agus skripsi

97
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan tinggi dalam bidang akuntansi saat ini dan kedepannya dituntut untuk tidak hanya menghasilkan lulusan yang menguasai kemampuan di bidang akademik, tetapi juga mempunyai kemampuan yang bersifat teknis analisis dalam bidang humanistic skill dan professional skill sehingga nantinya dapat menghasilkan lulusan yang mempunyai nilai tambah dalam bersaing di dunia kerja. Eka (2007) yang menyatakan keadaan di sekitar kita membuktikan bahwa orang yang memiliki kecerdasan otak saja belum tentu sukses berkiprah dalam menghadapi kehidupan atau dunia kerja. Bahkan seringkali yang berpendidikan formal lebih rendah ternyata banyak yang lebih berhasil. Saat ini begitu banyak orang berpendidikan dan begitu tampak menjanjikan, namun karirnya terhambat atau lebih buruk lagi, tersingkir, akibat rendahnya kecerdasan emosional mereka. 1

Upload: othey-aja

Post on 30-Nov-2015

150 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pendidikan tinggi dalam bidang akuntansi saat ini dan kedepannya dituntut

untuk tidak hanya menghasilkan lulusan yang menguasai kemampuan di bidang

akademik, tetapi juga mempunyai kemampuan yang bersifat teknis analisis dalam

bidang humanistic skill dan professional skill sehingga nantinya dapat

menghasilkan lulusan yang mempunyai nilai tambah dalam bersaing di dunia

kerja. Eka (2007) yang menyatakan keadaan di sekitar kita membuktikan bahwa

orang yang memiliki kecerdasan otak saja belum tentu sukses berkiprah dalam

menghadapi kehidupan atau dunia kerja. Bahkan seringkali yang berpendidikan

formal lebih rendah ternyata banyak yang lebih berhasil. Saat ini begitu banyak

orang berpendidikan dan begitu tampak menjanjikan, namun karirnya terhambat

atau lebih buruk lagi, tersingkir, akibat rendahnya kecerdasan emosional mereka.

Akuntansi merupakan suatu sistem untuk menghasilkan informasi keuangan yang

digunakan para pemakainya dalam proses pengambilan keputusan bisnis. Tujuan

informasi tersebut adalah memberikan petunjuk dalam memilih tindakan yang

paling baik untuk mengalokasikan sumberdaya yang langka pada aktivitas bisnis

dan ekonomi. Dengan demikian, akuntansi tidak dapat dilepaskan dari aspek

perilaku manusia akan informasi yang dapat dihasilkan oleh akuntansi yang

tentunya sumber daya manusianya sudah mempersiapkan perilakunya dari proses

belajar akuntansi dan lainnya yang telah diikuti.

1

Suwardjono (1991) menulis tentang perilaku belajar di perguruan tinggi,

dimana dikatakan bahwa sistem pembelajaran perguruan tinggi belum memenuhi

standar proses belajar mengajar yang benar dan ideal, sehingga hasil belajar di

perguruan tinggi tidak maksimal. Perilaku belajar mahasiswa adalah kegiatan

yang dilakukan oleh mahasiswa dalam proses pembelajaran yang terdiri dari

kebiasaan mengikuti pelajaran, kebiasaan membaca buku, kunjungan ke

perpustakaan, dan kebiasaan menghadapi ujian. Persiapan belajar dan

mempersiapkan diri untuk mengikuti ujian akan membuat mahasiswa lebih tenang

dalam mengikuti proses pembelajaran dan terhindar dari tekanan dalam proses

belajar.

Goleman (2003) dalam Nuraini (2007) menyatakan kemampuan akademik

bawaan, nilai rapor dan predikat kelulusan pendidikan tinggi tidak memprediksi

seberapa baik kinerja seseorang sudah bekerja atau seberapa tinggi sukses yang

dicapainya dalam hidup. Sebaliknya seperangkat kecakapan khusus seperti

empati, disiplin diri dan inisiatif mampu membedakan orang sukses dari yang

berprestasi biasa-biasa saja. Faktor ini dikenal sebagai kecerdasan emosional (KE)

(Goleman, 2000:25). Goleman berusaha mengubah pandangan tentang kecerdasan

intelektual (KI) yang menyatakan keberhasilan ditentukan oleh inteklektualitas

belaka, sehingga berusaha untuk menemukan keseimbangan cerdas antara emosi

dan kognisi. Penelitian Goleman juga mengatakan bahwa 80 persen keberhasilan

individu tergantung pada kecerdasan emosional (EQ) dan minimal 20 persen

bergantung pada Kecerdasan intelektual (IQ) mereka. Kecerdasan emosional (EQ)

dan kecerdasan intelektual terpisah namun kedua ini dapat berinteraksi satu sama

lain dalam kehidupan nyata. Itu sebabnya, fungsi keduanya yang berada di

2

belahan kanan dan belahan kiri otak kita. Kedua belahan otak selalu bekerjasama

satu sama lain untuk mendapatkan refleksi berpikir dan emosi secara efektif.

Konsekuensi yang muncul apabila tidak mengelola emosional hati-hati dan

tekanan hidup dapat membuat individu harus menghadapi dengan stres keras dan

tekanan.

Mahasiswa dengan rutinitasnya belajar di kelas, belajar di luar jam kuliah,

membuat tugas-tugas yang diberikan oleh dosen, dan bagi mahasiswa tingkat

akhir yang sedang membuat skripsi akan mengalami stres apabila tidak diimbangi

dengan perilaku belajar dan menyiapkan diri dengan menggunakan kecerdasan

emosionalnya dalam menjalani rutinitas kehidupannya sebagai seorang

mahasiswa. Mahasiswa terkadang merasa bosan dan tertekan dengan proses

perkuliahan yang ada. Hal ini disebabkan karena kurangnya kesadaran mahasiswa

mengenai bagaimana cara dan makna belajar di perguruan tinggi yang pada

nantinya akan sangat menentukan sikap dan pandangan belajar di perguruan

tinggi. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh Suwardjono (1991) dimana

mahasiswa yang belajar di perguruan tinggi dituntut tidak hanya mempunyai

keterampilan teknis tetapi juga memiliki daya dan kerangka pikir serta sikap

mental dan kepribadian tertentu sehingga mempunyai wawasan luas dalam

menghadapi masalah-masalah dalam dunia nyata (masyarakat).

Pengaruh perilaku belajar dan kecerdasan emosional terhadap stres dalam

mengikuti proses perkuliahan akan menjadi suatu gambaran untuk mengenali

mahasiswa sesuai kematangan mereka untuk menciptakan suasana perkuliahan

yang nyaman dan tidak menimbulkan stres kuliah. Sebagai mahasiswa juga dapat

melihat dan mampu memanfaatkan perilaku belajar dan kecerdasan emosional

3

sehingga secara tidak langsung mahasiswa akan belajar untuk menggunakan

perilaku belajar yang baik dan mengelola kecerdasan emosional dengan baik pula

dalam menghadapi stres kuliah. Kecerdasan emosional menentukan seberapa baik

seseorang menggunakan keterampilan-keterampilan yang dimilikinya, termasuk

keterampilan intelektual. Paradigma lama menganggap bahwa yang ideal adalah

adanya nalar yang bebas dari emosi, paradigma baru menganggap adanya

kesesuain antara kepala dan hati. Proses belajar mengajar dalam berbagai

bidangnya sangat terkait dengan kecerdasan emosional mahasiswanya.

Kecerdasan emosional dapat digunakan untuk melatih kemampuan mahasiswa,

yaitu kemapuan untuk mengelola perasaannya, kemampuan untuk memotivasi

dirinya sendiri, kesanggupan untuk bersabar dan tegar disaat menghadapi suatu

permasalahan (frustasi), kesanggupan mengendalikan hasrat dan kesanggupan

untuk menunda kepuasan sesaat saja, dapat mengontrol suasana hati, serta mampu

untuk memberikan simpati, empati, dan mampu bekerja sama dengan orang lain.

Kemampuan-kemampuan tersebut dapat mendukung seorang mahasiswa dalam

usahanya untuk mencapai tujuan dan cita-cita. Kesulitan belajar yang dicirikan

oleh menurunnya prestasi belajar sebagai bentuk kegagalan bisa berkaitan dengan

dominan afektif, misalnya situasi emosi akan mempengaruhi belajar (Winkel,

1996:29) dalam Marita,dkk (2008).

Penelitian Suryaningsum dkk (2005) menyatakan bahwa pengaruh

kecerdasan emosional mahasiswa akuntansi terhadap stres kuliah hanya

dipengaruhi oleh variabel pengenalan diri dan keterampilan sosial, sedangkan

variabel pengendalian diri, motivasi, empati, tidak berpengaruh signifikan

terhadap stres kuliah hal ini dikarenakan pengendalian diri, motivasi, dan empati

4

mahasiswa jika kita diamati sepintas memang terjadi fenomena dimana

mahasiswa cenderung belum mampu mengendalikan dirinya sehingga terkesan

melakukan sesuatu seenaknya sendiri. Penelitian ini juga dimaksudkan untuk

mencari jawaban atas fenomena tersebut di perguruan tinggi yaitu di Fakultas

Ekonomi Universitas Udayana Denpasar.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan pokok

permasalahan sebagai berikut.

1) Apakah perilaku belajar dan kecerdasan emosional berpengaruh terhadap

stres kuliah mahasiswa akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Udayana

Denpasar?

2) Apakah perilaku belajar berpengaruh terhadap stres kuliah mahasiswa

akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Udayana Denpasar?

3) Apakah kecerdasan emosional berpengaruh terhadap stres kuliah

mahasiswa akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Udayana Denpasar?

1.2 Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1.2.1 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan pokok permasalahan yang telah diuraikan,

maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah.

1) Untuk mengetahui adanya pengaruh perilaku belajar dan kecerdasan

emosional terhadap stres kuliah mahasiswa akuntansi Fakultas Ekonomi

Universitas Udayana Denpasar.

2) Untuk mengetahui adanya pengaruh perilaku belajar terhadap stres kuliah

mahasiswa akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Udayana Denpasar.

5

3) Untuk mengetahui adanya pengaruh kecerdasan emosional terhadap stres

kuliah mahasiswa akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Udayana

Denpasar.

1.2.2 Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

1) Kegunaan Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan bukti empiris tentang

perilaku belajar dan kecerdasan emosional mahasiswa akuntansi

terhadap stres kuliah. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat

memberikan tambahan wawasan dan pengetahuan tentang perilaku

belajar dan kecerdasan emosional serta dapat menambah referensi di

lingkungan akademis sehingga dapat memberikan manfaat bagi pihak-

pihak yang berkepentingan.

2) Kegunaan Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pertimbangan atau

masukan bagi perguruan tinggi untuk dapat meningkatkan kualitas dan

mutu pendidikan yang diselenggarakan tentang perilaku belajar dan

membantu mengembangkan kecerdasan emosional anak didiknya.

1.3 Sistematika Penulisan

Pembahasan skripsi ini disusun atas beberapa bab untuk memberikan

gambaran yang lebih jelas dan terperinci mengenai masalah yang dibahas dalam

penelitian ini. Adapun sistematika penulisannya sebagai berikut.

6

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini diuraikan tentang latar belakang masalah, tujuan dan

kegunaan penelitian, serta sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN TEORITIS

Pada bab ini diuraikan mengenai landasan teori, rumusan hipotesis, dan

hasil-hasil penelitian sebelumnya yang erat kaitannya dan mendukung

pembahasan dalam penelitian. Hal ini diperoleh dari berbagai literatur

baik berupa buku-buku maupun hasil penelitian sebelumnya yang

sejenis.

