agus skripsi
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pendidikan tinggi dalam bidang akuntansi saat ini dan kedepannya dituntut
untuk tidak hanya menghasilkan lulusan yang menguasai kemampuan di bidang
akademik, tetapi juga mempunyai kemampuan yang bersifat teknis analisis dalam
bidang humanistic skill dan professional skill sehingga nantinya dapat
menghasilkan lulusan yang mempunyai nilai tambah dalam bersaing di dunia
kerja. Eka (2007) yang menyatakan keadaan di sekitar kita membuktikan bahwa
orang yang memiliki kecerdasan otak saja belum tentu sukses berkiprah dalam
menghadapi kehidupan atau dunia kerja. Bahkan seringkali yang berpendidikan
formal lebih rendah ternyata banyak yang lebih berhasil. Saat ini begitu banyak
orang berpendidikan dan begitu tampak menjanjikan, namun karirnya terhambat
atau lebih buruk lagi, tersingkir, akibat rendahnya kecerdasan emosional mereka.
Akuntansi merupakan suatu sistem untuk menghasilkan informasi keuangan yang
digunakan para pemakainya dalam proses pengambilan keputusan bisnis. Tujuan
informasi tersebut adalah memberikan petunjuk dalam memilih tindakan yang
paling baik untuk mengalokasikan sumberdaya yang langka pada aktivitas bisnis
dan ekonomi. Dengan demikian, akuntansi tidak dapat dilepaskan dari aspek
perilaku manusia akan informasi yang dapat dihasilkan oleh akuntansi yang
tentunya sumber daya manusianya sudah mempersiapkan perilakunya dari proses
belajar akuntansi dan lainnya yang telah diikuti.
1
Suwardjono (1991) menulis tentang perilaku belajar di perguruan tinggi,
dimana dikatakan bahwa sistem pembelajaran perguruan tinggi belum memenuhi
standar proses belajar mengajar yang benar dan ideal, sehingga hasil belajar di
perguruan tinggi tidak maksimal. Perilaku belajar mahasiswa adalah kegiatan
yang dilakukan oleh mahasiswa dalam proses pembelajaran yang terdiri dari
kebiasaan mengikuti pelajaran, kebiasaan membaca buku, kunjungan ke
perpustakaan, dan kebiasaan menghadapi ujian. Persiapan belajar dan
mempersiapkan diri untuk mengikuti ujian akan membuat mahasiswa lebih tenang
dalam mengikuti proses pembelajaran dan terhindar dari tekanan dalam proses
belajar.
Goleman (2003) dalam Nuraini (2007) menyatakan kemampuan akademik
bawaan, nilai rapor dan predikat kelulusan pendidikan tinggi tidak memprediksi
seberapa baik kinerja seseorang sudah bekerja atau seberapa tinggi sukses yang
dicapainya dalam hidup. Sebaliknya seperangkat kecakapan khusus seperti
empati, disiplin diri dan inisiatif mampu membedakan orang sukses dari yang
berprestasi biasa-biasa saja. Faktor ini dikenal sebagai kecerdasan emosional (KE)
(Goleman, 2000:25). Goleman berusaha mengubah pandangan tentang kecerdasan
intelektual (KI) yang menyatakan keberhasilan ditentukan oleh inteklektualitas
belaka, sehingga berusaha untuk menemukan keseimbangan cerdas antara emosi
dan kognisi. Penelitian Goleman juga mengatakan bahwa 80 persen keberhasilan
individu tergantung pada kecerdasan emosional (EQ) dan minimal 20 persen
bergantung pada Kecerdasan intelektual (IQ) mereka. Kecerdasan emosional (EQ)
dan kecerdasan intelektual terpisah namun kedua ini dapat berinteraksi satu sama
lain dalam kehidupan nyata. Itu sebabnya, fungsi keduanya yang berada di
2
belahan kanan dan belahan kiri otak kita. Kedua belahan otak selalu bekerjasama
satu sama lain untuk mendapatkan refleksi berpikir dan emosi secara efektif.
Konsekuensi yang muncul apabila tidak mengelola emosional hati-hati dan
tekanan hidup dapat membuat individu harus menghadapi dengan stres keras dan
tekanan.
Mahasiswa dengan rutinitasnya belajar di kelas, belajar di luar jam kuliah,
membuat tugas-tugas yang diberikan oleh dosen, dan bagi mahasiswa tingkat
akhir yang sedang membuat skripsi akan mengalami stres apabila tidak diimbangi
dengan perilaku belajar dan menyiapkan diri dengan menggunakan kecerdasan
emosionalnya dalam menjalani rutinitas kehidupannya sebagai seorang
mahasiswa. Mahasiswa terkadang merasa bosan dan tertekan dengan proses
perkuliahan yang ada. Hal ini disebabkan karena kurangnya kesadaran mahasiswa
mengenai bagaimana cara dan makna belajar di perguruan tinggi yang pada
nantinya akan sangat menentukan sikap dan pandangan belajar di perguruan
tinggi. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh Suwardjono (1991) dimana
mahasiswa yang belajar di perguruan tinggi dituntut tidak hanya mempunyai
keterampilan teknis tetapi juga memiliki daya dan kerangka pikir serta sikap
mental dan kepribadian tertentu sehingga mempunyai wawasan luas dalam
menghadapi masalah-masalah dalam dunia nyata (masyarakat).
Pengaruh perilaku belajar dan kecerdasan emosional terhadap stres dalam
mengikuti proses perkuliahan akan menjadi suatu gambaran untuk mengenali
mahasiswa sesuai kematangan mereka untuk menciptakan suasana perkuliahan
yang nyaman dan tidak menimbulkan stres kuliah. Sebagai mahasiswa juga dapat
melihat dan mampu memanfaatkan perilaku belajar dan kecerdasan emosional
3
sehingga secara tidak langsung mahasiswa akan belajar untuk menggunakan
perilaku belajar yang baik dan mengelola kecerdasan emosional dengan baik pula
dalam menghadapi stres kuliah. Kecerdasan emosional menentukan seberapa baik
seseorang menggunakan keterampilan-keterampilan yang dimilikinya, termasuk
keterampilan intelektual. Paradigma lama menganggap bahwa yang ideal adalah
adanya nalar yang bebas dari emosi, paradigma baru menganggap adanya
kesesuain antara kepala dan hati. Proses belajar mengajar dalam berbagai
bidangnya sangat terkait dengan kecerdasan emosional mahasiswanya.
Kecerdasan emosional dapat digunakan untuk melatih kemampuan mahasiswa,
yaitu kemapuan untuk mengelola perasaannya, kemampuan untuk memotivasi
dirinya sendiri, kesanggupan untuk bersabar dan tegar disaat menghadapi suatu
permasalahan (frustasi), kesanggupan mengendalikan hasrat dan kesanggupan
untuk menunda kepuasan sesaat saja, dapat mengontrol suasana hati, serta mampu
untuk memberikan simpati, empati, dan mampu bekerja sama dengan orang lain.
Kemampuan-kemampuan tersebut dapat mendukung seorang mahasiswa dalam
usahanya untuk mencapai tujuan dan cita-cita. Kesulitan belajar yang dicirikan
oleh menurunnya prestasi belajar sebagai bentuk kegagalan bisa berkaitan dengan
dominan afektif, misalnya situasi emosi akan mempengaruhi belajar (Winkel,
1996:29) dalam Marita,dkk (2008).
Penelitian Suryaningsum dkk (2005) menyatakan bahwa pengaruh
kecerdasan emosional mahasiswa akuntansi terhadap stres kuliah hanya
dipengaruhi oleh variabel pengenalan diri dan keterampilan sosial, sedangkan
variabel pengendalian diri, motivasi, empati, tidak berpengaruh signifikan
terhadap stres kuliah hal ini dikarenakan pengendalian diri, motivasi, dan empati
4
mahasiswa jika kita diamati sepintas memang terjadi fenomena dimana
mahasiswa cenderung belum mampu mengendalikan dirinya sehingga terkesan
melakukan sesuatu seenaknya sendiri. Penelitian ini juga dimaksudkan untuk
mencari jawaban atas fenomena tersebut di perguruan tinggi yaitu di Fakultas
Ekonomi Universitas Udayana Denpasar.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan pokok
permasalahan sebagai berikut.
1) Apakah perilaku belajar dan kecerdasan emosional berpengaruh terhadap
stres kuliah mahasiswa akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Udayana
Denpasar?
2) Apakah perilaku belajar berpengaruh terhadap stres kuliah mahasiswa
akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Udayana Denpasar?
3) Apakah kecerdasan emosional berpengaruh terhadap stres kuliah
mahasiswa akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Udayana Denpasar?
1.2 Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1.2.1 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan pokok permasalahan yang telah diuraikan,
maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah.
1) Untuk mengetahui adanya pengaruh perilaku belajar dan kecerdasan
emosional terhadap stres kuliah mahasiswa akuntansi Fakultas Ekonomi
Universitas Udayana Denpasar.
2) Untuk mengetahui adanya pengaruh perilaku belajar terhadap stres kuliah
mahasiswa akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Udayana Denpasar.
5
3) Untuk mengetahui adanya pengaruh kecerdasan emosional terhadap stres
kuliah mahasiswa akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Udayana
Denpasar.
1.2.2 Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1) Kegunaan Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan bukti empiris tentang
perilaku belajar dan kecerdasan emosional mahasiswa akuntansi
terhadap stres kuliah. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat
memberikan tambahan wawasan dan pengetahuan tentang perilaku
belajar dan kecerdasan emosional serta dapat menambah referensi di
lingkungan akademis sehingga dapat memberikan manfaat bagi pihak-
pihak yang berkepentingan.
2) Kegunaan Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pertimbangan atau
masukan bagi perguruan tinggi untuk dapat meningkatkan kualitas dan
mutu pendidikan yang diselenggarakan tentang perilaku belajar dan
membantu mengembangkan kecerdasan emosional anak didiknya.
1.3 Sistematika Penulisan
Pembahasan skripsi ini disusun atas beberapa bab untuk memberikan
gambaran yang lebih jelas dan terperinci mengenai masalah yang dibahas dalam
penelitian ini. Adapun sistematika penulisannya sebagai berikut.
6
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini diuraikan tentang latar belakang masalah, tujuan dan
kegunaan penelitian, serta sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN TEORITIS
Pada bab ini diuraikan mengenai landasan teori, rumusan hipotesis, dan
hasil-hasil penelitian sebelumnya yang erat kaitannya dan mendukung
pembahasan dalam penelitian. Hal ini diperoleh dari berbagai literatur
baik berupa buku-buku maupun hasil penelitian sebelumnya yang
sejenis.
BAB III METODELOGI PENELITIAN
Pada bab ini diuraikan mengenai metode-metode yang digunakan dalam
memecahkan masalah penelitian seperti lokasi penelitian, objek
penelitian, identifikasi variabel, definisi operasonal variabel, jenis dan
sumber data, responden penelitian, metodelogi penentuan sampel,
metodelogi pengumpulan data dan teknik analisis data.
BAB IV PEMBAHASAN
Pada bab ini diuraikan mengenai gambaran umum lokasi penelitian dan
pembahasan hasil penelitian dari rumusan masalah.
BAB IV SIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini menyajikan simpulan yang diperoleh dari hasil
pembahasan berdasarkan analisis yang telah dilakukan serta akan
diajukan saran-saran yang dipandang perlu atas simpulan yang
diberikan.
