pembatalan perkawinan karena penipuan oleh pihak …

33
PEMBATALAN PERKAWINAN KARENA PENIPUAN OLEH PIHAK WANITA (ANALISIS PUTUSAN NO.0012/PDT.G/2016/PA.SKY) JURNAL Disusun dan Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Oleh : PARANGE MELIANA SITORUS NIM : 150200077 DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW FAKULTAS HUKUMFAK FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2019

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

15 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PEMBATALAN PERKAWINAN KARENA PENIPUAN OLEH PIHAK …

PEMBATALAN PERKAWINAN KARENA PENIPUAN OLEH PIHAK

WANITA (ANALISIS PUTUSAN NO.0012/PDT.G/2016/PA.SKY)

JURNAL

Disusun dan

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh :

PARANGE MELIANA SITORUS

NIM : 150200077

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN

PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW

FAKULTAS HUKUMFAK

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2019

Page 2: PEMBATALAN PERKAWINAN KARENA PENIPUAN OLEH PIHAK …
Page 3: PEMBATALAN PERKAWINAN KARENA PENIPUAN OLEH PIHAK …

CURRICULUM VITAE

DATA PRIBADI

Nama : Parange Meliana Sitorus

Tempat, Tgl Lahir : Amborgang, 12 Desember 1996

NIK : 1212075212960001

Alamat : Jl. Berdikari No.7, Pasar 1. Padang Bulan, Medan.

No.HP : 081329470210

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Kristen Protestan

Kewarganegaraan : Indonesia

Status : Belum Menikah

Email : [email protected]

PENDIDIKAN FORMAL

Tahun 2003– Tahun 2009 :SDN NO. 176367 Soposurung Balige

Tahun 2009 – Tahun 2012 : SMP NEGERI 2 BALIGE

Tahun 2012 – Tahun 2015 : SMA NEGERI 2 BALIGE

Tahun 2015 - Tahun 2019 : Universitas Sumatera Utara (USU), S1 Ilmu Hukum

PENDIDIKAN NON FORMAL

2016 : Mengikuti Seminar Hukum Mahkamah Konstitusi di Peradilan Semu Fakultas Hukum

PENGALAMAN ORGANISASI

2015 : Anggota seksi Publikasi di Panitia Natal, Persekutuan Pemuda Pemudi Solagratia

2016 : Koordinator seksi acara Panitia Natal, Persekutuan Pemuda Pemudi Solagratia

2017 : Koordinator Komisi Persekutuan di Persekutuan Pemuda Pemudi Kristen Solagratia

2018 : Koordinator seksi doa Panitia Natal Fakultas Hukum USU

Page 4: PEMBATALAN PERKAWINAN KARENA PENIPUAN OLEH PIHAK …

KERJA

2018 : Magang di Pengadilan Negeri Kabanjahe

Fresh Graduate

KEMAMPUAN DAN KEAHLIAN

Bisa menggunakan MS. Office (seperti Word, Power Point)

Mengerti Internet

Bahasa Inggris Pasif

Demikan daftar riwayat hidup ini saya buat dengan sebenarnya.

Hormat Saya,

Parange Meliana Sitorus

Page 5: PEMBATALAN PERKAWINAN KARENA PENIPUAN OLEH PIHAK …

ABSTRAK

Parange Meliana Sitorus*

Rosnidar Sembiring**

Syaiful Azam***

Melangsungkan perkawinan harus memenuhi syarat maupun rukun dalam

perkawinan. Syarat dan rukun dalam perkawinan sering sekali diabaikan,

sehingga tidak menutup kemungkinan perkawinan yang telah dilangsungkan dapat

dibatalkan. Permasalahan dalam skripsi berjudul Pembatalan Perkawinan Karena

Penipuan Oleh Pihak Wanita (Analisis Putusan No.0012/Pdt.G/2016/PA.Sky)

adalah bagaimanakah pertimbangan hukum hakim terhadap alasan pemohon

untuk membatalkan perkawinan dalam putusan ini dan apakah akibat hukum yang

timbul dari putusan pembatalan perkawinan karena adanya penipuan.

Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif dan metode pendekatan

yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif, yaitu pendekatan yang

menggunakan peraturan perundang-undangan sebagai dasar pemecahan

permasalahan yang dikemukakan. Data yang digunakan adalah data sekunder dan

metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian

Kepustakaan (Library Research). Analisis data yang digunakan adalah kualitatif.

Salah satu faktor yang menjadi penyebab terjadinya pembatalan dalam

perkawinan disebabkan oleh adanya salah sangka terhadap diri suami atau isteri.

Sebelum melangsungkan pernikahan, Termohon mengaku kepada Pemohon

bahwa dirinya masih perawan. Namun kenyataannya Termohon sudah berulang

kali melakukan hubungan badan dengan laki-laki lain sebelum melangsungkan

perkawinan dengan Pemohon. Menurut bukti-bukti ditemukan fakta bahwa ketika

perkawinan mereka dilangsungkan ternyata Termohon sudah dalam keadaan

hamil 1 bulan, sedangkan Termohon baru mengakuinya atau memberitahu kepada

Pemohon 8 bulan kemudian setelah bayi yang ada dalam kandungannya telah

dilahirkan, sehingga Pemohon merasa ditipu, dengan demikian pembatalan

perkawinan tersebut sudah sejalan dengan Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 1974 dan sesuai juga dengan Pasal 72 ayat (2) Kompilasi Hukum

Islam. Dapat disimpulkan bahwa putusan ini mengabulkan permohonan

pembatalan perkawinan yang dilakukan suami, dengan adanya pembatalan

perkawinan tersebut maka perkawinan tersebut tidak pernah ada. Akibat hukum

pembatalan perkawinan mempunyai dampak hukum terhadap suami isteri yaitu

keduanya dianggap tidak pernah terjadi perkawinan, serta dampak hukum bagi

anak yaitu Pemohon tidak memiliki hubungan apapun terhadap si anak.

Kata Kunci : Perkawinan,Pembatalan Perkawinan, Penipuan

* Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

** Dosen Pembimbing I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

*** Dosen Pembimbing II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Page 6: PEMBATALAN PERKAWINAN KARENA PENIPUAN OLEH PIHAK …

ABSTRACT

ParangeMelianaSitorus *

RosnidarSembiring **

SyaifulAzam ***

Having a marriage must meet the requirements and get along well in

marriage. Terms and harmony in a marriage are often ignored, so that it is not

possible to cancel the marriage that has been held. The problem in the thesis

entitled Cancellation of Marriage Because of Fraud By Women (Analysis of

Decision No.0012 / Pdt.G / 2016 / PA.Sky) is how the judicial legal

considerations of the reason for the applicant to cancel the marriage in this

decision and whether the legal consequences arise from the decision cancellation

of marriage due to fraud.