BAB III METODELOGI PENELITIAN

Pada bab ini diuraikan mengenai metode-metode yang digunakan dalam

memecahkan masalah penelitian seperti lokasi penelitian, objek

penelitian, identifikasi variabel, definisi operasonal variabel, jenis dan

sumber data, responden penelitian, metodelogi penentuan sampel,

metodelogi pengumpulan data dan teknik analisis data.

BAB IV PEMBAHASAN

Pada bab ini diuraikan mengenai gambaran umum lokasi penelitian dan

pembahasan hasil penelitian dari rumusan masalah.

BAB IV SIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini menyajikan simpulan yang diperoleh dari hasil

pembahasan berdasarkan analisis yang telah dilakukan serta akan

diajukan saran-saran yang dipandang perlu atas simpulan yang

diberikan.

7

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Pengertian belajar

Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk

memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai

hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Slameto,

2003:2). Menurut Garry and Kingsley yang dikutip oleh Sudjana (1989:5),

menyatakan belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku yang orisinil

melalui latihan-latihan dan pengalaman.

Secara psikologi, belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu

perubahan tingkah laku sebagai hasil interaksi dalam memenuhi kebutuhan

hidupnya. Perubahan tersebut akan nyata dalam seluruh aspek tingkah laku.

Belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan.

Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan melainkan pengubahan

kelakuan (Hamalik, 2003:27).

Dari pendapat diatas dikatakan bahwa belajar adalah suatu proses yang

dilakukan untuk memperoleh perubahan tingkah laku melalui pengalaman dan

latihan.

2.1.2 Ciri - ciri belajar

8

Djamarah (2002:15) mengemukakan ciri-ciri belajar adalah sebagai

berikut.

1) Perubahan yang terjadi secara sadar

Individu yang belajar akan menyadari terjadinya perubahan itu atau

sekurang-kurangnya individu merasakan telah terjadi adanya suatu

perubahan dalam dirinya. Misalnya ia menyadari bahwa pengetahuannya

bertambah, kecakapannya bertambah, kebiasaannya bertambah.

2) Perubahan dalam belajar bersifat fungsional

Perubahan yang terjadi dalam diri individu berlangsung terus menerus

dan tidak statis. Suatu perubahan yang terjadi akan menyebabkan

perubahan berikutnya.

3) Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif

Dalam belajar, perubahan-perubahan itu selalu bertambah dan tertuju

untuk memperoleh suatu yang lebih baik dari sebelumnya. Perubahan

yang bersifat aktif artinya bahwa perubahan itu tidak terjadi dengan

sendirinya, melainkan karena usaha individu sendiri.

4) Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara

Perubahan yang terjadi karena proses belajar bersifat menetap atau

permanen. Ini berarti bahwa tingkah laku yang terjadi setelah belajar

akan bersifat menetap.

5) Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah

Perubahan tingkah laku itu terjadi karena ada tujuan yang akan dicapai.

Perubahan belajar terarah pada perubahan tingkah laku yang benar-benar

disadari.

9

6) Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku

Perubahan yang diperoleh individu setelah melalui suatu proses belajar

meliputi perubahan keseluruhan tingkah laku. Jika seseorang belajar

sesuatu, sebagai hasilnya ia akan mengalami perubahan tingkah laku

secara menyeluruh dalam sikap kebiasaan, keterampilan, pengetahuan

dan sebagainya.

2.1.3 Prinsip-prinsip belajar

Prinsip-prinsip belajar menurut Dimyati (2005:30) yaitu.

1) Perhatian dan motivasi

Perhatian mempunyai peranan yang penting dalam kegiatan belajar.

Apabila bahan pelajaran tersebut dirasa penting, akan membangkitkan

motivasi untuk mempelajarinya. Motivasi berkaiatan erat dengan minat.

Siswa yang mempunyai minat akan cenderung perhatian dan timbul

motivasinya untuk mempelajari bidang tertentu.

2) Keaktifan

Keaktifan anak akan mendorong untuk berbuat sesuatu, mempunyai

kemauan dan aspirasi sendiri. Belajar hanya mungkin terjadi apabila anak

aktif mengalami sendiri

3) Keterlibatan langsung atau berpengalaman

Dalam belajar melalui pengalaman, siswa tidak hanya mengamati tetapi

menghayati, terlibat langsung dalam perbuatan dan tanggung jawab

terhadap hasilnnya.

4) Pengulangan

10

Prinsip belajar menekankan prinsip pengulangan adalah teori psikologi

daya. Menurut teori ini, belajar adalah melatih daya-daya yang ada pada

manusia yang terdiri atas daya: mengamat, menanggap, mengingat,

mengkhayal, merasakan dan sebagainya. Dengan mengadakan

pengulangan maka daya yang dilatih akan menjadi sempurna.

5) Tantangan

Dalam belajar, siswa menghadapi hambatan untuk mencapai tujuan

belajar. Agar timbul motif pada anak untuk mengatasi hambatan tersebut,

bahan pelajaran haruslah menantang. Tantangan yang dihadapi membuat

siswa bergaiarah untuk mengatasinya.

6) Balikan dan penguatan

Siswa akan belajar lebih semangat apabila mengetahui dan mendapatkan

hasil yang baik. Dengan hasil yang baik merupakan balikan yang

menyenangkan dan berpengaruh baik untuk usaha belajar selanjutnya.

Balikan yang diterima melalui penggunaan metode akan mendorong

siswa untuk belajar lebih giat dan bersemangat.

7) Perbedaan individu

Siswa merupakan individu yang unik. Tipe siswa mempunyai perbedaan

satu dengan yang lain. Perbedaan individu ini berpengaruh pada cara dan

hasil belajar siswa.

2.1.4 Kawasan perilaku individu

Di dalam konteks pendidikan, Bloom mengungkapkan tiga kawasan

(domain) perilaku individu beserta sub kawasan dari masing-masing kawasan.

Taksonomi perilaku di atas menjadi rujukan penting dalam proses pendidikan,

11

terutama kaitannya dengan usaha dan hasil pendidikan. Segenap usaha pendidikan

seyogyanya diarahkan untuk terjadinya perubahan perilaku peserta didik secara

menyeluruh, dengan mencakup semua kawasan perilaku. Dengan merujuk pada

tulisan Gulo (2005), di bawah ini akan diuraikan ketiga kawasan perilaku individu

beserta sub-kawasannya.

1) Kawasan Kognitif

Kawasan kognitif yaitu kawasan yang berkaitan aspek-aspek intelektual

atau berfikir/nalar terdiri dari :

(1) Pengetahuan (knowledge), Pengetahuan merupakan aspek kognitif

yang paling rendah tetapi paling mendasar. Dengan pengetahuan

individu dapat mengenal dan mengingat kembali suatu objek, ide

prosedur, konsep, definisi, nama, peristiwa, tahun, daftar, rumus, teori,

atau kesimpulan.

Dilihat dari objek yang diketahui (isi) pengetahuan dapat digolongkan

sebagai berikut.

a. Mengetahui sesuatu secara khusus.

a) Mengetahui terminologi yaitu berhubungan dengan mengenal

atau mengingat kembali istilah atau konsep tertentu yang

dinyatakan dalam bentuk simbol, baik berbentuk verbal

maupun non verbal.

b) Mengetahui fakta tertentu yaitu mengenal atau mengingat

kembali tanggal, peristiwa, orang tempat, sumber informasi,

kejadian masa lalu, kebudayaan masyarakat tertentu, dan ciri-

ciri yang tampak dari keadaan alam tertentu.

12

b. Mengetahui tentang cara untuk memproses atau melakukan

sesuatu.

a) Mengetahui kebiasaan atau cara mengetengahkan ide atau

pengalaman

b) Mengetahui urutan dan kecenderungan yaitu proses, arah dan

gerakan suatu gejala atau fenomena pada waktu yang berkaitan.

c) Mengetahui penggolongan atau pengkategorisasian.

Mengetahui kelas, kelompok, perangkat atau susunan yang

digunakan di dalam bidang tertentu, atau memproses sesuatu.

d) Mengetahui kriteria yang digunakan untuk mengidentifikasi

fakta, prinsip, pendapat atau perlakuan.

e) Mengetahui metodologi, yaitu perangkat cara yang digunakan

untuk mencari, menemukan atau menyelesaikan masalah.

f) Mengetahui hal-hal yang universal dan abstrak dalam bidang

tertentu, yaitu ide, bagan dan pola yang digunakan untuk

mengorganisasi suatu fenomena atau pikiran.

g) Mengetahui prinsip dan generalisasi

h) Mengetahui teori dan struktur.

(2) Pemahaman (comprehension), pemahaman atau dapat dijuga disebut

dengan istilah mengerti merupakan kegiatan mental intelektual yang

mengorganisasikan materi yang telah diketahui. Temuan-temuan yang

didapat dari mengetahui seperti definisi, informasi, peristiwa, fakta

disusun kembali dalam struktur kognitif yang ada. Temuan-temuan ini

diakomodasikan dan kemudian berasimilasi dengan struktur kognitif

13

yang ada, sehingga membentuk struktur kognitif baru. Tingkatan

dalam pemahaman ini meliputi,

a. translasi yaitu mengubah simbol tertentu menjadi simbol lain tanpa

perubahan makna. Misalkan simbol dalam bentuk kata-kata diubah

menjadi gambar, bagan atau grafik;

b. interpretasi yaitu menjelaskan makna yang terdapat dalam simbol,

baik dalam bentuk simbol verbal maupun non verbal. Seseorang

dapat dikatakan telah dapat menginterpretasikan tentang suatu

konsep atau prinsip tertentu jika dia telah mampu membedakan,

memperbandingkan atau mempertentangkannya dengan sesuatu

yang lain. Contoh sesesorang dapat dikatakan telah mengerti

konsep tentang “motivasi kerja” dan dia telah dapat

membedakannya dengan konsep tentang ”motivasi belajar”; dan

c. Ekstrapolasi; yaitu melihat kecenderungan, arah atau kelanjutan

dari suatu temuan. Misalnya, kepada siswa dihadapkan rangkaian

bilangan 2, 3, 5, 7, 11, dengan kemapuan ekstrapolasinya tentu dia

akan mengatakan bilangan ke-6 adalah 13 dan ke-7 adalah 19.

Untuk bisa seperti itu, terlebih dahulu dicari prinsip apa yang

bekerja diantara kelima bilangan itu. Jika ditemukan bahwa kelima

bilangan tersebut adalah urutan bilangan prima, maka

kelanjutannnya dapat dinyatakan berdasarkan prinsip tersebut.

(3) Penerapan (application), menggunakan pengetahuan untuk

memecahkan masalah atau menerapkan pengetahuan dalam kehidupan

sehari-hari. Seseorang dikatakan menguasai kemampuan ini jika ia

14

dapat memberi contoh, menggunakan, mengklasifikasikan,

memanfaatkan, menyelesaikan dan mengidentifikasi hal-hal yang

sama. Contoh, dulu ketika pertama kali diperkenalkan kereta api

kepada petani di Amerika, mereka berusaha untuk memberi nama yang

cocok bagi alat angkutan tersebut. Satu-satunya alat transportasi yang

sudah dikenal pada waktu itu adalah kuda. Bagi mereka, ingat kuda

ingat transportasi. Dengan pemahaman demikian, maka mereka

memberi nama pada kereta api tersebut dengan iron horse (kuda besi).