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Pengertian belajar
Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai
hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Slameto,
2003:2). Menurut Garry and Kingsley yang dikutip oleh Sudjana (1989:5),
menyatakan belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku yang orisinil
melalui latihan-latihan dan pengalaman.
Secara psikologi, belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu
perubahan tingkah laku sebagai hasil interaksi dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya. Perubahan tersebut akan nyata dalam seluruh aspek tingkah laku.
Belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan.
Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan melainkan pengubahan
kelakuan (Hamalik, 2003:27).
Dari pendapat diatas dikatakan bahwa belajar adalah suatu proses yang
dilakukan untuk memperoleh perubahan tingkah laku melalui pengalaman dan
latihan.
2.1.2 Ciri - ciri belajar
8
Djamarah (2002:15) mengemukakan ciri-ciri belajar adalah sebagai
berikut.
1) Perubahan yang terjadi secara sadar
Individu yang belajar akan menyadari terjadinya perubahan itu atau
sekurang-kurangnya individu merasakan telah terjadi adanya suatu
perubahan dalam dirinya. Misalnya ia menyadari bahwa pengetahuannya
bertambah, kecakapannya bertambah, kebiasaannya bertambah.
2) Perubahan dalam belajar bersifat fungsional
Perubahan yang terjadi dalam diri individu berlangsung terus menerus
dan tidak statis. Suatu perubahan yang terjadi akan menyebabkan
perubahan berikutnya.
3) Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif
Dalam belajar, perubahan-perubahan itu selalu bertambah dan tertuju
untuk memperoleh suatu yang lebih baik dari sebelumnya. Perubahan
yang bersifat aktif artinya bahwa perubahan itu tidak terjadi dengan
sendirinya, melainkan karena usaha individu sendiri.
4) Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara
Perubahan yang terjadi karena proses belajar bersifat menetap atau
permanen. Ini berarti bahwa tingkah laku yang terjadi setelah belajar
akan bersifat menetap.
5) Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah
Perubahan tingkah laku itu terjadi karena ada tujuan yang akan dicapai.
Perubahan belajar terarah pada perubahan tingkah laku yang benar-benar
disadari.
9
6) Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku
Perubahan yang diperoleh individu setelah melalui suatu proses belajar
meliputi perubahan keseluruhan tingkah laku. Jika seseorang belajar
sesuatu, sebagai hasilnya ia akan mengalami perubahan tingkah laku
secara menyeluruh dalam sikap kebiasaan, keterampilan, pengetahuan
dan sebagainya.
2.1.3 Prinsip-prinsip belajar
Prinsip-prinsip belajar menurut Dimyati (2005:30) yaitu.
1) Perhatian dan motivasi
Perhatian mempunyai peranan yang penting dalam kegiatan belajar.
Apabila bahan pelajaran tersebut dirasa penting, akan membangkitkan
motivasi untuk mempelajarinya. Motivasi berkaiatan erat dengan minat.
Siswa yang mempunyai minat akan cenderung perhatian dan timbul
motivasinya untuk mempelajari bidang tertentu.
2) Keaktifan
Keaktifan anak akan mendorong untuk berbuat sesuatu, mempunyai
kemauan dan aspirasi sendiri. Belajar hanya mungkin terjadi apabila anak
aktif mengalami sendiri
3) Keterlibatan langsung atau berpengalaman
Dalam belajar melalui pengalaman, siswa tidak hanya mengamati tetapi
menghayati, terlibat langsung dalam perbuatan dan tanggung jawab
terhadap hasilnnya.
4) Pengulangan
10
Prinsip belajar menekankan prinsip pengulangan adalah teori psikologi
daya. Menurut teori ini, belajar adalah melatih daya-daya yang ada pada
manusia yang terdiri atas daya: mengamat, menanggap, mengingat,
mengkhayal, merasakan dan sebagainya. Dengan mengadakan
pengulangan maka daya yang dilatih akan menjadi sempurna.
5) Tantangan
Dalam belajar, siswa menghadapi hambatan untuk mencapai tujuan
belajar. Agar timbul motif pada anak untuk mengatasi hambatan tersebut,
bahan pelajaran haruslah menantang. Tantangan yang dihadapi membuat
siswa bergaiarah untuk mengatasinya.
6) Balikan dan penguatan
Siswa akan belajar lebih semangat apabila mengetahui dan mendapatkan
hasil yang baik. Dengan hasil yang baik merupakan balikan yang
menyenangkan dan berpengaruh baik untuk usaha belajar selanjutnya.
Balikan yang diterima melalui penggunaan metode akan mendorong
siswa untuk belajar lebih giat dan bersemangat.
7) Perbedaan individu
Siswa merupakan individu yang unik. Tipe siswa mempunyai perbedaan
satu dengan yang lain. Perbedaan individu ini berpengaruh pada cara dan
hasil belajar siswa.
2.1.4 Kawasan perilaku individu
Di dalam konteks pendidikan, Bloom mengungkapkan tiga kawasan
(domain) perilaku individu beserta sub kawasan dari masing-masing kawasan.
Taksonomi perilaku di atas menjadi rujukan penting dalam proses pendidikan,
11
terutama kaitannya dengan usaha dan hasil pendidikan. Segenap usaha pendidikan
seyogyanya diarahkan untuk terjadinya perubahan perilaku peserta didik secara
menyeluruh, dengan mencakup semua kawasan perilaku. Dengan merujuk pada
tulisan Gulo (2005), di bawah ini akan diuraikan ketiga kawasan perilaku individu
beserta sub-kawasannya.
1) Kawasan Kognitif
Kawasan kognitif yaitu kawasan yang berkaitan aspek-aspek intelektual
atau berfikir/nalar terdiri dari :
(1) Pengetahuan (knowledge), Pengetahuan merupakan aspek kognitif
yang paling rendah tetapi paling mendasar. Dengan pengetahuan
individu dapat mengenal dan mengingat kembali suatu objek, ide
prosedur, konsep, definisi, nama, peristiwa, tahun, daftar, rumus, teori,
atau kesimpulan.
Dilihat dari objek yang diketahui (isi) pengetahuan dapat digolongkan
sebagai berikut.
a. Mengetahui sesuatu secara khusus.
a) Mengetahui terminologi yaitu berhubungan dengan mengenal
atau mengingat kembali istilah atau konsep tertentu yang
dinyatakan dalam bentuk simbol, baik berbentuk verbal
maupun non verbal.
b) Mengetahui fakta tertentu yaitu mengenal atau mengingat
kembali tanggal, peristiwa, orang tempat, sumber informasi,
kejadian masa lalu, kebudayaan masyarakat tertentu, dan ciri-
ciri yang tampak dari keadaan alam tertentu.
12
b. Mengetahui tentang cara untuk memproses atau melakukan
sesuatu.
a) Mengetahui kebiasaan atau cara mengetengahkan ide atau
pengalaman
b) Mengetahui urutan dan kecenderungan yaitu proses, arah dan
gerakan suatu gejala atau fenomena pada waktu yang berkaitan.
c) Mengetahui penggolongan atau pengkategorisasian.
Mengetahui kelas, kelompok, perangkat atau susunan yang
digunakan di dalam bidang tertentu, atau memproses sesuatu.
d) Mengetahui kriteria yang digunakan untuk mengidentifikasi
fakta, prinsip, pendapat atau perlakuan.
e) Mengetahui metodologi, yaitu perangkat cara yang digunakan
untuk mencari, menemukan atau menyelesaikan masalah.
f) Mengetahui hal-hal yang universal dan abstrak dalam bidang
tertentu, yaitu ide, bagan dan pola yang digunakan untuk
mengorganisasi suatu fenomena atau pikiran.
g) Mengetahui prinsip dan generalisasi
h) Mengetahui teori dan struktur.
(2) Pemahaman (comprehension), pemahaman atau dapat dijuga disebut
dengan istilah mengerti merupakan kegiatan mental intelektual yang
mengorganisasikan materi yang telah diketahui. Temuan-temuan yang
didapat dari mengetahui seperti definisi, informasi, peristiwa, fakta
disusun kembali dalam struktur kognitif yang ada. Temuan-temuan ini
diakomodasikan dan kemudian berasimilasi dengan struktur kognitif
13
yang ada, sehingga membentuk struktur kognitif baru. Tingkatan
dalam pemahaman ini meliputi,
a. translasi yaitu mengubah simbol tertentu menjadi simbol lain tanpa
perubahan makna. Misalkan simbol dalam bentuk kata-kata diubah
menjadi gambar, bagan atau grafik;
b. interpretasi yaitu menjelaskan makna yang terdapat dalam simbol,
baik dalam bentuk simbol verbal maupun non verbal. Seseorang
dapat dikatakan telah dapat menginterpretasikan tentang suatu
konsep atau prinsip tertentu jika dia telah mampu membedakan,
memperbandingkan atau mempertentangkannya dengan sesuatu
yang lain. Contoh sesesorang dapat dikatakan telah mengerti
konsep tentang “motivasi kerja” dan dia telah dapat
membedakannya dengan konsep tentang ”motivasi belajar”; dan
c. Ekstrapolasi; yaitu melihat kecenderungan, arah atau kelanjutan
dari suatu temuan. Misalnya, kepada siswa dihadapkan rangkaian
bilangan 2, 3, 5, 7, 11, dengan kemapuan ekstrapolasinya tentu dia
akan mengatakan bilangan ke-6 adalah 13 dan ke-7 adalah 19.
Untuk bisa seperti itu, terlebih dahulu dicari prinsip apa yang
bekerja diantara kelima bilangan itu. Jika ditemukan bahwa kelima
bilangan tersebut adalah urutan bilangan prima, maka
kelanjutannnya dapat dinyatakan berdasarkan prinsip tersebut.
(3) Penerapan (application), menggunakan pengetahuan untuk
memecahkan masalah atau menerapkan pengetahuan dalam kehidupan
sehari-hari. Seseorang dikatakan menguasai kemampuan ini jika ia
14
dapat memberi contoh, menggunakan, mengklasifikasikan,
memanfaatkan, menyelesaikan dan mengidentifikasi hal-hal yang
sama. Contoh, dulu ketika pertama kali diperkenalkan kereta api
kepada petani di Amerika, mereka berusaha untuk memberi nama yang
cocok bagi alat angkutan tersebut. Satu-satunya alat transportasi yang
sudah dikenal pada waktu itu adalah kuda. Bagi mereka, ingat kuda
ingat transportasi. Dengan pemahaman demikian, maka mereka
memberi nama pada kereta api tersebut dengan iron horse (kuda besi).
Hal ini menunjukkan bagaimana mereka menerapkan konsep terhadap
sebuah temuan baru.
(4) Penguraian (analysis), menentukan bagian-bagian dari suatu masalah
dan menunjukkan hubungan antar-bagian tersebut, melihat penyebab-
penyebab dari suatu peristiwa atau memberi argumen-argumen yang
menyokong suatu pernyataan.
2) Kawasan afektif
Kawasan afektif yaitu kawasan yang berkaitan aspek-aspek emosional,
seperti perasaan, minat, sikap, kepatuhan terhadap moral dan sebagainya,
terdiri dari.
