agr subsistem revisi
TRANSCRIPT
ANALISIS BEBERAPA TIPE AGROEKOSISTEM
A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Sawah, tegal, talun, pekarangan dan perkebunan merupakan
subsistem dalam agroekosistem yang perlu dievaluasi melalui aspek
rantai makanan maupun jaring makanan. Aspek tersebut dapat
menggambarkan keterlibatan antar komponen yang menentukan
keberadaan atau keberlangsungan setiap subsistem. Kondisi ini setiap
subsistem menentukan kestabilan ekosistem yang tercermin dari
perwujudan sklus nutrisi atau hara terbuka atau tertutup. Siklus terbuka
menuntut subsidi dari luar subsistem dan sebaliknya bagi siklus
tertutup. Tingkat kemandirian suatu subsistem digambarkan dengan
berlangsungnya siklus tertutup dan ditunjukkan dengan tingkat
keanekaragman hayati yang mampu menyediakan kebutuhan hara
secara terus menerus.
Pengamatan dengan menggunakan indera yang disatukan dengan
melahirkan pandangan pertanian yang berwawasan lingkungan.
Observasi di lapangan ini bertujuan menghantarkan mahasiswa ptaan
tuh manusia namun dengan tetap mengutamakan lingkungan sebagai
tempat hidup semua makhluk ciptaan Tuhan. Selanjutnya mahasiswa
diarahkan secara langsung untuk mengamati pengelolaan
a. Subsistem sawah
b. Subsistem tegal
c. Subsistem talun
d. Subsistem pekarangan
e. Subsistem pekebunan
Selanjutnya dilakukan pembahasan terhadap kenyataan dalam
pengelolaan dan yang seharusnya dilakukan sesuai dengan apa yang
mahasiswa peroleh dalam perkuliah di kelas.
2. Tujuan Praktikum
Tujuan praktikum yang dilaksanakan pada tanggal 9 Oktober 2011
adalah :
- Memperkenalkan mahasiswa semester 1 dengan berbagai tipe
penggunaan lahan untuk kepentingan produksi pertanian
- Meningkatkan pemahaman mahasiswa tentang perlunya
pengelolaan setiap subsistem dengan memperhitungkan kaidah-
kaidah lingkungan
- Meningkatkan kecerdasan mahasiswa dengan kesadaran dan
pikiran logis dari apa yang mereka lihat di lapangan degan teori
dan kajian yang selama ini diperoleh d kelas saat tatap muka.
B. Tinjauan pustaka
1. Sub Sistem SawahSawah adalah lahan usaha pertanian yang secara fisik
berpermukaan rata, dibatasi oleh pematang, serta dapat ditanami
padi, palawija atau tanaman budidaya lainnya. Kebanyakan sawah
digunakan untuk bercocok tanam padi. Untuk keperluan ini, sawah
harus mampu menyangga genangan air karena padi memerlukan
penggenangan pada periode tertentu dalam pertumbuhannya.
Untuk mengairi sawah digunakan sistem irigasi dari mata air,
sungai atau air hujan. Sawah yang terakhir dikenal sebagai sawah
tadah hujan, sementara yang lainnya adalah sawah irigasi. Padi
yang ditanam di sawah dikenal sebagai padi lahan basah (lowland
rice)(Anonim1, 2006)
Sawah terdiri dari beberapa macam antara lain adalah
sawah berpengairan teknis, setengah teknis dan tadah hujan.
Perbedaan antara sawah dan tegalan adalah di lahan sawah terdapat
pematang, tapi di tegalan tidak ditemukan. Perubahan cara
bercocok tanam padi (penggunaan varietas baru dan jarak tanam)
mempengaruhi perkembangan populasi hama dan tingkat
kerusakan dari waktu ke waktu. (Supriyono, 2002
Dalam ekosistem sawah permukaan air berubah-ubah , dan
terdapat bermacam-macam jenis tumbuhan yang mencari tempat
tumbuh di sawah , pengikatan nitrogen atmosfir oleh ganggang
biru-hijau , serta ikan-ikan yang dapat melakukan pernafasan.
