
hingga mencapai OD 0.5-0.8.
Pengujian aktivitas senyawa antibakteri daun bakau hitam terhadap bakteri
uji (Moorty et al. 2007)
Bakteri uji (E. coli, EPEC, S. aureus, P. aeruginosa, dan S. typhimurium)
yang telah diinokulasi ke dalam media pertumbuhan (NB), masing-masing
dimasukkan ke dalam media MHA steril sebanyak 20 µL. Media MHA yang
mengandung bakteri uji dihomogenisasi menggunakan vortex kemudian dituang
pada cawan petri steril secara aseptis. Media agar yang telah memadat kemudian
dibuat lubang dengan pipet Pasteur steril sebanyak 5 lubang dengan diameter
6 mm.
Jumlah ekstrak daun bakau hitam yang dimasukkan ke dalam lubang yaitu
0.5 mg/sumur, 1 mg/sumur, dan 2 mg/sumur. Perlakuan kontrol positif yaitu
menggunakan antibiotika kloramfenikol dengan konsentrasi 300 µg/sumur dan
perlakuan kontrol negatif menggunakan pelarut dari masing-masing ekstrak
sebanyak 20 µL. Sebelum dilakukan inkubasi, cawan petri disimpan dalam kulkas
± 3 jam agar ekstrak berdifusi dengan agar. Kemudian diinkubasi pada suhu
37 ºC selama 24 jam dan dilakukan pengukuran diameter zona hambat yang
terbentuk di sekeliling lubang menggunakan penggaris. Aktivitas antibakteri
dinyatakan positif apabila terbentuk zona bening di sekeliling sumur dan aktivitas
antibakteri dinyatakan negatif apabila tidak terbentuk zona bening.
7
Penentuan konsentrasi hambat minimum (Mazzola et al. 2009)
Uji konsentrasi hambat minimum (KHM) dilakukan untuk mengetahui
konsentrasi minimum dari ekstrak yang terpilih dalam menghambat aktivitas
pertumbuhan dari bakteri uji. Ekstrak daun bakau hitam yang mempunyai
aktivitas penghambatan terbaik dilanjutkan dengan penentuan KHM. Metode
yang digunakan adalah metode dilusi cair (broth dilution). Tabung reaksi
disiapkan sebanyak 6 buah dan diberi nomor sesuai urutan. Setiap tabung diisi 3
mL media cair NB. Tabung ke-1 hingga ke-5 secara berurutan ditambahkan
ekstrak antibakteri terpilih dengan konsentrasi 0.4 mg/mL, 0.3 mg/mL, 0.2 mg/mL,
0.1 mg/mL, dan 0.05 mg/mL.
Tabung 1 hingga 6 ditambahkan 3 µL suspensi mikroba. Tabung 6
digunakan sebagai kontrol positif yang berisi media dan suspensi bakteri uji.
Kontrol negatif berupa media NB. Tabung diinkubasi pada suhu 37 ºC selama 18-
24 jam dan pengamatan dilakukan setiap satu jam. Pertumbuhan mikroba diamati
dengan adanya kekeruhan pada media. Penentuan KHM dilakukan dengan
melihat konsentrasi ekstrak terendah yang masih menunjukkan penghambatan,
ditandai dengan nomor tabung terkecil yang masih jernih.
Kromatografi Lapis Tipis dan Bioautografi (Zheng et al. 2005)
Fraksinasi menggunakan pelat alumunium dengan silika G60 F254 dari Merck.
Plat KLT kemudian dikeringkan di dalam oven pada suhu 105 oC selama 10 menit.
Penotolan ekstrak dilakukan menggunakan pipa kapiler hingga membentuk
lingkaran kecil, kemudian plat dimasukkan ke dalam gelas yang telah berisi eluen.
Eluen yang digunakan adalah campuran kloroform dan metanol (6:4). Plat
disandarkan dan dibiarkan hingga eluennya naik mencapai garis batas, setelah itu
plat diangkat dan dibiarkan kering. Noda yang dihasilkan dari proses elusi
masing-masing diamati di bawah lampu UV pada panjang gelombang 254 nm dan
366 nm.
Uji bioautografi dilakukan dengan fraksi aktif ekstrak daun bakau hitam
sebanyak 0.5 mg ditotolkan pada plat silika G60 F254, kemudian dikembangkan
dengan fase gerak kloroform dan metanol (6:4). Kromatogram diletakkan dalam
cawan petri yang telah berisi biakan E. coli, bercak-bercak pada kromatogram
diciplak ke cawan petri, kromatogram dibiarkan menempel pada medium agar,
kemudian diangkat dengan hati-hati. Setelah 24 jam diinkubasi dapat dilihat
bercak atau daerah yang berwarna bening merupakan daerah senyawa aktif berada.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Rendemen Ekstrak Daun Bakau Hitam
Ekstraksi merupakan proses penarikan komponen zat aktif dari suatu bahan
dengan menggunakan pelarut tertentu. Proses ekstraksi dapat dilakukan dengan
dua cara, yaitu aqueous phase dan organic phase. Ekstraksi aqueous phase
dilakukan dengan pelarut air, sedangkan ekstraksi organic phase menggunakan
pelarut organik. Prinsip kelarutannya adalah melarutkan senyawa berdasarkan
tingkat kepolarannya masing-masing. Tujuan dari proses ini adalah untuk
8
mendapatkan bagian tertentu dari bahan yang mengandung komponen-komponen
aktif (Harborne 1987).
Ekstraksi daun bakau hitam menggunakan metode soxhletasi dengan dua
pelarut yang berbeda yaitu metanol p.a dan air. Metanol digunakan sebagai
pelarut dalam proses ekstraksi ini karena metanol merupakan pelarut yang dapat
melarutkan hampir semua senyawa organik, baik polar maupun non polar dan
metanol mempunyai titik didih rendah (67.5 C) sehingga mudah diuapkan.
Penggunaan pelarut air dalam proses ekstraksi didasarkan pada kebiasaan
masyarakat pesisir pada umumnya memanfaatkan air rebusan daun bakau hitam
sebagai obat tradisional untuk mengobati diare.
Ekstrak daun bakau hitam (R. mucronata) dengan kedua jenis pelarut
menghasilkan karakteristik yang berbeda-beda. Ekstrak metanol berwarna hijau
kehitaman dan berbentuk pasta, sedangkan ekstrak air berwarna coklat kehitaman
dan menggumpal. Perbedaan warna pada ekstrak yang dihasilkan dipengaruhi
oleh jenis pelarut yang digunakan. Pelarut dari golongan alkohol seperti metanol,
selain menarik komponen aktif tetapi juga menarik klorofil yang ada pada bahan
sehingga ekstrak yang dihasilkan cenderung berwarna hijau. Air sebagai pelarut
cenderung melarutkan senyawa-senyawa pengotor sehingga ekstrak yang
dihasilkan cenderung berwarna pekat (Harborne 1987). Hasil ekstrak kasar daun
bakau hitam (R. mucronata) dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2 Ekstrak kasar daun bakau hitam (R. mucronata)
a) ekstrak metanol, b) ekstrak air
Ekstraksi terhadap daun bakau hitam menghasilkan ekstrak kasar metanol
dan ekstrak air dengan bobot yang berbeda. Berat kedua ekstrak tersebut
digunakan untuk mengetahui nilai rendemen. Menurut Parhusip (2006), rendemen
ekstrak merupakan faktor yang sangat penting karena menunjukkan banyaknya
senyawa organik yang larut dalam pelarut tersebut sesuai dengan polaritasnya.