(1) Penerimaan (receiving/attending), kawasan penerimaan diperinci ke
dalam tiga tahap, yaitu.
a. Kesiapan untuk menerima (awareness), yaitu adanya kesiapan
untuk berinteraksi dengan stimulus (fenomena atau objek yang
akan dipelajari), yang ditandai dengan kehadiran dan usaha untuk
memberi perhatian pada stimulus yang bersangkutan.
15
b. Kemauan untuk menerima (willingness to receive), yaitu usaha
untuk mengalokasikan perhatian pada stimulus yang bersangkutan.
c. Mengkhususkan perhatian (controlled or selected attention).
Mungkin perhatian itu hanya tertuju pada warna, suara atau kata-
kata tertentu saja.
(2) Sambutan (responding), mengadakan aksi terhadap stimulus, yang
meliputi proses sebagai berikut :
a. Kesiapan menanggapi (acquiescene of responding). Contoh :
mengajukan pertanyaan, menempelkan gambar dari tokoh yang
disenangi pada tembok kamar yang bersangkutan, atau mentaati
peraturan lalu lintas.
b. Kemauan menanggapi (willingness to respond), yaitu usaha untuk
melihat hal-hal khusus di dalam bagian yang diperhatikan.
Misalnya pada desain atau warna saja.
c. Kepuasan menanggapi (satisfaction in response), yaitu adanya aksi
atau kegiatan yang berhubungan dengan usaha untuk memuaskan
keinginan mengetahui. Contoh kegiatan yang tampak dari
kepuasan menanggapi ini adalah bertanya, membuat coretan atau
gambar, memotret dari objek yang menjadi pusat perhatiannya, dan
sebagainya.
(3) Penilaian (valuing), pada tahap ini sudah mulai timbul proses
internalisasi untuk memiliki dan menghayati nilai dari stimulus yang
dihadapi. Penilaian terbagi atas empat tahap sebagai berikut :
16
a. Menerima nilai (acceptance of value), yaitu kelanjutan dari usaha
memuaskan diri untuk menanggapi secara lebih intensif.
b. Menyeleksi nilai yang lebih disenangi (preference for a value)
yang dinyatakan dalam usaha untuk mencari contoh yang dapat
memuaskan perilaku menikmati, misalnya lukisan yang memiliki
yang memuaskan.
c. Komitmen yaitu kesetujuan terhadap suatu nilai dengan alasan-
alasan tertentu yang muncul dari rangkaian pengalaman.
d. Komitmen ini dinyatakan dengan rasa senang, kagum, terpesona.
Kagum atas keberanian seseorang, menunjukkan komitmen
terhadap nilai keberanian yang dihargainya.
(4) Pengorganisasian (organization), pada tahap ini yang bersangkutan
tidak hanya menginternalisasi satu nilai tertentu seperti pada tahap
komitmen, tetapi mulai melihat beberapa nilai yang relevan untuk
disusun menjadi satu sistem nilai. Proses ini terjadi dalam dua tahapan,
yakni.
a. Konseptualisasi nilai, yaitu keinginan untuk menilai hasil karya
orang lain, atau menemukan asumsi-asumsi yang mendasari suatu
moral atau kebiasaan.
b. Pengorganisasian sistem nilai, yaitu menyusun perangkat nilai
dalam suatu sistem berdasarkan tingkat preferensinya. Dalam
sistem nilai ini yang bersangkutan menempatkan nilai yang paling
disukai pada tingkat yang amat penting, menyusul kemudian nilai
17
yang dirasakan agak penting, dan seterusnya menurut urutan
kepentingan.atau kesenangan dari diri yang bersangkutan.
(5) Karakterisasi (characterization), karakterisasi yaitu kemampuan untuk
menghayati atau mempribadikan sistem nilai Kalau pada tahap
pengorganisasian di atas sistem nilai sudah dapat disusun, maka
susunan itu belum konsisten di dalam diri yang bersangkutan. Artinya
mudah berubah-ubah sesuai situasi yang dihadapi. Pada tahap
karakterisasi, sistem itu selalu konsisten. Proses ini terdiri atas dua
tahap, yaitu.
a. Generalisasi, yaitu kemampuan untuk melihat suatu masalah dari
suatu sudut pandang tertentu.
b. Karakterisasi, yaitu mengembangkan pandangan hidup tertentu
yang memberi corak tersendiri pada kepribadian diri yang
bersangkutan
3) Kawasan Psikomotor.
Kawasan psikomotor yaitu kawasan yang berkaitan dengan aspek-aspek
keterampilan yang melibatkan fungsi sistem syaraf dan otot
(neuronmuscular system) dan fungsi psikis. Kawasan ini terdiri dari :
(1) Kesiapan yaitu berhubungan dengan kesediaan untuk melatih diri
tentang keterampilan tertentu yang dinyatakan dengan usaha untuk
melaporkan kehadirannya, mempersiapkan alat, menyesuaikan diri
dengan situasi, menjawab pertanyaan.
(2) Meniru adalah kemampuan untuk melakukan sesuai dengan contoh
yang diamatinya walaupun belum mengerti hakikat atau makna dari
18
keterampilan itu. Seperti anak yang baru belajar bahasa meniru kata-
kata orang tanpa mengerti artinya.
(3) Membiasakan yaitu seseorang dapat melakukan suatu keterampilan
tanpa harus melihat contoh, sekalipun ia belum dapat mengubah
polanya.
(4) Adaptasi yaitu seseorang sudah mampu melakukan modifikasi untuk
disesuaikan dengan kebutuhan atau situasi tempat keterampilan itu
dilaksanakan.
(5) Menciptakan (origination) di mana seseorang sudah mampu
menciptakan sendiri suatu karya.
2.1.5 Perilaku belajar mahasiswa
Suwardjono (1991) menyatakan bahwa belajar di perguruan tinggi
merupakan suatu pilihan srategi dalam mencapai tujuan individual seseorang.
Semangat, cara belajar, dan sikap mahasiswa terhadap belajar sangat dipengaruhi
oleh kesadaran akan adanya tujuan individual dan tujuan lembaga pendidikan
yang jelas. Kuliah merupakan ajang untuk mengkonfirmasi pemahaman
mahasiswa dalam proses belajar mandiri. Pengendalian proses belajar lebih
penting daripada hasil atau nilai ujian. Kalau proses belajar dijalankan dengan
baik, nilai merupakan konsekuensi logis dari proses tersebut.
Belajar merupakan salah satu konsep menarik dalam teori-teori psikologi
dan pendidikan, sehingga para ahli memberi bermacam-macam pengertian
mengenai belajar. Belajar merupakan kegiatan individual, kegiatan yang dipilih
19
secara sadar karena seseorang mempunyai tujuan individual tertentu (Suwardjono,
1991). Menurut Ali (1992) dalam Hanifah dan Syukriy menyatakan bahwa belajar
adalah proses perubahan perilaku akibat interaksi individu dengan lingkungan.
Selain itu Slameto (1991) dalam Hanifah dan Syukriy (2001) belajar merupakan
suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan
tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai pengalaman individu itu
sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Ahmadi (1993) dalam Hanifah dan
Syukriy (2001) lebih jauh menyatakan bahwa belajar adalah suatu perubahan di
dalam diri manusia, sehingga apabila setelah belajar tidak terjadi perubahan dalam
diri manusia, maka tidaklah dapat dikatakan padanya telah berlangsung proses
belajar.
Menurut Giyono (1993) dalam Hanifah dan Syukriy (2001) kebiasaan
belajar dapat berlangsung melalui tiga cara yaitu: memperoleh reinforcement,
Classical conditioning, Belajar Moderen, Apabila model ini mendapat
reinforcement terhadap tindakannya, maka akan menjadi kebiasaan.
Marita, dkk (2001) mengemukakan empat hal yang berhubungan dengan
perilaku belajar yang baik, yaitu: kebiasaan mengikuti pelajaran, kebiasaan
memantapkan pelajaran, kebiasaan membaca buku dan kebiasaan menghadapi
ujian
Dampak kebiasaan belajar yang jelek bertambah berat ketika kebiasaan itu
membiarkan mahasiswa dapat lolos tanpa gagal (Calhoun & Acocella, 1995).
Gagne (1988) dalam Marita,dkk (2008) menjelaskan bahwa hasil belajar dapat
dihubungkan dengan terjadinya suatu perubahan, kecakapan atau kepandaian
seseorang dalam proses pertumbuhan tahap demi tahap. Hasil belajar diwujudkan
20
dalam lima kemampuan yakni keterampilan intelektual, strategi kognitif,
informasi verbal, keterampilan motorik, dan sikap. Dalam hal ini terdapat tiga
dimensi belajar yaitu dimensi kognitif, dimensi afektif dan dimensi psikomotorik
Benyamin S. Bloom (1956) dalam Marita,dkk (2008). Dimensi kognitif adalah
kemampuan yang berhubungan dengan berfikir, mengetahui, dan memecahkan
masalah. Selanjutnya dimensi ini dibagi menjadi pengetahuan komprehensif,
aplikatif, sintetis, analisis dan pengetahuan evaluatif. Dimensi afektif adalah
kemampuan yang berhubungan dengan sikap, nilai, minat, apresiasi. Dimensi
psikomotorik yaitu kemampuan yang berhubungan dengan motorik. Atas dasar itu
hakikatnya hasil belajar adalah memperoleh kemampuan kognitif.
2.1.6 Pengertian kecerdasan emosional
Pengertian tradisional, menyatakan bahwa kecerdasan meliputi
kemampuan membaca, menulis dan berhitung yang merupakan keterampilan kata
dan angka yang menjadi fokus di pendidikan formal (sekolah), dan sesungguhnya
mengarahkan seseorang untuk mencapai sukses di bidang akademis. Tetapi
definisi keberhasilan hidup tidak hanya itu saja. Pandangan baru yang
berkembang mengatakan bahwa ada kecerdasan lain di luar kecerdasan intelektual
(IQ), seperti bakat, ketajaman pengamatan sosial, hubungan sosial, kematangan
emosional, dan lain-lain yang harus juga dikembangkan. Menurut Wibowo (2002)
dalam Melandy dan Aziza (2006) kecerdasan emosional adalah kecerdasan untuk
menggunakan emosi sesuai dengan keinginan, kemampuan untuk mengendalikan
emosi sehingga memberikan dampak yang positif.
21
Kecerdasan emosional dapat membantu membangun hubungan dalam
menuju kebahagiaan dan kesejahteraan. Sedangkan menurut Cooper dan Sawaf
(1998) dalam Mu’tadin (2002) kecerdasan emosional adalah kemampuan
merasakan, memahami, dan secara efektif menerapkan daya dan kepekaan emosi
sebagai sumber energi, informasi, koneksi, dan pengaruh yang manusiawi.
Menurut Salovey dan Mayer dalam Melandy dan Aziza (2006), pencipta istilah
“kecerdasan emosional”, mendefinisikan kecerdasan emosional adalah
kemampuan untuk mengenali perasaan, meraih dan membangkitkan perasaan
untuk membantu pikiran, memahami perasaan dan maknanya, dan mengendalikan
perasaan secara mendalam sehingga membantu perkembangan emosi dan
intelektual. Dari beberapa pendapat di atas dapatlah dikatakan bahwa kecerdasan
emosional menuntut diri untuk belajar mengakui dan menghargai perasaan diri
sendiri dan orang lain dan untuk menanggapinya dengan tepat, menerapkan
dengan efektif energi emosi dalam kehidupan dan pekerjaan sehari-hari.
