ajaran dan praktik ritual dalam aliran pangestu...

146
AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU DAN SAPTA DARMA Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag) Oleh: M. Rahmat Ramadhan NIM: 1113032100036 PRODI STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1439 H/2018 M

Upload: vuthu

Post on 20-Mar-2019

248 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN

PANGESTU DAN SAPTA DARMA

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Oleh:

M. Rahmat Ramadhan

NIM: 1113032100036

PRODI STUDI AGAMA-AGAMA

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1439 H/2018 M

Page 2: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian
Page 3: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian
Page 4: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian
Page 5: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

v

ABSTRAK

M. RAHMAT RAMADHAN

1113032100036

AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU DAN

ALIRAN SAPTA DARMA

Kepercayaan lokal yang dimiliki oleh bangsa Indonesia menjadi corak

beragamnya pemikiran tentang berbagai keyakinan di wilayah Jawa. Terutama di

wilayah Jogja dan Surakarta menjadi pusat bagi orang-orang yang ingin

mendalami kejiwaan, atau kebatinan. Kebatinan menjadi jalan untuk masyarakat

Jawa agar dapat mencapai kesempurnaan yang sungguhnya, dimana manusia

dapat bertemu dengan Tuhan. Bertemunya manusia dengan Tuhan menjadi tujuan

akhir manusia yang dianggap sebagai kelepasan yang abadi. Mistisisme menjadi

ciri khas masyarakat Jawa dalam mengahayati Tuhan yang satu, yang tidak dapat

diperkirakan apa mau-Nya, mereka menganggap bahwa ajaran yang murni itu

berasal dari Tuhan langsung dan dapat bimbingan langsung.

Ajaran Pangestu dan Sapta Darma merupakan aliran kebatinan yang

berkembang di Jogjakarta dan Surakarta, dan sampai saat ini masih ada dan

memiliki komunitas yang tidak sedikit. Kedua ajaran ini memiliki konsep Ajaran

masing-masing, tetapi memiliki didalamnya terdapat kesamaan tujuan, walau

dalam prakteknya ada berberapa yang berbeda. Persamaan dan perbedaan kedua

aliran kebatinan ini menjadi objek kajian menarik yang ingin penulis lakukan. Hal

ini menjadi sebuah objek penelitian tentang bagaimana orang jawa

memprsepsikan ajaran Tuhan yang satu dalam pandangan mereka masing-masing.

ternyata dalam hal ini terdapat berbagai kesamaan konsep dari asal mula manusia,

hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan.

Penelitaian ini menggunakan pendekatan teologis dan fenomenologis.

Dimana penulis dalam meneliti ini melakukan pemahaman terhadap suatu ajaran

ini, dengan meninggalkan segala presepsi buruk sangka, dan lain sebagainya.

selain itu, penulis menggunakan metode perbandingan untuk melihat persamaan

dan perbedaan dari kedua aliran kebatinan ini. Sehingga hasil dari penelitian ini

terdapat persamaan tujuan akhir dari kedua ajaran ini, seperti konsep tentang

Trinitas. Dalam ajaran Pangestu dan Ajaran Sapta Darma mereka menyakini

adanya konsep Trinitas, Pangestu menyebutnya (Tripurusa) dan ajaran Sapta

Darma menyebutnya Tritunggal. Akan tetapi didalamnya terdapat sebuah

perbedaan, Ajaran Pangestu menyakini bahwa Tuhan satu yang bersifat tiga

(Suksma Kawekas, Suksma Sejati dan Roh Suci), sedangakan Ajaran Sapta

Darma memaknai Tritunggalnya sebagai suatu proses penciptaan manusia (Sinar

Cahaya Allah, Air sari bapak, dan air sari ibu).

Kata Kunci : Mistisisme, Jiwa.

Pembimbing : Siti Nadroh, MA.

Page 6: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

vi

KATA PENGANTAR

“Nothing Last Forever You Can Change The Future”

-Alucard MLBB-

Assalamualaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah, segala puja dan puji bagi Allah SWT penulis panjatkan

sebagai ungkapan rasa syukur atas segala limpahan hidayah, rahmat dan nikmat-Nya,

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Shalawat serta salam

semoga Allah SWT limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah

membimbing umat manusia untuk mengikuti petunjuk beserta risalahnya yakini

Agama Islam, yang akan menghantarkan dan menyelamatkan pemeluknya menuju

kebagiaan di dunia dan di akhirat.

Penulis sadari bahwa tidak ada manusia di bumi ini dapat melakukan sesuatu

tanpa orang lain termasuk penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. Banyak

pihak yang membimning dan membantu dalam proses penulisan skripsi ini. Oleh

karena itu ucapan terima kasih sedalam-dalamnnya penulis samaikan kepada pihak-

pihak tersebut, terutama kepada :

1. Siti Nadroh, MA. Sebagai pembimbing dalam penulisan skripsi ini yang telah

banyak meluangkan waktu dan tenaganya serta kesabaran memberikan arahan

dan bimbingan kepada penulis sehingga membuka cakrawala berfikir dan

nuansa keilmuan yang baru.

2. Prof. Dr. Masri Mansoer, dan Prof. Dr. Dede Rosyada, MA, selaku Dekan

Fakultas Ushuluddin dan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Page 7: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

vii

3. Dr. Media Zainul Bahri, MA , dan Ibu Drs. Halimah Mahmudy. SM, MA.

Selaku ketua dan Sekartaris Jurusan Studi Agama-agama, serta seluruh civitas

akademika Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Kepada seluruh dosen Ushuluddin, khususnya kepada dosen-dosen Jurusan

Studi Agama-agama.

5. Kepada kedua orang tua ananda, Muhamad Dulhalim dan ibunda Ana

Fitriana, S.Pd.i. yang penulis cintai dan hormati sepanjang hidup, yang

dengan rasa cinta dan kasih sayangnya secara tulus telah mengurus,

membesarkan dan mendidik penulis hingga sekarang ini, munajat doanya di

setiap waktu telah memberikan kekuatan lahir dan batin dalam mengaringi

bahtera kehidupan. Yang telah memberikan motivasi yang begitu kuat

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

6. Kepada Pengurus Pusat Paguyuban Ngesti Tunggal (Pangestu), terkhusus

kepada Ibu Titis dan Bapak Trisno selaku pengurus dan penganut ajaran ini,

yang telah meluangkan waktu untuk membatu penulis dalam mempelajari

objek kajian dari ajaran ini.

7. Kepada Persatuan Warga Sapta Darma (Persada), terkhusus kepada Bapak

Sukanto dan bapak Servarius selaku pengurus dan penganut ajaran ini, yang

telah meluangkan waktuya untuk membantu penulis dalam mempelajari objek

kajian dari ajaran ini.

8. Kepada teman-teman mahasiswa Jurusan Studi Agama-agama angkatan 2013,

beserta pihak lainnya yang mungkin belum penulis sebutkan.

Page 8: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

viii

Akhirnya penulis hanya bisa berdoa semoga dukungan, bimbingan, perhatian,

dan motivasi dari semua pihak kepada penulis selama perkuliahan sampai selesainya

skripsi ini menjadi amal ibadah dan bisa memberikan manfaat pada penulis

khususnya dan para pembaca karya ini pada umumnya. Amin.

Jakarta, 30 Agustus 2018 M

M. Rahmat Ramadhan

Page 9: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

IX

DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL ..................................................................................................... I

SURAT PERNYATAAN ........................................................................................... II

LEMBAR PERSETUJUAN ...................................................................................... III

LEMBAR PENGESAHAN ...................................................................................... IV

ABSTRAK .................................................................................................................. V

KATA PENGANTAR ................................................................................................ VI

DAFTAR ISI ............................................................................................................... IX

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ............................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ...................................................................................... 7

C. Tujuan dan manfaat penelitian ................................................................... 7

D. Tinjauan Pustaka ....................................................................................... 8

E. Metodologi penelitian ................................................................................ 11

F. Sistematika Penelitian ................................................................................ 15

BAB II RIWAYAT DAN SEJARAH ALIRAN KEPERCAYAAN

A. Sejarah Aliran Kepercayaan Pangestu ....................................................... 16

1. Riwayat Pendiri Aliran Kepercayaan Pangestu ................................... 16

2. Berdirinya Aliran Pangestu .................................................................. 21

3. Pokok-pokok Ajaran ............................................................................ 24

a) Konsep Ketuhanan ......................................................................... 24

b) Konsep Alam .................................................................................. 26

Page 10: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

X

c) Konsep Manusia ............................................................................. 28

B. Sejarah Aliran Kepercayaan Sapta Darma ................................................. 31

1. Riwayat Pendiri Aliran Kepercayaan Sapta Darma ............................. 31

2. Berdirinya Aliran Sapta Darma ............................................................ 35

3. Pokok-Pokok Ajaran ............................................................................ 39

a) Konsep Ketuhanan ......................................................................... 39

b) Konsep Manusia ............................................................................. 42

c) Konsep Pencitaan Alam ................................................................. 47

BAB III AJARAN DAN PRAKTEK RITUAL PANGESTU DAN SAPTA

DARMA

A. Konsep Ajaran dan Praktek Ritual Pangestu ............................................. 48

1. Hasta Sila ............................................................................................. 49

2. Paliwara ................................................................................................ 55

3. Jalan Rahayu ........................................................................................ 60

4. Panembah ............................................................................................. 65

B. Konsep Ajaran dan Praktek Ritual Sapta Darma ....................................... 68

1. Wewerah tujuh ..................................................................................... 68

2. Sujud .................................................................................................... 73

3. Racut .................................................................................................... 79

4. Ening atau Samadi................................................................................ 81

Page 11: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

XI

BAB IV ANALISA PERBANDINGAN

A. Konsep Kesaksian Terhadap Tuhan (Kredo) ............................................. 82

B. Konsep Jiwa berasal dari pancaran (emanasi) ........................................... 84

C. Konsep Penaklukan Hawa Nafsu ............................................................... 86

D. Pencapaian Budi Luhur .............................................................................. 90

E. Konsep Trinitas ......................................................................................... 94

F. Identitas Ajaran ......................................................................................... 96

G. Panuntun .................................................................................................... 98

H. Peratek Keagamaan ................................................................................... 100

I. Kebertunggalan ........................................................................................ 102

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan .............................................................................................. 110

B. Saran-saran ............................................................................................... 112

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 114

LAMPIRAN-LAMPIRAN ....................................................................................... 118

Lampiran 1 ................................................................................................................. 118

Surat Izin Penelitian ....................................................................................... 118

Lampiran 2 ................................................................................................................. 119

Bukti Wawancara ........................................................................................... 119

Lampiran 3 ................................................................................................................. 121

Page 12: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

XII

Hasil wawancara dengan Ibu Titis ................................................................. 121

Hasil Wawancara dengan bapak Puji ............................................................. 122

Hasil Wawancara dengan bapak Sukanto ...................................................... 123

Hasil Wawancara dengan bapak Servarius .................................................... 124

Lampiran 4 ................................................................................................................. 125

Struktur Organisasi ......................................................................................... 125

Lampiran 5 ................................................................................................................. 127

Foto-foto Kegiatan Lapangan ........................................................................ 127

Page 13: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Suku Jawa merupakan sekelompok etnik terbesar di Asia Tenggara, hampir

empat puluh persen dari dua ratus juta jiwa penduduk Indonesia didominasi oleh

etnik ini, yang sebagian besar adalah penganut agama Islam. Tetapi, dengan keadaan

pemeluk yang sedemikian masif tetap memiliki kultur yang berbeda, bukan karena

keberagaman di Indonesia, akan tetapi variasi subkultural di lingkungan masyarakat

Jawa itu sendiri. Sejak dahulu masyarakat Jawa mengenal dua arus besar komitmen

keberagamaan, yaitu mereka yang sholat dan mereka yang tidak sholat, mereka sholat

berarti menjalankan ibadah sesuai dengan ketentuan Tuhan, yang disebut dengan

“Putihan” atau belakangan ini sering di sebut dengan “Santri”. Sedangkan

sekelompok masyarakat muslim yang tidak melaksanakan peribadatan dengan

seutuhnya disebut dengan “Abangan” atau bisa dikatakan kebalikan dari kelompok

santri1. Bahkan dalam pandangan Greetz ada tiga masyarakat keagamaan yang

berkembang di tanah Jawa yaitu santri, abangan dan priyayi2.

Perbedaan-perbedaan yang berkembang ini, menjadi bagian dari kehidupan

masyarakat di Jawa sejak munculnya agama Islam. ketika itu, kehidupan

keberagamaan masyarakat Jawa masih terimbas oleh pemikiran animistis dan doktrin-

doktrin atau praktek keagamaan Hindu-Budha. Maka dengan seiring berjalannya

waktu perpaduan keberagamaan antara abangan dan priyayi melahirkan peradaban

1 Niels Mulder, Mistisisme Jawa : Ideologi di Indonesia ( Yogyakarta : LKIS, 2001), h. 23.

2 Cliford Geertz, Agama Jawa (Depok : Komunitas Bambu, 2014), h. 225.

Page 14: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

2

Jawa Tengah, yang berpusat di istana raja-raja Surakarata dan Yogyakarta. Dari

peradaban inilah yang secara umum memunculkan masyarakat Kejawen3.

Kejawen atau Javanism dalam bahasa Inggrisnya, merupakan sebuah sebutan

bagi sekelompok masyarakat pribumi Jawa yang memiliki tradisi kehidupan yang

bersifat teosofis, serta menyakini bahwa kesucian sejati ialah persoalan pribadi dan

itu adalah masalah batin. Selain itu, Kejawen bukanlah sebuah kategori relgius

namun, ia lebih merujuk pada sebuah etika dan gaya hidup yang diilhami oleh

pemikiran Jawa yang belakangan ini sering disebut sebagai aliran kebatinan atau

kepercayaan4.

Aliran kebatinan atau kepercayaan berkembang pesat di tanah pertiwi ini

puncaknya pasca kemerdekaan5. Semangat kebatinan ini diringi dengan konsep

mistik yang berkembang di kalangan masyarakat Jawa. selain itu, kemunculan

semangat kebatinan pun didorong oleh ketidakpuasan atau keresahan masyarakat

Jawa dalam kehidupan rohaniah. Maka dalam kebudayaan masyakat kebatinan atau

penghayat kepercayaan konsep yang terpenting ialah tentang mistik, sebuah cara

untuk bisa bertemu dengan Yang Maha Esa. Sebagaimana dalam pandangan Mulder

yang dikutip oleh Suwardi Endraswara, bahwa kebatinan adalah mistik, yang berupa

upaya penembusan pengetahuan mengenai alam raya dengan tujuan mengadakan

3 Mulder, Mistisisme Jawa, h. 28.

4 Simpos ium Nasioanal Kebatinan memutuskan bahwa, ata dengan pengertian “kepercayaan”

pada pasal 29 ayat 2 UUD 1945, dimaksudkan kebatinana, kejiwaan dan kerohaniaan, dalam

simposium juga menyatakan bahwa kebatinan, kejiwaan dan kerohanian. Itu setara dengan agama.

(Suarno Imam, Mistisisme pangestu). h 2. 5 Ketetapan MPR RI Nomor IV/MPR/1973-22 maret 1973, yang membuat seluruh kebatinan

bisa bernafas lega akan legalitasnya di indonesia.

Page 15: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

3

suatu hubungan langsung antara individu dengan Yang Maha Esa6. Selain itu, Mulder

menyimpulkan yang dikutip oleh Suwarno Imam S. dalam disertasinya, bahwa

kebatinan tidak lain dan tidak bukan ialah mistik murni, yang membuka pengetahuan

dan pengalaman individu langsung dengan Tuhan.7 Bisa dikatakan bahwa

masayarakat Jawa mengutamakan pola pikir yang lebih transenden, langsung atau

lebih kepada merenungkan dasar diri ini. Karena yang lebih utama itu, apabila kita

telah mengenal dan mengetahui siapa diri kita dan siapa sang pencipta.

Dalam pandangan M.M. Djojodiguna yang dikutip Oleh Suwarno Imam S,

bahwa ada empat klasisfikasi dalam aliran kebatinan. Pertama, golongan yang

menggunakan ilmu gaib. Kedua, golongan yang berusaha untuk mempersatukan jiwa

manusia dengan Tuhan. Ketiga, golongan yang berniat mengenal dari mana asal mula

hidup manusia ini dan ke mana hidup itu akhirnya pergi. Keempat, golongan yang

berhasrat untuk menempuh budi luhur di dunia ini.8 Diantara keempat klasifikasi

diatas, terdapat tiga diantaranya itu melebur menjadi satu, dan membentuk ciri khas

kebatinan atau mistisisme.9 HM. Rasyidi menambahkan dalam bahasa asing golongan

yang pertama ini di sebut sebagai “occultisme”, golongan yang kedua “mysticism”,

golongan yang ketiga “ahli metaphysic”, dan golongan yang keempat “ethics”.10

6 Suwardi Endraswara, Mistik Kejawen : Sinkretisme, Simbolisme dan Sufisme Dalam Budaya

Sepiritual Jawa (Yogyakarta: Narasi, 2003), h. 30. 7 Imam Suwarno, Mistisime Pangestu (Jakarta, UIN Syarif Hidayatullah 2003), h. 5.

8 Imam Suwarno, Mistisime Pangestu h. 4.

9 Ialah point kedua, golongan yang berusaha untuk mempersatukan jiwa manusia dengan

Tuhan. Point ketiga, golongan yang berniat mengenal dari mana asal mula hidup manusia ini dan ke

mana hidup itu akhirnya pergi. Dan point keempat, golongan yang berhasrat untuk menempuh budi

luhur di dunia ini. 10

Selo Soemarjan, “ilmu gaib, kebatinan dan agama dalam kehidupan masyarakat” didalam

simposium IAIN Syarif Hidayatullah, Mengamankan Kila Ketuhanan Yang Maha Esa (Jakarta :

Tanjung Harapan, 1970), hal. 47.

Page 16: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

4

Dalam prosesnya manusia tidak mudah untuk bisa mencapai kesatuan dengan

zat Hidup, manusia harus bisa mengatasi segi-segi badaniah yang membuat manusia

sendiri tidak akan sampai pada kesatuan tersebut. Dalam hal ini, aliran kebatinan

mengajarkan tentang cara agar bisa mencapai kepada kedamaian dan kekebahagiaan

yang abadi, tatanan bagaimana hal tersebut dilakukan dan sampai kepada tujuan

hidup yang sesungguhnya. Bisa dikatakan juga bahwa kebatinan merupakan sebuah

pengetahuan tentang alam atas suatu ilmu, yang mempelajari kenyataan bahwa

manusia secara batin dapat langusng berhubungan dengan Tuhan11

.

Setiap aliran kepercayaan memiliki konsep mistik masing-masing. Dalam

setiap konsep terdapat pula proses dan praktik yang berbeda dalam ritual keagamaan

mereka. Sebagaimana konsep mistisisme yang berkembang dalam ajaran Pangestu

dan Sapta Darma.

Aliran kebatinan Pangestu ini diwahyukan kepada Pak Soenarto

Mertowerdojo pada 14 Februari 1932 di Surakarta. Aliran ini mengajarkan tentang

Hasta Sila dan Panembah, untuk membawa dan mengajarkan manusia agar bisa

mencapai kekebahagiaan yang abadi atau bertunggal dengan Tuhan. sebagaimana

yang telah dinyatakan dalam kitab sucinya (Sasangka Jati) bahwa ada tujuh pokok

ajaran tentang pencapaian kebahagiaan yang abadi. Pertama, Hasta Sila. Kedua,

Paliwara. Ketiga, Gumelaring Dumadi. Keempat, Tunggal Sabda. Kelima, Jalan

Rahayu. Keenam, Sangkan Paran. Ketujuh, Panembah. Tetapi, puncak dari ajaran

ini ialah di Hasta Sila, Hasta Sila mengajarkan untuk dapat mengendalikan diri serta

11

Niels Mulder, Kepribadian Jawa dan Pembangunan Nasional (Yogyakarta: Universitas

Gajah Mada, 1981), h. 17.

Page 17: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

5

menurunkan kadar nafsu yang ada dalam diri manusia, dengan menurunkan hawa

nafsu manusia atau seorang hamba dengan mudah bertemu sang pencipta atau Sang

Maha Hidup, mereka menyebutnya “Sukma Kawekas”. Selain itu, dalam ajaran ini

meyakini bahwa di setiap individu manusia itu terdapat percikan Tuhan, mereka

menyebutnya Roh Suci. kembali kepada Sang Maha Hidup dan menyadari adanya

keberadaan Roh Suci ialah sebuah keharusan bagi setiap hamba, yang pada dasarnya

esensi dari setiap individu ialah percikan Tuhan yang terbungkus oleh badan jasmani.

Ajaran Sapta Darma memliki konsep “sujud” sebgai sebuah jalan untuk

menuju dengan Tuhan. Aliran ini diwahyukan kepada Harjosapuro di Pare, Kediri

pada tanggal 27 Desember 1952. dalam ajaran ini menjelaskan proses kebertunggalan

dengan melalui sujud. Sujud disini sebagai halnya buah praktik yang ada pada ajaran

islam yaitu melakukan kegarakan. Inti dari ajaran Sapta Darma adalah Sujud dan

Wewerah Pitu karena dengan melakukan sujud sesuai dengan apa yang dilakukan

oleh aliran ini, akan membawa manusia kepada kekebahagiaan yang abadi yaitu

bertunggal dengan Tuhan. karena mereka menyakini bahwa dalam diri mereka pun

terdapat Nur Cahaya (Roh Suci), sebagaimana yang terdapat dalam konsep yang

dimiliki oleh aliran kebatinan Pangestu.

Selain berbicara tentang sujud Sapta Darma menganjurkan para penganutnya

untuk melaksanakan Wewerah Pitu atau Wewerah Suci, ialah sebuah tujuh petuah,

yang menjadi kewajiban khusus bagi warga Sapta Darma. Adapun Wewerah Pitu

diantaranya. Pertama, Setia dan tawakal pada adanya Panca Sila Allah, yaitu lima

sifat keluhuran Tuhan yang mutlak, Allah Hyang Maha Agung, Allah Hyang Maha

Rakhim, Allah Hyang Maha Adil, Allah Hyang Maha Wasesa, Allah Hyang Maha

Page 18: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

6

Langgeng. Kedua, Dengan jujur dan suci hati harus setia dan menjalankan undang-

undang negaranya. Ketiga, Turut serta menyingsingkan lengan baju menegakan

berdirinya Nusa dan Bangsanya. Keempat, Menolong siapa saja tanpa mengharapkan

pamrih (keuntungan untuk diri sendiri) atau balasan apa saja, melainkan berdasarkan

rasa cinta dan kasih. Kelima, Berani hidup berdasarkan kekuatan atas kepercayaan

diri sendiri. Keenam, Sikap kepada hidup bermasyarakat atau kekeluargaan, harus

susila dengan halusnya budi pekerti yang selalu memberikan jalan yang mengandung

jasa serta memuaskan. Ketujuh, Yakin bahwa di dunia tidak ada yang abadi, tetapi

serba berubah.

Wewerah Pitu ini harus diamalkan di setiap kehidupan sehari-hari, sebab

tanpa mengamalkan Wewerah Pitu seseorang tidak akan bisa melaksanakan Sujud

dengan sempurna. Maka wewerah Pitu ini mengajarkan agar seseorang bisa mencapai

kepada budi yang luhur.

Melihat diantara kedua pandangan tentang konsep mistisisme bahwasannya

terdapat sebuah kemiripan dalam proses kebertunggalan tersebut, dalam ajaran

Pangestu mereka menekankan konsep Hasta Sila yeng merupakan pangkal dari pada

pencapaian budi luhur, sedangakan dalam ajaran Sapta Darma mereka memiliki

konsep Wewerah Pitu atau Wewerah Suci, yang menjadi pangkal kewajiban bagi

warga Sapta Darma untuk mencapai budi luhur. Budi luhur merupakan kuci awal

untuk dapat bertunggal dengan Tuhan, maka tanpa tercapainya budi luhur seseorang

tidak akan bisa mencapai kepada kebertunggalan dengan Tuhan.

Dalam tahapan pencapaian mistisme Pangestu mengenal konsep Panembah,

yang merupakan sebuah tanda bakti seseorang kepada Tuhan yang mengusai alam

Page 19: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

7

semesta. Dalam Ajaran Sapta Darma sendiri terdapat sebuah konsep Sujud, yang

dapat menghantarkan manusia kepada kekebahagiaan abadi yaitu bertunggalnya

dengan Tuhan.

Dengan demikian ada beberapa persamaan dan beberapa perbedaan dari

Konsp Mistisisme dalam Aliran kebatinan Pangestu dan Ajaran Sapta Darma . Dari

asumsi ini maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai kedua aliran

tersebut terutama yang terlibat dengan konsep Mistisismenya. Maka dalam penelitian

ini penulis mengambil judul “KONSEP MISTISISME DALAM AJARAN

PANGESTU DAN AJARAN SAPTA DARMA”.

B. Rumusan Maslah

Agar penelitian ini tidak melebar, penulis membatasinya pada masalah-

masalah sebagai berikut:

a. Bagaimana konsep Ajaran dan Praktek dalam Ajaran Pangestu ?

b. Bagaimana konsep Ajaran dan Praktek dalam Ajaran Sapta Darma ?

c. Bagaimana persamaan dan perbedaan dalam Ajaran Pangestu dan Ajaran

Sapta Darma ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk

mempelajari, mengetahui bagaimana dan sejauhmana konsep mistik dalam aliran

kepercayaan.

a. Ingin mengetahui bagaimana konsep Ajaran dan Praktek dalam Ajaran

Pangestu dan Ajaran Sapta Darma.

Page 20: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

8

b. Ingin mengetahui bagaimana persamaan dan pebedaan konsep Ajaran dan

Praktek dalam Ajaran Pengestu dan Ajaran Sapta Darma.

2. Manfaat Penulisan

Hasil penelitian ini diharapkan memiliki manfaat sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih pemikiran

maupun memperkaya konsep-konsep, teori-teori bagi penelitian-penelitian

selanjutnya terhadap konsep mistik dalam Ajaran Pangestu dan Ajaran

Sapta Darma.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat menggambarkan, menginformasikan dan

membuka wawasan bagi masyarakat tentang bagaimana konsep Ajaran

dan Praktek yang berkembang dalam Ajaran Pangestu dan Ajaran Sapta

Darma.

3. Manfaat akademis

Penelitian ini sebagai salah satu syarat untuk memenuhi persyaratan akhir

perkuliahan untuk meraih gelar Sarjana Agama (S.Ag) dalam Jurusan

Studi Agama-Agama Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta.

D. Tinjauan Pustaka

Penulis melakukan penelusuran terhadap beberapa peneliti yang memiliki

kemiripan terhadap topik penelitian diantaranya :

Page 21: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

9

Skripsi yang ditulis oleh Ali Imron mahasiswa Program Studi Perbandingan

agama dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun 2010,

yang berjudul “Studi Komparatif Tentang Konsepsi Manusia Menurut Aliran

Pangestu dan Paguyuban Sumarah ditulis”. Skripsi yang terdiri dari lima Bab ini,

memfokuskan bahasaanya pada konsep manusia menurut aliran Pangestu dan

Paguyuban Sumarah yang meliputi : Konsep manusia menurut aliran Pangestu dan

Paguyuban Sumarah serta analisa kesamaan dan perbedaan pemahaman antara

keduanya.

Skripsi yang ditulis oleh Mahmud Rifai mahasiswa Program Studi

Perbandingan Agama Fakultas Ushuluddin dari Universitas Muhamadiah Surakarta,

pada tahun 2012 yang berjudul “Konsep Tuhan Dalam Aliran Kebatinan Pangestu

dan Sumarah” . Skripsi yang terdiri dari lima Bab ini, memfokuskan bahasanya pada

konsep ketuhanan yang terdiri dari : Teori-teori tentang Ketuhanan, Konsepsi Sosio-

Kultural yang melahirkan Pangestu dan Sumarah, Analisa perbandingan Konsep

Tuhan Pangestu dan Sumarah.

Skripsi yang ditulis oleh Suwarno Imam Suyanto dari Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, pada tahun 1975 yang berjudul “Pangestu dan

Mistisisme”. Beliau ini memfokuskan bahasannya pada mistisisme dalam ajaran

pengestu menyangkut : Ketuhanan dalam Pangestu, Jalan untuk Medekat dengan

Tuhan, Persatuan Hamba dengan Tuhan.

Tesis yang ditulis oleh suwarno imam suyanto mahasiswa Program

Pascasarjana Bidang Ilmu Agama Islam dari Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatulah Jakarta, pada tahun 2003 yang berjudul “Konsep Mistik Pangestu

Page 22: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

10

(Análisis Perspektif Islam). Dalam Disertasi ini terdiri dari empat Bab ini

memfokuskan bahasannya pada konsep mistisime Pangestu, yang mana

mistisismenya ini hampir menyerupai mistisisme dalam Islam atau tasawuf, baik

tasawuf akhlaki atau pun tasawuf filasafi.

Skripsi yang ditulis oleh M. Chaorul Anwar mahasiswa Program Studi

Perbandingan Agama dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, pada

tahun 2009 yang berjudul “Ajaran Panembah Dalam Aliran Pangestu”. Skripi ini

yang terdiri dari enam Bab ini, memfokuskan bahasannya pada konsep Panembahan

dalam Pangestu yang meliputi: seputar tentang ajaran Panembah yang menyangkut,

Pengertian Panembah dalam Pangestu, Wawasan Panembah dalam Ajaran Pangestu,

Panembah sebagai Kewajiban dan Kebutuhan Hamba, Tingkatan Panembah serta

Arti, Waktu, dan Teknik Pelaksanaan Panembah dan Bacaannya.

Skripsi yang ditulis oleh Dedi Maqsudi mahasiswa Program Studi

Perbandingan Agama dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, pada

tahun 2003 yang berjudul “Konsep Wahyu Dalam Ajaran Pangestu”. Skripsi yang

terdiri dari lima bab ini, memfokuskan bahasanya pada Konsep Wahyu dalam Ajaran

Pangestu yang meliputi : seputar Ajaran Pengestu, sebab-sebab turunya Wahyu dalam

Aliran Pengestu, orang-orang yang menerima wahyu, jalan menuju mendapatkan

wahyu, nama dan isi kandungan wahyu dalam Aliran Pengestu, manfaat wahyu bagi

masyarakat dan ciri-ciri orang yang mendapatkan wahyu dalam Pangestu.

Dari tujuh skripsi yang ada terdapat perbedaan dengan skripsi yang penulis

lakukan terutama dalam objek kajian. Dalam hal ini, penulis memilih Ajaran

Pangestu dan Sapta Darma sebagai objek kajian. Selain itu, dalam metode dan

Page 23: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

11

pendekatan yang digunakan dalam penelitian atau penulisan skripsi ini, ialah dengan

menggunakan metode perbandingan dan menggungakan pendekatan teologis dan

fenomenologis.

E. Metodologi Penelitian

a) Jenis Penelitian

Jenis Penelitian yang dilakukan oleh penulis ialah penelitian kepustakaan

(Library Research)12

pustaka yang digunakan dalam penelitian ini karena ada

beberapa tokoh atau para sarjanawan yang berbicara tentang konsep mistisisme

dalam pandangan dua aliran tersebut, dalam hal ini tentang konsep mistik buku-buku

yang bersifat deksriptif analitik yang dapat digunakan penulis untuk menganalisis

data-data yang berdasarkan bahan-bahan yang telah diteliti secara mendalam.13 dan

penelitian lapangan (Field Research)14

Peneliti melakukan penelitian lapangan

semenjak tanggal 17 November 2017 sampai 29 April 2018. Dalam waktu itu, penulis

datang langsung kepada komunitas atau kelompok kedua ajaran ini, yaitu kekantor

Pusat Pangestu yang berada di daerah Jl. Gandaria 1 No.93, Rt 2/Rw 8 Gandaria

Utara, Jakarta selatan dan ke komunitas Persada yang berada di Jl. Mandala no 34

cilandak Jakarta Selatan. Untuk melakukan sebuah wawancara dengan penganut atau

pengurus ajaran tersebut, serta penulis meminta buku wajib atau buku karangan

12

Ialah suatu penelitian yang digunakan untuk memperoleh data, baik data primer maupun

data sekunder dan bersumber dari data kepustakaan yang berupa buku, jurnal, ebook dan sebagainya

yang diolah kemudian untuk dikumpulkan. Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan (Jakarta:

Yayasan Obor Indonesia, Cetakan pertama, 2004), h. 3.

13

Nyoman Kutha Ratna, Metodologi Penelitian Kajian Budaya dan Ilmu Sosial Humaniora

Pada Umumnya (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, cetakan pertama, 2010), h.84. 14

Ialah Suatu penelitian yang dilakukan secara langsung dengan melalui pengamatan

observasi ataupun wawancara mendalam. Nusa Putra, Penelitian Kualitatif, Proses dan Aplikasi

(Jakarta: PT Indek, cetakan pertama, 2012), h. 43.

Page 24: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

12

langsung yang digunakan oleh kedua ajaran ini. Untuk dijadikan bahan primer dalam

penelitian ini.

b) Sumber Data

1. Sumber Primer

Sumber Primer adalah sumber yang dapat memberikan data penelitian secara

langsung.15

Sumber data primer ini merupakan sumber data utama, berupa karya-

karya yang ditulis langsung oleh penganutnya atau oleh pimpinan aliran tersebut.

2. Sumber Sekunder

Sumber Sekunder adalah data yang materinya secara tidak langsung

berhubungan dengan masalah yang diungkapkan.16

Sumber sekunder ini digunakan

sebagai pelengkap dari sumber primer yang berisi tentang kajian-kajian pokok yang

relevan atau yang berhubungan dengan tema yang diangkat ser. Data sekunder ini

berupa buku, artikel atau jurnal ilmiah, majalah atau media lain yang mendukung.

c). Teknik Pengumpulan Data

1. Studi Kepustakaan

Penulis menggunakan buku-buku pustaka yang berisi teori-teori tentang

konsep Mistik dalam Ajaran Pangestu dan Ajaran Sapta Darma, buku-buku tersebut

merupakan buku yang ditulis oleh penganut Pangestu dan Paguyuban Sumarah

sebagai sumber primer dan juga buku-buku yang di tulis oleh orang lain yang bukan

orang penganutnya tetapi dia memiliki pengetahuan tentang ajaran tersebut sebagai

15

Suharsini Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta: Rineka Cipta,

2002), h.117. 16

Hadari Nawawi & Martini Hadari, Penelitian Terapan (Yogyakarta: Gajah Mada University

Press, 1996), h. 217.

