pengertian penipuan
TRANSCRIPT
A. Pengertian
Kejahatan penipuan diatur dalam buku ke II bab ke XXV KUHP dari pasal 378 samapai
dengan pasal 395. Dalam bab ke XXV di pergunakan perkataan “penipuan”, karena
sesungguhnya didalam bab tersebut diatur sejumlah perbuatan-[erbuatan yang ditujukan terhadap
harta bend, dimana oleh si pelaku telah dipergunakan perbutan-perbuatan yang bersifat menipu
atau dipergunakantipu muslihat.
Kejahatan penipuan di dalam bentuknya yang pokok diatur dalam pasal 378 KUHP yang
berbunyi :
“barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan
hak, mempergunakan nama palsu atau sifat palsu atau pun mempergunakan tipu muslihat atau
susunan kata-kata bohong, menggerakan orang lain untuk menyerahkan suatu benda atau
mengadakan suatu perjanjian hutang atau meniadakan suatu piutang, karena setelah melakukan
penipuan, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun”
Pasal 378 KUHP tentang penipuan merumuskan, yakni barang siapa dengan maksud
untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hukum, dengan memakai
nama palsu atau martabat palsu; dengan tipu muslihat ataupun dengan rangkaian kebohongan
menggerakkan orang lain untuk menyerahkan sesuatu benda kepadanya, atau supaya memberi
hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling
lama 4 tahun. Rumusan penipuan tersebut terdiri dari unsur-unsur objektif sebagai berikut :
Perbuatan menggerakkan (Bewegen). Kata bewegen dapat juga diartikan dengan istilah
membujuk atau menggerakkan hati. Dalam KUHP sendiri tidak memberikan keterangan
apapun tentang istilah bewegen. Menggerakkan dapat didefinisikan sebagai perbuatan
mempengaruhi atau menanamkan pengaruh pada orang lain, karena objek yang
dipengaruhi yakni kehendak seseorang. Perbuatan menggerakkan juga merupakan
perbuatan yang abstrak, dan akan terlihat bentuknya secara konkrit bila dihubungkan
dengan cara melakukannya, dan cara melakukannya inilah sesungguhnya yang lebih
berbentuk, yang bisa dilakukan dengan perbuatan-perbuatan yang benar dan dengan
perbuatan yang tidak benar. Karena di dalam sebuah penipuan, menggerakkan diartikan
dengan cara-cara yang di dalamnya mengandung ketidakbenaran, palsu dan bersifat
membohongi atau menipu.
Yang digerakkan adalah orang. Pada umumnya orang yang menyerahkan benda, orang
yang memberi hutang dan orang yang menghapuskan piutang sebagai korban penipuan
adalah orang yang digerakkan itu sendiri. Tetapi hal itu bukan merupakan keharusan,
karena dalam rumusan Pasal 378 KUHP tidak sedikitpun menunjukkan bahwa orang
yang menyerahkan benda, memberi hutang maupun menghapuskan piutang adalah harus
orang yang digerakkan. Orang yang menyerahkan benda, memberi hutang maupun
menghapuskan piutang bisa juga oleh selain yang digerakkan, asalkan orang lain atau
pihak ketiga menyerahkan benda itu atas perintah atau kehendak orang yang digerakkan.
Tujuan perbuatan. Tujuan perbuatan dalam sebuah penipuan dibagi menjadi 2 (dua)
unsur, yakni :
a. Menyerahkan benda, dalam hal ini pengertian benda dalam penipuan memiliki arti
yang sama dengan benda dalam pencurian dan penggelapan, yakni sebagai benda yang
berwujud dan bergerak. Pada penipuan benda yang diserahkan dapat terjadi terhadap
benda miliknya sendiri asalkan di dalam hal ini terkandung maksud pelaku untuk
menguntungkan diri sendiri atau orang lain. Pendapat ini didasarkan pada ketentuan
bahwa dalam penipuan menguntungkan diri tidak perlu menjadi kenyataan, karena dalam
hal ini hanya unsur maksudnya saja yang ditujukan untuk menambah kekayaan.