Pengolahan tanah dengan menggunakan berbagai strategi juga
mempengaruhi siklus hidup dari hama serangga kodok-kodok dan
katak-katak pemakan serangga , ancaman-ancaman yang tetap dari
burung-burung dan tikus-tikus pemakan padi , pengaruh-pengaruh
burung elang dan kerabatnya serta interaksi dan sling
ketergantungan dari semua komponen yang tersebut diatas,
membuat sawah menarik untuk di teliti ( Anwar , 1984 ).
2. Sub Sistem PekaranganPekarangan adalah areal tanah yang biasanya berdekatan
dengan sebuah bangunan yang berupa rumah atau gedung-gedung.
Pekarangan bisa berada di depan, di belakang, disamping sebuah
bangunan, tergantung besarnya sisa tanah yang tersedia setelah
dipakai untuk bangunan utamanya. Pekarangan biasa disebut
sebagai taman (Septiawan, 2009).
Pekarangan adalah areal tanah yang biasanya berdekatan
dengan sebuah bangunan. Tanah ini dapat diplester, dipakai untuk
berkebun, ditanami bunga, atau terkadang memiliki kolam.
Pekarangan bisa berada di depan, belakang atau samping sebuah
bangunan, tergantung seberapa besar sisa tanah yang tersedia
setelah dipakai untuk bangunan utamanya.Lahan yang makin
menyempit tak hanya terjadi di sawah, kebun, atau ladang, tetapi
juga di pekarangan, lahan yang langsung berdampingan dengan
rumah. Fragmentasi lahan menjadikan pekarangan yang
merupakan pertahanan pangan terakhir itu nyaris hilang. Kasus
kurang gizi sangat boleh jadi akibat dari keadaan ini.Sekarang kita
sulit untuk mendapatkan pekarangan di rumah-rumah di Pulau
Jawa. Sampai tahun 1980-an para guru masih mengajarkan
bercocok tanam di pekarangan kepada murid-muridnya. Sekarang
mungkin hal itu masih diajarkan, tetapi tidak mudah diterapkan. Di
depan rumah bukan lagi lahan pekarangan, tetapi sudah menjadi
jalan raya. Di belakang rumah lahan makin sedikit dan cenderung
berimpitan dengan rumah tetangga. Meski demikian, jejak
pekarangan masih ada. Pekarangan dengan berbagai aneka
tanaman dan juga hewan piaraan masih ditemukan di keluarga-
keluarga yang umumnya anak-anaknya bekerja di luar kota dan
tidak menggantungkan pada lahan milik orangtuanya sehingga
lahan itu masih terjaga ( Andreas, 2008 ).
3. Sub Sistem TegalTegal adalah suatu lahan yang kering (dry farming) tanpa
adanya pengairan. Pertanian tegalan adalah cara bertani yang
secara tetap tanpa pengairan. Pertanian tegalan dikerjakan secara
tetap dan intensif dengan bermacam-macam tanaman secara
bergantian (crop rotation) antara palawija (seperti jagung, kacang
tanah,ketela pohon) dan padi gogorancah. Untuk menyuburkannya,
biasanya tanah ditanami orok-orok (Crotalaria striata) sebagai
pupuk hijau. Selain untuk tanaman pangan, di sekitar terdapat
bermacam-macam pohon besar seperti pohon mahoni, pohon
akasia, pohon johar, pohon sengon, pohon mangga, pohon petai,
petai cina, jambu air, dll) sehingga subsistem tegalan memiliki
diversitas/keanekaragaman tinggi (Anonim, 2005).
Pola tanam yang diterapkan dilahan tegal adalah sistem
campuran lahan kering , sehingga sumber air hanya dari hujan saja.
