aktive learning

Upload: aep-muh

Post on 13-Jul-2015

214 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

OPTIMALISASI PENERAPAN MODEL QUANTUM (TEACHING AND LEARNING) BERBASIS ACTIVE LEARNING ACTIVITIES FOR ONE WEEK ( ALA-1W) PADA SMA SEBAGAI CARA MENINGKATKAN KEAKTIFAN SISWA DALAM KBMPENDAHULUAN Latar Belakang Pendidikan memberikan suatu visi dan kacamata standar kualitas hidup dari manusia. Hal ini dapat dilihat dari posisi pendidikan yang menjadi sangat vital dalam pembentukan pribadi manusia. UU No.20/2003 tentang sistem pendidikan Nasional mencatumkan pengertian pendidikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya sehingga memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan oleh dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Oleh karena itu, pendidikan haruslah diarahkan pada tujuan untuk membentuk generasi muda yang memiliki unsur-unsur spiritual, moralitas, sosialitas dan rasionalitas, serta tidak hanya menekankan pada segi pengetahuan (kognitif) tetapi juga harus menekankan pada segi emosi, rohani dan hidup bersama. (Iis Wasilah, 2008) Sekolah Menengah Atas (disingkat SMA; bahasa inggris: Senior High School), adalah jenjang dari pendidikan menengah pada pendidikan formal di Indonesia setelah lulus Sekolah Menengah Pertama (atau sederajat). Sebagai jembatan antara pendidikan menengah pertama dan perguruan tinggi, pendidikan SMA kurang begitu optimal dalam mengembangkan kualitas dari peserta didik. Apabila dikaitkan dalam sebuah teori belajar, pendidikan SMA sekarang ini masih mengacu pada teori asosiasi. Pada dasarnya, teori ini mementingkan penguasaan bahan pelajaran yang sebanyak-banyaknya dan mengutamakan pembentukan material atau dapat pula berarti mengumpulkan ilmu atau menumpuk-numpuk berbagai pengetahuan. Teori ini menimbulkan pendidikan intelektualistis, dalam pengertian bahwa aspek-aspek pembentukan pribadi anak didik sering terabaikan. Anak didik dianggap sebagai makhluk yang pasif, sebagai bejana kosong yang harus diisi dengan berbagai pengetahuan dan guru memegang peranan penting yang aktif. (Asari Djohar, 2003) Penggunaan metode pembelajaran disetiap mata pelajaran sangat penting, karena tidak semua metode pembelajaran tepat untuk semua penyampaian, waktu, kondisi, dan bidang studi. Salah satu penentu dalam kegiatan belajar mengajar adalah metode. Metode pengajaran adalah suatu cara untuk menyajikan pesan pembelajaran sehingga pencapaian hasil pembelajaran dapat optimal. Akan tetapi, metode pembelajaran dan pengajaran di SMA dewasa ini belum dapat berjalan secara optimal dan aktif melibatkan peran serta siswa. Hal ini mengacu pada metode pengajaran di sekolah masih banyak yang kurang menekankan pada kegiatan belajar sebagai proses. Metode pengajaran masih sering disajikan dalam bentuk pemberian informasi, kurang didukung dengan penggunaan media dan sumber lainnya. Menurut Wiwik Winarsih (2010: 3), guru masih banyak menggunakan metode konvensional dalam pelaksanaan pembelajaran yang mengakibatkan siswa pasif karena sebagian besar proses pembelajaran didominasi oleh guru, siswa hanya mendengarkan dan mencatat yang menjadi pokok dari penyampaian guru sehingga keaktifan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran hampir tidak ada. Dan bahkan hal tersebut menciptakan sebuah aliran satu arah (one-way) dari tenaga pendidik ke anak didiknya dan bersifat monoton. Aliran satu arah tersebut diimplementasikan dalam bentuk pengajaran di depan kelas dengan guru sebagai focus of class dan siswa sebagai absolute receiver.

Padahal menurut Broto Suseno (2007: 12-13), belajar merupakan proses dimana individu atau pembelajar harus aktif. Keaktifan siswa dalam proses belajar akan menentukan kualitas materi yang diserap oleh siswa. Hal ini selaras dengan prinsip pendidikan yang dikemukakan oleh para ahli bahwa, belajar adalah suatu proses dimana pembelajar harus aktif, guru hanya menstimulus keaktifan para pembelajar dengan hanya menyajikan bahan pelajaran, sedangkan yang mengolah dan mencerna adalah pembelajar atau siswa itu sendiri. Siswa harus aktif secara fisik dan psikis. Prinsip keaktifan dalam belajar (active learning) (mendengar, menerima, membuat sendiri, memikirkan sendiri dan membuktikan sendiri) siswa diarahkan pada learning by doing-learning by experience dan menurut penelitian hal ini akan lebih berhasil dibandingkan dengan mempasifkan siswa. Hal ini dapat kita lihat pada tabel berikut ini : Tabel 1.1 Aktivitas Belajar Aktifitas Hasil Mendengar 15 % Ditambah melihat 55 % Ditambah berbuat 90 % Sumber: Romani, Ahmad. 1995:08 Oleh karena itu, penggunaan metode pembelajaran yang dapat membangun keaktifan siswa disetiap mata pelajaran di SMA sangat penting. Hal ini mengacu bahwa metode pembelajaran yang diarahkan pada Active Learning atau belajar aktif dapat mengajak siswa untuk belajar secara aktif dan secara aktif menggunakan otak, baik untuk menemukan ide pokok dari materi pelajaran, memecahkan persoalan, atau mengaplikasikan apa yang dipelajari ke dalam suatu persoalan yang ada dalam kehidupan nyata sehingga dapat memfasilitasi pembangunan intelektual (kognitif), moralalitas (afektif), dan keterampilan (psikomotor) secara optimal (Zaini, 2002: xvi). Sedangkan menurut Desi (2008) keaktifan siswa dalam belajar dapat dilihat dari keikutsertaannya dalam melaksanakan tugas belajarnya. Keaktifan siswa dalam belajar dapat berwujud perilaku-perilaku yang muncul dalam proses pembelajaran, seperti perhatian terhadap ulasan materi pelajaran, respon terhadap suatu masalah dalam pembelajaran, dan kedisiplinan dalam mengikuti pembelajaran. Menurut Sukardi (2007), keberhasilan dalam belajar salah satunya dipengaruhi oleh metode atau strategi belajar yang digunakan. Salah satu metode yang dapat digunakan dalam membangun keaktifan siswa SMA di dalam Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) dan menciptakan sebuah active learning activities adalah model pembelajaran Quantum baik Quantum Teaching maupun Quantum Learning. Model Quantum ini diadopsi dari beberapa teori. Antara lain sugesti, teori otak kanan dan kiri, teori otak triune, pilihan modalitas (visual, auditorial, dan kinestetik) dan pendidikan holistik. Pada intinya, menurut De Porter dalam Ary Nilandari (2000:6), Quantum teaching bersandar pada konsep bawalah dunia mereka ke dunia kita, dan antarkan dunia kita ke dunia mereka. Hal ini memberi pengertian bahwa mendapatkan hak mengajar, seorang guru harus membuat jembatan autentik memasuki kehidupan siswa sebagai langkah pertama. Setelah kaitan itu terbentuk bawalah mereka ke dunia kita sehingga siswa dapat membawa apa yang dipelajari ke dalam dunianya dan menerapkannya pada situasi baru. Sedangkan dalam kaitan Quantum Learning, De Porter (2002) mengatakan bahwa metode Quantum Learning berusaha menggabungkan peningkatan multi sensori dan multi kecerdasan otak yang pada akhirnya akan meningkatkan kemampuan siswa untuk berprestasi dan Quantum Learning membawa siswa menjadi individu yang selalu menggunakan metode belajar aktif (active learning). Melihat uraian latar belakang di atas, penulis menawarkan sebuah gagasan sebagai solusi dalam perbaikan kualitas pendidikan dan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) di SMA

melalui sebuah Program Kreativitas Mahasiswa dengan judul Optimalisasi Penerapan Model Quantum (Teaching and Learning) Berbasis Active Learning Activities For One Week ( ALA-1W) pada SMA Sebagai Cara Meningkatkan Keaktifan Siswa dalam KBM. Tujuan dan Manfaat yang Ingin Dicapai Tujuan1. Untuk mengetahui bentuk Model Quantum (Teaching and Learning) berbasis active

learning activities for one week ( FLA-1W) pada SMA sebagai cara meningkatkan keaktifan siswa pada Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) 2. Untuk mengetahui cara pengimplementasian Model Quantum (Teaching and Learning) berbasis active learning activities for one week ( FLA-1W) agar dapat digunakan untuk meningkatkan keaktifan siswa SMA dalam KBM. 3. Untuk mengetahui bahwa Model Quantum (Teaching and Learning) berbasis active learning activities for one week ( FLA-1W) dapat dapat digunakan untuk meningkatkan keaktifan siswa SMA dalam KBM. Manfaat1. Memberikan referensi teaching and learning activities model dalam kegiatan belajar

mengajar selama satu minggu pada Sekolah Menengah Atas ( SMA ) yang dapat meningkatkan keaktifan siswa. 2. Mambangun kualitas intelektual, moralitas dan spiritual siswa SMA melalui aktivitas pembelajaran yang aktif selama satu minggu (active learning activities for one week, FLA-1W). 3. Meningkatkan mutu pendidikan nasional melalui proses pembelajaran dengan melibatkan peserta didik / siswa SMA secara aktif dalam mengembangkan potensi dirinya sehingga memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan oleh dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

