akibat hukum pembatalan penerbangan karena...

91
i AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA OVERSEAT OLEH MASKAPAI LION AIR (Studi Putusan Nomor 471 PK/Pdt/2017) Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: Rizki Diah Nasrunisa (11140480000082) PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1439H /2018M

Upload: lytu

Post on 13-Jul-2019

248 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44743/1/RIZKI DIAH... · i . AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA . OVERSEAT

i

AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA OVERSEAT

OLEH MASKAPAI LION AIR

(Studi Putusan Nomor 471 PK/Pdt/2017)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh:

Rizki Diah Nasrunisa

(11140480000082)

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1439H /2018M

Page 2: AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44743/1/RIZKI DIAH... · i . AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA . OVERSEAT
Page 3: AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44743/1/RIZKI DIAH... · i . AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA . OVERSEAT
Page 4: AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44743/1/RIZKI DIAH... · i . AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA . OVERSEAT
Page 5: AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44743/1/RIZKI DIAH... · i . AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA . OVERSEAT

v

ABSTRAK

Rizki Diah Nasrunisa. NIM 11140480000082, AKIBAT HUKUM PEMBATALAN

PENERBANGAN KARENA OVERSEAT OLEH MASKAPAI LION AIR (Studi

Putusan: Nomor 471/PK/Pdt/2017). Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Syariah

dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakart, 1439 H/2018 M. vii

+ 63 halaman + 3 halaman daftar pustaka + 19 halaman lampiran.

Studi ini bertujuan untuk menjelaskan tanggung jawab pihak maskapai dalam

perkara keterlambatan penerbangan, serta bagaimana tanggung jawab pihak maskapai

penerbangan Lion Air dalam kasus Lion Air vs Rolas Budiman Sitinjak. Serta

bagaimana perlindungan hak konsumen sesuai dengan peraturan Perundang-

Undangan di Indonesia dan juga menjelaskan pertimbangan hakim dalam

memutuskan perkara tersebut, dan menganalisis putusan Nomor 471/PK/Pdt/2017.

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian normatif empiris. Penelitian yang

dilakukan selain melakukan pengkajian terhadap peraturan perundang-undangan,

buku-buku, dan jurnal (library research) yang berhubungan dengan skripsi ini,

peneliti juga melakukan penelitian langsung ke lapangan dengan cara wawancara

kepada pihak yang berhubungan, yaitu Karyawan PT. Lion Mentari Airlines dan

Pegawai Kementerian Perhubungan.

Hasil penelitian menunjukan/membuktikan bahwa permasalahan yang sering

terjadi dalam penerbangan ialah keterlambatan penerbangan. Maskapai penerbangan

Lion Air harus bertanggung jawab kepada penumpang selaku konsumen sesuai

dengan Undang-Undang Penerbangan dan Peraturan Menteri lainnya yang berkaitan.

Menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 dan

Undang-Undang Penerbangan Nomor 1 Tahun 2009, Lion Air sebagai pelaku usaha

dalam perusahaan penerbangan harus bertanggung jawab terhadap kerugian yang

dialami oleh penumpang selaku konsumen.

Kata Kunci: Tanggung jawab, Maskapai, Pembatalan Penerbangan.

Pembimbing : Dr. Muhammad Maksum., S.H., MA., MDC

Daftar Pustaka: 1988-2013

Page 6: AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44743/1/RIZKI DIAH... · i . AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA . OVERSEAT

vi

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur peneliti panjatkan ke hadirat Allah S.W.T, karena berkat

rahmat, nikmat serta karunia-Nya peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

“AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA OVERSEAT

OLEH MASKAPAI LION AIR (Studi Putusan Nomor 471/PK/Pdt/2017)”. Sholawat

serta salam peneliti panjatkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu’Alayhi wa

Sallam, yang telah membawa umat manusia dari zaman kegelapan ke zaman yang

terang benderang ini.

Selanjutnya, dalam penelitian skripsi ini, peneliti banyak mendapatkan

bimbingan, arahan, serta bantuan dari berbagai pihak, sehingga dalam kesempatan ini

peneliti mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat:

1. Dr. Asep Saepudin Jahar, M.A. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Asep Syarifuddin Hidayat, S.H., M.H., Ketua Program Studi Ilmu Hukum dan

Drs. Abu Tamrin, S.H., M.Hum, Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah berkontribusi dalam pembuatan skripsi ini.

3. Terkhusus Dr.Muhammad Maksum., S.H., M.A., MDC., Dosen Pembimbing

yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran serta kesabaran dalam

memberikan bimbingan, motivasi, arahan, dan saran-saran yang sangat berharga

kepada peneliti dalam menyusun skripsi ini.

4. Indri Rosalina S.Sos., M.Si, perwakilan dari Direktorat Jendral Perhubungan

Udara Kementerian Republik Indonesia dan Bapak Rama Ditya Handoko selaku

karyawan PT. Lion Mentari Airlines yang sudah menyempatkan waktunya untuk

peneliti wawancarai terkait data penelitian skripsi.

Page 7: AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44743/1/RIZKI DIAH... · i . AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA . OVERSEAT

vii

5. Kepala Pusat Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah

membantu dalam menyediakan fasilitas yang memadai untuk peneliti

mengadakan studi kepustakaan guna menyelesaikan skripsi ini.

6. Kepada pihak yang terkait yang tidak dapat peneliti sebutkan satu-persatu.

Tidak ada yang dapat peneliti berikan untuk membalas jasa-jasa kalian kecuali

dengan ucapan doa terima kasih.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, khususnya bagi

peneliti dan umumnya bagi pembaca. Sekian dan Terima kasih.

Jakarta, 30 Juli 2018

Rizki Diah Nasrunisa

Page 8: AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44743/1/RIZKI DIAH... · i . AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA . OVERSEAT

viii

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................. ii

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ........................... iii

LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................... iv

ABSTRAK ...................................................................................................... v

KATA PENGANTAR .................................................................................... vi

DAFTAR ISI ................................................................................................... viii

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1

A. Latar Belakang .......................................................................... 1

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah .................. 4

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................ 6

D. Metode Penelitian ..................................................................... 7

E. Sistematika Penulisan ............................................................... 10

BAB II KAJIAN PUSTAKA ......................................................................... 12

A. Kerangka Konseptual ............................................................... 12

B. Kerangka Teori ......................................................................... 19

C. Tinjauan Kajian (Review) Terdaulu ......................................... 29

BAB III PERAN PEMERINTAH TERHADAP PENGAWASAN

BADAN USAHA ANGKUTAN UDARA NIAGA

DI INDONESIA .............................................................................. 31

A. Profil perusahaan Lion Air ....................................................... 31

B. Tanggung Jawab Perusahaan Penerbangan Terhadap

Keterlambatan Penerbangan ..................................................... 33

C. Peranan Pemerintah Terhadap Pengawasan Pada Badan

Usaha Angkutan Udara Niaga Berjadwal di Indonesia ............ 34

D. Tanggung Jawab Pengangkut Udara Apabila Terjadi

Pembatalan Penerbangan Keberangkata Sepihak oleh Maskapai

Penerbangan ............................................................................. 38

Page 9: AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44743/1/RIZKI DIAH... · i . AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA . OVERSEAT

ix

BAB IV ANALISIS PUTUSAN HAKIM TERHADAP PUTUSAN NOMOR

471/PK/Pdt/2017 TENTANG PEMBATALAN PENERBANGAN

KARENA OVERSEAT .................................................................. 45

A. Duduk Perkara .......................................................................... 45

B. Putusan Tingkat Pertama dan Kasasi dan Peninjauan

Kembali .................................................................................... 47

C. Pertimbangan Majelis Hakim dalam Putusan Nomor 471/PK

/Pdt/2017 ................................................................................... 49

D. Analisis Putusan Hakim Nomor 471/PK/Pdt/2017 .................. 50

E. Pelanggaran Standar Operasional Prosedur tentang

Penanganan Keterlambatan Penerbangan Oleh PT. Lion

Mentari Airlines ....................................................................... 56

BAB V PENUTUP .......................................................................................... 58

A. Kesimpulan ............................................................................... 58

B. Rekomendasi ............................................................................ 59

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 61

LAMPIRAN .................................................................................................... 64

Page 10: AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44743/1/RIZKI DIAH... · i . AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA . OVERSEAT

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Transportasi merupakan salah satu faktor pendukung kegiatan

perekonomian dalam pembangunan Indonesia. Jasa pengangkutan

transportasi udara sangat penting dalam menghubungkan pulau yang satu

dengan pulau yang lain dan negara lain.1 Dari berbagai alat transportasi yang

ada, transportasi udara merupakan alat transportasi yang mendukung

mobilitas masyarakat karena lalu lintas udara bebas hambatan sehingga

memungkinkan transportasi udara lebih cepat dari sarana transportasi yang

lain. Disamping itu kelebihan transportasi udara sangat berhubungan dengan

produktivitas manusia, karena tingginya mobilitas itu menandakan

produktivitas yang positif.2

Saat ini perkembangan peradaban manusia khususnya dalam bidang

pengangkutan telah membawa kedalam suatu sistem pengangkutan yang

lebih maju dibandingkan era sebelumnya.3 Transportasi udara dewasa ini

mengalami perkembangan pesat, hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya

perusahaan atau maskapai penerbangan yang melayani jasa penerbangan ke

berbagai rute penerbangan untuk domestik maupun internasional. Kondisi

tersebut menyebabkan pasar di Indonesia sangat terbagi dan kompetitif.4

Untuk mendapatkan penumpang, perusahaan maskapai penerbangan baik

domestik dan asing saling bersaing untuk menarik penumpang sebanyak-

banyaknya dengan menawarkan tarif yang lebih murah atau menawarkan

berbagai bonus. Namun di sisi lain, dengan tarif yang murah tersebut sering

menurunkan kualitas pelayanan (service), bahkan yang lebih

1 Soekardono R, Hukum Dagang Indonesia jilid 1, (Jakarta; Rajawali Press, 1981), h.4

2 M.N. Nasution, Mamajemen Transportasi, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2007), h.2

3 Suton Usman, Hukum Pengangkutan di Indonesia, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2005),

h.1

4 Anshuman Daga & Janeman Lilatul, Kompetisi Maskapai Penerbangan di Indonesia

Memanas (online), diakses di http://www.volindonesia.com (3 Desember 2017)

Page 11: AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44743/1/RIZKI DIAH... · i . AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA . OVERSEAT

2

mengkhawatirkan lagi adalah akan menyebabkan berkurangnya kualitas

pemeliharaan (maintenance) pesawat sehingga rawan terhadap kualitas

layanan, keselamatan penerbangan dan akan berdampak kurang baik terhadap

keamanan, kenyamanan, dan perlindungan konsumen.5

Dengan berkembangnya zaman pertumbuhan dan perkembangan

transportasi udara semakin banyak meninggalkan jejak yang tidak

mengenakkan. Peningkatan kualitas pelayanan konsumen pada transportasi

udara tidak berjalan dengan optimal atau semakin menurun. Misalnya, sering

sekali terjadi keterlambatan penerbangan (flight delayed), pembatalan

penerbangan (cancelation of flight), bahkan terkadang ada yang tidak

terangkutnya penumpang dengan alasan kapasitas pesawat udara (denied

boarding passanger). Hal ini menimbulkan kerugian para penumpang atau

konsumen yang dapat menimbulkan permasalahan hukum.6

Secara teoritis, perjanjian pengangkutan merupakan suatu perikatan

dimana satu pihak menyanggupi untuk membayar ongkosnya.7 Ketentuan

tentang pengangkutan tersebut juga berlaku di dalam kegiatan pengangkutan

atau transportasi udara, dalam hal ini pengangkut atau maskapai penerbangan

berkewajiban untuk mengangkut penumpang dengan aman dan selamat

sampai di tujuan secara tepat waktu, dan sebagai kompensasi dari

pelaksanaan kewajibannya tersebut maka perusahaan penerbangan

mendapatkan bayaran sebagai ongkos penyelenggaraan pengangkutan dari

penumpang.

Menurut penjelasan Undang-Undang 8 Tahun 1999 Tentang

Perlindungan Konsumen, dimana faktor yang menjadi penyebab terjadinya

eksploitasi terhadap konsumen adalah masih rendahnya tingkat kesadaran

konsumen terhadap hak-haknya. Pihak pengangkut sebagai penyelenggara

mempunyai kewajiban untuk mengganti kerugian yang di derita oleh

5 E. Saefullah Wiradipradja, “Tanggung Jawab Pelaku Perusahaan Penerbangan

Terhadap Penumpang Menurut Hukum Udara Indonesia”, Jurnal Hukum Bisnis Vol 25, 2006,

Jakarta, h.5-6

6 Priyatna Abdurrasyid, Pertumbuhan Tanggung Jawab Hukum Pengangkut Udara,

(Jakarta; PT. Fikahati Aneska, 2013), h.15

7 R.Subekti, Aneka Perjanjian, (Bandung; PT Citra Adity, 1995), h.69

Page 12: AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44743/1/RIZKI DIAH... · i . AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA . OVERSEAT

3

pengguna jasanya sebagai konsumen. Hal tersebut sejalan dengan Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan dapat dilihat dalam

pasal 140 sampai dengan pasal 149 mengenai tanggung jawab pengangkut

terhadap penumpang dan/atau pengirim kargo. Dilanjutkan dengan Peraturan

Menteri Perhubungan Nomor: PM 77 Tahun 2011 Tentang Tanggungjawab

Pengangkut Angkutan Udara dan PM 89 Tahun 2015 Tentang Penangan

Keterlambatan (Delay) pada Badan Usaha Angkutan Udara Niaga Berjadwal

di Indonesia yang mengatur ketentuan tentang besaran ganti kerugian yang

ditanggung pihak pengangkut, apabila kesalahan atau kelalaian terhadap

penumpang angkutan udara disebabkan oleh kesalahan dari pihak

pengangkut. Ganti kerugian yang diberikan kepada penumpang dibutuhkan

oleh penumpang angkutan udara, dalam rangka meningkatkan kesadaran,

pengetahuan, kepedulian, serta kemandirian penumpang angkutan udara itu

sendiri untuk melindungi dirinya, serta mengembangkan sikap dan perilaku

pelaku usaha yang bertanggungjawab atas sedikit kesalahan yang sebenarnya

tidak diinginkan untuk terjadi oleh siapapun. Namun dalam praktek kegiatan

transportasi udara sering kali pengangkut tidak memenuhi kewajibannya

secara baik dan benar atau dapat dikatakan dengan wanprestasi.

Dalam pengangkutan penumpang pesawat, hubungan hukum dapat

dikategorikan sebagai hubungan konsumen dan pelaku usaha (contractual),

oleh karena itu perjanjian antara konsumen terhadap PT. Lion Mentari

Airlines dimulai pada saat konsumen membeli tiket pesawat. Selanjutnya,

terjadilah kewajiban kedua belah pihak untuk memenuhi prestasi yang telah

disepakati. Salah satu menjadi kewajiban pelaku usaha tercantum dalam

Pasal 7 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

Konsumen yakni beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya, artinya

perusahaan penerbangan harus memenuhi kewajibannya kepada penumpang

sebagai bentuk iktikad baik tersebut kemudian penumpang juga memenuhi

kewajibannya sebagai konsumen. Tidak jarang dalam pelaksanaanya salah

satu atau kedua belah pihak baik pengangkut maupun penumpang melakukan

kesalahan, sehingga terjadi pelanggaran terhadap butir-butir kesepakatan.

Page 13: AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44743/1/RIZKI DIAH... · i . AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA . OVERSEAT

4

Dari hasil penelitian dan pantauan Badan Perlindungan Konsumen Nasional

(BKPN) tercatat sekitar tujuh maskpai penerbangan yang kerap dikeluhkan

konsumen. Ketujuh maskapai tersebut adalah: Airasia, Lion Air, Garuda,

Sriwijaya Air, Mandala dan terakhir Batavia Air. Sering terjadinya

pengaduan penumpang dalam berbagai bentuk seperti penundaan jadwal

penerbangan tanpa pemberitahuan, kehilangan barang di bagasi, tiket hangus,

tempat duduk, menolak booking lewat telepon, serta pengaduan lainnya

seperti barang di bagasi ditelantarkan, pembatalan tiket (refund), sikap

pramugara dan pramugari, keamanan dan kebersihan yang menandakan

bahwa pihak pengangkut udara belum optimal dalam memberikan pelayanan

kepada penumpang dan tidak ada upaya hukum yang dapat dilakukan

terhadap permasalahan tersebut.8

Berdasarkan hal-hal tersebut penerapan tanggungjawab pengangkut

udara melalui Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

Konsumen belum berjalan efektif, maka penelitian yang akan diangkat adalah

tentang kerugian yang dialami oleh konsumen selaku penumpang angkutan

udara dilihat dari sudut pandang Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999

Tentang Perlindungan Konsumen, fokus penelitian mengenai pembatalan

jadwal penerbangan karena overseat berdasarkan kasus yang dialami oleh

Rolas Budiman Sitinjak selaku konsumen yang dirugikan oleh maskapai

penerbangan Lion Air selaku pelaku usaha. Untuk permasalahan tersebut

maka peneliti tertarik membuat penelitian yang dituangkan dalam judul:

“AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA

OVERSEAT OLEH MASKAPAI LION AIR (Studi Putusan Nomor

471/PK/Pdt/2017)

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang yang dijabarkan sebelumnya maka

identifikasi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

8 Ridwan Khairandi, 2006, “Tanggung Jawab Pengangkut dan Asuransi Tanggung Jawab

Sebagai Instrumen Perlindungan Konsumen Angkutan Udara” , Jurnal Hukum Bisnis Vol 25,

Jakarta, h.20-21

Page 14: AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44743/1/RIZKI DIAH... · i . AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA . OVERSEAT

5

a. Bagaimana kepatuhan hukum pelaku usaha penyedia jasa angkutan

udara terhadap Undang-Undang Perlindungan Konsumen.

b. Bagaimana tanggung jawab pihak maskapai dalam menyelesaikan

masalah.

c. Bagaimana peran pemerintah terhadap perkara yang sering terjadi pada

maskapai Lion Air.

d. Konsekuensi yuridis dari pembatalan penerbangan angkutan udara oleh

Lion Air menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang

Penerbangan.

2. Pembatasan Masalah

Mengingat luasnya cakupan permasalahan yang akan dibahas pada

penelitian ini maka peneliti membatasi masalah yang diteliti hanya

terfokus pada pembahasan perlindungan hukum terhadap konsumen dalam

perkara pembatalan penerbangan untuk menganalisis putusan hakim

terhadap kasus PT. Lion Mentari Airlines VS Rolas Budiman Sitinjak,

serta peran pemerintah terhadap pengawasan pada Badan Usaha Angkutan

Udara Niaga Berjadwal di Indonesia yang melakukan pelanggaran

terhadap perundang-undangan.

3. Perumusan Masalah

Masalah utama yang menjadi fokus pembahasan dalam penelitian ini

terkait dengan pembahasan tanggung jawab maskapai penerbangan Lion

Air berdasarkan putusan nomor 471/PK/Pdt/2017 dan menganalisis

putusan hakim dalam memutuskan perkara ini, serta peran pemerintah

pada Badan Usaha Angkutan Udara Niaga Berjadwal di Indonesia yang

melakukan pelanggaran perundang-undangan.

Untuk mempertegas arah pembahasan dari masalah utama yang telah

diuraikan di atas, maka dibuat rincian perumusan masalah dalam bentuk

pertanyaan riset sebagai berikut:

Page 15: AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44743/1/RIZKI DIAH... · i . AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA . OVERSEAT

6

a. Bagaimana bentuk tanggung jawab maskapai penerbangan Lion Air

kepada penumpang terhadap pembatalan penerbangan karena

overseat?

b. Bagaimana peran pemerintah terhadap perkara pelanggaran yang

dilakukan oleh maskapai penerbangan?

c. Bagaimana pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara tersebut?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui bentuk tanggung jawab maskapai penerbangan

terhadap konsumen karena pembatalan penerbangan karena overseat

b. Untuk mengetahui pertimbangan hukum Majelis Hakim Agung atas

kasus dalam putusan nomor 471/PK/Pdt/2017

c. Untuk mengetahui peran pemerintah dalam meninjaklanjuti

pelanggaran yang dilakukan pada Badan Usaha Angkutan Udara

Berjadwal di Indonesia

2. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat untuk berbagai

kalangan, yaitu:

a. Bagi peneliti: menambah ilmu dan wawasan mengenai hak-hak

sebagai konsumen sebagai penumpang pesawat, tanggung jawab

pelaku usaha khususnya maskapai penerbangan, serta perlindungan

hukum bagi konsumen penumpang pesawat apabila terjadi pembatalan

dari pihak maskapai.

b. Bagi pemerintah: agar lebih tegas mengawasi maskapai penerbangan

sebagai pelaku usaha di Indonesia agar tidak seenaknya melanggar

hak-hak konsumen dan memenuhi tanggung jawabnya sebagai mana

mestinya.

c. Bagi maskapai penerbangan: agar maskapai penerbangan menyadari

bahwa tidak seharusnya menganggap pelanggar hak-hak penumpang

Page 16: AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44743/1/RIZKI DIAH... · i . AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA . OVERSEAT

7

selaku konsumen sebagai hal yang biasa dan lebih peduli terhadap

tanggung jawabnya sebagai pelaku usaha.

d. Bagi masyarakat: memberi wawasan dan pengertian kepada

masyarakat tentang hak-haknya sebagai konsumen khususnya sebagai

penumpang pesawat, tanggung jawab pelaku usaha khususnya

maskapai penerbangan, serta pelindungan hukum bagi penumpang

pesawat apabila terjadi pembatalan dari pihak maskapai.

D. Metode Penelitian

Dalam metode penelitian ini peneliti akan memaparkan tentang beberapa

metode yang akan digunakan, diantaranya adalah:

1. Pendekatan Penelitian

Karena pada penulisan ini menggunakan metode penelitian yurudis

normatif maka pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan perundang-

undangan untuk mengkaji semua peraturan yang berkaitan dengan

perlindungan hukum konsumen dan penerbangan, pendekatan kasus

digunakan penulis untuk menjadi referensi saat menganalisis masalah

perlidungan hukum konsumen maskapai penerbangan dengan menelaah

kasus yang telah diputus oleh hakim yang memiliki kekuatan hukum tetap.

2. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dan

yuridis empiris. Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum

kepustakaan, yaitu penelitian terhadap data primer.9 Dimana yang dikaji

adalah aturan-aturan yang tertulis dalam undang-undang, norma, ataupun

kaidah lainnya, sedangkan penelitian yuridis empiris adalah penelitian

hukum sosiologis dan dapat disebut pula dengan penelitian lapangan.10

3. Data dan Sumber Data

Berdasarkan dengan hal tersebut di dalam penelitian ini, penulis

menggunakan dua macam bahan pustaka, yaitu:

9 Widya Nukilan, Metode Penelitian Hukum, Cet.I (Jakarta: Tim Pengajar, 2005), h.9

10

Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, (Jakarta; Sinar Grafika, 2012),

h.15

Page 17: AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44743/1/RIZKI DIAH... · i . AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA . OVERSEAT

8

a. Bahan hukum primer

Bahan hukum primer meliputi peraturan perundang-undangan,

catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-

undangan dan putusan-putusan hakim11

Bahan hukum primer yang

digunakan merupakan badan hukum yang mengikap berupa peraturan

perundang-undangan antara lain:

1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Pelindungan

Konsumen

2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2001 Tentang Penerbangan

3) Putusan Mahkamah Agung Nomor 471 PK/Pdt/2017

4) Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 Tentang

Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara

5) Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 89 Tahun 2015 Tentang

Penanganan Keterlambatan Penerbangan (Delay

Management) Pada Badan Usaha Angkutan Udara Niaga

Berjadwal di Indonesia

b. Data hukum sekunder

Data hukum sekunder merupakan bahan hukum yang berkaitan

dengan bahan hukum primer yang dapat membantu menganalisa

memahami dan menjelaskan bahan hukum primer.12

Yang termasuk

bahan hukum sekunder yaitu publikasi tentang hukum yang bukan

merupakan dokumen-dokumen hukum.

c. Data non-hukum (tersier)

Data Non-Hukum adalah yang merupakan bahan-bahan hukum yang

primer dan sekunder, seperti: Kamus Inggris-Indonesia, Kamus Hukum

Belanda-Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia.13

11

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana, cet-IV: 2010), h. 141

12

Jhonny Ibrahim, Metedeologi Penelitian Hukum Normatif, (Malang: Bayumedia

Publishing, 2006), Cet ke-2, h.302

13

Sri Mamudji, Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, Cet 1, (Jakarta: Badan Penerbit

Universitas Indonesia, 2005), h.1

Page 18: AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44743/1/RIZKI DIAH... · i . AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA . OVERSEAT

9

4. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data

terutama data sekunder dan sebagai penunjang adalah data primer. Dari

data-data yang telah terkumpul tersebut, kemudian peneliti menganalisa

data secara kualitatif yaitu memusatkan perhatiannya pada prinsip-prinsip

umum yang mendasari pewujudan keseluruhan data yang diperoleh

dirangkum, diteliti, dan dipelajari sebagai satu kesatuan yang utuh

sehingga dapat menghasilkan data yang akurat kemudian dijabarkan

dengan kalimat-kalimat.14

Sebagai berikut:

a. Studi kepustakaan (library research), yaitu bentuk pengumpulan data

yang dilakukan dengan membaca buku literature, mengumpulkan,

membaca dokumen yang berhubungan dengan obyek penelitian, dan

mengutip dari data-data sekunder yang meliputi peraturan perundang-

undangan, dokumen dan bahan kepustakaan lain dari beberapa buku

referensi, artikel-artikel dari beberapa jurnal, arsip, hasil penelitian

ilmiah, peraturan perundang-undangan, laporan, teori-teori, media

masa seperti koran, internet dan bahan kepustakaan lainnya yang

relevan dengan masalah yang akan diteliti.

Wawancara, yaitu percakapan dengan maksud tertentu.

Percakapan tersebut dilakukan dengan dua orang pihak, yaitu

pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang

diwawancarai (narasumber) yang memberikan jawaban atas pertanyan

itu. Wawancara merupakan cara yang digunakan untuk memperoleh

keterangan secara lisan guna mencapai tujuan tertentu, dilakukan

dengan cara terpimpin, yaitu wawancara dilaksanakan dengan jalan

informan diberi kebebasan untuk menjawab pertanyaan yang

ditentukan. Wawancara ini dilakukan sebagai upaya mendapatkan data

yang lebih lengkap dengan cara mengajukan daftar pertanyaan yang

terstruktur.

14

Burhan Ashofa, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta, 1998), h. 20-21

Page 19: AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44743/1/RIZKI DIAH... · i . AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA . OVERSEAT

10

Teknik pengumpulan data dengan cara Studi Dokumentasi dan

Studi Pustaka. Studi Dokumentasi, teknik ini dipergunakan untuk

mendapatkan data yang diperlukan dengan cara melihat dokumen

putusan-putusan Mahkamah Agung dan perundang-undangan yang

terkait dengan pokok masalah yang akan diteliti. Studi Pustaka,

dengan menggunakan buku-buku, skripsi, jurnal maupun sumber

pustaka lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini.

5. Teknik Pengolahan Data

Teknik pengumpulan data dengan cara Studi Dokumentasi dan Studi

Pustaka. Studi Dokumentasi, teknik ini dipergunakan untuk mendapatkan

data yang diperlukan dengan cara melihat dokumen putusan-putusan

Mahkamah Agung dan perundang-undangan yang terkait dengan pokok

masalah yang akan diteliti. Studi Pustaka, dengan menggunakan buku-

buku, skripsi, jurnal maupun sumber pustaka lainnya yang berhubungan

dengan penelitian ini.

6. Teknik Penulisan

Metode Penulisan mengacu kepada buku pedoman penulisan skripsi

yang dikeluarkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum tahun 2017. Metode

ini lebih menekankan ke arah penulisan deduktif.

E. Sistematika Penulisan

Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti merumuskan sistematika

penulisan dalam penelitian sebagai berikut:

BAB I pada bab ini peneliti memaparkan latar belakang, identifikasi

pembahasan dan rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,

metode penelitian dalam penulisan, serta sistematika penulisan sebagai

rancangan penelitian.

BAB II dalam bab ini peneliti akan menjelaskan mengenai kerangka

konseptual, kerangka teori dan tinjauan (review) kajian terdahulu.

BAB III dalam bab ini akan dijelaskan tentang peranan pemerintah

dalam pengawasan dan meninjaklanjuti kasus pelanggaran yang sering terjadi

pada badan usaha angkutan udara niaga berjadwal di Indonesia.

Page 20: AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44743/1/RIZKI DIAH... · i . AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA . OVERSEAT

11

BAB IV pada bab ini akan menjelaskan duduk perkara dari kasus antara

Rlas Budiman Sitinjak dengan Lion Air dan analisis Putusan Mahkamah

Agung Nomor 471 PK/Pdt/2017.

BAB V pada bab ini merupakan penutup, berisikan kesimpulan dari

hasil analisis pada bab-bab sebelumnya yang merupakan inti dari keseluruhan

isi dari skripsi dan dikemukakan beberapa rekomendasi yang relevan dengan

analisis.

Page 21: AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44743/1/RIZKI DIAH... · i . AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA . OVERSEAT

12

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kerangka Konseptual

1. Pengertian Overseat

Peraturan Pemerintah Nomor 185 Tahun 2009 Tentang Pelayanan

Penumpang Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam

Negeri pada Pasal 15 menyebutkan bahwa overseat atau Denied Boarding

Passanger adalah kondisi penumpang dalam status terangkut (confirm)

tetapi tidak dapat diangkut karena alasan kapasitas pesawat udara tidak

mecukupi. Overseat atau Denied Boarding Passanger hanya terjadi karena

adanya kesalahan dari pihak maskapai, karena masalah sistem overbooking

atau kesalahan operasional. Dampak terjadinya Denied Boarding

Passanger atau overseat adalah tidak terangkutnya penumpang yang sudah

memiliki tiket.

2. Pengertian Konsumen

Istilah konsumen berasal dan alih bahasa dari kata consumer (Inggris-

Amerika), atau consument/konsumen (Belanda). Konsumen pada

umumnya diartikan sebagai pemakai terakhir dari produk yang diserahkan

kepada mereka oleh pengusaha, yaitu setiap orang mendapatkan barang

untuk dipakai dan tidak untuk diperdagangkan atau diperjual belikan lagi.1

Sedangkan pengertian konsumen menurut Pasal 1 angka (2) Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen yaitu:

“Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang

tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga,

orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.”

Batasan mengenai konsumen menurut AZ Nasution adalah setiap

orang yang mendapatkan secara sah dan menggunakan barang dan atau

jasa untuk semua kegunaan tertentu. Sedangkan Hondius menyimpulkan

1 Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, (Bandung: Citra Aditya

Bakti, 2010), h.17

Page 22: AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44743/1/RIZKI DIAH... · i . AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA . OVERSEAT

13

pengertian konsumen adalah pemakai atau pengguna produksi terakhir dari

benda dan jasa.2 Dari rumusan ini Hondius ingin mengemukakan bahwa

ada konsumen akhir dan konsumen antara. Artinya ada konsumen yang

membeli barang dan atau jasa itu tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan

hidupnya berserta keluarganya melainkan untuk diperdagangkan untuk

menambah penghasilan, disamping itu juga terdapat konsumen yang

memberi barang dan atau jasa untuk memenuhi hidupnya dan keluarganya

dengan tujuan melangsungkan kehidupan. Untuk itu batasan pengertian

konsumen perlu dibedakan, yaitu:3

a. Konsumen adalah setiap orang yang mendapatkan barang dan atau jasa

digunakan untuk tujuan tertentu.

b. Konsumen antara adalah setiap orang yang mendapatkan barang dan

jasa yang digunakan dengan tujuan membuat barang dan atau jasa lain

atau untuk diperdagangkan (tujuan komersial).

c. Konsumen akhir adalah setiap orang alami yang mendapatkan dan

menggunakan barang dan atau jasa untuk tujuan memenuhi kebutuhan

hidupnya pribadi, keluarga, dan atau rumah tangga dan tidak untuk

diperdagangkan kembali (non komersial).

3. Hukum Perlindungan Konsumen

Istilah perlindungan konsumen berkaitan dengan perlindungan

hukum. Oleh karena itu, perlindungan kosumen mengandung aspek

hukum. Adapun materi yang mendapatkan perlindungan itu bukan sekedar

fisik, melainkan terlebih-lebih hak-haknya yang bersifat abstrak. Dengan

kata lain, perlindungan konsumen sesungguhnya identik dengan

perlindungan yang diberikan hukum tentang hak-hak konsumen.

Menurut A.Zen Umar Purba, kerangka umum sendi-sendi pokok

pengaturan perlindungan konsumen sebagai berikut:4

2 Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, (Jakarta: PT.Grasindo, 2000), h. 3

3 AZ. Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, (Jakarta: Diadit

Media, 2006), h.13

4 Husni Syawali, Hukum Perlindungan Konsumen, (Bandung: Mandar Maju, 2000), h.7

Page 23: AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44743/1/RIZKI DIAH... · i . AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA . OVERSEAT

14

a. Kesederajatan antara konsumen dan pelaku usaha

b. Konsumen mempunyai hak

c. Pelaku usaha mempunyai kewajiban

d. Pengaturan tentang perlindungan konsumen berkontribusi pada

pembangunan nasional

e. Perlindungan konsumen dalam iklim bisnis yang sehat

f. Keterbukaan dalam promosi barang atau jasa

g. Pemerintah perlu berperan aktif

h. Masyarakat juga perlu berperan serta

i. Perlindungan konsumen memerlukan terobosan hukum dalam berbagai

bidang

j. Konsep perlindungan konsumen memerlukan pembinaan sikap.

Hukum konsumen dan hukum perlindungan konsumen merupakan dua

bidang hukum yang sulit dipisahkan, pada intinya, hukum perlindungan

konsumen merupakan bagian dari hukum konsumen yang menyatu dan

tidak dapat dipisahkan. Baik hukum konsumen maupun hukum

perlindungan konsumen ternyata belum dikabulkan menjadi satu

pengertian yang resmi, baik dalam perundang-undangan maupun

kurikulum akademis. Perlindungan konsumen merupakan masalah

kepentingan manusia, oleh karenanya menjadi harapan bagi semua bangsa

di dunia untuk tidak dapat mewujudkannya. Mewujudkan perlidungan

konsumen adalah mewujudkan hubungan berbagai dimensi antara satu

sama lain yang mempunyai keterkaitan dan ketergantungan antara

konsumen, pengusaha dan pemerintah.5

Dalam pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang

Perlindungan Konsumen disebutkan bahwa “Perlindungan Konsumen

adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk

memberi perlindungan kepada konsumen.”

5 Eman Rajagukguk, Hukum Perlindungan Konsumen, (Bandung: Mandar Maju, 2000),

h.7

Page 24: AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44743/1/RIZKI DIAH... · i . AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA . OVERSEAT

15

Pengertian perlindungan konsumen yang terdapat pasal 1 ayat (1)

Undang-Undang Perlindungan Konsumen tersebut cukup memadai,

Kalimat yang menyatakan “segala upaya yang menjamin adanya kepastian

hukum”, diharapkan sebagai benteng untuk meniadakan tindakan

sewenang-wenangan yang merugikan pelaku usaha hanya demi untuk

kepentingan perlindungan konsumen.6

Dengan adanya Undang-Undang Perlindungan Konsumen beserta

perangkat hukum lainnya, konsumen memiliki hak dan posisi yang

berimbang, dan mereka pun bisa menggugat atau menuntut jika ternyata

hak-haknya telah dirugikan atau dilanggar oleh pelaku usaha.

Pada hakekatnya, terdapat 2 (dua) instrumen hukum penting yang

menjadi landasan kebijakan perlindungan konsumen di Indonesia, yakni:7

1) Pertama, Undang-Undang Dasar 1945, sebagai sumber dari segala

sumber hukum di Indonesia, mengamanatkan bahwa pembangunan

nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan

makmur. Tujuan pembangunan nasional diwujudkan melalui

sistem pembangunan ekonomi yang demokratis sehingga mampu

menumbuhkan dan mengembangkan dunia yang memproduksi

barang dan jasa yang layak dikonsumsi oleh masyarakat.

2) Kedua, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang

Perlindungan Konsumen (UUPK). Lahirnya Undang-undang ini

memberikan harapan bagi masyarakat Indonesia, untuk

memperoleh perlindungan atas kerugian yang diderita atas

transaksi suatu barang dan jasa. UUPK menjamin adanya kepastian

hukum bagi konsumen.

4. Pengertian Pelaku Usaha

Pengertian pelaku usaha menurut Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen adalah;

6 Ahmad Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Rajawali

pers, 2010), h.1

7https://rennymagdawiharnani.wordpress.com/sih/hukum-dagang/dasar-hukum-

perlindungan-konsumen/ ,diakses pada tanggal 17 April 2018.

Page 25: AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44743/1/RIZKI DIAH... · i . AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA . OVERSEAT

16

“Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik

yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan

dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara

Republik Indonesia, baik sendri maupun bersama-sama melalui perjanjian

menyelenggarakan kegiatan usaha dalam bentuk bidang ekonomi”

Penjelasan Pasal 1 ayat (3) pelaku usaha yang termasuk dalam

pengertian ini adalah perusahaan, korporasi, BUMN, importer, pedagang,

distributor dan lain-lain.

Berdasarkan Directive , pengertian produsen meliputi:8

a. Pihak yang menghasilkan produk akhir berupa barang-barang

manufaktur. Mereka ini bertanggung jawab atas segala kerugian yang

timbul dari barang yang mereka edarkan ke masyrakat, termasuk bila

kerugian timbul akibat cacatnya barang yang merupakan komponen

dalam proses produksinya

b. Produsen bahan mentah atau komponen suatu produk

c. Siapa saja, yang dengan membutuhkan nama, merek, ataupun tanda-

tanda lain pada produk menampakkan dirinya sebagai produsen suatu

barang.

5. Hukum Angkutan Udara

Menurut Abdulkadir Muhammad, pengangkutan berasal dari kata

dasar “angkut” yang berarti angkat dan bawa, muat dan bawa atau

kirimkan. Mengangkut artinya mengangkat dan membawa, memuat dan

membawa atau mengirimkan. Pengangkutan artinya pengangkatan dan

pembawaan barang atau orang, pemuatan dan pengiriman barang atau

orang, barang atau orang yang diangkut. Jadi, dalam pengertian

pengangkutan itu tersimpul suatu proses kegiatan atau gerakan dari satu

tempat ke tempat lain.9

8 Agus Brotosusilo, Lika-liku Perjalanan UUPK dalam perbuatan yang dilarang Bagi

Pelaku Usaha, (Jakarta: YKLI-USAID, 1998), h.46

9 Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Darat, Laut, dan Udara, (Bandung; PT.

Citra Aditya Bakti, 1991), h.19

Page 26: AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44743/1/RIZKI DIAH... · i . AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA . OVERSEAT

17

Angkutan udara menurut Pasal 1 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor

40 Tahun 1995 adalah setiap kegiatan dengan menggunakan pesawat

untuk mengangkut penumpang, kargo, dan pos untuk satu perjalanan atau

lebih dari satu bandara ke bandara yang lain atau beberapa bandara.

Menurut Pasal 1 ayat (13) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang

Penerbangan yaitu;

“Angkutan Udara adalah setiap kegiatan dengan menggunakan

pesawat udara untuk mengangkut penumpang, kargo, dan/atau pos untuk

satu perjalanan atau lebih dari satu bandar udara ke bandar udara yang lain

atau beberapa bandar udara.”

Hukum pengangkutan udara adalah salah satu bagian dari hukum

pengangkutan secara umum, definisi hukum pengangkutan udara atau

hukum penerbangan dapat ditafsirkan sebagai hukum yang mengatur

pengangkutan melalui udara, termasuk dinas-dinas bantuan didarat,

pegawai-pegawai, dan alat-alat penerbangan serta orang-orang dan barang-

barang yang diangkut melaui udara.

6. Tanggung Jawab Pengangkut

Tanggung jawab pengangkut menurut Pasal 1 ayat (22) Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan yaitu:

“Tanggung jawab pengangkut adalah kewajiban perusahaan angkutan

udara untuk mengganti kerugian yang diterima oleh penumpang dan atau

pengirim barang serta pihak ketiga.”

7. Tanggung Jawab Pelaku Usaha

Pada pasal 19 sampai dengan 28 Undang-Undang Perlindungan

Konsumen mengatur adanya pertanggung jawaban pelaku usaha. Dalam

Pasal 19 Undang-undang Perlindungan Konsumen ini menyebutkan bahwa

jika konsumen menderita kerugian berupa terjadinya kerusakan,

pencemaran, atau kerugian finansial dan kesehatan karena mengkonsumsi

produk atau jasa yang diperdagangkan, produsen sebagai pelaku usaha

wajib memberikan penggantian kerugian, baik dalam bentuk

Page 27: AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44743/1/RIZKI DIAH... · i . AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA . OVERSEAT

18

pengembalian uang, pengembalian barang, perawatan maupun dengan

pemberian santunan.10

Setiap Pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha yang merugikan

konsumen memberikan hak pada konsumen yang dirugikan tersebut untuk

meminta pertanggungjawaban dari pelaku usaha yang merugikannya, serta

untuk menuntut ganti rugi atas kerugian yang diderita oleh konsumen

tersebut.11

Tanggung jawab pelaku usaha tercantum dalam Pasal 19 Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen yakni:

1. Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas

kerusakan, pencemaran, dan atau kerugian konsumen akibat

mengkonsumsi barang dan atau jasa yang dihasilkan atau

diperdagangkan.

2. Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa

pengembalian uang atau penggantian barang dan atau jasa yang sejenis

atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan atau pemberian

santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

yang berlaku.

3. Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tengang waktu 7 (tujuh) hari

setelah tanggal transaksi.

4. Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)

tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan

pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan.

5. Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)

tidak berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa

kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen.

Memperhatikan subtansi Pasal 19 ayat (1) dapat diketahui bahwa

tanggung jawab pelaku usaha, meliputi:12

10

Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta; Sinar Grafika,

2011), h.92

11

Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: PT.

Gramedia Pustaka Utama, 2000), h.59 12

Ahmad Miru & Sutaman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen..., h.40

Page 28: AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44743/1/RIZKI DIAH... · i . AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA . OVERSEAT

19

a. Tanggung jawab ganti kerguian atas kerusakan

b. Tanggung jawab ganti kerugian atau pencemaran

c. Dan tanggung jawab ganti kerugian atas kerugian konsumen

B. Kerangka Teori

1. Teori Hukum Perlindungan Konsumen

Prinsip-prinsip mengenai kedudukan konsumen dalam hubungan

dengan pelaku usaha berdasarkan doktrin atau teori yang dikenal dalam

perkembangan sejarah hukum perlindungan konsumen, antara lain13

:

a. Let the buyer beware (caveat emptor)

Doktrin let the buyer beware atau caveat emptor merupakan

dasar dari lahirnya sengketa dibidang transaksi konsumen. Asas ini

berasumsi bahwa pelaku usaha dan konsumen adalah dua pihak yang

sangat seimbang, sehingga konsumen tidak memerlukan

perlindungan. Prinsip ini mengandung kelemahan, bahwa dalam

perkembangan konsumen tidak mendapat informasi yang memadai

untuk menentukan pilihan terhadap barang dan/atau jasa yang

dikonsumsinya. Hal tersebut dapat disebabkan oleh keterbatasan

pengetahuan konsumen atau ketidak terbukaan pelaku usaha terhadap

produk yang ditawarkannya. Dengan demikian, apabila konsumen

mengalami kerugian, maka pelaku usaha dapat berdalih bahwa

kerugian tersebut akibat dari kelalaian konsumen sendiri.

b. The due care theory

Doktrin ini menyatakan bahwa pelaku usaha mempunyai

kewajiban untuk berhati-hati dalam memasarkan produk, baik barang

maupun jasa. Selama pelaku usaha berhati-hati dengan produknya,

maka ia tidak dapat dipersalahkan. Pada prinsip ini berlaku

pembuktian siapa mendalilkan maka dialah yang membuktikan. Hal

ini sesuai dengan jiwa pembuktian pada hukum privat di Indonesia

yaitu pembuktian ada pada penggugat, sesuai dengan pasal 1865 BW

yang secara tegas menyatakan bahwa barang siapa yang mendalilkan

13

Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia…, h.61

Page 29: AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44743/1/RIZKI DIAH... · i . AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA . OVERSEAT

20

mempunyai suatu hak atau untuk meneguhkan haknya atau

membantah hak orang lain, atau menunjuk pada suatu peristiwa, maka

diwajibkan mebuktikan adanya hak atau peristiwa tersebut.

c. The privity of contract

Doktrin ini menyatakan pelaku usaha mempunyai kewajiban

untuk melindungi konsumen, tetapi hal itu baru dapat dilakukan jika

diantara mereka telah terjalin suatu hubungan kontraktual. Pelaku

usaha tidak dapat disalahkan diluar hal-hal yang diperjanjikan.

