agribisnis betutu
TRANSCRIPT
MAKALAH
USAHA PEMBESARAN IKAN BETUTU DI KARAMBA
Tugas Mata Kuliah Management Bisnis Perikanan
Oleh: WINARNO
NIM. G2D108025
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU PERIKANAN PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT BANJARBARU
2009
DAFTAR ISI
Halaman
I. PENDAHULUAN .............................................................................. 1
A. Latar Belakang ............................................................................ 1
B. Tujuan.......................................................................................... 6
II. TINJAUAN PUSTAKA...................................................................... 7
A. Ikan Betutu .................................................................................. 7
B. Produksi dan Pemasaran Ikan Betutu.......................................... 9
III. PEMBAHASAN ................................................................................. 11
A. Profit............................................................................................ 11
B. Permasalahan............................................................................... 12
IV. PENUTUP........................................................................................... 14
A. Kesimpulan.................................................................................. 14
B. Saran............................................................................................ 14
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 15
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Produksi perikanan darat Kalimantan Selatan tahun 2008................. 5
2. Produksi perikanan betutu Kalimantan Selatan tahun 2004 - 2008.... 9
3. Analisis finansial usaha pembesaran ikan betutu di karamba............. 11
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berbagai kemajuan di berbagai bidang kehidupan berbangsa telah diraih
sebagai wujud dari hasil pembangunan ekonomi, salah satunya adalah perubahan
“wajah” kegiatan ekonomi berbasis sumberdaya hayati. Bila sebelumnya kegiatan
ekonomi berbasis sumberdaya hayati praktis hanya dalam bentuk pertanian primer
(on-farm activities), dewasa ini terjadi industrialisasi yang ditandai dengan (1)
perubahan orientasi kegiatan ekonomi dari peningkatan produksi kepada orientasi
pasar; (2) berkembangannya kegiatan ekonomi yang menghasilkan dan
memperdagangkan sarana produksi pertanian primer, serta kegiatan mengolah hasil
pertanian primer dan perdagangannya (off-farm agribusiness); (3) semakin kuatnya
keterkaitan antara kegiatan produksi dan perdagangan sarana produksi primer dengan
usahatani, antara pertanian primer dengan kegiatan pengolahan hasil pertanian
primer dan perdagangannya, serta keterkaitannya dengan konsumen; dan (4) motor
penggerak (primer mover) kegiatan ekonomi berbasis sumberdaya hayati sedang
mengalami proses perubahan, dari pertanian primer sebagai penggerak utama beralih
ke industri pengolahan hasil pertanian primer. Artinya, bila di masa lalu kegiatan
pertanian primer menentukan kegiatan industri pengolahan, sebaliknya dewasa ini
kegiatan industri pengolahan yang menentukan kegiatan pertanian primer dan
selanjutnya menentukan kegiatan penyediaan sarana produksi (Saragih, 2001).
2
Berlangsungnya proses industrialisasi tersebut telah merubah kegiatan
ekonomi berbasis sumberdaya hayati, dari sekedar bentuk pertanian primer menjadi
suatu sektor ekonomi modern dan besar yang dinamakan dengan sektor agribisnis.
Menurut Drillon Jr. (1971), sektor agribisnis sebagai bentuk modern dari pertanian
primer setidaknya mencakup kegiatan ekonomi yang menghasilkan dan
memperdagangkan sarana produksi pertanian (up-stream agribusisness), subsistem
usahatani yang disebut juga sebagai sektor pertanian primer (on-farm agribusisness),
kegiatan mengolah hasil pertanian menjadi produk olahan, baik dalam bentuk siap
masak atau saji maupun siap untuk dikonsumsi beserta perdagangannya di pasar
domestik dan internasional, dan subsistem jasa pelayanan pendukung (supporting
institution), seperti lembaga keuangan dan pembiayaan, transportasi, penyuluhan dan
layanan informasi agribisnis, penelitian dan pengembangan, kebijakan pemerintah
dan lain sebagainya.