Sistem tanamanya streep croping untuk efesiensi konversi energi
dan pola tanam antara tanaman yang satu dengan tanaman yang
lain sama umur. Pengolahan tanah agar tidak terjadi erosi maka
dibuat terasering (Ginting, 2004).
Lahan pertanian tegal berkembang di lahan-lahan kering,
yang jauh dari sumber-sumber air yang cukup. Sistem ini
diusahakan orang setelah mereka menetap lama di wilayah itu,
walupun demikian tingkatan pengusahaannya rendah. Pengelolaan
tegal pada umumnya jarang menggunakan tenaga yang intensif,
jarang ada yang menggunakan tenaga hewan. Tanaman-tanaman
yang diusahakan terutama tanaman tanaman yang tahan kekeringan
dan pohon-pohonan ( Deptan DIY, 2005 ).
4. Sub Sistem TalunTalun telah lama dikenal oleh masyarakat pedesan dan
mempunyai beragam fungsi ekologi,social,dan ekonomi. Talun
secara garis besar dapat dkelompokkan menjadi dua, yaitu talun
permanen dan talun tidak permanen (talun-kebun) (Soemarwoto
dan Soemarwoto, 1989).
Pada talun permanen, tidak ditemukan adanya penggiliran
tanaman dan pohon-pohonnya rapat dengan kanopi menutupi
area, seperti kunyit (Curcuma domestica) dan jahe (Zingiber
officinale) bahkan pada talun bambu hampir tidak mempunyai
tumbuhan bawah karena kanopinya yang rapat. Pada talun yang
pohonnya jarang, cahaya tidak bisa tembus sehingga tanaman
musiman tumbuh dan rumput pun dapat ditemukan, talun
seperti itu disebut juga “kebun campuran”. Pada talun tidak
permanen ditemukan adanya pergiliran tanaman biasanya
terdiri dari 3 fase, yaitu kebun, kebun campuran, dan talun
sehingga disebut dengan sistem talun kebun (J. Yanto. 2008).
Secara umum pekarangan diurus oleh perempuan sehingga
pekarangan mudah didapat di daerah yang memiliki pola
kekerabatan matriarkal di Jawa, Sumatera Barat, dan Aceh.
Pekarangan sulit didapat di daerah dengan kekerabatan
patriarkal seperti di Sumatera Utara, khususnya masyarakat
Batak. Komoditas pekarangan juga menjadi sarana sosialisasi
dengan tetangga. Hasil dari pekarangan tidak sedikit dibagikan
kepada tetangga sekitar. Meski demikian, pembagian ini ada
juga yang mengandung unsur mistis terkait dengan
menghilangkan bahaya atau mengobati penyakit ( Andreas,
2008 ).
5. Sub Sistem Pekebunan Perkebunan merupakan usaha penanaman tumbuhan secara
teratur sesuai dengan ilmu pertanian dan mengutamakan
tanaman perdagangan. Perkebunan penting bagi bahan ekspor
dan bahan industri. Jenis-jenis tanaman perkebunan khususnya
di Indonesia antara lain karet, kelapa sawit, kopi, teh,
tembakau, tebu, kelapa, cokelat, kina, kapas, cengkih (Soerjani,
2007).
a) Kopi
Tanaman kopi adalah pohon kecil yang bernama
perpugenus coffe dari familia Rubiaceae . Tanaman kopi
yang umumnya berasal dari benua Afrika termasuk
familia Rubiaceae dan jenis kelamin coffea. Kopi bukan
produk homogeny ; ada banyak varietas dan beberapa
cara pengolahannya. Di seluruh dunia kini terdapat
sekitar 4500 jenis kopi, yang di bagi dalam empat
kelompok besar, yakni :
a. Coffea Canephora, yang salah satu jenis
varietasnya menghasilkan kopi dagang
Robusta
b. Coffea Arabika, yang menghasilkan kopi dagang Arabica
c. Coffea Excelsa, yang menghasilkan kopi dagang Excelsa
d. Coffea Liberica, yang menghasilkan kopi dagang Liberiaca (Dr. James J. Spillane,1990).
