agr subsistem revisi

31
ANALISIS BEBERAPA TIPE AGROEKOSISTEM A. Pendahuluan 1. Latar Belakang Sawah, tegal, talun, pekarangan dan perkebunan merupakan subsistem dalam agroekosistem yang perlu dievaluasi melalui aspek rantai makanan maupun jaring makanan. Aspek tersebut dapat menggambarkan keterlibatan antar komponen yang menentukan keberadaan atau keberlangsungan setiap subsistem. Kondisi ini setiap subsistem menentukan kestabilan ekosistem yang tercermin dari perwujudan sklus nutrisi atau hara terbuka atau tertutup. Siklus terbuka menuntut subsidi dari luar subsistem dan sebaliknya bagi siklus tertutup. Tingkat kemandirian suatu subsistem digambarkan dengan berlangsungnya siklus tertutup dan ditunjukkan dengan tingkat keanekaragman hayati yang mampu menyediakan kebutuhan hara secara terus menerus. Pengamatan dengan menggunakan indera yang disatukan dengan melahirkan pandangan pertanian yang berwawasan lingkungan. Observasi di lapangan ini bertujuan menghantarkan mahasiswa ptaan tuh manusia namun dengan tetap mengutamakan lingkungan sebagai tempat hidup

Upload: yusuf-efendi

Post on 31-Oct-2015

602 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

ANALISIS BEBERAPA TIPE AGROEKOSISTEM

A. Pendahuluan

1. Latar Belakang

Sawah, tegal, talun, pekarangan dan perkebunan merupakan

subsistem dalam agroekosistem yang perlu dievaluasi melalui aspek

rantai makanan maupun jaring makanan. Aspek tersebut dapat

menggambarkan keterlibatan antar komponen yang menentukan

keberadaan atau keberlangsungan setiap subsistem. Kondisi ini setiap

subsistem menentukan kestabilan ekosistem yang tercermin dari

perwujudan sklus nutrisi atau hara terbuka atau tertutup. Siklus terbuka

menuntut subsidi dari luar subsistem dan sebaliknya bagi siklus

tertutup. Tingkat kemandirian suatu subsistem digambarkan dengan

berlangsungnya siklus tertutup dan ditunjukkan dengan tingkat

keanekaragman hayati yang mampu menyediakan kebutuhan hara

secara terus menerus.

Pengamatan dengan menggunakan indera yang disatukan dengan

melahirkan pandangan pertanian yang berwawasan lingkungan.

Observasi di lapangan ini bertujuan menghantarkan mahasiswa ptaan

tuh manusia namun dengan tetap mengutamakan lingkungan sebagai

tempat hidup semua makhluk ciptaan Tuhan. Selanjutnya mahasiswa

diarahkan secara langsung untuk mengamati pengelolaan

a. Subsistem sawah

b. Subsistem tegal

c. Subsistem talun

d. Subsistem pekarangan

e. Subsistem pekebunan

Selanjutnya dilakukan pembahasan terhadap kenyataan dalam

pengelolaan dan yang seharusnya dilakukan sesuai dengan apa yang

mahasiswa peroleh dalam perkuliah di kelas.

2. Tujuan Praktikum

Tujuan praktikum yang dilaksanakan pada tanggal 9 Oktober 2011

adalah :

- Memperkenalkan mahasiswa semester 1 dengan berbagai tipe

penggunaan lahan untuk kepentingan produksi pertanian

- Meningkatkan pemahaman mahasiswa tentang perlunya

pengelolaan setiap subsistem dengan memperhitungkan kaidah-

kaidah lingkungan

- Meningkatkan kecerdasan mahasiswa dengan kesadaran dan

pikiran logis dari apa yang mereka lihat di lapangan degan teori

dan kajian yang selama ini diperoleh d kelas saat tatap muka.

B. Tinjauan pustaka

1. Sub Sistem SawahSawah adalah lahan usaha pertanian yang secara fisik

berpermukaan rata, dibatasi oleh pematang, serta dapat ditanami

padi, palawija atau tanaman budidaya lainnya. Kebanyakan sawah

digunakan untuk bercocok tanam padi. Untuk keperluan ini, sawah

harus mampu menyangga genangan air karena padi memerlukan

penggenangan pada periode tertentu dalam pertumbuhannya.