Page 25: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

13

sumber sekunder. Adapun penulis juga akan melakukan pengumpulan data baik dari

Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Perpustakaan UI, dan Perpustakaan

Nasional RI, dll.

2. Wawancara Mendalam (Indepth Interview)

Penulis melakukan mewawancara kebeberapa tokoh atau pengikut Ajaran

Pangestu dan Ajaran Sapta Darma, untuk melengkapi data yang ada dan memperoleh

informasi secara langsung, serta mengetahaui bagaimana pandangan para tokoh aliran

Pangestu dan Ajaran Sapta Darma tentang konsep mitik. Dalam pelaksanaan

wawancara ini penulis mendapatkan empat responden yang merupakan penganut dan

pegurus ajaran tersebut. Serta telah mendapat persetujuan dari pimpinan perkumpulan

tersebut. dalam ajaran Pangestu penulis diarahkan untuk melakukan wawancara

dengan Ibu Titis Banbang Haryono dan Bapak Puji Santoso dan pada ajaran Sapta

Darma penulis diarahkan kepada Bapak Sukamto dan Bapak Servarius. Dalam

pelaksanaannya penulis melakukan wawancara dengan megikuti pengajian dan

ceramah pencerahan mereka, untuk mendapatkan pemahaman langsung dari

penganutnya.

3. Observasi

Observasi ialah suatu pengamatan yang bertujuan untuk mendapatkan data

tentang suatu masalah, sehingga diperoleh pemahaman atau sebagai alat re-checkin,

atau pembuktian terhadap informasi atau keterangan yang peroleh sebelumnya.

Page 26: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

14

d). Metode Penelitian

Dalam penelitian ini penulis akan mengunakan pendekatan Teologis17

dan

Fenomenologis. Pendekatan teologis merupakan pendekatan yang bersifat normatif

dan subyektif, melalui pendekatan ini penulis menjelaskan perbedan-perbedaan

teologis dari Ajaran Pangestu dan Ajaran Sapta Darma dalam konsep mistik.

Sedangkan melalui pendekatan Fenomenologi18

penulis berusaha untuk memahami

bagaimana kepercayaan orang lain, dengan masuk kedalam menaruh segala asumsi,

praduga, penilaian dan pengetahuan sebelumnya mengenai agama atau kepercayaan

lain yang hendak difahami dan membiarkan objek berbicara tentang dirinya sendiri,

sehingga dapat diketahui dengan benar intisari dari objek tersebut.19

1. Analisis Data

Setelah data terkumpul, langkah selanjutnya penulis melakukan análisis data.

Analisis data adalah suatu proses penyusunan data agar dapat ditafsirkan.20

Dan

metode analisis data yang digunakan ialah Content Analysis (analisis isi), yaitu upaya

menafsirkan gagasan atau ide tentang “Konsep Mistik” dalam Ajaran Pangestu dan

Ajaran Sapta Darma, yang kemudian ide tersebut dianalisis secara mendalam guna

menjawab permasalahan krisis lingkungan yang terjadi saat ini.

17

Ialah pendekatan yang memfokuskan kepada sejumlah penbahasan tentang konsep,

Khususnya yang didasarkan pada Theo-logos, studi pengetahuan tentang Tuhan. Peter Connoly. Aneka

Pendekatan Studi Agama. (Yogyakarta: PT LKIS Printing Cemerlang, 2012), h. 316. 18

Ialah sebuah pendekatan yang mengharukan kita untuk melihat nomena atau sebuh kejadian

yang ada pada saat itu, dan membiarkan objek kajian itu membicarakan tentang dirinya sendiri sesuai

dengan ekprsinya. Peter Connloy. Aneka Pendekatan Studi Agama. h. 106. 19

Media Zainul Bahri, Wajah Studi Agama-Agama (Yogyakarta: Pustaka Pelajar 2015), h.20-

23. 20

Dadang Rahmad, Metode Penelitian Agama (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2000), h. 102.

Page 27: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

15

2. Teknis penulisan

Sedangkan teknik penulisan skripsi ini, penulis merujuk pada buku pedoman

penulisan karya ilmiah (Skripsi, Tesis dan Desertasi) UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta yang diterbitkan oleh Biro Akademik dan Kemahasiswaan Universitas Islam

Negri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013/2014.

F. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan penulisan skripsi ini maka dalam pembahasanya telah

dibagi beberapa bab dengan perincian sebagai berikut :

Bab Pertama: pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah,

pembatasan dan rumusan masalah, tujuan penelitian, kajian

pustaka, metodologi penelitian dan sistematika penelitian.

Bab Kedua: Menguraikan riwayat hidup pendiri Ajaran Pangestu dan

Ajaran Sapta Darma serta pokok pokok ajarannya.

Bab Ketiga: Menguraikan pandangan tengtang konsep Mistisime menurut

Ajaran Pangestu dan Ajaran Sapta Darma.

Bab Keempat : menganalisa serta membandingkan kedua konsep dari aliran

tersebut.

Bab Kelima: merupakan penutup dari skripsi ini yang terdiri dari

kesimpulan dan saran-saran dari penulis. Serta daftar pustaka

yang digunakan sebagai bahan rujukan serta lampiran-

lampiran yang diperlukan.

Page 28: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

16

BAB II

SEJARAH ALIRAN PANGESTU DAN SAPTA DARMA

A. Sejarah Aliran Kepercayaan Pangestu

1. Riwayat Hidup Soenarto Mertowerdojo

R. Soenarto Mertowerdojo atau Pakde Narto adalah pendiri Pangestu

(Paguyuban Ngesti Tunggal) 1, Beliau adalah putra bapak pak R. Soemawardojo

2

yang ke enam dari delapan bersaudara. Beliau lahir pada hari Jumat tanggal 21

April 1899 di desa Simo, Kawedanan Simo, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah,3

dan belau wafat pada tanggal 16 Agustus 1965 di Solo4.

Kehidupan masa kecil bapak R. Soenarto Mertowerdojo tidak

sebagaimana mestinya kehidupan anak-anak pada umumnya, ia terlahir dari

keluarga yang sederhana, bahkan masa-masa menimba ilmu di sekolah formal

terasa sulit baginya, hampir dari dua belas kali pakde Narto harus berpindah-

pindah atau “Ngenger”5 yaitu berpindah ke satu saudara ke saudara yang lain

6.

pertama ia tinggal bersama pamannya yaitu R. Djojosugioto, seorang agen polisi

di Boyolali, ketika bersama pamannya Pakde Narto belajar dua kali yaitu pada

pagi hari dan sore hari. Pada pagi hari ia belajar di Indonesia School atau Sekolah

Indonesia berbahasa Jawa, sedangkan pada sore harinya ia belajar bahasa Belanda

1 Pakde adalah singkatan dari Bapak Gede, sebutan khusus kepada pak Soenarto

Mertowerdojo untuk anggota pangestu karena kata “Pakde” tanda untuk menghormati orang yang

lebih tua, mereka menganggap bahwa Pak Sonarto itu orang tua mereka di pangestu, karena ia

adalah sisiwa yang paling tua dan yang pertama mendapatkan pepadang dari sang Guru Sejati. 2 Raharjo, Riwayat Hidup Bapak Paranpara Pangestu R. Soenarto Mertowerdojo

(Jakarta: Paguyuban Ngesti Tunggal, 1994), hal. 3. 3 Suwarno Imam S, Konsep Tuhan, Manusia dan Mistik Dalam Kebatinan Jawa (Jakarta :

PT Grafindo Persada, 2005), h. 289. 4 Titis Bambang, Sejarah Pangestu (Jakarta: Tanpa penerbit, Tanpa Tahun), h. 2.

5 “ngenger” merupakan bahasa jawa yang artinya itu menitipkan anaknya kepada orang

yang mamu untuk disekolahkan. 6 Titis Bambang, Sejaranh Pangestu, h. 2.

Page 29: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

17

pada Vander Waal, seorang sersan Belanda7. Kemudian ia pindah ke tempat

Suwardi, seorang mantri polisi di Solo, ketika itu Pakde Narto masuk Sekolah

Dasar berbahasa Belanda, akan tetapi Pakde Narto tidak lulus dalam tes bahasa

Belandanya, maka Pakde Narto dipindahkan lagi kepada R. Sudosubroto, seorang

Jaksa Kepala di Solo. Selama tinggal bersama R. Sudosubroto Pakde Narto bisa

menamatkan sekolahnya di Hollans Inlandse Middagcursus. Kemudian belau

mengikuti tes Klein Ambteneaars Examen yaitu ujian untuk menjadi seorang

pegawai. Ketika umur Pakde Narto menginjak 21 tahun, beliau bekerja di Kantor

Pengadilan Solo pada tahun 1920. Kemudian ditahun 1924 pak Soenarto pindah

ke Kantor Lendraad yaitu kantor pengadilan yang lebih tinggi8.

Di tahun 1921 tanggal 6 februari Pak Soenarto melangsungkan pernikahan

dengan seorang perempuan yang bernama R. Sumini. Dari pernikahannya Pakde

Narto dianugrahi empat orang anak, akan tetapi yang dua telah dahulu meninggal

dan yang dua anaknya yaitu Suminah yang bersuamikan R. Ngalimin

Djojosaputro dan Suharti yang bersuamikan R. Murtopo Wirokusumo. Dari kedua

pasangan ini maka Pakde Narto memiliki cucu sebanyak tujuh belas cucu9.

Selain dalam pengalaman kehidupan yang bersifat keduniawian, Pakde

Naro memiliki pengalaman kehidupan yang bersifat kerohanian. Sejak kecil,

walaupun Pakde Narto sering berpindah pindah dalam menimba ilmu formal

(ngenger) Pakde Narto tetap menimba ilmu keagamaan. Selama belajar tentang

agama ia tidak pernah faham apa yang diajarkan oleh gurunya, semisal ia belajar

Al-Quran kepada seorang naib, akan tetapi ia hanya disuruh menghafal oleh

gurunya dan ia tak faham makna dari firman-firman suci yang selama itu ia

7 Suwarno Imam S, Konsep Tuhan, Manusia dan Mistik Dalam Kebatinan Jawa, h. 289.

8 Suwarno Imam S, Konsep Tuhan, Manusia dan Mistik Dalam Kebatinan Jawa, h. 290.

9 Raharjo, Riwayat Hidup Bapak Paranparan Pangestu, h. 9.

Page 30: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

18

hafalkan. Maka dari itulah Pakde Narto mulai mencari jalan kebahagiaan sendiri,

dan saat itu ia selalu merenungkan akan keberadaan Tuhan.

Ketika meranjak dewasa pakde Narto mulai merasakan puncak

kerinduannya terhadap Tuhan. Kerinduannnya terhadap Tuhan tersebut

menunutun Pakde Narto untuk terus mencari dan belajar ke berbagai guru, mulai

dari guru-guru agama hingga guru “klenik”10

, semuannya ia jalani dengan tekun.

Bahkan, selain ia menjalaninya dengan tekun, ia melakukan sesuatunya dengan

sikap sabar, jujur, baik dan tanggung jawab. Akan tetapi kepuasan batinnya belum

tercapai, maka ketika umur 33 tahun ia akhirnya melepaskan semua segala

keinginannya untuk tidak berguru lagi dan ia menyakini bahwa hanya dengan

berdoa langsung kepada Tuhan ia akan mendapat segala jawabanya11

.

Pada tanggal 14 Februari 1932, sekitar pukul 17.00, ini merupakan hal

yang sangat tak terduga oleh Pakde Narto. Ketika itu ia sedang melaksanakan

sholat Dhaim12

di serambi Pondok Widuran, Solo. Ia terpikirkan akan pertanyaan-

pertannyan yang membuatnya selalu bertanya-tanya. Kemudian berniat untuk

berdoa kembali kepada Tuhan agar diberi sih pepedang-Nya. Dengan

kekhusyuannya ini membuahkan hasil, secara tak terduga ia menerima sabda ilahi

dari dalam sanubarinya yang suci, seakan-akan menjawab pertanyaan dirinya,

sebagai berikut “ketahuilah, yang dinamakan ilmu sejati ialah petunjuk yang

10

Dalam Kamus Besar bahasa Indonesia “Klenik” ialah kegiatan perdukunan

(pengobatan dll) dengan cara-cara yang sangat rahasia dan tidak masuk akal, tetapi dipercayai oleh

banyak orang. Hasan Alwi, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Gramedia Pustaka Untama,

2011), h. 143. 11

Titis Bambang, Sejarah Pangestu, h. 3. 12

Dalam kebudayaan ajaran Pangestu bahwa Dhaim ialah berzikir atau sedang

menenangkan diri.

Page 31: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

19

nyata, yaitu petunjuk yang menujukan jalan benar, jalan yang sampai pada asal

mula hidup”.13

Ketika itu perasaan pakde Narto bagaikan disiram oleh air dingin, serta

badan Pakde Narto seketika terasa merinding, yang disusul oleh rasa takut dengan

termangu. Kemudian Pakde Narto bertanya kembali kedalam hati sanubarinya

“Siapakah gerangan yang bersabda itu tadi ?”. kemudian terdengar kembali

sabda yang kedua, yang menanggapi pertanyaan dari Pakde Narto yaitu :

“Aku Suksma Sejati, yang menghidupi alam semesta, bertakhta di semua sifat

hidup.

Aku utusan Tuhan yang abadi, yang menjadi pemimpin, penuntun, Gurumu

yang sejati ialah guru dunia. Aku datang untuk melimpahkan Sih Anugrah

Tuhan kepadamu berupa pepadang dan tuntunan. Terimalah dengan

menengadah ke atas, mengadah yang berarti tunduk, sujud di hadapan-Ku.

Ketahuilah siswaku semua sifat hidup itu berasal dari Suksma Kawekas, Tuhan

semesta alam, letak sembahyang yang sejati ialah sumber hidup, yang akan

kembali kepada-Nya. Sejatinya hidup itu satu, yang abadi keadaannya dan

meliputi semua alam seisinya.”14

Turunnya sabda yang kedua melalui Sang guru sejati, membuat hati Pakde

Narto terang bendenrang bagaikan diterangi sinarnya bulan purnama. Karena

meresapnya pepadang yang ia terima, rasa bahagianya kini berganti menjadi rasa

terharu, ia menangis sambil memanjatkan rasa syukur kekhadirat ilahi, karena ia

merasa manusia yang penuh dosa tetapi telah menerima Pepadang-Nya.

Pakde Narto yang masih diselimuti oleh rasa penuh dosa, ia memohon

kepada Tuhan agar dihilangkan rasa was-was yang muncul dalam hatinya dan

diberi kekuatan untuk dapat menerima anugrah dan keadilan Tuhan. Maka

turunlah sabda yang ketiga, yang berbunyi:

“Mengertilah engkau siswa-Ku!

13

Rahardjo, Riwayat Hidup Bapak Paranparan Pangestu R. Soenarto Mertowedojo, h.

79. 14

R. Soenarto Mertowerdojo, Sabda Pratama (Jakarta : Pagyuban Ngesti Tunggal, 2013),

h. 2.

Page 32: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

20

Bahwa yang membawa ukuran dan timbangan itu aku, oleh karena itu: janganlah

berkecil hati apabila ada yang tidak percaya kepadamu, janganlah sakit hati jika

ada yang mentertawakan dan meremehkan dirimu, janganlah was was dan cemas

jika ada yang memfitnah dirimu.

Aku melindungi dan menuntun sampai ke kesejahteraan bagi semua umat yang

berjalan di jalan rahayu, yang bernaung dibawah pengadilan-Ku. Aku tidak akan

sampai hati kepada mereka yang mewakili karya-Ku.

Siswa-Ku!, nantikanlah sementara waktu, engkau kuberi pembantu yang akan

kutunjuk untuk mencatat semua sabda-sabda-Ku, yaitu Hardjoprakoso dan

Soemadihardjo. Calon siswa tersebut Kuutus unuk menyebarluaskan pepadang

sabda Tuhan yang Kubawa.”15

Mendengar kedua nama yang telah diutus oleh Sang Guru Sejati untuk

membantunya, kemudian Pakde Narto mulai mencari tahu. Awalnya pakde Narto

belum mengenal dengan kedua nama tersebut. Sebab sepengetahuan ia bahwa R.

Tumenggung Hardjoprakoso adalah seorang bupati Anom. Pada tanggal 17 Mei

1932 bapak Hardjoprakoso datanglah ke kediaman Pakde Narto di Widuran16

.

Pada kesempatan ini belau menyampaikan sabda-sabda Sang Guru Sejati kepada

bapak Hardjoprakoso, dengan tidak terduga ternyata berita tersebut disambut

dengan gembira oleh pak Hardjoprakoso.

Setelah mendengar segala sabda yang diberikan oleh Pakde Narto, dengan

penuh keyakinan dan kepastian, pak Hardjoprakoso mengatakan bahwa

Soemadiharjo yang disebut oleh Sang Guru Sejati ialah Soemadihardjo yang ia

kenal baik, dan ternyata dugaan ia pun benar. Bahwa Soemadihardjo yang

dimaksud adalah Soemadiharjo yang ia sama-sama aktif dalam suatu

perkumpulan. Maka, pada tanggal 27 Mei 1932 datanglah Sumadihardjo, dan pada

kesempatan itu pula mereka bertiga bisa bertemu untuk pertama kalinya. Pada

malam itu kedua orang siswa tersebut menerima wahyu ilahi dengan perantara

Sang Suksma Sejati selama beberapa bulan dengan perantara Pakde Narto sebagai

15

R. Soenarto Mertowerdojo, Sabda Pratama, h. 4-6. 16

Suwarno Imam S, Konsep Tuhan, Manusia dan Mistik Dalam Kebatinan Jawa, h. 291.

Page 33: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

21

Warana17

. Sabda-sabda yang ditulis oleh kedua siswa tersebut dan dihimpun

menjadi satu pustaka suci yaitu Sasangka Jati18

.

2. Pendirian Paguyuban Ngesti Tunggal

Pangestu didirikan secara organisasi oleh R. Soenarto Mertowerdojo pada

tanggal 20 Mei 1949 di Surakarta. Paguyuban ini adalah sebuah organisasi

kebatinan bagi orang-orang yang percaya kepada ajaran Sang Guru Sejati yang

diterima oleh R. Soenarto Mertowerdojo, serta yang ingin mencari kesejahteraan

hidup di dunia sampai di akhirat dengan mengikuti Pepadang.

Dillihat dari segi bahasa Pangestu merupakan sebuah Akronim dari

Paguyuban Ngesti Tunggal yang berasal dari bahasa Jawa. Paguyuban artinya

persatuan, atau persatuan yang dijiwai oleh hidup rukun dan semangat

kekeluargaan, Ngesti artinya memohon, atau upaya batiniah yang memohon

kepada Tuhan Yang Maha Esa, Tunggal artinya bersatu, atau bersatu dalam hidup

dan bersatu kembali dengan Tuhan Yang Maha Esa19

. Jadi paguyuban Ngesti

Tunggal adalah persatuan memohon untuk bersatu dengan Tuhan.

Secara istilah dalam pandangan R. Soenarto, dalam wejangannya berkata,

Perlu saya terangkan bahwa ilmu Pangestu tidak menyebarkan Ilmu kebatinan

yang aneh-aneh atau yang lazim disebut sebagai “Ilmu Klenik”,”Ilmu Tua”, dan

sebagainya. Segala wejangan Sang Guru Sejati tercantum dalam kitab Sasangka

Jati berisi Ilmu Jiwa dan Budi Pekerti. Maka dari itu bahwa ajaran Sang Guru

Sejati ini tidak bertetangan dengan ajaran agama.

17

Menurut Ibu Titis bahwa kata “Warana” artinya alat, perantara dalam bahasa Jawa

Kawi. 18

Rahardjo, Riwayat Hidup Bapak Paranparan Pangestu R. Soenarto Mertowedojo, h.

86. 19

Titis Bambang, Sejarah Pangestu, h. 1.

Page 34: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

22

“Ajaran Sang Guru Sejati bukan hendak merusak peraturan Tuhan yang telah

ada, yaitu yang lazim disebut agama, juga tidak hendak mendirikan agama baru,

tetapi hanya memberi petunjuk tetang pengolahan hati dan cipta, kepada siapa

saja yang percaya, dan yang berniat mencari kesejahteraan hidup di dunia

sampai diakhirat.”20

Perkumpulan ini dibentuk atas dasar perintah Sang Suksma Sejati melalui

sabdanya, dalam Sabda Khusus no 1 yang berbunyi:

“Kumpulkanlah siswa-siswa Ku ini semuanya agar menjadi erat. Himpunlah

seperti halnya dengan tata cara perkumpulan umumnya. Sebagai ketuanya

putuskanlah sendiri siapa yang kiranya patut menjadi ketua. Bagi saudaramu

Soeunarto hanya boleh Kuanggap sebagai PRANPARA (Penasehat). Hanya

pesan-Ku, perkumpulan atau siswa tadi jangan kau paksa atau kau tentukan

membayar iuran seperti halnya dengan perkumpulan yang lainnya. Akan tetapi

kamu boleh mengadakan kancah, atau yang umumnya disebut badan (yayasan)

yang menerima pemberian para siswa (warga) yang dengan keikhlasan hati

menyumbang sebagian dari usahanya yang berwujud apa saja, untuk keperluan

tersebut atau untuk keperluan umum.21

Dengan datangnya sabda ini, kemudian diantara kedelapan siswa22

ini

berunding untuk menentukan siapa yang pantas menjadi ketua mereka. Dari hasil

perundingan tersebut, maka terpilihlah Gunawan sebagai ketua, dan para siswa

yang lainnya menjadi anggota, serta pak R. Soenarto menjadi Paranpara

(penasehat). Setelah mereka menentukan Ketua untuk perkumpulan ini, kemudian

mereka melakukan musyawarah untuk menentukan nama yang pantas bagi

perkumpulan ini. dengan bimbingan Sang Guru Sejati Pakde Narto mendapat

sabda untuk menamakan perkumpulannya dengan nama “Paguyuban Ngesti

Tunggal”, yang disingkat “Pangestu”.23

Selain dari itu, Sang Guru Sejati pun

memberikan sabda mengenai pedoman bagi Pangestu yang disebut sebagai

“Dasasila” (sepuluh sila) yaitu: 1). Berbakti kepada Tuhan Yang Maha Esa, 2).

Berbakti kepada utusan Tuhan, 3). Setia kepada Khalifatullah atau Kepala Negara,

20

Puji, Sejarah Pewahyuan Pengestu, h. 1. 21

R. Soenarto Metowerdojo, Sabda Khusus ( Jakarta : Paguyuban Ngesti Tunggal, 2013),

h 6. 22

Adapun delapan Siswa yang dimaksud ialah R. Soenarto, Soeratman, Goenawan,

Prawirosoeparto, Soeharto, Soedjono, Ngalimin dan Soetardi. 23

Raharjo, Riwayat Hidup Bapak Paranparan, h. 106.

Page 35: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

23

4). Berbakti kepada tanah tumpah darah, 5). Berbakti kepada orang tua, 6).

Berbakti kepada saudara tua, 7). Berbakti kepada guru, 8). Berbakti kepada

pelajaran keutamaan, 9). Kasih sayang sesama hidup, 10). Menghormati semua

agama.24

Perkembagan aliran kebatinan ini mulai berkembang pada tahun 1950

yang ditandai berdirinya cabang pertama di Bandung, yang diketuai oleh

Soemantri Hardjoprakoso. Kemudian disusul cabang kedua yang didirikan di

Semarang pada tahun 1951, yang diketuai oleh Sidik Ranoesapoetro. Sedangkan

cabang yang ketiga berdiri di Jakarta pada tahun 1953, yang diketuai oleh

Moersito.25

Dari tahun ketahun perkembangan cabang pun mulai bertambah.

Selain itu, perpindahan kantor pusat pun tiga kali berpindah tempat pertama di

Solo (1949-1959), kemudian pindah ke Bandung (1959-1964), kemudian terakhir

ke Jakarta (1964-sekarang).26

Sebagaimana sebuah organisasi pada umumnya Paguyuban Ngesti

Tunggal memiliki Anggaran Dasar yang berisi sebelas pasal, dan Anggran Rumah

Tangga lima pasal. Mulai dari nama, sifat, dasar, dan tujuan, usaha-usahanya,

keanggotaan, susunan pengurus, kongres sampak kepada lambang Pangestu.27

Adapun tujuan dari organisasi Pangestu ialah

1. Berusaha untuk hidup bertunggal (bersatu) dengan guyub (rukun) dengan

semua golongan tanpa membeda-bedakan jenis, bangsa, derajat, agama

atau kepercayaan.

24

Titis Bambang, Sejarah Pangetsu, h. 2. 25

Suwarno Imam S, Konsep Mistik Pangestu (Disertasi: UIN Syarif HIdayatullah Jakarta,

2003) h. 40. 26

Suwarno Imam S, Konsep Mistik Pangestu, h. 45. 27

Budi Darmadi, Laporan ketua pangestu di dalam Dwija Wara, no1-2-3, (mei, juni, juli

2001), h. 16.

Page 36: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

24

2. Menyebarluaskan pepadang ialah perintah wejangan Sang Guru Sejati

kepada siapa saja yang bersungguh-sungguh memerlukan pepadang tanpa

paksaan dan tanpa pamrih.

3. Pangestu bercita-cita (berdoa) agar semua umat kembali bertunggal

dengan Tuhan yang Maha Esa28

.

3. Pokok Ajaran Pangestu

a). Konsep Ketuhanan.

Seseorang yang memiliki kebaktian terhadap Tuhan, seyogianya ia harus

memiliki pengetahuan tentang Tuhan dengan jelas dan benar, bahwa sesembahan

dan pujaan yang benar hanya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dalam ajaran

Pangestu percaya bahwa Tuhan itu bersifat Imaterial, tidak bisa dibayangkan dan

tak berbentuk. Maksudnya ialah Tuhan bukan laki-laki dan bukan perempuan,

Tuhan tidak berupa dan tidak berwarna, Tuhan tidak dilahirkan dan tidak

melahirkan, Tuhan tidak dapat dicapai dengan pancaindra, Tuhan berada di dalam

dan di luar kita, Tuhan di mana-mana, karena Tuhan meliputi alam semesta dan

seisinya29

.

Dalam konsep ketuhanan, para warga Pangestu menyakini bahwa hanya

ada satu Tuhan yang wajib disembah, ialah Suksma Kawekas, sebagaimana dalam

Sabda Pratama, bagian ke II menyatakan :

“bahwa semua sifat hidup itu berasal dari Suksma Kawekas, Tuhan seru sekalian

alam, beradanya sembahan yang sejati ialah Sumber Hidup, yang akan kembali

kepada-Nya. Sejatinya hidup itu satu, yang abadi keadaanya, meliputi semesta

alam seisinya.”30

28

Titis Bambang, Sejarah Pangestu, h. 1. 29

Titis Bambang, Sejarah Pangestu, h. 5. 30

R. Soenarto Mertowerdojo, Sabda Pratama, h. 3.

Page 37: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

25

Dalam konsep ketuhanan yang berkembang pada ajaran Pangestu ialah Tri

Purusa merupakan keadaan satu yang bersifat tiga, yaitu Sukasma Kawekas,

Suksma Sejati dan Roh Suci.31

Sebelum alam ini terjadi dan belum ada apa-apa

yang berbentuk atau berwujud, Suksma Kawekas telah bertakhta. Suksma

Kawekas dipandang sebagai asal mula hidup, yang di dalamnya terkandung

kemampuan yang tak terbatas. Dalam kesadaran Agung yang diam ini, terdapat

kehendak untuk melepaskan cahaya-cahaya kesadaran atau Pletikan Api dari Yang

Maha Agung32

. Dari bergeraknya kehendak Yang Agung ini, menimbulkan

kehidupan bagi alam ini, bermula terciptanya empat unsur, yaitu: Suasana (udara),

Api, Air,dan Tanah, yang membetuk alam semesta. Maka, Sukama Kawekas

merupakan sumber dari segala sumber, yang menjadikan adanya dunia berserta

isisnya. Suksma Kawekas itu sama halnya dengan tradisi kekristenan disebut

Tuhan Bapak atau dalam tradisi Islam disebut dengan Allah.

Sukma Sejati ialah kesadaran hidup yang dinamis. Dalam pandangan

ajaran ini, Suksma Sejati ialah “Utusan Tuhan Yang Abadi” dari Sukma Kawekas

dan memancarkan kehendak-Nya. Ibarat sebuah air yang bergerak (Sukma Sejati)

yang seolah-olah disuruh oleh air yang diam (Suksma Kawekas), selain itu

mereka mencontohkan Sukma Sejati itu ibarat seorang ayah (Sukma Kawekas)

yang melimpahkan semua kasih sayangnya kepada anaknya (Suksma Sejati).

Cahaya-cahaya yang tak terbatas ini telah dipancarkan oleh Sukma Sejati,

kemudian dibatasi oleh Roh Suci yang kecil yang terbatas, bila dibandingkan

dengan Suksma Kawekas dan Suksma Sejati. Keterbatasan Roh Suci ini

31

Menurut penuturan Bu Titis bahwa apabila dianalogikan, maka seperti ini Suskama

Kawekas - Allah -Tuhan Bapak, Suksma Sejati - Rasul - Sang Putra, dan Roh Suci - Roh Kudus –

Nur Muhammad atau jiwa manusia sejati. (Wawancara pada tanggal 17 November 2017) 32

R. Soemantri Hardjoprakoso, Arsip Sarjana Budi Santosa (Jakarta: Paguyuban Ngesti

Tunggal, 2015), h. 1.

Page 38: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

26

menimbulkan adanya sifat inividualitas pribadi yang terbatas pula33

. Maka bisa

dikatakan Roh Suci ialah hakikat dari jiwa manusia, yang merupakan pancaran

dari Sukma Kawekas dan Suksma Sejati, yang terbungkus oleh empat anasir.

“Suksma Kawekas adalah tetap menjadi sembahan yang sejati, adapun Sukma

Sejati tetap menjadi utusan Tuhan Sejati, serta menjadi Penuntun dan Guru

hamba yang sejati.

Hanya Sukma Kawekas pribadi yang menguasai alam seisinya, hanya Sukma

Sejati pribadi yang menuntun hamba semua.

Semua kekuasaan ialah kekuasaan Suksma Kawekas, ada pada Sukma Sejati,

adapun hamba ada didalam kekuasaan Suksma Kawekas."34

Dalam hal ketuhanan, mereka tetap mempercayai keberadaan Tuhan

(Suksma Kawekas) yang satu, akan tetapi dalam konsep yang dijabarkan dalam

ajaran Pangestu mereka menyebutnya dengan Tri Purusa yaitu kesatuan dan

keseluruhan Suksma Kawekas, Suksma Sejati dan Roh Suci. dalam ajaran

pangestu kesadaran akan keberadaan Roh Suci ialah inti sari dari Syahadat, atau

keyakinan mereka terhadap Suksma Kawekas dan Suksma Sejati.

b). Konsep Alam

Konsep alam (Makrokosmos) dalam ajaran Pangestu tertulis dalam kitab

Sasangka Jati, pada bagian Gumelaring Dumadi (penciptaan alam). Ketika

keadaan alam yang masih statis dan belum ada bentuk atau wujud apa-apa, hanya

ada kuasa Tuhan yang bertakhta. Maka dengan karsa Tuhan menciptakan alam

semesta untuk mewadahi Roh Suci, dengan penciptaan empat anasir.

“Sebelum buana itu tercipta, Tuhan mempunyai karsa menurunkan Roh Suci

ialah sinar cahaya Tuhan, tetapi karsa itu terhenti, sebab belum ada wadah dan

tempatnya. Maka Tuhan menciptakan buana.

Yang mula-mula diciptakan, yaitu empat macam anasir yang disebut suasana,

api, air, dan tanah.

Adapun yang mula diciptakan adalah suasana, kemudian diciptakan lagi api. Api

tersebut dibagi menjadi dua golongan, yang sebagian ada diatas dan sebagian

lagi ada dibawah.

33

R. Soemantri Hardjoprakoso, Arsip Sarjana Budi Santosa, h. 3. 34

R. Soemantri Hardjoprakoso, Arsip Sarjana Budi Santosa, h. 4.

Page 39: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

27

Setelah suasana dan api tercipta atas kuasa Tuhan, Tuhan kemudian

menciptakan air, yang menumpang diatas api yang paling bawah.

Setelah air tercipta, ketiga anasir tersebut lalu saling memengaruhi, hingga

akhirnya menyebabkan terciptanya anasir yang keempat, yaitu bumi (tanah).”35

Susunan anasir yang diciptakan Tuhan ialah: Suasana, Api, Air, dan

Tanah. Kemudian akan menjadi bahan makhluk hidup selanjutnya. Setelah Tuhan

menciptakan alam ini dengan empat anasir, Tuhan kemudian menciptakan

manusia dari empat anasir ini pula untuk membungkus Roh Suci. Berbeda dengan

manusia, Tuhan menciptakan hewan dan tumbuhan dari anasir yang berbeda,

hewan walau jiwanya dari Roh Suci tetapi tidak diberi tuntunan yaitu Guru Sejati

dan hanya tercipta dari tiga anasir : suasan, api dan tanah. Sedangkan tumbuhan

diciptakan oleh Tuhan dari dua anasir, yaitu : air dan tanah, serta tidak memiliki

jiwa Roh Suci sebagai mana manausia dan hewan.

Setelah alam, manusia, hewan dan tumbuhan tercipta. Dalam ajaran

Pangestu mereka meyakini, ada yang dinamakan dengan alam dewata yaitu

bangsa lelembut atau golongan jin dan syaitan. Golongan ini tercipta dari anasir

api yang bersifat halus, sehingga golongan dewata ini tidak dapat dilihat oleh

manusia. Berbeda dengan manusia dan hewan, golongan36

dewata ini tidak

memiliki jiwa Roh Suci beserta Tuntunnannya, yaitu Guru Sejati. Maka dalam

ajaran Pangestu konsep penciptaan alam ini berwal dari Tri purusa dan empat

anasir.

35

R. Tumengung Hardjoprakoso dan R. Trihardono Soemadihardjo, Sasangka Jati

(Jakarta : Paguyuban Ngesti Tunggal, 2014), cet-ke 7, h. 41-42. 36

Dalam penjelasan ibu tits Golongan dewata ini pun memiliki umur yang lebih panjang

dari manusia karena jiwa golongan ini akan hancur sedangkan jiwa manusia abadi, selain itu,

jumlah golongan dewata itu satu banding tujuh dengan manusia yang ada di bumi ini. Titis

Bmbang, Gumelaring Dumadi,(Jakarta: Tanpa penerbit, tanpa tahun), h. 4.