Dengan demikian konsumen dapat menggugat berdasarkan

wanprestasi. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam pasal 1340 BW

yang menyatakan tentang ruang lingkup berlakunya perjanjian

hanyalah antara pihak-pihak yang membuat perjanjian saja.

Sedangkan asas-asas yang dianut dalam hukum perlindungan

konsumen sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 Undang-Undang

Perlindungan Konsumen adalah:

1) Asas manfaat

Asas ini mengandung makna bahwa penerapan UUPK harus

memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada kedua pihak,

konsumen dan pelaku usaha. Sehingga tidak ada satu pihak yang

kedudukannya lebih tinggi dibanding pihak lainnya. Kedua belah

pihak harus memperoleh hak-haknya.

2) Asas keadilan

Penerapan asas ini dapat dilihat di Pasal 4 – 7 UUPK yang

mengatur mengenai hak dan kewajiban konsumen serta pelaku

usaha. Diharapkan melalui asas ini konsumen dan pelaku usaha

dapat memperoleh haknya dan menunaikan kewajibannya secara

seimbang.

3) Asas keseimbangan

Melalui penerapan asas ini, diharapkan kepentingan konsumen,

pelaku usaha serta pemerintah dapat terwujud secara seimbang,

tidak ada pihak yang lebih dilindungi.

4) Asas keamanan dan keselamatan konsumen

Diharapkan penerapan UUPK akan memberikan jaminan atas

keamanan dan keselamatan konsumen dalam penggunaan,

Page 30: AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44743/1/RIZKI DIAH... · i . AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA . OVERSEAT

21

pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi

atau digunakan.

5) Asas kepastian hukum

Dimaksudkan agar baik konsumen dan pelaku usaha mentaati

hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan

perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.

Dalam hukum perlindungan konsumen terdapat pula hak dan

kewajiban konsumen. Menurut pasal 4 dan 5 UUPK hak dan

kewajiban konsumen, yaitu:

Hak konsumen menurut Pasal 4 Undang-Undang Perlindungan

Konsumen, adalah sebagai berikut:

a. Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam

mengkonsumsi barang dan atau jasa;

b. Hak untuk memilih barang dan atau jasa serta mendapatkan

barang dan atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi

serta jaminan yang dijanjikan;

c. Hak atas informasi yang benar,jelas, dan jujur mengenai kondisi

dan jaminan barang dan atau jasa;

d. Hak untuk didengar endapat dan keluhannya atas barang dan atau

jasa yang digunakan;

e. Hak untuk mendapat advokasi, perlindungan dan upaya

penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;

f. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;

g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta

tidak diskriminatif;

h. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan atau

penggantian, apabila barang dan atau jasa yang diterima tidak

sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;

i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-

undangan lainnya.

Page 31: AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44743/1/RIZKI DIAH... · i . AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA . OVERSEAT

22

Akhirnya, jika semua hak-hak yang disebutkan itu disusun

kembali secara sistematis (mulai dari yang diasumsikan paling

mendasar), akan diperoleh urutan sebagai berikut:

1) Hak konsumen mendapatkan keamanan

Konsumen berhak mendapatkan keamanan dari barang

dan jasa yang ditawarkan kepadanya.14

Produk barang dan jasa

itu tidak boleh membahayakan jika dikonsumsi segingga

konsumen tidak dirugikan baik secara jasmani dan rohani.

2) Hak untuk mendapatkan informasi yang benar

Setiap produk konsumen harus disertai informasi yang

benar. Informasi ini diperlukan agar konsumen tidak

mempunyai gambaran yang keliru mengenai suatu produk atau

jasa.

3) Hak untuk didengar

Hak yang erat kaitannya dengan hak untuk mendapatkan

informasi adalah hak untuk didengar. Ini disebbkan oleh

informasi yang diberikan pihka yang berkepentingan atau

berkompeten sering tidak cukup memuaskan konsumen. Untuk

itu konsumen berhak mengajukan permintaan informasi lebih

lanjut.15

4) Hak untuk memilih

Dalam mengkonsumsi suatu produk, konsumen berhak

menentukan pilihannya. Konsumen tidak boleh mendapat

tekanan dari pihak luar dalam menentukan untuk membeli atau

tidak membeli. Seandainya ia juga membeli, ia juga bebas

menentukan produk mana yang akan dibeli.

5) Hak untuk mendaatkan produk barang dan atau jasa sesuai

dengan nilai tukar yang diberikan

Dengan hak ini berarti konsumen harus dilindungi dari

perminyaan harga yang tidak wajar. Dengan kata lain, kuantitas

14

Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen…, h.33

15

Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen…, h.35

Page 32: AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44743/1/RIZKI DIAH... · i . AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA . OVERSEAT

23

dan kualitas barang dan atau jasa yang dikonsumsi harus sesuai

dengan nilai uang yang dibayar sebagai penggantinya.16

6) Hak untuk mendapatkan ganti kerugian

Jika konsumen merasakan, kuantitas dan kualitas barang

dan atau jasa yang dikonsumsinya tidak sesuai dengan nilai

tukar yang diberikannya, konsumen berhak mendapatkan ganti

kerugian yang pantas.17

Jenis dan jumlah ganti kerugian itu

tentu saja harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku atau atas

kesepakatan masing-masing pihak.

7) Hak untuk mendapatkan penyelesaian hukum

Hak untuk mendapatkan ganti kerugian harus ditempatkan

lebih tinggi dari pada hak pelaku usaha (produsen atau penyalur

produk) untuk membuat klausul eksonerasi secara sepihak. Jika

permintaan yang diajukan konsumen dirasakan tidak

mendapatkan tanggapan yang layak dari pihak-pihak terkait

dalam hubungan hukum dengannya, maka konsumen berhak

mendapatkan penyelesaian hukum, termasuk advokasi.

8) Hak untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat

Hak konsumen atas lingkungan yang baik dan sehat

merupakan hak yang diterima sebagai salah satu hak dasar

konsumen oleh berbagai organisasi konsumen di dunia.

Lingkungan hidup yang baik dan sehat berarti sangat luas, dan

setiap makhluk hidup adalah konsumen atas lingkungan

hidupnya. Lingkungan hidup dalam arti fisik dan lingkungan

nonfisik.18

9) Hak untuk dilindungi akibat dari negatif pesaing curang

Persaingan curang atau dalam Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1999 disebut dengan “persaingan usaha tidak sehat”

16

Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen…, h. 36

17

Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen…, h. 37

18 Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen…, h. 38

Page 33: AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44743/1/RIZKI DIAH... · i . AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA . OVERSEAT

24

dapat terjadi jika seorang pengusaha berusaha menarik

langganan atau klien pengusaha lain untuk memajukan

usahanya atau memperluas penjualan atau pemasarannya

dengan mengunakan alat atau sarana yang bertentangan dengan

itikad baik dan kejujuran dalam pergaulan perekonomian.

Walaupun persaingan terjadi antara pelaku usaha, namun

dampak dari persaingan itu selalu dirasakan oleh konsumen.

Jika persaingan sehat, konsumen memperoleh keuntungan.

Sebaliknya jika persaingan curang konsumen pula yang

dirugikan.

10) Hak untuk mendapatkan pendidikan konsumen

Masih banyak konsumen yang belum menyadari hak-

haknya. Kesadaran akan hak tidak dapat dipungkiri sejalan

dengan kesadaran hukum. Semakin tinggi kesadaran hukum

masyarakat, maka makin tinggi penghormatannya pada hak-hak

dirinya dan orang lain. Upaya pendidikan konsumen tidak

selalu harus melewati jenjang pendidikan formal, tetapi dapat

melewati media masa dan kegiatan lembaga swadaya

masyarakat.19

Kewajiban konsumen menurut Pasal 5 Undang-Undang

Perlindungan Konsumen adalah sebagai berikut:

a. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur

pemakaian atau pemanfaatan barang dan atau jasa, demi keamanan

dan keselamatan;

b. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan

atau jasa;

c. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;

d. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan

konsumen secara patut.20

19

Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen…, h. 39

20 Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen..., h. 42

Page 34: AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44743/1/RIZKI DIAH... · i . AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA . OVERSEAT

25

Undang-Undang Perlindungan Konsumen secara umum

memberikan perlindungan kepada penumpang sebagai konsumen,

mengingat penumpang adalah pemakai barang dan/atau jasa dari pelaku

usaha. Perusahaan atau maskapai penerbangan sebagai pelaku usaha,

sedangkan konsumennya adalah para penumpang yang menggunakan

jasa transportasi udara yang ditawarkan oleh maskapai penerbangan.

Dalam arti Undang-Undang Perlindungan Konsumen hanya

memberikan pengaturan mengenai hak dan kewajiban konsumen serta

pelaku usaha. Sementara itu, Undang-Undang Penerbangan serta

peraturan pelaksanaannya mengatur secara khusus pertanggung

jawaban dan bentuk ganti rugi yang wajib dilakukan oleh maskapai

penerbangan terkait dengan keterlambatan penerbangan sebagaimana

diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011

Tentang Tanggung Jawab Pengangkut Udara dan Peraturan Menteri

Perhubungan Nomor 89 Tahun 2015 Tentang Penanganan

keterlambatan (Delay Management) pada Badan Usaha Angkutan

Udara Niaga Berjadwal di Indonesia.

2. Teori Pengangkutan Udara

Sumber hukum udara perdata nasional terdapat di berbagai peraturan

perundang-undangan nasional sebagai implementasi undang-undang dasar

1945, seperti KUH Perdata, Kitab Undang-Undang Hukum Dagang

(KUHD), Stb. 1939-100, Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1964 beserta

peraturan pelaksanaannya, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992 dan

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 beserta peraturan pelaksanaannya,

Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 77 Tahun 2011 dan KM

Nomor 92 Tahun 2011.21

Secara konprehensif, Abdulkadir Muhammad juga menggambarkan

konsep hukum pengangkutan meliputi tiga aspek22

, diantaranya:

21

H.K. Martono dan Agus Pramono, Hukum Udara Perdata Internasional dan Nasional,

(Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2013) h. 8

22

Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Niaga, (Bandung: Penerbit PT Citra

Aditya Bakti, 2008), h. 7-8

Page 35: AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44743/1/RIZKI DIAH... · i . AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA . OVERSEAT

26

a. Pengangkutan sebagai usaha (business)

Pengangkutan sebagai usaha adalah kegiatan usaha di bidang

jasa pengangkutan yang menggunakan alat pengangkut mekanik. Alat

pengangkut mekanik contohnya ialah gerbong untuk mengangkut

barang, kereta untuk mengangkut orang, truk untuk mengangkut

barang, bus untuk mengangkut penumpang, pesawat kargo, pesawat

penumpang untuk mengangkut penumpang, kapal kargo untuk

mengangkut barang dan kapal penumpang untuk mengangkut

penumpang. Kegiatan usaha tersebut selalu dalam bentuk perusahaan

perseorangan, persekutuan, atau badan hukum. Karena menjalankan

perusahaan usaha jasa pengangkutan bertujuan memperoleh

keuntungan dan/atau laba.

b. Pengangkutan sebagai perjanjian (agreement)

Pengangkutan sebagai perjanjian selalu didahului oleh

kesepakatan antara pihak pengangkut dan pihak penumpang atau

pengirim. Kesepakatan tersebut pada dasarnya berisi kewajiban dan

hak, baik pengangkut dan penumpang maupun pengirim. Kewajiban

pengangkut adalah mengangkut penumpang atau barang sejak tempat

pemberangkatan sampai ke tempat tujuan yang telah disepakati dengan

selamat. Sebagai imbalan, pengangkut berhak memperoleh sejumlah

uang jasa atau uang sewa yang disebut biaya pengangkutan. Kewajiban

penumpang atau pengirim adalah membayar sejumlah uang sebagai

biaya pengangkutan dan memperoleh hak atas pengangkutan sampai di

tempat tujuan dengan selamat. Perjanjian pengangkutan pada

umumnya bersifat lisan (tidak tertulis) tetapi selalu didukung oleh

dokumen pengangkutan. Dokumen pengangkutan berfungsi sebagai

bukti sudah terjadinya perjanjian pengangkutan dan wajib

dilaksanakan pihak-pihak. Dokumen pengangkutan barang lazim

disebut surat muatan sedangkan dokumen penumpang lazimnya

disebut karcis penumpang.

Page 36: AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44743/1/RIZKI DIAH... · i . AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA . OVERSEAT

27

c. Pengangkutan sebagai proses penerapan (aplying process)

Pengangkutan sebagai proses terdiri atas serangkaian perbuatan

mulai dari permuatan ke dalam alat pengangkut. Kemudian dibawa

oleh pengangkut menuju tempat tujuan yang telah ditentukan, dan

pembongkaran atau penurunan di tempat tujuan. Pengangkutan sebagai

proses merupakan sistem yang mempunyai unsur-unsur sistem yaitu

subjek pengangkutan, status pelaku pengangkutan, objek

pengangkutan, peristiwa pengangkutan dan hubungan pengangkutan.

Berbicara mengenai perlindungan hukum, maka berbicara sejauh mana

hukum serta aturan yang ada menegaskan dilaksanakannya tanggung

jawab masing-masing pihak. Oleh karenannya secara teoritis terdapat

aturan yang mengatur mengenai batasan tanggung jawab khususnya bagi

pelaku usaha pengangkutan udara, namun bukan berarti mengesampingkan

hak mereka sebagai pelaku usaha. Dalam hal ini tetap mengutamakan

keseimbangan hak dan kewajiban antara pelaku usaha dan pengguna jasa

sesuai dengan Asas keseimbangan, keserasian dan keselarasan yang

tersebut dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang

Penerbangan. Dalam transportasi udara terdapat (tiga) macam konsep

dasar tanggung jawab hukum23

yaitu : konsep tanggung jawab hukum atas

dasar kesalahan (based on fault liability), konsep tanggung jawab hukum

atas dasar praduga bersalah (presumption of liability), dan konsep

tanggung jawab hukum tanpa bersalah (liability without fault) atau

tanggung jawab mutlak (absolute liability atau strict liability). Sehubungan

dengan tanggung jawab pengangkut terhadap penumpang seperti yang

telah disebutkan, di bawah ini membahas konsep tanggung jawab

pengangkut yang diterapkan dalam Undamg-undang Penerbangan, yaitu:

a. Konsep Tanggung Jawab Hukum Atas Dasar Kesalahan (Base on

Fault Liability)

23

H.K. Martono, Pengantar Hukum Udara Nasional dan Internasional, Bagian Pertama,

(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), h. 145

Page 37: AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44743/1/RIZKI DIAH... · i . AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA . OVERSEAT

28

Tanggung jawab hukum atas dasar kesalahan (based on fault

liability) terdapat dalam Pasa 1365 Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata. Pasal tersebut dikenal sebagai tindakan melawan hukum

(onrechtsmatingdaad) berlaku umum terhadap siapapun juga, termasuk

perusahaan penerbangan. menurut pasal tersebut setiap perbuatan

melawan hukum yang menimbulkan kerguian terhadap orang lain

mewajibkan orang yang karena perbuatannya menimbulkan kerugian

itu mengganti kerugian (tocompensate the damage). Berdasarkan

ketentuan tersebut setiap orang harus bertanggung jawab (liable)

secara hukum atas perbuatan sendiri artinya apabila karena

perbuatannya mengakibatkan kerugian kepada orang lain, maka orang

tersebut harus bertanggung jawab (liable) untuk membayar ganti rugi

yang diderita oleh orang.24

b. Konsep Tanggung Jawab Hukum Praduga Bersalah

Konsep tanggung jawab praduga bersalah (presumption of

liability concept), penumpang atau pengirim barang tidak perlu

membuktikan kesalahan pengangkut (maskapai penerbangan), sebab

maskapai penerbangan telah dianggap bersalah. Dalam konsep

tanggung jawab praduga bersalah, yang harus membuktikan adalah

perusahaan penerbangan yang disebut dengan pem-buktian terbalik

(burden of proof) atau disebut juga dengan pembuktian negatif. Jadi

maskapai penerbangan harus membuktikan bahwa dia tidak bersalah.

Apabila maskapai penerbangan (termasuk karyawan, pegawai, agen

atau perwakilannya) dapat membuktikan bahwa dia tidak bersalah,

maka maskapai penerbangan bebas dari tanggung jawab untuk

membayar ganti rugi kepada penumpang atau pengirim barang.

c. Konsep Tanggung Jawab Mutlak (Absolute liability principle)

Tanggung Jawab Mutlak atau pertanggung jawaban tanpa

kesalahan adalah suatu tanggung jawab hukum yang dibebankan

kepada pelaku perbuatan melawan hukum tanpa melihat apakah yang

24

H.K. Martono, Hukum Udara Perdata Internasional dan Nasional, Cetakan ke-2,

(Jakarta; PT. Rajagrafindo Persada, 2016), h. 10

Page 38: AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44743/1/RIZKI DIAH... · i . AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA . OVERSEAT

29

bersangkutan dalam melakukan perbuatannya itu mempunyai unsur

kesalahan atau tidak dan si pelaku dapat dimintakan tanggung jawab

mutlak yang diutamakan adalah fakta kejadian oleh korban dan

tanggung jawab oleh orang yang diduga sebagai pelaku dimana

kepadanya tidak diberikan hak untuk membuktikan tidak bersalah.25

C. Tinjauan Kajian (Review) Terdahulu

Pertama, “Tinjauan Hukum terhadap Penerapan Harga Tiket Pesawat

Udara Pada Maskapai Garuda Indonesia Untuk Penerbangan Domestik

(Tinjauan Peraturan Mentri Perhubungan Nomor 26 Tahun 2010)” yang

disusun oleh Husnul Azmi Ritonga, Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta, Fakultas Syariah dan Hukum, 2015. Skripsi ini

membahas mengenai perlindungan konsumen terhadap penjualan harga tiket

pesawat Garuda Indonesia berdasarkan Peraturan Mentri Nomor 26 Tahun

2010 tentang Mekanisme Formulasi Pehitungan dan Penetapan Tarif Batas

Atas Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjawal

Dalam Negeri. Perbedaannya dengan penelitian yang penulis lakukan adalah

penulis melakukan studi kasus terhadap pembatalan penerbangan karena

overseat.

Kedua, “Analisis Yuridis Penerapan Peraturan Menteri Perhubungan

Nomor 92 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara

Atas Keterlambatan dan Pembatalan Jadwal Keberangkatan Penumpang

Angkutan Udara ( Studi Pada PT.Sriwijaya Air Medan)” yang disusun oleh

Adrian Hidayat Nasution, Universitas Sumatera Utara, Fakultas Hukum,

2012. Skripsi ini membahas mengenai faktor-fakor apa saja yang

menyebabkan pesawat Sriwijaya sering terjadi keterlambatan penerbangan

(delay), dihubungkan dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 92

Tahun 2011 yang mengatur tentang tanggung jawab pengangkut udara

terhadap penumpang. Perbedaannya dengan penelitian yang penulis lakukan

adalah penulis melakukan studi kasus terhadap pembatalan penerbangan

25

Munir Fuady I, Perbandingan Hukum Perdata, (Bandung; Citra Aditya Bakti, 2005),

h.275

Page 39: AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44743/1/RIZKI DIAH... · i . AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA . OVERSEAT

30

maskapai penerbangan Lion Air dengan meninjau peraturan perundang-

undangan tentang penerbangan dan perlindungan konsumen.

Ketiga, buku Hukum Udara Perdata Internasional dan Nasional di

susun oleh H.K Martono, dan Agus Pramono, buku ini membahas mengenai

sumber hukum udara internasional maupun nasional serta konsep tanggung

jawab hukum yang menjadi pembeda dengan peneliti adalah adalah peneliti

membahas studi kasus terhadap pembatalan penerbangan Lion Air

beradasrkan putusan yang terkait.

Keempat, Jurnal Hukum yang berjudul “Perlindungan dan Tanggung

Jawab Perusahaan Penerbangan Domestik PT.LAI Kepada Konsumen Selaku

Penumpangnya” yang disusun oleh Lukmanul Hakim dan Sry. Jurnal ini

membahas mengenai perlindungan hukum dan tanggung jawab PT. LAI

terhadap penumpangnya dan mekanisme upaya hukum yang bisa dilakukan

penumpang yang dirugikan oleh PT. LAI, perbedaan jurnal ini dengan

penelitian yang penulis buat adalah penulis melakukan studi kasus mengenai

pembatalan penerbangan karena overseat yang dilakukan oleh maskapai Lion

Air.

Page 40: AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44743/1/RIZKI DIAH... · i . AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA . OVERSEAT

31

BAB III

PERAN PEMERINTAH TERHADAP PENGAWASAN BADAN USAHA

ANGKUTAN UDARA DI INDONESIA

A. Profil Perusahaan Lion Air

Lion Air merupakan maskapai penerbangan swasta nasional asal

Indonesia yang secara hukum didirikan pada tanggal 15 November 1999 dan

mulai beroperasi pertama kali pada tanggal 30 Juni 2000. Berkantor pusat di

Lion Air Tower, Jl. Gajah Mada No. 7 yang berada di kawasan Jakarta Pusat,

PT. Lion Mentari Airlines atau yang biasa dikenal dengan Lion Air

merupakan maskapai penerbangan berbiaya rendah (Low Cost Carrier) dengan

mengusung slogan “We Make People Fly”. Melalui hal ini Lion Air mencoba

mewujudkan dan merubah stigma masyarakat bahwa siapapun bisa terbang

bersama Lion Air dengan tetap mengedepankan aspek keselamatan,

keamanan, dan kualitas penerbangan.