Untuk mengairi sawah digunakan sistem irigasi dari mata air,

sungai atau air hujan. Sawah yang terakhir dikenal sebagai sawah

tadah hujan, sementara yang lainnya adalah sawah irigasi. Padi

yang ditanam di sawah dikenal sebagai padi lahan basah (lowland

rice)(Anonim1, 2006)

Sawah terdiri dari beberapa macam antara lain adalah

sawah berpengairan teknis, setengah teknis dan tadah hujan.

Perbedaan antara sawah dan tegalan adalah di lahan sawah terdapat

pematang, tapi di tegalan tidak ditemukan. Perubahan cara

bercocok tanam padi (penggunaan varietas baru dan jarak tanam)

mempengaruhi perkembangan populasi hama dan tingkat

kerusakan dari waktu ke waktu. (Supriyono, 2002

Dalam ekosistem sawah permukaan air berubah-ubah , dan

terdapat bermacam-macam jenis tumbuhan yang mencari tempat

tumbuh di sawah , pengikatan nitrogen atmosfir oleh ganggang

biru-hijau , serta ikan-ikan yang dapat melakukan pernafasan.

Pengolahan tanah dengan menggunakan berbagai strategi juga

mempengaruhi siklus hidup dari hama serangga kodok-kodok dan

katak-katak pemakan serangga , ancaman-ancaman yang tetap dari

burung-burung dan tikus-tikus pemakan padi , pengaruh-pengaruh

burung elang dan kerabatnya serta interaksi dan sling

ketergantungan dari semua komponen yang tersebut diatas,

membuat sawah menarik untuk di teliti ( Anwar , 1984 ).

2. Sub Sistem PekaranganPekarangan adalah areal tanah yang biasanya berdekatan

dengan sebuah bangunan yang berupa rumah atau gedung-gedung.

Pekarangan bisa berada di depan, di belakang, disamping sebuah

bangunan, tergantung besarnya sisa tanah yang tersedia setelah

dipakai untuk bangunan utamanya. Pekarangan biasa disebut

sebagai taman (Septiawan, 2009).

Pekarangan adalah areal tanah yang biasanya berdekatan

dengan sebuah bangunan. Tanah ini dapat diplester, dipakai untuk

berkebun, ditanami bunga, atau terkadang memiliki kolam.

Pekarangan bisa berada di depan, belakang atau samping sebuah

bangunan, tergantung seberapa besar sisa tanah yang tersedia

setelah dipakai untuk bangunan utamanya.Lahan yang makin

menyempit tak hanya terjadi di sawah, kebun, atau ladang, tetapi

juga di pekarangan, lahan yang langsung berdampingan dengan

rumah. Fragmentasi lahan menjadikan pekarangan yang

merupakan pertahanan pangan terakhir itu nyaris hilang. Kasus

kurang gizi sangat boleh jadi akibat dari keadaan ini.Sekarang kita

sulit untuk mendapatkan pekarangan di rumah-rumah di Pulau

Jawa. Sampai tahun 1980-an para guru masih mengajarkan

bercocok tanam di pekarangan kepada murid-muridnya. Sekarang

mungkin hal itu masih diajarkan, tetapi tidak mudah diterapkan. Di

depan rumah bukan lagi lahan pekarangan, tetapi sudah menjadi

jalan raya. Di belakang rumah lahan makin sedikit dan cenderung

berimpitan dengan rumah tetangga. Meski demikian, jejak

pekarangan masih ada. Pekarangan dengan berbagai aneka

tanaman dan juga hewan piaraan masih ditemukan di keluarga-

keluarga yang umumnya anak-anaknya bekerja di luar kota dan

tidak menggantungkan pada lahan milik orangtuanya sehingga

lahan itu masih terjaga ( Andreas, 2008 ).