Rendemen ekstrak merupakan perbandingan antara bobot ekstrak yang dihasilkan
dengan bobot sampel awal yang diekstrak. Nilai rendemen ekstrak dari masing-
masing pelarut dapat dilihat pada Tabel 1. Proses perhitungan rendemen ekstrak
disajikan dalam Lampiran 1.
b a
Tabel 1 Rendemen ekstrak daun bakau hitam
Jenis Ulangan
Rendemen Rata-rata (%) pelarut (%)
Metanol 1 25.28
21.47 2 17.66
Air 1 22.89
19.24 2 15. 60
9
Tabel 1 menunjukkan bahwa rata-rata rendemen yang diperoleh dari ekstrak
metanol dan air daun bakau hitam berurut sebesar 21.47% dan 19.24%.
Rendemen ekstrak metanol memiliki nilai yang lebih tinggi dari kedua ulangan
yang dilakukan. Hal ini mengindikasikan bahwa senyawa-senyawa aktif pada
daun bakau hitam cenderung larut pada pelarut metanol.
Metanol dikenal sebagai pelarut universal dan termasuk dalam golongan
alkohol. Alkohol adalah pelarut serbaguna yang baik untuk ekstraksi pendahuluan
untuk mengekstraksi habis senyawa aktif. Pelarut metanol mampu mengekstrak
senyawa alkaloid, komponen fenolik, karotenoid, tanin, gula, asam amino, dan
glikosida (Harborne 1987).
Komponen Aktif Ekstrak Daun Bakau Hitam
Tumbuhan memiliki senyawa kimia bermolekul kecil yang penyebarannya
terbatas dan sering disebut sebagai metabolit sekunder (Sirait 2007). Metabolit
sekunder ini merupakan senyawa aktif yang dapat memberikan kesehatan pada
tubuh manusia (Hasler 1998). Fitokimia mempunyai peran penting dalam
penelitian obat yang dihasilkan dari tumbuh-tumbuhan. Ekstrak daun bakau hitam
yang diperoleh dari proses ekstraksi serbuk simplisia menggunakan pelarut
metanol dan air diuji kandungan komponen aktif yang terkandung pada masing-
masing ekstrak. Uji komponen aktif yang dilakukan pada penelitian ini meliputi
uji alkaloid, steroid, flavonoid, saponin, tanin, fenol hidrokuinon, dan triterpenoid.
Hasil uji komponen aktif pada masing-masing ekstrak kasar daun bakau hitam
dapat dilihat pada Tabel 2 dan Lampiran 2.
Tabel 2 Hasil uji komponen aktif ekstrak kasar daun bakau hitam
Uji Ekstrak
metanol Parameter
Ekstrak
air Parameter
Alkaloid
a. Dragendorff + Terbentuk endapan
jingga -
Tidak terbentuk
endapan jingga
b. Meyer - Tidak terbentuk
endapan putih -
Tidak terbentuk
endapan putih
c. Wagner + Terbentuk endapan
coklat -
Tidak terbentuk
endapan coklat
Tanin + Warna hijau
kehitaman +
Warna hijau
kehitaman
Saponin + Busa stabil + Busa stabil
Fenol
hidrokuinon + Warna hijau biru + Warna hijau biru
Flavonoid + Warna kuning + Warna merah
Steroid - Tidak terjadi
perubahan warna -
Tidak terjadi
perubahan warna
Triterpenoid +
Lapisan permukaan
berwarna merah
kecoklatan
+
Lapisan permukaan
berwarna merah
kecoklatan Keterangan : (-) = Tidak teridentifikasi
(+) = Teridentifikasi
10
Tabel 2 menunjukkan bahwa ekstrak metanol daun bakau hitam lebih
banyak mengandung komponen aktif dibandingkan dengan ekstrak air daun bakau
hitam. Produksi metabolit sekunder merupakan kompensasi akibat interaksi
dengan lingkungan biotik dan abiotik. Peningkatan aktivitas pertahanan sebagai
akibat kondisi lingkungan setempat merangsang proses metabolisme sekunder.
Peningkatan laju metabolisme sekunder tersebut merupakan bentuk pertahanan
diri secara kimiawi (chemical defense) (Harper et al. 2001). Kelman et al. (2000)
menambahkan bahwa senyawa metabolit sekunder berfungsi untuk mencegah
infeksi bakteri patogen. Komponen aktif yang terdeteksi pada ekstrak metanol
daun bakau hitam sesuai dengan Nurdiani et al. (2012) yang menyatakan bahwa
ekstrak kasar metanol daun Rhizophora mucronata mengandung komponen aktif
berupa alkaloid, tanin, saponin, fenol, flavonoid, dan triterpenoid.
Alkaloid merupakan salah satu kelompok terbesar metabolit sekunder yang
paling penting pada tumbuhan dan seringkali memiliki sifat beracun sehingga
digunakan secara luas dalam bidang pengobatan. Umumnya alkaloid mencakup
senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen, biasanya
merupakan bagian dari sistem siklik (Harborne 1987). Hasil pengujian komponen
aktif menunjukkan bahwa komponen alkaloid terdeteksi pada ekstrak kasar
metanol daun bakau hitam, sedangkan ekstrak kasar air daun tidak terdeteksi.
Penelitian Das et al. (2011) menunjukkan bahwa ekstrak metanol kulit batang
R. mucronata mengandung senyawa alkaloid, sedangkan ekstrak air kulit batang
R. mucronata tidak.
Alkaloid memiliki kemampuan sebagai antibakteri serta efek farmakologi
sebagai analgesik dan anaestetik. Mekanisme penghambatan bakteri oleh senyawa
ini diduga dengan cara mengganggu komponen penyusun peptidoglikan pada sel
bakteri sehingga lapisan dinding sel tidak terbentuk secara utuh dan menyebabkan
kematian sel tersebut (Robinson 1995).
Tumbuhan mangrove diketahui memiliki kandungan tanin yang tinggi.
Senyawa tanin terdeteksi pada ekstrak metanol dan air daun bakau hitam dengan
ditunjukkan adanya warna hijau kehitaman pada ekstrak yang diujikan. Menurut
Nurdiani et al. (2012), hasil pengujian fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak
daun R. mucronata mengandung senyawa tanin. Kandungan senyawa tanin pada
daun lebih sedikit bila dibandingkan dengan bagian kulit batang maupun bunga
dari tanaman R. mucronata. Tanin banyak digunakan sebagai zat antibakteri,
antioksidan, antitumor, antivirus, dan antimutagenik.