Hal ini menunjukkan bagaimana mereka menerapkan konsep terhadap

sebuah temuan baru.

(4) Penguraian (analysis), menentukan bagian-bagian dari suatu masalah

dan menunjukkan hubungan antar-bagian tersebut, melihat penyebab-

penyebab dari suatu peristiwa atau memberi argumen-argumen yang

menyokong suatu pernyataan.

2) Kawasan afektif

Kawasan afektif yaitu kawasan yang berkaitan aspek-aspek emosional,

seperti perasaan, minat, sikap, kepatuhan terhadap moral dan sebagainya,

terdiri dari.

(1) Penerimaan (receiving/attending), kawasan penerimaan diperinci ke

dalam tiga tahap, yaitu.

a. Kesiapan untuk menerima (awareness), yaitu adanya kesiapan

untuk berinteraksi dengan stimulus (fenomena atau objek yang

akan dipelajari), yang ditandai dengan kehadiran dan usaha untuk

memberi perhatian pada stimulus yang bersangkutan.

15

b. Kemauan untuk menerima (willingness to receive), yaitu usaha

untuk mengalokasikan perhatian pada stimulus yang bersangkutan.

c. Mengkhususkan perhatian (controlled or selected attention).

Mungkin perhatian itu hanya tertuju pada warna, suara atau kata-

kata tertentu saja.

(2) Sambutan (responding), mengadakan aksi terhadap stimulus, yang

meliputi proses sebagai berikut :

a. Kesiapan menanggapi (acquiescene of responding). Contoh :

mengajukan pertanyaan, menempelkan gambar dari tokoh yang

disenangi pada tembok kamar yang bersangkutan, atau mentaati

peraturan lalu lintas.

b. Kemauan menanggapi (willingness to respond), yaitu usaha untuk

melihat hal-hal khusus di dalam bagian yang diperhatikan.

Misalnya pada desain atau warna saja.

c. Kepuasan menanggapi (satisfaction in response), yaitu adanya aksi

atau kegiatan yang berhubungan dengan usaha untuk memuaskan

keinginan mengetahui. Contoh kegiatan yang tampak dari

kepuasan menanggapi ini adalah bertanya, membuat coretan atau

gambar, memotret dari objek yang menjadi pusat perhatiannya, dan

sebagainya.

(3) Penilaian (valuing), pada tahap ini sudah mulai timbul proses

internalisasi untuk memiliki dan menghayati nilai dari stimulus yang

dihadapi. Penilaian terbagi atas empat tahap sebagai berikut :

16

a. Menerima nilai (acceptance of value), yaitu kelanjutan dari usaha

memuaskan diri untuk menanggapi secara lebih intensif.

b. Menyeleksi nilai yang lebih disenangi (preference for a value)

yang dinyatakan dalam usaha untuk mencari contoh yang dapat

memuaskan perilaku menikmati, misalnya lukisan yang memiliki

yang memuaskan.

c. Komitmen yaitu kesetujuan terhadap suatu nilai dengan alasan-

alasan tertentu yang muncul dari rangkaian pengalaman.

d. Komitmen ini dinyatakan dengan rasa senang, kagum, terpesona.

Kagum atas keberanian seseorang, menunjukkan komitmen

terhadap nilai keberanian yang dihargainya.

(4) Pengorganisasian (organization), pada tahap ini yang bersangkutan

tidak hanya menginternalisasi satu nilai tertentu seperti pada tahap

komitmen, tetapi mulai melihat beberapa nilai yang relevan untuk

disusun menjadi satu sistem nilai. Proses ini terjadi dalam dua tahapan,

yakni.

a. Konseptualisasi nilai, yaitu keinginan untuk menilai hasil karya

orang lain, atau menemukan asumsi-asumsi yang mendasari suatu

moral atau kebiasaan.

b. Pengorganisasian sistem nilai, yaitu menyusun perangkat nilai

dalam suatu sistem berdasarkan tingkat preferensinya. Dalam

sistem nilai ini yang bersangkutan menempatkan nilai yang paling

disukai pada tingkat yang amat penting, menyusul kemudian nilai

17

yang dirasakan agak penting, dan seterusnya menurut urutan

kepentingan.atau kesenangan dari diri yang bersangkutan.

(5) Karakterisasi (characterization), karakterisasi yaitu kemampuan untuk

menghayati atau mempribadikan sistem nilai Kalau pada tahap

pengorganisasian di atas sistem nilai sudah dapat disusun, maka

susunan itu belum konsisten di dalam diri yang bersangkutan. Artinya

mudah berubah-ubah sesuai situasi yang dihadapi. Pada tahap

karakterisasi, sistem itu selalu konsisten. Proses ini terdiri atas dua

tahap, yaitu.

a. Generalisasi, yaitu kemampuan untuk melihat suatu masalah dari

suatu sudut pandang tertentu.

b. Karakterisasi, yaitu mengembangkan pandangan hidup tertentu

yang memberi corak tersendiri pada kepribadian diri yang

bersangkutan

3) Kawasan Psikomotor.

Kawasan psikomotor yaitu kawasan yang berkaitan dengan aspek-aspek

keterampilan yang melibatkan fungsi sistem syaraf dan otot

(neuronmuscular system) dan fungsi psikis. Kawasan ini terdiri dari :

(1) Kesiapan yaitu berhubungan dengan kesediaan untuk melatih diri

tentang keterampilan tertentu yang dinyatakan dengan usaha untuk

melaporkan kehadirannya, mempersiapkan alat, menyesuaikan diri

dengan situasi, menjawab pertanyaan.

(2) Meniru adalah kemampuan untuk melakukan sesuai dengan contoh

yang diamatinya walaupun belum mengerti hakikat atau makna dari

18

keterampilan itu. Seperti anak yang baru belajar bahasa meniru kata-

kata orang tanpa mengerti artinya.

(3) Membiasakan yaitu seseorang dapat melakukan suatu keterampilan

tanpa harus melihat contoh, sekalipun ia belum dapat mengubah

polanya.

(4) Adaptasi yaitu seseorang sudah mampu melakukan modifikasi untuk

disesuaikan dengan kebutuhan atau situasi tempat keterampilan itu

dilaksanakan.

(5) Menciptakan (origination) di mana seseorang sudah mampu

menciptakan sendiri suatu karya.

2.1.5 Perilaku belajar mahasiswa

Suwardjono (1991) menyatakan bahwa belajar di perguruan tinggi

merupakan suatu pilihan srategi dalam mencapai tujuan individual seseorang.

Semangat, cara belajar, dan sikap mahasiswa terhadap belajar sangat dipengaruhi

oleh kesadaran akan adanya tujuan individual dan tujuan lembaga pendidikan

yang jelas. Kuliah merupakan ajang untuk mengkonfirmasi pemahaman

mahasiswa dalam proses belajar mandiri. Pengendalian proses belajar lebih

penting daripada hasil atau nilai ujian. Kalau proses belajar dijalankan dengan

baik, nilai merupakan konsekuensi logis dari proses tersebut.

Belajar merupakan salah satu konsep menarik dalam teori-teori psikologi

dan pendidikan, sehingga para ahli memberi bermacam-macam pengertian

mengenai belajar. Belajar merupakan kegiatan individual, kegiatan yang dipilih

19

secara sadar karena seseorang mempunyai tujuan individual tertentu (Suwardjono,

1991). Menurut Ali (1992) dalam Hanifah dan Syukriy menyatakan bahwa belajar

adalah proses perubahan perilaku akibat interaksi individu dengan lingkungan.

Selain itu Slameto (1991) dalam Hanifah dan Syukriy (2001) belajar merupakan

suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan

tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai pengalaman individu itu

sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Ahmadi (1993) dalam Hanifah dan

Syukriy (2001) lebih jauh menyatakan bahwa belajar adalah suatu perubahan di

dalam diri manusia, sehingga apabila setelah belajar tidak terjadi perubahan dalam

diri manusia, maka tidaklah dapat dikatakan padanya telah berlangsung proses

belajar.

Menurut Giyono (1993) dalam Hanifah dan Syukriy (2001) kebiasaan

belajar dapat berlangsung melalui tiga cara yaitu: memperoleh reinforcement,

Classical conditioning, Belajar Moderen, Apabila model ini mendapat

reinforcement terhadap tindakannya, maka akan menjadi kebiasaan.

Marita, dkk (2001) mengemukakan empat hal yang berhubungan dengan

perilaku belajar yang baik, yaitu: kebiasaan mengikuti pelajaran, kebiasaan

memantapkan pelajaran, kebiasaan membaca buku dan kebiasaan menghadapi

ujian

Dampak kebiasaan belajar yang jelek bertambah berat ketika kebiasaan itu

membiarkan mahasiswa dapat lolos tanpa gagal (Calhoun & Acocella, 1995).

Gagne (1988) dalam Marita,dkk (2008) menjelaskan bahwa hasil belajar dapat

dihubungkan dengan terjadinya suatu perubahan, kecakapan atau kepandaian

seseorang dalam proses pertumbuhan tahap demi tahap. Hasil belajar diwujudkan

20

dalam lima kemampuan yakni keterampilan intelektual, strategi kognitif,

informasi verbal, keterampilan motorik, dan sikap. Dalam hal ini terdapat tiga

dimensi belajar yaitu dimensi kognitif, dimensi afektif dan dimensi psikomotorik

Benyamin S. Bloom (1956) dalam Marita,dkk (2008). Dimensi kognitif adalah

kemampuan yang berhubungan dengan berfikir, mengetahui, dan memecahkan

masalah. Selanjutnya dimensi ini dibagi menjadi pengetahuan komprehensif,

aplikatif, sintetis, analisis dan pengetahuan evaluatif. Dimensi afektif adalah

kemampuan yang berhubungan dengan sikap, nilai, minat, apresiasi. Dimensi

psikomotorik yaitu kemampuan yang berhubungan dengan motorik. Atas dasar itu

hakikatnya hasil belajar adalah memperoleh kemampuan kognitif.

2.1.6 Pengertian kecerdasan emosional

Pengertian tradisional, menyatakan bahwa kecerdasan meliputi

kemampuan membaca, menulis dan berhitung yang merupakan keterampilan kata

dan angka yang menjadi fokus di pendidikan formal (sekolah), dan sesungguhnya

mengarahkan seseorang untuk mencapai sukses di bidang akademis. Tetapi

definisi keberhasilan hidup tidak hanya itu saja. Pandangan baru yang

berkembang mengatakan bahwa ada kecerdasan lain di luar kecerdasan intelektual

(IQ), seperti bakat, ketajaman pengamatan sosial, hubungan sosial, kematangan

emosional, dan lain-lain yang harus juga dikembangkan. Menurut Wibowo (2002)

dalam Melandy dan Aziza (2006) kecerdasan emosional adalah kecerdasan untuk

menggunakan emosi sesuai dengan keinginan, kemampuan untuk mengendalikan

emosi sehingga memberikan dampak yang positif.

21

Kecerdasan emosional dapat membantu membangun hubungan dalam

menuju kebahagiaan dan kesejahteraan. Sedangkan menurut Cooper dan Sawaf

(1998) dalam Mu’tadin (2002) kecerdasan emosional adalah kemampuan

merasakan, memahami, dan secara efektif menerapkan daya dan kepekaan emosi

sebagai sumber energi, informasi, koneksi, dan pengaruh yang manusiawi.