The type of research used is descriptive and the approach method used is a

normative juridical approach, namely an approach that uses legislation as a basis

for solving the problems raised. The data used are secondary data and data

collection methods used in this study areLibrary Research. Analysis of the data

used is qualitative.

One of the factors that caused the cancellation in marriage was caused by

the misunderstanding of the husband or wife. Before the marriage took place, the

Respondent admitted to the Petitioner that he was still a virgin. But in reality the

Respondent had intercourse with other men repeatedly before the marriage took

place with the Petitioner. According to the evidence found the fact that when their

marriage was held it turned out that the Respondent had been pregnant for 1

month, while the Respondent had just admitted it or told the Applicant 8 months

later after the baby in her womb had been born, so the Petitioner felt cheated, thus

canceling the marriage has been in line with Article 27 paragraph (2) of Law

Number 1 Year 1974 and is also in accordance with Article 72 paragraph (2)

Compilation of Islamic Law. It can be concluded that this ruling granted the

request for the cancellation of the marriage by the husband, with the cancellation

of the marriage the marriage never existed. The legal consequences of marital

cancellation have a legal impact on the husband and wife, both of which are

considered never to have happened to marriage, as well as the legal impact on the

child, namely the Applicant does not have any relationship to the child.

Keywords: Marriage, Cancellation of Marriage, Deception

* Law Faculty students at the University of North Sumatra

** First Lecturer, Faculty of Law, University of North Sumatra

*** Supervisor II Faculty of Law, University of North Sumatra

Page 7: PEMBATALAN PERKAWINAN KARENA PENIPUAN OLEH PIHAK …

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkawinan merupakan peristiwa yang sangat penting dalam masyarakat.

Bahkan hidup bersama ini yang kemudian melahirkan anak keturunan yang

merupakan sendi yang utama bagi pembentukan bangsa dan negara.

Kesejahteraan dan kebahagiaan hidup bersama ini menetukan kesejahteraan dan

kebahagiaan bangsa dan negara juga, sebaliknya rusak dan kacaunya hidup

bersama yang dinamakan keluarga ini akan menimbulkan rusak dan kacaunya

bangunan masyarakat.1

Perkawinan yang ditandai dengan akad maka telah dihalalkanlah bagi

mereka keduanya antara suami dengan istri yang semula masih haram setelah

akad maka dihalalkan mengadakan hubungan kelamin (arti yang hakiki) baginya

baik secara umum agama maupun Undang-undang dan peraturan yang berlaku di

suatu Negara yang berdaulat. 2

Aturan tata tertib perkawinan sudahada sejak masyarakat sederhana yang

dipertahankan anggota-anggota masyarakat dan para pemuka agama. Aturan-

aturan itu terus berkembang maju dalam masyarakat yang memiliki aturan dan

hukum. Dalam perkawinan adat terdapat asas-asas, yaitu:3

1. Perkawinan bertujuan membentuk keluarga rumah tangga dan hubungan

kekerabatan yang rukun dan damai, bahagia dan kekal.

1Soedharyo Soimin,Hukum Orang dan Keluarga, (Jakarta: Sinar Grafika). hlm 3.

2H. M. Ridwan Piliang, Perilaku Perkawinan Dalam Membangun Rumah Tangga

Bahagia, (Medan: Perdana Publishing, cet.1, 2012) hlm. 5. 3Sudarsono, Hukum Perkawinan Nasional, (Rineka Cipta, 2005), hlm. 37.

Page 8: PEMBATALAN PERKAWINAN KARENA PENIPUAN OLEH PIHAK …

2. Perkawinan tidak saja harus sah dilaksanakan menurut hukum agama atau

kepercayaan, tetapi juga harus mendapat pengakuan dari para anggota kerabat.

3. Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan anggota keluarga dan anggota

kerabat.Masyarakat adat dapat menolak kedudukan suami atau istri yang tidak

diakui masyarakat adat.

4. Perkawinan dapat dilaksanakan oleh seseorang pria dengan beberapa wanita,

sebagai istri kedudukannya masing masing ditentukan menurut hukum adat

setempat.

5. Perkawinan dapat dilakukan oleh pria dan wanita yang belum cukup umur atau

masih anak anak, walaupun sudah cukup umur perkawinan harus berdasarkan

ijin orang tua/ keluarga dan kerabat.

6. Perceraian ada yang boleh dilakukan dan ada yang tidak boleh. Perceraian

antara suami istri dapat berakibat pecahnya kekerabatan antara kedua belah

pihak.

7. Keseimbangan kedudukan antara suami dan istri berdasarkan ketentuan hukum

adat yang berlaku, ada istri yang berkedudkan sebagai ibu rumah tangga dan

ada istri yang bukan ibu rumah tangga.