Menurut Scalbert (1991), terdapat tiga mekanisme tanin dalam menghambat
aktivitas pertumbuhan bakteri. Pertama, tanin yang bersifat astringen (zat yang
menciutkan) membentuk kompleks dengan enzim pada mikroba atau substrat.
Kedua, tanin kemudian masuk melalui membran mikroba dan melewati dinding
sel mikroba. Dinding sel mikroba terdiri dari berbagai macam polisakarida dan
protein yang berbeda yang memungkinkan tanin masuk ke dalam sel. Ketiga,
tanin selanjutnya membentuk kompleks dengan ion metal. Sebagian besar tanin
memiliki lebih dari dua grup o-difenol pada molekulnya, yang dapat mengkelat
ion-ion metal seperti Cu dan Fe. Tanin akan mereduksi kesetaraan ion metal
esensial untuk mikroba.
Saponin adalah glikosida dan sterol yang telah terdeteksi pada lebih dari 90
suku tumbuhan. Saponin juga merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat
seperti sabun. Saponin dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya membentuk
11
busa dan menghemolisis sel darah (Harborne 1987). Uji komponen aktif
menunjukkan hasil positif pada ekstrak metanol dan air daun bakau hitam
terhadap uji saponin. Hasil positif ditunjukkan dengan adanya busa pada ekstrak
yang diujikan. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Rahman et al. (2011) dan
Nurdiani et al. (2012) bahwa ekstrak metanol daun bakau hitam mengandung
saponin.
Fenol merupakan metabolit sekunder dari tumbuhan yang cenderung mudah
larut air. Hal ini disebabkan oleh fenol yang sering berikatan dengan gula sebagai
glikosida (Harborne 1987). Hasil pengujian komponen aktif menunjukkan bahwa
komponen fenol terdeteksi pada ekstrak kasar metanol dan air daun bakau hitam.
Hasil positif ditunjukkan dengan adanya warna hijau kebiruan. Senyawa fenolik
merupakan senyawa aktif lain yang memiliki kemampuan sebagai antibakteri.
Penelitian Windayu (2013) mengindikasikan bahwa senyawa fenol hidrokuinon
yang diekstrak dari kulit batang Avicennia marina berperan sebagai antimikroba.
Flavonoid merupakan senyawa metabolit sekunder yang berperan sebagai
faktor pertahanan alami, seperti mencegah serangan bakteri. Senyawa ini
ditemukan pada sebagian besar tumbuhan. Flavonoid terdapat pada semua
tumbuhan berpembuluh (Harborne 1987). Menurut Cushine dan Lamb (2005),
flavonoid merupakan golongan yang penting karena memiliki spektrum aktivitas
antimikroba yang berasal dari produk alami untuk dijadikan obat. Flavonoid juga
memiliki aktivitas sebagai antifungi dan antiviral. Hasil pengujian komponen
aktif menunjukkan bahwa komponen flavonoid terdeteksi pada ekstrak kasar
metanol dan air daun bakau hitam. Hasil positif ditunjukkan dengan adanya
warna merah dan kuning pada lapisan amil alkohol. Penelitian Nurdiani et al.
(2012) menunjukkan bahwa senyawa flavonoid pada Rhizophora mucronata lebih
banyak terkandung pada bagian daun dan kulit batang dibandingkan dengan akar,
buah, dan bunganya.
Sifat antibakteri senyawa flavonoid adalah dapat menyebabkan terjadinya
denaturasi protein di dalam sel. Adanya flavonoid dalam lingkungan sel bakteri
menyebabkan gugus OH pada flavonoid berikatan dengan protein internal
membran sel. Hal ini menyebabkan terbendungnya transfor aktif Na+-K
+.
Transfor aktif yang berhenti menyebabkan pemasukan ion Na+ yang tidak
terkendali pada sel. Hal ini menyebabkan pecahnya membran sel, sehingga
bakteri mati atau lisis (Scheuer 1994).
Terpenoid terdiri atas beberapa macam senyawa mulai dari komponen
minyak atsiri yaitu monoterpena dan seskuiterpena yang mudah menguap,
diterpena yang lebih sukar menguap, hingga senyawa yang tidak menguap yaitu
triterpenoid dan sterol. Triterpenoid dapat dipilah menjadi triterpena sebenarnya,
steroid, saponin, dan glikosida jantung. Steroid merupakan salah satu kelompok
senyawa dari triterpenoid (Sirait 2007).
Uji komponen aktif pada ekstrak metanol dan air daun bakau hitam
menunjukkan hasil positif terhadap senyawa triterpenoid. Hasil positif
ditunjukkan dengan adanya lapisan merah kecoklatan pada permukaan ekstrak
yang diujikan. Menurut penelitian Nurdiani et al. (2012), ekstrak metanol daun
bakau hitam lebih banyak mengandung senyawa triterpenoid dibandingkan
dengan senyawa sterol. Kandungan triterpenoid paling banyak terdapat pada daun
dan kulit batang.
12
Senyawa kimia aktif tersebut menunjukkan aktivitas antibakteri, antifungi,
antitumor, neurotoksik, dan anti-inflamantori yang bermanfaat bagi industri
farmasi. Menurut Cowan (1999), mekanisme penghambatan bakteri oleh senyawa
steroid/trierpenoid diduga dengan cara merusak membran sel bakteri. Steroid
dapat meningkatkan permeabilitas membran sel sehingga akan terjadi kebocoran
sel yang diikuti dengan keluarnya materi intraseluler (Vickery dan Vickery 1981).
Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Bakau Hitam
Pengujian aktivitas antibakteri ekstrak daun bakau hitam menggunakan
metode sumur agar (agar well diffusion) dengan bakteri uji (E. coli, EPEC,
S. aureus, P. aeruginosa, dan S. typhimurium). Tiap ekstrak dari masing-masing
pelarut diujikan. Setiap sumur berisi 20 µL ekstrak dengan jumlah yang berbeda
yaitu sebesar 0.5 mg, 1 mg, dan 2 mg. Pengujian aktivitas antibakteri ekstrak
daun bakau hitam menggunakan kontrol positif dan negatif sebagai pembanding.
Kontrol negatif yang digunakan yaitu masing-masing pelarut dari ekstrak yang
digunakan. Penggunaan pelarut ini adalah sebagai pembanding untuk melihat
pengaruh pelarut pada proses ekstraksi terhadap diameter zona hambat yang
dihasilkan ekstrak. Kontrol positif yang digunakan yaitu kloramfenikol.
Kloramfenikol merupakan antibiotik dengan spektrum luas yang aktif
terhadap banyak bakteri Gram-positif dan Gram-negatif. Kloramfenikol relatif
tidak beracun bagi mamalia bila digunakan secara terapeutik (Pelczar dan Chan
2008). Hasil pengujian aktivitas antidiare ekstrak air daun bakau hitam dapat
dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3 Hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak air daun bakau hitam terhadap
bakteri penyebab diare 0.5 mg/ sumur 1 mg/ sumur 2 mg/ sumur
kloramfenikol
Gambar 3 menunjukkan bahwa ekstrak air daun bakau hitam memiliki
aktivitas antibakteri yang sangat rendah yang ditunjukkan dengan adanya zona
hambat terhadap bakteri E. coli, P. aeruginosa, dan S. aureus. Hal ini terlihat
bahwa pada jumlah ekstrak sebesar 2 mg baru menunjukkan adanya zona hambat
terhadap bakteri-bakteri penyebab diare tersebut. Ekstrak air daun bakau hitam
tidak mempunyai aktivitas antibakteri terhadap bakteri EPEC dan S. typhimurium.