b. Memberi hutang dan menghapuskan piutang, dalam hal ini perkataan hutang tidak
sama artinya dengan hutang piutang, melainkan diartikan sebagai suatu perjanjian atau
perikatan. Hoge Raad menyatakan bahwa yang dimaksud dengan hutang adalah suatu
perikatan, misalnya menyetor sejumlah uang jaminan. Oleh karenanya memberi hutang
tidak dapat diartikan sebagai memberi pinjaman uang belaka, melainkan diberi
pengertian yang lebih luas sebagai membuat suatu perikatan hukum yang membawa
akibat timbulnya kewajiban bagi orang lain untuk menyerahkan atau membayar sejumlah
uang tertentu. Demikian juga dengan istilah utang, dalam kalimat menghapuskan piutang
mempunyai arti suatu perikatan. Sedangkan menghapuskan piutang mempunyai
pengertian yang lebih luas dari sekedar membebaskan kewajiban dalam hal membayar
hutang atau pinjaman uang belaka, karena menghapuskan piutang diartikan sebagai
menghapuskan segala macam perikatan hukum yang sudah ada, di mana karenanya
menghilangkan kewajiban hukum penipu untuk menyerahkan sejumlah uang tertentu
pada korban atau orang lain.
Upaya - upaya penipuan. Upaya penipuan disini dibagi menjadi 2 (dua) unsur, yakni :
a. Dengan menggunakan nama palsu (valsche naam), dalam hal ini terdapat 2 (dua)
pengertian nama palsu, antara lain:
Pertama, diartikan sebagai suatu nama bukan namanya sendiri melainkan nama orang
lain (misalnya menggunakan nama seorang teman).
Kedua, diartikan sebagai suatu nama yang tidak diketahui secara pasti pemiliknya atau
tidak ada pemiliknya (misalnya orang yang bernama A menggunakan nama samaran B).
Nama B tidak ada pemiliknya atau tidak diketahui secara pasti ada tidaknya orang
tersebut. Dalam hal ini kita harus berpegang pada nama yang dikenal oleh masyarakat
luas. Misalkan A dikenal di masyarakat dengan nama C, maka A mengenalkan diri
dengan nama C itu adalah menggunakan nama palsu. Kemudian bagaimana bila
seseorang menggunakan nama orang lain yang sama dengan namanya sendiri, tetapi
orang yang dimaksudkan itu berbeda. Misalnya seorang supir bernama A mengenalkan
diri sebagai seorang pegawai bank yang juga bernama A, si A yang terakhir benar-benar
ada dan diketahuinya sebagai seorang pegawai bank. Di sini tidak menggunakan nama
palsu, akan tetapi menggunakan martabat atau kedudukan palsu.
b. Menggunakan martabat atau kedudukan palsu (valsche hoedanigheid), dalam hal
ini terdapat beberapa istilah yang sering digunakan sebagai terjemahan dari
perkataanvalsche hoedanigheid yakni, keadaan palsu, martabat palsu, sifat palsu, dan
kedudukan palsu. Adapun yang dimaksud dengan kedudukan palsu itu adalah suatu
kedudukan yang disebut atau digunakan seseorang, kedudukan mana menciptakan atau
memiliki hak-hak tertentu, padahal sesungguhnya ia tidak mempunyai hak tertentu itu.
Jadi kedudukan palsu ini jauh lebih luas pengertiannya daripada sekedar mengaku
mempunyai suatu jabatan tertentu, seperti dosen, jaksa, kepala, notaris, dan lain
sebagainya. Sudah cukup ada kedudukan palsu misalnya seseorang mengaku seorang
pewaris, yang dengan demikian menerima bagian tertentu dari boedel waris, atau sebagai
seorang wali, ayah atau ibu, kuasa, dan lain sebagainya. Hoge Raad dalam suatu arrest-
nya (27-3-1893) menyatakan bahwa perbuatan menggunakan kedudukan palsu adalah
bersikap secara menipu terhadap orang ketiga, misalnya sebagai seorang kuasa, seorang
agen, seorang wali, seorang kurator ataupun yang dimaksud untuk memperoleh keperca-
yaan sebagai seorang pedagang atau seorang pejabat.
c. Menggunakan tipu muslihat (listige kunstgreoen) dan rangkaian kebohongan
(zamenweefsel van verdichtsels), dalam hal ini kedua cara menggerakkan orang lain ini
sama-sama bersifat menipu atau isinya tidak benar atau palsu, namun dapat menimbulkan
kepercayaan atau kesan bagi orang lain bahwa semua itu seolah-olah benar adanya.