Menurut Salovey dan Mayer dalam Melandy dan Aziza (2006), pencipta istilah

“kecerdasan emosional”, mendefinisikan kecerdasan emosional adalah

kemampuan untuk mengenali perasaan, meraih dan membangkitkan perasaan

untuk membantu pikiran, memahami perasaan dan maknanya, dan mengendalikan

perasaan secara mendalam sehingga membantu perkembangan emosi dan

intelektual. Dari beberapa pendapat di atas dapatlah dikatakan bahwa kecerdasan

emosional menuntut diri untuk belajar mengakui dan menghargai perasaan diri

sendiri dan orang lain dan untuk menanggapinya dengan tepat, menerapkan

dengan efektif energi emosi dalam kehidupan dan pekerjaan sehari-hari.

Goleman (2000) secara garis besar membagi dua kecerdasan emosional

yaitu kecakapan diri yang meliputi kesadaran diri, kendali diri, motivasi diri dan

kecakapan sosial yang terdiri dari empati dan ketrampilan sosial. Goleman,

mengadaptasi lima hal yang tercakup dalam kecerdasan emosional dari model

Salovely dan Mayer, yaitu pengenalan diri, pengendalian diri, motivasi diri,

empati, dan kemampuan sosial.

22

Gambar 2.1 Bagan Kecakapan Kecerdasan Emosional

Sumber: Goleman (2000) dalam Bulo (2002)

2.1.7 Komponen-komponen kecerdasan emosional

Terdapat lima dimensi atau komponen kecerdasan emosional (EQ) yaitu.

1) Mengenali emosi diri (pengenalan diri)

Salovely dan Mayer (dalam Goleman,2007:56) menyatakan pengenalan

diri merupakan kemampuan untuk memantau perasaan dari waktu ke

waktu merupakan hal penting bagi wawasan psikologi dan pemahaman

Kecerdasan Emosional

Kecakapan Pribadi Kecakapan Sosial

Kesadaran Diri-Kesadaran Emosional-Penilaian Diri yang Kuat-Kepercayaan Diri

Empati-Memahami Orang Lain-Mengembangkan Orang-Orientasi Pelayanan-Kesadaran Politik

Kendali Diri-Kontrol Diri-Dapat Dipercaya-Berhati-hati-Adaptabilitas-Inovasi

Keterampilan Sosial-Pengaruh-Komunikasi-Manajemen Konflik-Kepemimpinan-Katalisator Perubahan-Membangun Ikatan-Kolaborasi dan Kooperasi-Kemampuan Tim

Motivasi-Dorongan Berprestasi-Komitmen-Inisiatif-Optimisme

23

diri. Ketidakmampuan untuk mencermati perasaan diri sendiri yang

sesungguhnya membuat kita berada dalam kekuatan perasaan.

Menurut Mu’tadin (2002), kesadaran diri dalam mengenali

perasaan sewaktu perasaan itu terjadi merupakan dasar kecerdasan

emosional. Pada tahap ini diperlukan adanya pemantauan perasaan dari

waktu ke waktu agar timbul pemahaman tentang diri. Ketidakmampuan

untuk mencermati perasaan yang sesungguhnya membuat diri berada

dalam kekuasaan perasaan. Sehingga tidak peka akan perasaan

sesungguhnya yang berakibat buruk bagi pengambilan keputusan suatu

masalah.

Gea et al. (2002) dalam Melandy dan Aziza (2006), mengenal diri

berarti memahami kekhasan fisiknya, kepribadian, watak dan

temperamennya, mengenal bakat-bakat alamiah yang dimilikinya serta

punya gambaran atau konsep yang jelas tentang diri sendiri dengan segala

kesulitan dan kelemahannya. Ada beberapa cara untuk mengembangkan

kekuatan dan kelemahan dalam pengenalan diri yaitu introspeksi diri,

mengendalikan diri, membangun kepercayaan diri, mengenal dan

mengambil inspirasi dari tokoh-tokoh teladan, dan berpikir positif dan

optimis tentang diri sendiri. Dari beberapa cara untuk mengembangkan

pengenalan diri di atas dapat diketahui bahwa kepercayaan diri merupakan

salah satu hal yang dapat mempengaruhi bagaimana mahasiswa mengenal

dirinya.

2) Mengelola emosi (pengendalian diri)

24

Menurut Salovely dan Mayer (dalam Goleman,2007:56), mengelola emosi

berarti menangani perasaan agar perasaan dapat terungkap dengan cepat,

hal ini merupakan kecakapan yang sangat bergantung pada kesadaran diri.

Emosi dikatakan berhasil dikelola apabila mampu menghibur diri ketika

ditimpa kesedihan, dapat melepaskecemasan, kemurungan atau

ketersinggungan dan mampu bangkit kembali dengan cepat. Sebaliknya

orang yang buruk memampuannya dalam mengelola emosi akan terus

bertarung melawan perasaan murung atau melarikan diri pada hal-hal

negative yang merugikan dirinya sendiri.

Menurut Goleman (2000) dalam Nuraini (2007) Pengendalian diri

merupakan sikap hati-hati dan cerdas dalam mengatur kehidupan,

keseimbangan dan kebijakan yang terkendali, dan tujuannya adalah untuk

keseimbangan emosi, bukan menekan emosi, karena setiap perasaan

mempunyai nilai dan makna. Kepercayaan diri mahasiswa akan

mempengaruhi kemampuan untuk mengendalikan dirinya. Mahasiswa

yang memiliki kepercayaan diri yang kuat maka akan cenderung lebih

mampu mengendalikan dirinya dalam menghadapi permasalahan yang

terjadi dibandingkan dengan mahasiswa yang memiliki kepercayaan diri

lemah.

3) Memotivasi diri sendiri

Menurut Salovely dan Mayer (dalam Goleman,2007:56), kemampuan

seseorang memotivasi diri dapat ditelusuri melalui bagaimana caranya

mengendalikan dorongan hati, derajat kecemasan yang berpengaruh

terhadap unjuk kerja seseorang , kekuatan berfikir positif, optimisme dan

25

keadaan ketika perhatian seseorang sepenuhnya tercurah ke dalam apa

yang sedang terjadi, pekerjaannya hanya terfokus pada satu objek. Dengan

kemampuan memotivasi diri sendiri yang dimilikinya maka seseorang

akan cenderung memiliki pandangan yang positif dalam menilai segala

sesuatu yang terjadi dalam dirinya

Menurut Goleman (2000) dalam Nuraini (2007), Motivasi

didefinisikan sebagai suatu konsep yang digunakan jika menguraikan

kekuatan-kekuatan yang bekerja terhadap diri individu untuk memulai dan

mengarahkan perilaku atau segala sikap yang menjadi pendorong

timbulnya suatu perilaku. Motivator yang paling berdaya guna adalah

motivator dari dalam, bukan dari luar. Keinginan untuk maju dari dalam

diri mahasiswa akan menimbulkan semangat dalam meningkatkan kualitas

mereka. Para mahasiswa yang memiliki upaya untuk meningkatkan diri

akan menunjukkan semangat juang yang tinggi ke arah penyempurnaan

diri yang merupakan inti dari motivasi untuk meraih prestasi.

Ada banyak faktor yang mempengaruhi motivasi seorang

mahasiswa, salah satunya adalah kepercayaan diri. Mahasiswa yang

memiliki kepercayaan diri kuat cenderung lebih memiliki motivasi yang

tinggi karena dia percaya akan kemampuan dirinya sendiri dibandingkan

dengan mahasiswa yang memiliki kepercayaan diri lemah yang cenderung

memiliki motivasi yang rendah pula.

4) Mengenali emosi orang lain (empati)

Menurut Salovely dan Mayer (dalam Goleman,2007:56), empati atau

mengenali emosi orang lain dibangun berdasarkan pada kesadaran diri.

26

Jika seseorang terbuka pada emosi sendiri, maka dapat dipastikan bahwa

ia akan terampil membaca perasaan orang lain. Sebaliknya orang yang

tdak mampu menyesuaikan diri dengan emosinya sendiri dapat dipastikan

tidak akan mampu menghormati perasaan orang lain.

Menurut Goleman (2000) dalam Nuraini (2007) Empati adalah

perasaan simpati dan perhatian terhadap orang lain, khususnya untuk

berbagi pengalaman atau secara tidak langsung merasakan penderitaan

orang lain. Empati atau mengenal emosi orang lain dibangun berdasarkan

pada kesadaran diri. Jika seseorang terbuka pada emosi sendiri, maka

dapat dipastikan bahwa ia akan terampil membaca perasaan orang lain.

Orang yang memiliki empati yang tinggi akan lebih mampu membaca

perasaan dirinya dan orang lain yang akan berakibat pada peningkatan

kualitas belajar sehingga akan tercipta suatu pemahaman yang baik

tentang akuntansi. Kepercayaan diri akan mempengaruhi empati dari

seorang mahasiswa. Mahasiswa yang memiliki kepercayaan diri kuat akan

mudah untuk berempati kepada dirinya dan orang lain dibandingkan

dengan mahasiswa yang memiliki kepercayaan diri yang lemah.

5) Membina hubungan dengan orang lain (keterampilan sosial)

Menurut Salovely dan Mayer (dalam Goleman,2007:56), seni dalam

membina hubungan dengan orang lain merupakan keterampilan sosial

yang mendukung keberhasilan dalam pergaulan dengan orang lain. Orang-

orang yang hebat dalam keterampilan ini akan sukses dalam bidang

apapun yang mengandalkan pergaulan yang mulus dengan orang lain.

Tanpa memiliki keterampilan seseorang akan mengalami kesulitan dalam

27

pergaulan sosial. Orang yang tidak memiliki keterampilan ini akan

dianggap angkuh, mengganggu atau tidak berperasaan bagi orang lain.

Menurut Jones (1996) dalam Melandy dan Aziza (2006),

kemampuan membina hubungan dengan orang lain adalah serangkaian

pilihan yang dapat membuat anda mampu berkomunikasi secara efektif

dengan orang yang berhubungan dengan anda atau orang lain yang ingin

anda hubungi. Dalam hubungannya dengan dunia kampus, keterampilan

sosial dapat dilihat dari sinkronisasi antara dosen dan mahasiswa yang

menunjukkan seberapa jauh hubungan yang mereka rasakan, studi-studi di

kelas membuktikan bahwa semakin erat koordinasi gerak antara dosen dan

mahasiswa, semakin besar perasaan bersahabat, bahagia, antusias, adanya

keterbukaan ketika melakukan interaksi. Perasaan bersahabat antara dosen

dan mahasiswa akan menciptakan sebuah interaksi yang efektif dalam

rangka pemahaman di bidang akuntansi. Kepercayaan diri sangat

diperlukan dalam ketrampilan sosial, karena dengan kepercayaan diri yang

kuat, mahasiswa akan mudah untuk terbuka dan terampil dalam

bersosialisasi bila dibandingkan dengan mahasiswa yang kepercayaan

dirinya lemah.

2.1.8 Pengertian stres

Tekanan secara sederhana dapat dikatakan sebagai sesuatu yang

bersangkutan dengan interaksi antara orang dengan lingkungannya. Sebagian

besar dari definisi tekanan memandang individu dan lingkungan sebagai suatu

interaksi perangsang (stimulus), interaksi tanggapan (response) atau interaksi

28

antara perangsang dan tanggapan (stimulus-response interaction). Unsur-unsur

tekanan yang digunakan untuk mendefinisikan tekanan sebagai suatu tanggapan

yang dapat menyesuaikan diri, yang dipengaruhi oleh perbedaan individual dan

atau proses psikologis yaitu suatu konsekuensi dari suatu tindakan ekstern

(lingkungan), situasi atau peristiwa yang terlalu banyak mengadakan tuntutan

psikologis dan atau fisik seseorang.