0.0
5.0
10.0
15.0
20.0
25.0
30.0
E. coli EPEC P. aeruginosa S. aureus S. typhimurium
Dia
met
er z
ona
ham
bat
(m
m)
Bakteri uji
13
Namun ekstrak air daun bakau hitam diduga memiliki mekanisme lain dalam
menghambat diare seperti menekan peristaltik usus ataupun astrigensia. Hasil
penelitian ini didukung oleh penelitian Das et al. (2009), menunjukkan bahwa
ekstrak air kulit batang R. mucronata tidak menunjukkan adanya aktivitas
antidiare pada tikus yang diinduksikan dengan minyak jarak.
Uji aktivitas antibakteri terhadap bakteri penyebab diare juga dilakukan
pada ekstrak metanol daun bakau hitam. Diameter zona hambat ekstrak metanol
daun bakau hitam terhadap mikroorganisme uji dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4 Hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak metanol daun bakau hitam terhadap
bakteri penyebab diare 0.5 mg/ sumur 1 mg/ sumur 2 mg/ sumur
kloramfenikol
Gambar 4 menunjukkan bahwa ekstrak metanol daun bakau hitam memiliki
aktivitas antibakteri yang ditunjukkan dengan adanya zona hambat terhadap
kelima bakteri penyebab diare. Ekstrak metanol daun bakau hitam memiliki
aktivitas antibakteri tertinggi terhadap bakteri S. aureus. Zona hambat yang
terbentuk berkisar antara 9-12 mm. Aktivitas terendah ekstrak metanol daun
bakau hitam ditunjukkan oleh penghambatan terhadap bakteri S. typhimurium.
Zona hambat yang terbentuk berkisar antara 1-5 mm. Pengujian aktivitas
antibakteri terhadap bakteri S. aureus menunjukkan zona hambat yang lebih besar
pada kedua ekstrak bila dibandingkan dengan bakteri penyebab diare lainnya.
S. aureus merupakan bakteri yang termasuk dalam golongan bakteri Gram-positif.
Bakteri Gram-positif cenderung lebih sensitif terhadap senyawa antibakteri.
Hal ini disebabkan struktur dinding sel bakteri Gram-positif berlapis tunggal yang
relatif lebih sederhana, sehingga memudahkan senyawa untuk masuk ke dalam sel
dan menemukan sasaran (Pelczar dan Chan 2010). Tingkat sensitivitas terhadap
senyawa antibakteri diduga disebabkan perbedaan komponen pada dinding sel
kedua jenis bakteri, seperti jumlah peptidoglikan (adanya reseptor, pori-pori, dan
lipid), sifat ikatan silang, dan aktivitas enzim autolitik. Komponen tersebut
merupakan faktor yang menentukan penetrasi, pengikatan, dan aktivitas senyawa
antimikroba (Jawet 1998).
Bakteri Gram-negatif memiliki lapisan tambahan pada dinding selnya yang
disebut membran luar. Membran ini tersusun dari lipopolisakarida (LPS), porin
matriks, dan lipoprotein. Dinding bakteri Gram-negatif memiliki ketebalan yang
tipis (10-20 nm). Komposisi dinding sel terdiri dari lipid dan peptidoglikan yang
berada di dalam lapisan kaku sebelah dalam dengan jumlah sekitar 10% dari berat
0.0
5.0
10.0
15.0
20.0
25.0
30.0
E. coli EPEC P. aeruginosa S. aureus S. typhimurium
Dia
met
er z
on
a h
amb
at (
mm
)
Bakteri uji
14
kering. Kandungan lipid dari bakteri Gram-negatif cukup tinggi yaitu 11-22%
(Pelczar dan Chan 2010).
Zona hambat yang ditunjukkan oleh ekstrak air dari daun bakau hitam yaitu
sebesar 3-4 mm. Hal ini menunjukkan kekuatan senyawa antibakteri yang lemah,
dalam hal ini terhadap bakteri-bakteri penyebab diare. Kekuatan ekstrak metanol
daun bakau hitam tergolong sedang dengan diameter 3-12 mm terhadap bakteri-
bakteri penyebab diare. Kloramfenikol sebagai kontrol positif menunjukkan
aktivitas antibakteri yang sangat kuat karena memiliki zona hambat lebih dari 20
mm. Menurut Davis dan Stout (1971), ketentuan kekuatan antibiotik antibakteri
yaitu sangat kuat untuk daerah hambat 20 mm atau lebih, kuat untuk daerah
hambat 10-20 mm, sedang untuk daerah hambat 5-10 mm, dan lemah untuk
daerah hambat kurang dari 5 mm.
Pengujian aktivitas antibakteri dilakukan terhadap lima bakteri uji penyebab
diare yang memiliki tingkat sensitivitas yang berbeda-beda. Ekstrak air dan
ekstrak metanol daun bakau hitam menunjukkan aktivitas antibakteri yang lemah
terhadap bakteri EPEC dan S. typhimurium yang ditunjukkan dengan diameter
zona hambat yang relatif kecil yaitu zona hambat terhadap bakteri EPEC berkisar
4-6 mm dan S. typhimurium berkisar 1-5 mm. Adyana et al. (2004) menyatakan
bahwa ekstrak etanol jambu biji daging putih dan merah memiliki aktivitas
antidiare yang rendah terhadap bakteri S. typhi.
E. coli dan EPEC merupakan bakteri yang berasal dari spesies yang sama.
Namun, EPEC cenderung merupakan bakteri yang banyak menimbulkan penyakit
pada manusia bila dibandingkan dengan E. coli. Aktivitas antibakteri yang lemah
terhadap kedua bakteri tersebut disebabkan karena EPEC dan S. typhimurium
merupakan bakteri-bakteri yang bersifat patogen di dalam tubuh manusia. Sejauh
ini pengobatan yang dilakukan adalah dengan menggunakan antibiotik. Menurut
Doran et al. (1990) dalam Kang et al. (2000), penggunaan antibiotik secara
kontinu menyebabkan terjadinya efek samping berupa resistensi terhadap
antibiotik.
Adanya perbedaan tingkat sensitivitas dari masing-masing bakteri diduga
disebabkan karena perbedaan spesifik pada kedua membran luarnya, seperti
ukuran porin. Porin adalah sebuah molekul protein yang mengatur keluar masuk
senyawa-senyawa tertentu ke dalam sel, serta memudahkan difusi pasif senyawa
hidrofilik dengan berat molekul rendah seperti glukosa, asam amino, dan ion-ion
tertentu (Moat et al. 2002). Setiap bakteri Gram-negatif memiliki porin namun
dengan ukuran dan berat porin yang berbeda. S. typhimurium mempunyai berat
molekul protein porin lebih kecil yaitu 600 kDa dibandingkan P. aeruginosa
sebesar 3000 kDa. Protein porin pada P. aeruginosa berukuran 2 nm, lebih besar
dibanding protein porin S. typhimurium dengan diameter 1.4 nm (Benz 2004).