Page 40: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

28

c). Konsep Manusia

Konsep manusia (Mikrokosmos) yang berkembang dalam ajaran Pangestu

ini terjabar dalam kitab Sasangka Jati, dalam bagian Gumelaring Dumadi

(terjadinya alam semsta dan isinya) hal ini satu kesatuan dengan konsep alam

dalam ajaran ini. Maka konsep tentang manusia, merupakan hal yang tidak dapat

dipisahkan dari konsepsi Ke-Tuhanan Pangestu, sebagaimana yang telah

dijelaskan diatas ialah Tri Purusa : Suksma Kawekas (Tuhan), Suksma Sejati

(Gusu Sejati atau Utusan Tuhan) dan Roh Suci (Manusia Sejati).37

Dalam

Sasangka Jati dijelakan :

“Adapun terciptanya manusia itu dari sinar cahaya bertunggalnya Tri Purusa :

Suksma Kawekas--Suksma Sejati--Roh Suci (menurut Islam, bagi para ahli

makrifat, disebut Allah--rasul--Muhammad;atau menurut kristen : Sang Bapak--

Sang Putra--Roh Suci) yang diberi busana sari empat macam anasir, seperti,

suasana, api, air, dan tanah, yang kemudian terbabar menjadi bahan bakal kasar

dan halus (lahir, batin). Adapun alat jasmani dianugerahi pancaindra, yaitu :

penglihatan, pendengaran, pengucapan, penciuman dan perasaan. Lagi pula diberi

saudara, yang lazim disebut empat macam nafsu, seperti : luamah, amarah,

sufiah, mutmainah, dan tiga saudara lagi yang berkumpul menjadi satu di angan-

angan, yaitu disebut pangaribawa, prabawa dan kamayan.”38

Alam yang terbentuk dari empat macam anasir yaitu: suasana (udara

bersih), Api, Air dan Tanah. Ini merupakan sebuah gambaran dunia besar

(Makrokosmos), yang kemudian dari empat anasir ini menciptakan manusia, yang

dapat disebut sebagai dunia kecil (Mikrokosmos). Kesamaan anasir ini

menyebabkan adanya sifat saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya.

Dalam pandangan Pangestu bahwa Tuhan terlebih dahulu menciptakan

laki-laki sebagai penebar benih untuk manusia selanjutnya, sedangkan perempuan

sebagai wadah untuk benih tersebut. Maka dari perut seorang perempuanlah

37

R. Tumengung Hardjoprakoso dan R. Trihardono Soemadihardjo, Sasangka Jati, h. 41. 38

R. Tumengung Hardjoprakoso dan R. Trihardono Soemadihardjo, Sasangka Jati, h. 44.

Page 41: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

29

diturunkan Roh Suci yang telah dibungkus oleh empat anasir, yang setelah lahir ia

akan menjadi manusia.

“Adapun terciptanya manusia yang paling awal adalah laki-laki, yaitu yang akan

menurukan benih, atau menjadi perantara turunya Roh Suci. Tuhan kemudian

menciptakan perempuan, yang akan menjadi perantara mewadahi turunya Roh

Suci. semua itu terjadi atas kuasa Tuhan. Demikian seterusnya, keadaan manusia

dapat berkembangbiak hingga sekarang, turunya Roh Suci dengan perantara laki-

laki dan permpuan.”39

Terjadinya seorang bayi ini, terbentuk dari tujuh keadaan yang terdiri dari

Tri Purusa dan empat macam anasir, yang menjadi busana bayi tersebut. Maka

manusia manusia memiliki empat nafsu dan tiga angan-angan, yang dalam ajaran

Pangestu disebut sebagai “tujuh saudara”, yaitu:

1). Luamah, tercipta dari anasir tanah, berada di dalam daging manusia,

watak dari luamah ialah : jahat, tanak, serakah, malas, tidak tahu kebaikan

dan sebagainya. Disisi lain, apabila dilihat dati hal positifnya watak ini

mengandung dasar kekutan atau semangat seseorang.

2). Amarah, tercipta dari anasir api, dalam manusia anasir ini digambarkan

darah, yang merata di sekujur tubuh manusia. Wataknya ialah : berhasrat

kuat, mudah tersingung, berangasan, pemarah. Dalam hal inni sifat

amarah merupakan jalan bagi sifat yang lainnya, terlepas perbuatan buruk

atau perbuatan baik. Tanpa adanya amarah maka segala sifat tidak akan

bisa terlaksana.

3). Sufiah, sifat ini tercipta dari anasir air, yang bentuk kasarnya berada di

tulang sumsum manusia. Adapun halusnya Sufiah menjadi kehendak.

Sufiah adalah nafsu yang menyebabkan adanya keinginan, kasmaran atau

sengsem.

39

R. Tumengung Hardjoprakoso dan R. Trihardono Soemadihardjo, Sasangka Jati, h. 45.

Page 42: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

30

4). Mutmainah, sifat ini tercipta dari anasir suasana (udara bersih), yang

digambarkan sebgai nafas manusia. Adapun watak dari sifat ini ialah :

terang, suci, bakti, kasih sayang.

5). Pangaribawa, kasarnya itu berwujud pusar, yaitu daya keuatan darah dari

jantung ibu yang diterima melalui pusar, yang dapat menghidupi jabang

bayi ketika masih dalam rahim ibu, sedangkan halusnya dalam mangan-

angan, atau bisa dikatakan sebagai “kekuatan cipta”.

6). Prabawa, ketika bayi lahir, prabawa bertindak, wujudnya lalu ibu

mengejan, disebebkan daya prabawa darah, yaitu uap darah yang disebut

ejaan, ejaan itulah yang melahirkan seorang bayi, setelah bayi itu lahir

maka prabawa menyatu dengan angan-angan juga atau mereka

mengatakan bahwa prabawa ialah “kekuatan nalar.”

7). Kamayan, yang digambarkan atau bentuk kasarnya jantung. Bentuk

halusnya pun menyatu dengan angan-angan, yag terletak di dalam

sanubari. Atau mereka menganggnapnya sebagai “kekuatan pengerti.”40

Kepercayaan terhadap manusia pertama dalam pandangan Pangestu ini

berbeda dengan angapan agama yang berkembang di Timur seperti Yahudi,

Kristen, dan Islam. Walaupun ajaran ini menyakini bahwa laki laki lah yang

pertama diturunkan akan tetapi tidak satu orang yang turun ke dunia ini.

sebagaimana dijelaskan dalam kitab Sasangka Jati bahwa.

“yang disebut Adam itu sesungguhnya bahan bakal badan jasmani manusia, yaitu

bercampurnya empat macam anasir yang menjadi busana Roh Suci. oleh karena

semua manusia itu badan jasmaninya sama, yaitu terjadi dari empat macam

anasir, maka dapat disebut satu, artinya tunggal bahan bakalnya.”41

40

R.Tumengung Hardjoprakoso dan R. Trihardono Soemadihardjo, Sasangka Jati, h. 51-

52. 41

R. Tumengung Hardjoprakoso dan R. Trihardono Soemadihardjo, Sasangka Jati, h. 45.

Page 43: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

31

Dalam keterangan diatas bahwa, Adam yang dimaksud dalam ajaran ini,

bukanlah berupa seseorang, sebagaimana keretangan agama agama timur. Akan

tetapi sebuah bahan bakal manusia, yang akan menjadi busana Roh Suci42

. selain

itu pun, keyakinan akan manusia satu yang diturunkan dijelaskan pula.

B. Sejarah Aliran Kerohanian Sapta Darma

1. Riwayat Hidup Hardjosapuro

Ajaran Sapta Darma diwahyukan kepada bapak Hardjosapoero atau

mereka menyebutnya Bapak Panuntun Agung Sri Gutama43

pada masa kecilnya ia

bernama Sopoero, ia adalah anak pertama dari pasangan bapak Suhardjo dan ibu

Soelijah serta memiliki satu adik kandung seorang putri bernama Jatinah, ia

dilahirkan pada tanggal 27 Desember 1914 M, di desa Pare, Kec. Pare Kab. Kediri

Prop. Jawa Timur.44

Masa pendidikan yang ditempuh oleh pak Hardjosapoero tidak seperti

kebanyakan anak yang lainnya bisa menempuh pendidikan dengan baik. Setelah

meninggalnya bapaknya, Soeharjo pada tahun 1915. Ibunya, Soelijah pada saat itu

sedang mengandung anak keduanya, maka Hardjosapuro diasuh oleh kakeknya

yang bernama Kartodinomo. Pada tahun 1920 ia dimasukan oleh kakeknya ke

sekolah dasar dan tamat pada tahun 1925, setelah ia menamatkan sekolahnya

kakeknya meninggal sehingga ia tidak dapat melanjutkan sekolah ke jenjang yang

42

Dalam penjelasan Ibu Titis bahwa Manusia itu tidak diturunkan Hanya satu saja yang

pertama, karena melihat yang dimaksud dengan Adam disini ialah bahan bakal manusia, jadi

manusia yang diturunkan ke bumi ini di setiap pulau ada, dan mereka saling berkembang yang

kemudian melahirkan banyak generasi di duina ini. (Wawancara Pada Tanggal 17 Nivember

2017). 43

Dalam penuturan bapak Soekanto gelar ini diberikan ketika beliau medapat wahyu.

(Wawancara Pada Tanggal 19 Februari 2018). 44

Sekretariat Tuntunan Agung Kerohanian Sapta Darma, Sejarah Penerimaan Wahyu

Wewarah Sapta darma dan Panuntun Angung Sri Guatama (Yogyakarta: Sanggar Candi Rengga-

Surokarsan Unit Penerbitan, 2010), h. 7.

Page 44: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

32

lebih tinggi lagi, karena ia harus membantu ibu dan neneknya untuk mencukupi

hidup keluarga sehari-hari.45

Pada tahun 1939 tepatnya pada usia 25 tahun, Hardjosapoero

melaksanakan pernikahan dengan Nona Sarijem dari pernikahannya ini mereka

dikaruniai tujuh anak. Setelah menikah, nama Sopoero diganti dengan nama

Hardjosapoero. Untuk mencukupi kebutuhan kehidupan keluaraganya, bapak

Hardjosapoero bekerja sebagai tukang cukur dan menjadi pedagang kecil, jual beli

emas berlian. Selain itu, istrinya yaitu ibu Sarijem membantunya dengan berjualan

bunga.

Dalam menempuh jenjang pendidikan yang kurang begitu lancar dan ia

hanya bisa menjadi seorang tukang cukur dan pedagang, akan tetapi bapak

Hardjosapoero adalah orang yang sangat aktif dalam mengikuti perkumpulan dan

perjuangan rakyat. Pada tahun 1937 bapak Hardjosopoero aktif mengikuti

kegiatan organisasi Kepanduan Surya Wirana serta bergabung dan menjadi

anggota PARINDA (Partai Indonesia Raya) ketika itu, partai ini dipimpin oleh

Kasran. Akan tetapi, kegiatan partai ini tidak begitu mulus dan akhirnya

dibubarkan kala itu, oleh pemerintah Belanda. Dengan semangat untuk membela

tanah air berdirilah PARTINDO (Partai Indonesia) saat itu dipimpin oleh bapak

Danumihardjo yang merupakan seorang mentri taman siswa. Dengan berdirinya

partai ini Bapak Hardjosapoero pun ikut andil dalam perkumpulan ini dan menjadi

angota PARTINDO pada tahun 1945.46

45

Sekretariat Tuntunan Agung Kerohanian Sapta Darma, Sejarah Penerimaan Wahyu

Wewarah Sapta darma dan Panuntun Angung Sri Guatama, h. 8. 46

Sekretariat Tuntunan Agung Kerohanian Sapta Darma, Sejarah Penerimaan Wahyu

Wewarah Sapta darma dan Panuntun Angung Sri Guatama, h. 9.

Page 45: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

33

Dalam kegiatan perjuangan Bapak Hardjosapoero ikut andil, salah satunya

mengikuti perang perjuangan kemerdekaan ke II. Kala itu, pemerintahan untuk

sementara kepemimpinan dipegang oleh militer karena itu, pada tahun 1948 s/d

1949 berdirilah KODM (Komando Onder Distrik Militer) dan PMKT

(Pemerintah Militer Kecamatan). Dengan berdirinya KODM dan PMKT Bapak

Hardjosapoero tidak tinggal diam, ia ikut andil dan aktif dalam formasi ODM di

kecamatan Pare, kab. Kediri, di bawah komando Komandan Letnan Darmon.

Setelah bergabung dalam Komando Letnan Darmon satu tahun kemudian

berdirilah RIS (Republik Indonesia Serikat) maka segala Laskar Perjuangan harus

kembali kepada induknya masing-masing, maka dengan adanya hal ini bapak

Hardjosapoero pun kembali menjadi masyarakat bisa.

Selain dalam pengalaman kehidupan yang bersifat keduniawian, Bapak

Hardjosapoero memiliki pengalaman kehidupan yang bersifat kerohanian. yang

membuatnya lebih mendekat dengan Tuhan. Sehari sebelum bapak Hardjosopoero

mengalami peristiwa yang luar biasa, pada tanggal 26 Desember 1952 ia sangat

merasa gelisah, bahkan seharian ia berada dirumah dan tidak bekerja sebagaimana

biasanya tukang cukur. Kegelisahan ini terus membayanginya sampai pada pukul

24.00 WIB setelah berliau pulang menghadiri undangan pernikahan temannya.

Ketika pukul 01.00 WIB47

ketika beliau sedang tiduran di ruang tamu, tiba-tiba

badan beliau dibangunkan dan digerakan oleh suatu daya berupa getaran yang

sangat kuat di luar kemauannya, kemudian getaran itu menempatkan diri

Hardjosopoero dengan duduk sila menghadap ke timur dan kedua tangan

bersidakep. dengan pasrahnya karena tidak dapat melawan getaran dan gerakan

47

Ini telah masuk waktu tanggal 27 Desember, diamana pak Hardjosapuro mendapatkan

wahyu pada tanggal ini. Petir Abimayu, Buku Pintar Aliran Kebatinan dan Ajarannya (Jogjakarta,

Laksana, 2014), h. 85.

Page 46: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

34

tersebut, ia menyerah dan bersedia mati pada saat itu pula48

. Di luar dari

kemampuannya, ia tiba tiba mengucap dengan suara yang sangat keras.49

“ALLAH HYANG MAHA AGUNG,

ALLAH HYANG MAHA ROKHIM,

ALLAH HYANG MAHA ADIL”

Kemudian esok harinya ia mendatangi rumah temannya untuk

memberitahu kejadian yang semalam ia alami. Sesampainya di rumah temannya,

tiba-tiba ia bersama temannya itu digerakan kembali untuk melakukan sujud,

seperti peristiwa yang ia alami semalam. Kejadian seperti ini berulang ketika

bapak Hardjosapoero menemui teman-temannya sebanyak enam kali.

Setelah mengalami kejadian digerakannya seluruh tubuh untuk melakukan

sujud. pada tanggal 13 februari 1953, bapak Hardjosapoero tiba-tiba

diturunkannya kembali wahyu, agar ia melakukan apa yang disebut “racut” yaitu

mengalami mati dalam hidup. Dalam proses racutnya dikatakan bahwa bapak

Hardjopoero pernah terlepas dari badan wadag dan pergi keatas masuk ke sebuah

gedung besar dan indah, kemuadian bertemu dengan sesorang yang begitu

bersinar dan mendatangi beliau, lalu beliau diayun-ayunkan. Setelah itu, ia

diantarkan menuju sebuah sumur yang penuh dengan air, yang disebut sebagai

sumur Gumuling dan Sumur Jalatunda. Dan pada akhirnya ia diberi dua buah

keris dengan nama Nogososro dan Bendo Segodo.50

Ini lah yang dinamakan

sebuah proses dari pada Racut yaitu mati dalam hidup, yang diajarkan oleh bapak

Hardosapoero. Setalah wafatnya bapak Hardjjosapoero, pada tanggal 16

48

Dalam penjelasan Pak bahawa pelaksanaan penerimaan wahyu ini atau pengerakan

tubuh pak Hardjosapoero (Sujud) berlangsung sampai jam lima pagi. (Wawancara pada tanggal 16

Februari 2018). 49

Sekretariat Tuntunan Agung Kerohanian Sapta Darma, Sejarah Penerimaan Wahyu

Wewarah Sapta darma dan Panuntun Angung Sri Guatama, h. 12. 50

Sekretariat Tuntunan Agung Kerohanian Sapta Darma, Sejarah Penerimaan Wahyu

Wewarah Sapta darma dan Panuntun Angung Sri Guatama, h. 16.

Page 47: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

35

Desember 1964 sekirtar pukul 12.10 WIB.51

kemudian kepemimpinan dialih

kepada Ibu Sri Pawenang.52

2. Berdirinya Aliran Sapta Darma.

Pada tanggal 17 Maret 1959 Ajaran Sapta Darma secara badan hukum

telah dilegalkan dan membentuk sebuah organisasi yang mewadahi penganut

ajaran ini yang disebut dengan “Persatuan Warga Sapta Darma, (Persada)”, yang

didirikan pada tanggal 27 desember 1986 di Yogyakarta.53

Ajaran ini diberi nama Sapta Darma karena mengandung tujuh macam

Wewerah Suci,54

yang menjadi sebuah kewajiban bagi penganut Ajaran Sapta

Darma untuk tidak meninggalkannya. Sapta Sendiri diartikan sebagai tujuh

kewajiban, atau tujuh amalan suci. dalam pandangan Kamil Kartapradja

mengartikan Sapta Darma adalah tujuh tuntunan atau tujuh pedoman.

Sebelum menggunakan kata “aliran kepercayaan” ajaran Sapta Darma ini

dulu mengunakan kata “Agama” dalam penamaan ajaran mereka yaitu “Agama

Sapta Darma”. Menurut bapak Hardjosapoero istilah “Agama” bagi ajaran Sapta

Darma” itu memiliki arti tersendiri dan khusus, yaitu :

A : Asal Mula Manusia

GA : Gama atau Kama (Air Suci)

MA : Maya atau sinar Cahaya Tuhan

51

Petir Abimayu, Buku Pintar Aliran Kebatinan dan Ajarannya, h. 95. 52

Sri Pawenang ialah R.A Soewartini Martodihardjo, S.H, ia meadalah mahasiswa

lulusan fakultas Ilmu Hukum UGM. Ia merupakan salah seorang yang menggantikan posisi

kepemimpinan secara organisasi bapak Hardjosapoero. Setelah kepergian bapak panuntun maka

segala ururan organisasi dan ritual keaagamaan serta ekspansi aliran ini dibawah tangganggung

jawab beliau. Sekretariat Tuntunan Agung Kerohanian Sapta Darma, Sejarah Penerimaan Wahyu

Wewarah Sapta darma dan Panuntun Angung Sri Guatama, h. 28. 53

Pendirian ini sesuai dengan ketentuan UU Nomor 8 Tahun 1985 tentang Organisasi

Kemasyarakatan yang bertujuan secara internal untuk membina kerukunan Warga Sapta Darma

dan secara eksternal membina hubungan yang harmonis dengan pemerintah dan seluruh elemen

kemasyarakatan Indonesia. Sri Pawenang, Profil Kerohanian Sapta Darma (Yogyakarta, Sapta

Darma), h. 10. 54

Suwarno Imam. S, Konsep Tuhan, Manusia, Mistik Dalam Berbagai Kebatinan Jawa,

h. 234.

Page 48: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

36

Jadi, definisi “agama” menurut pandangan Sapta Darma ialah “Asal mula

manusia dari kama dan maya.”55

Akan tetapi sejak dikeluarkannya PANPRES no.

1/1965 tentang pencegahan penyalahgunaan dan pedoman agama, nama “Agama

Sapta Darma”diganti menjadi “Kerohanian atau Aliran Kepercayaan Sapta

Darma.”56

Semenjak bapak Hardjosapoero mendapatkan wahyu yang pertama. Ketika

itu, ia telah menyandang gelar Resi Brahmono, kemudian pada tanggal 27

Desember 1955 gelar itu ditingkatkan lagi menjadi Sri Gutama sebagai gelar

tertinggi yang didapatkannya dan pada akhirnya bergelar Panuntun Agung Sri

Gutama.

Sapta Darma yang didirikan atas perintah Allah Hyang Maha Kuasa,

secara tidak langsung terbentuklah susunan tuntunan agung yang terdiri dari :

1) Panuntun Agung Sri Gutama (Pak Hardjosapoero)

2) Juru bicara Tuntunan Agung (Ibu Sri Pawenang), Sekaligus sebagai

Tuntunan wanita, yang berwenang menyiarkan dan memberikan

keterangan mengenai Ajaran Sapta Darma.

3) Staf Panuntun Agung Sri Gutama (Soedomo Poerwodihardjo), yang dapat

membantu Panuntun Agung maupun juru bicara Panuntung Agung dalam

melaksanakan tugasnya.57

Berikut ini adalah tugas-tugas pokok Tuntunan Agung, yang bersumber

pada Panuntun Agung Sri Gutama, secara tertulis maupun tidak tertulis :

55

Sekretariat Tuntunan Agung Kerohanian Sapta Darma, Sejarah Penerimaan Wahyu

Wewarah Sapta darma dan Panuntun Angung Sri Guatama, h. 23. 56

Abas Sambas. Konsepsi Wahyu Dalam Ajaran Sapta Darma (Jakarta: Fakultas

Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah, 2011), h. 22-23. 57

Abas Sambas. Konsepsi Wahyu Dalam Ajaran Sapta Darma, h. 23-24.

Page 49: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

37

1) Mampu tidaknya Tuntunan melaksanakan tugasnya adalah tergantung pada

kemauan, keinsyafan dan keikhlasan.

2) Menjadi Tuntunan berarti mengabdi pada warganya, untuk memenuhi dan

mengajar, serta membimbing para warganya untuk berdarma dalam

hidupnya, demi tercapainya cita-cita luhur Satria Utama.

3) Usahakan tugas Tuntunan harus dilaksanakan.

4) Para Tuntunan dapat berdarma sesuai dengan kemampuan dari nafsu, budi

dan Pakartinya.

5) Tuntunan harus melakukan mengadakan penyelidikan dan penelitian

terhadap pengelolahan dan pelaksanaan ajaran kerohanian Sapta Darma.

6) Fatwa yang tertulis ialah yang dilaksanakan pada tanggal 1 s/d 8 Februari

1964 dalam rangka mengembangkan dan menentukan sujud pengalian

intisari kerohanian Sapta Darma.

Secara organisasi mereka memiliki tujuan untuk melindungi dan

menunjang kegiatan warga dalam melaksanakan penghayatan Sapta Darma. Ada

pun tujuan kerohanian sapta darma ialah memayu-hayuning bagya bawana, yang

berarti membimbing manusia untuk mencapai kekebahagiaan hidup didunia dan di

alam langgeng.58

Sebagai sebuah organisasi yang menaungi para penganut Ajaran Sapta

Darma (PERSADA) memiliki suatu fungsi sebgai pelindung dan penunjang

kegiatan warganya dalam beberapa hal seperti :

58

Mega Rumawati, Keberadaan Aliran Kejawen Sapta Darma; Studi kasus dipersatuan

Warga Sapta Darma di Kendal (Semarang; Fakultas Sosoiologi dan Antropoligi Universitas

Negeri Semarang, 2011), h. 33.

Page 50: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

38

1) Peningkatan pemahaman, penghayatan dan pengalaman ajaran kerohanian

Sapta Darma secara murni.

2) Peningkatan penghayatan dan pengamalan pancasila dan UUD 1945.

3) Penyampaian usul dan saran kepada pemerintah tentang seseuatu yang

berhubungan dengan tugas pokok Persada hasil usaha menggali dan

lestarikan budaya spiritual bangsa.

Dalam proses penyebaran ajaran Sapta Darma bapak Panuntun Agung Sri

Guntama memiliki cara agar ajaran ini bisa agar bisa selaras dan serasi dengan

kondisi kebudayaan setempat maupun bangsa indonesia, yaitu dengan semboyan

“Rawe-rawe Rantas Malang-malang Putung” adapun maksud dari semboyan

diatas ialah.

1) Melaksanakan Tugas Peruwetan di tempat-tempat keramat secara terbuka,

warga masyarakat secara langsung mengetahui.

2) Melalui Sarasehan-sarasehan, ceramah-ceramah yang terus menerus

dilakukan di seluruh pelosok tanah air Indonesia.

3) Dengan jalan sabda Usada, yaitu penyembuhan di jalan Tuhan,

memberikan pertolongan orang-orang yang menderita atau dalam

kegelapan setelah mereka sembuh dari pederitaan atau kegelapan, lalu

sebagian mengikuti jejak dan perjalanan Bapak Panuntun Agung Sri

Gutama, mengahayati dan melaksanakan ajaran Agama Sapta Darma.

Dalam proses penyebaran ajaran Sapta Darma ternyata tidak semudah

yang dibayangkan, banyak sekali rintangan-rintangan yang dilalui oleh bapak

Hardjosapoero, mulai dari ejekan-ejekan, cemoohan dan lain sebagainya. Namun

semua rintangan itu diterima dengan penuh ketenangan dan kesabaran serta

Page 51: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

39

kekembiraan. Hanya berkat ketabahan itulah akhirnya Hyang Maha Kuasa

mengizinkan Ajaran Sapta Darma berkembang dengan subur dan cepat. proses

penyebaran ini berkembang dengan pesat antara tahun 1956 sampai 1960 hanya

waktu empat tahun ajaran ini telah menyebar ke seluruh Nusantara59

.

Setelah wafatnya Panuntun Agung pada tanggal 16 Desember 1964, pusat

pimpinan Sapta Darma dipindahkan dari Kediri ke Yogyakarta yang bertempat di

Surokarsan yang bernama Candi Sapta Rengga. Berkat penunjukan dari Tuhan

maka terpilihlah Ibu R. A Soewartini Martodihardjo, S.H, yang merupakan

lulusan mahasiwa UGM Fakultas Hukum. Menjadi pimpinan Sapta Darma dengan

gelar Panuntun Agung Sri Pawenang. Semenjak kepemimpinan di pimpin oleh Sri

Pawenang perkembangan Sapta darma pun semakin meningkat.60

Bahkan sampai

sekarang ajaran ini masih berkembang dan mendapat kedudukan yang bagus

setelah ada izin dari pemerintah Indonesia.

3. Pokok Ajaran Sapta darma

a). Konsep Ketuhanan

Sapta Darma merupakan sebuah aliran kebatinan yang didalamnya

terdapat ajaran tentang keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Dalam ajaran

ini konsep ketuhanan atau ajaran tentang Allah begitu singkat, dinyatakan oleh Sri

Pawenang bahwa :

“Tuhan yang juga kami sebut Yang Maha Kuasa atau Allah atau Sang Hyang

Widi, ialah Zat mutlak yang tunggal, pangkal segala sesuatu, serta pencipta

segala yang terjadi serta mempunyai lima sifat keagungan mutlak, ialah : Maha

Agung, Maha Rakhim, Maha Adil, Maha Wasesa (Maha Kuasa) dan Maha

Langgeng (Maha Kekal).61

59

Sekretariat Tuntunan Agung Kerohanian Sapta Darma, Sejarah Penerimaan Wahyu

Wewarah Sapta darma dan Panuntun Angung Sri Guatama, h. 30-31. 60

As’ad El Hafidy, Aliran-aliran Kepercayaan dan Kebatinan di Indonesia (Jakarta,

Ghalia Indonesia, 1982), h. 165-167. 61

Petir Abimayu, Buku Pintar Aliran Kebatinan dan Ajarannya, h. 99.

Page 52: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

40

Dalam ajaran Sapta Darma menyebutkan bahwa Allah adalah Zat yang

mutlak, yang merupakan pangkal dari segala sesuatu dan pencipta segala yang

terjadi dalam alam ini. Ketika mendengar sebutan Zat yang Mutlak, ini medapat

kesan bahwa Tuhan adalah Mutlak dan yang Mutlak ialah yang bebas dari segala

hubungan. Tetapi, apabila mengingat akan tambahan pencipta segala yang terjadi,

terdapat kesan bahwa Tuhan itu berpribadi, yaitu pencipta diartikan sebagai yang

menjadikan segala sesuatu tanpa bahan.

Konsep tentang ketuhanan yang dijabarkan oleh Ajaran Sapta Darma

tidak begitu panjang, sebagaimana halya Aliran kebatinann yang lainya tidak

terlalu detail untuk menjabarkan ajaran mengenai apa dan siapa Tuhannya

maupun tentang manusia dan hubungannya dengan Tuhan. Ajaran Sapta darma ini

hanya menenkankan mengenai tentang Sujud. sujud bagi mereka sebuah jalan

untuk berbakti kepada Tuhan serta bersekutu dengan-Nya.

Tuhan memang diakui akan keberadaannya dalam Ajarran ini, bahkan

dalam pernyataannya cita-cita ajaran Sapta Darma memberi sebuah bukti dan

kesaksian keberadaan serta ketunggalan Tuhan. Bagi ajaran ini sendiri Tuhan

ialah tunggal62

. Tetapi tidak ada kerangan lebih dan lebih dalam mengenai,

bagaimana sifat-sifatnya, bagaimana proses penciptaan alam ini lebih dalam dan

bagaimana sikapnya terhadap alam dan manusia. Selain itu pun, ajaran ini tidak

memberi kejelasan apakah Tuhan itu teistis atau panteistis, transenden ataukah

imanen, serta apakah tunggalnya itu tiga atau tunggalnya itu mutlak. Sehingga

begitu kabur untuk mendalami konsep ketuhanan dalam ajaran ini, tetapi ada satu-

satunya yang menjadi sebuah keterangan tentang Tuhan. ialah sebagaimana

62

Sri Pawenang, Wewerah Kerohanian Sapta Darma, (Yogyakata, Yayasan Pusat Srati

Darma, 1964), h. 10.

Page 53: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

41

perkataan Sri Pawenang bahwa Tuhan itu memiliki sifat lima dan mereka

menamainnya dengan Pancasila Tuhan, ialah Allah Maha Agung, Allah Maha

Rokhim, Allah Maha Adil, Allah Maha Wasesa, Allah Maha Langgeng.63

Sifat

keluhuran atau perwujudan ini terbentuk dalam lima perkara yang tadi, ada pun

lima perkara tersebut adalah hakikat yang tidak bisa diserupai atau menyerupai-

Nya, yaitu :

1) Allah Yang Maha Agung, maksudnya tidak ada satupun yang memiliki

sifat yang sama dengan Allah tersebut. Maka dari itu manusia harus

memiliki watak budi luhur terhadap sesama manusia, seperti apa yang

dimiliki sifat oleh Allah Yang Maha Agung.

2) Allah Yang Maha Rokhim, makdunya ialah tidak ada yang menyerupai

akan kasih sayang Tuhan. maka dari itu manusia harus memiliki dan

menanamkan watak kasih sayang kepada sesama manusia.

3) Allah Yang Maha Adil, Ialah tidak ada yang dapat menyamai keadilan

Allah. Maka manusia harus bisa sifat adil terhadap manusia dan tidak

boleh untuk membeda-bedakan manusia.

4) Allah Yang Maha Wasesa, ialah Allah merupakan penguasa alam dan

tidak ada yang dapat menyerupai kekuasaannya. Maka dalam hal ini

manusia diberikan kekuasaan agar dapat memenuhi kebutuhan jasmani

dan rohani.

5) Allah Yang Maha Langgeng, itu maksudnya ialah sifat abadinya Allah,

Allah memiliki sifat abadi dan tidak ada yang dapat menyamai keabadian-

Nya. Maka dari ini, manusia harus memiliki sifat keabadian rohani dari

63

Romdon, Ajaran Ontologi Aliran Kebatinan (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada,

1996), h. 140-141.

Page 54: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

42

rohani asal sinar cahaya Allah dan jamani dari sari-sari bumi. Serta

manusia harus bisa memiliki sifat budi luhur.64

b). Konsep Manusia.

Konsep manusia dalam ajaran Sapta Darma digambarkan dalam bentuk

simbol ajaran ini yang diterima pada tahun 12 Juli 1945.65

Konsep ajaran tentang

manusia ini pada dasarnya sebagai sarana untuk mengenal pribadi manusia.

Berbeda dengan kebanyakan aliran kepercayaan yang memang kurang begitu

mensakralkan simbol yang mereka miliki, dalam ajaran ini justru simbol atau

lambang dari ajaran ini menjadi sebuah konsep asal muasal manusia dan sifat-

sifatnya, serta pengaruhnya yang terjadi pada manusia itu sendiri (nafsu, budi

pekerti) adapun penjelasan tentang simbol sebagai ajaran asal mula manusia yaitu

sebagai berikut :

Lihat gambar no 8.

Dalam lambang Sapta Darma terdapat bentuk segi empat belah ketupat

yang mengambarkan asal manusia. Pada bagian belah ketupat itu memiliki empat

sudut, yaitu satu di atas, satu di bawah dan satu di seblah kanan dan kiri. Sudut

yang berada di atas itu mengambarkan sinar cahaya Allah, sudut yang di bawah

mengambarkan sari bumi, sedangkan sudut kanan dan kiri, mengambarkan

perantara terjadinya manusia, yaitu Adam dan Hawa atau bapa dan ibu.66

Warna yang berada di tepi belah ketupat itu berwanrna hijau tua, yang

mengambarkan badan jasmani atau badan wadag. Sedangkan warna dari belah

ketupat itu berwarna hijau muda, yang mengambarkan sinar cahaya Allah, yaitu

64

Remaja Kerohanian Sapta Darma, artikel diakses pada Tanggal 22 Februari 2018 dari

http://remaja7darma.blogspot.co.id/p/buku-wewarah. html. 65

Budi Darmadi, Profil Kerohanian Sapta Darma (Yogyakarta, Sapta Darma), h. 4. 66

Sri Pawenang, Wewerah Kerohanian Sapta Darma, h. 22.

