aglomerasi maminasata1.pdf

224

Click here to load reader

Upload: anggun-kurimahwati-purba

Post on 18-Jan-2016

239 views

Category:

Documents


71 download

TRANSCRIPT

Page 1: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

I - 1

BAB I

P E N D A H U L U A N

1.1 Latar Belakang

Kebijakan pembangunan sektor transportasi yang merujuk pada arahan pengembangan tataran

transportasi antara pusat dan daerah yang serasi dan sinerjis dalam mencapai keseimbangan

pembangunan antar daerah yang mantap dan dinamis diharapkan mampu menumbuhkan dan

memanfaatkan sarana dan prasarana transportasi secara optimal dalam rangka peningkatan

pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah.

Dalam konteks tersebut, pengembangan sistim jaringan transportasi kawasan aglomerasi

Mamminasata menjadi penting dalam konsepsi tataran nasional, propinsi, dan tataran

kabupaten/kota dengan menerapkan seluruh sistim transportasi yang menyangkut sub sistim

jaringan, sub sistim pergerakan, sub sistim aktivitas dan sub sistim lingkungan (regulasi dan

dinamikan ruang global) yang saling berinteraksi dalam siklus akan membentuk simpul

pelayanan jasa transportasi yang

efisien dan efektif pada wilayah

tatarannya.

Indikator keberhasilan pembangunan

di kawasan aglomerasi Mamminasata

Sulawesi Selatan yang meliputi Kota

Makassar, Kabupaten Maros,

Kabupaten Gowa dan Kabupaten

Takalar dengan luas 2.462,3 Km2,

jumlah penduduk 2,269 juta jiwa

(2007) sangat dipengaruhi oleh

tataran struktural transportasi yang

disebutkan di atas.

Peran transportasi pada kawasan

aglomerasi Mamminasata sebagai urat nadi mobilitas manusia, barang dan jasa dengan fungsi

sebagai penggerak, pendorong, dan penunjang pembangunan. Pertumbuhan ekonomi yang cukup

Sebagian dari gambar peserta lomba “Kotaku di tahun 2020” (Jica, 2006)

(

MMMaaammmmmmiiinnnaaasssaaatttaaa.........KKKoootttaaakkkuuu

dddiii TTTaaahhhuuunnn 222000222000

DIT. BSTP

Page 2: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

I - 2

signifikan di kawasan ini dalam satu dasa warsa terakhir telah mendorong pesatnya laju

pembangunan di segala bidang terutama dalam bidang sosial ekonomi, seperti berkembangnya

kawasan fungsional permukiman & Kota Baru Gowa-Maros, kawasan perkantoran/pemerintahan

(Jl. A. Pettarani dsk), kawasan perdagangan dan jasa (Jl. Urip Sumoharja-Perintis Kemerdekaan-

Kota Maros, kawasan pengembangan pendidikan Unhas (eks pabrik gula Gowa) dan UIN

(Samata Gowa), kawasan budidaya pertanian dan perikanan (bagian Timur dan Selatan

Mamminasata). Dengan kondisi yang demikian ini menjadikan aktivitas masyarakat sehari-hari

semakin meningkat, sehingga menuntut tersedianya sistim transportasi (prasarana jaringan dan

pelayanan pendukungnya) yang memadai dan mampu menjadi penunjang dan pendukung

kegiatan secara optimal sebagai alat untuk mengatasi jarak, waktu dan biaya dalam mobilitas

kawasan.

Sebagai derived demand, sistim transportasi sebagai bagian dari suatu fungsi masyarakat sehari-

hari di kawasan aglomerasi Mamminasata, masih juga ditemukan ketidakseimbangan antara

demand dan supply pada suatu sistim jaringan transportasi dan pelayanannya tersebut. Masih

lemahnya dukungan sistim informasi transportasi (SIT) yang memadai untuk perencanaan jangka

pendek, menengah maupun jangka panjang (lintas wilayah dan sector), di samping keterbatasan

biaya dan waktu. Sehingga sistim jaringan dan pelayanan transportasi yang diidamkan pada

kawasan ini yang bersumber dari perencanaan dan dukungan regulasi (Permenhub) dalam

implementasinya belum dapat mengakomodasikan seluruh kepentingan aktivitas masyarakat

sebagai pelaku pergerakan kawasan aglomerasi.

Selain itu, dengan kondisi karakteristik geografis kawasan aglomerasi Mamminasata yang relatif

berbeda antara satu daerah dengan daerah lainnya serta dukungan infrastruktur penunjang

transportasi juga mengakibatkan tingkat aksesibilitas (jarak, waktu dan biaya) pergerakan

masyarakat dalam beraktivitas (sosial, ekonomi dan teknologi) menjadi relatif lama, biaya tinggi

dan sulit mencapai titik keseimbangan rasional.

Dengan semakin terbatasnya anggaran pembangunan menuntut perubahan pola pikir ke arah

perencanaan dan penetapan prioritas pembangunan dan pengembangan sarana-prasarana

perhubungan secara efektif, sesuai dengan permintaan yang berdasarkan realitas pola aktivitas,

pola pergerakan, sebaran pergerakan serat keunggulan komparatif antar dan interzone dalam

kawasan Aglomerasi Mamminasata yang terbentuk dalam suatu tataran transportasi sejalan

dengan rencana tata ruang wilayah kabupaten dan kota maupun kawasan Mamminasata sebagai

suatu kerangka sistim transportasi nasional yang utuh.

DIT. BSTP

Page 3: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

I - 3

1.1.1 Gambaran Umum Kawasan Aglomerasi Mamminasata

Wilayah Metropolitan Mamminasata, atau juga disebut Metropolitan Mamminasata, meliputi

Kota Makassar, Kabupaten Maros, Gowa dan Takalar yang dibentuk berdasarkan SK Gubernur

Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2003. Wilayah Mamminasata mencakup seluruh kecamatan di

Kota Makassar dan Kabupaten Takalar, kecuali 2 dari 14 kecamatan di Maros dan 6 dari 16

kecamatan di Gowa. Pengecualian tersebut dilakukan mengingat jarak lokasi kecamatan yang

jauh dari wilayah metropolitan. Luas wilayah Mamminasata adalah 2.462,3 km2 (246.230 ha)

dengan total jumlah penduduk sekitar 2,06 juta jiwa (2003).

Provinsi Sulawesi Selatan diharapkan dapat memimpin pembangunan sosial ekonomi di kawasan

Timur Indonesia sesuai dengan kebijakan pemerintah pusat. Perekonomian Provinsi Sulawesi

Selatan akhir-akhir ini menunjukkan kinerja yang cukup baik, berhasil meraih tingkat

pertumbuhan PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) yang lebih tinggi dari tahun 1999

sampai dengan 2002 (4,8%) dibandingkan dengan rata-rata nasional (4,0%). Meski demikian,

produktivitas tenaga kerjanya (Rp.3,2 juta) lebih rendah sekitar Rp. 1 juta dari pada produktivitas

tenaga kerja nasional. Kinerja perekonomian Sulawesi Selatan beberapa tahun terakhir

ditunjukkan pada Gambar 1.1 berikut.

Prod

uktif

itas

Tena

ga K

erja

(199

3 H

arga

Tet

ap; j

uta.

Rp)

, 200

2

DKI Jakarta

Kalimantan Timur

Jawa Timur Jawa Barat

Sumatera Utara

Sulawesi Selatan

Papua

BaliSulawesi Utara

Sulawesi Tengah

Sulawesi Tenggara

-5

0

5

10

15

20

25

0% 1% 2% 3% 4% 5% 6% 7%

Indonesia: 4.0%

Indonesia: 4.25 juta. Rp.

Perubahan PDRB (CAGR), 1999-2002

Prod

uktif

itas

Tena

ga K

erja

(199

3 H

arga

Tet

ap; j

uta.

Rp)

, 200

2

DKI Jakarta

Kalimantan Timur

Jawa Timur Jawa Barat

Sumatera Utara

Sulawesi Selatan

Papua

BaliSulawesi Utara

Sulawesi Tengah

Sulawesi Tenggara

-5

0

5

10

15

20

25

0% 1% 2% 3% 4% 5% 6% 7%

Indonesia: 4.0%

Indonesia: 4.25 juta. Rp.

Perubahan PDRB (CAGR), 1999-2002 Sumber: Tim Studi JICA

Gambar 1.1: Kinerja Perekonomian Provinsi Sulawesi Selatan (1999-2002)

Meskipun pada kenyataannya Provinsi Sulawesi Selatan telah mencapai pertumbuhan

perekonomian yang lebih tinggi dalam beberapa tahun terakhir, namun PDRB per kapita di

Sulawesi Selatan (Rp. 4,41 juta pada tahun 2002) masih tetap berada pada tingkat yang rendah,

DIT. BSTP

Page 4: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

I - 4

atau sekitar 61% dari rata-rata PDB (Produk Domestik Bruto) per kapita di Indonesia (Rp. 7,26

juta). Sebagaimana yang ditunjukkan pada Tabel 1.1, PDB Sulawesi Selatan menunjukkan 2,3%

dari PDB nasional, sedangkan penduduknya sekitar 3,8% dari total penduduk di Indonesia.

Tabel 1.1 Perbandingan Sosio-Ekonomi Sulawesi Selatan Wilayah Sulawesi Indonesia Penduduk (2003) („000) 8.253 15.382 215.276 Bagian Penduduk (Sulawesi) 53% - - Bagian Penduduk (Indonesia) 3,8% 7,1% - PDRB (2002) (Rp.juta) 36.550.293 69.193.213 1.610.011.612 Bagian PDRB (Sulawesi) 52% - - Bagian PDRB (Indonesia) 2,3% 4.3% - PDRB per kapita (Rp.) 4.412.138 4.487.962 7.262.048

Sumber: Buku Tahunan Statistik Indonesia 2003, BPS

Dari perekonomian Sulawesi Selatan, Wilayah Mamminasata berada dalam posisi memimpin

dari segi skala dan pertumbuhan PDRB, serta dalam produktivitas tenaga kerja. Wilayah

Mamminasata memberi kontribusi sebanyak 36 % dari total PDB Provinsi, sementara 77% dari

PDRB Mamminasata disumbangkan oleh Kota Makassar. Kinerja perekonomian di wilayah

Mamminasata saat ini ditunjukkan pada Gambar 1.2.

Perubahan PDRB (CAGR), 2000-2003

Prod

uktif

itas

Tena

ga K

erja

(199

3 H

arga

Tet

ap; j

uta.

Rp)

, 200

3

Luwu Utara

BantaengBone

Bulukumba

Jeneponto

MajeneMamuju

Pangkep

PareparePinrang

Polmas

Selayar

Sidrap

SinjaiSoppeng

Wajo

Mamminasata

Barru

0

1

2

3

4

5

6

7

8

-8% -6% -4% -2% 0% 2% 4% 6% 8%

Sulawesi Selatan: 2.5%

South Sulawesi: 3.77 Mill. Rp.

Makassar

76.8%

Perubahan PDRB (CAGR), 2000-2003

Prod

uktif

itas

Tena

ga K

erja

(199

3 H

arga

Tet

ap; j

uta.

Rp)

, 200

3

Luwu Utara

BantaengBone

Bulukumba

Jeneponto

MajeneMamuju

Pangkep

PareparePinrang

Polmas

Selayar

Sidrap

SinjaiSoppeng

Wajo

Mamminasata

Barru

0

1

2

3

4

5

6

7

8

-8% -6% -4% -2% 0% 2% 4% 6% 8%

Sulawesi Selatan: 2.5%

South Sulawesi: 3.77 Mill. Rp.

Makassar

76.8%

Sumber: Tim Studi JICA

Gambar 1.2: Kinerja Perekonomian Mamminasata (2000-2003)

Dari gambar di atas, terlihat jelas peran yang harus dimainkan oleh Mamminasata dalam

pembangunan perekonomian Sulawesi Selatan dan Kawasan Timur Indonesia.

Meskipun memiliki sejumlah peran penting, namun kegiatan-kegiatan pembangunan di wilayah

76,8% DIT. BSTP

Page 5: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

I - 5

Mamminasata belum begitu dinamis. Badan Kerjasama Pembangunan Metropolitan

Mamminasata (BKSPMM) telah dibentuk untuk mendorong pembangunan Mamminasata yang

berimbang dan berkelanjutan. Pemerintah kota dan kabupaten di Mamminasata tengah menyusun

rencana tata ruangnya masing-masing, namun masih banyak hal yang perlu dilakukan untuk

menciptakan Mamminasata yang dinamis dan dapat memenuhi peran-peran sebagaimana yang

diharapkan.

1.1.2 Isu-Isu Regional (Terkait Penataan Ruang dan Transportasi)

Wilayah Metropolitan Mamminasata memiliki keanekaragaman kondisi alam, sosial, dan

ekonomi. Secara fisik, wilayah ini terbentang dari pesisir dan dataran rendah hingga daerah

pegunungan yang jaraknya relatif cukup dekat. Pusat-pusat perkotaan telah dikembangkan,

sementara wilayah pedesaan yang sebagian besar masih bergantung pada sektor pertanian,

berkembang cukup stabil sampai ke tingkat tertentu. Sektor industri cukup berkembang selama

dua dasawarsa terakhir sementara pertanian dengan sistem irigasi juga telah dikembangkan dan

cukup memberi kontribusi terhadap stabilisasi wilayah pedesaan tersebut. Di lain pihak, kondisi

lingkungan di wilayah Metropolitan Mamminasata secara perlahan-lahan telah mengalami

degradasi akibat meningkatnya jumlah penduduk dan kegiatan perekonomian. Jumlah kawasan

hijau dan hutan mulai berkurang, sementara penyebaran wilayah perkotaan berkembang dengan

sangat pesat.

Isu-isu penting seputar rencana tata ruang wilayah dan kabupaten:

(i) Lebih memperhatikan ekosistem, amenitas dan lingkungan alam di daerah;

(ii) Peningkatan produktivitas untuk setiap kegiatan ekonomi di daerah;

(iii) Keterpaduan yang lebih tinggi agar seluruh manfaat pengembangan daerah dapat diperoleh;

(iv) Penerapan sistem pelayanan yang berorientasi kebutuhan; dan

(v) Prioritisasi yang lebih jelas dalam implementasi proyek-proyek yang telah disusun.

Isu yang paling penting di wilayah Metropolitan Mamminasata adalah perlindungan ekosistem

dan lingkungan. Semakin tinggi tingkat kerusakan, maka semakin besar biaya yang dibutuhkan

untuk pemulihannya. Sejumlah ekosistem bahkan tidak bisa dipulihkan. Selain itu, aspek

amenitas perkotaan juga harus dipertimbangkan, karena masyarakat mengharapkan kondisi

lingkungan perkotaaan dan pedesaan yang lebih nyaman dan lebih menyenangkan. Limbah hasil

kegiatan sosial ekonomi harus dikelola dengan baik. RTRW Mamminasata sebaiknya

DIT. BSTP

Page 6: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

I - 6

dilaksanakan dengan mencurahkan lebih banyak perhatian pada aspek ekosistem, amenitas, dan

lingkungan di daerah.

Isu regional lain di Mamminasata adalah produktivitas yang relatif rendah dalam berbagai

kegiatan ekonomi. Sumber daya lokal relatif terbatas, utamanya di daerah pertanian. Sebagian

besar produk pertanian dipasarkan dengan tingkat pengolahan yang minim. Misalnya, sebagian

besar kakao diekspor ke Surabaya dan ke pasar luar negeri masih dalam bentuk biji mentah.

Meskipun sejumlah gudang berlokasi dekat pelabuhan Makassar, namun nilai tambah

pergudangan relatif rendah. Pelabuhan Makassar dianggap sebagai pelabuhan “sentral” untuk

kawasan Timur Indonesia. Namun, pelabuhan ini tidak berfungsi sebagai “sentral” logistik yang

memiliki kontribusi dalam perbaikan ekonomi kawasan Makassar. Oleh karena itu, rencana tata

ruang Mamminasata sebaiknya dilaksanakan dengan lebih memperhatikan peningkatan nilai

tambah di daerah ini.

Sebagaimana yang ditunjukkan sebelumnya, RTR masing-masing kabupaten/kota telah dan

sedang dirumuskan secara tersendiri dan sebagian rencana tersebut kurang selaras satu sama lain

dalam hal pengembangan tata ruang wilayah. Sebagian besar prasarana di wilayah Metropolitan

Mamminasata harus direncanakan, dirancang, dan diimplementasikan sehingga dapat memberi

kontribusi bagi kepentingan seluruh masyarakat di daerah tersebut. Prinsip dasar yang harus

disepakati bersama adalah bahwa pembangunan prasarana ditujukan untuk kepentingan bersama

seluruh masyarakat di Mamminasata, bukan kepentingan masing-masing daerah.

Hal penting lain yang diamati dalam rencana tata ruang yang dirumuskan, baik oleh BKSPMM

maupun oleh masing-masing kabupaten adalah kenyataan bahwa berbagai jenis proyek yang

dirancang oleh masing-masing pihak yang berwenang di kabupaten dan provinsi disusun tanpa

menentukan prioritas pelaksanaannya. Prioritas implementasi proyek sebaiknya ditetapkan

secara jelas dengan menggabungkan antara analisis kebutuhan dan kebijakan pemberian

pelayanan prima yang berorientasi kebutuhan.

1.2 Maksud dan Tujuan

Kegiatan ini dimasudkan: (a) mengembangkan jaringan transportasi terhadap penyebaran

kegiatan di kota-kota sekelilingnya, berdasarkan kajian atas peraturan-perundangan, referensi

dan melakukan penyusunan Master Plan Jaringan Transportasi Perkotaan Pada Kawasan

DIT. BSTP

Page 7: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

I - 7

Aglomerasi Maminasata, (b) terwujudnya Master Plan Jaringan Transportasi Perkotaan Pada

Kawasan Aglomerasi Maminasata.

Tujuan pelaksanaan kegiatan adalah:

1. Membuat Master Plan Jaringan Transportasi Perkotaan Pada Kawasan Aglomerasi

Maminasata agar menjadi acuan pembangunan dan pengembangan Jaringan Transportasi

Perkotaan Pada Kawasan Aglomerasi Maminasata

2. Adanya suatu tahapan-tahapan perencanaan dan pembangunan jangka pendek, menengah,

dan panjang untuk pembangunan dan pengembangan Master Plan Jaringan Transportasi

Perkotaan Pada Kawasan Aglomerasi Maminasata.

Dengan demikian diharapkan Master Plan Jaringan Transportasi Perkotaan Pada Kawasan

Aglomerasi Maminasata menjadi lebih teratur dan terarah, sehingga tidak mengakibatkan

kemacetan lalu lintas dan terciptanya transportasi perkotaan yang lancar, tertip, aman sehingga

tidak menimbulkan keresahan untuk pemerintah dan masyarakat setempat.

1.3 Lingkup Kegiatan

Kegiatan penyusunan Master Plan Jaringan Transportasi Perkotaan Pada Kawasan Aglomerasi

Maminasata adalah sebagai berikut:

1. Melakukan inventarisasi dan kajian terhadap dokumen-dokumen, referensi maupun studi-

studi terdahulu yang berkaitan dengan studi ini;

2. Melakukan studi pustaka berkaitan dengan bidang pengembangan jaringan transportasi,

kajian dan analisis terhadap studi-studi yang berhubungan dengan tata cara pengembangan

jaringan transportasi, peraturan dan perundangan maupun pedoman yang berkaitan dengan

perencanaan pelayanan jaringan secara terpadu;

3. Melakukan inventarisasi terhadap jaringan transportasi yang ada di kawasan aglomerasi

Maminasata;

4. Melakukan inventarisasi terhadap jaringan pelayanan angkutan umum di kawasan

aglomerasi Maminasata;

5. Melakukan survai kinerja jaringan transportasi yang ada di kawasan Maminasata;

6. Melakukan survai tata guna lahan berkaitan dengan pola-pola kegiatan yang

mempengaruhi jaringan transportasi;

DIT. BSTP

Page 8: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

I - 8

7. Melakukan pemodelan transportasi untuk kawasan aglomerasi Maminasata;

8. Merekomendasikan tahapan pengembangan jaringan transportasi di kawasan Maminasata;

9. Memperkirakan perpindahan manusia dan/atau barang menurut asal-tujuan perjalanan di

kawasan aglomerasi Maminasata;

10. Menyusun arah dan kebijakan perancanaan dalam keseluruhan moda transportasi di

kawasan aglomerasi Maminasata;

11. Menyusun rencana lokasi dan kebutuhan simpul kawasan Maminasata;

12. Menyusun rencana kebutuhan ruang lalulintas

13. Menyusun Master Plan Jaringan Transportasi Perkotaan pada Kawasan Aglomerasi

Maminasata;

14. Menyusun arah kebijakan dan langkah-langkah kebijakan pengembangan transportasi;

15. Merealisasikan adanya keterpaduan antara sistim jaringan jalan dengan tata guna lahan

yang ada;

16. Optimalisasi sistim jaringan transportasi dan menyusun alternatif yang akan

dikembangkan;

17. Menyusun rencana pengembangan jaringan transportasi terhadap penyebaran kegiatan di

kawasan aglomerasi Maminasata;

18. Menyusun Draf Permenhub tentang Master Plan Jaringan Transportasi Perkotaan Pada

Kawasan Aglomerasi Maminasata;

19. Roud Table Discussion antara Dit BSTP, Konsultan dan Stakeholders terkait.

1.4 Hasil yang Diharapkan

Pada akhir studi Master Plan Jaringan Transportasi Perkotaan Pada Kawasan Aglomerasi

Maminasata diharapkan menghasilkan keluaran berupa:

1. Data-data tentang jaringan transportasi, jaringan pelayanan angkutan umum, kinerja

jaringan transportasi dan tata guna lahan di kawasan studi;

2. Hasil pemodelan jaringan transportasi di kawasan studi;

3. Tahapan pengembangan jaringan transportasi di kawasan studi;

DIT. BSTP

Page 9: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

I - 9

4. Perkiraan perpindahan orang dan/atau barang (O-D) di kawasan studi;

5. Arah dan kebijakan peranan transportasi dalam keseluruhan moda transportasi di kawasan

studi;

6. Rencana lokasi dan kebutuhan simpul di kawasan studi;

7. Rencana kebutuhan ruang lalu lintas di kawasan studi;

8. Rencana pengembangan jaringan transportasi terhadap penyebaran kegiatan di kawasan

studi;

9. Arah kebijakan dan langkah-langkah kebijakan pengembangan transportasi di kawasan

studi;

10. Optimalisasi penggunaan sistim jaringan yang ada terhadap kondisi transportasi yang ada

dan alternatif yang akan dikembangkan;

11. Naskah akademik Penyusunan Master Plan Jaringan Transportasi Perkotaan Pada Kawasan

Aglomerasi Maminasata;

12. Draf Permenhub tentang Master Plan Jaringan Transportasi Perkotaan Pada Kawasan

Aglomerasi Maminasata.

1.5 Sistimatika Laporan

Keseluruhan substansi Laporan Akhir terdiri sembilan bab yang pada intinya memaparkan hasil-

hasil review studi yang terkait dengan pengembangan jaringan transportasi (internal dan

eksternal) kawasan aglomerasi Mamminasata, hasil pengumpulan data lapangan dan data olahan

sekunder, arah kebijakan pengembangan jaringan transportasi, rencana umum pengembangan

jaringan dan rencana pembangunan jaringan transportasi kawasan Aglomerasi Mamminasata.

Berikut ke sembilan bagian dalam laporan akhir, antara lain memuat:

Bab I Pendahuluan berisi informasi latar belakang (gambaran wilayah dan isu-isu regional

terkait penataan ruang), maksud dan tujuan, lingkup kegiatan dan hasil yang diharapkan dalam

studi Penyusunan Master Plan Jaringan Transportasi Perkotaan Pada Kawasan Aglomerasi,

Bab II Review Kabijakan Pembangunan dan Sistim Transportasi Kawasan Aglomerasi

Mamminasata, memuat informasi kebijakan pembangunan dan sistem transportasi nasional,

Provinsi Sulsel, kawasan metropolitan Mamminasata.

DIT. BSTP

Page 10: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

I - 10

Bab III Jaringan Transportasi dan Sistem Angkutan Umum Kawasan Aglomerasi Mamminasata

berisi data dan informasi kondisi sistem jaringan jalan primer dan sekunder, sistem pelayanan

moda angkutan, rute dan trayek angkutan, zona potensial dan pola pergerakan, simpul-simpul

pelayanan transportasi kawasan.

Bab IV Kinerja Jaringan Transportasi Kawasan Aglomerasi Mamminasata yang memuat

informasi metodologi, MAT pergerakan kawasan fungsional, bangkitan dan tarikan perjalanan,

pola distribusi perjalanan, pemilihan moda angkutan, pilihan rute perjalanan, pembebanan

jaringan jalan utama.

Bab V Pola Penggunaan Lahan Kawasan Aglomerasi Mamminasata yang berisi informasi:

umum, metodologi, sistem aktivitas dan pola guna lahan kawasan, sistem pusat pelayanan

kawasan, rencana struktur dan pola pemanfaatan ruang kawasan Aglomerasi Mamminasata.

Bab VI Arah Kebijakan Pengembangan Jaringan Transportasi Perkotaan Kawasan Aglomerasi

Mamminasata berisi informasi: tujuan pembangunan jaringan transportasi, arah pengembangan

jaringan transportasi, arah pengembangan berdasarkan moda angkutan, kebijakan pengembangan

jaringan transportasi.

Bab VII Rencana Umum Pengembangan Jaringan Transportasi Kawasan Aglomerasi

Mamminasata berisi informasi: program pengembangan jaringan transportasi darat dan KA,

transportasi laut, transportasi udara, jaringan transportasi ASDP.

Bab VIII Rencana Pembangunan Jaringan Transportasi Perkotaan Kawasan Mamminasata berisi

informasi: rencana pembangunan jaringan Transportasi Jalan dan KA, rencana pembangunan

jaringan transportasi laut, transportasi udara dan ASDP.

Bab IX Penutup merupakan bagian akhir laporan yang memberikan bahasan kesimpulan dan

rekomendasi serta pengantar rencana kerja selanjutnya (laporan akhir).

DIT. BSTP

Page 11: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

II - 1

BAB II

REVIEW KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DAN SISTEM TRANSPORTASI

KAWASAN AGLOMERASI MAMMINASATA 2.1 Sistem Transportasi Nasional dan Pulau Sulawesi

Sistem transportasi nasional (SISTRANAS) adalah tataran yang terorganisir Merupakan tatanan

transportasi yang terorganisir secara kesisteman yang terdiri dari transportasi jalan, transportasi

kereta api, transportasi sungai dan danau, transportasi penyeberangan, transportasi laut,

transportasi udara serta transportasi pipa, yang saling berinteraksi dengan dukungan perangkat

lunak dan perangkat pikir membentuk sistem pelayanan jasa transportasi yang efektif dan efisien

yang berfungsi melayani perpindahan orang dan atau barang yang terus berkembang secara

dinamis.

Tujuan SISTRANAS adalah terwujudnya transportasi yang handal dan berkemampuan tinggi

dalam menunjang dan sekaligus menggerakkan dinamika pembangunan, meningkatkan

keselamatan, meningkatkan mobilitas manusia, barang dan jasa, mendorong pertumbuhan

ekonomi dan perdagangan, menjega keserasian lingkungan hidup, serta lebih memantapkan

keamanan nasional dalam rangka perwujudan Wawasan Nusantara.

SISTRANAS diwujudkan dalam 3 tataran, yaitu Tataran Transportasi Nasional (TATRANAS),

Tataran Transportasi Wilayah (TATRAWIL) dan Tataran Transportasi Lokal (TATRALOK).

1. Tataran Transportasi Nasional (Tatranas)

Merupakan tatanan transportasi yang terorganisir secara kesisteman yang terdiri dari

transportasi jalan, transportasi kereta api, transportasi sungai dan danau, transportasi

penyeberangan, transportasi laut, transportasi udara serta transportasi pipa yang masing-

masing terdiri dari sarana dan prasarana, kecuali pipa, yang saling berinteraksi dengan

dukungan perangkat lunak dan perangkat pikir membentuk sistem pelayanan jasa

transportasi yang efektif dan efisien yang berfungsi melayani perpindahan orang dan atau

barang antar simpul atau kota nasional (SKN), dan dari simpul atau kota nasional ke luar

negeri atau sebaliknya.

DIT. BSTP

Page 12: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

II - 2

2. Tataran Transportasi Wilayah (Tatrawil)

Merupakan tatanan transportasi yang terorganisir secara kesisteman yang terdiri dari

transportasi jalan, transportasi kereta api, transportasi sungai dan danau, transportasi

penyeberangan, transportasi laut, transportasi udara serta transportasi pipa yang masing-

masing terdiri dari sarana dan prasarana, kecuali pipa, yang saling berinteraksi dengan

dukungan perangkat lunak dan perangkat pikir membentuk sistem pelayanan jasa

transportasi yang efektif dan efisien yang berfungsi melayani perpindahan orang dan atau

barang antar simpul atau kota wilayah (SKW), dan dari SKW ke SKN atau sebaliknya.

3. Tataran Transportasi Lokal (Tatralok)

Merupakan tatanan transportasi yang terorganisir secara kesisteman yang terdiri dari

transportasi jalan, transportasi kereta api, transportasi sungai dan danau, transportasi

penyeberangan, transportasi laut, transportasi udara serta transportasi pipa yang masing-

masing terdiri dari sarana dan prasarana, kecuali pipa, yang saling berinteraksi dengan

dukungan perangkat lunak dan perangkat pikir membentuk sistem pelayanan jasa

transportasi yang efektif dan efisien yang berfungsi melayani perpindahan orang dan atau

barang antar simpul atau kota/kabupaten (SKL), dan dari SKL ke SKL terdekat atau

sebaliknya dan dalam kota/kabupaten.

Ketiga tataran transportasi tersebut saling terkait satu sama lain dan tidak dapat dipisahkan

karena pelayanan perpindahan orang dan barang dari kota wilayah maupun kota lokal ke

kota nasional tidak dapat dilakukan oleh salah satu tataran transportasi saja melainkan

harus terpadu bersama-sama dengan kedua tataran transportasi lainnya. Demikian

sebaliknya, orang dan barang dari kota nasional menuju kota wilayah dan kota lokal harus

dilayani ketiga tataran transportasi di atas.

Kebijakan dan strategi nasional sektor transportasi adalah untuk mendukung visi, misi dan tujuan

pembangunan yang ditetapkan dalam RPJP (Rencana Pembangunan Jangka Panjang) 2005-2025

dan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) dan Rencana Tata Ruang Wilayah

Regional (RTRWR). Visi dan misi RPJP adalah untuk mewujudkan bangsa yang mandiri,

unggul, adil dan sejahtera. Jangka waktu RPJP adalah selama 20 tahun dan terbagi atas rencana

pembangunan nasional lima tahunan (jangka menengah) atau (RPJM), yaitu RPJM-I tahun 2005-

2009, RPJM-II tahun 2010-2014, RPJM-III tahun 2015-2019 dan RPJM-IV tahun 2020-2024.

DIT. BSTP

Page 13: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

II - 3

Visi RPJM-I adalah:

• mewujudkan masyarakat, rakyat dan bangsa yang aman, bersatu, harmonis dan damai.

• mewujudkan masyarakat, rakyat dan bangsa yang dilindungi oleh hak asasi manusia secara

adil.

• mewujudkan ekonomi yang sejahtera yang menyediakan kesempatan kerja yang cukup dan

kehidupan yang layak dalam rangka pembangunan berkelanjutan.

Misi RPJM-I adalah pembangunan bangsa yang aman/damai, merata/demokratis dan sejahtera.

Pembangunan prasarana merupakan bagian integral dari RPJM-I. Prasarana transportasi yang

efisien dan efektif akan mendukung pertumbuhan ekonomi, pembangunan daerah dan persatuan

bangsa.

Pembangunan Sistem Transportasi Nasional yang selaras diperlukan untuk mewujudkan jaringan

transportasi terpadu, tata ruang nasional, dan pembangunan daerah yang berkelanjutan dengan

menyediakan pelayanan bagi masyarakat, rakyat dan produksi-pemasaran baik untuk daerah

perkotaan maupun perdesaan. Visi Sistranas adalah mewujudkann system transportasi yang

efisien dan efektif. Sistranas adalah kombinasi angkutan antar-moda dan multi-moda serta baik

di tingkat nasional maupun daerah. Fasilitas jalan adalah moda angkutan utama dan berperan

penting dalam mendukung pembangunan nasional dan daerah, desentralisasi dan persatuan

nasional dan dalam menyediakan akses bagi masyarakat, rakyat dan usaha pada berbagai fasilitas

dan layanan.

Terdapat beberapa studi eksisting mengenai system transportasi di Sulawesi. Studi-studi berikut

ini telah ditinjau:

(1) Studi Pembangunan Transportasi Terpadu Pulau Sulawesi

Studi ini merupakan studi yang baru-baru in dirampungkan mengenai transportasi multi-

moda yang ditugaskan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen

Perhubungan. Laporan akhirnya telah disampaikan pada bulan November 2006. Tahun

targetnya adalah 2022. Studi ini menekankan peran transportasi feri dan udara. Diusulkan

beberapa rute feri/pelayaran baru (Bitung-Mindanao, Kendari-Ambon, dll.) dan bandara

baru (Mamasa, Palopo, Pasangkayu, dll.), meskipun perencanaan jalan terfokus pada

peningkatan dan penguatan jalan eksisting. Program pembangunan tersebut di atas

mengusulkan target lima tahunan untuk periode 2007-2012, 2013-2017 dan 2018-2022.

DIT. BSTP

Page 14: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

II - 4

(2) Studi Rencana Umum Jaringan Transportasi Jalan Primer Pulau Sulawesi

Studi ini rampung pada tahun 2003 oleh sebuah kelompok konsultan dari ITB (Institut

Teknologi Bandung) dengan biaya dari Departemen Perhubungan. Tahun targetnya

adalah 2023. Studi ini bertujuan untuk memperkuat koordinasi dalam perencanaan dan

pelaksanaan proyek-proyek jalan di antara instansi terkait yang menghadapi kesulitan

setelah era desentralisasi. Studi ini membuat database jalan, perkiraan kebutuhan

lalulintas ke depan, dan evaluasi kebutuhan peningkatan jalan menurut sub-ruas jalan.

Menilai dari laporan akhirnya, kelihatannya yang ditekankan adalah pengembangan

model angkutan yang dapat diterapkan yang dapat digunakan oleh berbagai pihak.

Berdasarkan metodologi pengembangannya dan serangkaian kriteria evaluasi,

studi ini mendata semua ruas jalan dengan besaran peningkatan yang diperlukan dalam

hal jumlah lajur.

(3) Studi Pengembangan Sistem Jaringan Jalan di Pulau Sulawesi

Studi yang ditugaskan oleh Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah ini rampung

pada tahun 2001. Tahun targetnya adalah 2020. Studi ini mencakup lingkup yang luas

dari aspek-aspek terkait seperti kebijakan pembangunan daerah rencana tata ruang

eksisting selain dari perencanaan jaringan jalan. Dalam studi ini, dilakukan pula survei

inventaris jalan terbatas. Metodologi studi ini sama dengan studi MOC tersebut di atas.

Studi ini mengajukan rencana peningkatan jalan mendetail untuk setiap periode 5 tahunan

dari tahun 2001 sampai 2020. Pembangunan 3 jalan kecil dengan total panjang 130 km

juga diajukan.

2.2 Kebijakan Pembangunan Provinsi Sulawesi Selatan

Arah Pembangunan Jangka Panjang Tahun 2006-2028 Provinsi Sulawesi selatan yang terkait

dengan penataan ruang, sistem transportasi dan pengembangan kawasan perkotaan dan

perdesaan, adalah:

1. Pembangunan Transportasi

Diarahkan untuk mendukung kegiatan sosial ekonomi untuk mewujudkan Provinsi Sulawesi

Selatan sebagai satu kesatuan sosial ekonomi yang menjamin keseimbangan dan pemerataan

pembangunan antar-daerah dan senantiasa memperhatikan pertimbangan kelestarian fungsi

lingkungan hidup.

DIT. BSTP

Page 15: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

II - 5

Pembangunan transportasi dilaksanakan dengan membangun jaringan transportasi yang andal

dan terintergerasi satu sama lain yang menghubungkan semua pusat-pusat pelayanan dan

pengembangan guna meningkatkan kualitas distribusi akses fisik yang pada gilirannya

mendukung keterkaitan sistem produksi dan distribusi dan pelayanan sosial ekonomi, termasuk

mobilitas penduduk yang semakin merata, di seluruh wilayah Sulawesi Selatan.

Untuk maksud tersebut, beberapa arahan kebijakan adalah sebagai berikut: (a) menyediakan

pelayanan angkutan umum masal di daerah perkotaan yang didukung pelayanan pengumpan

yang aman, nyaman, tertib, terjangkau dan ramah lingkungan serta bersinergi dengan kebijakan

tata guna lahan, dan didukung oleh budaya berlalu lintas yang tertib dan disiplin, (b) pelayanan

transportasi di wilayah perdesaan dikembangkan melalui sistem transportasi perintis yang

berbasis masyarakat (community based) dan wilayah yang memprioritaskan pengembangan

keterkaitan ekonomi desa-kota, khusus kemudahan akses ke pasar kota, karena merupakan

saluran utama bagi penduduk perdesaan untuk memperoleh kebutuhan mereka sebagai pengganti

hasil pertaniannya. Koordinasi yang baik terhadap sistem ini akan memberikan dampak yang

luas serta menguntungkan petani yang merupakan bagian terbesar dari penduduk Sulawesi

Selatan; (c) mempercepat dan memperlancar pergerakan penumpang dan barang melalui

perbaikan manajemen transportasi antarmoda; meningkatkan pembangunan jalan bebas

hambatan pada koridor-koridor strategis angkutan barang antarpulau dan angkutan laut

konvensional yang terintergrasi dengan armada nasional, serta angkutan komoditas khusus,

seperti hasil perikanan dan pertanian (fresh good and high value) dengan mods transportasi

udara; (d) mengembangkan sistem transportasi yang andal dan berkemampuan tinggi yang

bertumpu pada aspek keselamatan, dan keterpaduan antarmoda, antarsektor, antarwilayah, aspek

sosial budaya, dan profesionalitas pelaku dan penyedia layanan transportasi serta menerapkan

dan mengembangkan teknologi transportasi yang tepat guna, hemat energi, dan ramah

lingkungan.

2. Pembangunan perkotaan

Pembangunan perkotaan yang dilaksanakan mengacu kepada sistem pembangunan perkotaan

nasional guna mencegah terjadinya pertumbuhan fisik kota yang tidak terkendali (urban sprawl

& conurbation) diarahkan untuk meningkatkan akses dan jangkauan pelayanan sosial ekonomi

serta kesempatan kerja dan peluang usaha bagi segenap lapisan masyarakat yang merupakan

syarat harus bagi terwujudnya pemerataan kesejahteraan.

DIT. BSTP

Page 16: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

II - 6

Arah pembangunan perkotaan dan perdesaan dijabarkan dalam bentuk:

a. Meningkatkan kemampuan pengelolaan kota dan desa di bidang pembiayaan prasarana,

sarana umum, pelayanan sosial (pendidikan, kesehatan, keamanan dan kejahatan perkotaan,

perumahan) dan pengelolaan tata ruang serta pertanahan, antara lain melalui peningkatan

kerjasama antar pemerintah kota dan swasta.

b. Mendorong pembangunan perdesaan sebagai target utama dari upaya pengentasan

kemiskinan dan keterbelakangan, melalui pengembangan agroindustri padat pekerja,

terutama bagi kawasan yang berbasiskan pertanian dan kelautan; peningkatan kapasitas

tenaga kerja di perdesaan khususnya dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya;

pengembangan jaringan infrastruktur penunjang kegiatan produksi di kawasan perdesaan

dan kota-kota kecil terdekat dalam upaya menciptakan keterkaitan fisik, sosial dan ekonomi

yang saling komplementer dan saling menguntungkan; peningkatan akses informasi dan

pemasaran, lembaga keuangan, kesempatan kerja, dan teknologi; pengembangan

kelembagaan masyarakat; serta intervensi harga dan kebijakan perdagangan yang berpihak

ke produk pertanian, terutama terhadap harga dan upah, sehingga dapat menjaga atau

bahkan meningkatkan pangsa pasarnya, baik ditingkat lokal maupun global.

c. Meningkatkan asksesibilitas antara kota dengan desa melalui peningkatan keterkaitan

kegiatan ekonomi di wilayah perkotaan dengan kegiatan ekonomi di wilayah perdesaan yang

antara lain diwujudkan dalam suatu kawasan pengembangan ekonomi. Peningkatan

keterkaitan tersebut memerlukan adanya perluasan dan diversifikasi aktivitas ekonomi dan

perdagangan (nonpertanian) di perdesaan yang terkait dengan pasar di perkotaan.

d. Mengendalikan pertumbuhan Kota Makassar dalam suatu sistem wilayah pembangunan

metropolitan yang kompak, nyaman, efisien dalam pengelolaan, serta mempertimbangkan

pembangunan yang berkelanjutan melalui: (a) penerapan manajemen perkotaan yang

meliputi optimasi dan pengendalian pemanfaatan ruang serta pengamanan zona penyangga

di sekitar kota inti dengan penegakan hukum yang tegas dan adil, serta peningkatan peran

dan fungsi kota-kota menengah dan kecil di sekitar kota Makassar agar kota-kota tersebut

tidak hanya berfungsi sebagai kota tempat tinggal (dormitory town) saja, tetapi juga menjadi

kota mandiri; (b) pengembangan kegiatan ekonomi kota yang ramah lingkungan seperti

industri jasa keuangan, perbankan, asuransi, dan industri telematika serta peningkatan

kemampuan keuangan daerah perkotaan; dan (c) revitalisasi kawasan kota yang meliputi

pengembalian fungsi kawasan melalui pembangunan kembali kawasan; peningkatan kualitas

DIT. BSTP

Page 17: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

II - 7

lingkungan fisik, sosial, budaya; serta penataan kembali pelayanan fasilitas publik, terutama

pengembangan sistem transportasi masal yang terintegrasi antarmoda.

2.3 Strategi Pengembangan Tata Ruang Kawasan Aglomerasi Mamminasata (MM)

2.3.1 Mamminasata sebagai Pusat Logistik dan Perdagangan di Kawasan Timur Indonesia

Rencana tata ruang yang ada menggambarkan bahwa wilayah Mamminasata akan berfungsi

sebagai pusat kawasan timur Indonesia. Diharapkan pula bahwa Mamminasata akan memiliki

jaringan internasional dengan negara-negara ASEAN dan negara-negara lainnya di Asia Timur.

Perhatian khusus perlu diluangkan untuk Kawasan Pertumbuhan ASEAN Timur yang dibentuk

oleh sejumlah negara seperti Brunei, Indonesia, Malaysia, dan Pilipina (BIMP-East ASEAN

Growth Area). Gambaran tentang fungsi ini adalah seperti yang dicantumkan pada Gambar 2.1.

Sumber: Tim Studi JICA, 2006

Gambar 2.1: Gambaran Fungsi Sentra oleh Mamminasata

Fungsi sebagai “Pusat” tidak boleh dibatasi hanya pada transportasi di Kawasan Timur

Indonesia. Berdasarkan teori pengembangan klaster, fungsi Mamminasata diusulkan menjadi

“Pusat Logistik dan Perdagangan”. Karena itu rencana tata ruang disarankan agar

diimplementasikan secara strategis sehingga Mamminasata akan berfungsi sebagai sebuah pusat

logistik dan perdagangan di Kawasan Timur Indonesia dan Asia Timur.

Agar berfungsi sebagai pusat yang efektif, Wilayah Mamminasata harus mengembangkan sektor

DIT. BSTP

Page 18: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

II - 8

perdagangan dan manufakturnya secara bersamaan dan dikoordinasikan dengan baik. Jika sektor

manufaktur dikembangkan di Wilayah Mamminasata dalam tingkatan tertentu, maka bahan baku

yang berasal dari Kalimantan, Papua dan pulau-pulau lainnya di Kawasan Timur Indonesia dapat

diolah dan dirakit di wilayah Mamminasata. Melalui proses penambahan nilai seperti itu, nilai

ekonomi yang lebih tinggi akan dihasilkan di Wilayah Mamminasata.

Fungsi industri pengolahan saat ini yang terkonsentrasi di Pulau Jawa (utamanya di Surabaya

bagi produk-produk tanpa proses pengolahan yang berasal dari Wilayah Mamminasata)

diharapkan akan secara strategis beralih ke Wilayah Mamminasata sesegera mungkin, dan dalam

jangka panjang, fungsi ini akan lebih jauh dialihkan ke pusat-pusat lainnya di Kawasan Timur

Indonesia.

<Situasi Saat ini > Pulau Jawa

(Pusat Pengolahan)

Sulawesi Selatan (Pusat Produksi)

Kawasan Timur Indonesia (Pemasok bahan/material)

<Pergeseran Fungsi Pusat Pengolahan >

Pulau Jawa Sulawesi Selatan Kawasan Timur Indonesia

Gambar 2.2 Pengalihan ke Pusat Pengolahan dalam jangka pendek dan jangka panjang

Sebagai contoh, pengolahan biji kakao yang dikirim ke Surabaya dapat dialihkan ke Makassar

melalui perbaikan sarana perhubungan/transportasi dan prasarana lainnya, serta melalui sejumlah

insentif fiskal yang diberikan di Mamminasata. Demikian juga, sampah daur ulang yang dikirim

ke Surabaya yang dikembalikan ke Makassar setelah proses pengolahan diharapkan dapat

diproses di Mamminasata jika telah dipilah dengan baik dan dipasok di daerah ini. Kendala

harus dieliminasi sehingga produk-produk yang berbasis sumber daya dapat diproses secara lokal

dan lokalisasi dapat dipromosikan lintas negara.

2.3.2 Mamminasata sebagai Pelopor Seluruh Pembangunan di Sulawesi

Wilayah Mamminasata memberi kontribusi sebesar 36% PDB di Sulawesi Selatan, dengan

tingkat pertumbuhan yang lebih tinggi pada PDRB dan produktivitas tenaga kerja yang lebih

tinggi dari pada kabupaten/kota lainnya. Sebagian besar sumber daya di Sulawesi Selatan diolah

di dan/atau dipasarkan melalui Makassar dan Wilayah Mamminasata. Secara ekonomis dan

finansial, wilayah Mamminasata harus memimpin pembangunan di Provinsi Sulawesi Selatan

dalam jangka pendek dan jangka panjang dengan menciptakan jaringan kegiatan ekonomi di

kabupaten/kota dalam provinsi.

DIT. BSTP

Page 19: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

II - 9

Penciptaan jaringan di Sulawesi Selatan, dengan Mamminasata sebagai pusat daerah dan kota-

kota lainnya sebagai pusat sub-daerah, sangat penting dilakukan demi tercapainya keseimbangan

pembangunan daerah, serta mengurangi berbagai macam resiko. Jika jaringan semacam itu tidak

dikembangkan, maka ketidaksetaraan daerah akan semakin meningkat baik secara ekonomis

maupun secara sosial yang memperburuk lingkungan di berbagai tempat.

Secara strategis, Mamminasata akan membentuk sebuah Klaster Mamminasata yang

mengembangkan jaringan untuk berbagai kegiatan ekonomi dalam wilayah Mamminasata dan

mengundang kabupaten-kabupaten atau kota-kota lain di Provinsi Sulawesi Selatan untuk

membentuk Klaster Sulawesi Selatan. Klaster-klaster semacam itu tidak boleh dibatasi hanya

untuk Mamminasata dan Sulawesi Selatan saja. Klaster-klaster tersebut dapat dikembangkan

secara lebih luas hingga mencakup seluruh Sulawesi sehingga membentuk Klaster Pulau

Sulawesi. Upaya-upaya pengembangan jaringan dalam klaster-klaster ini perlu dijabarkan lebih

jauh namun difasilitasi melalui pengembangan jaringan transportasi darat, laut, dan udara. Dalam

hal ini, pengembangan Jalan Trans-Sulawesi, serta dukungan perluasan pelabuhan laut dan

pelabuhan udara di Mamminasata akan memainkan peranan penting. Jika usulan pemindahan

fungsi-fungsi pengolahan bahan baku dari Surabaya ke Mamminasata dapat terwujud, maka

secara perlahan-lahan namun pasti, perpindahan tersebut pada gilirannya akan beralih ke

Sulawesi Selatan dan Pulau Sulawesi dalam jangka menengah dan jangka panjang.

Gambar 2.3 Struktur Tata Ruang Sulawesi Selatan di Masa Depan

DIT. BSTP

Page 20: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

II - 10

Dengan demikian, Mamminasata berfungsi mengarahkan seluruh pembangunan di Sulawesi dan

Kawasan Timur Indonesia.

Gambar 2.4 Gambaran Klaster Berbasis Kakao di Sulawesi Selatan

2.4 Sistem Jaringan Transportasi Kawasan Mamminasata

2.4.1 Isu-Isu Utama Jaringan Transportasi Kawasan Mamminasata

Jaringan transportasi di Mamminasata terdiri atas transportasi darat, laut dan udara. Transportasi

darat merupakan sub-sektor utama yang perlu ditingkatkan untuk pelayanan transportasi yang

lebih baik di Wilayah Aglomerasi Mamminasata.

Provinsi Sulawesi Selatan memiliki jalan nasional sepanjang 1.556 km dan jalan propinsi 1.209

km, di bawah yurisdiksi Dinas Prasarana Wilayah Provinsi Sulawesi Selatan. Jaringan jalan

membentang sepanjang pantai timur dan barat dan melewati dataran tinggi di bagian tengah

semenanjung ini.

DIT. BSTP

Page 21: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

II - 11

Gambar 2.5: Jaringan Jalan Sulawesi Selatan

Jalan-jalan yang ada di Mamminasata dikelompokkan seperti tercantum pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1: Jenis dan Panjang Jalan yang Ada di Mamminasata

Jenis Jalan Maros Makassar Gowa Takalar Total Length Jalan 82,08 km 66,24 km 20,87 km 24,24 km 193,43 km Nasional (Semuanya Jalan Arteri) Jalan - - 188,90 km - 188,90 km Provinsi (Total Panjang Jalan Kolektor 138,33 km) Subtotal 82,08 km 66,24 km 209,77 km 24,24 km 382,33 km Jalan Lokal 892 km

(177 jalan) 765 km 2.196 km

(573 jalan) 755 km

(384 jalan)

Sumber: Data Informasi, 2005, Dinas Prasarana Wilayah, Provinsi Sulawesi Selatan Data inventori jalan tersedia, meski keakuratan data tersebut masih harus diperbaiki. Standar

desain jalan ditetapkan berdasarkan Pedoman Kapasitas Jalan Raya Indonesia (Indonesian

Highway Capacity Manual), petunjuk rencana geometrik jalan antar kota, dan standar-standar

lainnya. Berdasarkan seluruh standar tersebut dan data inventaris jalan, kondisi jalan di

Mamminasata saat ini dievaluasi sebagaimana yang dirangkum pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2: Kondisi Jalan yang ada di Mamminasata

Baik Biasa Kerusakan Kecil Rusak Serius Jalan Nasional 31,4% 68,2% 0,6% - Jalan Provinsi 39,9% 33,6% 8,7% 17,8%

DIT. BSTP

Page 22: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

II - 12

Saat ini, pelayanan transportasi umum di Mamminasata dijalankan oleh Damri atau bus besar (kira-kira 30 unit), Pete Pete mini-bus (kira-kira 7000 dengan 3 klasifikasi dalam area pelayanan), taksi (kira-kira 2000), dan becak. Menurut survey lalu lintas yang dilakukan dalam studi ini, komposisi kendaraan di Mamminasata didapatkan seperti terlihat pada Gambar 2.6.

6

7

2

57

55

34

19

18

18

13

11

26

2

3

7

3

7

14

0% 20% 40% 60% 80% 100%

InsideMakassar city

Boundary ofMakassar city

Boundary ofMAMMINASATA

Bicycle & Becak MC Car/Taxi/Jeep Bus Pickup Truck

Gambar 2.6: Komposisi Kendaraan menurut Wilayah di Mamminasata

Volume lalu lintas di jalan-jalan utama di Mamminasata telah dihitung, seperti dalam ringkasan

di bawah ini.

Gambar 2.7: Volume Lalu Lintas di

Mamminasata 2005 (Jica, 2006) Gambar 2.8: Volume Lalu Lintas di

Makassar 2005 (Jica, 2006)

DIT. BSTP

Page 23: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

II - 13

Fluktuasi lalu lintas per jam juga telah terlihat di sepanjang jalan-jalan utama. Gambar 2.9 dan

2.10 memperlihatkan pola khas fluktuasi per jam tersebut.

0

1,000

2,000

3,000

4,000

5,000

6,000

7,0006:

00~7

:00

7:00

~8:0

08:

00~9

:00

9:00

~10:

0010

:00~

11:0

011

:00~

12:0

012

:00~

13:0

013

:00~

14:0

014

:00~

15:0

015

:00~

16:0

016

:00~

17:0

017

:00~

18:0

018

:00~

19:0

019

:00~

20:0

020

:00~

21:0

021

:00~

22:0

022

:00~

23:0

023

:00~

0:00

0:00

~1:0

01:

00~2

:00

2:00

~3:0

03:

00~4

:00

4:00

~5:0

05:

00~6

:00

Time

No o

f Veh

icle

s

0

100

200

300

400

500

600

700

800

900

1,000

No

of B

icyc

le &

Bec

ak

Bicycle & BecakTruckPickupBusCar/Taxi/JeepMotorcycle

0

100

200

300

400

500

600

700

800

900

1,000

6:0

0~

7:0

07

:00

~8

:00

8:0

0~

9:0

09

:00

~1

0:0

01

0:0

0~

11

:00

11

:00

~1

2:0

01

2:0

0~

13

:00

13

:00

~1

4:0

01

4:0

0~

15

:00

15

:00

~1

6:0

01

6:0

0~

17

:00

17

:00

~1

8:0

01

8:0

0~

19

:00

19

:00

~2

0:0

02

0:0

0~

21

:00

21

:00

~2

2:0

02

2:0

0~

23

:00

23

:00

~0

:00

0:0

0~

1:0

01

:00

~2

:00

2:0

0~

3:0

03

:00

~4

:00

4:0

0~

5:0

05

:00

~6

:00

Time

No

of V

eh

icle

s

0

10

20

30

40

50

60

70

80

No

of B

icyc

le &

Be

cak

Bicycle & BecakTruckPickupBusCar/Taxi/JeepMotorcycle

Gambar 2.9: Fluktuasi Per Jam di Jl. Veteran Utara (Titik No.25)

Gambar 2.10: Fluktuasi Per Jam antara Maros dan Pangkep (Titik No.1)

Bila dibandingkan dengan survei lalu lintas tahun 1988, terlihat perubahan berarti di sepanjang

jalan-jalan utama di Makassar. Misalnya, lalu lintas di Jl. Pettarani telah meningkat 3,5 kali dari

yang terhitung di survei lalu lintas tahun 1988.

Tabel 2.3: Perubahan Lalu Lintas di Makassar antara tahun 1988 dan 2005

Unit: 000 kendaraan 2005/1988 (%) 1988 2005

Jl. Urip Sumoharjo 23,7 (26,9) 33,3 (40,5) 141% (151%) Jl. Andi Pangerang Pettarani 10,2 (22,1) 35,8 (62,6) 351% (283%) Jl. Sultan Alauddin 12,7 (19,4) 22,0 (35,1) 173% (181%) Jl. Veteran Selatan 13,7 (20,6) 20,2 (45,1) 147% (219%) Catatan: Angka dalam tanda kurung menunjukkan jumlah motor dan becak. Sumber: Tim Studi JICA dan Ujung Pandang Area Highway Development Studi (JICA 1989)

2.4.2 Strategi Pengembangan Transportasi Darat

Strategi pengembangan jalan dimaksudkan untuk:

i) Mengurangi kemacetan lalulintas saat ini dan di masa yang akan datang;

ii) Memperkuat pertalian ekonomi di dalam wilayah metropolitan Mamminasata, dan

berperan untuk memulai dan/atau mempercepat pertumbuhan ekonomi di wilayah

ini; dan

iii) Memberikan kesempatan yang sama bagi pertumbuhan daerah dengan menyiapkan

DIT. BSTP

Page 24: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

II - 14

akses ke pasar dan tempat-tempat kerja di seluruh penjuru wilayah metropolitan

Mamminasata yang mencakup empat kabupaten/kota, yang saat ini menunjukkan

kesenjangan yang lebar dalam hal standar hidup.

Berdasarkan survei wawancara OD (Asal Tujuan) di 28 titik, tabel OD terkini dibuat. Jalur yang

paling disukai melintasi wilayah Mamminasata telah terungkap seperti pada Gambar 2.11.

Gambar 2.11: Jalur yang paling disukai di wilayah Mamminasata

Tabel OD kedepan dikalibrasi melalui 4 langkah prosedur prakiraan: (i) peningkatan

lalulintas berdasarkan pertumbuhan kendaraan terdaftar, (ii) lalulintas bangkitan/tarikan

diperkirakan melalui model regresi multipel, dan (iii) distribusi lalulintas berdasarkan

metode pola terkini melalui kalkulasi konvergensi dari metode Frator. Volume lalu lintas

di sepanjang jalan-jalan utama di tahun 2005 dan 2020 diperbandingkan pada Gambar

2.12, beserta tingkat kepadatannya bila peningkatan jaringan jalan tidak dilakukan.

1 2

3

4

5

6

7 8

9

10

11

12 13

14

15

1.000 2.500 5.000 kendaraan

Bone

Sinjai

Bulukumba Bantaeng

Jeneponto

Makassar

Pangkep

Barru Soppeng

Kabupaten Lain

Wilayah Metropolitan MAMMINASATA

Takalar Gowa

Maros

DIT. BSTP

Page 25: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

II - 15

218218405363385404

413

397

293

237

191

155

126

100

100

100

977

126

268

176

68

40

40

32

16

24

10

22

107

94

355

221221

221

30

27

13

13

7633

0275

249

175

42 91 68 46

83

133135

109411524733

49

176 21

4

83

63

49

107

23

2313

4532

49

94

627

10744

53

35

43

63

11135

146

27

4136

37

38

38

46

462

7

9

31

23

12

11

47

14

370

0

47

87

92

11

94

75

111

28821527

9404

2805712

1

6427

3301

221

570

825

867

161

4153

67 12012

66

199105355

176

146

221

682261

111

121

115

100

2.00<VCRscale: 1mm =30000(pcu)

42974879170412241

314

1408

1424

1023

977

821

540

415

294

294

231

35127

275

547

473

205

100

100

150

59

82

57

151

2633

24

760

422422

422

105

170

79

801

9394

3

916

818

488

90 384 332 265

479

377391

3347461143 2130

397

498 68

7

239

95

273

315

58

58

119

274

156

397

176

1780

315168

288

221

273

148

465414

674

77

174159

136

63

63

166

166

156

156

88

93

28

209

162

108

54

194

86

134

1

53

51

252

427

255

120

351

190

465

45045258

2899

65236241

5

130

529651

571

1444

17401

799

428

129

86

82 168102

194582271

760

473

376

564

1976673

250533

326

477

2.00<VCRscale: 1mm =30000(pcu)

2005 2020

Gambar 2.12: Rasio Volume Lalu Lintas dan Kepadatan tanpa Pembenahan

Beberapa rencana perbaikan jalan telah dibuat sejauh ini. Studi JICA tahun 1989 mengenai

“Pengembangan Jalan Raya Ujung Pandang” merekomendasikan, di antaranya, konstruksi

rangkaian jalan-jalan lingkar di dalam dan sekitar Makassar. Rencana tata ruang Mamminasata

yang di susun oleh BKSPMM umumnya mengikuti rencana jalan lingkar dan merekomendasikan

untuk membenahi jaringan jalan antar kota di Mamminasata. Rencana Pengembangan Kota

Makassar untuk tahun 2005~2025 juga menggabungkan jaringan jalan lingkar sebagai jalan

utama ke dalam rencana-rencana mereka.

DIT. BSTP

Page 26: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

II - 16

Gambar 2.13: Rencana Pembenahan Jalan

yang ada

Gambar 2.14: Proyek-proyek Jalan yang

Sedang Berlangsung (2005)

Beberapa proyek pembenahan jalan sedang dilaksanakan. Proyek tersebut adalah (i) Akses

Takalar (Jl. Poros Takalar), (ii) Jl. Hertasning, (iii) Jl. Ir. Sutami (jalan tol), (iv) Jl. Perintis

Kemerdekaan dan Jl. Urip Sumoharjo, serta (v) Jalan

lingkar tengah.

Sebelum penyusunan rencana perbaikan jalan, beberapa

strategi dalam formasi jaringan jalan telah didiskusikan

sebagai berikut:

Jalan Trans-Sulawesi

Dalam jangka panjang, direncanakan pembangunan jalan

bebas hambatan Trans-Sulawesi dan rencana tata ruang

Mamminasata sebaiknya mempertimbangkan adanya jalan

bebas hambatan tersebut. Di Wilayah Mamminasata, dua

rute alternatif jalan Trans Sulawesi akan dipertimbangkan;

(i) rute yang mengarah ke timur Makassar untuk akses

lebih mudah ke kota, atau Rute A, dan (ii) rute yang mengarah ke barat Makassar guna

pelayanan yang lebih baik terhadap pusat perkotaan baru, atau rute B. Studi Sektor Transportasi

(Jica, 2006) menunjukkan Rute A lebih baik dan ini memungkinkan tetap dimanfaatkannya lahan

JJll.. IIrr.. SSuuttaammii

JJll.. PPeerriinnttiiss KKeemmeerrddeekkaaaann

JJll.. HHeerrttaassnniinngg

MMiiddddllee RRiinngg RRooaadd

AAkksseess TTaakkaallaarr ((JJll.. PPoorrooss TTaakkaallaarr))

RRRuuuttteee BBBaaarrruuu

PPPeee llleeebbbaaarrraaannn /// PPPeeerrrbbbaaa iiikkkaaannn

Gambar 2.15: Rute-rute alternatif

DIT. BSTP

Page 27: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

II - 17

yang telah dibebaskan untuk Jalan Lingkar Tengah bagian selatan.

Mamminasata ByPass

Untuk memfasilitasi pusat perkotaan baru yang akan dikembangkan di daerah timur Makassar,

sebuah jalan raya Mamminasata sebaiknya diprogramkan ke arah timur lokasi yang ada untuk

Jalan Lingkar Luar. Ini juga akan dapat mengurangi volume lalu lintas dengan pembangunan

terminal regional di jalan raya tersebut, dan juga jalan memutar Trans-Sulawesi, “Rute A”.

Jalan Radial Timur-Barat

Kebutuhan akan Jalan radial baru dari Makassar mengarah ke timur tak dapat dihindarkan,

khususnya untuk pengembangan pusat perkotaan baru. Tiga rute diusulkan; (i) perbaikan Jl.

Abdullah Daeng Sirua dengan mengubah arus air sungai Lekopancing ke pipa urung-urung

bawah tanah untuk mengamankan lebar jalan 30~50 m, (ii) memperpanjang Jl. Boulevard-

Panakukang sebagai rute arus bolak balik, dan (iii) perpanjangan Jl. Hertasning yang mengarah

ke Jl. Malino untuk mengurangi kepadatan di daerah Sungguminsa. Jalan radial timur-barat harus

di bangun serentak dengan rencana pengembangan pusat perkotaan baru.

Akses ke Zona Industri Baru

Perbaikan jalan juga akan dibutuhkan untuk pembangunan kawasan industri baru. Beberapa rute

alternatif akan dikaji lebih lanjut berdasarkan implementasi rencana pengembangan industri

seperti KIMA, KIROS, KIWA dan KITA.

Berdasarkan kondisi jalan yang ada dan prakiraan lalu lintas, dan juga rencana perbaikan yang

diberlakukan, daftar panjang proyek perbaikan jalan diusulkan seperti yang terlihat dalam Tabel

2.4.