Dalam pembangunan ekonomi nasional, pembangunan sektor agribisnis
diharapkan dapat menjadi salah satu sektor andalan dalam upaya pencapaian tujuan
pembangunan nasional, yang mencakup beberapa isu strategis pembangunan
ekonomi seperti pertumbuhan ekonomi, pemberdayaan ekonomi rakyat, pemerataan
pembangunan dan pendapatan, keamanan pangan dan posisi Indonesia dalam era
perdagangan bebas menyangkut industri/produk unggulan nasional. Hal ini
mengingat sekitar 54% dari seluruh pelaku agribisnis adalah pelaku pada subsistem
usahatani (on-farm agribusiness), yakni petani, buruh tani, peternak rakyat dan
nelayan yang sebagian besar hidup di perdesaan dan menggantungkan kehidupan
ekonominya pada kegiatan usahatani, dan merupakan kelompok masyarakat yang
3
tergolong rendah pendapatannya, bahkan masih banyak yang tergolong miskin.
Hal ini dikarenakan kegiatan usahatani merupakan subsistem agribisnis yang
memiliki nilai tambah terkecil dibanding subsistem lainnya, seperti agribisnis hulu
(upstream agribusiness), agribisnis hilir (down-stream agribusiness) dan jasa
penunjang agribisnis (supporting institution) (Saragih, 2001).
Menurut Cook and Bredahl (1991), cara yang cukup efektif dan produktif
untuk meningkatkan pendapatan adalah mengembangkan kegiatan ekonomi dimana
sebagian besar masyarakat menggantungkan kehidupan ekonominya. Dalam hal ini
adalah mengembangkan sektor-sektor ekonomi yang berbasis di dalam negeri,
dimana teknologinya telah dan mudah dikuasai, melibatkan tenaga kerja nasional
dengan segala keberadaannya dan menggunakan barang-barang modal yang telah
dan mudah dihasilkan, guna menghasilkan produk-produk yang diperlukan oleh
masyarakat luas, baik nasional maupun internasional. Inilah yang dimaksud dengan
agribisnis sebagai kegiatan unggulan pembangunan ekonomi nasional, dimana arah
kegiatan pertanian adalah memproduksi untuk dapat dijual, yakni produksi yang
menyesuaikan dengan permintaan pasar. Melalui agribisnis ini diharapkan terjadi
peningkatan pendapatan petani, yang pada akhirnya akan mengurangi tingkat
kemiskinan.
Yang dimaksud dengan kegiatan ekonomi berbasis sumberdaya hayati pada
sektor agribisnis adalah kegiatan pertanian secara luas, yang mencakup subsektor
tanaman pangan, perkebunan dan peternakan, serta termasuk juga sektor perikanan.
Sektor perikanan merupakan salah satu bidang yang mengalami perkembangan dan
perubahan dalam memanfaatkan sumberdaya alam dan meningkatkan mutu
4
kehidupan petani ikan dan nelayan. Usaha perikanan yang pada mulanya hanya
bersifat perburuan secara tradisional telah berkembang menjadi usaha penangkapan
dengan menggunakan peralatan yang canggih, seperti kapal yang dilengkapi mesin,
fish finder, kompas, ruang falka dan refrigerator, serta alat tangkap. Selain itu,
kegiatan budidaya juga berkembang pesat, dari sistem yang sangat tradisional dan
alami ke sistem yang lebih modern dan intensif, seperti adanya penggunaan kincir
dan pompa air secara elektrik, suplai makanan yang hanya bersumber dari pakan
buatan dan konstruksi media pemeliharaan yang permanen.
Sektor perikanan cukup berperan dalam pemulihan ekonomi Indonesia,
dikarenakan sumberdaya perikanan masih cukup berlimpah dan belum termanfaatkan
secara optimal. Permintaan ikan dunia dari tahun ke tahun terus meningkat seiring
dengan bertambahnya jumlah penduduk, sedangkan kemampuan pasok negara
penghasil ikan dunia semakin berkurang karena keterbatasan sumberdaya yang
dimiliki (Kusumaatmadja, 2000).