Page 55: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

43

hawa atau getaran. Hal ini menyatakan bahwa di dalam badan jasmani terbabar

sinar cahaya Allah. Mereka menyebutnya dengan rasa atau roh.67

Di dalam belah ketupat terdapat satu segi tiga sama sisi, yang kemudian di

bagi lagi menjadi tiga segitiga sama sisi dengan ukuran yang lebih kecil. ketiga

segitiga itu berwarna putih yang mengambarkan terjadinya manusia dari

Tritunggal, yaitu Sinar Cahaya Allah, air sari (sperma) dari bapa, air sari (telur)

dari ibu. Selain itu mereka menyebut Tritunggal dengan Nur cahaya, Nur Rasa

dan Nur Buat.68

Dari ketiga segitiga itu memiliki sembilan sudut, yang mengambarkan

sembilan lubang manusia, yaitu dua di mata, dua ditelinga, dua di hidung, satu di

mulut, satu di dubur dam satu berada di kelamin.

setelah itu, terdapat empat lingkaran sepusat dengan warna hitam, merah,

kuning dan putih, yang mengambarkan empat nafsu, yaitu Lauwamah, Ammarah,

Suwiyyah dan Mutmaninah. Selain itu, bentuk lingkaran ini menujukan bahwa

hidup manusia itu akan berubah ubah (tansah eweh gingsir), sama dengan roda

yang berputar (cakra manggilingan). Pada dasarnya hidup manusia akan kembali

kepada asalnya, apabila seseorang mencermikan budi luhur maka roh manusia

kelak akan kembali kepada Yang Maha Kuasa di dalam alam yang kekal. Badan

jasmani ini akan dkembalikan ke asalnya yaitu bumi. Dari pada itu, diterangkan

bahwa warna hitam, mengambarkan hawa hitam yang keluar dari mulut, seperti

orang yang mengucapkan kata kata jahat. Warna merah mengambarkan hawa

yang keluar dari telinga, misalkan orang yang marah. Sedangkan warna kuning

67

Harun Hadiwijono, Konsep Tentang Manusia Dalam Kebatinan Jawa, (Jakarta: Sinar

Harapan, 1983), h. 111. 68

Petir Abimayu, Buku Pintar Aliran Kebatinan dan Ajarannya, h. 102.

Page 56: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

44

mengambarkan bahwa hawa kuning yang keluar dari mata, seperti seseorang yang

menginginkan segala sesuatunya. Terakhir warna putih, yang mengambarkan

tindakan suci yang sebagian besar keluar dari hidung. 69

Lingkarang yang berpusat berwarna putih, yang bersisi gambar Semar,

mengambarkan lubang manusia yang kesepuluh berada di ubun-ubun. Warna

putih mengambarkan Nur Chaya atau Nur Petak (Sinar Cahaya), maksudnya ialah

hawa yang suci (Hyang Maha Suci), yang memiliki kecakapan untuk berhubungan

langsung dengan Allah Yang Maha Kuasa.70

Gambar semar yang terdapat dalam lambing ini megambarkan sikap Budi

Luhur. Dalam pengambarannya Semar sedang menggenggam sesuatu dengan

tangan kirinya, yang berarti ia memiliki rasa yang mulia (roh). Selain itu pun ia

memiliki pusaka, yang berarti ia memiliki sabda yang kuasa, yang berada pada

kata kata yang diucapkan dengan suci. Selain itu pun semar mengenakan kumpuh

(Kain) yang memiliki lima lipatan (wiron), yang berarti ia menjalankan Panca

Sila Allah.

Dan yang terakhir di dalam belah ketupat terdapat tulisan Sapta Darma,

yang berarti tujuh kewajiban, dan yang harus dilakukan oleh pengikut Sapta

Darma. Selain itu, terdapat tulisan nafsu, budi dan pakarti. Hal ini menujukan

bahwa kepribadian manusia itu memiliki nafsu yang baik dan yang jahat, serta

memiliki budi dan pikiran71

.

Dalam Ajaran Sapta Darma manusia dipandang sebagai satu kombinasi

dari roh dan benda. Roh merupakan jiwa manusia yang berasal dari sinar cahaya

Allah, yang dipandang sama dengan hawa murni yang ada di seitar dan di dalam

69

Harun Hadiwijono, Konsep Tentang Manusia Dalam Kebatinan Jawa, h. 112. 70

Sri Pawenang, Wewerah Kerohanian Sapta Darma, h. 26. 71

Harun Hadiwijono, Konsep Tentang Manusia Dalam Kebatinan Jawa, h. 112.

Page 57: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

45

manusia, yang memberikan hidup kepada manusia. Sinar Cahaya Allah mereka

menyebutnya juga dengan Roh Suci. sedangkan benda ialah tubuh manusia yang

terdiri dari sari bumi. Kombinasi antara Roh dengan benda ini terjadi melalui

perantara Adam dan Hawa, bapak dan ibu, sehingga dari hal ini terjadilah proses

yang dinamakan dengan ketritunggalan. Maksud dari tritunggal dalam Ajaran

Sapta Darma ialah bersatunya Sinar Cahaya Allah (Nur Cahaya), sari bapak (Nur

Rasa), sari ibu (Nur Buat).

Dalam hal ini, manusia mendapatkan tiga getaran diantaranya getaran dari

Sinar Cahaya Allah atau bisa dikatakan getaran dari hawa murni. Yang kedua,

getaran yang membuat di dalam manusia dapat memberikan hidup. Yang ketiga,

getaran yang membuat menusia dapat menyembah Allah Hyang Maha Kuasa.

Gerataran yang ada dalam diri manusia ini pada dasarnya, berasal dari gerataran

binatang dan tumbuh-tumbuhan karena manusia memakan makanan yang

mengandung daging-dagingan dan sayur-sayuran.72

Tidak hanya geratan yang terdapat dalam tubuh manusia, akan tetapi ada

yang disebut dengan Radar. Dikatakan radar itu terdiri dari tiga belah ketupat

yang tempatnya berada di dalam dada, pada setiap belah ketupat terdapat getaran

yang berwarna dan hal ini menjadi sebuah ciri khasnya, dalam ajaran ini

menyebutnya dengan saudara 12 (dua belas). Adapun penjabarannya ialah :

“Hyang Maha Suci, berpusat di ubun-ubun, Hyang Maha Suci ini bisa

berhubungan dengan Hyang Maha Kuasa. Premana, bertempat di dahi diantara

dua kening, dia mempuanyai kekuatan atau kemampuan untuk melihat hal hal

yang tida dapat dilihat oleh mata biasa. Jatingarang73

, atau dinamakan Sukma

jatia yang bertempat di bahu kiri. Ganarwaraja74

, yang bertempat di bahu kanan

72

Harun Hadiwijono, Kebatinan dan Injil (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009), h. 29. 73

Dalam penjelasan dari Pak Sukanto Jatingarang ialah sebutan mengenai cara

perhitungan untuk menemukan waktu yang tepat guna perpindahan, penyembuhan dan sebagainya. 74

Dalam penjelasan Pak Sukanto Gandarwaraja dalam pewayangan disebut rasa raksasa.

Page 58: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

46

dan mempunyai sifat kejam. Bromo75

, bertempat di tengah-tengah dada dan

bersifat pemarah. Bayu, bertempat di susu kanan dan bersifat teguh dan

konsekuen. Endra, bertempat di susu kiri dan mempunyai sifat pemalas.

Mayangkara, bertempat di pusar mempunyai sifat keras. Sukama Rasa, bertempat

di pinggang kiri dan kanan serta mempunyai sifat halus perasaan. Sukma

kencana, yang berempat ditulang tungging, sumber kebirahian. Nagatahun,

disebut juga sukma naga bertempat di tulang belakang yang mempunyai sifat

seperti ulat. Bagindakilir, atau disebut nurasa, bertempat di ujung jari, sifatnya

bergerak dan dapat untuk menyembuhkan penyakit.76

Dari sifat sifat tersebut dikelompokan menjadi empat nafsu yaitu

Mutma’innah (Berwarna hitam), Sufiah (berwarna merah), Lauwwamah

(berwarna kuning) dan Amarah (berwarna putih). Adapun penjelasaannya sebagai

berikut :

a) Mutma’innah, tercipta dari unsur suasana, benda panas. Yang memiliki watak

terang, suci dan belas kasih.

b) Sufiah, tercipta dari unsur air, bentuk kasarnya berada di dalam tulang

sumsum, adapun hasilnya sufiah menjadi kehendak. Pada dasarnya nafsu

sufiah ialah nafsu yang menyebabkan keinginan atau kebirahian.

c) Lauwwamah, nafsu ini tercipta dari unsur bumi yang berada dalam daging

manusia, watak dari sifat lauwwamah ialah jahat, malas, tamak, loba tidak

tahu soal kebaikan kepasa sesama manusia. Akan tetapi apabila sifat atau

nafsu ini dapat di tundukan atau sudah tunjuk, maka sifat atau nafsu ini akan

menjadi dasar sifat perdamaian.

d) Amarah, tercipta dari unsur api, yang bentuk kasarnya itu berada di dalam

darah yang mengalir didalam tubuh manusia, adapun wataknya mudah gugup,

beringas, murka.77

75

Dalam Penjelasan Pak Sukanto Bromo ialah dewa yang mukanya berwarna merah

bagaikan api. (Wawancara pada tanggal 16 Februari 2018). 76

Romdon, Ajaran Ontologi Aliran Kebatinan, h. 142-143. 77

Harun Hadiwijono, Konsep Tentang Manusia Dalam Kebatinan Jawa, h. 112.

Page 59: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

47

c) Konsep Penciptaan alam atau kosmologi

Sebagai sebuah aliran yang mengedepankan persujudan untuk dapat

kembali kepada Tuhannya, ajaran ini tidak berbicara banyak tentang proses

terjadinya alam semesta, merka hanya menyakini bahwa alam semesta ini

diciptakan oleh Allah Hyang Maha Kuasa dan manusia itu terlahir dari air sari

ayah (sperma), air saridari ibu (telur) dan Nur Cahaya yang berasal dari Tuhan,

dengan ini mereka menyebutnya dengan Tritunggal. Maka dari proses ke-

Tritunggalan inilah manusia dapat diciptakan.

Page 60: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

48

BAB III

AJARAN DAN PRAKTEK RITUAL PANGESTU DAN SAPTA DARMA

A. Konsep Ajaran dan Praktek Ritual Pangestu

Pangestu merupakan sebuah aliran kebatinan1 yang di dalamnya terdapat

ajaran tentang Mistisisme. Sebagaimana arti singkatan dari Paguyuban Ngesti

Tunggal, ialah semangat upaya batiniah yang didasari dengan upaya permohonan

kepada Tuhan Yang Maha Esa, untuk bersatu kembali dengan Tuhan.2 Maka Menurut

ajaran Pangstu tujuan hidup manusia ialah bertunggal dengan Sang Maha Hidup,

yaitu Suksma Kawekas.3 Proses untuk menuju kebertunggalan dengan Tuhan, dalam

ajaran ini melalui Panembah (Ibadah)4. Panembah Ialah sebuah tanda bakti dan

ikatan kesadaran keberadaan Tuhan semesta alam (Tri Purusa)5. Sebelum seseorang

tersebut bermanembah, diwajibkan untuk menjalani atau melaksanakan Hasta Sila

(delapan macam Panembah Batin) terlebih dahulu sebagai tahap awal.

1 Sebagaimana BKKI dalam Kongres pertama bahwa memtuskan definisi Kebatinan ialah

sepi ing pamrih, rame ing gawe, memayu hayuning bawono. selain itu, dalam keputusan MPR RI

Nomor IV/MPR/1973-22 maret 1973. 2 Budi Darmadi, Profil Paguyuban Ngesti Tunggal (Jakarta, Paguyuban Ngesti Tunggal,

2014), cet-ke 3, h. 5. 3 Dalam Ajaran Pangestu mereka menyebutkan Sang Pemilih Hidup (Tuhan) dengan Suksma

Kawekas. Budi Darmadi, Profil Paguyuban Ngesti Tunggal, h. 6. 4 Ada pun, Panembah disini berbeda dengan praktek peribadatan mereka yaitu melaksanakan

solat sehari dua kali atau tiga kali dengan gerakan-gerakannya, Melainkan hal yang bersifat ke ranah

ruhaniah atau keyakinan sebab hal tersebut di sebut menembah pula. 5 Tri Purusa ialah Suksma Kawekas, Sukma Sejati, dan Roh Suci. Puji, Panembah (Jakarta:

Tanpa penerbit, tanpa tahun ), h. 1.

Page 61: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

49

1. Hasta Sila

Hasta Sila (delapan macam panembah batin)6 ialah ajaran Sang Guru Sejati

yang menuntun manusia kepada ke kebahagiaan yang sempurna atau yang hakiki.

Selain itu, menjadi kunci inti dalam konsep mistisime Pangestu, maka seorang siswa

harus bisa mengamalkan dan mendalami Hasta Sila, sebagai proses dalam Panembah.

Ada pun, Hasta Sila terdiri dari dua bagian, yaitu Tri Sila dan Panca Sila.

a) Tri Sila

Tri Sila ialah tiga macam Panembah hati dan cipta kepada Tripurusa (Suksma

Kawekas, Suksma Sejati, Roh Suci), atau sebuah kesanggupan yang harus

ditanamkan dalam hati dan dilakukan setiap hari oleh manusia. sebagai bukti

kebaktiannya kepada Tuhan dari hati dan ciptanya dengan sadar, peraya (iman) dan

taat7. Bisa dikatakan bahwa Tri Sila ialah sikap batin manusia kepada Tripurusa

(Tuhan Yang Maha Esa) agar dapat mencapai kebahagiaan di akhirat bersatu dengan

Tuhan, juga sebagai kompas, letak sembahan yang sejati.8 Maka para siswa Pangestu

wajib melaksanakan dan memahami Tri Sila sebagai sebuah sikap manusia kepada

Tuhannya. Tri Sila terdiri dari tiga yaitu :

1) Sadar

Yang dimaksud sadar, ialah bakti kepada Tuhan Yang Maha Tunggal,

keadaan yang Maha Tunggal disebut dengan Tripurusa9. Dalam hal ini Tripurusa

harus selalu ditanamkan setiap saat, dimana dan dalam keadaan apapun, agar menjadi

6 R. Tumengung Hardjoprakoso dan R. Trihardono Soemadihardjo, Sasangka Jati ( Jakarta :

Paguyuban Ngesti Tunggal, 2014), Cet-ke 14, h 5. 7 R. Tumengung Hardjoprakoso dan R. Trihardono Soemadihardjo, Sasangka Jati, h. 7.

8 Titis Bambang, Hasta Sila (Jakarta: tanpa penerbit, tanpa tahun), h. 1.

9 Artinya keadaan satu yang bersifat tiga (Suksma Kawekas, Suksma Sejati, Roh Suci)

Page 62: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

50

sebuah kebiasaan. Dengan itu, seseorang senantiasa sadar, maka harus melakukan

Panembah dengan kebulatan hati yang hening dan suci. kesadaran akan keberadaan

Tripurusa yang kekal ini, akan menuntun manusia kepada watak bijaksana, serta

bersifat waspada, dapat membedakan mana yang benar dan yang salah, serta yang

nyata dan yang bukan.10

Lebih sederhananya sadar ialah menyadari akan keberadaan

Tripurusa dalam diri seorang siswa.

2) Percaya (Iman)

Kepercayaan merupakan alat yang paling penting atau tali yang kuat, yang

dapat menghubungkan rasa antara hamba dengan Tuhan11

. Percaya Suksma Kawekas

berarti percaya kepada Suksma Sejati, sebab Suksma Sejatilah yang telah menuntun

hamba. Apabila tidak ada kepercayaan yang kuat terhadap Tripurusa, seakan-akan

telah memutuskan tali perhubungan antara hamba dengan Tuhan.

“Ketahuilah, bahwa sejatimu (Roh Suci) itu satu dengan Suksma Sejati (Guru Sejati)

dan Suksma Kawekas (Tuhan Sejati). Jadi, apabila engkau tidak mempunyai

kepercayaan, engkau seakan-akan memutus tali rasa yang menghubungkan engkau

dengan Dia.”12

3) Taat

Taat ialah mematuhi segala perintah Tuhan, dengan melalui Utusan-Nya

(Suksma Sejati), yang menjadi penuntun serta Guru Sejati. Selain itu pun, Taat berarti

niat melaksanakan tugas Sang Guru Sejati. Karena semua perbuatan baik akan

membawa kekesejahteraan bagi segenap manusia13

. Selain itu pun, Taat ialah

10

R. Soemantri Hardjoprakoso, Arsip Sarjana Budi Santosa (Jakarta : Paguyuban Ngesti

Tunggal, 2015), Cet-ke 8, h. 29. 11

Budi Darmadi, Profil Pangestu, h. 26. 12

R. Tumengung Hardjoprakoso dan R. Trihardono Soemadihardjo, Sasangka Jati, h. 9 13

Budi Darmadi, Profil Pangestu, h. 27.

Page 63: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

51

melaksanakan segala apa yang telah dikasih oleh Tuhan dan tidak menginginkan hal

yang lebih dari apa yang telah dikasih oleh Tuhan14

.

“Janganlah engkau tergesah-gesah ingin mengerjakan tugas yang besar, atau

berharap-harap datangnya tugas besar, sebab tugas besar jarang datang, yang pasti

engkau jumpai adalah tugas yang kecil-kecil. Janganlah engkau meremahkan tugas

yang kecil-kecil itu, sebab apabila belum terbiasa mengerjakan tugas yang mudah,

bagaimana engkau mengerjakan tugas yang sukar. Oleh karena itu, segala sesuatu

yang ada ditanganmu, laksanakannlah dengan kesungguhan hati yang suci, niatkan

atas karsa Tuhan, sebeb tidak ada tugas didunia ini, yang tidak atas karsa Tuhan,

meski tampaknya remeh sekalipun.”15

Dari pelaksanaan Tri Sila, yaitu sadar, percaya dan taat, membawa hasil

tersendiri. Dimana dari “Sadar” itu akan menjelma menjadi kebijaksanaan. Maka

manusia harus mempergunakan kebijaksanaan ini untuk membersihkan diri dan

menaiki derajat kesiswaanya. Sedangkan, dari “Percaya” akan menjelma menjadi

“kekuasaan”. Kekuasaan ini harus dipergunakan sebagai pengendali angan-angan

untuk menghilangkan rasa negatif, rasa benci, sakit hati, mendongkol, putus asa, dan

lain sebagainya. Dan pada akhirnya “taat” membawa kemauan manusia kepada

tingkat kehendak Suksma Kawekas. Maka dari, itu kemampuan yang ditimbukan dari

“taat” harus dipergunakan untuk melaksanakan cita cita siswa dengan Suksma

Sejati.16

b). Panca Sila

Tri Sila tidak akan menjadi sempurna apabila seseorang tidak menanamkan

lima macam watak keutamaan, mereka menyebutnya dengan Panca Sila. Panca Sila

ialah sikap batin manusia terhadap sesama manusia dalam bermasyarakat, agar dapat

mencapai kekebahagiaan hidup di dunia. selain itu, Panca Sila ialah lima watak yang

14

Titis Bambang, Hasta Sila, h. 2. 15

R. Soenarto Mertowerdojo dan R. Trihardono Soemadihardjo, Sasangka Jati, h. 10. 16

R. Soemantri Hardjoprakoso, Arsip Sarjana Budi Santosa, h. 29.

Page 64: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

52

dapat melaksanakan tiga sikap jiwa (Tri Sila)17

. Sebagaimana yeng diterangkan dalam

Sasangka Jati.

”Supaya dapat dengan sempurna melaksanakan tiga macam kesanggupan tersebut,

engkau wajib berusaha dengan sungguh-sungguh untuk dapat meiliki lima macam

watak atau prilaku yang baik, yaitu : rela, narima, jujur, sabar, dan budi luhur.18

Panca Sila harus ditanamkan pada setiap siswa agar bisa menjalani Tri Sila

dengan sempurna, adapun lima macam watak berprilaku baik ialah:.

1) Rela

Rela ialah ketulusan hati menyerahkan segala milik, hak dan semua hasil

karyanya kepada Tuhan dengan ikhlas, karena menyadari bahwa semua itu ada

didalam kuasa Tuhan.19

orang yang memliki watak rela tidak patut mengaharapkan

sebuah imbalan atas apa yang telah diperbuatnya, serta bersusah hati dan berkeluh

kesah terhadap semua penderitaan dan kesengsaraan yang sedang ditimpanya.

“orang yang mempunyai watak rela, tidak sepatutnnya mengharapkan imbalan atas

jerih payahnya, apalagi sampai bersusah hati dan berkeluh kesah mengenai semua

penderitaan yang lazim di sebut sengsara, penghinaan, fitnah, kehilangan harta

benda, derajat, kematian dan sebagainya.”20

Selain itu, orang yang memiliki watak rela pun tidak akan menginginkan

pujian dan kemashuran, serta tidak iri hati, tidak mencampuri urusan orang lain dan

tidak dan tidak lekat kepada benda yang dapat rusak.

“orang yang rela, tidak mempunyai keinginan sedikitpun akan kehormatan dan

kemasyhuran, apalagi rasa iri serta suka mencampuri urusan orang lain21

.”

Watak rela harus tumbuh dalam diri setiap hamba atau siswa, karena dari rela

seseorang belajar untuk ihklas dari segala keadaan yang ada.

17

Budi Darmadi, Profil Pangestu, h 26-27. 18

R. Tumenggung Hardjoprakoso dan R. Trihardono Soemadihardjo, Sasangka Jati, h. 12. 19

Titis Bambang, Hasta Sila, h. 2. 20

R. Tumenggung Hardjoprakoso dan R. Trihardono Soemadihardjo, Sasangka Jati, h. 13. 21

R. Tumenggung Hardjoprakoso dan R. Trihardono Soemadihardjo, Sasangka Jati, h. 14.

Page 65: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

53

2) Narima

Narima adalah ketentraman hati, ketika seseorang menerima bagiannya atau

perolehannya, bukan berarti orang yang enggan bekerja, melainkan menerima apa

pun yang menjadi bagiannya. Apa yang sudah ada ditangannya dikerjakan dengan

senang hati, tidak tamak dan tidak serakah.22

Dr. Harun Hadiwijono menyatakan

Narima ialah, suatu perimbangan jiwa, namun bukan menggambarkan orang yang

pasif atau dan tak suka bekerja serta tak mau mengulurkan tangannnya. Narima

merupakan sikap menerima apa yang terjadi atasnya.23

Dalam sasangka jati

diterangkan bahwa.

“Narima itu tidak menginginkan milik orang lain, dan tidak iri akan keberuntungan

orang lain, maka orang yang narima itu dapat disebut sebagai orang yang bersyukur

kepada Tuhan. Watak narima adalah harta yang tak dapat habis, maka barang siapa

yang ingin kaya upayakanlah dalam watak narima.”24

Watak narima ini mengajarkan bahwa seorang hamba atau siswa harus bisa

menerima segala sesuatu yang telah ditentukannya, atau yang telah ada ditangannya.

Jadi rasa nerima atau syukur harus ditanamkan dalam diri seorang hamba. Hubungan

antara watak rela dan narima pun ini sangat erat, apabila rela tidak diiringi dengan

narima. Maka tidak akan pernah ada rasa untuk rela ikhlas, dan begitu pun

sebaliknya.

3) Jujur

Jujur ialah menepati janji atau menepati kesanggupan baik yang telah terucap

maupun yang masih di dalam hati. Selain itu, janji mengundang arti bahwa orang

22

Titis Bambang, Tri Sila dan Panca Sila, h. 1. 23

Harun Hadiwijono, Kebatinan dan Injil (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2009), cet-ke 11, h.

99. 24

R. Tumenggung Hardjoprakoso dan R. Trihardono Soemadihardjo, Sasangka Jati, h. 13.

Page 66: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

54

yang merasa terikat pada apa yang sudah dijanjikan, tidak peduli janji itu sudah

diucapkan atau belum.25

Dalam Sasangka Jati menyebutkan.

“Jujur itu arti pokoknya menepati janji atau menepati kesanggupan, baik yang sudah

di ucapkan maupun yang masih didalam batin (niat), itu sama saja. Jadi orang yang

tidak menepati niatnya berarti menipu batinnya sendiri, sedangkan apabila niatnya

sudah diucapkan, padahal tidak ditepati, itu dustanya berarti tidak dipersaksikan

kepada orang lain”.

4) Sabar

Sadar ialah berhati lapang, dan kuat menerima berbagai cobaan, tetapi bukan

orang yang mudah putus asa. Melainkan orang yang berhati teguh, berpengetahuan

luas, tidak berfikir sempit dan menghargai pendapat orang lain.26

Dalam Sasangka

Jati menyatakan :

“ketahulilah, bahwa watak sabar adalah sebaik-baiknya watak yang harus dimiliki

para calon siswa. Sabar itu, artinya berhati lapang menerima berbagai cobaan tetapi

bukan orang yang mudah putus asa, melainkan orang yang berhati teguh,

berpengetahuan luas, tidak berbudi sempit, patut di sebut sebagai lautan

pengetahuan, karena sudah tidak lagi menbeda-bedakan emas dan lempung, kawan

dan lawan sudah dianggap sama.”27

5) Budi Luhur

Setelah ke empat watak ditanamkan secara benar dalam diri siswa atau

seorang hamba, maka secara tidak langsung watak yang terakhir ini (Budi Luhur)

akan tumbuh dengan sedirinya. Budi luhur terdiri dari dua kata yaiu “Budi” dan

“Luhur”, “Budi” ialah sebagian watak Sang Suksma Sejati, yang artinya “tenang”,

sedangkan “Luhur” adalah sifat Tuhan Sejati (Suksma Kawekas), yang selalu

mengalirkan daya melalui Suksma Sejati28

. jadi watak budi luhur ini ialah sifat tuhan

yang ditanamkan dalam manusia atau seorang manusia berusaha untuk memiliki

25

Harun Hadiwijono, Kebatinan dan Injil, h. 99. 26

Petir Abimayu. Buku Pintar Aliran Kebatinan dan Ajarannya, h 27. 27

R. Tumenggung Hardjoprakoso dan R. Trihardono Soemadihardjo, Sasangka Jati, h. 14. 28

R. Tumenggung Hardjoprakoso dan R. Trihardono Soemadihardjo. Sasangka Jati, h. 16.

Page 67: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

55

sifat-sifat sepeti Tuhan, yaitu Kasih sayang sesama hidup, suci, adil, tidak membeda-

bedakan derajat manusia (makhluk-Nya), dan lain sebagainnya. Selain itu pun, Budi

Luhur ialah jiwa yang telah dapat membabarkan keluhuran Tuhan dan watak ini di

dapat apabila telah memiliki keempat watak tersebut29

.

2. Paliwara

Hasta Sila merupakan sebuah kunci untuk melakukan Panembah, sedangkan

apabila seorang siswa atau hamba ingin bisa melaksanakan Hasta Sila dengan baik,

maka harus bisa menjauhi larangan Tuhan yang telah ditetapkan dalam ajaran ini,

disebut sebagai Paliwara. Sebagaimana sabda-Nya dalam sasangka Jati.

“Ketahuilah para siswa-Ku, seseungguhnya bagi yang telah tinggi derajat

kemanusiaannya, kiranya sudah cukup mengetahui makna ajaraku, yakni inti sari

delapan macam ajaran, seperti yang telah engkau catat dalam buku yang engkau

namai : Hasta Sila. bagi jiwa-jiwa yang telah dewasa tersebut, tentunya sudah

mengerti bahwa dengan melakukan perbuatan baik (utama) itu sudah berarti

dilarang melakukan perbuatan sesat, atau tidak akan bertindak yang mengarah ke

kiri lagi. Akan tetapi bagi kebanyakan saudara-saudaramu yang tergolong jiwa-jiwa

yang masih muda, masih perlu diberi ketentuan agar menjauhi perbuatan dosa. Oleh

karena itu setelah buku Hasta Sila dan Paliwara ini terbit, engkau telah menetapi

ajakan untuk berbuat baik, dan mencegah tindak yang keliru, maka dengarkanlah

sabda-Ku ini.”30

Paliwara ialah lima pokok larangan Tuhan yang harus dihindari oleh setiap

manusia.31

Adapun lima larangan pokok dan penjelasannya itu yaitu:

1). Jangan Menyembah Selain Allah

Hal ini sama seperti larangan yang ada di agama Islam, agama Kristen, agama

Yahudi dll. Pada dasarnya Paliwara pertama ini menyatakan bahwa jangan

29

Budi Darmadi, Profil Paguyuban Ngesti Tunggal, h. 28. 30

R. Tumenggung Hardjoprakoso dan R. Trihardono Soemadihardjo, Sasangka Jati, h. 21. 31

Suwarni Imam S. Konsep Tuhan Manusia, Mistik dalam Berbagai kebatinan Jawa (Jakarta:

PT Grafindo Persada, 2005), h 298.

Page 68: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

56

menyembah seseuatu yang bukan selain Tuhan yang telah menciptakan alam semesta

dan seisinya. Sebagaimana yang dikatan dalam Sasangka Jati.

“Para hamba Allah, engkau jangan menyembah yang bukan semestinya disembah,

jangan mempertuhan yang bukan semstinya dipertuhan. Siapakah yang bukan

semestinya disembah atau dipertuhan itu, yaitu : para dewata (dewa), jin, syaitan,

dan seterusnya, atau para manusia yang termasuk pada golongan itu, yang telah

bersifat halus, yang tidak berwujud, tetapi juga berwujud, dan kadang kala juga

berwujud badan kasar karena kekuasaannya.”32

Dalam kutipan sabda tersebut menegaskan bahwa seorang hamba tidak boleh

menyembah kaum dewata33

atau makhluk yang ada dialam lupa34

. Bahkan manusia

yang termasuk dalam golongan tersebut (dukun, kuncen dll), dilarang keras untuk

menyembahnya, dan apabila seorang siswa atau hamba melanggar larangan ini, maka

dia tidak akan pernah bisa mencapai tujuannya, yaitu kembali bertunggal dengan

Tuhan. karena, hal ini bertentangan dengan konsep Hasta Sila yang menyatakan akan

kesaksian seorang siswa atau hamba terhadap Tripurusa (Tuhan Allah).

2). Berhati-hati Dalam Hal Syahwat.

Dalam larangan yang kedua ini, menegaskan untuk berhati hati dalam

bersyahwat, sebab kewajiban seorang pria dan wanita ialah melaksanakan kehendak

Tuhan untuk menjadi perantara turunnya Roh Suci35

. Untuk dapat meneruskan

keturunan dan seorang hamba diwajibkan melakukan sebuah ikatan dengan

pernikahan yang sah. Oleh karena itu, apabila seseorang tidak bisa berhati-hati dalam

32

R. Tumenggung Hardjoprakoso dan R. Trihardono Soemadihardjo, Sasangka Jati, h. 26. 33

Dalam penuturan bu Titis, Alam Lupa atau alam dewata ialah merupakan penamaan dalam

ajaran Pangestu bagi bangsa Syaitan, jin atau makhluk yang tugasnya mengganggu manusia, 34

Dalam ajaran Pangestu menreka menamakan Neraka sebagai Alam Lupa yang didalamnya

terdapat bangsa dewata. 35

Dalam penuturan bu titis bahwa seorang laki laki dan seorang perempuan itu menjadi

sebuah perantara lahirnya Ruh Suci, sebagaimana dijelakan tentang konsep penciptaan manusia di bab

awal.

Page 69: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

57

hal syahwat, maka akan seorang hamba akan mendapat templak36

dari Tuhan karena

telah melanggar larangan ini.

“ketahuilah, bahwa sejati-jatinya kewajibanmu yang mula pertama, diciptakan

sebagai laki-laki dan perempuan, itu menurut karsa Tuhan, engkau sekalian diutus

menjadi jalan atau lantara turunya Roh Suci, yang akan menjadi berpencarnya

keturunanmu. Para lelaki itu yang menjadi perantara Tuhan menurunkan Roh Suci,

sedangkan wanita menjadi wadah turunya Roh Suci itu, yang akan diberi busana di

dalam rahimnya, maka jagalah baik-baik anugrah Tuhanmu tersebut, dan janganlah

mempermainkan kewajibanmu itu karena kesenangan menurut syahwatmu. Setelah

engkau menetapi kewajiban berumah tangga atau bersuami istri dengan sah,

tepatilah kewajibanmu tersebut supaya dapat selaras dengan karsa Tuhan. sebab

apabila engkau hanya mengumbar syahwat, tidak ingat akan kewajibanmu

menurunkan benih, engkau juga akan menerima templak Tuhan karena melanggar

larangan Tuhan tersebut.”37

Sasangka Jati telah menjelaskan dalam bab ini bahwa jangan pernah untuk

mempermainkan hal syahwat, sebab ini berhubungan dengan karsa Tuhan yang

berhak untuk dapat menurunkan Ruh Suci

3). Jangan Makan atau Menggunakan Makanan yang Memudahkan Rusaknya

Badan Jasmani.

Dalam ajaran Pangestu melarang siswa atau warganya untuk memakan-

makanan yang bisa merusak badan jasmani atau sebuah kebisasaan yang dapat

menyebabkan kerusakan pada jiwa dan raganya. Misal, meminum alkohol,

mengkonsumsi obat-obatan terrlarang (Naorkoba dll.), atau suka berjudi yang dapat

merusak jiwa,38

karena berjudi membuat seseorang mejadi lupa akan segalanya yang

hanya ia ingat cuman satu, ialah menginginkan kemenangan, sebagaimana dijelaskan

dalam sasanka jati.

“larangan yang ketiga, engkau jangan menggunakan daya dunia besar yang dapat

merusak dunia kecil. apakah yang dimaksud daya dunia besar itu, adalah berbagai

36

Menurut Ibu Titis “templak” adalah hukuman atas apa yang kita lakukan. 37

R. Tumenggung Hardjoprakoso dan R. Trihardono Soemadihardjo, Sasangka Jati, h. 28. 38

Suwarno Imam S, Konsep Mistik Pangestu, h. 100.

Page 70: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

58

macam tumbuhan- tumbuhan atau hasil bumi yang mengandung racun, yang dapat

merusak ragamu dan juga rohmu. Banyak manusia yang mengambil jasad-jasad

tetumbuhan dan sebagainya, yang mengandung racun itu untuk dijadikan pangan

atau peranti kegemaran, misalnya candu, minuman keras, dan sebagainya, yang

merusak badan jasmani dan budi pekertinya, semua itu hendaklah disingkiri, kecuali

apabila terpaska digunakan sebagai obat (jamu), sebab hal itu dapat membuat

engkau lupa akan delapan kewajibanmu, sebagaimana tersebut dalam ajaran-ku,

didalam buku pengertianmu Hasta Sila.”39

4). Patuhilah Undang-Undang Negara dan Peraturannya.