3. Sub Sistem TegalTegal adalah suatu lahan yang kering (dry farming) tanpa

adanya pengairan. Pertanian tegalan adalah cara bertani yang

secara tetap tanpa pengairan. Pertanian tegalan dikerjakan secara

tetap dan intensif dengan bermacam-macam tanaman secara

bergantian (crop rotation) antara palawija (seperti jagung, kacang

tanah,ketela pohon) dan padi gogorancah. Untuk menyuburkannya,

biasanya tanah ditanami orok-orok (Crotalaria striata) sebagai

pupuk hijau. Selain untuk tanaman pangan, di sekitar terdapat

bermacam-macam pohon besar seperti pohon mahoni, pohon

akasia, pohon johar, pohon sengon, pohon mangga, pohon petai,

petai cina, jambu air, dll) sehingga subsistem tegalan memiliki

diversitas/keanekaragaman tinggi (Anonim, 2005).

Pola tanam yang diterapkan dilahan tegal adalah sistem

campuran lahan kering , sehingga sumber air hanya dari hujan saja.

Sistem tanamanya streep croping untuk efesiensi konversi energi

dan pola tanam antara tanaman yang satu dengan tanaman yang

lain sama umur. Pengolahan tanah agar tidak terjadi erosi maka

dibuat terasering (Ginting, 2004).

Lahan pertanian tegal berkembang di lahan-lahan kering,

yang jauh dari sumber-sumber air yang cukup. Sistem ini

diusahakan orang setelah mereka menetap lama di wilayah itu,

walupun demikian tingkatan pengusahaannya rendah. Pengelolaan

tegal pada umumnya jarang menggunakan tenaga yang intensif,

jarang ada yang menggunakan tenaga hewan. Tanaman-tanaman

yang diusahakan terutama tanaman tanaman yang tahan kekeringan

dan pohon-pohonan ( Deptan DIY, 2005 ).

4. Sub Sistem TalunTalun telah lama dikenal oleh masyarakat pedesan dan

mempunyai beragam fungsi ekologi,social,dan ekonomi. Talun

secara garis besar dapat dkelompokkan menjadi dua, yaitu talun

permanen dan talun tidak permanen (talun-kebun) (Soemarwoto

dan Soemarwoto, 1989).

Pada talun permanen, tidak ditemukan adanya penggiliran

tanaman dan pohon-pohonnya rapat dengan kanopi menutupi

area, seperti kunyit (Curcuma domestica) dan jahe (Zingiber

officinale) bahkan pada talun bambu hampir tidak mempunyai

tumbuhan bawah karena kanopinya yang rapat. Pada talun yang

pohonnya jarang, cahaya tidak bisa tembus sehingga tanaman

musiman tumbuh dan rumput pun dapat ditemukan, talun

seperti itu disebut juga “kebun campuran”. Pada talun tidak

permanen ditemukan adanya pergiliran tanaman biasanya

terdiri dari 3 fase, yaitu kebun, kebun campuran, dan talun

sehingga disebut dengan sistem talun kebun (J. Yanto. 2008).

Secara umum pekarangan diurus oleh perempuan sehingga

pekarangan mudah didapat di daerah yang memiliki pola

kekerabatan matriarkal di Jawa, Sumatera Barat, dan Aceh.

Pekarangan sulit didapat di daerah dengan kekerabatan

patriarkal seperti di Sumatera Utara, khususnya masyarakat

Batak. Komoditas pekarangan juga menjadi sarana sosialisasi

dengan tetangga. Hasil dari pekarangan tidak sedikit dibagikan

kepada tetangga sekitar. Meski demikian, pembagian ini ada

juga yang mengandung unsur mistis terkait dengan

menghilangkan bahaya atau mengobati penyakit ( Andreas,

2008 ).