DIT. BSTP

Page 28: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

II - 18

Tabel 2.4: Daftar Proyek Perbaikan Jalan yang Teridentifikasi

Nama Jalan Pekerjaan Lebar Panjang Pembebasan

Tanah Keterangan

1 Perintis Pelebaran 42m 14km >90%

2 Jalan Layang Baru 30m 200 >90%

2 Ir. Sutami dengan 1 Jalan

Layang

Pelebaran 70m 11km >90%

3 Alauddin Pelebaran 40m 5km >90%

4 Akses Malino Pelebaran 30m 9km T.T

5 Jalan Lingkar Tengah Baru 40m 8km >70%

6 KIMA (Jl Kapasa Raya) Pelebaran 40m 5km >90%

7 Akses Tanjung Bunga Baru 20m 6km 0%

8 Poros Takalar Pelebaran 25m (4+)23k

m

>90% 4 km selesai

9 Bypass Mamminasa baru 100m 30+10km 0% 10 km di selatan

Jeneberang

Jembatan Bypass

Mamminasa

Baru 50m 350m 0%

10 Abdullah Daeng Sirua Baru 35m 15km >50%

11 Sekitar Bandar udara Pelebaran 20m 10km 0%

12 Akses Bandar udara Baru 40m 18km >50%

13 Trans Sulawesi Baru 90m 30+5+20 0% 30 km: Bagian

utara Jalan Lingkat

Tengah

5+20 km: Bagian

selatan sungai

Jeneberang

Jembatan Trans Sulawesi Baru 40m 400m 0%

14 Hertasning Baru 25m 14+7km >50% 7 km perluasan

lanjutan ke timur

15 Akses KIWA Baru 40m 13km 0%

16 Sekitar Sungguminasa Pelebaran 15m 15km 0%

Total 268km

Keterangan: T.T = Tidak Tersedia

DIT. BSTP

Page 29: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

II - 19

Gambar 2.16: Jaringan Jalan Usulan di Mamminasata

Berdasarkan tinjauan rencana yang ada dan strategi pengembangan dilakukan prakiraan lalu

lintas untuk tahun 2010, 2015 dan 2020.

Prosedur dalam menyeleksi ruas jaringan jalan yang diprioritaskan untuk ditingkatkan dapat

dilihat pada Gambar 2.17.

Menjelang tahun 2010, volume lalu lintas akan meningkat dan kepadatan makin memburuk jika

tak ada perbaikan sama sekali. Kecuali jika perbaikan di sepanjang Jl. Perintis dan Jl. Sutami

selesai, kepadatan lalu lintas tersebut akan berkurang seperti pada Gambar 2.18.

Keterangan 1. Jalan Perintis Kemerdekaan 2. Jalan Ir. Sutami (Tol) 3. Jalan Trans Sulawesi Mamminasata (Section C) 4. Jalan Poros Malino 5. Jalan Trans Sulawesi Mamminasata (Section B) 6. Rencana Jalan Akses KIMA-Perintis Kemerdekaan 7. Jalan Akses Tanjung Bunga 8. Jalan Poros Gowa-Takalar 9. Jalan Bypass (13) 10. Jalan Abdullah Dg. Sirua 11. Jalan Bandara Sutan Hasanuddin (lama) 12. Jalan Bandara Sutan Hasanuddin (lama) 13. Jalan Bypass 14. Jalan Hertasning Raya 15. Jalan Tembus KIMA-Bypass

DIT. BSTP

Page 30: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

II - 20

Gambar 2.17: Prosedur Pemilihan Ruas Jaringan Jalan Prioritas Untuk Perbaikan

258313481406686684819

697

473

458

358

254189 146

14614

6

17014

181

359

331

161

90

90

8130

45

26

64

1221

14

471

235235 235

71

66

52

52

52491

452

410

262

51 195 169 131

143

214173

208509623 1219

83

311 443

137

78 59

133

34

34

32

8250

83

114

1028

13365

99

87

165

68

15964

330

52

15194

82

98

98

100

100

71

58

35

107

99

66

33

132

69

74

7

1

1

131

219

114

34

139

111

159

379391492619

40972127101359405

327

8861

13212

05

237

4358

105 16416

102257143

471

331

230

283

1114374

160287

189

186

VCR<1.50VCR<2.002.00<VCR

scale: 1mm =30000(pcu)

266313452418699706791

695

484

468

365

263200

145

145

145

17014

188

355

336

161

90

90

81

2945

25

63

129 1

30

985

761761 76

1

71

67

52

52

52558

458

412

262

51 195 169 131

187

210222

190484587 762

55

351 622

145

46 40

76

34

34

30

8455

55

115

607

7648

101

96

165

28

18064

298

43

144

8084

86

86

104

104

72

59

35

117

99

66

33

120

59

71

7

1

1

131

167

81

53

124

117

180

352393502738

44769118109323401

329

853

1105

1132

234

31

36

58 945

111264134

985

336

182

277

730324

122258

179

158

VCR<2.002.00<VCR

scale: 1mm =30000(pcu)

Tanpa perbaikan Dengan perbaikan

Gambar 2.18: Lalu Lintas Tanpa dan Dengan Perbaikan di tahun 2010

Menjelang tahun 2015, volume lalu lintas akan meningkat dan ini membutuhkan pengembangan lagi. Pengembangan tersebut meliputi: (i) bagian selatan jalan lingkar tengah, (ii) Akses Tanjung Bunga, (iii) Poros Takalar, (iv) Trans-Sulawesi (Jeneberang), (v) Jalan raya Mamminasata, (vi) Abdullah Daeng Sirua, dan (vii) Akses Malino. Apabila pengembangan jalan tersebut dilaksanakan, lalu lintas jalan akan berubah seperti pada Gambar 2.19 dan 2.20.

Kondisi Lalu Lintas 2005 Kondisi Lalu Lintas tahun 2020 k b ik

Kondisi Lalu Lintas 2010

Kondisi Lalu Lintas 2015

Kondisi Lalu Lintas 2020

Pengembangan rute-rute padat

Pengembangan rute-rute padat

Pengembangan rute-rute padat

Lalu Lintas meningkat

Lalu Lintas meningkat

Jaringan Masa Depan (2020)

Rencana

Lalu Lintas meningkat

Perb

andi

ngan

Tata Guna Lahan

dengan proyek perbaikan

DIT. BSTP

Page 31: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

II - 21

350510598515 911 9651091

1012

679

657

557

358269

191

191

59

234

484

443

189

97

97

10441

47

43

2092

361292

1020 10201020

93

105

61

621

74791

692

608

361

71 291 253 200

303

339317

2615867721077

194

447 874

177

62 112

103

46

46

71

174103

194

149

830

10381

179

135

217

34

295151

472

68

175

127

105

32

129

129

100

100

79

73

33

157

130

43

162

75

101

1

14

177

359

126

98

219

137

295

394480608892

621169206128458565

488

1109

1324

1384

34176

95

89 12320

151413177

1292

443

256

366

965474

216423

292

249

2.00<VCRscale: 1mm =30000(pcu)

314423634503 970971

780

521

358

715

608

475368

218

218

218

203

385

305

167

91

91

66

6633

57

1411

87

1024

736736 73

6

87

80

58

79

21

74574

420

366

142

71 187 251 197

169

178237

176529666 996

107

532 671

153

94 24 46

46

33

2222

107

551

831

280

51

151

217

280

8736718

161

7810

4

79

79

107

107

53

12

65

175

130

43

144

57

97

9

21

183

345

351

51

402

62

87

432458581840

490113154

123

350438

396

1001

1084

1158

253

1

81

80 16181

129385199

1024

305

164

272

665236

156340

394

112

534

219

224

54

334

368381

452

325

354

35479

516

434492

VCR<2.002.00<VCR

scale: 1mm =30000(pcu)

In 2015

M M

M2

M3

M4

M5

M6

Tanpa perbaikan Dengan perbaikan

Gambar 2.19: Lalu Lintas Tanpa dan dengan Perbaikan di tahun 2015

397641797667109511711123

845

628

1038

894

646526

365

365

365

242

533

425

186

97

97

10570

54

73

2813

45

1333

1000 10001000

100

138

65

8621

93747

619

526

228

90 237 334 266

349

407332

2315938761226

303

637 955

208

98 29

96

58

58

57

2927

303

644

1017

403

78

226

273

403

101661039

165

9913

0

116

116

144

144

85

52

63

230

162

108

54

179

65

127

30

9

227

417

478

78

556

84

101

481498645952

651267293146443533

481

1144

1275

1386

415

76

136

129 265208

189583238

1333

425

252

355

813331

204440

607

119

581

252

326

2

92

465

520523

9655

1

512

542

542116

604

567641

VCR<2.002.00<VCR

scale: 1mm =30000(pcu)

3926127526621015998993

640

418

584

527

306299

357

357

357

236

540

426

181

82

82

9472

52

65

2403

48

1117

799799 79

9

99

153

71

9423

93397

325

366

178

90 175 334 266

322

332335250596868

923

38

483 748

26

35 18

75

58

58

15

4037

38

451

1141

152

232

273

152

445

499

62

166

117

137

89

89

57

57

45

37

81

232

162

54

171

63

120

1

42

77

359

109197

44

443481630

878

555245282150430524

480

1041

1297

1398

367

83

125

219 344375

156620271

1117

426

475

350

723

210381

164

151

505

236

312

247

3

13

61

341246

316

7545

5

377

478

47852472448

175

6

313

55308

39

414

492

535

484333

102

355

257

28850

8

158

75

75

49

199150

381

565

473

331

369

420

26

330

300

2.00<VCRscale: 1mm =30000(pcu)

Tanpa perbaikan Dengan perbaikan

Gambar 2.20: Lalu Lintas Tanpa dan dengan Perbaikan di tahun 2020

Menjelang tahun 2020, dibutuhkan tambahan pengembangan jalan, yaitu (i) Mamminasata By

Pass, (ii) Trans-Sulawesi, (iii) persimpangan bandar udara, (iv) Jl. Kapasa Raya (KIMA), (v)

jalan penghubung kawasan industri KIMA dan KIWA, dan (vi) Hertasning. Kondisi lalu lintas

jalan dengan dan tanpa perbaikan jaringan jalan diperbandingkan, terlihat pada gambar di atas.

DIT. BSTP

Page 32: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

II - 22

Simulasi keadaan lalu lintas dengan pengembangan jaringan jalan tersebut di atas merupakan dasar untuk pengembangan jalan di Mamminasata, seperti direncanakan berikut ini.

Gambar 2.21: Keseluruhan Rencana Jaringan Jalan di Mamminasata

Perlu dicatat bahwa Jalan Lingkar Tengah telah direncanakan untuk dibangun dengan inisiatif

swasta. Kota Makassar telah hampir menyelesaikan pembebasan tanah di bagian selatan Jalan

Lingkar tengah dan melakukan investasi bersama dengan P.T. Karsa Buana Santika. Namun,

dalam hal ini tidak disarankan membangun Jalan Lingkar Tengah di bagian utara yang melintasi

muara Sungai Tallo karena setelah melihat simulasi lalu lintas di atas dan juga dampak negatif

terhadap lingkungan dan diperlukannya investasi yang besar untuk pembangunan pondasi bagian

tanah yang lemah. Uji lingkungan menunjukkan pembangunan bagian utara Jalan Lingkar

Tengah akan menimbulkan dampak yang serius.

DIT. BSTP

Page 33: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

III - 1

BAB III

JARINGAN TRANSPORTASI DAN SISTEM ANGKUTAN UMUM

KAWASAN AGLOMERASI MAMMINASATA

3.1 Umum

Jaringan transportasi meliputi jaringan prasarana dan jaringan pelayanan yang dikelompokkan

menurut wilayah, hirarki, kelas dan sifat pelayanannya. Jaringan terdiri atas simpul dan

keruangan lalu lintas, dimana simpul sebagai ruang untuk menaikkan dan menurunkan,

membongkar dan memuat barang, serta sebagai tempat pertukaran moda. Jaringan transportasi

mewujudkan keterpaduan dan mesinambungan mobilitas manusia, barang dan jasa.

Prinsip dasar dalam pengembangan jaringan yang terpadu secara serasi dan seimbang antara lain:

a. Pengelompokan dalam berbagai tatanan masing-masing memiliki karakteristik fungsional

yang berbeda.

b. Pengelompokan yang saling terkait berdasarkan intensitas.

c. Menentukan peran masing-masing moda secara optimal berdasarkan keunggulan masing-

masing.

d. Optimalisasi sumberdaya yang tersedia, sesuai dengan keterbatasan masing-masing untuk

memperoleh manfaat maksimal dengan pengorbanan yang minimal.

Angkutan umum tumbuh karena perkembangan dan penyebaran penduduk, industri, pertanian,

dan pertambahan yang memerlukan pergerakan atau angkutan dari dan ke berbagai penjuru.

Agar angkutan umum tidak menimbulkan peningkatan kemacetan yang sulit terkendali,

sementara dilain sisi investasi untuk pembangunan fisik jaringan jalan sangat terbatas diperlukan

strategi pengelolaan angkutan umum yang dirumuskan dalam bentuk sistem jaringan trayek

dalam suatu hierarki yang jelas. Strategi pengelolaan angkutan umum untuk menghindari

terjadinya ekonomi biaya tinggi, baik bagi angkutan penumpang terutama bagi angkutan barang

dan industri diperlukan juga dalam bentuk rumusan hierarki yang jelas.

Dengan demikian, jaringan transportasi jalan yang tersedia di kawasan aglomerasi Maminasata

merupakan aset utama dalam penataan sistem angkutan umum, apalagi dengan tingkat

pertumbuhan moda transportasi jalan tidak berbanding lurus dengan pertumbuhan panjang

jaringan jalan di kawasan Aglomerasi Mamminasata. Selain itu, kawasan Aglomerasi

Mamminasata dijumpai jaringan transportasi laut dan udara dengan tersedianya pelabuhan laut

DIT. BSTP

Page 34: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

III - 2

Internasional di Makassar dan pelabuhan Regional Galesong di Kabupaten Takalar serta

pelabuhan lokal Pajjukukang di Kabupaten Maros serta Bandar Udara Sultan Hasanuddin di

Makassar. Titik simpul dalam jaringan transportasi tersebut membutuhkan pelayanan untuk

angkutan umum agar pemakai jasa mendapatkan kemudahan dalam melakukan perjalanan,

dengan artian bahwa tersedianya trayek angkutan umum ke pelabuhan dan bandar udara akan

menjadi alternatif pilihan bagi pemakai jasa untuk menekan biaya perjalanan (Total Travel Cost).

3.2 Metodologi

Jaringan transportasi jalan berdasarkan UU 38 Tahun 2004 adalah prasarana transportasi darat

yang meliputi segala bagian jalan termasuk bangunan pelengkap dengan perlengkapannya yang

diperlukan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di

bawah permukaan tanah, dan/atau air atau di atas permukaan air, kecuali kereta api, jalan lori

dan jalan kabel. Sistem jaringan transportasi jalan merupakan kesatuan ruas jalan yang saling

berhubungan dan merupakan pusat-pusat pertumbuhan dalam wilayah yang berada dalam

pengaruh pelayanannya dalam suatu hubungan hirarki.

Dalam menyusun sistem jaringan transportasi jalan dilakukan dengan mengacu pada rencana tata

ruang wilayah dan dengan memperhatikan keterhubungan antar/atau di dalam kawasan

perkotaan dengan kawasan pedesaan. Sistem ini dibedakan atas sistem jaringan jalan primer dan

jalan sekunder. Jaringan transportasi jalan dikategorikan atas fungsi, status dan kelas, fungsi

jalan terdiri atas :

Jalan arteri yaitu jalan umum yang melayani angkutan utama dengan ciri-ciri perjalanan jauh,

kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara berdaya guna.

Jalan kolektor yaitu jalan umum yang melayani angkutan pengumpul dan pembagi dengan

ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang dan jumlah jalan masuk dibatasi.

Jalan lokal yaitu jalan umum yang melayani angkutan setempat dengan ciri perjalanan jarak

dekat, kecepatan rata-rata rendah dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi.

Jalan lingkungan yaitu jalan umum yang melayani angkutan lingkungan dengan ciri

perjalanan jarak dekat dengan kecepatan rata-rata rendah.

Selanjutnya dari segi status, jalan dikategorikan atas :

Jalan nasional yaitu jalan arteri dan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang

menghubungkan antar ibukota provinsi, jalan strategis nasional, serta jalan tol. Keberadaan

DIT. BSTP

Page 35: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

III - 3

jalan tol dalam sistem jaringan jalan merupakan jalan nasional yang penggunanya diwajibkan

membayar tol guna pengembalian investasi, pemeliharaan dan pembangunan jalan tol.

Jalan provinsi yaitu jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan

ibukota provinsi dan ibukota kabupaten/kota, atau antar kota, atau antar ibukota kabupaten,

atau ibukota kabupaten dengan kota, atau jalan strategis provinsi.

Jalan kabupaten yaitu jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer yang tidak termasuk

pada jalan nasional dan provinsi yang menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota

kecamatan, antar ibukota kecamatan, ibukota kabupaten dengan pusat kegiatan lokal, dan

jalan strategis kabupaten/kota.

Jalan kota yaitu jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder yang menghubungkan

antar pusat pelayanan dalam kota, menghubungkan pusat pelayanan dengan persil,

menghubungkan antar persil, menghubungkan antar pusat pemukiman dan berada di dalam

kota.

Jalan desa yaitu jalan umum yang menghubungkan kawasan dalam desa dan antar

pemukiman serta jalan lingkungan.

Dari segi pengelompokan kelas jalan berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 1993,

terdiri atas :

Jalan kelas I, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan

dengan ukuran lebar tidak melebihi 2500 mm, ukuran panjang tidak melebihi 18.000 mm

dengan muatan sumbu terberat yang diizinkan lebih besar dari 10 ton.

Jalan kelas II, jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan

ukuran lebar tidak melebihi 2.500 mm, ukuran panjang tidak melebihi 18.000 mm dengan

muatan sumbu terberat diizinkan 10 ton.

Jalan kelas III A, jalan kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan

dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 mm, ukuran panjang tidak melebihi 18.000 mm

dan muatan sumbu terberat yang diizinkan 8 ton.

Jalan kelas III B, jalan kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan

dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 mm, ukuran panjang tidak melebihi 12.000 mm

dan muatan sumbu terberat yang diizinkan 8 ton.

Jalan kelas III C, jalan kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan

dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 mm, ukuran panjang tidak melebihi 9.000 mm, dan

muatan sumbu terberat yang diizinkan 8 ton.

DIT. BSTP

Page 36: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

III - 4

Dalam jaringan transportasi jalan, terminal pelabuhan dan bandar udara sebagai titik simpul

moda transportasi yang berfungsi sebagai tempat dipergunakan untuk keperluan menaikkan dan

menurunkan penumpang atau tempat membongkar dan memuat barang, mengatur jadwal

perjalanan serta sebagai tempat terjadinya perpindahan moda transportasi baik intra maupun

antar moda. Terminal transportasi jalan berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan No. 31

Tahun 1995 terdiri atas :

Terminal tipe A, yang berfungsi melayani kendaraan umum, angkutan antar kota, antar

provinsi, dan angkutan lintas batas negara, angkutan antar kota dalam provinsi, angkutan

kota dan angkutan pedesaan.

Terminal tipe B, yang berfungsi melayani kendaraan umum angkutan antar kota dalam

provinsi, angkutan kota dan angkutan pedesaan.

Terminal tipe C, yang berfungsi melayani kendaraan umum untuk angkutan pedesaan.

Jaringan angkutan umum terdiri dari jaringan trayek dan simpul terminal sebagai tempat

perpindahan. Kedua elemen jaringan angkutan umum ini merupakan bagian dari sistem jaringan

transportasi jalan dalam hal ini moda transportasi angkutan umum dioperasikan di dalamnya.

Terdapat beberapa variabel yang berpengaruh dalam menentukan trayek angkutan umum seperti

terlihat pada Gambar 3.1

Gambar 3.1. Perencanaan Jaringan Trayek Angkutan Umum

RTRW

Kebutuhan Jumlah Armada

Fungsi Jalan

Type Terminal

Tingkat Pelayanan Jalan

Jenis Angkutan Umum

JARINGAN TRAYEK

DIT. BSTP

Page 37: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

III - 5

Pola perencanaan trayek angkutan umum berdasarkan keputusan Menteri Perhubungan No.3

Tahun 2003, dikategorikan atas :

Angkutan Lintas Batas Negara (ALBN) dilaksankan dalam jaringan trayek Lintas Batas

Negara.

Angkutan Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) dilaksanakan untuk melayani jaringan trayek

antar kota antar provinsi.

Angkutan Antar Kota Dalam Provinsi (AKDP) dilaksanakan untuk melayani jaringan trayek

antar kota dalam provinsi.

Angkutan Kota (Angkot) dilaksanakan dalam jaringan trayek kota, yaitu trayek yang

seluruhnya berasal dalam satu daerah kota wilayah ibu kota kabupaten atau trayek yang

berasal dalam Daerah Khusus Ibu kota Jakarta. Angkutan kota terdiri atas trayek utama,

cabang,ranting dan langsung.

Angkutan Pedesaan (ANGDES), dilaksanakan dalam jaringan trayek yang berada dalam satu

daerah kabupaten yang menghubungkan kawasan pedesaan dengan kawasan pedesaan,

kawasan ibu kota kabupaten dengan kawasan pedesaan.

Angkutan Perbatasan yaitu dilaksanakan dalam trayek yang menghubungkan:

- antara kota dengan kecamatan yang berbatasan langsung dengan wilayah kabupaten.

- antara kabupaten dengan kecamatan yang berbatasan langsung pada wilayah kota

- antara kota dengan kecamatan yang berbatasan langsung pada wilayah kota tersebut.

- antara kabupaten dengan kecamatan yang berbatasan langsung pada wilayah kabupaten

lain.

Angkutan khusus dalam trayek terdiri atas angkutan antar jemput, angkutan karyawan,

angkutan pemukiman dan angkutan pemadu moda.

Angkutan antar jemput dilaksanakan dalam trayek dengan asal dan tujuan perjalanan tetap

dan sebaliknya.

Angkutan karyawan dilaksanakan dalam trayek yang melayani dari dan ke satu tujuan sentra

kerja dengan beberapa titik asal penumpang.

Angkutan pemukiman dilaksanakan dalam trayek melayani dari dan ke satu kawasan

pemukiman dengan beberapa titik tujuan penumpang.

Angkutan pemadu moda dilaksanakan untuk melayani penumpang dan dari/atau ke terminal,

stasiun kereta api, pelabuhan dan bandar udara kecuali dari terminal ke terminal.

Dalam pengembangan jaringan transportasi jalan, peranan titik simpul seperti terminal,

pelabuhan, dan bandar udara. Perlu menjadi perhatian mengingat trayek yang terbentuk antar

DIT. BSTP

Page 38: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

III - 6

simpul merupakan akses yang dapat meningkatkan kapasitas lalu lintas. Sedangkan kapasitas

lalu lintas merupakan fungsi dari pada tingkat pelayanan transportasi. Untuk itu terdapat 4

(empat) komponen yang dapat ditampilkan dalam rencana jaringan transportasi jalan seperti pada

gambar 3.2

Gambar 3.2. Pengembangan jaringan transportasi jalan

Pelabuhan sebagai titik simpul dan tempat perpindahan antar roda transportasi dalam perannya

dibagi atas, pelabuhan internasional Hub, pelabuhan internasional, pelabuhan nasional,

pelabuhan regional dengan pelabuhan lokal, selain itu bandar udara dalam perannya

dikategorikan atas bandar udara atau pusat penyebaran dan bukan pusat penyebaran (Spoke).

Jaringan transportasi dan sistem angkutan umum di kawasan Mamminasata, beberapa data dan

informasi telah terkumpul sebelumnya melalui survey dan studi. Pada kajian ini akan lebih

mempertajam analisis dan diarahkan pada bagaimana membangun action plan untuk

memudahkan pembangunan dan pengembangan secara sistemik. Beberapa langkah yang akan

dilakukan sekaitan dengan studi ini dapat diuraikan sebagai berikut :

3.2.1 Pengumpulan Data dan Persiapan Pelaksanaan

Persiapan ini bertujuan untuk mengumpulkan data awal, menetapkan rancangan jaringan

sementara dari data awal untuk dipakai sebagai panduan survey, menetapkan ruas yang akan

didata, serta upaya konfirmasi dengan Pemerintah Daerah. Kegiatan yang dilakukan pada

tahapan persiapan ini meliputi :

Fungsi Jalan

Jaringan Transportasi Jalan

Kelas Jalan

Kapasitas Lalu Lintas

Status Jalan

Pelabuhan Terminal Penumpang

Barang Bandar Udara

DIT. BSTP

Page 39: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

III - 7

Mengumpulkan data kelas, fungsi dan status jalan yang ada, termasuk terminal dan sistem

angkutan umum.

Mempersiapkan peta-peta dasar (sesuai dengan jenis pekerjaan) berupa : Peta tata guna

lahan, Peta topografi, serta peta yang berkaitan dengan sistem jaringan jalan kawasan

perkortaan Mamminasata

Menetapkan pola rencana jaringan fungsional pada peta, serta menarik beberapa alternatif

rencana As garis jalan Alinemen Horizontal dan titik letak terminal sesuai dengan kondisi

yang ada.

Membuat estimasi panjang jaringan jalan, lokasi Box Culvert/Gorong-gorong dan

bangunan pelengkap jalan lainnya yang mungkin akan terdapat pada route jalan tersebut.

Koordinasi dan konfirmasi dengan instansi terkait baik di pusat maupun di daerah

termasuk juga mengumpulkan informasi sekitar terminal dan jalur jaringan jalan yang

hirarkis.

Mengumpulkan dan mempelajari laporan-laporan yang berkaitan dengan wilayah yang

dipengaruhi atau mempengaruhi sistem jaringan jalan / jembatan dan atau terminal.

3.2.2 Pengumpulan Data Lapangan

A. Pengukuran Topografi

Tujuan Pengukuran Topografi dalam pekerjaan ini adalah mengumpulkan data koordinat

jaringan dan simpul termasuk lokasi-lokasi bangunan pelengkap lainnya di dalam koridor yang

ditetapkan untuk penyiapan peta Topografi Tata cara pengukuran Topografi menggunakan buku

panduan dari Direktorat Jenderal Bina Marga yang berlaku. Kegiatan yang dilakukan pada

tahapan ini meliputi :

Pengukuran titik kontrol horizontal dan titik kontrol vertikal, pengukuran situasi, serta

Pengukuran Penampang Melintang (bila diperlukan)

Pengukuran pada perpotongan rencana trase jembatan dengan sungai atau jalan

Pemgukuran situasi lengkap menampilkan segala obyek yang dibentuk alam maupun

manusia disekitar persilangan tersebut

B. Inventarisasi Jalan dan Jembatan

Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mendapatkan data secara umum mengenal kondisi

perkerasan yang terdapat pada ruas jalan yang ditinjau.

DIT. BSTP

Page 40: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

III - 8

1. Inventarisasi Jalan

Pemeriksaan dilakukan dengan mencatat kondisi rata-rata setiap 200 m yang tercatat selama

berkendaraan. Untuk kondisi tertentu yang memerlukan data yang lebih rapat, interval jarak

dapat diperpendek. Data yang harus diperoleh dari pemeriksa ini adalah :

Lebar Perkerasan yang ada dalam meter.

Jenis bahan Perkerasan yang ada, misalnya AC, HRS, Conrete Pavement, Lasbutag,

Penetrasi Macadam dan lain-lain.

Kondisi daerah samping jalan serta sarana utilitas yang ada seperti saluran samping,

gorong-gorong, bahu, berm, kondisi drainase samping, jarak pagar/bangunan

pendukung/tebing ke pinggir perkerasan.

Data yang diperoleh dicatat didalam format Inventarisasi Jalan (Highway Geometric

Inventory).

2. Inventarisasi Jembatan

Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk mendapatkan informasi mengenai existing jembatan yang

terdapat pada ruas jalan yang ditinjau.

Informasi yang harus diperoleh dari pemeriksaan ini adalah :

Nama, lokasi, tipe dan kondisi jembatan.

Dimensi jembatan yang meliputi bentang, lebar, ruang bebas dan jenis lantai.

Perkiraan volume pekerjaan bila diperlukan pekerjaan perbaikan atau pemeliharaan

C. Survey Utilitas dan Resettlement

Survey Utulitas dan Resettlement dalam pekerjaan ini bertujuan untuk mengumpulkan data

kondisi ekisting utilitas yang nantinya akan terkena pembebasan maupun realokasi, antara lain

saluran air minum, jaringan listrik, jaringan telpon, saluran gas (bila ada) serta keberadaan

bangunan perkantoran milik pemerintahan/swasta maupun bangunan perumahan milik

pribadi/perorangan.

D. Survai Jaringan Rute Angkutan Umum

Survai jaringan rute angkutan umum yang dilakukan disajikan pada Tabel 3.1 berikut.

DIT. BSTP

Page 41: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

III - 9

Tabel 3.1: Survai Jaringan Rute Angkutan Umum yang Dilakukan

No. Jenis Survai Sifat Survai 1. Survai Kondisi Tata Guna Lahan

sepanjang Lintasan Rute Primer dan Sekunder

2. Survai Kondisi Sistem Jaringan Rute Primer dan Sekunder 3. Survai Lintasan Rute yang Dilalui

Trayek Angkutan Umum Primer dan Sekunder

4. Survai Panjang Rute Trayek Angkutan Umum Primer dan Sekunder

E. Survai Armada Angkutan Umum

Survai armada angkutan umum yang dilakukan disajikan pada Tabel 3.2 berikut.

Tabel 3.2: Jenis Survai Armada Angkutan Umum yang Dilakukan

No. Jenis Survai Sifat Survai 1. Survai Jumlah Armada Primer dan Sekunder 2. Survai Jumlah Pegawai/Operator Primer dan Sekunder 3. Survai Biaya Operasi Kendaraan Primer 4. Survai Time Headway Armada Primer 5. Survai Waktu Tempuh Primer 6. Survai Pendapatan Primer 7. Umur Kendaraan Armada Primer

G. Survai Fasilitas Transportasi

Survai fasilitas transportasi yang dilakukan meliputi survai kondisi prasarana transportasi yang

terkait secara langsung dengan pengoperasian angkutan umum, seperti kondisi geometrik

jaringan jalan, kondisi terminal, dan kondisi halte angkutan umum yang tersedia. Adapun jenis

dan sifat survai yang dilakukan tersebut disajikan pada Tabel 3.3 berikut.

Tabel 3.3: Jenis Survai Fasilitas Transportasi Angk. Umum yang Dilakukan

No. Jenis Survai Sifat Survai 1. Survai Kondisi Halte dan Terminal Primer 2. Survai Kondisi Pelayanan Kendaraan AU Primer

H. Survai Penumpang Angkutan Umum

Survai penumpang angkutan umum yang dilakukan meliputi survai kondisi naik turun

penumpang angkutan umum dan survai asal-tujuan pergerakan penumpang angkutan umum.

Adapun jenis dan sifat survai yang dilakukan tersebut disajikan pada Tabel 3.4 berikut.

DIT. BSTP

Page 42: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

III - 10

Tabel 3.4: Jenis Survai Penumpang Angkutan Umum yang Dilakukan

No. Jenis Survai Sifat Survai 1. Survai Naik Turun Penumpang Primer 2. Survai Asal-Tujuan Pergerakan Penumpang Primer

I. Survai Regulasi & Kelembagaan Manajemen Angk. Umum

Survai regulasi dan kelembagaan manajemen angkutan umum yang dilakukan khususnya yang

terkait dengan angkutan umum di Wilayah Mamminasata disajikan pada Tabel 3.5 berikut.

Tabel 3.5: Jenis Survai Regulasi dan Kelembagaan Manajemen Angkutan Umum

No. Jenis Survai Sifat Survai 1. Survai Struktur Organisasi Pengelola AU Sekunder 2. Survai Regulasi Izin Trayek Sekunder 3. Survai Regulasi Tarif Angk. Umum Sekunder 4. Survai Regulasi Utilasasi Terminal & Halte Primer & Sekunder 5. Survai Kondisi Pengelolaan Operator Primer dengan FGD

Metode yang dilakukan sehubungan dengan pelaksanaan survei dalam pengembangan dan

updating data meliputi ;

- Pengukuran secara fisik tentang dimensi beberapa jaringan jalan dan terminal.

- Traffic count pada beberapa ruas dan simpang

- OD survey (Home Side Interview & Road Side Interview) untuk manusia dan barang.

- FGD (bila diperlukan)

3.3 Sistem Jaringan Jalan Primer dan Sekunder

Sistem jaringan jalan primer dan sekunder adalah merupakan penjabaran dari jalan arteri,

kolektor dan lokal dari segi fungsi. Kawasan aglumerasi Mamminasata dalam perkembangannya

terhadap pelayanan transportasi mengalami pertumbuhan yang cukup pesat, sejalan dengan

kebutuhan dan tuntutan pemakai jasa dan adanya pemanfaatan ruang yang merupakan pusat

tarikan dan bangkitan lalu lintas.

Panjang jaringan jalan kawasan Aglumerasi Mamminasata adalah 4961,04 km yang terdiri atas

jalan arteri primer 107,94 km atau 2, 17%, jalan arteri sekunder 74,61 km atau 1,58 %. Jalan

kolektor 170,49 km atau 3,44% dan jalan lokal 4.608 km atau 92,99%. Melihat kondisi jaringan

transportasi kawasan Aglumerasi Mamminasata yang memiliki panjang jalan lokal, 92,89%

membuktikan bahwa masih jauh dari sasaran standar.

DIT. BSTP

Page 43: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

III - 11

Pelayanan yang direkomendasikan dengan perbandingan jalan arteri, kolektor dan lokal 1 : 3 : 9,

karena hasil yang dicapai adalah 1 : 1 : 25 artinya beberapa ruas jalan yang selama ini fungsinya

jalan lokal tapi pada dasarnya telah beralih fungsi sebagai jalan kolektor. Jalan yang

menghubungkan antara Kabupaten Takalar dan Gowa yang menyusuri pantai termasuk kawasan

Barombong pada dasarnya jalan lokal tetapi melihat pertumbuhan lalu lintas yang

menghubungkan kawasan Tanjung Bunga relatif tinggi sehingga fungsinya sudah merupakan

jalan kolektor. Begitupula jalan lokal yang menghubungkan Parangloe–Pattalasang–

Moncongloe–Kariango-Maccopa,Moncongloe-Daya-Kapasa juga merupakan jalan lokal tetapi

perkembangannya sudah mengarah ke jalan kolektor. Di kota Makassar pun demikian pula, jalan

yang menghubungkan Kapasa – Hertasning, PLTU – Kapasa, Jl. A Pettarani – Veteran, dan lain-

lain perannya sudah mengarah pada jalan kolektor, bahkan jalan Jl. A.P. Pettarani sudah

memungkinkan untuk ditingkatkan sebagai jalan arteri primer karena termasuk jalan yang

mengakses ke pelabuhan laut dan Bandar Udara Hasanuddin melalui jalan Ir. Sutami yang saat

ini akan di arahkan sebagai jalan tol sesi IV.

Selain itu jaringan jalan yang menghubungkan pusat kota dengan pelabuhan regional di

Galesong Takalar dan pelabuhan lokal Pajjukukang Maros membutuhkan peningkatan fungsi

menjadi jalan arteri sekunder mengingat pelabuhan ini melayani trayek angkutan laut antar pulau

dan pulau-pulau pesisir lainnya dari segi administratif pemerintahan termasuk wilayah kabupaten

Pangkajene Kepulauan, Maros, Makassar, dan Takalar. Untuk mengetahui panjang jalan arteri,

kolektor dan lokal kawasan aglomerasi Mamminasata dapat dilihat pada Tabel 3.6 dan 3.7

Gambar 3.3.

Tabel 3.6. Panjang Jalan Arteri dan Kolektor Kawasan Aglomerasi Mamminasata (Km)

No. Ruas Nama Ruas Ruas Arteri Kolektor 1 Kolektor 2 012 Pangkajene - Maros 15,84 15,84 012, 11k Jl. Sam Ratulangi Maros 2,16 2,16 013 Makassar-Maros 8,27 8,27 013, 11k Jl. Nusantara Makassar 2,10 2,10 013, 12k Jl. Satando Makassar 0,58 0,58 013, 14k Jl. Tinumbu Makassar 2,22 2,22 013, 15k Jl. Ir. Sutami Makassar 11,16 11,16 013, 16k Jl. Andalas Makassar 0,99 0,99 013, 17k Jl. Bandang Makassar 0,98 0,98 013, 18k Jl. Mesjid Raya Makassar 1,23 1,23 013,19k Jl. G Bawakaraeng Makassar 1,67 1,67 013,IAk Jl. Urip Sumohardjo Makassar 5,27 5,27 013,IBk Jl. P. Kemerdakaan Makassar 11,97 11,97 013,ICk Jl. Sudirman Maros 1,23 1,23 013,IDk Jl. Yos Sudarso Makassar 0,47 0,47 014 Makassar - Sungguminasa 0,19 0,19 014, 11k Jl. Veteran Utara Makassar 1,95 1,95 014, 12k Jl. Veteran Selatan Makassar 2,30 2,30 014, 13k Jl. Sultan Alauddin Makassar 3,70 3,70

DIT. BSTP

Page 44: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

III - 12

014, 15k Jl. Gowa Raya Makassar 2,50 2,50 014, 16k Jl. Wahid Hasyim S. Minasa 0,79 0,79 014, 17k Jl. A Mallambasang - Sungguminasa 0,95 0,95 014, 18k Jl. Hasanuddin Sungguminasa 1,73 1,73 015 Sungguminasa - Takalar 18,54 18,54 015, 11k Jl. Usman Salangke Sungguminasa 4,40 4,40 015, 12k Jl. Sudirman Takalar 5,40 5,40 016 Takalar - Jeneponto 44,47 44,47 016, 11k Jl. A. Yani Takalar 1,80 1,80 017. 1 Sungguminasa - Malino 43,96 43,96 017, 11k Jl. Malino Sungguminasa 4,50 4,50 017. 2 Malino - Bantaeng Sinjai 47,03 47,03 022, 11k Jl. Lanto Paeng Paserang Maros 0, 42 0, 42 022, 12k Jl. A Yani Maros 0,20 0,20 022, 13k Jl. Hasanuddin Maros 0,30 0,30 022, 14k Jl. Dg. Sitako Maros 2,44 2,44 022. 2 Maros - Ujung Lamuru 24,13 24,13 098. 1 Palangga - Sapaya 40 40 098. 2 Sapaya - Bantaeng Jeneponto 35 35

Jumlah 353,04 107,94 74,61 170,49

Sumber : Kepmen Prasarana Wilayah No. 375/KPTS/M/2004

Tabel 3.7. Panjang Jalan Lokal Aglomerasi Mamminasata (Km)

No. Kabupaten/Kota Panjang

1 Maros 892

2 Makassar 765

3 Gowa 2.196

4 Takalar 755

Sumber : Dinas PU Kab./Kota Mamminasata

Pada Gambar 3.1 terlihat bahwa terdapat 3 (tiga) akses keluar dari kawasan Aglomerasi

Mamminasata melalui jalan arteri primer dan sekunder yaitu arah ke Utara Parepare, arah Timur

Bone, dan arah Selatan Jeneponto. Sedangkan untuk jalan kolektor terdapat 2 arah keluar yaitu

arah Timur Sinjai dan arah Selatan Jeneponto. Selain itu, untuk moda transportasi laut akses

keluar melalui Pelabuhan Soekarno-Hatta Makassar, Pelabuhan Galesong, dan Pelabuhan

Pajjukukang, sedangkan untuk akses keluar melalui transportasi udara dilakukan pada Bandar

Udara Internasional Sultan Hasanuddin.

DIT. BSTP

Page 45: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

III - 13

Bandar Udara Hasanuddin

Gambar 3.3. Jaringan Jalan Kawasan Aglomerasi Mamminasata

Tambuan

Maros

Mandai

Daya

PLTU

Km 4

Karebosi

Pa’baeng

Sumigo

Limbung

Takalar

Mangadu Jeneponto

Jeneponto

Parangloe Malino-Sinjai

Pattalassang

Moncongloe

Pelabuhan Makassar

Bone

Parepare Pelabuhan Pajjukukang

TRD

Tg. Bunga

Barombong

Pelabuhan Galesong

Jalan Arteri

Jalan Kolektor Jalan Lokal

Terminal Type A

Terminal Type B

Terminal Type C

DIT. BSTP

Page 46: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

III - 14

3.4 Kondisi Sistem Sarana Angkutan Pribadi, Umum dan Barang

Angkutan Darat

Secara umum, seiring dengan bertambahnya prasarana jalan, pertumbuhan ekonomi dan

pendapatan masyarakat, jumlah kendaraan turut meningkat, seperti ditunjukkan pada Tabel 3.8.

Tabel 3.8: Banyaknya Kendaraan menurut Jenisnya di Wilayah Mamminasata

Sumber: Dinas Perhubungan Sulawesi Selatan, 2007

Jumlah kendaraan di Wilayah Mamminasata tercatat 66,88 % yaitu sebanyak 379.218 kendaraan

terhadap jumlah kendaraan di Sulawesi Selatan sebanyak 567.018 kendaraan. Dari jumlah

tersebut diantaranya terdapat proporsi sepeda motor 78,02%, mobil penumpang 8,72%, mobil

bus 2,41% dan selebihnya sebanyak 10,85% dari kendaraan truk, tangki, pick up dan lain-lain.

Pada periode lima tahun terakhir 2003-2007, menunjukkan pertumbuhan jumlah kendaraan

relatif tinggi antara 6% hingga 7% pertahun untuk seluruh jenis kendaraan, setelah tahun 1997-

2003 dimana krisis ekonomi mulai terjadi terlihat bahwa tingkat pertumbuhan kendaraan relatif

rendah dibawah 6% pertahun untuk keseluruhan jenis kendaraan.

Jika jumlah dan komposisi masing-masing jenis kendaraan yang melintasi ruas jaringan jalan

berbagai kawasan di wilayah aglomerasi perkotaan Mamminasata dapat dilihat pada tebel 3.9

sebagai berikut.

Tabel 3.9: Komposisi Kendaraan di 29 Stasiun Pengamatan di Wilayah Mamminasata

Nama Jalan

Unit Kendaraan/24 Jam

Smp Sepeda &

Becak

Sepeda Motor

Mobil/ Taksi/ Jeep

Bis Pickup Truk Total

Pekkae-Pangkep (Jln Nasional) 290 3.762 3.832 2.199 974 2.214 12.981 12.689

Maros-Uj.Lmuru (Jln Nasional ) 1.180 5.770 1.476 2.035 524 630 10.435 7.849

Maros-Camba (Jln Nasional ) 37 1.441 86 1.285 229 337 3.378 2.900

Sungguminasa-Malino (Jln Provinsi) 397 7.717 1.080 1.849 414 2.488 13.548 10.474

Sungguminasa-Malino (Jln Provinsi) 0 578 77 345 86 146 1.232 992

Kab./Kota Jenis Kendaraan Jumlah Mobil Pnp Mobil Bebas Mobil Bus Sepeda Motor MA M MINASA TA

Makassar 38.957 35.395 6.365 269.505 350.222 Maros 150 308 35 9125 9.618 Gowa 177 190 34 8.838 9.239 Takalar 134 895 35 9.075 10.139

Total 39.418 36.788 6.469 296.543 379.218

Gambar 2.2. Kepadatan Jaringan Jalan DKI Jakarta

DIT. BSTP

Page 47: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

III - 15

Sungguminasa-Takalar (Jln Nasional) 3.724 20.296 3.524 3.468 718 2.154 30.160 19.294

Sungguminasa-Takalar (Jln Nasional) 308 11.803 1.926 2.561 666 1.167 18.123 11.501

Takalar-Jeneponto (Jln Nasional ) 134 2.218 304 2.291 251 551 5.615 5.011

Jl.Perintis Kemerdekaan 267 19.274 12.639 6.834 1.927 4.230 44.904 36.459 Jl.Sultan Alaudin 8.559 51.693 11.918 7.575 1.495 4.849 77.530 49.567 Makassar–Gowa (Jln Kabupten) 401 2.324 195 456 85 146 3.206 1.905

Makassar–Takalar (Jln Kabupten) 1.066 3.833 177 474 214 105 4.803 2.610

Jl.Kawasan 254 18.098 2.991 1.694 1.263 1.717 25.763 15.519 Jl.Perintis Kemerdekaan 708 79.650 20.268 20.590 1.785 2.229 124.522 76.889 Jl.Ir.Sutami 589 18.332 10.653 3.515 2.744 6.672 41.916 34.823 Tol Reformasi 0 0 2.560 3.757 983 2.703 10.003 12.749 Jl.Panampu 12.047 16.463 1.622 5.717 1.062 1.624 26.488 22.335 Jl.Ujung Pang Dang 3.206 20.255 11.449 4.114 853 820 37.491 26.471 Jl.Urip Sumoharjo 1.736 54.741 18.374 21.420 1.657 1.038 97.230 66.063 Jl.Abu Bakar Lambodo 3.977 16.599 1.097 1.280 894 620 20.490 11.596 Jl.A.Pangerang Pettarani 3.985 91.750 28.739 8.907 3.840 3.566 136.802 80.696 Jl.Sultan Alaudin 7.277 43.924 7.297 19.905 966 695 72.787 50.578 Jl.Metro Tanjung Bunga 887 14.039 8.084 356 646 233 23.358 14.356 Jl.Sungai Saddang Baru 3.872 34.561 20.554 122 1.839 574 57.650 36.378 Jl.Veteran Utara 7.332 57.609 17.096 6.262 2.093 1.440 84.500 50.956 Jl.Cendrawasih 4.768 25.135 5.597 6.596 838 445 38.611 25.412 Jl.Tamangapa 1.269 22.528 5.582 5.615 745 740 35.210 22.040 Jl.Jendral Sudirman 902 28.261 15.847 11.762 1.394 141 57.405 41.204 Jl.Penghibur 3.631 24.559 13.515 2.111 1.015 841 42.041 27.917

Sumber: Tim Studi JICA, 2006

Kendaraan becak tertinggi melintas pada ruas Jl.Pannampu sebesar 12.047 unit becak disusul

Jl.Sultan Alauddin menuju Kabupaten Gowa sebanyak 8.559 unit, dimana fenomena pergerakan

terutama pada Jl.Sultan Alauddin sebagai jalan poros utama yang menghubungkan pusat

kegiatan di Makassar dan Gowa cenderung banyak mengalami hambatan perlambatan

disebabkan jenis kendaraan becak ini. Jenis kendaraan sepeda motor dan kendaraan pribadi pada

Jl.AP Pettarani dan Jl.Perintis kemerdekaan masing-masing sebesar 91.750 unit dan 79.650 unit

motor setra 28.739 unit dan 20.268 unit mobil mengindikasikan kedua ruas jalan tersebut cukup

padat. Kondisi dan fenomena yang sama juga terlihat pada jenis kendaraan bus tertinggi pada

kedua ruas tersebut ditambah dengan Jl.Urip Sumoharjo, karena pada ketiga ruas jalan tersebut

merupakan lintasan utama bagi pengelola angkutan bus yang berpangkalan dalam Kota Makassar

dari dan ke menuju terminal. Jenis kendaraan pick up dan truk lebih dominan pada ruas

Jl.Dr.Sutami dan Jl.AP Pettarani, dimana kedua ruas tersebut menjadi lintasan utama untuk

pelayanan kawasan industri dan pergudangan (KIMA) serta kawasan perdagangan disekitar

wilayah Jl.AP Pettarani.

DIT. BSTP

Page 48: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

III - 16

Angkutan Udara

Prasarana transportasi udara yang melayani pergerakan sarana moda transportasi udara di

Bandara Hasanuddin, yang melayani pergerakan penumpang dan barang domestic dan

internasional.

Jumlah pergerakan pesawat serta penumpang datang dan berangkat di bandara udara Hasanuddin

pada tahun 2005 meningkat dibandingkan tahun sebelumnya (tahun 2003).

Tabel 3.10: Arus Bongkar Muat Pesawat di Bandara Hasanuddin Tahun 2005

Bulan Penumpang (orang) Bagasi (kg) Cargo (kg) Mail Pos (kg)

Datang Brangkt Transit Bongkar Muat Bongkar Muat Bongkar Muat Jan 25.111 19.600 15.005 1.471.092 1.282.147 1.288.964 1.189.875 39.542 23.247 Feb 22.312 14.121 14.057 1.266.047 1.208.309 1.156.591 1.029.397 36.663 17.377 Mart 22.145 22.917 16.450 1.425.810 1.209.712 1.269.430 1.238.009 36.293 20.108 Apr 22.485 20.604 12.302 1.334.787 1.142.053 1.166.438 1.261.307 38.787 16.670 Mei 27.327 26.290 15.345 1.328.797 1.148.988 1.284.025 1.349.513 35.904 16.961 Jun 29.932 27.119 23.560 1.335.055 1.119.075 1.425.511 1.356.556 43.550 20.887 Jul 29.958 26.586 13.291 1.630.027 1.375.392 1.608.336 1.608.326 38.585 22.296 Agt 29.568 26.534 22.221 1.463.226 1.271.553 1.447.996 1.361.472 35.706 17.860 Sept 24.487 24.318 20.635 1.478.384 1.321.571 1.456.020 1.217.196 35.211 19.759 Okt 22.372 21.145 21.105 1.306.113 1.160.540 1.373.608 1.129.233 46.344 25.311 Nop 24.774 24.753 24.739 1.467.713 1.303.839 1.175.166 1.158.241 43.502 24.879 Des 25.312 25.196 25.145 1.667.470 1.581.889 1.500.192 1.546.156 37.840 31.035 Total 808.821 32.299.589 31.597.558 724.317 Sumber, Dinas Perhubungan Sulawesi Selatan, 2007

Pergerakan pesawat rata-rata yang berangkat pada tahun 2005 sebanyak 23.225 pesawat

meningkat sebesar 36,56% dibandingkan dua tahun sebelunya sebanyak 17.007 pergerakan

pesawat atau dengan tingkat pertumbuhan sebesar 18,28% pertahun. Jumlah barang bagasi yang

dimuat juga meningkat menjadi 21.872.806 kg dari 19.582.535 kg. Cargo juga mengalami

peningkatan hingga kini mencapai kurang lebih 15 juta kg. Jumlah barang berupa mail pos juga

mengalami peningkatan hingga kini mencapai 600.000 kg. Jumlah penumpang naik turun juga

mengalami peningkatan dari 1.187.865 orang menjadi 1.193.828 orang selama dua tahun.

Fenomena pergerakan orang dan barang melalui transportasi udara pada beberapa kota asal-

tujuan yang dominan di Kawasan Timur Indonesia (tidak termasuk Jakarta) selengkapnya

sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 3.11.

DIT. BSTP

Page 49: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

III - 17

Tabel 3.11: Arus Penumpang Pesawat di Bandara Hasanuddin

berdasarkan OD Tertinggi Tahun 2006

O/D Makassar Manado Surabaya Denpasar Oi Makassar 0 310.633 1.063.315 258.237 1.632.186 Manado 383.442 0 105.900 10.758 500.101 Surabaya 1.140.348 23.482 0 425.436 1.589.266 Denpasar 242.115 289 542.420 0 784.824

Dd 1.765.906 334.404 1.711.635 694.432 4.506.377 Sumber : Hasil Analisis L.Basri, Yuli, 2007

Angkutan Laut

Pergerakan orang dan barang dari dan ke Kawasan Mamminasata juga dilayani moda

transportasi laut, dengan pelabuhan laut Soekarno-Hatta dan Paotere sebagai simpul moda

transportasi yang berfungsi sebagai terminal turun naik penumpang maupun barang. Pelabuhan

Soekarno-Hatta merupakan pelabuhan dengan layanan internasional dan regional, sedangkan

pelabuhan Paotere pada umumnya berfungsi sebagai pelabuhan nasional dengan layanan

lokal/domestic.

Jumlah penumpang yang naik dan turun dengan menggunakan transportasi laut sebanyak

663.744 orang mengalami penurunan dari 691.731 orang pada dua tahun sebelumnya. Bongkar

muat barang dengan layanan langsung luar negeri, yang tercatat pada tahun 2005 sebanyak

867.213 ton ekspor sedangkan Impor mencapai 660.373 ton. Bongkar muat dan kunjungan

kapal melalui pelabuhan di Makassar (dari dan ke seluruh kota baik dalam negeri maupun luar

negeri) adalah 6.105.295 ton yang dibongkar dan sebesar 5.732.295 yang dimuat dengan

kunjungan kapal sebanyak 4.523 kapal yang bersandar.

A. Karakteristik Perjalanan

Tingkat motorisasi dan mobilisasi penduduk wilayah Mamminasata mengalami pertumbuhan

yang relatif tinggi sejalan dengan peningkatan pendapatan. Tingkat motorisasi ini pada akhirnya

akan mempengaruhi mobilitas penduduk dalam arti bahwa tingkat perjalanan yang dilakukan

penduduk baik di wilayah Kota Makassar sebagai pusat kegiatan, maupun wilayah Mamminasata

juga mengalami peningkatan. Tingkat motorisasi yang tinggi juga mengidentifikasikan

diperlukannya pasokan (supply) sistem transportasi untuk menampung pertumbuhan lalu-lintas

sejalan dengan peningkatan tingkat motorisasi. Kondisi motorisasi di wilayah Kota Makassar

dan Mamminasata dapat dilihat pada Tabel 3.12.

DIT. BSTP

Page 50: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

III - 18

Tabel 3.12: Komposisi Perjalanan Orang di Mamminasata

menurut Moda Angkutan Tahun 2006

Moda

Perjalanan Orang Harian

Komposisi Terhadap

Total

Komposisi Terhadap motorized

modes

Komposisi Terhadap

Sifat Moda (pribadi/umum)

Seluruh Moda (termasuk non-motorized) 1.158.182 100.0% - - Non-motorized modes of transport 72.803 6,29 - - Motorized modes of transport 1.085.379 93,71 100.0% - - Sepeda Motor 697.213 - 60,20 - - Mobil Pribadi 290.597 - 25,09 62,88 - Angkutan Umum 170.372 - 14,71 37,12 Sumber : Tim Survey MTI, 2006

Gambaran diatas menunjukkan proporsi rata-rata orang menggunakan kendaraan tertentu

sebagai alat angkut dalam melakukan perjalanan untuk memenuhi kebutuhannya. Dari

1.158.182 perjalanan orang setiap hari secara dominan mempunyai kecenderungan

menggunakan kendaraan bermotor sebesar 93,71% dibandingkan dengan tidak menggunakan

kendaraan bermotor (jalan kaki, becak, sepeda dan sebagainya). Dari 1.085.379 perjalanan

orang perhari pengguna kendaraan bermotor, cenderung didominasi penggunaan kendaraan

dengan sepeda motor sebesar 60,20% dibanding dengan mobil. Demikian pula jika

dibandingkan antara pengguna kendaraan pribadi dengan kendaraan umum cenderung lebih

besar kendaraan pribadi dengan perbandingan 63 : 37.

Tabel 3.13: Panjang Perjalanan Rata-rata

menurut Maksud Perjalanan dan Kelompok Pendapatan

Kelompok Pendapatan

Bekerja Sekolah

2000 1) 2005 2) 2000 2005 Tinggi 7,48 8,52 3,63 6,19

Menengah Atas 6,71 8,37 2,89 3,83 Menengah Bawah 5,85 8,30 2,21 3,24

Rendah 4,65 8,28 1,78 1,63 Rerata 5,57 7,09 2,24 2,93

Sumber : 1) L.B.Said, 2000, 2) L.B.Said FST-UMI, 2005

Pada Tabel 3.13 ditunjukkan panjang perjalanan rata-rata menurut maksud perjalanan dan

kelompok pendapatan, pada kondisi tersebut terlihat bahwa pertumbuhan tingkat perjalanan

tersebut pada periode tahun 2000-2005 adalah 1.5% pertahun. Pada tahun 2000, hasil Home Side

Interview yang dilakukan menunjukkan bahwa tingkat perjalanan penduduk Mamminasata

DIT. BSTP

Page 51: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

III - 19

(Minasamaupata) adalah 1.68 perjalanan perorang perhari (baik motorised maupun non-

motorised).

Pertambahan tingkat perjalanan secara total akan menyebabkan pertumbuhan lalu-lintas relatif

semakin tinggi. Hasil dari prakiraan permintaan didasarkan pada matriks O-D menunjukkan

selain perjalanan yang dilakukan penduduk Kota Makassar dan Kabupaten sekitarnya (Maros,

Gowa, Takalar). Total perjalanan yang dilakukan diprakirakan meningkat sekitar 3.01%

pertahun. Dari 423 ribu perjalanan dengan kendaraan bermotor tahun 2000 meningkat menjadi

sekitar 514 ribu perjalanan per hari pada tahun 2005. Tahun 2005 telah dilakukan survei terhadap

arus perjalanan dalam wilayah Kota Makassar maupun antar wilayah Makassar dengan wilayah

sekitarnya dalam lingkup Mamminasata, hasil selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3.14.

Tabel 3.14: Pergerakan Utara - Selatan Mamminasata Tahun 2005

Arah Pergerakan Volume pergerakan (kend/hari)

Volume Pergerakan (org/hari)

Makassar-Gowa/Takalar (arah Selatan) 77.530 260.501

Makassar Maros (arah Utara) 44.904 150.877 Sumber : Hasil Survey Tim MTI, 2005

B. Karakteristik Lalu Lintas

Aktivitas lalu lintas tersibuk di wilayah perkotaan Mamminasata terfokus pada wilayah dengan

tingkat aktivitas ekonomi tinggi, yakni sepanjang Jl.Perintis Kemerdekaan dan Jl.Dr.Sutami

sebagai ruas jalan utama masuk wilayah kota dari arah utara, jalan lingkar dalam AP.Pettarani

dan Jl.Dr.Ratulangi-Jendral Sudirman yang merupakan koridor utama utara selatan dalam kota,

sepanjang ruas Jl.Sultan Alauddin sebagai koridor untuk keluar masuk kota dari arah selatan,

adalah ruas jalan dengan volume lalu lintas tersibuk, hampir 50,000 kendaraan melalui jalan ini

setiap harinya. Ruas-ruas jalan tersibuk lainnya dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 3.15: Karakteristik Lalu Lintas pada Berbagai Ruas Jalan

No Nama Ruas Jalan Karakteristik Volume Kecepatan Kapasitas DS LOS

1 Jl. Jend. Ahmad Yani 1.665 50,35 7.211 0,202 A 2 Jl. Sultan Alauddin 3.531 49,98 5.880 0,546 C 3 Jl. Andalas 1.968 44,59 3.536 0,510 B 4 Jl. Andi Tonro 1.626 51,30 3.089 0,489 B 5 Jl. Antang Raya 1.302 36,27 2.321 0,477 B 6 Jl. Batua Raya 719 39,90 2.755 0,225 A 7 Jl. Borong Raya 1.047 38,61 2.473 0,379 B 8 Jl. Cakalang 1.731 37,73 3.187 0,473 B 9 Jl. Cendrawasih 2.122 42,30 4.914 0,337 A

DIT. BSTP

Page 52: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

III - 20

10 Jl. Abdullah Dg Sirua 1.177 27,95 1.397 0,686 C 11 Jl. Diponegoro 1.675 35,49 2.296 0,600 C 12 Jl. Gagak 1.171 42,24 3.666 0,280 A 13 Jl. Ir. Sutami 2.314 42,00 2.900 0,686 C 14 Jl. Jend.M. Yusuf 2.088 55,51 4.865 0,369 B 15 Jl. R.A. Kartini 936 59,78 5.186 0,144 A 16 Jl. Kumala 1.989 60,39 3.493 0,454 B 17 Jl. Malengkeri 1.043 37,05 2.397 0,343 A 18 Jl. Masjid Raya 2.192 50,02 5.845 0,340 A 19 Jl. Nusantara 1.169 43,46 4.979 0,174 A 20 Jl. Perintis Kemerdekaan 3.272 49,98 5.880 0,538 B 21 Jl. Pongtiku 993 41,58 2.842 0,290 A 22 Jl. Jend. Sudirman 1.892 47,70 7.371 0,219 A 23 Jl. Sultan Hasanuddin 2.053 51,92 3.136 0,619 C 24 Jl. Sungai Saddang 1.373 42,24 3.292 0,377 B 25 Jl. Teuku Umar 1.588 37,72 2.973 0,453 B 26 Jl. Toddopuli Raya 1.130 34,44 2.639 0,381 B 27 Jl. Yos Sudarso 1.410 42,75 3.141 0,402 B 28 Jl. Arif Rate 1.899 57,95 3.350 0,516 B 29 Jl. Bandang 2.739 44,55 3.849 0,507 B 30 Jl. G. Bawakaraeng 1.684 53,10 3.065 0,524 B 31 Jl. Hertasning 1.582 50,02 3.363 0,415 B 32 Jl. A.P.Pettarani 1.981 53,68 4.704 0,402 B 33 Jl. Tentara Pelajar 1.808 52,25 3.135 0,506 B 34 Jl. Urip Sumoharjo 2.862 46,61 2.816 0,842 E 35 Jl. Veteran Selatan 2.927 42,35 3.659 0,739 C

Rerata 1.790 45,54 3.760 0,440 B Sumber : Kompilasi Data Dinas Perhubungan, 2006

0

1.000

2.000

3.000

4.000

5.000

6.000

7.000

8.000

Jl. Je

nd. Ahm

ad Y

ani

Jl. Sulta

n Alauddin

Jl. Anda

las

Jl. Andi

Tonro

Jl. Antan

g Ray

a

Jl. Batua

Ray

a

Jl. Boron

g Ray

a

Jl. C

akala

ng

Jl. C

endra

wasih

Jl. Abdu

llah D

g Sirua

Jl. D

iponeg

oro

Jl. G

agak

Jl. Ir.

Suta

mi

Jl. Je

nd.M. Y

usuf

Jl. R

.A. Kartin

i

Jl. Kumala

Jl. M

alengk

eri

Jl. M

asjid R

aya

Jl. N

usan

tara

Jl. Perin

tis Kemerde

kaan

Jl. Pong

tiku

Jl. Je

nd. Sud

irman

Jl. Sulta

n Has

anudd

in

Jl. Sung

ai Sad

dang

Jl. Teu

ku U

mar

Jl. Tod

dopu

li Ray

a

Jl. Yos S

udarso

Jl. Arif

Rate

Jl. Band

ang

Jl. G

. Baw

akarae

ng

Jl. H

ertas

ning

Jl. A.P

.Pettaran

i

Jl. Ten

tara Pela

jar

Jl. U

rip S

umoh

arjo

Jl. Veter

an S

elatan

Ruas Jalan

Kara

kter

istik

VolumeKapasitas

Gambar 3.4: Fenomena Perbandingan Volume dan Kapasitas Ruas Jalan

Tabel dan gambar tersebut memperlihatkan bahwa volume terbesar adalah sebesar 3.531

smp/jam pada ruas Jl.Sultan Alauddin dengan nilai rerata terhadap semua ruas sebesar 1.790

smp/jam. Kecepatan arus bebas ruas tertinggi adalah sebesar 60,39 km/jam, dengan nilai

DIT. BSTP

Page 53: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

III - 21

kecepatan rerata sebesar 45,54 km/jam. Kapasitas ruas jalan tertinggi adalah sebesar 7.371

smp/jam, dengan besaran kapasitas rerata adalah 3.760 smp/jam.

Derajat kejenuhan (DS=VCR) tertinggi yang terjadi adalah sebesar 0,842 dengan nilai derajat

kejenuhan rerata sebesar 0,440. Tabel di atas memperlihatkan bahwa dari 35 ruas jalan yang

disurvai, terdapat 10 ruas jalan dengan tingkat pelayanan A, terdapat 18 ruas jalan dengan

tingkat pelayanan B, terdapat 6 ruas jalan dengan tingkat pelayanan C, dan terdapat 1 ruas jalan

dengan tingkat pelayanan E.

Kajian terhadap fluktuasi lalu lintas harian pada jaringan jalan memberikan gambaran terhadap

besar volume kendaraan maksimum serta waktu sibuk pagi dan sore hari untuk masing-masing

arah. Waktu sibuk pagi hari rata-rata ruas jalan di Kota Makassar adalah antara pukul 07.00 –

10.00 dan waktu sibuk sore adalah pukul 16.00 – 18.00. Sebagai contoh adalah Jalan Sultan

Alauddin, lalu lintas tersibuk terjadi pada sore hari pukul 16.00 – 17.00 dengan volume 3.300

kendaraan/jam.

Hasil survei kecepatan (spot speed) pada puncak pagi dan sore hari tahun 2006 sebesar 27,95

km/jam hingga 49,98 km/jam memberikan gambaran kerapatan lalu lintas di Kota Makassar saat

ini, ruas-ruas jalan dengan kerapatan tinggi terdapat di lokasi koridor Jalan Perintis

Kemerdekaan, terutama dari dan ke arah utara selatan dimana perjalanan dari kebupaten ke

kabupaten lainnya harus melintasi dan membebani jaringan jalan yang ada di Kota Makassar,

karena lintasan langsung antar kabupaten pada sisi timur Kota Makassar belum tersedia.