Mekanisme penghambatan terhadap pertumbuhan bakteri oleh senyawa
antibakteri dapat berupa perusakan dinding sel dengan cara menghambat
pembentukannya atau mengubahnya setelah selesai terbentuk, perubahan
permeabilitas membran sitoplasma sehingga menyebabkan keluarnya bahan
makanan dari dalam sel, perubahan molekul protein dan asam nukleat,
penghambatan kerja enzim, dan penghambatan sintesis asam nukleat dan protein.
Mekanisme kerja zat antibakteri dalam menghambat pertumbuhan dipengaruhi
oleh berbagai faktor antara lain konsentrasi zat antibakteri, waktu penyimpanan,
15
suhu lingkungan, dan sifat mikroba yang meliputi jenis, umur, dan keadaan
mikroba (Pelczar dan Chan 2008).
Kloramfenikol sebagai kontrol positif menghasilkan diameter zona hambat
lebih besar daripada diameter zona hambat masing-masing ekstrak. Hal ini
disebabkan kloramfenikol merupakan zat antibakteri murni sedangkan ekstrak
daun bakau hitam masih berupa ekstrak kasar (crude extract) yang mengandung
bahan organik lain selain antibakteri. Senyawa organik lain dapat menurunkan
aktivitas zat antibakteri dengan cara menginaktivasi dan mengganggu kontak
antara zat antibakteri dengan sel bakteri sehingga dapat melindungi bakteri dari
zat antibakteri tersebut (Pelczar dan Chan 2008). Kloramfenikol bekerja dengan
cara menghambat sintesis protein sel bakteri yang berlangsung di ribosom
(Jawet 1998).
Hasil terbaik pada pengujian aktivitas antibakteri terhadap bakteri penyebab
diare ditunjukkan oleh ekstrak metanol daun bakau hitam. Ekstrak tersebut
menghasilkan zona hambat terbesar dibandingkan ekstrak air. Ekstrak metanol
selanjutnya digunakan untuk analisis berikutnya yaitu penentuan konsentrasi
hambat minimum (KHM).
Konsentrasi Hambat Minimum
Konsentrasi hambat minimum (KHM) adalah konsentrasi minimum dari
suatu zat antimikroba yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri lebih dari
99 %. Suatu zat dapat dikatakan mempunyai aktivitas yang tinggi apabila dengan
konsentrasi yang rendah tetapi mempunyai daya hambat yang besar (Coyle 2005).
Metode ini umumnya digunakan untuk uji resistensi mikroorganisme skala
laboratorium, tetapi sebagian besar digunakan untuk menentukan aktivitas in vitro
suatu senyawa antimikroba. Pengamatan per jam yang dilakukan bertujuan untuk
mengetahui sifat dari senyawa antimikroba, bersifat bakteriosidal atau
bakteriostatik.
Pengujian KHM dilakukan dengan metode dilusi cair menggunakan ekstrak
daun bakau hitam yang memiliki aktivitas antibakteri terbaik yaitu ekstrak
metanol. Nilai KHM diketahui berdasarkan konsentrasi senyawa antibakteri yang
dapat menghambat pertumbuhan bakteri uji setelah diinkubasi 24 jam.
Pertumbuhan mikroorganisme bersifat subjektif berdasarkan kekeruhan yang
dilihat pada media cair. Hasil uji KHM dilusi cair dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 menunjukkan bahwa ekstrak metanol daun bakau hitam memiliki
nilai konsentrasi hambat minimum (KHM) yang berbeda-beda. Nilai KHM
Tabel 3 Hasil uji KHM ekstrak metanol daun bakau hitam
Konsentrasi
ekstrak (mg/mL) E. coli EPEC S. aureus P. aeruginosa S. typhimurium
0.4 − + − − +
0.3 + + − + +
0.2 + + − + +
0.1 + + + + +
0.05 + + + + + Keterangan −: jernih (tidak ada pertumbuhan)
+ : keruh (ada pertumbuhan)
16
bakteri E. coli dan P. aeruginosa adalah sebesar 0.4 mg/mL. Bakteri S. aureus
memiliki KHM 0.2 mg/mL, sedangkan untuk bakteri EPEC dan S. typhimurium
memiliki KHM lebih besar dari 0.4 mg/mL. Hal ini ditunjukkan dengan tidak
adanya aktivitas penghambatan terhadap pertumbuhan EPEC dan S. typhimurium
setelah inkubasi selama 24 jam. Perbedaan nilai KHM diduga karena setiap
bakteri uji mempunyai kerentanan yang berbeda-beda terhadap suatu senyawa
antibakteri.
Pengamatan setiap jam menunjukkan aktivitas penghambatan berlangsung
selama beberapa jam setelah bakteri tumbuh dalam media kontrol. Aktivitas
penghambatan pada jenis bakteri berbeda berlangsung pada waktu yang berbeda-
beda pula. Penghambatan pertumbuhan EPEC dan S. typhimurium oleh ekstrak
terendah (0.05 mg/mL) berlangsung selama 4 dan 5 jam setelah bakteri
diinokulasi dalam media kontrol dan penghambatan oleh ekstrak tertinggi (0.4
mg/mL) berlangsung selama 5 dan 6 jam. Penghambatan pertumbuhan E. coli dan
P. aeruginosa oleh konsentrasi 0.05-0.2 mg/mL berlangsung selama 8 jam,
sedangkan konsentrasi 0.3 mg/mL berlangsung selama 10 jam setelah bakteri
diinokulasi dalam media kontrol. Berdasarkan data tersebut, ekstrak metanol daun
bakau hitam memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri penyebab diare yang
bersifat bateriostatik. Hasil pengujian konsentrasi hambat minimum juga
menunjukkan bahwa bakteri S. aureus merupakan bakteri yang paling rentan
terhadap ekstrak metanol daun bakau hitam. Beberapa penelitian mengenai
konsentrasi hambat minimum senyawa ekstrak terhadap bakteri penyebab diare
disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 menunjukkan ekstrak etanol batang R. mucronata memiliki
konsentrasi hambat minimum yang lebih kecil bila dibandingkan dengan senyawa
ekstrak lainnya. Senyawa dalam penelitian ini memiliki KHM yang lebih rendah
terhadap bakteri penyebab diare. Nilai KHM bakteri E. coli dan P. aeruginosa
adalah sebesar 0.4 mg/mL dan S. aureus memiliki KHM 0.2 mg/mL.