Kalimantan Selatan merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang
memiliki potensi sumberdaya perairan yang dapat dimanfaatkan untuk usaha
perikanan, yakni seluas 120.000 km2 untuk perikanan laut dan 10.595,35 km2 untuk
perikanan darat (Dinas Perikanan dan Kelautan Kalimantan Selatan, 2009). Khusus
untuk perikanan darat, produksi perikanan Kalimantan Selatan mencapai 63.261,9
ton pada tahun 2008, yang terdiri dari 49.517,6 ton dari kegiatan penangkapan dan
13.774,3 ton dari kegiatan budidaya air tawar seperti diperlihatkan pada Tabel 1.
5
Tabel 1. Produksi perikanan darat Kalimantan Selatan tahun 2008
Jenis Kegiatan Produksi (ton)
- Penangkapan 49.517,6 - Budidaya kolam 8.143,7 - Budidaya sawah 263,1 - Budidaya karamba 4.735,8 - Budidaya jaring apung 596,5 - Budidaya lainnya 5,2
Total Produksi 63.261,9
Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Kalimantan Selatan (2009)
Tabel 1 memperlihatkan bahwa produksi perikanan darat di Kalimantan
Selatan masih didominasi dari usaha penangkapan, dengan beragam hasil tangkapan
seperti ikan lampan, jambal, gabus, betutu, toman, sepat siam, sepat rawa, belida,
betok, baung dan lain-lain, dan hanya sebagian kecil dari usaha budidaya dengan
komoditas dominan seperti ikan nila, mas dan patin. Sementara untuk komoditas
lainnya masih sangat sedikit seperti bawal, jelawat, gurami, jambal dan lain-lain
(Dinas Perikanan dan Kelautan Kalimantan Selatan, 2009).
Data statistik perikanan Kalimantan Selatan memperlihatkan bahwa produksi
terbesar per komoditas pada tahun 2008 untuk ikan hasil tangkapan di perairan
umum adalah sepat rawa (6.796,3 ton), diikuti betok (6.408,5 ton), sepat siam
(6.356,5 ton), gabus (4.045,4 ton) dan selebihnya bervariasi dengan komoditas
seperti tambakan, nilem, jambal, patin, betutu dan lain-lain. Untuk ikan betutu,
tergolong komoditas dengan produksi yang rendah yakni sebesar 145,6 ton atau
terendah kedua setelah ikan gurame (145,3 ton) untuk golongan ikan. Padahal
diantara komoditas perikanan darat lainnya, hanya betutu yang diantar pulaukan
untuk selanjutnya diekspor ke manca negara.
6
Fenomena ini menunjukkan bahwa betutu sebagai komoditas perikanan darat
yang tergolong terendah produksinya saat ini sebenarnya memiliki potensi pasar
yang sangat besar mengingat betutu merupakan satu-satunya komoditas yang diantar
pulaukan untuk diekspor ke luar negeri dari Kalimantan Selatan. Atas dasar ini,
penulis bermaksud untuk mengkaji sampai sejauh mana prospek pengembangan
agribisnis ikan betutu di Kalimantan Selatan dan permasalahan apa saja yang
terdapat, khususnya terkait dengan kegiatan on-farm agribusisness.
B. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk:
1. mengetahui prospek pengembangan usaha perikanan ikan betutu, khususnya
terkait dengan kegiatan on-farm agribusisness.
2. mengetahui permasalahan yang terdapat pada usaha perikanan ikan betutu.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Ikan Betutu
Ikan betutu (Oxyeleotris marmorata Bleeker) adalah salah satu spesies dari
famili Eleotridae yang sepintas mirip dengan ikan gabus, sehingga ikan ini disebut
juga dengan gabus malas. Disebut malas karena sifatnya yang pasif bila diberi
makan dan cenderung diam di dasar perairan (Mulyono, 2001). Menurutnya, ikan ini
sangat disukai karena rasanya yang gurih, dengan daging yang tebal dan tulang yang
sedikit. Selain itu, ikan ini juga dipercaya mengandung khasiat tertentu terkait
dengan seksualitas bagi kaum pria dan kecantikan bagi kaum wanita.