Lima belas tahun lebih mengudara dan melayani masyarakat, hingga

saat ini Lion Air telah terbang ke 183 rute penerbangan yang terbagi dalam

rute domestik yang tersebar ke seluruh penjuru Indonesia dari sabang sampai

merauke, dan rute Internasional menuju sejumlah negara seperti, Singapore,

Malaysia, Saudi Arabia dan China. Jumlah rute tentunya akan terus bertambah

karena melihat pasar penerbangan di Indonesia yang terus berkembang begitu

pesat. Dengan kepemilikan pesawat sebanyak 112 armada yang terbagi dalam

beberapa tipe seperti Boeing 747-400, Boeing 737-800, Boeing 737-900 ER,

dan Airbus A330-300. Jumlah armada pun juga akan bertambah sesuai dengan

pengiriman pemesanan pesawat yang dilakukan oleh Lion Air.

1. Sejarah Lion Air

Lion Air didirikan oleh kakak beradik bernama Kusnan dan Rusdi

Kirana. Kusnan dan Rusdi Kirana tercatat sebagai salah satu orang terkaya

Indonesia versi Forbes 2015 dengan kekayaan USD 1,8 miliar. Lion Air

didirikan pada tanggal 15 November 1999 dan mulai beroperasi pertama

kali pada tanggal 30 Juni 2000, dengan melayani rute penerbangan dari

Page 41: AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44743/1/RIZKI DIAH... · i . AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA . OVERSEAT

32

Jakarta menuju Pontianak menggunakan pesawat dengan tipe Boeing 737-

200 yang pada saat itu berjumlah 2 unit.

Lion Air beroperasi di bawah bendera PT. Lion Mentari Airlines

sebagai perusahaan yang mengelola maskapai penerbangan berbiaya

rendah (Low Cost Carrier) dengan mengusung slogan “We Make People

Fly”. Lima belas tahun lebih mengudara dan melayani masyarakat, hingga

saat ini Lion Air telah terbang ke 183 rute penerbangan yang terbagi dalam

rute domestik yang tersebar ke seluruh penjuru Indonesia dari sabang

sampai merauke, dan rute Internasional menuju sejumlah negara seperti,

Singapore, Malaysia, Saudi Arabia dan China. Jumlah rute tentunya akan

terus bertambah karena melihat pasar penerbangan di Indonesia yang terus

berkembang begitu pesat. Dengan kepemilikan pesawat sebanyak 112

armada yang terbagi dalam beberapa tipe seperti Boeing 747-400, Boeing

737-800, Boeing 737-900 ER, dan Airbus A330-300. Jumlah armada pun

juga akan bertambah sesuai dengan pengiriman pemesanan pesawat yang

dilakukan oleh Lion Air.

Dalam perjalanannya, Lion Air telah banyak memiliki rangkaian

prestasi dan penghargaan, serta sertifikasi internasional yang tentunya

diraih untuk terus meningkatkan kualitas dalam pelayanannya kepada

masyarakat dan pelanggan setianya. Beberapa diantaranya adalah

sertifikasi ISSA yaitu sebuah standar keselamatan dan keamanan berskala

internasional yang diberikan oleh IATA dan diraih pada Januari 2016,

Lalu sertifikasi ISO 9001:2015 mengenai delay management yang

tentunya standar tersebut akan terus diaudit secara berkala.1

2. Visi dan Misi Maskapai Penerbangan Lion Air

a. Visi

Menjadi perusahaan penerbangan swasta nasional yang melayani

penerbangan domestik dan internasional dengan berpedoman kepada

prinsip-prinsip keselamatan dan keamanan penerbangan yang telah

ditetapkan lion air.

1 http://www.lionair.co.id/id/lion-experience/about, diakses pada tanggal 17 April 2018

Page 42: AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44743/1/RIZKI DIAH... · i . AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA . OVERSEAT

33

b. Misi

Menjadi perusahaan penerbangan nasional inovatif, efisien dan

profesional dalam menjangkau beberapa kota yang ada di Indonesia

sehingga akan lebih banyak pengguna yang dapat terbang bersama

armada lion air.

B. Tanggung Jawab Perusahaan Penerbangan Terhadap Keterlambatan

Penerbangan

Narasumber dari perwakilan PT. Lion Mentari Airlines Bapak Rama

Ditya Handoko dari divisi hubungan masyarakat. Peneliti mempertanyakan

apakah penanganan keterlambatan penerbangan pada maskapai Lion Air

sudah sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang dimiliki oleh

Lion Air dan bagaimana bentuk tanggung jawab maskapai Lion Air apabila

terjadi pembatalan penerbangan karena overseat seperti pada kasus yang

peneliti buat.

Beliau menjelaskan bahwa, “untuk penanganan kepada penumpang

yang mengalami keterlambatan penerbangan sudah dilakukan sesuai dengan

Standar Operasional Prosedur (SOP) yang dimiliki perusahaan kami”.2

Standar Operasional Prosedur (SOP) Lion Air mengacu pada Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, KM Nomor 25 Tahun

2008 tentang Penyelenggaraan Angkutan Udara, PM Nomor 77 Tahun 2011

tentang Tanggung Jawab Pengangkut, PM 38 Tahun 2015 tentang Standar

Pelayanan Penumpang Angkutan Udara dalam Negeri dan PM 89 Tahun 2015

tentang Penanganan Keterlambatan Penerbangan (delay management) pada

Badan Usaha Angkutan Udara Niaga Berjadwal di Indonesia.

“Pada setiap sub BAB yang terlampir dalam Standar Operasional

Prosedur (SOP) maskapai Lion Air, sudah jelas mengatur secara keseluruhan

kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi oleh maskapai kami terhadap

penumpang yang mengalami keterlambatan penerbangan sesuai dengan hak-

hak mereka selaku konsumen sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan

2 Wawancara dengan Rama Ditya Handoko, 23 Mei 2018

Page 43: AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44743/1/RIZKI DIAH... · i . AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA . OVERSEAT

34

Nomor 89 Tahun 2015 Tentang Penanganan Keterlambatan Penerbangan

(delay management) pada Badan Usaha Angkutan Udara Niaga Berjadwal di

Indonesia. Dan dalam hal ini, implementasi untuk keterlambatan penerbangan

menurutnya sampai saat ini dirasa sudah cukup baik, mulai dari kerjasama

setiap unit kerja kepada Airport Utirithy untuk menghubungi otoritas bandara

setempat, cathering service, passanger handling, hotel dan transportasi lainnya

untuk memberitahukan bahwa akan atau telah terjadinya keterlambatan

penerbangan pada maskapai kami dan setelah itu berkoordinasi untuk

memberikan layanan terbaik untuk calon penumpang kami yang mengalami

keterlambatan penerbangan”.3

Tanggung jawab kepada penumpang pada kasus pembatalan

penerbangan karena overseat yaitu dengan mengalihkan ke penerbangan lain,

dan memberikan akomodasi trasportasi dan penginapan. Akan tetapi, ganti

rugi yang seharusnya diberikan oleh pihak maskapai sangat berjalan dengan

lambat.4

C. Peranan Pemerintah Terhadap Pengawasan pada Badan Usaha

Angkutan Niaga Berjadwal

Narasumber dari perwakilan Kemeterian Perhubungan adalah Ibu Indri

Rosalina, S.Sos., M.Si sebagai Kepala Seksi Sistem Pelayanan Angkutan

Udara Subdirektorat Sistem Informasi dan Pelayanan Angkutan Udara. Pada

kesempatan wawancara tersebut peneliti menanyakan tentang bentuk

pengawasan Kementrian Perhubungan terhadap pelanggaran perundang-

undangan yang terjadi pada maskapai penerbangan di Indonesia dan sanksi

apa yang diberikan terhadap Badan Usaha Angkutan Udara Niaga Berjadwal

yang melakukan pelanggaran terhadap perundang-undangan.

Pengawasan yang dilakukan oleh Kementrian Perhubungan terhadap

perkara pelanggaran perundang-undangan yang terjadi pada maskapai

penerbangan di Indonesia merupakan pengawasan secara langsung. Direktorat

3 Wawancara dengan Rama Ditya Handoko, 23 Mei 2018

4 Wawancara dengan Rama Ditya Handoko, 23 Mei 2018.

Page 44: AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44743/1/RIZKI DIAH... · i . AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA . OVERSEAT

35

Angkutan Udara sebagai regulator yang memiliki tugas melaksanakan

perumusan dan pelaksanaan kebijakan penyusunan norma, standar, prosedur,

kriteria, pemberian bimbingan teknis, supervise dan evaluasi serta pelaporan

dibidang angkutan udara. Dalam hal pengawasan secara keseluruhan terhadap

Badan Usaha Angkutan Udara, Direktorat Angkutan Udara memberikan

wewenang kepada Inspektur penerbangan sebagai personel yang diberi tugas,

tanggung jawab dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk

melakukan kegiatan pengendalian, pengawasan keamanan, dan pelayanan

penerbangan. Pengawasan keselamatan keamanan dan pelayanan penerbangan

meliputi audit, inspeksi, pengamatan, pemantauan, survei dan pengujian,

untuk Inspektur Penerbangan melaksanakan tugas dan wewenang pada kantor

pusat direktorat jendral dan kantor otoritas bandar udara. Pengawasan selain

dilakukan oleh Inspektur Penerbangan juga dilakukan oleh masing-masing

Subdirektorat Angkutan Udara. Insprektur penerbangan dan Subdirektorat

memiliki program pengawasan untuk 1 tahun anggaran berjalan,

pengawasannya sesuai dengan program kegiatan. Untuk pengawasan masalah

keterlambatan penerbangan atau delay management, yang memiliki kegiatan

pengaturan, pengendalian dan pengawasannya adalah ada pada Subdirektorat

Sistem Informasi dan Pelayanan Angkutan Udara sesuai dengan Peraturan

Direktur Jendral Perhubungan Udara KP Nomor 199 Tahun 2017 Tentang

Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Pengaturan, Pengendalian, dan Pengawasan di

Lingkungan Direktorat Jendral Perhubungan Udara pada pasal 8 ayat (2) huruf

c yakni;

“Penyusunan bahan pengawasan terkait:

1. Pelayanan penumpang angkutan udara

2. Pelayanan kargo angkutan udara

3. Pelayanan jasa penunjang angkutan udara

4. Pelayanan angkutan udara haji; dan

5. Penanganan keterlambatan penerbangan/delay management.”

Dalam hal terjadinya penundaan atau pembatalan penerbangan

Direktorat Angkutan Udara selaku regulator penerbangan juga sudah

Page 45: AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44743/1/RIZKI DIAH... · i . AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA . OVERSEAT

36

membuat peraturan seperti misalnya Peraturan Menteri Perhubungan Nomor

PM 89 Tahun 2015 Tentang Penanganan Keterlambatan Penerbangan (Delay

Management).

“Jadi kalau misalnya ada masalah seperti penundaan penerbangan atau

pembatalan penerbangan karena alasan faktor cuaca atau teknis operasional,

maka inspektur penerbangan dan maskapai serta pengelola bandara harus

cepat berkoordinasi sehingga didapat kesimpulan penerbangan akan ditunda

atau dibatalkan”.5

Hasil pengawasan langsung oleh Inspektur Penerbangan dilaporkan

oleh Inspektur Penerbangan kepada Direktur atau Kepala Kantor Bandar

Udara berupa perintah tugas melalui pesan pendek atau SMS atau bentuk lain

yang sejenis untuk dilakukan pemeriksaan, setelah menerima laporan dari

Inspektur Penerbangan setelah itu pengelola bandara dan maskapai juga

harus memberikan informasi yang transparan kepada penumpang terkait hal

yang terjadi sehingga penumpang mendapatkan informasi yang jelas bahwa

pesawat yang akan ditumpanginya tidak dapat diberangkatkan sesuai dengan

jadwal karena alasan faktor cuaca dan teknis operasional, faktor cuaca dan

terknis operasional yang dimaksud susai dengan PM Menteri Perhubungan

Nomor 77 Tahun 2011 Tentang Tanggung Jawab Pengangkut Udara dalam

pasal 13 ayat (2) faktor cuaca sebagaimana yang dimaksud ayat (1) antara

lain hujan lebat, petir, badai, kabut, asap, jarak pandang, di bawah standar

minimal, atau kecepatan angin yang melampaui standar minimal, atau

keepakatan angina yang melampaui standar maksimal yang menggangu

keselamatan penerbangan dan pasal 13 ayat (3) yang dimaksud dengan teknis

operasional adalah bandar udara untuk keberangkatan dan tujuan tidak dapat

digunakan operasional pesawat udara, lingkungan menuju bandar udara atau

landasan terganggu fungsinya misalnya retak, bajir atau kebakaran, dan

terjadinya antrian pesawat udara lepas landas (take off) mendarat (landing)

atau lokasi waktu keberangkatan (departure slot time) di bandar udara serta

keterlambatan pengisian bahan bakar (refueling). Penumpang dan operator

5 Wawancara dengan Indri Rosalina, 14 Mei 2018

Page 46: AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44743/1/RIZKI DIAH... · i . AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA . OVERSEAT

37

harus bekerjasama membuat kondisi yang nyaman bagi semua pihak tanpa

merugikan salah satu pihak. Dan semua kegiatan tersebut harus dalam

koordinasi dan pengawasan dari otoritas bandara setempat.

Seperti kasus yang peneliti buat, dalam kasus ini maskapai

penerbangan Lion Air melakukan pembatalan penerbangan dari Manado ke

Jakarta kepada beberapa calon penumpangnya karena kapasitas pesawat

udara (change aircraft 215 seat ke 205 seat) dan pihak maskapai tidak

memberitahukan kepada calon penumpangnya sebelum 7 hari keberangkatan

melainkan pada saat penumpang melakukan check in tiket atas nama

penumpang sendiri. Pada kasus ini, maka yang turun langsung untuk

menangani masalah ini adalah pihak operator atau maskapai penerbangan dan

kantor otoritas bandar udara wilayah VIII kelas II yang berlokasi tepat di

bandar udara Samratulangi Manado sesuai dengan penempatan kelas,

wilayah, dan lokasi kantor otoritas bandar udara yang ada di Peraturan

Menteri Perhubungan Nomor 41 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor

Otoritas Bandar Udara. Maka otoritas bandar udara yang berada di bandara

Samratulangi Manado segera menindaklanjuti kasus yang terjadi pada saat

itu.

Mengenai sanksi terhadap maskapai penerbangan yang melakukan

pelanggaran terhadap perundang-undangan akan dikenakan sanksi

administratif, pelanggaran yang dimaksud di temukenali berdasarkan hasil

pengawasan inspektur penerbangan, temuan langsung oleh inspektur

penerbangan pada saat di lokasi atau laporan dari operator atau personel

penerbangan yang mengetahui atau melakukan pelanggaran. Dalam hal

ditemukenali adanya pelanggaran, Inspektur Penerbangan harus menyusun

Laporan Hasil Pengawasan atau LPH dan dilaporkan kepada Direktur,

Kepala Kantor dan Sekretaris Direktorat Jendral, setelah menerima LPH

Sekretaris Direktorat Jendral bersama Direktur dan atau Kepala Kantor serta

Inspektur Penerbangan melakukan evaluasi dan analisa terkait penegakan

hukum. Untuk kasus pelanggaran seperti delay atau bahkan sampai dengan

pembatalan penerbangan dengan alasan yang tidak sesuai dengan peraturan

Page 47: AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44743/1/RIZKI DIAH... · i . AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA . OVERSEAT

38

menteri yang terkait, dan terjadi berturut-turut, maka akan dikenakan sanksi

administratif berupa surat peringatan saja, tidak sampai kena denda penalty

atau bahkan sampai pencabutan, kecuali badan usaha angkutan udara niaga

berjadwal tidak mengirimkan laporan On Time Performance (OTP)

keterlambatan penerbangan dan pembatalan penerbangan setiap bulan paling

lambat tanggal 10 bulan berikutnya akan dikenakan sanksi administratif

berupa pembekuan selama 5 hari, dan denda penalty sebesar Rp. 250.000

sampai dengan Rp. 1.000.000 berdasarkan PM Menteri Perhubungan Nomor

78 Tahun 2017 tentang Pengenaan Sanksi Administratif Terhadap

Pelanggaran Peraturan Perundang-Undangan di Bidang Penerbangan.

D. Tanggung Jawab Pengangkut Udara Apabila Terjadi Pembatalan

Penerbangan Keberangkatan Sepihak oleh Maskapai Penerbangan

1. Tanggung Jawab Pengangkut Udara apabila Melakukan Pembatalan

Penerbangan

Konversi Wasarwa menentukan bahwa pengangkut bertanggung

jawab atas kerugian yang menimpa penumpang, bagasi, atau kargo akibat

adanya keterlambatan selama dalam pengangkutan udara.6

Dalam pasal 1 ayat (22) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009

Tentang Penerbangan pada menyebutkan pengertian tanggung jawab

pengangkut udara yakni “Tanggung jawab pengangkut adalah kewajiban

perusahaan angkutan udara untuk mengganti kerugian yang diderita oleh

penumpang dan/atau pengirim barang serta pihak ketiga”. Tanggung jawab

pengangkut apabila melakukan pembatalan penerbangan diatur dalam

beberapa peraturan yang belaku di Indonesia, yaitu:

a. Dalam Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Perlindungan Konsumen

yakni “Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas

kerusakan, pencemaran dan atau kerugian akibat mengkonsumsi

barang dan atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan”.

6 Saefullah Wiradipradja, Tanggung Jawab Pengangkut dalam Hukum Pengangkutan

Udara Internasional dan Nasional, (Yogyakarta; Liberti, 1989), h.105

Page 48: AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44743/1/RIZKI DIAH... · i . AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA . OVERSEAT

39

b. Dalam Pasal 146 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang

Penerbangan mengatakan “Pengangkut bertanggung jawab atas

kerugian yang diderita karena keterlambatan pada angkutan

penumpang, bagasi atau kargo, kecuali apabila penggangkut dapat

membuktikan bahwa keterlambatan tersebut disebabkan oleh faktor

cuaca dan teknis operasional”.

Fakor cuaca sebagaimana yang dimaksud diatas berdasarkan

Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 89 Tahun 2015 tentang

Penanganan Keterlambatan (Delay Management) pada Badan Usaha

Angkutan Udara Niaga Berjadwal di Indonesia antara lain hujan lebat,

petir, badai, kabut, asap, jarak pandang dibwah standar minimal, atau

kecepatan angina yang melampaui standar maksimal yang menggangu

keselamatan penerbangan. Sedangkan, Teknis Operasional antara lain:

1) Bandar udara untuk keberangkatan dan tujuan tidak dapat

digunakan operasional pesawat udara;

2) Lingkungan menuju bandar udara atau landasan terganggu

fungsinya misalnya retak, banjir atau kebakaran;

3) Terjadinya antrian pesawat udara lepas landas (take off), mendarat

(landing), atau alokasi waktu keberangkatan (departure slot time) di

bandar udara; atau keterlambatan pengisian bahan bakar (refueling)

c. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 Tentang

Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara memasukkan

pembatalan penerbangan sebagai salah satu keterlambatan. Ada tiga

jenis keterlambatan menurut Pasal 9 PM 77: “Keterlambatan angkutan

udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf e terdiri dari:

1) Keterlambatan penerbangan (flight delayed)

2) Tidak terangkutnya penumpang dengan alasan kapasitas pesawat

udara (denied boarding passanger); dan

3) Pembatalan penerbangan (cancelation of flight)

Selanjutnya dalam pasal 11 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor

PM 77 Tahun 2011 : “Terhadap tidak terangkutnya penumpang

Page 49: AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44743/1/RIZKI DIAH... · i . AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA . OVERSEAT

40

sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 huruf b, pengangkut wajib

memberikan ganti kerugian berupa:

a. Mengalihkan ke penerbangan lain tanpa membayar biaya

tambahan dan atau

b. Memberikan konsumsi, akomodasi, biaya transportasi apabila

tidak ada penerbangan lain ke tempat tujuan.

d. Dalam Pasal 3 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 89 Tahun 2015

Tentang Penanganan keterlambatan (Delay Management) pada Badan

Usaha Angkutan Udara Niaga Berjadwal di Indonesia, keterlambatan

penerbanggan dikelompokkan dalam 6 (enam) kategori keterlambatan,

yaitu:

a) kategori 1, keterlambatan 30 menit s/d 60 menit;

b) kategori 2, keterlambatan 61 menit s/d 120 menit;

c) kategori 3, keterlambatan 121 menit s/d 180 menit;

d) kategori 4, keterlambatan 181 menit s/d 240 menit;

e) kategori 5, keterlambatan lebih dari 240 menit; dan

f) kategori 6, pembatalan penerbangan.

Tentang pemberian kompensasi dan ganti rugi pada pasal 9 ayat (1)

menyebutkan “Badan Usaha Angkutan Udara wajib memberikan

kompensasi sesuai dengan kategori keterlambatan sebagaimana dimaksud

dalam pasal 3 berupa:

a) keterlambatan kategori 1, kompensasi berupa minuman ringan;

b) keterlambatan kategori 2, kompensasi berupa minuman dan makanan

ringan;

c) keterlambatan kategori 3, kompensasi berupa minuman dan makanan

berat (heavy meal);

d) keterlambatan kategori 4, kompensasi berupa minuman, makanan

ringan (snack box), makanan berat (heavy meal);

e) keterlambatan kategori 5, kompensasi berupa ganti rugi sebesar Rp.

300.000 (tiga ratus ribu rupiah);

Page 50: AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44743/1/RIZKI DIAH... · i . AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA . OVERSEAT

41

f) keterlambatan kategori 6, badan usaha angkutan udara wajib

mengalihkan ke penerbangan berikutnya atau mengembalikan seluruh

biaya tiket (refund ticket); dan

g) keterlambatan pada kategori 2 sampai 5 penumpat dapat dialihkan ke

penerbangan berikutnya atau mengembalikan seluruh biaya tiket

(refund ticket)

2. Prinsip-Prinsip Tanggung Jawab

Sehubungan dengan tanggung jawab pengangkut, peneliti juga

akan menjelaskan beberapa prinsip tanggung jawab dalam hukum. Prinsip

tentang tanggung jawab merupakan perihal yang sangat penting dalam

hukum perlindungan konsumen.