GAGASAN Keadaan KBM di SMA Menurut M. Shiddiq Al-Jawi (2006), kualitas pendidikan di Indonesia sangat memprihatinkan. Ini dibuktikan antara lain dengan data UNESCO (2000) tentang peringkat Indeks Pengembangan Manusia (Human Development Index), yaitu komposisi dari peringkat pencapaian pendidikan, kesehatan, dan penghasilan per kepala yang menunjukkan, bahwa indeks pengembangan manusia Indonesia semakin menurun. Di antara 174 negara di dunia, Indonesia menempati urutan ke-102 (1996), ke-99 (1997), ke- 105 (1998), dan ke-109 (1999). Menurut survei Political and Economic Risk Consultant (PERC), kualitas pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di Asia. Posisi Indonesia berada di bawah Vietnam. Data yang dilaporkan The World Economic Forum Swedia (2000), Indonesia memiliki daya saing yang rendah, yaitu hanya menduduki urutan ke-37 dari 57 negara yang

disurvei di dunia. Dan masih menurut survai dari lembaga yang sama, Indonesia hanya berpredikat sebagai follower bukan sebagai pemimpin teknologi dari 53 negara di dunia. Dan Kualitas pendidikan Indonesia yang rendah itu juga ditunjukkan oleh data Balitbang (2003) bahwa dari 8.036 SMA ternyata hanya tujuh sekolah saja yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Diploma Program (DP). Salah satu penyebab yang mendasar dari rendahnya kualitas pendidikan di SMA yang masih rendah menurut M. Shiddiq Al-Jawi (2006) adalah rendahnya kualitas guru. Kebanyakan guru belum memiliki profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasnya sebagaimana disebut dalam pasal 39 UU No 20/2003 yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan, melakukan pelatihan, melakukan penelitian dan melakukan pengabdian masyarakat. Persentase guru menurut kelayakan mengajar dalam tahun 2002-2003 di berbagai satuan pendidikan untuk SMA adalah sebesar 65,29% (negeri) dan 64,73% (swasta). Walaupun guru dan pengajar bukan satu-satunya faktor penentu keberhasilan pendidikan, tetapi pengajaran merupakan titik sentral pendidikan dan kualifikasi, sebagai cermin kualitas, tenaga pengajar memberikan andil sangat besar pada kualitas pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya. Hal ini dikuatkan bahwa pengajaran guru dapat mempengaruhi keaktifan siswa dalam proses pembelajaran dan keaktifan siswa mempengaruhi dalam pencapaian prestasi belajar.( Nadu Azizah Islami, 2009) Dalam KBM di sekolah setiap harinya, siswa SMA tidak diperhatikan potensi dan bakat yang dimiliki. Tenaga pendidik hanya mencekoki murid (teacher oriented) dengan mata pelajaran yang telah tersusun dalam jadwal harian tanpa menitikberatkan pada pola belajar siswa aktif atau active learning. Hal tersebut didukung oleh metode penjadwalan harian selama satu minggu oleh rata-rata SMA negeri yang ada. Penjadwalan tersebut dapat dilihat sebagai berikut :

Jam 1 2 3 4 istirahat 5 6 istirahat 7

Tabel 2.1 Jadwal Harian SMA Negeri (jam) Senin Selasa Rabu Kamis Jumat 07.0007.0007.0007.0007.0007.45 07.45 07.45 07.45 07.45 07.4507.4507.4507.4507.4508.30 08.30 08.30 08.30 08.30 08.3008.3008.3008.3008.3009.15 09.15 09.15 09.15 09.15 09.1509.1509.1509.1509.1510.00 10.00 10.00 10.00 10.00 10.0010.0010.0010.0010.0010.15 10.15 10.15 10.15 10.15 10.1510.1510.1510.1510.1511.00 11.00 11.00 11.00 11.00 11.0011.0011.0011.0011.45 11.45 11.45 11.45 11.4511.4511.4511.4512.15 12.15 12.15 12.15 12.1512.1512.1512.1513.00 13.00 13.00 13.00

Sabtu 07.0007.45 07.4508.30 08.3009.15 09.1510.00 10.0010.15 10.1511.00 11.0011.45

13.0013.0013.0013.0013.45 13.45 13.45 13.45 13.4513.4513.4513.459 14.30 14.30 14.30 14.30 Sumber : SMA N 1 Geger Kab. Madiun Tahun Pelajaran 2010 / 2011 8 Jam 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Tabel 2.2 Jadwal Mata Pelajaran SMA Negeri (contoh jurusan IPA) Senin Selasa Rabu Kamis Jumat Sabtu Upacara biologi Kimia Biologi Fisika Komputer seni rupa biologi Kimia Biologi Fisika Komputer seni rupa PLH Olahraga Bahasa Biologi Matematika (Lingk. inggris Hidup) Matematika Fisika Olahraga Bahasa Coversation PD inggris istirahat istirahat istirahat istirahat istirahat istirahat Matematika Bahasa Bahasa PKN Coversation Agama inggris indonesia Sejarah Bahasa Bahasa PKN Agama inggris indonesia istirahat istirahat istirahat istirahat Kimia Matematika Fisika Kimia Bahasa Kimia Matematika Fisika Indonesia Bahasa biologi Bahasa Bahasa Indonesia inggris Indonesia Sumber : SMA N 1 Geger Kab. Madiun Tahun Pelajaran 2010 / 2011 Tabel 2.3 komposisi penjadwalan Bidang Jumlah Jam Total Waktu (@45 menit) Mata pelajaran 34 1530 menit Utama (eksak) kesenian 2 90 menit Lingkungan hidup 2 90 menit Keterampilan 2 90 menit bahasa Keterampilan 2 90 menit IPTEK (komputer) Agama 2 90 menit Kewarganegaraan 2 90 menit Olahraga 2 90 menit Pengembangan Diri 1 45 menit (PD) Dengan model penjadwalan harian seperti diatas dengan penyebaran yang tidak mempertimbangkan keefektifan dalam pembelajaran akan mempengaruhi tingkat pengembangan kognitif, afektif dan psikomotor siswa SMA. Selain itu, model pembelajaran dengan penjadwalan tanpa memperhatikan minat, bakat dan kondisi siswa tersebut akan

a) b) c) d) e)

mempengaruhi tingkat antusias siswa terhadap materi yang diberikan. Hal seperti itu dapat ditandai oleh aktivitas siswa seperti: mengantuk, asyik dengan dirinya sendiri, bermain pulpen, telepon genggam, atau membersihkan kuku-kuku serta bercanda dengan teman sebangku bahkan sampai ada yang membuat gaduh seisi kelas dengan ulah-ulah.(Broto Suseno, 2007) Ketidakefektifan dalam penjadwalan tersebut lebih didasarkan pada sistem pengaturan waktu dan pemberian mata pelajaran. Ketidakefektifan sistem pengaturan waktu didasarkan pada kombinasi pengaturan waktu pada mata pelajaran utama (kognitif), pengembangan sikap,moral dan perilaku (afektif) dan keterampilan (psikomotor). Misalnya, penempatan jadwal mata pelajaran olahraga diantara mata pelajaran utama dimana penempatan ini tidak efektif apabila melihat kondisi siswa pasca olahraga dan harus menerima pelajaran berikutnya. Ketidakefektifan sistem pemberian mata pelajaran disini dikaitkan dengan minat dan bakat siswa itu sendiri. Siswa tidak diberi keleluasaan dalam memilih mata pelajaran guna mengembangkan psikomotor. Ketidakefektifan di atas juga didukung oleh metode pengajaran (teaching) di SMA yang masih menggunakan metode konvensional denga hanya sekadar berceramah, mencatat, dan hanya memberi informasi (proses satu arah) tanpa ada timbal balik. Walaupun ada feed back, itupun sebuah pertanyaan yang mudah dijawab dan tidak menimbulkan pertanyaanpertanyaan lain atau paling tidak merangsang siswa untuk bertanya. Dan tidak jarang pula aktivitas tanya jawab yang terjadi terkesan dipaksakan. Misalnya siswa baru menjawab sebuah pertanyaan apabila sudah mendapat perintah atau ditunjuk oleh gurunya. Komunikasi yang terjadi antar siswa masih tergolong rendah sehingga tidak menimbulkan diskusi atau perdebatan yang menarik yang dapat meningkatkan aktivitas berpikir siswa. Kurangnya variasi dalam model pembelajaran juga merupakan salah satu faktor lesunya siswa dalam mengikuti Proses Belajar Mengajar (PBM) sehingga berakibat pada tingkat ketuntasan belajar siswa. Menurut Departemen Pendidikan Nasional (2003) bahwa suatu realita sehari-hari, di dalam suatu ruang kelas ketika sesi Kegiatan Belajar-Mengajar (KBM) berlangsung, nampak beberapa atau sebagian besar siswa belum belajar sewaktu guru mengajar. Selama KBM guru belum memberdayakan seluruh potensi dirinya sehingga sebagian besar siswa belum mampu mencapai kompetensi individual yang diperlukan untuk mengikuti pelajaran lanjutan. Beberapa siswa belum belajar sampai pada tingkat pemahaman. Siswa baru mampu mempelajari (baca: menghafal) fakta, konsep, prinsip, hukum, teori, dan gagasan inovatif lainnya pada tingkat ingatan, mereka belum dapat menggunakan dan menerapkannya secara efektif dalam pemecahan masalah sehari-hari yang kontekstual. Selain itu, ada beberapa hal yang menjadi faktor penyebab ketidakaktifan siswa dalam Kegiatan Belajar-Mengajar (KBM), yaitu : Minat bakat yang tidak tersalurkan Suasana kelas yang tidak nyaman dan menyenangkan Penjadwalan mata pelajaran yang memberi tekanan dan kurang efektif Penerapan metode konvensional pengajaran guru Sarana prasarana yang kurang menunjang Perubahan Kurikulum Pendidikan pada SMA Inovasi terhadap pendidikan SMA selalu dilakukan pemerintah dalam rangka menciptakan sebuah metode pembelajaran yang aktif dan optimal. Untuk itulah dikeluarkan kurikulum; Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Ada empat pilar yang menopang KBK, yaitu Kurikulum dan Hasil Belajar, Penilaian Berbasis Kelas, Kegiatan Belajar Mengajar, dan pengelolaan Kurikulum Berbasis Sekolah. (Boediono, 2002: 7), Keempat pilar tersebut menjadi satu sistem KBK yang saling bersinergi dan tidak dapat dipisahkan satu sama