Ikan yang dikenal di Kalimantan dengan nama bakut ini oleh Dr. F. Koumans
diidentifikasikan memiliki tubuh yang memanjang, bagian depan silindris dan bagian
belakang pipih, panjang total 5 - 6 kali tinggi badan, kepala gepeng, tubuh berwarna
kecoklatan sampai gelap dengan bercak-bercak hitam menyebar, tubuh bagian atas
lebih gelap daripada tubuh bagian bawah (Komarudin, 2000).
Menurut Komarudin (2000), habitat ikan betutu tersebar luas meliputi
perairan tawar di daerah beriklim tropis dan subtropis. Ikan ini menyenangi tempat
yang arusnya tenang dan agak berlumpur seperti rawa, danau atau muara sungai. Ini
sesuai dengan kebiasaan ikan betutu yang gemar membenamkan dirinya didalam
lumpur, disamping yang juga menyukai tempat-tempat yang banyak tumbuhan
airnya sebagai tempat berlindung dan memijah.
8
Ikan betutu tidak seperti ikan-ikan lain yang mudah dijumpai di pasar-pasar
pada umumnya, ikan ini memiliki pangsa pasar tersendiri setidaknya untuk memasok
restoran disamping sebagai komoditas ekspor. Di Kalimantan Selatan sendiri hingga
saat ini hanya ikan betutu dari jenis ikan air tawar yang diperdagangkan ke lain pulau
hingga manca negara, dengan harga yang mencapai 100-150 ribu rupiah di tingkat
petani/nelayan (Dinas Perikanan dan Kelautan Kalimantan Selatan, 2007).
Suplai produksi ikan betutu di Indonesia sebagian besar masih bersumber dari
alam. Akan tetapi, karena kemampuan reproduksi alamiah ikan ini tergolong paling
rendah sedangkan siklus pertumbuhannya tergolong lambat dibandingkan ikan-ikan
air tawar lainnya (Komarudin, 2000), sehingga ketersediaannya masih belum dapat
untuk memenuhi permintaan pasar.
Mengingat besarnya prospek/peluang usaha perikanan betutu, berbagai upaya
untuk meningkatkan suplai produksi ikan ini telah dilakukan. Pemerintah melalui
lembaga-lembaga penelitiannya didukung dengan institusi pendidikan terus
melakukan riset budidaya ikan ini, khususnya terkait dengan reproduksi/pembenihan.
Usaha pembesaran juga mulai berkembang di berbagai daerah yang diusahakan baik
di kolam, hampang maupun karamba. Untuk Kalimantan Selatan sendiri, khususnya
Kabupaten Banjar, usaha pembesaran ikan betutu pada saat ini tengah berkembang di
Kecamatan Sungai Tabuk, tepat di Desa Sungai Pinang Lama yang dilaksanakan
oleh Kelompok Pembudidaya Suka Maju menggunakan karamba tancap (pen cage).
Hasil kaji terap pengembangan budidaya ikan betutu oleh Dinas Perikanan
dan Kelautan Kalimantan Selatan (2007) menyimpulkan bahwa budidaya ikan ini
layak untuk diusahakan dengan pemberian pakan berupa daging ikan segar.
9
Dilaporkan pula bahwa permasalahan umum yang dihadapi oleh pembudidaya ikan
betutu adalah penguasaan teknologi budidaya yang relatif masih rendah, ketersediaan
pakan yang kadang-kadang terbatas, dan suplai benih yang masih sangat tergantung
pada ketersediaan di alam, sehingga kualitas benih menjadi tidak merata.
B. Produksi dan Pemasaran Ikan Betutu
Perkembangan produksi perikanan ikan betutu di Kalimantan Selatan dalam
kurun waktu lima tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel 2 berikut ini.