Namun terdapat perbedaan, yakni pada tipu muslihat berupa perbuatan, sedangkan pada
rangkaian kebohongan berupa ucapan atau perkataan. Tipu muslihat diartikan sebagai
suatu perbuatan yang sedemikian rupa dan yang menimbulkan kesan atau kepercayaan
tentang kebenaran perbuatan itu, yang sesungguhnya tidak benar. Karenanya orang bisa
menjadi percaya dan tertarik atau tergerak hatinya. Tergerak hati orang lain itulah yang
sebenarnya dituju oleh si penipu, karena dengan tergerak hatinya atau terpengaruh
kehendaknya itu adalah berupa sarana agar si korban berbuat menyerahkan benda yang
dimaksud.
Rumusan penipuan terdiri dari unsur-unsur objektif yang meliputi perbuatan
(menggerakkan), yang digerakkan (orang), perbuatan itu ditujukan pada orang lain
(menyerahkan benda, memberi hutang, dan menghapuskan piutang), dan cara melakukan
perbuatan menggerakkan dengan memakai nama palsu, memakai tipu muslihat, memakai
martabat palsu, dan memakai rangkaian kebohongan. Dan selain daripada unsur-unsur objektif,
maka dalam sebuah penipuan juga terdapat unsur-unsur subjektif dalam sebuah kejahatan
penipuan meliputi maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dan maksud
melawan hukum. Berikut merupakan penjelasan singkat terkait unsur subjektif dalam sebuah
penipuan, yakni sebagai berikut :
Maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain, dalam hal ini maksud si
pelaku dalam melakukan perbuatan menggerakkan harus ditujukan pada menguntungkan
diri sendiri atau orang lain, yakni berupa unsur kesalahan dalam penipuan. Terhadap
sebuah kesengajaan harus ditujukan pada menguntungkan diri, juga ditujukan pada unsur
lain di belakangnya, seperti unsur melawan hukum, menggerakkan, menggunakan nama
palsu dan lain sebagainya. Kesengajaan dalam maksud ini harus sudah ada dalam diri si
pelaku, sebelum atau setidak-tidaknya pada saat memulai perbuatan menggerakkan.
Menguntungkan artinya menambah kekayaan dari yang sudah ada. Menambah kekayaan
ini baik bagi diri sendiri maupun bagi orang lain.
Dengan melawan hukum, dalam hal ini unsur maksud sebagaimana yang diterangkan di
atas, juga ditujukan pada unsur melawan hukum. Maksud menguntungkan diri sendiri
atau orang lain dengan melakukan perbuatan menggerakkan haruslah berupa maksud
yang melawan hukum. Unsur maksud dalam rumusan penipuan ditempatkan sebelum
unsur melawan hukum, yang artinya unsur maksud itu juga harus ditujukan pada unsur
melawan hukum. Oleh karena itu, melawan hukum di sini adalah berupa unsur subjektif.
Dalam hal ini sebelum melakukan atau setidak-tidaknya ketika memulai perbuatan
menggerakkan, pelaku telah memiliki kesadaran dalam dirinya bahwa menguntungkan
diri sendiri atau orang lain dengan melakukan perbuatan itu adalah melawan hukum.
Melawan hukum di sini tidak semata-mata diartikan sekedar dilarang oleh undang-
undang atau melawan hukum formil, melainkan harus diartikan yang lebih luas yakni
juga bertentangan dengan apa yang dikehendaki masyarakat, suatu celaan masyarakat.
Karena unsur melawan hukum ini dicantumkan dalam rumusan tindak pidana, maka
menjadi wajib dibuktikan dalam persidangan. Perlu dibuktikan disini adalah si pelaku
mengerti maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan menggerakkan
orang lain dengan cara tertentu dan seterusnya dalam rumusan penipuan sebagai hal yang
dicela masyarakat.