lainnya. Dalam pengertian kurikulum yang menjadi fokus adalah pengertian kompetensi dan kurikulum yang berbasis kompetensi, prinsip-prinsip dalam pengembangan kurikulum, komponen komponen Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), tujuan penyelenggaraan sekolah dan kompetensi lulusan. Akan tetapi, dalam implementasiannya, Optimalisasi dan efektifitas belajar dalam kurikulum KBK 2004 masih kurang. Hal ini disebabkan oleh tingginya beban belajar di sekolah. Selain itu, Rendahnya pemahaman guru terhadap KBK merupakan persoalan lebih besar yang tidak dapat diatasi. Guru kurang paham KBK 2004 karena sosialisasinya yang tidak lancar, tidak merata dan tidak mendalam. Sehingga banyak guru yang tidak mengerti inti dari KBK dan bagaimana melaksanakannya. Karena banyak guru belum bisa menjalankan perannya sebagai fasilitator, mereka akhirnya kembali pada metode pembelajaran konvensional yang telah mereka kenal sebelumnya. Guru dan buku teks pelajaran menjadi sumber informasi tunggal sementara murid diharuskan menerima semua informasi yang disampaikan guru. (Moh Fauzi Ibrahim, 2007) Oleh karena itu, pada tahun 2007 pemerintah merubah kurikulum KBK menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Kurikulum ini dikatakan sebagai perbaikan dari KBK. KTSP ini merupakan bentuk implementasi dari UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional yang dijabarkan ke dalam sejumlah peraturan antara lain Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan. Peraturan Pemerintah ini memberikan arahan tentang perlunya disusun dan dilaksanakan delapan standar nasional pendidikan, yaitu: (1) standar isi, (2) standar proses, (3) standar kompetensi lulusan, (4) standar pendidik dan tenaga kependidikan, (5) standar sarana dan prasarana, (6) standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan (7) standar penilaian pendidikan. Akan tetapi, kurikulum KTSP sekarang ini masih banyak kekurangan. Kekurangannya tidak lain adalah kurangnya sumber manusia yang potensial dalam menjabarkan KTSP, dengan kata lain masih rendahnya kualitas seorang guru. Karena dalam KTSP, seorang guru dituntut untuk lebih kreatif dalam menjalankan pendidikan. Sehingga pembelajaran di kelas masih menimbulkan tekanan dan kurang merangsang ide dan keaktifan siswa. Model Quantum (Teaching and Learning) Berbasis Active Learning Activities Model Pembelajaran Quantum sesungguhnya merupakan ramuan atau rakitan dari berbagai teori atau pandangan psikologi kognitif dan pemrograman neurologi/neurolinguistik yang jauh sebelumnya sudah ada. Di samping itu, ditambah dengan pandangan-pandangan pribadi dan temuan-temuan empiris yang diperoleh DePorter ketika mengembangkan konstruk awal pembelajaran Quantum. Model Quantum sendiri pada dasarnya terdiri dari dua hal, yaitu Quantum Learning dan Quantum Teaching. Dalam Quantum Learning (1999:16), DePorter mengatakan Quantum Learning menggabungkan sugestologi, teknik pemercepatan belajar, dan NLP dengan teori, keyakinan, dan metode sendiri. Termasuk di antaranya konsep-konsep kunci dari berbagai teori dan strategi belajar yang lain, seperti: Teori otak kanan/kiri Teori otak triune (3 in 1) Pilihan modalitas (visual, auditorial, dan kinestetik) Teori kecerdasan ganda Pendidikan holistik (menyeluruh) Belajar berdasarkan pengalaman Belajar dengan simbol Simulasi/permainan

a) b) c) d) e) f) g) h)

a) b) c) d) e) f)

Dan pada akhirnya, konsep Quantum Learning tertuju pada proses belajar yang menargetkan tumbuhnya emosi positif, kekuatan otak, keberhasilan, dan kehormatan diri. Keempat unsur ini digambarkan saling terkait. Dari kehormatan diri, misalnya, terdorong emosi positif yang mengembangkan kekuatan otak, dan menghasilkan keberhasilan, lalu (balik lagi) kepada penciptaan kehormatan diri. Dari proses inilah, quantum learning menciptakan konsep motivasi, langkah-langkah menumbuhkan minat, dan belajar aktif. Membuat simulasi konsep belajar aktif dengan gambaran kegiatan seperti: belajar apa saja dari setiap situasi, menggunakan apa yang Anda pelajari untuk keuntungan Anda, mengupayakan agar segalanya terlaksana, bersandar pada kehidupan. Gambaran ini disandingkan dengan konsep belajar pasif yang terdiri dari: tidak dapat melihat adanya potensi belajar, mengabaikan kesempatan untuk berkembang dari suatu pengalaman belajar, membiarkan segalanya terjadi, menarik diri dari kehidupan. (Akhmad Sudrajat, 2008) Apabila dikaitkan dengan proses dan hasil pembelajaran, Konsep Quantum Learning sukses diterapkan di Super Camp, lembaga kursus yang dibangun de Porter. Dilakukan sebuah penelitian untuk disertasi doktroral pada 1991, yang melibatkan sekitar 6.042 responden. Dari penelitian itu, Super Camp berhasil mendongkrak potensi psikis siswa. Antara lain peningkatan motivasi 80%, nilai belajar 73% , meningkatkan harga diri 84% dan melanjutkan penggunaan keterampilan 98%. Sedangkan dalam Quantum Teaching (De Porter, 2000:4) adalah badan ilmu pengetahuan dan metodologi yang digunakan dalam rancangan, penyajian, dan fasilitasi. Pada dasarnya. Quantum Teaching diciptakan berdasarkan teori-teori pendidikan seperti Accelerated Learning (Lozanov), Multiple Intelegences (Gardner), Neuro-Linguistic Programming (Grinder dan Bandler), Experiential Learning (Hahn), Socratic Inquiry, Cooperative Learning (Johnson dan Johnson), dan Element of Effective Instruction (Hunter). Pada dasarnya model Quantum Teaching membuat proses pembelajaran tetap berpusat pada siswa dan guru sebatas sebagai fasilitator sehingga siswa dapat memahami materi dengan mudah dan menyenangkan serta menciptakan peran aktif siswa didalamnya. Hal ini didukung oleh asas utama dari Quantum Teaching itu sendiri bawalah dunia mereka ke dalam dunia kita dan antarkan dunia kita ke dunia mereka dan perancangan pembelajaran yang dinamis dengan kerangka TANDUR yang terdiri dari : TUMBUHKAN Tumbuhkan minat dengan memuaskan Apakah Manfaat BAgiKU (AMBAK), dan manfaatkan kehidupan pelajar. ALAMI Ciptakan atau datangkan pengalaman umum yang dapat dimengerti semua pelajar. NAMAI Sediakan kata kunci, konsep, model, rumus, strategi sebuah masukan. DEMONSTRASIKAN Sediakan kesempatan bagi pelajar untuk menunjukkan bahwa mereka tahu. ULANGI Tunjukkan pelajar cara-cara mengulang materi dan menegaskan , Aku tahu dan memang tahu ini. RAYAKAN Pengakuan untuk penyelesaian, partisipasi, dan pemerolehan keterampilan dan ilmu pengetahuan. Dan Prinsip dari Quantum Teaching, yaitu: Segalanya berbicara, lingkungan kelas, bahasa tubuh, dan bahan pelajaran semuanya menyampaikan pesan tentang belajar.

a)

b)

