akibat pembatalan perkawinan terhadap anak

5
Dengan adanya pembatalan perkawinan tidak hanya berpengaruh pada kedua suami dan istri. Namun berpengaruh pula pada harta kekayaan dan status anak. Yang mana menurut pasal 250 KUHPerdata anak yang lahir sepanjang perkawinan bapak-ibunya, dan anak yang dibenihkan didalam perkawinan bapak- ibunya adalah anak sah dari kedua orang tua artinya pertama aya dari seorang anak tersebut adalah bapak/ayah yang membuahi perempuan yang melahirkan anak tersebut dalam perkawinan. Sedangkan dalam kasus ini sang suami bukanlah pria yang membuahi sang istri sehingga anak tersebut disebut anak diluar kawin.[1] Namun dalam kasus ini berkaitan pula dengan keadaan status anak yang telah dikandung terlebih dahulu oleh si istri sebelum menikah atau yang disebut dengan anak luar kawin. Anak luar kawin atau anak tidak sah yang terjadi karena dilahirkan di luar perkawinan yang sah antara laki-laki dan perempuan. [2] Akibat adanya pembatalan perkawinan ini terhadap anak tersebut yaitu status kedudukan anak dan hak mewaris anak tersebut. Untuk memahami hal tersebut merujuk pada Undang-undang No. 1 Tahun 1974 dan KUHPerdata. Akibat dari pembatalan perkawinan yang diatur dalam pasal 28 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 dan Pasal 95 –Pasal 98 KUHPerdata membedakan beberapa hal yakni :

Upload: pratiwi-pratiwi

Post on 22-Jun-2015

2.814 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Akibat pembatalan perkawinan terhadap anak

Dengan adanya pembatalan perkawinan tidak hanya

berpengaruh pada kedua suami dan istri. Namun

berpengaruh pula pada harta kekayaan dan status anak.

Yang mana menurut pasal 250 KUHPerdata anak yang lahir

sepanjang perkawinan bapak-ibunya, dan anak yang

dibenihkan didalam perkawinan bapak-ibunya adalah anak

sah dari kedua orang tua artinya pertama aya dari seorang

anak tersebut adalah bapak/ayah yang membuahi

perempuan yang melahirkan anak tersebut dalam

perkawinan. Sedangkan dalam kasus ini sang suami bukanlah

pria yang membuahi sang istri sehingga anak tersebut

disebut anak diluar kawin.[1]

Namun dalam kasus ini berkaitan pula dengan keadaan

status anak yang telah dikandung terlebih dahulu oleh si istri

sebelum menikah atau yang disebut dengan anak luar kawin.

Anak luar kawin atau anak tidak sah yang terjadi karena

dilahirkan di luar perkawinan yang sah antara laki-laki dan

perempuan. [2] Akibat adanya pembatalan perkawinan ini

terhadap anak tersebut yaitu status kedudukan anak dan hak

mewaris anak tersebut.  Untuk memahami hal tersebut

merujuk pada Undang-undang No. 1 Tahun 1974 dan

KUHPerdata.

Akibat dari pembatalan perkawinan yang diatur dalam pasal

28 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 dan Pasal 95 –Pasal 98

KUHPerdata membedakan beberapa hal yakni :1.      Itikad baik dari suami dan istri.2.      Itikad baik hanya berasal dari salah satu pihak.3.      Tidak adanya itikad baik dari suami dan istri.

Page 2: Akibat pembatalan perkawinan terhadap anak

Apabila ada itikad baik yang lahir dari kedua belah pihak

maka akibat hukum terhadap suami, istri dan anak-anak

masih tetap ada. Mengenai batalnya perkawinan hanya

mempunyai akibat hukum setelah pembatalan dan sebelum

adanya pembatalan, perkawinan tersbeut tetap dianggap

sebagai perkawinan yang sah. Sedangkan terkait dengan

harta kekayaan maka anak-anak ang lahir dari perkawinan

tersebut dianggap sebagai anak sah dan hal ini berlaku pula

terhadap anak luar kawin dan adopsi. Apabila tidak ada itikad

baik dari suami dan istri maka keputusan hakim akan berlaku

surut sampai pada saat perkawinan dilangsungkan dan

dalam perkawinan ini maka persatuan harta, anak-anak yang

dilahirkan dianggap sebagai anak luar kawin. [3]

Mengenai status hukum anak tersebut maka melirik pada

keturunan yang dibedakan antara keturunan sah dan tidak

sah. Keturunan sah adalah keturunan yang dilahirkan dari

perkawinan yang sah, sedangkan keturunan yang tidka sah

adalah anak yang dilahirkan di luar perkawinan yang sah.