Salah satu upaya untuk mengurangi
ketergantungan pasra komoditas primer di luar negeri
adalah perluasan pasar melalui pendekatan diversifikasi
sekunder. Pengembangan produk sekunder kopi
memberikan keuntungan bagi Indonesia. Konservasi biji
kopi menjadi kopi bubuk merupakan salah satu
alternative untuk meningkatkan nilai tambah biji kopi
yang harganya cenderung terus menurun. (jurnal
penelitian kopi dan kakao, 2002)
Kopi bubuk merupakan produk kopi sekunder
yang merupakan salah satu bahan minimum yang
digemari baik oleh penduduk pedesaan maupun
perkotaan. Dengan jumlah penduduk di Indonesia yang
mencapai lebih dari 200 juta, pasar kopi bubuk di dalam
negeri pada dasarnya masih cukup luas. (Siswoputranto,
1987)
b) Karet
Karet sejak berabad-abad yang lalu di kenal dan
di gunakan oleh punduduk asli di daerah asalnya, Brasil
Amerika Selatan. Akan tetapi meskipun talah di ketahui
penggunaan oleh CULUMBUS pada akhir abad ke 15
dan bahkan oleh penjelajah-penjelajah berikutnya pada
awal abad ke 16, karet masih belum menarik perhatian
orang-orang Eropa. Tanaman karet tumbuh di lembah-
lembah sungai Amazone, yang secara tradisional di
ambil getahnya oleh penduduk setempat untuk berbagai
keperluan. (Djoehana Setyaidjaja, 1983)
C. Hasil Pengamatan dan Pembahasan
Hasil Pengamatan
1. Subsistem Sawah
Profil Tempat
a) Alamat : Banyudono,
b) Letak Astronomis : 110˚41’42,2” BT / 7˚32’13,6” LS
c) Kemiringan lereng : 3% (agak miring)
d) Tinggi tempat : 185 feet
e) pH tanah : 6,2
f) Kelembaban Tanah : 100%
g) Suhu Udara : 29˚C
h) Kelembaban Udara : 45%
i) Intensitas Cahaya : 27.300 lux
j) Luas : 100 Ha
k) Batas :
Utara : Jalan Raya
Timur : Perumahan
Selatan : kebun
Barat : Perumahan
l) Denah tanaman / pola tanam
U
2. Sub sisem TegalVvvvvvvvvvvvvvv
Vvvvvvvvvvvvvvvv
Vvvvvvvvvvvvvvv
Vvvvvvvvvvvvvvv
Vvvvvvvvvvvvvvv
Vvvvvvvvvvvvvv
vvvvvvvvvvvvvvvv Vvvvvvvvvvvvvvvv
Profil Tempat
a) Alamat : Desa Teras, Kecamatan Teras
b) Longitude dan Latitude : 110˚40’4,5” BT / 7˚32’9,4” LS
c) Kemiringan lereng : 3% (agak miring)
d) Tinggi tempat : 230 feet
e) pH tanah : 6,9
f) Kelembaban Tanah : 60%
g) Suhu Udara : 30˚C
h) Kelembaban Udara : 49%
i) Intensitas Cahaya : 2.390 lux
j) Luas : 100 Ha
k) Batas :
Utara : Jalan Raya
Timur : Perumahan
Barat : kebun
Selatan : Hutan
l) Denah tanaman / pola tanam
U
Xxxxxxxxxxxxxxx
Xxxxxxxxxxxxxxx
xxxxxxxxxxxxxxxx
Ooooooooooooooo
Ooooooooooooooo
ooooooooooooooo
Xxxxxxxxxxxxxx