Dalam kasus-kasus pelanggaran hak konsumen, diperlukan kehati-

hatian dalam menganalisis siapa yang harus bertanggung jawab dan

seberapa jumlah yang dapat dibebankan kepada pihak-pihak terkait.7

Hukum pengangkutan mengenal tiga prinsip tanggung jawab dan cara

membedakan prinsip-prinsip tanggung jawab tersebut pada dasarnya

diletakkan pada masalah pembuktian, yaitu mengenai ada tidaknya

kewajiban pembuktian, dan kepada siapa beban pembuktian dibebankan

dalam proses penuntutan. Ketiga prinsip tanggung jawab ini adalah

sebagai berikut:

a. Prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan. Prinsip ini

menyatakan seseorang baru dapat dimintakan pertanggung jawabannya

secara hukum jika ada unsur kesalahan yang dilakukannya. Tanggung

jawab hukum atas dasar kesalahan (liability based on fault) adalah

prinsip yang cukup umum berlaku dalam hukum perdata khususnya

Pasal 1365 KUH Perdata yang lazim dikenal sebagai pasal tentang

perbuatan melawan hukum, mengharuskan terpenuhinya empat unsur

pokok, yaitu :

7 Celina Tri Siwi Kritiyanti,Hukum Perlindungan Konsumen,(Jakarta; Sinar Grafika,

2001), h. 92

Page 51: AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44743/1/RIZKI DIAH... · i . AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA . OVERSEAT

42

1) Adanya perbuatan;

2) Adanya unsur kesalahan;

3) Adanya kerugian yang diderita;

Kesalahan adalah unsur yang bertentangan dengan hukum.

Pengertian “hukum”, tidak hanya bertentangan dengan undang-undang,

tetapi juga kepatutan dan kesusilaan dalam masyarakat.8 Asas tanggung

jawab ini dapat diterima karena adalah adil bagi orang yang berbuat

salah untuk mengganti kerugian bagi pihak korban. Dengan kata lain,

tidak adil jika orang yang tidak bersalah harus mengganti kerugian yang

diderita orang lain. Tanggung jawab atas dasar kesalahan melemahkan

hak-hak penumpang, karena penumpang tidak punya keahlian untuk

membuktikan kesalahan pengangkut. Tanggung jawab pengangkut

terbatas setinggi-tingginya sebesar kerugian penumpang. Konsep

tanggung jawab atas dasar kesalahan dirasakan adil apabila kedudukan

kedua belah pihak (penumpang selaku konsumen dan pengangkut)

mempunyai kemampuan yang sama sehingga mereka dapat saling

membuktikan kesalahan.

b. Tanggung Jawab Hukum Atas Dasar Praduga Bersalah (Presumption of

Liability)

Prinsip ini menyatakan, pengangkut selalu dianggap bertanggung

jawab, sampai ia dapat membuktikan ia tidak bersalah. Beban

pembuktiannya ada pada pengangkut. Pengangkutan udara dalam hal

tanggung jawab hukum atas dasar praduga bersalah (presumption of

liability) pernah diakui.9 Berkaitan dengan prinsip tanggung jawab ini,

dalam doktrin hukum pengangkutan khususnya, dikenal 4 (empat)

variasi:

1) Pengangkut dapat membebaskan diri dari tanggung jawab kalau ia

dapat membuktikan kerugian yang ditimbulkan oleh hal-hal diluar

kekuasaannya;

8 Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen…, h. 93

9 Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen…, h. 94

Page 52: AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44743/1/RIZKI DIAH... · i . AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA . OVERSEAT

43

2) Pengangkut dapat membebaskan diri dari tanggung jawab jika ia

dapat membuktikan ia mengambil suatu tindakan yang diperlukan

untuk menghindari timbulnya kerugian;

3) Pengangkut dapat membebaskan diri dari tanggung jawab jika ia

dapat membuktikan kerugian yang timbul bukan karena

kesalahannya;

4) Pengangkut tidak bertanggung jawab jika kerugian itu ditimbulkan

oleh kesalahan/kelalaian penumpang atau karena kualitas/mutu

barang yang diangkut tidak baik. Menurut konsep tanggung jawab

hukum atas dasar praduga bersalah (presumption of liability),

perusahaan penerbangan dianggap bersalah, sehingga perusahaan

penerbangan demi hukum harus membayar ganti kerugian yang

diderita oleh penumpang tanpa dibuktikan kesalahan lebih dahulu,

kecuali perusahaan membuktikan tidak bersalah yang dikenal

sebagai beban pembuktian terbalik.10

c. Tanggung Jawab Hukum Mutlak (Strict Liability)

Tanggung jawab hukum mutlak (strict liability) sering diidentikan

dengan prinsip tanggung jawab absolut (absolute liability). Kendati

demikian ada pula para ahli yang membedakan kedua teminologi diatas.

Ada pendapat yang mengatakan, strict liability adalah prinsip tanggung

jawab yang menetapkan kesalahan tidak sebagai faktor yang

mementukan. Sebaliknya, absolute liability adalah prinsip tanggung

jawab tanpa kesalahan dan tidak ada pengecualiannya. Menurut

Koesnadi Hardjasoemantri, konsep tanggung jawab mutlak diartikan

terutama sebagai kewajiban mutlak yang dihubungkan dengan

timbulnya kerusakan. Salah satu ciri utama tanggung jawab mutlak

adalah tidak adanya persyaratan tentang perlu adanya kesalahan.11

10

H.K. Martono dan Ahmad Sudiro, Hukum Angkutan Udara Berdasarkan Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 2009 , (Jakarta: Penerbit Rajawali Pers, 2011), h. 223

11 Wahyu Sasongko, Ketentuan-Ketentuan Pokok Hukum Perlindungan Konsumen, (

Bandar Lampung: Penerbit UNILA, 2007), h. 9

Page 53: AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44743/1/RIZKI DIAH... · i . AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA . OVERSEAT

44

3. Lingkup Tanggung Jawab Pembayaran Ganti Kerugian

Secara umum, tuntutan ganti kerugian atas kerugian yang dialami

konsumen secara garis besar ada dua kategori, yaitu tuntutan ganti

kerugian berdasarkan wanprestasi dan tuntutan ganti kerugian yang

berdasarkan perbuatan melanggar hukum.12

Apabila tuntutan ganti kerugian didasarkan pada wanprestasi, maka

terlebih dahulu tergugat dan penggugat (produsen dengan konsumen)

terikat suatu perjanjian. Berbeda dengan tuntutan ganti kerugian yang

didasarkan pada perbuatan melawan hukum, tuntutan tidak perlu didahului

dengan perjanjian antara produsen dengan konsumen, sehingga tuntutan

ganti kerugian dapat dilakukan oleh setiap pihak yang dirugikan walau

tidak pernah membuat perjanjian.13

12

Ahmad Miru & Sutaman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta;

Rajawalipers, 2010), h.127

13

Ahmad Miru, Hukum Perlindungan Konsumen…, h.129

Page 54: AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44743/1/RIZKI DIAH... · i . AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA . OVERSEAT

45

BAB IV

ANALISIS PUTUSAN HAKIM TERHADAP PUTUSAN NOMOR

471/PK/Pdt/2017 TENTANG PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA

OVERSEAT

Apabila pemeriksaan perkara selesai, Majelis Hakim karena jabatannya

melakukan musyawarah untuk mengambil putusan yang akan dijatuhkan.

proses pemeriksaan dianggap selesai, apabila telah menempuh tahap jawaban

dari tergugat. jika semua tahap ini telah tuntas diselesaikan, Majelis

menyatakan pemeriksaan ditutup dan proses selanjutnya adalah menjatuhkan

atau pengucapan putusan.1

Putusan Majelis Hakim Mahkamah Agung Perkara Nomor 471

PK/Pdt/2017 yang dibacakan pada hari jum’at 25 Agustus 2017 akan peneliti

analisis apakah pertimbangan majelis hakim sudah sesusai dengan Undang-

Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999. Sebelum

menganalisis, peneliti membahas duduk perkara, pertimbangan hukum majelis

hakim, serta amar putusan.

A. Duduk Perkara

1. Para Pihak

Pada perkara ini yang menjadi pihak adalah Rolas Budiman Sitinjak, yang

bertempat tinggal di Jalan Gading Raya rt.001 rw.013, Pisangan Timur,

Pulo Gadung Jakarta Timur yang dalam perkara ini berkedudukan sebagai

Termohon Peninjauan Kembali dahulu Penggugat/ Termohon Kasasi dan

Direktur Utama PT. Lion Mentari Airlines, yang berkedudukan di Jalan

Gajah Mada Nomor 7 Jakarta Pusat yang dalam perkara ini berkedudukan

sebagai Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Kasasi/ Tergugat

I, selanjutnya Direktur Jendral Perhubungan Udara Kementerian

Perhubungan Republik Indonesia yang berkedudukan di Jalan Medan

Merdeka Barat Nomor 8 Jakarta Pusat yang dalam perkara ini

1 M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), h.797

Page 55: AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44743/1/RIZKI DIAH... · i . AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA . OVERSEAT

46

berkedudukan sebagai Para Pemohon Peninjauan Kembali dahulu

Termohon Kasasi II/ Tergugat II.

2. Kronologis Kasus

Penggugat adalah penumpang Lion Air yang bernama Rolas Budiman

Sitinjak. Sedangkan sebagai tergugat adalah Direktur Utama PT. Lion

Mentari Airlines dan Direktur Jendral Perhubungan Udara Kementerian

Perhubungan Republik Indonesia.

Sehubungan dengan profesi Penggugat sebagai pengacara, Penggugat

akan melaksanakan aktivitasnya untuk melaksanakan janji temu dengan

para kolega dan kliennya di Jakarta, Penggugat juga hendak merayakan

hari ulang tahun putri sulungnya pada tanggal 20 Oktober 2011.

Untuk menghadiri acara tersebut maka penggugat membeli tiket

elektronik yang diterbitkan pada tanggal 19 Oktober 2011 dengan Nomor

Tiket 9902170408086 dengan nama penggugat sendiri untuk tujuan

Manado ke Jakarta dengan Nomor Penerbangan JT 743.

Setelah Penggugat tiba dibandara Samratulanggi Manado pada pukul

17.15 WITA untuk melakukan check in atas nama miliknya dan setelah

tiba giliran Penggugat untuk memvalidasi tiket miliknya, dan saat itu

Penggugat mendapat pemberitahuan dari petugas yang melayani ticket

Penggugat yakni “pesawat telah overseat atau melebihi kapasitas”.

Selanjutnya Penggugat mendesak Tergugat I untuk menjelaskan perihal

gagal diberangkatkannya Penggugat dan para penumpang lainnya, lalu

Tergugat I mengeluarkan Surat Keterangan kepada Penggugat tidak dapat

diberangkatkan karena alasan Operasional (Change Aircraft 215 seat ke

205 seat).

Selain itu Penggugat meminta Tergugat I untuk memberikan

Kompensasi yang sangat manusiawi sesuai dengan ketentuan undang-

undang perilindungan konsumen. Penggugat akhirnya membeli tiket

pesawat elektronik maskapai Lion Air kembali dengan Nomor Tiket

9902170468988 yang diterbitkan pada tanggal 19 Oktober 2011 untuk

keberangkatan tanggal 20 Oktober 2011 dengan nomor penerbangan JT

0771.

Page 56: AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44743/1/RIZKI DIAH... · i . AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA . OVERSEAT

47

3. Gugatan (Petitium)

Petitum berisi tuntutan apa saja yang dimintakan oleh penggugat

kepada hakim untuk dikabulkan. Selain tuntutan utama, penggugat juga

biasanya menambahkan dengan tuntutan subside atau pengganti seperti

menuntut membayar denda atau menuntut agar putusan agar putusan

hakim dapat dieksekusi walaupun akan ada perlawanan di kemudian hari

yang disebut dengan uitvoerbar bij voorrad.

Pada perkara tingkat pertama di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat

Penggugat mengajukan gugatan untuk mengabulkan gugatan penggugat

untuk seluruhnya, menyatakan secara hukum tergugat bersalah melakukan

perbuatan melawan hukum, dan menyatakan kerugian yang dialami

penggugat merupakan akibat dari tindakan tergugat I serta meminta

tuntutan ganti kerugian materiil sebesar Rp. 25.814.300 (dua puluh lima

juta delapan ratus empat belas ribu tiga ratus ribu rupiah) dan kerugian

imateriil sebesar Rp.500.000.000 (lima ratus juta rupiah).

Pada perkara tingkat kasasi, Pemohon Kasasi/ Tergugat I meminta

untuk Majelis Hakim Agung membatalkan putusan Judex Facti, dan pada

perkara tingkat Peninjauan Kembali Pemohon Peninjauan Kembali/

Tergugat I meminta untuk Majelis Hakim Agung membatalkan putusan

dalam tingkat kasasi.

B. Putusan Tingkat Pertama, Kasasi dan Peninjauan Kembali

Pengambilan keputusan sangat diperlukan oleh Hakim atas perkara

kasus Perlindungan Konsumen akibat perbuatan melawan hukum yang

diperiksa dan diadilinya. Hakim dalam memutus perkara ini terlebih dahulu

mengolah dan memproses data-data yang diperoleh selama proses

persidangan, baik dari bukti surat, saksi, persangkaan, pengakuan maupun

sumpah yang terungkap dalam persidangan, sehingga keputusan Hakim yang

ditetapkan dapat didasari oleh rasa tanggung jawab, keadilan, kebijaksanaan,

profesionalisme dan bersifat objektif.

Page 57: AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44743/1/RIZKI DIAH... · i . AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA . OVERSEAT

48

Setelah pemeriksaan selesai, Majelis Hakim melakukan musyawarah

untuk mengambil putusan yang akan ditetapkan. Pemeriksaan atas perkara

Perlindungan Konsumen oleh Manjelis Hakim dianggap telah selesaii karena

telah melalui tahap jawaban dari tergugat. Putusan Majelis Hakim Agung di

tingkat Peninjauan Kembali diperkuat dengan adanya putusan sebelumnya

pada tingakat pertama dan kasasi.

1. Putusan Tingakat Pertama

Pada putusan tingkat pertama di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat

dengan nomor putusan 42/PDT.G/2012/PN.JKT.PST yaitu mengabulkan

gugatan penggugat untuk sebagian, menyatakan secara hukum tergugat I

melakukan perbuatan melawan hukum dan menyatakan kerugian yang

dialami penggugat merupakan akibat dari tindakan tergugat I. Dalam

mengambil putusan ini, Majelis Hakim berpedoman pada putusan Hoge

Raad pada tahun 1999 dalam perkara Lindenbaum Cohen di Belanda

tentang perbuatan melawan hukum.

2. Putusan Tingkat Kasasi

Keberatan Pemohon Kasasi tidak dapat dibenarkan, setelah meneliti

memori kasasi tanggal 4 mei 2015 dan kontra memori kasasi tanggal 11

agustus 2015 dihubungkan dengan putusan Judex Facti telah tepat dan

benar dengan pertimbangan bahwa penggugat telah berhasil membuktikan

kebenaran dalil gugatannya yaitu tidak terangkutnya Pengugat dalam

penerbangan Tergugat I JT 743 dari Manado ke Jakarta tanggal 19 oktober

2011, oleh karena itu tergugat I terbukti telah melakukan perbuatan

melawan hukum terhadap penggugat sehingga menimbulkan kerugian bagi

penggugat, sebaliknya tergugat I tidak dapat membuktikan kebenaran

dalilnya.

Berdasarkan pertimbangan di atas, ternyata putusan Judex Facti dalam

perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan atau undang-undang,

maka permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi PT. Lion

Mentari Airlines ditolak oleh Majelis Hakim.

Page 58: AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44743/1/RIZKI DIAH... · i . AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA . OVERSEAT

49

3. Putusan Peninjauan Kembali

Pada perkara Peninjauan Kembali dengan Nomor Putusan

471/PK/Pdt/2017 Majelis Hakim Agung Menolak permohonan Peninjauan

Kembali yang diajukan oleh Permohonan Peninjauan Kembali Direktur

PT. Lion Mentari Airlines.

C. Pertimbangan Majelis Hakim dalam Putusan Nomor 471 PK/Pdt/2017

Dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 471/PK/Pdt/2017 Majelis

Hakim menolak permohonan Peninjauan Kembali yang diajukan oleh

pemohon kasasi PT. Lion Mentari Airlines. Untuk menganalisis Putusan

Mahkamah Agung Nomor 471/PK/Pdt/2017 peneliti akan melihat bagaimana

pertimbangan hukum majelis hakim dalam membuat putusan.

Pemohon Peninjauan Kembali menilai adanya pertimbangan hukum yang

salah dan/atau keliru, karena Pemohon Peninjauan Kembali tidak terbukti

melakukan perbuatan melawan hukum, dengan demikian jelas terbukti

putusan Majelis Hakim Agung Nomor 3287 K/PDT/2015, tanggal 11 Februari

2016 dalam tingkat kasasi salah dan keliru oleh karenanya harus dibatalkan

dalam tingkat peninjauan kembali.

Majelis Hakim menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan peninjauan

kembali tersebut Mahkamah Agung berpendapat bahwa tidak terdapat

kekhilafan hakim atau kekeliruan yang nyata karena dalam perkara a quo

penggugat telah membeli tiket pesawat Lion Air dengan tujuan Manado ke

Jakarta pada tanggal 19 oktober 2011, yang tidak dapat dilaksanakan oleh

tergugat I dengan alasan operasional dan untuk selanjutnya tergugat I juga

tidak memberikan kompensasi kepada penggugat sebagaimana diatur dalam

Pasal 140 dan Pasal 147 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang

Penerbangan, sehingga perbuatan tergugat I tersebut dapat dikategorikan

sebagai perbuatan melawan hukum, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas,

maka permohonan penjinjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon

Peninjauan Kembali DIREKTUR UTAMA PT. LION AIR/PT. LION

MENTARI AIRLINES tersebut harus ditolak.

Page 59: AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44743/1/RIZKI DIAH... · i . AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA . OVERSEAT

50

D. Analisis Putusan Hakim Nomor 471 PK/Pdt/2017

Menurut peneliti, putusan hakim dalam perkara ini sudah tepat

mengenai tidak di berangkatkannya penggugat pada penerbangan milik

tergugat I, dan tergugat I juga tidak memberikan kompensasi kepada

penggugat sebagaimana diatur dalam Pasal 147 Undang-Undang Nomor 1

Tahun 2009 Tentang Penerbangan, sehingga perbuatan tergugat I tersebut

dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum. Karena sudah jelas

dalam Pasal 147 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang

Penerbangan yaitu Penganggkut bertangung jawab atas tidak terangkutnya

penumpang sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan dengan alasan

kapasitas pesawat udara dan pada ayat (2) Tanggung jawab sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dengan memberikan kompensasi kepada penumpang

berupa mengalihkan penumpang ke penerbangan lain tanpa membayar biaya

tambahan dan memberikan konsumsi, akomodasi, dan biaya transportasi

apabila tidak ada penerbangan lain ke tempat tujuan.

Dalam kasus ini, pihak maskapai dari tergugat I tidak memberikan

kompensasi ganti kerugian kepada konsumen selaku penumpangnya

berdasarkan peraturan perundang-undangan, dan dalam Pasal 11 Peraturan

Menteri Nomor 77 Tahun 2011 Tentang Tanggung Jawab Pengangkut Udara

yang berisikan tentang tanggung jawab pengangkut terhadap pemberian ganti

kerugian tidak terangkutnya penumpang karena alasan kapasitas pesawat

seperti pada kasus yang dialami penggugat dan tergugat.

Selanjutnya, mengenai perbuatan melawan hukum yang dijatuhkan

Hakim kepada tindakan yang dilakukan tergugat I sudah dirasa tepat.

Berdasarkan teori tanggung jawab hukum atas dasar kesalahan (base on fault

liability) terdapat dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Pasal tersebut dikenal sebagai tindakan melawan hukum (onrecht matige

daad) berlaku umum terhadap siapapun juga, termasuk perusahaan

penerbangan. Menurut pasal tersebut setiap perbuatan melawan hukum yang

menimbulkan kerugian terhadap orang lain mewajibkan orang yang karena

perbuatannya menimbulkan kerugian itu mengganti kerugian (to compensate

Page 60: AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44743/1/RIZKI DIAH... · i . AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA . OVERSEAT

51

the damage). Berdasarkan ketentuan tersebut setiap orang harus bertanggung

jawab (liable) secara hukum atas perbuatan sendiri artinya apabila karena

perbuatannya mengakibatkan kerugian kepada orang lain, maka orang tersebut

harus bertanggung jawab (liable) untuk membayar ganti rugi yang diderita

oleh seseorang.

Dalam perkara ini, ada kerugian yang diderita oleh Tergugat I karena

penggugat tidak dapat diberangkatkan oleh pesawat milik Tergugat I karena

alasan kapasitas pesawat udara atau teknis operasional yang merupakan faktor

kesalahan yang dibuat oleh Tergugat I. Apabila terjadi peristiwa atau kejadian

yang menyebabkan kerugian bagi penumpang maka akan timbul tanggung

jawab hukum dari pihak pengangkut untuk mengganti kerugian yang dialami

penumpang, wujud tanggung jawab tersebut adalah berupa pemberian ganti

rugi atau kompensasi.2

Pada putusan mengenai perbuatan melawan hukum, Majelis Hakim

berpedoman pada putusan Hoge Raad tahun 1919 dalam perkara Lindenbaum

Cohen di Belanda, yang menyebutkan unsur-unsur perbuatan melawan hukum

adalah melanggar hak orang lain, bertentangan dengan kewajiban hukum dari

si pembuat, bertentangan dengan kesusilaan, atau bertentangan dengan

kepatutan yang berlaku. Dalam kasus ini, pihak maskapai tidak mau

memberikan kompensasi kepada penggugat sebagaimana diatur dalam Pasal

147 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan dengan

alasan Penggugat tidak mau menyerahkan tiketnya, alasan tersebut tidak dapat

diterima secara hukum, karena tanpa pengugat menyerahkan tiketnya kepada

Tergugat I tetap mempunyai kewajiban memberikan kompensasi kepada

penggugat, dengan tidak memberikan kompensasi tersebut, Tergugat I juga

tidak melakukan kewajibannya kepada Penggugat sebagaimana yang diatur

dalam Pasal 147 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan.