5. Sub Sistem Pekebunan Perkebunan merupakan usaha penanaman tumbuhan secara

teratur sesuai dengan ilmu pertanian dan mengutamakan

tanaman perdagangan. Perkebunan penting bagi bahan ekspor

dan bahan industri. Jenis-jenis tanaman perkebunan khususnya

di Indonesia antara lain karet, kelapa sawit, kopi, teh,

tembakau, tebu, kelapa, cokelat, kina, kapas, cengkih (Soerjani,

2007).

a) Kopi

Tanaman kopi adalah pohon kecil yang bernama

perpugenus coffe dari familia Rubiaceae . Tanaman kopi

yang umumnya berasal dari benua Afrika termasuk

familia Rubiaceae dan jenis kelamin coffea. Kopi bukan

produk homogeny ; ada banyak varietas dan beberapa

cara pengolahannya. Di seluruh dunia kini terdapat

sekitar 4500 jenis kopi, yang di bagi dalam empat

kelompok besar, yakni :

a. Coffea Canephora, yang salah satu jenis

varietasnya menghasilkan kopi dagang

Robusta

b. Coffea Arabika, yang menghasilkan kopi dagang Arabica

c. Coffea Excelsa, yang menghasilkan kopi dagang Excelsa

d. Coffea Liberica, yang menghasilkan kopi dagang Liberiaca (Dr. James J. Spillane,1990).

Salah satu upaya untuk mengurangi

ketergantungan pasra komoditas primer di luar negeri

adalah perluasan pasar melalui pendekatan diversifikasi

sekunder. Pengembangan produk sekunder kopi

memberikan keuntungan bagi Indonesia. Konservasi biji

kopi menjadi kopi bubuk merupakan salah satu

alternative untuk meningkatkan nilai tambah biji kopi

yang harganya cenderung terus menurun. (jurnal

penelitian kopi dan kakao, 2002)

Kopi bubuk merupakan produk kopi sekunder

yang merupakan salah satu bahan minimum yang

digemari baik oleh penduduk pedesaan maupun

perkotaan. Dengan jumlah penduduk di Indonesia yang

mencapai lebih dari 200 juta, pasar kopi bubuk di dalam

negeri pada dasarnya masih cukup luas. (Siswoputranto,

1987)

b) Karet

Karet sejak berabad-abad yang lalu di kenal dan

di gunakan oleh punduduk asli di daerah asalnya, Brasil

Amerika Selatan. Akan tetapi meskipun talah di ketahui

penggunaan oleh CULUMBUS pada akhir abad ke 15

dan bahkan oleh penjelajah-penjelajah berikutnya pada

awal abad ke 16, karet masih belum menarik perhatian

orang-orang Eropa. Tanaman karet tumbuh di lembah-

lembah sungai Amazone, yang secara tradisional di

ambil getahnya oleh penduduk setempat untuk berbagai

keperluan. (Djoehana Setyaidjaja, 1983)

C. Hasil Pengamatan dan Pembahasan

Hasil Pengamatan

1. Subsistem Sawah

Profil Tempat

a) Alamat : Banyudono,

b) Letak Astronomis : 110˚41’42,2” BT / 7˚32’13,6” LS

c) Kemiringan lereng : 3% (agak miring)

d) Tinggi tempat : 185 feet

e) pH tanah : 6,2

f) Kelembaban Tanah : 100%

g) Suhu Udara : 29˚C

h) Kelembaban Udara : 45%

i) Intensitas Cahaya : 27.300 lux

j) Luas : 100 Ha

k) Batas :

Utara : Jalan Raya

Timur : Perumahan

Selatan : kebun

Barat : Perumahan

l) Denah tanaman / pola tanam

U

2. Sub sisem TegalVvvvvvvvvvvvvvv

Vvvvvvvvvvvvvvvv

Vvvvvvvvvvvvvvv

Vvvvvvvvvvvvvvv

Vvvvvvvvvvvvvvv

Vvvvvvvvvvvvvv

vvvvvvvvvvvvvvvv Vvvvvvvvvvvvvvvv

Profil Tempat

a) Alamat : Desa Teras, Kecamatan Teras

b) Longitude dan Latitude : 110˚40’4,5” BT / 7˚32’9,4” LS

c) Kemiringan lereng : 3% (agak miring)

d) Tinggi tempat : 230 feet

e) pH tanah : 6,9

f) Kelembaban Tanah : 60%

g) Suhu Udara : 30˚C

h) Kelembaban Udara : 49%

i) Intensitas Cahaya : 2.390 lux

j) Luas : 100 Ha

k) Batas :