Perkawinan bagi orang Islam di Indonesia diatur dalam UU No. 1 Tahun

1974 tentang Perkawinan. Pasal 1 ayat (1) menyebutkan bahwa

perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang

wanita sebagai suami isteri dengan tujuan untuk membentuk keluarga

“(rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang

Maha Esa. Ayat (2) disebutkan, bahwa tiap-tiap perkawinan dicatat

Page 9: PEMBATALAN PERKAWINAN KARENA PENIPUAN OLEH PIHAK …

menurut perundang-undangan yang berlaku. Pencatatan yang dimaksud

dalam ayat (2) tersebut merupakan upaya baru yang dilakukan pemerintah

untuk menertibkan perkawinan, selain juga untuk melindungi hak-hak

suami isteri jika terjadi persengketaan. Perkembangan antara tuntutan

idealitas dan realitas selalu tidak beriringan. Masih banyak perkawinan

yang tidak dicatatkan, yang dalam istilahnya disebut dengan nikah

dibawah tangan. Perkawinan bawah tangan oleh Undang-Undang

dianggap melanggar tertib administrasi dan hukum perkawinan di

Indonesia. Perkawinan bawah tangan dapat diitsbatkan ke Pengadilan

Agama, yaitu penetapan sah secara hukummelalui putusan. Keabsahan

suatu perkawinan merupakan suatu hal yang sangat prinsipil, karena

berkaitan erat dengan akibat-akibat perkawinan, baik yang menyangkut

dengan anak (keturunan) maupun yang berkaitan dengan harta.4

Transaksi atau akad akan mempunyai kekuatan hukum dan akibat hukum

yang pasti, sehingga masing-masing tidak boleh mundur dari transaksi

atau akad tersebut kecuali oleh hal-hal yang secara hukum dapat

dibenarkan. Suatu transaksi atau akad yang tidak memenuhi syarat

rukunnya, hanya nampak di permukaan, tetapi dalam pandangan hukum

belum dianggap ada/terlaksana.5

Akad nikah, ia dikatakan sah bilamana dilaksanakan dengan melengkapi

syarat rukun nikah. Akad nikah yang sah, mempunyai kekuatan hukum di

4H. M. Anshary MK,Hukum Perkawinan di Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, cet.

1, 2010) hlm. 12. 5Satria Effendi M. Zein, Analisis Fiqh, dalam Mimbar Hukum (Jakarta : Al-Hikmah &

Ditbinbapera Islam, No. 31 Tahun VIII, Maret-April 1997), hal. 121.

Page 10: PEMBATALAN PERKAWINAN KARENA PENIPUAN OLEH PIHAK …

samping beberapa akibat hukum sebagai konsekuensi dari keabsahannya

tersebut, antara lain halalnya bergaul sebagai suami isteri, suami wajib

memberi nafkah kepada isteri, saling mewarisi, dan jika punya keturunan

maka keturunan tersebut berhak atas segala sesuatu sebagai layaknya

keturunan/ anak yang sah.6

Jika seseorang mengetahui adanya cacat –baik formil maupun materiil

yang bisa membatalkan perkawinan seseorang, apalagi hal-hal yang menurut

hukum agama tidak boleh terjadi dalam suatu perkawinan, maka orang tersebut

harus segera mengambil tindakan agar perkawinan tersebut segera dapat

dibatalkan, sehingga kesalahan tidak berlarut-larut. Dalam hal ini, hukum

memberi jalan keluar yang tidak terlalu sulit ditempuh.

Telah jelas bahwa pembatalan perkawinan yang dilakukan oleh para pihak

dapat terjadi karena tidak terpenuhinya syarat-syarat dalam perkawinan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat disimpulkan

rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah pertimbangan hukum hakim terhadap alasan pemohon

untuk membatalkan perkawinan dalam Putusan

No.0012/Pdt.G/2016/PA.Sky?

2. Apakah akibat hukum dari putusan pembatalan perkawinan karena

adanya penipuan oleh pihak wanita?

6Ibid.

Page 11: PEMBATALAN PERKAWINAN KARENA PENIPUAN OLEH PIHAK …

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui pertimbangan hukum Hakim mengenai alasan

pembatalan perkawinan oleh pemohon dalam Putusan

No.0012/Pdt.G/2016/Pa.Sky.

2. Untuk mengetahui akibat hukum yang timbul dari pembatalan

perkawinan karena penipuan.

D. Manfaat Penulisan

1. Manfaat secara teoritis

Secara akademik penulisan ini diharapkan dapat bermanfaat untuk

perkembangan ilmu pendidikan di bidang ilmu hukum khususnya

hukum perdata yang berkaitan dengan masalah pembatalan

perkawinan.

2. Manfaat secara praktis

Secara praktis penulisan ini diharapkan dapat menambah referensi dan

memberikan sumbangan pemikiran tentang pembatalan perkawinan

dalam hukum perdata yang bermanfaat bagi pihak-pihak yang terkait.

E. Metode Penelitian

1. Metode Pendekatan

Adapun pendekatan-pendekatan yang digunakan di dalam penelitian

ini adalah melalui studi kepustakaan (Library Research) dilakukan

dengan menelaah berbagai sumber bacaan dari bahan pustaka.

2. Jenis dan Sumber Data

Page 12: PEMBATALAN PERKAWINAN KARENA PENIPUAN OLEH PIHAK …

Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penulisan ini yaitu

diperoleh melalui bahan kepustakaan yang disebut dengan data

sekunder. . Data sekunder dapat dibedakan menjadi :

a. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat

autoritatif atau artinya mempunyai otoritas. Bahan-bahan hukum

primer terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau

risalah dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan-putusan

hakim, meliputi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 9

Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun

1974 Tentang Perkawinan, Instruksi Presiden Republik Indonesia

Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam, Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata (BW), dan Putusan

No.0012/Pdt.G/2016/Pa.Sky.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya

dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisis dan

memahami bahan hukum primer, yaitu buku-buku, artikel, jurnal

hukum, rancangan peraturan perundang-undangan, hasil karya ilmiah

para sarjana, hasil-hasil penelitian, yang tentunya mempunyai

relevansi dengan apa yang hendak diteliti.

3. TeknikPengumpulan Data

Dalam hal pengumpulan bahan hukum, baik bahan hukum primer

maupun bahan hukum sekunder dikumpulkan berdasarkan topik

Page 13: PEMBATALAN PERKAWINAN KARENA PENIPUAN OLEH PIHAK …

permasalahan dengan melakukan studi kepustakaan, yaitu peneliti

mengumpulkan bahan-bahan hukum dari berbagai peraturan

perundang-undangan, buku-buku, artikel, jurnal ilmiah, makalah, hasil

penelitian pakar hukum dan kliping koran serta melakukan browsing

internet mengenai segala hal yang terkait dengan permasalahan di atas.

4. Metode Analisis

Adapun metode analisis yang digunakan adalah analisis deskriftif

kualitatif yaitu menyajikan kajian pada data-data yang diperoleh.

Bahan hukum yang diperoleh dalam penelitian diuraikan dan

dihubungkan sedemikian rupa sehingga disajikan dalam penulisan

yang lebih sistematis guna menjawab permasalahan yang telah

dirumuskan.