Menurut Charles D. Spielberg dalam (Handoyo, 2001 : 63), stres adalah

tuntutan-tuntutan eksternal yang mengenai seseorang, misalnya obyek-obyek

dalam lingkungan atau suatu stimulus yang secara obyektif adalah berbahaya.

Stres juga bisa diartikan sebagai tekanan, ketegangan atau gangguan yang tidak

menyenangkan yang berasal dari luar diri seseorang. Menurut Braham dalam

(Hondoyo,2001 :68), gejala stres dapat berupa tanda-tanda sebagai berikut :

1) Fisik, yaitu sulit tidur atau tidur tidak teratur, sakit kepala, sulit buang air

besar, adanya gangguan pencernaan, radang usus, kulit gatal-gatal,

punggung terasa sakit, urat-urat pada bahu dan leher terus tegang, keringat

berlebihan, berubah selera makan, tekanan darah tinggi atau serangan

jantung, kehilangan energi.

2) Emosional, yaitu mudah marah, mudah tersinggung, gelisah dan cemas,

suasana hati mudah berubah-ubah, mudah menangis dan depresi, gugup,

agresif terhadap orang lain dan mudah bermusuhan serta mudah

menyerang dan kelesuan mental.

3) Intelektual, yaitu mudah lupa, kacau pikirannya, daya ingat menurun, sulit

berkonsentrasi, suka melamun berlebihan, pikiran hanya dipenuhi oleh

satu pikiran saja.

29

4) Interpersonal, yaitu acuh dan mendiamkan orang lain, kepercayaan kepada

orang lain menurun, mudah mengingkari janji pada orang lain, senang

mencari kesalahan orang lain atau menyerang dengan kata-kata, menutup

diri secara berlebihan, dan mudah menyalakan orang lain.

Dr. Hans Seyle dalam Bakthiar (2009) menganggap tekanan sebagai suatu

tanggapan yang tidak khusus terhadap setiap tuntutan terhadap organisme. Ia

memberi nama toga fase reaksi pertahanan yang disusun oleh seseorang apabila ia

menghadapi tekanan sebagai gejala penyesuaian umum (general adaption

syndrome). Seyle menamakannya umumss (general) karena konsekuensi

penekanan mempunyai akibat dalam berbagai macam bidang dalam badan kita;

dapat menyesuaikan diri (adaptive) berhubungan dengan rangsangan pertahanan

yang didesain untuk membantu badan menyesuaikan diri atau menangani

penekanan; dan gejala (syndrome) menunjukkan bahwa bagian-bagian kecil dari

reaksi terjadi sedikit banyak bersama-sama. Tiga fase yang berbeda-beda itu

dinamakan tanda bahaya (alarm), perlawanan (resistance) dan kelelahan

(exhaustion).

Tingkat bahaya (alarm stage) adalah mobilisasi permulaan yang

digunakan oleh badanuntuk menghadapi tantangan dari penekan. Jika penekan itu

diketahui, maka otak mengirim berita biokemis kepada seluruh sistem badan.

Pernafasan menjadi meningkat, tekanan darah naik, biji mata membesar, otot-otot

menjadi tegang, dan sebagainya. Jika penekan itu berlangsung terus maka GAS (

General Adaptive Syndrome) maju ke tingkat perlawanan (resistance stage)

dimana memiliki tanda-tanda : kelelahan, kegelisahan dan ketegangan. Tingkat

terakhir dari GAS adalah kelelahan (exhaustion). Jika orang dalam waktu yang

30

lama dan terus menerus terkena tekanan yang sama, maka akhirnya tenaga

menjadi lelah.

Sedangkan menurut Lazarus dan Launier (1978) dalam Leila (2002: 3)

terdapat empat tahapan proses stres, antara lain :

1) Stage of alarm

Individu mengidentifikasi suatu stimulus yang membahayakan, hal ini

akan meningkatkan kesiagaan dan orientasinya pun terarah kepada

stimulus tersebut

2) Stage of Appraisals

Individu mulai melakukan penilaianterhadap stimulus yang mengenainya.

Penilaian ini dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman individu tersebut.

Tahapan penilaian ini dibagi menjadi dua, yaitu :

1) Primary Cognitive Appraisal

Adalah proses mental yang berfungsi mengevaluasi suatu situasi atau

stimulus dari sudut implikasinya terhadap individu, apakah

menguntungkan, merugikan atau membahayakan individu tersebut

2) Secondary Cognitive Apprraisal

Adalah evaluasi terhadap sumber daya yang dimiliki oleh individu

dan berbagai alternatif cara untuk mengatasi situasi tersebut. Proses

ini dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman individu pada pada

situasi serupa, persepsi individu terhadap kemampuan dirinya dan

lingkungannya, serta berbagai sumber daya pribadi dan lingkungan.

3) Stage of Searching for a Coping Strategy

31

Konsep “coping” diartikan sebagai usaha – usaha untuk mengelola

tuntutan-tuntutan lingkungan dan tuntutan-tuntutan internal serta

mengolahkonflik antara berbagai tuntutan tersebut. Tingkat kekacauan

yang dibangkitkan oleh satu stresor (sumber stres) akan menurunjika

individu memiliki antisipasi tentang cara mengelola atau menghadapi

stresor tersebut, yaitu dengan menerapkan strategi coping yang tepat.

Strategi yang akan digunakan ini dipengaruhi oleh pengalaman atau

informasi yang dimiliki oleh individu serta konteks situasi dimana stres

tersebut berlangsung.

4) Stage of Stres Response

Pada tahap ini, individu mengalami kekacauan emosional yang akut

seperti sedih, cemas, marah, dan panik. Mekanisme pertahanan diri yang

digunakan menjadi tidak adekuat, fungsi – fungsi kognisi menjadi kurang

terorganisasikan dengan baik dan pola-pola neuroendokrin serta sistem

saraf otonom bekerja terlalu aktif. Reaksi-reaksi ini timbul akibat adanya

pengaktifan yang tidak adekuat dan reaksi-reaksi untuk menghadapi stres

yang berkepanjangan. Dampak dari keadaan ini adalah bahwa individu

mengalami disorganisasi dan kelelahan baik mental maupun fisik.

Menurut Cox, kategori dari lima jenis tekanan yang mungkin timbul dari

tekanan meliputi :

1) Akibat subyektif (subjective effects). Kegelisahan, agresif, kelesuan,

kebosanan, kemuraman (depresi), kelelahan, kekecewaan (frustasi),

kehilangan kesabaran, harga diri yang rendah, perasaan terpencil

32

2) Akibat perilaku (behavioral effect). Mudah terkena kecelakaan,

penyalahgunaan obat, peledak emosi, makan yangberlebihan, minum atau

merokok yang berlebihan, berprilaku yang impulsif, tertawa gelisah.

3) Akibat kognitif (cognitive effects). Tidak mampu mengambil keputusan

yang sehat, kurang bisa berkonsentrasi, sangat peka terhadap kecaman dan

rintangan mental.

4) Akibat fisiologis (physiological effect). Tingkat gula darah meningkat,

denyut jantung atau tekanan darah naik, mulut kering, berkeringat, biji

mata membesar.

5) Akibat keorganisasian (organization effects). Kemangkiran, produktivitas

rendah, mengasingkan diri dari teman sekerja, ketidakpuasan kerja,

menurunnya keterikatan dan loyalitas terhadap organisasi.

2.1.9 Stres kuliah

Pemahaman umum tentang konsep stres banyak digunakan untuk

menjelaskan tentang sikap atau tindakan individu yang dilakukanya bila

menghadapi suatu tantangan dalam hidup dan ternyata gagal memperoleh respon

dalam menghadapi tantangan tersebut. Proses stres didahului oleh adanya sumber

stres (stresor) yaitu setiap keadaan yang dirasakan orang mengancam dan

membahayakan dirinya. Istilah stres atau ketegangan memiliki konotasi yang

beragam. Bagi sementara orang, stres dapat menggambarkan keadaan psikis

setelah mengalami berbagai tekanan yang melampaui batas ketahanannya.

Sementara orang lain mengatakan stres bersifat subyektif hanya berhubungan

dengan kondsi-kondisi psikologis dan emosi seseorang. Adapula yang

33

menganggap stres dan ketegangan merupakan faktor sebab akibat. Namun banyak

orang cenderung menganggap stres sebagai tanggapan patologos (proses

penyimpangan kondisi biologis yang sehat) terhadap tekanan-tekanan psikologis

dan sosial yang berhubungan dengan pekerjaan dan lingkungannya.

Ivianchevic dan Martinson (1993) dalam Yulianti (2002) mendefinisikan

stres secara sederhana sebagai interaksi individu dengan angkatan. Kemudian

definisi tersebut dirinci lebih jauh sebagai respon yang adaptif yang ditengahi oleh

perbedaan individual dan proses psikologis yang merupakan konsekuensi dari

tindakan dan sistem internal atau kejadian yang meminta kondisi psikologis dan

fisik seseorang secara berlebihan. Stres adalah suatu kondisi ketegangan yang

mempengaruhi emosi, proses berfikir dan kondisi seseorang.

Stres yang terlalu besar dapat mengancam kemampuan atau kondisi

seseorang dalam menghadapi lingkungan (Handoko, 2000). Dilihat dari sudut

pandang orang yang mengalami stres, seseorang akan memberikan tanggapan

terhadap hal-hal yang dinilai mendatangkan stres. Tanggapan orang terhadap

sumber stres dapat berpengaruh pada segi psikologi dan fisiologis. Tanggapan ini

disebut strain, yaitu tekanan atau ketegangan. Seseorang yamg mengalami stres

secara psikologis menderita tekanan dan ketegangan yang membuat pola pikir

seseorang menjadi kacau. Dalam proses itu, hal yang dapat menyebabkan stres

dan pengalaman orang yang mengalami stres akan saling berkaitan. Proses itu

merupakan pengaruh timbal balik dan menciptakan usaha atau penyesuaian atau

tepatnya penyeimbangan, yang terus menerus antara orang yang mengalami stres

dan keadaan yang penuh stres.

34

2.1.10 Definisi akuntansi

Definisi akuntansi dapat dirumuskan dari dua sudut pandang yaitu definisi

dari sudut pemakai jasa akuntansi, dan dari sudut proses kegiatannya. Definisi

dari sudut pemakai, akuntansi adalah suatu disiplin yang menyediakan informasi

yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan secara efisien dan mengevaluasi

kegiatan-kegiatan suatu organisasi (Jusup, 2005:4). Dari sudut proses kegiatannya

akuntansi didefinisikan sebagai proses pencatatan, penggolongan, peringkasan,

pelaporan dan penganalisaan data keuangan suatu organisasi (Jusup, 2005:5).

Akuntansi juga disebutkan sebagai bahasa bisnis (language of business)

(Suwardjono, 2003:30). Dimana sebagai bahasa bisnis, akuntansi dapat

memberikan informasi tentang kondisi keuangan berupa posisi keuangan yang

tertuang dalam jumlah kekayaan, utang dan modal suatu bisnis dan hasil usahanya

pada suatu waktu atau periode tertentu. Dengan informasi ini pembaca laporan

keuangan tidak perlu lagi mengunjungi suatu perusahaan atau melakukan

interview untuk mengetahui keadaan keuangannya, hasil usahanya maupun

memprediksi masa depan perusahaan.