Segalanya bertujuan, siswa diberi tahu apa tujuan mereka mempelajari materi yang kita ajarkan. c) Pengalaman sebelum konsep, dari pengalaman guru dan siswa diperoleh banyak konsep. d) Akui setiap usaha, menghargai usaha siswa sekecil apa pun. e) Jika layak dipelajari, layak pula dirayakan, kita harus memberi pujian pada siswa yang terlibat aktif pada pelajaran kita. Misalnya saja dengan memberi tepuk tangan, berkata: bagus!, baik!, dan lain-lain. Optimalisasi Penerapan Model Quantum ALA-1W pada SMA Guna Meningkatkan Keaktifan Siswa dalam KBM Melihat penjelasan mengenai permasalahan dalam KBM di SMA selama ini dan teori mengenai model pengajaran dan pembelajaran Quantum di atas, maka dapat dinyatakan bahwa penerapan model Quantum dalam KBM di SMA dapat dijadikan solusi dari permasalahan-permasalahan yang ada terutama berkaitan dalam peningkatan keaktifan siswa dalam KBM sehari-hari. Untuk mengimplementasikan kedua model Quantum (teaching and learning) berbasis pada active learning activities for one week (ALA-1W) tersebut secara optimal, harus melibatkan berbagai pihak dan faktor agar tercipta active learning, diantaranya adalah : Individu siswa (sebagai objek) pembelajaran Dalam hal ini, individu seorang murid merupakan hal yang paling dasar, sehingga harus memiliki motivasi belajar yang kuat untuk ingin dan semangat belajar. Hal ini mengacu bahwa sebesar apapun perhatian (pengaruh) dari luar jika tidak didasari dengan semangat dari dalam dirinya siswa itu sendiri maka pembelajaran tidak akan aktif dan tujuan pembelajaran aktif tidak dapat tercapai. Model Quantum yang menitikberatkan pada pembelajaran (learning), membutuhkan sebuah pembelajaran dengan menciptakan suasana belajar yang nyaman dan menyenangkan. Sehingga siswa SMA mampu menemukan metode/ strategi belajar sesuai dirinya. Sehingga pencapaian model Quantum yang meliputi konsep motivasi, penumbuhan minat, dan belajar aktif dapat tercapai. Guru sebagai dalang (sutradara) Guru sebagai dalang atau dapat dikatakan sutradara dalam pembelajaran aktif harus dapat menyajikan pelaksanaan proses pembelajaran secara nyaman dan menyenangkan. Oleh karena itu, seorang guru harus profesional dibidangnya baik secara kualifikasi maupun secara profesi. Selain itu, seorang guru harus paham mengenai psikologi anak, psikologi pendidikan, administrasi pendidikan, dan segala hal yang berkaitan dengan profesional seorang guru, diantaranya harus mengetahui, metode, strategi, pembekatan, teknik dan taktik, dan yang lainya. Pembelajaran( learning) pada dasarnya merupakan kegiatan yang bertujuan untuk melibatkan aktivitas siswa dan aktivitas guru. Untuk mencapai tujuan pembelajaran tersebut, seorang guru memerlukan metode mengajar (teaching method) yang efektif dalam rangka menciptakan kegiatan pembelajaran aktif ( Broto Suseno, 2007). Adapun metode metode yang dapat digunakan dalam model Quantum (teaching) dengan berdasarkan active learning activities adalah sebagai berikut : Pengalaman belajar (learning experience) merupakan suatu proses atau hasil kegiatan belajar yang dilakukan siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Penggunaan metode ceramah, esensinya menyajikan bahan pelajaran secara lisan oleh guru, yang akan membentuk pengalaman belajar dalam kemampuan menyimak, dan pemahaman terhadap informasi dari materi pelajaran yang disajikan. Metode ini digunakan hanya sebagai pembuka materi dan memberikan arahan kepada siswa tentang garis besar materi yang dipelajari serta bukan main activity.

a.

b.

a. b.

c.

Penggunaan metode diskusi, esensinya menyajikan bahan pelajaran melalui sesuatu problem yang harus diselesaikan secara bersama dibimbing oleh guru, yang akan membentuk pengalaman belajar siswa dalam menjawab persoalan serta belajar secara kerja sama dan membuat suatu keputusan. d. Penggunaan metode simulasi, esensinya menyajikan bahan pelajaran melalui objek atau kegiatan pembelajaran yang bukan sebenarnya. Pengalaman belajar yang diperoleh dari metode ini meliputi kemampuan kerja sama, komunikatif, dan mengiterpretasikan sesuatu kejadian. e. Penggunaan metode demonstrasi, esensinya menyajikan bahan pelajaran dengan mempertunjukkan secara langsung pada objeknya atau caranya melakukan sesuatu untuk mempertunjukkan sesuatu proses. Pengalaman belajar yang diperoleh melalui metode ini meliputi kemampuan bekerja dan berpikir secara sistematis, dan mengamati objek yang sebenarnya. f. Penggunaan metode eksperimen, esensinya menyajikan bahan pelajaran melalui percobaan serta mengamati sesuatu proses. Pengalaman belajar yang akan diperoleh adalah menguji sesuatu, menguji hipotesis, menemukan hasil percobaan dan mengembangkan rasa ingin tahu siswa. Dalam membentuk pengalaman belajar siswa cenderung menggunakan metodemetode yang memiliki kadar CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif) dan keterampilan proses, serta metode mengajar digunakan secara multi metode dan bervariasi. c. Proses (suasana) pembelajaran (penjadwalan) Proses atau suasana belajar ini berkaitan dengan kemampuan guru menguasai susana dan memahami keadaan kelas ataupun kondisi siswa itu sendiri agar dapat memilah dan memilih metode, media, taktik dan gaya belajar yang cocok dengan susana atau kondisi dan minat serta bakat siswa itu sendiri. Hal tersebut dapat diimplementasikan secara nyata dengan menggunakan penyusunan jadwal pelajaran model quantum. Dalam penyusunan jadwal tersebut, model tersebut mempertimbangkan minat, bakat dan keefektifan dalam penerimaan siswa terhadap materi serta keseimbangan otak kanan dan otak kiri melalui Pendidikan holistik (menyeluruh). Adapun pengaturan jadwal dalam model quantum adalah sebagai berikut : Tabel 2.4 Model Jadwal Pelajaran Quantum Jam senin selasa rabu Kamis jumat sabtu 07.15-08.00 upacara MPW MPW MPW MPW OL* / KS* 08.00-08.45 MLK MPW MPW MPW MPW OL* / KS* 08.45-09.30 MLK MPW MPW MPW MPW KS* 09.30-10.15 MPW MPW MPW MPW MPW KS* 10.15-10.30 Istirahat Istirahat Istirahat Istirahat Istirahat 10.30-11.15 MPW MPW MPW MPW PA 11.15-12.00 MPW MPW MPW MPW KKa** 12.00-12.30 Istirahat Istirahat Istirahat Istirahat KKa** 12.30-13.15 MPW MPW MPW MPW 13.15-14.00 MPW** MPW** MPW** MPW** KS* 14.00-14.45 KS* 15.30-17.00 OL* / KS* OL* / KS* OL* / OL* / KS* KS* Keterangan : MPW : Mata Pelajaran Wajib , terdiri dari : a) MPU (Mata Pelajaran Utama) b) Pendidikan Agama ( PA)

c) Kegiatan Keagamaan (Kka) d) Kewarganegaraan a) b) c) d) e) f) a) b) c) d) e) f) a) b) c) d) e) MLK : Muatan lokal , terdiri dari : Bahasa Conversation Lingkungan hidup Komputer Pendidikan sikap dan moral Dan lain lain OL : Olahraga , terdiri dari : Sepak bola / futsal Renang Basket Badminton Voli Dan lain-lain KS : Keterampilan, terdiri dari : Karawitan Baca Tulis Al Quran Tari Seni Rupa Dan lain-lain * ** : Siswa diwajibkan memilih salah satu jenis olahraga dan keterampilan sesuai bakat dan minatnya : Jam akhir sekolah

d.