Page 14: PEMBATALAN PERKAWINAN KARENA PENIPUAN OLEH PIHAK …

BAB II

ISI

A. Perkawinan

1. Pengertian dan Tujuan Perkawinan

Nikah atau kawin menurut arti asli ialah hubungan seksual, tetapi menurut

arti majazi (methaporik) atau arti hukum ialah akad (perjanjian) yang menjadikan

halal hubungan seksual sebagai suami isteri antara seorang pria dengan seorang

wanita.7 Istilah yang digunakan dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1974 yaitu

perkawinan yang dalam istilah agama disebut “nikah” ialah melakukan suatu akad

atau perjanjian untuk mengikatkan diri antara seorang laki-laki dan perempuan

untuk menghalalkan hubungan kelamin antara kedua belah pihak untuk

mewujudkan suatu kebahagiaan hidup berkeluarga yang diliputi rasa kasih sayang

dan ketentraman dengan cara-cara yang diridhoi oleh Allah.8

Pertalian nikah adalah pertalian yang seteguh-teguhnya dalam hidup dan

kehidupan manusia, bukan saja antara suami istri dan keturunannya, melainkan

antara dua keluarga. Betapa tidak? Dari baiknya pergaulan antara si istri dengan

suaminya, kasih mengasihi, akan berpindahlah kebaikan itu kepada semua

keluarga dari kedua belah pihaknya, sehingga mereka menjadi satu dalam segala

urusan bertolong-tolongan sesamanya dalam menjalankan kebaikan dan

7Mohd. Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam, (Jakarta:Bumi Aksara, 1999) hlm 1.

8Ibid, hlm 8.

Page 15: PEMBATALAN PERKAWINAN KARENA PENIPUAN OLEH PIHAK …

mencegah segala kejahatan. Selain itu, dengan pernikahan seseorang akan

terpelihara dari kebinasaan hawa nafsunya.9

2. Asas-asas Perkawinan

Suatu perkawinan memerlukan adanya ketentuan-ketentuan yang menjadi

dasar atau prinsip dari pelaksanaan suatu perkawinan. Untuk mencapai tujuan

perkawinan, maka diterapkan prinsip atau asas perkawinan. Dalam ajaran Islam

ada beberapa asas dalam perkawinan yaitu:10

a. Harus ada persetujuan secara sukarela dari pihak-pihak yang

mengadakan perkawinan.

b. Tidak semua wanita dapat dikawini oleh seorang pria sebab ada

ketentuan larangan-larangan perkawinan antara pria dasn wanita yang

harus diindahkan.

c. Perkawinan harus dilaksanakan dengan memenuhi persyaratan-

persyaratan tertentu, baik yang menyangkut kedua belah pihak

maupun yang berhubungan dengan pelaksanaan perkawinan sendiri.

d. Perkawinan pada dasarnya adalah membentuk suatu keluarga atau

rumah tangga yang tenteram, damai dan kekal untuk selama-lamanya.

e. Hak dan kewajiban suami istri adalah seimbang dalam rumah tangga,

dimana tanggung jawab pimpinan keluarga ada pada suami.

3. Syarat Sahnya Perkawinan

Syarat-syarat untuk sahnya perkawinan diatur dalam Bab II dari pasal 6

sampai pasal 12 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974. Syarat berarti memenuhi

9Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, ( Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2010) hlm 374.

10Santoso, Op.Cit. hlm 419.

Page 16: PEMBATALAN PERKAWINAN KARENA PENIPUAN OLEH PIHAK …

ketentuan-ketentuan yang telah ditentukan, sah berarti menurut hukum yang

berlaku. Perkawinan dikatakan sah apabila memenuhi syarat dan hukum yang

telah ditentukan. Apabila perkawinan dilaksanakan tidak sesuai tata tertib hukum

yang ditentukan, maka perkawinan itu menjadi tidak sah. Jadi yang dimaksud

dengan syarat perkawinan adalah sesuatu yang harus ada dalam perkawinan,

apabila salah satu dari syarat yang telah ditentukan tidak dipenuhi maka

perkawinan itu menjadi tidak sah.

4. Putusnya Perkawinan

Putusnya perkawinan serta akibatnya di atur dalam Bab VIII, Pasal

38sampai dengan Pasal 41 Undang-undang Perkawinan. Diatur juga dalam Bab V

Peraturan Pemerintah No. 9 tahun 1975 tentang Tata Cara Perceraian, Pasal 14

sampai dengan Pasal 36. Menurut Pasal 38 Undang-Undang Perkawinan

perkawinan dapat putus dikarenakan tiga hal, yaitu :

1. Kematian

2. Perceraian, dan

3. Atas Keputusan Pengadilan

B. Pembatalan Perkawinan

1. Pengertian Pembatalan Perkawinan

Istilah “batal”-nya perkawinan dapat menimbulkan salah paham, karena

terdapat berbagai ragam tentang pengertian batal (nietig) tersebut. Batal berarti

nietig zonder kracht (tidak ada kekuatan) zonder waarde (tidak ada nilai), nietig

Page 17: PEMBATALAN PERKAWINAN KARENA PENIPUAN OLEH PIHAK …

verklaard (dapat dibatalkan), sedangkanabsolut nietig adalah kebatalan mutlak,

berarti sejak semula tidak pernah terjadi perkawinan.11

Istilah dapat dibatalkan dalam undang-undang ini, berarti dapat difasidkan,

jadi relatif nietig. Jadi perkawinan dapat dibatalkan berarti suatu perkawinan

sudah terjadi dapat dibatalkan jika para pihak tidak memenuhi syarat-syarat untuk

melangsungkan perkawinan.12

Pembatalan perkawinan diatur dalam Undang-undang Perkawinan yaitu

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 termuat dalam Bab IV pada Pasal 22

sampai dengan pasal 28, diatur lebih lanjut dalam peraturan Pelaksanaanya (PP

No. 9 Tahun 1975) dalam Bab VI Pasal 37 dan 38, serta diatur pula dalam

Kompilasi Hukum Islam (Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991)) Bab XI Pasal 70

sampai Pasal 76. Pasal 22 Undang-undang No 1 Tahun 1974 menyebutkan bahwa

perkawinan dapat dibatalkan apabila para pihak tidak memenuhi syarat-syarat

untuk melangsungkan perkawinan. Pasal tersebut menjelaskan bahwa perkawinan

itu batal karena tidak terpenuhinya syarat-syarat yang dimaksud, namun jika

perkawinan itu terlanjur terlaksana maka perkawinan itu dapat dibatalkan.