Goleman (2000) secara garis besar membagi dua kecerdasan emosional
yaitu kecakapan diri yang meliputi kesadaran diri, kendali diri, motivasi diri dan
kecakapan sosial yang terdiri dari empati dan ketrampilan sosial. Goleman,
mengadaptasi lima hal yang tercakup dalam kecerdasan emosional dari model
Salovely dan Mayer, yaitu pengenalan diri, pengendalian diri, motivasi diri,
empati, dan kemampuan sosial.
22
Gambar 2.1 Bagan Kecakapan Kecerdasan Emosional
Sumber: Goleman (2000) dalam Bulo (2002)
2.1.7 Komponen-komponen kecerdasan emosional
Terdapat lima dimensi atau komponen kecerdasan emosional (EQ) yaitu.
1) Mengenali emosi diri (pengenalan diri)
Salovely dan Mayer (dalam Goleman,2007:56) menyatakan pengenalan
diri merupakan kemampuan untuk memantau perasaan dari waktu ke
waktu merupakan hal penting bagi wawasan psikologi dan pemahaman
Kecerdasan Emosional
Kecakapan Pribadi Kecakapan Sosial
Kesadaran Diri-Kesadaran Emosional-Penilaian Diri yang Kuat-Kepercayaan Diri
Empati-Memahami Orang Lain-Mengembangkan Orang-Orientasi Pelayanan-Kesadaran Politik
Kendali Diri-Kontrol Diri-Dapat Dipercaya-Berhati-hati-Adaptabilitas-Inovasi
Keterampilan Sosial-Pengaruh-Komunikasi-Manajemen Konflik-Kepemimpinan-Katalisator Perubahan-Membangun Ikatan-Kolaborasi dan Kooperasi-Kemampuan Tim
Motivasi-Dorongan Berprestasi-Komitmen-Inisiatif-Optimisme
23
diri. Ketidakmampuan untuk mencermati perasaan diri sendiri yang
sesungguhnya membuat kita berada dalam kekuatan perasaan.
Menurut Mu’tadin (2002), kesadaran diri dalam mengenali
perasaan sewaktu perasaan itu terjadi merupakan dasar kecerdasan
emosional. Pada tahap ini diperlukan adanya pemantauan perasaan dari
waktu ke waktu agar timbul pemahaman tentang diri. Ketidakmampuan
untuk mencermati perasaan yang sesungguhnya membuat diri berada
dalam kekuasaan perasaan. Sehingga tidak peka akan perasaan
sesungguhnya yang berakibat buruk bagi pengambilan keputusan suatu
masalah.
Gea et al. (2002) dalam Melandy dan Aziza (2006), mengenal diri
berarti memahami kekhasan fisiknya, kepribadian, watak dan
temperamennya, mengenal bakat-bakat alamiah yang dimilikinya serta
punya gambaran atau konsep yang jelas tentang diri sendiri dengan segala
kesulitan dan kelemahannya. Ada beberapa cara untuk mengembangkan
kekuatan dan kelemahan dalam pengenalan diri yaitu introspeksi diri,
mengendalikan diri, membangun kepercayaan diri, mengenal dan
mengambil inspirasi dari tokoh-tokoh teladan, dan berpikir positif dan
optimis tentang diri sendiri. Dari beberapa cara untuk mengembangkan
pengenalan diri di atas dapat diketahui bahwa kepercayaan diri merupakan
salah satu hal yang dapat mempengaruhi bagaimana mahasiswa mengenal
dirinya.
2) Mengelola emosi (pengendalian diri)
24
Menurut Salovely dan Mayer (dalam Goleman,2007:56), mengelola emosi
berarti menangani perasaan agar perasaan dapat terungkap dengan cepat,
hal ini merupakan kecakapan yang sangat bergantung pada kesadaran diri.
Emosi dikatakan berhasil dikelola apabila mampu menghibur diri ketika
ditimpa kesedihan, dapat melepaskecemasan, kemurungan atau
ketersinggungan dan mampu bangkit kembali dengan cepat. Sebaliknya
orang yang buruk memampuannya dalam mengelola emosi akan terus
bertarung melawan perasaan murung atau melarikan diri pada hal-hal
negative yang merugikan dirinya sendiri.
Menurut Goleman (2000) dalam Nuraini (2007) Pengendalian diri
merupakan sikap hati-hati dan cerdas dalam mengatur kehidupan,
keseimbangan dan kebijakan yang terkendali, dan tujuannya adalah untuk
keseimbangan emosi, bukan menekan emosi, karena setiap perasaan
mempunyai nilai dan makna. Kepercayaan diri mahasiswa akan
mempengaruhi kemampuan untuk mengendalikan dirinya. Mahasiswa
yang memiliki kepercayaan diri yang kuat maka akan cenderung lebih
mampu mengendalikan dirinya dalam menghadapi permasalahan yang
terjadi dibandingkan dengan mahasiswa yang memiliki kepercayaan diri
lemah.
3) Memotivasi diri sendiri
Menurut Salovely dan Mayer (dalam Goleman,2007:56), kemampuan
seseorang memotivasi diri dapat ditelusuri melalui bagaimana caranya
mengendalikan dorongan hati, derajat kecemasan yang berpengaruh
terhadap unjuk kerja seseorang , kekuatan berfikir positif, optimisme dan
25
keadaan ketika perhatian seseorang sepenuhnya tercurah ke dalam apa
yang sedang terjadi, pekerjaannya hanya terfokus pada satu objek. Dengan
kemampuan memotivasi diri sendiri yang dimilikinya maka seseorang
akan cenderung memiliki pandangan yang positif dalam menilai segala
sesuatu yang terjadi dalam dirinya
Menurut Goleman (2000) dalam Nuraini (2007), Motivasi
didefinisikan sebagai suatu konsep yang digunakan jika menguraikan
kekuatan-kekuatan yang bekerja terhadap diri individu untuk memulai dan
mengarahkan perilaku atau segala sikap yang menjadi pendorong
timbulnya suatu perilaku. Motivator yang paling berdaya guna adalah
motivator dari dalam, bukan dari luar. Keinginan untuk maju dari dalam
diri mahasiswa akan menimbulkan semangat dalam meningkatkan kualitas
mereka. Para mahasiswa yang memiliki upaya untuk meningkatkan diri
akan menunjukkan semangat juang yang tinggi ke arah penyempurnaan
diri yang merupakan inti dari motivasi untuk meraih prestasi.
Ada banyak faktor yang mempengaruhi motivasi seorang
mahasiswa, salah satunya adalah kepercayaan diri. Mahasiswa yang
memiliki kepercayaan diri kuat cenderung lebih memiliki motivasi yang
tinggi karena dia percaya akan kemampuan dirinya sendiri dibandingkan
dengan mahasiswa yang memiliki kepercayaan diri lemah yang cenderung
memiliki motivasi yang rendah pula.
4) Mengenali emosi orang lain (empati)
Menurut Salovely dan Mayer (dalam Goleman,2007:56), empati atau
mengenali emosi orang lain dibangun berdasarkan pada kesadaran diri.
26
Jika seseorang terbuka pada emosi sendiri, maka dapat dipastikan bahwa
ia akan terampil membaca perasaan orang lain. Sebaliknya orang yang
tdak mampu menyesuaikan diri dengan emosinya sendiri dapat dipastikan
tidak akan mampu menghormati perasaan orang lain.
Menurut Goleman (2000) dalam Nuraini (2007) Empati adalah
perasaan simpati dan perhatian terhadap orang lain, khususnya untuk
berbagi pengalaman atau secara tidak langsung merasakan penderitaan
orang lain. Empati atau mengenal emosi orang lain dibangun berdasarkan
pada kesadaran diri. Jika seseorang terbuka pada emosi sendiri, maka
dapat dipastikan bahwa ia akan terampil membaca perasaan orang lain.
Orang yang memiliki empati yang tinggi akan lebih mampu membaca
perasaan dirinya dan orang lain yang akan berakibat pada peningkatan
kualitas belajar sehingga akan tercipta suatu pemahaman yang baik
tentang akuntansi. Kepercayaan diri akan mempengaruhi empati dari
seorang mahasiswa. Mahasiswa yang memiliki kepercayaan diri kuat akan
mudah untuk berempati kepada dirinya dan orang lain dibandingkan
dengan mahasiswa yang memiliki kepercayaan diri yang lemah.
5) Membina hubungan dengan orang lain (keterampilan sosial)
Menurut Salovely dan Mayer (dalam Goleman,2007:56), seni dalam
membina hubungan dengan orang lain merupakan keterampilan sosial
yang mendukung keberhasilan dalam pergaulan dengan orang lain. Orang-
orang yang hebat dalam keterampilan ini akan sukses dalam bidang
apapun yang mengandalkan pergaulan yang mulus dengan orang lain.
Tanpa memiliki keterampilan seseorang akan mengalami kesulitan dalam
27
pergaulan sosial. Orang yang tidak memiliki keterampilan ini akan
dianggap angkuh, mengganggu atau tidak berperasaan bagi orang lain.
Menurut Jones (1996) dalam Melandy dan Aziza (2006),
kemampuan membina hubungan dengan orang lain adalah serangkaian
pilihan yang dapat membuat anda mampu berkomunikasi secara efektif
dengan orang yang berhubungan dengan anda atau orang lain yang ingin
anda hubungi. Dalam hubungannya dengan dunia kampus, keterampilan
sosial dapat dilihat dari sinkronisasi antara dosen dan mahasiswa yang
menunjukkan seberapa jauh hubungan yang mereka rasakan, studi-studi di
kelas membuktikan bahwa semakin erat koordinasi gerak antara dosen dan
mahasiswa, semakin besar perasaan bersahabat, bahagia, antusias, adanya
keterbukaan ketika melakukan interaksi. Perasaan bersahabat antara dosen
dan mahasiswa akan menciptakan sebuah interaksi yang efektif dalam
rangka pemahaman di bidang akuntansi. Kepercayaan diri sangat
diperlukan dalam ketrampilan sosial, karena dengan kepercayaan diri yang
kuat, mahasiswa akan mudah untuk terbuka dan terampil dalam
bersosialisasi bila dibandingkan dengan mahasiswa yang kepercayaan
dirinya lemah.
2.1.8 Pengertian stres
Tekanan secara sederhana dapat dikatakan sebagai sesuatu yang
bersangkutan dengan interaksi antara orang dengan lingkungannya. Sebagian
besar dari definisi tekanan memandang individu dan lingkungan sebagai suatu
interaksi perangsang (stimulus), interaksi tanggapan (response) atau interaksi
28
antara perangsang dan tanggapan (stimulus-response interaction). Unsur-unsur
tekanan yang digunakan untuk mendefinisikan tekanan sebagai suatu tanggapan
yang dapat menyesuaikan diri, yang dipengaruhi oleh perbedaan individual dan
atau proses psikologis yaitu suatu konsekuensi dari suatu tindakan ekstern
(lingkungan), situasi atau peristiwa yang terlalu banyak mengadakan tuntutan
psikologis dan atau fisik seseorang.
Menurut Charles D. Spielberg dalam (Handoyo, 2001 : 63), stres adalah
tuntutan-tuntutan eksternal yang mengenai seseorang, misalnya obyek-obyek
dalam lingkungan atau suatu stimulus yang secara obyektif adalah berbahaya.