Utara : Jalan Raya

Timur : Perumahan

Barat : kebun

Selatan : Hutan

l) Denah tanaman / pola tanam

U

Xxxxxxxxxxxxxxx

Xxxxxxxxxxxxxxx

xxxxxxxxxxxxxxxx

Ooooooooooooooo

Ooooooooooooooo

ooooooooooooooo

Xxxxxxxxxxxxxx

Xxxxxxxxxxxxxx

xxxxxxxxxxxxxx

Xxxxxxxxxxxxxx

Xxxxxxxxxxxxxxx

xxxxxxxxxxxxxxx

Xxxxxxxxxxxxxx

Xxxxxxxxxxxxxx

xxxxxxxxxxxxxx

Vvvvvvvvvvvvvv

Vvvvvvvvvvvvvv

Vvvvvvvvvvvvvv

Keterangan :

X : Jagung

O : Kacang Tanah

V : Padi

3. Sub Sistem Pekarangan

Profil Tempat

a) Alamat : Desa Teras, Kecamatan Teras

b) Letak astronomis : 110˚40’10,8” BT / 7˚32’12,6” LS

c) Kemiringan lereng : 3% (agak miring)

d) Tinggi tempat : 218 feet

e) pH tanah : 7

f) Kelembaban Tanah : 0%

g) Suhu Udara : 30˚C

h) Kelembaban Udara : 48%

i) Intensitas Cahaya : Terbuka 15.890 lux

Di bawah naungan 5820 lux

j) Luas : 1200 m2

k) Batas :

Utara : Rumah

Timur : Pekarangan

Barat : Rumah

Selatan : Jalan Raya

l) Denah Pekarangan

U

BBBBBBB

BBBBBBB

PPPPPPPPP

0000000 K R L

0000000 D

0000000 R R

Keterangan :

0 : mangga K : Kantil

P : Pepaya B : Bayam

D : Durian L : Kelapa

R : Rambutan

4. Sub sistem Talun

Profil Tempat

a) Alamat : Desa Karang Duwet, Winong,

Boyolali

b) Letak astronomis : 110˚35’26,5” BT / 7˚31’19,9” LS

c) Kemiringan lereng : 5% (agak miring)

d) Tinggi tempat : 486 feet

e) pH tanah : 7

f) Kelembaban Tanah : 0%

g) Suhu Udara : 49˚C

h) Kelembaban Udara : 44%

i) Intensitas Cahaya : Terbuka 11.590 lux

Di bawah naungan 9530 lux

j) Luas : 1200 m2

k) Batas :

Utara : Sungai

Timur : Makam

Barat : Talun

Selatan : Talun

l) Denah Talun

U

ketela ketela Sengon laut

Suren dan sengon

laut

Suren dan sengon

laut

ketela

5. Sub Sistem Perkebunan Karet

Profil Tempat

a) Alamat : Getas, Assinan, Banaran

b) Letak astronomis : 110˚30’34,2” BT / 7˚15’25,2” LS

c) Kemiringan lereng : 5% (agak miring)

d) Tinggi tempat : 425 feet

e) pH tanah : 7

f) Kelembaban Tanah : 0%

g) Suhu Udara : 33˚C

h) Kelembaban Udara : 35%

i) Intensitas Cahaya : Terbuka 4.610 lux

Di bawah naungan 610 lux

j) Luas : 400-500 Ha

k) Batas :

Utara : Jalan Raya

Timur : Kebun Karet

Barat : Kebun Karet

Selatan : Kebun Karet

l) Denah Talun

6. Sub Sistem Perkebunan Kopi

Lokasi : Kebun Getas Asinan Kempul, kec.