Xxxxxxxxxxxxxx
xxxxxxxxxxxxxx
Xxxxxxxxxxxxxx
Xxxxxxxxxxxxxxx
xxxxxxxxxxxxxxx
Xxxxxxxxxxxxxx
Xxxxxxxxxxxxxx
xxxxxxxxxxxxxx
Vvvvvvvvvvvvvv
Vvvvvvvvvvvvvv
Vvvvvvvvvvvvvv
Keterangan :
X : Jagung
O : Kacang Tanah
V : Padi
3. Sub Sistem Pekarangan
Profil Tempat
a) Alamat : Desa Teras, Kecamatan Teras
b) Letak astronomis : 110˚40’10,8” BT / 7˚32’12,6” LS
c) Kemiringan lereng : 3% (agak miring)
d) Tinggi tempat : 218 feet
e) pH tanah : 7
f) Kelembaban Tanah : 0%
g) Suhu Udara : 30˚C
h) Kelembaban Udara : 48%
i) Intensitas Cahaya : Terbuka 15.890 lux
Di bawah naungan 5820 lux
j) Luas : 1200 m2
k) Batas :
Utara : Rumah
Timur : Pekarangan
Barat : Rumah
Selatan : Jalan Raya
l) Denah Pekarangan
U
BBBBBBB
BBBBBBB
PPPPPPPPP
0000000 K R L
0000000 D
0000000 R R
Keterangan :
0 : mangga K : Kantil
P : Pepaya B : Bayam
D : Durian L : Kelapa
R : Rambutan
4. Sub sistem Talun
Profil Tempat
a) Alamat : Desa Karang Duwet, Winong,
Boyolali
b) Letak astronomis : 110˚35’26,5” BT / 7˚31’19,9” LS
c) Kemiringan lereng : 5% (agak miring)
d) Tinggi tempat : 486 feet
e) pH tanah : 7
f) Kelembaban Tanah : 0%
g) Suhu Udara : 49˚C
h) Kelembaban Udara : 44%
i) Intensitas Cahaya : Terbuka 11.590 lux
Di bawah naungan 9530 lux
j) Luas : 1200 m2
k) Batas :
Utara : Sungai
Timur : Makam
Barat : Talun
Selatan : Talun
l) Denah Talun
U
ketela ketela Sengon laut
Suren dan sengon
laut
Suren dan sengon
laut
ketela
5. Sub Sistem Perkebunan Karet
Profil Tempat
a) Alamat : Getas, Assinan, Banaran
b) Letak astronomis : 110˚30’34,2” BT / 7˚15’25,2” LS
c) Kemiringan lereng : 5% (agak miring)
d) Tinggi tempat : 425 feet
e) pH tanah : 7
f) Kelembaban Tanah : 0%
g) Suhu Udara : 33˚C
h) Kelembaban Udara : 35%
i) Intensitas Cahaya : Terbuka 4.610 lux
Di bawah naungan 610 lux
j) Luas : 400-500 Ha
k) Batas :
Utara : Jalan Raya
Timur : Kebun Karet
Barat : Kebun Karet
Selatan : Kebun Karet
l) Denah Talun
6. Sub Sistem Perkebunan Kopi
Lokasi : Kebun Getas Asinan Kempul, kec.
Banaran Kab. Salatiga
Letak geografis : 110o26’49,5’’ BT dan 7o15’45’’ LS
Slope : 13%
Tinggi : 400-600 meter dpl
Luas : 424,58 Ha
pH : 7
Kelembaban Tanah : 10%
Suhu Udara : 34° C
Kelembaban Udara : 34%
Intensitas Cahaya : 5,34 lux
Batas Utara : Kebun
Timur : Kebun
Barat : Kebun
Selatan : Kebun
Input : Pembibitan dengan stek berakar.
TBM pertama berasal dari Puslit Jember.
Pupuk tunggal pupuk urea, pupuk organik
dari seresah daun. Menggunakan pestisida
lambrador dan matador.