2. Pihak-pihak yang dapat mengajukan pembatalan perkawinan

Pihak-pihak yang berhak mengajukan pembatalan perkawinan diatur

dalam pasal 23 Undang-undang No. 1 Tahun 1974, yaitu:

a. Para keluarga dalam keturunan garis lurus keatas dari suami atau isteri

b. Suami atau isteri

c. Pejabat yang berwenang hanya selama perkawinan belum diputuskan

11

Martiman Prodjohamidjojo, Op.cit. hlm 25. 12

Ibid.

Page 18: PEMBATALAN PERKAWINAN KARENA PENIPUAN OLEH PIHAK …

d. Pejabat yang ditunjuk tersebut ayat (2) pasal 16 Undang-undang ini

dan setiap orang yang mempunyai kepentingan hukum secara

langsung terhadap perkawinan tersebut tetapi hanya setelah

perkawinan itu putus.

Yahya harahap berpendapat mengenai pejabat yang berwenang untuk

mengajukan pembatalan selama perkawinan belum diputuskan, diartikan bahwa

jika telah ada putusan tentang permohonan pembatalan dari orang-orang yang

disebut yakni para keluarga dalam garis lurus keatas dari suami atau isteri dan

dari suami atau isteri dalam pasal 23 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974, maka

pejabat yang berwenang tersebut tidak boleh mengajukan pembatalan perkawinan.

Pembatalan juga dapat dimintakan oleh Jaksa sesuai pasal 26 ayat (1) Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 1974 dalam hal perkawinan dilakukan oleh Pegawai

Pencatat Nikah yang tidak berwenang, wali tidak sah atau tidak dihadiri oleh dua

orang saksi.13

Pihak-pihak yang dapat mengajukan pembatalan perkawinan menurut

Kompilasi Hukum Islam diatur dalam Pasal 73, yaitu:

a. Para keluarga dalam garis keturunan lurus keatas dan kebawah dari

suami atau isteri;

b. Suami atau isteri;

c. Pejabat yang berwenang mengawasi pelaksanaan perkawinan menurut

Undang-Undang;

13

Yahya Harahap, Hukum Perkawinan Indonesia,(Medan: CV. Zahir Tranding 1978), hlm

73.

Page 19: PEMBATALAN PERKAWINAN KARENA PENIPUAN OLEH PIHAK …

d. Para pihak yang berkepentingan yang mengetahui adanya cacat dalam

rukun dan syarat perkawinan menurut Hukum Islam dan Peraturan

Perundang-undnagan sebagaimana tersebut dalam Pasal 67.

3. Alasan-alasan batalnya perkawinan

Dalam BW ditentukan syarat-syarat baik syarat materiil maupun syarat

formil.14

Syarat materiil diperinci menjadi syarat materiil absolut (syarat inti

mutlak), dan syarat materiil relatif (syarat inti nisbi). Tidak dipenuhinya syarat-

syarat ini dalam perkawinan, maka perkawinan dapat dimintakan pembatalan.

Dengan kata lain, perkawinan tersebut tetap dianggap sah sampai dinyatakan

batal.15

Syarat materiil absolut adalah syarat yang mengenai pribadi seorang yang

harus diindahkan untuk perkawinan pada umumnya. Syarat-syarat ini adalah:

1) Monogami.

Yakni bahwa seorang laki-laki hanya dapat kawin dengan seorang

perempuan saja, dan seorang perempuan hanya dapat kawin dengan seorang laki-

laki (Pasal 27 KUH Perdata/BW). Prinsip ini merupakan pengaruh dari ajaran

agama Kristen yang merupakan back-ground dari BW. Demikian pentingnya

prinsip ini, hingga menjadi salah satu asas perkawinan.

2) Persetujuan dari calon suami dan calon isteri.

Hal ini merupakan dasar dari kehendak bebas sebagaimana dituntut oleh

setiap perjanjian (Pasal 28). Prinsip ini juga menjadi salah satu asas perkawinan

sekaligus menegaskan bahwa perkawinan adalah suatu persetujuan.

14

Ali Afandi, Hukum Keluarga Menurut BW, (Yogyakarta : Yayasan Badan Penerbit

Gajah Mada, 1964), hal. 12. 15

Ibid, hlm 27.

Page 20: PEMBATALAN PERKAWINAN KARENA PENIPUAN OLEH PIHAK …

3) Orang yang hendak kawin harus memenuhi batas umur minimal.

Bagi laki-laki harus telah berumur 18 tahun, dan bagi wanita harus telah

berumur 15 tahun (Pasal 29). Namun demikian, dimungkinkan terjadinya

pelanggaran terhadap ketentuan ini sepanjang calon pengantin tersebut

mendapatkan dispensasi dari Presiden/pemerintah melalui pejabat yang ditunjuk.

4) Masa tunggu 300 hari bagi janda yang hendak melangsungkan

perkawinan. Tenggang waktu ini berkaitan dengan usia terlama kehamilan

seorang perempuan begitu perkawinannya bubar/dibubarkan (Pasal 34).

Ketentuan ini hanya berlaku bagi perempuan dan tidak bagi laki-laki.

5) Izin dari orang tua (ayah/ibu) atau wali (bagi yang berada di bawah

perwalian) bagi anak sah yang belum berumur 21 tahun (Pasal 35). Bagi anak

yang lahir di luar kawin yang belum berumur 21 tahun, harus mendapat izin dari

ayah dan/ ibu yang mengakuinya (Pasal 39). Ijin dari orang tua atau wali ini tidak

dapat digantikan oleh ijin dari Pengadilan. Bagi orang yang telah dewasa tetapi

belum mencapai umur 30 tahun masih juga diperlukan ijin dari ayah ibunya.

Tetapi jika ijin tersebut tidak diberikan, orang tersebut dapat mengajukan

permohonan ijin ke Pengadilan.

4. Prosedur Pengajuan Pembatalan Perkawinan

Batalnya perkawinan tidak dapat terjadi dengan sendirinya. Maksudnya

apabila melangsungkan perkawinan diketahui suatu pelanggaran, maka dengan

sendirinya perkawinannya batal, tidak demikian, akan tetapi harus melalui

pengaduan ke Pengadilan Agama seperti pada saat melangsungkan perkawinan.