Dengan menggunakan penjadwalan seperti di atas, maka suasana pembelajaran di sekolah dapat dilakukan secara efektif dan optimal. Hal ini mengacu pada pemisahan waktu MPW dengan mata pelajaran berbasis keterampilan, pelatihan dan olahraga. Selain itu, dalam membentuk kualitas psikomotor siswa, masing- masing siswa diberi kebebasan untuk memilih pelajaran keterampilan dan olahraga sesuai minat dan bakatnya. Dan proses belajar mengajar menjadi lebih efisien dengan KBM aktif selama 5 hari dalam 1 minggu. Dimana satu jam belajar terdiri dari 45 menit dengan pengaturan mata pelajaran disesuaikan dengan jumlah guru, ruang kelas dan banyak kelas. Sehingga waktu efektif masuk pukul 07.15 dan jam akhir pukul 14.00 untuk hari senin sampai kamis serta pukul 12.30 untuk hari jumat. Untuk mata pelajaran wajib pilihan, jam masuknya disesuaikan dengan jam dari mata pelajaran tersebut yang telah dijadwal. Sehingga untuk siswa yang mengambil salah satu mata pelajaran wajib pilihan, untuk jam mata pilihan lain dapat tidak masuk karena tidak terdaftar di kelas tersebut.Dengan model penjadwalan quantum seperti itu, siswa dapat lebih mengembangkan intelektual, kreativitas dan bakatnya secara efektif dan optimal serta dapat mengurangi tekanan dan menciptakan active learning. Sarana dan prasarana belajar Dalam menciptakan kegiatan belajar yang aktif harus diutamakan sarana penunjang untuk keaktifan dan keefektifan belajar tercapai. Cara yang optimal untuk mengimplementasikan hal tersebut adalah menciptakan ruang kelas yang nyaman dan menyenangkan dalam belajar. Sehingga diperlukan tempat duduk yang mudah berpindah yang dapat disesuaikan dengan aktivitas di dalam kelas agar suasana yang tercipta tidak terkesan kaku dan interaksi antara siswa dengan guru dapat terfasilitasi dengan baik. Dan

lebih penting dengan tersedianya sarana dan prasarana belajar adalah terakomodasinya keaktifan siswa di dalam kelas. KESIMPULAN Optimalisasi penerapan model quantum pada pembelajaran dan pengajaran SMA merupakan solusi dalam mengatasi permasalahan keaktifan siswa dalam Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) sehingga berdamapak pada prestasi siswa itu sendiri. Model Quantum yang digunakan adalah Quantum teaching dan learning yang berbasis pada active learning activities for one week (ALA-1W). Model ini mengintegrasikan seluruh komponen dalam KBM sehari-hari di SMA secara holistik (keseluruhan) yang meliputi objek pembelajaran (siswa), objek dan metode pengajaran (guru), proses pembelajaran (penjadwalan), dan sarana prasana belajar. Dasar dari penerapan model Quantum tersebut, mempertimbangkan berbagai teori yang diadopsi oleh model Quantum dan kerangka konsep serta prinsip dasar dari implementasi model Quantum tersebut dengan mengarahkannya pada pencapaian tujuan pembelajaran yang meliputi sebagai berikut : Peningkatan keaktifan siswa dalam KBM di dalam kelas. Tersalurkannya minat dan bakat siswa secara optimal dan efektif. Menciptakan kegiatan belajar mengajar yang lebih nyaman dan menyenangkan. Tercipta keseimbangan kualitas kognitif, afektif dan psikomotor sebagai bentuk hasil keaktifan siswa. Meningkatkan prestasi siswa. DAFTAR PUSTAKA Al-Jawi , M. Shiddiq. (2006). PENDIDIKAN DI INDONESIA : MASALAH DAN SOLUSINYA. http://www.khilafah1924.org. Diakses pada Tanggal 25 Februari 2011 Pukul 13.00 WIB. Departemen Pendidikan Nasional. (2003). Kegiatan Belajar Mengajar Yang Efektif. Jakarta: Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas. DePorter , B. (2000). Quantum Learning : membiasakan belajar nyaman dan menyenangkan cetakan VII. New York: Dell Publishing. Terjemahan. DePorter, Bobbi and Mike Hernacki. (2001). Quantum Learning. New York: Dell Publishing. . (2001). Quantum Teaching. New York: Dell Publishing. Hakim, Thursan. (2005). Belajar secara Efektif. Jakarta: Puspa Swara. Purba, Gracy Okrani M. S. (2009). Gambaran Penerapan Quantum Learning Pada Mahasiswa Psikologi Universitas Sumatera Utara. Medan : Program Studi Psikologi USU. Sukadji, S. (2000). Menciptakan Lingkungan Belajar yang Mengundang Kebiasaan Berorientasi Komitmen terhadap Tugas. Makalah disajikan dalam Kongres VIII. Himpsi: Bandung. DAFTAR RIWAYAT HIDUP 1. a. b. Ketua Pelaksana Kegiatan Nama lengkap Tempat dan tanggal lahir : Putri Erika Rahmawati : Surabaya, 10 Oktober 1991

a) b) c) d) e)

c. d. 2. a. b. c. 1.

Karya ilmiah yang pernah dibuat Penghargaan ilmiah yang pernah diraih

::-

Anggota Pelaksana Nama lengkap : Andreas Rengga Permana Tempat dan tanggal lahir : Madiun, 24 Maret 1990 Karya ilmiah yang pernah dibuat : Koperasi Masjid sebagai Alternatif Menumbuhkan Kewirausahaan (Entrepreneurship) Anggota dan Masyarakat Muslim Sekitar Masjid. 2. Franchise Syariah : Solusi Sektor Bisnis Franchise dalam Menghadapi Goncangan Krisis Ekonomi Global. 3. Optimalisasi Transparansi dan Akuntabilitas BPK dalam Mewujudkan Good Governance di Indonesia. d. Penghargaan ilmiah yang pernah diraih : 1. Finalis Call For Paper Nasional Ekonomi Syariah 2009 Fakultas Ekonomi Universitas Airlangga. 2. Peringkat 4 Finalis Call For Paper Nasional Ekonomi Syariah 2010 Fakultas Ekonomi Universitas Airlangga.

a. b. c. d.

3. Anggota Pelaksana Nama lengkap : Rahma Wahyu Wijayanti Tempat dan tanggal lahir : Ponorogo, 27 Maret 1990 Karya ilmiah yang pernah dibuat :Penghargaan Ilmiah yang pernah diraih : -

STRATEGI PEMBELAJARAN ACTIVE LEARNING9 01 2008

(Suatu Strategi Pembelajaran Berbasis Student Centred) oleh : Drs. Hartono, M.Pd A. Latar Belakang Pembelajaran pada dasarnya merupakan upaya untuk mengarahkan anak didik ke dalam proses belajar sehingga mereka dapat memperoleh tujuan belajar sesuai dengan apa yang diharapkan. Pembelajaran hendaknya memperhatikan kondisi individu anak karena merekalah yang akan belajar. Anak didik merupakan individu yang berbeda satu sama lain, memiliki keunikan masing-masing yang tidak sama dengan orang lain. Oleh karena itu pembelajaran hendaknya memperhatikan perbedaan-perbedaan individual anak tersebut, sehingga pembelajaran benar-benar dapat merobah kondisi anak dari yang tidak tahu menjadi tahu, dari yang tidak paham menjadi paham serta dari yang berperilaku kurang baik menjadi baik. Kondisi riil anak seperti ini, selama ini kurang mendapat perhatian di kalangan pendidik. Hal ini terlihat dari perhatian sebagian guru/pendidik yang cenderung memperhatikan kelas secara keseluruhan, tidak perorangan atau kelompok anak, sehingga perbedaan individual kurang mendapat perhatian. Gejala yang lain terlihat pada kenyataan banyaknya guru yang menggunakan metode pengajaran yang cenderung sama setiap kali pertemuan di kelas berlangsung. Pembelajaran yang kurang memperhatikan perbedaan individual anak dan didasarkan pada keinginan guru, akan sulit untuk dapat mengantarkan anak didik ke arah pencapaian tujuan pembelajaran. Kondisi seperti inilah yang pada umumnya terjadi pada pembelajaran konvensional. Konsekuensi dari pendekatan pembelajaran seperti ini adalah terjadinya kesenjangan yang nyata antara anak yang cerdas dan anak yang kurang cerdas dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Kondisi seperti ini mengakibatkan tidak diperolehnya ketuntasan dalam belajar, sehingga sistem belajar tuntas terabaikan. Hal ini membuktikan terjadinya kegagalan dalam proses pembelajaran di sekolah. Menyadari kenyataan seperti ini para ahli berupaya untuk mencari dan merumuskan strategi yang dapat merangkul semua perbedaan yang dimiliki oleh anak didik. Strategi pembelajaran yang ditawarkan adalah strategi belajar aktif (active learning strategy). B. Strategi Pembelajaran Aktif (Active Learning Strategy) 1. Pengertian Pembelajaran aktif (active learning) dimaksudkan untuk mengoptimalkan penggunaan semua potensi yang dimiliki oleh anak didik, sehingga semua anak didik dapat mencapai hasil belajar yang memuaskan sesuai dengan karakteristik pribadi yang mereka miliki. Di samping itu pembelajaran aktif (active learning) juga dimaksudkan untuk menjaga perhatian siswa/anak didik agar tetap tertuju pada proses pembelajaran. Beberapa penelitian membuktikan bahwa perhatian anak didik berkurang bersamaan dengan berlalunya waktu. Penelitian Pollio (1984) menunjukkan bahwa siswa dalam ruang kelas hanya memperhatikan pelajaran sekitar 40% dari waktu pembelajaran yang tersedia. Sementara penelitian McKeachie (1986) menyebutkan bahwa dalam sepuluh menit pertama perthatian siswa dapat mencapai 70%, dan berkurang sampai menjadi 20% pada waktu 20 menit terakhir. Kondisi tersebut di atas merupakan kondisi umum yang sering terjadi di lingkungan sekolah. Hal ini menyebabkan seringnya terjadi kegagalan dalam dunia pendidikan kita, terutama