Angkutan Umum

Angkutan umum perkotaan adalah angkutan umum yang melintasi 2 atau lebih wilayah

administratif kota atau kabupaten yang berdekatan. Dalam hal ini, untuk Kota Makassar terdapat

berbagai trayek angkutan umum perkotaan yang bergerak dalam wilayah Metropolitan

Mamminasata (Kota Makassar, Kota Maros, Kota Sungguminasa dan Kota Takalar), baik dari

jenis kendaraan mikrolet, maupun dari jenis kendaraan bus (Bus DAMRI).

Sistem angkutan umum di wilayah Aglomerasi Perkotaan Mamminasata lebih didominasi oleh

sistem bus kecil (mikrolet) dengan istilah populer diwilayah ini adalah pete-pete yang berbasis

jaringan jalan raya. Tingkat pelayanan dari sistem pete-pete ini sangat tergantung pada kondisi

lalu-lintas dan jumlah armada angkutan umum yang beroperasi. Pada sisi lain kondisi prasarana

utama dan prasarana penunjang sistem angkutan umum seperti terminal, halte dan tempat-tempat

pemberhentian masih membutuhkan perhatian ekstra untuk ditingkatkan pengembangannya, baik

menyangkut fisik maupun pengelolaannya.

DIT. BSTP

Page 54: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

III - 22

Adapun indikator karakteristik dari angkutan perkotaan yang menuju dan meninggalkan Kota

Makassar, diuraikan sebagai berikut :

1) Lintasan Rute

Lintasan rute dari berbagai trayek angkutan perkotaan jenis mikrolet di wilayah Mamminasata

yang berstatus sebagai angkutan dalam propinsi (AKDP) disajikan pada Tabel 3.16 dan Gambar

3.5, 3.6 dan 3.7.

Tabel 3.16: Lintasan Rute Angkutan Perkotaan di Mamminasata

No Nama Trayek Lintasan Rute

Rute Pergi Rute Pulang 1 Maros – Makassar via

Perintis Terminal Marusu – Jl. Perintis K. – TRD

TRD – Jl. Perintis K. – Terminal Marusu

2 Maros – Makassar via Tol

Term. Marusu – Jl. Sutami – TRD

TRD – Jl. Sutami – Terminal Marusu

3 Sungguminasa – Makassar

Term. Bajiminasa – Jl. St. Alauddin – Jl. A. Tonro – Jl. Kumala – Jl. Ratulangi – Jl. Sudirman – Jl. B. Saraung

Jl. B. Saraung – Jl. Lompo Battang – Jl. BWK – Jl. Sudirman – Jl. Landak – Jl. Veteran – Jl. St. Alauddin – Ter. Bajiminasa

4 Takalar – Makassar Term.Takalar –Sungguminasa - Jl. St. Alauddin – Jl. A. Tonro – Jl. Kumala – Jl. Ratulangi – Jl. Sudirman – Jl. B. Saraung

Jl. Bulusaraung – Jl. Lompobattang – Jl. BWK – Jl. Sudirman – Jl. Landak – Jl. Veteran – Jl. St. Alauddin –Sungguminasa - Term. Takalar

5 Makassar Mall – Sungguminasa

Term. Bajiminasa – Jl. St. Alauddin – Jl. A. Pettarani – Jl. Urip – Jl. BWK – Jl. Sudirman – Makassar Mall

Makassar Mall – Jl. B. Saraung– Jl. Urip – Jl. Pettarani – Jl. St. Alauddin – Ter. Bajiminasa

Tabel di atas memperlihatkan bahwa terdapat 5 trayek angkutan perkotaan jenis mikrolet yang

beroperasi yaitu : Trayek Makassar – Maros via Jl. Perintis dan via Jl. Sutami, Trayek Makassar

- Takalar, dan Trayek Makassar – Sungguminasa (Gowa) yang terdiri atas jenis moda yaitu moda

mikrolet dan moda bus DAMRI. DIT. BSTP

Page 55: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

III - 23

Gambar 3.5: Lintasan Rute Trayek Makassar - Maros

Gambar 3.6: Lintasan Rute Trayek Makassar - Sungguminasa

Terminal Maros

Terminal Regional Daya (TRD)

Eks Terminal Panaikang

Rute AKDP Trayek Maros –

Makassar via Tol

Rute Trayek Maros –

Makassar via Perintis

Pasar Butung

Makassar Mall

Pasar Pannampu

Perumahan BTP

Perumahan Sudiang

Kondisi Eksisting

Rute AKDP Trayek Maros –

Makassar

Kampus Unhas

Terminal Cappa Bungaya

Lapangan Karebosi

RSU Labuang Baji

Terminal Malengkeri

KONDISI Eksisting Rute AKDP Trayek

Sungguminasa – Makassar

Rute AKDP Trayek

Sungguminasa – Makassar

DIT. BSTP

Page 56: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

III - 24

Gambar 3.7: Lintasan Rute Trayek Makassar - Takalar

Perkembangan Jumlah Armada dan Penumpang

Dengan jumlah armada sekitar 5.550 unit pete-pete termasuk enam unit bus besar (DAMRI), dan

jumlah penumpang sekitar 0,5 juta penumpang per hari, Mamminasata adalah sebuah pasar yang

cukup besar bagi jasa pelayanan angkutan umum. Jasa pelayanan angkutan umum baik yang

disediakan oleh operator swasta maupun pemerintah tidak sepenuhnya diatur oleh pemerintah.

Tarip dasar ditetapkan oleh Pemerintah Pusat yang disesuaikan pemda setempat, sedang izin

trayek dikeluarkan oleh Dinas Perhubungan.

Dari data berdasarkan laporan Dinas Perhubungan diketahui bahwa jumlah angkutan umum yang

melayani wilayah Mamminasata mengalami penurunan pada periode 2000–2005, hal ini

kemungkinan disebabkan persoalan multi dimensi yang yang terkait peningkatan pengguna

kendaraan roda dua yang sangat dahsyat, pembatasan/pengetatan izin trayek baru maupun

Ke Makassar

DIT. BSTP

Page 57: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

III - 25

peremajaan, serta isu persiapan akan diterapkannya sistem angkutan massal (Bus Way).

Sementara itu pada sekitar lima tahun sebelumnya, trayek angkutan kota Makassar pernah

mencapai 24 trayek. Kondisi ini menjadi berubah karena beberapa trayek mengalami kesulitan

permintaan, suatu kondisi yang menunjukkan bahwa pengeluaran izin suatu trayek belum tentu

merupakan suatu trayek dengan permintaan yang cukup sehingga pada akhirnya trayek tersebut

tidak berjalan.

Pada Tabel 3.17 diuraikan perkiraan jumlah penumpang angkutan umum yang rata-rata tiap hari

di Kawasan Mamminasata Tahun 2000-2006 dimana pada Tabel tersebut terlihat pertumbuhan

penumpang yang cukup tinggi tidak diakomodasi oleh pertumbuhan angkutan umum, ditambah

lagi dengan tingginya pertambahan minat masyarakat menggunakan kendaraan roda dua. Karena

jenis kendaraan ini disamping dipandangnya irit juga sangat mudah memperolehnya melalui

sistem kredit.

Jumlah armada angkutan perkotaan baik jenis mikrolet maupun jenis bus di wilayah Makassar

dan sekitarnya disajikan pada Tabel 3.18 berikut :

Tabel 3.18: Jumlah Armada Angkutan Perkotaan di Kawasan Mamminasata

No Trayek AKDP Jumlah Armada (Unit)

Jenis Armada Kapasitas (Seat)

1 Maros – Makassar via Perintis 423 Mikrolet 12

2 Maros – Makassar via Sutami 224 Mikrolet 12

3 Sungguminasa – Makassar 860 Mikrolet 12

4 Takalar – Makassar 298 Mikrolet 12

5 Makassar Mall - Sungguminasa 6 Bus DAMRI 40

Tabel 3.17: Perkiraan Jumlah Penumpang Rata-Rata Tiap Hari Tahun 2000-2006

Tahun Pergerakan Penduduk

Pergerakan Kendaraan

Penumpang Umum

Kendaraan Umum

Pertumbuhan Penumpang

(%)

Pertumbuhan Kendaraan

(%) 2000 932.765 239.160 304.352 2001 952.819 250.186 320.817 2,15 4,61 2002 971.781 262.120 346.258 1,99 4,77 2003 989.661 280.284 367.968 1,84 6,93 2004 1.005.793 302.259 435.012 4.449 1,63 7,84 2005 1.021.584 322.994 476.903 1,57 6,86 2006 1.037.316 350.222 514.579 4.550 1,54 8,43

Sumber : JKPT, 2006

DI WILAYAH DKI JAKARTARUTE ANGKUTAN UMUM

Jakarta UtaraJakarta TimurJakarta PusatJakarta BaratJakarta Utara

Rute Bus KecilRute Bus SedangRute Bus Besar

Gambar 2.11 Rute Angkutan Umum di Wilayah DKI Jakarta

DIT. BSTP

Page 58: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

III - 26

Tabel di atas memperlihatkan bahwa jumlah armada angkutan umum perkotaan untuk trayek

Maros – Makassar sebesar 423 unit (trayek Via Jl. Perintis Kemerdekaan) dan 224 unit (trayek

Via Jl. Sutami). Untuk Trayek Sungguminasa – Makassar, terdapat 860 unit bagi jenis armada

mikrolet dan 6 unit bagi armada bus. Adapun untuk Trayek Takalar – Makassar, terdapat sebesar

298 unit.

3.5 Kondisi Sistem Pelayanan Moda Angkutan

Cakupan Wilayah Pelayanan

Cakupan pelayanan direpresentasikan dengan wilayah dengan radius sekitar 500 m sebagai

aksesibilitas atau jarak maksimum yang diterima orang berjalan kaki dari dan ke jaringan trayek.

Cakupan wilayah pelayanan untuk tiap angkutan menunjukkan distribusi jumlah trayek terhadap

jarak lintasan, dimana karena hanya tersedia satu jenis angkutan terlihat adanya over lapping

jarak yang cukup besar. Pada sisi lain, idealnya angkutan pete-pete melayani rute angkutan

umum jarak dekat sedang bus sedang melayani rute dengan jarak menengah. Struktur rute

angkutan umum kawasan Mamminasata belum tertata dengan baik, hal ini kemungkinan

dikarenakan berkembangnya Mamminasata sebagai daerah metropolitan belum begitu cepat

sehingga belum terjadi penambahan/pembenahan rute, untuk memenuuhi permintaan yang ada.

Review secara menyeluruh rute-rute angkutan di wilayah Mamminasata belum pernah dilakukan

kecuali penambahan trayek dan rute terus terjadi yang dapat manambah kompleksitas jaringan

trayek tersebut.

Komposisi Pelayanan

Suatu kondisi yang menggembirakan karena kecenderungan trend atau peningkatan masyarakat

pengguna angkutan umum lebih tinggi dari peningkatan ketersediaan armada angkutan yang ada.

Hal ini menggambarkan pengembangan pengelolaan angkutan umum yang prospektif pada masa

yang akan datang. Kecenderungan peningkatan masyarakat perkotaan wilayah Mamminasata

pengguna angkutan umum dapat dilihat pada gambar berikut.

DIT. BSTP

Page 59: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

III - 27

Gambar 3.8: Kecenderungan Peningkatan Masyarakat Pengguna Angkutan Umum

Komposisi untuk melihat peranan setiap jenis angkutan umum, komposisi kendaraan angkutan

umum (besar, sedang dan kecil) yang beroperasi dapat menggambarkan kondisi sistem angkutan

umum di dalam menyediakan pelayanan. Komposisi kendaraan yang beroperasi pada ruas jalan

dari seluruh jaringan masih didominasi oleh jenis angkutan mikrolet (pete-pete).

Permasalahan lain rute angkutan umum adalah terkonsentrasinya moda trayek di pusat kota

(CBD), dimana pada pusat kota terjadi penumpukan trayek baik bus besar, sedang maupun kecil.

Hal tersebut sangat dimungkinkan karena lokasi terminal regional berada di pusat keramaian

kota dan masih banyaknya pangkalan angkutan umum di luar terminal serta kantor pelayanan,

garasi kendaraan, bengkel bagi setiap operator angkutan umum masih berada di pusat kota.

Dalam mengkaji sistem angkutan umum selain mengkaji sistem distribusi muatan, tingkat

pelayanan juga penting untuk dikaji. Average Load Factor pada jam sibuk menggambarkan

kinerja sistem angkutan umum dari segi pengoperasian. Tabel 3.20 menunjukkan average load

factor untuk tiap jenis kendaraan angkutan umum yang beroperasi diterminal regional. Tabel

tersebut menunjukkan bahwa moda angkutan mempunyai load factor yang berubah dan relatif

rata. Apabila kondisi ini dibandingkan dengan sisi penyediaan kapasitas dimana komposisi

kapasitas antara bus kecil dan bus sedang tidak sebanding (penyediaan kapasitas bus sedang

lebih besar), maka load factor yang relatif tinggi ini menggambarkan bahwa pengoperasian bus-

bus kecil ini menjadi kurang efisien.

- 5.000

10.000 15.000

20.000

25.000 30.000

35.000

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006

Tahun

Penumpang Kendaraan

DIT. BSTP

Page 60: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

III - 28

Tabel 3.19: Load Factor Rerata di Terminal Regional

Periode (jam)

Mikrolet & Bus Kecil

Bus Sedang

Bus Besar

06-07 35,12% 46,59% 57,14% 07-08 46,17% 54,53% 71,57% 08-09 49,17% 42,69% 58,66% 09-10 48,52% 39,34% 55,94% 10-11 52,72% 30,14% 28,25% 11-12 59,77% 37,80% 24,15% 12-13 56,83% 38,56% 22,67% 13-14 41,46% 41,44% 16,09% 14-15 49,24% 48,41% 48,13% 15-16 50,57% 43,92% 49,94% 16-17 51,16% 49,85% 62,47% 17-18 38,22% 65,12% 75,71% 18-19 67,33% 67,94% 74,32% 19-20 50.76% 68,09% 60,19% 20-21 23,47% 62,58% 41,33%

Sumber: Data Survey Bus Passenger OD, MTI, 2006

Nilai load factor pada masing-masing kendaraan yang beroperasi diruas jaringan jalan perkotaan

kawasan Mamminasata rata-rata 0,47 berdasarkan load factor dinamis dan 0,66 berdasarkan

load factor lintasan. Nilai tersebut didasarkan atas muatan pete-pete sebagai jenis kendaraan

yang mendominasi layanan angkutan umum perkotaan trayek dalam Kota Makassar maupun

Makassar-Gowa-Takalar dan Makassar-Maros. Faktor muat (load factor) bagi bus sedang dan

bus besar sebagaimana tabel diatas menggambarkan fenomena muatan untuk AKDP dan AKAP

sebagai bahan perbandingan.

Tingkat pelayanan angkutan umum juga dapat dilihat dari fasilitas angkutan umum yang

disediakan untuk pengguna seperti lajur khusus, halte dan terminal. Halte bus yang ada di Kota

Makassar beberapa diantaranya ditempati oleh pedagang kaki lima yang membuat tidak nyaman

pengguna yang menunggu angkutan umum, kondisi halte tersebut juga seringkali dalam kondisi

rusak, tidak terawat atau kotor. Kondisi terminal-terminal tidak jauh berbeda dengan kondisi

halte, dipenuhi oleh pedagang, dan tidak terawat, kondisi ini masih diperparah oleh pengemudi

angkutan umum yang menunggu penumpang di dalam terminal, menambah tingkat semrawutnya

terminal, kondisi-kondisi tersebut membuat penumpang memilih untuk menunggu kendaraan

umum di tepi jalan atau di luar terminal yang tentu saja akan mengganggu arus lalu-lintas.

Tabel 2.11 Load Factor berdasarkan Data Okupansi Maksimum di Ruas Jalan DKI Jakarta

Periode (jam) Bus Kecil Bus Sedang Bus Besar 06-07 125.00% 191.35% 200.00% 07-08 100.00% 193.48% 200.00% 08-09 100.00% 185.71% 200.00% 09-10 116.67% 200.00% 200.00% 10-11 100.00% 150.00% 200.00% 11-12 100.00% 150.00% 158.33% 12-13 100.00% 162.50% 183.93% 13-14 100.00% 167.19% 160.94% 14-15 200.00% 200.00% 200.00% 15-16 114.04% 172.22% 200.00% 16-17 103.85% 189.71% 200.00% 17-18 126.67% 194.12% 200.00% 18-19 142.86% 200.00% 200.00% 19-20 101.92% 200.00% 200.00% 20-21 200.00% 200.00% 175.00% 21-22 100.00% 200.00% 180.00%

Sumber: Hasil Pengolahan Data Survey Bus Passenger OD ,Sitramp Phase II

0.00%

50.00%

100.00%

150.00%

200.00%

250.00%

06-07

07-08

08-09

09-10

10-11

11-12

12-13

13-14

14-15

15-16

16-17

17-18

18-19

19-20

20-21

21-22

Jam

Load

Fac

tor

Bus Kecil Bus Sedang Bus Besar

Gambar 2.15 Load Factor Berdasarkan Data Okupansi Maksimum

DIT. BSTP

Page 61: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

III - 29

3.6 Kondisi/Rute Trayek Angkutan Umum

Trayek adalah lintasan kendaraan umum untuk pelayanan jasa angkutan orang dengan mobil

penumpang, yang mempunyai asal dan tujuan tetap, lintasan tetap dan jadwal tetap maupun tidak

tetap. Sedangkan rute adalah jalur lintasan yang ditetapkan dan sifatnya tetap yang akan dilalui

oleh mobil penumpang dalam suatu trayek.

Trayek angkutan umum perkotaan merupakan jalur yang akan dilalui oleh angkutan umum

berdasarkan izin trayek dikeluarkan oleh Pemerintah kabupaten/Kota untuk angkutan umum

yang beroperasi dalam wilayah kota dan izin trayek yang dikeluarkan Pemerintah Propinsi untuk

angkutan umum yang melintasi lebih dari 1 (satu) kota.

Kondisi trayek angkutan umum di Kawasan Metropolitan Mamminasata yang meliputi 4 (empat)

wilayah kabupaten/kota berlangsung secara parsial menuju dimasing-masing pusat kota,

begitupula pergerakan antar kota khususnya ke Kota Makassar. Pengaturan trayek angkutan

umum ditetapkan dimasing-masing wilayah administrasi kabupaten/kota, begitupula dengan

pergerakan pelayanan angkutan umum penumpang antar kota di Kawasan Mamminasata.

A. Angkutan Penumpang Kota dan Pedesaan

Dengan melihat perkembangan Kota Makassar sebagai pusat pengembangan Kawasan

Mamminasata, disamping peranannya sebagai ibukota provinsi, maka pemerintah Kota Makassar

yang secara koordinasi dengan ketiga wilayah administrasi lainnya, yakni Kabupaten Gowa,

Maros dan Takalar melakukan penataan dan perencanaan system jaringan trayek angkutan.

Disamping itu, orientasi pergerakan penduduk seiring dengan munculnya kawasan-kawasan baru

sebagai kawasan aglomerasi baru di dalam wilayah Kota Makassar, maka pada tahun 2001

Pemerintah Kota Makassar melalui Dinas Perhubungan Kota Makassar melakukan rektruisasi

trayek dan rute pergerakan angkutan umum, terutama jenis Pete-Pete.

Pola sirkulasi dan pergerakan AUP Pete-Pete yang ditetapkan oleh Dinas Perhubungan Kota

Makassar sebanyak 24 trayek dan 19 diantaranya titik tujuan utamanya (berawal dan berakhir) di

Makassar Mall. Sedangkan selebihnya (trayek B1, C1, E1, R, dan F1) dengan titik tujuan

utamanya (berawal dan berakhir) Kampus Unhas seperti pada Tabel 3.20.

DIT. BSTP

Page 62: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

III - 30

Tabel 3.20: Jumlah dan Panjang Trayek AUP Pete-Pete di Kota Makassar, Tahun 2000

No. Kode Trayek Jurusan Panjang

Trayek (Km) Jumlah Armada

1. A BTN Minasaupa-Ps. Butung 12,50 193 2. B Trm.Tamalate-Ps. Butung 13,40 629 3. C Makassar Mall-Tallo 7,20 303 4. D Trm. Daya-Makassar Mall 14,50 1.161 5. E Trm.Panakkukang-Mks Mall 13,50 519 6. F Trm.Tamalate-Mks Mall 10,40 408 7. G Trm. Daya-Ps. Butung 16,50 356 8. H Perm.Antang-Mks Mall 15,50 354 9. I Trm. Panakkukang-Ps.Baru 9,80 319

10. J Trm.Panakkukang-Mks Mall 10,40 289 11. K Term.Panaikang-Term.Tamalate 8,90 4 12. L Term.Tamalate-Psr.Butung 10,20 15 13. M Trm.Panaikang-Ps.Pa’Baengbaeng 10,00 7 14. N Trm.Tamalate-Trm.Panakkukang 7,00 0 15. O Trm.Panaikang-Ps. Butung 7,50 5 16. P Trm.Panakkukang-Trm.Tamalate 12,50 8 17. U Ps. Butung-Trm.Tamalate 11,70 14 18. V Tr.Daya-Sudiang 11,90 0 19. W Trm.Daya-SMU 6 8,50 0 20 R Ps. Baru-Kampus Unhas 18,10 6 21. B1 Trm.Tamalate-K.Unhas 25,50 168 22. C1 Tallo-Kampus Unhas 20,40 39 23 E1 Trm.Toddopuli-K.Unhas 19,50 197 24. F1 Trm.Tamalate-K.Unhas 20,40 72

Jumlah 307,20 5.069 Sumber : Kantor Dinas Perhubungan Kota Makassar, 2000

Pada tahun 2001, Dari ke 24 trayek tersebut hanya 16 trayek yang beroperasi dan mengalami

pengurangan sebanyak 519 kendaraan dari sebelumnya. Rektruisasi atas trayek angkutan

penumpang dan perubahan tersebut belum mampu memperkecil tingkat permasalahan kemacetan

dalam kota. Perubahan ini dilakukan disamping beberapa trayek yang dipersiapkan tidak terisi

(dianggap tidak perlu) juga disebabkan terjadinya pelanggaran atas trayek seperti penyimpangan

(Deviasi) rute operasional. Adapun perubahan rute trayek angkutan Pete-Pete di Kota Makassar

tahun 2007 dapat dilihat pada Tabel 3.21.

DIT. BSTP

Page 63: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

III - 31

Tabel 3.21: Jumlah Armada dan Panjang Rute Angkutan Umum di Kota Makassar, Tahun 2007

No. Trayek Kode Panjang Rute

(Km)

Jumlah

Armada

1. Makassar Mall - BTN. Minasaupa A 12,1 189

2. Pasar Butung-Cendrawasih-Term. Mallengkeri B 12,4 497

3. Makassar Mall – Tallo C 7,4 247

4. Makassar Mall – Term. Regional Daya – Perumnas Sudiang D 13,3 1.029

5. Makassar Mall – UNM – Perumnas Panakkukang E 11,5 413

6. Makassar mall – Veteran – Term. Mallengkeri F 10,4 331

7. Term. Daya Tol Pnp – Makassar Mall G 15,9 381

8. Perumnas Antang – Makassar Mall H 15.5 356 9. Makassar Mall – STIKI – Borong I 9,3 327

10. Makassar Mall – Pa’baeng-baeng – Perumnas Panakkukang J 10,2 222

11. Makassar Mall – BTP S 14,8 160

12. Term. Mallengkeri – Cenrawasih – Kampus Unhas B1 24 151

13. Tallo – Kampus Unhas C1 20,0 38 14. Term. Toddopuli – Kampus Unhas E1 19,0 152

15. Term. Mallengkeri – Veteran – Kampus Unhas F1 14,8 55

16. Pasar Baru – Ujung Tanah – Kampus Unhas R 24 2

Jumlah 4.550 Sumber : Dinas Perhubungan Kota Makassar, Tahun 2007

Tabel 3.21, memperlihatkan pola pergerakannya menuju Makakssar Mall. Akibatnya, beberapa

ruas jalan (rute trayek) mengalami operlay dengan rute trayek lainnya. Pada ruas jalan tersebut

memiliki tingkat beban cukup tinggi dan sangat memungkinkan timbulnya aspirasi para supir

AUP melakukan penyelewengan-penyelewengan atas trayek yang dilaluinya, seperti munculnya

trayek baru, pengoperasian angkutan tidak berakhir pada tempat tujuan utama kemudian bertolak

kembali dan munculnya pangkalan-pangkalan angkutan pada setiap sudut jalan. Sedangkan

untuk trayek Kampus Unhas, pada kondisi tertentu yakni antara jam 18.00-22.00 akan melayani

trayek menuju Makassar Mall, mengingat pada waktu tersebut jumlah penumpang sepanjang

lintasan trayeknya berkurang.

Untuk kondisi trayek angkutan kota dan pedesaan pada Kabupaten Gowa yang pelayanannya

berpusat di Terminal Cappa Bungaya dengan sistem trayek tetap, yang melayani perjalanan antar

DIT. BSTP

Page 64: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

III - 32

wilayah kecamatan atau intrawilayah kecamatan serta lintas wilayah, terutama wilayah

Kabupaten Takalar dan Kota Makassar. Sistem pelayanan lintas kabupaten pada jenis angkutan

perkotaan dan pedesaan, dalam hal ini berupa angkutan mikrolet (Pete-Pete) disebabkan

keterkaitan warisan kebijakan pelayanan angkutan antar daerah masa lalu dan keadaan geografis

wilayah (terutama Takalar) yang sebagian jalan penghubung melewati wilayah kabupupaten

lainnya.

Gambar 3.9: Jenis angkutan Mikrolet dengan warna dasar Merah Untuk Gowa dan Biru Muda Untuk Makassar

Untuk memberikan pelayanan jasa angkutan penumpang dalam kota dan pedesaan di Kabupaten

Gowa telah ditetapkan sebanyak 14 trayek belum termasuk trayek Sungguminasa-Makassar. Dari

data distribusi angkutan per trayek untuk angkutan kota dan pedesaan pada keempat belas trayek

tersebut, jumlah kendaraan yang dioperasikan adalah sebanyak 604 unit. Adapun kondisi trayek

angkutan pedesaan dalam wilayah Kabupaten Gowa tahun 2006 dapat dilihat pada Tabel 3.22.

Tabel 3.22

Data Kendaraan Angkutan Umum Perdesaan (Mikrolet) Dalam Wilayah Kabupaten Gowa Tahun 2006

No. TRAYEK /RUTE KODE TRAYE

K

Jumlah kendaraan

yang operasi (unit)

Jam Operasi (jam)

Rata-rata Rit

Per Hari

Lama Perjalanan

Per Rit (menit/rit) Jam sibuk

1 2 3 4 5

Terminal.Cappa Bungaya-Sungguminasa-Kassi Terminal Cappa Bungaya-Paccellekang-Via Mala’lang Terminal Cappa Bungaya-Paccellekang-Via Pakatto Caddi Terminal Cappa Bungaya-Sungguminasi-Malino Terminal Cappa Bungaya-Sungguminasi-Sapaya-Malakaji

A

B

C

D

E

50

25

30

200

50

06.00-18.00

06.00-18.00

06.00-18.00

06.00-20.00

06.00-21.00

8

8

8

6

4

50

50

70

90

180

DIT. BSTP

Page 65: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

III - 33

6 7 8 9 10 11 12 13 14

Terminal Cappa Bungaya-Pallangga-Bontoramba Terminal Cappa Bungaya-Sungguminasa-Karassi Terminal Cappa Bungaya-Panciro-Barombong Terminal Cappa Bungaya-Boka-Biringbalang-Limbung Terminal Cappa Bungaya-Kalukuang-Moncobalang Terminal Cappa Bungaya-Limbung-Caddika-Palompong Terminal Cappa Bungaya-Limbung-Manjalling Terminal Cappa Bungaya-Rappokaleleng-Barembeng-Bontoramba Terminal Cappa Bungaya-Limbung-Kalase’rena-Terminal pembantu Palleko

F

G

H I J

K

L

M

N

10

50

55

15

29

17

15

39

19

06.00-18.00

06.00-18.00

06.00-18.00

06.00-18.00

06.00-18.00

06.00-18.00

06.00-18.00

06.00-19.00

06.00-18.00

8

8

8

8

8

8

8

6

8

30

40

50

50

30

60

40

70

50

JUMLAH 604

Sumber: Dinas Perhubungan Kabupaten Gowa 2007

Gambar 3.10. Peta Tematik Pelayanan Angkutan Umum Perdesaan Kabupaten gowa

Dari Tabel 3.22 di atas terlihat bahwa sistem trayek angkutan di Kabupaten Gowa hanya tertuju

pada satu lokasi tujuan, yakni terminal Cappa Bungaya. Kondisi ini juga terjadi pada angkutan

penumpang yang melayani trayek Sungguminasa-Makassar yang berjumlah 784 unit (Dinas

6 6

10

13

9

14

11

3

2

1 7

8

12

4

5

6

DIT. BSTP

Page 66: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

III - 34

Perhubungan Provinsi Sulawesi Selatan). Lintasan rute pada trayek Sungguminasa-Makassar

pada dasarnya adalah sama, sehingga kepadatan pada rute angkutan penumpang sangat padat

disamping menyatu dengan lintasan pergerakan kendaraan lainnya. Hal ini sangat beralasan

karena lintasan trayek Sungguminasa-Makassar Mall ini merupakan daerah yang memiliki

intensitas guna lahan yang sangat tinggi.

Kondisi trayek angkutan penumpang kota dan pedesaan di Kabupaten Maros pada dasarnya

memiliki kesamaan dengan sistem trayek di Kabupaten Gowa. Sejumlah angkutan yang dapat

melayani trayek Maros-Makassar yang bergabung dengan trayek angkutan yang berasal dari

Kabupaten Pangkep. Hanya saja pola pelayanan trayek Maros-Makassar dan Pangkep-Makassar,

dimana kedua pelayanan trayek tersebut melintasi rute-rute yang sama dengan tujuan akhir di

Kota Makassar pada dua tempat, yakni Terminal Regional Daya dan Pasar Panampu. Sementara

trayek Sungguminasa-Makassar terpusat di Makassar Mall sebagai pusat kota.

Sedangkan sistem trayek angkutan kota dan pedesaan berupa Pete-Pete di Kabupaten Takalar

tidak melayani hingga Kota Makassar, melainkan hanya sampai di Terminal Cappa Bungaya

Gowa. Pada kondisi tertentu, dimana angkutan melayani hingga ke terminal Malengkeri

Kecamatan Tamalate dan kawasan Tanjung Bunga yang keduanya adalah bagian dari Kota

Makssar.

Dari uraian tersebut diatas terlihat bahwa sistem trayek angkutan penumpang berupa Pete-Pete

di Kawasan Mamminasata yang meliputi 3 wilayah kabupaten dan 1 kota belum terkoneksi dan

terkoordinasi dengan baik. Terjadinya deviasi pelayanan angkutan membuktikan bahwa kondisi

trayek belum mengikuti arah pengembangan tata ruang kawasan, khususnya yang terjadi di Kota

Makassar. Deviasi pelayanan angkutan penumpang pada trayek tertentu lebih banyak disebabkan

munculnya pusat-pusat aglomerasi baru yang kemudian berdampak kepada kinerja pelayanan

angkutan yang semakin rendah dan semraut menurut wilayah administrasi dalam kawasan

Mamminasata.

B. Angkutan Penumpang Bis DAMRI

Pengelolaan angkutan ini dilakukan oleh Perum DAMRI dengan jumlah armada yang beroperasi

8 unit yang izin operasinya dikeluarkan oleh Pemerintah Propinsi Sulawesi Selatan melalui

Dinas Perhubungan. Bis DAMRI digolongkan menjadi 2 (dua) pelayanan yakni Patas AC dan

Patas non AC. Untuk Patas AC pengoperasiannya hanya melani trayek Makassar – Pare-Pare

dan non AC adalah trayek Makassar-Sungguminasa dan Makassar-Maros. Jaringan trayek Bis

DAMRI tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.23.

DIT. BSTP

Page 67: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

III - 35

Tabel 3.23: Trayek AUP Bus Damri Tahun 2007

Kode Trayek Trayek

02 Makassar Mall – S.minasa

04 Ps.Panampu – S. Minasa

Patas Maros Makassar Mall – Maros

Patas Pare-Pare Trm.Toddopuli-Pare-pare Sumber : Perum. DAMRI Kota Makassar Tahun 2007

Dari tabel 3.34 di atas terlihat bahwa trayek Bis DAMRI yang melayani daerah-daerah dalam

Kawasan Mamminasata adanya hanya dua wilyah kabupaten, yakni Kabupaten Gowa dan

Maros. Untuk Kabupaten Gowa dilayani oleh dua trayek, yakni Pasar Panampu-Sungguminasa

dan Makassar Mall-Sungguminasa. Kondisi ini terjadi karena adanya permintaan pelayanan

angkutan dalam jumlah yang besar dari Sungguminasa ke Kota Makassar, sedangkan Kota

Maros relatif rendah penggunaan angkutan tersebut dan masyarakat pengguna lebih senang

menggunakan angkutan Pete-Pete. Untuk wilayah Kabupaten Takalar yang juga bagian dari

kawasan Mamminasata belum dilayani, meskipun pernah akan dioperasikannya bis DAMRI,

namun kelompok supir angkutan Pete-Pete menolak rencana operasional Bis DAMRI. Selain itu,

daerah diluar Mamminasata juga dilayani oleh angkutan ini, yakni pada trayek Makassar-

Parepare.

Gambar 3.11: Bus DAMRI

Keberadaan bis DAMRI di Kawasan Mamminasata sebagai jenis angkutan perkotaan yang

efektif dan efisien belum menjadi primadona dikalangan masyarakat. Kondisi ini disebabkan,

disamping jadwal pelayanannya belum tetap, juga karena pelayanan angkutan ini secara

bersama-sama dengan pelayanan angkutan Pete-Pete pada lintasan trayek yang sama.

DIT. BSTP

Page 68: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

III - 36

C. Angkutan Penumpang Taxi

Pengelolaan jenis angkutan ini dilakukan oleh pihak swasta dengan sistem trayek tidak tetap.

Jenis angkutan ini umumnya beroperasi dalam wilayah Kota Makassar dengan jumlah angkutan

pada tahun 2003 sebanyak 1.264 unit dan kecenderungannya mengalami peningkatan dengan

munculnya badan usaha jasa transportasi, yang tidak hanya terjadi di Kota Makassar tetapi juga

dari Gowa dan Maros seperti yang telah dikelolah oleh Pemda Kab. Gowa sebanyak 300 unit

(DLLAJ Kota Makassar, 2003). Keberadaan angkutan taxi sangat mudah dijumpai karena

disamping tidak memiliki trayek tetap, juga karena jumlah angkutan ini sudah banyak. Orientasi

pergerakan angkutan taxi umumnya pada jalan-jalan utama didalam kota maupun antar kota,

kecuali ke Kota Takalar. Pengaturan trayek pelayanan angkutan taxi hanya dilakukan oleh taxi

bandara melalui Koperasi Angkasapura yang berlokasi di Mandai Maros dengan tiga bagian

zona pelayanan. Hal ini dilakukan untuk menyeragamkan tarif angkutan menurut zona

pelayanan.

D. Angkutan Penumpang lainnya

Jenis angkutan yang dimaksud disini adalah angkutan tidak bermotor (becak) dan angkutan

bermotor (ojek) serta angkutan bentor (becak motor) yang merupakan perpaduan antara motor

dan becak. Jumlah angkutan ini secara kuantitatif tidak diperoleh, namun keberadaannya sangat

melayani kebutuhan perjalanan penduduk, terutama perjalanan jarak dekat (antara 1 – 2 km),

khususnya pada pertemuan jalan raya dengan jalan-jalan permukiman atau perumahan. Jenis

angkutan ini sering kali menjadi salah satu penyebab kemacetan lalulintas di jalan, terutama pada

daerah-daerah pusat-pusat aglomerasi kota, sehingga membutuhkan perhatian dan penataannya.

Disamping itu, khususnya angkutan ojek dan bentor yang legalitasnya belum diatur melalui suatu

Perda, sehingga dapat memicu kerawanan sosial diantara sesama pelaku angkutan penumpang.

Gambar 3.12: Jenis dan Keberadaan Angkutan Ojek dan Becak sebagai Angkutan alternatif

DIT. BSTP

Page 69: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

III - 37

Angkutan alternatif tersebut seiring dengan perkembangan tata ruang di Kawasan Mamminasata,

khususnya pada daerah-daerah aglomerasi kawasan, secara implisit telah terbentuk trayek tetap.

Dari cara pelayanannya terlihat hanya melayani lintasan tertentu dengan jangkauan pelayanan

terbatas dan secara teratur melintasi jalur-jalur yang merupakan rute pelayanannya dengan

memiliki batasan daerah layanan dan tarif yang berlaku sama pada area operasionalnya.

Adapun aturan yang berlaku pada komunitas angkutan ini berlangsung secara tertib dan

terkendali sesuai dengan area pelayanannya. Sedangkan keberadaannya sangat dibutuhkan oleh

masyarakat, terutama peranannya sebagai angkutan antara dari rumah ke jalur-jalur pelayanan

angkutan kota, meskipun sebagian ada yang melayani secara langsung dari rumah ke tempat

kerja (tujuan) atau sebaliknya dan umumnya berlangsung dalam wilayah Kota Makassar dengan

tarif tetap, meskipun masih dilakukan secara tawar menawar antara pengguna dan operator.

Berdasarkan uraian diatas memperlihatkan bahwa trayek pada dasarnya dapat membentuk hirarki

pelayanan angkutan, namun dalam wilayah kawasan Mamminasata, khususnya di Kota Makassar

tidak dapat berlangsung secara efektif. Layanan intra moda dapat diamati melalui interaksinya

sehingga akan terlihat suatu hubungan intra moda. Interaksi antara angkutan umum, baik bus

Damri, Pete-Pete, maupun taksi tidak memperlihatkan adanya hubungan yang memungkinkan

adanya perpindahan penumpang dari moda yang satu dengan lainnya. Hal ini terjadi karena

trayek maupun rute yang dilaluinya sama khususnya angkutan bus Damri dan Pete-Pete kecuali

pada daerah terminal angkutan. Perpindahan antara moda pada ketiga jenis angkutan tersebut,

sering terjadi antar angkutan Pete-Pete atau dengan kata lain perpindahan antar trayek dan

perpindahannya terjadi pada ujung jalan pertemuan antar trayek.

Interaksi intra moda yang paling memungkinkan terjadi adalah angkutan penumpang

becak/ojek/bentor dengan bus Damri, Pete-Pete dan Taksi atau sebaliknya. Jenis angkutan ini

sangat membantu pergerakan penduduk khususnya pada bagian lokasi yang tidak dilalui atau

dilayani angkutan Pete-Pete dan umumnya merupakan angkutan perantara dari tempat asal ke

tempat/jalan yang dilalui oleh angkutan umum.

DIT. BSTP

Page 70: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

III - 38

Gambar 3.13: Intraksi intra moda angkutan kota dan becak pada salah satu lintasan utama angkutan perkotaan di Kota Makassar

3.7 Zona Potensi dan Pelayanan Angkutan Umum

Pola tata guna lahan menggambarkan pengaturan kegiatan manusia yang diterangkan melalui

jumlah setiap kegiatan pada daerah yang lebih kecil yang disebut zona. Zona merupakan bagian

yang lebih kecil dari suatu wilayah atau region.

Interaksi antara tata guna lahan yang terjadi akibat berjauhannya tempat kerja dengan tempat

tinggal dan lain-lainnya. Sasaran dari perencanaan transportasi adalah membuat interaksi

tersebut menjadi lebih mudah dan seefisien mungkin. Cara perencanaan transportasi untuk

mencapai sasaran itu antara lain dengan menetapkan kebijakan tata ruang dalam hal sebagai

berikut (Tamin, 1997) :

a. Sistem kegiatan, rencana tata guna lahan yang baik dapat mengurangi kebutuhan akan

perjalanan yang panjang sehingga membuat interaksi menjadi lebih mudah. Dengan

perkataan lain bahwa dengan mengatur lokasi pusat kegiatan utama sebagai pusat bangkitan

lalulintas, maka secara langsung maupun tidak pendestribusian angkutan juga menjadi

merata dan tidak menimbulkan kecenderungan bergerak pada suatu titik dalam kota.

b. Sistem jaringan, hal yang dapat dilakukan misalnya meningkatkan kapasitas pelayanan

prasarana yang ada, misalnya melebarkan jalan, menambah jalan baru, peningkatan sarana

dan prasarana yang sudah ada dan lain sebagainya.

c. Sistem pergerakan, hal yang dapat dilakukan antara lain mengatur teknik dan manajemen

lalulintas, fasilitas angkutan umum yang lebih baik.

Sebaran geografis antara tata guna lahan (sistem kegiatan) serta kapasitas dan lokasi dari fasilitas

transportasi (sistem jaringan) digabungkan untuk mendapatkan arus dan pola pergerakan lalu

DIT. BSTP

Page 71: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

III - 39

lintas di daerah perkotaan (sistem pergerakan). Besarnya arus dan pola pergerakan lalulintas

tersebut dapat memberikan umpang-balik untuk menetapkan lokasi tata guna lahan yang tentu

membutuhkan prasarana baru pula.

Akibat dari tata guna lahan yang cenderung berubah secara terus menerus, maka perlu

dikendalikan secara ketat agar dapat diikuti dengan perencanaan lalulintasnya. Tata guna lahan

harus direncanakan sedemikian dengan sasaran agar perjalanan minimal dan aksesibilitas

terhadap angkutan umum maksimal.

Makin tinggi tingkat aktivitas suatu tata guna lahan makin tinggi pula tingkat kemampuannya

dalam menarik lalulintas. Daya tarik suatu tata guna lahan akan berkurang dengan meningkatnya

jarak (dampak pemisahan ruang). Tata guna lahan cenderung menarik pergerakan lalulintas dari

tempat yang lebih dekat dibandingkan dengan dari tempat yang lebih jauh.

Berdasarkan hal tersebut diatas, maka dapat diuraikan mengenai kondisi zona potensi dan

pelayanan angkutan umum di kawasan Mamminasata. Orientasi pelayanan angkutan umum

dalam Kawasan Mamminasata maupun pada tingkat wilayah kabupaten/kota yang terintegrasi

dalam kawasan Mamminasata telah disesuaikan dengan besaran jumlah permintaan pelayanan

jasa angkutan umum menurut zona-zana aglomerasi.

Kota Makassar sebagai wilayah ibukota provinsi dan sebagai pusat pengembangan Kawasan

Metropolitan Mamminasata memiliki tingkat bangkitan dan tarikan yang sangat besar

dibandingkan dengan ketiga wilayah kabupaten lainnya, yakni Maros, Gowa dan Takalar.

Peranan tersebut melahirkan pergerakan yang berakumulasi menuju Kota Makassar yang

dilakukan oleh penduduk pada ketiga wilayah kabupaten tersebut ditambah dengan pergerakan

dari Kabupaten Pangkep untuk melakukan perjalanan tiap harinya ke Kota Makassar. Jenis

pergerakan ini umumnya dilakukan oleh penduduk yang melakukan aktivitas dan bertempat

tinggal yang berbeda.

Sebanyak 16 trayek angkutan yang dioperasikan di Kota Makassar sudah dapat melayani dan

menghubungkan zona-zona bangkitan-tarikan dalam kota. Disamping itu, juga terdapat trayek

langsung yang bersifat khusus, seperti pada trayek B1, C1, E1, F1, dan R yang kesemuanya

berfokus pada pelayanan kampus Unhas. Sedangkan kesebelas trayek lainnya hanya melayani

pusat-pusat pemukiman penduduk dengan titik simpul yang sama, yakni Makassar Mall.

Sedangkan trayek lainnya yang dapat memberikan pilihan pergerakan pada zona-zona

aglomerasi di dalam Kota Makassar terhadap pergerakan dari Kabupaten Gowa dan Maros,

yakni pergerakan menuju Pasar Panampu.

DIT. BSTP

Page 72: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

III - 40

Pada kondisi hubungan antar zona dalam wilayah Kota Makassar maupun daerah hinterlandnya,

mengakibatkan tingkat pembebanan jalan-jalan tertentu sangat tinggi disamping berada pada

daerah intesitas guna lahannya sangat tinggi yang mengakibatkan terjadinya kerawanan

kemacetan arus lalulintas, seperti pada koridor jalan disekitar Makassar Mall, Hasanuddin,

Ratulangi, Sultan Alauddin, AP. Petta Rani, G.Bawakaraeng, Urip Sumoharjo, Masjid Raya, dan

Perintis Kemerdekaan. Pada koridor jalan ini memiliki tingkat pelayanan trayek angkutan umum

sangat besar yang secara bersama-sama dengan pergerakan lalulintas dalam kota. Sedangkan

jalur jalan pelayanan angkutan umum pada wilayah Kabupaten Maros, Gowa dan Takalar relatif

masih lancar.

Zona-zona potensial yang memiliki tarikan pergerakan yang sangat besar di Kota Makassar

adalah Antang Kecamatan Manggala, Daya dan Sudiang Kecamatan Biringkanaya, Kampus

Unhas dan Perumahan BTP Kecamatan Tamalanrea, Kecamatan Tamalate, Kecamatan Wajo,

Kecamatan Panakkukang, Kecamatan Bontoala, Kecamatan Ujung Pandang, Ujung Tanah dan

Kecamatan Makassar. Dari kesepuluh kecamatan tersebut, hanya tiga kecamatan yang tidak

termasuk sebagai zona simpul pelayanan angkutan umum, yakni Kecamatan Ujung Pandang,

Bontoala, dan Makassar karena ketiganya hanya sebagai wilayah yang dilalui oleh pelayanan

angkutan penumpang sebagaimana pada Kecamatan Mariso, Mamajang, dan Rappocini,

sementara Kecamatan Tallo yang juga merupakan zona simpul pelayanan angkutan umum

(Trayek Tallo-Kampus Unhas) memiliki daya tarikan yang rendah.

Dengan berkembangnya kawasan Tanjung Bunga Kecamatan Mariso turut pula mempengaruhi

pergerakan penduduk menuju zona tersebut. Sementara pada zona Tanjung Bunga belum

dilayani oleh angkutan umum perkotaan.

Wilayah Kabupaten Gowa dengan jumlah zona potensial untuk pelayanan angkutan umum

berupa angkutan perdesaan sebanyak 5 (lima) lokasi, yakni Palangga Kecamatan Pallangga,

Limbung Kecamatan Bajeng, Tamalayang Kecamatan Bontonompo, Malino Kecamatan

Tinggimoncong, dan Malakaji Kecamatan Tompobulu. Kelima zona tersebut berfungsi sebagai

pusat pelayanan angkutan dan untuk wilayah kecamatan lainnya hanya sebagai daerah

perlintasan pelayanan angkutan umum. Disamping itu, pelayanan angkutan umum Gowa ini juga

melayani sebagian wilayah kecamatan di Kabupaten Takalar, terutama kecamatan Galesong

Utara yang sekaligus berbatasan dengan wilayah Kota Makassar.

Pada wilayah Kabupaten Takalar, zona potensial pelayanan angkutan umum adalah Kota Takalar

sendiri. Sedangkan pada wilayah kecamatan lainnya yang masuk dalam wilayah Kawasan

Mamminasata pada umumnya wilayah perlintasan pelayanan angkutan umum pada trayek

DIT. BSTP

Page 73: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

III - 41

Rumah / T. Tinggal

T. Tujuan/ T. Kerja

Menggunakan Jasa

AUP Pete-Pete (Trayek / Rute)

Menggunakan Becak/Ojek/Bentor

Menggunakan Becak/Ojek/Bentor

Gambar 3.14: Kedudukan Pelayanan Angkutan Alternatif dalam Pergerakan Intra Moda dan Pola Pergerakan Penumpang

Takalar-Sungguminasa Gowa. Kondisi ini juga terjadi pada wilayah Kabupaten Maros, dimana

zona potensialnya sebagian besar merupakan wilayah perlintasan trayek langsung dari Maros-

Makassar, Maros-Camba, dan Maros-Pangkep.

Adapun jenis angkutan yang memiliki peranan yang sangat besar untuk memenuhi pergerakan

penduduk adalah angkutan Pete-Pete. Sedangkan angkutan bis Damri lebih banyak dilayani pada

pergerakan ke Sungguminasa. Sementara pelayanan bis Damri ke Kota Maros semakin rendah

daya minat masyarakat menggunakannya karena pelayanan Pete-Pete ternyata lebih cepat dan

mudah pelayanannya.

Untuk terwujudnya sistem pelayanan angkutan umum yang cepat dan mudah pada bagian

wilayah yang tidak dijangkau oleh pelayanan angkutan Pete-Pete maupun bis Damri, masyarakat

pada umumnya menggunakan jenis angkutan becak, ojek atau bentor. Pelayanan jenis angkutan

alternatif ini hanya melayani pergerakan jarak dekat dengan simpul pelayanan pada jalur trayek

angkutan Pete-Pete atau pada lokasi tujuan akhir penumpang yang tidak menggunakan angkutan

Pete-Pete. Kedudukan pelayanan angkutan alternatif ini dalam sistem transportasi angkutan

umum di Mamminasata dapat gambarkan sebagai berikut.

DIT. BSTP

Page 74: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

III - 42

3.8 Simpul Pelayanan Terminal dan Tempat Pemberhentian

A. Simpul Pelayanan Terminal

Dalam kamus bahasa Indonesia, distribusi diartikan sebagai penyaluran atau pembagian ke

beberapa tempat. Jadi Pendistribusian tentunya berkaitan dengan sesuatu yang diselenggarakan

terkonsentrasi dan akan disebar sesuai dengan arah yang akan dituju dan dalam istilah trasportasi

dapat berupa terminal atau simpul-simpul pergerakan.

Terminal itu sendiri menurut Morlok EK (1991 : 269) adalah titik dimana penumpang dan

barang masuk dan ke luar dari sistem dan merupakan komponen penting dalam sistem

transportasi. Beberapa terminal yang hanya mempunyai satu fungsi dan operasionalnya sangat

sederhana yaitu hanya bongkar dan muat. Sebagai contoh suatu pemberhentian bus pada

perempatan jalan, yang mana penumpang menunggu bus pada halte tersebut.

Dalam Modul Pelatihan Perencanaan Sistem Angkutan Umum (1997:VII-1), terminal sebagai

tempat yang mana sekelompok bus mengakhiri dan mengawali lintasan operasionalnya. Pada

daerah terminal akan terjadi intraksi antara penumpang dan lintasan rute. Dalam penentuan

lokasi terminal berkaitan dengan eksistensi suatu terminal kota, aspek-aspek yang perlu

diperhatikan adalah :

1. Tipe terminal (primer, sekunder, atau tersier)

2. Komponen pergerakan yang akan dilayani

3. Tipe lintasan yang akan dilayani

4. Jumlah lintasan rute yang akan dilayani

5. Kondisi dan karakteristik tata guna tanah pada daearah sekitar terminal

6. Kondisi dan karekteristik prasarana jaringan jalan

7. Kondisi dan karekteristik lalulintas pada jaringan jalan disekitar lokasi terminal

Sedangkan dalam buku Petunjuk Teknis Lalulintas dan Angkutan Jalan, terminal transportasi

merupakan :

1. Titik simpul dalam jaringan transportasi jalan yang berfungsi sebagai pelayanan umum

2. Tempat pengendalian, pengawasan, pengaturan dan pengoperasian lalulintas

3. Prasarana angkutan yang merupakan bagian dari sistem transportasi untuk melancarkan

arus penumpang dan barang

4. Unsur tata ruang yang mempunyai peranan penting bagi efisiensi kehidupan kota.

Simpul (node) menurut Morlok EK (1991 : 94) adalah titik tertentu pada ruang yang

dihubungkan oleh ruas (link) dan lokasinya menentukan dalam pendistribusian pergerakan dan

DIT. BSTP

Page 75: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

III - 43

merupakan titik pertemuan lintasan-lintasan pergerakan angkutan sedangkan dalam buku

Petunjuk Teknik Lalulintas dan Angkutan Jalan (1995 : 150,160) bahwa simpul pada daerah

perkotaan mewakili simpang sedangkan simpul didaerah regional dapat berupa kota. Pada

pelayanan angkutan umum dalam jaringan trayek, simpul dinyatakan sebagai tempat

pemberhentian yang diakibatkan dengan adanya perjalanan asal dan tujuan dan banyaknya

perjalanan yang melibatkan pergantian dari satu moda ke moda yang lainnya (intermodal

trasfer).

Oleh karena itu, suatu jaringan transportasi terdiri dari jalur-jalur komunikasi dan simpul-simpul

transportasi. Jalur-jalur komunikasi harus selalu dapat menghubungkan simpul-simpul

transportasi yang berupa titik asal, titik tujuan, pergantian antar moda, simpul pergantian satu

jenis moda dan simpul persinggahan. Jadi pembatasan yang dilakukan mengenai simpul-simpul

dan konsep dari suatu daerah tangkapan (catchment area) atau daerah pendukung sekitarnya

(hinterland).

Keberadaan pelayanan terminal itu sendiri di Kawasan Mamminasata sudah tersedia dimasing-

masing kabupaten/kota. Terminal tersebut umumnya memiliki type B dan hanya terminal

Regional Daya yang berlokasi di Kecamatan Biringkanaya Makassar berupa terminal type A.

Peranan terminal tersebut telah berfungsi secara maksimal, kecuali terminal Maros yang letaknya

di Kota Baru yang berbatasan langsung dengan Kantor Bupati.

Tidak adanya koordinasi perencanaan terminal pada ke empat wilayah kabupaten/kota tersebut,

mengakibatkan fungsi terminal sebagai pusat simpul pergerakan tidak efektif, sebagaimana yang

terjadi pada terminal regional Daya. Untuk pelayanan angkutan kota dan pedesaan di wilayah

kabupaten Maros, Gowa dan Takalar sudah berjalan dengan baik yang terpusat pada pusat kota.

Simpul pelayanan terminal untuk angkutan perkotaan di Kota Makassar terpusat di Makassar

Mall. Simpul ini bukan sebagai terminal, melainkan hanya sebagai titik pusat simpul pergerakan

angkutan perkotaan, termasuk bis DAMRI. Hal ini juga terjadi di Pasar Panampu yang

kondisinya hanya berfungsi sebagai titik simpul pelayanan angkutan penumpang. Adapun jumlah

terminal yang memiliki peranan sebagai terminal angkutan penumpang di Kota Makassar

sebanyak 4 lokasi, yakni Terminal Regional Daya, Terminal Malengkeri, Terminal Kampus

Unhas dan Terminal Panakkukang.

Terminal Regional Daya dan Terminal Malengkeri diperuntukkan untuk pelayanan angkutan

AKAP, dan AKDP, disamping pelayanan angkutan kota. Sedangkan terminal Panakkukang

hanya difungsikan oleh pelayanan Bis DAMRI untuk tujuan Pare-Pare dan Terminal Kampus

Unhas bagi angkutan kampus. Pelayanan angkutan kota pada terminal Regional Daya tidak

DIT. BSTP

Page 76: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

III - 44

diperkenankan memasuki area operasional pelayanan terminal, melainkan hanya dapat

beroperasi pada pelataran parkir terminal, sehingga pada umumnya angkutan kota tidak masuk

ke dalam terminal. Untuk terminal Malengkeri, angkutan perkotaan secara bersama-sama

menurunkan-muat penumpang dengan angkutan AKDP didalam terminal.

Seiring dengan perkembangan tata ruang wilayah pada daerah yang berbatasan langsung dengan

Kota Makassar, terutama Kabupaten Gowa dan Maros, telah terbentuk simpul-simpul baru pada

daerah perbatasan. Kondisi ini terjadi pada daerah Samata-Gowa dan ujung jalan tol Ir. Sutami di

Kecamatan Biringkanaya. Sistem pelayanan angkutan pada simpul-simpul pelayanan angkutan

tersebut dilakukan secara antrian dengan posisi kendaraan mengambil sebagian dari badan jalan.

Kondisi ini juga terjadi pada daerah dalam kota, dimana telah terbentuk pangkalan-pangkalan

angkutan perkotaan (Pete-Pete) pada setiap pertemuan jalan atau trayek, seperti yang terjadi

pada Km. 4 jalan Urip Sumoharjo dan pertemuan jalan AP. Petta Rani-Alauddin, disekitar PLTU

Tello, persimpangan jalan Veteran-G.Bawakaraeng, disekitar Lapangan Karebosi dan beberapa

pertemuan trayek lainnya. Lain halnya yang terjadi di sekitar Panakkukang Mall, dimana

orientasi pelayanan angkutan perkotaan pada kawasan tersebut sudah terjadi, sementara pada

kawasan ini tidak termasuk daerah perlintasan angkutan perkotaan.

Gambar 3.15: Lokasi Simpul Pelayanan AUP di Kota Makassar

DIT. BSTP

Page 77: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

III - 45

Kondisi simpul pelayanan terminal di Kabupaten Gowa pada kondisi saat ini kegiatan pemusatan

pelayanan angkutan penumpang di Kabupaten Gowa dilayani 5 (lima) terminal, yaitu terminal

Cappa Bungaya di Kecamatan Pallangga, Terminal Limbung Kecamatan Bajeng, Terminal

Tamalayang Kecamatan Bontonompo, Terminal Malino Kecamatan Tinggimoncong, dan

Terminal Malakaji Kecamatan Tompobulu. Kelima terminal tersebut memiliki peranan masing-

masing yang terintegrasi dalam perencanaan sistem transportasi angkutan penumpang di

Kabupaten Gowa, hanya saja belum memperlihatkan adanya sistem pelayanan antar terminal.

Sistem pelayanan angkutan penumpang semuanya tertuju ke Terminal Cappa Bungaya

Pallangga, termasuk trayek Makassar (Makassar Mall). Jadi dapat dipastikan bahwa semua

kendaraan angkutan Pete-Pete akan melewati Kota Sungguminasa tiap harinya. Kondisi ini

tentunya dapat mempengaruhi kinerja jaringan jalan di dalam Kota Sungguminasa, dimana arah

pergerakan akan bermuara pada jalan nasional dan provinsi sebagai jalur utama dan semua jenis

kendaraan melewatinya. Hal ini juga terjadi pada Kabupaten Maros dan Takalar, dimana

terminal regional yang terletak di ibukota kabupaten sehingga akumulasi angkutan kota dan

perdesaan akan terpusat ke terminal regional. Disamping itu, juga terdapat simpul-simpul cabang

pelayanan angkutan yang hanya melayani pergerakan penduduk pada satu atau dua kecamatan.

Simpul-simpul ini umumnya berupa pasar tanpa dilengkapi dengan fasilitas tertentu untuk

keperluan penumpang angkutan.

Gambar 3.16: Keadaan Terminal Pallangga yang sekaligus sebagai Kantor Dinas Perhubungan

DIT. BSTP

Page 78: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

III - 46

B. Tempat Pemberhentian Angkutan Penumpang

Disamping terminal yang berfungsi sebagai tempat menurunkan dan memuat penumpang dalam

suatu sistem transportasi, simpul (node) juga dapat berupa tempat pemberhentian bus

(halte/shelter), hanya saja kelengkapan sarana penunjangnya sangat sederhana.

Tempat pemberhentian angkutan penumpang dalam Kawasan Mamminasata yang tercermin

pada 4 wilayah administrasi kabupaten/kota belum berlaku secara maksimal, meskipun

pemerintah setempat telah menyediakan tempat pemberhentian berupa halte dan/atau rambu-

rambu. Untuk wilayah pelayanan angkutan penumpang di Kabupaten Maros, Gowa dan Takalar,

fasilitas ini relatif masih sangat minim dan hanya terdapat di pusat ibukota kabupaten.

Sedangkan di wilayah Kota Makassar sudah tersedia dalam jumlah lebih banyak dibandingkan

dengan ketiga wilayah kabupaten lainnya.

Keberadaan fasilitas tempat henti angkutan penumpang di Kota Makassar, baik berupa rambu

maupun halte hanya terdapat di jalur pelayanan angkutan tertentu, yakni koridor jalan AP. Petta

Rani, jalan Urip Sumoharjo dan jalan Perintis Kemerdekaan. Kondisi penggunaan dan

pemanfaatan halte tersebut tidak dijadikan sebagai tempat atau simpul persinggahan angkutan.

Hal ini terjadi karena belum adanya aturan dan pengawasan persinggahan angkutan penumpang

di setiap halte maupun pada lokasi rambu-rambu perhentian, sehingga angkutan dalam

pelayanannya dapat berhenti sesuai dengan keinginan penumpang.

Gambar 3.17: Kondisi Memuat-Menurunkan Penumpang dan pemarkiran kendaraan

bukan pada daerah halte

DIT. BSTP

Page 79: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

III - 47

Secara umum, letak halte dan rambu persinggahan angkutan penumpang berlokasi disekitar

daerah yang memiliki bangkitan dan tarikan pergerakan yang tinggi, seperti disekitar rumah

sakit, pendidikan, perkantoran dan pusat-pusat perbelanjaan. Adanya halte dan rambu

pemberhentian pada pertemuan antar trayek belum ada, sehingga beberapa halte dijadikan

sebagai tempat-tempat pangkalan ojek dan tempat berjualan oleh PKL, sebagaimana yang terjadi

disekitar kampus UNM jalan AP. Petta Rani.

DIT. BSTP

Page 80: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

IV - 1

BAB IV KINERJA JARINGAN TRANSPORTASI

KAWASAN AGLOMERASI MAMMINASATA

4.1 Umum

Kinerja jaringan jalan menggambarkan suatu tingkatan layanan ruas yang berkaitan dengan luas

area layanan, kinerja utilitas, kinerja aksesibilitas, faktor muat lalu lintas jaringan, availability,

gambaran tingkat kecepatan, kepadatan atau kerapatan kendaraan dalam suatu lajur, derajat

kejenuhan hingga gambaran tingkat pelayanannya. Kinerja juga dapat memberikan gambaran

tentang karakteristik lain menyangkut waktu tempuh, delay (tundaan), peluang kemungkinan

terjadinya antrian dalam suatu lajur hingga panjang antrianya. Disamping pada ruas jaringan

jalan, kinerja jaringan juga akan digambarkan pada situasi persimpangan, karena bagaimanapun

terkadang fenomena permasalahan pergerakan lalulintas pada suatu ruas jalan diakibatkan

adanya masalah di wilayah persimpangan.

Tabel 4.1: Kondisi Kinerja Jaringan Trayek Angkutan Umum Mamminasata

Kode Trayek

Luas Area Pelayanan

(Km2)

Kinerja Utilisasi

(Km)

Kinerja Kemudahan (Km/Km2)

Kinerja Kapasitas

(Kend/Km)

Kinerja Faktor Muat

Kinerja Avalability

(%)

Kinerja Kelaya-

kan

Kinerja Kterjangkaun (Rp/pnp-km)

A 4,84 169.4 2.50 19.01 0,59 121.69 0.99 165.29

B 13,93 173.6 0.89 51.13 0,64 127.57 1.12 161.29

C 3,72 118.4 1.99 34.59 0,59 103.64 1.41 270.27

D 30,61 180.0 0.49 89.93 0,69 132.91 1.33 166.67

E 16,67 161.0 0.69 39.13 0,58 108.96 1.19 173.91

F 7,99 145.6 1.30 39.81 0,70 125.08 1.33 192.31

G 6,75 190.8 2.37 22.08 0,82 92.13 1.34 125.79

H 17,42 186.0 0.89 25.94 0,59 112.92 1.27 129.03

I 11,40 130.2 0.82 36.13 0,69 102.75 1.26 215.05

J 10,01 142.8 1.02 29.31 0,72 134.68 1.30 196.08

B1 44,71 240.0 0.40 6.75 0,61 107.28 1.00 111.11

E1 46,17 195.0 0.27 8.26 0,56 105.92 1.21 104.17

F1 36,79 203.0 0.46 3.30 0,89 121.82 1.13 128.21

S 28,46 200.0 0.66 33.64 0.55 108.81 1.63 123.15

DIT. BSTP

Page 81: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

IV - 2

Kinerja jaringan yang berkaitan dengan nilai kemudahan jaringan diperoleh dari perbandingan

panjang rute trayek dengan luas daerah yang harus dilayaninya, dimana nilai kemudahan yang

tinggi menggambarkan tingkatan kinerja jaringan yang lebih baik. Tabel di atas memperlihatkan

bahwa rerata nilai kemudahan jaringan trayek angkutan umum adalah sebesar 1,08 Km/Km2,

dengan nilai kemudahan terendah sebesar 0, 27 Km/Km2 yang terjadi pada trayek E1, dan nilai

kemudahan tertinggi sebesar 2,5 Km/Km2 yang terjadi pada trayek A.