Ajaran Pangestu terdapat konsep Kalifatullah40

maksudnya ialah, wakil Allah

yang berkewjiban untuk mengatur segenap warga negara, agar bisa hidup sejahtera

dalam kebersamaan.41

Ada pun, perundang-undangan yang dihasilkan oleh

Kalifatullah senan tiasa dibuat untuk kepentingan bersama, maka wajib dipatuhi oleh

seluruh warga Negara.

“ketahuilah para hamba Allah, bahwa Tuhan itu juga mempunyai wakil di dunia,

yaitu manusia yang lazimnya disebut Kalifatullah, artinya walkil Allah, yang diutus

mengatur para manusia, agar tertib sejahtera hidup bersama-sama di dunia.

ketahuilah, sesungguhnya tidak sembarang manusia dapat menjadi Khalifatullah,

apabila tanpa wahyu Tuhan. ada juga Khalifatullah yang tidak karena wahyu Tuhan,

tapi karena warisan orang tuannya. Adapun para wakil Tuhan itu bertingkatan,

demikian pula wewenangnya meminjam kekuasan Tuhan juga bertingkatan, seseuai

dengan besar kecilnya pangkatnya, misalnya mulai dari sebutan Ratu dan Raja atau

sebutan sebutan lain lagi, yang pada intinya menjadi pemimpin yang paling besar

kekuasaanya, kemudian perdana mentri, mentri, pegawai pemerintah, hingga

pangakat yang terendah.”42

Seorang Khalifatullah ditugaskan untuk mengurus wilayahnya agar adil dan

makmur serta sejahtera. Hal ini seudah menjadi kewajiban seorang Khalifatulah

untuk melindungi dan menuwujudkan masyarakat yang adil dan makmur, karena ia

telah menyanggupi kepada Tuhan untuk mengemban kewajiban ini. Maka tugas bagi

39

R. Tumenggung Hardjoprakoso dan R. Trihardono Soemadihardjo, Sasangka Jati, h. 29. 40

Dalam pandangan itu Titis bahwa Khalifatullah ialah Kepala Nagara yang merupakan wakil

Allah dibumi yang mengurusi segala hal social dan peraturan hidup bernegara, jadi bisa dikatakan

bahwa setiap kepala Negara merupakan wakil Allah di bumi, sebab mereka telah mengemban

tanggung jawab yang besar untuk mengurusi warrga dengan jumlah yang tidak sedikit. 41

Budi Darmadi, Profil Pangestu, h. 30. 42

R. Tuenggung Hardjopraoso dan R. Trihardono Soemadihardjo, Sasangka Jati, h. 29.

Page 71: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

59

masyarakat ialah wajib untuk mentaati segala peraturan yang telah dibuat oleh para

pemimpin negara karena mereka adalah wakil Tuhan di dunia.

5). Jangan Bertengkar

Sebagai makhluk Tuhan terkhusus manusia sangat dianjurkan untuk tidak

saling bertengkar, sebab semua manusia itu tercipta dari Sang Maha Hidup dan semua

makluk merupakan bagian dari-Nya.43

Sebagaimana yang telah dijelaskan diatas

tentang konsep manusia, bahwa manusia itu merupakan pancaran dari cahaya Tuhan.

Selain itu, Sasangka Jati menjelaskan dalam bab Paliwara ialah.

“Ketahuilah, sesungguhnya manusia itu diciptakan dari cahaya Tuhan, yaitu Roh

Suci, yang berasal dari sumber. Jadi, sejatinya hidup para manusia itu juga hanya

satu (tunggal), maka rukun rukunlah hidup di dunia, jangan berselisih, benci-

membenci, bertengkar, bermusihan dan berperang. Singkirilah perbuatan yang

menyebabkan perselisihan atau membuat retaknya kerukunan (persaudaraan),

seperti: dengki, iri, jail, banyak tipu muslihat, suka mengadu dan menghasut,

membicarakan keburukan orang lain, suka memfitnah, mematikan nafkah orang

lain, dan perbuatan serupa yang tergolong membinasakan, itu semua bukan watak

manusiamu yang sejati, tapi watak syaitan yang akan menuntunmu ke jurang

kesengsaraan. Ingatlah akan larangan yang pertama, sebab apabila engkau masih

tunggal laras dengan watak iblis, yakni makhluk yang memungkiri Tuhan, engkau

akan menjadi tawanan iblis, ibarat domba yang meninggalkan gembalanya, lalu

tersesat-sesat jalannya, menjadi mangsa binatang buas, sehingga tidak dapat pulang

kekandangnnya.”44

Dalam sabda ini menyatakan, apabila seseorang bertengkar sesama manusia

secara tidak langsung berarti ia telah menentang Sang Guru Sejati, bahkan selain itu,

seseorang tersebut akan terseret ke dalam larangan yang pertama dan akan menjadi

tawanan para iblis karena hatinya telah diselimuti kedengkian dan segala hal yang

bersifat negatif. Sebagai contoh, apabila seseorang dalam jiwanya telah diselimuti

oleh rasa dengki, maka yang tertanan di dalam benaknya itu hanya ada kebencian

terhadap orang lain. ini merupakan sebuah sifat yang tidak boleh menguasai jiwa

43 Puji, Paliwara, h. 5.

44 R. Soenarto Mertowedojo dan R. Trihardono Soemadihardjo, Sasangka Jati, h. 32.

Page 72: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

60

karena hal ini tidak mencerminkan sifat Tuhan yang menjadi syarat seseorang itu

harus suci dan dapat kembali kepada-Nya.

Maka dari itu, apabila seseorang ingin menjaga agar tidak bertengkar

hindarilah perbuatan iri hari, fitnah, aniaya, membicarakan kejelekan orang lain, dan

sifat negatif yang lainnnya.

3. Jalan Rahayu

Seseorang apabila ingin menyempurnakan Hasta Sila dengan benar, maka

dalam ajaran ini seorang siswa dianjurkan untuk melaksakan Jalan Rahayu. Jalan

Rahayu ialah “jalan selamat”45

, yaitu jalan utama untuk mencapai makna petunjuk

buku Hasta Sila (delapan macam panembah batin). Dapat dikatakan bahwa Jalan

Rahayu adalah untuk memudahkan atau sebagai tangga untuk tercapainya cita-cita

luhur tersebut (Hasta Sila)46

.

“Aku telah mengetahui apa yang menjadi kebutuhan-kebutuhan saudaramu pada

umumnya, agar dapat menetapi makna sadar-Ku, yaitu delapan macam bentuk

Rahayu, seperti yang telah engkau catat dalam buku yang kau beri nama Hasta Sila.

hal itu terlaksanakannya dengan menempuh lima macam Jalan Rahayu, supaya

dapat digunakan sebagai tangga untuk meningkat ke derajat yang lebih tinggi,

sehingga dapat menetapi makna ajaran-Ku dalam buku Hasta Sila tersebut. Adapun

yang dinamakan lima macam Jalan Rahayu itu kewajiban hamba, yang menjadi

permulaan laku dalam usaha melaksanakan tiga macam kesanggupan besar, seperti

yang tersebut dalam asas Tri Sila: sadar, percaya, taat, yang disucikan dengan lima

macam kelakuan utama: rela, narima, jujur, sabar, dan budi luhur.”47

Jalan rahayu terdiri dari lima bagian pertama, Paugeran Tuhan kepada hamba.

Kedua, panembah. Ketiga, budi darma. Keempat, mengekang hawa nafsu. Kelima,

budi luhur48

.

45

Budi Darmadi, Profil Pangestu, h. 28. 46

Puji, Jalan Rahayu (Jakarta: Tanpa penerbit, tanpa tahun), h. 1. Pada tanggal 4 Desember

2017. 47

R.Tumenggung Hardjoprakoso dan R. Trohardono Soemadihardjo, Sasangka Jati, h. 117. 48

Budi Darmadi, Profil Paguyuban Ngesti Tunggal, h. 28.

Page 73: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

61

1). Paugeran Tuhan Kepada Hamba

Paugeran merupakan hukum Tuhan untuk seorang hamba, yang mengandung

makna kesaksian seorang hamba bahwa hanya Tuhan yang harus disembah. pada

dasarnya Paugeran adalah syahadat atau kredo dalam ajaran Pangestu49

, yang

menjadi pangkal utama untuk menegakan Hasta Sila yaitu Tri Sila (sadar, percaya,

taat), adapun Paugeran dalam ajaran Pangestu berbunyi :

“Suksma Kawekas adalah tetap menjadi Sembahan hamba yang sejati, adapun

Suksma Sejati adalah tetap menjadi Utusan Tuhan Sejati, serta menjadi Penuntun

dan Guru hamba yang sejati. Hanya Suksma Kawekas pribadi yang menguasai

semua alam seisinya, hanya Sukama Sejati pribadi yang menuntun para hamba

semua. semua kekuasaan ialah kekuasaan Suksma Kawekas, ada pada Suksma

Sejati, adapun hamba ada didalam kekuasaan Suksma Sejati.”50

Paugeran sendiri didalamnya mengandung makna Tri Sila (sadar, percaya,

taat), yang menyatakan akan kesaksian seorang siswa kepada Suksma Kawekas atau

sebagai tali penghubung antara siswa dengan Tuhan dan dapat menjadi jalan

mengalirnya daya kekuatan Tuhan kepada hamba yang diterima dipusat sanubarinya.

2). Panembah

Panembah ialah kebaktian seorang hamba kepada Tuhan atau bisa dikatakan

sebagai ibadah. Selama manusia masih hidup di dunia semua manusia atau hamba

harus berbakti kepada Tuhan. Bakti ialah tali sadar yang dikukuhkan dengan

Panembah (ibadah)51

. Panembah akan menuntun hati manusia untuk kembali

mengingat keberadaan Tuhan dengan cara bertaubat atas dosanya, memalui niat yang

taat yaitu, menaati semua perintah dan menjauhi semua larangan-Nya. Maka hanya

dengan ketaatanlah yang menjadi tongkat untuk berbakti kepada Tuhan.

49

Puji, Jalan Rahayu, h. 1. 50

R.Tumenggung Hardjoprakoso dan R. Trohardono Soemadihardjo, Sasangka Jati, h. 119. 51

Puji, Jalan Rahayu, h. 2.

Page 74: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

62

“Ketahuilah para hamba, selama engkau masih hidup di dunia, engkau tetap menjadi

hamba Tuhan (Suksma Kawekas). Sekalipun Tuhan dan aku (Suksma Kawekas dan

Suksma Sejati) juga tela hada dalam dirimu, selama engkau masih hidup di dunia,

engkau bukan Tuhan, engkau bukan Aku, engkau adalah hamba. Sebagai hamba

harus berbakti kepada Tuhan, hamba harus percaya bahwa Tuhan itu hanya, yakni

Suksma Kawekas pribadi, yang menjadi sembahan yang sejati.”52

3). Budi Darma

Panembah merupakan bukti berbakti kepada Tuhan, akan tetapi apabila hanya

berbakti saja tidak akan sempurna, karena seorang siswa yang ingin manembah itu

harus suci terlebih kepada suci batin, yaitu dengan membiasakan diri berbuat baik dan

mulia atau membabarkan kasih sayang kepada semua makhluk,53

seperti menolong

orang lain yang sedang kesusahan sesuai dengan kebutuhan yang ditolong, serta

sesuai dengan kekuatan yang menolong.

Darma sendiri ialah pemberian kebaikan kepada siapa saja yang wajib

diberi.54

Wujud jari pada pemberian tidak hanya harta benda keduniawian, akan tetapi

perbuatan baik yang menolong orang lain itu berupa, tenaga atau pikiran yang sesuai

dengan kebutuhan yang ditolong atau diberi sesuai dengan kemampuan dengan yang

menolong. Sebagaimana dalam Sasangka Jati menjelaskan.

“Ketahuilah, bahwa sahnya itu harus dengan bersuci, tidak hanya suci lahir, tetapi

suci batinnya. Adapun kesucian batin dapat dituntun dengan kebiasaan diri dengan

perbuatan mulia atau utama, yaitu dengan cara membabarkan kasih sayang kepada

semua makhluk, yang berwujud menolong orang lain (kesengsaraan) sesuai dengan

kebutuhan yang ditolong, dan sesuai dengan kekuatan yang menolong.”55

4). Mengekang Hawa Nafsu

Agar mampu melaksnakan tiga kewajiban di atas, maka perlu dilandasi

dengan pengekangan hawa nafsu untuk mencegah perbuatan yang tidak baik. Pada

52

R.Tumenggung Hardjoprakoso dan R. Trohardono Soemadihardjo, Sasangka Jati, h. 120. 53

Suwaro Imam S. Konsep Tuhan Manusia, Mistik Dalam berbagai Kebatinan Jawa, h. 299. 54

Soewondo, Ulasan Kang Kelana, (Jakarta: Paguyuban Ngesti Tunggal, 2015), h. 128. 55

R.Tumenggung Hardjoprakoso dan R. Trohardono Soemadihardjo, Sasangka Jati, h. 122.

Page 75: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

63

dasarnya hawa nafsu adalah kekuatan badan jasmani. Oleh karena itu, agar kekuatan

badan jasmani menjadi baik hawa nafsu harus diarahkan sesuai petunjuk Tuhan.

Badan jasmani dibagi menjadi dua bagian yaitu badan jasmani kasar yang

terdiri dari alat pelaksana untuk melaksanakan keinginan (karep) diantaranya anggota

tubuh dan pancaindra (penglihatan, pendengaran, pengucapan, penciuman dan

perasaan)56

. Dan badan jasmani halus yang terdiri dari tiga bagian yaitu, angan-

angan, nafsu, dan perasaan57

.

Hawa nafsu adalah kekuatan yang berasal dari sari anasir penyusun badan

manusia, yaitu suasana (udara), api, air dan tanah. Kemudian menjadi bentuk nafsu-

nafsu yang ada dalam manusia yaitu,

a). Luamah, tercipta dari anasir tanah, berada di dalam daging manusia, watak

dari luamah ialah : jahat, tanak, serakah, malas, tidak tahu kebaikan dan

sebagainya. Disisi lain, apabila dilihat dati hal positifnya watak ini

mengandung dasar kekutan atau semangat seseorang.58

b). Amarah, tercipta dari anasir api, dalam manusia anasir ini digambarkan darah,

yang merata di sekujur tubuh manusia. Wataknya ialah : berhasrat kuat,

mudah tersingung, berangasan, pemarah. Dalam hal inni sifat amarah

merupakan jalan bagi sifat yang lainnya, terlepas perbuatan buruk atau

perbuatan baik. Tanpa adanya amarah maka segala sifat tidak akan bisa

terlaksana.59

56

R. Tumenggung Hardjoprakoso dan Trihardono Soemadihardjo, Sasangka Jati, h. 127. 57

Puji, Jalan Rahayu, h. 3. 58

R. Soemantri Hardjoprakoso, Arsip Sarjana Budi Santosa, h. 5. 59

R. Soemantri Hardjoprakoso, Arsip Sarjana Budi Santosa, h. 6.

Page 76: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

64

c). Sufiah, sifat ini tercipta dari anasir air, yang bentuk kasarnya berada di tulang

sumsum manusia. Adapun halusnya Sufiah menjadi kehendak. Sufiah adalah

nafsu yang menyebabkan adanya keinginan, kasmaran atau sengsem.60

d). Mutmainah, sifat ini tercipta dari anasir suasana (udara bersih), yang

digambarkan sebgai nafas manusia. Adapun watak dari sifat ini ialah : terang,

suci, bakti, kasih sayang.61

Pengekangan hawa nafsu merupakan bagian dari kekuatan badan jasmani

halus yang harus dilakukan oleh setiap manusia atau hamba untuk bisa melaksnakan

tiga kewajiban yang diatas. Dalam ajaran ini untuk dapat melaksanakan pengekangan

hawa nafsu ialah dengan tapa brata atau bisa disebut dengan puasa.

5). Budi Luhur

Apabila hawa nafsu telah ditaklukan, maka seorang hamba atau siswa dapat

menyempurnakan tiga kewajiban yaitu paugeran, panembah dan budi darma. Setelah

itu, seorang hamba atau siswa dengan mudah meningkat ke derajat yang lebih tinggi,

yaitu ketataran budi luhur dengan menyerahkan angan-angan kepada Sang Guru

Sejati.

Budi luhur ialah watak kemanusiaan yang telah disertai pepadang Suksma

Sejati dan yang telah ditunggali oleh sifat Tuhan Yang Maha Luhur di dalam hati

yang suci dan murni. Sedangkan budi pekerti manusia yang mulia adalah segala rupa

kelakuan baik yang bersifat rahayu, seperti: kasih sayang kepada sesama makhluk,

rela, narima, jujur dan adil. Kelakuan baik inilah yang menjadi jalan atau kendaraan

60

R. Soemantri Hardjoprakoso, Arsip Sarjana Budi Santosa, h. 7. 61

R. Soemantri Hardjoprakoso, Arsip Sarjana Budi Santosa, h. 8.

Page 77: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

65

manusia untuk dapat kembali kepada Tuhan dengan menunggali sifat keluhuran

Tuhan.62

Jadi budi luhur ialah tataran tertinggi manusia yang telah bertunggal dengan

Tuhan pada masa hidupnya. Karena seorang manusia atau hamba telah bisa

menunggali sifat dan keluhuran Tuhan.

4. Panembah

Tujuan dari pada ajaran Pangestu ialah untuk dapat bertunggal dengan Sang

Maha Hidup (Tripurusa). adapun proses untuk menuju kemanunggalan dengan Tuhan

ialah dengan melaksanakan Panembah. Ialah kesadaran manusia terhadap Tuhan (Tri

Purusa)63

. Panembah adalah kewajiban seorang hamba sebagai tanda bukti atau

ikatannya kepada Tuhan yang menguasai alam dan seisinya64

. Oleh karena itu,

diwajibkan kepada setiap hamba atau siswa untuk melakukan Panembah. Dalam

ajaran Pangestu terdapat tiga tingkatan dalam Panembah ialah :

1). Panembah Raga (hamba) kepada Roh Suci

Panembah Raga (hamba) kepada Roh Suci, yaitu untuk tataran yang masih

muda jiwanya.65

Panembah Raga disini bisa diibaratkan sorang calon siswa yang baru

belajar tentang Panembah. Dalam Panembah Raga ini terdiri dari dua panembah yaitu

Sembah Raga ialah raga menunjukan rasa hormat dengan sopan santun yang

meluhurkan Tuhan sebagai sembahannya66

. Dan Sembah Cipta ialah, sebuah

62

Puji, Jalan Rahayu, h. 3. 63

Soewondo, Ulasan Kang Kelana (Jakarta: Paguyuban Ngesti Tunggal, 2015), h. 189. 64

R. Tumenggung Hardjoprakoso dan Trihardono Soemadihardjo, Sasangka Jati, h. 127. 65

Pada Hakikatnya perkataan Jiwa muda, jiwa yang sudah dewasa, maksudnya ialah sebuah

klasifikasi dalam tataran kemjuan batin orang yang bertingkat. Jadi maksud dari Jiwa muda bukan

secara fisik akan tetapi dilihat dari tingkat keimanan yang mesih rendah. 66

R. Tumenggung Hardjoprakoso dan Trihardono Soemadihardjo, Sasangka Jati, h. 210.

Page 78: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

66

penghormatan terhadap tuhan melalui jiwa. Apabila cipta saja yang menyembah

tanpa gerakan raga, maka akan membuat ketidak sesuaian, karena manusia didunia

melihat sesuatu secara meteri, dalam hal ini dibutuhanlah praktek secara raga.67

Bisa dikatakan bahwa Panembah raga ini merupakan sembahyang yang

diartikan secara praktek. Sebagaimana ajaran ini melaksanakan ibadah sehari dua

kali, yaitu pada magrib sebagnyak tiga adegan (rakaat) dan subuh sebanyak empat

adegan (rakaat). Jadi sembah raga ialah pembelajaran secara praktek dan niat bagi

calon siswa.68

2). Panembah Roh Suci kepada Suksma Sejati

Panembah Roh Suci kepada Suksma Sejati, yaitu untuk tataran panembah

jiwa yang telah dewasa. Setelah Panembah Raga dilaksanakan dan dilakukan dengan

tertib setiap hari, seorang siswa atau hamba kemudian akan meningkat kepada tataran

yang lebih tinggi yaitu kepada jiwa yang telah lebih dewasa.69

Dalam Panembah Roh Suci kepada Suskma Sejati terdapat sembah kalbu

didalammnya. Adapun sembah Kalbu ialah tidak hanya raga dan ciptanya yang

mengingat keluhuran Tuhan, tetapi dengan rasa taat kepada Tuhan meresap kedalam

hati sanubarinya, yaitu sungguh-sungguh taat akan perintah Tuhan disertai cinta

kasihnya (bakti) kepada Tuhan.70

berarti seorang siswa atau hamba telah dapat

mensucikan hatinya, yaitu dengan membangun watak utama atau Panca Sila (rela,

67

R. Tumenggung Hardjoprakoso dan Trihardono Soemadihardjo, Sasangka Jati, h. 211. 68

Puji, Panembah (Jakarta: Tanpa penerbit, tanpa tahun) h. 3. Pada tanggal 11 Desember

2017. 69

Suwarno Imam S, Konsep Tuhan Manusia, Mistik dalam berbagai kebatinan Jawa, h. 230. 70

R. Tumenggung Hardjoprakoso dan Trihardono Soemadihardjo, Sasangka Jati, h. 212.

Page 79: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

67

narima, jujur, sabar dan budi luhur), sehingga hatinya bersih dan tidak mengotori

iman yang benar dan selalu sadar, percaya, taat kepada Tuhan.71

3). Panembah Suksma Sejati Kepada Suksma Kawekas.

Setelah jiwa seorang hamba melaksanakan panembah Roh Suci kepada

Suksma Sejati. Kemudian, seseorang harus melakukan Panembah Suksma Sejati

kepada Suksma Kawekas, yaitu tataran penembah yang didapat dilakukan, ketika

jiwa seseorang telah budi luhurnya atau bisa dikatakan jiwa seseorang telah bisa

mengendalikan sifat baiknya dan menjadi penggerak utama jiwanya, sehingga segala

gerak-gerik, tingkah-laku dan perkataannya merupakan bukan dari dirinya yang

menggerakan tetapi Suksma Kawekas yang telah menyatu dengannya72

.

Dalam panembah ini terdapat sembah Rasa ialah orang yang telah kepada

tataran “budi luhur” yaitu orang telah dapat menyerahkan angan-angan (cipta-nalar-

pengerti) kepada Suksma Kawekas, dengan merelakan hidup dan matinya. Jadi,

angan-angan yang tadinya dipakai sebagai penunduk hawa nafsu telah melakukannya

dengan baik, kemudian angan-angan tersebut diserahkan kepada pemiliknya yaitu

Suksma Kawekas. Dalam hal ini angan-angan telah dapat dengan tenang (tidak

bergerak), hanya mengikuti karsa Suskma Kawekas73

. Dalam pandangan mereka

bahwa orang yang sudah mencapai seperti ini mereka contohkan kepada para nabi-

nabi Tuhan dan kepada Bapak R. Soenarto Metrowerdojo.

71

Puji, Panembah, h. 2. 72

Puji, Penmbah, h. 1. 73

R. Tumenggung Hardjoprakoso dan Trihardono Soemadihardjo, Sasangka Jati, h. 209.

Page 80: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

68

B. Konsep Ajaran dan Praktek Ritual Sapta Darma

1. Wewerah Tujuh

Sebagaimana ajaran ini di beri nama Sapta Darma karena menggandung tujuh

macam Wewerah Suci atau Wewerah Pitu (Tujuh Petuah), yang menjadi sebuah

kewajiban khusus bagi penganut ajaran Sapta Darma, ada pun tujuh petuah ini ialah :

a) Setia dan tawakal pada adanya Panca Sila Allah, yaitu lima sifat keluhuran

Tuhan yang mutlak, Allah Hyang Maha Agung, Allah Hyang Maha Rakhim,

Allah Hyang Maha Adil, Allah Hyang Maha Wasesa, Allah Hyang Maha

Langgeng. (Setya Tuhu marang Allah Hyang maha Agung, Allah Maha

Rokhim, Allah Hyang Maha Adil, Allah Hyang Maha Wasesa, Allah Hyang

Maha Langeng).74

Dalam hal ini manusia diciptakan, dihidupi, serta dijadikan makhluk yang

tertinggi oleh Allah Hyang Maha Kuasa. Untuk dapat memiliki sifat-sifat budi

terhadap sesama umat manusia, memiliki sifat belas kasih sesama manusia, memiliki

sifat tidak membeda-bedakan manusia, memiliki sifat akan kesadaran manusia bahwa

manusia masih dalam lingkup Tuhan, serta memiliki sifat menyadari diri bahwa roh

yang berada dalam diri manusia ini merupakan Sinar Cahaya Allah atau Nur

Cahaya.75

Sebagaimana yang telah disebutkan bahwa manusia ialah makhluk yang

tertinggi, maka manusia harus berprilaku darma yaitu dengan melakukan sujud

menghadapkan Roh Suci kita kepada Allah Hyang Maha Kuasa setiap harinya, dan

74

Petir Abimayu, Buku Pintar Aliran Kebatinan dan Ajarannya, h. 98. 75

Sri Pawenang, Wewerah Kerohanian Sapta Darma (Yogyakarta: Yayasan Pusat SRATI

DARMA, 1962), h. 16.

Page 81: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

69

didasari dengan kesadaran mengakui serta menginsyafi dan meluhurkan lima sifat

yang merupakan perwujudan kehendak Allah, yang mereka sebut sebagai Pancasila

Allah. Maka dari itu, manusia seharusnya ingat dan sadar serta berusaha

menyelaraskan diri dengan lima sifat Tuhan (Pancasila Allah). Karena kehendak

Tuhan tersirat dalam lima sifat tersebut, sehingga siapa saja dapat dan berusaha

menyelaraskan diri dengan dasar kehendak Tuhan. maka akan dikaruniai kebahagiaan

hidup oleh Tuhan di dunia maupun di akhirat.

b) Dengan jujur dan suci hati harus setia dan menjalankan undang-undang

negaranya. (Kanthi jujur lan sucining ati, kudu setya anindakake angger-

angger ing negarane).76

Dalam hal ini Ajaran Sapta Darma menekankan kepada setiap warganya

untuk tetap mematuhi undang-undang negaranya. Tiap-tiap orang umumnya menjadi

warga negara suatu bangsa, mengingat undang-undang Negara merupakan suatu

peraturan dan penertiban warganya demi tercapainya keselamatan, kesejahteraan serta

kebahagiaan. Oleh sebab itu, menjadi keharusan bagi warga negaranya untuk

menjunjung tinggi, menjalankan dengan jujur dan suci hari serta dengan penuh

keikhlasan akan undang-undang negaranya. Misalnya, warga Sapta Darma disisi lain

sebagai warga Negara Republik Indonesia, maka warga Sapta Darma harus

menjunjung tinggi dan menjalankan dengan penuh kejujuran, keikhlasan, kesadaran,

kesetiaan dan kesucian akan undang-undang negaranya.77

76

Petir Abimayu, Buku Pintar Aliran Kebatinan dan Ajarannya, h. 98. 77

Remaja Kerohanian Sapta Darma, artikel diakses pada Tanggal 25 Februari 2018 dari

http://remaja7darma.blogspot.co.id/p/buku-wewarah.html.

Page 82: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

70

c) Turut serta menyingsingkan lengan baju menegakan berdirinya Nusa dan

Bangsanya. (Melu cawe-cawe acancunt tali wanda njaga adeging Nusa lan

Bangsane).78

Dalam rangka membina dan berjuang demi tercapainya keadilan,

kemakmuran, kesejahteraan, kebahagiaan dan kejayaan bangsanya. Maka dalam hal

ini setiap warga kerohanian Sapta Darma tidak boleh absen, masa bodoh atau ingkar

dari tanggung Jawab, melainkan harus turut ikut serta menyingsingkan lengan baju

bersama-sama dalam bahu-membahu berjuang sepenuhnya, untuk membela bangsa

dengan kemampuan dan keahlian pada bidangnya masing-masing. Sebagaimana yang

telah dilakukan oleh Bapak Panuntun Agung Sri Gutama ketika ia masih muda dan

ikut andil dalam perjuangan bangsa indonesia.79

d) Menolong siapa saja tanpa mengharapkan pamrih (keuntungan untuk diri

sendiri) atau balasan apa saja, melainkan berdasarkan rasa cinta dan kasih.

(Tulung marang sapa bae yen perlu kanthi ora endweni pamrih apa bae,

kajaba mung rasa welas lan asih).80

Cara untuk memberikan pertolongan itu beragam dan bermacam-macam

misalnya tenaga, harta, benda serta pikiran. Dalam ajaran Sapta Darma bentuk

pertolongan yang bisa ditawarkan selain yang telah disebutkan berupa Sabda Usaha,81

ialah suatu bentuk pertolongan guna menyembuhkan orang yang sedang sakit.

78

Remaja Kerohanian Sapta Darma, artikel diakses pada Tanggal 25 Februari 2018 dari

http://remaja7darma.blogspot.co.id/p/buku-wewarah.html. 79

Sri Pawenang, Wewerah Kerohanian Sapta Darma, h. 19. 80

Remaja Kerohanian Sapta Darma, artikel diakses pada Tanggal 25 Februari 2018 dari

http://remaja7darma.blogspot.co.id/p/buku-wewarah.html. 81

Sabda Usaha atau Penyembuhan di Jalan Tuhan ialah sebuah praktek penyembuhan yang

sesesuai dengan ketentuan ajaran Tuhan, mereka memandang bahwa segala penyakit manusia itu

Page 83: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

71

Dalam memberikan pertolongan pengusadan, janganlah didasarkan atas

pengharapan untuk menerima balasan, melankan pertolongan itu diberikan hanya atas

dasar rasa cinta kasih. Sebab dalam hal ini manusia hanya sebagai perantara akan ke-

Rokhiman Allah. Maka dari itu, bagi mereka yang melanggal wewerah ini akan

mendapaat hukuman Tuhan.

e) Berani hidup berdasarkan kekuatan atas kepercayaan diri sendiri. (Wani urip

kanthi kapitayan saka kekuatane dhewe).82

Allah Hyang Maha Kuasa telah memberikan manusia akal, budi dan pekerti

serta alat-alat yang cukup berguna untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, baik

kebutuhan jasmani maupun kebutuhan rohani. Warga Sapta Darma harus melatih dan

membiasakan diri, berusaha demi terpenuhi kebutuhan hidup atas kepercayaan,

bahwa bekerja secara jujur tidak boleh menginginkan hak orang lain. Apalagi

membiarkan hawa nafsu untuk dapat merugikan orang lain.83

Dalam hal ini seseorang harus memiliki kepercayaan yang penuh bahwa

bekerja jujur dengan penuh kesungguhan atas dasar keluhuran budi, akan dapat

memenuhi kebutuhan hidupnya.

f) Sikap kepada hidup bermasyarakat atau kekeluargaan, harus susila dengan

halusnya budi pekerti yang selalu memberikan jalan yang mengandung jasa

berasal dari dosa manusia itu sendiri. maka dari itu dalam ajaran ini kegunaan Sabda Usaha ialah untuk

menyembuhkan penyakit melalui jalan Tuhan. Sekretariat Tuntunan Agung Kerohanian Sapta Darma,

Sejarah Penerimaan Wahyu Wewarah Sapta darma dan Panuntun Angung Sri Guatama (Yogyakarta:

Sanggar Candi Rengga-Surokarsan Unit Penerbitan, 2010), h. 38. 82

Remaja Kerohanian Sapta Darma, artikel diakses pada Tanggal 25 Februari 2018 dari

http://remaja7darma.blogspot.co.id/p/buku-wewarah.html. 83

Sri Pawenang, Wewerah Kerohanian Sapta Darma, h. 20.

Page 84: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

72

serta memuaskan.(Tunduke marang warga bebrayan kudu susila kanthi

alusing budi pakarti, tansah agawe pepadang lan mareming liyan).84

Hidup bermasyarakat ialah hidup bersama-sama dengan orang lain di tengah-

tengah. Seluruh warga Sapta Darma harus bisa bergaul dengan siapa saja, tanpa

memandang jenis kelamain umur maupun kedudukan dengan pengertian bahwa

dalam hidup bersama sikapnya harus susila, sopan santun dan penuh kerendahan hati

serta tidak boleh congkak maupun sombong. Selain itu, Warga Sapta Darma dilarang

untuk membeda-bedakan dalam hal yang negatif kepada sesame manusia.85

g) Yakin bahwa di dunia tidak abadi, tetapi serba berubah (anyakra

manggilingan). (Yakin yen kahanan donya iku ora langgeng, tansah owah

ngingsir (anyakra manggilingan)).86

Perubahan keadaan dunia laksana berputarnya roda, karenanya Warga Sapta

Darma harus memahami hal ini, hingga dengan demikian Warga Sapta Darma tidak

boleh lagi bersifat statis, tetapi harus penuh dengan dinamika, penadi membawa, serta

menyesuaikan diri dengan mengikat waktu dan tempat (situasi).87

Bagi Warga Sapta Darma isi wewerah pitu ini wajib untuk dijalankan dengan

sungguh-sungguh serta diamalkan kepada semua umat, bukan hanya untuk sesama

Warga Sapta Darma saja.

84

Remaja Kerohanian Sapta Darma, artikel diakses pada Tanggal 25 Februari 2018 dari

http://remaja7darma.blogspot.co.id/p/buku-wewarah.html. 85

Sekretariat Tuntunan Agung Kerohanian Sapta Darma, Sejarah Penerimaan Wahyu

Wewarah Sapta darma dan Panuntun Angung Sri Guatama (Yogyakarta: Sanggar Candi Rengga-

Surokarsan Unit Penerbitan, 2010), h. 176. 86

Remaja Kerohanian Sapta Darma, artikel diakses pada Tanggal 25 Februari 2018 dari

http://remaja7darma.blogspot.co.id/p/buku-wewarah.html. 87

Sri Pawenang, Wewerah Kerohanian Sapta Darma, h. 20.

Page 85: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

73

2. Sujud

Intisari Ajaran ini tidak hanya wewerah tujuh saja, tetapi juga ada yang

disebut dengan “sujud” yang harus dilakukan dalam keseharian warganya. Sujud

adalah sebuah praktik persembahan atau menyembah Allah Yang Maha Kuasa dan

menjalankan kehidupnya berdasarkan Tujuh Kewajiban Suci (Darma), agar

mendapatkan keselamatan di dunia maupun di akhirat.88

selain itu, Sujud menjadi

sebuah jalan menuju kepada kekebahagiaan abadi atau kepada Allah Hyang Maha

Kuasa.