disebabkan anak didik di ruang kelas lebih banyak menggunakan indera pendengarannya dibandingkan visual, sehingga apa yang dipelajari di kelas tersebut cenderung untuk dilupakan. Sebagaimana yang diungkapkan Konfucius: Apa yang saya dengar, saya lupa Apa yang saya lihat, saya ingat Apa yang saya lakukan, saya paham Ketiga pernyataan ini menekankan pada pentingnya belajar aktif agar apa yang dipelajari di bangku sekolah tidak menjadi suatu hal yang sia-sia. Ungkapan di atas sekaligus menjawab permasalahan yang sering dihadapi dalam proses pembelajaran, yaitu tidak tuntasnya penguasaan anak didik terhadap materi pembelajaran. Mel Silberman (2001) memodifikasi dan memperluas pernyataan Confucius di atas menjadi apa yang disebutnya dengan belajar aktif (active learning), yaitu : Apa yang saya dengar, saya lupa Apa yang saya dengar dan lihat, saya ingat sedikit Apa yang saya dengar, lihat dan tanyakan atau diskusikan dengan beberapa teman lain, saya mulai paham Apa yang saya dengar, lihat, diskusikan dan lakukan, saya memperoleh pengetahuan dan keterampilan Apa yang saya ajarkan pada orang lain, saya kuasai Ada beberapa alasan yang dikemukakan mengenai penyebab mengapa kebanyakan orang cenderung melupakan apa yang mereka dengar. Salah satu jawaban yang menarik adalah karena adanya perbedaan antara kecepatan bicara guru dengan tingkat kemampuan siswa mendengarkan apa yang disampaikan guru. Kebanyakan guru berbicara sekitar 100-200 kata per menit, sementara anak didik hanya mampu mendengarkan 50-100 kata per menitnya (setengah dari apa yang dikemukakan guru), karena siswa mendengarkan pembicaraan guru sambil berpikir. Kerja otak manusia tidak sama dengan tape recorder yang mampu merekam suara sebanyak apa yang diucapkan dengan waktu yang sama dengan waktu pengucapan. Otak manusia selalu mempertanyakan setiap informasi yang masuk ke dalamnya, dan otak juga memproses setiap informasi yang ia terima, sehingga perhatian tidak dapat tertuju pada stimulus secara menyeluruh. Hal ini menyebabkan tidak semua yang dipelajari dapat diingat dengan baik. Penambahan visual pada proses pembelajaran dapat menaikkan ingatan sampai 171% dari ingatan semula. Dengan penambahan visual di samping auditori dalam pembelajaran kesan yang masuk dalam diri anak didik semakin kuat sehingga dapat bertahan lebih lama dibandingkan dengan hanya menggunakan audio (pendengaran) saja. Hal ini disebabkan karena fungsi sensasi perhatian yang dimiliki siswa saling menguatkan, apa yang didengar dikuatkan oleh penglihatan (visual), dan apa yang dilihat dikuatkan oleh audio (pendengaran). Dalam arti kata pada pembelajaran seperti ini sudah diikuti oleh reinforcement yang sangat membantu bagi pemahaman anak didik terhadap materi pembelajaran. Penelitian mutakhir tentang otak menyebutkan bahwa belahan kanan korteks otak manusia bekerja 10.000 kali lebih cepat dari belahan kiri otak sadar. Pemakaian bahasa membuat orang berpikir dengan kecepatan kata. Otak limbik (bagian otak yang lebih dalam) bekerja 10.000 kali lebih cepat dari korteks otak kanan, serta mengatur dan mengarahkan seluruh proses otak kanan. Oleh karena itu sebagian proses mental jauh lebih cepat dibanding pengalaman atau pemikiran sadar seseorang (Win Wenger, 2003:12-13). Strategi pembelajaran konvensional pada umumnya lebih banyak menggunakan belahan otak kiri (otak sadar) saja, sementara belahan otak kanan kurang diperhatikan. Pada pembelajaran dengan Active learning (belajar aktif) pemberdayaan otak kiri dan kanan sangat dipentingkan. Thorndike (Bimo Wagito, 1997) mengemukakan 3 hukum belajar, yaitu :

1. law of readiness, yaitu kesiapan seseorang untuk berbuat dapat memperlancar hubungan antara stimulus dan respons. 2. law of exercise, yaitu dengan adanya ulangan-ulangan yang selalu dikerjakan maka hubungan antara stimulus dan respons akan menjadi lancar 3. law of effect, yaitu hubungan antara stimulus dan respons akan menjadi lebih baik jika dapat menimbulkan hal-hal yang menyenangkan, dan hal ini cenderung akan selalu diulang. Proses pembelajaran pada dasarnya merupakan pemberian stimulus-stimulus kepada anak didik, agar terjadinya respons yang positif pada diri anak didik. Kesediaan dan kesiapan mereka dalam mengikuti proses demi proses dalam pembelajaran akan mampu menimbulkan respons yang baik terhadap stimulus yang mereka terima dalam proses pembelajaran. Respons akan menjadi kuat jika stimulusnya juga kuat. Ulangan-ulangan terhadap stimulus dapat memperlancar hubungan antara stimulus dan respons, sehingga respons yang ditimbulkan akan menjadi kuat. Hal ini akan memberi kesan yang kuat pula pada diri anak didik, sehingga mereka akan mampu mempertahankan respons tersebut dalam memory (ingatan) nya. Hubungan antara stimulus dan respons akan menjadi lebih baik kalau dapat menghasilkan hal-hal yang menyenangkan. Efek menyenangkan yang ditimbulkan stimulus akan mampu memberi kesan yang mendalam pada diri anak didik, sehingga mereka cenderung akan mengulang aktivitas tersebut. Akibat dari hal ini adalah anak didik mampu mempertahan stimulus dalam memory mereka dalam waktu yang lama (longterm memory), sehingga mereka mampu merecall apa yang mereka peroleh dalam pembelajaran tanpa mengalami hambatan apapun. Active learning (belajar aktif) pada dasarnya berusaha untuk memperkuat dan memperlancar stimulus dan respons anak didik dalam pembelajaran, sehingga proses pembelajaran menjadi hal yang menyenangkan, tidak menjadi hal yang membosankan bagi mereka. Dengan memberikan strategi active learning (belajar aktif) pada anak didik dapat membantu ingatan (memory) mereka, sehingga mereka dapat dihantarkan kepada tujuan pembelajaran dengan sukses. Hal ini kurang diperhatikan pada pembelajaran konvensional. Dalam metode active learning (belajar aktif) setiap materi pelajaran yang baru harus dikaitkan dengan berbagai pengetahuan dan pengalaman yang ada sebelumnya. Materi pelajaran yang baru disediakan secara aktif dengan pengetahuan yang sudah ada. Agar murid dapat belajar secara aktif guru perlu menciptakan strategi yang tepat guna sedemikian rupa, sehingga peserta didik mempunyai motivasi yang tinggi untuk belajar. (Mulyasa, 2004:241) Dari uraian di atas dapat ditarik beberapa perbedaan antara pendekatan pembelajaran Active learning (belajar aktif) dan pendekatan pembelajaran konvensional, yaitu : Pembelajaran konvensional Pembelajaran Active learning Berpusat pada guru Berpusat pada anak didik Penekanan pada menerima pengetahuan Penekanan pada menemukan Kurang menyenangkan Sangat menyenangkan Kurang memberdayakan semua Membemberdayakan semua indera danpotensi anak didik indera dan potensi anak didik Menggunakan metode yang monoton Menggunakan banyak metode Kurang banyak media yang digunakan Menggunakan banyak media Tidak perlu disesuaikan dengan Disesuaikan dengan Pengetahuan yang sudah ada pengetahuan yang sudah ada Perbandingan di atas dapat dijadikan bahan pertimbangan dan alasan untuk menerapkan strategi pembelajaran active learning (belajar aktif) dalam pembelajaran di kelas. Selain itu beberapa hasil penelitian yang ada menganjurkan agar anak didik tidak hanya sekedar mendengarkan saja di dalam kelas. Mereka perlu membaca, menulis, berdiskusi atau bersama-sama dengan anggta kelas yang lain dalam memecahkan masalah. Yang paling