Output : Hasil panen tahun 2011 sebesar 1700
ton yang dieksporke Eropa dan Asia. Sisa
pangkasan daun digunakan untuk pupuk
organik.
Pengelolaan : Menggunakan pola tanam monokultur
dengan jarak tanam 2,5×2,5 m. Jenis
tanaman kopi robusta. Konversi lahan
dengan pemangkasan, pengolahan lahan
dan pemupukan.
Siklus hara : Siklus hara terbuka. Perawatan pasca panen
dilakukan PLP (pangkas lepas panen),
pengelolaan tanah, dan pemupukan tanah.
Denah Pola Tanam
Keterangan
: Kopi
:Lamtoro
Catatan :
Penanama kopi robusta 5 bulan dibudidayakan
di tanah, 5 bulan di polybag, 5 bulan
selanjutnya dibudidayakan di kebun.
Pembahasan
1. Sub Sistem sawah
Sub Sistem sawah berada di daerah Banyudono dengan
letak astronomis 110˚41’42,2” BT / 7˚32’13,6” LS, kemiringan
lereng 3% (agak miring), tinggi tempat 185 feet, pH tanah 6,
kelembaban tanah 100%, suhu Udara 29˚C, kelembaban Udara
45%, intensitas cahaya 27.300 lux, luas 100 Ha, batas-batas
wilayahnya ,utara jalan raya, timur perumahan, selatan kebun,
barat perumahan, bibit padi U-13, pupuk Urea; Ponska;pupuk
kandang, tidak memakai pestisida, hasil panen sekitar 3 ton, sisa
tanaman digunakan untuk pakan ternak, pola tanam yang
digunakan monokultur, jarak tanam 20 x 30 cm, jenis tanaman
yang ada hanya padi, pengelolaan tanah dengan traktok
sedangakan pengairannya setiap hari Senin bergilir dari sungai
Bruno, siklus haranya terbuka karena sisa panen yang berupa
jerami digunakan bahan pakan ternak.
2. Sub Sistem Tegal
Profil tempat beralamat Desa Teras, Kecamatan Teras,
letak astronomis 110˚40’4,5” BT / 7˚32’9,4” LS, kemiringan
lereng 3% (agak miring), tinggi tempat 230 feet, pH tanah 6,9;
kelembaban tanah 60%, suhu Udara 30˚C, kelembaban Udara
49%, intensitas Cahaya 2.390 lux, luas 100 Ha, batas utara jalan
raya, timur perumahan, barat kebun, selatan hutan, bibit jagung
pertiwi, pupuk ZA; urea;pupuk kandang, pestisida Poradam, hasil
panen jagung dijual ke tengkulak dan pasar terdekat, sisa tanaman
daun untuk pakan ternak, pola tanam tumpang sari, jarak tanam 75-
90 x 30 cm untuk tanaman jagung, jenis tanaman yang ada jagung;
kacang tanah; padi, pengelolaan tanah dengan cara tanah diirigasi
melalui air sungai; setelah diairi dibajak dengan traktor, beberapa
minggu kemudian bibit dipupuk dan di tanah dicangkul, siklus
terbuka karena sisa tanamn diambil untuk makan ternak.
3. Sub Sistem pekarangan
Profil Tempat beralamatkan Desa Teras, Kecamatan Teras,
letak astronomis 110˚40’10,8” BT / 7˚32’12,6” LS, kemiringan
leren 3% (agak miring), tinggi tempat 218 feet, pH tanah 7,
kelembaban Tanah 0%, suhu Udara 30˚C, kelembaban Udara 48%,
Intensitas Cahaya Terbuka 15.890 lux; di bawah naungan
5820 lux, luas 1200 m2, batas-batas wilayah pekarangan , utara
rumah, timur pekarangan, barat rumah selatan jalan raya, bibit
dibuat dan ditanam sendiri, pupuk kandang dan kimia, pestisida
menggunakan air laos, hasil pekarangan dijual, sisa tanaman dibuat
makan ternak, pola tanam tumpang sari, jenis tanaman yang ada;
kantil; petai; durian; bayam; terong; pepaya; kelapa; mangga;
rambutan; jambu; pisang; cermai, pengelolaan tanah secara
tradisional degan cara dicangkul; sistem pengairan dari sumur,
siklus hara terbuka karena hasil pekarangan dijual dan sisanya
untuk makan ternak.