Kondisi kinerja utilisasi jaringan trayek angkutan umum menggambarkan total panjang

perjalanan suatu armada angkutan umum dalam sehari. Tingkat utilisasi armada angkutan umum

secara rerata dalam sehari adalah sebesar 172 km/hari, dimana utilisasi tertinggi terjadi pada

trayek B1 dengan nilai utilisasi 240 km/hari dan nilai utilisasi terendah sebesar 118,4 km/hari

yang terjadi pada trayek C.

Kinerja kapasitas jaringan layanan angkutan umum ditunjukkan dari perbandingan antara jumlah

kendaraan dengan jarak tempuh dalam trayek tertentu. Hasil pengolahan data survey

menunjukkan bahwa rata-rata nilai kapasitas jaringan trayek angkutan umum adalah sebesar

31,18 kend/km. Nilai kapasitas jaringan trayek angkutan umum terendah sebesar 3,30 kend/km

terjadi pada Trayek F1, sedangkan nilai kapasitas jaringan trayek angkutan umum tertinggi

sebesar 89,93 kend/km terjadi pada Trayek D.

Nilai kinerja jaringan dari load factor dinamis per-km memperlihatkan besarnya nilai load factor

armada untuk setiap zona per-km lintasan rute, sedangkan nilai load factor lintasan rute

menggambarkan kondisi load factor armada secara keseluruhan lintasan rute. Nilai load factor

lintasan rute ini digunakan untuk menghitung jumlah penumpang armada angkutan umum

selama beroperasi sepanjang lintasan rute, sedang nilai load factor dinamis digunakan untuk

menggambarkan efektifitas pemanfaatan kapasitas armada angkutan dalam setiap wilayah zona

per-km sepanjang lintasan rute. Nilai-nilai load factor hasil pengolahan data survai

memperlihatkan bahwa berdasarkan nilai rerata sampel LF dinamis armada angkutan umum

yang disurvai terlihat bahwa nilai tertinggi dari nilai rerata sampel LF dinamis adalah 0,47 yang

terjadi pada trayek E1 dan F1, nilai terendah dari nilai rerata sampel LF adalah 0,21 yang terjadi

pada trayek S, dan nilai rerata dari dari nilai rerata sampel LF dinamis sebesar 0,33. Nilai load

factor lintasan rute berdasarkan nilai LF lintasan rute minimum dari sampel armada angkutan

umum yang disurvai, nilai tertinggi dari nilai minimum LF lintasan rute sampel adalah 0,45 yang

terjadi pada trayek G dan F1, nilai terendah dari nilai minimum LF lintasan rute sampel adalah

0,00 yang terjadi pada trayek B, C, F, S, B1 dan E1, dan nilai rerata dari dari nilai minimum LF

lintasan rute sampel sebesar 0,20.

DIT. BSTP

Page 82: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

IV - 3

Nilai availability menggambarkan tingkat ketersediaan armada angkutan umum yang beroperasi

terhadap jumlah armada angkutan umum yang terdaftar/tersedia secara formal atau legal.

Berdasarkan Tabel 4.1 terlihat bahwa availability angkutan umum secara rerata adalah sebesar

115,18%, dengan nilai availability tertinggi sebesar 134,68% yang terjadi pada J, dan availability

terendah sebesar 92,13% yang terjadi pada trayek G.

Kinerja kelayakan jaringan trayek angkutan umum menggambarkan rasio antara pendapatan

operator terhadap biaya operasi kendaraan (BOK) yang dikeluarkan. Dalam studi ini, nilai BOK

diperoleh dari hasil survai wawancara langsung kepada operator atau sopir angkot yang

selanjutnya data-data tersebut dianalisis dengan menggunakan formulir perhitungan BOK yang

dikeluarkan oleh Departemen Perhubungan. Untuk pendapatan operator, diperoleh dari hasil

perkalian antara nilai LF lintasan rute yang telah diperoleh berdasarkan survai naik-turun

penumpang dengan nilai besaran tarif yang berlaku di lapangan. Nilai BOK bervariasi dari

terendah Rp. 50,67 per-penumpang.km hingga tertinggi sebesar Rp. 125,31 per-penumpang.km

dengan nilai BOK rerata tertinggi sebesar Rp. 104,57 per-penumpang.km.

Berdasarkan Tabel 4.1, terlihat bahwa keterjangkauan jaringan trayek angkutan umum secara

rerata adalah sebesar Rp. 161,59/penumpang.km, dengan nilai tertinggi sebesar Rp.

270,27/penumpang.km yang terjadi pada Trayek C, dan nilai keterjangkauan terendah sebesar

Rp. 104,17/penumpang.km yang terjadi pada Trayek B1. Kinerja jaringan jalan dari nilai

keterjangkauan didasarkan pada perbandingan antara tarip yang berlaku dengan jarak tempuh

dari trayek angkutan.

4.2 Metodologi

Studi-studi pengembangan kawasan Mamminasata telah banyak dilakukan sebelumnya, baik

secara parsial masing-masing kabupaten/kota maupun secara keseluruhan terhadap rencana

pengembangan kawasan perkotaan Mamminasata. Dengan demikian maka dalam studi ini lebih

fokus pada upaya penajaman analisis berdasarkan tujuan studi, namun beberapa data yang telah

diambil sebelumnya perlu diupdate sekaligus untuk menghindari overlapping data.

Metode pendekatan untuk melakukan penilaian dan evaluasi kinerja dan pengembangan jaringan

transportasi Kawasan Mamminasata di Propinsi Sulawesi Selatan ini, maka digunakan

indikator/parameter sebagaimana pada Tabel 4.2 berikut :

DIT. BSTP

Page 83: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

IV - 4

Tabel 4.2: Besaran Indikator/Parameter Kinerja dari Variabel Studi

No Kriteria/ Variabel Uraian Indikator/Parameter

1. Akomodasi terhadap kebutuhan perjalanan (flow function)

(a) Kapasitas yang mencukupi (b) Kecepatan operasi yang optimum (c) Kondisi sistem transportasi yang

selalu dalam kondisi baik dan siap digunakan (reliabilitas sistem)

(a) Pengurangan nisbah volume/kapasitas (%)

(b) Peningkatan kecepatan operasi jaringan (% km/jam)

(c) Perbaikan kondisi fisik fasilitas transportasi (%baik, %operasi)

2. Keterpaduan hirarki sistem jaringan jalan (hierarchical integration)

(a) Pembagian sistem jaringan transportasi primer dan sekunder yang terpola dgn jelas

(b) Hubungan antar hirarki sistem yang efisien/tidak tumpang tindih

(a) Perbaikan akses ke seluruh jenjang kota (% waktu, % Rp)

(b) Kualitatif

3. Keterpaduan antar moda transportasi (multi-modal aspect)

(a) Ketersediaan terminal multi-moda (b) Akses yang mudah untuk semua

moda transportasi

(a) Efisiensi kinerja terminal multi moda (% waktu, % Rp)

(b) Perbaikan akses ke semua moda (% waktu, % Rp)

4. Pemerataan aksesibilitas dan koneksitas antar daerah (accessibility/connectivity)

(a) Pemerataan indeks aksesibilitas (ketersediaan jaringan transportasi persatuan wilayah)

(b) Pemerataan indeks mobilitas (ketersediaan jaringan transportasi per jumlah penduduk)

(a) Peningkatan indeks aksesibilitas (% km panjang jalan/km2)

(b) Peningkatan nilai indeks mobilitas (% km panjang jalan/1000 penduduk)

5. Biaya penyediaan dan pengoperasian yang murah (cost efficiency)

(a) Biaya penyediaan: studi, desain, konstruksi, dan pemeliharaan

(b) Biaya operasi: BOK (biaya operasi kendaraan), nilai waktu

(a) Jumlah biaya penyediaan jaringan (Rp)

(b) Jumlah biaya operasi seluruh jaringan (Rp)

6. Efektifitas dalam mendukung pengembangan wilayah (regional development)

(a) Peningkatan aksesibilitas kawasan andalan dan sentra produksi

(b) Perbaikan fasilitas transportasi internal di dalam kawasan andalan dan sentra produksi

(a) Perbaikan akses ke kawasan andalan (% waktu, % Rp)

(b) Kualitatif

7. Efektifitas dalam mendukung pengembangan core business (sectoral development)

(a) Dampak lingkungan: emisi, polusi suara, intrusi, dan getaran

(b) Dampak sosial: pola interaksi,sikap,dll

(c) Keselamatan lalulintas (d) Kebutuhan lahan dan resettlement

(a) Pengurangan dampak lingkungan (% ton emisi, % reduksi dB)

(b) Kualitatif (c) Pengurangan resiko

kecelakaan (d) Kualitatif

Setelah pendekatan teoritis diatas dilakukan maka dilakukan pendekatan analitis dengan

menggunakan suatu pendekatan model 4 tahap (four stage model) dari pemodelan transportasi.

Tahapan tersebut meliputi :

a. Bangkitan Perjalanan (Trip Production dan Trip Atraction)

Dalam melakukan analisa bangkitan ini sangat terkait dengan pembagian zona yang

umum didasarkan kepada daerah-daerah administrasi (Kabupaten/Kota). Sehingga hasil

DIT. BSTP

Page 84: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

IV - 5

evaluasi kondisi eksisting dari analisa data-data yang diperoleh serta identifikasi

wilayah yang merupakan kesesuain kondisi eksisiting dengan Kebijakan, rencana dan

startegi baik dalam lingkup nasional maupun daerah (wilayah) seperti dijelaskan pada

pendekatan teroritis, merupakan bagian dari variable yang mempengaruhi besaran input

dari pergerakan dari masing-masing zona. Secara umum tahapan ini adalah penentuan

jumlah pergerakan baik kondisi saat ini maupun kondisi yang akan datang pada

masing-masing zona bangkitan.

Langka awal adalah menganalisis potensi zona wilayah yang merupakan zona

pemodelan transportasi, dengan didasari kepada Rencana Pembangunan Wilayah

propinsi Sulawesi Selatan, dan didasarkan kebijakan dan pembangunan sektor-sektor

pada maing-masing zona wilayah tersebut kita lakukan perhitungan secara kuantitatif

dari INPUT Produksi masing-masing sektor pada masing-masing zona tersebut.

Setelah tabulasi hasil INPUT PRODUKSI tersebut kita tabulasikan dalam suatu besaran

tingkat produksi (hasil produksi masing-masing sektor dibagi dengan luas lahan

produksi tersebut), maka dengan metode SURPLUS dan DEFISIT kita coba untuk

menghitung jumlah bangkitan dan tarikan tersebut. Tidak semua sektor yang kita

gunakan dalam melakukan estimasi bangkitan dan tarikan terhadap zona pergerakan

tersebut, untuk melihat seberapa besar pengaruhnya terhadap bangkitan dan bagaimana

keterwakilan masing-maing sektor yang satu dengan yang lainnya dapat digunalkan

analisis korelasi dalam analisis statistic regresi ataupun analisa kategori.

Dalam analisis SURPLUS dan DEFISIT, dikatakan SURPLUS jika Produksi dari

sektor unggulan lebih besar dari tingkat konsumsinya, dan dikatakan DEFISIT jika

tingkat konsumsi lebih besar dibandingkan dengan Tingkat produksi.

Tahapan ini sangat penting dalam melakukan keterpaduan analisis antara Rencana Tata

Ruang dengan Sistem Pengembangan Jaringan Transportasi Kawasan Aglomerasi

Mamminasata.

b. Distribusi Perjalanan (Trip Distribution)

Setelah dilakukan tahapan bangkitan maka tahapan berikutnya adalah mendistribusikan

setiap asal pergerakan (baik pergerakan barang maupun penumpang) dari masing-

masing zona bangkitan menuju ke masing-masing tujuan (destination) berdasarkan

kepada faktor tujuan dalam hal ini adalah ketertarikan akan zona tujuan (sektoral,

DIT. BSTP

Page 85: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

IV - 6

fungsional, dll) dan faktor aksesibilitas, mobilitas serta faktor lainnya. Jadi tahapan ini

adalah mendistribusikan pola pergerakan agar sesuai dengan tujuan dan arahan

pengembangan wilayah dalam kebijaksanaan baik yang bersifat nasional dan wilayah

yang telah ditetapkan.

Pemodelan pola pergerakan antarzona sudah pasti dipengaruhi oleh tingkat aksesibilitas

sistem jaringan antarzona dan tingkat bangkitan dan tarikan setiap zona. Pola

pergerakan dalam sistem transportasi sering dijelaskan dalam bentuk arus pergerakan

(kendaraan, penumpang, dan barang) yang bergerak dari zona asal ke zona tujuan ke

dalam daerah tertentu dan selama periode waktu tertentu. Beberapa metode Matriks

Pergerakan atau Matrik Asal-Tujuan (MAT) yang pernah dikembangkan untuk

memodelkan sebaran pergerakan.

Sasaran dari hasil pemodelan ini akan menggambarkan potensi pergerakan antar

wilayah untuk memperkirakan kebutuhan jaringan jalan lintas wilayah yang diperlukan,

baik terhadap dimensi maupun sistem pengaturannya.

c. Pemilihan Moda (Moda Choice)

Pemilihan moda ini terkait dengan antar moda dalam suatu system jaringan

transportasi. Keterkaitan dengan master plan jaringan transportasi perkotaan wilayah

aglomerasi Mamminasata ini yaitu keterpaduan antar moda transportasi lainnya,

seperti angkutan laut dan angkutan udara. Sehingga titik transfer moda diasumsikan

sebagai titik-titik transfer pergerakan atau titik-titik bangkitan yang bersifat eksternal.

Sedangkan dalam analisis jaringan transportasi dalam suatu pemodelan transportasi,

moda yang diperhitungkan hanya moda angkutan penumpang (baik mobil pribadi

maupun penumpang) serta angkutan barang.

Output dari model ini akan menggambarkan kebutuhan jenis dan jumlah moda yang

paling tepat untuk mengisi lintasan sesuai dengan hirarki jaringan dan karakteristik

wilayah yang dilayani.

d. Pemilihan Rute (Rute Choice)

Tahapan pemilihan rute ini sangat terkait dengan prioritas penanganan ruas jalan dari

keseluruhan sistem jaringan jalan di Kawasan Aglomerasi Mamminasata Propinsi

Sulawesi Selatan hasil perencanaan. Hasil output dari proses assignment yang berupa

kondisi pembebanan jaringan jalan yang didasarkan pada derajat kejenuhannya (V/C)

DIT. BSTP

Page 86: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

IV - 7

dikombinasikan dengan aspek non teknis maka akan diperoleh priritas penanganan

jalan yang tersusun dalam suatu Program Penanganan, termasuk menggambarkan

potensi rute-rute utama dan rute alternatif dari suatu sistem jaringan. Kondisi

pemebebanan pada beberapa ruas jalan dalam wilayah Mamminasata dapat

diilustrasikan pada Gambar 4.1 berikut.

Gambar 4.1: Kondisi Pembebanan Beberapa Jaringan Jalan dalam (V/C)

4.3 MAT Perjalanan

Pendekatan yang dilakukan untuk mengetahui pola aktivitas kawasan Aglumerasi Mamminasata

digunakan model bangkitan pergerakan, yaitu dengan mengetahui atau mendapatkan jumlah

pergerakan yang dibangkitkan oleh setiap zone asal (zone Oi) dan jumlah pergerakan yang

tertarik ke setiap zona tujuan (Zone Du).

Tujuan dasar tahap bangkitan pergerakan adalah untuk menghasilkan model hubungan yang

mengaitkan parameter tata guna lahan dengan jumlah pergerakan yang menuju ke suatu zona

atau jumlah pergerakan yang meninggalkan suatu zona. Zona asal dan zona tujuan pergerakan

biasanya menggunakan istilah trip end.

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9

Jl. Jend. Ahmad Yani

Jl. Sultan Alauddin

Jl. Andalas

Jl. Andi Tonro

Jl. Antang Raya

Jl. Batua Raya

Jl. Borong Raya

Jl. Cakalang

Jl. Cendraw asih

Jl. Abdullah Dg Sirua

Jl. Diponegoro

Jl. Gagak

Jl. Ir. Sutami

Jl. Jend.M. Yusuf

Jl. R.A. Kartini

Jl. Kumala

Jl. Malengkeri

Jl. Masjid Raya

Jl. Nusantara

Jl. Perintis Kemerdekaan

Jl. Pongtiku

Jl. Jend. Sudirman

Jl. Sultan Hasanuddin

Jl. Sungai Saddang

Jl. Teuku Umar

Jl. Toddopuli Raya

Jl. Yos Sudarso

Jl. Arif Rate

Jl. Bandang

Jl. G. Baw akaraeng

Jl. Hertasning

Jl. A.P.Pettarani

Jl. Tentara Pelajar

Jl. Urip Sumoharjo

Jl. Veteran Selatan

Derajat Kejenuhan DIT. B

STP

Page 87: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

IV - 8

Model ini sangat dibutuhkan apabila efek tata guna lahan dan pemilihan pergerakan terhadap

kinerja bangkitan dan tarikan pergerakan peubah sebagai fungsi waktu. Tahapan bangkitan

pergerakan ini meramalkan jumlah pergerakan yang akan dilakukan oleh seseorang pada setiap

zona asal dengan menggunakan data rinci mengenai tingkat bangkitan pergerakan, atribut sosial

– ekonomi, serta tata guna lahan.

Bangkitan atau tarikan pergerakan di analisis berdasarkan zona. Dalam tata guna lahan (peubah

X), data bangkitan pergerakan (P) dan data tarikan pergerakan (A) yang didapatkan dari hasil

survey data primer terlihat pada Tabel 4.3

Tabel 4.3: Pola Pergerakan Matriks Asal dan Tujuan

Zone Guna Lahan Hasil Survei Hasil Permodelan x1 x2 ... xn P A P A

A B C D . . .

Dd

Sumber : Tamin, Perencanaan dan Permodelan Transportasi, 2005

Perkiraan besarnya tingkat bangkitan pergerakan, baik untuk bangkitan (P) maupun tarikan (A)

bisa dilakukan dengan permodelan yang menggunakan data yang terdapat pada Tabel 4.3.

Selain itu dapat digunakan pula model sebaran pergerakan yang mana akan terbentuk Matriks

Asal Tujuan (MAT) yaitu matriks berdimensi dua yang berisi informasi mengenai besarnya

pergerakan antara lokasi (zona) di dalam daerah tertentu. Baris menyatakan zona asal dan kolom

menyatakan zona tujuan, sehingga sel matriksnya menyatakan besarnya arus dari zona asal ke

zona tujuan. Dalam hal ini, notasi Tid menyatakan besarnya arus pergerakan kendaraan, yang

bergerak dari zona asal ke zona tujuan dan selama selang waktu tertentu. Formula yang

digunakan untuk mengetahui jumlah pergerakan baik mitra zona maupun antar zona adalah :

Σi Tid = Oi dan Σi Tid = Dd

Yang mana :

Tid = Pergerakan dari zona asal ke zona tujuan

Oi = Jumlah pergerakan yang berasal dari zona asal i

Dd = Jumlah pergerakan yang menuju zona tujuan d

T = Total matriks

DIT. BSTP

Page 88: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

IV - 9

Rata-rata Muatan Penumpang

Rata-rata muatan berdasarkan jenis kendaraanyang diperoleh dari hasil survei wawancara OD

ditunjukkan pada Tabel 4.4. Rata-rata penumpang untuk sepeda motor dan mini bis adalah 1,48

dan 5,78. Tabel 4.4: Rata-rata Muatan Penumpang

Tipe Kendaraan Penumpang Jumlah Sampel Rata-Rata Muatan (penumpang/kendaraan)

Sepeda 1.406 1.314 1.07 Becak 2.186 1.561 1.89

Sepeda Motor 26.307 17.747 1.48 Mobil/Taksi/Jeep 17.160 6.783 2.53

Minibus 38.919 6.728 5.78 Bis Besar 4.818 302 15.95

Pickup 4.354 2.127 2.05 Truk Kecil (2-Gardan) 3.926 1.758 2.23

Truk Besar (3-Gardan lebih) 1.658 714 2.32 Catatan: Muatan tersebut termasuk supir Sumber: Mamminasata Study, 2006 Tujuan Perjalanan

Tujuan perjalanan bervariasi berdasarkan jenis kendaraan. Sepeda/becak, sepeda motor dan

mobil/taksi/jeep digunakan untuk urusan bisnis dan transportasi para pekerja yang tinggal di

daerah sub urban sementara bis, pick up dan truk digunakan untuk bekerja dan bisnis.

Waktu Perjalanan

Waktu tempuh berdasarkan jenis kendaraan. Lebih dari setengah jawaban responden kecuali truk adalah

sekitar 30 menit. Hal ini berarti bahwa mereka tinggal di daerah yang waktu tempuhnya sekitar 30 menit

dari/ke rumah, kantor, dll. Lama perjalanan bervariasi berdasarkan moda transportasi untuk kasus waktu

perjalanan yang sama.

4.4 Bangkitan dan Tarikan Perjalanan

Tarikan perjalanan yang terjadi di Kota Makassar berdasarkan Tabel 4.5 menunjukkan bahwa

Wilayah Kecamatan Tallo dan Biringkayan merupakan dua wilayah yang cukup tinggi tarikan.

Pengaruh tingginya tarikan di kedua wilayah disebabkan karena akumulasi kegiatan

pemerintahan, pedidikan, perdagangan dan industri yang lebih terkonsentrasi. Sedangkan

Kecamatan Tamalate, Rappocini, Panakukang dan Tallo bangkitan pergerakan yang dihasilkan

lebih besar dibanding kecamatan lain yang disebabkan lebih terkonsentrasinya kawasan

permukiman baik skala besar maupun kecil di wilayah ini.

DIT. BSTP

Page 89: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

IV - 10

Tabel 4.5: Bangkitan – Tarikan Pergerakan Kota Makassar Tahun 2007

No Nama Kecamatan Besar Pergerakan (Orang) Tarikan Bangkitan

1 Kec. Mariso 57,286 45,896 2 Kec. Mamajang 51,632 51,173 3 Kec. Tamalate 91,430 125,561 4 Kec. Rappocini 89,156 118,839 5 Kec. Makassar 80,506 69,868 6 Kec. Ujung Pandang 33,117 24,269 7 Kec. Wajo 29,482 29,671 8 Kec. Bontoala 70,021 49,536 9 Kec. Ujung Tanah 52,144 39,810

10 Kec. Tallo 124,823 111,378 11 Kec. Panakkukang 86,497 112,965 12 Kec. Manggala 88,613 80,421 13 Kec. Biringkanaya 112,949 104,144 14 Kec. Tamalanrea 69,661 73,785

JUMLAH 1,037,316 1,037,316 Sumber: Dinas Pehubungan Kota Makassar, 2007

4.5 Pola Distribusi Perjalanan

Pola Perjalanan Penduduk, merupakan gambaran yang mencerminkan kondisi kecenderungan

pergerakan penduduk melakukan perpindahan dari suatu tempat asal kesuatu tempat tujuan

tertentu untum memenuhi kebutuhannya. Pola perjalanan penduduk di kawasan Mamminasata

Provinsi Sulawesi Selatan dapat digambarkan berdasarkan zona kecamatan di Makassar dan zona

eksternal ke kabupaten Takalar, Gowa dan Maros dari dan ke Wilayah Kota Makassar pada tabel

sebagai berikut.

Untuk mengetahui gambaran secara konfrehensif dari masing-masing wilayah yang terdekat

dengan pusat kegiatan perkotaan kawasan Mamminasata, secara terpisah dapat dilihat pada

tabel-tabel berikut.

Tabel 4.6: Jumlah dan Distribusi Pola Perjalanan Penduduk Kabupaten Maros 2007

Zona 1 2 3 4 5 6 Oi 1 9.137 13.673 12.621 20.510 2.629 1.578 70.148 2 3.669 6.076 4.509 12.487 4.509 1.734 42.984 3 2.618 4.340 7.407 5.447 2.496 1.589 33.897 4 0.504 12.018 5.698 4.666 3.452 3.271 49.609 5 .629 4.340 2.612 3.589 1.436 1.133 15.739 6 .577 1.669 1.662 2.754 1.515 453 9.630

Dd 0.134 42.116 34.509 49.453 16.037 9.758 222.007 Sumber : L.Basri, Yuli, 2007

Keterangan :

Zona 1 ; Mandai, Moncongloe, Marusu. Zona 2 ; Maros Baru, Lau, Bontoa. Zona 3 ; Turikale, Banti Murung, Simbang, Tompobulu, Camba, Canrana, Mallawa.

DIT. BSTP

Page 90: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

IV - 11

Zona 4 ; Eksternal Maros – Makassar. Zona 5 ; Eksternal Maros – Pangkep Zona 6 ; Eksternal Maros – Bone.

Gambar 4.2:

Gambar wilayah administratif

Kabupaten Maros sebagai dasar

penentuan zona asal tujuan

Tabel 4.7: Jumlah dan Distribusi Pola Perjalanan Penduduk Kota Makassar 2007

Zona Zona Tujuan JumAsal (Oi) A B C D E F G H I J K L M N U S

Zona

Asa

l

A 6.408 4.593 948 2.532 288 115 84 115 130 175 10 321 294 769 16.782

B 1.642 10.867 1.477 282 5470 313 533 362 704 313 119 1.753 6.437 2403 32.675

C 56 241 693 304 422 146 125 148 165 169 12 471 432 160 3.544

D 290 401 2.670 4702 810 282 241 284 317 282 23 907 831 541 12.581

E 189 10059 4774 1047 15.383 7.072 5.231 8181 1.720 5346 146 5.663 5186 841 70.838

F 21 300 434 95 1.843 975 950 1.487 272 243 47 294 471 58 7.490

G 49 868 1.253 274 4.635 3.234 9.592 11.363 7.255 6463 539 3927 1183 1.016 51.651

H 74 656 1650 362 8.058 5.620 12.630 17.191 9.553 8510 1.078 6827 2.364 2.030 76.603

I 91 1393 2010 440 1.853 1.125 8.829 10.458 15.366 10370 866 8317 3310 2.843 67.271

J 125 629 2092 399 5.865 1.020 8.000 9477 10547 16378 450 6560 2271 1950 65.763

K 2 88 56 12 60 72 247 442 325 167 37 265 212 183 2.168

L 148 2.255 3.738 819 3.964 792 3102 4851 5398 4186 461 6.725 2.329 1999 40.767

M 175 10.643 4398 965 4663 706 1201 2158 2.761 1862 473 2.991 25.290 10.843 69.129

N 457 3.982 1646 629 759 200 1035 1860 2376 1605 407 2.577 10.874 6155 34.562

U

S

Jml (Dd) 9.727 46.975 27.839 12.862 54.073 21.672 51.800 68.377 56.889 56.069 4.668 47.598 61.484 31.791 551.824

Sumber : Hasil Kajian JKPT, 2006 (telah dikompilasi)

Keterangan Nama Zona Wilayah Administratif :

A = Kecamatan Biringkanaya H = Kecamatan Mariso

DIT. BSTP

Page 91: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

IV - 12

B = Kecamatan Tamalanrea I = Kecamatan Ujung Pandang C = Kecamatan Panakukang J = Kecamatan Makassar D = Kecamatan Manggala K = Kecamatan Wajo E = Kecamatan Rappocini L = Kecamatan Bontoala F = Kecamatan Tamalate M = Kecamatan Tallo G = Kecamatan Mamajang N = Kecamatan Ujung Tanah S = Arah Selatan (Gowa-Takalar) U = Arah Utara (Maros)

Gambar 4.3: Desire line model pergerakan penduduk Kota Makassar

Tabel 4.8: Jumlah dan Distribusi Pola Perjalanan Penduduk Kabupaten Gowa 2007

Zona 1 2 3 4 5 6 7 8 O

DIT. BSTP

Page 92: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

IV - 13

1 10.237 8.479 7.393 6.595 2.373 2.154 3.045 32.438 72.714

2 8.625 5.121 6.856 5.957 3.445 4.237 3.237 16.437 53.915

3 7.606 6.201 3.503 5.314 4.176 2.859 2.350 8.841 40.850

4 6.817 5.810 5.524 6.506 3.754 4.170 1.970 3.384 37.935

5 2.206 3.098 4.198 3.860 2.146 3.671 2.071 2.681 23.931

6 2.480 4.522 3.050 4.087 3.629 3.685 1.685 1.932 25.070

7 2.759 2.964 2.277 2.199 1.998 1.665 781 826 15.469

8 31.468 15.639 8.295 3.232 2.563 1.814 752 50.021 113.784 D 72.198 51.834 41.096 37.750 24.084 24.255 15.891 116.560 383.668

Keterangan:

Zona 1 ; Kecamatan Sombaopu, Ballalompoa Zona 5 ; Kec. Bungaya, Tompo Bulu, Biringbulu

Zona 2 ; Kecamatan Bontomarannu, Pallangga Zona 6 ; Eksternal Gowa-Takalar

Zona 3 ; Kecamatan Bajeng, Bontonompo Zona 7 ; Eksternal Gowa-Sinjai

Zona 4 ; Kec.Parangloe, Tgg.moncong, Tmbolo Pao Zona 8 ; Eksternal Gowa-Makassar

Gambar 4.3b:

Zona Asal-

Tujuan model

pergerakan

penduduk

Kabupaten

Gowa

Tabel 4.8a: Jumlah dan Distribusi Pola Perjalanan Penduduk Kabupaten Takalar 2007

Zona 1 2 3 4 5 6 7 Oi

DIT. BSTP

Page 93: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

IV - 14

1 33..446655 3.184 3.122 3.565 3.339 4.817 4.303 25.795 2 3.194 55..003366 5.517 5.845 5.812 6.440 5.726 37.571 3 3.130 5.350 33..992299 1.604 1.575 1.750 1.660 18.998 4 3.549 5.384 1.613 11..882277 2.432 3.742 3.689 22.236 5 3.391 5.874 1.685 2.428 44..880033 5.869 5.531 29.581 6 4.825 6.416 1.739 3.747 5.850 66..332277 4.612 33.517 7 4.281 5.764 1.664 3.671 5.579 4.603 55..445511 31.013

Dd 25.835 37.008 19.269 22.687 29.390 33.548 30.973 198.710 Keterangan:

Zona 1 ; Kecamatan Pattalassang Zona 5 ; Kecamatan Mangarabombang Zona 2 ; Kecamatan Polombangkeng Utara Zona 6 ; Kecamatan Galesong Utara Zona 3 ; Kecamatan Polombangkeng Selatan Zona 7 ; Kecamatan Galesong Selatan Zona 4 ; Kecamatan Mappakasunggu

Gambar 4.3c: Zona

Asal-Tujuan model

pergerakan penduduk

Kabupaten Takalar 4.6 Pemilihan Moda Angkutan

1

4 3

5

2 7

6

DIT. BSTP

Page 94: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

IV - 15

Modal split (moda choice) antara kendaraan umum dan kendaraan pribadi berdasarkan hasil

studi MTI 2005 adalah 38.1% untuk kendaraan umum dan 61.9% untuk kendaraan pribadi. Jika

dibandingkan dengan modal split pada tahun-tahun sebelumnya, yaitu 42% untuk kendaraan

umum dan 58% untuk kendaraan pribadi (L.Basri UMI, 2000), maka terlihat fenomena

penurunan dari pemakaian kendaraan umum serta peningkatan dari pemakaian kendaraan pribadi

walaupun dari segi jumlah pengguna angkutan umum tetap bertambah. Secara lengkap untuk

beberapa pergerakan antar wilayah dengan pendekatan model rasio sebagaimana tabel 4.9.

Tabel 4.9: Kecenderungan Orang Menggunakan Jenis Angkutan Pribadi FROM-

TO Ccar Cpt C2/C1 X=log.C2/C1 A=(1-PC)/PC Y=Log.A PC

A-B 286 222 0,776224 -0,11001 0,22 -0,65854 0,53 A-C 262 189 0,721374 -0,14184 0,25 -1,38629 0,34 A-D 215 180,5 0,839535 -0,07596 0,14 -1,99243 0,71 A-E 201 197,5 0,982587 -0,00763 0,05 -2,94444 0,93 B-C 309 254 0,822006 -0,08512 0,39 -0,94446 0,67 B-D 242 207 0,855372 -0,06785 0,11 -2,19722 0,75 B-E 180 158,5 0,880556 -0,05524 0,32 -1,15268 0,80 C-D 202 180,5 0,893564 -0,04887 0,08 -2,58669 0,83 C-E 377 270 0,71618 -0,14498 0,96 -0,04001 0,33 D-E 270 194,5 0,72037 -0,14244 0,79 -0,24116 0,34

Average 0,62 Sumber : Hasil Studi MTI, 2005

Tabel diatas dibangun untuk menggambarkan fenomena atau kecenderungan orang memilih

kendaraan tertentu dari dan ke suatu zona, dengan memilih 6 dari 14 zona yang ada sebagai

representasi untuk menentukan kecenderungan. Nilai PC dalam tabel diatas menggambarkan

fenomena atau kecenderungan proporsi orang menggunakan angkutan pribadi yang lebih tinggi

dibandingkan dengan angkutan umum. Kecenderungan tersebut akan berakibat lebih jauh pada

menurunnya efisiensi penggunaan sarana maupun prasarana transportasi, yang akan semakin

mempersulit upaya penanggulangan atau mengatasi kemacetan.

Pilihan moda yang terkait dengan angkutan umum dari masing-masing kecenderungan

masyarakat memilih jenis kendaraan tertentu belum tersedia, yang diharapkan dapat memberikan

referensi awal dari rencana pengembangan sistem angkutan umum berbasis massal atau berskala

lebih besar dari yang ada sekarang, dimana kawasan Mamminasata baru dilayani jenis angkutan

bus sebanyak 6 unit pada trayek Makassar-Sungguminasa Gowa. Kondisi ini hampir tidak

memberikan ruang kepada masyarakat pengguna angkutan umum untuk memilih jenis kendaraan

angkutan yang menurutnya lebih baik.

DIT. BSTP

Page 95: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

IV - 16

4.7 Pilihan Rute Perjalanan Maros dan Gowa berkaitan erat dengan bagian utara dan selatan Kota Makassar. Kecamatan

Biringkanaya di Kota Makassar erat hubungannya dengan Maros dan kabupaten lain, karena

adanya KIMA dan terminal bis regional Daya yang mengundang masuknya truk dan bis. KIMA

dan KIMA II menjadi suatu lokasi lintasan dan atau lokasi asal tujuan dari dan ke Pelabuhan

Sukarno Hatta – Bandara Sultan Hasanuddin dengan dua alternatif rute melalui Jl.Perintis

Kemerdekaan dan atau Jl.Dr.Ir.Sutami.

Yang patut diperhatikan adalah perjalanan dengan sepeda motor antara Gowa dan Kecamatan

Tamalate di Kota Makassar, perjalanan seperti ini merupakan karakteristik perjalanan paling

aktif. Hal ini dapat dipahami mengingat luasnya wilayah Kecamatan Tamalate yang meliputi

KAWASAN GMTDC, perniagaan, dan perumahan yang berada di sepanjang Jl. Sultan Alauddin

yang terhubung ke Kabupaten Gowa. Rute alternatif yang sering digunakan untuk lintasan

dari/ke kawasan tersebu adalah jalan sepanjang pantai barat sekitas Barombong melalui Jl. Metro

Tanjung Bunga.

Kondisi yang menjadi permasalahan pergerakan antar (dari/ke) kabupaten Maros dan Gowa

secara langsung tidak trsedia jaringan jalan yang memedai, sehingga setiap pergerakan antar

kedua kabupaten ini harus melalui Kota Makassar. 4.8 Pembebanan Jaringan Jalan Pergerakan lalu lintas sebagian besar berasal dan menuju (dari/ke) luar wilayah Metropolitan

Mamminasata berasal dan bertujuan di wilayah tersebut. Tidak banyak lalu lintas yang melalui

wilayah Metropolitan Mamminasata. Lalu lintas dari/ke Pangkep sangat terkait dengan Makassar

dan Maros, yang berarti bahwa angkutan penumpang dan barang dari/ke Pangkep akan

terpengaruh oleh pengembangan wilayah Metropolitan Mamminasata di masa depan.

Di wilayah Metropolitan Mamminasata, Kota Makassar merupakan tempat yang paling menarik

dan membangkitkan angkutan penumpang dan barang dan tidak hanya terhubung ke kabupaten-

kabupaten sekitarnya tapi juga ke kabupaten lain di pulau Sulawesi. Hasil ini menyiratkan bahwa

Kota Makassar memainkan sebuah peran yang signifikan di pulau Sulawesi. Di sisi lain, Maros,

Gowa dan Takalar memiliki hubungan yang kuat dengan kabupaten berada didekatnya masing-

masing diwilayah utara dan wilayah selatan Kota Makassar sebagai pusat kegiatan perkotaan

Mamminasata.

DIT. BSTP

Page 96: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

V - 1

BAB V

POLA PENGGUNAAN LAHAN

KAWASAN AGLOMERASI MAMMINASATA

5.1 Umum

Rencana tata guna lahan bertujuan untuk menunjukkan bentuk penggunaan lahan yang

diinginkan namun dapat dicapai di Kawasan Agropolitan Mamminasata untuk direalisasikan

dalam jangka waktu 15 tahun dan dalam melihat perspektif jangka panjang (Jica, 2006). Prinsip-

prinsip perencanaannya adalah:

1) Pertama, lahan yang tidak cocok digunakan diidentifikasi, membatasi antara daerah yang

beresiko tinggi terhadap bahaya bencana alam dan daerah-daerah yang diperuntukkan bagi

perlindungan dan konservasi lingkungan.

2) Kebutuhan-kebutuhan yang akan datang bagi penggunaan lahan di dalam kerangka sosial

ekonomi akan direfleksikan di dalam rencana, termasuk kebutuhan pengembangan

perindustrian dan permukiman.

3) Rencana akan memberi perhatian yang seksama pada rencana masa depan yang telah

dibuat oleh setiap pemerintah Kabupaten/Kota. Namun demikian, seperti yang telah

diamati terdapat ketidaksinambungan antar kabupaten dan tidak memadainya

pertimbangan perlindungan lingkungan seperti perencanaan yang tidak tepat disarankan

untuk diratifikasi.

5.2 Metodologi

Estimasi Guna Lahan

Pendekatan yang digunakan dalam menentukan luas pengggunaan lahan hingga tahun 2020

dengan dasar tahun 2005 adalah jumlah penduduk kawasan agropolitan Mamminasata pada

periode tahun yang sama. Jumlah penduduk di Mamminasata akan meningkat sebanyak 630.000

jiwa (dari 2,25 juta jiwa pada tahun 2005 menjadi 2,88 juta jiwa pada tahun 2020). Wilayah

untuk pengembangan kawasan permukiman di Makassar sudah terbatas, sehingga dalam waktu

dekat penduduk cenderung tinggal di pinggiran kota terutama di Maros dan Gowa. Peningkatan

DIT. BSTP

Page 97: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

V - 2

penduduk di Takalar kurang lebih sama dengan pertumbuhan Mamminasata (sekitar 1,6% per

tahun).

Dengan mengarahkan penduduk untuk bermukim di rumah susun apartemen yang dapat dihuni

oleh banyak keluarga, maka lahan yang diperlukan akan lebih sedikit. Tim studi memperkirakan

kebutuhan lahan untuk pemukiman akan bertambah sebanyak 7.000 ha selama periode

perencanaan (dari 13.000 ha pada tahun 2005 menjadi sekitar 20.000 ha pada tahun 2020).

Estimasi ini berdasarkan perhitungan berikut:

600.000 jiwa (2005-2020) ÷ 70 jiwa/ha (rata-rata Makassar pada tahun 2003) = 8.500 ha 8.500 ha ÷ 120% (peningkatan efisiensi tata guna lahan) = 7.000 ha

Kawasan Metropolitan Mamminasata memvisualisasikan bahwa kawasan permukiman akan

berkembang di bagian timur Makassar, yaitu wilayah Makassar, Gowa dan Maros. Arah ini

terlihat cukup beralasan mengingat ketersediaan lahan. Namun demikian, kawasan permukiman

harus direncanakan dengan teliti disesuaikan dengan jaringan transportasi. Tanpa perencanaan

yang terpadu, maka akan timbul kepadatan lalu lintas sebagai masalah utama sebagai akibat dari

pengembangan kawasan permukiman baru.

Analisis Struktur dan Pola Pemanfaatan Ruang

Pendekatan yang digunakan untuk menyusun struktur dan pola pemanfaatan ruang kawasan

aglomerasi Mamminasata adalah:

1. Metode Distribusi dan Asosiasi. Analisis pengukuran distribusi dan asosiasi memberikan

gambaran tentang bagaimana suatu aktivitas atau karakteristik ekonomi tersebar dalam

wilayah yang ditinjau dan apakah aktivitas tersebut cenderung menyebar atau makin

terkonsentrasi pada suatu sub wilayah. Pengukuran dapat dilakukan berdasarkan empat cara,

yaitu: indeks konsentrasi, distribution quotient, dekonsentrasi, asosiasi. Hasil dari analisis ini

dapat digunakan untuk membangun model atau estimasi permintaan dan penyediaan

transportasi pada masing-masing zona aktivitas yang ada.

2. Analisa Struktur Tata Ruang. Analisis yang digunakan untuk menentukan hirarki dan

struktur tata ruang masing-masing kawasan dalam lingkup wilayah studi adalah:

Metode Scalogram dan Sosiogram digunakan untuk menganalisis dan merencanakan

struktur ruang, bagaimana pola/fungsi fasilitas pelayanan sosial dan ekonomi yang

DIT. BSTP

Page 98: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

V - 3

terdapat pada bagian tingkat sub-wilayah/pusat, dan bagaimana pola tersebut melayanai

kebutuhan penduduk wilayah studi

Analisis Cover Area dan Keterpusatan Kegiatan digunakan untuk mengetahui

sejauhmana tingkat sentralisasi suatu satuan permukiman menjadi indeks sentralisasi

terbobot.

5.3 Sistem Aktivitas dan Pola Guna Lahan Kawasan Aglomerasi Mamminasata

Rencana tata ruang wilayah Mamminasata akan dirumuskan untuk mewujudkan Metropolitan

Mamminasata yang Kreatif (Creative), Bersih (Clean) dan Terkoordinasi (Coordinated). Untuk

mewujudkan tujuan tersebut, dilakukan penggambaran zonasi tata guna lahan dan penetapan

kebijakan lingkungan hidup.

5.3.1 Isu-Isu Utama Zonasi Tata Guna Lahan

Tata guna lahan Mamminasata saat ini (berdasarkan gambar satelit IKONOS pada tahun 2003

dan informasi terkini) menunjukkan lahan pertanian yang cukup luas (106.320 ha atau sekitar

42,5% dari seluruh wilayah), penurunan luasan lahan hijau dan hutan (71.790 ha atau 28,7%)

dan meningkatnya kawasan perkotaan (14.930 ha atau 6,0%). Kawasan perkotaan terdiri dari

areal perumahan (13.140 ha), kawasan komersial/bisnis (1.290 ha) dan kawasan industri (500 ha)

Gambar 5.1.

Gambar 5.1: Tata Guna Lahan di Mamminasata

DIT. BSTP

Page 99: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

V - 4

Rencana tata guna lahan yang dipersiapkan dalam RTRW Metropolitan Mamminasata tahun

2004 menggambarkan wilayah yang lebih luas untuk permukiman perkotaan (63.500 ha),

kawasan perdagangan (68.800 ha) dan kawasan industri (37.200 ha). Penentuan tata guna lahan

ini nampaknya tidak berdasarkan estimasi kebutuhan lahan. Ini menyulitkan pemahaman

bagaimana mengarahkan pertumbuhan yang akan datang secara efektif dan efisien jika tidak

didasarkan kerangka pembangunan mendatang.

5.3.2 Wilayah Pemanfaatan Terbatas untuk Pembangunan

Zonasi tata guna lahan dimulai dengan penentuan wilayah-wilayah pemanfaatan terbatas dalam

rencana tata guna lahan. Wilayah ini mencakup (i) kawasan lindung dan terlarang, (ii) kawasan

rawan resiko atau bencana alam, dan (iii) kawasan reservasi untuk pemanfaatan khusus.

Kawasan lindung di Mamminasata mencakup mulai dari wilayah konservasi hutan hingga ke

arah timur sekitar 26.000 ha (10,4%) (merujuk pada Keppres No. 41/1999). Untuk perlindungan

tepi laut, garis pantai (100 m dari garis pasang tertinggi) dan tebing sungai (100 m pada sungai

utama dan 50 m untuk sungai kecil baik untuk tebing kanan maupun kiri) merupakan kawasan

terlarang (berdasarkan Keppres No. 32/1990 dan Perda No. 47/1997). Dalam hal ini, tata guna

lahan di muara dan hilir Sungai Tallo memerlukan perhatian khusus.

Gambar 5.2: Kawasan Hutan Lindung

berdasarkan Keppres Gambar 5.3: Batas Kawasan Garis Pantai dan

Sungai-Sungai Utama berdasarkan Keppres

Daerah rawan banjir dan lahan basah di Mamminasata perlu ditetapkan secara jelas dan

pemanfaatannya perlu dibahas dengan hati-hati dari segi pencegahan resiko bencana dan

Tepi Pantai: 100 meter dari garis pantai Tepi Sungai: 100 meter dari sisi kiri kanan sungai utama

DIT. BSTP

Page 100: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

V - 5

konservasi lingkungan. Wilayah yang rentan terhadap banjir membentang seluas lebih dari

15.500 ha sepanjang Sungai Tallo dan Maros, sebagaimana yang ditunjukkan pada peta.

Gambar 5.4: Dataran Banjir dan Lahan basah yang ada saat ini ( 2005)

Gambar 5.5: Daerah Irigasi Teknis yang ada saat ini & yang diusulkan

Lahan reservasi meliputi lahan irigasi oleh

Proyek Irigasi Bili-Bili (23.600 ha). Lahan

marginal dalam lahan irigasi (hingga

maksimum 5%) dapat dirubah fungsi untuk

keperluan permukiman dan keperluan lainnya

atas ijin pihak yang berwenang. Dengan syarat

perubahan yang dilakukan, tidak mengurangi

manfaat yang diperoleh dari Proyek Bili-Bili.

Bilamana kawasan-kawasan yang ditetapkan

untuk pemanfaatan terbatas, rawan bencana dan

reservasi dipetakan secara terpadu, maka

kawasan terbatas untuk pembangunan terlihat

seperti pada Gambar 5.4, Gambar 5.5, dan

Gambar 5.6.

Gambar 5.6: Kawasan Terbatas untuk

Pembangunan

Kws. Banjir tahun 2005 Lahan Basah

Kws. Irigasi Eksisting Kws. Usulan Irigasi

DIT. BSTP

Page 101: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

V - 6

5.3.3 Kebutuhan akan Tata Guna Lahan

Jumlah penduduk di Mamminasata akan meningkat sebanyak 630.000 jiwa (dari 2,25 juta jiwa

pada tahun 2005 menjadi 2,88 juta jiwa pada tahun 2020). Wilayah untuk pengembangan

kawasan permukiman di Makassar sudah terbatas, sehingga dalam waktu dekat penduduk

cenderung tinggal di pinggiran kota terutama di Maros dan Gowa. Peningkatan penduduk di

Takalar kurang lebih sama dengan pertumbuhan Mamminasata (sekitar 1,6% per tahun).

RTRW Mamminasata yang ada memvisualisasikan wilayah permukiman yang relatif luas, sekitar

63.400 ha. Ini tampaknya berlebihan. Dengan mengarahkan penduduk untuk bermukim di rumah

susun apartemen yang dapat dihuni oleh banyak keluarga, maka lahan yang diperlukan akan

lebih sedikit. Tim studi memperkirakan kebutuhan lahan untuk pemukiman akan bertambah

sebanyak 7.000 ha selama periode perencanaan (dari 13.000 ha pada tahun 2005 menjadi sekitar

20.000 ha pada tahun 2020). Estimasi ini berdasarkan perhitungan berikut:

RTRW Mamminasata memvisualisasikan bahwa kawasan permukiman akan berkembang di

bagian timur Makassar, yaitu wilayah Makassar, Gowa dan Maros. Arah ini terlihat cukup

beralasan mengingat ketersediaan lahan. Namun demikian, kawasan permukiman harus

direncanakan dengan teliti disesuaikan dengan jaringan transportasi. Tanpa perencanaan yang

terpadu, maka akan timbul kepadatan lalu lintas sebagai masalah utama sebagai akibat dari

pengembangan kawasan permukiman baru.

Berdasarkan proyeksi jumlah penduduk dan tata guna lahan saat ini, maka direncanakan bahwa

kawasan permukiman yang baru berkembang akan tersebar sebagaimana yang ditunjukkan pada

Gambar 5.7.

kondisi 2005 2005-2010 2010-2015 2015-2020 pada 202013.000ha + 2.500ha + 4.000ha + 500ha 20.000ha

2005-2010 2010-2015 2015-2020

[Jangka Pendek] [Jangka Menengah] [Jangka Panjang]

MAKASSAR

+1,800 ha 9000 ha

MAROS

+1,750 ha 3000 ha

GOWA

+2,900 ha 6700 ha

TAKALAR

+550 ha 1300 haTOTAL + 2.500ha + 4.000ha + 500ha + 7.000 ha

TOTAL AREAKab/KotaSetelah 2020

+ 500 ha + 1300 ha

+ 250 ha

+ 1500 ha

+ 900 ha+ 2000 ha

+ 50 ha + 500 ha

Gambar 5.7: Penyebaran dan Tahapan Pengembangan Kawasan Permukiman

1.800 ha

1.750 ha

2.900 ha

500 ha

DIT. BSTP

Page 102: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

V - 7

Melalui penyebaran pengembangan kawasan permukiman, diharapkan bahwa jumlah penduduk

di masa yang akan datang di setiap kota/kabupaten pada tahun 2020 akan meningkat

sebagaimana yang ditunjukkan pada Gambar 5.8. Diharapkan pula bahwa kecenderungan

pemusatan penduduk di Kota Makassar akan dikurangi dengan mengarahkan pengembangan

permukiman di daerah lain selain Makassar.

Gambar 5.8: Alokasi Jumlah Penduduk Masa Depan di Setiap Kabupaten/Kota

Di samping itu, lahan yang dibutuhkan untuk pengembangan industri diperkirakan mencapai 700

ha netto atau 1.500 ha bruto untuk zonasi tata guna lahan. Dari sudut pandang industri potensial

dan lokasi industri, alokasi kawasan industri direncanakan sebagaimana yang ditunjukkan dalam

Gambar 5.9.

kondisi 2005 2005-2010 2010-2015 2015-2020500 ha + 200ha +300 ha + 200ha 1.200 ha 2.000 ~3.000 ha

(Net) (Gross)2005-2010 2010-2015 2015-2020

[Jangka Pendek] [Jangka Menengah] [Jangka Panjang] (Net) (Gross)MAKASSAR

200 ha 700 ha 1.000 ~ 1.500 haMAROS

300 ha 50 ha 350 ha 700 ~1.000 haGOWA

100 ha 100 ha 200 ~300 haTAKALAR

50 ha 50 ha 100 ~200 haTOTAL 200 ha 300 ha 200 ha 1.200 ha 2.000 ~3.000 ha

TOTAL AREA

pada 2020

Perbaikan Infrastruktur

Kab/Kota

Kurangnya ketersediaan lahan

Perbaikan Infrastruktur, Membangkitkan industri berbasis lokal

Perbaikan Infrastruktur, Membangkitkan industri berbasis lokal

Gambar 5.9: Distribusi dan Tahapan Pengembangan Kawasan Industri

Perlu diketahui bahwa RTR Kabupaten/Kota yang ada telah menggambarkan kawasan industri

SAAT INI 2005

MASA DATANG 2020

DIT. BSTP

Page 103: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

V - 8

yang lebih luas sebagai akibat perencanaan industri yang berorientasi penyediaan/penawaran

sedangkan rencana tata guna lahan yang diajukan di atas didasarkan pada rencana tata guna

lahan yang berorientasi kebutuhan. Diusulkan agar masing-masing kabupaten/kota menyusun

strategi pengembangan industri dalam menarik investor dan mengidentifikasikan kategori

industri apa saja yang berpotensial untuk dipromosikan.

5.3.4 Zona Tata Guna Lahan

UU Penataan Ruang (UU No. 26/2007) mengelompokkan tata guna lahan menjadi “Zona

Lindung” dan “Zona Budidaya”.

Pada dasarnya sesuai rencana, Mamminasata akan diklasifikasikan menjadi (i) Zona Perencanaan

Urban, (ii) Zona Perencanaan Semi-Urban, (iii) Zona Hutan Produksi, dan (iv) Zona Konservasi.

Tiga zona pertama merupakan “Zona Budidaya” sedangkan zona yang terakhir merupakan “Zona

Lindung” berdasarkan UU tersebut di atas. Di Mamminasata, Kota Makassar dan daerah

sekitarnya diklasifikasikan ke dalam zona perencanaan urban sedangkan lahan hutan di bagian

timar Mamminasata termasuk dalam klasifikasi zona hutan produksi atau zona konservasi. Zona

yang berada di antaranya akan diklasifikasikan sebagai zona perencanaan semi-urban.

Gambar 5.10: Zona Tata Guna Lahan

DIT. BSTP

Page 104: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

V - 9

Empat zona tata guna lahan ini lebih lanjut dikategorikan sebagai berikut ini.

UU No.24/1992

4 Zona di Mamminasata

9 Kawasan di Mamminasata

Zona Budidaya Zona Perencanaan Urban -- Kawasan Promosi [Kategori 1]

-- Kawasan Promosi [Kategori 2]

-- Kawasan Kendali

Zona Perencanaan Semi-Urban

-- Kawasan Prioritas Pertanian

-- Kawasan Pertanian &Permukiman

-- Kawasan Kendali

Zona Hutan Produksi -- Kawasan Reboisasi

Zona Lindung

Zona Lindung -- Kawasan Lindung

-- Reservasi Muka Perairan

Gambar 5.11: Empat Zona Tata Guna Lahan dan 9 Kawasan Pemanfaatan Lahan

Distribusi zona tata guna lahan di Mamminasata diusulkan sebagaimana yang diilustrasikan

berikut.

Gambar 5.12: Kawasan Tata Guna Lahan

DIT. BSTP

Page 105: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

V - 10

Zona lindung mencakup hampir 90.000 ha, termasuk kawasan lindung sekitar 25.000 ha (UU

No. 41/1999) dan kawasan hutan yang ada seluas 65.000 ha. Lahan yang sesuai untuk reboisasi,

sebagai hutan produksi adalah sekitar 22.000 ha, yang merupakan sekitar 90% dari tujuan yang

ditetapkan untuk penambahan kawasan hijau (sekitar 25.000 ha).

Seperti terlihat pada peta zonasi, dataran banjir pada muara Sungai Tallo ditandai sebagai

“kawasan kendali” pada zona perencanaan urban. Meskipun draft Rencana Tata Ruang Kota

Makassar menggambarkan reklamasi sebagian besar lahan ini untuk pergudangan dan keperluan

lainnya, namun reklamasi muara tidak dapat direkomendasikan karena dampak-dampak negatif

yang akan timbul di lingkungan sekitarnya. Selain itu simulasi hidrologi mengindikasikan

kemungkinan terjadinya masalah drainase yang serius bagi pusat kota Makassar yang dapat

timbul apabila dilakukan reklamasi.

Di lain pihak, konsep tata guna lahan Mamminasata diformulasikan sejalan dengan kerangka

yang ditetapkan untuk struktur ruang. Konsep umum yang telah dibahas dengan para pihak

terkait dicantumkan pada Gambar 5.13.

Gambar 5.13: Konsep Tata Guna Lahan untuk Mamminasata

DIT. BSTP

Page 106: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

V - 11

5.3.5 Pedoman Tata Guna Lahan

Pedoman tata guna lahan perlu disiapkan untuk mengatur kegiatan-kegiatan pembangunan di

masing-masing zona dan kawasan yang telah ditentukan pada zonasi tata guna lahan. Garis besar

yang dibuat secara umum mengenai pedoman ini telah dipersiapkan, sebagaimana yang

ditunjukkan pada Tabel 5.14. Konsep ini masih memerlukan pembahasan lebih lanjut dan

pengkajian teknis yang dikombinasikan dengan penentuan ruang dalam zonasi tata guna lahan.

Tabel 5.1: Pedoman Tata Guna Lahan

Zona Kawasan Pedoman menurut Jenis Pembangunan Industri Perumahan Komersial Pendidikan

/Sosial

Zona Perencanaan Urban

sekitar

250 km2

Kawasan Promosi [Kat. 1]

sekitar 200 km2

Ya/Tdk - Jenis Industri - Skala

Pembangunan - Kondisi Prasarana

Ya Ya Ya

Kawasan Promosi [Kat. 2]

sekitar 20 km2

Ya/Tdk - Jenis Industri - Skala

Pembangunan - Kondisi Prasarana

Ya Ya Ya

Kawasan Kendali sekitar 30 km2

Tdk Tdk Tdk Ya/Tdk - Skala Pembangunan

Zona Perencanaan Semi-Urban

sekitar 1.450 km2

Kawasan Prioritas Pertanian

sekitar 350 km2

Tdk Tdk Tdk Ya/Tdk - Skala Pembangunan

Kawasan Pertanian & Permukiman

Ya/Tdk - Jenis Industri - Skala

Pembangunan - Kondisi Prasarana

Ya/Tdk - Penduduk Terencana - Skala Pembangunan - Kondisi Prasarana

Ya/Tdk - Skala Pembangunan - Kondisi Prasarana

Ya/Tdk - Skala Pembangunan

sekitar 940 km2

Kawasan Kendali sekitar 60 km2

Tdk Tdk Tdk Ya/Tdk - Skala Pembangunan

-

Zona Hutan Produksi

sekitar 220 km2

Kawasan Reboisasi sekitar 220 km2

Tdk Tdk Tdk Ya/Tdk - Secara ekologis

Zona Lindung

sekitar 930 km2

Kawasan Lindung (Hutan yang ada)

Tdk Tdk Tdk Ya/Tdk

- Secara ekologis sekitar 900 km2 Reservasi Muka Perairan (Waterfront)

Tdk -

Tdk Tdk Ya/Tdk - Secara ekologis

sekitar 30 km2

Klasifikasi Indeks: [Ya] Dipromosikan, [Ya/Tdk] Bersyarat, [Tdk] Dilarang Catatan: Meskipun [Tdk], hak atas bangunan yang ada dilindungi.

Seiringan dengan pedoman tersebut, kawasan-kawasan permukiman baru, lokasi industri,

pendidikan, taman hijau dan pusat-pusat perikanan telah direncanakan sebagaimana yang

ditunjukkan pada Gambar 5.15.

DIT. BSTP

Page 107: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

V - 12

Gambar 5.14: Proyek-proyek Usulan dalam Zonasi Tata Guna Lahan

Dari sudut pandang penataan ruang, wilayah metropolitan Mamminasata dinilai pantas ditunjuk

sebagai “kawasan khusus”di bawah RTR Nasional.

Untuk menjadikan Mamminasata sebagai kawasan metropolitan yang bersih, banyak hal yang

dibutuhkan ketimbang hanya menentukannya sebagai kawasan khusus di dalam UU. Sebagai

contoh, kurangnya peraturan mengenai ruang dan bangunan telah menimbulkan kemacetan dan

DIT. BSTP

Page 108: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

V - 13

kurangnya ruang hijau serta sarana amenitas perkotaan. Untuk mengembangkan kawasan

permukiman secara strategis dan menjamin lingkungan hidup serta kenyamanannya, diperlukan

peninjauan terhadap peraturan tata bangunan serta perundang-undangan yang telah diberlakukan,

di samping pedoman tata guna lahan untuk Mamminasata.

5.3.6 Kawasan Model Promosi Pembangunan

Melalui serangkaian diskusi yang dilakukan oleh kelompok kerja, kawasan model promosi

pembangunan dipilih dari proyek-proyek usulan berdasarkan kriteria berikut.

Berada di dalam zona Perencanaan Urban atau Semi-Urban dan bukan di Zona Hutan Produksi ataupun Zona Konservasi

Menjadi model dalam teknologi perencanaan perkotaan, yang mana pendekatannya dapat dijadikan acuan/diterapkan di kemudian hari pada kasus pembangunan serupa, dan

Menjadi simbol/pembangunan strategis yang dapat mewakili konsep CCC Mamminasata.

Gambar 5.15: Kawasan Model Promosi Pembangunan

Ada tiga kawasan model promosi pembangunan yang telah diidentifikasi sebagaimana yang

ditunjukkan pada Gambar 5.17. Gambaran pembangunan pada setiap kawasan dipersiapkan

sebagai berikut:

(1) Konservasi Kawasan Rawa

URBANISASI BARU

KONSERVASI KWS. RAWA

RENOVASI KOTA TUA

DIT. BSTP

Page 109: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

V - 14

Berada di kawasan kendali dalam zona perencanaan urban, di mana hampir semua kegiatan

pembangunan diatur terkecuali untuk tujuan pendidikan atau tujuan sosial sampai pada skala

pembangunan tertentu, sesuai dengan pedoman tata guna lahan (awal).

(2) Renovasi Kota Tua

Karena berada dalam kawasan promosi kategori 1 pada zona perencanaan urban, yang

kebanyakan kegiatan pembangunan diperkenankan tetapi hanya untuk jenis-jenis tertentu,

maka kondisi prasarana dan skalanya diatur dalam pengembangan industri, sesuai dengan

pedoman tata guna lahan.

Bangunan Bersejarah

Bersejarah

Ruang Hijau

Ruang Hijau

Water-front

Kota Tua Makassar

Di Jantung Kota Makassar

Konservasi

Pusat pengolahan Limbah

Cair

Taman Ramah Lingkungan

Eco-Village

Eksperimen Lingkungan/Pendidikan Masyarakat

Gambar 5.16: Gambaran Pembangunan Konservasi Kawasan Rawa

Gambar 5.17: Gambaran Renovasi Kota Tua

DIT. BSTP

Page 110: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

V - 15

Karena kawasan kota tua memiliki banyak warisan sejarah yang didirikan pada masa

lampau, maka sebaiknya pembangunan kawasan ini dilakukan untuk tujuan penguatan

pariwisata kota. Pada prinsipnya, kawasan ini harus dikembangkan berdasarkan peraturan

perundangan tata guna lahan yang agak ketat, dengan rasio tutupan dan lantai bangunan

yang lebih rendah, sehingga dapat mempertahankan urban scape dalam keadaan yang baik,

meskipun sudut pandang ekonomi dalam tata guna lahan tidak begitu efektif.

Sebuah rencana model gabungan renovasi kota tua (Gambar 5.18) dan pemanfaatan lahan

yang tinggi di daerah pinggiran (Gambar 5.19) disajikan sebagai contoh yang

menggambarkan konservasi kawasan kota tua dan pemanfaatan yang tinggi sepanjang jalan

utama.

Kawasan kota tua di Makassar, di mana masih

banyak tersisa warisan sejarah, akan

dilindungi dengan volume pembangunan yang

diatur sehingga dapat memberi kontribusi pada

penguatan pariwisata kota, sementara

pinggiran kota di Makassar, terutama

sepanjang jalan-jalan utama seperti Jl.

Pettarani dan Jl. Sultan Alauddin perlu lebih

dimanfaatkan dalam tata guna lahan bersama-

sama dengan realokasi kantor pemerintahan

yang kini tersebar di sekitar jalan raya. Gambar 5.18: Gambaran Pengembangan Pemanfaatan yang Lebih Tinggi dalam Tata Guna

lahan sepanjang Jalan Utama

(3) Urbanisasi Baru

Berada dalam kawasan pertanian dan permukiman dalam zona perencanaan semi-urban, di

mana sebagian besar kegiatan pembangunan diijinkan namun terbatas sesuai dengan

pedoman tata guna lahan (awal). Skala pengembangan ditetapkan harus cukup besar guna

menghindari pengembangan yang berskala kecil dan tersebar sehingga efisiensi

pembangunan dapat ditingkatkan.

DIT. BSTP

Page 111: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

V - 16

Gambar 5.19: Gambaran Pengembangan Urbanisasi Baru

5.4 Sistem Pusat Pelayanan Kawasan Aglomerasi Mamminasata

Sistem pusat pelayanan kawasan aglomerasi Mamminasata pada dasarnya telah terbentuk dan

berkembang sesuai arahan kebijakan tata ruang di masing-masing kabupaten/kota yang masuk

dalam Kawasan Mamminasata, yakni Kota Makassar, Kabupaten Maros, Gowa dan Takalar.

Perkembangan kawasan pusat pelayanan dimasing-masing wilayah administrasi tersebut saling

berpengaruh dengan orientasi dominan adalah pusat-pusat kegiatan di Kota Makassar sebagai

pusat pertumbuhan wilayah dari ketiga wilayah kabupaten lainnya.