Stres juga bisa diartikan sebagai tekanan, ketegangan atau gangguan yang tidak
menyenangkan yang berasal dari luar diri seseorang. Menurut Braham dalam
(Hondoyo,2001 :68), gejala stres dapat berupa tanda-tanda sebagai berikut :
1) Fisik, yaitu sulit tidur atau tidur tidak teratur, sakit kepala, sulit buang air
besar, adanya gangguan pencernaan, radang usus, kulit gatal-gatal,
punggung terasa sakit, urat-urat pada bahu dan leher terus tegang, keringat
berlebihan, berubah selera makan, tekanan darah tinggi atau serangan
jantung, kehilangan energi.
2) Emosional, yaitu mudah marah, mudah tersinggung, gelisah dan cemas,
suasana hati mudah berubah-ubah, mudah menangis dan depresi, gugup,
agresif terhadap orang lain dan mudah bermusuhan serta mudah
menyerang dan kelesuan mental.
3) Intelektual, yaitu mudah lupa, kacau pikirannya, daya ingat menurun, sulit
berkonsentrasi, suka melamun berlebihan, pikiran hanya dipenuhi oleh
satu pikiran saja.
29
4) Interpersonal, yaitu acuh dan mendiamkan orang lain, kepercayaan kepada
orang lain menurun, mudah mengingkari janji pada orang lain, senang
mencari kesalahan orang lain atau menyerang dengan kata-kata, menutup
diri secara berlebihan, dan mudah menyalakan orang lain.
Dr. Hans Seyle dalam Bakthiar (2009) menganggap tekanan sebagai suatu
tanggapan yang tidak khusus terhadap setiap tuntutan terhadap organisme. Ia
memberi nama toga fase reaksi pertahanan yang disusun oleh seseorang apabila ia
menghadapi tekanan sebagai gejala penyesuaian umum (general adaption
syndrome). Seyle menamakannya umumss (general) karena konsekuensi
penekanan mempunyai akibat dalam berbagai macam bidang dalam badan kita;
dapat menyesuaikan diri (adaptive) berhubungan dengan rangsangan pertahanan
yang didesain untuk membantu badan menyesuaikan diri atau menangani
penekanan; dan gejala (syndrome) menunjukkan bahwa bagian-bagian kecil dari
reaksi terjadi sedikit banyak bersama-sama. Tiga fase yang berbeda-beda itu
dinamakan tanda bahaya (alarm), perlawanan (resistance) dan kelelahan
(exhaustion).
Tingkat bahaya (alarm stage) adalah mobilisasi permulaan yang
digunakan oleh badanuntuk menghadapi tantangan dari penekan. Jika penekan itu
diketahui, maka otak mengirim berita biokemis kepada seluruh sistem badan.
Pernafasan menjadi meningkat, tekanan darah naik, biji mata membesar, otot-otot
menjadi tegang, dan sebagainya. Jika penekan itu berlangsung terus maka GAS (
General Adaptive Syndrome) maju ke tingkat perlawanan (resistance stage)
dimana memiliki tanda-tanda : kelelahan, kegelisahan dan ketegangan. Tingkat
terakhir dari GAS adalah kelelahan (exhaustion). Jika orang dalam waktu yang
30
lama dan terus menerus terkena tekanan yang sama, maka akhirnya tenaga
menjadi lelah.
Sedangkan menurut Lazarus dan Launier (1978) dalam Leila (2002: 3)
terdapat empat tahapan proses stres, antara lain :
1) Stage of alarm
Individu mengidentifikasi suatu stimulus yang membahayakan, hal ini
akan meningkatkan kesiagaan dan orientasinya pun terarah kepada
stimulus tersebut
2) Stage of Appraisals
Individu mulai melakukan penilaianterhadap stimulus yang mengenainya.
Penilaian ini dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman individu tersebut.
Tahapan penilaian ini dibagi menjadi dua, yaitu :
1) Primary Cognitive Appraisal
Adalah proses mental yang berfungsi mengevaluasi suatu situasi atau
stimulus dari sudut implikasinya terhadap individu, apakah
menguntungkan, merugikan atau membahayakan individu tersebut
2) Secondary Cognitive Apprraisal
Adalah evaluasi terhadap sumber daya yang dimiliki oleh individu
dan berbagai alternatif cara untuk mengatasi situasi tersebut. Proses
ini dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman individu pada pada
situasi serupa, persepsi individu terhadap kemampuan dirinya dan
lingkungannya, serta berbagai sumber daya pribadi dan lingkungan.
3) Stage of Searching for a Coping Strategy
31
Konsep “coping” diartikan sebagai usaha – usaha untuk mengelola
tuntutan-tuntutan lingkungan dan tuntutan-tuntutan internal serta
mengolahkonflik antara berbagai tuntutan tersebut. Tingkat kekacauan
yang dibangkitkan oleh satu stresor (sumber stres) akan menurunjika
individu memiliki antisipasi tentang cara mengelola atau menghadapi
stresor tersebut, yaitu dengan menerapkan strategi coping yang tepat.
Strategi yang akan digunakan ini dipengaruhi oleh pengalaman atau
informasi yang dimiliki oleh individu serta konteks situasi dimana stres
tersebut berlangsung.
4) Stage of Stres Response
Pada tahap ini, individu mengalami kekacauan emosional yang akut
seperti sedih, cemas, marah, dan panik. Mekanisme pertahanan diri yang
digunakan menjadi tidak adekuat, fungsi – fungsi kognisi menjadi kurang
terorganisasikan dengan baik dan pola-pola neuroendokrin serta sistem
saraf otonom bekerja terlalu aktif. Reaksi-reaksi ini timbul akibat adanya
pengaktifan yang tidak adekuat dan reaksi-reaksi untuk menghadapi stres
yang berkepanjangan. Dampak dari keadaan ini adalah bahwa individu
mengalami disorganisasi dan kelelahan baik mental maupun fisik.
Menurut Cox, kategori dari lima jenis tekanan yang mungkin timbul dari
tekanan meliputi :
1) Akibat subyektif (subjective effects). Kegelisahan, agresif, kelesuan,
kebosanan, kemuraman (depresi), kelelahan, kekecewaan (frustasi),
kehilangan kesabaran, harga diri yang rendah, perasaan terpencil
32
2) Akibat perilaku (behavioral effect). Mudah terkena kecelakaan,
penyalahgunaan obat, peledak emosi, makan yangberlebihan, minum atau
merokok yang berlebihan, berprilaku yang impulsif, tertawa gelisah.
3) Akibat kognitif (cognitive effects). Tidak mampu mengambil keputusan
yang sehat, kurang bisa berkonsentrasi, sangat peka terhadap kecaman dan
rintangan mental.
4) Akibat fisiologis (physiological effect). Tingkat gula darah meningkat,
denyut jantung atau tekanan darah naik, mulut kering, berkeringat, biji
mata membesar.
5) Akibat keorganisasian (organization effects). Kemangkiran, produktivitas
rendah, mengasingkan diri dari teman sekerja, ketidakpuasan kerja,
menurunnya keterikatan dan loyalitas terhadap organisasi.
2.1.9 Stres kuliah
Pemahaman umum tentang konsep stres banyak digunakan untuk
menjelaskan tentang sikap atau tindakan individu yang dilakukanya bila
menghadapi suatu tantangan dalam hidup dan ternyata gagal memperoleh respon
dalam menghadapi tantangan tersebut. Proses stres didahului oleh adanya sumber
stres (stresor) yaitu setiap keadaan yang dirasakan orang mengancam dan
membahayakan dirinya. Istilah stres atau ketegangan memiliki konotasi yang
beragam. Bagi sementara orang, stres dapat menggambarkan keadaan psikis
setelah mengalami berbagai tekanan yang melampaui batas ketahanannya.
Sementara orang lain mengatakan stres bersifat subyektif hanya berhubungan
dengan kondsi-kondisi psikologis dan emosi seseorang. Adapula yang
33
menganggap stres dan ketegangan merupakan faktor sebab akibat. Namun banyak
orang cenderung menganggap stres sebagai tanggapan patologos (proses
penyimpangan kondisi biologis yang sehat) terhadap tekanan-tekanan psikologis
dan sosial yang berhubungan dengan pekerjaan dan lingkungannya.
Ivianchevic dan Martinson (1993) dalam Yulianti (2002) mendefinisikan
stres secara sederhana sebagai interaksi individu dengan angkatan. Kemudian
definisi tersebut dirinci lebih jauh sebagai respon yang adaptif yang ditengahi oleh
perbedaan individual dan proses psikologis yang merupakan konsekuensi dari
tindakan dan sistem internal atau kejadian yang meminta kondisi psikologis dan
fisik seseorang secara berlebihan. Stres adalah suatu kondisi ketegangan yang
mempengaruhi emosi, proses berfikir dan kondisi seseorang.
Stres yang terlalu besar dapat mengancam kemampuan atau kondisi
seseorang dalam menghadapi lingkungan (Handoko, 2000). Dilihat dari sudut
pandang orang yang mengalami stres, seseorang akan memberikan tanggapan
terhadap hal-hal yang dinilai mendatangkan stres. Tanggapan orang terhadap
sumber stres dapat berpengaruh pada segi psikologi dan fisiologis. Tanggapan ini
disebut strain, yaitu tekanan atau ketegangan. Seseorang yamg mengalami stres
secara psikologis menderita tekanan dan ketegangan yang membuat pola pikir
seseorang menjadi kacau. Dalam proses itu, hal yang dapat menyebabkan stres
dan pengalaman orang yang mengalami stres akan saling berkaitan. Proses itu
merupakan pengaruh timbal balik dan menciptakan usaha atau penyesuaian atau
tepatnya penyeimbangan, yang terus menerus antara orang yang mengalami stres
dan keadaan yang penuh stres.
34
2.1.10 Definisi akuntansi
Definisi akuntansi dapat dirumuskan dari dua sudut pandang yaitu definisi
dari sudut pemakai jasa akuntansi, dan dari sudut proses kegiatannya. Definisi
dari sudut pemakai, akuntansi adalah suatu disiplin yang menyediakan informasi
yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan secara efisien dan mengevaluasi
kegiatan-kegiatan suatu organisasi (Jusup, 2005:4). Dari sudut proses kegiatannya
akuntansi didefinisikan sebagai proses pencatatan, penggolongan, peringkasan,
pelaporan dan penganalisaan data keuangan suatu organisasi (Jusup, 2005:5).
Akuntansi juga disebutkan sebagai bahasa bisnis (language of business)
(Suwardjono, 2003:30). Dimana sebagai bahasa bisnis, akuntansi dapat
memberikan informasi tentang kondisi keuangan berupa posisi keuangan yang
tertuang dalam jumlah kekayaan, utang dan modal suatu bisnis dan hasil usahanya
pada suatu waktu atau periode tertentu. Dengan informasi ini pembaca laporan
keuangan tidak perlu lagi mengunjungi suatu perusahaan atau melakukan
interview untuk mengetahui keadaan keuangannya, hasil usahanya maupun
memprediksi masa depan perusahaan.