Konsentrasi hambat minimum (KHM) tidak selalu konstan terhadap setiap
senyawa antibakteri yang diberikan. Hal-hal yang mempengaruhi nilai KHM
Tabel 4 Konsentrasi hambat minimum beberapa senyawa ekstrak terhadap
bakteri penyebab diare
No Material Jenis bakteri KHM
(mg/mL) Peneliti (Tahun)
1 Ekstrak etanol batang
R. mucronata
E. coli
S. aureus
S. typhi
0.5
0.5
0.5
Pimpliskar et al. (2012)
2 Ekstrak etanol batang
R. apiculata
S. aureus 1.0 Pimpliskar et al. (2012)
3 Ekstrak kulit batang api-api S. aureus 0.7 Windayu (2013)
4 Ekstrak etanol daun jambu
biji
E. coli
S. dysentriae
S. flexneri
60.0
30.0
40.0
Adyana et al. (2004)
5 Ekstrak etil asetat biji teratai EPEC
S.typhimurium
0.9
1.1
Fitrial et al. (2008)
6 Kloramfenikol E. coli
S. aureus
P. aeruginosa
0.2 (4 µg/disk)
0.2 (4 µg/disk)
0.2(4 µg/disk)
Hardiningtyas (2009)
17
diantaranya yaitu organisme uji, ukuran inokulum, komposisi media kultur, waktu
inkubasi, serta kondisi inkubasi itu sendiri. Kondisi inkubasi yang mempengaruhi
yakni suhu, aerasi, dan pH (Madigan et al. 2006).
Fraksinasi Ekstrak dan Uji Aktivitas Fraksi
Menurut Sudirman (2005), kromatografi merupakan salah satu metode yang
digunakan untuk memisahkan komponen-komponen aktif yang terdapat dalam
suatu ekstrak. Fraksinasi ekstrak metanol menghasilkan 5 fraksi dengan Rf
disajikan pada Gambar 5.
Gambar 5 Profil pemisahan ekstrak metanol dengan KLT eluen
kloroform: metanol (6:4)
Hasil pengujian terhadap fraksi tersebut diduga bahwa masing-masing
fraksi telah menunjukkan adanya 1 bercak dengan Rf yang berbeda. Fraksinasi
ekstrak metanol daun bakau hitam dengan menggunakan sinar UV λ 254 nm
diidentifikasi memiliki 5 bercak dengan nilai Rf 0.11, 0.17, 0.47, 0.60 dan 0.72
serta pengujian dengan menggunakan sinar UV λ 366 nm menghasilkan 2 bercak
dengan nilai Rf 0.72 dan 0.88. Hasil KLT dari ekstrak metanol daun bakau hitam
lalu disemprot dengan pereaksi Dragendorff. Profil penyemprotan ekstrak
metanol dengan pereaksi Dragendorff dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6 Profil penyemprotan dengan pereaksi Dragendorff
Rf5 = 0.72
Rf4 = 0.60
Rf3 = 0.47
Rf2 = 0.17
Rf1 = 0.11
*Rf1 = 0.72 *Rf2 = 0.88
Rf1 = 0.11 Rf2 = 0.17
Rf3 = 0.47 Rf4 = 0.60
Rf5 = 0.72
Sinar UV λ 254 nm Sinar UV λ 366 nm
18
Gambar 6 menunjukkan bahwa kelima fraksi tersebut positif mengandung
senyawa golongan alkaloid karena menghasilkan warna orange. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Cannel (1998) bahwa hasil positif adanya alkaloid
menggunakan pereaksi Dragendorff ditunjukkan dengan munculnya warna orange.
Pereaksi Dragendorff mengandung K(BiI) yang umumnya dengan basa N pada
alkaloid memunculkan warna orange.
Bioautografi dilakukan pada ekstrak daun bakau hitam yang memiliki
aktivitas antibakteri tertinggi. Bakteri yang digunakan dalam bioautografi yaitu E.
coli. Bakteri ini digunakan karena sebagai indikator penyebab diare. Profil
bioautografi dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7 Profil bioautografi
Pengujian secara bioautografi, didapat hasil bahwa ekstrak metanol daun
bakau hitam memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri E. coli yang
ditunjukkan dengan adanya bercak hambatan pada media agar yang telah
diinokulasi dengan bakteri tersebut. Senyawa pada Rf 0.11 dan 0.72 memberikan
daerah hambatan pada media agar yang telah diinokulasi suspensi bakteri E. coli.
Berdasarkan pengujian KLT dan bioautografi mengindikasikan bahwa senyawa
antibakteri yang berperan adalah alkaloid. Mekanisme penghambatan bakteri oleh
senyawa ini diduga dengan cara mengganggu komponen penyusun peptidoglikan
pada sel bakteri sehingga lapisan dinding sel tidak terbentuk secara utuh dan
menyebabkan kematian sel tersebut (Robinson 1995).
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Rendemen ekstrak daun bakau hitam (R. mucronata) yang terbesar adalah
dengan pelarut metanol sebesar 21.47%. Komponen aktif yang terkandung pada
ekstrak metanol dan air daun bakau hitam meliputi tanin, saponin, fenol
hidrokuinon, flavonoid, dan triterpenoid. Komponen alkaloid hanya terkandung
pada ekstrak metanol daun bakau hitam.
Rf5 = 0.72
Rf1 = 0.11
19
Ekstrak metanol daun bakau hitam mampu menghambat pertumbuhan
bakteri E. coli, EPEC, S. aureus, P. aeruginosa, dan S. typhimurium. Ekstrak
metanol tergolong memiliki aktivitas antibakteri yang sedang dengan diameter
3-12 mm. Nilai KHM ekstrak metanol terhadap bakteri E. coli dan P. aeruginosa
sebesar 0.4 mg/mL, sedangkan S. aureus sebesar 0.2 mg/mL.
Bioautografi aktivitas antibakteri terhadap bakteri uji E. coli menghasilkan
fraksi aktif pada nilai Rf 0.11 dan 0.72. Hasil identifikasi dengan pereaksi
Dragendorff menunjukkan senyawa tersebut termasuk senyawa alkaloid.
Saran
Perlu dilakukan pemurnian ekstrak metanol daun bakau hitam sehingga
didapatkan senyawa yang aktivitas antibakteri terhadap bakteri penyebab diarenya
kuat. Saran lainnya yaitu perlu dilakukan pengujian aktivitas antidiare ekstrak
metanol daun bakau hitam secara in vivo.
DAFTAR PUSTAKA
[KKRI] Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (ID). 2011. Situasi diare di
Indonesia. Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan. [20 September
2012]. http://depkes.go.id
Adyana IK, Yulinah E, Sigit JI, Fisheri N, Insanu M. 2004. Efek ekstrak daun
jambu biji daging buah putih dan jambu biji daging buah merah sebagai
antidiare. Acta Pharmaceutica Indonesia 29 (1): 19-27.
Bandaranayake WM. 2002. Bioactivities, bioactive compounds and chemical
constituents of mangrove plants. Wetlands Ecology Manage. 10: 421-452.
Benz R. 2004. Bacterial and Eukaryotic Porins, Structure Function, Mechanism.
Willey-VCH Verlag GmbH & Co.
Cannel RJR. 1998. Natural Product Isolation. New Jersey: Human Press.
Cowan MM. 1999. Plant products as antimicrobial agents. Clinical Microbiology
Review 12 (4): 564-582.