Page 21: PEMBATALAN PERKAWINAN KARENA PENIPUAN OLEH PIHAK …

Pengadilan Agama yang berhak menerima perkara pembatalan perkawinan

adalah pengadilan dalam daerah hukum di mana perkawinan dilangsungkan atau

di tempat tinggal suami atau isteri. Pembatalan dapat dilakukan oleh pengadilan

agama, atau permohonan dari pihak-pihak yang berhak melakukan pembatalan

perkawinan, sebagaimana disebutkan dalam pasal 26 ayat (1) Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 1974, yaitu pihak suami atau isteri, keluarga suami atau isteri

dalam keturunan lurus ke atas, pejabat yang berwenang serta jaksa.

Tentang tata cara atau prosedur pengajuan pembatalan perkawinan, diatur

dalam Pasal 38 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 yang menentukan

sebagai berikut:

1. Tatacara pengajuan permohonan pembatalan perkawinan dilakukan

sesuai dengan tatacara pengajuan perceraian (ayat 2).

2. Hal-hal yang berhubungan dengan panggilan, pemeriksaan

pembatalan perkawinan dan putusan Pengadilan dilakukan sesuai

dengan tatacara tersebut dalam Pasal 20 sampai dengan Pasal 36

Peraturan Pemerintah ini (ayat 3).

5. Akibat Pembatalan Perkawinan

Pasal 28 ayat (1) Undnag-Undang No. 1 Tahun 1974 menyebutkan bahwa

batalnya suatu perkawinan dimulai setelah Putusan Pengadilan mempunyai

kekuatan hukum yang tetap dan berlaku sejak berlangsungnya perkawinan.

Adanya keputusan pengadilan tersebut berarti perkawinan dianggap tidak sah dan

dengan sendirinya dianggap tidak pernah kawin. Namun dalam pasal 28 ayat (2)

Page 22: PEMBATALAN PERKAWINAN KARENA PENIPUAN OLEH PIHAK …

Undang-Undang No. 1 tahun 1974 menyebutkan bahwa keputusan tidak berlaku

surut terhadap:

a. Anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut. Hal ini dimaksudkan

untuk melindungi anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut

agar mempunyai status hukum yang jelas dan resmi sebagai anak dari

orang tua mereka.

b. Suami atau isteri yang beritikad baik kecuali terhadap harta bersama,

apabila pembatalan perkawinan berdasarkan adanya perkawinan lain

yang lebih dulu.

c. Pihak ketiga lainnya sepanjang mereka memperoleh hak-hak dengan

itikad baik sebelum keputusan tentang pembatalan mempunyai

kekuatan hukum yang tetap. Segala perikatan hukum di bidang

keperdataan yang dibuat oleh suami isteri sebelum pembatalan

perkawinan adalah perikatan yang sah dan dapat dilaksanakan kepada

harta perkawinan atau dipikul bersama oleh suami isteri yang telah

dibatalkan perkawinanya secara tanggung menanggung, baik terhadap

harta bersama maupun terhadap harta kekayaan masing-masing.

C. Analisis Hukum Terhadap Putusan No.0012/Pdt.G/2016/PA.Sky

1. Pertimbangan Hukum Hakim Terhadap Putusan No.

0012/Pdt.G/2016/PA.Sky

Pemohon yang mengajukan perkara ini mengaku sedang terikat dalam

sebuah perkawinan dengan Termohon, kemudian mengajukan permohonan agar

perkawinanya itu dibatalkan dengan alasan adanya keadaan salah sangka terhadap

diri Termohon, maka berdasarkan Pasal 23 huruf b dan Pasal 27 ayat (2) Undang-

Page 23: PEMBATALAN PERKAWINAN KARENA PENIPUAN OLEH PIHAK …

Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Pemohon merupakan pihak

yang berkepentingan langsung dengan perkara ini (persona standi in judicio),

sehingga memiliki legal standing untuk mengajukan perkara ini;

Berdasarkan surat permohonannya tanggal 22 Desember 2015 yang telah

didaftar di Kepaniteraan Pengadilan Agama Sekayu, dengan Nomor

0012/Pdt.G/2016/PA.Sky, tanggal 04 Januari 2016, yang kemudian telah

dilakukan perubahan olehnya tertanggal 22 Januari 2016. Pemohon

mengemukakan dalil-dalil dan/alasan-alasan sebagaimana yang telah diuraikan

dalam Duduk Perkara, yang pada pokoknya Pemohon memohon agar hubungan

perkawinannya dengan Termohon dibatalkan oleh Pengadilan Agama Sekayu,

dengan alasan adanya keadaan salah sangka atas diri Termohon, dimana Pemohon

merasa ditipu oleh Termohon tentang keadaan Termohon yang sesungguhnya,

karena Termohon tidak hadir, maka segala dalil dan/atau alasan Permohonan

Pemohon harus dianggap benar dan Pemohon tidak lagi perlu membuktikan lebih

lanjut, dan Permohonan Pemohon dapat dikabulkan sebagaimana jiwa dari

ketentuan Pasal 149 ayat (1) R.Bg, sepanjang jelas menurut Pengadilan bahwa

Permohonan Pembatalan Perkawinan yang diajukan Pemohon memiliki dasar

hukum untuk diadili dan memiliki alasan hukum yang cukup, maka atas Pemohon

masih dibebankan pembuktian tentang dasar hukum dan alasan hukum

Permohonan Pemohon;

Majelis Hakim berpendapat bahwa telah ada dasar hukum dan alasan

hukum yang cukup untuk mengabulkan permohonan Pemohon agar

perkawinannya dengan Termohon dibatalkan tanpa hadirnya Termohon (verstek)

Page 24: PEMBATALAN PERKAWINAN KARENA PENIPUAN OLEH PIHAK …

sesuai ketentuan pasal 149 ayat (1) R.Bg. Adapun terhadap adanya posita angka

11 Permohonan Pemohon yang salah satu maksudnya adalah bahwa pengajuan

permohonan pembatalan nikah ini dilakukan Pemohon agar antara dirinya dan

anak yang lahir dalam perkawinannya dengan Termohon tidak ada ikatan, dengan

kata lain Pemohon menghendaki agar anak itu tidak dinisbatkan kepadanya, maka

terhadap hal ini Majelis Hakim memberikan pertimbangan bahwa putusan

pembatalan perkawinan tidak berlaku surut salah satunya terhadap anak yang lahir

dalam perkawinan tersebut sesuai ketentuan Pasal 28 ayat (2) huruf a Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan jo Pasal 75 dan Pasal 76 huruf

a Kompilasi Hukum Islam.