“Maka dalam Ajaran Sapta Darma, guna kesempurnaan hidup di dunia dan di akhirat,

haruslah manusia bersujud (berbakti) kepada Allah serta benar-benar

menjalankannya dan mengamalkan isi dari pada Wewerah Pitu (tujuh petuah).”89

Pelaksanaan Sujud sekurang kurangnya dilakukan sehari sekali, jika tidak

dilaksanakan maka hidup terhitung mundur 40 hari. Jika seseorang melaksanakan

sujud lebih dari sekali itu lebih baik. Karena ukuran pelaksanaan sujud bukanlah dari

seberapa sering seseorang warga melaksanakannya, tetapi dilihat dari seberapa

kesungguhan seseorang terbut untuk melaksanakan sujud.90

Proses pelaksanaan sujud tidak asal dan sembarangan, tetapi mmeiliki

aturannya dan gerakannya sendiri. sebagaimana yang dijelaskan dalam wewerah

mengenai sujud:

“Sesudah duduk dan tubuhnya tenang, hendknya mengucapkan di dalam batin

:”Allah Hyang Maha Agung, Allah Hayang Maha Rokhim, Allah Hyang Maha

Adil.” Sesudah tenang, di situ ada hawa (getaran) yang di dalam bergerak dari

bawah ke atas. Di situ ada tanda, di pucuk lidah ada rasa menusuk-nusuk (trecep-

88

Sekretariat Tuntunan Agung Kerohanian Sapta Darma, Sejarah Penerimaan Wahyu

Wewarah Sapta darma dan Panuntun Angung Sri Guatama, h. 165. 89

Sri Pawenang, Wewerah Kerohanian Sapta Darma, h. 35. 90

Sri Pawenang, Profile Kerohanian Sapta Darma (Yogyakarta: Sekretariat Tuntunan Agung

Unit Penerbitan, 1968), h.7.

Page 86: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

74

trecep). Lalu rasa itu naik keatas lagi hingga sampai di kepala, oleh karennya

menutup kelopak mata dengan getaran kepala terasa berat; tanda bahwa rasa

(getaran) getaran itu sudah kumpul semua di kepala, yang menyebabkan tubuh

bergoyang, lalu mulai merasakan sari-sari air yang ada ditulang tungging (silit

kodok) bergerak. Jalannya halus sekali naik melalui sendi-sendi tulang belakang.

Penundukan badan harus diikuti dengan enak sekali hingga dahi jatuh di tanah

(bawah). waktu kepala menunduk hinga tanah, lalu mengucap di dalam batin

:”Hyang Maha Suci sujud Hyang Maha Kudus” (tiga kali). kepala diangkat kembali

seperti di muka. Menunduk ketiga kalinya dengan mengucapkan di dalam batinya:

“Hyang Maha Suci bertaubat kepada Hyang Maha Kuasa” (tiga kali). lalu duduk

lagi, tubuh masih ditenangkan dalam beberpa menit lamanya.”91

Dalam Tahapan pertama yang harus dilakukan oleh seseorang adalah memulai

dengan sikap duduk tegak menghadap kearah timur92

. Bagi seorang laki-laki duduk

sikap tegak dengan melakukan sila tumpang maksudnya ialah posisi kaki kiri berada

di belakang kaki kiri, sedangkan bagi seorang perempuan duduk dengan bertimpuh

dan diperkenankan untuk mengambil sikap duduk seenaknya asal tidak meninggalkan

kesusilaan sikap duduk serta mengganggu jalanya geratan.93

Tahap kedua tangan bersidakep dengan posisi tangan kangan di depan tangan

kiri serta menentramkan badan. Kemudian mata melihat ke satu titik yang berjarak

satu meter ditanah tepat dihadapannya. Kepala dan punggung posisinya harus lurus

tegak serta keadaan harus tenang dan tentram, kemudian akan muncul getaran dalam

tubuh yang berjalan merambat dari bawah ke atas. Geratan ini harus merambat dari

bawah ke atas sampai ke kepala yang akan membuat mata terpejam dengan

sendirinya. Tanda bahwa getaran ini telah sampai ke atas, terasanya dingin pada

91

Sri Pawenang, Wewerah Kerohanian Sapta Darma, h. 36. 92

Adapun mengahadap kearah timur itu diartikan bahwa timur dalam bahwa jawa Wetan,

sedangkan Wetan berasal dari kata Kawitan atau wiwitan yang berarti permulaan. Jadi maksud

menghadap kearah timur dalam ajaran Sapta Darma ialah untuk menyadari bahwa manusia itu

diciptakan dan manusia pun berasal dari barang yang suci yaitu Sinar Cahaya Allah Hyang Maha

Kuasa. Maka dari itu manusia harus berbakti kepada Allah Hyang Maha Kuasa dengan cara Sujud. 93

Harun Hadiwijono, Kebatinan dan Injil, h. 33.

Page 87: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

75

ujung lidah seperti terkena angin (pating trecep) dan keluarnya air liur.94

Air liur

yang keluar di telan kembali sambil mengucapkan

“Allah Hyang Maha Agung,

Allah Hyang Maha Rokhim,

Allah Hyang Maha Adil.”

Tahapan berikutnya, ketika kepala sudah mulai terasa berat, hal ini

menandakan bahwa rasa telah berkumpul di kepala. Dari rasa yang berat ini

menjadikan tubuh mudah tergoyang, kemudian di mulai dengan merasakan jalannya

air sari yang ada di tulang ekor (brutu atau silit kodok), jalannya air sari merambat

dengan halus naik seolah-olah mendorong tubuh untuk membungkuk ke muka.

Proses pembungkukan ini harus terus di ikuti terus, bukan secara sengaja atau dengan

kemampuan sendiri, tetapi dengan rasa atau getaran tersebut. Kemudian posisi tubuh

akan membungkuk dan posisi dahi akan menyentuh tanah.95

Dalam posisi

membungkuk ini seseorang harus mengucapkan

“Hyang Maha Suci Sujud Hyang Maha Kuasa,

Hyang Maha Suci Sujud Hyang Maha Kuasa,

Hyang Maha Suci Sujud Hyang Maha Kuasa.”

Bacaan doa yang diucapkan ini menandakan gerakan sujud yang pertama

telah selesai. Kemudian kepala diangkat secara perlahan hinga seperti posisi semua,

sikap duduk tegak, kemudian melakukan sujud yang kedua. Gerakan dalam sujud

yang kedua sama halnya gerakan yang dilakukan dalam sujud pertama, tetapi setelah

posisi membungkuk, kepala menempel pada lantai, mengucapkan dalam hatinya.96

“Kesalahan Hyang Maha Suci Mohon Ampun Hyang Maha Kuasa

94

Sri Pawenang, Pedoman Pribadi Manusia Secara Kerohanian Sapta Darma (Yogyakarta:

Sekretariat Tuntunan Agung Unit Penerbitan,1968), h. 14. 95

Sri Pawenang, Pedoman Pribadi Manusia Secara Kerohanian Sapta Darma, h. 17. 96

Sri Pawenang, Pedoman Pribadi Manusia Secara Kerohanian Sapta Darma, h. 18.

Page 88: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

76

Kesalahan Hyang Maha Suci Mohon Ampun Hyang Maha Kuasa

Kesalahan Hyang Maha Suci Mohon Ampun Hyang Maha Kuasa.”

Setelah membaca doa ini sebanyak tiga kali kemudian perlahan menaikan kepala dan

tubuh kepada posisi semula, dan memasuki sujud ke tiga. Gerakan sujud tetap sama

seperti gerakan yang pertama dan yang kedua, sampai pada dahi menyentuh tanah.

Kemudian mengucapkan dalam hatinya.97

“Hyang Maha Suci Bertaubat Hyang Maha Kuasa

Hyang Maha Suci Bertaubat Hyang Maha Kuasa

Hyang Maha Suci Bertaubat Hyang Maha Kuasa.”

Dalam setiap melakukan persujudan seseorang harus mengucapkan beberapa

doa yang telah ditentukan, adapun makna-makna pengucapan doa ketika

melaksanakan sujud :

1) Ucapan, Allah Hyang Maha Agung, Allah Hyang Maha Rokhim, Allah

Hyang Maha Adil, artinya ialah untuk mengingat dan menghormati sifat

mutlak keluhuran Allah Hyang Maha Kuasa dan menganggungkan serta

Meluhurkan Asma-Nya.98

Pengucapan Asma ini tidak hanya diucapkan pada saat sujud saja, tetapi

apabila warga Sapta Darma akan melalui suatu perbuatan Darma yang

didahului dengan Semedi atau eling dengan mengucapkan Asma Allah ini.99

2) Ucapan, Hyang Maha Suci Sujud Hyang Maha Kuasa hal ini bukan berarti

Tuhan bersujud, Hyang Maha Suci disini ialah sebutan Roh Suci seorang

manusia yang berasar dari Sinar Cahaya Allah. Sedangkan, Hyang Maha

97

Sri Pawenang, Pedoman Pribadi Manusia Secara Kerohanian Sapta Darma, h. 19. 98

Sri Pawenang, Wewerah Kerohanian Sapta Darma, h. 32. 99

Hasil Wawancara bersama bapak Soekamto (Pengurus dan Penganut Ajaran Sapta Darma)

Pada tanggal 23 Februari 2018.

Page 89: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

77

Kuasa ialah sebutan Allah yang menguasai semesta dengan segala isinya

termasuk manusia baik rohani maupun jasmani. Dan Sujud ialah penyerahan

diri sepenuhnya kepada Allah Hyang Maha Kuasa. Jadi bisa dikatakan

maksud dari Hyang Maha Suci Sujud Hyang Maha Kuasa seorang hamba

memohon penyerahan diri atau berbakti kepada Allah Hyang Maha Kuasa. 100

3) Kesalahan Hyang Maha Suci Mohon Ampun Hyang Maha Kuasa. Arti dari

pengucapan ini ialah, setelah kita menyadari dan menelaah kesalahan-

kesalahan kita di setiap harinya, Roh Suci kemudian memohon ampun kepada

Hyang Maha Kuasa atas segala dosa-dosanya.101

4) Hyang Maha Suci Bertaubat Hyang Maha Kuasa pengucapan ini berarti

bertaubatnya Roh Suci untuk tidak lagi mengulangi segala kesalahan atau

perbuatan yang dilarang.102

Maka dalam hal ini warga Sapta Darma

diharapkan melatih diri agar dengan sungguh-sungguh untuk mencapai

sujudnya yang sesuai dengan Wewerah.

Pada dasarnya sujud dalam wewerah ini bertujuan untuk membimbing dan

menuntun jalannya air sari. Air sari atau air suci ini berasal dari sari-sari bumi yang

akhirnya menjadi bahan makanan manusia. Sari-sari makanan inilah yang menjadikan

adanya air sari atau air suci yang ada pada tubuh manusia, tempatnya di tulang ekor.

Bila bersatunya getaran Sinar Cahaya dengan getaran air sari, akan menimbulkan

100

Sri Pawenang, Wewerah Kerohanian Sapta Darma, h. 33. 101

Hasil wawncara bersama Bapak Soekamto, (Pengurus dan Penganut Ajaran Sapta Darma).

Pada tanggal 23 Februari 2018. 102

Sri Pawenang, Wewerah Kerohanian Sapta Darma, h. 33.

Page 90: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

78

daya kekutan yang besar. Kekuatan ini diesbut dengan Atom Berjiwa yang ada pada

pribadi manusia.

Keuatan atau daya (Atom Berjiwa) ini berguna untuk membersihkan atau

mengusir kuman-kuman dan penyakit dalam tubuh manusia, serta mententramkan

atau menindas nafsu angkara murka, mencerdaskan pikiran dan memiliki

kewaskitaan.103

Setelah kekuatan ini berada pada ubun-ubun akan mewujudkan Nur

Cahaya, yang mengakibatkan naiknya ruh kepada Hyang Maha Kuasa, untuk

menerima perintah-perintah atau petunjuk yang berupa isyarat atau kias, seperti

gegambaran, tulisan-tulisan.104

Syarat agar seorang warga memiliki kekuatan seperti itu, tiada lain ialah

pengolahan dan penyempurnaan budi pekerti yang menuju kepada kekeluhuran sikap

dan tindakan sehari-hari. Pengolahan dan peyempurnaan ini hanya dilakukan bagi

warga yang sudah mampu, maksudnya ialah seseorang selalu mencetak atom berjiwa

pada pribadinya. Atom ini dipergunakan untuk prikemanusiaan seperti menolong

orang sakit.

3. Racut

Dalam Ajaran Sapta Darma selain wewerah pitu dan sujud mereka pun

memiliki konsep lain untuk mencapai Tuhan yaitu Racut, dalam masyarakat Jawa

103

Maksud dari kewaskitaan ini ialah, seperti kewaskitaan akan penglihatan, penglihatan

pendengaran, penciuman, tutur kata serta percakapan serta kewaskitaan rasa. 104

Sri Pawenang, Dasa Warsa Kerohanian Sapta Darma (Yogyakarta: Sekretariat Tuntunan

Agung Unit Penerbitan, 2012), h 27.

Page 91: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

79

menyebutnya dengan ngrogoh sukma (mengeluarkan roh dari raganya).105

sebagaimana penerimaan wahyu Racut yang diberikan kepada bapak Hardjosapoero:

“Tepat pada tanggal 13 Februari 1953 pukul 10.00 WIB berkumpulah bapak

Hardjosapoero berserta lima sahabatnya, sedang bercakap-cakap, tiba-tiba dengan

sendirinya bapak Hardjosapoero berkata “Kanca-kanca Delengen Aku Arep Mati,

Amat-Amat Ana Aku” (Kawan-Kawan Aku Lihatlah Aku Akan Mati, Amat-

Amatilah Aku”). Kemudian berbaringlah Bapak Hardjosapoero dan memejamkan

mata untuk mati. Dalam pelaksanaan penerimaan wahyu ini Bapak Harjosapoero

menceritakan pengalaman mati dalam hidupnya, beliau merasakan bahwa rohnya

telah berpisah dengan badan wadagnya, yang kemudian naik menuju alam

langgeng dan sampailah disebuah rumah yang besar indah, terlihat seseorang yang

bersinar laksana Maha Raja. Kemudian bapak Hardjosapoero sujud dan

menyembah kepada Hyang Maha Kuasa. Seselesainya sujud, bapak Hardjosapoero

diayun-ayunkan, setelah itu diantar ke taman bunga yang indah sekali, lalu diantar

ke sebuah sumur yang penuh dengan air bersih, kemudian diantarnya kembali ke

sumur yang kedua yang penuh dengan air pula. Kedua sumur ini dinamakan Sumur

Gumuling dan Sumur Jalatunda. Kemudian orang yang bersinar itu bersabda

“inilah untuk mu” sambil menyodorkan dua budah keris pusaka. Dua belah keris

ini bernama Negrosoro dan Bendo Segodo. Kemudian kembali kepada badannya

dan inilah yang dinamakan Racut.” 106

Racut ialah memisahkan rasa perasaan (angan-angan pikiran) untuk

menghadap Allah Hyang Maha Kuasa dan setelah selesai ruh ini diperintahkan untuk

kembali lagi ke raga awalnya. Keadaan ini bisa disebut “mati sajroning urip” (mati

dalam hidup), maksud yang mati hal ini ialah pikiran, angan-angan dan kemauan.

Setelah ditundukannya pikiran, angan-angan dan kemauan, kemudian roh dapat

melayang menghadap Allah Hyang Maha Kuasa. Perginya roh kepada Allah Hyang

Maha Kuasa ini bertujuan untuk mengetahui keadaan setelah meninggal dan

kembali kepada Allah Hyang Maha Kuasa.

105

Remaja Kerohanian Sapta Darma, artikel diakses pada Tanggal 02 Maret 2018 dari

http://remaja7darma.blogspot.co.id/p/racut.html. 106

Sekretariat Tuntunan Agung Kerohanian Sapta Darma, Sejarah Penerimaan Wahyu

Wewarah Sapta darma dan Panuntun Angung Sri Guatama (Yogyakarta, Sanggar Candi Rengga-

Surokarsan Unit Penerbitan, 2010), h. 15-16.

Page 92: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

80

Pelaksanaan Racut dilakukan setelah melaksankan sujud wajib dengan

menambahkan satu bungkukan yang diakhiri dengan ucapan di dalam batin. racut

bukanlah hal yang mudah di praktekan, maka dari itu, perlu melakukan latihan

secara terus-menerus dan bertahap hingga bisa untuk melakukan racut ini.

Implementsi dari melaksnakan Racut ini memungkinkan seseorang memiliki ke-

waskitaan (kewaspadaan) yang tinggi.

4. Ening atau Samadi

Ajaran Sapta darma mengajarkan kepada warganya untuk melaksanakan

Ening atau Samadi. Ening ialah sebuah ajaran untuk dapat menenangkan pikiran

dengan mengucapkan Allah Hyang Maha Agung, Allah Hyang Maha Rokhim, Allah

Hyang Maha Adil.

Dalam pelaksanaan Ening atau Samadi ini orang akan mendapatkan hasil

yang luar biasa, antara lain dapat melihat dan mengetahui keluarga yang tempatnya

jauh, dapat melihat arwah leleuhur yang sudah meninggal, dapat mendeteksi atau

mengetahui perbuatan yang dilakukan atau tidakny, dapat melihat tempat angker dan

dapat menghilangkan keangkeran tempat tersebut, serta dapat menerima wahyu dan

mendapat berita ghaib.107

Ketika seseorang telah menyapai pada tataran ini, maka seseorang atau

manusia tersebut akan mendapatkan suatu kelebihan seperti, dapat melihat

keluarganya yang jauh, dapat menetralisir tempat tempat angker dan dapat menerima

107

Sekretariat Tuntunan Agung Kerohanian Sapta Darma, Sejarah Penerimaan Wahyu

Wewarah Sapta darma dan Panuntun Angung Sri Guatama, h. 189.

Page 93: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

81

wahyu.108

Dalam pelaksanaan Ening ini tidak semua Warga Sapta Darma dapat

melaksanakaannya sebab hal yang harus dilakukan untuk mencapai Ening yang

sempurna ialah dengan ketenangan hati yang teguh dan penuh dengan keyakinan.

108

Hasil wawancara dengan bapak Sukanto (Pengurus dan Penganut Ajaran Sapta Darma)

Pada tanggal 23 Februari 2018.

Page 94: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

82

BAB IV

ANALISA PERBANDINGAN

A. Kesaksian Terhadap Tuhan (Kredo)

Setiap penganut kepercayaan atau keagamaan harus memiliki keyakinan

terhadap apa yang mereka yakini. Sebagai sebuah langkah awal untuk menuju ikatan

antara hamba dengan Tuhan. maka harus ada sebuah ikrar atau sebuah kesaksian

antara seorang hamba dengan Tuhan, dalam Istilah keilmuan disebut dengan Kredo,

sedangkan dalam beberapa tradisi keagamaan seperti Islam, disebut sebagai

Syahadat.

Begitu halnya dengan kedua ajaran ini, mereka sama-sama memiliki sebuah

pernyataan kesaksian terhadap Tuhan-Nya masing-masing, untuk membentuk sebuah

ikatan dengan Tuhan yang mereka yakini. Dalam Tradisi ajaran Pangestu mereka

menyebutnya dengan “Paugeran”, sedangkan dalam Tradisi ajaran Sapta Darma

mereka menyebutnya dengan “Mblong Nur Roso”.

Dalam ajaran Pangestu setiap anggota baru atau seseorang yang telah sadar

terhadap keyakinan kepada Suksma Kawekas, maka seseorang tersebut harus

mengucapkan kalimat suci (Paugeran).1 Paugeran ini merupakan sebuah langkah

awal yang harus dilakukan oleh setiap warga atau anggota Pangestu, karena tanpa

tertanamnya rasa percaya terhadap Sang Pencipta, maka seseorang itu tidak akan

pernah mencapai kepada kelepasannya atau Mistisimenya. Seperti yang telah

dijelaskan dalam Sasangak Jati dalam Hasta Sila pada bagian Tri Sila di poin kedua,

1 R. Tumenggung Hardjoprakoso dan R. Trihardono Soemadihardjo, Sasangka Jati (Jakarta,

Paguyuban Ngesti Tunggal, 2014), Cet-ke 7, h. 117.

Page 95: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

83

yaitu: “Percaya”, dimana seseorang harus percaya bahwa tiada Tuhan yang benar-

benar disembah selain Suksma Kawekas (Allah),2 adapun bunyi dari Paugeran itu

sendiri ialah:

“Suksma Kawekas adalah tetap menjadi sembahan hamba yang sejati, adapun

Suksma Sejati adalah tetap menjadi Utusan Tuhan Sejati, serta menjadi penuntun

dan Guru hamba yang sejati. Hanya Suksma Kawekas pribadi yang menguasai

alam semua seisinya, hanya Suksma Sejati yang menjadi pribadi yang menuntun

para hamba semua. semua kekuasaan ialah kekuasaan Suksma Kawekas, ada pada

Suksma Sejati, adapun hamba ada di dalam kekuasaan Suksma Sejati.”3

Dalam ajaran Sapta Darma kredo atau Mblong Nur Roso, ini menjadi pintu

penghubung dengan Sinar Cahaya Allah dengan Tuhan.4 Penghubung ini bertutujan

untuk menghubungkan rasa (ruh) manusia dengan ruh Tuhan. Hubungan antara ke

dua rasa atau Ruh ini sering disebut dengan Jalane Nur Roso. Hal ini guna untuk

menoptimalkan spiritual manusia untuk menyatu dengan Tuhan, karena pernyataan

kesaksian hamba terhadap Tuhan itu merupakan langkah paling awal untuk menuju

Mistisisme Sapta Darma.

Dari kedua ajaran ini penulis menilihat bahwa diantara ajaran ini

mengharuskan penganut atau umatnya untuk melakukan sebuah Ikatan dengan

Tuhan-Nya masing-masing, dengan melalui sebuah ikrar yang diucapkan atau

dipraktekan oleh penganutnya masing-masing. Sebagai sebuah jalan untuk mencapai

tujan akhir manusia.

2 R. Tumenggung Hardjoprakoso dan R. Trihardono Soemadihardjo, Sasangka Jati, h. 9.

3 R. Tumenggung Hardjoprakoso dan R. Trihardono Soemadihardjo, Sasangka Jati, h. 119. 4 Wawancara dengan bapak Soekamto (pengurus dan penganut ajaran Sapta Darma), 29 maret

2018.

Page 96: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

84

B. Konsep Jiwa (Ruh) Berasal dari Pancaran (Emansi)

Emanasi adalah suatu teori tentang terciptanya alam semesta dari pancaran

Tuhan.5 kata Emanasi berasal dari bahasa inggris Emanation yang berarti

Pemancaran.6 Jadi bisa dikatakan emanasi merupakan suatu proses munculnya

sesuatu dari pancaran, bahwa yang dipancarkan itu sama substansinya dengan yang

memancarkan. Selain itu, emanasi juga berarti, realitas yang keluar dari sumber

(seperti cahaya yang keluar dari matahari). Dengan beremanasi itu, maka The One

(mengutip perkataan Plotinus) tidak mengalami perubahan, emanasi itu sendiri tidak

berada di dalam ruang dan waktu. Akan tetapi ruang dan waktu itu ada berada di titik

paling bawah dalam proses emanasi.7 Maka ruang dan waktu itu merupakan sebuah

pengertian akan suatu dunia benda.

Dalam hal ini, kedua ajaran kebatinan Pangestu dan Sapta Darma sama-sama

memiliki ajaran tentang adanya konsep emanasi, yaitu menyakini bahwa manusia itu

merupakan pancaran atau peletikan api dari Tuhan. Sebagaimana dalam ajaran

Pangestu mereka menyatakan bahwa manusia (Ruh Suci) itu merupakan Pletikan Api

(Pancaran) dari Tuhan (Suksma Kawekas), dalam hal ini mereka mengenal Tri Purusa

yaitu Tuhan satu yang bersifat tiga (Suksma Kawekas, Suksma Sejati dan Roh Suci),

yang menjadi penggambaran tentang sebuah emanasi, hal ini dijelaskan dalam Sabda

Pratama bagian ke II bahwa:

“Bahwa semua sifat hidup itu berasal dari Suksma Kawekas, Tuhan seru sekalian

alam, beradanya sembahan yang sejati ialah Sumber Hidup, yang akan kembali

5 Atang Abdul Hakim dan Beni Ahmad Saebani, Filsafat Umum: Dari Metodologi Sampai

Teosofi (Bandung: Pustaka Setia, 2008), h. 460. 6 Jhon M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia (Jakarta: PT Gramedia

Utama Jakarta), Cet-ke 29, h. 210. 7 Bertens, Ringkasan Sejarah Filsafat, (Jogjakarta: Kanisius, 1975), h. 18-19.

Page 97: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

85

kepada-Nya. Sejatinya hidup itu satu, yang abadi keadaanya, meliputi semesta alam

seisinya.”8

Dalam sabda tersebut menegaskan bahwa Suksma Kawekas merupakan zat

yang menjadi pusat dan utama terjadinya alam semesta ini, bahkan manusia

merupakan bagian dari pada Suksma Kawekas.

Begitu pula halnya dengan ajaran Sapta Darma menyatakan bahwa manusia

merupakan (Roh Suci) pancaran dari Sinar Cahaya Tuhan. Dalam penjelasannya,

mereka menjabarkan konsep emanasi melalui lambang ajarannya. Bahwa terdapat

empat sudut dalam belah ketupat, hal ini menggambarkan sudut atas diartikan Sinar

Cahaya Allah, sudut bawah diartikan sebagai sari bumi dan kedua sudut kanan dan

kiri itu diartikan sebagai perantara terjadinya manusia. Dalam belah ketupat itu

terdapat sebuah tepi yang berwarna hijau tua, ajaran ini mengartikan sebagai badan

jasmani. dan belah ketupat itu memiliki warna dasar hijau muda yang dalam ajaran

ini artikan sebagai Sinar Cahaya Allah.9 Hal ini dapat dinyatakan bahwa dalam badan

jasmani seseorang telah terbabar Sinar Cahaya Allah, yang mereka sebut sebagai

Rasa atau Ruh.

Secara tidak langsung ajaran Pangestu dan ajaran Sapta Darma menyakini

bahwa di dalam diri manusia (Jiwa) itu terbabar percikan Tuhan atau Sinar Cahaya

Tuhan. Itulah sebebanya mengapa setiap warga Pangestu diwajibkan untuk

melaksanakan Panembah (Ibadah) dan begitu pula halnya dengan warga Sapta Darma

dianjurkan untuk melaksanakan Sujud, agar manusia itu sadar bahwa didalam diri

manusia terdapat sesuatu yang “suci”.

8 R. Soenarto Mertowerdojo, Sabda Pratama, h. 3.

9 Sri Pawenang, Wawerah Kerohanian Sapta Darma, h 25.

Page 98: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

86

Konsep jiwa berasal dari yang satu ini merupakan sebuah pengetahuan awal

menuju kepada akhir kedua ajaran ini yaitu Mistisisme. Tanpa ada sebuah

pengetahuan tentang asal muasal dasar jiwa ini, maka kita tidak akan bisa

menemukan titik tujuan ajaran ini. Itu sebabnya mengapa dari kedua ajaran ini selalu

mengajarkan bahwa kita harus saling berbuat baik sesama manusia dan menjujung

tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Karena mereka sadar bahwa tanpa ada sebuah

perbuatan baik seseorang itu tidak akan pernah sampai kepada tujuan ajarannya

masing-masing.

C. Konsep penaklukan Hawa Nafsu

Mistisme merupakan aspek puncak yang menjadi tujuan beradanya kedua

aliran kebatinan ini, aliran kebatinan lahir bukan serta merta hanya ingin memberi

tahu kepada umat manusia, cara untuk dapat kembali kepada Tuhan. akan tetapi,

seorang manusia harus bisa memantaskan diri sebelum seseorang itu kembali dan

bertunggal kepada Tuhan. tidak ada suatu aliran kebatinann yang tidak mengajarkan

kebaikan, melaikan cara dan proses ajarannya yang berbeda.

Dalam ajaran Pangestu ketika Suksma Kawekas menciptakan alam ini dengan

karsanya, maka timbulah empat unsur yang menjadi bahan utama penciptaan alam.

keempat unsur ini menjalma menjadi sebuah sifat atau nafsu manusia, yang tadinya

merupakan bahan baku utama penciptaan manusia. seperti unsur tanah yang

menjelma menjadi sifat Lauwamah digambarkan sebagai sifat buruk, kedua unsur api

yang menjelma menjadi nafsu Amarah digambarkan sebagai sifat pendorong,

penyemangat. Ketiga, unsur air, menjelma menjadi sifat Sufiah digambarkan sebagai

sifat keinginann terhadap suatu hal yang baik, dan terakhir unsur Suasana (udara

Page 99: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

87

bersih) yang menjelma menjadi sifat Mutmainah digambarkan sebagai sifat yang

baik.10

Dari adanya sifat manusia inilah menjadikan manusia itu bermacam-macam

wataknya. Ada yang pemarah, serakah, penolong dan pemaaf, itu semua merupakan

di bawah kendali hawa nafsu seseorang. Maka dari itu dalam ajaran Pangestu ini,

mengajarkan seseorang agar dapat menegndalikan jatah porsi hawa nafsunya agar

tidak ada yang berlebihan.

Begitu pula halnya dalam ajaran Sapta Darma mereka memiliki konsep bahwa

di dalam diri manusia itu terdapat empat nafsu yang menjadi penggerak utama

manusia, yaitu nafsu Lawamah, nafsu Amarah, nafsu Sufiah, nafsu Mutmainah.

sebagaimana yang digambarkan dalam lambing ajaran ini. Dimana terdapat sebuah

lingkaran yang sepusat yang terdiri dari empat warna, hitam (Lawwamah), merah

(Amarah), kuning (Sufiah), dan putih (Mutmainah).11

Ruh Suci merupakan pancaran Tuhan akan tetapi ketika diturunkan dibumi

Ruh Suci ini dibungkus oleh empat unsur yang menjelma menjadi manusia, setelah

terciptanya manusia. unsur tersebut menjadi sifat yang dimiliki oleh manusia. dalam

ajaran Pangestu dianjurkan untuk selalu mengolah rasa kedalam dan melihat kedalam

diri, sebagaimana tujuan ajaran ini “berusaha untuk bertunggal kembali kepada-Nya”.

Maka sebelum seseorang itu dapat menuju kebetunggalan seseorang itu harus

mensucikan dirinya terlebih dahulu, dengan melakukan Panembah, Tapa Brata, Olah

Rasa.12

Hal ini bertujuan untuk agar manusia senantiasa dapat mengontrol hawa

10

R. Tumenggung Hardjoprakoso dan R. Trihardono Soemadihardjo, Sasangka Jati, h. 51. 11

Sri Pawenang, Waerah Kerohanian Sapta Darma, h. 22. 12

Ceramah Pencerahan dengan ibu Titis (Penganut dan Pengurus Pangestu) 7 Desember

2017.

Page 100: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

88

nafsunya, karena apabila manusia tidak dapat mengontrol hawa nafsunya, maka yang

akan mengusasi seluruh jiwanya ialah nafsunya sendiri. misalnya saja, ketika

seseorang itu memiliki watak yang tamak dan suka pemarah, itu sesungghnya sifat

yang paling dominan ia kembangkan ialah sifat Lauwamah dan Amarah, sehingga

seseorang menjadi buruk sifatnya. Dan apabila seseorang itu memiliki watak

penolong suka memberi itu pertanda bahwa sifat Sufiah dan Mutmainah lebih

dominan dalam diri seseorang.13

Dalam prosesnya kedua ajaran ini memiliki praktik penaklukan yang berbeda

walau diatas telah dijabarkan bahwa kedua ajaran ini memiliki konsep hawa nafsu

yang sama dalam penyebutan atau istilah yang sama. Dalam Ajaran Pangestu

penaklukan hawa nafsu, berusaha merubah posisi sifat yang buruk Lawwamah yang

dengan mendahulukan sifat yang baik Mutmainah, dengan cara melaksanakan Trisila

dan Hasta Sila. dimana seseorang akan diuji secara sifat seperti seseorang itu harus

sabar dan harus ihlas dalam keadaan apapun karena ketika seseorang 14

Sebagaimana telah disebutkan pada bab sebelumnya, bahwa kunci awal untuk

mencapai mistisme dalam ajaran Pangestu, seseorang harus bisa mengamalkan Hasta

Sila terlebih dahulu. Untuk dapat mengamalkan Hasta Sila, seseorang harus dapat

mengendalikan hawa nafsunya agar dapat sesuai dengan karsa Tuhan. Inilah point

awal yang harus dilakukan oleh warga atau pengikut Pangestu, karena apabila tidak

bisa mengamalkan Hasta Sila, maka mustahil bagi seseorang itu untuk dapat kembali

kepada-Nya atau bertunggal dengan Suksma Kawkas. inilah tujuan mengapa harus

13

R. Soemantri Hardjoprakoso, Arsip Sarjana Budi Santosa, h. 7-11. 14

R. Tumenggung Hardjoprakoso dan R. Trihardono Soemadihardjo, Sasangka Jati, h. 52.

Page 101: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

89

ada sebuah konsep penaklukan hawa nafsu, agar semua penganut ajaran Pangestu

dapat melaksanakan Hasta Sila.

Tidak hanya ajaran Pangestu yang menganjurkan umat atau pengikutnya untuk

dapat mengontrol hawa nafsunya,begitu pula dengan halnya ajran Sapta Darma yang

menganjurkan pengikutnya untuk selalu mengendalikan hawa nafsu dengan cara

bersujud. Sebagaimana telah disebutkan dalam bab sebelumnya, bahwa manusia itu

memiliki empat nafsu terdiri dari nafsu Lawwamah, nafsu Amarah, nafsu Sufiah dan

nafsu Mutmainah, Dari kemmpat sifat yang berbeda-beda ini memiliki gambarannya

masing-masing. sifat Lawwamah atau nafsu angkara digambarkan sebagai sifat yang

kotor, bahkan dikatakan sifat ini digambarkan sebagai sebuah kata kata yang keluar

dari mulut, akan tetapi kata kata tersbut merupakan hal yang buruk. Sifat Amarah

digambarkan sebagai sifat kejam, pemarah. Kemudian, sifat Sufiah yang

digambarkan sebagai sifat yang bersifat pendorong atau rasa keinginan. Yang terakhir

sifat Mutmainah yang digambarkan sebgai sifat yang baik atau sifat yang suci.15

dalam prakteknya ajaran Sapta Darma menganjurkan untuk selalu melaksanakan

sujud, sebuah praktek untuk mengolah jalannya air sari dalam tubuhnnya agar bisa

menghilangkan sari bumi dan mendapatkan sifat Nur Cahaya Allah.