Dari rumusan undang-undang tersebut kita peroleh sejumah unsur-unsur yang dapat kita
bagi menjadi:
1. Unsur-unsur objektif :
a. Menggerakan
b. Orang lain
c. Untuk menyerahkan suatu benda
d. Untuk mengadakan perjanjian hutang
e. Untuk meniadakan suatu piutang
f. Dengan mempergunakan upaya berupa :
Mempergunakan nama palsu
Mempergunakan tipu muslihat
Mempergunakan sifat palsu
Mempergunakan susunan kata-kata bohong
2. Unsur-unsur subyektif :
a. Dengan maksud
b. Untuk menguntung kan diri sendiri
c. Secara melawan hak
B. Bentuk – Bentuk , Unsur , Tindak Pidana Penipuan
a. Penipuan Ringan
Kejahatan penipuan ringan diatur di dalam pasal 379 KUHP yang berbunyi :
“perbuatan yang dilakukan dalam pasal 378 itu, apa bila barang yang diserahkan bukan berupa
ternak dan nilai dari benda hutang atau piutang itu tidak lebih dari duapuluh lima rupiah, sebagai
perbuatan melakukan penipuan ringan, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya tiga
bulan atau denda sebanyak-banyak nya enam puluh rupiah”
Dengan berlakunya peraturan pemerintah No. 18/1960, maka pidana denda yang terdapat
dalam pasal 378 KUHP itu dikalikan lima belas, hingga menjadi Sembilan ratus rupiah. Unsur-
unsur dari kejahatan penipuan ringan itu adalah :
a. Semua unsur dari kejahatan penipuan di dalam bentuknya yang pokok;
b. Benda yang diserahkan itu haruslah bukan berupa ternak dan nilai nya tidak lebih dari
duapuluh lima rupiah;
c. Hutang yang diadakan ataupun piutang yang di tiadakan itu nilai nya harus tidak lebih
dari duapuluh lima rupiah.
b. Penipuan dalam Hal Jual Beli
Dalam hal ini ada 2 bentuk penipuan, yakni yang dilaku¬kan oleh pembeli diatur
dalam pasal 379a dan yang dilakukan oleh penjual diatur dalam pasal 383 dan 386.
1. Penipuan yang Dilakukan Pembeli
Pasal 379a merumuskan sebagai berikut:
Barang siapa menjadikan sebagai mata pencaharian atau kebia¬saan untuk membeli
benda-benda, dengan maksud supaya tanpa dengan pembayaran seluruhnya,
memastikan kekuasaannya terhadap benda-benda itu, untuk diri sendiri maupun orang
lain diancam dengan pidana penjara paling lama 4 tahun.
Tindak pidana yang dirumuskan dalam pasal 379a terse¬but oleh UU tidak diberi
kualifikasi tertentu. Di luar UU, orang¬orang memberikan kualifikasi dengan
flesentrekkerij.
Adapun kejahatan itu baru dimuat dalam KUHP pada tahun 1930, karena sejak tahun
itu tampak ada gejala buruk dalam masyarakat mengenai hal pernbelian barang-
barang oleh pembeli. Gejala buruk yang dimaksud adalah berupa pembeli yang sudah
berniat untuk tidak membayar lunas harga barang tetapi ia sudah memastikan untuk
menguasai¬nya, yang oleh pernbentuk undang-undang dinilai suatu per¬buatan yang
mernbahayakan suatu kepentingan hukum dan dapat diatasi dengan menetapkan suatu
sanksi pidana apabila dijadikan sebagai mata pencaharian dan kebiasaan.
Kejahatan ini terjadi apabila pembelian tidak dibayar secara kontan. Model pernbelian
secara mencicil atau kredit ini memang sudah lama dikenal di kalangan masyarakat.
Karena benda yang dibeli semula sudah diserahkan, apabila harga tidak dibayar, akan
merugikan penjual, dan hal ini masih berada dalam lapangan hukum perdata, berupa
wanprestasi. Tetapi bila dijadikan suatu mata pencaharian atau kebiasaan, yang
semula sudah mempunyai maksud untuk menguasai bend a itu tanpa dengan
mernbayar lunas, maka merupakan tindak pidana.
Rumusan tindak pidana dalam pasal 379a tersebut terdapat unsur-unsur sebagai
berikut:
a. Unsur-unsur objektif:
1) perbuatan membeli,
2) benda-bend a, dan
3) dijadikan sebagai mata pencaharian atau kebiasaan.
b. Unsur-unsur subjektif, berupa maksud yang dilakukan:
1) pada menguasai benda itu bagi:
a) diri sendiri, atau
b) orang lain, dengan
2) tidak mernbayar lunas harganya.