Orientasi perkembangan tata ruang Kota Makassar telah memberikan pengaruh yang sangat

signifikan terhadap perkembangan baru di wilayah kabupaten sekitarnya, terutama pada daerah

perbatasan. Pada kondisi ini, batasan wilayah administrasi dan infrastruktur sulit dibedakan

jangkauan pelayanannya yang ditandai dengan sebaran pemanfaatan lahan, baik untuk lahan

permukiman maupun kawasan terbangun lainnya yang kemudian menjadi pusat-pusat aktivitas

daerah.

Pusat-pusat pelayanan dan aktivitas dimasing-masing Kabupaten Maros, Gowa dan Takalar pada

dasarnya masih mengikuti keadaan eksisting yang terpusat di ibukota kecamatan dan kabupaten,

sedangkan Kota Makassar sendiri memiliki tingkat penyebaran pusat-pusat pelayanan dan

Pusat Kota

Permukiman

Bisnis/Industri

Ruang Terbuka Hijau

Fasilitas Sosial (Sekolah, RS)

Gambar Kota Makassar

berskala kecil

DIT. BSTP

Page 112: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

V - 17

aktivitas yang lebih merata sebagai konsekwensi dari terbatasnya kemampuan ruang, khususnya

di pusat kota. Pada daerah ibukota kecamatan Kabupaten Maros, Gowa dan Takalar, kegiatan

masih didominasi oleh kegiatan sektor-sektor utama, seperti pertanian dan perkebunan, sehingga

pelayanan daerah umumnya masih bersifat lokal, begitupula dengan ibukota kabupaten yang

hanya mampu melayani dalam skala kabupaten.

Untuk wilayah Kota Makassar dengan pusat-pusat pelayanan berskala regional, mengakibatkan

akumulasi pergerakan ke Kota Makassar dari Kabupaten Gowa, Takalar dan Maros sangat besar.

Kondisi ini tentunya akan berdampak pada kinerja transportasi di Kota Makassar, termasuk pada

jalur utama penghubung antar wilayah kabupaten/kota tersebut. Pola perkembangan permukiman

dan kawasan terbangun di Kota Makassar berlangsung secara mengelompok dan menyebar

secara merata, sedangkan pada ketiga kabupaten lainnya masih bersifat linier mengikuti arah

jaringan jalan yang telah terbentuk sebelumnya dengan akses pencapaian relatif baik.

Terjadinya pergerakan menuju Kota Makassar yang berasal dari ketiga kabupaten disekitarnya

adalah sangat besar dan sebaliknya justru memperlihatkan keadaan sulit untuk terjadi. Oleh

karena itu, sistem pusat-pusat pelayanan kawasan aglomerasi di Mamminasata saat ini belum

tertata dan terkoordinasi dengan baik. Begitupula yang berlangsung secara internal, dimana

ibukota kabupaten sebagai pusat pelayanan terhadap wilayah dibawahnya, yakni kecamatan

belum mampu memberikan pelayanan yang maksimal, sehingga orientasi pergerakan masih

tertuju pada Kota Makassar. Pengaruh perkembangan ini dipengaruhi oleh ketersediaan jaringan

jalan dan tingkat aksesibilitas ke fasilitas perkotaan dan aktivitas kota yang relatif lebih mudah,

dimana ibukota kabupaten masih dalam posisi sebagai daerah belakang terhadap Kota Makassar

yang dianggap sebagai daerah inti.

Seiring dengan perkembangan ruang wilayah dalam kawasan Mamminasata, telah membentuk

arah pengembangan dimasing-masing wilayah kabupaten yang tidak hanya terjadi pemusatan di

Kota Makassar, melainkan juga mempengaruhi bagian-bagian wilayah ketiga kabupaten lainnya,

terutama pada daerah perbatasan dan pada daerah jalur-jalur utama kawasan Mamminasata yang

telah direncanakan (sebagai dampak informasi dan sosialisasi tata ruang). Sistem pelayanan dari

masing-masing kawasan pusat-pusat pelayanan tersebut sudah dapat mempengaruhi orientasi

pergerakan yang lebih baik dimasa yang akan datang.

Adapun identifikasi kondisi eksisting daerah-daerah yang berkembang dalam kawasan

Mamminasata, terutama terwujudnya pusat-pusat pelayanan kawasan yang strategis dapat dilihat

pada Gambar 5.21 berikut.

DIT. BSTP

Page 113: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

V - 18

1 65

8

910

7

22

1211

13

14

16

17

19

20

21

23

15

423

18

24

N

Gambar 5.20: Lokasi Pusat-pusat pelayanan strategis di Kawasan Mamminasata

Berdasarkan gambar diatas, terlihat bahwa lokasi-lokasi pusat-pusat strategis di Kawasan

Mamminasata yang diidentifikasi adalah sebanyak 24 lokasi. Lokasi tersebut memiliki peranan

yang berbeda-beda menurut arah perkembangannya dengan fungsi sebagai berikut :

1. Kawasan pusat Kota Makassar dengan fungsi utama adalah pusat perdagangan, jasa, dan

pelabuhan. Sedangkan fungsi penunjangnya adalah perkantoran dan permukiman

2. Kawasan Paotere dengan fungsi utama adalah pelabuhan perikanan, militer dan

perdagangan. Sedangkan fungsi penunjangnya adalah permukiman dan jasa

3. Kawasan Pasar Panampu dengan fungsi utama adalah perdagangan dan fungsi penunjangnya

adalah permukiman dan jasa

4. Kawasan Bira dengan fungsi utama adalah pergudangan dan industri. Fungsi penunjangnya

adalah empang dan permukiman

5. Kawasan Daya dengan fungsi utama adalah kawasan industri, perdagangan, dan terminal

angkutan jalan. Fungsi penunjangnya adalah permukiman, jasa dan perkantoran.

6. Kawasan Tamalanrea dengan fungsi utama adalah permukiman, militer, kesehatan dan

pendidikan tinggi. Fungsi penunjangnya adalah perdagangan dan jasa

DIT. BSTP

Page 114: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

V - 19

7. Kawasan Antang dengan fungsi utama adalah permukiman, TPA dan rekreasi. Fungsi

penunjangnya adalah perdagangan, jasa dan kuburan.

8. Kawasan Panakkukang dengan fungsi utama adalah pusat perdagangan dan jasa. Fungsi

penunjangnya adalah permukiman, perkantoran dan terminal.

9. Kawasan Tamalate dengan fungsi utama adalah terminal, rekreasi, perdagangan dan jasa.

Fungsi penunjang adalah permukiman dan perkantoran

10. Kawasan Tanjung Bunga dengan fungsi utama adalah rekreasi dan perdagangan. Fungsi

penunjangnya adalah permukiman, pelayanan sosial dan jasa

11. Kawasan Kota Sungguminasa dengan fungsi utama adalah perkantoran, perdagangan,

pelayanan jasa, pelayanan sosial dan pariwisata. Fungsi penunjangnya adalah permukiman.

12. Kawasan Samata dengan fungsi penunjangnya adalah kawasan pendidikan tinggi dan fungsi

penunjangnya adalah pertanian, permukiman dan kuburan.

13. Kawasan Palangga dengan fungsi utama adalah terminal angkutan jalan dan perdagangan.

Fungsi penunjangnya adalah perkantoran, pelayanan jasa, dan pelayanan sosial

14. Kawasan Limbung dengan fungsi utama adalah permukiman, perdagangan, dan pusat

pemerintahan kecamatan. Fungsi penunjangnya adalah pertanian dan pelayanan sosial

15. Kawasan Bili-Bili dengan fungsi utama adalah Bendungan dan rekreasi. Fungsi

penunjangnya adalah permukiman, pertanian dan perkebunan.

16. Kawasan Kota Takalar dengan fungsi utama adalah pusat pemerintahan, permukiman,

perdagangan, pelayanan jasa, pelayanan sosial dan fungsi penunjangnya adalah pertanian

17. Kawasan Galesong dengan fungsi utama adalah pelabuhan perikanan dan empang. Fungsi

penunjangnya adalah permukiman dan pertanian.

18. Kawasan Mangara Bombang dengan fungsi utama adalah wisata pantai dan empang. Fungsi

penunjangnya adalah permukiman dan pertanian.

19. Kawasan Kota Maros dengan fungsi utama adalah pemerintahan, perdagangan, pelayanan

sosial, pelayanan jasa, terminal dan permukiman. Fungsi penunjangnya adalah pertanian

20. Kawasan Maros Utara dengan fungsi utama adalah pertanian, balai penelitian pertanian,

permukiman dan pusat pemerintahan. Fungsi penunjangnya adalah pelayanan sosial,

pelayanan jasa dan perdagangan (pasar).

21. Kawasan Bantimurung dengan fungsi utama adalah pariwisata alam dan hutan. Fungsi

penunjangnya adalah pertanian dan permukiman

22. Kawasan Mandai dengan fungsi utama adalah bandar udara dan militer. Fungsi

penunjangnya adalah permukiman, pelayanan sosial, pelayanan jasa dan pertanian.

DIT. BSTP

Page 115: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

V - 20

23. Kawasan Patte’ne dengan fungsi utama adalah industri, pergudangan dan pusat keagamaan.

Fungsi penunjangnya adalah permukiman, empang dan pertanian.

24. Kawasan Tanralili dengan fungsi utama adalah pertanian, hutan dan perkebunan. Fungsi

penunjang adalah permukiman.

Identifikasi lokasi pusat-pusat pelayanan kawasan di Mamminasata tersebut sebanyak 24 lokasi

yang meliputi 3 wilayah kabupaten dan 1 kota, terdapat beberapa kawasan yang memiliki potensi

untuk berubah fungsi utamanya. Seperti pada lokasi 24, merupakan kawasan yang

peruntukannya sebagai pengembangan kawasan kota baru yang dengan sendirinya akan

mempengaruhi pemanfaatan lahan dan perkembangannya dimasa mendatang. Begitupula dengan

kawasan yang memiliki peruntukan sebagai kawasan industri yang berlokasi di Kabupaten Gowa

dan Maros.

5.5 Rencana Struktur dan Pola Pemanfaatan Ruang Kawasan Aglomerasi Mamminasata

Dalam Rencana tata ruang wilayah Mamminasata dirumuskan perwujudan Metropolitan

Mamminasata yang Kreatif (Creative), Bersih (Clean) dan Terkoordinasi (Coordinated). Untuk

mewujudkan tujuan tersebut, dilakukan penggambaran perencataan tata guna lahan dan

penetapan kebijakan lingkungan hidup.

Guna memaksimalkan struktur dan pola pemanfaatan ruang yang dapat membentuk suatu sistem

terpadu dan mampu memanfaatkan potensi yang dimiliki oleh wilayah yang kabupaten/kota

dalam tatanan kawasan Mamminasata dibutuhkan hirarki tingkatan pusat dan sub pusat

pengambangannya. Pusat dan sub pusat pengembangan ini, nantinya berfungsi untuk melayani

aktivitas penduduk di dalam wilayah itu sendiri dan wilayah belakangnya yang masih dalam

wilayah pengaruhnya. Tiap pusat-pusat yang terbentuk mempunyai ciri, karakteristik dan fungsi

yang berbeda satu dengan lainnya yang disebabkan oleh perbedaan fisik, sosial budaya dan

ekonomi termasuk dukungan teknologi yang memadai. Adapun konsep tata guna lahan

Mamminasata yang telah diformulasikan sejalan dengan kerangka yang ditetapkan untuk struktur

ruang sebagaimana pada gambar dibawah ini.

DIT. BSTP

Page 116: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

V - 21

Gambar 5.21: Konsep Tata Guna Lahan untuk Mamminasata

Berdasarkan gambar tersebut diatas terlihat bahwa dengan terbentuknya struktur wilayah

Kawasan Mamminasata dapat membentuk sistem jaringan pelayanan dan menghindari adanya

akumulasi pergerakan orang maupun barang di Kota Makassar. Peranan dari masing-masing

pusat-pusat pelayanan Mamminasata dengan ketersediaan infrastruktur transportasi yang

memadai, maka dapat memaksimalkan potensi yang terdapat di Kawasan Mamminasata sesuai

dengan peruntukannya.

Konsep ini disusun dengan mempertimbangkan wilayah yang menghambat pembangunan serta

arahan tata guna lahan ke depan dari masing-masing kabupaten, dengan memberikan perhatian

pada strategi-strategi utama tata guna lahan berikut ini.

1) Dengan prinsip pembangunan yang berimbang di antar kabupaten/kota, kawasan

permukiman dan perindustrian disebar ke kabupaten lain di luar Makassar, seperti diarahkan

sebagai salah satu tujuan dari RTRW Mamminasata yang sebelumnya, yaitu, “pembangunan

multi inti”. Pada saat bersamaan, dari sudut pandang efisiensi pembangunan perkotaan,

pengungkapan potensi perkotaan (yaitu daya tarik kota Makassar saat ini) harus

dimanfaatkan melalui arahan struktur yang jelas sehingga kesemrawutan perkotaan dapat

DIT. BSTP

Page 117: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

V - 22

dikendalikan.

Gambar 5.22: Struktur Pengembangan Tata Ruang Mamminasata

Gambar di atas mengilustrasikan struktur pembangunan ruang yang diaplikasikan untuk

menghasilkan pembangunan Mamminasata yang efisien dan efektif, dikombinasikan dengan

penguatan transportasi darat. Untuk menghentikan kesemrawutan perkotaan yang tidak

teratur dan mengendalikan arahan pembangunan, poros timur-barat dan jalan lintas

penghubung perlu diperkenalkan, yang akan menjadi jalan-jalan utama untuk

menghubungkan kawasan permukiman baru (digambarkan dengan lingkaran merah) dengan

pusat-pusat kota yang sudah ada (lingkaran kuning). Pada saat bersamaan, jalan bebas

hambatan antar wilayah yang baru perlu direncanakan untuk meningkatkan aksesibilitas dan

mengurangi waktu tempuh dari wilayah Mamminasata ke wilayah lainnya, untuk mendukung

salah satu kegiatan perekonomian utama di Mamminasata, yaitu pusat perdagangan dan

logistik.

2) Untuk mendukung pembangunan yang berimbang, seperti telah dibahas sebelumnya, fungsi

transportasi perlu diperkuat untuk memperluas aktivitas perekonomian dari Makassar ke

kabupaten lainnya di Mamminasata, dan lebih lanjut hingga seluruh wilayah Mamminasata.

Transportasi darat, khususnya jaringan jalan, harus diprioritaskan berkenaan dengan tata

guna lahan, sambil menantikan pengembangan pelabuhan dan bandara udara sebagai fungsi

transportasi jarak jauh.

DIT. BSTP

Page 118: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

V - 23

<2005> <2010> <2015> <2020>

Kondisi saat ini Perbaikan Jalan di dalam

kota Makassar Penyelesaian jalur U-S dan

T-B ke kota-kota baru Penyelesaian Jalan Utama

Antar Wilayah

Gambar 5.23: Tahapan Pembangunan Transportasi Darat

DIT. BSTP

Page 119: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

VI - 1

BAB VI

ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN JARINGAN TRANSPORTASI

KAWASAN AGLOMERASI MAMMINASATA

6.1 KEBIJAKAN UMUM

Kebijakan pengembangan jaringan transportasi pada kawasan aglomerasi Mamminasata Provinsi

Sulawesi Selatan tidak dapat dipisahkan dalam kerangka Visi Pembangunan Sulawesi Selatan

Tahun 2006 – 2028, yakni mewujudkan Provinsi Sulawesi Selatan sebagai “Wilayah Terkemuka

di Indonesia Melalui Pendekatan Kemandirian Lokal yang Bernafaskan Keagamaan”. Visi

Sulawesi Selatan ini mengandung pengertian yang luas dan menggambarkan aspirasi serta cita-

cita masyarakat Sulawesi Selatan dalam kurun waktu 20 tahun yang akan datang.

Kebijakan pembangunan transportasi di Sulawesi Selatan diarahkan untuk mendukung kegiatan

sosial ekonomi untuk yang menjamin keseimbangan dan pemerataan pembangunan antar-daerah

dan senantiasa memperhatikan pertimbangan kelestarian fungsi lingkungan hidup.

Pembangunan transportasi dilaksanakan dengan membangun jaringan transportasi yang andal

dan terintergerasi satu sama lain yang menghubungkan semua pusat-pusat pelayanan dan

pengembangan guna meningkatkan kualitas distribusi akses fisik yang pada gilirannya

mendukung keterkaitan sistem produksi dan sistem distribusi dan pelayanan sosial ekonomi,

termasuk mobilitas penduduk yang semakin merata, di seluruh kawasan dan wilayah Sulawesi

Selatan.

Untuk maksud tersebut, beberapa arahan kebijakan adalah sebagai berikut: (a) menyediakan

pelayanan angkutan umum masal di daerah perkotaan yang didukung pelayanan pengumpan

yang aman, nyaman, tertib, terjangkau dan ramah lingkungan serta bersinergi dengan kebijakan

tata guna lahan, dan didukung oleh budaya berlalu lintas yang tertib dan disiplin, (b) pelayanan

transportasi di wilayah perdesaan dikembangkan melalui sistem transportasi perintis yang

berbasis masyarakat (community based) dan wilayah yang memprioritaskan pengembangan

keterkaitan ekonomi desa-kota, khusus kemudahan akses ke pasar kota, karena merupakan

saluran utama bagi penduduk perdesaan untuk memperoleh kebutuhan mereka sebagai pengganti

hasil pertaniannya; (c) mempercepat dan memperlancar pergerakan penumpang dan barang

DIT. BSTP

Page 120: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

VI - 2

melalui perbaikan manajemen transportasi antarmoda; meningkatkan pembangunan jalan bebas

hambatan pada koridor-koridor strategis angkutan barang antarpulau dan angkutan laut

konvensional yang terintergrasi dengan armada nasional, serta angkutan komoditas khusus,

seperti hasil perikanan dan pertanian (fresh good and high value) dengan mods transportasi

udara; (d) mengembangkan sistem transportasi yang handal dan berkemampuan tinggi yang

bertumpu pada aspek keselamatan, dan keterpaduan antarmoda, antarsektor, antarwilayah, aspek

sosial budaya, dan profesionalitas pelaku dan penyedia layanan transportasi serta menerapkan

dan mengembangkan teknologi transportasi yang tepat guna, hemat energi, dan ramah

lingkungan.

Dalam tataran kawasan aglomerasi Mamminasata, perbaikan dan perencanaan jaringan jalan

diarahkan menganut tiga prinsip, yaitu:

1) Prioritas terhadap pengurangan kemacetan lalu lintas: Langkah-langkah penanganannya

pelebaran jalan dan pembangunan jalan baru.

2) Rencana jaringan jalan yang lebih aplikatif

Hal ini terkait dengan isu pembebasan lahan. Usulan langkah-langkah penanganannya

adalah menghindari rute yang mengarah ke kawasan padat penduduk, dan mengitari

kawasan tersebut dalam perencanaan jaringan jalan.

3) Desain jalan yang manusiawi dan ramah lingkungan

Hal ini terkait dengan desain potongan melintang yang dilengkapi dengan ruang hijau,

drainase, dan trotoar. Juga mempertimbangkan untuk menghindari terjadinya pemisahan

fungsi-fungsi kota yang disebabkan oleh pelebaran dan/atau pembuatan jalan baru.

6.1.1 Tujuan Pembangunan Jaringan Transportasi Kawasan Aglomerasi Mamminasata

Pembangunan jaringan transportasi perkotaan di kawasan aglomerasi Mamminasata bertujuan

yang disesuaikan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sulawesi untuk meningkatkan

kualitas dan kuantitas pelayanan dengan berpijak pada keterkaitan antara kebutuhan dan

pelayanan transportasi, baik intra maupun antar sub kawasan strategis ekonomi Selatan 2008,

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Takalar, Gowa, Maros dan Kota Makassar, dan

Rencana Tata Ruang Kawasan Mamminasata 2006.

Arah pertumbuhan jaringan transportasi perkotaan kawasan aglomerasi Mamminasata lebih

berorientasi pada daya dukung terhadap sektor-sektor pembangungan terkait, hal ini disebabkan

DIT. BSTP

Page 121: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

VI - 3

karena transportasi merupakan alat (derived demand) bukanlah tujuan terhadap pertumbuhan

sektor. Oleh karena itu, pola pengembangan jaringan transportasi perkotaan kawasan aglomerasi

Mamminasata akan sejalan dan mengikuti perkembangan sektor industri, pertanian dan

perikanan, perdagangan, pendidikan, permukiman dan sektor-sektor lainnya.

Oleh karena itu, antisipasi peningkatan permintaan jasa transportasi di kawasan ini perlu

mendapat perhatian dari berbagai kebijakan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan, Pemerintah

Kabupaten/Kota se-Kawasan Mamminasata, sehingga peningkatan pelayanan jaringan

transportasi dapat mewujudkan penyelenggaraan transportasi penumpang dan barang baik

domestik maupun internasional yang lebih aman, nyaman dan efisien.

Pendekatan pencapaian tujuan pembangunan jaringan transportasi perkotaan kawasan aglomerasi

Mamminasata dilakukan dengan dua pendekatan yaitu pendekatan geografis sebagai fungsi

jaringan pelayanan dan demografis sebagai fungsi yang terlayani. Secara geografis pembangunan

jaringan transportasi diarahkan untuk menyediakan pelayanan yang disesuaikan dengan

karakteristik kawasan dan sub kawasan Mamminasata dalam bentuk pelayanan transportasi

antarmoda dalam bentuk terintegrasi, kombinasi dan keterpaduan moda transportasi darat, laut,

sungai, penyeberangan, jalan dan kereta api sesuai dengan potensi kawasan. Sedangkan

pendekatan demografi diarahkan untuk menyediakan pelayanan yang disesuaikan dengan

pertumbuhan kawasan dan sub kawasan kegiatan ekonomi serta jumlah, kepadatan penduduk

kawasan.

Diestimasikan penduduk kawasan Mamminasata tahun 2028 akan mencapai 3 juta jiwa yang

setara dengan penduduk Singapura saat ini, sehingga dibutuhkan sistem jaringan dan pelayanan

transportasi dengan skala kawasan perkotaan sama dan setingkat metropolitan (UU No. 26

Tahun 2007 tentang Penataan Ruang).

6.2 KEBIJAKAN PENGEMBANGAN TRANSPORTASI DARAT DAN KERETA API,

LAUT, UDARA DAN ASDP

6.2.1 Arah Pengembangan Jaringan Transportasi Kawasan Aglomerasi Mamminasata

Jaringan sarana dan prasarana transportasi kawasan aglomerasi Mamminasata merupakan elemen

utama dari struktur tata ruang yang mendukung mewujudnya Sulawesi Selatan sebagai suatu

entitas sosial-ekonomi yang utuh, dalam arti memiliki keterkaitan spasial (spatial linkage),

DIT. BSTP

Page 122: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

VI - 4

meliputi keterkaitan sosial (sosial linkage), keterkaitan fisik (physical linkage) dan keterkaitan

ekonomi (economical linkage).

Pengembangan jaringan transportasi kawasan aglomerasi Mamminasata diarahkan untuk

mendukung kegiatan sosial ekonomi untuk mewujudkan kawasan aglomerasi Mamminasata dan

Provinsi Sulawesi Selatan sebagai satu kesatuan sosial ekonomi yang menjamin keseimbangan

dan pemerataan pembangunan antar-kawasan dan daerah serta senantiasa memperhatikan

pertimbangan kelestarian fungsi lingkungan hidup.

Gambar 6.1. Potensi

Demand Berdasarkan

Proyeksi Trip Person

Pengembangan

jaringan transportasi kawasan aglomerasi Mamminasata dilaksanakan dengan membangun

jaringan transportasi yang andal dan terintergerasi satu sama lain yang menghubungkan semua

pusat-pusat pelayanan dan pengembangan guna meningkatkan kualitas distribusi akses fisik yang

pada gilirannya mendukung keterkaitan sistem produksi dan distribusi dan pelayanan sosial

ekonomi, termasuk mobilitas penduduk yang semakin merata, di seluruh kawasan aglomerasi

Mamminasata dan wilayah Sulawesi Selatan.

Filosifi dasar pengembangan jaringan transportasi kawasan aglomerasi Mamminasata didasarkan

pada proyeksi demand sebagai unsur potensial melakukan pergerakan menggunakan angkutan

1

2 3

4 5

6

7 DIT. BSTP

Page 123: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

VI - 5

tertentu. Gambaran potensi demand menurut proyeksi studi sebagaimana dapat dilihat pada

Tabel 6.1 dan Gambar 6.1

Tabel 6.1. Proyeksi Arah Pergerakan Masyarakat Mamminasata Tahun 2017

Zona 1 2 3 4 5 6 7 Oi 1 33..446655 3.193 1.064 2.048 894 2.159 709 13.532 2 3.198 44..883366 3.125 5.069 2.770 5.606 2.376 26.980 3 1.071 3.126 22..992299 1.239 846 1.402 699 11.312 4 2.039 5.071 1.233 22..882277 1.504 3.384 1.243 17.301 5 890 2.765 857 1.518 11..880033 1.647 612 10.092 6 2.162 5.603 1.411 3.374 1.656 44..332277 1.360 19.893 7 722 2.378 704 1.251 619 1.357 22..445577 9.488

Dd 13.547 26.972 11.323 17.326 10.092 19.882 9.456 108.598 / 85.954

6.2.2 Arah Pengembangan Moda Angkutan Kawasan Aglomerasi Mamminasata

Arahan kebijakan pengembangan moda angkutan kawasan aglomerasi Mamminasata dilakukan

antara lain dengan:

a) Menyediakan pelayanan angkutan umum massal di kawasan perkotaan Mamminasata yang

didukung pelayanan pengumpan yang aman, nyaman, tertib, terjangkau dan ramah

lingkungan serta bersinergi dengan kebijakan tata guna lahan, dan didukung oleh budaya

berlalu lintas yang tertib dan disiplin,

b) Pelayanan transportasi di kawasan perdesaan Mamminasata dikembangkan melalui sistem

transportasi perintis yang berbasis masyarakat (community based) dan wilayah yang

memprioritaskan pengembangan keterkaitan ekonomi desa-kota, khusus kemudahan akses

ke pasar kota, karena merupakan saluran utama bagi penduduk perdesaan untuk memperoleh

kebutuhan mereka sebagai pengganti hasil pertaniannya. Koordinasi yang baik terhadap

KETERANGAN : 1.Kabupaten Maros 2.Kawasan Bandara, KIMA dan Terminal Regional 3.Kawasan Pelabuhan, Makassar Mall, Karebosi 4.Kawasan Tamalate, Panakkukang Mall 5.Kawasan GTC, Losari & Kota Lama 6.Kabupaten Gowa, Kw Malengkeri 7.Kabupaten Takalar

DIT. BSTP

Page 124: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

VI - 6

sistem ini akan memberikan dampak yang luas serta menguntungkan petani yang merupakan

bagian terbesar dari penduduk Sulawesi Selatan;

c) Mempercepat dan memperlancar pergerakan penumpang dan atau barang melalui

perbaikan manajemen transportasi antarmoda; meningkatkan pembangunan jalan bebas

hambatan pada koridor-koridor strategis angkutan barang antarpulau dan angkutan laut

konvensional yang terintergrasi dengan armada nasional, serta angkutan komoditas khusus,

seperti hasil perikanan dan pertanian (fresh good and high value) dengan moda transportasi

udara;

d) Mengembangkan sistem transportasi yang andal dan berkemampuan tinggi yang bertumpu

pada aspek keselamatan, dan keterpaduan antarmoda, antarsektor, antarwilayah, aspek sosial

budaya, dan profesionalitas pelaku dan penyedia layanan transportasi serta menerapkan dan

mengembangkan teknologi transportasi yang tepat guna, hemat energi, dan ramah

lingkungan.

6.2.3 Kebijakan Pengembangan Jaringan Transportasi Kawasan Aglomerasi

Mamminasata Dalam jangka panjang, transportasi jalan di kawasan aglomerasi Mamminasata masih merupakan

moda dominan dalam menunjang perekonomian di kawasan ini. Transportasi jalan akan

dikembangkan untuk melayani dan menghubungkan pusat-pusat kegiatan kawasan yang cepat

berkembang (Kawasan Metropolitan Mamminasata merupakan salah satu Kawasan Strategis

Nasional – PP No. 26 Tahun 2008).

Pengembangan jaringan transportasi primer kawasan aglomerasi Mamminasata dalam

peranannya sebagai unsur penunjang diarahkan untuk meningkatkan kemampuan dan daya

dukung sesuai beban lalulintas terutama yang melayani dan menghubungkan pusat-pusat

kegiatan nasional, pusat-pusat kegiatan wilayah serta kawasan-kawasan strategis dan andalan

lainnya yang diarahkan pengembangannya di dalam kawasan aglomerasi Mamminasata.

Pembangunan jalan tol bebas hambatan (Seksi IV-Jalan Sutami) dan arteri primer di kawasan

aglomerasi Mamminasata yang mendukung sistem transportasi cepat, dikembangkan bersama-

sama antara pemerintah dan swasta dengan tetap memperhatikan alternatif yang memadai.

Pengembangan jaringan transportasi jalan sekunder pada kawasan ini dikembangkan secara

terpadu dengan moda transportasi darat lainnya sesesuai dengan skala pelayanan pusat-pusat

kegiatan utama (fungsi kota dan hirarki fungsional kota) yang terhubungi dengan memperhatikan

DIT. BSTP

Page 125: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

VI - 7

karakteristik dan keunggulan masing-masing moda yang melayani, perkembangan teknologi,

penggunaan energi, lingkungan dan sinergi keruangan Mamminasata.

DIT. BSTP

Page 126: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

VII - 1

Both Directions

0

1.000

2.000

3.000

4.000

5.000

6.000

6:00

~7:0

0

7:00

~8:0

0

8:00

~9:0

0

9:00

~10:

00

10:0

0~11

:00

11:0

0~12

:00

12:0

0~13

:00

13:0

0~14

:00

14:0

0~15

:00

15:0

0~16

:00

16:0

0~17

:00

17:0

0~18

:00

18:0

0~19

:00

19:0

0~20

:00

20:0

0~21

:00

21:0

0~22

:00

Time

No

of V

ehic

les

0

200

400

600

800

1.000

1.200

Bicycle & BecakTruckPickupBusCar/Taxi/JeepMotorcycle

BAB VII

RENCANA UMUM PENGEMBANGAN JARINGAN TRANSPORTASI

KAWASAN AGLOMERASI MAMMINASATA 7.1 PROGRAM PENGEMBANGAN JARINGAN TRANSPORTASI DARAT DAN

KERETA API

A. Arus Lalu Lintas

Fenomena dan potensi pengembangan lingkungan hidup, pengembangan ekonomi dan sosial

serta kependudukan menjadi suatu alasan utama adanya pengembangan sistem jaringan

pelayanan. Tingginya tingkat arus pergerakan kendaraan terutama pada kawasan pusat-pusat

kegiatan perkotaan Mamminasata hinggan mencapai 30.000 kendaraan/hari/lajur dengan tingkat

pertumbuhan yang sangat pesat hingga mencapai 7% pertahun menggambarkan suatu potensi

akan perlunya pengembangan

sistem jaringan jalan yang sesuai.

Namun ketidakseimbangan

komposisi kendaraan dengan

pemanfaatan ruang jalan yang

digunakan oleh kendaraan, dimana

jenis sepeda motor yang

mempunyai komposisi tertinggi

namun kebutuhan ruang jalan-nya

paling kecil. Demikian pula diikuti dengan ketidakseimbangan pertumbuhan jenis komposisi

lalu lintas, dimana jenis sepeda motor mengalami pertumbuhan yang “fantastis” mencapai angka

lebih dari 20% pertahunnya.

B. Angkutan Penumpang dan Barang

Tingkat pertumbuhan pergerakan orang dan pergerakan barang sangat dinamis, sementara disisi

lain pertumbuhan pengguna angkutan umum menjadi kecil dan sangat lambat terutama

disebabkan karena tingginya tingkat pemilikan kendaraan bermotor (roda dua) dan rendahnya

DIT. BSTP

Page 127: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

VII - 2

tingkat layanan angkutan umum yang ada. Layanan angkutan umum yang tersedia ditandai

dengan dominasi angkutan jenis pete-pete yang tinggi dan perilaku pengemudi yang kurang

teratur. Jenis angkutan ini memiliki kapasitas yang kecil dan jarak tempuh rata-rata 10-20 km

ditambah lagi dengan beberapa ruas jalan harus dilintasi 3-5 trayek angkutan umum. Disisi lain

masih dominan penumpang harus melakukan perpindahan moda untuk sampai ke tempat tujuan

akhir perjalanannya dan masih banyaknya penumpang yang mempunyai tingkat kemampuan

membayar tarif angkutan umum yang relatif rendah.

Angkutan barang juga menampakkan kecenderungan ketidak teraturan dalam operasionalnya.

Fenomena tersebut terlihat mulai dari sistem jaringan yang dilaluinya tidak selektif, waktu

operasi dalam kota juga belum teratur, demikian pula seluruh wilayah kota termasuk pusat-pusat

kegiatan masih berkeliaran angkutan barang jenis truk.

Dalam aspek pelayanan moda angkutan di wilayah Mamminasata, terlihat beberapa

permasalahan berupa :

- Fungsi dan status rute trayek layanan antar kabupaten kota belum jelas, dimana angkutannya

berkategori angkot tetapi jaringan operasionalnya lintas kabupaten/kota, hal tersebut terjadi

pada rute trayek Makassar-Maros dan Makassar-Gowa (Sungguminasa)

- Kondisi dan kualitas layanan armada kurang nyaman, kurang aman, dan relatif lambat serta

kurang tertib. Disisi lain kapasitas armada angkutan umum mikrolet relatif kecil/sedikit (10

penumpang kondisi normal dan 12 penumpang kondisi “rush”.

- Jaringan lintas kabupaten kota masih bersifat jaringan tunggal, belum cukup jaringan

alternatif untuk mendukung singkronisasi dan kawasan aglomerasi perkotaan. Jaringan rute

tidak bervariasi, lintasan rute pulang pergi hanya satu rute saja, cenderung bersifat rute

linier.

- Terjadinya perhimpitan lintasan rute antara trayek-trayek yang ada, khususnya pada jalan-

jalan arteri utama, misalnya pada Jl. Urip Sumohardjo terjadi perhimpitan hingga 6 (enam)

trayek angkutan.

- Kinerja pelayanan ruas dan persimpangan jalan yang dilalui rute angkutan kota sudah mulai

memburuk/semakin jelek, dimana ketersediaan halte pada ruas jalan tidak memadai,

penggunaan ruas dari PK5, demikian pula pangkalan becak yang banyak ditemukan pada

daerah pendekat persimpangan.

- Ketersediaan fasilitas terminal dan parkir sebagai prasarana awal dan akhir perjalanan

angkutan umum belum tersedia sesuai skala/jenjang pelayanan.

DIT. BSTP

Page 128: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

VII - 3

- Jenis angkutan barang dengan status ruas jalan belum diatur dengan baik, dimana pada

beberapa ruas jalan kategori lokal pada pusat perkotaan masih banyak dilayani jenis

angkutan truk, bahkan pada semua waktu operasi disiang hari.

Gambaran fenomena tersebut diatas menjadi potensi dan peluang yang baik untuk

pengembangan jenis angkutan yang berkapasitas besar dan atau dengan jarak tempuh yang lebih

panjang untuk menjangkau pergerakan antar wilayah kota/kabupaten dalam lingkungan

Mamminasata. Ketersediaan moda yang berkapasitas besar juga perlu diikuti dengan

pengembangan penataan sistem jaringan yang baik sebagaimana diuraikan berikut.

Angkutan barang dengan kendaraan besar masuk ke pusat kota yang tidak didasarkan atas

manajemen pengaturan waktu dan kepatutan jaringan yang dilewati, dapat mengakibatkan

gangguan lalu lintas, percepatan proses kerusakan jalan dan permasalahan parkir, serta

permasalahan-permasalahan lainnya

C. Jaringan Jalan dan Persimpangan

Tingkat pertumbuhan jumlah armada, baik angkutan pribadi maupun angkutan umum termasuk

angkutan barang yang terus meningkat 8% hingga 12% pertahun pada skala lima tahunan

kedepan, menuntut peningkatan prasarana sekitar 4% hingga 6% pertahun dalam hal penyediaan

ruas jalan baru maupun peningkatan yang sudah ada, diikuti dengan penerapan manajemen yang

sesuai.

Dinamisasi pemenuhan akan kebutuhan transportasi perkotaan kawasan Mamminasata Provinsi

Sulawesi Selatan tidak hanya bertumpu pada salah satu moda angkutan saja tetapi juga harus

merupakan integrasi dari berbagai moda transportasi yang lebih terpadu mengingat kondisi

geografisnya terdiri dari daratan dan pulau

Tingkat pertumbuhan lalu lintas tinggi terutama kendaraan angkutan pribadi, yang tidak diikuti

format manajemen yang memadai, bisa berdampak kesembrautan, menyangkut sistem parkir di

jalan, penggunaan median dan trotoar oleh PK5, sistem halte, masalah persimpangan dan

sebagainya.

Angkutan barang dengan kendaraan besar masuk ke pusat kota dan atau melintasi ruas-ruas jalan

kota menuju kawasan ekonomi seperti pelabuhan, pusat-pusat pengembangan industri dan

perdagangan yang tidak didasarkan atas manajemen pengaturan waktu dan kesesuaian jaringan

yang dilewati, dapat mengakibatkan gangguan lalu lintas, percepatan proses kerusakan jalan dan

permasalahan parkir, serta permasalahan-permasalahan lainnya. Kondisi tersebut menuntut

DIT. BSTP

Page 129: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

VII - 4

perlunya ketersediaan jaringan jalan yang berkapasitas tinggi, terutama jalur lintas kabupaten/

kota yang menjangkau kawasan-kawasan ekonomi dalam wilayah Mamminasata.

Prasarana persimpangan sebagai titik simpul ruas jalan yang begitu banyak jumlah dan ragamnya

menjadi bagian yang tidah terpisahkan dalam melayani pergerakan secara dinamis. Secara fisik

berdasarkan jumlah lengan simpang, umumnya persimpangan di Kawasan Mamminasata

merupakan simpang 4 dan dibagian lain antara 3-5 lengan simpang, sedangkan berdasarkan pola

penanganannya umumnya masih sistem prioritan (tanpa traffic light) kecuali daerah pusat kota

dan pusat-pusat kegiatan yang padat. Kondisi seperti ini disamping berkapasitas kecil juga

rawan terjadi konflik antar kendaraan (rawan kecelakaan).

D. Terminal dan Halte

Dalam linbgkup wilayah metropolitan Mamminasata terdapat 5 (lima) unit terminal angkutan

dimana satu diantaranya merupakan Terminal Regional Daya (TRD) Makassar yang melayani

sistem angkutan antar kota dalam propinsi maupun antar propinsi (AKDP dan AKAP) disamping

angkutan kota dalam wilayah perkotaan, satu unit terminal melayani AKDP dan angkutan dalam

kota arah selatan yaitu Terminal Malengkeri serta tiga terminal lainnya pada masing-masing

Kabupaten Gowa, Kabupaten Takalar dan Kabupaten Maros yang melayani perjalanan lanjutan

untuk AKDP dan atau AKAP disamping pelayanan sistem angkutan dalam wilayah kabupaten

yang bersangkutan, termasuk angkutan pedesaan.

Disamping terminal sebagai prasarana perangkutan asal dan tujuan perjalanan, sepanjang ruas

jalan di wilayah perkotaan diperlukan juga prasarana sebagai fasilitas tunggu dan naik turun

penumpang yang representatif yang disebut halte. Fasilitas ini sudah banyak tersedia di

sepanjang ruas-ruas jalan di Kawasan Mamminasata, namun belum dapat dinilai secara memadai

karena belum mengakomodasi jarak yang ideal sesuai kebutuhan masyarakat pengguna jasa

antara 400-500 meter terdapat fasilitas halte.

7.1.1 Skenario Pengembangan Jaringan Transportasi

Dari hasil analisis dan estimasi pemilihan moda maupun rute merupakan hasil dari perhitungan

lalu lintas yang terklasifikasi serta asumsi jumlah orang yang bergerak dengan menggunakan

moda tertentu. Untuk analisis Kota Makassar dan daerah sekitarnya di Kawasan Mamminasata,

dirancang suatu skenario yang teramati untuk tahun 2007, 2012, dan 2017 (skenario lima

tahunan).

Skenario pengembangan jaringan transportasi wilayah untuk mendukung pengembangan

metropolitan Mamminasata dari interkoneksitas KIMA II, kawasan Kota Lama, kawasan Kota

DIT. BSTP

Page 130: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

VII - 5

Baru, serta kawasan konservasi lingkungan Sungai Tallo dalam studi ini diuraikan untuk

memberi gambaran tentang kebijakan, strategi dan upaya pengembangan. Dalam skenario ini

juga sekaligus memberi gambaran secara berjenjang mulai dari pengembangan jangka pendek,

jangka menengah dan jangka panjang sebagaimana diuraikan berikut

Pengembangan satus jaringan jalan dengan mempertimbangkan standarisasi fungsi dan

hirarki jalan. Dalam hal ini jalan arteri primer seperti Jl.Perintis Kemerdekaan tidak lagi

terakses langsung dengan bangunan fisik misalnya bangunan ruko, rumah tinggal dan

sebagainya dari masing-masing pusat kegiatan, kecuali melalui jaringan tersendiri dari dan

atau menuju setiap pusat kegiatan.

Pengembangan jaringan jalan arteri sekunder atau jalan kolektor primer yang

menghubungkan jaringan jalan arteri primer dengan pusat-pusat kawasan (KIROS, KIMA

II, Kota Lama, Kota Baru, dan kawasan konservasi Sungai Tallo).

Penyusunan dan atau pengembangan sistem jaringan pada masing-masing kawasan yang

ditinjau, termasuk pengembangan kota baru, KIWA dan KITA, pada bagian selatan wilayah

Mamminasata.

Menetapkan dimensi masing-masing jaringan untuk mengoptimalkan fungsi dari sistem

jaringan terbangun setelah mempertimbangkan proyeksi muatan penumpang/orang maupun

barang, termasuk jenis moda yang sesuai.

7.1.2 Program Pengembangan Jaringan Transportasi Kawasan

Sistem transportasi yang efesien tidak terlepas dan balk tidaknya rencana pengembangan sistem

jaringan jalan. Jaringan jalan yang terencana dengan baik akan menghasilkan suatu sistem

jaringan jalan yang menjadikan pergerakan lancar dan efektif. Pengembangan jaringan jalan

selalu terkait dengan rencana pengembangan bagian wilayah kota yang akan membantu

peningkatan pertumbuhan ekonomi suatu daerah secara menyeluruh.

Jalan lintas regional kawasan perlu terus dibangun dan ditingkatkan baik secara kuantitas

maupun kualitasnya. Disamping itu transportasi antar bagian wilayah kota perlu ditingkatkan,

khususnya hubungan antara bagian-bagian wilayah kota yang mempunyal fungsi dan kegiatan

yang tinggi seperti pusat kota, subpusat kota, kawasan industri yang direncanakan dan pelabuhan

serta mendukung pengembangan angkutan dalarn kota dan angkutan pinggiran maupun antar

wilayah dan antar kota.

Untuk meningkatkan pertumbuhan kawasan Mamminasata, perencanaan dan pengembangan

jaringan jalan perlu mendapatkan prioritas. Jaringan jalan yang direncanakan dengan balk akan

DIT. BSTP

Page 131: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

VII - 6

memberikan tingkat pelayanan yang balk terutama dalam penataan daerah pemukiman, daerah

komersial, industri dan pemerintahan, dalam hal ini kawasan-kawasan tersebut akan berpotensi

dalam menghasilkan bangkitan perjalanan.

(1) Perbaikan dan Peningkatan Jalan yang Diprioritaskan

Prioritas perbaikan jalan setelah selesainya pengembangan jalan tol Sutami antara pelabuhan

Makassar dan Bandar udara Hasanuddin, Jl. Perintis Kemerdekaan dan Jl. Urip Sumoharjo

(sedang dilaksanakan) namun hasil desain konseptual lebar dan potongan melintang yang telah

dibuat sebelumnya sangat sulit untuk diterapkan dengan pertimbangan nilai lahan dan bangunan

yang sangat tidak mendukung. Perpanjangan Jl.Hertasning juga (belum rampung), yang pada

awalnya direncanakan dapat diselesaikan sebelum tahun 2010. Studi ini merumuskan

pengembangan jalan yang harus dilaksanakan sebelum tahun 2013 meliputi ; Jalan Malino dari

Sungguminasa, Jalan akses Takalar dari Sungguminasa, serta lanjuran perpanjangan Jl

Hertasning baru hingga KM 34 Jl.Malino di daerah Bili-Bili.

Pengembangan jalan selanjutnya, kebutuhan dan prioritas berdasarkan hasil tinjauan dengan

melihat kemajuan dalam pengembangan perumahan dan industri, dapat diuraikan sebagai berikut

:

a. Pelebaran Jl.Perintis Kemerdekaan secara keseluruhan diharapkan rampung dalam waktu

dekat.

b. Jalan Lingkar Tengah (bagian selatan) yang sebelumnya diperkirakan bisa dimulai tahun

2009, diharapkan dapat dilaksanakan sebelum tahun 2011.

c. Akses Takalar perlu dilanjutkan dengan pekerjaan pelebaran menelusuri pantai barat dari

Jl.Tanjung Bunga.

d. Jalan raya memutar kawasan Mamminasa dapat dilakukan sebagai proyek jangka panjang

20 tahun, di mulai dari frontage road.

e. Akses jalan disekitar airport (arah selatan) hingga Sungguminasa dan Takalar perlu

dikembangkan.

f. Trans Sulawesi akan diselesaikan sebagai proyek 30 tahun, dimulai dengan frontage road.

(2). Rencana Pengembangan Jalan Trans-Sulawesi

Dalam jangka panjang, direncanakan pembangunan jalan bebas hambatan Trans-Sulawesi dan

rencana tata ruang Mamminasata direkomendasikan mempertimbangkan adanya jalan bebas

hambatan tersebut. Di Wilayah Mamminasata, dua rute alternatif jalan Trans Sulawesi akan

DIT. BSTP

Page 132: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

VII - 7

dipertimbangkan; (i) rute yang mengarah ke timur-utara Makassar untuk akses lebih mudah ke

kota, dan (ii) rute yang mengarah ke barat-selatan Makassar guna pelayanan yang lebih baik

terhadap pusat perkotaan baru. Sebuah studi komparatif yang telah dilakukan sebekumnya

menunjukkan kemungkinan tetap dimanfaatkannya lahan yang telah dibebaskan untuk Jalan

Lingkar Tengah bagian selatan.

(3). Rencana Pengembangan Jalan Radial Timur-Barat

Kebutuhan akan Jalan radial baru dari Makassar mengarah ke timur memang sulit dihindarkan,

khususnya untuk pengembangan pusat perkotaan baru. Tiga rute yang telah diusulkan

sebelumnya antara lain; (i) perbaikan Jl. Abdullah Daeng Sirua dengan mengubah arus air sungai

Lekopancing ke pipa urung-urung bawah tanah untuk mengamankan lebar jalan 30~50 m, (ii)

memperpanjang Jl. Boulevard-Panakukang sebagai rute arus bolak balik, dan (iii) perpanjangan

Jl. Hertasning yang mengarah ke Jl. Malino untuk mengurangi kepadatan di daerah

Sungguminsa. Jalan radial timur-barat harus di bangun serentak dengan rencana pengembangan

pusat perkotaan baru.

Usulan (ii) untuk perpanjangan Jl.Boulevard-Panakukang sudah sangat sulit untuk diwujudkan

dengan pertimbangan ; Main Building (bangunan induk) mall Panakkukang telah terbangun pada

ujung timur Boulevard dan telah mengalami penyempitan jalan. Karena bangunan telah bersufat

parmanen, maka sudah tidak mungkin lagi bisa diadakan pelebaran.

(4). Rencana Pengembangan Akses ke Zona Industri Baru

Pengembangan akses jaringan jalan juga akan dibutuhkan untuk membangun kawasan industri

baru. Beberapa rute alternatif akan dikaji lebih lanjut berdasarkan implementasi rencana

pengembangan industri seperti KIMA, KIROS, KIWA dan KITA. Berdasarkan kondisi jalan

yang ada dan prakiraan lalu lintas, dan juga rencana perbaikan yang diberlakukan, daftar panjang

proyek perbaikan jalan diusulkan.

(5) Desain Dimensi dan Potongan Melintang yang Lebih Baik

Dimensi dan potongan melintang dalam pengembangan dan perbaikan jalan diusulkan untuk

melengkapi desain potongan melintang jalan yang mencakup pemisahan setiap jalur kendaraan

dan dibatasi dengan jalur hijau dapat dipertimbangkan sekaligus dalam mendukung program

SULSEL HIJAU (GO GREEN SOUTH SULAWESI).

(6) Pengembangan Fasilitas Jalan

Bersamaan dengan pengembangan jalan dan pengelolaan kebutuhan lalu lintas, fasilitas jalan

DIT. BSTP

Page 133: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

VII - 8

perlu dibenahi antara lain meliputi :

Tabel 7.1 : Perbaikan Fasilitas Jaringan Jalan

NO FASILITAS URAIAN KETERANGAN

1) Pembangunan Jalan Layang

Perintis x Sutami Perintis x Kapasa Raya (Daya) Alauddin x Jalan Lingkar Tengah

Prioritas sebelum tahun 2010

Jangka panjang 20 tahun Bersamaan dengan

pembangnnan jln lingkar

2) Pembenahan Persimpangan

Urip Sumoharjo x Laimena (Tello) Perintis x Pintu I Unhas Perbaikan geometrik persimpangan

sepanjang koridor utama

Bundaran dan traffic light Traffic Light Canalisasi

3) Rambu Lalu Lintas dan traffic light

Sistem rambu terpadu Distribusi 2 sistem jaringan energi untuk

mengantisipasi pemadaman ATCS

4) Sistem Informasi Lalu Lintas

Pemasangan kamera monitor di persimpangan utama

Pemasangan papan iklan lalu lintas dan papan pengaturan

Jangka menengah dan berkelanjutan

Jangka pendek dan berkelanjutan

5) Lampu Jalan Sepanjang jalan protocol (jalan utama)

Untuk jaringan lainnya sementara waktu tetap, akibat kurangnya daya listrik.

6) Pembagian lajur Lalu Lintas

Lajur khusus transportasi umum Lajur khusus motor sebagai percobaan Lajur khusus kendaraan lambat

Lajur prioritas tanpa pemisah jalur

7) Perbaikan Trotoar

Trotoar datar selevel dengan badan jalan (yang dipisahkan oleh batu pemisah) “harus bebas hambatan”

Melarang penggunaan trotoar untuk pedagang kaki lima atau toko

Mengubah drainase samping menjadi saluran bawah tanah

Tersistem, prioritas dan berkesinambungan

8) Areal parkir Pengembangan dan pengaturan areal parkir

di jalan (on street parking) Pengurangan/pembatasan jumlah areal

parkir umum di kawasan pusat bisnis

Prioritas Dan bersistem

9) Pembatas Jalan Optimalisasi fungsi median dan letak

fasilitas putar balik arah kendaraan Membangun median sepanjang jalan

koridor utama.

Prioritas

7.1.3 Rencana Kebutuhan Investasi Pengembangan Jaringan Transportasi

Bersamaan dengan pengembangan jalan dan pengelolaan kebutuhan lalu lintas, sangat

memungkinkan dikembangkannya pola investasi dengan menerapkan sistem road found dan atau

road price. Jaringan jalan yang dimungkinkan untuk model tersebut meliputi jaringan lintas

antar kawasan industri untuk memperlancar sistem perangkutan barang, demikian pula jaringan

DIT. BSTP

Page 134: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

VII - 9

jalan Bypass sebagai lintasan yang menghubungkan wilayah Kabupaten Maros dan Sunggu

Minasa.

Rencana pembangunan jaringan jalan lanjutan Trans Sulawesi melalui jalan lingkar tengah

(midle ring road) arah selatan dari Jl.Perintis Kemerdekaan lebih memungkinkan sebagai

prioritas dikembangkan dengan sistem pengelolaan jalan Tol untuk meningkatkan aksesibilitas

semua sistem jaringan wilayah Mamminasata. Jaringan jalan yang dimaksud mempunyai posisi

yang sangat strategis ditengah kawasan perkotaan dan menghubungkan zona antara utara-selatan,

sekaligus dapat menjadi jaringan alternatif bagi keterhubungan antar kawasan industri yang ada.

7.2 PROGRAM PENGEMBANGAN JARINGAN TRANSPORTASI LAUT

Kawasan aglomerasi Mamminasata dalam pengembangan jaringan transportasi laut tetap

mengarah pada pengembangan 3 pelabuhan yang sudah ada, yaitu Makassar, Galesong

(Kabupaten Takalar), dan Pajjukukang (Kabupaten Maros). Meskipun pelabuhan ini relatif

jaraknya + 20 km s.d. 30 km antar pelabuhan, tetapi tidak berpengaruh terhadap permintaan,

mengingat karakteristiknya berbeda.

Pelabuhan Galesong Takalar pada umumnya berlabuh kapal motor dengan muatan garam dari

Kabupaten Jeneponto dan gerabah yang berasal dari Kabupaten Takalar. Kedua komoditi ini

diantar pulaukan ke wilayah Kawasan Timur Indonesia dan Kalimantan Timur. Sedangkan

Pelabuhan Pajjukukang Kabupaten Maros diarahkan untuk angkutan semen pada kapal layar

motor yang diantar pulaukan ke Kawasan Timur Indonesia dan Kalimantan Timur, mengingat

Kabupaten Maros memiliki industri semen miliki PT. Semen Bosowa. Pelabuhan Makassar

sebagai pelabuhan internasional melayani angkutan kapal curah, peti kemas dan penumpang

dengan kapasitas besar, sedangkan Pelabuhan Paotere melayani angkutan komoditi sembilan

bahan pokok antar pulau dengan menggunakan kapal layar motor.

7.2.1 Skenario Pengembangan Jaringan Transportasi

Pengembangan jaringan transportasi baik prasarana maupun pelayanan dilakukan dengan

mempertimbangkan beberapa skenario yang akan terjadi pada perencanaan jangka panjang

meliputi :

a. Pertumbuhan produksi pelabuhan meliputi jumlah call kapal, jumlah barang curah, jumla

Teus peti kemas dan jumlah penumpang

b. Tuntutan tata ruang wilayah yang tidak mampu lagi mengembangan pelabuhan pada kondisi

eksisting dan pola pergerakan angkutan keluar masuk pelabuhan

DIT. BSTP

Page 135: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

VII - 10

c. Penetapan sentra pelabuhan dengan predikat pelabuhan hub internasional, sehingga harus

mampu melayani kapal nasional dan internasional

d. Terjadinya keterpaduan pelayanan moda transportasi laut dengan fungsi pelayanan terminal

peti kemas, kapal curah, kapal penumpang dan kapal penyeberangan

e. Pengembangan teknologi kapal dengan kapasitas yang lebih besar seperti kapal peti kemas

Generasi V dan kapal penumpang atau pesiar di atas 15.000 GT, sehingga membutuhkan

draft yang lebih dalam dan kolam pelabuhan yang lebih luas

f. Adanya tuntutan masyarakat dunia terhadap pelestarian lingkungan, sehingga pelabuhan

harus mampu mengakomodasi penataan pelabuhan yang asri, estetika serta ketersediaan

fasilitas barang berbahaya, bau dan beracun

g. Kebijakan interasional tentang penerapan ISPS Code (International Ship and Port Facility

Sequery Code) yaitu mensyaratkan suatu pelabuhan memiliki tingkat keamanan dan

keselamatan bertaraf internasional.

7.2.2 Program Pengembangan Jaringan Transportasi Kawasan

A. Pelabuhan Makassar

Program pengembangan Pelabuhan Makassar dari aspek jaringan prasarana maupun jaringan

pelayanan didasarkan atas beberapa skenario tersebut di atas.

a. Jaringan Prasarana

Pengembangan Pelabuhan Makassar telah ditetapkan berasarkan Surat Keputusan Menteri

Perhubungan No. 2 Tahun 2004 tentang Rencana Induk Pelabuhan Makassar. Rencana

pelabuhan berdasarkan rencana induk tersebut merupakan relokasi dari poelabuhan yang ada

sekarang, mengingat tingkat pelayanan yang diberikan saat ini dengan proyeksi prediksi 25

tahun ke depan diperkirakan tidak mampu lagi melayani kapal kontainer generasi III dan V

dan kapal Panamas Plux dengan dengan kebutuhan kedalaman 11 s.d. 14 m.

Selain itu, pola peragakan kendaraan yang mengangkut peti kemas melalui pintu 1 dan 2

sudah ditutup atas kebijakan pemerintah Kota Makassar dengan pertimbangan sangat

menggangu laju kendaraan dalam kota, karena melalui jalan Jenderal Ahmad Yani tepat pada

pusat kasawasan bisnis atau centra busines district (CBD) Kota Makassar.

Tinjauan dari segi kecepatan bongkar muat peti kemas, juga tidak selaras lagi dengan

persyarata minimal, karena tidak seimbangnya antara jumlah peti kemas yang akan dimuat

dan dibongkar dengan jumlah gantry crane dengan transtaner yang masing-masing hanya

DIT. BSTP

Page 136: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

VII - 11

memiliki 2 dan 5 unit. Begitupula ketersediaan fasilitas dermaga untuk kapal penumpang

(kapal putih) yang saat ini terdapat 12 kapal yang singgah di Makassar miliki PT. Pelni dan 4

kapal milik swasta, sehingga pada saat bersamaan lebih dari 2 kapal tidak mampu

melayaninya dengan panjang dermaga yang tersesia 180 m.

Dengan demikian program pengembangan Pelabuhan Makassar membutuhkan areal lahan

301,3 Ha untuk fasilitas sisi darat dan 42.718 Ha untuk areal perairan. Kebutuhan areal

perairan tersediri atas 2.970 Ha untuk jasa kepelabuhanan dan 39.740 Ha untuk jasa

keselamatan pelayaran. Berdasarkan rencana induk pengembangan Pelabuhan Makassar,

Menteri Perhubungan telah menetapkan Kpeutusan No. 85/1999 tentang batas-batas

lingkungan kerja dan lingkungan kepentingan Pelabuhan Makassar. Untuk program

pengembangan bila dana investasi tersedia dilakukan 2 tahap yaitu Tahap I (2007 s.d. 2015)

dan Tahap II (2015 s.d 2025).

b. Jaringan Pelayanan

Pelabuhan Makassar sebagai pelabuhan internasional tentu memberikan pelayanan dalam

lingkup nasional dan internasional. Jaringan pelayanan terdiri atas internasional dalam hal ini

general cargo atau pelayanan peti kemas, sedangkan nasional adalah termasuk penumpang.

Komoditi ekspor yang berasal dari Pelabuhan Makassar dengan negara tujuan seperti pada

tabel 7.2. dan negara tujuan merupakan jaringan pelayanan internasional.

Tabel 7.2 : Jenis Komoditi Ekspor Pelabuhan Makassar

No Negara Tujuan Jenis Komoditi

1 Taiwan Clinker, Plywood 2 Korea Selatan Grist Brend 3 Netherland Grist Brend 4 Berazil Cocoa Bean 5 New Zealand Clinker 6 Bangladesh Clinker 7 USA Cocoa Bean 8 Mexico Cocoa Bean 9 Canada Cocoa Bean

10 Afrika Clinker, Cement 11 Costarika Clinker, Cement 12 Singapura Cocoa Bean, Clinker, Cement 13 Malaysia Cocoa Bean, Clinker, Grist Brand

and Marmer 14 Japan Plywood, Mollases

Sumber : PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia IV Makassar

DIT. BSTP

Page 137: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

VII - 12

Untuk jaringan pelayanan nasional melayani seluruh pelabuhan secara nasional, tetapi untuk

angkutan penumpang dengan 12 kapal milik PT. Pelni dan 4 kapal milik swasta dengan trayek

seperti pada Tabel 7.3.

Tabel 7.3: Kapal Penumpang Asal-Tujuan Pelabuhan Makassar

No Nama Kapal Pelabuhan

Milik Asal Tujuan

1 KM. Bukit Siguntang Surabaya Baubau PT. Pelni 2 KM. Dorolanda Surabaya Ambon PT. Pelni 3 KM. Laborbar Surabaya Sorong PT. Pelni 4 KM. Kerinci Baubau Balikpapan PT. Pelni 5 KM. Tidar Surabaya Balikpapan PT. Pelni 6 KM. Cirimai Surabaya Baubau PT. Pelni 7 KM. Sinabang Semarang Baubau PT. Pelni 8 KM. Lambelu Baubau Surabaya PT. Pelni 9 KM. Sirimau Batulicin Makassar PT. Pelni

10 KM. Dobansolo Tarakan Nunukan PT. Pelni 11 KM. Kelimutu Bima Baubau PT. Pelni 12 KM. Gunung Dempu Surabaya Sorong PT. Pelni 13 KM. Tirta Kencana Balikpapan Batulicin PT. Swasta 14 KM. Kirana Surabaya Surabaya PT. Pelni 15 KM. Dharma Kencana Baubau Batulicin PT. Pelni 16 KM. Madani Nusantara Baubau Balikpapan PT. Pelni

Sumber : PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia IV Makassar

B. Pelabuhan Gelesong (Kabupaten Takalar)

a. Jaringan Prasarana

Pelabuhan Galesong dalam tahun 2008 sedang dibangun fasilitas sisi darat berupa lapangan

penumpukan, kantor dan couse way serta trestel, sedangkan pada tahun 2009 diharapkan

pembangunan dermaga dengan panjang 70 m. Dengan demikian pelabuhan ini diharapkan

operasional pada tahun 2010, meskipun pada saat ini kapal layar motor tetap melakukan

kegiatan bongkar muat dengan menggunakan fasilitas tambat yang tersedia.

b. Jaringan Pelayanan

Jaringan pelayanan dari dan ke pelabuhan ini pada umumnya ke wilayah pelabuhan di

Kawasan Timur Indonesia, dengan angkutan utama adalah komoditi garam dan gerabah.

C. Pelabuhan Pajjukukang (Kabupaten Maros)

a. Jaringan Prasarana

DIT. BSTP

Page 138: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

VII - 13

Pelabuhan Pajjukukang pada dasarnya belum memiliki fasilitas baik darat maupun laut,

namun karena lokasi pelabuhan yang cukup strategis dan relatif terlindung pada musim barat,

sehingga pelabuhan ini banyak dimanfaatkan oleh pengusaha untuk menggunakan sebagai

pelabuhan angkutan semen dan beras dengan tujuan wilayah Kawasan Timur Indonesia dan

Kalimantan Timur.

Program pembangunan telah diajukan, namun sampai saat ini dananya belum tersedia,

namun pemerintah daerah tetap mengharapkan pembangunannya mengingat jaringan jalan

dari Maros-Atambua-Pajjukukang cukup baik dengan aspal beton dan penetrasi.

b. Jaringan Pelayanan

Sebagaimana telah dibahas pada uraian di atas bahwa jaringan pelayanan Pelabuhan

Pajjukukang tertuju pada pelabuhan di Kawasan Timur Indonesia dan Kalimantan Timur

7.2.3 Rencana Kebutuhan Investasi Pengembangan Jaringan Transportasi

A. Pelabuhan Makassar

Investasi pengembangan Pelabuhan Makassar diharapkan adanya bantuan dari pemerintah

apakah melalui APBN rupiah murni atau pinjaman luar negeri. Selain dana swadana dari PT.

Pelabuhan Indonesia IV, mengingat untuk mewujudkan pelabuhan ini dengan konsep Island Port

cukup membutuhkan dana milyaran rupiah.

B. Pelabuhan Galesong (Kab. Takalar)

Kebutuhan dana pembangunan Pelabuhan Galesong bersumber dari APBN untuk pekerjaan

fasilitas sisi darat seperti lapangan penumpukan, kantor, sedangkan fasilitas sisi laut seperti

couse way, trestel dan dermaga. Sedangkan pekerjaan jalan penghubung dari jalan kabupaten ke

lokasi pelabuhan dibiayai oleh APBD Kabupaten Takalar. Estimasi biaya konstruksi fasilitas

pelabuhan sampai rampung untuk siap operasional membutuhkan dana 15 s.d. 20 miliyar rupiah.