Seharusnya, semua maskapai penerbangan apabila melakukan keterlambatan

penerbangan bahkan sampai dengan pembatalan penerbangan di luar alasan

2 Ridwan Khaerandy, Pengantar Hukum Pengangkutan, (Yogyakarta: FH UII Press,

2006), h.167

Page 61: AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44743/1/RIZKI DIAH... · i . AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA . OVERSEAT

52

faktor cuaca dan teknis operasional berdasarkan peraturan perundang-

undangan dan peraturan pemerintah lainnya yang berkaitan, harus

memberikan ganti kerugian kepada penumpangnya berdasarkan peraturan

perundang-undangan yang belaku. Maka dalam kasus ini, Tergugat I sudah

jelas tidak memberikan ganti kerugian kepada penumpangnya, sehingga

menurut peneliti putusan majelis hakim pada tingkat peninjauan kembali

sudah dirasa tepat berdasarkan alasan-alasan diatas.

Berdasarkan teori tanggung jawab mutlak atau pertanggung jawaban

tanpa kesalahan adalah suatu tanggung jawab hukum yang dibebankan kepada

pelaku perbuatan melawan hukum tanpa melihat apakah yang bersangkutan

dalam melakukan perbuatannya itu mempunyai unsur kesalahan atau tidak dan

si pelaku dapat dimintakan tanggung jawab mutlak yang diutamakan adalah

fakta kejadian oleh korban dan tanggung jawab oleh orang yang diduga

sebagai pelaku dimana kepadanya tidak diberikan hak untuk membuktikan

tidak bersalah.3 Dalam kasus ini, perusahaan penerbangan harus bertanggung

jawab atas terjadinya overseat ini, walaupun pihak management perusahaan

tidak terlibat langsung tetapi tetap memiliki kewajiban untuk memberikan

pertanggung jawaban hukum atas kejadian ini. Seperti kasus, hilangnya

kendaraan roda dua di parkiran yang dikelola oleh PT. Securindo Packatama

Indonesia atau sering dikenal dengan Secure Parking. Meskipun, pihak

management perusahaan Secure Parking tersebut tidak terlibat langsung dalam

hilangnya kendaraan roda dua tersebut, namun pihak perusahaan harus

bertanggung jawab terhadap kasus itu, karena kesalahan pengelola parkir pada

saat dilapangan tetap menjadi tanggung jawab perusahaan tersebut.

Pada perkara ini, jelas bahwa atas perbuatan tidak diberangkatkannya

Penggugat pada penerbangan JT 743 milik Tergugat I karena alasan

operasional merupakan kesengajaan yang menimbulkan kerugian pada

Penggugat, karena tiket pesawat untuk penerbangan tersebut telah dibeli oleh

Penggugat sehari sebelum diberangkatnya Penggugat oleh pesawat milik

3 Munir Fuadi I, Perbandingan Hukum Perdata, (Bansung; Citra Aditya Bakti, 2005),

h.45

Page 62: AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44743/1/RIZKI DIAH... · i . AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA . OVERSEAT

53

Tergugat I, yang mana seharusnya Tergugat I tidak menerbitkan tiket

elektronik milik Penggugat karena pihak Tergugat I sudah menduga akan

terjadi overseat, oleh karenanya perbuatan Tergugat I tersebut menimbulkan

kerugian yang dialami oleh Penggugat dan Tergugat I tidak mau memberikan

kompensasi kepada Penggugat sebagaimana yang diatur dalam Pasal 147

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan yang sudah

menjadi kewajiban bagi Tergugat I maka atas alasan diatas perbuatan Tegugat

I dikategorikan sebagai Perbuatan Melawan Hukum.

Selanjutnya mengenai beban pembuktian terbalik. Pembuktian

merupakan salah satu tahap yang sangat penting dalam proses penyelesaian

sengketa. Berdasarkan asas umum pembuktian pada Pasal 1865 KUH

Perdata/163 HIR, baik penggugat maupun tergugat diberikan hak untuk

membuktikan dalil-dalilnya. Dasar pembebanan pembuktian dalam hukum

acara perdata yang ada pada Pasal 1865 KUH Perdata menyatakan barang

siapa yang mengaku mempunyai hak atau yang mendasarkan pada suatu

peristiwa untuk menguatkan haknya itu atau menyangkal hak orang lain, harus

membuktikan adanya hak atau peristiwa itu.4

Berdasarkan teori perlindungan konsumen yaitu the due care theory

menyatakan bahwa pelaku usaha mempunyai kewajiban untuk berhati-hati

dalam memasarkan produk, baik barang maupun jasa, pada prinsip ini berlaku

pembuktian siapa mendalilkan maka dialah yang membuktikan dan

selanjutnya prinsip yang menyatakan pembuktian berbalik adalah prinsip

tanggung jawab hukum atas dasar praduga bersalah, prinsip ini menyatakan,

pengangkut selalu dianggap bertanggung jawab, sampai ia dapat membuktikan

ia tidak bersalah. Beban pembuktiannya ada pada pengangkut. Pengangkutan

udara dalam hal tanggung jawab hukum atas dasar praduga bersalah

(presumption of liability) pernah diakui.5 Dalam perkara ini, Tergugat I dalam

jawaban atas gugatan Penggugat terhadapnya, Tergugat I tidak dapat

membuktikan dalil bantahannya. Oleh karena itu, dalam putusannya hakim

4 Ahmad Miru, Hukum Perlindungan Konsumen…, h.167

5 Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen…, h. 94

Page 63: AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44743/1/RIZKI DIAH... · i . AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA . OVERSEAT

54

nampak menggunakan beban pembuktian terbalik, dimana Tergugat I tidak

dapat membuktikan dalil-dalil bantahan atas hak yang dimilikinya pada

persidangan.

Jadi menurut peneliti, Majelis Hakim dalam mengambil keputusan

sudah dirasa tepat. Kerena pertimbangan-pertimbangannya mengacu pada

Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999. Apabila

diteliti lebih lanjut mengenai kasus tersebut ada beberapa hal yang perlu

diperhatikan, yaitu:

1. Dalam jawabannya Tergugat I menjelaskan bahwa mengapa Tergugat I

melakukan pembatalan penerbangan tersebut karena alasan operasional,

yaitu kapasitas pesawat udara (change aircraft 215 seat ke 205). Pada PM

Nomor 77 Tahun 2011 Tentang Tanggung Jawab Pengangkut Udara dan

PM 89 Tahun 2015 Tentang Penanganan Keterlambatan Penerbangan

(delay management) pada Badan Usaha Angkutan Niaga Berjadwal di

Indonesia menjelaskan bahwa pengangkut dibebaskan dari tanggung jawab

atas ganti kerugian akibat keterlambatan penerbangan yang disebabkan

oleh faktor cuaca dan atau teknis operasional. Teknis Operasional yang

dimaksud adalah:

a. Bandar udara untuk keberangkatan dan tujuan tidak dapat digunakan

operasional pesawat udara;

b. Lingkungan menuju bandar udara atau landasan terganggu fungsinya

misalnya retak, banjir, atau kebakaran;

c. Terjadinya antrian pesawat udara lepas landas (take off), mendarat

(landing), atau alokasi waktu keberangkatan (departure slot time) di

bandar udara; atau

d. Keterlambatan pengisian bahan bakar.

2. Terhadap kasus ini, ada hak-hak konsumen yang dilanggar oleh pelaku

usaha berdasarka Pasal 4 UUPK Nomor 8 Tahun 1999, di dalam UUPK

tersebut tidak saja dimaksudkan melindungi hak-hak konsumen dari

tindakan sewenang-wenang para pelaku usaha, melainkan juga

dimaksudkan untuk menciptakan iklim usaha yang sehat dan mendorong

Page 64: AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44743/1/RIZKI DIAH... · i . AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA . OVERSEAT

55

pelaku usaha menghasilkan produk barang dan/atau jasa yang berkualitas.

Hal ini terdapat dalam penjelasan umum UUPK yang disebutkan bahwa

dalam pelaksanaannya akan tetap memperhatikan hak dan kepentingan

pelaku usaha kecil dan menengah. 6

Berdasarkan kasus di atas, terdapat hak-hak konsumen yang dilanggar

berdasarkan Pasal 4 UUPK, yakni:

a. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam

mengkonsumsi barang dan/atau jasa.

Dalam kasus ini, maskapai Lion Air selaku pelaku usaha

penerbangan telah menggalar hak-hak Rolas Budiman Sitinjak yang

seharusnya didapat sebagai pihak konsumen maskapai Lion Air tidak

memberangkatkan Rolas Budiman Sitinjak sesuai dengan tiket yang

sudah dibeli. Sehingga penumpang tidak mendapatkan hak atas

kenyamanan dalam mengkonsumsi jasa tersebut.

b. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang

dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta

jaminan yang dijanjikan.

Dalam hal ini, Maskapai Lion Air sudah melanggar hak

penumpang selaku konsumen untuk mendapatkan jasa yang

seharusnya didapat.

c. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur.

Seharusnya maskapai Lion Air memberitahukan atau memberikan

informasi kepada para penumpang sebelum keberangkatan bahwa

adanya perubahan aircraft baik secara tertulis ataupun lisan.

d. Hak untuk di dengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau

jasa yang digunakan.

Pihak maskapai Lion Air telah melanggar hak Rolas Budiman

Sitinjak karena tidak menanggapi dan memberikan kompensasi yang

sangat manusiawi kepada Rolas Budiman Sitinjak.

6 Happy Susanto, Hak-hak Konsumen Jika Dirugikan, Cet 1, (Jakarta: Visimedia,2008),

h.12

Page 65: AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44743/1/RIZKI DIAH... · i . AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA . OVERSEAT

56

e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya

penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.

Dalam hal ini, Rolas Budiman Stitinjak selaku konsumen sudah

melakukan negoisasi dengan pihak Lion Air untuk memberikan ganti

rugi yang layak tetapi tidak ada pemberian kompensasi atau ganti rugi

dari maskapai Lion Air.

f. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi, penggantian apabila

barang dan/jasa yang diterima tidak sebagaimana mestinya.

Hak untuk mendapatkan kompensasi atau ganti rugi tersebut timbul

karena jasa penerbangan yang seharusnya diterima oleh Rolas

Budiman Sitinjak selaku konsumen yaitu tidak diberangkatnya

penumpang karena overseat. Oleh karena itu, penumpang berhak

mendapatkan kompensasi atau ganti rugi tersebut.

E. Pelanggaran Standar Operasional Prosedur tentang Penanganan

Keterlambatan Penerbangan Oleh PT. Lion Mentari Airlines

Pada kasus peneliti, pembatalan penerbangan karena alasan kapasitas

pesawat udara atau overseat baru diberitahukan oleh pihak maskapai pada

saat penggugat melakukan chek-in tiket atas namanya, dan dalam hal tersebut

sesuai dengan Standar Operasional Prosedur tentang Penanganan

Keterlambatan Penerbangan yang dimiliki perusahaan Lion Air pada pasal 9

angka (1) yaitu dalam hal terjadinya pembatalan penerbangan penumpang

dibebaskan dari denda, penalty ataupun tambahan biaya lainnya akibat

pembatalan penerbangan, semua bentuk kompensasi mengacu kepada PM 89

Tahun 2015.

Dalam wawancara peneliti dengan karyawan PT. Lion Mentari

Airlines yaitu bapak Rama Ditya Handoko mengenai tanggung jawab pihak

maskapai terhadap pembatalan penerbangan karena overseat yang

mengharuskan pihak maskapai memberikan kompensasi berupa mengalihkan

penumpang ke penerbangan lain, atau memberikan akomodasi apabila tidak

ada penerbangan lain ke tempat tujuan, masih berjalan lambat. Dalam hal

Page 66: AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44743/1/RIZKI DIAH... · i . AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA . OVERSEAT

57

pemberian kompensasi terhadap kasus peneliti, pihak maskapai dalam

memberikan kompensasi belum sesuai dengan Standar Operasional Prosedur

tentang Penanganan Keterlambatan Penerbangan yang dimiliki oleh

perusahaan Lion Air, meskipun sudah jelas bahwa apabila terjadi pembatalan

penerbangan akan diberikan kompensasi sesuai dengan Peraturan Menteri

Perhubungan yang terkait.

Page 67: AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44743/1/RIZKI DIAH... · i . AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA . OVERSEAT

58

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari beberapa pemaparan yang di bahas pada bab-bab sebelumnya, maka

peeliti dapat mengambil kesimpulan dan sekaligus sebagai jawaban dari

beberapa rumusan masalah yang peneliti berikan.

1. Bahwa dalam hal ini, maskapai penerbangan selaku pengangkut dan

sebagai pelaku usaha memiliki tanggung jawab terhadap penumpangnya

selaku konsumen. Tanggung jawab pengangkut menurut Pasal 1 ayat (22)

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan. Serta

Tanggung jawab pelaku usaha tercantum dalam Pasal 19 Undang-undang

Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Dalam hal terjadi

pembatalan penerbangan, maskapai penerbangan selaku pengangkut

memiliki tanggung jawab berdasarkan peraturan perundang-undangan

yang terkait, yaitu Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011

Tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara yang ada pada

Pasal 9 dan 11, serta Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 89 Tahun

2015 Tentang Penanganan Keterlambatan (Delay Management) pada

Badan Usaha Angkutan Udara Niaga Berjadwal di Indonesia yang ada

pada pasal 3.

2. Bahwa terkait pelanggaran yang dilakukan oleh maskapai penerbangan,

pemerintah dalam hal ini Kementerian Perhubungan telah melakukan

pengawasan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Pada pengawasan

secara keseluruhan terhadap Badan Usaha Angkutan Udara yang

melakukan pelanggaran, Direktorat Angkuta Udara memberikan

wewenang kepada Inspektur Penerbangan sebagai personel yang diberi

tugas, tanggung jawab dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang

untuk melakukan kegiatan pengendalian, pengawasan keamanan, dan

pelayanan penerbangan.

Page 68: AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44743/1/RIZKI DIAH... · i . AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA . OVERSEAT

59

3. Bahwa dalam putusan Hakim nomor 471 PK/Pdt/2017 hakim menolak

Permohonan Peninjauan Kembali oleh PT. Lion Mentari Airlines karena

Permohonan Peninjauan Kembali terbukti tidak melaksanakan

kewajibannya kepada teregugat I dengan alasan operasional dan tidak

melaksanakan kewajibannya kepada Tergugat I sesuai dengan Pasal 140

dan 147 Undang-Undang Penerbangan sehingga perbuatannya tersebut

dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum, dalam putusan ini

Majelis Hakim berpedoman pada putusan Hoge Raad tahun 1919 tentang

Perbuatan Melawan Hukum sesuai dengan Pasal 1365 Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata serta berdasarkan Teori tanggung jawab hukum

atas dasar kesalahan dan Teori tanggung jawab hukum atas dasar praduga

bersalah.

B. Rekomendasi

Sebagai penutup dari kesimpulan di atas, peneliti akan memberikan

rekomendasi agar tidak lagi terjadinya pembatalan penerbangan sebagai

berikut:

1. Peneliti menyarankan kepada PT. Lion Mentari Airlines selaku

pengangkut agar apabila terjadi delay atau bahkan sampai pembatalan

penerbangan untuk memberikan tanggung jawab berupa memberikan

kompensasi sesuai dengan peraturan perundangan-undangan dan peraturan

menteri yang berlaku, sehingga tidak terajadi lagi hal-hal yang dapat

merugikan konsumen di kemudian hari.

2. Peneliti menyarankan kepada pemerintah dalam hal ini Kementerian

Perhubungan untuk melaksanakan pemberian sanksi sesuai dengan

Peraturan Menteri Perhubungan yang diberikan kepada maskapai

penerbangan apabila melakukan pelanggaran perundang-undangan agar

kedepannya pelanggaran yang dilakukan oleh masakapai penerbangan bisa

berkurang.

3. Perlunya perlindungan hukum untuk masyarakat selaku penumpang

pesawat udara sebagai konsumen yang merasa hak-haknya dirugikan agar

Page 69: AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44743/1/RIZKI DIAH... · i . AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA . OVERSEAT

60

mendapatkan apa yang menjadi haknya, serta pihak maskapai agar

menjalankan kewajibannya untuk bertanggungjawab apabila penumpang

mengalami kerugian.

Page 70: AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44743/1/RIZKI DIAH... · i . AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA . OVERSEAT

61

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Ashofa, Burhan, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1998.

Dunne, J.M Van dan Vander Burght, Perbuatan Melawan Hukum Terjemahan

KPH Hapsoro Jayaningprang, Ujung Pandang, 1988.

Fuadi, Munir, Ilmu Perbandingan Hukum Perdata , Bandung: Citra Aditya Bakti,

2005.

Harahap, M. Yahya, Hukum Acara Perdata, Jakarta: Sinar Grafika, 2008.

Ibrahim, Jhonny, Teori dan Metedeologi Penelitian Hukum Normatif. Malang:

Bayumedia Publishing, 2006.

Martono, H,K, dan Agus Pramono, Hukum Perdata Internasional dan Nasional,

Jakarta: PT. Raja Grafido Persada, 2013.

Martono, H,K, dan Ahmad Sudiro, Hukum Angkutan Udara Berdasarkan

Undang-Undang No.1 Tahun 2009, Jakarta: Rajawali Pers, 2011.

Martono, H,K, Hukum Udara Perdata Internasional dan Nasional Cetakan ke-2,

Jakarta: Raja Grafindo, 2007.

Pengantar Hukum Udara Nasional dan Internasional Cetakan ke-1,

Jakarta: Raja Grafindo, 2007.

Marzuki, Mahmud, Peter, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencan, 2010.

Miru, Ahmad dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta:

Rajawali Pers, 2010.

Muhammad, Abdul Kadir, Hukum Perikatan. Bandung: Alumni, 2002.

Hukum Pengangkutan Darat Laut dan Udara, Bandung: PT. Citra

Aditya Bakti, 1991.

Hukum Pengangkutan Niaga, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti,

2008.

Nasution, AZ, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, Jakarta: Diadit

Media, 2006.

Nasution, M,H, Manajemen Transportasi, Bogor: Ghalia Indonesia, 2007.

Page 71: AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44743/1/RIZKI DIAH... · i . AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA . OVERSEAT

62

Nukilan, Widya, Metode Penelitian Hukum Cetakan I, Jakarta: Tim Pengajar,

2005.

R, Soekardono, Hukum Dagang Indonesia Jilid I, Jakarta: Rajawali, 1981.

Rajagukguk, Eman, Hukum Perlindungan Konsumen, Bandung: Mandar Maju,

2000.

Sasongko, Wahyu, Ketentuan-ketentuan Pokok Hukum Perlindungan Konsumen,

Bandar Lampung: UNILA, 2007.

Setiawan, Rachmat, Tinjauan Elementer Perbuatan Melawan Hukum, Bandung:

Alumni, 2005.

Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, Jakarta: PT. Grasindo,

2000.

Sibadalok, Janus, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, Banding: Citra

Aditya Bakti, 2010.

Siwikristiyanti, Celina, Tri, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: Sinar

Grafika, 2011.

Subekti, R, Aneka Perjanjian, Bandung: PT. Citra Adity, 1995.

Susanto, Happy, Hak-hak Konsumen jika dirugikan Cetakan ke-1, Jakarta: Badan

Penerbit UI, 2005.

Susilo, Agus, Broto, Lika-Liku Perjalanan UUPK, Jakarta: YKLI, 1998.

Syawali, Husni dan Heni Srilmaniyanti, Hukum Perlindungan Konsumen,

Bandung: Mandar Maju, 2000.

Umar, Sution, Hukum Pengangkutan di Ludo, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2005.

Waluyo, Bambang, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Jakarta: Sinar Grafika,

2012.

Wiradipradja, Suefullah, Tanggung Jawab Pengangkut dalam Hukum

Pengangkutan Udara Internasional, Yogyakarta: Liberti, 1999.

Widjaja, Gunawan dan Ahmad Yani, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta:

PT. Gramedia Pustaka Utama, 2000.

Page 72: AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44743/1/RIZKI DIAH... · i . AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA . OVERSEAT

63

Peraturan Perundang-undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Pelindungan Konsumen.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan.

Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 185 Tahun 2015 tentang Standar

Pelayanan Penumpang Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal

Dalam Negeri.

Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab

Pengangkut Udara.

Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 89 Tahun 2015 tentang Penanganan

Keterlambatan Penerbangan (Delay Management) Pada Badan Usaha

Angkutan Niaga Berjadwal di Indonesia.

Peraturan Direktur Jendral Perhubungan Udara KP Nomor 199 tahun 2017

tentang Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Pengaturan, Pengendalian, dan

Pengawasan di Lingkungan Direktorat Jendral Perhubungan Udara.

Jurnal

F. Saefullah Wiradipradja, “Tanggung Jawab Perusahaan Penerbangan Terhadap

Penumpang Menurut Hukum Udara di Indonesia”, Jurnal Hukum Bisnis,

Vol 25, 2006.

Interview Pribadi dengan Ibu Indri Rosalina selaku Pegawai Kementerian

Perhubungan Republik Indonesia, pada tanggal 2018.

Interview Pribadi dengan Bapak Rama Dita Handoko selaku Karyawan PT. Lion

Mentari Airlines, pada tanggal 23 Mei 2018.

Ridwan Khairandi, “Tanggung jawab Pengangkut dan Asuransi Tanggung Jawab

Sebagai Instrumen Perlindungan Konsumen Angkutan Udara”, Jurnal

Hukum, Vol 25, 2008.