2.1.11 Bidang studi akuntansi
Materi-materi khusus yang dipelajari dalam bidang studi akuntansi antara
lain sebagai berikut (Suwardjono, 2003: 34 - 40) :
a. Akuntansi Keuangan
Bidang akuntansi keuangan (financial accounting) membahas masalah
pelaporan keuangan untuk kepentingan pihak eksternal. Bidang ini dibagi
menjadi dua bagian,yaitu bidang praktik membahas pengukuran, penilaian,
35
dan pengakuan objek transaksi keuangan serta pengungkapan/ penyajian
data hasil pengukuran tersebut ke dalam laporan keuangan umum sesuai
dengan prinsip akuntansi berterima umum.
b. Teori Akuntansi
Bidang ini mempelajari penalaran logis dan konsep-konsep yang
menjelaskan dan melandasi praktik atau struktur akuntansi yang berjalan
dan sebaiknya dijalankan.
c. Pengauditan
Pengauditan (auditing) membahas tentang prinsip, prosedur dan teknik
pengauditan laporan keuangan untuk memberi pendapat tentang kewajaran
penyajian laporan keuangan.
d. Akuntansi Kos
Akuntansi kos (cost accounting) membahas pengumpulan data kos untuk
mengukur berbagai objek yang menjadi pusat perhatian manajemen dan
penentuan kos produk khususnya dalam perusahaan pemanufakturan.
e. Akuntansi Manajemen
Akuntansi manajemen (management accounting) lebih menekankan pada
pemanfaatan data akuntansi untuk pengambilan keputusan (decision
making) dan pengendalian (controlling) operasi perusahaan secara
keseluruhan meliputi produksi, pemasaran, sumber daya manusia, dan
pendanaan/pembelanjaan (financing).
f. Manajemen Kos
36
Manajemen kos lebih berkepentingan dengan pengukuran aktivitas dan
objek-objek strategik dalam rangka pengambilan keputusan strategik
untuk mencapai keunggulan kompetitif (competitive advantage)
g. Sistem Pengendalian Manajemen
Bidang ini membahas perancangan sistem dan proses untuk memotivasi
para manajer divisi agar mereka bertindak untuk memaksimumkan
kepentingan divisi tetapi pada saat yang sama juga memaksimumkan
kepentingan divisi secara keseluruhan.
h. Sistem Akuntansi
Bidang ini mempelajari berbagai rancang bangun (design) prosedur-
prosedur untuk pengumpulan, penciptaan, dan pelaporan data akuntansi
yang paling sesuai dengan kebutuhan suatu perusahaan tertentu.
i. Sistem Informasi Manajemen
Bidang ini mempelajari perancangan sistem penyediaan informasi dan
pengolahan data untuk menopang keputusan manajemen berbagai aspek
dan fungsi.
j. Akuntansi pajak
Bidang ini membahas berbagai transaksi penting perusahaan dan berbagai
peraturan perpajakan yang bersangkutan serta pengaruh peraturan tersebut
terhadap laporan keuangan khususnya penentuan besarnya laba
perusahaan.
k. Akuntansi Pemerintahan
37
Bidang ini membahas perekayasaan akuntansi untuk unit organisasi
nonprofit seperti pemerintah, rumah sakit, sekolah, universitas, yayasan
dan sebagainya.
l. Analisis laporan keuangan
Bidang ini mempelajari bagaimana memanfaatkan, menganalisis, dan
mengiterpretasikan data yang termuat dalam laporan keuangan untuk
menunjang keputusan investasi dalam surat-surat berharga yang
diterbitkan suatu perusahaan (saham, obligasi, opsi dan sebagainya).
2.1.12 Pemakai informasi akuntansi
Menurut Jusup (2005:6-7), pihak-pihak yang memerlukan informasi
akuntansi adalah sebagai berikut:
1) Manajer
Manajer perusahaan menggunakan informasi akuntansi untuk menyusun
perencanaan perusahaannya,mengevaluasi kemajuan yang dicapai dalam
usaha mencapai tujuan dan melakukan tindakan koreksi yang diperlukan.
2) Investor
Investor melakukan penanaman modal dalam perusahaan dengan tujuan
untuk mendapat hasil yang sesuai dengan harapannya.Para investor harus
melakukan analisis atas laporan keuangan perusahaan yang akan dipilih
sebagai tempat penanaman modalnya.
3) Kreditur
Kreditur memerlukan informasi akuntansi, untuk menilai apakah kredit
telah digunakan sesuai dengan tujuan yang telah disepakati
38
4) Instansi Pemerintah
Informasi akuntansi merupakan sumber utama bagi badan pemerintah
seperti badan pelayanan pajak untuk menetapkan besarnya pajak
perusahaan.
5) Organisasi Nirlaba
Organisasi-organisasi yang tidak bertujuan mencari laba seperti organisasi
keagamaan, yayasan atau lembaga pendidikan juga membutuhkan
informasi akuntansi dimana organisasi ini berurusan dengan soal-soal
keuangan karena mereka harus memiliki anggaran, membayar tenaga
kerja, membayar listrik dan sewa, serta urusan keuangan lainnya yang
bersangkutan dengan akuntansi.
6) Pemakai lainnya
Pemakai lainnya seperti organisasi buruh dimana mereka membutuhkan
informasi tentang laba perusahaan dan juga informasi keuangan lainnya
dalam rangka mengajukan kenaikan gaji atau tunjangan-tunjangan lain
dari perusahaan tempat mereka bekerja.
2.2 Pembahasan Penelitian Sebelumnya
Suryaningsum dan Trisnawati (2003), telah melakukan penelitian tentang
Pengaruh Kecerdasan Emosional Terhadap Tingkat Pemahaman Akuntansi
dengan sampel mahasiswa akhir akuntansi yang telah menempuh 120 SKS pada
beberapa universitas di Yogyakarta dengan menggunakan alat analisis regresi
linier berganda. Hasil pengujian Suryaningsum dan Trisnawati (2003)
menunjukkan bahwa kecerdasan emosional tidak berpengaruh secara signifikan
39
terhadap tingkat pemahaman akuntansi. Persamaan dengan penelitian ini adalah
sama-sama menggunakan variabel kecerdasan emosional sebagai variabel
independen dan menggunakan teknik analisis linerar berganda. Perbedaannya
adalah menambah variabel perilaku belajar sebagai variabel independen dan stres
kuliah sebagai variabel dependennya.
Melandy dan Aziza (2006), Telah melakukan penelitian tentang Pengaruh
Kecerdasan Emosional Terhadap Tingkat Pemahaman Akuntansi, Kepercayaan
Diri Sebagai Variabel Pemoderasi dengan sampel mahasiswa akuntansi tingkat
akhir pada beberapa perguruan tinggi negeri yang ada di Propinsi Bengkulu. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa terlihat adanya perbedaan tingkat pengenalan diri
dan motivasi antara mahasiswa yang memiliki kepercayaan diri kuat dengan
mahasiswa yang memiliki kepercayaan diri lemah, sedangkan untuk variable
pengendalian diri, empati, dan keterampilan sosial tidak terdapat perbedaan.
Persamaan dengan penelitian ini adalah sama-sama menggunakan variabel
kecerdasan emosional sebagai variabel independen. Perbedaannya adalah
menambah variabel perilaku belajar sebagai variabel independen dan stres kuliah
sebagai variabel dependennya.
Penelitian yang dilakukan oleh Marita,dkk (2008) yang mengkaji secara
empiris atas perilaku dan kecerdasan emosional dalam mempengaruhi stres kuliah
mahasiswa akuntansi. Sampel dalam penelitian ini adalah mahasiswa akuntansi
yang belajar di wilayah D.I.Yogyakarta. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
kecerdasan emosional dan perilaku belajar mahasiswa jurusan akuntasi, keduanya
memberikan pengaruh negatif dan signifikan terhadap stres kuliah responden,
dalam hal ini variabel kecerdasan emosional memberikan pengaruh lebih dominan
40
terhadap stres kuliah dibandingkan variabel perilaku belajar. Variabel kecerdasan
emosional (X1) mempunyai pengaruh negatif terhadap stres kuliah. Jika
kecerdasan emosional semakin meningkat mengakibatkan stres kuliah semakin
menurun, begitu pula sebaliknya jika pada kecerdasan emosional semakin
menurun maka stres kuliah akan semakin meningkat.Variabel Perilaku Belajar
(X2) mempunyai pengaruh negatif terhadap terhadap stres kuliah. Pengaruh
negatif ini berarti bahwa perilaku belajar dan stres kuliah menunjukkan pengaruh
terbalik. Jika perilaku belajar semakin meningkat mengakibatkan stres kuliah
semakin menurun, begitu pula sebaliknya jika pada perilaku belajar semakin
menurun maka stres kuliah akan semakin meningkat. Persamaan dengan
penelitian ini adalah sama-sama menggunakan variabel perliku belajar dan
kecerdasan emosional sebagai variabel independen dan stres kuliah sebagai
variabel dependen. Perbedaan penelitian ini adalah lokasi penelitiannya dilakukan
di Fakultas Ekonomi Universitas Udayana Denpasar dan pengambilan sampel
dalam penelitian ini adalah menggunakan teknik purposive sampling.
2.3 Perumusan Hipotesis
2.3.1 Pengaruh perilaku belajar dan kecerdasan emosional terhadap stres kuliah
Penelitian Marita,dkk (2008) menunjukkan bahwa kecerdasan emosional
dan perilaku belajar mahasiswa jurusan akuntasi, keduanya memberikan pengaruh
negatif dan signifikan terhadap stres kuliah responden, dalam hal ini variabel
kecerdasan emosional memberikan pengaruh lebih dominan terhadap stres kuliah
41
dibandingkan variabel perilaku belajar. Dari uraian diatas maka dapat dirumuskan
hipotesis sebagai berikut :
Ha1: Perilaku belajar dan kecerdasan emosional berpengaruh terhadap stres kuliah mahasiswa akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Udayana Denpasar
2.3.2 Pengaruh perilaku belajar terhadap stres kuliah
Seorang mahasiswa yang memiliki perilaku belajar .Hal-hal yang
berhubungan dengan perilaku belajar yang baik dapat dilihat dari kebiasaan
mengikuti pelajaran, kebiasaan membaca buku, kunjungan ke perpustakaan dan
kebiasaan menghadapi ujian. Hasil penelitian Marita,dkk (2008) menyatakan
bahwa perilaku Belajar mempunyai pengaruh negatif terhadap terhadap stres
kuliah. Pengaruh negatif ini berarti bahwa perilaku belajar terhadap stres kuliah
menunjukkan pengaruh terbalik. Jika perilaku belajar semakin meningkat
mengakibatkan stres kuliah semakin menurun, begitu pula sebaliknya jika pada
perilaku belajar semakin menurun maka stres kuliah akan semakin meningkat.
Sehingga perilaku belajar memiliki peranan penting untuk menghadapi stres yang
akan datang. Dari uraian di atas maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
Ha2: Perilaku belajar mahasiswa akuntansi (kebiasaan mengikuti pelajaran, kebiasaan membaca buku, kunjungan ke perpustakaan dan kebiasaan menghadapi ujian ) berpengaruh terhadap Stres kuliah.
2.3.3 Pengaruh kecerdasan emosional terhadap stres kuliah
Kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk mengenal perasaan diri
sendiri dan orang lain untuk memotivasi diri sendiri dan mengelola emosi dengan
baik di dalam diri kita. Kemampuan ini saling berbeda dan melengkapi dengan
kemampuan akademik murni yang diukur dengan IQ.