1) Perbuatan Membeli
Perbuatan ini terjadi dalam hal perikatan hukum jual beli.
Dalam KUHPerdata (pasal1457), yang disebut dengan jual beli adalah suatu
persetujuan di mana pihak yang satu (disebut penjual) mengikatkan dirinya untuk
menyerahkan suatu benda dan pihak yang lain (disebut pernbeli) untuk mernbayar
harga yang telah dijanjikan.
Dalam hukum perdata, azas perikatan adalah kesepa-
katan. Perikatan hukum jual beli terjadi pada saat kesepakatan seperti yang
dimaksudkan di atas itu tercapai. Dalam hukum adat azas perjanjian adalah terang
dan kontan. Perjanjian jual beli terjadi bila pernbayaran dan harga telah nyata-nyata
telah diserahkan dan telah diterima oleh masing-masing pihak. Pelaku tindak pidana
adalah pembelinya. Dalam perikatan hukum jual beli, pernbeli mempunyai kewajiban
untuk mernba¬yar harga, pernbayaran mana dapat dilakukan secara kontan atau tidak.
Dalam hukum perdata yang mendasarkan perjan¬jian pada azas kesepakatan, bila
telah tirnbul kesepakatan, perjanjian jual beli itu telah terjadi, walaupun harga belum
dibayar lunas dan barang sudah diserahkan. Karena perjanjian sudah tirnbul,
berakibat hak atas barang sudah beralih kepada pernbeli. Namun menurut redaksi
pasal 379a, tidak tampak secara jelas hak tersebut apakah telah beralih ataukah belum
ke tangan pernbeli, dalam arti bahwa apakah perikatan jual beli seperti itu sebagai
syah ataukah tidak.
2) Objeknya: Benda-benda atau Barang-barang
Perikatan hukum jual beli bis-a. terjadi terhadap benda bergerak dan benda tetap.
Dalam hal kejahatan ini, benda objek adalah bend a bergerak, karena untuk benda
tidak berge¬rak seperti tanah pekarangan, tidak dapat berpindah kekua¬saan
sebagaimana arti yang sebenarnya. Dari perkataan memastikan kekuasaannya dalam
rumusan kejahatan ini, membuktikan bahwa benda yang bisa dipastikan
kekuasaan¬nya beralih dalam arti yang sebenarnya itu adalah terhadap benda-benda
bergerak.
Objek benda di sini tidak cukup dengan satu benda. Oleh karena di samping
dirumuskan dalam bentuk jamak (goederen), juga ternyata dari un sur kebiasaan, yang
menun¬jukkan pembelian itu hams dilakukan lebih dari satu kali. Bila pembelian
harus dilakukan bemlang kali, berarti jenis benda atau wujud benda adalah terhC!-dap
benda yang berlainan atau tidak sama. Benda yang berl.ainan berarti ada lebih dari
satu benda.
3) Sebagai Mata Pencaharian (Beroep) atau Kebiasaan (Gewoonte)
Antara mata pencaharian dengan kebiasaan ada perbe¬daan pokok, yakni pada
kebiasaan terjadinya pembelian hams lebih dari satu kali. Sedangkan pada mata
pencaharian terjadi¬nya pembelian itu cukup hanya satu kali saja, namun dari
pem¬belian yang satu kali itu atau dari hal lain yang berhubungan dengan pembelian
itu dapat disimpulkan bahwa akan dilaku¬kannya kembali (Kartanegara, I:247).
Misalnya telah terjadi pembelian tanpa pembayaran tunai, dan ternyata bendanya
sudah dijual lagi secara kontan pada tengkulak dan ada kesanggupan/perjanjian
dengan tengkulak itu bahwa akan dikirim bend a yang sejenis berikutnya.
Kesanggupan/ perjanjian dengan tengkulak akan mengirimkan/menjual lagi benda
yang sarna adalah menunjukkan bahwa akan dilakukan lagi pembelian berikutnya.
Walaupun pembelian sebagai mata pencaharian ini cukup terjadi satu kali dengan
syarat yang dernikian, narnun dalarn praktik, sarna dengan kebiasaan bahwa
pembelian itu terjadinya lebih dari satu kali.