C. Pelabuhan Pajjukukang (Kabupaten Maros)

Pelabuhan ini belum memiliki fasilitas sama sekali, namun pihak pemerintah daerah Kabupaten

Maros telah melakukan Survey Investigation Design (SID) untuk pembangunan fasilitas

pelabuhan. Biaya yang dibutuhkan untuk pelaksanaan pembangunan fasilitas pelabuhan tersebut

relatif sama dengan yang saat ini dibangun di Galesong Kabupaten Takalar. Hanya yang

membedakan panjang coureway karena faktor kontur bibir pantai yang berbeda.

DIT. BSTP

Page 139: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

VII - 14

7.3 PROGRAM PENGEMBANGAN JARINGAN TRANSPORTASI UDARA

Transportasi udara merupakan moda transportasi yang mempunyai peranan sangat penting dalam

era sekarang ini, keandalan dan kecepatan yang dimiliki merupakan daya saing tersendiri

dibandingkan dengan moda transportasi lainnya. Itulah sebanya dalam 5 (lima) tahun terakhir

pertumbuhan produksi transportasi udara memperlihatkan trend yang cukup menggairahkan.

Keberadaan transportasi udara Hasanuddin Makassar sangat mendukung perekonomian regional

dan nasional, terutama dalam Kawasan Mamminasata, apalagi daya jangkaunya yang luas,

khususnya melayani daerah-daerah atau Pulau terpencil, dan perbatasan, selain itu dalam

perwujudan wawasan Nusantara, moda transportasi udara berperan sebagai media pemersatu

dalam Negara kesatuan Republik Indonesia dari segi aspek ideologi politik, ekonomi, sosial

budaya dan Pertahanan Keamanan.

Bandar Udara Hasanuddin Makkassar yang terletak di Kecamatan mandai Kabupaten Maros

yang kemudian mengalami pengembangan atau perluasan areal bandara sebagai konsekwensi

dari peningkatan kebutuhan pelayanan Bandar Udara Hasanuddin ke arah bagian wilayah Kota

Makassar, yakni Kecamatan Sudiang mengindikasikan bahwa keberadaan bandar udara tersebut

begitu besar pengaruhnya dalam pembangunan sistem transportasi di Kawasan Mamminasata.

Pengembangan bandar udara telah membentuk pola-pola pelayanan sistem jaringan transportasi

lainnya, terutama pada transportasi jalan raya.

7.3.1 Skenario Pengembangan Jaringan Transportasi Udara

A. Umum

Sistem transportasi berkaitan erat dengan sistem aktivitas dan sistem lalu lintas yang ada, karena

transportasi merupakan permintaan turunan yaitu permintaan yang timbul akibat memenuhi

permintaan yang lain. Interaksi antara ketiga sistem tersebut berlangsung terus untuk mendapat

keseimbangan. Jaringan transportasi udara pada Bandar Udara Hasanuddin di Kawasan

Mamminasata merupakan bagian dari jaringan transportasi wilayah Propinsi Sulawesi Selatan

dan secara umum merupakan bagian jaringan transportasi nasional yaitu Sistranas dan Tatranas.

Kebutuhan serta kemampuan penyediaan prasarana dan sarana transportasi angkutan udara tidak

selamanya seimbang terhadap penyediaan sarana dan prasarana transportasi. Untuk itu

dibutuhkan strategi sehingga dapat mencapai sasaran penyelenggaraan transportasi angkutan

udara sebagaimana digariskan dalam dokumen Sistranas yang efektif, efisien, terpadu,

berkesinambungan serta ramah lingkungan.

DIT. BSTP

Page 140: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

VII - 15

Fungsi utama sistem prasarana transportasi adalah suatu kegiatan untuk memindahkan manusia

dan barang dari suatu tempat ke tempat lain. Sesuai dengan fungsi tersebut, maka kebijakan

pengembangan sistem transportasi angkutan udara diarahkan untuk menunjang pengembangan

wilayah di Kawasan Mamminasata khususny dan pada umumnya Provinsi Sulawesi Selatan,

dengan tujuan sebagai berikut :

1. Pengembangan sistem transportasi angkutan udara bertujuan untuk meningkatkan

pertumbuhan wilayah agar dapat berkembang dengan serasi bersama-sama dengan wilayah

kabupaten yang masuk dalam pengembangan Kawasan Mamminasata, yakni Kota

Makassar, Kabupaten Maros, Kabupaten Gowa dan Kabupaten Takalar. Disamping itu,

peningkatan pertumbuhan tersebut juga akan memberi pengaruh pada wilayah yang lebih

luas, terutama bagi wilayah Provinsi Sulawesi Selatan dan wilayah-wilayah provinsi

lainnya di Kawasan Timur Indonesia, mengingat kedudukan Provinsi Sulawesi Selatan

adalah pintu gerbang pembangunan di KTI dengan sasaran sebagai berikut :

Membuka akses-akses baru menuju bandar udara yang terintegrasi dalam sistem

jaringan transportasi Mamminasata dan Provinsi Sulawesi Selatan.

Meningkatkan aksesibilitas pergerakan arus lalulintas menuju Bandar udara yang

lancar, cepat dan aman.

2. Pengembangan sistem transportasi angkutan udara yang bertujuan untuk mendukung

pembangunan wilayah regional dan nasional, yaitu dengan sasaran :

Mengembangkan jaringan pelayanan angkutan udara antar bandar udara, termasuk

bandar udara yang melayani penerbangan perintis

Meningkatkan pelayanan bandar udara Hasanuddin sebagai bandar udara internasional

Meminimalisasi kegiatan-kegiatan yang dapat mempengaruhi system navigasi

kebandaraan di bandara Hasanuddin melalui rencana tata ruang kawasan.

3. Pengembangan sistem transportasi angkutan udara yang bertujuan untuk mendukung

kegiatan pariwisata, yaitu dengan sasaran :

Meningkatkan komunikasi kawasan pariwisata dengan dunia luar (asing maupun

domestik) melalui peningkatan pelayanan angkutan udara

Menunjang kegiatan kepariwisataan yang terpadu antara lokasi wisata yang satu

dengan yang lainnya sehingga dapat disusun suatu rencana perjalanan wisata, terutama

di Kawasan Mamminasata

DIT. BSTP

Page 141: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

VII - 16

Disamping hal tersebut diatas, transportasi angkutan udara juga memiliki peran yang sangat

penting dalam menghubungkan satu wilayah atau pusat pertumbuhan tertentu dengan wilayah

atau pusat pertumbuhan lain, terutama pada wilayah-wilayah yang memiliki bandar udara.

Dalam Kawasan Mamminasata sendiri, transportasi angkutan udara turut pula mempengaruhi

system jaringan transportasi lainnya, khususnya pada pusat-pusat kegiatan di Mamminasata yang

meliputi 4 (empat) wilayah kabupaten/kota (Kota Makassar, Kabupaten Maros, Gowa dan

Takalar).

B. Dasar Pengembangan Transportasi Angkutan Udara

Sejak membaiknya perekonomian nasional pasca krisis moneter pada tahun 2000 dan

langkah pemerintah melakukan relaksasi kebijakan di bidang transportasi udara dengan

dikeluarkannya KM No.11 tahun 2001 yang direvisi melalui KM No. 81/2004 tentang

Penyelenggaraan Angkutan Udara dan dilakukan penyempurnaan dengan Keputusan Menteri

Perhubungan No. 25 Tahun 2008, serta diterapkannya KM No. 9/2001 tentang Tarif Penumpang

Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri Kelas Ekonomi, mendorong tumbuh pesatnya

sektor penyediaan jasa angkutan udara.

Hal ini ditandai dengan semakin meningkatnya jumlah perusahaan penerbangan nasional

yang beroperasi. Demikian juga jumlah pesawat yang dioperasikan semakin meningkat,

dengan tingkat pertumbuhan jumlah penumpang angkutan udara yang meningkat pesat dari

tahun ke tahun, ini tentu saja sesuatu yang menggembirakan, khususnya pengelola bandar udara

yang diharapkan dengan adanya peningkatan jumlah pesawat udara yang beroperasi

tentunya akan berdampak positif terhadap pendapatan bandar udara.

Bandara Makassar (Bandara Hasanuddin) merupakan sebuah bandara domestik dan gerbang

Pulau Sulawesi. Bandara ini juga berperan sebagai bandara pusat di Kawasan Timur

Indonesia. Lalu lintas udara, baik kargo dan penumpang, terus-menerus meningkat saat ini.

Hampir seluruh penerbangan telah dipesan. Bandara ini (Bandara Hasanuddin) terletak 22

km ke arah selatan pusat kota Makassar, dan lokasinya menguntungkan bagi pengembangan

industri dan perdagangan karena jaraknya yang dekat dari mana pun.

Sedangkan ditinjau dari sarana bandara telah diperbaharui sedikit demi sedikit yang meliputi

pekerjaan-pekerjaan berikut:

i. Permukaan Landasan Pacu, 1996

ii. Pengoperasian Radio Utama tahun 1996

iii. Pemasangan Frequensi Tinggi (High Frequency) – Rute Domestik Udara Daerah (Regional

DIT. BSTP

Page 142: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

VII - 17

Domestic Air Route Area/RDARA), Rute Udara Utama Dunia (Major World Air Route

Area/MWARA) dan Peralatan Pertukaran Pesan Otomatis Pusat (Automatic Message

Switching Center/AMSC), 1997.

iv. Pembangunan Bandara Hasanuddin dengan dana dari Pemerintah Perancis sebesar US$

450 juta. Pekerjaan utama adalah pembangunan Menara Kendali baru. Pembangunannya

dimulai tahun 1998 dan rampung tahun 2003. Saat ini, pembebasan lahan telah rampung

dan jalur taksi paralel telah dibangun. Meski demikian, pembangunan landasan baru

merupakan subyek untuk proyek yang baru.

C. Arah Pengembangan Jaringan Transportasi Angutan Udara

Bandar udara Hasanuddin yang dirasakan kapasitasnya dalam melayani pergerakan udara sudah

dapat dikembangkan guna menghindari adanya stagnasi dalam pelayanannya. Arah

pengembangan jaringan transportasi angkutan udara pada Bandar Udara Hasanuddin adalah

merupakan bagian dari pengembangan sistem transportasi nasional. Arah pengembangan

tersebut tentunya akan memberikan pengaruh yang sangat signifikasn terhadap sistem

transportasi di Kawasan Mamminasata yang merupakan wilayah perkotaan metropolitan dan

segaligus sebagai pintu gerbang KTI. Oleh karena itu, pengembangan transportasi udara melalui

Bandar Udara Hasanuddin perlu diintegrasikan dengan sistem transportasi lainnya, seperti

transportasi jalan, laut dan transportasi kereta api (dalam tahap perencanaan) yang efektif, efisien

dan terpadu.

Dalam rangka operasionalisasi pelayanan bandar udara Hasanuddin dapat dilihat dari dua hal

yang sangat mempengaruhi, yakni pengaruh internal dan eksternal. Pengaruh internal meliputi

pengaruh yang ditimbulkan dari wilayah kawasan Mamminasata, terutama menyangkut

kelancaran atau aksesibilitas pencapaian dari/ke bandar udara tersebut yang lancar, cepat dan

aman. Sedangkan secara eksternal ditimbulkan akibat tingginya permintaan pelayanan bandar

udara Hasanuddin sebagai bandar udara pusat pelayanan sekunder yang kesemuanya

mengarahkan pada sistem pelayanan yang lebih efektif, efisien dan terpadu serta kemampuan

bandar udara beserta fasilitas dalam memenuhi kebutuhan transportasi udara. Oleh karena itu,

Bandar Udara Hasanuddin telah dilakukan pengembangan untuk semua fasilitas kebandaraan,

baik sisi udara maupun sisi darat.

Sebagai bandar udara internasional yang berlokasi pada daerah perbatasan antara Kabupaten

Maros dan Kota Makassar yang dapat dicapai melalui jaringan jalan primer dan jalan bebas

hambatan (tol) yang menghubungkan dengan Pelabuhan Soekarno Hatta Makassar, sehingga

pencapaian ini dapat ditempuh dengan baik. Jika dilihat orientasi perkembangan dimasa

DIT. BSTP

Page 143: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

VII - 18

mendatang, aksesibilitas menuju bandar udara dapat menimbulkan ketidak lancaran karena

melalui pusat-pusat aglomerasi di Kota Makassar dengan intensitas lalulintas yang cukup tinggi.

Kondisi ini hanya dapat dialami oleh pergerakan dari arah Kabupaten Gowa, Takalar dan

beberapa wilayah kabupaten lainnya pada bagian selatan dan timur Sulawesi Selatan karena

melalui Kota Makassar.

Ketidak lancaran pergerakan menuju bandar udara dapat mempengaruhi pelayanan di bandar

udara, begitupula sebaliknya. Hal ini disebabkan adanya hubungan yang sistematis pada semua

sistem transportasi yang dikembangkan di Kawasan Mamminasata.

Menyadari hal tersebut diatas, maka beberapa ruas jalan telah dikembangkan, terutama di Kota

Makassar sebagaimana yang terlihat adanya pengembangan jalan tol Ir. Sutami dan pelebaran

jalan Urip Sumuharjo serta jalan Perintis Kemerdekaan yang kesemuanya merupakan koridor

jalan yang menghubungkan langsung dengan bandar udara Hasanuddin. Kelancaran arus

lalulintas yang sangat memungkinkan adalah jalan Tol Ir. Sutami dan untuk jalan Perintis

Kemerdekaan dan Urip Sumoharjo masih memiliki tingkat kerawanan kemacetan yang

disebabkan oleh intensitas penggunaan lahan disepanjang jalan tersebut.

Bagian ruas jalan pada kedua jalan tersebut yang memiliki tingkat kerawanan yang cukup tinggi

adalah pada daerah Km. 04, PLTU Tello, depan Kampus Unhas, depan Perumahan BTP, dan

Daya. Simpul-simpul tersebut merupakan pusat-pusat aglomerasi seiring dengan jumlah

angkutan penumpang yang melayani koridor tersebut paling banyak. Kondisi ini sangat

mempengaruhi kinerja jaringan jalan dan akan mempengaruhi pergerakan menuju bandar udara.

Disamping itu, beberapa aktivitas pelaynan transportasi yang tidak sesuai dengan peruntukannya,

seperti terbentuknya pangkalan-pangkalan angkutan penumpang sebagaimana yang terjadi

disekitar Kampus Unhas dan depan Markas Angkatan Udara di Daya.

Untuk pergerakan yang berasal dari Kabupaten Gowa, Takalar dan daerah sekitarnya juga

menggunakan jaringan jalan yang sama dengan alternatif jalan Tol Ir. Sutami. Pergerakan

tersebut yang secara bersama-sama dengan pergerakan dalam Kota Makassar sangat

mempengaruhi kinerja jalan menuju bandar udara. Oleh karena itu, perlunya direncanakan jalan

akses baru bagi wilayah ini menuju bandar udara, mengingat pertumbuhan jumlah penumpang

angkutan udara pada Bandar Udara Hasanuddin mengalami pertumbuhan rata-rata 37,84% tiap

tahunnya dengan jumlah penumpang yang berangkat dan datang tahun 2007 sebanyak 3.161.455

orang. Semua jumlah penumpang tersebut dipastikan menggunakan kendaraan ke/dari bandara

belum termasuk untuk muatan cargo dan pos.

DIT. BSTP

Page 144: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

VII - 19

Banyaknya jumlah kendaraan menuju/dari bandar udara Hasanuddin merupakan indikator dalam

penataan sistem transportasi di Kawasan Mamminasata guna memperlancar sistem pelayanan

arus penumpang dan barang, termasuk pesawat-pesawat terbang di bandar udara. Pelayanan yang

optimal dibandar udara juga dipengaruhi oleh sistem transportasi yang berlangsung disekitar

bandar udara dan askes-akses yang menuju bandar udara itu sendiri. Oleh karena itu, arah

pengembangan kawasan bandar udara Hasanuddin yang berlokasi di Mamminasata (Mandai

Maros dan Sudiang Makassar) perlu diintegrasikan dengan sistem transportasi yang

dikembangkan maupun yang akan dikembangkan di Mamminasata.

Sesuai dengan permasalahan dan tujuan yang ingin dicapai, strategi pengembangan transportasi

angkutan udara dalam sistem transportasi Kawasan Mamminasata dapat dilihat menurut

jangkauan waktu sebagai berikut :

Jangka Pendek :

Mengatasi permasalahan yang dihadapi saat ini, yaitu dalam hal melayani kebutuhan yang

ada, terutama yang menyangkut kelancaran dan keandalan jaringan transportasi jalan untuk

mendukung angkutan udara pada Bandar Udara Hasanuddin, meningkatkan kualitas

pemeliharaan prasarana dan sarana yang ada, terutama pada jaringan jalan yang berfungsi

sebagai jalan akses utama menuju bandara serta mendukung pelaksanaan perencanaan dan

pembangunan jaringan jalan Maminasata dan bypass Trans Sulawesi dan seluruh fasilitas

pendukung dan penunjangnya.

Jangka Menengah :

Menata sistem pelayanan transportasi untuk meningkatkan efisiensi sistem dan

mengembangkan kapasitas pelayanan secara umum dalam rangka mengantisipasi

pertumbuhan kebutuhan yang akan datang dan mendukung rencana pengembangan tata

ruang wilayah, baik RTRW Kabupaten Maros dan Kota Makassar maupun RTRW

Mamminasata.

Jangka Panjang :

Meningkatkan sistem jaringan transportasi antar wilayah dan sistem transportasi

multimoda (antarmoda dan intra moda) yang didukung oleh sistem jaringan transportasi

internal dan eksternal yang efisien dan andal untuk memperkenalkan daya saing kawasan

Mamminasata dalam lingkup nasional, maupun internasional. Perumusan strategi jangka

panjang dimaksudkan untuk menjadi acuan bagi pengembangan sistem transportasi secara

makro yang perlu diperhatikan sehingga program pengembangan jangka pendek dan

DIT. BSTP

Page 145: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

VII - 20

menengah memiliki arah dan batasan yang jelas. Pengembangan sistem transportasi jangka

panjang sesuai dengan perkembangannya masa yang akan datang di Kawasan

Mamminasata meliputi transportasi jalan raya, transportasi rel kereta api, transportasi

udara, transportasi laut dan ASDP.

Berdasarkan jangkauan rencana pembangunan system transportasi yang terkait dengan

transportasi udara di Kawasan Mamminasata, maka pengembangan bandara Hasanuddin hingga

saat ini masih terus dilaksanakan dan bandara baru telah dioperasikan, hanya saja landasan pacu

belum dapat digunakan. Kondisi topografis bandara Makassar, yang berlokasi 3 km di timur

pantai dan di daerah perbukitan yang ada di belakangnya, menghendaki teknik pendaratan/lepas

landas tinggi.

Sebuah rencana perluasan baru untuk peningkatan bandara telah dipersiapkan. Sistem Navigasi

telah diganti dengan sistem yang baru. Jalan akses baru ke terminal saat ini sudah dirampungkan,

begitupula dengan bandar udara baru sudah dioperasikan. Adapun rencana perluasan bandara ini

bertujuan sebagai berikut:

Menjaga keamanan pendaratan pesawat, dari/ke bandara,

Mengantisipasi angka pertumbuhan penumpang dan kargo secara signifikan, dan

sekarang hampir mencapai titik jenuhnya. Sementara, untuk pesawat yang lebih besar,

landasan selebar 3100 meter menjadi sangat dibutuhkan agar mampu mengatasi

kebutuhan yang semakin meningkat.

Memisahkan pengoperasian penerbangan sipil dan angkatan udara, sehingga tingkat

keamanan penerbangan meningkat.

Mempercepat pengembangan ekonomi dan meningkatkan angka pertumbuhan di

Kawasan Timur Indonesia, dan

Memainkan peran sebagai sebuah pusat domestik dari seluruh maskapai penerbangan

di Kawasan Timur Indonesia.

Rencana perluasan ini memiliki sejarah yang panjang, dilihat kembali dari tahun 1989 atau lebih

awal lagi. Rencana ini telah memperoleh otorisasi dalam dokumen-dokumen berikut:

SK Menteri Komunikasi tentang Rencana Induk Bandara Hasanuddin, Makassar.

SK Menteri Komunikasi NO. 25/1989 tentang Batas Permukaan yang menjadi

hambatan bagi Bandara Hasanuddin, Makassar.

SK Menteri Komunikasi NO. 15/1995 tentang AMDAL Bandara Hasanuddin.

DIT. BSTP

Page 146: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

VII - 21

Studi Tinjauan Rencana Induk Bandara Hasanuddin, Makassar, 2003.

Perluasan bandara bertajuk “Proyek Pengembangan Bandara Makassar” sedang berjalan.

Pembebasan lahan telah selesai (554,6 hektar). Gambaran umum Bandara Hasanuddin tahap

akhir telah dipersiapkan seperti terlihat pada Gambar 7.1, dan bagian-bagian utamanya

terangkum dalam tabel berikut.

Tabel 7.4 : Gambaran Proyek Perluasan Bandara

Item Eksisting (2004) Fase I (2005 - 2015)

Fase II (2016 - 2020)

Landasan Pacu 2.500 m x 45 m - 3.100 m x 45 m Jalur Taxi 823 m x 23 m 2.155 x 23 m 3.100 m x 23 m Apron 16 ACs

69.147 m2 7 ACs 62.800 m2

17 ACs 155.200 m2

Terminal Penumpang

10.800 m2 48.500 m2 48.500 m2

Landasan Jet -- 2 unit 8 unit Halaman parkir 9.916 m2 - 32.500 m2 Biaya -- Rp. 400 billion

(= US$ 45 million: 1 US$ = Rp. 9,000) Rp. 444 billion (= US$ 49 million: 1 US$ = Rp. 9.000)

Pendanaan -- Internal: PT. Angkasa Pura 1, (Rp. 100 billion = US$11 million, 2005-06) Eksternal: Bank (Rp. 300 million, 2005-06), Surat Obligasi? Nota jangka menengah/lain-lain (Rp.300 billion = US$ 33 million, 2007)

Tidak tersedia

Gambar 7.1: Gambaran Umum Rencana Tahap Akhir Bandara Udara

Keterangan: 1: Landasan pacu (3.100 m x 45 m), 2: Jalur Taksii Parallel (3.100 m x 23 m) dan

Pintu Keluar Jalur Taksi (4), 3: Apron dan Halaman parker pesawat, 4: Terminal Penumpang (48.500 m2), 5. Sarana Pendukung

Sumber: Direktorat Jenderal Komunikasi Udara

DIT. BSTP

Page 147: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

VII - 22

Sedangkan rencana jalan akses menuju bandara hingga saat ini telah dikembangkan dan

dioperasikan jalan tol Ir. Sutami dan untuk jalan Perintis Kemerdekaan dan jalan Urip

Sumoharjo yang juga jalan akses utama menuju bandara masih dalam tahap pelaksanaan proyek

pelebaran jalan. Jalan ini secara langsung akan menghubungkan pergerakan dari pusat Kota

Makassar dengan bandara yang baru.

Dari sudut pandang usulan sistem jaringan jalan, maka akses baru yang menghubungkan simpul-

simpul utama Mamminasata di Kabupaten Gowa akan lebih baik bila jalan ini diperpanjang

hingga melewati terminal bandara, melintas di bawah landasan pacu yang baru dan

menghubungkannya dengan jalan Trans Sulawesi. Pembangunan terowongan dijadwalkan

bersamaan dengan pembangunan landasan pacu yang baru.

Gambar 7.2 : Rancangan Rute-rute Jalan Dekat Bandara Hasanuddin

Selain hal tersebut diatas, aspek keselamatan dan dan keamanan navigasi penerbangan, maka

jangkauan hambatan udara adalah sangat penting. Kriteria pengendalian pemanfaatan lahan telah

dikelola dengan menggunakan standar nasional atau internasional. Meski demikian, tidak

terdapat penjelasan tentang kriteria kebisingan dalam laporan yang berjudul “Rencana Detail

Tata Ruang Bandara Hasanuddin”, 2004. Kondisi pemanfaatan lahan dalam tiga tingkat

kebisingan dapat dilihat pada Tabel 7.5, dan Gambar 7.3.

Trans Sulawesi

Perintis

Sutami

Sutami

Landas Pacu

Perpanjangan

N Bandara

DIT. BSTP

Page 148: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

VII - 23

Gambar 7.3: Efek Bising di Sekitar Bandara Hasanuddin Sumber: Rencana Detail Tata Ruang Bandara Hasanuddin”, 2004

Tabel 7.5: Rencana Tata Ruang dan Masalah Kebisingan

Uraian Tingkat Kebisingan I

Tingkat Kebisingan II

Tingkat Kebisingan III

1. Perumahan Dibolehkan Kondisi II Dilarang 2. Hotel, motel Dibolehkan Kondisi II Dilarang 3. Kantor, bangunan umum Dibolehkan Kondisi III Dilarang 4. Kawasan Perdagangan Dibolehkan Dibolehkan Dilarang 5. Sarana Sosial Kondisi III Dilarang Dilarang 6. Bioskop, auditorium Kondisi III Dilarang Dilarang 7. Rekreasi Dibolehkan Dibolehkan Dilarang 8. Industri Dibolehkan Dibolehkan Kondisi III 9. Pertanian Intensif Dibolehkan Dibolehkan Dilarang 10. Ruang Olahraga Dibolehkan Dibolehkan Dilarang 11. Sarana Olahraga Indoor Dibolehkan Dibolehkan Dilarang 12. Sarana Pendukung Bandara Dibolehkan Dibolehkan Kondisi I 13. Ruang Hijau Dibolehkan Dibolehkan Kondisi IV 14. Kawasan Komersil Dibolehkan Dibolehkan Dilarang

Rencana Detail Tata Ruang Bandara Hasanuddin”, 2004

7.3.2 Program Pengembangan Jaringan Transportasi Kawasan

Program-program pembangunan Mamminasata sebagaimana dalam Rencana Tata Ruang

Wilayah Mamminasata Tahun 2005 diusulkan untuk dilaksanakan dengan mengacu pada strategi

pembangunan wilayah Mamminasata yang ditetapkan.

DIT. BSTP

Page 149: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

VII - 24

Program-program yang diusulkan tersebut dikelompokkan menjadi (1) Program pendukung

pembangunan ekonomi, (2) Program pembangunan prasarana dan lingkungan perkotaan, (3)

Program pembangunan prasarana ekonomi, dan (4) Program penguatan kelembagaan/manajemen

perkotaan.

Gambar 7.4 : Empat Program

Dari empat program utama tersebut, program pembangunan transportasi adalah bagian dari

program pembangunan prasarana ekonomi Mamminasata, dimana didalamnya termasuk

pembangunan sistem transportasi udara. Adapun program pembangunan transportasi sebagai

aspek penting dalam menunjang perekonoimian Mamminasata yang akan dilaksanakan adalah

sebagai berikut :

(2) Program Pembangunan Prasarana dan Lingkungan Perkotaan Pengendalian banjir &

drainase Pasokan air dan saluran

air limbah Pengelolaan limbah

Padat Perbaikan lingkungan

(4) Program Penguatan Kelembagaan/Manajemen Perkotaan Penguatan organisasi Penguatan perundang-

undangan Sistem operasi manajemen

perkotaan

(1) Program Pendukung Pembangunan Ekonomi

Pertanian Industri Promosi Dagang dan Investasi Pariwisata

Program

Pembangunan

Mamminasata

(3) Program Pembangunan Prasarana Ekonomi Pasokan tenaga listrik Layanan

telekomunikasi Transportasi

DIT. BSTP

Page 150: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

VII - 25

Tabel 7.6 : Komponen Proyek untuk Program Pembangunan Pengembangan Transportasi

Komponen Proyek

Kerangka Waktu

Penanggung Jawab

Pend

ek

Men

enga

h

Panj

ang

1. Jalan tol Sutami antara Pelabuhan Makassar dan Bandara Hasanuddin Dinas Praswil, swasta

2. Jl. Perintis dan Jl. Urip Sumoharjo Dinas Praswil 3. Jl. Alauddin dari Pettarani ke Sungguminasa Dinas Praswil 4. Perpanjangan Jl. Hertasning Dinas Praswil 5. Jalan Malino dari Sungguminasa ke arah

Malino Dinas Praswil

6. Jl. Poros Takalar dari Sungguminasa ke arah Takalar

Dinas Praswil

7. Jalan lingkar tengah Dinas Praswil 8. KIMA (Jl. Kapasa Raya) Dinas Praswil 9. Akses Tanjung Bunga Dinas Praswil 10. Mamminasa Bypass Dinas Praswil 11. Jembatan Mamminasa Bypass Dinas Praswil 12. Abdullah Daeng Sirua Dinas Praswil 13. Sekitar bandara Dinas Praswil 14. Akses bandara Dinas Praswil 15. Trans Sulawesi Dinas Praswil 16. Akses KIWA Dinas Praswil 17. Sekitar Sungguminasa Dinas Praswil 18. Perbaikan fasilitas jalan Dinas Praswil,

Perhubungan 19. Layanan transportasi publik Dinas Praswil 20. Pengenalan manajemen lalu lintas di Makassar Dinas Praswil,

Perhubungan

Guna terwujudnya program pembangunan tersebut, diperlukan suatu kegiatan rencana tindak.

Kondisi prasarana transportasi yang dapat menunjang kegiatan sistem transportasi udara di

Mamminasata, terutama jaringan jalan yang memiliki peranan yang sangat besar terwujudnya

sistem transportasi yang handal di Mamminasata masih di bawah standar dan tidak mampu

mengatasi laju pertumbuhan lalu lintas. Hambatan ini menghalangi terwujudnya dinamisme

daerah dan pembangunan yang berkelanjutan. Rencana tindak untuk perbaikan dan mendukung

kegiatan sistem transportasi udara di Mamminasata yang efektif, efisien dan terpadu, maka harus

mencakup dua hal, yakni pembangunan bandar udara dan pengembangan sistem jaringan

transportasi yang terkait dengan pengembangan bandara sebagaimana hal berikut.

DIT. BSTP

Page 151: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

VII - 26

Rencana Tindak Pembangunan dan Pengembangan Bandar Udara Hasanuddin

Tujuan Tujuannya adalah untuk meningkatkan kinerja bandar udara sebagai bandar udara internasional serta sebagai pintu gerbang KTI yang menunjang kegiatan perekonomian lokal, regional dan nasional.

Signifikansi bagi pembangunan Mamminasata

Prinsip pembangunan bandar udara Hasanuddin adalah : (i) peningkatan pelayanan kebandaraan dan meminimalkan stagnasi yang dapat terjadi di bandar udara, (ii) meningkatkan dan mengembangan sistem keselamatan dan kecelakaan penerbangan, (iii) Meuwujudkan pengembangan yang berwawasan lingkungan

Output Pembangunan Bandar Udara baru dengan mengoptimalkan peranan bandar udara lama sebagai bandar udara pelayanan lokal, penggunaan oleh angkatan udara dan pengangkutan jemaah haji serta sebagai bandar udara alternatif jika dibutuhkan.

Tindakan yang perlu diambil

Penambahan panjang landasan pacu bandar udara baru

Peningkatan pelayanan sarana dan prasarana bandar udara sesuai dengan standar pelayanan

Pemeliharaan dan pengawasan/sertifikasi pesawat udara (armada) transportasi udara

Pemasangan rambu-rambu dan alat bantu navigasi dan komunikasi penerbangan

Peningkatan kapasitas dan kualitas Bandar Udara Hasanuddin untuk pelayanan penumpang, dan barang

Penertibang peraturan dan perundangan bidang transportasi udara sesuai dengan konvensi-konvensi nasional dan internasional (dari internasional Civil-Aviation Organization / ICAO)

Penerapan manajemen yang lebih mengarah pada manajemen trasnportasi udara yang efesien dan efektif.

Pengembangan rute pelayanan internasional, terutama penerbangan langsung ke Singapura, Malaysia dan beberapa rute penerbangan internasional lainnya.

Pengawasan area KKOP yang terkait dengan implementasi tata ruang disekitar bandar udara

Meningkatkan dan merekrut SDM yang memiliki tingkat keahlian atau keterampilan

Para Pihak Terkait Angkasa Pura, Swasta, Departemen Perhubungan, Pemerintah Kota Makassar, Pemerintah Kabupaten Maros

Manfaat yang diharapkan

・ Mewujudkan peranan bandar udara Hasanuddin sebagai bandar udara internasional dan sebagai pusat penyebaran sekunder di wilayah KTI

・ Meningkatkan kegiatan ekonomi dalam kawasan Mamminasata

Sumber Dana Pemerintah dan BOT

DIT. BSTP

Page 152: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

VII - 27

Lanjutan...

Rencana Tindak Pengembangan Terintegrasi Dengan Sistem Transportasi Lainnya

Tujuan Tujuannya adalah terwujudkan sistem transpoirtasi yang efektif, efisien dan terpadu yang dapat menunjang pergerakan arus lalulintas ke/dari bandar udara yang lancar, aman, dan cepat.

Signifikansi bagi pembangunan Mamminasata

Tiga prinsip perencanaan jaringan jalan adalah: (i) prioritas diberikan untuk mengurangi kemacetan lalu lintas, (ii) rencana jaringan jalan menjadi lebih mudah untuk diterapkan, dan (iii) desain jalan yang manusiawi dan ramah lingkungan.

Output Pembangunan dan Peningkatan jaringan jalan yang berfungsi sebagai akses langsung menuju bandar udara.

Tindakan yang perlu diambil

Mewujudkan pembangunan terminal angkutan jalan raya type A yang direncanakan berlokasi di Mandai sesuai dengan Tatrawil Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2005.

Pembangunan jalan baru dari arah Kabupaten Gowa menuju bandar udara yang dapat melayani pergerakan dari wilayah Kabupaten Gowa dan Takalar dan daerah sekitarnya melalui pembangunan terowongan yang menghubungkan trans Mamminasata

Peremajaan fasilitas-fasilitas jalan raya disepanjang koridor jalan Urip Sumoharjo dan Perintis Kemerdekaan.

Lokasi stasiun kereta api sebagaimana dalam rencana pengembangan kereta api Mamminasata dapat diarahkan pada Kecamatan Mandai dan dapat ditempatkan disekitar terminal angkutan jalan guna mewujudkan sistem transportasi multimoda yang efektif, efisien dan terpadu.

Para Pihak Terkait Swasta, Dinas Perhubungan, Dinas prasarana wilayah, Pemerintah Kota Makassar, Pemerintah Kabupaten Maros, Pemerintah Kabupaten Gowa

Manfaat yang diharapkan

・ Terintegrasinya sistem transportasi yang terpadu, efektif dan efisien ・ Kelancaran arus pergerakan dari/ke bandar udara ・ Mempercepat pembangunan sistem jaringan transportasi jalan di

Mamminasata sebagai kebutuhan yang akan dikembangkan

Sumber Dana Pemerintah dan BOT

7.3.3 Rencana Kebutuhan Investasi Pengembangan Jaringan Transportasi Udara

Untuk implementasi seluruh program dan rencana tindak pembangunan yang terkait dengan

pengembangan bandar udara Hasanuddin, keadaan finansial sangat diperlukan untuk menjadikan

seluruh program dan rencana tindak tersebut, secara finansial, dapat terlaksana.

Dengan berdasarpada Kebijakan otonomi daerah (UU No. 22/1999), UU perimbangan keuangan

antara pemerintah pusat dan daerah (UU No. 25/1999) menetapkan bahwa anggaran nasional

sebesar kurang lebih 25% dialihkan ke pemerintah daerah. Pengalihan dana tersebut pemerintah

DIT. BSTP

Page 153: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

VII - 28

daerah masih banyak mengalami kesulitan dalam mewujudkan pembangunan karena terbatasnya

jumlah anggaran pembangunan. Pembangunan pada sektor transportasi memiliki kebutuhan

investasi yang sangat besar, sehingga alternatif sumber keuangan dapat dilakukan melalui

kegiatan kemitraan dengan pihak-pihak swasta maupun melalui bantuan luar negeri (BOT).

Dalam kondisi tersebut, maka implementasi rencana pembangunan dan pengembangan

transportasi udara, baik dalam lingkup kebandaraan maupun sistem transportasi yang terkait

dengan operasionalisasi bandar udara yang kesemuanya dapat mewujudkan tata ruang terpadu

Mamminasata dengan orientasi berikut :

(i) Kota Makassar, Kabupaten Maros, Gowa dan Takalar secara koordinasi melalui instansi

terkait meningkatkan alokasi anggaran untuk implementasi pembangunan dan

pengembangan bandar udara, terutama pemerintah Kota Makassar dan Kabupaten Maros

(ii) Investasi sektor swasta harus didorong, sehingga peran sektor swasta dalam dapat

meningkat.

(iii) Kemitraan Pemerintah-Swasta (PPP) juga harus didorong dalam pembiayaan

pembangunan, dan pembagian peran serta tanggung jawab setiap mitra.

(iv) Kerjasama semi-publik dan perusahaan tertentu, terutama dengan Angkasa Pusar I untuk

bandara harus melakukan perluasan proyek dengan menggunakan dana sendiri atau dengan

skema Kemitraan Pemerintah-Swasta.

(v) Investasi pemerintah harus diperkecil dengan menetapkan tahap-tahap implementasi

proyek sesuai dengan kebutuhan pelayanan.

(vi) Pinjaman dengan jangka waktu pembayaran yang agak longgar (pinjaman lunak) harus

dipertahankan untuk mengurangi beban keuangan tahunan di tingkat daerah dan nasional.

Untuk mengimplementasikan pembangunan dan pengembangan bandar udara sebagai salah satu

prasarana transportasi di Mamminasata, pengaturan keuangan akan disesuaikan dengan prinsip-

prinsip berikut.

(i) Sektor laba: Bisnis akan menguntungkan secara finansial dan perlu dikelola dalam skema

Prakarsa Pendanaan Swasta (Private Finance Initiative)

(ii) Semi-laba: Dalam kondisi ini, manajemen membutuhkan dukungan pendanaan publik.

Namun kondisi tersebut, nantinya, dapat berubah menjadi lebih

menguntungkan dan mudah dikelola bagi sektor swasta.

(iii) Nir laba: Bisnis, dari segi finansial, tidak giat dan pada dasarnya harus dikelola oleh

pemerintah.

DIT. BSTP

Page 154: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

VII - 29

Tabel-tabel berikut memaparkan prinsip dasar pembiayaan proyek-proyek pembangunan

prasarana yang yang terkait dengan pengembangan jaringan transportasi udara pada Bandar

Udara Hasanuddin dalam kerangka wilayah Kawasan Mamminasata berikut.

Tabel 7.7: Rencana Investasi Pengembangan Tarnsportasi Udara dan

Sistem Terintegrasi Transportasi Lainnya

No Kegiatan Skema Prioritas Utama

Prioritas Kedua

A Kawasan Bandar Udara

1 Pembangunan Terminal Bandar Udara Baru BOT

2 Penambahan/Pembangunan Landasan Pacu (runway) BOT

3 Pemeliharaan Fasilitas Bandar Udara Lama Angkasa Pura I, P(N)

4 Penyediaan Fasilitas Kebandaraan Angkasa Pura I

5 Pemeliharaan dan pengawasan /sertifikasi pesawat udara (armada) transportasi udara

Sawasta, Dep. Hub,

6 Pemasangan rambu-rambu dan alat bantu navigasi dan komunikasi penerbangan Angkasa Pura I

7 Peningkatan kapasitas dan kualitas Bandar Udara Hasanuddin untuk pelayanan penumpang, dan barang

Angkasa Pura I, Swasta

8

Pengembangan rute pelayanan internasional, terutama penerbangan langsung ke Singapura, Malaysia dan beberapa rute penerbangan internasional lainnya

Angkasa Pura I, Swasta

9 Meningkatkan dan merekrut SDM yang memiliki tingkat keahlian atau keterampilan

Angkasa Pura I, Swasta

B Integrasi Sistem Transportasi Lainnya

1 Pengembangan Jl. Toll Sutami BOT, Swasta

2 Pelebaran Perintis Kemerdekaan P(N)

3 Pelebaran jalan Urip Sumoharjo P(P)

4 Jaringan Jalan Sekitar Bandara P(P)

5 Akses Bandara dari arah Gowa P(N)

6 Jalan Terowongan yang menghubungkan jalan bypass Mamminasata menuju Gowa BOT

7 Pembangunan Terminal Angkutan jalan Type A

P(N)

8 Pembangunan stasiun kereta api P(N)

9 Sistem Perambuan Jaringan Jalan P(P)

DIT. BSTP

Page 155: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

VII - 30

Dalam rangka mewujudkan pengaturan keuangan yang seimbang untuk Mamminasata, terutama dalam

rangka pengembangan transportasi udara, maka disarankan agar paket pinjaman lunak dapat

dipertahankan untuk keperluan implementasi proyek-proyek pembangunan prasarana transportasi udara

beserta sistem transportasi yang terintegrasi dengan pengembangan bandar udara yang diprioritaskan.

7.4 PROGRAM PENGEMBANGAN JARINGAN TRANSPORTASI ASDP

Kawasan Mamminasta yang meliputi 4 wilayah kabupaten/kota, yakni Kota Makassar,

Kabupaten Gowa, Maros dan Takalar memiliki karakteristik dan potensi tersendiri. Dalam

kaitannya dengan penylenggaraan transportasi, terutama pada transportasi ASDP, maka yang

tidak memungkinkan untuk dikembangkan sebagai media transportasi adalah angkutan danau

karena pada kawasan ini tiak memiliki danau. Sedangkan dilihat dari potensi fisik dari keempat

wilayah tersebut, maka media transportasi ASDP yang dapat ikembangkan adalah sebagai

berikut :

1. Transportasi sungai, hanya dapat dikembangkan pada wlayah Kota Makassar, Kabupaten

Gowa dan Kabupaten Maros.

2. Transportasi pantai hanya dapat dikembangkan pada wilayah yang brada pada pesisir pantai,

yakni Kota Makassar, Maros dan Takalar

Berdasarkan potensi tersebut diatas, maka jenis media transportasi ASDP yang dapat

dikembangkan di Mamminasata adalah angkutan sungai dan pantai. Disamping angkutan sungai,

khususnya di Kota Makassar angkutan kanal juga berpotensi dikembangkan. Jenis media

transportasi ini memiliki fungsi ganda, disamping fungsi sosial dan ekonomi, yaitu dapat

mndukung kgiatan kepariwisataan i Mamminasata.

7.4.1 Skenario Pengembangan Jaringan Transportasi

Pengembangan jaringan transportasi ASDP pada Kawasan Aglomreasi Mamminasata di desain

atas beberapa skenario, antara lain :

a. Terdapat aliran sungai Pampang dan Tello yang bermuara di Pantai Makassar

b. Terdapat beberapa pulau di pesisir Kota Makassar yang memiliki jumlah penduduk yang

memadai dan aksesibilitas terdekat untuk menetapkan produksi perikanannya dan

memenuhi kebutuhan konsumsinya di Kota Makassar

c. Sudah tersedia trayek tidak teratur yang melayani Pelabuhan Paotere dan pulau-pulau

pesisir.

DIT. BSTP

Page 156: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

VII - 31

d. Tersedia bus air yang digunakan untuk mengangkut masyarakat berasarkan asal tujuan

(Paotere-Pulau pulau pesisir)

e. Pelabuhan Makassr melayani transportasi penyeberangan pada lintas Makassar-Surabaya

f. Tersedia demad penumpang dan barang pada lintas Makassar-Surabaya atau sebaliknya

g. Tersedianya sungai-sungai besar di Kabupaten Maros, seperti Sungai Maros dan Sungai

Pajukukang yang hingga saat ini dijadikan sebagai media transportasi, namun belum

dikembangkan secara maksimal. Hal ini juga teerjadi di Kabupaten Gowa dengan adanya

Sungai Jeneberang yang hingga saat ini tidak dimanfaatkan sebagai media transportasi

7.4.2 Program Pengembangan Jaringan Transportasi Kawasan

a. Pembangunan fasilitas dermaga sungai dan penyeberangan pada titik simpul strategis

seperti Pampang, Tello, Tallo, Paotere, dengan Benteng Rotterdam, pulau-pulau pesisir.

b. Sungai Pampang, Telllo dan Tallo yang melintasi bagian tengah Kota Makassar sangat

berpotensi dikembangkn sebagai jaur media transportasi perkotaan karena secara geografis

wilayah menghubungkan pusat-pusat aglomerasi di Kota Makassar, sehingga dapat

memperpendek jarak anpa hrus melalui jalur-jalur utama jalan raya.

c. Pembangunan kanal-kanal di Kota Makassar cukup tersedia yang mnghubungkan seluruh

bagian wilyah kota yang berfungsi sebagai pembuangan air limbah dan limpasan.

Keberadaan kanal-kanal tersebut hingga saat ini belum dimanfaatkan sebagai media

transportasi, sementara lintasan wilayah yang dilalui oleh knal-kanal trsebut umumnya

berada pada lingkungan padat. Jika ini dikembangkan, maka dapat memperpendek jaak

pergerakan dari satu lokasi ke lokasi lainnya.

d. Sungai Maros, sungai Pajukukang (Maros) dan sungai Jeneberang (Gowa) blum

dimanfaatkan sebagai media transportasi. Sedangkan sungai Maros dan Pajukukan hanya

dimanfaatkan sebagai jalur pergerakan perahu nelayan ke TPI dan lingkungan permukiman

nelayan. Adapun lokasi yang dihubungkan oleh kedua ungai trsebut adalah laut, sehingga

potensinya dalam mendukung sistem transportasi angkutan belum bisa kecuali mendukung

kegiatan nelayan.

e. Pemanfaatan kanal maupun sungai sebagai media transportasi perkotaan dapat dilakukan

dengan membangun pintu-pintu air pada daerah muara guna menjaga tetap ketinggian

levasi air permukaan.

DIT. BSTP

Page 157: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

VII - 32

f. Pengawasan dan pengontrolan yang secara kontinu terhadap sungai dan kanal yang dapat

dikembangkan sebagai jalur media transportasi, segingga kebersihan dan sedimentasi

sungai dan kanal tetap terkontrol dengan baik.

g. Pembukaan trayek transportasi sungai dan penyeberangan, meliputi :

Tallo – Tello

Tallo – Pampang

Port Rotterdam – Pulau-pulau pesisir

Paotere – Pulau-pulau pesisir

Tello/Pampang – Pulau-pulau pesisir

Antar pusat-pusat aglomerasi dalam Kota Makassar melalui kanal maupun sungai.

h. Pemanfaatan potensi sungai dan kanal di kawasan Mamminasata sebagai media

transportasi dalam mewujudkan sistem transportasi efktif, efiien dan terpadu serta

mnunjang kgitan pariwisata

7.4.3 Rencana Kebutuhan Investasi Pengembangan Jaringan Transportasi

Konstruksi pembangunan dermaga sungai dan penyeberangan pada dasarnya tidak mutlak

dengan coureway pasang batu, tetapi dapat dibuat dengan konstruksi kayu, namun harus

dipertimbangkan kelandaian bibir pantai dan sungai serta faktor pasang naik dan surutnya air.

Oleh sebab itu, biaya pembangunan setiap dermaga diperkirakan 500 juta/titik. Sedangkan untuk

pengadaan bus air dengan kapasitas 20 s.d. 40 seat dengan biaya diperkirakan 200 s.d. 300

juta/kapal tergantung jumlah mesin tempel yang disiapkan, karena dijumpai dalam operasiional

terdapat beberapa kapal lebih dari satu mesin.

Mengingat tingginya kebutuhan anggran pmbangunan alam mewujudkan sistem transportasi

ASDP di Kawasan Mamminasata, maka keterlibatan masyarakat dan swasta dalam berinvstasi

pada pengembangan istem transportasi ini. Pemerintah sebagai rgultor apat mndukung

pengembangan tersebut karena memberikan kontribusi yang cukup besar dan menciptakan

lpangan usaha baru.

DIT. BSTP

Page 158: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

VIII - 1

BAB VIII

RENCANA PEMBANGUNAN JARINGAN TRANSPORTASI

PERKOTAAN KAWASAN MAMMINASATA 8.1 JARINGAN TRANSPORTASI JALAN RAYA DAN KERETA API

Pembangunan jaringan transportasi darat yang terdiri dari jalan raya dan atau jalan rel untuk

mendukung sistem pergerakan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat kawasan aglomerasi

perkotaan Mamminasata diuraikan sebagaimana pada sub bagian pembahasan berikut.

8.1.1 Potensi dan Permasalahan Angkutan Jalan Raya dan Kereta Api

Kondisi dan potensi ekonomi kawasan di wilayah Mamminasata yang memerlukan

pengembangan prasarana dalam menunjang pertumbuhan ekonomi sebagaimana pembahasan

sebelumnya telah dikelompokkan dalam beberapa aspek sebagai berikut :

- Potensi penyebaran kawasan industri diberbagai daerah dalam wilayah Mamminasata yaitu

KIMA I, KIMA II / KIROS, KIWA I dan KIWA II serta KITA yang sebelumnya hanya

terdapat satu kawasan yaitu KIMA I di Kota Makassar.

- Perkembangan kawasan-kawasan pusat perbelanjaan (mall dan pertokoan, pasar) yang

menyebar di seluruh wilayah Mamminasata menjadi alasan tersendiri pengembangan sistem

jaringan.

- Penyebaran pusat-pusat pergerakan antar moda yaitu (Terminal sebanyak lima buah,

Pelabuhan dua buah dan bandara udara Sultan Hasanuddin)

- Pengembangan kawasan wisata pantai di Kota Makassar dan Kabupaten Takalar serta

beberapa pulau-pulau sekitarnya, Wisata alam di Kabupaten Maros dan Gowa, wisata

religius di Kabupaten Pangkep dan Maros serta wisata budaya dan sejarah di Kota Makassar

- Pusat-pusat kegiatan yaitu perkantoran, pendidikan dan kesehatan, sosial keagamaan serta

kawasan-kawasan pengembangan Kota Lama maupun Kota Baru.

Sistem Jaringan Jalan

Kawasan Mamminasata yang meliputi Kota Makassar, Kabupaten Maros, Gowa dan Takalar

masing-masing telah menyusun rencana mereka untuk pembenahan sistem pelayanan jaringan

DIT. BSTP

Page 159: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

VIII - 2

jalan. Kota Makassar memberi penekanan pada pengembangan sistem jaringan yang

mempunyai aksesibilitas yang tinggi dalam memaksimalkan kebutuhan pergerakan dari

intensitas kegiatan yang sangat tinggi dan dinamis sebagai pusat kawasan Mamminasata.

Dalam wilayah Kota Makassar telah dikembangkan ring road (inner, middle, outhet dan radial)

untuk layanan pergerakan lintas utara-selatan dan lintas timur-barat. Kabupaten Maros

menekankan pada konstruksi jalan pantai dari pelabuhan Makassar ke bagian utara Maros

melalui area pengembangan industri baru di KIROS (KIMA2).

Kabupaten Gowa mengusulkan jalan lingkar luar baru yang langsung menghubungkan Gowa

dengan Kabupaten Maros dan Takalar. Sementara itu, Kabupaten Takalar mengusulkan

pelebaran jalan Tanjung Bunga–Takalar dan membangun jalan akses baru dari pertengahan jalan

Takalar ke kawasan selatan.

Hirarki dari sistem jaringan jalan kawasan Mamminasata untuk menghubungkan berbagai zona

kegiatan belumlah tertata dengan baik, dalam hal ini jalan utama terakses langsung dengan jalan

lokal (bahkan berfungsi lokal) kerena telah berdiri berbagai bangunan ruko, rumah tinggal dan

kantor.

Sistem Jaringan Rute Trayek Angkutan

Sistem jaringan rute angkutan umum di wilayah aglomerasi perkotaan Mamminasata

dikemukakan antara lain :

- Jaringan lintas kabupaten kota yang masih bersifat jaringan tunggal, perlu mengembangkan

jaringan-jaringan alternatif untuk mendukung singkronisasi kawasan aglomerasi perkotaan.

- Jaringan rute yang tidak variatif, lintasan rute pulang pergi hanya satu rute saja, cenderung

bersifat rute linier, menuntut perlunya rute paralel untuk menjamin layanan yang lebih

dinamis dan menjangkau daerah-daerah yang lebih luas.

- Terjadinya perhimpitan lintasan rute antara trayek-trayek yang ada, khususnya pada jalan-

jalan arteri utama, misalnya pada Jl. Urip Sumohardjo dan Jl.Guning Bawakaraeng terjadi

perhimpitan hingga 6 (enam) trayek angkutan akan dapat diatasi maupun dihindari dengan

penerapan jalur trayek angkutan bus pada ruas jaringan jalan utama.

- Kinerja pelayanan ruas dan persimpangan jalan yang dilalui rute angkutan kota yang mulai

memburuk/semakin jelek dapat ditingkatkan menjadi lebih baik dengan terus berupaya

memperbaiki geometrik persimpangan dan menata fungsi jaringan jalan, terutama pada

jaringan jalan utama.

DIT. BSTP

Page 160: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

VIII - 3

Rencana Pengembangan Jalan BayPass

Rencana pengembangan jalan bay pass, terutama bay pass timur, berdasarkan hasil pengamatan

tim ahli sebagian diantaranya melalui kawasan lindung. Hasil analisis overlay antara peta

Kawasan Lindung kabupaten (berdasarkan peraturan Tata Ruang) dengan peta rencana

pengembangan jalan memperlihatkan

bahwa rencana jalan bay pass timur

melalui kawasan lindung sepanjang

18,37 km, dimana sepanjang 8,10 km

akan memotong kawasan karst di

Kabupaten Maros. Peta rencana

pengembangan jalan di Kawasan

Mamminasata diperlihatkan pada

Gambar 8.1.

Ketidak sesuaian pengembangan jalan

bay pass ini, juga dapat dilihat pada

hasil analisis antara rencana

pengembangan jalan dengan peta

kesesuaian untuk pembangunan jalan,

seperti diperlihatkan pada Gambar 8.1.

Berdasarkan gambar tersebut, terlihat bahwa jalan bay pass timur berada pada lokasi yang tidak

sesuai untuk pengembangan jalan.

Transportasi Kereta Api

RTRW Mamminasata telah mengusulkan jaringan transportasi kereta api, dan juga angkutan

sungai di sepanjang sungai-sungai besar. Angkutan kereta api dan sungai ini, tidak dapat

direkomendasikan dalam program jangka pendek maupun menengah dengan alasan antara lain

diuraikan sbb:

Perkiraan biaya konstruksi dari angkutan kereta api yang direncanakan sepanjang kurang

lebih 120 km untuk kawasan metropolitan dan 60 km untuk penggunaan antar daerah secara

finansial tidak memungkinkan (tidak layak), termasuk beban biaya untuk pembebasan lahan.

Alur trase dari jaringan yang dilewati, beberapa diantaranya banyak melalui kawasan

lindung.

Transportasi di sepanjang sungai Jeneberang telah dibatasi dengan adanya bangunan

DIT. BSTP

Page 161: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

VIII - 4

(bendungan intake) di bagian hilir sungai guna mengendalikan banjir, dilain sisi untuk

sungai Tallo relatif pendek.

Gambar 8.2 : Rencana Jaringan Rute (Rel) Kereta Api Mamminasata

Kalau didasarkan atas analisa kebutuhan transportasi, maka dalam program jangka panjang

kawasan ini akan mengalami tingkat kepadatan pergerakan penduduk akan semakin menuntut

perlunya jenis angkutan yang berkapasitas massal.

Dalam analisis kebutuhan yang dimaksudkan diperkirakan pada dekade 25 tahun kedepan, jenis

angkutan ini diperlukan sebagai salah satu lintasan antar kawasan yang sangat padat dalam

wilayah yang lebih luas (kawasan Mamminasata). Dalam skala waktu 10 tahun sebelumnya

sudah diperlukan jenis perangkutan yang berkapasitas besar dan dinamis yaitu monorel yang

berfungsi sebagai angkutan lintas pusat perkotaan yang sangat padat, sekaligus dipersiapkan

menjadi feeder dari sistem jaringan kereta api setelah dikembangkan.

8.1.2 Sasaran Pembangunan Angkutan Jalan

Pembangunan dan perbaikan maupun pengembangan angkutahn jalan, dilakukan dilakukan

dengan sasaran ; Penataan sistem parkir, sistem pengaturan Jalur, lajur dan arah, pengelompokan

jenis moda tertentu, manajemen persimpangan dan sebagainya

a. Sasaran Pengembangan Jaringan Sarana Prasarana Transportasi

DIT. BSTP

Page 162: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

VIII - 5

Sistem transportasi yang efesien tidak terlepas dan balk tidaknya rencana pengembangan

jaringan jalan. Jaringan jalan yang terencana dengan baik akan menghasilkan suatu jaringan

jalan yang. lancar dan efektif. Pengembangan jaringan jalan selalu terkait dengan rencana

pengembangan bagian wilayah perkotaan yang akan membantu peningkatan pertumbuhan

ekonomi suatu daerah secara keseluruhan.

Jalan lintas regional perlu terus dibangun dan ditingkatkan baik secara kuantitas maupun

kualitasnya, untuk meningkatkan hubungan regional kedaerah belakang. Disamping itu

transportasi antar bagian wilayah perkotaan perlu ditingkatkan, khususnya hubungan antara

bagian-bagian wilayah perkotaan yang mempunyal fungsi dan kegiatan yang tinggi seperti

pusat kota, subpusat kota, kawasan industri yang direncanakan dan pelabuhan serta

mendukung pengembangan angkutan dalarn kota dan angkutan pinggiran maupun antar

wilayah dan antar kota.

Untuk mcningkatkan pertumbuhan suatu daerah, perencanaan jaringan jalan perlu

mendapatkan prioritas. Jaringan jalan yang direncanakan dengan balk akan memberikan

tingkat pelayanan yang balk terutama dalam penataan daerah pemukiman, daerah kornersial

dan pemerintahan, hal ini kawasan-kawasan tersebut akan berpotensi dalam menghasilkan

bangkitan perjalanan.

Gambaran lain menunjukkan jaringan jalan yang terdapat di Kawasan Mamminasata yang

terbagi atas tiga status yaitu jalan nasional, jalan propinsi dan jalan lokal (kota). Panjang

jalan nasional tercatat 151,9 km, jalan propinsi mencapai 230,33 km, dan jalan lokal (kota)

termasuk jalan inspeksi 4.608 km. Bila dilihat dari sistem jaringan jalan yang ada telah

menjangkau sebagian besar wilayah perkotaan, dimana pola jaringan jalan secara umum

menggambarkan pola gabungan antara jaringan sistem radial dan sistem grid.

b. Sasaran Pengembangan Pelayanan Transportasi

Pelayanan transportasi yang baik sangat ditentukan dan atau berkorelasi positif dengan

sistem dan ketersediaan angkutan umumnya. Kebutuhan angkutan umum sangat dibutuhkan

diwilayah perkotaan yang aksesibilitasnya sangat ditentukan oleh tingkat interaksional atau

keterhubungannya dengan wilayah-wilayah di sekitarnya, hat ini disebabkan kegiatan

terpusat dikota dan penduduk wilayah perkotaan umumnya sangat dipengaruhi oleh

kecenderungan pergerakan arus urbanisasi, sehingga rnernpunyai mobilitas yang tinggi

untuk memenuhi kegiatan sehari-hari. Sistem angkutan umum hendaknya memberikan

tingkat pelayanan yang rnemadai meliputi waktu tempuh, waktu tunggu, kenyamanan, dan

kearnanan yang terjamin selama dalam perjalanan. Oleh karenanya membutuhkan angkutan

DIT. BSTP

Page 163: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

VIII - 6

umum yang memadai agar memudahkan dan atau memperlancar pergerakan di wilayah

kota dan tempat asal ke tujuan tanpa ada hambatan. Dengan kondisi demikian sangatlah

penting di wilayah seperti ini untuk dilayani angkutan umum yang lebih representatif.

Angkutan umum yang dapat diandalkan adalah angkutan umum yang dapat rnelayani

penumpang sewaktu-waktu atau kapan saja angkutan umum tersebut dibutuhkan selalu

tersedia dan sistem angkutan umum yang direncanakan melayani dengan rute tetap dan

teratur, artinya pelayanan angkutan yang dilakukan dalam rute secara tetap dan teratur

dengan jadwal tetap untuk pelayanan angkutan orang dengan kendaraan umum dalam rute

tetap dan tertentu dilakukan dalam jaringan rute.

Kawasan perkotaan Mamminasata memberikan fungsi pelayanan ke titik-titik bagian

wilayah kota yang dilayani oleh jaringan jalan yang sudah baik dan memiliki pola radial

menyebar. Sehingga aksesibilitas kawasan pusat dengan bagian-bagian wilayah cukup

tinggi, begitu pula sebaliknya. Permasalahannya sampai saat ini belum tersedianya

angkutan umum secara memadai. Pertimbangan pokok dalam menyediakan pelayanan

angkutan umum yang memadai adalah tingkat kemudahan orang melakukan perpindahan

moda (interchange) dengan batasan jumlah maksimum 25 % terhadap jarak dan waktu

tempuh perjalanan.

c. Sasaran Pengembangan Moda Transportasi Unggulan

Perencanaan dan pengembangan transportasi yang telah dibentuk di banyak negara sebagai

suatu proses yang bertanggung jawab atas perencanaan semua fasilitas transportasi milik

umum di suatu daerah. Disamping itu rencana transportasi harus berinteraksi dengan tata

guna lahan dan rencana lainnya dalam daerah yang bersangkutan. Perencanaan ini harus

dilakukan secara terus menerus sehingga rencana jangka panjang maupun program-program

yang segera dilaksanakan dapat dimodifikasi untuk mernenuhi perubahan yang ada. Untuk

memenuhi perencanaan transportasi perkotaan yang terpadu harus memenuhi konsep

perencanaan transportasi yang dikenal dengan konsep C3D (Continuing, Cooperative,

Comprehensive and Deploving).

Perencanaan rute angkutan umum mulai dari pendataan tentang (panjang rute, waktu operasi,

jumlah penumpang, kapasitas kendaraan), Faktor operasi (kecepatan, load factor, waktu di

terminal), Head way, cycle time hingga penentuan armada, dapat dilakukan dengan cara antara

lain:

Manual yaitu membuat rute angkutan umum menggunakan peta dasar janngan jalan dan peta

tata guna lahan dengan menentukan node-node sebagai bangkitan perjalanan yang

DIT. BSTP

Page 164: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

VIII - 7

dihasilkan dan tata guna lahan, kernudian ditentukan rute angkutan umum menggunakan

ruas jalan utama dengan kelas yang sama yang menghubungkan antar node atau zona

sehingga membentuk jaringan rute.

Menggunakan perangkat lunak, yaitu hasil pengolahan data berupa jaringan jalan, land use

dan hasil survei wawancara rumah tangga diinputkan guna dianalisis untuk membuat

beberapa skenario.

Perencanaan moda didasarkan pada data komposisi lalu lintas tahun 2007 dan asumsi-asumsi

sebagai berikut :

Pada dasarnya dapat dikatakan bahwa para pemakai kendaraan umum di Kota Makassar dan

sekitarnya di wilayah Mamminasata cukup besar. Dilihat dari persentase pemakai kendaraan

umum berdasarkan total penumpang di jalan-jalan yang teramati, maka persentasi ini

mencapai 60%. Tetapi kalau dilihat dari persentase rata-rata jumlah penumpang dari setiap

arus jalan Kota Makassar , angka ini mencapai sekitar 53% dan ini tidak jauh berbeda

dengan kondisi secara umum di kota-kota besar lainnya di Indonesia.

Besarnya captive passenger ini mendorong perlunya kebijaksanaan yang lebih

menitikberatkan pada pemilihan sistem angkutan umum yang berorientasi pada kapasitas

yang besar dan cukup handal.

Melihat bahwa beberapa ruas jalan memiliki VCR yang besar yaitu telah melebihi angka

sekitar 8000 trip person pada beberapa ruas jalan, serta potensi penumpang angkutan umum

yang tinggi maka sistem angkutan massal sudah harus dipertimbangkan misalnya LRT.

Dalam hal ini kapasitas bis itu sekitar 2400-8000 perjam ini tentunya dengan asumsi bahwa

persentase jumlah penumpang pada ruas-ruas jalan tertentu tidak banyak berubah

Dilihat dari jumlah penumpang yang telah melebihi 2400 pada ruas-ruas jalan di Kota Makassar

(hanya 10% menggunakan para transit), dan VCR yang cukup tinggi, maka kebutuhan akan

angkutan bus harus segera direalisir pada ruas-ruas tersebut. Terlebih pada beberapa ruas jalan

telah mencapai angka diatas 8000. Alternatif penyediaan Semi Rapid Bus dan bahkan BRT/LRT

dan atau angkutan jenis Monorel sudah harus diantisipasi mulai sekarang.