Dari hal ini bisa disimpulkan bahwa dalam Ajaran Pangestu dan Ajaran Sapta

darma menganjur kepada manusia agar senantiasa menggali diri, mengolah rasa

pribadinya sendiri agar seseorang dapat bertunggal dengan Tuhannya. Hakikatnya

sesuatu yang suci itu akan kembali kepada yang suci lagi, kerena manusia itu

15

Wawancara dengan bapak servarius (pengurus dan penganut ajaran Sapta Darma), pada

tanggal 2 April 2018.

Page 102: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

90

merupakan bersasal dari hakikat dari yang suci. Ini lah yang menjadi kesamaan

diantara kedua ajaran ini. Akan tetapi perbedaan diantara kedua ajaran ini ialah secara

Prakteknya yang harus dijalankan dalam proses penaklukan hawa nafsu ini.

D. Pencapaian Budi Luhur

Setalah berbicara tentang pengolahan nafsu yang dapat mengendalikan jiwa

manusia, kebanyakan dari aliran kebatinan membicakan tentang persoalan Budi

Luhur, yang merupakan batasan seseorang dalam tingkatan keluhuran manusia.

Karena budi luhur sendiri tidak akan di dapat dengan sendirinya, akan tetapi dengan

pengolahan jiwa tersebut. maka penaklukan hawa nafsu itu merupakan menjadi

langkah awal untuk menju kepada budi luhur.

Dalam ajaran Pangestu sendiri budi luhur dicapai ketika seseorang itu dapat

mengamalkan Hasta Sila (Tri sila dan Panca Sila). dalam pandangan ajaran ini,

menyatakan bahwa ada dua ranah dalam berbicara masalah Hasta Sila, pertama

secara vertikal (Tri Sila) dan secara horizontal (Panca Sila). Seseorang ini harus

menagamalkan Tri Sila (sadar, percaya dan taat), ini merupakan menjadi kunci

seseorang untuk dapat menegtahui keyakinannya. Sadar sendiri dalam ajaran ini,

merupakan sebuah keyakinan dan kesaksian kepada Tuhan bahwa tiada Tuhan yang

lain selain untuk di sembah, maka hal ini benar-banar harus diamalkan dan selalu

diyakinkan dengan ucapan seperti Kredo.16

Percaya dalam hal ini pula harus

diamalkan dengan benar benar mempercayai bahwa apa yang telah disadari itu

menjadi keyakinannya. Selain itu, percaya ini pula menjadi sebuah tali penghubung

antara hamba dengan Tuhan. Sedangkan, Taat sendiri merupakan sebuah kepatuhan

16

R. Soemantri Hardjoprakoso, Arsip Sarjana Budi Santosa, h. 49.

Page 103: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

91

seorang hamba kepada Tuhannya, dalam hal ini seseorang harus benar benar bisa

menjalankan segala perintah Tuhan.17

sebagaimana Suksma Kawekas memerintahkan

untuk mendalamkan Hasta Sila dan berpanembah, maka hal itu menjadi sebuah

keharusan bagi para warga pangestu.

Pada dasarnya Tri Sila ini merupakan amalan seorang hamba kepada Tuhan,

agar senantiasa mengingat dan berpanembah kepada-Nya. Sehingga wajib bagi setiap

warga Pangestu untuk terus secara berulang melakukan Tri Sila. Karena hidup itu

butuh sebuah keseimbangan, sebagaimana dalam lambang aliran kebatinan ini.18

maka pentinglah Panca Sila (rela, narima, jujur, sabar dan budi luhur) untuk

keseimbangan dalam pencapaian tujuan akhir yaitu bertunggal. Panca Sila ini bersifat

horizontal lebih kepada pengolahan sifat manusia, serta hubungannya dengan

seseamanya, maka setelah seseorang itu dapat mengendalikan hawa nafsunya,

diwajibkan baginya untuk mengamalkan Panca Sila. misalnya rela, ketika seseorang

telah menahan dan mengendalikan hawanya, maka tidak akan ada timbul sifat

Amarah, yang berujung kepada kekcewaan. Disini seeorang akan dilihat dan di uji

sejauh mana jiwa manusia untuk tetap rela bahwa dunia ini sesungguhnya milik-

Nya.19

17

Ceramah Pencerahan bersama Bapak Puji ke 4. (Pengurus dan Penganut ajaran Pangestu),

Pada Tanggal 27 November 2017. 18

Lambang Aliran pangestu ini terdiri dari dua bagian yaitu bunga mawar dan bunga kamboja

yang mana artinya ini merupakan keseimbangan dunia, disini manusia diajarkan untuk tetap mengingat

kedua hal pertama dunia, maksud dari dunia ini seseorang itu harus berjajaya, berhasil dan sukses.

Kedua bunga kamboja artinya, agar manusia sesntiasa pula bahwa dunia ini sementara, maka

dianjurkan pula tidak hanya jaya di dunia akan tetapi jaya pula di akhirat nanti. Tutur bu Titis. Titis

Bambang, Hasta Sila, h. 8. 19 Soewondo, Ulasan Kang Kelana, h. 127.

Page 104: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

92

Narima merupakan sebuah sikap untuk tetap ikhlas akan segala keadaan yang

menimpanya, sehingga disini seseorang diajarkan untuk tetap sadar bahwa kedudukan

tertinggi di dunia ini hanya milik Tuhan, manusia tidak bisa merubah suatu keadaan,

akan tetapi bisa meminimalisirnya. Ketika sikap narima ini telah tertanam dalam jiwa

seseorang, maka sikap rela pun semakin kuat tertanam. Karena rela tanpa menerima

sebuah keadaan itu mustahil.20

Setelah kedua sikap rela dan narima benar benar tertanam dalam jiwa

seseorang, maka secara tidak langsung seseorang itu pula memancarkan jiwa

kejujuran. ketika seseorang itu tidak rela dan menerima maka seseungguhnya

seseorang itu condong kepada kebohongan. Tidak ada keadaan yang tidak bisa kita

hindari bahkan sampai kematian pun, seseorang tidak bisa menghindari itu.21

kejujuran menjadi aspek penting dalam hal ini, karena dari kejujuran ini seseorang

belajar untuk berbuat benar sesuai dengan keadaan yang ada.

Kejujuran ini mencerminkan seseorang berprilaku sabar, keadaan sabar ini

memang benar benar sulit didapat oleh setiap jiwa manusia. melainkan dengan teguh

pendirian seseorang itu melewati segala cobaan dan rintangan yang diberikan oleh

Tuhan. hal ini pula mengasah seseorang untuk menahan hawa nafsunya dan tetap

terjaga, agar sifat Lawwamah dan Amarah tidak menjadi penggerak utama jiwa

manusia.

Ketika seseorang telah bisa menanamkan keempat sikap ini rela, narima, jujur

dan sabar. Maka secara tidak langsung jiwa seseorang ini menjadi budi luhur.

20

Budi Darmadi, Panguyuban Ngesti Tunggal (Jakarta, Unit Penerbitan Pangestu, 2014). Cet-

ke 3, h. 25-27. 21

Titis Bambang, Hasta Sila, h. 9.

Page 105: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

93

Takaran budi luhur ini merupakan sejauhmana seseorang ini bisa menahan hawa

nafsu dan dapat melaksanakan seluruh Panca Sila, maka penting Hasta Sila ini

diamalkan ketika seseorang telah bisa mengendalikan hawa nafsunya.

Sifat budi luhur ini merupakan menjadi sebuah langkah awal dalam pencapaian

Mistisme Pangestu itu sendiri. penyucian diri dan penyesuaian diri ini itu penting.

karena ketika seseorang telah dapat memiliki sifat budi luhur seseorang telah

menyadari bahwa dalam dirinya terdapat Ruh Suci.22

maka pengolahan diri telah

dapat dikontrol. Dikatakan dalam Candra Jiwa, merupakan hasi pemikiran dari Bapa

Soemantri dalam membicarakan tentang manusia.23

bahwa ketika seseorang telah

Sadar, Percaya dan Taat dan dia telah mencerminkan budi luhur, maka seseorang itu

telah dapat melaksanakan Panembah yang seseungguhnya ialah dimana Jiwa yang

Masi muda akan merasakan bahwa didalam dirinya terdapat Ruh Suci.

Sama halnya dengan ajaran Pangestu, dalam ajaran Sapta Darma sendiri

mereka menganjurkan kepada penganutnya untuk dapat menjadikan budi yang luhur

dengan demikian seseorang akan dapat dengan mudah melaksanakan segala

peribadatannya. Dalam ajaran Sapta Darma mereka menyatakan bahwa seeorang

harus bisa mengontrol jalannya air sari yang berada didalam Tubuh manusia dengan

melaksanakan penggalian pribadi. Sebagaimana disebutkan dalam buku pedoman

penggalian pribadi manusia. bahwa seseorang harus melaksanakan penggalian ini

22

R. Soemantri Hardjoprakoso, Arsip Sarjana Budi Santosa, h. 25. 23

R. Soemantri Hardjoprakoso, Arsip Sarjana Budi Santosa, h. 109.

Page 106: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

94

dengan berkesinambungan dan teratur sesuai dengan yang telah ditentukan waktunya

oleh pembimbing tuntunnan penggalian.24

Sebagaimana yang dinyatakan oleh pak Soekamto bahwa ajaran Sapta Darma

ini pendekatannya terhadap kerohanian, oleh kerena itu dalam ajaran Sapta Darma ini

lebih banyak membicarakan tentang praktek penggalian atau pengolahan rasa. Dalam

tataran ini seseorang apabila ingin meningkatkan kualitas jiwanya, maka seseorang

itu harus bisa mengendalikan jalannya air sari dan mengendalinakan kesembilan

lubang yang nanti nya akan menjaadi permanianan nafsu.25

Maka penting untuk terus

melaksanakan sujud, dalam ataran ini seseorang harus benar benar melaksanakan

sujud, bukan hanya secara fiksik akan tetapi jiwa, dimana seseorang harus

mengulangkan usapan tentang keluhuran Tuhan secara terus menerus. Dengan hal ini

maka jalannya air sari akan terus mengalir sehingga dapat mengontrol dan

merendahkan hawa nafsu.

E. Konsep Trinitas

Dalam kedua ajaran ini mereka memiliki kesamaan dalam konsep Trinitas

atau Emanasi, bahwa kedua ajaran ini menyakini jiwa itu berasal dari pancaran

Tuhan. akan tetapi, diantara keduanya memiliki perbedaan misalnya dalam ajaran

Pangestu mereka menyakini konsep Tri Purusa yang terdiri dari Suksma Kawekas,

Suksma Sejati dan Roh Suci.26

Sedangakan, dalam ajaran Sapta Darma itu sendiri

mereka menyebutnya dengan Tritunggal yaitu sinar Cahaya Allah, ari sari bapak dan

24

Sri Pawenang, Pedoman Penggalian Pribadi Manusia Secara kerohanian Sapta Darma, h.

6. 25

Sri Pawenang, Wawerah Kerohanian Sapta Darma, h. 23. 26

R. Soenarto Mertowerdojo, Sabda Pratama (Jakarta: Paguyuban Ngesti Tunggal, 2015), h.

3

Page 107: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

95

air sari ibu.27

Dalam hal ini bisa dibandingkan diantara keduannya, bahwa yang

dimaksud dengan Tripurusa dalam ajaran Panestu ini merupakan sifat Tuhan yang

menjadi tiga sebagaimana diyakini dalam ajaran Agama Kristen dan agama Khatolik.

Sedangakan dalam ajaran Sapta Darma ini mereka tidak mengenal Tuhan itu ada tiga

akan tetapi mereka mengenal akan tiga hal yang menjadikan turunnya Ruh Suci

kedalam dunia ini, dengan melalui perantara Ibu dan Bapak. Sri Pawenang

menyatakan tentang Trinitas bahwa “Tuhan yang juga kami sebut Yang Maha Kuasa

atau Allah atau Sang Hyang Maha Widi, ialah zat mutlak yang tunggal, pangkal

segala sesuatu, serta pencipta segala sesuatu yang terjadi. Tuhan memiliki lima sifat

keagungan mutlak, yaitu : Maha Agung, Maha Rokhim, Maha Adil, Maha Wasesa

dan Maha Langgeng.”28

Jadi konsep ketritunggalan yang di ajaran sapta darma itu

berbeda dengan ajaran Pangestu, karena Sapta Darma itu sendiri tidak menyakini

adanya sebuah utusan yang abadi, hanya mengenal Tuhan Yang Mutlak, berbeda

sebagaimana yang di paparkan dalam ajaran Pangestu yaitu Suksma Sejati yang

menjadi utusan abadi dan penuntun manusia.

Dalam kitab Sasangka Jati diterangakan bahwa “Suksma Kawekas adalah

tetap menjadi sembahan yang sejati, adapun Sukma Sejati tetap menjadi utusan

Tuhan Sejati, serta menjadi Penuntun dan Guru hamba yang sejati. Hanya Sukma

Kawekas pribadi yang menguasai alam seisinya, hanya Sukma Sejati pribadi yang

menuntun hamba semua. Semua kekuasaan ialah kekuasaan Suksma Kawekas, ada

27

Sri Pawenang, Wewerah Kerohanian Sapta Darma, h. 22. 28

Petir Abimayu, Buku Pintar Aliran Kebatinan dan Ajarannya, h. 99.

Page 108: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

96

pada Sukma Sejati, adapun hamba ada didalam kekuasaan Suksma Kawekas."29

Dalam hal ini dengan sagat tegas bahwa konsep Tripurusa yang dalam ajaran

Pangestu yakini bahwa adanya penuntun manusia dalam kehidupan manusia.

sedangakan untuk permasalahan ibu dan bapak menjadi bahan bakal manusia, dalam

ajaran ini terdapat pula dalam konsep Gumelaring Dumadi.

Dikatakan bahwa “Adapun terciptanya manusia yang paling awal adalah laki-

laki, yaitu yang akan menurukan benih, atau menjadi perantara turunya Roh Suci.

Tuhan kemudian menciptakan perempuan, yang akan menjadi perantara mewadahi

turunya Roh Suci. semua itu terjadi atas kuasa Tuhan. Demikian seterusnya, keadaan

manusia dapat berkembangbiak hingga sekarang, turunya Roh Suci dengan perantara

laki-laki dan permpuan.”30

Dalam ajaran pangestu merka tidak memasukan Laki-laki

dan perempuan sebagai konsep ketrinitasan, akan tetapi sebagai wadah untuk

meneurunkan Ruh Suci dari Suksma Sejati.

Dalam hal ini adanya perbedaan dalam konsep Trinitas dengan Tripurusa

dalan ajaran Pangestu, ajaran Sapta Dapra mengajarkan bahwa permulasaan manusia

tercipta dari Ruh Suci, air sari bapak dan air sari ibu, yang kemudian akan terciptanya

manusia dari hal ini.

F. Identitas Ajaran

Meski kedua ajaran ini terdapat memiliki persamaan yang menjadikan

terdapatnya kemiripan dalam konsep Mistisisme ini. Tetapi, diantara kedua ajaran ini

29

R. Soemantri Hardjoprakoso, Arsip Sarjana Budi Santosa, h. 3. 30

R. Tumenggung Hardjoprakoso, Sasangka Jati, h. 45.

Page 109: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

97

mereka pun memiliki perbedaaan dalam konsep identitas ajaran itu sendiri, yang

menjadi karakteristik atau ciri khas kedua ajaran ini.

Dalam perkataan bapak Soekanto bahwa kebtinan itu ada tiga pertama

Penghayat Kepercayaan (Murni) maksudnya itu perspektif orang jawa bahwa Tuhan

itu tidak bisa dibatasi apamaunya bahkan sampai untuk menurunkan wahyu kepada

siapa saja. Kedua, Aliran Kepercayaan (sempalan dari agama) maksudnya ialah

adanya sebuah sekte pecahan dari agama. ketiga, bangsa Paranormal (dukun). Dalam

hal ini kedua ajaran ini Pangestu dan Sapta darma termasuk pada poin pertama yaitu

Penghayat Kepercayaan, akan tetapi dalam pengayat kepercayaan ini pun terdapat

tiga bagian lagi. Pertama, Kerohanian. Kedua, Kejiwaan, dan ketiga, Kebatinan.

Dalam penuturan Bapak Soekanto bahwa ajaran Sapta Darma termasuk kedalam

golongan pertama yaitu kerohanian.31

Dalam hal ini bisa dilihat dari kegiatan yang

dilakukan dalam ajaran ini, lebih condong kepada praktek keagamaan ketimbang

untuk mengolah rasa dalam tindakan.

Berbeda dengan ajaran Sapta Darma bahwa ajaran Pangestu ini masuk ke

golongan kedua, yaitu kejiwaan. disini ajaran pangestu lebih menekankan secara

kejiwaan untuk mencapai tingkatan budi luhur. Seseorang harus bisa mempraktekan

Panca Sila dalam kehidupan kesehariannya agar bisa mencapai budi luhur.32

Ini bisa

terlihat jelas, walau kedua ajaran ini memiliki kesamaan dalam penaklukan hawa

nafsu. Karena dalam ajaran Sapta Darma sendiri, seseorang untuk dapat

31

Wawancara bersama Bapak Servarius (pengurus dan penganut ajaran Sapta Darma), Pada

Tanggal 20 April 2018. 32

Wawancara bersama bapak Puji (Pengurus dan Penganut ajaran pangestu), Pada Tanggal 23

November 2017.

Page 110: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

98

mengendalikan hawa nafsu ialah dengan bersujud, dengan melatih jalannya air sari.33

Jadi bisa dikatakan bahwa ajaran Sapta Darma lebih menekankan praktek keagamaan,

berbeda jauh dengan ajaran Pangestu yang menekankan sejara kejiwaaan.

Karakteristik dan cirikhas dari kedua ajaran ini jelas jauh berbeda walau sama

sama ajaran kebatinan, namun dalam realitanya bahwa ajaran Sapta Darma yang

sangat menggunakan gerakan untuk melaksanakan pencapaian Mistisismenya,

bahkan dari gerakan itu, ajaran ini bisa menggambarkan seseorang telah melakukan

Mistsismenya. Berbeda dengan ajaran Pangestu yang lebih kepada pengolahan sikap

untuk menuju Mistsisismenya, walau ada pratek keagamaan itu hanya sebagai

pelengkap saja dan bukan cara yang utama. Adapun cara utama yang dilakukan oleh

ajaran Pangestu ialah dengan melakukan pengendalian diri.

G. Penuntun

Dalam penjabaran konsep Trinitas diantara ajaran Sapta Darma dengan

Pangestu itu memiliki kesamaan dan perbedaan didalamya, begitu juga di dalam

konsep panuntun atau guru sebagai pembimbing manusia dalam menjalani hidup

sampai nantinya manusia dapat bertemu dengan Tuhannya. Keyakinan terhadap

Tuhan menjadi awalan untuk meningkatkan kesempurnaan kerohaniannya. Setelah

seseorang itu telah benar benar menyakinkan terhadap suatu ajaran, maka seseorang

harus mendapatkan suatu ritual keagamaan. Ritual ini akan menjadi tahapan

seseorang untuk dapat menjalankan peribadatan suatu ajaran, atau akses masuknya

energi ilahi kepada seseorang agar manusia dapat berhubungan langusng dengan

33

Sri pawenang, Dasar Warsa Kerohanian Sapta Darma (Yogyakarta, Sekretariat Tuntunan

Agung Unit penerbitan, 1978), h. 23.

Page 111: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

99

Tuhan. akan tetapi seseorang tersebut tidak dapat melakukannya tanpa ada sebuah

petunjuk langsung dari guru atau dari Tuhan melalui perantaranya.

Dalam hal ini diantara kedua aliran ini memiliki konsep Panuntun atau Guru

masing-masing, sebagai pembimbing manusia untuk menuju kesempurnaannya.

Ajaran Pangestu sangat jelas menearakan konsep tentang panuntun, bahwa ada yang

namanya Susksma Sejati yang menjadi penuntun manusia serta membimbing

manusia kepada jalan yang benar, dan sebagai utusan Tuhan yang abadi. Panuntun

yang dimaksud oleh ajaran Pangestu ialah sesuatu yang bersifat transenden dan

bersifat imanen, sehingga ketika berbicara masalah panuntun atau guru sebagai

pembimbing manusia, ajaran Pangestu tidak bisa menggambarkan tentang-Nya.

Bahkan dalam keyakinan ajaran Pangestu, Suksma Sejati menjadi konsep kesatuan

antara manusia dengan Tuhan. karena wajib bagi setiap warga pangestu untuk

menyakini Suksma Sejati sebagai utusan-Nya yang abadi.

Dalam ajaran Sapta Darma sendiri mereka mengenalnya dengan “Panuntun”,

dimana Panuntun ini bertugas sebagai pembimbing bagi warga Sapta Darma, diestiap

daerah atau sanggar. Tugasnya ialah membimbing para warga Sapta Darma untuk

selalu berbuat baik kepada semua ciptaan Tuhan. selain itu, panuntun pun harus

selalu mengawasi warganya dalam segala prilaku dan ibadanya. Terkadang seseorang

mendapatkan pengalaman spritualitas yang berbeda-beda, sehingga harus ada yang

dapat membimbingnya untuk dapat menjelaskan setiap pengalaman tersebut agar

seseorang tersebut mengalami keresahan.

Sapta Darma sendiri yang dimaksud dengan Panuntun tersebut ialah bapak

Hardjosapoero yang pada tanggal 19 Agustus 1956 mendapat gelar Panuntun Agung,

Page 112: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

100

yang langsung diterimanya dari Tuhan.34

kemudian, setelah ia meninggal jabatan

tersebut secara langgusng diganti oleh Panuntung Agung Sri Pawenang. Dari ini

dapat dilihat bahwa Panuntun yang dimasud dengan Ajaran Sapta Darma itu secara

struktural struktural, walau yang pertama diwalai dengan bimbingan Tuhan langsung.

Karena dalam Persatuan Warga Sapta Darma (Persada) itu terdapat Panuntun Agung

dan Panuntun bisa. Katakanlah Panuntun Agung sebagai pimpinan pusat dan

panuntun bisa seperti pimpinan cabang atau ranting. Jadi dalam ajaran Sapta Darma

yang dimaksud dengan Panuntun sebagai utusan di dunia yang mengajarkan kepada

pada pengikutnya untuk melakukan kebaikan sesai dengan apa yang diwahyukan.

Akan tetapi, berbdeda dengan Ajaran Pangestu yang menyatakan bahwa Guru atau

panuntun yang dimaksud ialah Utusan Tuhan Yang Abadi yang bersifat imanen tidak

berwujud, walaupun pendirinya bapak Soenarto Mertowerdojo menjadi seorang yang

diwahyukan oleh Suksma Kawekas, dan telah mencaai kepada Mistsismenya, tetapi

beliau tetaplah menjadi seorang murid dari Suksma Sejati.

H. Praktek Keagamaan

Praktek Keagamaan menjadi kunci seseorang untuk melaksanakan sebuah

kewajiban sebagai hamba Tuhan. hal ini sudh sepatutnya seseorang dengan wajib

melaksanakan setiap praktek keagamaan tersebut. walau diantara kedua ajaran ini

memiliki tujuan yang sama, akan tetapi dalam Praktek Keagamaan itu sendiri

keduanya berbeda.

34

Sekretariat Tuntunan Agung Kerohanian Sapta Darma, Sejarah Penerimaan Wahyu

Wewarah Sapta darma dan Panuntun Angung Sri Guatama (Yogyakarta, Sanggar Candi Rengga-

Surokarsan Unit Penerbitan, 2010), h. 180.

Page 113: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

101

Ajaran Pangestu meganjurkan sesorang melaksanakan Panembah selain yang

bersifat kerohanian (Hasta Sila), yaitu melaksanakan Panembah (Solat) sehari tiga

kali. Dalam pelaksanaannya, dibagi menjadi dua golongan. pertama, golongan bagi

“jiwa yang masih muda,”35

pelaksanaan Panemnbahnya (Solat) dua kali sehari, yaitu

pada waktu magrib sebanyak tiga adegan (rakaat), dan pada waktu subuh sebanyak

empat adegan (rakaat). Kedua, bagi “jiwa yang sudah dewasa”36

, pelaksanaan

Panembahnya itu sebanyak tiga kali dalm sehari, yaitu pada waktu magrib sebanyak

tiga adegan (rakaat), pada waktu tengah malam sebanyak tiga adegan (rakaat), dan

pada waktu subuh sebanyak tiga adegan (rakaat).37

Adapun tempat untuk melaksanakan Panembah, bisa dilaksanakan di rumah,

ialah tempat khusus yang bersih dan hening yang bisa digunakan untuk Panembah.

Selain itu, apabila seseorang sedang dalam perjalanan maka ditempat manapun boleh

asalkan bersih dan layak untu tempat Panembah. Selain itu, sebelum melaksanakan

Panembah (Solat) seseorang diwajibkan untuk melakukan bersuci, dalam hal ini

bersuci dibagi menjadi dua, yaitu: bersuci secara lahir (membasahi badan dengan air),

dan kedua bersuci secara batin, yaitu: seseorang harus bisa mengkonsongkan angan-

angannya serta pikirannya dan fokuskan untuk niat berpanembah (Solat).

Sapta Darma Pun memiliki praktek keagamaan sebagai jalan untuk menuju

kembali kepada Tuhan, yaitu: Sujud dan Racut. Praktek keagamaan dalam ajaran ini

35

Jiwa yang masih muda bukan berarti orang yang muda, akan tetapi tingkatan jiwa atau

keteguahanya terhadap tuhan atau kesolehanya. Wawancara Bersama bapak Puji (Pegurus dan

penganut Ajaran Pangestu) Pada Tanggal 11 Desember 2017. 36

Jiwa yang sudah dewasa, bukan berarti oyang dewasa, melainkan tingkatan jiwanya atau

kesolehannya yang telah menyadari akan keberadaan Roh Suci. Wawancra bersama bapak Puji ke 8

(Pengurus dan Pengaut ajaran Pangestu), Pada Tanggal 11 Desember 2017. 37

Puji, Panembah, h. 3. Pada Tanggal 11 Desember 2017

Page 114: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

102

tidak terbagi secara bartin atau lahir, sebagaimana ajaran Pangestu. Melainkan

menjadi sebuah kesatuan ajara Praktek keagamaan dengan jarannya. Dalam

pelaksanaannya bagi setiap warga Sapta darma itu diwajibkan melakukan sujud

dalam sehari semalam (24 jam), sekurang kurangnya satu kali dan lebih baik apabila

lebih dari sekali. Tetapi penilaian baik tidaknya bukan dari banyaknya berapa kali

sujud akan tetapi sejauh mana kesungguhan untuk melakukan sujud dengan keinginan

yang kuat serta melakukannya di sanggar. Selain itu, dalam pelaksanaan Sujud

sesoerang harus melaksanakannya di sanggar dan melalui pembimbing atau

penuntun. Pembimbingan ini penting, agar tidak adanya kesalahan dalam merasakan

praktek Sujud.

I. Kebertunggalan / Kelepasan

Tujuan akhir dari setiap ajaran agama menghantarakan manusia kepada

kekebahagiaan yang abadi yaitu surga, yang digambarkan sebagai sebuah tempat

yang begitu indah dan terdapat apapun ketika seseorang itu inginkan. Hal ini berbeda

dengan surga yang maksudkan oleh kedua kebatinan ini yaitu ajaran Pangestu dan

ajaran Sapta Darma. Ajaran Pangestu memiliki tujuan untuk bertunggal kembali

dengan Sang Maha Hidup. Sebelum seseorang dapat menunggal dengan Sang Maha

Hidup ini, seseorang itu harus mengetahui dulu asal mula jiwanya, bahwa jiwa

manusia ini merupakan sebuah pancaran dari Suksma Kawekas. Sehingga dalam

ajaran Pangestu mereka mengenal Tri Purusa yaitu Suksma Kawekas, Suksma Sejati

dan Roh Suci. hal ini diistilahkan sebagai Tuhan yang memeiliki sifat tiga.

Page 115: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

103

Dalam ajaran Pangestu, pencapaian keberunggalan ini seseorang harus

melaksanakan Panembah.38

Telah disebutkan dalam bab sebelumnya bahwa ada tiga

tahapan panembah untuk dapat bertunggal dengan Suksma Kawekaa. Pertama,

Panembah raga kepada Roh Suci. Dimana tahapan jiwa yang masih muda berusaha

untuk menemukan jiwa yang seseunggunya dan selain itu pula, dalam tataran ini

seseorang baru hanya dilihat secara luarnya saja dalam melaksanakan Panembah.

Semakin seseorang itu melaksanakan Panembah akan mendapat sebuah kebaikan dan

pahala.39

Hal ini yang yang dimaksud sembah raga karena masih dalam tataran proses

pembiasaan diri untuk melaksanakan kebaikan. Sebagaimana dalam Sasangka Jati

tentang Jalan Rahayu dimana sebelum seseorang itu dapat melaksaakan Hasta Sila

seseorang harus memiliki keyakinan dulu terhadap Sang Maha Kuasa dengan

menucapkan Paugeran atau Kredo yang menjadi faktor utama untuk dapat Sadar,

Percaya dan Taat.40

Maka dari itu, dalam tataran ini seseorang baru bisa belajar secara

luarnya belum secara kerohanian atau jiwa.

Setelah seseorang dapat melaksanakan Jalan Rahayu dan dapat pula

mengamalkan Hasta Sila, maka akan tercermin dalam jiwanya budi luhur. Maka

dalam taratan ini merupakan kuci kesadaran manusia bahwa seseorang itu benar-

benar memiliki jiwa yang berasal dari Sang Maha Hidup. Selain itu, ada Panembah

Roh Suci kepada Suksma Sejati, hal ini menyatakan bahwa dalam tataran ini

38

Panembah disini bukanlah ibadah secara Praktek sebagaimana penganut ajaran Pangestu

melaksanakan Panembah (Salat) sebanyak dua atau tiga kali sehari. Melainkan, sebuah ibadah yang

bersifat transenden yang menyatukan jiwa manusia dengan rasa Tuhan, yang ditebalkan dengan Iman.

Wawancara dengan bapak Puji. (Pengurus dan Penganut ajaran Pangestu), Pada Tanggal 11 Desember

2017. 39

R. Tumenggung Hardjoprakoso dan Trihardono Soemadihardjo, Sasangka Jati, h. 207. 40

R. Tumenggung Hardjoprakoso dan R. Trihardono Soemadihardjo, Sasangka Jati, h 119.

Page 116: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

104

seseorang memang telah sadar angan-angannya dan telah luluh hawa nafsunya, serta

telah dapat melaksanakan Hasta Sila dengan benar. Maka sesorang ini telah pantas

jiwanya untuk menyatu dengan Suksma Sejati.

Tahapan yang terakhir dalam Panembah ialah Suksma Sejati kepada Suksma

Kawekas. Ini merupakan tataran puncak dari konsep Mistisisme Pangestu bahwa jiwa

seseorang telah sampai kepada asal jiwa dan akan bersama selamannya. Dalam

tataran ini dimana angan-angan telah benar benar lepas dari tugasnya sebagai

pengekang hawa nafsu, kini telah diserahkan kepada Suksma Kawekas. Maka ketika

seseorang telah dalam tataran ini bisa dikatakan setiap perkataan dan prilaku

seseorang ini merupakan karsa Tuhan atau ilham. Karena angan-angan yang berada

dalam jiwa seseorang ini telah benar benar menyatu dan diserahkan kepada-Nya.

Dengan hal itu setiap pergerakan hidupnya atau ucapannya ialah kehendak Tuhan

mengikutinya. Dalam pengertian penganut ini mereka mengistilahkan seperti para

Nabi dan pemimpin mereka.

Inilah yang dimaksud dengan Mistisime Pangestu, bahwa tujuan manusia

hidup itu kebali kepada-Nya. Untuk dapat kembali seseorang tidak dengan singkat

langsung bertunggal, akan tetapi seseorang harus dapat membersihkan jiwanya

terlebih dahulu. Yang awalnya jiwa manusia asalnya suci tetapi terbungkus oleh

anasir bumi, sehingga yang suci tidaklah suci kembali. Untuk dapat kembali. Maka

hal yang harus dilakukan ialah dengan mengendalikan sifat yang tidak baik agar hawa

nafsu seseorang dapat terkontrol dengan baik, sehingga menjadi manusia yang

bersifat baik.

Page 117: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

105

Begitu pula dengan ajaran Sapta Darma yang menganjurkan umatnya untuk

mencapai kekebahagiaan yang seseungguhnya, yaitu bertunggal dengan Allah. Hal ini

tergambarkan dalam lambang mereka, bahwa manusia pada dasarnya berasal dari

Sinar Caha Allah (Roh Suci) karena tertutup oleh sari-sari bumi maka terputuslah

sinar tersebut, jadilah manusia sebagaimananya manusia. maka dari itu, diwajibakan

bagi seluruh umatnya atau manusia untuk menggali mengetahui jiwa yang

seseungguhnya. Sebagaimana dikatakan oleh Suwarno Imam S, bahwa mistisisme

Sapta Darma ialah bahwa manusia itu berasal dari Tri Tunggal, yaitu Sinar Cahaya

Allah, air sari bapak dan air sari Ibu. Manusia harus dapat mengndalikan air sari

tersebut agar mencapai Nur Putih yang berada di ubun-ubu, ketika seseorang telah

mencapai Nur Putih maka secara langsung sseorang itu, akan bertemu dan

menghadap untuk mendapat petunjuk berupa Isyarat (Kias).41

Bagi ajaran Sapta Darma uapaya untuk mencapai Mistisimenya, seseorang

harus mengamalkan Wewerah Pitu dan melaksanakan Sujud sesuai dengan apa yang

telah ditentukan. Sebagaimana arti makna dari nama ajaran ini ialah Sapta Darma

yang berarti Tujuh Amalan Suci, maka seseorang harus mengamalkan Wewerah Pitu

yang menjadi landasan awal dalam ajaran ini. Wewerah Pitu mengajarkan untuk

menyakinkan adanya Allah dan berkau baik dalam kehidupan bermasyarakat serta

mencapai budi yang luhur. Selain Wewerah Pitu seorang warga harus melaksanakan

pula Sujud agar manusia mencapai kepada keluhuran yang berujung kepada

bertemunia jiwa (Ruh Suci) dengan Allah. Dari sujud ini seseorang akan memiliki

41

Suwarni Imam S, Konsep Tuhan Manusia, Mistik Dalam Berbagai Kebatinan Jawa,

(Jakarta, PT Grafindo Persada, 2005), h. 253.