Tabel 2. Produksi perikanan betutu Kalimantan Selatan tahun 2004 - 2008
Tahun Produksi (ton)
2004 46,7 2005 55,2 2006 61,2 2007 66,0 2008 145,6
Total Produksi 374,7
Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Kalimantan Selatan (2009)
Tabel 2 memperlihatkan bahwa produksi perikanan ikan betutu di Kalimantan
Selatan cenderung terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, terutama pada
tahun 2008 mengalami peningkatan yang cukup pesat. Akan tetapi, produksi ikan
betutu ini masih sangat rendah dibandingkan komoditas perikanan lainnya. Hal ini
dikarenakan masih sangat tergantung pada ketersediaan di alam, sementara alat
tangkap yang digunakan masih sangat sederhana seperti jaring insang tetap, rawai
dan bubu. Jumlah unit alat tangkap pun masih sangat sedikit, yakni sebanyak 67 unit
dengan jumlah nelayan sebanyak 67 orang.
10
Pada umumnya, produsen (nelayan) menjual hasil produksinya (betutu) ke
pedagang pengumpul dalam bentuk hidup. Biasanya, pedagang pengumpul akan
melakukan sortir terhadap ukuran dan mutu betutu sebelum disalurkan ke pedagang
besar. Untuk betutu dengan ukuran dan mutu dibawah standar, umumnya akan
dipasarkan ke pasar-pasar lokal atau diproses menjadi produk olahan seperti kerupuk,
ikan asin dan lain-lain. Sedangkan untuk yang memenuhi standar, oleh pedagang
besar akan diperdagangkan antar pulau dalam bentuk segar atau hidup, untuk
selanjutnya diekspor sesuai permintaan negara pengimpor.
III. PEMBAHASAN
A. Profit
Analisis yang dipakai dalam menghitung profit usaha perikanan betutu pada
makalah ini adalah analisis finansial, yang diperhitungkan sebagai selisih antara
pendapatan kotor (nilai produksi) dengan pengeluaran total (nilai semua input yang
dikeluarkan) dalam produksi secara riil (Soekartawi, 1995). Dengan kata lain,
sebagai keuntungan dari hasil penjualan output setelah dikurangi dengan biaya
produksi, dengan rumus:
TCTRI
dimana: I = pendapatan/keuntungan (income/profit)
TR = Q . Pq (Q = output; Pq = harga output)
TC = xi . Pxi (xi = input i; Pxi = harga input i)
Profit yang dihasilkan pada usaha perikanan betutu, dimana sistem yang
berkembang adalah pembesaran di karamba dengan benih hasil tangkapan, untuk rata-
rata per unit karamba per siklus produksi adalah sebagai berikut:
Tabel 3. Analisis finansial usaha pembesaran ikan betutu di karamba
Input Volume Nilai Input (Rp)
Biaya Operasional Benih uk. 100 g/ekor @ Rp.5.000,- 300 ekor 1.500.000 Pakan rucah @ Rp.3.000,-/kg 500 kg 1.500.000 Tenaga kerja 1 orang 250.000
Total 3.250.000 Biaya Tetap Nilai penyusutan karamba dan peralatan 500.000 Total Biaya (TC) 3.750.000 Nilai Produksi (TR) 90 kg 11.250.000 Profit/Pendapatan (I) 7.500.000
Sumber: Hasil Pengolahan Data (2009)
12
Tabel 3 memperlihatkan bahwa dalam satu unit karamba dapat dihasilkan
betutu sebesar 90 kg dengan berat rata-rata 500 g/ekor, atau sekitar 180 ekor. Ini
berarti dengan asumsi terjadi kematian (mortalitas) sebesar 40%. Dengan harga jual
rata-rata Rp.125.000,-/kg didapatkan hasil penjualan kotor (TR) sebesar
Rp.11.250.000,-; yang mana setelah dikurangi dengan total biaya produksi sebesar
Rp.3.250.000,- diraih profit (pendapatan) sebesar Rp.7.500.000,- per siklus produksi
atau sekitar Rp.937.500,-/bulan.
Pendapatan sebesar Rp.937.500,-/bulan adalah nilai pendapat per unit karamba
dengan ukuran 4 x 4 m2. Jika jumlah karamba yang diusahakan untuk membesarkan
betutu minimal 10 unit, tentunya profit yang akan dicapai jauh lebih besar. Akan
tetapi, perlu diingat karena lamanya masa pemeliharaan (8 bulan) maka mortalitas ikan
selama pemeliharaan harus dijaga. Hal ini mengingat rata-rata biaya yang dikeluarkan
untuk setiap ekor betutu adalah sekitar Rp.20.000,- sementara keuntungan yang dicapai
untuk setiap ekor adalah sekitar Rp.40.000,- atau sekitar 200% dari biaya per ekor.