Pembangunan dan pengelolaan (termasuk sistem dan manajemen pelayanan) angkutan umum di

Kota Makassar telah direkomendir untuk dilakukan dengan cara antara lain:

Sharing pembangunan dan pengelolaan antara pemerintah kota dengan depatremen dan

instansi terkait, perum damri dan operator swasta lainnya

DIT. BSTP

Page 165: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

VIII - 8

Penggunaan smart card dalam sistem tiketing dan sistem pemberlakuan tarip jasa angkutan

termasuk kemungkinan penerapan one day – one ticket.

Dalam konteks Mamminasata, sistem pelayanan angkutan umum di Wilayah ini sudah cukup

baik, dalam hal ini pusat-pusat produksi didaerah belakang dengan pusat pemasaran di Kota

Makassar, Kabupaten Maros, dan Gowa sudah terlayani. Sejalan dengan strategi dan

kebijaksanaan pengembangan di Wilayah Mamminasata maka pengembangan sistem

transportasi merupakan salah satu kunci tercapainya sasaran dan tujuan pembangunan di

Wilayah Mamminasata. Sebab tanpa dukungan transportasi (sarana dan prasarana transportasi)

yang memadai interaksi dan integrasi pembangunan antar kota dalam Wilayah Mamminasata

tidak akan berjalan dengan baik. Secara singkat strategi pembangunan prasarana dan sarana

transportasi di wilayah Mamminasata dapat diuraikan sebagai berikut :

Berdasarkan studi yang pernah ada mengusulkan bahwa pengembangan jaringan jalan utama

di sekitar Kota Makassar terdiri dari jalan lingkar yang terbagi dalam innering road, midle

ring road, dan outer ring road. Sistem pola ini bertujuan untuk membatasi arus pergerakan

regional masuk dalam sistem sirkulasi kota.

Meningkatkan akses jalan antar kota-kota utama dalam sistem kota-kota di Wilayah

Mamminasata, terutama antara kota-kota Makassar, Sungguminasa dan Maros termasuk

juga dalam hal ini meningkatkan interaksi regional maupun lokal di masing-masing kota.

Meningkatkan aksibilitas antara kota-kota utama terhadap wilayah hinterlandnya. Demikian

pula dengan kegiatan sentra primer yang lebih berkembang maupun yang perlu ditunjang

pengembangan dalam hal ini masih berupa kawasan-kawasan strategis yang prioritas utama.

8.1.3 Arah dan Kebijakan Pembangunan Angkutan Jalan

Arah dan kebijakan dijabarkan secara rinci kedalam beberapa strategi yang mungkin bisa

diterapkan, dan dari aspek strategis dijabarkan pula secara lebih rinci kedalam upaya-upaya yang

mungkin akan dilakukan sesuai skala/kurun waktu tertentu berdasarkan sasaran tersebut diatas.

Kebijaksanaan jangka panjang yang khusus berkaitan dengan transportasi dengan tujuan dan

sasaran pembangunan yang bersifat sektoral, yaitu;

Meningkatkan pelayanan jasa perhubungan secara efisien, handal, berkualitas dan aman.

Menyediakan suatu sistem transportasi yang terpadu, yang mengintegrasikan angkutan

darat/jalan, angkutan laut/air, serta angkutan udara ;

Meningkatkan mobilitas dan kemudahan (aksesibilitas di lingkungan)

DIT. BSTP

Page 166: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

VIII - 9

Meningkatkan dan memperluas jaringan transportasi yang telah ada dan melakukan

tindakan-tindakan pengaturan lalu lintas yang layak guna mengurangi kemacetan dan

meningkatkan kecepatan perjalanan ;

Meningkatkan sistem angkutan umum dan mendorong pemakaian angkutan umum yang

lebih baik agar bisa memenuhi kebutuhan-kebutuhan sektor ;

Menyediakan sistem angkutan yang aman, mengurang konflik antara pejalan kaki dan

pengendara mobil ;

Meningkatkan penambahan jalan baru yang memberikan dampak pertumbuhan kota ke arah

yang sesuai dengan kebijaksanaan pengembangan ;

Memperkecil jarak perjalanan ditempat kerja yang menyebarkan pembangunan industri,

perdagangan dan perumahan secara seimbang ;

Meningtkatkan fasilitas angkutan barang, ke dan dari Kawasan Mamminasata;

Mengembangkan fasilitas angkutan laut untuk memenuhi permintaan yang makin

meningkat.

Pembangunan prasarana jalan bertujuan untuk mempercepat pertumbuhan bagian-bagian

kota/wilayah yang dikehendaki dan masih terisolir.

Pengadaan prasarana dan sarana angkutan umum agar selalu mengutamakan kemudahan-

kemudahan bagi pemakai disamping ekonomis, selaras pula dengan arah pengembangan

struktur kota ;

Pengelolaan lalu lintas didasarkan atau diutamakan pada pengurangan kepadatan lalu lintas

kendaraan pribadi pada pusat-pusat kota untuk mendorong kemudahan-kemudahan bagi

angkutan umum, dan merata ke seluruh bagian kota sejalan dengan struktur kota yang

dikehendaki ;

Menjadikan penyediaan dan pengawasan parkir sebagai salah satu mekanisme pembatasan

lalulintas, dengan membuat pelataran parkir yang tepat lokasinya.

Beberapa kebijakan prioritas berdasarkan rencana strategis bidang lalu lintas dan angkutan

umum antara lain adalah:

Terbangunnya ruas jalan lingkar luar (outher ring road) sebagai fasilitas alternatif untuk

angkutan umum Antar Kota Dalam Propinsi (AKDP) dan atau angkutan umum Antar Kota

Antar Kabupaten (AKAP)

DIT. BSTP

Page 167: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

VIII - 10

Terbangunnya ruas jalan lingkar tengah (midle ring road) arah selatan untuk membuka

daerah yang terisolir, meningkatkan akses dan mengurangi beban lalu lintas kawasan pusat

kota, serta mengembangkan kawasan baru.

Terbangunnya fasilitas jaringan transportasi sungai sebagai alternatif perjalanan masyarakat,

sekaligus menjadi alternatif perjalanan wisata untuk jarak yang sangat terbatas

Pembatasan jenis kendaraan tertentu yang dapat melintas pada jalan-jalan utama (jalan

protokol)

Permasyarakatan UU No.14/1992 tentang lalulintas & Angkutan Jalan, melalui ; tatap muka,

penyuluhan melalui media cetak/radio, penataran pengemudi, dan penertiban lalu lintas.

Berfungsinya sistem terminal angkutan umum yang lebih refresentatif, termasuk halte, untuk

menghindari hal-hal berupa penambahan jumlah, relokasi terminal bayangan/pangkalan,

Pengembangan marka jalan dan rambu lalu lintas dalam mendukung ketertiban dan

keindahan kawasan perkotaan.

Pengembangan sarana penyeberangan jalan, sarana berputar mengitari median jalan dan

weaving area.

Pengembangan area parkir (off street) di kawasan padat seperti ; balaikota, sombaopu dan

beberapa kawasan pusat perbelanjaan untuk memperlancar arus lalu lintas jaringan jalan di

sekitarnya.

Kebijakan yang berkaitan dengan peningkatan penyediaan dana pembangunan transportasi

dilakukan melalui strategi antara lain ;

a. Pengalokasian anggaran tetap untuk pembangunan mulai dari tahap studi, tahap

perencanaan, tahap pelaksanaan dan pengawasan, tahap opersional serta pemeliharaannya.

b. Pengembangan iklim usaha yang lebih produktif bidang transportasi bagi seluruh unsur yang

terkait.

c. Penerapan sistem road found dan atau road pricing pada ruas-ruas jalan yang dianggap

potensial

Strategis yang menjadi solusi permasalahan transportasi wilayah Kota Makassar dan sekitarnya

dalam wilayah Mamminasata pada umumnya dipengaruhi oleh kondisi-kondisi sebagai berikut:

Sarana dan Prasarana Lalu Lintas

Kecenderungan tingginya persentase pertambahan kendaraan dibanding dengan

pertambahan prasarananya selama dekade terakhir. Pertambahan kendaraan cenderung

DIT. BSTP

Page 168: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

VIII - 11

menggambarkan besaran 5% hingga 8% pertahun sementara pengembangan jaringan

hanya menunjukkan angka 1% hingga 3% dalam setahun di Kawasan Mamminasata.

Pengembangan sarana pejalan kaki (trotoar) sebagai kawasan perkotaan yang belum

memadai dan masih kurang, sarana penyeberangan jalan, sehingga dalam mendukung

kenyamanan dan keamanan pejalan kaki, terutama pada jalur-jalur utama, jaringan jalan

propinsi, jaringan jalan lintas kabupaten maupun jaringan jalan kawasan fasilitas umum

dan fasilitas sosial.

Pengembangan sarana perlalulintasan yang dinamis termasuk pengembangan Fly Over,

underpass/underway dan jaringan khusus serta kemungkinannya dalam pengembangan

jalur kereta api dan atau monorel.

Peningkatan kapasitas persimpangan yang masih terbatas, terutama pada beberapa

wilayah pinggiran kota dan pada setiap sudut simpang kelihatan masih patah (90O).

Kondisi ini disamping berkapasitas rendah juga mengurangi jarak pandangan antara

kendaraan yang akan membelok.

Perbaikan sarana perparkiran terutama pada pusat-pusat pelayanan jasa, perkantoran

pemerintah dan swasta, pusat perbelanjaan, serta area aktivitas lainnya secara umum

belum menyediakan fasilitas parkir yang memadai. Badan jalan pada sebagian besar

digunakan sebagai alternatif utama yang dapat berakibat pengurangan kapasitas jalan

dan lebar jalur lalu lintas, sehingga potensi hambatan pergerakan lalu lintas masih

cukup tinggi.

Strategi dan sistem pentahapan pembangunan yang terstruktur, terpola dan

berkelanjutan.

Manajemen Lalu Lintas

Perbaikan fungsi jalan yang belum terpisah secara nyata (fungsi arteri bercampur dan

terakses langsung dengan fungsi lokal)

Penggunaan fasilitas jalan / trotoar oleh pedagang kaki lima dan usaha-usaha lain,

seperti bengkel, parkir liar, dan sebagainya ; hal ini akan berpengaruh yang cukup besar

pada terjadinya kondisi bottle neck dan menurunnya kapasitas jalan secara drastis.

Perbaikan kondisi rambu lalu lintas dan marka jalan belum berfungsi secara optimal,

baik dari segi penempatannya, standarisasi dari rambu dan marka yang digunakan

maupun perawatannya.

DIT. BSTP

Page 169: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

VIII - 12

Penerapan electronic road pricing (ERP), parking costing (price & time) serta

Penerapan kawasan pembatasan lalu lintas (KPL) masih sangat terbatas, jumlah dan

jenis kendaraan bermotor di jalan raya yang sangat bervariasi termasuk batas umur

(teknis maupun ekonomis) kendaraan diduga sudah banyak yang terlampaui, sehingga

kontribusi polusi gas buang bisa menjadi tinggi.

Sistem Areal Traffic Control (ATCS) belum memadai dalam kondisi traffic yang ada

sekarang. Di pusat Kota Makassar sebagai pusat kegiatan terpadat kawasan

Mamminasata saja penggunaan traffic light masih sangat terbatas dan cenderung tidak

dilakukan perbaikan/peninjauan akibat perubahan pola pergerakan yang sangat cepat

dan semakin dinamis, sebagai upaya peningkatan manajemen dan kapasitas simpang

yang ada.

Pelayanan angkutan umum penumpang

Akibat tidak imbangnya angkutan umum dengan distribusi jumlah perjalanan orang

yang harus dilayani dimana muatan angkutan umum (load faktor) mempunyai rasio

yang relatif masih rendah, termasuk pada jam padat ;

Kepasitian dan kontinuitas jadwal pelayanan angkutan lingkungan terpencil

ditingkatkan ; dimana pada kenyataannya terkadang ada saat dimana angkutan

diperlukan tetapi sulit didapatkan demikian pula sebaliknya terkadang ada angkutan

tersedia pada saat kurang orang yang akan melakukan pergerakan.

Trayek angkutan umum diarahkan mengacuh kepada hierarki jalan (utama, cabang,

ranting, langsung maupun non trayek); karena masih banyak jaringan jalan utama belum

tersentuh jalur angkutan, demikian sebaliknya jalan-lalan lokal yang sudah digunakan

namun tidak difasilitasi dengan pelebaran pada titik ruas tertentu sebagai fasilitas untuk

saling berpapasan.

Pengembangan sistem angkutan umum penumpang dengan memanfaatkan sungai

sebagai fasilitas jaringan, terutama bagi kebutuhan perjalanan wisata walaupun dalam

skala yang kecil.

Kontrol terhadap izin trayek dilaksanakan secara efektif. Angkutan yang beroperasi

belum mempunyai izin trayek bahkan mungkin dalam jumlah yang tidak sedikit,

dilakukan pembatasan waktu (deadline).

DIT. BSTP

Page 170: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

VIII - 13

Pengembangan dan penataan lokasi terminal/halte kendaraan angkutan yang belum

sesuai; termasuk diperlukannya area tertentu untuk melakukan pemberhentian dan

kegiatan kendaraan untuk dapat saling mendahului tetap terjaga.

Pada strategi optimalisasi penggunaan fasilitas yang ada, dilakukan upaya bagaimana

melakukan refungsionalisasi fasilitas yang memang sudah ada sebelumnya, termasuk

pengembangannya dalam prospek yang akan datang. Beberapa infrastruktur yang perlu

diupayakan mendapat perhatian khusus antara lain ;

a. Fasilitas bagi transportasi jalan, menyangkut optimalisasi fungsi trotoar dan median

sepanjang jalan dibarengi dengan pembatasan kegiatan yang bisa mengganggu fungsi

keduanya.

b. Fasilitas penyeberangan, dimana beberapa fasilitas yang terbangun tidak berfungsi dengan

optimal karena belum dilengkapi dengan bangunan pendukung yang kuat (misalnya pagar

pemisah jalan) untuk menghindari pelajan kaki melintas secara bebas dibawah jembatan

penyeberangan.

c. Fasilitas terminal sisi darat bagi transportasi laut dan udara, menyangkut optimalisasi fungsi

terminal darat yang sudah ada termasuk pengembangan akses jaringan jalan masuk dan

keluar wilayah terminal serta hal-hal yang berkaitan dengan manajemen pelayanannya.

Pada Strategi pengembangan kapasitas transportasi, dilakukan upaya dengan mendorong

tumbuhnya mobilitas masyarakat dari tingginya intensitas kegiatan kemasyarakatan di berbagai

sektor. Pengembangan kapasitas transportasi harus dapat menjadi sektor prioritas dalam

mendorong tumbuhnya mobilitas tadi. Strategi dalam keterpaduan pengembangan jaringan

prasarana dan fasilitas perpindahan, dilakukan upaya bagaimana menyeimbangkan antara

pertumbuhan demand yang begitu pesat dengan supplynya. Pengembangan supply dapat

dilakukan dengan upaya mempadukan antara tingkat pertumbuhan supply yang begitu lambat

diikuti dengan pengembangan sistem manajemen.

8.1.4 Program dan Kegiatan Pembangunan Angkutan Jalan

Kawasan metropolitan Mamminasata dilayani oleh bus besar atau Damri (dengan jumlah sekitar

30 unit) pada tahun 2004 kini tinggal 6 unit, dan untuk pelayanan antar-kota jenis pete-pete

minibus (sekitar 5.500 unit), taksi (1.055 unit) untuk pelayanan dalam dan antar-kota, dan becak

untuk pelayanan dalam kota sekitar 25.000 unit. Masing-masing moda transportasi umum harus

memainkan peranannya masing-masing yang dibedakan secara jelas menurut jarak tempuh,

sebagaimana diilustrasikan berikut, tapi peranan yang bercampur aduk dan pengoperasian yang

DIT. BSTP

Page 171: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

VIII - 14

tak teratur di daerah perkotaan telah menyebabkan kemacetan lalu lintas.

Beberapa studi yang telah dilakukan sebelumnya bahwa untuk mengurangi kemacetan lalu lintas

yang serius di daerah perkotaan, transportasi umum dapat memainkan peranan yang lebih

signifikan di Mamminasata dengan dukungan peningkatan kualitas layanan bus dan pembagian

peran yang jelas berdasarkan moda transportasi. Dalam konteks ini, beberapa isu perlu

diperhatikan, antara lain sebagai berikut :

Jaringan pelayanan pete-pete harus diubah menjadi angkutan feeder sejalan dengan

perbaikan struktur jaringan jalan;

Bus-bus besar dengan pelayanan yang lebih baik akan lebih dibutuhkan untuk meningkatkan

kapasitas transportasi;

Jalur penghubung layanan bus regional ke dalam kota harus ditingkatkan dengan membuat

rancangan baru untuk terminal-terminal bus dan/atau pete-pete; dan

Pelayanan bus antar daerah harus terus ditingkatkan agar perjalanan antar daerah jauh lebih

mudah.

Meningkatkan kapasitas angkutan menjadi bus berukuran sedang (hingga 35 penumpang)

dan bus-bus berukuran besar (40~65 penumpang), lebih baik lagi bila bus ber-AC.

Perlu penetapan fungsi yang jelas terhadap pelayanan bus utama dan bus penjemput (feeder

bus) dengan fasilitas transit antar-moda yang memadai bagi para penumpang. Pelayanan bus

utama akan dilakukan oleh bus berskala besar untuk jarak jauh, sementara pelayanan bus

penjemput akan menggunakan bus-bus berukuran sedang atau pete-pete (minibus).

Jalur untuk masing-masing kendaraan harus terpisah dengan jelas, khususnya jalur khusus

pete-pete (mini bus).

Jalur penghubung yang ada di terminal-terminal perlu ditingkatkan untuk memudahkan

pergantian bus.

Semua modifikasi dalam pelayanan bis ini harus dilaksanakan dalam kerangka pengelolaan

kebutuhan lalu lintas sebagai pedoman kebijakan khusus untuk perbaikan transportasi

perkotaan.

DIT. BSTP

Page 172: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

VIII - 15

Gambar 8.3 : Rencana Awal Jaringan Rute Bus versi Mamminasata

Gambar 8.4 : Rencana Jaringan Rute Bus versi Kota Makassar

DIT. BSTP

Page 173: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

VIII - 16

Kedua versi di atas dalam studi ini setelah dioverlay, maka bisa ditemukan suatu sistem jaringan

yang saling melengkapi antara jaringan utama (primer), jaringan feeder dengan moda bus

maupunjaringan feeder dengan kendaraan pete-pete baik yang ada di Kota Makassar maupun

disesuaikan dengan jaringan interkoneksitas terhadap tiga kabupaten lainnya.

Beberapa skenario pengembangan berkaitan dengan jaringan pelayanan trayek angkutan umum

wilayah aglomerasi perkotaan Mamminasata yang didasarkan pada tahapan pengembangan

sistem jaringan jalan adalah ; Skenario I meliputi (i) rencana pembentukan jaringan trayek

bandara-pettarani ujung hingga persimpangan Sultan Alauddin yang disatufungsikan dengan

trayek TRD-Pettarani (Koridor I versi Kota Makassar), (ii) pengembangan layanan angkutan

umum trayek Maros-TRD dan trayek Sungguminasa Gowa-Makassar Mall dengan menggunakan

moda bus, Skenario II dengan menambah jaringan layana trayek Bandara Baru-Makassar Mall

via tol Ir.Sulami, Skenario III dengan mengalihkan rute layanan trayek Bandara Baru-Pettarani

menjadi trayek Bandara Baru-Terminal Malengkeri melalui jaringan jalan Trans Sulawesi

setelah selesai pembangunan.

Gambar 8.5 : Rencana Pengembangan Jaringan Rute Bus Mamminasata (Skenario I)

Rencana Rute Angkutan Umum

Mamminasata (Skenario 1)

Trayek Bandara-Pettarani

(Koridor I)

Trayek Terminal Marusu -

TRD

Trayek Sungguminasa-Gowa-

Makassar Mall

DIT. BSTP

Page 174: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

VIII - 17

Gambar 8.6 : Rencana Pengembangan Jaringan Rute Bus Mamminasata

(Skenario II dan III)

Rencana Rute Angkutan Umum

Mamminasata (Skenario 2)

Trayek Bandara-Pettarani (Koridor I)

Trayek Terminal

Marusu - TRD

Trayek Sungguminasa-Gowa-Makassar

Mall

Trayek Bandara-

Makassar Mall Via Tol

Rencana Rute Angkutan Umum

Mamminasata (Skenario 3)

DIT. BSTP

Page 175: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

VIII - 18

8.2 JARINGAN TRANSPORTASI ANGKUTAN LAUT

Jaringan transportasi laut terhadap 3 pelabuhan yang berlokasi dalam Kawasan Aglomerasi

Mamminasata memiliki permasalahn yang berbeda antara pelabuhan. Hal ini disebabkan karena

fungsi dan karakteristik pelabuhan yang berbeda pula. Selain itu, dari segi pengelolaan juga

berbeda karena Pelabuhan Makassar dikelola untuk PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia IV

Makassar, Pelabuhan Galesong Kabupaten Takalar termasuk Satuan Kerja Unit Pelaksana

Teknis Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Departemen Perhubungan. Sedangkan Pelabuhan

Pajjukukang dikelola untuk pemerintah Kabupaten Maros. Pengelolaan yang berbeda akan

memunculkan berbagai permasalahan yang berhubungan dengan jaringan prasarana dan jaringan

pelayanan.

8.2.1. Transportasi Laut

A. Pelabuhan Makassar

a. Pelayanan pelabuhan belum optimal yang ditujukan dengan tingginya turn around time

(TRT) kapal, sehingga berpengaruh terhadap produksi bongkar muat dan mengakibatkan

biaya tinggi bagi operator kapal.

b. Pelayanan power supply bagi reefer peti kemas mempengaruhi pengiriman komoditi

yang membutuhkan sistem pendinginan.

c. Terbatasnya pintu masuk dan keluar terminal peti kemas yang hanya mengandalkan

pintu 3, sehingga pola pergerakan kendaraan terhadap truck dan trailler kadang

mengalami antrian di pintu 3.

d. Keterbatasan gantri crane dan transtainer mengakibatkan waktu kapal untuk antri dalam

kegiatan bongkar muat peti kemas lebih tinggi.

e. Keterbatasan demaga untuk kapal penumpang yang kadang kala ketemu 3 kapal secara

bersamaan, sehingga membutuhkan waktu untuk menunggu keluar sebelum kapal

lainnya sandar.

f. Belum tersedianya jalur angkutan kota yang lewat depan pelabuhan, sehingga belum

terwujud keterpaduan antar moda transportasi, khususnya dari pelabuhan ke Terminal

Regional Daya atau Malengkeri.

g. Keterbatasan lahan pengembangan pelabuhan sehngga membutuhkan relokasi dalam

pengembangannya yang pada akhirnya membutuhkan dana yang lebih besar karena

harus dilakukan reklamasi berdasarkan Rencanan Pengembangan Pelabuhan Makassar.

DIT. BSTP

Page 176: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

VIII - 19

h. Keterbatasan sumber air bersih untuk kapal baik kapal penumpang maupun kapal

barang, sehingga mempengaruhi kinerja pelabuhan terhadap operator.

i. Keterbatasan areal container yard atau lapangan penumpukan peti kemas, sehingga

muncul pengusaha peti kemas di luar kawasan pelabuhan tetapi berdampak terhadap

tingginya biaya operasional pemilik barang.

j. Rendahnya nilai occupancy rasio penggunaan gudang sebagai konsekuensi tingginya

penggunaan peti kemas dalam pengiriman barang khususnya barang curah.

k. Keterbatasan sumber dana pengembangan pelabuhan untuk mewujudkan island port

berdasarkan Rencana Induk Pengembangan Pelabuhan Makassar.

l. Terjadinya sedimentasi yang tinggi pada kolam Pelabuhan Paotere, yang mengakibatkan

keterbatasan pelayanan pada saat air surut dan posisi kapal on call

B. Pelabuhan Galesong (Kabupaten Takalar)

a. Terbatasnya jumlah call kapal yang melakukan aktivitas di pelabuhan

b. Masih membutuhkan dana pembangunan untuk program konstruksi fasilitas dermaga

pada tahun anggaran 2009

c. Terbatasnya SDM yang berkualitas ke syabandaraan, sehingga untuk memberikan

rekomendasi kelaikan berlayar harus dibantu dari SDM Administrasi Pelabuhan

Makassar

C. Pelabuhan Pajjukukang (Kabupaten Maros)

a. Belum tersedia fasilitas dermaga, lapangan penumpukan dan kantor pelabuhan

b. Belum tersedia dana pembangunan yang bersumber dari APBN, sedangkan dana APBD

tidak memungkinkan dengan besaran mencapai lebih 10 milyar

8.2.2. Sasaran Pembangunan Transportasi Laut

a. Terwujudnya nilai Bearth Occupancy Ratio (BOR) samapi 70% pada Pelabuhan Makasasr,

40% untuk Pelabuhan Galeong (Takalar(, dan 30% untuk Pelabuhan Pajjukukang (Maros)

b. Terhubungnya jaringan pelayanan antar pusat kegiatan wilayah di Kawasan Timur Indonesia

bagi pelayanan papal penumpang

c. Terwujudnya keterpaduan antar dan intra moda transportasi pada Kawasan Aglomerasi

Mamminasata

DIT. BSTP

Page 177: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

VIII - 20

d. Terciptanya ketertiban pelayanan dan pengoperasian moda transportasi khususnya kapal

penumpang yang datang dan siap berangkat

e. Terwujudnya pembangunan Pelabuhan Galesong dan Pajjukukang berdasarkan SID

f. Terwujudnya pembangunan pelabuhan type island port Makassar berdasarkan Rencana

Induk

8.2.3. Arah dan Kebijakan Pembangunan Transportasi Laut

Arah dan kebijakan pembangunan transportasi laut didasarkan pada kebijakan pembangunan

jaringan prasarana dan jaringan pelayanan. Jaringan prasarana untuk Kawasan Aglomerasi

Mamminasata diarahkan untuk relokasi pembangunan Pelabuhan Macasar, percepatan

pembangunan Pelabuhan Galesong (Takalar), dan Pajjukukang (Maros). Selain itu dibutuhkan

sarana bantu navigasi pelayaran untuk menunjang keselamatan pelayaran, khususnya pada alur

pelayaran masuk kolam pelabuhan

8.2.4. Program dan Kegiatan Pembangunan Transportasi Laut

Program kegiatan pembangunan transportasi laut didasarkan pada program pembangunan

jaringan prasarana dan jaringan pelayanan. Untuk kegiatan pembangunan jaringan prasarana

transportasi laut Kawasan Aglomerasi Mamminasata. Program pembangunan transportasi laut

pada jaringan prasarana meliputi, sebagai berikut :

a. Relokasi pengembangan Pelabuhan Makssar

b. Pengerukan kolam Pelabuhan Paotere Makassar

c. Pembangunan fasilitas sisi laut Pelabuhan Galesong (Takalar)

d. Beberapa fasilitas darat dan laut Pelabuhan Pajjukukang

e. Pemasangan lampu pelabuhan, sarana bantu navigasi alur pelayaran ke kolam pelabuhan

f. Pembangunan reservoir air bersih untuk kebutuhan air kapal penumpang

Untuk pembangunan jaringan pelayanan, terdiri atas sebagai berikut :

a. Pengembangan jaringan pelayanan ke pusat kegiatan wilayah se Kawasan Timur Indonesia

yang dilakukan oleh kapal milik PT. Pelni.

b. Pengembangan trayek keterpaduan moda transportasi laut dan jalan di Pelabuhan Makassar,

Paotere, Galesong dan Pajjukukang.

c. Pengembangan frekuensi pelayanan kapal Ro-Ro Makassar-Surabaya, Makassar-Batulicin,

dan Makassar-Balikpapan

d. Pengembangan angkutan laut perintis ke wilayah kecamatan kepulauan Kabupaten Pangkep.

DIT. BSTP

Page 178: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

VIII - 21

8.3 JARINGAN TRANSPORTASI ANGKUTAN UDARA

Jaringan transportasi terdiri dari jaringan pelayanan dan jaringan prasarana. Jaringan pelayanan

transportasi adalah susunan jaringan rute-rute pelayanan transportasi yang membentuk satu

kesatuan hubungan, sedang jaringan prasarana adalah serangkaian simpul yang dihubungkan

oleh ruang lalu-lintas sehingga membentuk kesatuan, jaringan pelayanan dan jaringan prasarana

transportasi. Transportasi udara merupakan salah satu sarana yang ikut ambil bagian dalam

menunjang program pemerintah dalam pemerataan pembangunan di berbagai bidang. Seiring

dengan kemajuan teknologi dewasa ini serta melihat perkembangan suatu wilayah, yang pada

dasarnya dipengaruhi oleh kegiatan-kegiatan intern maupun ekstern wilayah itu sendiri, serta

beberapa potensi alam lainnya. Dari kenyataan ini untuk dapat memperlancar kegiatan-kegiatan

tersebut diperlukan fasilitas dan peranan transportasi yang betul-betul efektif.

Pembangunan prasarana transportasi diarahkan pada pemantapan sistem transportasi terpadu

yang maju dan handal sesuai dengan perannya sebagai urat nadi kehidupan, ekonomi, sosial

budaya, politik dan pertahanan keamanan serta untuk memperkokoh persatuan dan kesatuan

bangsa. Dalam rangka perwujudan transportasi terpadu dalam satu kesatuan sistem terpadu

dilakukan dengan mengintegrasikan unsur-unsur yang terdiri dari Jaringan Transportasi Jalan,

Jaringan Simpul Pelayanan Angkutan (Bandar Udara, Pelabuhan Laut, Pelabuhan

Penyeberangan, Terminal Penumpang dan Terminal Barang), dan Tata Ruang.

8.3.1 Permasalahan Angkutan Udara

Transportasi udara merupakan moda transportasi yang mempunyai peranan sangat penting dalam

era sekarang ini, keandalan dan kecepatan yang dimiliki merupakan daya saing tersendiri

dibandingkan dengan moda transportasi lainnya. Itulah sebanya dalam 5 (lima) tahun terakhir

pertumbuhan produksi transportasi udara memperlihatkan trend yang cukup menggairahkan.

Keberadaan transportasi udara di Kawasan Mamminasata sangat mendukung perekonomian

lokal, regional bahkan Nasional. Bandar udara Hasanuddin yang berlokasi di Kecamatan Mandai

Maros berpran sebagai pintu gerbang KTI pada umumnya dan Provinsi Sulawesi Selatan

dan Mamminasata pada khususnya, sehingga keberadaannya memberikan konstribusi cukup

dominan dalam pelayanan transportasi khususnya pergerakan penumpang antar provinsi dan

internasional dalama rangka peningkatan perekonomian wilayah. Berikut ini akan diuraikan

kondisi Bandar Udara Hasanuddin, baik dari jaringan prasarana pelayanan dan jaringan

prasarananya.

DIT. BSTP

Page 179: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

VIII - 22

A. Jaringan Pelayanan

Pelayanan jasa transportasi udara didasarkan atas jumlah rute dari dan ke Bandar udara tersebut,

mengingat rute penerbangan dikategorikan atas rute utama, pelayanan dan perintis. Rute utama

adalah rute antar bandar udara asal dan bandar udara tujuan, untuk rute pelayanan merupakan

rute yang dilalui dengan melakukan transit pada bandar udara tertentu kemudian melanjutkan

perjalanannya menuju bandar udara tujuan, dan rute perintis adalah rute yang melayani bandar

udara yang melayani penerbangan perintis. Sedangkan jaringan pelayanan transportasi udara

pada Bandar Udara Hasanuddin berdasarkan wilayah pelayanannya terdiri dari rute penerbangan

dalam negeri dan rute penerbangan luar negeri. Rute penerbangan dalam negeri melayani

pergerakan penumpang dan barang langsung ke beberapa bandar udara tujuan di indonesia

seperti Jakarta (Cengkareng), Surabaya, Di Yogyakata, Denpasar, Palu, Kendari, Gorontalo,

Manado, Ambon, Ternate, Manokwari, Biak, Jayapura, Balikpapan, dan beberapa bandar udara

lainnya yang melayani penerbangan perintis. Sedangkan rute penerbangan luar negeri baru

terbatas menjankau bandara yang berada di negara tetangga seperti di Singapura dan Malaysia.

Jumlah rute udara asal dan tujuan Makassar diperlihatkan pada Gambar 8.5. Jumlah

penerbangan diperlihatkan dalam Tabel 8.1.

Gambar 8.5: Jaringan Penerbangan Bandara Makassar

DIT. BSTP

Page 180: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

VIII - 23

Tabel 8.1: Jumlah Layanan Penerbangan Mingguan Tahun 2005 From Makassar to No. of Flight To Makassar No. of Flight

1 Ambon 14 1 Ambon 212 Balikpapan 7 2 Balikpapan 73 Biak-Jayapura 9 3 Jayapura-Biak 134 Cengkareng 120 4 Cengkareng 1205 Denpasar 14 5 Denpasar 146 Gorontalo 7 6 Gorontalo 77 Jogjakarta 7 7 Jogjakarta 78 Kendari 14 8 Kendari 149 Mamuju-Balikpapan 2 9 Balikpapan-Mamuju 210 Manokwari-Jayapura 4 10 Jayapura-Manokwari 411 Masamba--Soroako 2 11 Soroako-Masamba 212 Menado 28 12 Menado 2213 Menado-Sorong-Jayapura 3 13 -14 Menado-Sorong-Manokwari 4 14 -15 Palu 21 15 Palu 2116 Pomalaa 5 16 Pomalaa 517 Selayar 2 17 Selayar 218 Soroako 6 18 Soroako 619 Surabaya 42 19 Surabaya 3520 Ternate 7 20 -21 Timika-Jayapura 7 21 -22 - 22 Menado-Ternate 623 - 23 Jayapura-Menado 324 - 24 Jayapura-Sorong 325 - 25 Manokwari-Jayapura-Timika 726 - 26 Manokwari-Sorong 4 Sumber: PT. (Persero) Angkasa Pura I

Jumlah penerbangan keseluruhan adalah 650 (kedatangan + keberangkatan) per minggu,

dimana Jakarta menjadi daerah asal dan tujuan utama, sebesar 37% dari seluruh

penerbangan, diikuti oleh Surabaya (12%), Manado (8%), Palu (6%), dan Ambon (5%).

Sejak tahun 2003, bandara tidak lagi melayani penerbangan internasional sebab Maskapai

Silk Air (Singapura) menghentikan operasinya, meski rasio penumpang cukup tinggi (75%)

untuk setiap tiga (3) penerbangan per minggu. Perusahaan penerbangan internasional lainnya

adalah Malaysia Air Service (MAS) yang menghentikan pelayanannya sebanyak tiga (3)

penerbangan seminggu di tahun 2002 karena rendahnya rasio penumpang (kurang dari 50%).

Pesawat yang digunakan oleh kedua maskapai penerbangan adalah B737 dengan jumlah

kursi berkisar antara 146 - 153. Angkatan Udara dan penerbangan sipil saat ini menggunakan

landasan pacu dan sarana yang sama.

Kinerja aktual Bandara Makassar (2003-2007) diperlihatkan pada tabel 8.2 jumlah

kedatangan dan pemberangkan pesawat di Bandara Hasanuddin pada tahun 2007 sebanyak

48,539 dengan perkembangan rata-rata tiap tahunnya adalah 6,29%, jumlah penumpang

sebanyak 3,161,455 orang, barang 52,855,694 kg, cargo 42,871,041 ton, dan paket pos

sebesar 1,436,429 ton. Kondisi ini memperlihatkan bahwa tingkat pelayanan bandar udara

Hasanuddin terus akan mengalami peningkatan, dimana pertumbuhan rata-rata penumpang

DIT. BSTP

Page 181: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

VIII - 24

yang datang dan berangkat tiap tahunnya mencapai 37,84%. Untuk lebih jelasnya dapat

dilihat gambar 8.6.

Tabel 8.2: Perkembangan Lalulintas Datang dan Berangkat di Bandara Hasanuddin

No Tahun Pesawat Penumpang Barang (kg) Cargo (kg) Pos

1 2007 48,539 3,161,455 52,855,694 42,871,041 1,436,429

2 2006 44,816 2,930,894 49,226,280 42,081,272 1,180,888

3 2005 42,410 2,588,566 46,610,774 41,738,580 1,056,338

4 2004 42,297 2,416,045 39,655,016 33,687,291 1,155,236

5 2003 38,140 1,082,891 32,939,526 34,328,084 1,333,602

Sumber : Maros Dalam Angka Tahun 2008

Gambar 8.6 : Grafik Pertumbuhan Pelayanan Bandara Hasanuddin

Kegiatan bongkar muat kargo pada Bandar Udara Hasanuddin dalam melayani pergerakan

barang melalui pesawat udara mengalami fluktuasi pertumbuhan selama 5 tahun terakhir.

Kondisi ini dipengaruhi jenis komoditas barang yang diangkut, khususnya kualifikasi ekspor dan

barang-barang memiliki nilai ekonomi tinggi serta waktu pengoperasian yang cepat dan tepat

waktu. Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa kegiatan bongkar muat barang pada Bandar udara

Hasanuddin dengan jumlah 42.871ton tahun 2007 meningkat sebesar 1,88% dibanding tahun

2006 sebesar 42.081ton.

-40.00

-20.00

0.00

20.00

40.00

60.00

80.00

100.00

120.00

140.00

Pesawat Penumpang Barang (kg) Cargo Pos

Per

sen

(%)

2007 2006 2005 2004

DIT. BSTP

Page 182: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

VIII - 25

Pertumbuhan angkutan cargo pada dasarnya dipengaruhi jumlah asal dan tujuan barang. Semakin

banyak bandara dapat dijangkau dengan rute penerbangan langsung akan meningkat permintaan

angkutan barang. Salah satu komoditi cukup potensial untuk diangkut yaitu memiliki nilai pasar

seperti komoditi sayur mayur, buah-buahan dan perikanan. Bandara Hasanuddin-Makassar

melayani pengangkutan kebutuhan sayur mayur ke wilayah Maluku dan Papua. Komoditi hasil

perikanan (udang, kepiting, ikan segar) ke Jakarta dan Singapura. Begitupula dari Bandara

Mutiara-Palu rata-rata mengirim ikan segar ke Makassar sebanyak 1 ton melalui penerbangan

pagi, termasuk Bandara Wolter Monginsidi-Kendari mengangkut komoditi ikan segar dan

kepiting. Asal dan tujuan barang di Bandara Hasanuddin-Makassar tertinggi pada tahun 2005

adalah asal tujuan Bandara Soekarno Hatta-Jakarta sebesar 17.447 ton (41,08%), menyusul

Bandara Juanda-Surabaya sebesar 8.349 ton (19,66%), Bandara Sam Ratulangi-Manado sebesar

6.756 ton (15,91%). Sedangkan bandara lainnya rata-rata dibawah 10.

Tabel 8.3 : Asal dan Tujuan Pergerakan Barang melalui Bandar Udara Hasanuddin-Makassar pada Tahun 2005

Asal-Tujuan Bandar Udara Jumlah Prosentase

Soekarno Hatta-Jakarta 17.445 41,08 Juanda-Surabaya 8.349 19,65 Sam Ratulangi-Manado 6.756 18,91 Ngurah Rai-Denpasar 2.769 6,52 W.Monginsidi-Kendari 1.618 3,81 Mozes Kilangan-Timika 1.575 3,71 Franskaisiepu-Biak 1.660 3,91 Mutiara-Palu 1.002 2,36 Lainnya 1.294 3,34 Jumlah 42.468 100,00

Sumber : Balitbang Perhubungan, 2006

Barang dari Bandara Hasanuddin-Makassar bukan saja sifatnya domestik tetapi termasuk

internasional. Pada tahun 2004, Bandar Udara Hasanuddin dapat mengeksport komoditi sebesar

953 ton tahun 2004 dan tahun 2005 sebesar 729 ton. Kondisi ini disebabkan terbatasnya pesawat

udara melayani rute Makassar-Singapura.

B. Jaringan Prasarana

Jaringan prasarana bandar udara terdiri atas bandar udara yang berfungsi sebagai simpul dan

ruang udara berfungsi sebagai ruang lalu lintas udara. Jaringan prasarana antar bandar udara

didasarkan atas jaringan rute penerbangan antar bandar udara dengan type pesawat yang

dilayaninya. Pengoperasian pesawat pada setiap bandar udara didasarkan atas kapasitas

DIT. BSTP

Page 183: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

VIII - 26

landasan pacu yang tersedia baik dari segi dimensi, jenis konstruksi serta kawasan

keselamatan operasional penerbangan.

Bandar udara Hasanuddin sebagai bandar udara internasional belum mampu terpenuhi karena

dalam 6 tahun terakhir ini, yakni sejak tahun 2002 yang ditandai dengan terhentinya

pelayanan penerbangan Makassar-Malayasia, kemudian disusul oleh rute penerbangan

Makassar-Singapura tahun 2003, menandakan bahwa Bandar Udara Hasanuddin masih perlu

ditingkatkan dari segi pelayanannya. Hal ini sangat berdasar karena, disamping rendahnya

rasio penumpang (kurang dari 50%), juga disebabkan faktor kapasitas bandar udara yang

belum dapat memenuhi pelayanan secara keseluruhan penerbangan.

Jika ditinjau dari segi landasan pacu dengan panjang 2500 x 45 m, berkonstruksi aspal beton

dan dapat didarati oleh pesawat type MD-11/DC-10. Sementara dilihat dari segi pelayanan

yang akan dikembangkan oleh operator penerbangan dengan penyediaan jenis pesawat yang

lebih besar, mengakibatkan Bandar Udara Hasanuddin membutuhkan penambahan panjang

landasan pacu minimal 3100 x 45 m sebagai konsekwensi dari perkembangan jumlah

penumpang dan kargo yang menggunakan bandar udara Hasanuddin. Meskipun saat ini telah

dikembangkan bandar udara, namun landasan pacu belum terpenuhi sehingga landasan pacu

pada bandar udara yang lama masih digunakan dengan jenis pesawat maksimal sebagaimana

hal diatas.

Bandar udara Hasanuddin selain sebagai bandar udara tujuan, juga sebagai bandar udara

transit terutama untuk refueling bahan bakar pesawat dan penggantian pesawat bagi

penumpang, dengan demikian terbukti bahwa Bandara Hasanuddin-Makassar berfungsi

sebagai bandar udara pusat penyebaran.

Sebagai bandar udara pusat penyebaran sekunder dan frekuensi pelayanan bandar udara yang

semakin meningkat, apron bandar udara yang juga membutuhkan penambahan. Pelayanan

pesawat di apron yang tidak efektif dapat mengakibatkan sistem pelayanan operator disemua

bandar udara yang terkait dengan Bandar Udara Hasanuddin juga mengalami hambatan.

Disamping itu, jenis prasarana lainnya yang memerlukan pengembangan adalah area parkir

kendaraan, termasuk ruang terminal bandar udara.

Dari segi keselamatan penerbangan, Bandar udara Hasanuddin telah dilengkapi pelayanan

ADC/APP dan ACC, yaitu unit yang memberikan pelayanan pengendalian lalu lintas udara

pada pesawat yang bergerak disekitar bandar udara, baik yang akan tinggal landas maupun

akan mendarat dan sebatas pada visual pemandu lalu lintas udara. Sedangkan un controlled

atau ruang udara disekitarnya yang tidak dikendalikan dikenal dengan istilah Aerodrome

Flight Information Service (AFIS) yaitu unit yang memberikan informasi cuaca bandar udara

DIT. BSTP

Page 184: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

VIII - 27

kepada pesawat udara yang akan mendarat dan yang akan tinggal landas dari bandar udara

tersebut.

Pelayanan lalu lintas udara dari Bandar udara Hasanuddin terpusat pada Makassar Air Traffic

Centre (MATC), berdasarkan rute yang telah ditetapkan. Selain itu, keberadaan MATC

Makassar yang merupakan Flight International Region (FIR) KTI, membawahi 5 wilayah

pelayanan informasi penerbangan dan pelayanan informasi tanda bahaya meliputi:

UW = UPPER “Kalimantan” West (meliputi ruang udara di atas Kaltim, Kalsel dan Kalteng

mulai dari ketinggian 24.500 kaki sampai dengan ketinggian 46.000 kaki dari atas

permukaan laut.

UC & UE = UPPER “Ujung” Center dan Upper” Ujung” East meliputi ruang udara di atas

pulau. Sulawesi sampai ruang udara di atas Pulau Papua, mulai dari ketinggian

24.500 kaki sampai dengan ketinggian 46.000 kaki dari atas permukaan laut.

UBW = Upper Bali West (meliputi ruang udara di atas sebagian Jateng sampai Madura dan

Jatim, mulai dari ketinggian 24.500 kaki sampai dengan ketinggian 46.00 kaki dari

permukaan laut.

UBC = Upper Bali Center (meliputi ruang udara di atas sebagian Jawa Timur, Bali dan NTB,

mulai dari ketinggian 24.500 kaki sampai dengan 46.000 kaki dari atas permukaan

laut.

UBE = Upper Bali East (meliputi ruang udara di atas sebagian Selat Makassar dan NTT,

mulai dari ketinggian 24.500 kaki sampai dengan ketinggian 46.000 kaki dair atas

permukaan laut.

8.3.2 Sasaran Pembangunan Angkutan Udara

Pelayanan lalu lintas udara untuk mewujudkan keselamatan penerbangan yang berpusat di

MATC Makassar termasuk melayani penerbangan Internasional yang melintasi ruang udara

Indonesia. Pelayanan ini memberikan kontribusi cukup besar dalam pendapatan bandar udara

yang bersumber dari Aeronoautika. Rute penerbangan berasal dari bandar udara di Pulau

Sulawesi dalam en rute chart dengan route identification dan rute penerbangan sebagaimana

pada Tabel 8.4.

DIT. BSTP

Page 185: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

VIII - 28

Tabel 8.4 : Jumlah Rute Penerbangan dan Way Identification Pada Bandar udara Hasanuddin

No Bandar Udara Tujuan Way Identification Penerbangan 1 Soekarno Hatta-CKG W - 52 Domestik 2 Husein Sastranegara-BDG W – 52 Domestik 3 Ahmad Yani-SPG W – 52 Domestik 4 Adi Sumarno-SOC W – 52 Domestik 5 Adi Sucipto-JOG W – 32 Domestik 6 Juanda-SUB W – 32 Domestik 7 Ngurah Rai-DPS W – 32 Domestik 8 Mutiara-PLW W – 41 Domestik 9 Sam Ratulangi-MDC W – 51 Domestik 10 Jalaluddin-GTO W – 32 Domestik 11 Babullah-TTE W – 32 Domestik 12 Wolter Mongisidi-KDI W – 41 Domestik 13 Pattimura-AMQ W – 53 Domestik 14 Franskaisiepo-BIK W – 53 Domestik 15 Samsuddin Noor-BDJ W – 53 Domestik 16 Sepinggang- BPN W – 37 Domestik 17 Eltari-KOE W – 35 Domestik 18 Waioti-MOF W – 35 Domestik 19 Pomalaa-PUM DCT Perintis 20 Pongtiku-TTR DCT Perintis 21 Tampa Padang-Mamuju DCT Perintis 22 Soroako DCT Perintis 23 Andi Jemma-Masamba DCT Perintis 24 H. Aroepala-Selayar DCT Perintis 25 Domine Eduar Osok-SoQ W – 41 Domestik 26 Muzes Kilangin –Tim W 53/W 68 Domestik 27 Rendani – MKW W – 41 Domestik 28 Singapura A – 215/464 Internasional

Sumber: En Route chart

Dengan adanya fasilitas tersebut bukan berarti jaminan keselamatan penerbangan sudah sangat

baik pada Bandar Udara Hasanuddin. Hal ini terbukti dalam kurun waktu tahun 2003-2007

tercatat jumlah kejadian kecelakaan pesawat udara di Bandar Udara Hasanuddin sebanyak 13

kali kejadian sebagaimana pada Tabel 8.5.

DIT. BSTP

Page 186: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

VIII - 29

Tabel 8.5: Data Kecelakaan Penerbangan Airlines Nasional Tahun 2003-2007

No Waktu Kejadian Jenis Pesawat Registrasi Pesawat Operator

1 31 Oktober 2003 MD 82 PK-LMM Lion Air 2 15 Pebruari 2004 Boing B737-200 PK-IJH Bouraq Airlines 3 8 Juli 2004 Fokker F28 PK-GFS Garuda Indonesia 4 30 Nopember 2004 Boing B737-200 PK-IJH Bouraq Airlines 5 2 Pebruari 2005 MD 82 PK-LMJ Lion Air 6 14 April 2005 Boing B737-200 PK-MBQ Merpati Nusantara 7 18 Januari 2006 MD-82 PK-LMJ Lion Air 8 24 Desember 2006 Boing B737-400 PK-LIJ Lion Air 9 25 januari 2007 Cassa-212 PK-VSB Dirgantara Air Service

10 12 April 2007 Boing B737-400 PK-GWK Garuda Indonesia 11 15 April 2007 Fokker 100 PK-MJC Merpati Nusantara 12 14 Juli 2007 Boing B737-400 PK-AWP Air Asia 13 14 Juli 2007 Boing B737-400 KI336 Adam Air

Sumber : Balitbang Perhubungan Udara, 2008 Diperoleh dari KMKT, 2007

Berdasarkan table diatas terlihat bahwa jaminan keselamatan pada Bandar udara Hasanuddin

pernah terjadi dengan berbagai factor penyebabnya, termasuk adanya kesalahan manusia itu

sendiri. Kondisi ini memperlihatkan bahwa industri penerbangan Indonesia masih perlu

melakukan pembenahan pada semua aspek yang terkait dengan penerbangan guna terciptanya

keselamatan penerbangan. Berbagai usaha telah dilakukan oleh organisasi penerbangan sipil

internasional, asosiasi perusahaan penerbangan, maupun pemerintah. Selain melakukan

reevaluasi kondisi bandara, pengecekan rutin kondisi pesawat, pengecekan berkala kesehatan

pilot, dan perbaikan sistem navigasi sudah dilakukan.

Permasalahan-permasalahan lainnya yang terkait dengan eksistensi Bandar Udara Hasanuddin

sebagai bandar udara internasional adalah sebagai berikut :

1. Prasarana bandar udara, penggunaan landasan pacu dan jalur taksi, termasuk sarana

lainnya juga digunakan oleh Angkatan udara yang secara tidak langsung dapat

mempengaruhi kinerja operasional penerbangan sipil

2. Perpanjangan landasan pacu tidak dapat dilakukan karena terkait aspek fisik lingkungan

dan adanya jaringan jalan primer pada ujung landasan yang sekaligus dapat

mempengaruhi kenavigasian bandara, khususnya pada malam hari.

3. Landasan pacu yang ada saat ini dan yang baru saling bersilang. Landasan pacu yang

baru diperluas ke arah barat daya. Namun, terdapat sebuah rencana pembangunan stadion

baru dengan fasilitas penerangan yang menyilaukan yang terletak 2 km di barat daya

landasan pacu yang baru. Cahaya dari stadion terbuka ini akan mengganggu keamanan

DIT. BSTP

Page 187: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

VIII - 30

pendaratan pesawat ke landasan pacu yang baru. Oleh karena itu, sangat penting untuk

memperjelas apakah penyebaran cahaya ke atas stadion baru tersebut akan mengganggu

keselamatan pendaratan ke bandara atau tidak.

Gambar 8.7 : Lokasi Stadion Baru dan Rute Pendaratan Pesawat

Sumber: Peta dikutip dari “Rencana Detail Tata Ruang, Kawasan Bandara Hasanuddin Metropolitan Mamminasata, Tahun 2004”.

4. Masalah Kebisingan; Pengembangan permukiman telah meluas dengan cepatnya, dan

kecenderungan ini juga terlihat di daerah sekitar bandara. Dikhawatirkan bahwa suara

bising akan mengganggu para penduduk. Dalam hal ini, AMDAL harus dilaksanakan

secara teliti. Permasalahan ini harus tercakup dalam “Peninjauan Rencana Induk Bandara

Hasanuddin”, namun hal ini perlu diperjelas sebelum membuat suatu keputusan

menyangkut rencana perluasan tersebut.

5. Disekitar kawasan bandara memiliki tingkat aktivitas dan pembangunan yang sangat

tinggi, sehingga sulit dilakukan pengembangan bandar udara. Kondisi ini terjadi

disebabkan belum terlaksananya arahan rencana tata ruang yang optimal.

6. kapasitas ruang termninal bandara yang semakin tidak dapat menampung lagi jumlah

pengunjung, termasuk beberapa fasilitas lainnya seperti area parkir kendaraan.

DIT. BSTP

Page 188: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

VIII - 31

7. Aksesibilitas menuju bandara cendeung semakin menurung seiring dengan tingkat

perkembangan volume lalulintas jalan raya karena jaringan jalan menuju bandar udara

hanya satu, sehingga hal ini juga dapat mempengaruhi kinerja jaringan jalan didalam

Kota Makassar sebagai daerah perlintasan dari arah Kabupaten Gowa dan daerah

sekitarnya.

8. Saat ini, kemacetan terjadi di jalan akses menuju bandara, khususnya pada jam-jam

puncak di pagi dan siang hari. Perkiraan tentang peningkatan transportasi penumpang dan

kargo akan semakin memperburuk kondisi lalu lintas. Dengan data ramalan kebutuhan

lalu lintas tarikan/dorongan ke bandara yang akurat, maka perlu dilakukan penaksiran

kapasitas jalan bersama dengan rencana perbaikan jalan yang sedang berlangsung serta

pertautannya ke jaringan jalan di sepanjang Bypass Mamminasata.

Berdasarkan hal diatas, maka pada tahun 1998 dimulai pembangunan, termasuk pembebasan

lahan dengan luas 554,6 Ha dan pada pertengahan tahun 2008 sudah dioperasikan bandar udara

yang baru. Hanya saja landasan pacu masih menggunakan yang lama karena landasan baru

belum rampung pengerjaannya.

8.3.3 Arah dan Kebijakan Pembangunan Angkutan Udara

A. Umum

Peranan bandar udara sangat penting dan strategis untuk mewujudkan penyelenggaraan angkutan

udara yang selamat, aman, cepat, lancar, tertib dan teratur. Dalam rangka mewujudkan hal

tersebut, maka bandar udara harus ditata dan dilengkapi berbagai fasilitas yang memadai baik

fasilitas pokok maupun fasilitas penunjang. Sedangkan bandar udara ditinjau dari segi ke

wilayahan, dimana bandar udara adalah bagian yang satu kesatuan sistem dengan sistem jaringan

transportasi darat danlaut serta sebagai pembentuk struktur tata ruang.

Dengan tingkat pertumbuhan jumlah penumpang angkutan udara yang meningkat pesat dari

tahun ke tahun ini tentu saja sesuatu yang menggembirakan khususnya pengelola bandara karena

dengan banyaknya pesawat udara yang beroperasi tentunya pendapatan bandara akan meningkat

pula, namun di satu sisi apabila bandara kurang mengantisipasi hal tersebut dapat menjadi

malapetaka bagi perusahaan penerbangan karena bandara tersebut bisa jadi tidak menambah

atau meningkat kemampuan sarana dan prasarana yang dimiliki.

Kebijakan pembangunan angkutan udara diharapkan dapat menjadi langkah awal dalam

penyusunan sistem transportasi yang efektif dan efisien serta terpadu yang dapat memberikan

arahan dalam rangka mencapai sasaran yang diharapkan untuk peningkatan pelayanan

DIT. BSTP

Page 189: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

VIII - 32

transportasi di Kawasan Mamminasata, terutama mengantisipasi adanya stagnasisasi pada

daerah-daerah aglomerasi yang kiang berkembang akibat dari kebijakan sistem transportasi itu

sendiri yang meliputi jaringan prasarana maupun pada jaringan pelayanannya.

Perkembangan Aglomerasi pada Kawasan Mamminasata

Kawasan Mamminasata merupakan kawasan perkotaan metropolitan yang pertama dan sekaligus

sebagai pintu gerbang di Kawasan Timur Indonesia sangat dituntut peranannya dalam

menunjang kemajuan pembangunan dan pengembangan wilayah terhadap wilayah-wilayah

disekitarnya. Kawasan Mamminasata dengan pusat Kota Makassar yang melingkupi tiga wilayah

Kabupaten, yakni Maros, Gowa dan Takalar memiliki tingkat perkembangan yang sangat pesat,

sementara Kota Makassar sendiri berada pada ambang batas, baik dari ketersediaan lahan,

penyediaan prasarana kota dan beberapa hal lainnya, sehingga diharapkan perkembangan yang

terus berlangsung akan mengarah ke tiga wilayah kabupaten tersebut dengan mempertimbangkan

munculnya dan berkembangnya pusat-pusat aglomerasi baru.

Pesatnya perkembangan pada Kawasan Mamminasata seiring dengan tumbuhnya pusat-pusat

aglomerasi baru tanpa dibarengi dengan penyediaan prasarana jaringan transportasi, termasuk

pengembangan sistem jaringan transportasi lainnya, mengakibatkan permasalahan-permasalahan

transportasi merupakan fenomena yang terjadi di Kota Makassar sebagai pusat pengembangan

kawasan. Peningkatan dan pengembangan prasarana transportasi bukan satu-satunya solusi untuk

mengurangi permasalahan transportasi pada kawasan ini, melainkan dibutuhkan suatu

perencanaan yang menyeluruh tanpa dibatasi oleh batas wilayah administrasi, terutama adanya

hasil perencanaan yang dapat mencakup semua potensi yang dapat dikembangkan guna

menunjang sistem transportasi yang efektif, efisien dan terpadu.

Pada kondisi saat ini telah dilakukan pengembangan-pengambangan pada sistem jaringan utama

maupun pusat-pusat simpul transportasi, namun masih menyisahkan persoalan-persoalan yang

mengarah pada pelayanan jaringan transportasi yang tidak sesuai dengan harapan. Oleh karena

itu, sistem jaringan transportasi udara yang berlokasi di Kecamatan Mandai Maros dan

Kecamatan Biringkanaya Kota Makassar arah pengembangannya disesuaikan dengan orientasi

pengembangan tata ruang dimasa mendatang, sebagaimana yang telah tertuang dalam dokumen-

dokumen perencanaan yang terkait, seperti RTRW Mamminasata, RTRW Kabupaten/Kota,

Tatrawil, dan Studi transportasi lainnya.

Penyusunan Kebutuhan Infrastruktur Transportasi

Kebutuhan infrastruktur transportasi disusun dengan memperhatikan permintaan pengguna

transportasi saat ini dan di masa yang akan datang dengan memperhatikan faktor-faktor yang

DIT. BSTP

Page 190: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

VIII - 33

berpengaruh, seperti pertumbuhan ekonomi dan kebijakan politis. Kebijakan yang diterapkan

dapat meliputi peningkatan dengan tujuan penambahan kapasitas atau pembangunan

infrastruktur baru untuk mengakomodasikan permintaan transportasi yang tidak dapat ditampung

oleh infrastruktur eksisting.

Penyusunan Kebutuhan Sarana Transportasi

Penyusunan kebutuhan sarana transportasi didasarkan pada kebijakan transportasi yang

ditetapkan, kondisi eksisting sarana transportasi dan permintaan terhadap moda transportasi yang

dimaksud. Bersamaan dengan ini disusun juga manajemen sarana transportasi sehingga akan

dihasilkan pengoperasian sarana transportasi yang efisien, nyaman dan aman bagi seluruh

masyarakat dan para pelaku ekonomi yang sangat bergantung pada kelancaran transportasi.

B. Arah dan Kebijakan Pembangunan Angkutan Udara

Kebijakan disusun sebagai arahan bagi langkah strategis untuk mencapai tujuan penyelenggaraan

transportasi angkutan udara di Kawasan aglomerasi Mamminasata meliputi:

1. Pengembangan dan Pembangunan Prasarana dan Sarana Transportasi

2. Pengembangan dan Peningkatan Jaringan Transportasi

3. Pengembangan Sumber Daya Transportasi

4. Pengembangan SDM dan Manajemen Transportasi

Sedangkan kebijakan dalam penyelenggarakan transportasi angkutan udara di Kawasan

Mamminasata juga dapat dilihat secara umum diantaranya diarahkan :

1. Meningkatkan produktifitas kinerja operasional dan potensi termasuk untuk mendukung

PAD.

2. Peningkatan daya saing industri/perusahaan jasa transportasi sehingga dapat memberikan

nilai tambah bagi kegiatan ekonomi dan pembangunan

3. Pemberdayaan masyarakat, dunia usaha dan pemerintah dalam rangka penyelenggaraan

transportasi yang efektif dan efisien

4. Peningkatan peran transportasi udara dalam mempercepat laju pertumbuhan pembangunan di

Kawasan Mamminasata.

5. Kebijakan pengembangan sistem transportasi lintas wilayah, terutama dalam tatanan tata

ruang Metropolitan Mamminasata

DIT. BSTP

Page 191: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

VIII - 34

6. Kebijakan pemanfaatan lahan dan pengawasannya pada area KKOP bandar udara, terutama

disekitar bandar udara

7. Kebijakan mengenai pelayanan jasa angkutan penumpang yang berbasis pada angkutan

massal ke arah bandar udara

8. Meningkatkan aksesibilitas menuju bandar udara, terutama hubungan akses dengan

pelabuhan, pusat-pusat produksi dan pergudangan, simpul-simpul pelayanan angkutan

penumpang lainnya, dan akses langsung dari arah Kabupaten Gowa dan daerah sekitarnya.

9. Meningkatkan koordinasi antar instansi pemerintah yang terkait dalam perencanaan

transportasi, terutama wilayah Kabupaten Maros dan Kota Makassar.

10. Meningkatkan kegiatan ekspor-impor melalui bandar udara;

11. Memperlancar koleksi dan distribusi arus barang dan jasa serta meningkatkan mobilitas

penduduk;

12. Kebijakan berkenaan dengan transportasi multi moda, dimana semua sistem jaringan

transportasi didalamnya, temasuk sistem transportasi rel kereta api yang masih dalam wacana

pembangunan mendukung rencana pengembangan dan pembangunan sistem transportasi

dalam Kawasan Metropolitan Mamminasata, dimana transportasi udara adalah salah satu

elemen transportasi di Kawasan Mamminasata yang memiliki peranan yang sangat besar

terhadap pertumbuhan kawasan.

13. Pengembangan angkutan penumpang, barang dan jasa melalui bandara yang meningkat

sejalan dengan pengembangan industri dan perdagangan, maka perlu peningkatan prasarana

dan penataan fasilitas keselamatan

14. Dalam rangka meningkatkan perdagangan terutama untuk komoditi segar (fresh goods)

seperti buah-buahan, bunga, ikan dan daging, dimana di beberapa jenis komoditi di

Mamminasata cukup besar potensinya untuk diekspor langsung ke pasar dunia, perlu

dikembangkan pusat-pusat pelelangan komoditi tersebut di dekat lokasi bandara. Di samping

itu pihak pengelola bandara juga mempersiapkan fasilitas untuk kegiatan yang berkaitan

dengan penerbangan langsung, baik secara reguler maupun charter. Hal ini merupakan

sinergi antara petani produsen, pedagang, konsumen dan penyedia jasa transportasi yang

cepat. Dari hasil sinergi ini diharapkan dapat memacu pertumbuhan ekonomi secara nasional.

8.3.4 Program dan Kegiatan Pembangunan Angkutan Udara

Program dan kegiatan pembangunan angkutan udara pada kawasan aglomerasi Mamminasata

didasarkan pada pengembangan jaringan prasarana dan jaringan pelayanan. Sesuai dengan

DIT. BSTP

Page 192: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

VIII - 35

kebijakan pengembangan transportasi udara tersebut, maka arahan pembangunan transportasi

udara termasuk orientasi sistem transportasi lainnya adalah sebagai berikut :

1. Pengembangan dan Pembangunan Prasarana dan Sarana Transportasi

Penambahan landasan pacu minimal 3.200 m untuk dapat didarati jenis pesawat B-747

Pengembangan dan pembangunan kawasan bandar udara sesuai dengan tingkat

kebutuhan dan perkembangannya (kondisi ini sudah dilakukan)

Peningkatan Keselamatan dan keamanan di bandar udara maupun daerah sekitarnya

Peningkatan Pelayanan di bandar udara, terutama penanganan penumpang dan barang

yang menggunakan transportasi udara

Peningkatan Perencanaan dan Studi yang terkait dengan sistem transportasi angkutan

udara

Pembangunan dan pengembangan jaringan jalan yang mnuju bandar udara, terutama

pergerakan trnasportasi jalan dari arah Gowa, Takalar dan daerah sekitarnya

Meningkatkan kemudahan pelayanan antar terminal bandar udara, yakni terminal lama

dan baru yang secara gratis dan dilakukan secara priodik melalui kendaraan khusus

bandara.

Mengaktifkan kembali rute-rute internasional, khususnya rute ke Singapura dan Malaysia

yang sempat terhenti.