Banaran Kab. Salatiga

Letak geografis : 110o26’49,5’’ BT dan 7o15’45’’ LS

Slope : 13%

Tinggi : 400-600 meter dpl

Luas : 424,58 Ha

pH : 7

Kelembaban Tanah : 10%

Suhu Udara : 34° C

Kelembaban Udara : 34%

Intensitas Cahaya : 5,34 lux

Batas Utara : Kebun

Timur : Kebun

Barat : Kebun

Selatan : Kebun

Input : Pembibitan dengan stek berakar.

TBM pertama berasal dari Puslit Jember.

Pupuk tunggal pupuk urea, pupuk organik

dari seresah daun. Menggunakan pestisida

lambrador dan matador.

Output : Hasil panen tahun 2011 sebesar 1700

ton yang dieksporke Eropa dan Asia. Sisa

pangkasan daun digunakan untuk pupuk

organik.

Pengelolaan : Menggunakan pola tanam monokultur

dengan jarak tanam 2,5×2,5 m. Jenis

tanaman kopi robusta. Konversi lahan

dengan pemangkasan, pengolahan lahan

dan pemupukan.

Siklus hara : Siklus hara terbuka. Perawatan pasca panen

dilakukan PLP (pangkas lepas panen),

pengelolaan tanah, dan pemupukan tanah.

Denah Pola Tanam

Keterangan

: Kopi

:Lamtoro

Catatan :

Penanama kopi robusta 5 bulan dibudidayakan

di tanah, 5 bulan di polybag, 5 bulan

selanjutnya dibudidayakan di kebun.

Pembahasan

1. Sub Sistem sawah

Sub Sistem sawah berada di daerah Banyudono dengan

letak astronomis 110˚41’42,2” BT / 7˚32’13,6” LS, kemiringan

lereng 3% (agak miring), tinggi tempat 185 feet, pH tanah 6,

kelembaban tanah 100%, suhu Udara 29˚C, kelembaban Udara

45%, intensitas cahaya 27.300 lux, luas 100 Ha, batas-batas

wilayahnya ,utara jalan raya, timur perumahan, selatan kebun,

barat perumahan, bibit padi U-13, pupuk Urea; Ponska;pupuk

kandang, tidak memakai pestisida, hasil panen sekitar 3 ton, sisa

tanaman digunakan untuk pakan ternak, pola tanam yang

digunakan monokultur, jarak tanam 20 x 30 cm, jenis tanaman

yang ada hanya padi, pengelolaan tanah dengan traktok

sedangakan pengairannya setiap hari Senin bergilir dari sungai

Bruno, siklus haranya terbuka karena sisa panen yang berupa

jerami digunakan bahan pakan ternak.

2. Sub Sistem Tegal

Profil tempat beralamat Desa Teras, Kecamatan Teras,

letak astronomis 110˚40’4,5” BT / 7˚32’9,4” LS, kemiringan

lereng 3% (agak miring), tinggi tempat 230 feet, pH tanah 6,9;

kelembaban tanah 60%, suhu Udara 30˚C, kelembaban Udara

49%, intensitas Cahaya 2.390 lux, luas 100 Ha, batas utara jalan

raya, timur perumahan, barat kebun, selatan hutan, bibit jagung

pertiwi, pupuk ZA; urea;pupuk kandang, pestisida Poradam, hasil

panen jagung dijual ke tengkulak dan pasar terdekat, sisa tanaman

daun untuk pakan ternak, pola tanam tumpang sari, jarak tanam 75-

90 x 30 cm untuk tanaman jagung, jenis tanaman yang ada jagung;

kacang tanah; padi, pengelolaan tanah dengan cara tanah diirigasi

melalui air sungai; setelah diairi dibajak dengan traktor, beberapa

minggu kemudian bibit dipupuk dan di tanah dicangkul, siklus

terbuka karena sisa tanamn diambil untuk makan ternak.