2.1.11 Bidang studi akuntansi

Materi-materi khusus yang dipelajari dalam bidang studi akuntansi antara

lain sebagai berikut (Suwardjono, 2003: 34 - 40) :

a. Akuntansi Keuangan

Bidang akuntansi keuangan (financial accounting) membahas masalah

pelaporan keuangan untuk kepentingan pihak eksternal. Bidang ini dibagi

menjadi dua bagian,yaitu bidang praktik membahas pengukuran, penilaian,

35

dan pengakuan objek transaksi keuangan serta pengungkapan/ penyajian

data hasil pengukuran tersebut ke dalam laporan keuangan umum sesuai

dengan prinsip akuntansi berterima umum.

b. Teori Akuntansi

Bidang ini mempelajari penalaran logis dan konsep-konsep yang

menjelaskan dan melandasi praktik atau struktur akuntansi yang berjalan

dan sebaiknya dijalankan.

c. Pengauditan

Pengauditan (auditing) membahas tentang prinsip, prosedur dan teknik

pengauditan laporan keuangan untuk memberi pendapat tentang kewajaran

penyajian laporan keuangan.

d. Akuntansi Kos

Akuntansi kos (cost accounting) membahas pengumpulan data kos untuk

mengukur berbagai objek yang menjadi pusat perhatian manajemen dan

penentuan kos produk khususnya dalam perusahaan pemanufakturan.

e. Akuntansi Manajemen

Akuntansi manajemen (management accounting) lebih menekankan pada

pemanfaatan data akuntansi untuk pengambilan keputusan (decision

making) dan pengendalian (controlling) operasi perusahaan secara

keseluruhan meliputi produksi, pemasaran, sumber daya manusia, dan

pendanaan/pembelanjaan (financing).

f. Manajemen Kos

36

Manajemen kos lebih berkepentingan dengan pengukuran aktivitas dan

objek-objek strategik dalam rangka pengambilan keputusan strategik

untuk mencapai keunggulan kompetitif (competitive advantage)

g. Sistem Pengendalian Manajemen

Bidang ini membahas perancangan sistem dan proses untuk memotivasi

para manajer divisi agar mereka bertindak untuk memaksimumkan

kepentingan divisi tetapi pada saat yang sama juga memaksimumkan

kepentingan divisi secara keseluruhan.

h. Sistem Akuntansi

Bidang ini mempelajari berbagai rancang bangun (design) prosedur-

prosedur untuk pengumpulan, penciptaan, dan pelaporan data akuntansi

yang paling sesuai dengan kebutuhan suatu perusahaan tertentu.

i. Sistem Informasi Manajemen

Bidang ini mempelajari perancangan sistem penyediaan informasi dan

pengolahan data untuk menopang keputusan manajemen berbagai aspek

dan fungsi.

j. Akuntansi pajak

Bidang ini membahas berbagai transaksi penting perusahaan dan berbagai

peraturan perpajakan yang bersangkutan serta pengaruh peraturan tersebut

terhadap laporan keuangan khususnya penentuan besarnya laba

perusahaan.

k. Akuntansi Pemerintahan

37

Bidang ini membahas perekayasaan akuntansi untuk unit organisasi

nonprofit seperti pemerintah, rumah sakit, sekolah, universitas, yayasan

dan sebagainya.

l. Analisis laporan keuangan

Bidang ini mempelajari bagaimana memanfaatkan, menganalisis, dan

mengiterpretasikan data yang termuat dalam laporan keuangan untuk

menunjang keputusan investasi dalam surat-surat berharga yang

diterbitkan suatu perusahaan (saham, obligasi, opsi dan sebagainya).

2.1.12 Pemakai informasi akuntansi

Menurut Jusup (2005:6-7), pihak-pihak yang memerlukan informasi

akuntansi adalah sebagai berikut:

1) Manajer

Manajer perusahaan menggunakan informasi akuntansi untuk menyusun

perencanaan perusahaannya,mengevaluasi kemajuan yang dicapai dalam

usaha mencapai tujuan dan melakukan tindakan koreksi yang diperlukan.

2) Investor

Investor melakukan penanaman modal dalam perusahaan dengan tujuan

untuk mendapat hasil yang sesuai dengan harapannya.Para investor harus

melakukan analisis atas laporan keuangan perusahaan yang akan dipilih

sebagai tempat penanaman modalnya.

3) Kreditur

Kreditur memerlukan informasi akuntansi, untuk menilai apakah kredit

telah digunakan sesuai dengan tujuan yang telah disepakati

38

4) Instansi Pemerintah

Informasi akuntansi merupakan sumber utama bagi badan pemerintah

seperti badan pelayanan pajak untuk menetapkan besarnya pajak

perusahaan.

5) Organisasi Nirlaba

Organisasi-organisasi yang tidak bertujuan mencari laba seperti organisasi

keagamaan, yayasan atau lembaga pendidikan juga membutuhkan

informasi akuntansi dimana organisasi ini berurusan dengan soal-soal

keuangan karena mereka harus memiliki anggaran, membayar tenaga

kerja, membayar listrik dan sewa, serta urusan keuangan lainnya yang

bersangkutan dengan akuntansi.

6) Pemakai lainnya

Pemakai lainnya seperti organisasi buruh dimana mereka membutuhkan

informasi tentang laba perusahaan dan juga informasi keuangan lainnya

dalam rangka mengajukan kenaikan gaji atau tunjangan-tunjangan lain

dari perusahaan tempat mereka bekerja.

2.2 Pembahasan Penelitian Sebelumnya

Suryaningsum dan Trisnawati (2003), telah melakukan penelitian tentang

Pengaruh Kecerdasan Emosional Terhadap Tingkat Pemahaman Akuntansi

dengan sampel mahasiswa akhir akuntansi yang telah menempuh 120 SKS pada

beberapa universitas di Yogyakarta dengan menggunakan alat analisis regresi

linier berganda. Hasil pengujian Suryaningsum dan Trisnawati (2003)

menunjukkan bahwa kecerdasan emosional tidak berpengaruh secara signifikan

39

terhadap tingkat pemahaman akuntansi. Persamaan dengan penelitian ini adalah

sama-sama menggunakan variabel kecerdasan emosional sebagai variabel

independen dan menggunakan teknik analisis linerar berganda. Perbedaannya

adalah menambah variabel perilaku belajar sebagai variabel independen dan stres

kuliah sebagai variabel dependennya.

Melandy dan Aziza (2006), Telah melakukan penelitian tentang Pengaruh

Kecerdasan Emosional Terhadap Tingkat Pemahaman Akuntansi, Kepercayaan

Diri Sebagai Variabel Pemoderasi dengan sampel mahasiswa akuntansi tingkat

akhir pada beberapa perguruan tinggi negeri yang ada di Propinsi Bengkulu. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa terlihat adanya perbedaan tingkat pengenalan diri

dan motivasi antara mahasiswa yang memiliki kepercayaan diri kuat dengan

mahasiswa yang memiliki kepercayaan diri lemah, sedangkan untuk variable

pengendalian diri, empati, dan keterampilan sosial tidak terdapat perbedaan.

Persamaan dengan penelitian ini adalah sama-sama menggunakan variabel

kecerdasan emosional sebagai variabel independen. Perbedaannya adalah

menambah variabel perilaku belajar sebagai variabel independen dan stres kuliah

sebagai variabel dependennya.

Penelitian yang dilakukan oleh Marita,dkk (2008) yang mengkaji secara

empiris atas perilaku dan kecerdasan emosional dalam mempengaruhi stres kuliah

mahasiswa akuntansi. Sampel dalam penelitian ini adalah mahasiswa akuntansi

yang belajar di wilayah D.I.Yogyakarta. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa

kecerdasan emosional dan perilaku belajar mahasiswa jurusan akuntasi, keduanya

memberikan pengaruh negatif dan signifikan terhadap stres kuliah responden,

dalam hal ini variabel kecerdasan emosional memberikan pengaruh lebih dominan

40

terhadap stres kuliah dibandingkan variabel perilaku belajar. Variabel kecerdasan

emosional (X1) mempunyai pengaruh negatif terhadap stres kuliah. Jika

kecerdasan emosional semakin meningkat mengakibatkan stres kuliah semakin

menurun, begitu pula sebaliknya jika pada kecerdasan emosional semakin

menurun maka stres kuliah akan semakin meningkat.Variabel Perilaku Belajar

(X2) mempunyai pengaruh negatif terhadap terhadap stres kuliah. Pengaruh

negatif ini berarti bahwa perilaku belajar dan stres kuliah menunjukkan pengaruh

terbalik. Jika perilaku belajar semakin meningkat mengakibatkan stres kuliah

semakin menurun, begitu pula sebaliknya jika pada perilaku belajar semakin

menurun maka stres kuliah akan semakin meningkat. Persamaan dengan

penelitian ini adalah sama-sama menggunakan variabel perliku belajar dan

kecerdasan emosional sebagai variabel independen dan stres kuliah sebagai

variabel dependen. Perbedaan penelitian ini adalah lokasi penelitiannya dilakukan

di Fakultas Ekonomi Universitas Udayana Denpasar dan pengambilan sampel

dalam penelitian ini adalah menggunakan teknik purposive sampling.

2.3 Perumusan Hipotesis

2.3.1 Pengaruh perilaku belajar dan kecerdasan emosional terhadap stres kuliah

Penelitian Marita,dkk (2008) menunjukkan bahwa kecerdasan emosional

dan perilaku belajar mahasiswa jurusan akuntasi, keduanya memberikan pengaruh

negatif dan signifikan terhadap stres kuliah responden, dalam hal ini variabel

kecerdasan emosional memberikan pengaruh lebih dominan terhadap stres kuliah

41

dibandingkan variabel perilaku belajar. Dari uraian diatas maka dapat dirumuskan

hipotesis sebagai berikut :

Ha1: Perilaku belajar dan kecerdasan emosional berpengaruh terhadap stres kuliah mahasiswa akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Udayana Denpasar

2.3.2 Pengaruh perilaku belajar terhadap stres kuliah

Seorang mahasiswa yang memiliki perilaku belajar .Hal-hal yang

berhubungan dengan perilaku belajar yang baik dapat dilihat dari kebiasaan

mengikuti pelajaran, kebiasaan membaca buku, kunjungan ke perpustakaan dan

kebiasaan menghadapi ujian. Hasil penelitian Marita,dkk (2008) menyatakan

bahwa perilaku Belajar mempunyai pengaruh negatif terhadap terhadap stres

kuliah. Pengaruh negatif ini berarti bahwa perilaku belajar terhadap stres kuliah

menunjukkan pengaruh terbalik. Jika perilaku belajar semakin meningkat

mengakibatkan stres kuliah semakin menurun, begitu pula sebaliknya jika pada

perilaku belajar semakin menurun maka stres kuliah akan semakin meningkat.

Sehingga perilaku belajar memiliki peranan penting untuk menghadapi stres yang

akan datang. Dari uraian di atas maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

Ha2: Perilaku belajar mahasiswa akuntansi (kebiasaan mengikuti pelajaran, kebiasaan membaca buku, kunjungan ke perpustakaan dan kebiasaan menghadapi ujian ) berpengaruh terhadap Stres kuliah.