4) Maksud untuk Memastikan Kekuasaan atas Benda bagi Dirinya Sendiri maupun
Orang Lain tanpa Membayar Lunas
Unsur maksud berupa unsur kesalahan. Tentang unsur ini telah dibicarakan di muka.
Maksud petindak di sini hams ditujukan kepada:
1) memastikan menguasai benda, baik bagi dirinya rnaupun orang lain, dan
2) tanpa membayar lunas.
Dalam hal yang pertarna, maksud itu ditujukan untuk memastikan menguasai benda,
bukan memiliki benda. Apa yang dimaksud dengan menguasai benda telah
diterangkan lebih jauh dalam pembicaraan penggelapan di muka.
Perihal menguasai bend a bagi orang lain, tidak diperlu¬kan syarat agar benda
tersebut nyata-nyata telah berada dalam kekuasaan orang lain itu. Orang lain di sini
adalah setiap orang selain petindak~ Dalam hal ini pelaku pembcmtu adalah
terma¬suk dalani. pengertian orang lain, dengan dasar pernikiran bahwa pelaku
pembantu tidak melakukan keseluruhan per¬buatan membeli.
Perbuatan pelaku pembantu adalah• berupa perbuatan mempermudah dalam
terjadinya jual beli. Hal ini terjadi misal¬nya ia ikut membantu dalam hal membawa
atau rnengangkat benda dan lain sebagainya.
Maksud ini juga ditujukan pada unsur tidak mem¬bayar lunas, yang maksud mana
sebelum atau setidaknya pada saat mulanya perbuatan mernbeli sudah ada di dalam
diri petindak.
C. Penipuan dengan Memalsu Nama atau Tanda
Bentuk penipuan (bedrog) ini dirumuskan dalam pasal 380 yang merumuskan
sebagai berikut:
(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama 2 tahun 8 bulan atau denda paling
banyak Rp 5.000,00:
1. Barang siapa menaruh suatu nama atau tanda secara palsu di atas atau di dalam suatu
hasil buah kesusasteraan, keil¬muan, kesenian atau kerajinan, atau memalsu nama atau
tanda yang asli, dengan maksud supaya karenanya orang mengira itu benar-benar buah
hasil orang yang nama atau tandanya olehnya ditaruh di atas atau di dalamnya tadi;
2. Barang siapa dengan sengaja menjual, menawarkan, menyerahkan, mempunyai
persediaan untuk dijual atau memasukkan ke Indonesia buah hasil kesusasteraan,
keilmuan, kesenian, atau kerajinan, yang di dalamnya atau di atasnya telah ditaruh nama
atau tanda yang palsu, atau yang nama atau tandanya yang asli telah dipalsu,
seakan¬akan itu benar-benar hasil orang yang nama atau tandanya telah ditaruh secara
palsu tadi.
(2) Jika buah hasil itu kepunyaan terpidana, maka boleh dirampas.
Kejahatan dalam pasal 380 di atas ada 2 rumusan.
Rumusan pertama yang diatur dalam ayat 1 terdiri dari unsur¬unsur sebagai berikut:
menaruh secara palsu dan memalsu.
nama dan tanda.
suatu hasil kesusasteraan; suatu hasil keilmuan, suatu hasil kesenian, dan suatu hasil
kerajinan.
1. Unsur-unsur objektif :
a. Perbuatan :
1) Menaruh secara palsu dan
2) Memalsu.
b. objeknya, suatu :
1) nama dan
2) tanda.
c. di atas atau di dalam :
1) suatu hasil kesusasteraan;
2) suatu hasil keilmuan,
3) suatu hasil kesenian, dan
4) suatu hasil kerajinan.
2. Unsur-unsur subjektif: ialah maksudnya ditujukan agar orang lain mengira hal itu
(hasil kesusasteraan dan seba¬gainya) seolah-olah hasil dari orang yang namanya di atas
atau di dalamnya tadi.