Page 118: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

106

khaisat guna untuk kehidupannya, misalnya dengan sujud seseorang dapat

memberantas kuman-kuman penyakit yang berada didalam dirinya. Kedua, dapat

menentramkan dan menindas nafsu angkara (pengendalian diri atau penaklukan hawa

nafsu). Ketiga, dapat mencerdaskan pikiran, dan terahir, seseorang akan memiliki

kewaspadaan atau kewaskitan seperti, kewaskitan pendengaran, penglihatan, tutur

kata serta dalam kewaskitan rasa.42

Selain itu, sujud ini berguna untuk meperlancar jalannya sari air dan getaran,

yang merupakan itu berasal dari Yang Maha Suci. getaran ini harus bisa dikontrol

agar getaran dan Air sari, yang tadinya berada di tulang ekor dan dapat naik keubun-

ubun dan menjadi Nur Putih, merupakan menjadi pintu awal untuk jiwa seseorang

dapat bertemu dengan Yang Maha Suci.

Dalam prosesenya sebelum seseorang itu dapat mencapai atau menghantarkan

getaran itu meuju kepada ubun-ubun43

seseorang harus dapat menaklukan hawa nafsu

(Lauwamah, Amarah, Mutmainah dan Sufiah), yang berwujud menjadi dua belas

saudara didalamnya terdapat sebelas sifat yang harus seseorang itu kendalikan, karena

satu sifat pertama yaitu Hyang Maha Suci merupakan berasal dari Sinar Cahaya

Allah. Maka dari itu, ketika seseorang tidak dapat mengendalikan sifat tersebut maka

sifat pertama tersebut akan lenyap dan tertutup.

Dari sini dapat dikatan bahwa dalam kedua ajaran ini mereka mengenal konsep

kebertunggalan antara jiwa manusia dengan Tuhan, yang menjadi tujuan paling

42

Putri chikmawati, Skirpsi konsep manusia dalam ajaran sapta darma dan pemikiran

Drijakara (Surabaya, UIN Sunan ampel Surabaya, 2018), h. 32. 43

Dalam pernyataan bapak Soekanto bahwa, ubun-ubun menjadi kunci atau pintu untuk

bertemunya Ruh Suci dengan Sinar Cahaya Tuhan. Wawancara dengan Bapak Soekanto (Penganut dan

Pengurus ajaran Sapta Darma) Pada Tanggal 10 April 2018.

Page 119: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

107

utama kedua ajaran ini. selain itu pun, diantara kedua ajaran ini pun sama sama

mengajarkan hal yang dasar untuk menjadi kuci dasar untuk menuju mistisismenya,

dalam hal ini Pangestu mengenalnya dengan Hasta Sila, sedangakan dalam ajatan

Sapta Darma sendiri mereka mnegenal dengan Wewerah Pitu yang menjadi landasan

dasar untuk menghantarakan seseorang menuju kebertunggalan atau mistsismenya.

Selain itu, diantara kedua aliran ini pun sama sama memiliki konsep menuju

kebertunggalan atau mistisisme dalam ajaran Pangestu mereka mengenal dengan

Panembah sedangakan dalam ajaran Sapta darma mereka mengenal dengan Sujud.

Adapun perbedaan yang terdapat dalam ajaran Pangestu dan ajaran Sapta

darma dalam kebertunggalan ini ialah dalam prakteknya, Sapta Darma seseorang

dapat bertemu dan bertunggal dengan Tuhan melalui Sujud akan tetapi puncaknya

ialah melalui Racut. Dimana seseorang itu akan mengalami keadaan terlepas dari

jasadnya dan akan hadir di alam yang berbeda untuk bertemu dengan Tuhan.

sebagaimana wahyu yang diterima oleh bapak Hardjosapoero tentang Racut, dimana

mati dalam hidup. Racut ialah dimana kondisi jiwa seseorang akan terpisah dengan

jasadnya dan masuk kedalam alam yang lain atau mereka menyebutnya dengan alam

Langgaeng.44

Sujud dan Racut menjadi kunci dalam tahapan Mistisisme ajaran Sapta

Darma. Ketika seseorang telah bisa melaksakan Sujud dengan benar benar, maka

seseorang akan bisa melaksanakan Racut walau butuh waktu untuk benar benar bisa

melaksanakannya.

44

Sekretariat Tuntunan Agung Kerohanian Sapta Darma, Sejarah Penerimaan Wahyu

Wewarah Sapta darma dan Panuntun Angung Sri Guatama, h. 15.

Page 120: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

108

Hal ini berbeda dengan ajaran Pangestu yang menganggap bahwa

kebertunggalan ini hanya melalui dengan cara Panembah. Panembah menjadi kunci

utama untuk kebertunggalan setelah Hasta Sila, karena pada dasarnya Hastasila ini

guna untuk menghantarkan manusia kepada Budi Luhur serta mendorong dan

membatu manusia untuk kembali kepada Tuhan. sedangkan, panembah ini sendiri

merupakan sebuah proses ketaatan seseorang tersebut terhadap Suksma Sejati,

sesmakin seseorang itu memiliki ketatan yang tinggi maka seseorang itu akan naik

pula tingkatan Panembahnya. Maka dalam ajaran Pangestu mereka memeiliki

tinggkatan dalam Panembah yaitu Panembah hamba kepada Roh Suci, Panmebah

Roh Suci kepada Suksma Sejati dan Panmebah Suksma Sejati kepada Suksma

Kawekas. Dalam pernyataan bu titis bahwa tataran kebertunggalan itu sudah bisa

ditataran Roh Suci kepada Suksma Sejati. karena untuk menuju tataran Suksma Sejati

kepada Suksma Kawekas itu tidak didapat oleh semua orang, kecuali oleh orang yang

teralh di tentukan oleh Tuhan.

Dalam hal ini bisa dikatakan bahwa kedua ajaran ini terdapat perbedaan dalam

praktek menuju kebertunggalan. Dimana ajaran Sapta Darma menganjurkan

seseorang untuk melaksanakan langsung dengan melakukan Racut, di sini seseorang

akan merekan bertunggal dengan Tuhan walau hanya sebentar. Sedangkan ajaran

pangestu tidak bisa menggambarkan orang yang bertunggal akan tetapi hanya batasan

dan hanya dirinya sendiri yang dapat mengetahui hal itu, selain itu, pangestu tidak

menjelaksan kebertunggalan itu apakah di dapat dalam kedadaan seseorang masih

didunia atau telah meninggal. Dala perkataan bu titis bahwa ajaran ini tidak bisa

menggambarkan seseorang telah melaksanakan kebertunggalan akan tetapi dapat

Page 121: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

109

dilihat dari ciri-ciri jiwa seseorang diaman ketika Jiwa seseorang Sudah dalam

Tahapan Roh Suci kepada Suksma Sejati itu akan mencerminkan prilaku yang benar

benar seperti Tuhan yang harapkan bahkan sampai setiap perkatannya merupakan

berasal dari Tuhan.

Page 122: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

110

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan análisis pada Bab IV, dapat diambil kesimpulan mengenai

konsep Ajaran dan Praktek keagamaan, menurut Pangestu dan Sapta Darma terdapat

kesamaan pemahaman walau tetap terdapat perbedaan;

Pertama, mengenai ikrar terhadap Tuhan, dalam kedua ajaran ini memiliki

konsep Kredo atau ikhrar seorang hamba terhadap Tuhan, sebagai sebuah pengakuan

kehambaannya. Dalam ajaran Pangestu disebut Paugeran dan dalam ajaran Sapta

Darma disebutnya Mblo Nur Roso. Akan tetapi secara pengcapan teks berbeda.

Kedua, Mengenai konsep emanasi Bahwa hakikatnya manusia itu berasal dari

dzat Tuhan, oleh sebab itu keduanya memiliki konsep Roh Suci dan Konsep emanasi

dalam proses Asal Mula manusia atau penciptaan manusia.

Ketiga, Tentang konsep penaklukan hawa nafsunya kedua ajaran ini

mengajarkan ke setiap warganya untuk melaakukan pengendalian diri atau

penaklukan hawa nafsu. Dalam ajaran Pangestu dianjurkan untuk melaksanakan

Hasta Sila, sedangkan dalam ajaran Sapta Darma dianjurkan untuk melaksanakan

Sujud, dan selain itu kedua ajara ini memiliki kesamaan dalam konsep nafsu manusia

yang terdiri dari empat sifat (Lawamah, Amarah, Mutmainah dan Sufiyah).

Keempat, Konsep Budi Luhur, diamana tingkatan jiwa seseorang telah dewasa

dan dapat mengendalikan dirinya serta sifatnya, dengan ini jiwa seseorang akan selalu

dibimbing langsung oleh Tuhan. Bahkan, dalam tahapan ini seseorang akan mendapat

wahyu dan tuntunan langsung dari Tuhan.

Page 123: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

111

Kelima, Tentang Trinitas, dalam ajaran Pangestu di sebut dengan Tripurusa

(Suksma Kawekas, Suksma Sejati dan Roh Suci), meruapakan sebuah gambaran

Tuhan yang memiliki sifat tiga, sama halnya dengan agama Kristen. Sedangakan

dalam ajaran Sapta Darma disebut dengan Tritunggal (Sinar Cahaya Allah, air sari

bapak dan air sari ibu). Dalam hal ini Sapta Darma tetap menyakini Tuhan satu.

Adapun air sari bapak dan air sari ibu itu merupakan cikal bakal manusia.

Keenam, Identitas ajaran bahwa kedua ajaran ini memiliki perbedaan walau

sama sama ajaran kebatinan, bahwa Pangestu itu merupakan tergolong kategori ajaran

tentang kejiwaan sedangkan Sapta Darma termasuk golongan ajaran kerohanian.

Sedangkan ajaran Pangestu lebih menekakan pelaksanaann Mistsismenya dengan

jalan pengendalian diri. Sapta Darma dalam pelaksanaannya lebih dominan dengan

pelaksanaaan Praktek Keagamaannya seperti Sujud, Racut, Ening. Selain itu,

Pangestu tidak bisa memastikan kapan seseorang itu telah mencapai Mistsisimenya,

hanya bisa menggambarakan ciri-ciri dari seseorang itu, Misalnya: segala

perkataannya merupakan Sabda-Nya, Prilakunya baik, dll. Dan ajaran Sapta Darma

Sendiri itu dapat diketahui walau dalam pengalamannya berbeda-beda yaitu dengan

melaksanakan Racut.

Ketujuh, Konsep Panuntun atau Guru. Ajaran Pangestu menyebutnya dengan

Sang Guru Sejati (Suksma Sejati), ialah Utusannya yang abadi. Berbeda dengan

ajaran Sapta Darma bahwa ajaran ini mengenalnya sebagai Panuntun, Panuntun disini

diartikan pembinging sperti pendirinya dan pemimpin pusat.

Page 124: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

112

Kedelapan, Praktek keagamaan kedua ajaran ini memilki praktek keagamaan

yang berbeda. Ajaran Pangestu sendiri mengajarkan umatnya untuk melakukan

Panembah (Salat) sehari tiga kali (bagi Jiwa yang telah dewasa) dan sehari dua kali

(bagi jiwa yang belum dewasa). Berbeda dengan ajaran Sapta Darma yang melakukan

ibadahnya dengan bersujud, sujud menjadi satu-satunya jalan untuk menuju

Mistisisme.

Kesembilan, Tujuan akhir dari kedua ajaran ini ialah sama sama menyakini

bahwa diamana manusia akan bertemu dengan Tuhan. ketika seseorang telah bener-

benar suci dan melaksanakan segala perintah Tuhan. karena manusia berasal dari dzat

Tuhan maka akan kembali kepada Tuhan. Dalam perbedaannya menuju

kebertunggalan kedua ajaran ini memiliki prakteknya masing masing. Ajaran Sapta

Darma dalam pencapaian Mistsisimenya melalui jalan Sujud dan yang menjadi

puncak Mistisismenya ialah dengan melakukan Racut, diaman keadan Roh seseorang

akan terpisah dari jiwanya dan akan menuju kepada Tuhan. berbeda dengan pangestu

yang mengajarkan dengan melalui jalan Panembah, panembah tidak bisa

digambarkan sebagaimana sujud dan Racut akan tetapi ketika seseorang telah

mencapai puncaknya maka seseorang itu akan memiliki keluhuran serta disetiap

perkataannya merupakan sabda-Nya.

B. Saran-saran

Baik ajaran Pangestu atau ajaran Sapta Darma sebenarnya hanya menawarkan

pilihan pemahaman yang sedikit berbeda (Variatif), walau pemahaman tersebut sudah

ada ratusan tahun, sepanjang sejarah manusia mencari Tuhannya, mencari jati dirinya,

atau mencari jalan baik untuk kembali. Pemahaman yang ditawarkan keduanya

Page 125: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

113

tentang Mitsisime, menambah khazanah pemahaman manusia secara umumnya. Yang

harus kita hadapi hanyalah, seandainya pun berbeda dengan keyakinan kita sendiri,

memhamani apa yang dimaksud tentang konsep Mistisisme menurut kedua ajaran ini

dengan pemahaman yang benar, sehingga menjadi jelas dan tak bias, yang dapat

menimbulkan justifikasi negatif terhadap keyakinan ataupun kepercayaan orang lain.

keduanya juga mengajak manusia secara umum untuk dapat mengendalikan jiwa agar

dapau mencapai kekebahagiaan abadi.

Akhirnya, penilis yakin dengan seyakin-yakinya bahwa segala sesuatu berasal

dari tuhan, dan akan bermuara ke khadirat Tuhan. tugas manusia hanya mencoba

menangkap pesan dari Tuhan sebaik-baik mungkin dan melaksanakan segala

kewajiban seorang hamba.

Page 126: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

114

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Hakim, Atang dan Beni Ahmad Saebani. Filsafat Umum: Dari Metodologi

Sampai Teosofi. Bandung: Pustaka Setia, 2008.

Abimayu, Petir. Buku Pintar Aliran Kebatinan dan Ajarannya. Jogjakarta, Laksana,

2014.

Arikunto, Suharsini. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka

Cipta, 2002.

Chikmawati, Putri. Skirpsi konsep Manusia Dalam Ajaran Sapta Darma dan

Pemikiran Drijakara. Surabaya, UIN Sunan Ampel Surabaya, 2018.

Darmadi, Budi. Profil Pangestu. Jakarta : Paguyuban Ngesti Tunggal, 2014. Cetakan-

Ke 3.

____________. Panguyuban Ngesti Tunggal. Jakarta, Unit Penerbitan Pangestu,

2014.

El Hafidy As’ad. Aliran-aliran Kepercayaan dan Kebatinan di Indonesia. Jakarta,

Ghalia Indonesia, 1982. Cet-ke 2.

Endraswara, Suwardi. Mistik Kejawen : Singkretisme, simbolisme dan sufisme dalam

budaya sepiritual jawa. Yogyakarta: Narasi, 2006.

Geertz, Cliford. Agama Jawa. Depok : Komunitas Bambu, 2014.

Hardjoprakoso, R. Tumengung dan R. Trihardono Soemadihardjo. Sasangka Jati.

Jakarta : Paguyuban Ngesti Tunggal, 2014. Cetakan ke 7.

Hardjoprakoso, R. Soemantri. Arsif Sarjana Budi Santosa. Jakarta : Paguyuban

Ngesti Tunggal, 2015. Cetakan-Ke 8.

Page 127: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

115

Hadiwijono, Harun. Konsep Tentang Manusia Dalam Kebatinan Jawa. Jakarta: Sinar

Harapan, 1983.

_______________. Kebatinan dan Injil. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009. Cetakan

ke 11.

Imam S, Suwarno. Konsep tuhan, manusia dan mistik dalam kebatinan jawa. Jakarta

: PT Grafindo Persada, 2005.

______________. Disertasi: Konsep Mistik Pangestu. Jakarta: UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, 2003.

Kutha Ratna, Nyoman. Metodologi Penelitian Kajian Budaya dan Ilmu Sosial

Humaniora Pada Umumnya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, cetakan

pertama, 2010.

Laporan ketua pangestu didalam Dwija Wara, no1-2-3, (mei, juni, juli 2001).

M. Echols, Jhon dan Hassan Shadily. Kamus Ingris Indonesia. Jakarta: PT Gramedia

Utama Jakarta.

Mulder, Niels. Mistisisme Jawa : Ideologi di Indonesia. Yogyakarta : LKIS, 2001.

Mertowerdojo, R. Soenarto. Sabda Pratama. Jakarta : Paguyuban Ngesti Tunggal,

2014.

______________________. Sabda Khusus. Jakarta : Paguyuban Ngesti Tunggal,

2013.

Nawawi, Hadari dan Martini Hadari. Penelitian Terapan. Yogyakarta: Gajah Mada

University Press, 1996.

Putra, Nusa. Penelitian Kualitatif, Proses dan Aplikasi. Jakarta: PT Indek, cetakan

pertama, 2012.

Page 128: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

116

Pawenang, Sri. Wewerah Kerohanian Sapta Darma. Yogyakata, Yayasan Pusat Srati

Darma, 1964.

____________. Profile Kerohanian Sapta Darma. Yogyakarta: Sekretariat Tuntunan

Agung Unit Penerbitan, 1968.

____________. Pedoman Pribadi Manusia Secara Kerohanian Sapta Darma.

Yogyakarta: Sekretariat Tuntunan Agung Unit Penerbitan,1968.

____________. Dasa Warsa Kerohanian Sapta Darma. Yogyakarta: Sekretariat

Tuntunan Agung Unit Penerbitan, 2012.

Raharjo, Riwayat Hidup Bapak Paranpara. Jakarta : Paguyuban Ngesti Tunggal,

2013.

Rumawati, Mega. Keberadaan Aliran Kejawen Sapta Darma; Studi kasus

dipersatuan Warga Sapta Darma di Kendal. Semarang; Fakultas

Sosoiologi dan Antropoligi Universitas Negeri Semarang, 2011.

Romdon. Ajaran Ontologi Aliran Kebatinan. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada,

1996.

Sambas, Abas. Konsepsi Wahyu Dalam Ajaran Sapta Darma. Jakarta: Fakultas

Ushuludin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011.

Soemarjan, Selo. ilmu gaib, kebatinan dan agama dalam kehidupan masyarakat

didalam simposium IAIN Syarif Hidayatullah, Mengamankan Kila

Ketuhanan Yang Maha Esa. Jakarta : Tnjung Harapan, 1970.

Sekretariat Tuntunan Agung Kerohanian Sapta Darma, Sejarah Penerimaan Wahyu

Wewarah Sapta darma dan Panuntun Angung Sri Guatama.

Yogyakarta: Sanggar Candi Rengga-Surokarsan Unit Penerbitan, 2010.

Page 129: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

117

Soewondo. Ulasan Kang Kelana. Jakarta: Paguyuban Ngesti Tunggal, 2015.

Zainul Bahri, Media. Wajah Studi Agama-Agama. Yogyakarta: Pustaka Pelajar 2015.

Zed, Mestika. Metode Penelitian Kepustakaan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,

Cetakan pertama, 2004.

http://remaja7darma.blogspot.co.id/p/buku-wewarah.html.

http://www.pangestu.org/.

Page 130: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

LAMPIRAN 1

118

Page 131: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

LAMPIRAN 2

119

Page 132: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

120

Page 133: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

LAMPIRAN 3

121

Hasil Wawancara

A. Latar belakang Informan

Nama : Titis Bambang Haryono

Agama : Penganut ajaran Pangestu

Profesi : Pegawai Swasta dan Pengurus Pangestu

B. Berita Wawancara

1. Jelaskan Sejarah dan Pendirian Paguyuban Ngesti Tunggal ?

Paguyuban Ngeti Tunggal diwahyukan kepada bapak Soenarto Mertowerdojo pada

Tanggal 14 Februari 1932. Ketiia sedang melaksanakan solat dhaim, ia berdoa kepada Tuhan

untuk mendapatkan Sih Pepadang-Nya untuk membantu keresahannya selama ini. ketika itu

juga, terdengar didalam sanubarinya ada seseuatu yang berkata “ Ketahuliah, yang

dinamakan ilmu sejati ialah petunjuk yang nyata, yaitu petunjuk yang menunjukan jalan

yang benar, jalan yang sampai pada asal mula hidup.” dari perkataan ilahi inilah yang

membuat Pakde Narto percaya bahwa ini benar benar dari Tuhan. Pangestu secara organisasi

didirikan pada Tanggal 20 Mei 1949 di Surakarta. Pagyubuan ini menjadi sebuah

perkumpulan orang orang yang menyakini Ajaran Sang Guru Sejati yang diwahyukan kepada

Pakde Narto. Adapun akronim dari Pangestu ialah Paguyuban Ngesti Tunggal yang memiliki

arti persatuan untuk memohon kepada Tuhan. Perkembangan pangestu dari masa

kelahirannya memiliki masa yang sangat bagus terkhusus dari tahun 1950, 1951, 1953,

sampai 1964 memiliki perkembangan yang sangat pesat, walau pada akhirnya kini tidak

begitu sepesat pada masa itu. tetapi ajaran ini masih tetap ada sampai saat ini.

2. Jelaskan konsep ajaran yang berada di dalam pangestu ?

Dalam ajaran yang diwahyukan kepada Pakde Narto mengajarkan manusia untuk

selalu sadar terhadap dirinya dan Tuhannya. Karena manusia itu merupakan awalnya bagian

dari Sang Maha Hidup, sebagaimana dalam wahyu yang diterima oleh Pakde Narto bahwa

Tuhan itu satu yang memiliki sifat tiga, kita mengenalnya dengan Tripurusa yaitu, Suksma

Kawekas (Allah), Suksma Sejati (Rasul), dan Roh Suci (Nur Muhammad). Selain dari pada

itu, ajaran yang diwahyukan oleh Pakde Narto ini memiliki ajara Pokok ialah Hasta Sila,

Paliwara, Sangkan Paran, Jalan Rahayu dan Panembah. Dari kelima ajaran ini terkumpul

dalam suatu kitab suci yang di tulis oleh Tumenggung Hardjopraskoso dan Trihaardono

Soemadihardjo yaitu Kitab Sasangka Jati.

3. Jelaskan bagaimana proses menuju Mistisisme ?

Proses dalam pencapaian tujuan akhir dari ajaran ini ialah menunggalnya jiwa dengan

Sukama Kawekas ialah dengan menjalankan Hasta Sila dan melaksankan Panembah. Hasta

Sila sebagai kuci dasar sesorang untuk dapat berbakti kepada Tuhan dan Manusia ialah

dengan melaksanakan Trisila dan Panca Sila. hal ini harus benar-benar dijalankan agar

seseorang mencapai sifat Budi Luhur. Sedangakan Panembah menjadi sebuah tanda Bakti

terhadap Tuhan selain melaksanakan perintah-Nya akan tetapi sadar bahwa seseorang harus

kembali kepadanya.

Page 134: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

122

Hasil Wawancara

A. Latar belakang Informan

Nama : Puji Santoso

Agama : Penganut ajaran Pangestu

Profesi : Pegawai Swasta dan Pengurus Pangestu

B. Berita Wawancara

1. Jelaskan Sejarah dan Pendirian Paguyuban Ngesti Tunggal ?

Paguyuban Ngesti Tunggal didirikan oleh bapak Soenarto Mertowerdojo atau sering

disebut dengan Pakde Narto pada Tanggal 20 Mei 1949, akan tetapi proses pewahyuan yang

diterima oleh Pakde Narto pada tanggal 14 Februari 1932. Penamaan dari nama ajaran ini

sesuai dengan Tujuan dari pada ajaran ini ialah persatuan untuk memohon kepada Tuhan,

ialah Pangestu (Paguyuban Ngesti Tunggal). Selain itu, Pangestu memiliki lambang yang

menjadi tanda ajaran ini, yang bermakna kesimbangan dalam mencapai kesempurnaan.

Terdapat dua bunga dalam lambang ajaran ini ialah mawar dan bunga kamboja. Mawar

digambarkan kemewahan dunia diaman seseorang harus mencapai kejayaan di dunia , slain

itu pula seseorang harus mencapai kejayaan di akhirat pula karena bunga kamboja

digambarkan sebagai dunia akhirat.

2. Jelaskan konsep ajaran yang berada di dalam pangestu ?

Ajaran pangestu yang tercatat dalam kitab Sasangka Jati terdiri dari Hasta Sila,

Paliwara, Sangkan Paran, Jalan Rahayu, Candra Jiwa dan Panembah. Hasta Sila merupakan

sebuah jalan bagi manusia untuk menuju Budi Luhur, diaman dalam Hasta Sila terdiri dari

dua Tri Sila dan Panca Sila. sedangakan Paliwara ialah sebuah larangan yang harus dijaga

untuk tidak melakukannya. Sangkan Paran ialah sebuah hukum sebab perbuatan seseorang

atas perbuatannya. Jalan Rahayu ialah sebuah jalan untuk dapat menjadi seorang siswa dan

Panembah ialah ajaran tentang peribadatan secara praktek dan secara kejiwaan.

3. Jelaskan bagaimana proses menuju Mistisisme ?

Sebagai sebuah ajaran yang bertunjuan untuk bertunggal, maka proses untuk menuju

langkah tidak bisa dilakukan oleh seseorang yang bisa harus seseorang telah bisa

mengendalikan Hasta Silanya dan telah dapat menaklukan Hawa Nafsunya yang kemudian

menjapai Budi Luhur. Setelah seseorang itu memiliki Budi yang Luhur maka wajib baginya

untuk melaksanakan Panembah sebagai sebuah jalan menuju kebertunggalan kepada Suksma

Sejati. Panembah sebuah proses kebertunggalan antara Jiwa dengan Tuhan.

Page 135: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

123

Hasil Wawancara

C. Latar belakang Informan

Nama : Sukamto

Agama : Penganut ajaran Sapta Darma

Profesi : Pelatih voly dan Pengurus Sapta Darma

D. Berita Wawancara

1. Jelaskan Sejarah dan Pendirian Sapta Darma ?

Ajaran Sapta Darma diwahyukan kepada bapak Hardjosapoero pada Tanggal 27

Desember 1914 dan telah dilegalkan ajaran ini pada tanggal 17 Maret 1959. Setelah ajaraan

ini mendapat izin legal, timbulah perkumpulan para penganut ajaran ini yang disebut sebagao

Persada (Persatuan Warga Sapta Darma) pada Tanggal 27 Desember 1986. Awalnya ajaran

ini menggunakan kata “Agama” sebagai sebuah sebuatan ajaran ini. akan tetapi, terlihat

sebagai sebuah yang negatif bagi masyarakat di sekitar. Bapak Hardjoprakoso etelah

mendapat wahyu pertama pada tanggal 27 Desember 1952, ia memiliki pangkat sebagai

panuntun ialah Panuntun Agung Sri Gutama. Ada yang disebut Sri Pawenang ialah pengganti

dari Panuntung Agung Sri Gutama sebagai pemipin setelah beliau tiada.

2. Jelaskan konsep ajaran yang berada di dalam Sapta Darma ?

Ajaran kerohanian Sapta Darma ini memiliki beberapa ajaran yang harus dilakukan

dan diamalkan oleh para warganya ialah Wewerah Pitu, Sujud, Ening atau Samadi dan

Racut, serta ajaran tentang aspek kemanusiaan yang dijabarkan dalam lambang ajaran ini.

Wewerah Pitu atau Wewerah Suci atau Tujuh Petuah yang harus dilaksanakan dan dilakukan

oleh setiap warga Sapta Darma sebagai langkah awal untuk menuju pada sikap yang luhur.

Sujud merupakan sebuah praktek keagamaan ajaran Sapta Darma yang menjadi kunci untuk

menuju sikap Budi Luhur dan menuju Mistsisime.

3. Jelaskan bagaimana proses menuju Mistisisme ?

Langkah untuk menuju kebertunggalan ialah dengan melaaksakan Sujud secara

teratur dan harus bisa mengendalikan hawa nafsu sampai jiwa menjadi Budi yang Luhur.

Maka dar itu seseorang akan mendapatkan Nur Cahaya yang berada di ubun ubun. Kemudian

seseorang melaksakan Racut sebagai jalan untuk bertemunya jiwa dengan Tuhan.

Page 136: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

124

Hasil Wawancara

E. Latar belakang Informan

Nama : Servarius

Agama : Penganut ajaran Sapta Darma

Profesi : Pegawai Swasta dan Pengurus Sapta Darma

F. Berita Wawancara

1. Jelaskan Sejarah dan Pendirian Sapta Darma ?

Ajaran Sapta Darma didirikan oleh bapak Hardosapoero pada tanggal 17 Maret 1959

serta pendirian Persada pada Tanggal 27 Desember 1986. Pendirian Persatuan Warga Sapta

darma menandakan bahwa ajaran ini begitu pesat pada zamannya sehingga terbentuklah

perkumulan ini sebagai tali penghubung antar sesama penganut ajaran ini. Bapak

Hardjosapoero mendapat gelar keluhuran sebagai Panuntun Agung Sri Gutama sebagai orang

yang telah dipilih oleh sang Ilahi untuk menyebarkan ajaran Tuhan. walau ia sebagai sebuah

pemimpin ajaran ini, ada pula pendamping dan pengganti beliau ialah Sri Pawenang yang

mimpin ajaran ini setelah Sri Gutama telah tiada.

2. Jelaskan konsep ajaran yang berada di dalam Sapta Darma ?

Ajaran yang menjadi pedoman dalam aliran kerohanian ini ialah Wewerah Pitu,

Simbol Manusia, Sujud, Racut, dan Sesanti. Wewerah merupakan tujuh petuah yang menjadi

landasan awal menuju tujuan dari ajaran ini, ialah kebertunggalan. Simbol manusia

merupakan penggambaran tetang asal muasal manusia untuk mengetahui kita ini berasal dari

satu yang sama, sehingga sudah sewajibnya untuk melaksakan perintah Tuhan. Sujud

menjadi jalan dan tanda bakti manusia terhadap Tuhan, selain itu pula sujud menjadi sebuah

jalan menuju sikap Budi Luhur untuk menuju kepada Mistsisime. Sedangakan Rcut

merupakan oleh jiwa untuk dapat bertemu secara langusng dengan Sinar Nur Cahaya Allah,

ialah dengan berusaha melepaskan jiwa dengan jasad. Dan terakhir sesanti yang menajadi

sebuah semboyan ajaran ini.

3. Jelaskan bagaimana proses menuju Mistisisme ?

Untuk menuju kepada kebertunggalan, dalam ajaran Sapta Darma seseorang harus

bisa mengamalkan Wewerah pitu, melaksanakan Sujud dan melakukan Racut. Tiga point

yang menjadi kuci penting, akan tetapi dalam hal ini seseorang harus bisa mengendalikan

hawa nafsunya. Agar seseorang dapat melaksanakan Sujud dan Racut dengan lancar.

Page 137: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian
Page 138: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian
Page 139: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian
Page 140: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian
Page 141: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

LAMPIRAN 4

125

SUSUNAN ORGANISASI PANGESTU

KETUA

WAKIL KETUA

Badan Perencanaan Pusat Dewan Pertimbangan

Sekretariat

Umum

Bendahara

Bid

ang 1

Bid

ang I

I

Bid

ang I

II

Bid

ang I

V

Bid

ang V

Bad

an P

endid

idkan

Sis

wa

Purn

ama

Bad

an P

engukuh

Nas

kah

Kep

ust

akaa

n

Pan

ges

tu

Bad

an P

endid

idkan

Sis

wa

Purn

ama

Bad

an P

ener

bit

an

Pan

ges

tu

Bad

an P

enel

itia

n

Pen

gem

ban

gan

Koordinator Daerah

CABANG

RANTING

Page 142: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

126

STRUKTUR ORGANISASI SAPTA DARMA

TUNTUNAN AGUNG

- STAF TUNTUNAN

AGUNG

- KOORDINATOR

WANITA

- KOORDINATOR

REMAJA

PERWAKULAN

LUAR NEGERI

LITBANG SEKRETARIAT

HUMAS

PERSADA PUSAT YASRAD PUSAT

TUNTUNAN PROVINSI

- STAF TUNTUNAN

PROVINSI

- KOORDINATOR

WANITA

- KOORDINATOR

REMAJA

PERSADA

PROVINSI

YASRAD

CABANG UTAMA

TUNTUNAN KAB/KOTA

- STAF TUNTUNAN

KAB/KOTA

- KOORDINATOR

WANITA

- KOORDINATOR

REMAJA

TUNTUNAN KECAMATAN

TUNTUNAN SANGGAR

PERSADA KAB/ KOTA YASRAD CABANG

PERSADA KECAMATAN

Page 143: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

LAMPIRAN 5

127

Gambar no 1

Lambang Ajaran Pangestu

Gambar no 2

Foto Bapak Soenarto Mertowedojo

Pendiri Pangestiu

Gambar no 3

Bapak Tumenggung Hardjoprakoso

Bapak Soenarto Mertowerdojo (Tengah)

Bapak Trihardono Soemoadihardjo

Gambar no 4

Foto Bersama Ibu Titis (Penganut dan

Pengurus Pangestu) di kantor Pusat

Pangestu

Page 144: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

130

Gambar no 5

Foto Bersama Bapak Puji (Penganut dan

Pengurus Pangestu) dikediamannya

Gambar No 6

Proses Ceramah Pencerahan ke 8 tentang

Panembah yang disampaikan oleh Ibu Titis

di kantor Pusat Pangestu

Gambar no 7

Proses Ceramah Pencerahan ke 7 tentang

Jiwa Manusia (Candra Jiwa)

Gambar no 8

Lambang Ajaran Sapta Darma

Page 145: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

129

Gambar no 9

Bapak Hardjosapuro

Gambar no 10

Ibu Sri Pawenang

Gambar no 11

Bapak Sukamto (Penganut dan Penguurus

Sapta Darma) dalam acara Bakti sosial di

kediaman beliau.

Gambar no 12

Bersama Bapak Servarius (Penganut dan

Pengurus Sapta Darma) di kediaman beliau.

Page 146: AJARAN DAN PRAKTIK RITUAL DALAM ALIRAN PANGESTU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41891/2/M... · hingga manusia dapat bertemu langsung dengan Tuhan. Penelitaian

130

Gambar No 13

Proses Pelaksanaan Racut

Gambar No 14

Pelaksanaan Sujud