Web

Anshuman Daga dan Janeman Litatul, “Kompetisi Maskapai Penerbangan

Indonesia Memanas”, Artikel di atas diakses pada tanggal 3 Desember

2018 dari di http://www.volindonesia.com.

https://rennymagdawiharnani.wordpress.com/sih/hukum-dagang/dasar-hukum-

perlindungan-konsumen/ , diakses pada tanggal 17 April 2018.

http://www.lionair.co.id/id/lion-experience/about, diakses pada tanggal 17 April 2018.

http://unjalu.blogspot.com/2011/03/hukum-perlindungan-konsumen-html.,“Hukum

Perlindungan Konsumen”, artikel diakses pada 29 Mei 2018”

Page 73: AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44743/1/RIZKI DIAH... · i . AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA . OVERSEAT
Page 74: AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44743/1/RIZKI DIAH... · i . AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA . OVERSEAT
Page 75: AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44743/1/RIZKI DIAH... · i . AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA . OVERSEAT

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

P U T U S A NNomor 471 PK/Pdt/2017

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

M A H K A M A H A G U N G

memeriksa perkara perdata pada peninjauan kembali telah memutus sebagai

berikut dalam perkara:

DIREKTUR UTAMA PT LION AIR/PT LION MENTARI

AIRLINES, berkedudukan di Jalan Gajah Mada Nomor 7,

Jakarta Pusat, diwakili oleh Rudy Lumingkewas selaku Direktur

Utama, dalam hal ini memberi kuasa kepada Achmad Fauzan,

S.H., LL.M., dan kawan-kawan Para Advokat beralamat di Lion

Tower Lantai 3, Jalan Gajah Mada Nomor 7 Jakarta Pusat,

berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 26 Januari 2017;

Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Kasasi/

Tergugat I/Pembanding

L a w a n

1. ROLAS BUDIMAN SITINJAK, bertempat tinggal di Jalan

Gading Raya Nomor 47 Rt 001 Rw. 013, Pisangan Timur,

Pulo Gadung, Jakarta Timur, dalam hal ini memberi kuasa

kepada Charles Sihombing, S.H., M.H., dan kawan-kawan,

Para Advokat beralamat di Komplek Maya Indah, Jalan

Kramat Raya Nomor 3N, Jakarta Pusat, berdasarkan Surat

Kuasa Khusus tanggal 12 Mei 2017;

2. DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA

KEMENTRIAN PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

berkedudukan di Jalan Medan Merdeka Barat Nomor 8

Jakarta Pusat;

Para Termohon Peninjauan Kembali dahulu Termohon Kasasi I,

II/Penggugat, Tergugat II/Terbanding dan Turut Terbanding;

Mahkamah Agung tersebut;

Membaca surat-surat yang bersangkutan;

Menimbang, bahwa dari surat-surat tersebut ternyata Pemohon

Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Kasasi/Tergugat I/Pembanding telah

mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Mahkamah

Agung Nomor 3287 K/Pdt/2015 tanggal 11 Februari 2016 yang telah

berkekuatan hukum tetap, dalam perkaranya melawan Para Termohon

Peninjauan Kembali dahulu Termohon Kasasi I, II/Penggugat, Tergugat II/

Terbanding dan Turut Terbanding dengan posita gugatan sebagai berikut:

1. Bahwa pada tanggal 19 Oktober 2011, Penggugat selesai menjalankan

Halaman 1 dari 17 Hal. Put. Nomor 471 PK/Pdt/2017

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 1

Page 76: AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44743/1/RIZKI DIAH... · i . AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA . OVERSEAT

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

tugasnya selaku kuasa hukum (advokat) dari klien Penggugat di Manado,

hendak kembali ke Jakarta untuk melanjutkan aktivitasnya pada keesokan

harinya di Jakarta, oleh karenanya Penggugat telah membeli tiket elektronik

yang diterbitkan pada tanggal 19 Oktober 2011 dengan Nomor Tiket

9902170408086 dengan atas nama Penggugat sendiri yakni Rolas/Sitinjak

Mr. Untuk tujuan Manado-Jakarta dengan Nomor Penerbangan JT 743 (bukti

P-1);

2. Bahwa Penggugat selain akan melaksanakan aktivitasnya untuk

melaksanakan janji temu dengan para kolega dan kliennya di Jakarta,

Penggugat juga hendak merayakan hari ulang tahun putri sulungnya

bernama Yosephine G Race Angelina yang berulang tahun pada tanggal 20

Oktober 2011;

3. Bahwa kebiasaan Penggugat dalam merayakan hari ulang tahun putri

Sulungnya adalah setiap tanggal 20 Oktober pada pukul 00.00 Wib,

Penggugat beserta keluarga besarnya melakukan kebaktian bersama/doa

bersama-sama, dan oleh karena kebiasaan itulah Penggugat harus kembali

ke rumahnya pada tanggal 19 Oktober 2011 untuk berkumpul dengan istri

dan keempat anaknya serta keluarga besarnya untuk ibadah/syukuran

merayakan hari ulang tahun putri Penggugat (bukti P - 2 dan P - 3);

4. Bahwa kehadiran Penggugat dirumahnya pada tanggal 19 Oktober 2011

memang sudah direncanakan/dijadwalkan dengan matang sehingga

keluarga besarnya akan berkumpul untuk melakukan ibadah/syukuran

bersama menjelang perayaan hari ulang tahun putri sulung Penggugat;

5. Bahwa selama perjalanan menuju bandara Samratulangi Manado,

Penggugat menghubungi keluarganya untuk mengabarkan bahwa

Penggugat akan sampai di Jakarta sesuai dengan jadwal yang tertera dalam

tiket milik Penggugat atau telat antara 1 (satu) sampai dengan 2 (dua) jam

sebagaimana kebiasaan Lion Air;

6. Bahwa pada tanggal 19 Oktober 2011, Pukul 17.15 WITA Penggugat tiba di

bandara Samratulangi Manado untuk melakukan check in atas miliknya dan

setelah tiba giliran Penggugat untuk menvalidasi tiket miliknya, dan saat itu

Penggugat mendapat pemberitahuan dari petugas yang melayani ticket

Penggugat yakni "pesawat telah overseat atau melebihi kapasitas";

7. Bahwa selanjutnya petugas Lion Air meminta Penggugat beserta beberapa

penumpang lainnya yang gagal terbang untuk mengumpulkan e-tiket, namun

Penggugat menolak untuk mengumpulkan tiketnya;

8. Bahwa Penggugat berserta para penumpang lainnya mendesak Tergugat I

untuk menjelaskan perihal gagal diberangkatkannya Penggugat dan para

penumpang lainnya;

Halaman 2 dari 17 Hal. Put. Nomor 471 PK/Pdt/2017

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 2

Page 77: AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44743/1/RIZKI DIAH... · i . AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA . OVERSEAT

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

9. Bahwa kemudian Penggugat meminta keterangan secara tertulis dari

perwakilan Lion Air yang bertugas disana, dan dikeluarkanlah Surat

Keterangan kepada Penggugat mengenai bahwasanya Penggugat tidak

dapat diberangkatkan karena "alasan operasional (change air craft 2015

seat) bukti P-4);

10.Bahwa alasan operasional ini sangatlah tidak beralasan karena tiket yang

telah dikeluarkan oleh Lion Air melebihi kapasitas daya angkutnya, maka hal

ini nyata-nyata merupakan kesengajaan yang rugikan Penggugat, karena

Penggugat telah memesan tiket ini dan dibukukan pada tanggal 19 Oktober

2011 tanggal yang sama yang mana seharusnya pihak Tergugat I tidak

menerbitkan tiket elektronik milik Penggugat karena pihak Tergugat I sudah

menduga akan terjadi overseat;

11.Bahwa kemudian Penggugat berserta para penumpang lainnya meminta

Tergugat I untuk memberikan Kompensasi yang sangat manusiawi sesuai

dengan ketentuan undang undang perlindungan konsumen, namun Tergugat

tidak memahami hal-hal tersebut;

12.Bahwa Tergugat I jelas dan terang tidak memahami hak-hak dari konsumen

yang telah memenuhi kewajibannya yakni dengan membayar tiket dengan

harga yang memang seharusnya para konsumen bayarkan, dan para

Konsumen bersama-sama dengan Penggugat telah mengantri untuk check

in selama kurun waktu yang ditentukan oleh Tergugat sebelum

keberangkatan atau sesuai dengan jadwal keberangkatan yang Tergugat

tentukan;

13.Bahwa dampak dari tidak diberangkatkannya Penggugat oleh Tergugat dari

Manado menuju Jakarta, jelas sangat merugikan Penggugat, karena jadwal

pekerjaan Penggugat sangat padat dan beberapa janji yang telah dibuat

sebelumnya menjadi turut batal serta kebiasaan Penggugat untuk

beribadah/syukuran bersama dengan keluarganya di hari ulang tahunnya

turut gagal karena Penggugat tidak bisa pulang ke Jakarta sesuai dengan

jadwal yang ditentukan;

14.Bahwa Penggugat membeli tiket pesawat elektronik maskapai Lion Air

kembali dengan Nomor Tiket 9902170468988 yang diterbitkan pada tanggal

19 Oktober 2011 untuk keberangkatan tanggal 20 Oktober 2011 dengan

Nomor Penerbangan JT 0771, hal ini jelas membuktikan bahwa Penggugat

selaku Konsumen benar-benar tidak menerima kompensasi dari Tergugat

karena yang Tergugat tawarkan tidaklah memenuhi hak-hak dari Konsumen

(bukti P - 3 dan P - 4);

15.Bahwa selama keberadaan Penggugat dibandara Penggugat

memberitahukan kepada isteri dan ke empat anaknya melalui telepon

Halaman 3 dari 17 Hal. Put. Nomor 471 PK/Pdt/2017

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 3

Page 78: AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44743/1/RIZKI DIAH... · i . AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA . OVERSEAT

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

bahwasanya Penggugat tidak bisa hadir dalam acara ibadah/syukuran

perayaan ulang tahun putri sulungnya sehingga Penggugat hanya bisa

menyampaikan ucapan selamat ulang tahun melalui telepon kepada putri

sulungnya. Hal yang paling menyedihkan hati Penggugat adalah pada saat

putri sulungnya mempertanyakan kenapa Penggugat tidak ada dirumah

pada saat ulang tahunnya;

16.Bahwa untuk menetralisir keadaan acara ulang tahun yang tidak jadi

dilaksanakan terutama untuk menghibur putri sulungnya, Penggugat

terpaksa secara khusus berbicara lewat telepon kepada Putri Sulungnya

supaya putri sulungnya dapat mengerti akan keadaan yang dialami oleh

Penggugat walaupun dengan biaya pulsa yang tidak sedikit. Penggugat juga

mengetahui bahwa telah disiapkan jamuan makan malam bersama saat itu

untuk bersama-sama dengan keluarga besarnya, kurang lebih 50 orang;

17.Bahwa atas kejadian ini, Penggugat merasa disepelekan oleh Tergugat I,

karena hak-hak Penggugat selaku konsumen dipandang sebelah mata oleh

Tergugat I, dan atas perbuatan Tergugat tersebut dapatlah dikualifisir

sebagai perbuatan melawan hukum, atas dasar inilah Penggugat melakukan

gugatan perbuatan melawan hukum sesuai Pasal 1365 KUH Perdata kepada

Tergugat I;

18.Bahwa atas perbuatan tidak diberangkatkannya Penggugat pada

penerbangan JT. 743 pada tanggal 19 Oktober 2011 olen Tergugat karena

alasan operasional (Change Aircraft 215 seat ke 205 seat), jelas merupakan

kesengajaan yang menimbulkan kerugian Penggugat, karena tiket pesawat

untuk penerbangan tersebut telah dibeli secara lunas sejak tanggal 19

Oktober 2011 tanggal yang sama yang mana seharusnya pihak Tergugat I

tidak menerbitkan tiket elektronik milik Penggugat karena pihak Tergugat I

sudah menduga akan terjadi overseat, oleh karenanya jelas dan terang

kesengajaan yang menimbulkan kerugian ini adalah sebuah perbuatan

melawan hukum, yakni seperti dipertegas dalam Pasal 1365 sebagai berikut:

"Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada

seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian

itu, mengganti kerugian tersebut";

Bahwa selanjutnya ijinkan kami mengutip kembali putusan hoge raad

tanggal 31 Januari 1919 yang mengkualifikasikan suatu perbuatan hukum

adalah:

a. Perbuatan tersebut bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku;

atau

b. Perbuatan tersebut melanggar hak subjektif orang lain; atau

c. Perbuatan tersebut melanggar kaidah tata susila; atau

Halaman 4 dari 17 Hal. Put. Nomor 471 PK/Pdt/2017

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 4

Page 79: AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44743/1/RIZKI DIAH... · i . AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA . OVERSEAT

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

d. Perbuatan tersebut bertentangan dengan asas kepatutan, ketelitian serta

kehati-hatian yang seharusnya dimiliki seseorang dalam pergaulan

dengan sesama warga masyarakat atau terhadap harta benda orang lain:

Bahwa atas putusan hoge raad tersebut diatas, perbuatan melawan hukum

dapat dibuktikan jika ada salah satu unsur yang diuraikan diatas telah terjadi;

19.Bahwa unsur-unsur perbuatan melawan hukum dari Tergugat I ialah dapat

dibuktikan sebagai berikut:

a. Adanya surat keterangan yang dikeluarkan oleh Lion Air yang

menerangkan bahwa Tergugat I tidak dapat memberangkatkan

Penggugat karena alasan Operasional (Change Aircraft 215 seat ke 205

seat), namun Penggugat merasa keberatan bahwa hal itu tidak

seharusnya terjadi karena secara otentitas bukti print out e-tiket milik

Penggugat jelas dan terang telah dibooking pada tanggal 13 Oktober

2011, oleh karenanya jika diklaim telah overseat (Change Aircraft 215

seat ke 205 seat) jelas tidak masuk akal, karena tiket atas nama

Penggugat telah dibeli secara lunas sejak tanggal 19 Oktober 2011

tanggal yang sama yang mana seharusnya pihak Tergugat I tidak

menerbitkan tiket elektronik milik Penggugat karena pihak Tergugat I

sudah menduga akan terjadi overseat, sebelum penerbangan terjadi

maka hal ini jelas terjadi karena kesengajaan, dan atas kesengajaan

tersebut hak-hak konsumen dari Penggugat telah dilanggar;

Hal ini membuktikan bahwa Perbuatan Tergugat I telah bertentangan

dengan kewajibannya, yakni kewajiban menerbangkan/

memberangkatkan Penggugat dengan pesawat;

Bahwa selanjutnya Perbuatan Tergugat I tersebut juga telah melanggar

hak subjektif Penggugat, yakni hak Penggugat sebagai konsumen Jasa

Penerbangan Lion Air;

Bahwa perbuatan Tergugat I tersebut juga telah bertentangan dengan

asas kepatutan, ketelitian, serta kehati-hatian yang seharusnya dimiliki

Tergugat dalam pergaulan dengan Penggugat selaku konsumen, yang

mana karena ketidaktelitian, dan ketidak hati-hatian Tergugat jelas telah

merugikan Penggugat selaku konsumen;

20.Bahwa tindakan Tergugat I tidak mengakut Penggugat dalam Penerbangan

JT.743, pada tanggal 19 Oktober 2011 dari Manado tujuan Jakarta tersebut

jelas telah melanggar ketentuan Undang Undang Nomor 8 Tahun 1999,

Tentang Perlindungan Konsumen, adapun hal-hal yang dilanggar Tergugat

adalah sebagai berikut kami uraikan;

Pasal 2 Jo. Pasal 3 huruf c, d dan f Jo. Pasal 4 huruf a, c, d, e dan ii Jo.

Pasal 7 huruf b, d, f, dan g Jo Pasal 8 ayat (1), yang kami uraikan sebagai

Halaman 5 dari 17 Hal. Put. Nomor 471 PK/Pdt/2017

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 5

Page 80: AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44743/1/RIZKI DIAH... · i . AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA . OVERSEAT

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

berikut:

Pasal 2

“Perlindungan konsumen berasaskan manfaat, keadilan, keseimbangan,

keamanan dan keselamatan konsumen serta kepastian hukum''

Pasal 3

“Perlindungan konsumen bertujuan”:

c. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan,

dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen;

d. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur

kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk

mendapatkan informasi;

e. Menumbuhkan kesadaran perilaku usaha mengenai pentingnya

perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan

bertanggung jawab dalam berusahaan;

f. Meningkatkan kualitas harang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan,

keamanan dan keselamatan konsumen;

Pasal 4

"Konsumen mempunyai hak:

Huruf a. hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam

mengkonsumsi barang dan/atau jasa;

Huruf c. hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi

dan jaminan;

Huruf d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan /

atau jasa yang digunakan;

Huruf e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya

penyelesaian sengketa perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa

perlindungan konsumen secara patut;

Huruf h. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau

penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan

perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;

Pasal 7

"Pelaku usaha mempunyai kewajiban :"

Huruf b. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi

dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan,

perbaikan dan pemeliharaan;

Huruf d. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau

diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa

yang beriaku;

Huruf f. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian

Halaman 6 dari 17 Hal. Put. Nomor 471 PK/Pdt/2017

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 6

Page 81: AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44743/1/RIZKI DIAH... · i . AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA . OVERSEAT

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

akibat penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa

yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian;

21.Bahwa telah terbuktilah perbuatan melawan hukum Tergugat I yang

dilakukan oleh Tergugat I, dan atas perbuatan tersebut Penggugat jelas dan

terang menderita kerugian, dan oleh karenanya Penggugat berhak atas ganti

kerugian yang disebabkan oleh perbuatan melawan hukum Tergugat baik

materiil maupun imateriil:

Kerugian Materiil: Bahwa kerugian yang diderita oleh Penggugat adalah atas

biaya tambahan:

1. Tiket Lion (batal diberangkatkan) Rp1.828.000,00;

2. Tiket lion dan Aiport Tax (Pengganti) Rp1.786.300,00;

3. Biaya Pulsa Rp500.000,00;

4. Biaya makan Rp500.000,00;

5. Biaya penginapan hotel Rp1.200.000,00;

6. Biaya konsumsi ulang tahun Rp20.000.000,00;

total Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta delapan ratus empat belas ribu

tiga ratus rupiah);

Kerugian Imateriil : Bahwa selain kerugian materiil, Penggugat juga

menderita kerugian Imateriil, berupa hilangnya waktu,

tersitanya tenaga dan pikiran selama Penggugat

bermalam di Bandara, serta hilangnya kebersamaan

dan nilai-nilai spiritual dengan keluarga dimana secara

kebiasaan seharusnya Penggugat berkumpul bersama

saat ulang tahunnya,serta menyebabkan berubahnya

jadwal untuk bertemu dengan rekan bisnis, yang mana

atas hal tersebut Penggugat kehilangan kepercayaan

dari rekan bisnis, dan terbeng kalainya pekerjaan-

pekerjaan Penggugat, yang mana secara keseluruhan

hal-hal tersebut tidaklah dapat dinilai dengan apapun

juga. Namun dalam perkara ini Penggugat akan

menentuken suatu nilai atas kerugiannya yang

dikonversikan dalam rupiah sebesar Rp500.000.000,00

(lima ratus juta rupiah);

22.Bahwa berdasarkan Pasal 1365 KUH Perdata, sudah terang dan jelaslah

dasar Penggugat meminta ganti kerugian atas kerugian yang dideritanya

tersebut, serta secara tertulis-pun dalam ketentuan-ketentuan yang terdapat

dalam Undang Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Pelindungan

Konsumen pada Pasal 19, Penggugat pun berhak mendapat ganti kerugian

seperti yang tertera sebagai berikut:

Halaman 7 dari 17 Hal. Put. Nomor 471 PK/Pdt/2017

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 7

Page 82: AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44743/1/RIZKI DIAH... · i . AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA . OVERSEAT

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Ayat (1) "Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas

kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi

barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan";

Ayat (2) "Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa

pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis

atau setara niiainye, atau perawatan kesehatan dan /atau perolehan

santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan “perundang-undangan";

23.Bahwa selain persoalan yang dialami oleh Penggugat, Tergugat I juga

banyak dikomplain oleh konsumen-konsumen lain yang menggunakan jasa

Tergugat I ke berbagai tujuan yang mana hal ini dapat dibuktikan dari

maraknya surat pembaca yang dibuat oleh para konsumen karena merasa

hak-hak nya dirugikan (bukti P - 6 & P - 7);

24.Bahwa maraknya surat pembaca tersebut di atas, seharusnya diperhatikan

oleh Tergugat II dalam mengevaluasi pelayanan management atau

pelayanan rute1 yang diselenggarakan oleh Tergugat I, seperti yang

tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1995, tentang

Angkutan Udara, yakni :

Pasal 14

"Menteri melakukan evaluasi terhadap potensi jasa angkutan udara dan

kapasitas angkutan udara sebagai dasar untuk pembukaan rute baru dari

penambahan kapasitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 serta

mengumumkan hasil evaluasi sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan";

25.Bahwa juga seharusnya Tergugat II mencabut izin Tergugat I khususnya

Rute Jakarta-Manado dan Manado-Jakarta, karena sudah begitu banyak

komplain yang ditayangkan kepada Tergugat I yang dapat dilihat dari surat-

surat pembaca pada beberapa masmdia dan juga sudah menjadi rahasia

umum bagi para Konsumen yang menggunakan jasa maskapai Tergugat I,

Lion Air yang sering terlambat dalam menerbangkan/memberangkatkan

penumpangnya serta selanjutnya dalam perkara ini hal yang terjadi adalah

tidak diberangkatkannya beberapa penumpang dengan alasan over seat;

Adapun yang perlu diperhatikan oleh Tergugat II dalam hal meninjau kembali

Izin usaha dari Tergugat I adalah:

Pasal 19 (PP.Nomor 4/Tahun 1995, tentang Angkutan Udara);

"Dalam melakukan penilaian terhadap permohonan izin usaha sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 17 huruf a. Menteri memperhatikan:

a. Kelangsungan usaha dan perusahaan angkutan udara niaga berjadwal;

b. Keseimbangan antara permintaan dan penawaran jasa angkutan udara;

c. Terlayaninya seturuh rute yang telah ditetapkan;

Bahwa selain itu juga Tergugat II sudah sangat wajar mencabut rute Jakarta-

Halaman 8 dari 17 Hal. Put. Nomor 471 PK/Pdt/2017

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 8

Page 83: AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44743/1/RIZKI DIAH... · i . AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA . OVERSEAT