3. Sub Sistem pekarangan

Profil Tempat beralamatkan Desa Teras, Kecamatan Teras,

letak astronomis 110˚40’10,8” BT / 7˚32’12,6” LS, kemiringan

leren 3% (agak miring), tinggi tempat 218 feet, pH tanah 7,

kelembaban Tanah 0%, suhu Udara 30˚C, kelembaban Udara 48%,

Intensitas Cahaya Terbuka 15.890 lux; di bawah naungan

5820 lux, luas 1200 m2, batas-batas wilayah pekarangan , utara

rumah, timur pekarangan, barat rumah selatan jalan raya, bibit

dibuat dan ditanam sendiri, pupuk kandang dan kimia, pestisida

menggunakan air laos, hasil pekarangan dijual, sisa tanaman dibuat

makan ternak, pola tanam tumpang sari, jenis tanaman yang ada;

kantil; petai; durian; bayam; terong; pepaya; kelapa; mangga;

rambutan; jambu; pisang; cermai, pengelolaan tanah secara

tradisional degan cara dicangkul; sistem pengairan dari sumur,

siklus hara terbuka karena hasil pekarangan dijual dan sisanya

untuk makan ternak.

4. Sub Sistem Talun

Profil Tempat beralamat Desa Karang Duwet, Winong,

Boyolali letak astronomis 110˚35’26,5” BT / 7˚31’19,9” LS,

kemiringan lereng 5% (agak miring), tinggi tempat 486 feet, pH

tanah 7, kelembaban Tanah 0%, suhu sdara 49˚C, kelembaban

udara 44%, intensitas Cahaya terbuka 11.590 lux di bawah

naungan 9530 lux, luas 1200 m2, batas utara sungai,timur makam,

barat talun, selatan talun, bibit sengon laut; suren,; ketela pohon,

pupuk yang digunakan adalah seresah; organik; urea; ZA, hasil

talun dijual di daerah Tongko, sisa tanaman digunakan untuk

makan ternak, pola tanam polikultur, jarak tanam 2-3 m, jenins

tanaman yang ada hanya sengon laut, ketela pohon dan suren,

pengelolaan tanah secara tradisional degan cara dicangkul, siklus

hara terbuka karena sisa pohon ketela digunakan untuk makan

ternak.

5. Sub Perkebunan karet

Profil Tempat beralamat Getas, Assinan, Banaran, letak

astronomis 110˚30’34,2” BT / 7˚15’25,2” LS, kemiringan lereng

5% (agak miring), tinggi tempat 425 feet, pH tanah 7, kelembaban

tanah 0%, suhu udara 33˚C, kelembaban udara 35%, intensitas

cahaya terbuka 4.610 lux, di bawah naungan 610 lux, luas 400-

500 Ha, batas utara jalan raya, timur kebun karet, barat kebun

karet, selatan kebun karet, bibit diambil dari okulasi di kebun

interest, pupuk yang digunakan pupuk kandang dan pupuk kimia,

hasil perkebunan karet dibawa ke pabrik, dioalah, dibuat

lateks/shit, sisa tanaman stelah pohon karet ditebang, kayunya

digunakan sebagai bahan pembakaran pengolahan selanjutnya, pola

tanam yang diterapakan adalah homogen, jarak tanam 6x3 m per

hektar, jenis tanaman yang ada karet dan cc (cover crobs),

pengelolaan tanah, tanah dipupuk 1 tahun 2 kali, cover crobs

sengaja di tanam untuk menyuburkan tanah dikarenakan cc

mengikat nitrogen yang bisa menghambat pertumbuhan gulma.

6. Sub Sistem Perkebunan Kopi

Kebun kopi ini berlokasi di kebun Getas Asinan Kempul,

Kec Banaran, Kab Salatiga dengan letak geografis 110o26’49,5’’

BT dan 7o15’45’’ LS, kemiringan 13%, tinggi 400-600 meter dpl.

Memiliki luas 424,58 Ha, pH 7, kelembaban tanah 10%,

suhu udara 34° C, kelembaban Udara 34%, intensitas

cahaya 5,34 lux. Suhu udara di kebun kopi tersebut relatif panas,

maka dari itu diberikan naungan pohon lamtoro agar mengurangi

panas dari matahari. Kebun ini dikelilingi oleh kebun yang sangat

luas sehingga jauh dari pengaruh polusi kendaraan.