Jika Pemohon merasa keberatan atas ketentuan itu atau Pemohon

keberatan atas adanya hubungan hukum antara dirinya dan anak yang lahir dalam

perkawinan yang telah dibatalkan itu, atau jika Pemohon merasa tidak memiliki

hubungan biologis dengan anak yang lahir dalam perkawinannya tersebut, maka

Pemohon dapat melakukan upaya hukum tersendiri diluar perkara ini;

2. Alasan Pemohon Untuk Membatalkan Perkawinan dalam

Putusan No. 0012/Pdt.G/2016/PA.Sky

Perkawinan dapat dibatalkan apabila dalam pelaksanaanya terdapat unsur

penipuan atau salah sangka mengenai identitas, keadaan diri, atau status

sebagaimana disebutkan dalam Pasal 27 ayat (2) UUP dan Pasal 72 ayat (2) KHI.

Dalam perkara ini Nomor 0012/Pdt.G/2016/PA.Sky yang menjadi sorotan dalam

pembatalan adalah Pemohon merasa tertipu oleh Termohon. Penipuan dengan

kata dasar tipu adalah perbuatan atau perkataan yang tidak jujur (bohonh, palsu,

dan sebagainya), dengan maksud untuk menyesatkan, mengakali, atau mencari

Page 25: PEMBATALAN PERKAWINAN KARENA PENIPUAN OLEH PIHAK …

untung. Sedangkan penipuan adalah proses, perbuatan, cara menipu.16

Di

kalangan mayarakat pengertian penipuan adlah suatu tindakan kebohongan baik

berupa perbuatan dan/atau perkataan yang dibuat demi mendapatkan keuntungan

pribada tetapi merugikan orang lain. Penipuan dapat diartikan juga sebagai suatu

tindakan memberikan keterangan tidak sesuai dengan keadaan asli (kenyataan)

atau faktanya. Penipubhnhjnan yang dimaksud dalam perkawinan adalah salah

sangka terhadap keadaan asli pasangannya.

Perkawinan dengan penipuan atau salah sangka terhadap identitas,

keadaan diri atau status akan menimbulkan perasaan bahwa dirinya telah tertipu

atau ditipu, ini akan mengakibatkan terjadinya perselisihan, pertengkaran, dan

perpecahan dalam rumah tangga yang menimbulkan hubungan suami isteri

menjadi tidak harmonis. Perkawinan dengan penipuan atau slah sangka terhadap

identitas, keadaan diri, atau status jelas akan membawa kemudharatan dan

merugikan para pihak yang terkait.

3. Pertimbangan Hukum Hakim Terhadap Alasan Pemohon dalam

Putusan No. 0012/Pdt.G/2016/PA.Sky

Berdasarkan hasil penelitian terhadap kasus Putusan Pengadilan Agama

Sekayu sebagaimana yang telah diuraikan di atas, berikut disajikan dasar

pertimbangan hakim dalam menerima dan memutus perkara pembatalan

perkawinan sebagai berikut:

Pembatalan perkawinan menurut hukum Islam disebut juga dengan istilah

Fasakh yang artinya merusak atau membatalkan, ini berarti bahwa perkawinan itu

16

Tim Penyusun Kamus Pusat dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa

Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1990) hlm 952.

Page 26: PEMBATALAN PERKAWINAN KARENA PENIPUAN OLEH PIHAK …

diputuskan atau dirusakkan atas permintaan salah satu pihak oleh Pengadilan

Agama. Fasakh disebabkan karena salah satu pihak menemui cela pada pihak lain

atau merasa tertipu atas hal-hal yang belum diketahui sebelum berlangsungnya

perkawinan.17

Fasakh atau pembatalan perkawinan dapat diminta oleh pihak suami

kepada pengadilan dengan alasan:

a. Suami merasa tertipu bahwa isterinya yang pernah mengatakan masih

gadis ternyata sudah bukan gadis lagi.

b. Istrinya yang dulu nampak berambut indah ternyata setelah kawin

diketahui bahwa rambutnya adalah palsu atau ia tidak berambut sama

sekali.

c. Istrinya yang mengaku anak kandung orang yang mengasuhnya

ternyata setelah kawin diketahui hanya anak pungut atau anak angkat.

d. Secara garis besar, suami kemudian menjumpai bahwa pada isterinya

terdapat hal-hal yang tidak mungkin mendatangkan ketentraman dan

pergaulan yang baik dalam hidup perkawinan yang semula tidak

diketahuinya dapat mengajukan kepada pengadilan untuk minta fasakh

perkawinanya atau dibatalkan perkawinannya.18

Berdasarkan uraian diatas, maka apabila pada waktu berlangsungnya

perkawinan terjadi penipuan maka seorang suami atau isteri dapat mengajukan

pembatalan perkawinan. Seperti yang terjadi pada putusan Pengadilan Agama

Sekayu Nomor 0012/Pdt.G/2016/PA.Sky. berdasarkan data penelitian pemohon

17

Soemiyati, Op.Cit hlm 113. 18

Ahmad Azhar Basyir, Hukum Perkawinan Islam,( Yogyakarta: UII Press, 1990)hlm 78.

Page 27: PEMBATALAN PERKAWINAN KARENA PENIPUAN OLEH PIHAK …

mengajukan pembatalan perkawinan dengan alasan merasa tertipu, berdasarkan

gugatan pemohon yang dikuatkan dengan bukti-bukti dan keterangan saksi-saksi

maka dapat ditemukan fakta bahwa ketika perkawinan mereka dilangsungkan

ternyata Termohon sudah dalam keadaan hamil 1 bulan dengan orang lain,

sedangkan Termohon baru mengakuinya atau memberitahu kepada Pemohon 8

bulan kemudian setelah bayi yang ada dalam kandungannya telah dilahirkan,

sehingga Pemohon merasa ditipu, dengan demikian pembatalan perkawinan

tersebut sudah sejalan dengan Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun

1974 dan sesuai juga dengan Pasal 72 ayat (2) Kompilasi Hukum Islam.

Pembatalan perkawinan dengan alasan merasa ditipu ini juga sudah sesuai dengan

beberapa doktrin yang menyebutkan bahwa pembatalan perkawinan dapat

dilakukan jika suami atau istri merasa tertipu.