2.3.3 Pengaruh kecerdasan emosional terhadap stres kuliah

Kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk mengenal perasaan diri

sendiri dan orang lain untuk memotivasi diri sendiri dan mengelola emosi dengan

baik di dalam diri kita. Kemampuan ini saling berbeda dan melengkapi dengan

kemampuan akademik murni yang diukur dengan IQ.

42

Penelitian Gasya (2007) menyimpulkan bahwa terdapat hubungan negatif

yang signifikan antara kecerdasan emosi dengan derajat stres pada mahasiswa

tingkat akhir. Dimana hubungan negatif yang signifikan antara kecerdasan emosi

dengan derajat stres pada mahasiswa tingkat akhir, yang berarti apabila

kecerdasan emosi individu tinggi maka derajat stres individu rendah dan

sebaliknya apabila kecerdasan emosi individu rendah maka derajat stres individu

tinggi. Selain itu, penelitian Marita,dkk (2008) juga menyatakan bahwa

kecerdasan emosional mempunyai pengaruh negatif terhadap stres kuliah. Jika

kecerdasan emosional semakin meningkat mengakibatkan stres kuliah semakin

menurun, begitu pula sebaliknya jika pada kecerdasan emosional semakin

menurun maka stres kuliah akan semakin meningkat.

Dengan adanya kecerdasan emosional yang ditandai oleh kemampuan

pengenalan diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati dan kemampuan sosial

akan mempengaruhi perilaku belajar mahasiswa yang nantinya juga

mempengaruhi seberapa besar tingkat stres yang dialami mahasiswa. Dari uraian

di atas maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

Ha3: Kecerdasan emosional (kemampuan pengenalan diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati dan kemampuan sosial) berpengaruh terhadap Stres kuliah.

43

BAB III

METODELOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian mengambil lokasi di Fakultas Ekonomi Universitas

Udayana Denpasar. Alasan dipilihnya lokasi ini karena Fakultas Ekonomi

Universitas Udayana merupakan salah satu perguruan tinggi negeri yang berusaha

meningkatkan mutu pendidikan guna menghasilkan lulusan yang berkualitas

(hard skill dan soft skill)

3.2 Objek Penelitian

Adapun objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengaruh

perilaku belajar dan kecerdasan emosional terhadap stres kuliah mahasiswa

jurusan akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Udayana Denpasar.

3.3 Identifikasi Variabel

Variabel penelitian merupakan suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang,

objek, atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh

peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2007:59).

Berdasarkan hipotesis yang telah dikemukakan, maka variabel yang akan

dianalisis dikelompokkan sebagai berikut :

1) Variabel bebas (independent variabel)

Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau menjadi

timbulnya variabel terikat (Sugiyono,2007:59). Dalam penelitian ini yang

44

menjadi variabel bebas adalah perilaku belajar (X1) dan kecerdasan

emosional (X2).

2) Variabel terikat (dependent variabel)

Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat

adanya variabel bebas (Sugiyono,2007:59). Dalam penelitian ini yang

menjadi variabel terikat adalah stres kuliah (Y).

3.4 Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional variabel adalah suatu definisi yang diberikan kepada

variabel, dengan tujuan memberikan arti atau menspesifikasinya. Pada penelitian

ini definisi operasional variabel yang dimaksud adalah sebagai berikut:

1) Variabel Independen (X)

(1) Perilaku Belajar (X1)

Marita, dkk (2008) mengemukakan empat hal yang berhubungan

dengan perilaku belajar yang baik, yaitu: kebiasaan mengikuti

pelajaran, kebiasaan memantapkan pelajaran, kebiasaan membaca

buku, dan kebiasaan menghadapi ujian

a. Kebiasaan Mengikuti Pelajaran, yaitu seberapa besar

perhatian dan keaktifan seorang mahasiswa dalam belajar.

b. Kebiasaan Membaca Buku, yaitu berapa lama seorang

mahasiswa membaca setiap hari dan jenis bacaan yang dibaca.

c. Kunjungan ke Perpustakaan, yaitu seberapa sering

mahasiswa ke perpustakaan setiap minggu.

45

d. Kebiasaan Menghadapi Ujian, yaitu bagaimana persiapan

belajar seorang mahasiswa sebelum ujian tiba.

(2) Kecerdasan Emosional (X2)

Kecerdasan emosional adalah kemampuan seperti kemampuan untuk

memotivasi diri sendiri, dan bertahan menghadapi frustrasi,

menghadapi dorongan hati dan tidak melebih-lebihkan kesenangan ,

mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stres tidak

melumpuhkan kemampuan berfikir, berempati dan berdoa (Goleman,

1997 : 45). Adapun lima hal yang tercakup dalam kecerdasan

emosional sesuai dengan model Salovely dan Mayer (dalam

Goleman,2007:56) yaitu :

a. Pengenalan Diri, yakni mengetahui apa yang kita rasakan

pada suatu saat dan menggunakannya untuk memandu mengambil

keputusan diri sendiri, memiliki tolak ukur yang realistis atas

kemampuan diri dan kepercayaan diri yang kuat.

b. Pengendalian Diri, yakni menguasai diri sendiri

sedemikian rupa sehingga berdampak positif kepada pelaksanaan

tugas, peka terhadap kata hati, dan sanggup menunda kenikmatan

sebelum tercapainya sasaran, dan mampu pulih kembali dari

tekanan emosi.

c. Motivasi Diri, yakni menggunakan hasrat kita yang

paling dalam untuk menggerakkan dan menuntun kita menuju

sasaran, membantu kita mengambil inisiatif dan bertindak sangat

efektif dan untuk menghadapi kegagalan dan frustasi.

46

d. Empati, yakni merasakan apa yang dirasakan oleh orang

lain, mampu memahami perspektif mereka, menumbuhkan saling

percaya, dan menyelaraskan ide dengan berbagai macam orang.

e. Kemampuan Sosial, yakni menguasai dengan baik ketika

berhubungan dengan orang lain dan dengan cermat membaca

situasi dan jaringan sosial, berinteraksi dengan lancar,

menggunakan keterampilan-keterampilan ini untuk mempengaruhi

dan memimpin, bermusyawarah, dan menyelesaikan perselisihan,

serta untuk bekerja sama dan bekerja dalam tim.

2) Variabel Dependen (Y)

Menurut Marita,dkk (2008), stres kuliah adalah suatu keadaan yang

membuat mahasiswa merasa tertekan dalam kuliahnya sehingga

konsentrasi belajar terganggu, penyebabnya adalah adanya kesalahan

perilaku belajar atau keadaan lain misalnya lingkungan

3.5 Jenis dan Sumber Data

3.5.1 Jenis Data

Jenis data menurut sifatnya yaitu.

1) Data Kualitatif, yaitu data yang berbentuk kata-kata, kalimat, skema dan

gambar (Sugiyono, 2007: 14) meliputi sejarah dan struktur organisasi

Fakultas Ekonomi Universitas Udayana Denpasar.

2) Data Kuantitatif, yaitu data yang berbentuk angka atau data kualitatif

yang diangkakan (Sugiyono, 2007: 14) meliputi data jumlah mahasiswa

akuntansi tingkat akhir Fakultas Ekonomi Universitas Udayana

47

Denpasar yang merencanakan menyusun skripsi dan data kuantitatif

yang diperoleh dari data kualitatif yang dikuantitatifkan dengan bantuan

skala likert yang mengacu pada pengukuran variabel yang digunakan.

3.5.2 Sumber Data

Data dalam penelitian ini dibagi menjadi dua berdasarkan sumbernya yaitu:

1) Data Primer adalah sumber data penelitian yang langsung

memberikan data kepada pengumpul data, data tidak melalui media

perantara (Sugiyono,2007:193). Data yang dimaksud yaitu jawaban-

jawaban yang diberikan oleh responden atas pertanyaan-pertanyaan

dalam kuisioner yang berhubungan dengan penelitian ini.

2) Data Sekunder adalah sumber data yang tidak langsung

memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain

atau lewat dokumen (Sugiyono,2007:193). Data yang dimaksud yaitu

berupa profile Fakultas Ekonomi Universitas Udayana.

3.6 Responden Penelitian

Responden dalam penelitian ini adalah mahasiswa akuntansi tingkat akhir

program reguler Fakultas Ekonomi Universitas Udayana Denpasar yang

merencanakan menyusun skripsi.

48

3.7 Metode Penentuan Sampel

3.7.1 Populasi

Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau

subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh

peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya

(Sugiyono,2007:115). Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa jurusan

akuntansi tingkat akhir program regular Fakultas Ekonomi Universitas Udayana

Denpasar yang merencanakan menyusun skripsi.

3.7.2 Sampel

Metode penentuan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah

purposive sampling yaitu pengambilan sampel dari populasi berdasarkan suatu

kriteria tertentu. Adapun kriteria penentuan sampel dalam penelitian ini adalah.

1) Mahasiswa tingkat akhir yang merencanakan menyusun skripsi pada

semester genap tahun ajaran 2009/2010, karena mahasiswa angkatan

tersebut sudah mengalami proses pembelajaran yang lama dan saat ini

sedang melakukan tugas akhir menjelang kelulusan.

2) Sudah menempuh minimal 128 SKS.

3) Masih aktif sebagai mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Udayana

dan tidak sedang mengambil cuti kuliah.

3.8 Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini menggunakan metode-

metode sebagai berikut.

49

1) Wawancara yaitu pengumpulan data secara lisan dengan melakukan tanya

jawab secara langsung baik dengan mahasiswa yang berhubungan dengan

pembahasan ini dan mencatat informasi-informasi yang diberikan

(Sugiyono, 2007). Adapun informasi yang diperoleh adalah informasi

mengenai kendala-kendala dan perasaan selama proses perkuliahan.

2) Observasi non partisipan yaitu pengumpulan data dengan cara

mempelajari, mengadakan pengamatan dan pencatatan secara sistematis

mengenai catatan dan dokumentasi data yang berhubungan dengan

penelitian. Data yang diperoleh melalui observasi non partisipan yaitu

daftar nama-nama mahasiswa akuntansi tingkat akhir di Fakultas Ekonomi

Universitas Udayana Denpasar yang merencanakan menyusun skripsi.

3) Kuesioner, yaitu teknik pengumpulan data dengan cara memberikan

seperangkat pertanyaan tertulis kepada responden untuk dijawabnya

(Sugiyono, 2007:199). Kuesioner yang digunakan adalah kuesioner

berstruktur, dimana responden hanya memberikan tanda atau mengisi

tanda checklist menurut skala yang telah ditentukan. Kuesioner yang

digunakan adalah kuesioner terstruktur, dimana responden hanya diminta

untuk memberi tanda centang (√) menurut skala yang ditentukan.