2. Pengembangan dan Peningkatan Jaringan Transportasi

Pengembangan Jaringan Pelayanan Transportasi dikawasan bandara maupun yang ke/dari

bandara melalui transportasi jalan yang efektif dan efisien. Kondisi ini mengorientasikan

pada jaringan jalan-jalan utama yang menuju bandar udara sehingga pergerakan dari/ke

bandara lebih lancar dan aman

Pengembangan Keterpaduan Antar dan Intra Moda Transportasi di sekitar bandar udara,

terutama adanya rencana pembangunan terminal angkutan jalan type A di Mandai dan

rencana pengembangan transportasi kereta api Mamminasata yang ksemuanya dapat

diintegrasikan

Terdapatnya pelayanan angkutan penumpang menuju bandara melalui terminal-terminla

terdekat.

DIT. BSTP

Page 193: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

VIII - 36

Mengantisipasi munculnya simpul-simpul baru bagi kendaraan angkutan penumpang

disekitar bandara yang dapat mengganggu kelancaran arus lalulintas

Pengawasan pada KKOP bandar udara yang terkait dengan pembangunan ruang fisik

karena menyangkut navigasi penerbangan, kebisingan dan keselamatan penerbangan

Penyusunan AMDAL sebagai dampak berkembangnya permukiman isekitar bandara

3. Pengembangan Sumber Daya Transportasi

Peningkatan Peran Serta Masyarakat dan Swasta alam pembangunan transportasi,

terutama pembangunan bandar udara dengan segala fasilitasnya

Peningkatan Sumber Dana pembangunan kawasan bandara sehingga dapat berfungsi dan

berperan secara optimal sebagai pintu gerbang nasional

Optimalisasi Fasilitas prasarana bandar udara, terutama keterkaitan antara bandar udara

lama dengan yang baru termauk hubungannya dengan lingkungan sekitar bandara

4. Pengembangan SDM dan Manajemen Transportasi

Peningkatan SDM yang dapat direkrut di bandara, terutama bagian teknis untuk

menghindari/meminimalkan kemungkinan terjadinya penyebab kecelakaan udara yang

diakibatkan faktor manusia

Pengembangan Manajemen pengelolaan bandar udara, khususnya pengaturan jadwal

pesawat dan pengaturan penumpang maupun barang, sehingga keterlambatan penanganan

dapat dihindari

Meningkatkan koordinasi lintas sektor dan antar wilayah, khususnya pemerintah Kota

Makassar dan Kabupaten Maros dalam pengembangan dan pengembangan bandar udara

8.4 JARINGAN TRANSPORTASI ASDP

Pelayanan transportasi sungai, danau dan penyeberangan di Kawasan Aglomerasi Mamminasata

belum optimal pemberdayaannya, mengingat bahwa meskipun tersedia sungai yang

memungkinkan dikelola sebagai media transportasi tetapi pada saat ini belum terwujudkan.

Terdapat 2 sungai dengan 1 muara yaitu Sungai Tello dan Sungai Pampang, jika para perencana

untuk memberdayakan Sungai Tello dan Pampang sebagai media transportasi akan memberikan

kontribusi terhadap pelayaran angkutan kota dengan asumsi terwujudnya keterpaduan antara

transportasi jalan dan sungai khususnya di Jalan Urip Sumiharjo dan Jalan Perintis

Kemerdekaan. Disamping itu, keberadaan kanal-kanal didalam kota yang juga menghubungkan

DIT. BSTP

Page 194: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

VIII - 37

beberapa lokasi aglomerasi dalam Kota Makassar sangat mendukung penyelenggaraan

multimoda di Kawasan Mamminasata, disamping berfungi sebagai alternatif pilihan bagi

masyarakat alam penggunaan angkutan penumpang.

Untuk sungai-sungai yang berpotensi ikembangan sebagai media transportasi di Maros hanya

berorientasi pada transportasi angkutan hasil-hasil periknan menuju pusat-pusat pelelangan ikan

di Kota Maros. Sedangkn Sungai Jeneberang di Gowa yang sangat memungkinkan dikmbangkan

sebagai media transportasi angkutan penumpang, apalagi setelah kawasan Tanjung Bunga

dikembangkan, sehingga dari arah Kota Sungguminasa ke kawasan Tanjung Bunga dapat dilalui

melalui sungai Jeneberang dengan jark relatif dekat dan waktu yang lebih cepat. Hanya saja ini

belum dikembangkan sebagai potensi sistem transportasi perkotaan.

Untuk angkutan penyeberangan yang melayani lintas penyeberangan dengan dukungan

pelabuhan penyeberangan movable bridge juga tidak dijumpai di Kawasan Aglomerasi

Mamminasata, tetapi pelayanan dilakukan dengan pengoperasian kapal Ro-Ro, KMP Madani

Nusantara yang melayani lintas Makassar-Surabaya. Selain itu, transportasi penyeberangan juga

dijumpai pada pelayanan antar pulau pada pesisir pantai dan pulau-pulau kecil seperti Pulau

Kodingareng, Barrang Lompo dan Barrang Caddi, dan operasionalnya dengan menggunakan bus

air dari Pelabuhan Paotere.

8.3.1. Permasalahan Transportasi Sungai, Danau, dan Penyeberangan

a. Jaringan pelayanan transportasi sungai Belum tersedia meskipun potensi aliran sungai Tello

dan Pampang sebagai media transportasi cukup baik

b. Kanal-kanal kota juga belum dikembangkan sebagai potensi media transportasi sebagaimana

yang telah dikembangkan di beberapa kota-kota besar didunia.

c. Belum tersedia fasilitas dermaga untuk transportasi penyeberangan antar pulau, hanya

memanfaatkan dermaga pelabuhan rakyat Paotere, yang pada dasarnya kurang sesuai

peruntukannya.

d. Koalitas pelayanan dari segi keselamatan pelayaran pada transportasi penyeberangan Belum

memadai, khususnya untuk kesiapan sarana pelampung bagi penumpang

e. Belum didukung keterpaduan antar moda transportasi, sehingga membutuhkan biaya

tambahan bagi pelaku perjalanan antar pulua

f. Belum tersedia dermaga yang sesuai dengan rump door kapal Ro-Ro, karena dermaga yang

digunakan adalah untuk kebutuhan kapal coaster.

DIT. BSTP

Page 195: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

VIII - 38

g. Jaringan pelayanan transportasi penyeberangan yang tersedia belum sepenuhnya sesuai

dengan pola distribusi penumpang dan barang

8.3.2. Sasaran Pembangunan Transportasi Sungai, Danau, dan Penyeberangan

a. Terwujudnya pembangunan dermaga sungai di kaki jembatan Pampang dekat Kampus UMI,

kaki jembatan Tello dekat PLTU dan di Tallo

b. Terwujudnya trayek transportasi sungai meliputi Tallo-Pammpang dan Tallo-PLTU

c. Terwujudnya pembangunan dermaga pada pertemuan antara jaringan jalan dengan kanal,

seperti pada jalan AP. Petta Rani. Belakang Kampus 45, Disamping Masjid Al Markas,

Veteran, Andi Tonro.

d. Terbangunnya bus air kapasitas 40 seat uuntuk melayani trayek pada poin (b) di atas

e. Terbangunnya pintu-pintu air pda muara kanal ang dapat memberikan levasi air yang

diinginkan

f. Terwujudnya trayek tetap untuk angkutan sungai dank anal sesuai dengan prioritas

penanganan dan demand.

g. Terwujudnya trayek tetap untuk transportasi penyeberangan antar pulau di Pulau

Kodingareng, Barrang Lompo, dan Barrang Caddi serta Samalona (lokasi objek wisata)

h. Terbangunnya dermaga transportasi penyeberangan di depan Bentong Rotterdam dan Paotere

i. Tersedianya SDM transportasi penyeberangan lulusan ASDP Palembang

8.3.3. Arah dan Kebijakan Pembangunan Transportasi Sungai, Danau, dan Penyeberangan

Arah dan kebijakan pembangunan transportasi sungai, danau, dan penyeberangan untuk kawasan

aglomerasi Makassar adalah pemanfaatan aliran sungai Tallo dan Pampang sebagai media

transportasi sungai, dan selanjutnya ditetapkan trayek berdasarkan permintaan jasa transportasi

sungai yang didasari atas dukungan keterpaduan antar moda transportasi khususnya transportasi

jalan.

Pembangunan fasilitas dermaga sungai dan penyeberangan yang merupakan titik simpul

keterpaduan antar moda transportasi seperti di Jembatan Pampang dekat UMI, jembatan Tello

dekat PLTU, Tallo, depan Benteng Rótterdam dan Paotere serta Pulau Kodingareng, Barrang

Caddi, dan Barrang Rompo

DIT. BSTP

Page 196: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

VIII - 39

8.3.4. Program dan Kegiatan Pembangunan Transportasi Sungai, Danau, dan Penyeberangan

Program dan kegiatan pembangunan transportasi sungai, danau, dan penyeberangan ditik

beratkan pada pembangunan dermaga sungai dan penyeberangan yang berlokasi di Pampang,

Tello, Tallo, depan Benteng Rótterdam, Paotere, Pulau Kodingareng, Pulau Barrang Caddi dan

Pulau Barrang Lompo.

Program jaringan pelayanan adalah pembukaan trayek transportasi sungai, danau dan

penyeberangan dengan menghubungkan titik simpul dimaksud seperti Benteng - Pulau

Kodingareng, Pulau Barrang Caddi/Barrang Rompo. Begitupula dari Pelabuhan Paotere atau

terpadu dengan transportasi sungai dengan trayek Tello - Pulau pulau, Pampang – pulau pulau,

Tello – Tallo, Pampang – Tallo, bahkan dapat dikembangkan ke wilayah pulau sebagai daerah

tujuan wisata seperti Kodingareng.

DIT. BSTP

Page 197: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

IX - 1

BAB IX

P E N U T U P

6.1 KESIMPULAN

Rencana umum jaringan transportasi kawasan aglomerasi Mamminasata dilaksanakan dengan

membangun jaringan transportasi yang handal dan terintergerasi satu sama lain yang

menghubungkan semua pusat-pusat pelayanan dan pengembangan guna meningkatkan kualitas

distribusi akses fisik untuk mendukung keterkaitan sistem produksi dan distribusi dan pelayanan

sosial ekonomi, termasuk mobilitas penduduk yang semakin merata.

Untuk maksud tersebut, beberapa arahan kebijakan adalah sebagai berikut:

1. Menyediakan pelayanan angkutan umum masal di daerah perkotaan yang didukung

pelayanan pengumpan yang aman, nyaman, tertib, terjangkau dan ramah lingkungan serta

bersinergi dengan kebijakan tata guna lahan, dan didukung oleh budaya berlalu lintas yang

tertib dan disiplin,

2. Pelayanan transportasi di wilayah perdesaan Mamminasata dikembangkan melalui sistem

transportasi perintis yang berbasis masyarakat (community based) dan wilayah, khusus

kemudahan akses ke pasar kota;

3. Mempercepat dan memperlancar pergerakan penumpang dan barang melalui perbaikan

manajemen transportasi antarmoda; meningkatkan pembangunan jalan bebas hambatan pada

koridor-koridor strategis angkutan barang dan angkutan laut konvensional yang terintergrasi

dengan armada nasional, serta moda transportasi udara;

4. Mengembangkan sistem transportasi yang handal dan berkemampuan tinggi yang bertumpu

pada aspek keselamatan, dan keterpaduan antarmoda, antarsektor, antarwilayah, aspek sosial

budaya, dan profesionalitas pelaku dan penyedia layanan transportasi serta menerapkan dan

mengembangkan teknologi transportasi yang tepat guna, hemat energi, dan ramah

lingkungan.

Dalam tataran kawasan aglomerasi Mamminasata, perbaikan dan perencanaan jaringan jalan

diarahkan menganut tiga prinsip, yaitu:

DIT. BSTP

Page 198: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

IX - 2

1. Prioritas terhadap pengurangan kemacetan lalu lintas: Langkah-langkah penanganannya

pelebaran jalan dan pembangunan jalan baru.

2. Rencana jaringan jalan yang lebih aplikatif dengan usulan langkah-langkah penanganannya

adalah menghindari rute yang mengarah ke kawasan padat penduduk, dan mengitari

kawasan tersebut dalam perencanaan jaringan jalan.

3. Desain jalan yang manusiawi dan ramah lingkungan dengan desain potongan melintang

yang dilengkapi dengan ruang hijau, drainase, dan trotoar. Juga mempertimbangkan untuk

menghindari terjadinya pemisahan fungsi-fungsi kota yang disebabkan oleh pelebaran

dan/atau pembuatan jalan baru.

Tabel 9.1 berikut menguraikan indikasi program pengembangan jaringan transportasi perkotaan

pada kawasan aglomerasi Mamminasata berlandaskan pada kebijakan, arahan, strategi dan upaya

yang akan ditempuh dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan dengan berpijak pada

keterkaitan antara kebutuhan dan pelayanan transportasi, baik intra maupun antar sub kawasan

strategis ekonomi kawasan Mamminasata.

6.2 RENCANA KERJA DAN PELAPORAN SELANJUTNYA

Mengacu pada ketentuan dalam Kerangka Acuan Kerja (term of reference), rencana kerja dan

pelaporan selanjutnya yang akan dilaksanakan konsultan adalah:

1. Pelaksanaan Seminar Draf Laporan Akhir Master Plan Jaringan Transportasi Perkotaan

Pada Kawasan Aglomerasi Maminasata;

2. Penyusunan Laporan Akhir Master Plan Jaringan Transportasi Perkotaan Pada Kawasan

Aglomerasi Maminasata;

3. Menyusun Draf Permenhub tentang Master Plan Jaringan Transportasi Perkotaan Pada

Kawasan Aglomerasi Maminasata;

4. Round Table Discussion antara Dit BSTP, Konsultan dan Stakeholders terkait.

DIT. BSTP

Page 199: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

IX - 3

Tabel 9.1 Indikasi program pengembangan jaringan transportasi perkotaan pada kawasan aglomerasi

Mamminasata

DIT. BSTP

Page 200: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

DAFTAR PUSTAKA

-----------------------, 1997, “Introduction to EMME/2”, INRO Consultants Inc, Montreal (Quebec) Canada, H3X 2H9

-----------------------, 1994, “Indonesian Highway Capacity Manual (IHCM)”, Ministry of Public Works Directorate General of Highway, Jakarta

-----------------------, 2005, “The Study Implementation of The Intregated Spatial Plan for Mamminasata Metropolitan Area”, Japan International Coorporation Agency (JICA).

-----------------------, 2007, “ The Study on Arterial Road Network Developement Plan For Sulawesi Iskland and Feasibility Study on Priority Arterial Roads in South Sulawesi Province”, Japan International Coorporation Agency (JICA).

-----------------------, 2006, “Master Plan Transportasi Kota Makassar”, Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda), Makassar

-----------------------, 2006, “Studi Hirarki dan Fungsi Jaringan Jalan/ Transportasi Kota Makassar ”, Dinas Perhubungan (Dishub) dan JKPT Kota Makassar, Makassar

-----------------------, 2006, “Studi Sensitifitas dan Transformasi Moda Angkutan Umum Kota Makassar ”, Dinas Perhubungan (Dishub) dan JKPT Kota Makassar, Makassar

-----------------------, 2006, “Studi Pengembangan Jaringan Jalan di Sulawesi Selatan”, Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Balitbangda) dan MTI Sulawesi Selatan, Makassar

-----------------------, 2006, “Studi Pengembangan Sistem Angkutan Umum AKDP di Sulawesi Selatan (Kasus Trayek Makassar-Maros dan Makassar-Gowa)”, Dinas Perhubungan Propinsi dan MTI Sulawesi Selatan, Makassar

-----------------------, 2008, “Rencana Program Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Provinsi Sulawesi Selatan, Bappeda Provinsi Sulawesi Selatan, Makassar

ARMSTRONG-WRIGHT, ALAN, 1987, “Urban Transit Systems Guidelines For Examining Options” World Bank Technical Paper Number 52, Washington D.C, USA

BEN-AKIVA M, LERMAN S.R, 1985, “Discrete Choice Analysis and Appication to Travel Demand”, Massachusetts Institute of Technology

CERVERO, R, 1982, “Multisage Approach For Estimation Transit Cost, Transportation Research Record 877:, Transportation Research Board, Washington DC

DEO, NARSINGH, 1974, “Graph Theory : With Aplication To Engineering And Computer Science”, Prentice Hall Of India Private Ltd, New Delhi.

DEPARTEMEN PERHUBUNGAN, 1993, “Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya

DIT. BSTP

Page 201: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

Pustaka- 2

DIMITRIOU. H.T, 1990, “Transport Planning for Third World Cities”, Biddles Ltd, Guildford and King’s Lym, Routledge, London and New York

HENRY S.YOUNG, ROBERT B.SHAW, K.WAYNE LEE, 1999, “Trip Generation Study of Passenger Rail Station at Providence”, Rhode Island, Transportation Research Record, No.1677, National Research Council, Washington D.C.

HINO S, HARAGUCHI M, KISHI K, SATOH K, 2003, “A Characteristic Analysis of The Shinkansen Service From The Viewpoint of User’s Awareness” Journal of the Eastern Asia Society for Transportation Studies, Vol. 5, No. 1, 205-220.

HOBBS F.D, 1995, “Perencanaan dan Teknik Lalu Lintas, Edisi Kedua, Gajah Mada Press, Yogyakarta.

HSIEH W.J, 2003, “A Pasenger’s Choice Model Of Train Service With Elastic Demand” , Journal of the Eastern Asia Society for Transportation Studies, Vol. 5, No. 1, 252-263.

JAMES H.BAUKS, 1998, “Performance Measurement For Traffic Management System”, Transportation Research Record, No.1634, National Research Council, Washington D.C.

JOHN D.EDWARDS. JR.PE & Editor, 1992, “Transportation Planning Hand Book”, Prentice Hall, Inc, New Jersey

JOHN E.BAERWALD, Editor, 1976, “Transportation and Traffic Engineering Hand Book”, Prentice Hall, Inc, New Jersey

JOHN G.ALLEN, 2001, “Railroads in The City : Overlooked Rail Transit Opportunities”, Transportation Research Record, No.1762, National Research Council, Washington D.C.

KANAFANI ADIB, 1983, “Transportation Demand Analysis”, McGraw-Hill Book Company, New York

KRISTY C.JOTIN, 1990, “Transportation Engineering an Introduction”, Prentice Hall Englewood Cliffs, New Jersey

LU XIMING, CHEN XIAOYAN, 1997, “Role of Transit Priority in City Development”, Journal of the Eastern Asia Society for Transportation Studies, Vol.2, No.5, Manila

MILLER E.J, MEYER M.D, 1984, “Urban Transportation Planning A Decision Orietd Approach”, McGraw-Hill, New York

MIRO, FIDEL, 1997, “Sistem Transportasi Kota”, Edisi Pertama, Penerbit Tarsito, Bandung

MORLOK E.K, 1988, “Pengantar Teknik dan Perencanaan Transportasi”, Penerbit Erlangga, Jakarta

ORTUZAR D, WILLUMSEN L.G, 1994, “Modelling Transport”, Second Edition, John Wiley & Son, Essex.

PAUL J.CARLSON, KAY FITZPATRICK, 1999, “Violations at Gated Highway-Railroad Grade Crossing”, Transportation Research Record, No.1692, National Research Council, Washington D.C.

DIT. BSTP

Page 202: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

Pustaka- 3

RUDI HAMERSLAG, 1996, “The Transportation & Land Use Program TFTP”, Witte de withlaan 20, 3941WS Doom, Netherlands

RUSMADI SUYUTI, 1997, “Introducing A New Public Transport Mode for Middle Cities in Indonesia”, Journal of the Eastern Asia Society for Transportation Studies, Vol.2, No.5, Manila

SAID, L.B, 2000, “Studi Distribusi Pergerakan Transportasi Kota Makassar dan Sekitarnya”, Laporan Riset, Lembaga Penelitian UMI, Makassar.

SAID, L.B, 2001, “ Kebijakan Pengembangan Sistem Transportasi Angkutan Umum di Kota Makassar”, Laporan Riset, Bappeda Kota – LP UMI, Makassar.

SAID, L.B, RAHMAN H, 2005, “Penerapan Model Gravity dalam Ananisis Distribusi Pergerakan Transportasi Kota Makassar dan Sekitarnya”, Laporan Riset, Pusat Studi Transportasi LP2S UMI, Makassar.

SYAMSUWITO, SAID L.B, 2003, “Model Pembebanan User Equilibrium Mixed Traffic pada Jaringan Jalan Perkotaan” Prosiding Simposium VI Forum Studi Transportasi antar Perguruan Tinggi, Universitas Hasanuddin, Makassar

SYARONI, 2000, “Kinerja Pelayanan Angkutan Umum dalam Kaitannya dengan Penyusunan Standar Pelayanan untuk Kota Sedang”, Program Studi Magister Sistem dan Teknik Transportasi, UGM, Yogyakarta

TAMIN, OZ, 2000, “Perencanaan Dan Pemodelan Transportasi,”, Edisi Kedua, Sub Jurusan Transportasi – Jurusan Teknik Sipil, ITB, Bandung.

TONNY AGUS SETIONO, 2002, “Aplikasi Artifisial Neural Network Dalam Pemilihan Rute”, Magister Sistem dan Teknik Transportasi, PPS-UGM, Yogyakarta

TSAI T.H, LEE C.K, WEI C.H, 2003, “An Artificial Neural Networks Approach To Forecast Short-Term Railway Passenger Demand” Journal of the Eastern Asia Society for Transportation Studies, Vol. 5, No. 1, 221-235.

VULCAN R.VUCITIC, 1981, “Urban Public Transportation System and Technology”, Prentice Hall, Inc, New Jerse

YULI, SAID L.B, 2007, “Studi Pengembangan Jaringan Berdasarkan Proyeksi Sebaran Pergerakan Transportasi di Kabupaten Maros” LP2S Pusat Studi Transportasi UMI, Makassar.

DIT. BSTP

Page 203: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

i

KATA PENGANTAR

Laporan Akhir ini merupakan sesi terakhir laporan dari empat sesi laporan yang disusun

dalam rangka penyusunan Master Plan Jaringan Transportasi Perkotaan Pada Kawasan

Aglomerasi Mamminasata. Muatan dalam Draf Laporan Akhir tetap mengacu pada ketentuan-

ketentuan yang telah ditetapkan dalam Kerangka Acuan Kerja (term of reference).

Dengan rampungnya Laporan Akhir diharapkan dapat digunakan sebagai bahan acuan

dalam penyusunan dan pelaksanaan program-program jaringan transportasi di Kawasan

Aglomerasi Mamminasata.

Disadari bahwa Laporan Akhir ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu kami

mengharapkan berbagai pihak untuk memberikan koreksian yang konstruktif dalam upaya

penyempurnaan. Atas segala bantuan dari berbagai pihak, terutama Departemen Perhubungan,

untuknya kami ucapkan terima kasih.

Jakarta, November 2008

Tim Penyusun

DIT. BSTP

Page 204: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................................... i

DAFTAR ISI ............................................................................................................................... ii

DAFTAR TABEL ....................................................................................................................... vi

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................................... viii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ................................................................................................................ I – 1

1.2 Maksud dan Tujuan ............................................................................................... I – 6

1.3 Lingkup Kegiatan .......................................................................................................... I – 7

1.4 Hasil yang Diharapkan .......................................................................................... I – 8

1.5 Sistimatika Laporan ............................................................................................... I – 9

BAB II REVIEW KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DAN SISTEM TRANSPORTASI KAWASAN AGLOMERASI MAMMINASATA

2.1 Sistem Transportasi Nasional dan Pulau Sulawesi .................................................. II – 1

2.2 Kebijakan Provinsi Sulsel dan Kawasan Mamminasata ......................................... II – 4

2.3 Konsep Tata Ruang Kawasan Aglomerasi Mamminasta ...................................... II – 7

2.4 Sistem Jaringan Transportasi Kawasan Mamminasata ........................................... II – 10

BAB III JARINGAN TRANSPORTASI DAN SISTEM ANGKUTAN UMUM KAWASAN AGLOMERASI MAMMINASATA

3.1 Umum .................................................................................................................. III – 1

3.2 Metodologi ........................................................................................................... III – 2

3.3 Sistem Jaringan Jalan Primer dan Sekunder ............................................................ III – 10

3.4 Kondisi Sistem Sarana Angkutan Pribadi, Umum dan Barang ............................. III – 13

3.5 Kondisi Sistem Pelayanan Moda Angkutan ............................................................ III – 26

3.6 Kondisi Rute/Trayek Angkutan Umum ................................................................ III – 29

DIT. BSTP

Page 205: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

iii

3.7 Zona Potensi dan Pelayanan Angkutan Umum ..................................................... III – 38

3.8 Simpul Pelayanan Terminal dan Tempat Pemberhentian ...................................... III – 42

BAB IV KINERJA JARINGAN TRANSPORTASI KAWASAN AGLOMERASI MAMMINASATA

4.1 Umum .................................................................................................................. IV – 1

4.2 Metodologi ........................................................................................................... IV – 3

4.3 MAT Perjalanan .................................................................................................... IV – 7

4.4 Bangkitan dan Tarikan Perjalanan .......................................................................... IV – 9

4.5 Pola Distribusi Perjalanan ................................................................................... IV – 10

4.6 Pemilihan Moda Angkutan ................................................................................... IV – 13

4.7 Pilihan Rute Perjalanan ........................................................................................ IV – 14

4.8 Pembebanan Jaringan Jalan ................................................................................... IV – 15

BAB V POLA PENGGUNAAN LAHAN KAWASAN AGLOMERASI MAMMINASATA

5.1 Umum .................................................................................................................. V – 1

5.2 Metodologi ........................................................................................................... V – 2

5.3 Sistem Aktivitas dan Pola Guna Lahan Kawasan Mamminasata ........................... V – 3

5.4 Sistem Pusat Pelayanan Kawasan Aglomerasi Mamminasata ............................... V – 16

5.5 Rencana Struktur dan Pola Pemanfaatan Ruang Mamminasata ............................. V – 20

BAB VI ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN JARINGAN TRANSPORTASI PERKOTAAN KAWASAN AGLOMERASI MAMMINASATA

6.1 Kebijakan Umum ............................................................................................... VI – 1

6.1.1 Tujuan Pembangunan Jaringan Transportasi Kawasan Aglomerasi Mamminasata ............................... VI – 2

6.2 Kebijakan Pengembangan Transportasi ............................... VI – 3

6.2.1 Arah Pengembangan Jaringan Transportasi Kawasan Aglomerasi Mamminasata ............................... VI – 4

6.2.2 Arah Pengembangan Berdasarkan Moda Angkutan Kawasan Aglomerasi Mamminasata ............................... VI – 5

6.2.3 Kebijakan Pengembangan Jaringan Transportasi Kawasan Aglomerasi Mamminasata ............................... VI – 6

BAB VII RENCANA UMUM PENGEMBANGAN JARINGAN TRANSPORTASI KAWASAN AGLOMERASI MAMMINASATA

7.1 Program Pengembangan Jaringan Transportasi Darat dan KA ............................... VII – 1

7.1.1 Skenario Pengembangan Jaringan Transportasi .................................................. VII – 1

7.1.2 Program Pengembangan Jaringan Transportasi Kawasan ............................... VII – 5

DIT. BSTP

Page 206: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

iv

7.1.3 Rencana Kebutuhan Investasi Pengembangan Jaringan Transportasi Darat dan KA ............................... VII – 8

7.2 Program Pengembangan Jaringan Transportasi Laut ........................................... VII – 9

7.2.1 Skenario Pengembangan Jaringan Transportasi .................................................. VII – 9

7.2.2 Program Pengembangan Jaringan Transportasi Kawasan .................................... VII – 10

7.2.3 Rencana Kebutuhan Investasi Pengembangan Jaringan TransportasiLaut ............................... VII – 13

7.3 Program Pengembangan Jaringan Transportasi Udara ........................................... VII – 14

7.3.1 Skenario Pengembangan Jaringan Transportasi .................................................... VII – 14

7.3.2 Program Pengembangan Jaringan Transportasi Kawasan ...................................... VII – 23

7.3.3 Rencana Kebutuhan Investasi Pengembangan Jaringan Transportasi Udara ............................... VII – 27

7.4 Program Pengembangan Jaringan Transportasi ASDP ........................................... VII – 30

7.4.1 Skenario Pengembangan Jaringan Transportasi ..................................................... VII – 30

7.4.2 Program Pengembangan Jaringan Transportasi Kawasan ...................................... VII – 31

7.4.3 Rencana Kebutuhan Investasi Pengembangan Jaringan Transportasi ASDP ............................... VII – 32

BAB VIII RENCANA PEMBANGUNAN JARINGAN TRANSPORTASI PERKOTAAN KAWASAN MAMMINASATA

8.1 Jaringan Transportasi Jalan dan KA ..................................................................... VIII – 1

8.1.1 Permasalahan Angkutan Jalan Raya dan KA ...................................................... VIII – 1 8.1.2 Sasaran Pembangunan Angkutan Jalan ................................................................ VIII – 4 8.1.3 Arah dan Kebijakan Pembangunan Angkutan Jalan .............................................. VIII – 8 8.1.4 Program dan Kegiatan Pembangunan Angkutan Jalan ........................................... VIII – 13 8.2 Jaringan Transportasi Angkutan Laut ................................................................ VIII – 18 8.2.1 Permasalahan Angkutan Laut ............................................................................ VIII – 18 8.2.2 Sasaran Pembangunan Angkutan Laut ................................................................ VIII – 19 8.2.3 Arah dan Kebijakan Pembangunan Angkutan Laut .............................................. VIII – 20 8.2.4 Program dan Kegiatan Pembangunan Angkutan Laut ......................................... VIII – 20 8.3 Jaringan Transportasi Udara ............................................................................... VIII – 21 8.3.1 Permasalahan Angkutan Udara .......................................................................... VIII – 21 8.3.2 Sasaran Pembangunan Angkutan Udara .............................................................. VIII – 27 8.3.3 Arah dan Kebijakan Pembangunan Angkutan Udara ........................................... VIII – 31 8.3.4 Program dan Kegiatan Pembangunan Angkutan Udara ......................................... VIII – 35 8.4 Jaringan Transportasi ASDP ............................................................................... VIII – 36 8.4.1 Permasalahan Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan ............................. VIII – 37

DIT. BSTP

Page 207: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

v

8.4.2 Sasaran Pembangunan Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan ............................. VIII – 38

8.4.3 Arah dan Kebijakan Pembangunan Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan ............................. VIII – 38

8.4.4 Program dan Kegiatan Pembangunan Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan ............................. VIII – 39

BAB IX PENUTUP

9.1 Kesimpulan ........................................................................................................... IX - 1

9.2 Rencana Kerja dan Pelaporan Selanjutnya ............................................................ IX - 2

DAFTAR PUSTAKA

DIT. BSTP

Page 208: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

vi

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1: Jenis dan Panjang Jalan yang Ada di Mamminasata .............................................II – 11

Tabel 2.2: Kondisi Jalan yang ada di Mamminasata ............................................................ II – 11

Tabel 2.3: Perubahan Lalu Lintas di Makassar antara tahun 1988 dan 2005 ........................ II – 13

Tabel 2.4: Daftar Proyek Perbaikan Jalan yang Teridentifikasi ........................................... II – 18

Tabel 3.1: Survai Jaringan Rute Angkutan Umum yang Dilakukan ..................................... III – 9

Tabel 3.2: Jenis Survai Armada Angkutan Umum yang Dilakukan ..................................... III – 9

Tabel 3.3: Jenis Survai Fasilitas Transportasi Angk. Umum yang Dilakukan ...................... III – 9

Tabel 3.4: Jenis Survai Penumpang Angkutan Umum yang Dilakukan ............................. III – 10

Tabel 3.5: Jenis Survai Regulasi dan Kelembagaan Angkutan Umum .............................. III – 10

Tabel 3.6: Panjang Jalan Arteri dan Kolektor Kawasan Mamminasata (Km) .................... III – 11

Tabel 3.7: Panjang Jalan Lokal Aglomerasi Mamminasata (Km) ...................................... III – 12

Tabel 3.8: Banyaknya Kendaraan menurut Jenisnya di Wilayah Mamminasata ................ III – 14

Tabel 3.9: Komposisi Kendaraan di 29 Stasiun Pengamatan Mamminasata ...................... III – 14

Tabel 3.10: Arus Bongkar Muat Pesawat di Bandara Hasanuddin Tahun 2005 ................ III – 16

Tabel 3.11: Arus Penumpang Pesawat di Bandara Hasanuddin OD Tertinggi .................. III – 17

Tabel 3.12: Komposisi Perjalanan Orang Moda Angkutan Tahun 2006 ............................ III – 18

Tabel 3.13: Panjang Perjalanan Maksud Perjalanan dan Kel. Pendapatan ......................... III – 18

Tabel 3.14: Pergerakan Utara - Selatan Mamminasata Tahun 2005 ................................... III – 19

Tabel 3.15: Karakteristik Lalu Lintas pada Berbagai Ruas Jalan ....................................... III – 19

Tabel 3.16: Lintasan Rute Angkutan Perkotaan di Mamminasata ...................................... III – 22

Tabel 3.17: Perkiraan Jumlah Penumpang Rata-Rata Setiap Hari 2000-2006 .....................III – 25

Tabel 3.18: Jumlah Armada Angkutan Perkotaan di Kawasan Mamminasata ................... III – 25

Tabel 3.19: Load Factor Rerata di Terminal Regional ....................................................... III – 28

Tabel 3.20: Jumlah dan Panjang Trayek AUP Pete-Pete di Makassar, 2000 ......................III – 30

Tabel 3.21: Jumlah Armada dan Panjang Rute AU Kota Makassar, Tahun 2007 ............. III – 31

Tabel 3.22: Data Angkutan Umum (Mikrolet) Kab. Gowa Tahun 2006 ............................ III – 32

Tabel 3.23: Trayek AUP Bus Damri Tahun 2007 ............................................................... III – 35

Tabel 4.1: Kondisi Kinerja Jaringan Trayek Angkutan Umum Mamminasata .................... IV – 1

DIT. BSTP

Page 209: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

vii

Tabel 4.2: Besaran Indikator/Parameter Kinerja dari Variabel Studi ................................... IV – 4

Tabel 4.3: Pola Pergerakan Matriks Asal dan Tujuan .......................................................... IV – 8

Tabel 4.4: Rata-rata Muatan Penumpang ............................................................................. IV – 9

Tabel 4.5: Bangkitan – Tarikan Pergerakan Kota Makassar Tahun 2007 ........................... IV – 10

Tabel 4.6: Jumlah dan Distribusi Pola Perjalanan Penduduk Kab. Maros 2007 ................. IV – 10

Tabel 4.7: Jumlah dan Distribusi Perjalanan Penduduk Kota Makassar 2007 .................... IV – 11

Tabel 4.8: Jumlah dan Distribusi Perjalanan Penduduk Kabupaten Gowa 2007 ................ IV – 13

Tabel 4.9: Kecenderungan Orang Menggunakan Jenis Angkutan Pribadi .......................... IV – 13

Tabel 5.1: Pedoman Tata Guna Lahan .................................................................................. V – 11

Tabel 7.1: Perbaikan Fasilitas Jaringan Jalan ........................................................................VII – 8

Tabel 7.2: Jenis Komoditi Ekspor Pelabuhan Makassar ....................................................VII – 11

Tabel 7.3: Kapal Penumpang Asal-Tujuan Pelabuhan Makassar ........................................VII – 12

Tabel 7.4: Gambaran Proyek Perluasan Bandara ................................................................VII – 21

Tabel 7.5: Rencana Tata Ruang dan Masalah Kebisingan ..................................................VII – 23

Tabel 7.6: Komponen Proyek untuk Program Pembangunan Transportasi ........................VII – 25

Tabel 7.7: Rencana Investasi Pengembangan Tarnsportasi Udara .................................... VII – 29

Tabel 8.1: Jumlah Layanan Penerbangan Mingguan Tahun 2005 .................................... VIII – 21

Tabel 8.2: Perkembangan Lalulintas Datang dan Berangkat di Bandara Hasanuddin.. VIII – 22

Tabel 8.3: Asal dan Tujuan Pergerakan Barang melalui Bandar Udara Hasanuddin........ VIII – 23

Tabel 8.4: Jumlah Rute Penerbangan dan Way Identification Bandara Hasanuddin ........ VIII – 26

Tabel 8.5: Data Kecelakaan Penerbangan Airlines Nasional Tahun 2003-2007.................VIII – 27

Tabel 9.1: Indikasi Program Pengembangan Jaringan Transportasi Mamminasata .............. IX – 3

DIT. BSTP

Page 210: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1: Gambaran Fungsi Sentra oleh Mamminasata .................................................... II – 7

Gambar 2.2: Pengalihan ke Pusat Pengolahan jangka pendek dan jangka panjang ...............II – 8

Gambar 2.3: Struktur Tata Ruang Sulawesi Selatan di Masa Depan panjang ........................II – 8

Gambar 2.4:Gambaran Klaster Berbasis Kakao di Sulawesi Selatan ....................................II – 10

Gambar 2.5: Jaringan Jalan Sulawesi Selatan ........................................................................II – 11

Gambar 2.6: Komposisi Kendaraan menurut Wilayah di Mamminasata ..............................II – 12

Gambar 2.7: Volume Lalu Lintas di Mamminasata 2005 .............................................................II – 12

Gambar 2.8: Volume Lalu Lintas di Makassar 2005 ...........................................................................II – 12

Gambar 2.9: Fluktuasi Per Jam di Jl. Veteran Utara (Titik No.25) .......................................II – 13

Gambar 2.10: Fluktuasi Per Jam antara Maros dan Pangkep (Titik No.1) ...........................II – 13

Gambar 2.11: Jalur yang paling disukai di wilayah Mamminasata ......................................II – 14

Gambar 2.12: Rasio Volume Lalu Lintas dan Kepadatan tanpa Pembenahan ......................II – 15

Gambar 2.13: Rencana Pembenahan Jalan yang ada .............................................................II – 16

Gambar 2.14: Proyek-proyek Jalan yang Sedang Berlangsung (2005) .................................II – 16

Gambar 2.15: Rute-rute Alternatif .........................................................................................II – 16

Gambar 2.16: Jaringan Jalan Usulan di Mamminasata .........................................................II – 19

Gambar 2.17: Prosedur Pemilihan Ruas Jaringan Jalan Prioritas Untuk Perbaikan ..............II – 20

Gambar 2.18: Lalu Lintas Tanpa dan Dengan Perbaikan di tahun 2010 ..............................II – 20

Gambar 2.19: Lalu Lintas Tanpa dan dengan Perbaikan di tahun 2015 ................................II – 21

Gambar 2.20: Lalu Lintas Tanpa dan dengan Perbaikan di tahun 2020 ................................II – 21

Gambar 2.21: Keseluruhan Rencana Jaringan Jalan di Mamminasata .................................II – 22

Gambar 3.1: Perencanaan Jaringan Trayek Angkutan Umum ...............................................III – 4

Gambar 3.2: Pengembangan jaringan transportasi jalan .......................................................III – 6

Gambar 3.3: Jaringan Jalan Kawasan Aglomerasi Mamminasata ........................................III – 13

Gambar 3.4: Fenomena Perbandingan Volume dan Kapasitas Ruas Jalan ..........................III – 20

Gambar 3.5: Lintasan Rute Trayek Makassar – Maros .......................................................III – 23

Gambar 3.6: Lintasan Rute Trayek Makassar – Sungguminasa ...........................................III – 23

Gambar 3.7: Lintasan Rute Trayek Makassar – Takalar ......................................................III – 24

DIT. BSTP

Page 211: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

ix

Gambar 3.8: Kecenderungan Peningkatan Masyarakat Pengguna Angkutan Umum ..........III – 27

Gambar 3.9: Jenis dan Warna Mikrolet Kab. Gowa dan Kota Makassar .............................III – 32

Gambar 3.10: Peta Tematik Pelayanan AngkutanUmum Perdesaan Kabupaten gowa ........III – 33

Gambar 3.11 : Bus Damri .....................................................................................................III – 35

Gambar 3.12: Jenis dan Keberadaan Angkutan Ojek dan Becak .........................................III – 36

Gambar 3.13: Intraksi intra moda angkutan kota dan becak ................................................III – 38

Gambar 3.14: Kedudukan Pelayanan Angkutan Alternatif .................................................III – 41

Gambar 3.15: Lokasi Simpul Pelayanan AUP di Kota Makassar .......................................III – 44

Gambar 3.16: Keadaan Terminal Pallangga sebagai Kantor Dinas Perhubungan ...............III – 45

Gambar 3.17: Kondisi Memuat-Menurunkan Penumpang dan pemarkiran ........................III – 46

Gambar 4.1: Kondisi Pembebanan Beberapa Jaringan Jalan dalam (V/C) ............................IV – 7

Gambar 4.2: Wilayah Kabupaten Maros sebagai Dasar Penentuan Zona Asal Tujuan....... IV- 11

Gambar 4.3: Desire line model pergerakan penduduk Kota Makassar ................................IV – 12

Gambar 5.1: Tata Guna Lahan di Mamminasata ....................................................................V – 3

Gambar 5.2: Kawasan Hutan Lindung berdasarkan Keppres .................................................V – 4

Gambar 5.3: Batas Garis Pantai dan Sungai Utama berdasarkan Keppres .............................V – 4

Gambar 5.4: Dataran Banjir dan Lahan basah yang ada saat ini ( 2005) .................................V – 5

Gambar 5.5: Daerah Irigasi Teknis yang ada saat ini & yang diusulkan ................................V – 5

Gambar 5.6: Kawasan Terbatas untuk Pembangunan ............................................................V – 5

Gambar 5.7: Penyebaran dan Tahapan Pengembangan Kawasan Permukiman ......................V – 6

Gambar 5.8: Alokasi Jumlah Penduduk Masa Depan di Setiap Kabupaten/Kota .................V – 7

Gambar 5.9: Distribusi dan Tahapan Pengembangan Kawasan Industri ...............................V – 7

Gambar 5.10: Zona Tata Guna Lahan ....................................................................................V – 8

Gambar 5.11: Empat Zona Tata Guna Lahan dan 9 Kawasan Pemanfaatan Lahan ..............V – 9

Gambar 5.12: Kawasan Tata Guna Lahan .............................................................................V – 9

Gambar 5.13: Konsep Tata Guna Lahan untuk Mamminasata .............................................V – 10

Gambar 5.14: Proyek-proyek Usulan dalam Zonasi Tata Guna Lahan ................................V – 12

Gambar 5.15: Kawasan Model Promosi Pembangunan ........................................................V – 13

Gambar 5.16: Gambaran Pembangunan Konservasi Kawasan Rawa ...................................V – 14

Gambar 5.17: Gambaran Renovasi Kota Tua .......................................................................V – 14

Gambar 5.18: Gambaran Pemanfaatan/Guna lahan sepanjang Jalan Utama ........................V – 15

Gambar 5.19: Gambaran Pengembangan Urbanisasi Baru ...................................................V – 16

Gambar 5.20: Lokasi Pusat-pusat pelayanan strategis di Mamminasata ...............................V – 18

Gambar 5.21: Konsep Tata Guna Lahan untuk Mamminasata ..............................................V – 21

DIT. BSTP

Page 212: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

x

Gambar 5.22: Struktur Pengembangan Tata Ruang Mamminasata ......................................V – 22

Gambar 5.23: Tahapan Pembangunan Transportasi Darat ...................................................V – 23

Gambar 7.1: Gambaran Umum Rencana Tahap Akhir Bandara Udara ..............................VII – 21

Gambar 7.2: Rancangan Rute-rute Jalan Dekat Bandara Hasanuddin ................................VII – 22

Gambar 7.3: Efek Bising di Sekitar Bandara Hasanuddin ..................................................VII – 23

Gambar 7.4: Empat Program ..............................................................................................VII – 24

Gambar 8.1: Rencana Pengembangan Jalan Mamminasata ................................................VIII – 3

Gambar 8.2: Rencana Jaringan Rute (Rel) Kereta Api Mamminasata ................................VIII – 4

Gambar 8.3: Rencana Awal Jaringan Rute Bus versi Mamminasata ................................VIII – 15

Gambar 8.4: Rencana Jaringan Rute Bus versi Kota Makassar .........................................VIII – 15

Gambar 8.5: Jaringan Penerbangan Bandara Makassar .....................................................VIII – 20

Gambar 8.6: Grafik Pertumbuhan Pelayanan Bandara Hasanuddin .............................VIII – 22

Gambar 8.7: Lokasi Stadion Baru dan Rute Pendaratan Pesawat .....................................VIII – 28

Gambar 2.11 Rute Angkutan Umum di Wilayah DKI Jakarta

DIT. BSTP

Page 213: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

xi

Tabel 2.11 Load Factor berdasarkan Data Okupansi

Maksimum di Ruas Jalan DKI Jakarta

Periode (jam) Bus Kecil Bus Sedang Bus Besar

06-07 125.00% 191.35% 200.00%

07-08 100.00% 193.48% 200.00%

08-09 100.00% 185.71% 200.00%

09-10 116.67% 200.00% 200.00%

10-11 100.00% 150.00% 200.00%

11-12 100.00% 150.00% 158.33%

12-13 100.00% 162.50% 183.93%

13-14 100.00% 167.19% 160.94%

14-15 200.00% 200.00% 200.00%

15-16 114.04% 172.22% 200.00%

16-17 103.85% 189.71% 200.00%

17-18 126.67% 194.12% 200.00%

18-19 142.86% 200.00% 200.00%

19-20 101.92% 200.00% 200.00%

20-21 200.00% 200.00% 175.00%

21-22 100.00% 200.00% 180.00%

Sumber: Hasil Pengolahan Data Survey Bus Passenger

OD ,Sitramp Phase II

0.00%

50.00%

100.00%

150.00%

200.00%

250.00%

06-07

07-08

08-09

09-10

10-11

11-12

12-13

13-14

14-15

15-16

16-17

17-18

18-19

19-20

20-21

21-22

Jam

Load

Fac

tor

Bus Kecil Bus Sedang Bus Besar

Gambar 2.15 Load Factor Berdasarkan Data Okupansi

Maksimum

DIT. BSTP

Page 214: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

IX - 3

Tabel 9.1: Indikasi Program Pengembangan Jaringan Transportasi Perkotaan

Pada Kawasan Aglomerasi Mamminasata

No Kebijakan Strategi Upaya

Jangka Pendek (2008-2010)

Jangka Menengah (2011-2015)

Jangka Panjang (2016—2020)

I TRANSPORTASI DARAT

1. Peningkatan Pelayanan Angkutan Umum

a. Penataan Sistem Jaringan Trayek dan Rute

Perubahan jaringan rute untuk mengakomodir kebutuhan stake holder

Pembentukan jaringan Trayek Lintas Batas Mandai – Unhas dengan membatasi jangkauan wilayah operasi dari Angkot Makassar maupun AKDP Maros

Penyediaan layanan angkutan umum Bandara-Pusat Kota Makassar

- Pengembangan jaringan rute sesuai dengan fungsi dan hirarki jalan berdasarkan pengembangan Master Plan Mamminasata

- Pembatasan jangkauan wilayah operasional dari AKDP Sungguminasa

- Pembentukan jaringan Trayek Lintas Batas untuk pengembangan Wisata Kota & Budaya

- Penyediaan layanan angkutan umum Bandara-Sungguminasa Gowa hingga Kota Takalar

b. Penataan Sistem Moda

Mempertahankan dengan membatasi jumlah terhadap jenis moda angkutan yang ada.

Membatasi masuknya jenis angkutan alternatif (becak motor)

Mulai melakukan pengaturan persiapan penerapan angkutan feeder

Mulai menerapkan jenis angkutan bus untuk dua koridor.

- Transformasi mengenai Moda Angkutan yang berbasis penerapan Angkutan Massal (jenis bus) pada koridor utama Mamminasata

- Pergeseran fungsi moda yang ada menjadi moda angkutan feeder (pengumpul)

Penerapan moda angkutan.massal jenis kereta api. DIT. B

STP

Page 215: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

IX - 4

c. Penataan Sistem Operasional

Menghentikan penerbitan izin trayek

Reposisi batas operasional angkutan

Pemasangan rambu pengaturan sesuai kebutuhan yang disertai dengan konsistensi penegakan hukum

Kebijakan keringan pembayaran retribusi terminal bagi AKDP untuk menghindari menjamurnya terminal bayangan (upaya spekulasi) dan sekaligus peningkatan pendapatan bagi pengelola/sopir

- Mengevaluasi kembali seluruh izin trayek yang telah dikeluarkan

- Reposisi dan revitalisasi fungsi terminal dan halte yang ada

- Reposisi dan revitalisasi fungsi terminal dan halte yang ada dengan terbangunnya terminal induk.

2. Peningkatan Penggunaan Angkutan Umum

a. Pengembangan Angkutan Umum yang berbasis wilayah dan masyarakat

Penyediaan fasilitas untuk pejalan kaki dan pengendara sepeda yang ramah lingkungan dari/ke tempat pemberhentian angkutan umum (halte/stasiun),

Penyediaan fasilitas park and ride pada ujung-ujung titik tujuan untuk menarik pengguna kendaraan pribadi.

Melestarikan angkutan tidak bermotor tradisional untuk angkutan umum, misalnya andong, becak untuk layanan wisata pada wilayah tertentu.

Mendorong proyek-proyek percontohan angkutan massal berbasis jalan.

Penyusunan jaringan pelayanan angkutan umum yang terstruktur dengan baik sesuai hirarki pelayanan berdasarkan potensi demand dan pemanfaatan lahan yang ada;

Pembuatan desain karoseri angkutan umum yang adaptable, yang dapat dimanfaatkan oleh semua kelompok masyarakat khususnya untuk kelompok usia lanjut, ibu hamil, dan penyandang cacat;

Pengembangan angkutan massal berbasis jalan melalui penerapan BRT (Bus Rapid Transit) seperti busway yang telah diterapkan di DKI Jakarta dan atau di DIY Yogyakarta.

Pengembangan angkutan massal berbasis rel pada kota-kota raya dan besar.

Mendorong Transit Oriented Development (TOD)

DIT. BSTP

Page 216: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

IX - 5

Penggantian angkutan umum yang menggunakan kendaraan dengan kapasitas kecil (MPU) dengan kendaraan yang berkapasitas besar (bus) terutama pada lintas utama.

b. Peningkatan Kualitas Pelayanan Angkutan Umum

Menghentikan perizinan angkutan kota berkapasitas kecil (MPU);

Menyusun standar pelayanan minimal (SPM) yang mencakup antara lain spesifikasi kendaraan, fasilitas tanggap darurat, kualifikasi awak kendaraan umum, sistem infor-masi pelayanan angkutan umum dll;

Peremajaan angkutan kota; memberikan prioritas penggunaan

jalan bagi angkutan umum.

Penerapan SPM angkutan umum Penataan prosedur perizinan.

Restrukturisasi usaha angkutan umum

c. Peningkatan layanan perjalanan antar moda.

Mendorong sistem pelayanan perjalanan antar moda darat dan dan antar moda darat dengan sungai melalui sistem satu atap.

Mendorong kerjasama antar operador jasa angkiutan (terutama bagi AKDP dan AKAP)

Pengembangan sistem layanan angkutan terpadu dalam pola satu atap untuk menjamin keberangkatan dan ketibaan tepat waktu, termasuk sistem layanan barang.

3. Mengurangi kemacetan lalu lintas

a. Pengurangan pe nggunaan kendaraan bermotor pribadi melalui Manajemen Permintaan Trans portasi (TDM)

Manajemen Parkir Pembatasan lalu lintas tanpa

pricing. Prioritas bagi high occupant

vehicle (HOV)

Road pricing Pajak Kendaran Bermotor Pengaturan lokasi pangkalan &

benkel angkutan AKDP dan AKAP dari pusat kota ke kawasan yang lebih strategis, misalnya sekitar terminal dan atau areal kawasan industri terdekat.

Penerapan pajak bahan bakar minyak

.

DIT. BSTP

Page 217: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

IX - 6

b. Penyuluhan dan penegakkan hukum

Kampanye hemat energi; Penegakkan hukum terhadap

pelanggaran lalu lintas; Penegakkan hukum terhadap

penggunaan jalan di luar lalu lintas.

Peningkatan kualitas penegakan hukum

Aparat penegak hukum harus ditingkatkan jumlah dan kemampuannya

Masyarakat sebagai pengguna jalan yang juga sering menjadi pelaku pelanggaran harus diberikan pengertian tentang jenis-jenis pelanggaran berlalu lintas dan konsekwensi dari pelanggaran tersebut terhadap keselamatan berlalu lintas maupun denda yang dapat dikenakan.

Melanjutkan program-program jangka menengah

c. Pengaturan lalu lintas

Manajemen lalu lintas; Melengkapi persimpangan dengan

alat pengendali sesuai kebutuhan.

Penerapan Area Traffic Control System (ATCS) pada beberapa kelompok persimpangan

Pengendalian arus lalu lintas berbasis teknologi (ITS), misalnya : ETC (electronic toll collection) khususnya untuk tol dalam kota, variable message sign, ataupun route guidance system yang dapat memandu pengguna jalan untuk mencari lintas-lintas yang lebih pendek dan lebih lancar.

4. Peningkatan keselamatan transportasi

a. Pengendalian Operator Angkutan Darat

Mengurangi atau membatasi kendaraan bus besar AKDP dan AKAP berpangkalan dalam kota

Melarang kendaraan bus besar AKDP dan AKAP berpangkalan dalam kota

Pengaturan jumlah optimal dan syarat minimal armada pada setiap operator

b. Penataan Regulasi Transportasi Darat

Sosialisasi berjenjang Penerapan penegakan aturan Pengetatan

DIT. BSTP

Page 218: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

IX - 7

c. Penataan Kelembagaan Pengelola Terminal Angkutan Darat

Pengaturan struktur minimal unit pengelolaan

Pengaturan kerja unit

Pengembangan pengaturan pola kerja unit

Pengembangan kerjasama antar kelembagaan pengelola angkutan

5. Pengemba-ngan Sistem Jaringan Transportasi Darat

Penataan fungsijaringan yang berdasarkan hirarki jalan dan perbaikan berdasarkan skala prioritas

Pelebaran Jl.Perintis Kemerdekaan secara keseluruhan diharapkan rampung dalam waktu dekat.

Jalan Lingkar Tengah (bagian selatan) yang sebelumnya diperkirakan bisa dimulai tahun 2009, diharapkan dapat dilaksanakan sebelum tahun 2011. Pengembangan interaksi

Sistem jaringan antar moda transportasi darat, dan dengan transportasi lainnya, termasuk transportasi udara, laut dan transportasi sungai

- Akses Takalar perlu dilanjutkan dengan pekerjaan pelebaran menelusuri pantai barat dari Jl.Tanjung Bunga

- Peningkatan sistem jaringan yang dipandang layak dalam skenario berdasarkan skala prioritas

o Jalan raya memutar kawasan Mamminasa dapat dilakukan sebagai proyek jangka panjang 20 tahun, di mulai dari frontage road.

o Akses jalan disekitar airport (arah selatan) hingga Sungguminasa dan Takalar perlu dikembangkan. Trans Sulawesi akan diselesaikan sebagai proyek 30 tahun, dimulai dengan frontage road

o Pembangunan sistem jaringan jalan untuk lebih menjamin intergritas, aksesibilitas serta sistem pergerakan yang lebih distributif

Pengembangan Jalan Trans-Sulawesi

rute yang mengarah ke timur-utara Makassar untuk akses lebih mudah ke kota

- Penataan dan pengaturan fasilitas jaringan perkotaan baru

o rute yang mengarah ke barat-selatan Makassar guna pelayanan yang lebih baik terhadap

DIT. BSTP

Page 219: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

IX - 8

pusat

Pengembangan Jalan Radial Timur-Barat

Studi dan perencanaan perbaikan Jl. Abdullah Daeng Sirua dengan mengubah arus air sungai Lekopancing ke pipa urung-urung bawah tanah untuk mengamankan lebar jalan 30~50

Studi dan rencana perpanjangan Jl Hertasning Baru ke Jl.Malino

- Pembangunan perpanjangan Jl. Hertasning baru sesuai dengan lebar kebutuhan yang mengarah ke Jl. Malino dan berpotongan pada titik KM 34.

o Pelaksanaan perbaikan Jl. Abdullah Daeng Sirua dengan mengubah arus air sungai Lekopancing ke pipa urung-urung bawah tanah untuk mengamankan lebar jalan 30~50o

Pengembangan Akses ke Zona Industri Baru

Desain Dimensi dan Potongan Melintang yang Lebih Baik

- Pengembangan program GO GREEN

o Melanjutkan dan meningkatkan program sebelumnya

Pengembangan jalan bay pass timur

- Studi kelayakan dan proses perencanaan

- Prngukuran dan Pembebasan lahan

- Penanaman pohon potensial untuk mendukung GO GREEN Sulawesi Selatan

o Pembangunan jaringan selebar 100 meter,

DIT. BSTP

Page 220: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

IX - 9

No Kebijakan Strategi Upaya

Jangka Pendek Jangka Menengah Jangka Panjang

II TRANSPORTASI KERETA API 1. Pengembangan

Moda alternatif Transportasi Massal

Pengembangan dan Pembangunan Kereta Api

Studi Kelayakan pembangunan moda Kereta Api, meliputi: sistem jaringan dan pelayanan

- Pembebasan lahan, pembangunan sisten jaringan dan pelayanan

Pengembangan jaringan rute sesuai dengan fungsi dan hirarki jaringan berdasarkan pengembangan Master Plan Mamminasata

DIT. BSTP

Page 221: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

IX - 10

No Kebijakan Strategi Upaya

Jangka Pendek Jangka Menengah Jangka Panjang

III TRANSPORTASI UDARA 1. Peningkatan

Kualitas dan Kuantitas pelayanan transportasi udara

a. Pengembangan Kapasitas Fasilitas Bandar Udara

Penambahan Fasilitas Sisi Udara Bandara Hasanuddin (Penambahan Jumlah dan Panjang Landasan Pacu)

Optimalisasi pelayanan Bandar Udara Sultan Hasanuddin

Melanjutkan dan mengembangkan Program-Program Jangka Menengah

Optimalisasi Fasilitas Komunikasi Udara (ATCS) yang ada di Bandara Hasanuddin

Peningkatan Fasilitas Sisi Darat (Pengembangan Gedung Terminal Penumpang dan Barang)

b. Pengembangan Jaringan Rute Transportasi Udara

Pembukaan Rute Penerbangan baru khususnya ke wilayah yang sudah dapat dijangkau dengan transportasi udara

Pengembangan Rute Penerbangan terhadap rute yang sudah dijangkau

Peningkatan Frekuensi Penerba ngan untuk Rute yang sudah ada

c. Penataan Manajemen Sa & Prasarana Bandara

Peningkatan Kemudahan dalam proses penggunaan jasa transportasi udara

Lanjutan Peningkatan Kemudahan Pengguna dalam memperoleh pelayanan

Penataan Sistem Perpakiran Kendaraan Pengantar dan Penjemput Penumpang

d. Peningkatan aksesibilitas Bandar Udara Hasanuddin

Pengadaan Angkutan Penumpang Berbasis Bus dari dan ke Bandar Udara Hasanuddin

Pengembangan Sistem Angkutan Umum Berbasis Bus dengan meng-integrasikan Rute Bandara Hasanuddin dengan Pusat Kota Makassar

Pembangunan Jalan Bebas Hambatan dari dan ke Bandar Udara Hasanuddin, termasuk rencana pembangunan jaringan jalan bypass

DIT. BSTP

Page 222: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

IX - 11

Penataan Sistem Transportasi Multi Moda yang terpadu dan efisien dari dan ke Bandar Udara Hasanuddin

2. Peningkatan keselamatan transportasi udara

Pengendalian Operator Penerbangan

Mendorong dilakukannya Perankingan Kualitas Pelayanan Keselamatan Transportasi Udara terhadap Operator Penerbangan yang beroperasi di Bandar Udara Hasanuddin

Mendorong Pelaksanaan seluruh peraturan ICAO dan ANEX terhadap Operator Penerbangan yang beroperasi di Bandar Udara Hasanuddin

Melanjutkan dan mengembangkan Program-Program Jangka Menengah

Mendorong pengiimplementasian ALAR Tool Kit di Bandar Udara Hasanuddin

Mendorong dilakukannya audit investigasi

Mendorong peningkatan kecapakan keselmatan penerbangan bagi SDM Operator dan Pengelola Penerbangan

Mendorong Pencabutan Izin Operasi bagi Operator Penerbangan yang mengabaikan aspek keselamatan penerbangan

3. Peningkatan sistem jaringan

Penataan interkoneksitas perjalanan udara, internasional & domestik

Menperkecil atau meminimisasi waktu tunggu antar perjalanan udara di bandara

Melanjutkan dan mengembangkan Program-Program Jangka Menengah

DIT. BSTP

Page 223: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

IX - 12

No Kebijakan Strategi Upaya

Jangka Pendek Jangka Menengah Jangka Panjang

IV TRANSPORTASI LAUT 1. Peningkatan

Kualitas dan Kuantitas pelayanan transportasi laut

a. Pengembangan Kapasitas Fasilitas Pelabuhan Laut

Penambahan Fasilitas Sisi laut Pelabuhan Laut (Penambahan Jumlah dan kapasitas berlabuh),

Pengembangan / perluasan Pelabuhan dalam mengurangi waktu tunggu bagi papal yang sian berlabuh

Melanjutkan dan mengembangkan Program-Program Jangka Menengah

Peningkatan Fasilitas Sisi Darat (Pengembangan Gedung Terminal Penumpang dan Barang termasuk pergudangan)

Lanjutan Peningkatan Fasilitas Sisi Darat (Pengembangan Gedung Terminal Penumpang dan Barang termasuk pergudangan)

Optimalisasi Fasilitas Komunikasi laut yang ada

b. Pengembangan Jaringan Rute Transportasi Laut

Pembukaan Rute Pelayaran baru khususnya ke wilayah yang sudah dapat dijangkau dengan transportasi laut

Peningkatan Frekuensi Pelaya ran untuk Rute yang sudah ada (potensil)

Penjajakan Pembukaan Rute Pelayaran baru dan pengemban gan frekwensi perjalanan

c. Penataan Manajemen Sarana & Prasrana Pelabuhan Laut

Peningkatan Kemudahan Peng-guna jasa angkutan laut

Penataan Sistem Perpakiran Kendaraan Pengantar dan Penjemput Penumpang

Pengembangan Sistem Perparkiran Kendaraan Pengantar dan Penjemput bagi Penumpang angkutan laut

d. Peningkatan layanan perjalanan antar moda.

Mendorong sistem pelayanan perjalanan antar moda (baik moda laut maupun darat dan sungai) melalui sistem satu atap

Mendorong kerjasama antar operador jasa angkiutan

DIT. BSTP

Page 224: aglomerasi maminasata1.pdf

LAPORAN AKHIR

IX - 13

e. Peningkatan aksesibilitas Pelabuhan Laut Soekarno Hatta

Pengadaan Angkutan Penumpang Berbasis Bus dari dan ke Pelabuhan Laut Soekarno Hatta

Pengembangan Sistem Angkutan umum Berbasis Bus dengan mengin tegrasikan Rute Pelabuhan Laut Soekarno Hatta dengan Pusat Kota Makassar dan pusat-pusat kegiatan dalam wilayah regional Mamminasata

Pembangunan Jalan Bebas Hambatan dari dan ke Pelabuhan Laut Soekarno Hatta

Lanjutan Pembangunan Jalan Bebas Hambatan dari dan ke Pelabuhan Laut Soekarno Hatta

Penataan Sistem Transportasi Multi Moda yang terpadu dan efisien dari dan ke Pelabuhan

2. Peningkatan keselamatan transportasi laut

a. Pengendalian Operator Transportasi Laut

Mendorong dilakukannya Perankingan Kualitas Pelayanan Keselamatan Transportasi Laut terhadap Operator Angkutan Laut yang beroperasi di Pelabuhan

Mendorong Penerapan Manajemen Keselamatan Kapal terhadap Operator Angkutan Laut yang beroperasi di Pelabuhan Soekarno Hatta

Melanjutkan dan mengembangkan Program-Program Jangka Menengah

b. Penataan Kelembagaan Pengelola Pelabuhan Soekarno Hatta

Peningkatan peran Institusi Pemerintah Kota Makassar dalam pengelolaan lalu lintas laut khususnya dalam hal Keselamatan Pelayaran

Mendorong peningkatan sertifikasi operasi Pelabuhan Laut

Mengadakan Kontak / Pos Pengaduan bagi Pengguna Jasa Transportasi Laut

DIT. BSTP