4. Sub Sistem Talun
Profil Tempat beralamat Desa Karang Duwet, Winong,
Boyolali letak astronomis 110˚35’26,5” BT / 7˚31’19,9” LS,
kemiringan lereng 5% (agak miring), tinggi tempat 486 feet, pH
tanah 7, kelembaban Tanah 0%, suhu sdara 49˚C, kelembaban
udara 44%, intensitas Cahaya terbuka 11.590 lux di bawah
naungan 9530 lux, luas 1200 m2, batas utara sungai,timur makam,
barat talun, selatan talun, bibit sengon laut; suren,; ketela pohon,
pupuk yang digunakan adalah seresah; organik; urea; ZA, hasil
talun dijual di daerah Tongko, sisa tanaman digunakan untuk
makan ternak, pola tanam polikultur, jarak tanam 2-3 m, jenins
tanaman yang ada hanya sengon laut, ketela pohon dan suren,
pengelolaan tanah secara tradisional degan cara dicangkul, siklus
hara terbuka karena sisa pohon ketela digunakan untuk makan
ternak.
5. Sub Perkebunan karet
Profil Tempat beralamat Getas, Assinan, Banaran, letak
astronomis 110˚30’34,2” BT / 7˚15’25,2” LS, kemiringan lereng
5% (agak miring), tinggi tempat 425 feet, pH tanah 7, kelembaban
tanah 0%, suhu udara 33˚C, kelembaban udara 35%, intensitas
cahaya terbuka 4.610 lux, di bawah naungan 610 lux, luas 400-
500 Ha, batas utara jalan raya, timur kebun karet, barat kebun
karet, selatan kebun karet, bibit diambil dari okulasi di kebun
interest, pupuk yang digunakan pupuk kandang dan pupuk kimia,
hasil perkebunan karet dibawa ke pabrik, dioalah, dibuat
lateks/shit, sisa tanaman stelah pohon karet ditebang, kayunya
digunakan sebagai bahan pembakaran pengolahan selanjutnya, pola
tanam yang diterapakan adalah homogen, jarak tanam 6x3 m per
hektar, jenis tanaman yang ada karet dan cc (cover crobs),
pengelolaan tanah, tanah dipupuk 1 tahun 2 kali, cover crobs
sengaja di tanam untuk menyuburkan tanah dikarenakan cc
mengikat nitrogen yang bisa menghambat pertumbuhan gulma.
6. Sub Sistem Perkebunan Kopi
Kebun kopi ini berlokasi di kebun Getas Asinan Kempul,
Kec Banaran, Kab Salatiga dengan letak geografis 110o26’49,5’’
BT dan 7o15’45’’ LS, kemiringan 13%, tinggi 400-600 meter dpl.
Memiliki luas 424,58 Ha, pH 7, kelembaban tanah 10%,
suhu udara 34° C, kelembaban Udara 34%, intensitas
cahaya 5,34 lux. Suhu udara di kebun kopi tersebut relatif panas,
maka dari itu diberikan naungan pohon lamtoro agar mengurangi
panas dari matahari. Kebun ini dikelilingi oleh kebun yang sangat
luas sehingga jauh dari pengaruh polusi kendaraan.
Pembibitan dengan stek berakar. TBM pertama berasal
dari Puslit Jember. Pupuk tunggal pupuk urea, pupuk organik dari
seresah daun. Menggunakan pestisida lambrador dan matador.