42
Penelitian Gasya (2007) menyimpulkan bahwa terdapat hubungan negatif
yang signifikan antara kecerdasan emosi dengan derajat stres pada mahasiswa
tingkat akhir. Dimana hubungan negatif yang signifikan antara kecerdasan emosi
dengan derajat stres pada mahasiswa tingkat akhir, yang berarti apabila
kecerdasan emosi individu tinggi maka derajat stres individu rendah dan
sebaliknya apabila kecerdasan emosi individu rendah maka derajat stres individu
tinggi. Selain itu, penelitian Marita,dkk (2008) juga menyatakan bahwa
kecerdasan emosional mempunyai pengaruh negatif terhadap stres kuliah. Jika
kecerdasan emosional semakin meningkat mengakibatkan stres kuliah semakin
menurun, begitu pula sebaliknya jika pada kecerdasan emosional semakin
menurun maka stres kuliah akan semakin meningkat.
Dengan adanya kecerdasan emosional yang ditandai oleh kemampuan
pengenalan diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati dan kemampuan sosial
akan mempengaruhi perilaku belajar mahasiswa yang nantinya juga
mempengaruhi seberapa besar tingkat stres yang dialami mahasiswa. Dari uraian
di atas maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
Ha3: Kecerdasan emosional (kemampuan pengenalan diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati dan kemampuan sosial) berpengaruh terhadap Stres kuliah.
43
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
3.1 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian mengambil lokasi di Fakultas Ekonomi Universitas
Udayana Denpasar. Alasan dipilihnya lokasi ini karena Fakultas Ekonomi
Universitas Udayana merupakan salah satu perguruan tinggi negeri yang berusaha
meningkatkan mutu pendidikan guna menghasilkan lulusan yang berkualitas
(hard skill dan soft skill)
3.2 Objek Penelitian
Adapun objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengaruh
perilaku belajar dan kecerdasan emosional terhadap stres kuliah mahasiswa
jurusan akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Udayana Denpasar.
3.3 Identifikasi Variabel
Variabel penelitian merupakan suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang,
objek, atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2007:59).
Berdasarkan hipotesis yang telah dikemukakan, maka variabel yang akan
dianalisis dikelompokkan sebagai berikut :
1) Variabel bebas (independent variabel)
Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau menjadi
timbulnya variabel terikat (Sugiyono,2007:59). Dalam penelitian ini yang
44
menjadi variabel bebas adalah perilaku belajar (X1) dan kecerdasan
emosional (X2).
2) Variabel terikat (dependent variabel)
Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat
adanya variabel bebas (Sugiyono,2007:59). Dalam penelitian ini yang
menjadi variabel terikat adalah stres kuliah (Y).
3.4 Definisi Operasional Variabel
Definisi operasional variabel adalah suatu definisi yang diberikan kepada
variabel, dengan tujuan memberikan arti atau menspesifikasinya. Pada penelitian
ini definisi operasional variabel yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1) Variabel Independen (X)
(1) Perilaku Belajar (X1)
Marita, dkk (2008) mengemukakan empat hal yang berhubungan
dengan perilaku belajar yang baik, yaitu: kebiasaan mengikuti
pelajaran, kebiasaan memantapkan pelajaran, kebiasaan membaca
buku, dan kebiasaan menghadapi ujian
a. Kebiasaan Mengikuti Pelajaran, yaitu seberapa besar
perhatian dan keaktifan seorang mahasiswa dalam belajar.
b. Kebiasaan Membaca Buku, yaitu berapa lama seorang
mahasiswa membaca setiap hari dan jenis bacaan yang dibaca.
c. Kunjungan ke Perpustakaan, yaitu seberapa sering
mahasiswa ke perpustakaan setiap minggu.
45
d. Kebiasaan Menghadapi Ujian, yaitu bagaimana persiapan
belajar seorang mahasiswa sebelum ujian tiba.
(2) Kecerdasan Emosional (X2)
Kecerdasan emosional adalah kemampuan seperti kemampuan untuk
memotivasi diri sendiri, dan bertahan menghadapi frustrasi,
menghadapi dorongan hati dan tidak melebih-lebihkan kesenangan ,
mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stres tidak
melumpuhkan kemampuan berfikir, berempati dan berdoa (Goleman,
1997 : 45). Adapun lima hal yang tercakup dalam kecerdasan
emosional sesuai dengan model Salovely dan Mayer (dalam
Goleman,2007:56) yaitu :
a. Pengenalan Diri, yakni mengetahui apa yang kita rasakan
pada suatu saat dan menggunakannya untuk memandu mengambil
keputusan diri sendiri, memiliki tolak ukur yang realistis atas
kemampuan diri dan kepercayaan diri yang kuat.
b. Pengendalian Diri, yakni menguasai diri sendiri
sedemikian rupa sehingga berdampak positif kepada pelaksanaan
tugas, peka terhadap kata hati, dan sanggup menunda kenikmatan
sebelum tercapainya sasaran, dan mampu pulih kembali dari
tekanan emosi.
c. Motivasi Diri, yakni menggunakan hasrat kita yang
paling dalam untuk menggerakkan dan menuntun kita menuju
sasaran, membantu kita mengambil inisiatif dan bertindak sangat
efektif dan untuk menghadapi kegagalan dan frustasi.
46
d. Empati, yakni merasakan apa yang dirasakan oleh orang
lain, mampu memahami perspektif mereka, menumbuhkan saling
percaya, dan menyelaraskan ide dengan berbagai macam orang.
e. Kemampuan Sosial, yakni menguasai dengan baik ketika
berhubungan dengan orang lain dan dengan cermat membaca
situasi dan jaringan sosial, berinteraksi dengan lancar,
menggunakan keterampilan-keterampilan ini untuk mempengaruhi
dan memimpin, bermusyawarah, dan menyelesaikan perselisihan,
serta untuk bekerja sama dan bekerja dalam tim.
2) Variabel Dependen (Y)
Menurut Marita,dkk (2008), stres kuliah adalah suatu keadaan yang
membuat mahasiswa merasa tertekan dalam kuliahnya sehingga
konsentrasi belajar terganggu, penyebabnya adalah adanya kesalahan
perilaku belajar atau keadaan lain misalnya lingkungan
3.5 Jenis dan Sumber Data
3.5.1 Jenis Data
Jenis data menurut sifatnya yaitu.
1) Data Kualitatif, yaitu data yang berbentuk kata-kata, kalimat, skema dan
gambar (Sugiyono, 2007: 14) meliputi sejarah dan struktur organisasi
Fakultas Ekonomi Universitas Udayana Denpasar.
2) Data Kuantitatif, yaitu data yang berbentuk angka atau data kualitatif
yang diangkakan (Sugiyono, 2007: 14) meliputi data jumlah mahasiswa
akuntansi tingkat akhir Fakultas Ekonomi Universitas Udayana
47
Denpasar yang merencanakan menyusun skripsi dan data kuantitatif
yang diperoleh dari data kualitatif yang dikuantitatifkan dengan bantuan
skala likert yang mengacu pada pengukuran variabel yang digunakan.
3.5.2 Sumber Data
Data dalam penelitian ini dibagi menjadi dua berdasarkan sumbernya yaitu:
1) Data Primer adalah sumber data penelitian yang langsung
memberikan data kepada pengumpul data, data tidak melalui media
perantara (Sugiyono,2007:193). Data yang dimaksud yaitu jawaban-
jawaban yang diberikan oleh responden atas pertanyaan-pertanyaan
dalam kuisioner yang berhubungan dengan penelitian ini.
2) Data Sekunder adalah sumber data yang tidak langsung
memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain
atau lewat dokumen (Sugiyono,2007:193). Data yang dimaksud yaitu
berupa profile Fakultas Ekonomi Universitas Udayana.
3.6 Responden Penelitian
Responden dalam penelitian ini adalah mahasiswa akuntansi tingkat akhir
program reguler Fakultas Ekonomi Universitas Udayana Denpasar yang
merencanakan menyusun skripsi.
48
3.7 Metode Penentuan Sampel
3.7.1 Populasi
Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau
subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya
(Sugiyono,2007:115). Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa jurusan
akuntansi tingkat akhir program regular Fakultas Ekonomi Universitas Udayana
Denpasar yang merencanakan menyusun skripsi.
3.7.2 Sampel
Metode penentuan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
purposive sampling yaitu pengambilan sampel dari populasi berdasarkan suatu
kriteria tertentu. Adapun kriteria penentuan sampel dalam penelitian ini adalah.
1) Mahasiswa tingkat akhir yang merencanakan menyusun skripsi pada
semester genap tahun ajaran 2009/2010, karena mahasiswa angkatan
tersebut sudah mengalami proses pembelajaran yang lama dan saat ini
sedang melakukan tugas akhir menjelang kelulusan.
2) Sudah menempuh minimal 128 SKS.
3) Masih aktif sebagai mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Udayana
dan tidak sedang mengambil cuti kuliah.
3.8 Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini menggunakan metode-
metode sebagai berikut.
49
1) Wawancara yaitu pengumpulan data secara lisan dengan melakukan tanya
jawab secara langsung baik dengan mahasiswa yang berhubungan dengan
pembahasan ini dan mencatat informasi-informasi yang diberikan
(Sugiyono, 2007). Adapun informasi yang diperoleh adalah informasi
mengenai kendala-kendala dan perasaan selama proses perkuliahan.
2) Observasi non partisipan yaitu pengumpulan data dengan cara
mempelajari, mengadakan pengamatan dan pencatatan secara sistematis
mengenai catatan dan dokumentasi data yang berhubungan dengan
penelitian. Data yang diperoleh melalui observasi non partisipan yaitu
daftar nama-nama mahasiswa akuntansi tingkat akhir di Fakultas Ekonomi
Universitas Udayana Denpasar yang merencanakan menyusun skripsi.
3) Kuesioner, yaitu teknik pengumpulan data dengan cara memberikan
seperangkat pertanyaan tertulis kepada responden untuk dijawabnya
(Sugiyono, 2007:199). Kuesioner yang digunakan adalah kuesioner
berstruktur, dimana responden hanya memberikan tanda atau mengisi
tanda checklist menurut skala yang telah ditentukan. Kuesioner yang
digunakan adalah kuesioner terstruktur, dimana responden hanya diminta
untuk memberi tanda centang (√) menurut skala yang ditentukan.