B. Permasalahan
Secara umum permasalahan yang terjadi pada usaha perikanan betutu antara
lain meliputi:
1. Produksi ikan betutu masih sangat tergantung pada hasil tangkapan di alam,
sehingga suplai dengan kuantitas dan kualitas yang sesuai permintaan sangat
terbatas.
2. Alat tangkap yang digunakan masih sangat sederhana dengan jumlah alat tangkap
dan pelaku usaha (nelayan) masih sangat sedikit.
13
3. Meskipun ada upaya usaha budidaya, namun masih sangat sedikit yang
mengusahakannya karena keterbatasan modal dan besarnya resiko yang dihadapi.
4. Ketersediaan benih masih tergantung pada alam karena usaha budidaya yang
berkembang masih bersifat menangkarkan/membesarkan ikan betutu berukuran
kecil yang tertangkap.
5. Besarnya nilai pakan yang harus disediakan mengingat kebiasaan makan ikan
betutu yang karnivora, sehingga resiko yang dihadapi cukup besar jika terjadi
kematian, sementara periode pemeliharaan cukup lama (+ 8 bulan).
III. PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Usaha perikanan betutu memiliki prospek yang cukup besar untuk
dikembangkan, ini mengingat harga jual dan permintaan pasar yang tinggi, dan
merupakan satu-satunya komoditas ekspor diantara komoditas perairan umum
yang ada di Kalimantan Selatan.
2. Suplai masih tergantung pada alam, sementara alat tangkap dan pelaku usaha
(nelayan) masih sangat minim. Sekalipun ada upaya untuk usaha budidaya,
suplai benih juga masih tergantung pada alam, termasuk untuk penyediaan pakan
(ikan rucah) dengan nilai pakan yang cukup besar.
B. Saran
Bantuan permodalan sangat diharapkan seperti penyediaan sarana alat
tangkap dengan harga terjangkau dan penyediaan benih yang cukup kuantitas dan
kualitas, terutama dari instansi/lembaga terkait, dengan dukungan pembinaan yang
rutin dan berkesinambungan, agar dapat dihasilkan produktivitas usaha perikanan
betutu yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Cook, M.L. and M.E. Bredahl, 1991. Agribusiness Competitiveness in the 1990’s: Discussion. American Journal of Agricultural Economics 73 (5): 1472 - 1473.
Dinas Perikanan dan Kelautan Kalimantan Selatan, 2007. Laporan Kegiatan Pengembangan Budidaya Pen Sistem di Waduk Riam Kanan. Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan. Dinas Perikanan dan Kelautan, Banjarbaru.
_________, 2009. Laporan Tahunan Statistik Perikanan Kalimantan Selatan 2008. Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan. Dinas Perikanan dan Kelautan, Banjarbaru.
Drillon Jr., J.D., 1971. Introduction to Agribusiness Management. Agribusiness Management Resource Materials (Vol. 1). Asian Productivity Management, Tokyo.
Komarudin, U., 2000. Betutu. Pemijahan Secara Alami dan Induksi. Pembesaran di Kolam, Karamba dan Hampang. Penebar Swadaya, Jakarta.
Kusumaatmadja, 2000. Kebijakan Eksplorasi Laut dan Perikanan Nasional dalam Kerangka Pembangunan Nasional Berkelanjutan. Rapat Koordinasi Nasional Departemen Eksplorasi Laut dan Perikanan, Jakarta.
Mulyono, D., 2001. Budidaya Ikan Betutu. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Saragih, B., 2001. Agribisnis Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian. Yayasan Mulia Persada Indonesia dan PT. Surveyor Indonesia, Bogor.
Soekartawi, 1995. Analisis Usahatani. UI-Press, Jakarta. 110 halaman.