Hasil panen tahun 2011 sebesar 1700 ton yang dieksporke Eropa
dan Asia. Sisa pangkasan daun digunakan untuk pupuk organik.
Menggunakan pola tanam monokultur dengan jarak tanam
2,5×2,5 m. Jenis tanaman kopi robusta. Konversi lahan dengan
pemangkasan, pengolahan lahan dan pemupukan. Siklus hara
terbuka. Perawatan pasca panen dilakukan PLP (pasca lepas
panen), pengelolaan tanah, dan pemupukan tanah.
Komprehensif
Pada praktikum kali ini didapat suatu hubungan bahwa semua
tipe agroekosistem saling berkaitan antara satu tipe dengan tipe lain.
Pada tipe sawah, tegal dan perkebunan memiliki kesamaan yaitu jenis
tanamannya bersifat homogen. Sedangkan tipe talun dan pekarangan
bersifat heterogen. Oleh karena itu yang bersifat homogen lebih
membutuhkan pengolahan lahan yang lebih intensif dibandingan
dengan yang bersifat heterogen.
Umumnya tanaman yang ditanam pada sawah, tegal dan
perkebunan merupakan tanaman musiman dan digunakan untuk
kebutuhan pokok sehari-hari. Sedangkan, pada talun dan pekarangan
merupakan tanaman tahunan yang berfungsi untuk pencegah erosi dan
untuk penghijauan.
Tanaman di sawah, tegal dan pekarangan ditanam dengan
jarak yang teratur dan ketentuan tertentu. Sedangkan pada sungai,
talun dan pekarangan tidak ada pengaturan jarak, tanaman dibiarkan
tumbuh apa adanya
D. Kesimpulan dan Saran
1. Kesimpulan
a. Sub Sistem Sawah
Berdasarkan pengamatan, subsistem persawahan ini memiliki
penciri antara lain tanaman yang ditanam adalah jenis tanaman
monoculture seperti padi. Pengolahan tanah pada subsistem sawah
adalah pengolahan tanah secara maksimum yakni dengan dicangkul
dan dibajak. Penciri lain adalah pengairannya dengan sistem irigasi
dan memiliki pematang sawah. Pencegahan hama pada umumnya
menggunakan pestisida.
b. Sub Sistem Tegal
Dari hasil pengamatan pada kuliah lapang yang telah diamati
dapat disimpulkan sebagai berikut :
1) Tegal tanamannya monokultur
2) Tidak ada irigasinya
3) Pupuknya pupuk kandang
4) Jarak tanamnya renggang
c. Sub Sistem Pekarangan
Dari hasil pengamatan pada kuliah lapang yang telah diamati
dapat disimpulkan sebagai berikut :
1) Tanaman vegetasinya adalah tanaman tahunan
2) Merupakan pola tanaman polikultur
3) Tidak ada pengolahan, denan siklus hara siklik
4) Tidak ada input
5) Pengelolaanya campuran
6) Pupuk memnggunakan pupuk alami dari daun-daun yang
membusuk.
d. Sub Sistem Talun
Dari hasil pengamatan pada kuliah lapang yang telah diamati
dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Jenis komoditi yang ada adalah tanaman tahunan.
2. Biasanya digunakan untuk kayu
3. Tidak ada input
4. Tidak ada pengairan
e. Sub Sistem Perkebunan
Dari hasil pengamatan pada kuliah lapang yang telah diamati
dapat disimpulkan sebagai berikut :
1) Tanaman perkebunan ini monokultur.
2) Jarak penanamannya selalu diatur.
3) Pembudidayanya dengan dua cara yaitu vegetatif dan
generatif.
4) Pemelihara tanamannya sangat diperhatikan sekali.
5) Panennya memeliki beberapa tahapan.
6) Pemupukan dilakukan dengan penelitian dahulu agar tahu
apa kekurangannya