3.9 Teknik Analisis Data

3.9.1 Pengukuran data

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah perilaku belajar dan kecerdasan

emosional. Variabel terikatnya adalah stres kuliah. Dimana variable-variabel

tersebut disajikan dalam bentuk isian daftar pertanyaan yang menggunakan skala

50

likert. Skala Likert yang digunakan adalah dengan rentang nilai 1 sampai 5,

dengan asumsi:

1) Pernyataan positif

1 = Sangat tidak setuju (STS)

2 = Tidak setuju (TS)

3 = netral

4 = Setuju (S)

5 = Sangat setuju (SS)

2) Pernyataan negatif

5= Sangat tidak setuju (STS)

4 = Tidak setuju (TS)

3 = Netral

2 = Setuju (S)

1 = Sangat setuju (SS)

Variabel-variabel tersebut diukur dengan cara sebagai berikut.

a) Perilaku belajar

Empat indikator perilaku belajar yang digunakan untuk pengukuran adalah

daftar pertanyaan yang digunakan oleh Marita, dkk (2008). Daftar

pertanyaan berjumlah 20 item, yang terdiri dari 5 item untuk kebiasaan

mengikuti pelajaran, 5 item untuk kebiasaan membaca buku, 5 item untuk

kunjungan ke perpustakaan, dan 5 item untuk kebiasaan menghadapi ujian.

b) Kecerdasan emosional

Variabel kecerdasan emosional disajikan dengan daftar pertanyaan yang

telah digunakan sesuai dengan model Salovely dan Mayer (dalam

51

Goleman,2007:56). Pertanyaan kecerdasan emosional terdiri atas 50 item

yang terdiri dari 10 item untuk pengenalan diri, 10 item untuk

pengendalian diri, 10 item untuk motivasi diri, 10 item untuk empati dan

10 item untuk kemampuan sosial.

c) Stres kuliah

Variabel stres kuliah disajikan menggunakan daftar pertanyaan yang telah

digunakan oleh Marita, dkk (2008). Pertanyaan kecerdasan emosional

terdiri atas 5 item.

3.9.2 Intervalisasi data

Ridwan dan Engkos Achmad Kuncoro (2007:30) menyatakan bahwa data

ordinal (data kuesioner) harus terlebih dahulu ditransformasi menjadi data interval

dengan Method Succesive of Interval (MSI) sebelum dilakukan analisis regresi.

Bantuan SPSS dapat digunakan dalam memudahkan perhitungan dan

memasukkan formulasi rumusnya pada aplikasi Microsoft Excel. Adapun

langkah-langkahnya sebagai berikut.

1. Mengelompokkan data berskala ordinal dalam masing-masing variabel.

2. Menentukan nilai Z untuk setiap butir jawaban melalui bantuan SPSS.

3. Memindahkan data nilai Z pada aplikasi Microsoft Excel, lalu menentukan

nilai minimum dari nilai Z tersebut untuk masing-masing kelompok

pernyataan.

4. Menghitung nilai penyertaraan skala untuk setiap butir jawaban dengan

memasukkan formulasi rumus pada aplikasi Microsoft Excel. Nilai

52

penyertaraan inilah yang disebut skala interval dan dapat digunakan dalam

analisis regresi.

3.9.3 Uji instrumen

Penelitian ini menggunakan kuesioner, maka terlebih dahulu dilakukan

pengujian pendahuluan untuk mengetahui kesungguhan responden dalam

menjawab pertanyaan. Pada penelitian ini kesungguhan reponden dalam

menjawab pertanyaan merupakan hal penting karena keabsahan (validitas) suatu

hasil penelitian sangat ditentukan oleh alat pengukur instrumen yang digunakan

dan data yang diperoleh. Berdasarkan pertimbangan tersebut dalam penelitian ini

dilakukan pengujian apakah instrumen dan data penelitian berupa jawaban

responden telah dijawab dengan benar atau tidak. Pengujian tersebut meliputi

pengujian validitas dan pengujian reliabilitas (keandalan).

1) Uji Validitas

Valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa

yang seharusnya diukur (Sugiyono, 2007: 109). Uji validitas digunakan

untuk mengukur sah atau tidaknya suatu kuesioner. Suatu kuesioner

dikatakan valid jika pertanyaan dalam kuesioner mengungkapkan sesuatu

yang akan diukur oleh kuesioner tersebut. Uji validitas dapat dilakukan

dengan menghitung korelasi antar skor masing-masing pertanyaan dengan

skor total. Apabila koefisien korelasi positif dan lebih besar dari 0,3

dengan tingkat kesalahan alpha 0,5 maka indikator tersebut dikatakan

valid (Sugiyono, 2007: 124).

2) Uji Reliabilitas

53

Setelah dilakukan uji validitas, selanjutnya dilakukan uji reliabilitas. Uji

reliabilitas berarti seberapa besar suatu pengukuran dapat dipercaya.

Instrumen yang reliabel adalah instrumen yang bila digunakan beberapa

kali untuk mengukur objek yang sama akan menghasilkan data yang sama

(Sugiyono, 2007: 110). Suatu variabel dikatakan reliabel jika memberikan

nilai cronbach alpha lebih besar dari 0,6 (Nunnally, 1969 dalam Imam

Ghozali, 2005)

3.9.4 Uji Asumsi Klasik

Analisis data dilakukan dengan menggunakan teknik analisis regresi

linear. Sebelum model regresi digunakan untuk menguji hipotesis, maka terlebih

dahulu dilakukan pengujian asumsi klasik. Tujuan pengujian ini untuk mengetahui

keberartian hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen

sehingga hasil analisis dapat diinterpretasikan dengan lebih akurat, efisien dan

terbatas dari kelemahan-kelemahan yang terjadi karena masih adanya gejala-

gejala asumsi klasik, baik normalitas, multikolinieritas dan heteroskedastisitas.

1) Uji normalitas

Uji asumsi klasik yang pertama adalah normalitas yang bertujuan untuk

menguji apakah dalam model regresi, variabel terikat dengan variabel

bebas mempunyai distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik

adalah data yang berdistribusi normal. Menurut Nata Wirawan (2002:108)

berdasarkan teori batas tengah, model regresi yang menggunakan sampel

diatas 30 dianggap bahwa data tersebut telah berdistribusi normal. Data

54

populasi dikatakan berdistribusi normal jika koefisien Asymp. Sig (2-

tailed) lebih besar dari α = 0,05

2) Uji multikolinieritas

Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji model regresi dimana dalam

pengujian yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi antar variabel bebas.

Uji multikolinieritas dilakukan dengan mekihat nilai tolerance dan

variance inflation factor (VIF). Jika nilai tolerance lebih besar dari 0,1

dan VIF kurang dari 10, maka data terbebas dari kasus multikolinieritas

(Imam Ghozali,2006:92)

3) Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi

terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke

pengamatan lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke

pengamatan lain tetap, maka disebut homoskedastisitas. Deteksi kasus

heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan uji Glejser (Imam

Ghozali,2006:105). Yaitu dengan cara meregresi nilai absolute residual

(AbUt) dari model yang diestimasi terhadap variabel independen. Jika

tidak ada satupun variabel bebas yang berpengaruh secara signifikan

terhadap variabel terikat (absolute residual), maka tidak terjadi

heteroskedastisitas.

3.9.5 Analisis Regresi Linier Berganda

Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan analisis regresi linier

berganda dan diuji dengan tingkat signifikansi 0,05. Analisis regresi linier

55

berganda digunakan untuk mengetahui atau memperoleh gambaran mengenai

pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat.

Model Regresi Linier Berganda tersebut diformulasikan sebagai berikut:

Y= α + β1X1 + β2X2 + e……….……………………………...(1)

Keterangan :

Y = stres mahasiswa

α = Konstanta

X1 = perilaku belajar

X2 = kecerdasan emosional

β1 = Koefisien regresi perilaku belajar

β2 = Koefisien regresi kecerdasan emosional

e = Error term (variabel pengganggu)

Pada regresi linear berganda, pembuktian hipotesis penelitian dapat

digunakan dengan menggunakan beberapa pengujian yaitu sebagai berikut:

1) Uji F-test

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah semua variabel

independen secara bersama-sama (simultan) mempengaruhi stres kuliah.

Kriteria pengujian yang digunakan adalah dengan membandingkan derajat

kepercayaan dengan taraf signifikan (alpha) sebesar 5%. Apabila Fhitung

lebih besar dari Ftabel maka hubungan variabel-variabel bebas yaitu perilaku

belajar dan kecerdasan emosional mempengaruhi stres kuliah secara

simultan. Adapun langkah-langkah yang digunakan dalam uji F statistik

adalah sebagai berikut.

(1) Merumuskan hipotesis

56

H0: β1=β2 =0

(Artinya perilaku belajar dan kecerdasan emosional secara simultan

tidak berpengaruh terhadap stres kuliah mahasiswa akuntansi Fakultas

Ekonomi Universitas Udayana Denpasar)

H1: paling sedikit salah satu βi ≠ 0 (i=1,2)

(Artinya perilaku belajar dan kecerdasan emosional secara simultan

berpengaruh terhadap stres kuliah mahasiswa akuntansi Fakultas

Ekonomi Universitas Udayana Denpasar)

(2) Kriteria Pengujian

Menentukan tingkat keyakinan = 95% dan taraf nyata (α) = 5% ; df =

(k-1); (n-k)

Dengan demikian F tabel adalah sebesar Fα (k-1); (n-k)

(3) Menentukan besarnya Fhitung

Nilai F hitung dalam penelitian ini diperoleh dari hasil regresi dengan

menggunakan program SPSS 15.0 for windows.

(4) Membandingkan Fhitung dengan Ftabel

Apabila Fhitung > Ftabel, maka H0 ditolak dan H1 diterima.

Apabila Fhitung ≤ Ftabel, maka H0 diterima dan H1 ditolak.

57

Gambar 3.1 Kurva Distribusi F

Sumber: Nata Wirawan (2002: 238)

Alternatif lain untuk mengetahui porsi variabel terikat Y yang dapat

dijelaskan oleh variasi variabel bebas X adalah dengan melihat tingkat

signifikansi pada tabel ANOVA (kolom sign) yang terdapat dalam

output SPSS versi 13.0. Apabila tingkat signifikansinya (sign) ≤ α =

0,05 maka H1 diterima, dan sebaliknya apabila (sign F) > α = 0,05

maka Ho diterima.

2) Uji t-test atau uji t statistik (uji secara terpisah)

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat signifikansi masing-

masing variabel bebas (independent) secara parsial terhadap variabel

terikat (dependent). Pengujian ini dilakukan dengan membandingkan

tingkat signifikansi masing-masing variabel bebas (sign t) dengan taraf

signifikansi (alpha) sebesar 5%. Apabila t hitung lebih besar dari t tabel, maka

hubungan antara variabel independent dan dependent adalah signifikan.

Selanjutnya hasil yang diperoleh dari pengujian baik secara simultan

58

maupun parsial akan diinterpretasikan dengan teori yang disajikan dalam

pembahasan penelitian. Adapun langkah-langkahnya yaitu:

(1) Merumuskan hipotesis

H0: βi=0

(Artinya perilaku belajar dan kecerdasan emosional secara parsial tidak

berpengaruh terhadap stres kuliah mahasiswa akuntansi Fakultas

Ekonomi Universitas Udayana Denpasar.)

H1: βi≠0

(Artinya perilaku belajar dan kecerdasan emosional secara parsial

berpengaruh terhadap stres kuliah mahasiswa akuntansi Fakultas

Ekonomi Universitas Udayana Denpasar.)

(2) Kriteria Pengujian

Menentukan taraf nyata (α) = 5%/2 =0,025 ; df = (n-k).

Dengan demikian ttabel adalah sebesar tα/2 (n-k)

(3) Menentukan besarnya t hitung yang diperoleh dari hasil regresi dengan

menggunakan program SPSS 15.0 for windows.

(4) Membandingkan t hitung dengan t tabel

Apabila t hitung > t tabel atau t hitung < -t tabel, maka H0 ditolak.

Apabila t hitung ≤ t tabel atau t hitung ≥ -t tabel, maka H0 diterima.

Gambar 3.2 Distribusi t Uji Dua Sisi

59

Sumber: Nata Wirawan (2002: 238)

60