penting adalah bagaimana membuat anak didik menjadi aktif, sehingga mampu pula mengerjakan tugas-tugas yang menggunakan kemampuan berpikir yang lebih tinggi, seperti menganalisis, membuat sintesis dan mengevaluasi. Dalam konteks ini, maka ditawarkanlah strategi-strategi yang berhubungan dengan belajar aktif. Dalam arti kata menggunakan teknik active learning (belajar aktif) di kelas menjadi sangat penting karena memiliki pengaruh yang besar terhadap belajar siswa. 2. Aplikasi Active learning (belajar aktif) dalam Pembelajaran L. Dee Fink (1999) mengemukakan model active learning (belajar aktif) sebagai berikut. Dialog dengan diri sendiri adalah proses di mana anak didik mulai berpikir secara reflektif mengenai topik yang dipelajari. Mereka menanyakan pada diri mereka sendiri mengenai apa yang mereka pikir atau yang harus mereka pikirkan, apa yang mereka rasakan mengenai topik yang dipelajari. Pada tahap ini guru dapat meminta anak didik untuk membaca sebuah jurnal atau teks dan meminta mereka menulis apa yang mereka pelajari, bagaimana mereka belajar, apa pengaruh bacaan tersebut terhadap diri mereka. Dialog dengan orang lain bukan dimaksudkan sebagai dialog parsial sebagaimana yang terjadi pada pengajaran tradisional, tetapi dialog yang lebih aktif dan dinamis ketika guru membuat diskusi kelompok kecil tentang topik yang dipelajari. Observasi terjadi ketika siswa memperhatikan atau mendengar seseorang yang sedang melakukan sesuatu hal yang berhubungan dengan apa yang mereka pelajari, apakah itu guru atau teman mereka sendiri Doing atau berbuat merupakan aktivitas belajar di mana siswa berbuat sesuatu, seperti membuat suatu eksperimen, mengkritik sebuah argumen atau sebuah tulisan dan lain sebagainya. Ada banyak metode yang dapat digunakan dalam menerapkan active learning (belajar aktif) dalam pembelajaran di sekolah. Mel Silberman (2001) mengemukakan 101 bentuk metode yang dapat digunakan dalam pembelajaran aktif. Kesemuanya dapat diterapkan dalam pembelajaran di kelas sesuai dengan jenis materi dan tujuan yang diinginkan dapat dicapai oleh anak. Metode tersebut antara lain Trading Place (tempat-tempat perdagangan), Who is in the Class?(siapa di kelas), Group Resume (resume kelompok), prediction (prediksi), TV Komersial, the company you keep (teman yang anda jaga), Question Student Have (Pertanyaan Peserta Didik), reconnecting (menghubungkan kembali), dan lain sebagainya. Dalam kesempatan ini penulis mencoba menyajikan beberapa model pembelajaran aktif yang disajikan Silberman. Question Student Have (Pertanyaan Peserta Didik) Metode Question Student Have ini digunakan untuk mempelajari tentang keinginan dan harapan anak didik sebagai dasar untuk memaksimalkan potensi yang mereka miliki. Metode ini menggunakan sebuah teknik untuk mendapatkan partisipasi siswa melalui tulisan. Hal ini sangat baik digunakan pada siswa yang kurang berani mengungkapkan pertanyaan, keinginan dan harapan-harapannya melalui percakapan. Prosedur : 1. Bagikan kartu kosong kepada siswa 2. Mintalah setiap siswa menulis beberapa pertanyaan yang mereka miliki tentang mata pelajaran atau sifat pelajaran yang sedang dipelajari 3. Putarlah kartu tersebut searah keliling jarum jam. Ketika setiap kartu diedarkan pada peserta berikutnya, peserta tersebut harus membacanya dan memberikan tanda cek di sana jika pertanyaan yang sama yang mereka ajukan

4. Saat kartu kembali pada penulisnya, setiap peserta telah memeriksa semua pertanyaan yang diajukan oleh kelompok tersebut. Fase ini akan mengidentifikasi pertanyaan mana yang banyak dipertanyakan. Jawab masing-masing pertanyaan tersebut dengan : a. Jawaban langsung atau berikan jawaban yang berani b. Menunda jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut sampai waktu yang tepat c. Meluruskan pertanyaan yang tidak menunjukkan suatu pertanyaan 5. Panggil beberapa peserta berbagi pertanyaan secara sukarela, sekalipun pertanyaan mereka tidak memperoleh suara terbanyak 6. Kumpulkan semua kartu. Kartu tersebut mungkin berisi pertanyaan-pertanyaan yang mungkin dijawab pada pertemuan berikutnya. Variasi : 1. Jika kelas terlalu besar dan memakan waktu saat memberikan kartu pada siswa, buatlah kelas menjadi sub- kelompok dan lakukan instruksi yang sama. Atau kumpulkan kartu dengan mudah tanpa menghabiskan waktu dan jawab salah satu pertanyaan 2. Meskipun meminta pertanyaan dengan kartu indeks, mintalah peserta menulis harapan mereka dan atau mengenai kelas, topik yang akan anda bahas atau alasan dasar untuk partisipasi kelas yang akan mereka amati. 3. Variasi dapat pula dilakukan dengan meminta peserta untuk memeriksa dan menjawab semua pertanyaan yang diajukan oleh kelompok tersebut, sehingga fase ini akan dapat mengidentifikasi pertanyaan mana yang mendapat jawaban terbanyak, sebagai indikasi penguasaan anak terhadap objek yang dipertanyakan. Reconnecting (menghubungkan kembali) Metode reconnecting (menghubungkan kembali) ini digunakan untuk mengembalikan perhatian anak didik pada pelajaran setelah beberapa saat tidak melakukan aktivitas tersebut. Prosedur : 1. Ajaklah anak didik kembali kepada pelajaran. Jelaskan pada anak didik bahwa menghabiskan beberapa menit untuk mengaitkan kembali pelajaran dengan pengetahuan anak akan memberi makna yang berarti. 2. Tentukan satu atau lebih dari pertanyaan-pertanyaan berikut ini kepada para peserta didik : Apa saja yang masih anda ingat tentang pelajaran terakhir kita ? apa saja yang masih bertahan dalam diri anda ? Sudahkah anda membaca / berpikir /melakukan sesuatu yang dirangsang oleh pelajaran terakhi kita ? Pengalaman menarik apa yang telah anda miliki di antara pelajaran-pelajaran? Apa saja yang ada dalam pikiran anda sekarang (misal nya sebuah kekhawatiran) yang mungkin mengganggu kemampuan anda untuk memberi perhatian pebuh terhadap pelajaran hari ini? Bagaimana perasaan anda hari ini? (Dapat dilakukan dengan memberikan metafor, seperti Saya merasa bagaikan pisang busuk 3. Dapatkan respons dengan menggunakan salah satu format, seperti sub-kelompok atau pembicara dengan urutan panggilan berikutnya 4. Hubungkan dengan topik sekarang Variasi : 1. Lakukan sebuah ulasan tentang pelajaran yang telah lalu 2. Sampaikan dua pertanyaan, konsep atau sejumlah informasi yang tercakup dalam pelajaran yang lalu. Mintalah peserta didik untuk memberikan suara terhadap sesuatu yang paling mereka sukai agar anda mengulas pelajaran tersebut. Ulaslah pertanyaan, konsep, atau informasi yang menang.

Pengajaran Sinergetik (Synergetic Teaching) Metode ini dimaksudkan untuk memberi kesempatan kepada siswa membandingkan pengalaman-pengalaman (yang telah mereka peroleh dengan teknik berbeda) yang mereka miliki. Prosedur : a. Bagi kelas menjadi dua kelompok b. Salah satu kelompok dipisahkan ke ruang lain untuk membaca topik pelajaran c. Kelompok yang lain diberikan materi pelajaran yang sama dengan metode yang diinginkan oleh guru. d. Pasangkan masing-masing anggota kelompok pembaca dan kelompok penerima materi pelajaran dari guru dengan tugas menyimpulkan/meringkas materi pelajaran. Kartu Sortir (Card Sort) Metode ini merupakan kegiatan kolaboratif yang bisa digunakan untuk mengajarkan konsep, penggolongan sifat, fakta tentang suatu objek, atau mengulangi informasi. Prosedur : a. Masing-masing siswa diberikan kartu indek yang berisi materi pelajaran. Kartu indek dibuat berpasangan berdasarkan definisi, kategori/kelompok, misalnya kartu yang berisi aliran empiris dengan kartu pendidikan ditentukan oleh lingkungan dll. Makin banyak siswa makin banyak pula pasangan kartunya. b. Guru menunjuk salah satu siswa yang memegang kartu, siswa yang lain diminta berpasangan dengan siswa tersebut bila merasa kartu yang dipegangnya memiliki kesamaan definisi atau kategori. c. Agar situasinya agak seru dapat diberikan hukuman bagi siswa yang melakuan kesalahan. Jenis hukuman dibuat atas kesepakatan bersama. d. Guru dapat membuat catatan penting di papan tulis pada saat prosesi terjadi. TRADING PLACE Metode ini memungkinkan peserta didik lebih mengenal, tukar menukar pendapat dan mempertimbangkan gagasan, nilai atau pemecahan baru terhadap berbagai masalah. Prosedur : 1. beri peserta didik satu atau lebih catatan-catatan Post-it (tentukan apakah kegiatan tersebut akan berjalan lebih baik dengan membatasi para peserta didik terhadap sebuah atau beberapa kontribusi) 2. mintalah mereka untuk menulis dalam catatan merea salah satu dari hal berikut : a. sebuah nilai yang mereka pegang b. sebuah pengalaman yang telah mereka miliki saat ini c. sebuah ide atau solusi kreatif terhadap sebuah problema yang telah anda tentukan d. sebuah pertanyaan yang mereka miliki mengenai persoalan dari mata pelajaran e. sebuah opini yang mereka pegang tentang sebuah topik pilihan anda f. sebuah fakta tentang mereka sendiri atau persoalan pelajaran 3. mintalah peseta didik menaruh (menempelkan) catatan tersebut pada pakaian mereka dan mengelilingi ruangan dengan atau sambil membaca tiap catatan milik peserta yang lain 4. kemudian, suruhlah para peserta didik berkumpul sekali lagi dan mengasosiasikan sebuah pertukaran catatan-catatan yang telah diletakkan pada tempatnya (trade of Post-it notes) satu sama lain. Pertukaran itu hendaknya didasarkan pada sebuah keinginan untuk memiliki sebuah nilai, pengalaman, ide, pertanyaan, opini atau fakta tertentu dalam waktu yang singkat. Buatlah aturan bahwa semua pertukaran harus menjadi dua jalan. Doronglah peserta didik untuk membuat sebanyak mungkin pertukaran yang mereka sukai. 5. kumpulkan kembali kelas tersebut dan mintalah para peserta didik berbagi pertukaran apa