Coyle MB. 2005. Manual of Antimicrobial Susceptibility Testing. USA (US):
American Society for Microbiology. hlm 23-25
Cushine TPT dan Lamb AJ. 2005. Antimicrobial activity of flavonoids. Int. J.
Antimicrobial Agents 26 (5): 343-356.
Das AK, Rohini RM, Hema A. 2009. Evaluation of anti-diarrhea activity of
Rhizophora mucronata bark extracts. The Internet Journal of Alternative
Medicine 7 (1). doi: 10.5580/1f9
Daud MF, Sadiyah ER, Rismawati E. 2011. Pengaruh perbedaan metode ekstraksi
terhadap aktivitas antioksidan ekstrak etanol daun jambu biji (Psidium
guajava L.) berdaging buah putih. Prosiding SNaPP2011 Sains, Teknologi,
dan Kesehatan.
Davis WW, Stout TR. 1971. Disc plate method of microbiological antibiotic assay.
Applied Microbiology 22 (4): 659-665.
20
Fitrial Y, Astawan M, Soekarto SS, Wiryawan KG, Wresdiyati T, Khairina R.
2008. Aktivitas antibakteri ekstrak biji teratai (Nymphaea pubescens)
terhadap bakteri patogen penyebab diare. Jurnal Teknologi dan Industri
Pangan 19 (2): 158-164.
Haq M, Sani W, Hossain ABMS, Taha RM, Monneruzzaman KM. 2011. Total
phenolic contents, antioxidant and antimicrobial activities of Bruguiera
gymnorrhiza. Journal of Medicinal Plants Research 5 (17): 4112-4118.
Harborne. 1987. Metode Fitokimia, Penuntun Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan. Terjemahan: K. Padmawinata dan I. Sudiro. Bandung (ID):
Institut Teknologi Bandung. hlm: 4-234.
Hardiningtyas SD. 2009. Aktivitas antibakteri ekstrak karang lunak Sarcophyton
sp. yang difragmentasi dan tidak difragmentasi di perairan Pulau Pramuka
Kepulauan Seribu. [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Harper MK, Bugni TS, Copp BR, James JD, Lindsay BS, Richardson AD,
Schnabel PC, Tasdemir D, Van Wagoner FM, Verbitski SM, Ireland CM.
2001. Introduction to the chemical ecology of marine natural products. Di
dalam : McClintock JB, Baker BJ, editor. Marine Chemical Ecology. USA
(US): CRC Press. hlm: 3-23.
Hasler CM. 1998. Functional foods: Their role in disease prevention and health
promotion. Journal Food Technology 52 (11): 63-70.
Jawet E. 1998. Obat-obat kemoteuratika. Di dalam: Katzung BG, editor. Staf
Dosen Farmakologi Fakultas Kedokteran UNSRI, penerjemah.
Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta (ID): ECG. Terjemahan dari: Basic
and Clinical Pharmacology.
Kang SG, Park HU, Lee HS, Kim HT, Lee KJ. 2000. New β-lactamase inhibitory
protein (BLIP-1) from Streptomyces exfoliatus SMF 19 and its roles on the
morphological differentiation. Journal Biology Chemistry 275 (22):
16851-16856.
Kelman D, Benayahu Y, Kahman Y. 2000. Variation in secondary metabolite
concentrations in yellow and grey morphs of the Red Sea soft coral
Parerythropodium fulvum fulvum: possible ecological implication. Journal
Chemical Ecology 26 (1) : 1123-1134.
Kosala K. 2010. Uji aktivitas antibakteri beberapa bakteri penyebab diare pada
ekstrak etanol daun Vitex pinnata dengan disk diffusion method. Fakultas
Kedokteran Universitas Mulawarman Samarinda 190-198.
Kusuma S, Kumar PA, Boopalan K. 2011. Potent antimicrobial activity of
Rhizophora mucronata. Journal of Ecobiotechnology 3(11): 40-41.
Lesmana M. 2006. Enterobacteriaceae : Salmonella & Shigella. Jakarta (ID):
Penerbit Universitas Trisakti.
Madigan MT, Martinko JM, Dunlap PV, Clark DP. 2006. Brock Biology of
Microorganisms 11th
ed. San Fransisco (US): Pearson Education Inc. hlm:
157-170.
Mazzola PG, Jozala AF, Novaes LCL, Moriel P, Penna TCV. 2009. Minimal
inhibitory concentration (MIC) determination of disinfectant and/ or
sterilizing agents. Brazillian Journal of Pharmaceutical Sciences 45 (2):
241-248.
Moat AG, Foster JW, Spector MP. 2002. Microbiol Physiology. Ed 4. New York
(US): John Willey and Sons. hlm: 71-75.
21
Moorthy K, Srinivasan K, Subramanian, Palaniswamy M, Mohanasundari C. 2007.
Phytochemical screening and antibacterial evaluation of stem bark of
Mallotus philippinensis var. Tomentosus. African Journal of
Biotechnology 6 (13): 1521-1523.
Nurdiani R, Firdaus M, Prihanto AA. 2012. Phytochemical screening and
antibacterial activity of methanol extract of mangrove plant (Rhizophora
mucronata) from Porong River Estuary. Journal Basic Science and
Technology 1(2): 27-29.
Parhusip AJN. 2006. Kajian mekanisme antibakteri ekstrak andaliman
(Zanthoxylum acanthopodium DC) terhadap bakteri patogen pangan
[disertasi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Parthasarathy S, Azizi JB, Ramanathan S, Ismail S, Mansor SM, Sasidharan S,
Said MIM. 2009. Evaluation of antioxidant and antibacterial activities of
aqueous, methanolic, and alkaloid from Mitragyna speciosa (rubiaceae
family) leaves. Molecules 14: 3964-3974. doi:10.3390/molecules14103964
Pelczar MJ, Chan ECS. 2008. Dasar-Dasar Mikrobiologi 2. Hadioetomo et al.,
penerjemah. Jakarta (ID): UI-Press. Terjemahan dari: Elements of
Microbiology. hlm: 452-539.
Pelczar MJ, Chan ECS. 2010. Dasar-Dasar Mikrobiologi 1. Hadioetomo et al.,
penerjemah. Jakarta (ID): UI-Press. Terjemahan dari: Elements of
Microbiology. hlm: 99-157.
Pimpliskar MR, Jadhav RN, Jadhav BI. 2012. Evaluation of antimicrobial
principles of Rhizophora species along Mumbai Coast. Journal of
Advanced Scientific Research 3(3): 30-33.
Rahman MA, Hasan SN, Sampad KS, Das AK. 2011. Antinociceptive,
antidiarrhoeal and cytotoxic activity of Rhizophora mucronata Lamk.
Pharmacologyonline 1: 921-929.
Robinson T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Edisi keenam.
Padmawinata K, penerjemah. Bandung (ID): ITB. Terjemahan dari: The
organic constituents of higher plants. hlm: 281-286
Scalbert A. 1991. Antimicrobial properties of tannins. Phytochemistry 30 (12):
3875-3883.
Scheuer JS. 1994. Produk Alami Lautan. Semarang (ID): IKIP Semarang Press.