Dalam kasus ini tergolong pada keturunan tidak sah yang

dapay di akui dan tidak dapat diakui. Sehingga dalam

KUHPerdata tidak menyebutkan secara langsung mengenai

akibat pembatalan perkawinan bagi stastus anak yang

dilahirkan. Menurut KUHPerdata anak merupakan anak sah

dan berhak mewaris jika kedua suami istri beritikad baik atau

jika salah satunya beritikad baik. Sedangkan apabila dari

salah satu mereka ada yang beritikad buruk maka anak akan

berstatus sebagai anak luar kawin. Jika anak luar kawin ini

diakui, maka anak tersebut berhak mewaris. Namun, jika

Page 3: Akibat pembatalan perkawinan terhadap anak

anak luar kawin tersebut tidak diakui maka ia tidak berhak

memperoleh bagian warisan. Namun menurut Sedangkan

menurut Undang- Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974

tentang Perkawinan pada pasal 28 ayat (2) huruf a

menyatakan bahwa pembatalan tidak berlaku surut terhadap

anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut.

Permasalahan yang diangkat adalah mengenai perbandingan

akibat pembatalan perkawinan terhadap status anak dan hak

mewarisnya menurut Undang-Undang Perkawinan Nomor 1

Tahun 1974 dan KUHPerdata apabila kedua belah pihak

mempunyai itikad baik, apabila itikad baik hanya dimiliki oleh

salah satu pihak saja (hanya suami atau istri saja) dan jika

keduanya tidak mempunyai itikad baik (beritikad buruk).[4]

Dalam hal ini menurut Undang-undang No. 1 Tahun 1974

karena perkawinan ini batal demi hukum, maka sejak awal

dianggap perkawinan tersebut tidak ada, namun keputusan

tersebut tidak berlaku surut terhadap beberapa hal yaitu

suami dan istri yang bertindak dengan itikad baik, kecuali

terhadap harta bersama bila pembatalan perkawinan

didasarkan adanya perjawinan terlebih dahulu, pihak ketiga

sepanjang mereka memperoleh hak-hak dengan itikad baik

sebelum keputusan tentang pembatalan ini berkekuatan

tetap[5] dan  terkait dengan status anak tersebut tetap

dianggap sebagai anak sah, sehingga berhak atas

pemeliharaan dan pembiayaan serta waris[6]

Terhadap kasus ini sang suami yang mengajukan pembatalan

perkawinan dapat mengajukan penyangkalan atas anak yang

dikandung oleh sang istri. Dalam hal ini terkait dengan

Page 4: Akibat pembatalan perkawinan terhadap anak

penyangkalan anak berdasarkan KUHPerdata yang diatur

dalam pasal 251, pasal 254, pasal 242-243 KUHPerdata

menyebutkan alasan penyangkalan anak yaitu :

Jika anak lahir sebelum 180 hari sejak perkawinan.

Suami dalam masa 300 hari hingga 180 hari sebelum anak

dilahirkan, tidak bergaul dengan isterinya.

Isteri melakukan perzinahan dan kelahiran anak ini

disembunyikan terhadap suami.

Anak itu lahir lewat dari 300 hari sesudah ada putusan

pengadilan negeri yang meyatakan perpisahan meja dan

tempat tidur. [7]            Penyangakalan anak dapat dilakukan oleh suami sendiri, maka :a.    Satu bulan ia berada di tempat.b.    Dua bulan sesudah ia kembali dari bepergian.c.    Kehadiran disembunyikan dua bulan.d.    Dilakukan oleh ahli waris suami, setelah 2 bulan suami meninggal[8]

[1] http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1391/1/AHMAD%20SYADHALI-FSH.PDF diakses pada 14 Juli 2013 pukul 21 :50[2] Imam soebekti, wienarsih dan sri soesilowati. Hukum perorangan dan kekeluargaan perdata barat. Jakarta.  Gitama jaya Jakarta.2005 hal 77[3] http://www.jurnalhukum.com/akibat-hukum-dari-pembatalan-perkawinan/ diakses pada 14 Juli 2013 pukul 19:53[4]  http://elibrary.ub.ac.id/handle/123456789/27756  diakses pada 14 juli 2013 pukul 19 : 42

Page 5: Akibat pembatalan perkawinan terhadap anak

[5] http://legalakses.com/pencegahan-dan-pembatalan-perkawinan/ diakses pada 14 Juli 2013 pukul 20 :10[6] http://fh.unpad.ac.id/repo/?p=385 diakses pada 14 Juli 2013 pukul 20:04[7] Imam soebekti, wienarsih dan sri soesilowati. Hukum perorangan dan kekeluargaan perdata barat. Jakarta.  Gitama jaya Jakarta.2005 hal 75[8] http://wafielabqary.blogspot.com/2013/05/hukum-akibat-perkawinan.html diakses pada 14 Juli 2013 pukul 20 :56