D. Penipuan dalam Karya Ilmiah dan Lain-Lain
Tindak pidana membubuhkan nama atau tanda palsu pada karya-karya di bidang
sastra, di bidang ilmu pengetahuan dan di bidang seni telah diatur dalam pasal 380
KUHP, yang menyatakan:
1. Diancam dengan pidana penjara paling lama 2 tahun 8 bulan atau denda paling
banyak lima ribu rupiah: (1) barang siapa menaruh nama atau tanda secara palsu
di atas atau di dalam sebuah kesusastraan, keilmuan, kesenian, atau memalsukan
nama atau tanda yang asli dengan maksud untuk menimbulkan kesan bahwa karya
tersebut berasal dari orang yang nama atau tandanya ditaruh di atas atau di dalam
karya tersebut, (2) barang siapa dengan sengaja menjual, menawarkan,
menyerahkan, mempunyai persediaan untuk dijual atau memasukkan ke Indonesia
karya-karya sastra, ilmiah, seni atau kerajinan yang di dalam atau di atasnya
dibubuhi nama atau tanda palsu, atau yang nama atau tandanya yang asli telah
dipalsu seakan-akan itu benar-benar buah hasil orang yang nama atau tandanya
telah ditaruh secara palsu tadi.
2. Jika karya tersebut kepunyaan terpidana, hakim dapat menyatakan karya itu
disita untuk kepentingan Negara.
Tindak pidana yang diatur dalam pasal 380 ayat (1) angka 1 KUHP itu
mempunyai unsur-unsur sebagai berikut:
a. Unsur Subyektif: dengan maksud untuk menimbulkan kesan seolah-olah karya tersebut
berasal dari orang, yang nama atau tandanya telah ia bubuhkan pada atau di dalam karya
tersebut.
b. Unsur Obyektif: (1) barang siapa (2) membubuhkan secara palsu suatu nama atau
tanda (3) memalsukan nama yang sebenarnya atau tanda yang asli (4) pada suatu karya
sastra, ilmiah, seni atau kerajianan.
Selain itu, juga melanggar ayat (1) Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak
Cipta, yang berbunyi: “Dalam Undang-undang ini Ciptaan yang dilindungi adalah
Ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, yang mencakup: buku,
Program Komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan, dan
semua hasil karya tulis lain; ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan lain yang sejenis
dengan itu; alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan;
lagu atau musik dengan atau tanpa teks; drama atau drama musikal, tari, koreografi,
pewayangan, dan pantomim; seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar,
seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan; arsitektur; peta;
seni batik; fotografi; sinematografi; terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database,
dan karya lain dari hasil pengalihwujudan
E. Penipuan Persaingan Curang
Bentuk penipuan ini diatur dalam apasal 382 bis , yang menyatakan:
Diancam denagan maksium hukuman penjara satu tahun empat bulan atau denda sebesar
Rp 900,- barang siapa dengan maksud menetapkan, memelihara, atau menambah hasil
perdagangan atau perusahaannya sendiri atau orang lain, melakukan perbuatan yang
bersifat menipu untuk memperdayakan khalayak ramai tau seorang tertentu, jika
perbuatan itu dapat menimbulkan kerugian pada lawannya bersaing atau lawan bersaing
dari orang lain itu.
Unsur-unsur kejahatan tersebut adlah:
1. Unsur objektif
a. perbutan berupa perbuatan curang
b. yang ditujukan untuk menyesatkan khalayak umum atau orng tertentu
c. perbuatan itu dpat mnimbulkan kerugian bagi saingan-saingannya atau
saingan orang lain
2. Unsur subjektif
a. untuk mendapatkan atau
b. melangsungkan, atau
c. memperluas hasil perdagangan atau perusahan milik sendiri atau milik
orang lain
F. Penyiaran Kabar Bohong
Yang dimaksud penyiaran kabar bohong di sini adalah perbuatan menyiarkan
kabar bohong yang dimaksudkan oleh pelakunya untuk mempengaruhi berbagai harga
barang di pasaran supaya naik turun.
Hal ini diatur dalam pasal 392 KUHP, yang menyatakan:
Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara
melawan hokum, dengan menyiarkan kabar bohong yang menyebabkan harga barang-
barang dagangan, dana-dana tau surat-surat berharga menjdi turun atau naik, diancam
dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan.
Pasal tersebut mempunyai unsur-unsur sebagai berikut:
1. Unsur Obyektif
a. menyiarkan berita bohong, dan
b. menaikkan atau menurunkan harga barang di pasaran
2. Unsur Subyektif
a. Dengan maksud: menguntungkan diri sendiri atau orang lain
b. Dengan melawan hukum