Pembibitan dengan stek berakar. TBM pertama berasal

dari Puslit Jember. Pupuk tunggal pupuk urea, pupuk organik dari

seresah daun. Menggunakan pestisida lambrador dan matador.

Hasil panen tahun 2011 sebesar 1700 ton yang dieksporke Eropa

dan Asia. Sisa pangkasan daun digunakan untuk pupuk organik.

Menggunakan pola tanam monokultur dengan jarak tanam

2,5×2,5 m. Jenis tanaman kopi robusta. Konversi lahan dengan

pemangkasan, pengolahan lahan dan pemupukan. Siklus hara

terbuka. Perawatan pasca panen dilakukan PLP (pasca lepas

panen), pengelolaan tanah, dan pemupukan tanah.

Komprehensif

Pada praktikum kali ini didapat suatu hubungan bahwa semua

tipe agroekosistem saling berkaitan antara satu tipe dengan tipe lain.

Pada tipe sawah, tegal dan perkebunan memiliki kesamaan yaitu jenis

tanamannya bersifat homogen. Sedangkan tipe talun dan pekarangan

bersifat heterogen. Oleh karena itu yang bersifat homogen lebih

membutuhkan pengolahan lahan yang lebih intensif dibandingan

dengan yang bersifat heterogen.

Umumnya tanaman yang ditanam pada sawah, tegal dan

perkebunan merupakan tanaman musiman dan digunakan untuk

kebutuhan pokok sehari-hari. Sedangkan, pada talun dan pekarangan

merupakan tanaman tahunan yang berfungsi untuk pencegah erosi dan

untuk penghijauan.

Tanaman di sawah, tegal dan pekarangan ditanam dengan

jarak yang teratur dan ketentuan tertentu. Sedangkan pada sungai,

talun dan pekarangan tidak ada pengaturan jarak, tanaman dibiarkan

tumbuh apa adanya

D. Kesimpulan dan Saran

1. Kesimpulan

a. Sub Sistem Sawah

Berdasarkan pengamatan, subsistem persawahan ini memiliki

penciri antara lain tanaman yang ditanam adalah jenis tanaman

monoculture seperti padi. Pengolahan tanah pada subsistem sawah

adalah pengolahan tanah secara maksimum yakni dengan dicangkul

dan dibajak. Penciri lain adalah pengairannya dengan sistem irigasi

dan memiliki pematang sawah. Pencegahan hama pada umumnya

menggunakan pestisida.

b. Sub Sistem Tegal

Dari hasil pengamatan pada kuliah lapang yang telah diamati

dapat disimpulkan sebagai berikut :

1) Tegal tanamannya monokultur

2) Tidak ada irigasinya

3) Pupuknya pupuk kandang

4) Jarak tanamnya renggang

c. Sub Sistem Pekarangan

Dari hasil pengamatan pada kuliah lapang yang telah diamati

dapat disimpulkan sebagai berikut :

1) Tanaman vegetasinya adalah tanaman tahunan

2) Merupakan pola tanaman polikultur

3) Tidak ada pengolahan, denan siklus hara siklik

4) Tidak ada input

5) Pengelolaanya campuran

6) Pupuk memnggunakan pupuk alami dari daun-daun yang

membusuk.

d. Sub Sistem Talun

Dari hasil pengamatan pada kuliah lapang yang telah diamati

dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Jenis komoditi yang ada adalah tanaman tahunan.

2. Biasanya digunakan untuk kayu

3. Tidak ada input

4. Tidak ada pengairan

e. Sub Sistem Perkebunan

Dari hasil pengamatan pada kuliah lapang yang telah diamati

dapat disimpulkan sebagai berikut :

1) Tanaman perkebunan ini monokultur.

2) Jarak penanamannya selalu diatur.

3) Pembudidayanya dengan dua cara yaitu vegetatif dan

generatif.

4) Pemelihara tanamannya sangat diperhatikan sekali.

5) Panennya memeliki beberapa tahapan.

6) Pemupukan dilakukan dengan penelitian dahulu agar tahu

apa kekurangannya

2. Saran

E. Daftar Pustaka