Setelah perkara pembatalan perkawinan memperoleh putusan Pengadilan

yang berkekuatan hukum tetap, maka perkawinan tersebut batal sejak saat

perkawinan tersebut berlangsung, dengan demikian perkawinan tersebut dianggap

tidak pernah ada atau tidak pernah terjadi, sesuai dalam pasal 28 ayat (1) UUP

menyebutkan bahwa batalnya suatu perkawinan dimulai setelah keputusan

pengadilan mempunyai kekuatan hukum yang tetap, dan berlaku sejak saat

berlangsungnya perkawinan.

Page 28: PEMBATALAN PERKAWINAN KARENA PENIPUAN OLEH PIHAK …

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari uraian hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat diambil

kesimpulan sebagai berikut:

1. Pertimbangan hukum hakim terhadap alasan pemohon untuk membatalkan

perkawinan dalam putusan No. 0012/Pdt.G/2016/PA.Sky adalah pemohon

mengajukan permohonan pembatalan perkawinan dengan alasan karena

adanya penipuan yang dilakukan pihak wanita mengenai status atau

keadaan diri Termohon yang masih gadis (perawan) ternyata sudah

berulangkali melakukan hubungan dengan laki-laki lain sebelum

melangsungkan perkawinan dengan Pemohon. Pemohon menguatkan

dalil-dalil gugatannya dengan mengajukan alat bukti surat maupun saksi.

Alat bukti tersebut berupa bukti surat fotokopi, kutipan akta nikah, dan

para saksi. Berdasarkan alat bukti yang diajukan oleh penggugat maka

pertimbangan hukum yang digunakan hakim terhadap alasan pemohon

untuk membatalkan perkawinan adalah pasal 27 ayat (2) Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 1974 menyebutkan bahwa “seorang suami atau isteri

dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan apabila pada

waktu berlangsungnya perkawinan terjadi penipuan atau salah sangka

mengenai diri suami atau istri.” dan Kompilasi Hukum Islam pasal 72

ayat (2) yang menyebutkan “Seorang suami atau isteri dapat mengajukan

permohonan pembatalan perkawinan apabila pada waktu berlangsungnya

Page 29: PEMBATALAN PERKAWINAN KARENA PENIPUAN OLEH PIHAK …

perkawinan terjadi penipuan atau salah sangka mengenai diri suami atau

isteri.”

2. Akibat hukum yang timbul dari putusan pembatalan perkawinan karena

adanya penipuan oleh pihak wanita adalah pertama, anak yang lahir di

luar perkawinan Pemohon dan Termohon hanya mempunyai hubungan

nasab dengan ibunya dan keluarga ibunya, sesuai dengan Pasal 43

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 yang menyebutkan bahwa anak

yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata

dengan ibunya dan keluarga ibunya. Pemohon tidak mempunyai kewajiban

untuk bertanggung jawab dalam bentuk apapun terhadap anak yang

dilahirkan Termohon. Dalam putusan MK Nomor 46/PUU-VIII/2010

disebutkan bahwa hubungan anak dengan seorang laki-laki sebagai bapak

tidak semata-mata karena adanya ikatan perkawinan, akan tetapi dapat

juga didasarkan pada pembuktian adanya hubungan darah antara anak

dengan laki-laki tersebut sebagai bapak. Kedua, akibat pembatalan

perkawinan ini terhadap hubungan suami isteri adalah tidak pernah terjadi

perkawinan antara Pemohon dan Termohon atau dianggap tidak pernah

ada. Ketiga, akibat pembatalan perkawinan terhadap harta bersama antara

Pemohon dan Termohon selama perkawinannya, dilakukan dengan adil

sesuai dengan usaha yang dilakukan baik Pemohon maupun Termohon,

sehingga mereka masing-masing memperoleh harta hasil usahanya selama

perkawinan mereka.

Page 30: PEMBATALAN PERKAWINAN KARENA PENIPUAN OLEH PIHAK …

B. Saran

Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya, Penulis memberikan

saran sebagai berikut:

1. Para pihak yang ingin melangsungkan perkawinan, sebaiknya meneliti

terlebih dahulu dan mengecek keadaan sesungguhnya mengenai

seseorang yang akan dinikahinya, baik pria maupun wanita. Hal ini

dibutuhkan agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti

adanya salah sangka mengenai diri suami atau istri maupun adanya

penipuan atau kebohongan yang dapat merugikan pihak-pihak yang

bersangkutan seperti pada Putusan Nomor 0012/Pdt.G/2016/PA.Sky

ini. Pengecekan identitas dapat dilakukan kepada keluarga terdekat

orang yang akan dinikahi.

2. Sebaiknya pihak wanita meminta pertanggung jawaban terhadap ayah

biologis anak untuk menjamin hak dan status anak yang dilahirkan

tersebut dengan pembuktian melalui perkembangan teknologi seperti

tes DNA sehingga dapat dibuktikan secara pasti bahwa anak tersebut

adalah anak kandungnya, dengan demikian anak yang dilahirkan

memiliki status ayah yang jelas.

Page 31: PEMBATALAN PERKAWINAN KARENA PENIPUAN OLEH PIHAK …

DAFTAR PUSTAKA

1. Buku

Afandi, Ali. 1964. Hukum Keluarga Menurut BW. Yogyakarta : Yayasan

Badan Penerbit Gajah Mada.

Basyir, Ahmad Azhar . 1990. Hukum Perkawinan Islam. Yogyakarta: UII

Press.

Harahap, Yahya. 1978. Hukum Perkawinan Indonesia. Medan: CV. Zahir

Tranding.

Piliang, H. M Ridwan. 2012. Perilaku Perkawinan Dalam Membangun

Rumah Tangga Bahagia, Medan: Perdana Publishing.

Soemiyati, 1997. Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang

Perkawinan(Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan). Yogyakarta:Liberty.

Soimin, Soedharyo. Hukum Orang dan Keluarga. Jakarta: Sinar Grafika.

Sudarsono, 2005. Hukum Perkawinan Nasional. Rineka Cipta.

Tim Penyusun Kamus Pusat dan Pengembangan Bahasa. 1990. Kamus

Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

2. Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang

Perkawinan.

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-

Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.

Page 32: PEMBATALAN PERKAWINAN KARENA PENIPUAN OLEH PIHAK …

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1975 Tentang

Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang

Perkawinan.

Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1991 tentang

Kompilasi Hukum Islam.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Putusan Pengadilan Agama Sekayu Nomor 0012/Pdt.G/2016/PA.Sky.

Page 33: PEMBATALAN PERKAWINAN KARENA PENIPUAN OLEH PIHAK …