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Manado dan Manado-Jakarta serta perlu memperhatikan fakta yang ada

yakni dengan melihat surat-surat pembaca yang dari sana dapat disimpulkan

bahwa rute penerbangan maskapai Tergugat II telah sangat padat dan

sehingga tidak terlayani seluruh rute dengan baik;

26.Bahwa Komplain-komplain yang diterima oleh Tergugat I merupakan bukti

bahwa Penggugat telah meremehkan hak-hak dari pada konsumen dan

terbukti kalau Tergugat I tidaklah serius untuk membenahi pelayanannya,

juga membenahi managemennya khususnya managemen sistem

keberangkatan penumpang, atas hal ini Tergugat II seharusnya tidak perlu

menunggu lama untuk mengeluarkan sanksi yang tegas terhadap Tergugat I,

walaupun Tergugat II terlebih dahulu memberikan Teguran sampai dengan 3

(tiga) kali kepada Tergugat I;

27.Bahwa berdasarkan uraian tersebut diatas telah terang dan jelas

bahwasannya Tergugat II dapat dikategorikan melakukan tindakan

perbuatan melawan hukum karena tidak serius dalam persoalan-persoalan

yang alami oleh Tergugat I;

28.Bahwa selain itu juga, gugatan ini diajukan agar dapat menjadi pelajaran

bagi Tergugat I dan bagi Tergugat II kiranya dapat segera memberikan

sanksi yang tegas sehingga Terugugat II benar-benar menjalankan

fungsinya sebagaimana mestinya, dan dimasa yang mendatang tidak terjadi

kembali persoalan seperti ini, agar Tergugat I juga tidak menganggap remeh

mengenai hak-hak Konsumen dengan berdalih telah menanggapi keluhan

Konsumen, namun pada prakteknya kejadian-kejadian yang sama terulang

lagi dan Tergugat II juga dianggap bukan macan ompong oleh Terugugat I;

Bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas Penggugat mohon kepada

Pengadilan Negeri Jakarta Pusat agar memberikan putusan sebagai berikut:

Dalam Pokok Perkara:

1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya;

2. Menyatakan secara hukum Para Tergugat bersalah melakukan perbuatan

melawan hukum;

3. Menyatakan kerugian yang dialami Penggugat merupakan akibat tindakan

dari Tergugat I;

4. Menghukum Tergugat I untuk membayar kerugian materil sebesar

Rp25,814.300,00 (dua putuh lima juta delapan ratus empat belas ribu tiga

ratus rupiah);

5. Menghukum Tergugat I membayar kerugian immateriil yang dialami

Penggugat akibat hilangnya waktu dan tersitanya tenaga dan pikiran

Penggugat, hilangnya kebersamaan dan nilai-nilai sipritual dengan keluarga

dimana kebiasaan Penggugat berkumpul bersama dengan keluarga pada

Halaman 9 dari 17 Hal. Put. Nomor 471 PK/Pdt/2017

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 9

Page 84: AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44743/1/RIZKI DIAH... · i . AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA . OVERSEAT

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

perayaan ulang tahun Penggugat, berubahnya jadwal pertemuan Penggugat

dengan rekan bisnis serta hilangnya kepercayaan rekan bisnis terhadap

Penggugat juga terbengkalainya pekerjaan Penggugat, yang mana

keseluruhan hal-hal tersebut tidak dapat dinilai dengan apapun juga. Namun

dalam perkara ini Penggugat menentukan suatu nilai kerugian yang konversi

dalam rupiah sebesar Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah);

6. Menghukum Tergugat II untuk mencabut ijin usaha dan atau ijin rute

Tergugat I;

7. Menyatakan putusan ini dapat dijalankan terlebih dahulu waiaupun ada

verzet, banding, kasasi ataupun upaya hukum lainnya (uitvoerbaar bij

voorraad);

8. Menghukum Para Tergugat untuk membayar biaya perkara;

Atau,

Apabila Majelis Hakim berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-

adilnya (ex aequo et bono);

Menimbang, bahwa terhadap gugatan tersebut Para Tergugat

mengajukan eksepsi yang pada pokoknya sebagai berikut:

Dalam Eksepsi:

Eksepsi Tergugat I:

Gugatan Penggugat kabur (abscuur libel):

1. Bahwa Tergugat I menolak secara tegas seluruh dalil Penggugat kecuali apa

yang secara tegas diakui oleh Tergugat I;

2. Subjek hukum (Tergugat I) yang digugat oleh Penggugat tidak jelas: Bahwa

terbukti subjek hukum yang digugat oleh Penggugat tidak jelas, apakah

Penggugat mau menggugat Direktur Utama PT Lion Air I PT Mentari Airlines

sebagai Tergugat I, karena antara Direktur ia/PT Lion Air dengan PT Lion

Mentari Airlines adalah Subjek fang berbjda, Direktur Utama PT Lion Air

adalah sebagai orang sedangkan PT Lion Mentari Airlines adalah sebagai

Badan, keduanya jelas mempunyai tanggung jawab yang berbeda objek

hukum yang berbeda. Apabila Penggugat mau menggugat kedua-duanya

seharusnya Penggugat menyebutkannya sebagai Tergugat I dan atau

Tergugat II atau Tergugat III. Dengan demikian terbukti gugatan Penggugat

kabur (abscuur libel);

3. Posita dan petitum gugatan saling bertentangan:

Bahwa antara posita dan petitum gugatan Penggugat saling bertentangan,

karena posita gugatan Penggugat fakta hukumnya (rechts feiten) tentang

perselisihan/masalah wanprestasi akan tetapi petitum gugatan penggugat

mengenai tuntutan perbuatan melawan hukum kepada Tergugat I, oleh

karenanya gugatan Penggugat harus dinyatakan tidak dapat diterima;

Halaman 10 dari 17 Hal. Put. Nomor 471 PK/Pdt/2017

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 10

Page 85: AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44743/1/RIZKI DIAH... · i . AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA . OVERSEAT

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

4. Gugatan Penggugat seharusnya mengenai wanprestasi:

Bahwa gugatan Penggugat seharusnya mengenai wanprestasi karena

perselisihan yang terjadi antara Penggugat dengan Tergugat l adalah

masalah wanprestasi, bukan perbuatan melawan hukum,

Namun terbukti Penggugat telah mengajukan gugatan melawan hukum

terhadap Tergugat I, dengan demikian terbukti gugatan Penggugat kabur

(abscuur libel);

Bahwa oleh karena telah terbukti gugatan Penggugat kabur (obscuur libel),

yaitu subjek hukum (Tergugat I) yang digugat oloh Penggugat tidak jelas

apakah Direktur Utama PT Lion Air/PT Lion Mentari Airlines, bertentangan

antara posita dan petitum gugatan, gugatan Penggugat a quo seharusnya

mengenai wanprestasi, maka patut dan pantas gugatan Penggugat

dinyatakan tidak dapat diterima (niet onvankelijk verklaar);

Eksepsi Tergugat II:

Gugatan Tidak Jelas dan kabur (Obscuur Libels);

1. Bahwa Penggugat menyatakan gugatan berdasarkan atas perbuatan

melawan hukum, akan tetapi Penggugat mengakui dengan tegas dalam

surat gugatan, telah membeli telah membeli tiket elektronik yang diterbitkan

pada tanggal 19 Oktober 2011 dengan Nomor Tiket 9902170408086 atas

nama Penggugat untuk tujuan Manado-Jakarta dengan Nomor Penerbangan

JT 743;

Bahwa pengertian tiket menurut Pasal 1 angka 27 Undang Undang Nomor 1

Tahun 2009 tentang Penerbangan adalah dokumen berbentuk cetak melalui

proses elektronik atau bentuk lainya yang merupakan salah satu alat bukti

adanya perjanjian angkutan udara antara penumpang dan pengangkut, dan

hak penumpang untuk menggunakan pesawat udara atau diangkut dengan

pesawat udara;

Bahwa berdasarkan uraian diatas, dasar gugatan Penggugat tidak jelas, oleh

karena disatu sisi Penggugat mendasarkan gugatannya atas dasar

perbuatan melawan hukum akan tetapi disisi lain Penggugat mengakui

dengan tegas hubungan hukum dengan Tergugat I berdasarkan atas

perjanjian dimana Penggugat mengakui telah memenuhi kewajibannya

oengan membayar lunas tiket dimaksud dan menyatakan Tergugat I belum

memenuhi kewajibannya untuk mengangkut Penggugat sehingga terjadi

adanya wanprestasi, maka cukup beralasan bagi Majelis Hakim untuk

menyatakan gugatan Para Penggugat tidak dapat diterima;

2. Bahwa salah satu petitum Penggugat adalah meminta Tergugat II untuk

mencabut ijin usaha atau ijin rute dari Tergugat I;

Bahwa ijin usaha suatu Badan Usaha Angkutan Udara (Perusahaan

Halaman 11 dari 17 Hal. Put. Nomor 471 PK/Pdt/2017

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 11

Page 86: AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44743/1/RIZKI DIAH... · i . AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA . OVERSEAT

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Penerbangan) dan ijin rute Badan Usaha Angkutan Udara yang dikeluarkan

oleh Tergugat II adalah merupakan Keputusan Tata Usaha Negara yang

dikeluarkan oleh Pejabat Tata Usaha Negara, maka dengan demikian

merupakan kewenangan Peradilan Tata Usaha Negara untuk menyatakan

Keputusan Tata Usaha Negara tersebut dicabut, batal atau tidak sah

sebagaimana disebutkan dalam Pasal 53 ayat (1) Undang Undang Nomor 5

Tahun 1986 juncto Undang Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Peradilan

Tata Usaha Negara yang menyatakan "orang atau badan hukum perdata

yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha

Negara dapat mengajukan gugatan tertulis kepada pengadilan yang

berwenang yang behsi tuntutan agar Keputusan Tata Usaha Negara yang

disengketakan dinyatakan batal atau tidak sah, dengan atau tanpa disertai

tuntutan ganti rugi dan/atau direhabilitasi";

Bahwa Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak mempunyai kewenangan

untuk menyatakan dicabut, batal atau tidak sahnya suatu Keputusan Tata

Usaha Negara;

Bahwa berdasarkan uraian tersebut diatas, cukup beralasan bagi, Majelis

Hakim untuk menyatakan gugatan Para Penggugat tidak dapat diterima;

Bahwa terhadap gugatan tersebut Pengadilan Negeri Jakarta Pusat

telah memberikan Putusan Nomor Nomor 42/Pdt.G/2012/PN.Jkt.Pst. tanggal 15

Januari 2012 yang amarnya sebagai berikut:

Dalam Eksepsi:

- Menolak eksepsi Tergugat I dan Tergugat II;

Dalam Pokok Perkara:

1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;

2. Menyatakan secara hukum Tergugat I melakukan perbuatan melawan

hukum;

3. Menyatakan kerugian yang dialami Penggugat merupakan akibat tindakan

Tergugat I;

4. Menghukum Tergugat I untuk membayar kerugian materil sebesar

Rp23.528.000,00 (dua puluh tiga juta lima ratus duapuluh delapan ribu

rupiah) kepada Penggugat;

5. Menghukum Tergugat I untuk membayar biaya perkara ini hingga kini

ditaksir sebesar Rp666.000,00 (enam ratus enam puluh enam ribu rupiah);

6. Menolak gugatan Penggugat untuk selain dan selebihnya;

Menimbang, bahwa amar Putusan Pengadilan Tinggi Tinggi Jakarta

dengan Putusan Nomor 739/PDT/2014/PT.DKI. tanggal 8 Januari 2015 adalah

sebagai berikut:

1. Menerima permohonan banding dari Pembanding;

Halaman 12 dari 17 Hal. Put. Nomor 471 PK/Pdt/2017

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 12

Page 87: AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44743/1/RIZKI DIAH... · i . AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA . OVERSEAT

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

2. Menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor

42/PDT.G/2012/PN.Jkt.Pst. tanggal 15 Januari 2013 yang dimohonkan

banding;

3. Menghukum Pembanding membayar biaya perkara untuk dua tingkat

pengadilan yang dalam tingkat banding sebesar Rp150.00,00 (seratus lima

puluh ribu rupiah);

Menimbang, bahwa amar Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 3287

K/Pdt/2015 tanggal 11 Februari 2016 yang telah berkekuatan hukum tetap

tersebut adalah sebagai berikut:

1. Menolak permohonan kasasi dari Pemohon kasasi DIREKTUR UTAMA PT

LION AIR/PT LION MENTARI AIRLINES tersebut;

2. Menghukum Pemohon Kasasi/Tergugat I/Pembanding untuk membayar

biaya perkara dalam tingkat kasasi ini sejumlah Rp500.000,00 (lima ratus

ribu rupiah);

Menimbang, bahwa sesudah Putusan Mahkamah Agung Nomor 3287

K/Pdt/2015 tanggal 11 Februari 2016 yang telah mempunyai kekuatan hukum

tetap tersebut, diberitahukan kepada Pemohon Kasasi/Tergugat I/Pembanding

kemudian terhadapnya oleh Pemohon Kasasi/Tergugat I/Pembanding dengan

perantaraan kuasanya, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 26 Januari

2017 diajukan permohonan peninjauan kembali pada tanggal 2 Maret 2017

sebagaimana ternyata dari Akta Permohonan Peninjauan Kembali Nomor

05/SRT.PDT.PK/2017/PN.JKT.PST Juncto Nomor 42/PDT.G/2012/PN.JKT.PST

yang dibuat oleh Jurusita Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, permohonan

tersebut disertai dengan memori peninjauan kembali yang memuat alasan-

alasan yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri tersebut pada tanggal

2 Maret 2017;

Bahwa memori peninjauan kembali dari Pemohon Kasasi/ Tergugat

I/Pembanding tersebut telah diberitahukan kepada Termohon Kasasi I,

II/Penggugat, Tergugat II/Terbanding dan Turut Terbanding pada tanggal 21

April 2017;

Bahwa kemudian Termohon Kasasi I, II/Penggugat, Tergugat

II/Terbanding dan Turut Terbanding mengajukan tanggapan memori peninjauan

kembali yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada

tanggal 18 Mei 2017;

Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta

alasan-alasannya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama,

diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan dalam

undang-undang, maka oleh karena itu permohonan peninjauan kembali tersebut

secara formal dapat diterima;

Halaman 13 dari 17 Hal. Put. Nomor 471 PK/Pdt/2017

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 13

Page 88: AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44743/1/RIZKI DIAH... · i . AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA . OVERSEAT

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Menimbang, bahwa alasan-alasan yang diajukan oleh Pemohon

Peninjauan Kembali/Pemohon Kasasi/Tergugat I/Pembanding dalam memori

peninjauan kembali tersebut pada pokoknya ialah:

1. Bahwa Majelis Hakim Agung pada Mahkamah Agung RI telah memutus dan

membacakan putusan Nomor 3287 K/PDT/2015 pada tanggal 11 Februari

2016, dan telah diberitahukan kepada Pemohon Peninjauan Kembali pada

hari RABU, tanggal 18 Januari 2017 dan Pemohon Peninjauan Kembali

telah mengajukan pernyataan Permohonan Peninjauan Kembali pada hari

KAMIS, tanggal 02 Maret 2017 dan Memori Peninjauan Kembali ini diajukan

bersamaan dengan Permohonan Peninjauan Kembali tanggal 02 Maret

2017 atau dalam tenggang waktu yang dibenarkan oleh hukum;

2. Bahwa oleh karena itu adalah beralasan jika Pemohon Peninjauan Kembali

mohon agar Permohonan Peninjauan Kembali dari Pemohon Peninjauan

Kembali dinyatakan dapat diterima;

3. Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali keberatan atas putusan Judex Juris

(MahkamahAgung RI) Nomor 3287 K/PDT/2015, tanggal 11 Februari 2016

karena dalam pertimbangan putusannya “adanya kekhilafan atau kekeliruan

yang nyata” sebagaimana terurai dibawah ini;

4. Bahwa Pertimbangan Hukum Mahkamah Agung RI (Judex Juris) dalam

putusan Nomor 3287 K/PDT/2015, tanggal 11 Februari 2016 pada halaman

ke16 alinea 2,3 dan 4 yang berbunyi sebagai berikut:

Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan kasasi tersebut Mahkamah

Agung berpendapat;

Bahwa alasan-alasan tersebut tidak dapat dibenarkan setelah meneliti memori

kasasi tanggal 4 Mei 2015 dan kontra kontra memori kasasi tanggal 11 Agustus

2015 dihubungkan dengan putusan Judex Facti dalam perkara a quo ternyata

putusan Judex Facti telah tepat dan benar dengan pertimbangan sebagai

berikut:

Bahwa Penggugat telah berhasil membuktikan kebenaran dalil

gugatannya yaitu tidak terangkutnya Penggugat dalam penerbangan Tergugat I

JT 743 dari Manado ke Jakarta tanggal 19 Oktober 2011, bahwa Tergugat I

terbukti telah melakukan perbuatan melawan hukum terhadap Penggugat yaitu

tidak melakukan kewajiban hukumnya kepada Penggugat sehingga

menimbulkan kerugian bagi Penggugat, sebaliknya Tergugat I tidak dapat

membuktikan dalil bantahannya;

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, ternyata

putusan Judex Facti / Pengadilan Tinggi Jakarta dalam perkara ini tidak

bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, maka permohonan

kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi Direktur Utama PT Lion Air/PT Lion

Halaman 14 dari 17 Hal. Put. Nomor 471 PK/Pdt/2017

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 14

Page 89: AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44743/1/RIZKI DIAH... · i . AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA . OVERSEAT

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Mentari Airlines tersebut harus ditolak;

Adalah pertimbangan hukum yang salah dan/atau keliru, karena

Pemohon Peninjauan Kembali tidak terbukti Melakukan Perbuatan Melawan

Hukum, akan tetapi hanya tidak melaksanakan akan kewajibannya sebagai

mana yang diakui oleh Mahkamah Agung (Judex Juris) sendiri dalam

putusannya Nomor 3287 K/PDT/2015, tanggal 11 Februari 2016 tersebut di

atas, dengan demikian terbukti bahwa Pemohon Peninjauan Kembali hanya

melakukan wanprestasi bukan melakukan perbuatan melawan hukum, dengan

demikian terbukti pula bahwa Judex Juris (Mahkamah Agung RI) dalam tingkat

kasasi telah keliru dan/atau kilaf dalam memberikan pertimbangan putusannya;

Bahwa dengan demikian jelas terbukti putusan Majelis Hakim Agung

Nomor 3287 K/PDT/2015, tanggal 11 Februari 2016 dalam tingkat kasasi salah

dan keliru oleh karenanya harus dibatalkan dalam tingkat peninjauan kembali

ini;

Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan peninjauan kembali

tersebut Mahkamah Agung berpendapat:

Bahwa tidak terdapat kekhilafan Hakim atau kekeliruan yang nyata

karena dalam perkara a quo Penggugat telah membeli tiket pesawat Lion Air

dengan tujuan Manado ke Jakarta pada tanggal 19 Oktober 2011, yang tidak

dapat dilaksanakan oleh Tergugat I dengan alasan operasional dan untuk

selanjutnya Tergugat I juga tidak memberikan konpensasi kepada Penggugat

sebagaimana diatur dalam Pasal 140 dan Pasal 147 Undang-Undang Nomor 1

Tahun 2009, sehingga perbuatan Tergugat I tersebut dapat dikategorikan

sebagai perbuatan melawan hukum;

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, maka

permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan

Kembali DIREKTUR UTAMA PT LION AIR/PT LION MENTARI AIRLINES

tersebut harus ditolak;

Menimbang, bahwa oleh karena permohonan peninjauan kembali dari

Pemohon Peninjauan Kembali ditolak, maka Pemohon Peninjauan Kembali

dihukum untuk membayar biaya perkara dalam pemeriksaan peninjauan

kembali ini;

Memerhatikan Undang Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang

Kekuasaan Kehakiman, Undang Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang

Mahkamah Agung sebagaimana yang telah diubah dan ditambah dengan

Undang Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang

Undang Nomor 3 Tahun 2009 serta peraturan perundang-undangan lain yang

bersangkutan;

M E N G A D I L I:

Halaman 15 dari 17 Hal. Put. Nomor 471 PK/Pdt/2017

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 15

Page 90: AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44743/1/RIZKI DIAH... · i . AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA . OVERSEAT

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

1. Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan

Kembali DIREKTUR UTAMA PT LION AIR/PT LION MENTARI

AIRLINES tersebut;

2. Menghukum Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Kasasi/

Tergugat I/Pembanding untuk membayar biaya perkara dalam

pemeriksaan peninjauan kembali ini sejumlah Rp2.500.000,00 (dua juta

lima ratus ribu rupiah);

Demikianlah diputuskan dalam rapat musyawarah Majelis Hakim pada

hari Jum’at tanggal 25 Agustus 2017 oleh Dr. Nurul Elmiyah, S.H., M.H., Hakim

Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, H.

Panji Widagdo, S.H., M.H., dan Maria Anna Samiyati, S.H., M.H., Hakim-hakim

Agung sebagai anggota dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada

hari itu juga oleh Ketua Majelis dengan dihadiri Para Hakim Anggota tersebut

dan R. Yustiar Nugroho, S.H., M.H., Panitera Pengganti dan tidak dihadiri oleh

para pihak.

Hakim-Hakim Anggota: Ketua Majelis,

ttd./H. Panji Widagdo, S.H., M.H. ttd./

ttd./Maria Anna Samiyati, S.H., M.H. Dr. Nurul Elmiyah, S.H., M.H.

Panitera Pengganti,

ttd./

R. Yustiar Nugroho, S.H., M.H.,

Biaya – biaya : 1. M e t e r a i……………….............Rp6.000,00 2. R e d a k s i .................................Rp5.000,00 3. Administrasi PK ………….......... Rp 2. 489.000,00 J u m l a h……………….............. Rp2.500.000,00

Untuk Salinan MAHKAMAH AGUNG R.I. a.n. Panitera Panitera Muda Perdata

Halaman 16 dari 17 Hal. Put. Nomor 471 PK/Pdt/2017

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 16

Page 91: AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44743/1/RIZKI DIAH... · i . AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PENERBANGAN KARENA . OVERSEAT

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Dr. PRIM HARYADI , S.H., M.H. Nip. 19630325 198803 1 001

Halaman 17 dari 17 Hal. Put. Nomor 471 PK/Pdt/2017

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 17