Sirait M. 2007. Penuntun Fitokimia dalam Farmasi. Bandung (ID): Penerbit ITB.
hlm: 1-155
Sudirman LI. 2005. Deteksi senyawa antimikrob yang diisolasi dari beberapa
Lentinus tropis dengan metode bioautografi. Hayati 12 (2) : 67-72.
Tjay TH dan Rahardja K. 2002. Obat-Obat Penting. Jakarta (ID): PT Elex Media
Komputindo.
Vickery ML, Vickery B. 1981. Secondary Plant Metabolism. London (GB): The
Macmillan Press. hlm 149-151.
Windayu ME. 2013. Aktivitas antimikroba kulit batang kayu api-api betina
(Avicennia marina) terhadap bakteri dan fungi patogen secara in vitro.
[skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Zheng L, Chen H, Han X, Lin W, Yan X. 2005. Antimicrobial screening and
active compound isolation from marine bacterium NJ6-3-1 associated with
the sponge Hymeniacidon perleve. World Journal of Microorganism and
Biotechnology 21: 201-206. doi: 10.1007/s11274-004-3318-6.
22
LAMPIRAN
Lampiran 1 Perhitungan rendemen ekstrak kasar daun bakau hitam
Jenis Ulangan
A
(gram) B
(gram) C
(gram) Rendemen
Rata-rata pelarut (%)
Metanol 1 25 37.3835 43.7025 25.2764
21.4670 2 25 37.1682 41.5826 17.6576
Air 1 25 37.3730 43.0960 22.8920
19.2440 2 25 35.9056 39.8046 15.5960
Keterangan :
A : Bobot sampel awal
B : Bobot botol kosong
C : bobot botol + sampel hasil evaporasi
a. Metanol
Rendemen ulangan 1 :
x 100% = 25.2764 %
Rendemen ulangan 2 :
x 100 % = 17.6576 %
Rata-rata :
21.4670 %
b. Air
Rendemen ulangan 1 :
x 100% = 22.8920 %
Rendemen ulangan 2 :
x 100 % = 15.5960 %
Rata-rata :
19.2440 %
23
Lampiran 2 Hasil uji komponen aktif
Komponen Aktif
Pelarut Metanol Pelarut Air
Alkaloid
Alkaloid
Tanin
Tanin
Saponin
Saponin
Flavonoid
Flavonoid
Triterpenoid
Triterpenoid
24
Lampiran 3 Perhitungan ekstrak daun bakau hitam Rhizophora mucronata dan
kontrol positif yang digunakan pada pengujian antidiare
Ekstrak daun bakau hitam Rhizophora mucronata
Untuk 0.5 mg → ekstrak daun bakau hitam sebanyak 0.5 mg/ 20µL
Untuk 1 mg → ekstrak daun bakau hitam sebanyak 1 mg/ 20µL
Untuk 2 mg → ekstrak daun bakau hitam sebanyak 2 mg/ 20µL
Kloramfenikol
Serbuk kloramfenikol sebanyak 0.015 gram/ 1mL
= 0.015 gram/mL
= 15000 µg/mL
Sehingga dalam 20 µL/ 1000µL x 15000 µg = 300 µg
25
Lampiran 4 Hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak air daun bakau hitam terhadap
bakteri penyebab diare
Bakteri uji
Diameter zona hambat (mm)
0.5 mg/ 1 mg/ 2 mg/ K+ K-
sumur sumur sumur
E. coli 0 0 3.0±0.0000 22.0±2.4495 0
EPEC 0 0 0 19.3±0.5000 0
P. aeruginosa 0 0 3.0±0.0000 21.0±0.8165 0
S. aureus 0 0 4.0±0.0000 24.5±1.2910 0
S. typhimurium 0 0 0 18.3±3.0957 0
Lampiran 5 Hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak metanol daun bakau hitam
terhadap bakteri penyebab diare
Bakteri uji
Diameter zona hambat (mm)
0.5 mg/ 1 mg/ 2 mg/ K+ K-
sumur Sumur sumur
E. coli 4.8±0.5000 6.8±0.5000 8.8±0.9574 23.8±1.2583 0
EPEC 2.8±0.5000 4.0±0.8165 5.5±1.2910 19.8±1.2583 0
P. aeruginosa 5.0±0.8165 6.3±0.5000 8.0±0.8165 24.8±1.7078 0
S. aureus 8.5±0.5774 10.3±0.5000 11.8±0.5000 27.8±0.5000 0
S. typhimurium 1.3±0.9574 2.8±0.5000 4.5±0.5774 19.0±2.7080 0
26
Lampiran 6 Hasil uji aktivitas antidiare ekstrak air daun bakau hitam terhadap
bakteri penyebab diare
Ekstrak air
E. coli (1)
E.coli (2)
EPEC (1) EPEC (2)
P. aeruginosa (1)
P. aeruginosa (2)
S. aureus (1) S. aureus (2)
S. typhimurium (1)
S. typhimurium (2)
27
Lampiran 7 Hasil uji aktivitas antidiare ekstrak metanol daun bakau hitam
terhadap bakteri penyebab diare
Ekstrak metanol
E. coli (1)
E. coli (2)
EPEC (1) EPEC (2)
P. aeruginosa (1)
P. aeruginosa (2)
S. aureus (1) S. aureus (2)
S. typhimurium (1)
S. typhimurium (2)
28
Lampiran 8 Pengujian konsentrasi hambat minimum (KHM) ekstrak metanol daun
bakau hitam terhadap bakteri penyebab diare
Ekstrak metanol
E. coli (1) E. coli (2)
EPEC (1) EPEC (2)
P. aeruginosa (1) P. aeruginosa (2)
S. aureus (1) S. aureus (2)
S. typhimurium (1) S. typhimurium (2)
29
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 14 Mei 1991 dari Bapak drh. AA
Nyoman Merta Negara dan Ibu Dra. Susmiyati Ning Wardani. Penulis adalah
putri petama dari tiga bersaudara. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 1
Cisauk, Tangerang Selatan dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk
Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Ujian Talenta Mandiri IPB dan
diterima di Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum Iktiologi
pada tahun ajaran 2011/2012, asisten praktikum Teknologi Pengolahan Hasil
Perairan 1 tahun ajaran 2012/2013, asisten praktikum Teknologi Pengolahan Hasil
Perairan tahun ajaran 2013/2014, dan asisten praktikum Teknologi Pengolahan
Hasil Perairan 2 tahun ajaran 2013/2014. Penulis juga aktif sebagai Sekertaris
Umum pada UKM KMHD periode 2011/2012, staf Divisi Administrasi Keuangan
dan Sekertaris Umum pada Himpunan Mahasiswa Teknologi Hasil Perikanan
(HIMASILKAN) serta aktif dalam berbagai kepanitiaan. Bulan Juli-Agustus 2012
penulis melaksanakan Praktik Lapangan di PT Bali Maya Permai, Jembrana-Bali
dengan judul Penerapan Sanitasi dan Higiene pada Proses Pengalengan Ikan
Lemuru (Sardinella sp.) di PT Bali Maya Permai, Jembrana-Bali.