yang mereka buat dan mengapa demikian. (misalnya : Mita : Saya menukar catatan dengan Sonya karena dia telah membuat catatan tentang perjalanan ke Eropa Timur. Saya menyukai perjalanan ke sana karena saya mempunyai nenek moyang yang berasal dari Hongaria dan Ukraina WHO IN THE CLASS? Metode ini digunakan untuk memecahkan kebekuan suasana dalam kelas. Teknik ini lebih mirip dengan perburuan terhadap teman-teman di kelas daripada terhadap benda. Strategi ini membantu perkembangan pembangunan team (team building) dan membuat gereakan fisik berjalan tepat pada permulaan gerakan fisik berjalan tepat pada permulaan sebuah perjalanan. Prosedur: 1. Buatlah 6 sampau 10 pertanyaan deskriptif untuk melengkapi frase : Carilah seseorang yang Suka/senang menggambar Mengetahui apa yang dimaksud rebonding Mengira bahwa hari ini akan hujan Berperilaku baik Telah mengerjakan PR Punya semangat kuat dalam belajar dll 2. Bagikan pernyataan-pernyataan itu kepada peserta didik dan berikah beberapaperintah berikut : Kegiatan ini seperti sebuah perburuan binatang, kecuali bahwa anda mencari orang sebagai pengganti benda. Ketika saya berkata mulai kelilingilah ruangan dengan mencari orangorang yang cocok dengan pernyataan ini. Anda bisa menggunakan masing-masing orang hanya untuk sebuah pernyataan, meskipun dia memiliki kecocokan lebih dari satu. Tulislah nama orang tersebut 3. ketika kebanyakan peserta didik telah selesai, beri tanda stop berburu dan kumpulkan kembali ke kelas. 4. guru dapat menawarkan sebuah hadiah penghargaan teradap orang yang selesai pertama kali. Yang lebih penting surveilah kelas tersebut. Kembangkan diskusi singkat tentang beberapa bagian yang mungkin merangsang perhatian dalam topik pelajaran. Resume kelompok Teknik resume secara khusus menggambarkan sebuah prestasi , kecakapan dan pencapaian individual, sedangkan resume kelompok merupakan cara yang menyenangkan untuk membantu para peserta didi lebih mengenal atau melakukan kegiatan membangun tem dari sebuah kelompok yang para anggotanya telah mengenal satu sama lain. Prosedur : 1. Bagilah peserta didik ke dalam kelompok sekitar 3 sampai 6 anggota 2. beritahukan kelas itu bahwa kelas berisi sebuah kesatuan bakat dan pengalaman yang sangat hebat 3. sarankan bahwa salah satu cara untuk mengenal dan menyampaikan sumber mata pelajaran adalah dengan membuat resume kelompok. 4. berikan kelompok cetakan berita dan penilai untuk menunjukkan resume mereka. Resume tersebut seharusnya memasukkan beberapa informasi yang bisa menjual kelompok tersebut secara keseluruhan. Data yang disertakan bisa berupa : latar belakang pendidikan; sekolah-sekolah yang dimasuki

pengetahuan tentang isi pelajaran pengalaman kerja posisi yang pernah dipegang\keterampilan-keterampilan hobby, bakat, perjalanan, keluarga prestasi-prestasi 5. ajaklah masing-masing kelompok untuk menyampaikan resumenya PREDICTION (PREDIKSI) Metode ini dapat membantu para siswa menjadi kenal satu sama lain Prosedur : 1. bentuklah sub-sub kelompok dari 3 sampai 4 orang siswa (yang relatif masih asing satu sama lain) 2. beritahukan pada peserta didik bahwa pekerjaan mereka adalah meramalkan bagaimana masing-masing orang dalam kelompoknya akan menjawab pertanyaan tertentu yang telah dipersiapkan untuk mereka, seperti : a. kamu menyukai musik apa? b. Apa di antara kegiatan waktu luang favorit anda? c. Berapa jam kamu bisa tidur malam? d. Berapa saudara kandung yang kamu miliki dan kamu berada pada urutan berapa? e. Di mana kamu dibesarkan? f. Seperti apa kamu ketika masih kecil? g. Apakah orang tua kamu bersikap toleran atau ketat? h. Pekerjaan apa yang telah kamu miliki? 3. mintalah sub-sub kelompok mulai dengan memilih satu orang sebagaoi subyek pertamanya. Dorong anggota kelompok se spesifik mungkin dalam prediksi mereka mengenai orang itu. Beritahukan mereka agar tidak takut tentang tebakan-tebakan yang berani. 4. mintalah masing-masing anggota kelompok bergiliran sebagai orang fokus/utama. Tv Komersial Metode ini dapat menghasilkan pembangunan team (team building) yang cepat Prosedur : 1. bagilah peserta didik ke dalam team yang tidak lebih dari 6 anggota 2. mintalah team-team membuat iklan TV 30 detik yang meniklankan masalah pelajaran dengan menekankan nilainya bagi meraka atau bagi dunia 3. iklan hendaknya berisi sebuah slogan (sebagai contoh Lebih baik hidup dengan ilmu Kimia) dan visual (misalnya, produk-produk kimia terkenal) 4. jelaskan bahwa konsep umum dan sebuah outline dari iklan tersebut sesuai. Namun jika team ingin memerankan iklannya, hal tersebut baik juga. 5. sebelum masing-masing team mulai merencanakan iklannya, maka diskusikan karakteristik dari beberapa iklan yang saat ini terkenal untuk merangsang kreatifitas (misalnya penggunaan sebuah kepribadian terkenal, humor, perbandingan terhadap persaingan, daya tarik sex) 6. mintalah masing-masing team menyampaikan ide-idenya. Pujilah kreatifitas setiap orang. The Company You Keep Metode ini digunakan untuk membantu siswa sejak awal agar lebih mengenal satu sama lain aktivitas kelas bergerak dengan cepat dan amat menyenangkan.

Prosedur : 1. buatlah datar kategori yang anda pikir mungkin tepat dalam sebuah kegiatan untuk lebih mengenal pelajaran yang anda ajar. Kategori-kategori tersebut meliputi : a. bulan kelahiran b. orang yang suka atau tidak suka suatu objek c. kesukaan seseorang d. tangan yang digunakan untuk menulis e. warna sepatu f. setuju atau tidak dengan beberapa pernyataan opini tentang sebuah isi hangat (misalnya Jaminan pemeliharaan kesehatan hendaknya bersifat universal) Catatan: Kategori dapat pula dikaitkan langsung dengan materi pelajaran yang diajarkan 2. bersihkan ruang lantaiagar peserta didik dapat berkeliling dengan bebas 3. sebutkan sebuah kategori. Arahkan para peserta didik untuk menentukan secepat mungkin semua orang yang akan mereka kaitkan dengan kategori yang ada. Misal para penulis dengan tangan kanan dan penulis dengan tangan kiri akan terpisah menjadi dua bagian. 4. ketika para peserta didik telah membentuk kelompok-kelompok yang tepat, mintalah mereka berjabatan tangan dengan teman yang mereka jaga. Ajaklah semua untuk mengamati dengan tepat berapa banyak otang yang ada di dalam kelompok-kelompok yang berbeda. 5. lanjutkan segera pada kategori berikutnya. Jagalah peserta didik tetap bergerak dari kelompok ke kelompok ketika anda mengumumkan kategori-kategori baru. 6. kumpulkan kembali seluruh kelas. Diskusikan perbedaan peserta didik yang muncul dari latihan itu. (http://edu-articles.com/) DAFTAR BACAAN Bonwell, Charles C., dan James A. Eison, Active Learning: Creating Excitement in the Classroom, http://www.gwu.edu/eriche. Dee Fink, L., Active Learning, reprinted with permission of the Oklahoma Instructional Development Program, 1999, http://www.edweb.sdsu.edu/people/bdodge/Active/ActiveLearning.html Djamarah, Syaiful Bahri dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta, Rineka Cipta, 2002. McKeachie W., Teaching Tips: A Guidebook for the Beginning College Teacher, Boston, D.C. Health, 1986. Mulyasa, E., Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), Konsep, Karakteristik dan Implementasi, Bandung, Remaja Rosdakarya, 2004. Pollio, H.R., What Students Think About and Do in College Lecture Classes dalam Teaching-Learning Issues No. 53, Knoxville, Learning Research Centre, University of Tennesse, 1984. Silberman, Mel, Active Learning, 101 Strategi Pembelajaran Aktif, (terjemahan Sarjuli et al.) Yogyakarta, YAPPENDIS, 2004. Walgito, Bimo, Pengantar Psikologi Umum, Yogyakarta, Andi Offset, 1997. Wenger, Win, Beyond Teaching and Learning, Memadukan Quantum Teaching & Learning, (terjemahan Ria Sirait dan Purwanto), Nuansa, 2003.

Yamin, Martinis, Strategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi, Jakarta, Gaung Persada Press, 2003.