3.9 Teknik Analisis Data
3.9.1 Pengukuran data
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah perilaku belajar dan kecerdasan
emosional. Variabel terikatnya adalah stres kuliah. Dimana variable-variabel
tersebut disajikan dalam bentuk isian daftar pertanyaan yang menggunakan skala
50
likert. Skala Likert yang digunakan adalah dengan rentang nilai 1 sampai 5,
dengan asumsi:
1) Pernyataan positif
1 = Sangat tidak setuju (STS)
2 = Tidak setuju (TS)
3 = netral
4 = Setuju (S)
5 = Sangat setuju (SS)
2) Pernyataan negatif
5= Sangat tidak setuju (STS)
4 = Tidak setuju (TS)
3 = Netral
2 = Setuju (S)
1 = Sangat setuju (SS)
Variabel-variabel tersebut diukur dengan cara sebagai berikut.
a) Perilaku belajar
Empat indikator perilaku belajar yang digunakan untuk pengukuran adalah
daftar pertanyaan yang digunakan oleh Marita, dkk (2008). Daftar
pertanyaan berjumlah 20 item, yang terdiri dari 5 item untuk kebiasaan
mengikuti pelajaran, 5 item untuk kebiasaan membaca buku, 5 item untuk
kunjungan ke perpustakaan, dan 5 item untuk kebiasaan menghadapi ujian.
b) Kecerdasan emosional
Variabel kecerdasan emosional disajikan dengan daftar pertanyaan yang
telah digunakan sesuai dengan model Salovely dan Mayer (dalam
51
Goleman,2007:56). Pertanyaan kecerdasan emosional terdiri atas 50 item
yang terdiri dari 10 item untuk pengenalan diri, 10 item untuk
pengendalian diri, 10 item untuk motivasi diri, 10 item untuk empati dan
10 item untuk kemampuan sosial.
c) Stres kuliah
Variabel stres kuliah disajikan menggunakan daftar pertanyaan yang telah
digunakan oleh Marita, dkk (2008). Pertanyaan kecerdasan emosional
terdiri atas 5 item.
3.9.2 Intervalisasi data
Ridwan dan Engkos Achmad Kuncoro (2007:30) menyatakan bahwa data
ordinal (data kuesioner) harus terlebih dahulu ditransformasi menjadi data interval
dengan Method Succesive of Interval (MSI) sebelum dilakukan analisis regresi.
Bantuan SPSS dapat digunakan dalam memudahkan perhitungan dan
memasukkan formulasi rumusnya pada aplikasi Microsoft Excel. Adapun
langkah-langkahnya sebagai berikut.
1. Mengelompokkan data berskala ordinal dalam masing-masing variabel.
2. Menentukan nilai Z untuk setiap butir jawaban melalui bantuan SPSS.
3. Memindahkan data nilai Z pada aplikasi Microsoft Excel, lalu menentukan
nilai minimum dari nilai Z tersebut untuk masing-masing kelompok
pernyataan.
4. Menghitung nilai penyertaraan skala untuk setiap butir jawaban dengan
memasukkan formulasi rumus pada aplikasi Microsoft Excel. Nilai
52
penyertaraan inilah yang disebut skala interval dan dapat digunakan dalam
analisis regresi.
3.9.3 Uji instrumen
Penelitian ini menggunakan kuesioner, maka terlebih dahulu dilakukan
pengujian pendahuluan untuk mengetahui kesungguhan responden dalam
menjawab pertanyaan. Pada penelitian ini kesungguhan reponden dalam
menjawab pertanyaan merupakan hal penting karena keabsahan (validitas) suatu
hasil penelitian sangat ditentukan oleh alat pengukur instrumen yang digunakan
dan data yang diperoleh. Berdasarkan pertimbangan tersebut dalam penelitian ini
dilakukan pengujian apakah instrumen dan data penelitian berupa jawaban
responden telah dijawab dengan benar atau tidak. Pengujian tersebut meliputi
pengujian validitas dan pengujian reliabilitas (keandalan).
1) Uji Validitas
Valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa
yang seharusnya diukur (Sugiyono, 2007: 109). Uji validitas digunakan
untuk mengukur sah atau tidaknya suatu kuesioner. Suatu kuesioner
dikatakan valid jika pertanyaan dalam kuesioner mengungkapkan sesuatu
yang akan diukur oleh kuesioner tersebut. Uji validitas dapat dilakukan
dengan menghitung korelasi antar skor masing-masing pertanyaan dengan
skor total. Apabila koefisien korelasi positif dan lebih besar dari 0,3
dengan tingkat kesalahan alpha 0,5 maka indikator tersebut dikatakan
valid (Sugiyono, 2007: 124).
2) Uji Reliabilitas
53
Setelah dilakukan uji validitas, selanjutnya dilakukan uji reliabilitas. Uji
reliabilitas berarti seberapa besar suatu pengukuran dapat dipercaya.
Instrumen yang reliabel adalah instrumen yang bila digunakan beberapa
kali untuk mengukur objek yang sama akan menghasilkan data yang sama
(Sugiyono, 2007: 110). Suatu variabel dikatakan reliabel jika memberikan
nilai cronbach alpha lebih besar dari 0,6 (Nunnally, 1969 dalam Imam
Ghozali, 2005)
3.9.4 Uji Asumsi Klasik
Analisis data dilakukan dengan menggunakan teknik analisis regresi
linear. Sebelum model regresi digunakan untuk menguji hipotesis, maka terlebih
dahulu dilakukan pengujian asumsi klasik. Tujuan pengujian ini untuk mengetahui
keberartian hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen
sehingga hasil analisis dapat diinterpretasikan dengan lebih akurat, efisien dan
terbatas dari kelemahan-kelemahan yang terjadi karena masih adanya gejala-
gejala asumsi klasik, baik normalitas, multikolinieritas dan heteroskedastisitas.
1) Uji normalitas
Uji asumsi klasik yang pertama adalah normalitas yang bertujuan untuk
menguji apakah dalam model regresi, variabel terikat dengan variabel
bebas mempunyai distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik
adalah data yang berdistribusi normal. Menurut Nata Wirawan (2002:108)
berdasarkan teori batas tengah, model regresi yang menggunakan sampel
diatas 30 dianggap bahwa data tersebut telah berdistribusi normal. Data
54
populasi dikatakan berdistribusi normal jika koefisien Asymp. Sig (2-
tailed) lebih besar dari α = 0,05
2) Uji multikolinieritas
Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji model regresi dimana dalam
pengujian yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi antar variabel bebas.
Uji multikolinieritas dilakukan dengan mekihat nilai tolerance dan
variance inflation factor (VIF). Jika nilai tolerance lebih besar dari 0,1
dan VIF kurang dari 10, maka data terbebas dari kasus multikolinieritas
(Imam Ghozali,2006:92)
3) Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi
terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke
pengamatan lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke
pengamatan lain tetap, maka disebut homoskedastisitas. Deteksi kasus
heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan uji Glejser (Imam
Ghozali,2006:105). Yaitu dengan cara meregresi nilai absolute residual
(AbUt) dari model yang diestimasi terhadap variabel independen. Jika
tidak ada satupun variabel bebas yang berpengaruh secara signifikan
terhadap variabel terikat (absolute residual), maka tidak terjadi
heteroskedastisitas.
3.9.5 Analisis Regresi Linier Berganda
Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan analisis regresi linier
berganda dan diuji dengan tingkat signifikansi 0,05. Analisis regresi linier
55
berganda digunakan untuk mengetahui atau memperoleh gambaran mengenai
pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat.
Model Regresi Linier Berganda tersebut diformulasikan sebagai berikut:
Y= α + β1X1 + β2X2 + e……….……………………………...(1)
Keterangan :
Y = stres mahasiswa
α = Konstanta
X1 = perilaku belajar
X2 = kecerdasan emosional
β1 = Koefisien regresi perilaku belajar
β2 = Koefisien regresi kecerdasan emosional
e = Error term (variabel pengganggu)
Pada regresi linear berganda, pembuktian hipotesis penelitian dapat
digunakan dengan menggunakan beberapa pengujian yaitu sebagai berikut:
1) Uji F-test
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah semua variabel
independen secara bersama-sama (simultan) mempengaruhi stres kuliah.
Kriteria pengujian yang digunakan adalah dengan membandingkan derajat
kepercayaan dengan taraf signifikan (alpha) sebesar 5%. Apabila Fhitung
lebih besar dari Ftabel maka hubungan variabel-variabel bebas yaitu perilaku
belajar dan kecerdasan emosional mempengaruhi stres kuliah secara
simultan. Adapun langkah-langkah yang digunakan dalam uji F statistik
adalah sebagai berikut.
(1) Merumuskan hipotesis
56
H0: β1=β2 =0
(Artinya perilaku belajar dan kecerdasan emosional secara simultan
tidak berpengaruh terhadap stres kuliah mahasiswa akuntansi Fakultas
Ekonomi Universitas Udayana Denpasar)
H1: paling sedikit salah satu βi ≠ 0 (i=1,2)
(Artinya perilaku belajar dan kecerdasan emosional secara simultan
berpengaruh terhadap stres kuliah mahasiswa akuntansi Fakultas
Ekonomi Universitas Udayana Denpasar)
(2) Kriteria Pengujian
Menentukan tingkat keyakinan = 95% dan taraf nyata (α) = 5% ; df =
(k-1); (n-k)
Dengan demikian F tabel adalah sebesar Fα (k-1); (n-k)
(3) Menentukan besarnya Fhitung
Nilai F hitung dalam penelitian ini diperoleh dari hasil regresi dengan
menggunakan program SPSS 15.0 for windows.
(4) Membandingkan Fhitung dengan Ftabel
Apabila Fhitung > Ftabel, maka H0 ditolak dan H1 diterima.
Apabila Fhitung ≤ Ftabel, maka H0 diterima dan H1 ditolak.
57
Gambar 3.1 Kurva Distribusi F
Sumber: Nata Wirawan (2002: 238)
Alternatif lain untuk mengetahui porsi variabel terikat Y yang dapat
dijelaskan oleh variasi variabel bebas X adalah dengan melihat tingkat
signifikansi pada tabel ANOVA (kolom sign) yang terdapat dalam
output SPSS versi 13.0. Apabila tingkat signifikansinya (sign) ≤ α =
0,05 maka H1 diterima, dan sebaliknya apabila (sign F) > α = 0,05
maka Ho diterima.
2) Uji t-test atau uji t statistik (uji secara terpisah)
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat signifikansi masing-
masing variabel bebas (independent) secara parsial terhadap variabel
terikat (dependent). Pengujian ini dilakukan dengan membandingkan
tingkat signifikansi masing-masing variabel bebas (sign t) dengan taraf
signifikansi (alpha) sebesar 5%. Apabila t hitung lebih besar dari t tabel, maka
hubungan antara variabel independent dan dependent adalah signifikan.
Selanjutnya hasil yang diperoleh dari pengujian baik secara simultan
58
maupun parsial akan diinterpretasikan dengan teori yang disajikan dalam
pembahasan penelitian. Adapun langkah-langkahnya yaitu:
(1) Merumuskan hipotesis
H0: βi=0
(Artinya perilaku belajar dan kecerdasan emosional secara parsial tidak
berpengaruh terhadap stres kuliah mahasiswa akuntansi Fakultas
Ekonomi Universitas Udayana Denpasar.)
H1: βi≠0
(Artinya perilaku belajar dan kecerdasan emosional secara parsial
berpengaruh terhadap stres kuliah mahasiswa akuntansi Fakultas
Ekonomi Universitas Udayana Denpasar.)
(2) Kriteria Pengujian
Menentukan taraf nyata (α) = 5%/2 =0,025 ; df = (n-k).
Dengan demikian ttabel adalah sebesar tα/2 (n-k)
(3) Menentukan besarnya t hitung yang diperoleh dari hasil regresi dengan
menggunakan program SPSS 15.0 for windows.
(4) Membandingkan t hitung dengan t tabel
Apabila t hitung > t tabel atau t hitung < -t tabel, maka H0 ditolak.
Apabila t hitung ≤ t tabel atau t hitung ≥ -t tabel, maka H0 diterima.
Gambar 3.2 Distribusi t Uji Dua Sisi
59