agama khonghucu/ru jiao sebagai agama dan filsafat

25
1 MEMAHAMI RU JIAO SEBAGAI AGAMA DAN FILSAFAT (Dq. Fandy Maramis) I. Pendahuluan Selama ini banyak orang dari luar Ru Jiao dan bahkan dari kalangan Ru Jiao sendiri yang masih bingung dan salah paham mengenai status Ru Jiao sebagai agama atau sebagai filsafat. Banyak diantara umat Ru yang kurang dapat menjelaskan status Ru Jiao ketika ditanya tentang dasar Ru Jiao sebagai agama. Selain itu juga terdapat banyak umat Ru yang belum bersedia untuk memahami Ru Jiao dari sisi bathin karena mayoritas memahami hanya dari sisi penalaran. Tulisan-tulisan mengenai Ru Jiao yang banyak beredar di luar negeri karya pemikir Barat cenderung menjelaskan Ru Jiao secara berat sebelah dan tidak adil. Pemikir Barat tersebut tidak mengimani Ru Jiao dan beriman lain. Mereka selalu menggunakan terminologi iman mereka untuk memahami terminologi iman Ru Jiao. Mayoritas para pemikir Barat memandang Ru Jiao hanya sebagai suatu filsafat moral/etika, ada beberapa yang masih kebingungan untuk mendefinisikan Ru Jiao sebagai suatu agama atau filsafat, dan ada sedikit yang memahami Ru Jiao sebagai agama. Tulisan-tulisan tersebut ada yang beredar di Indonesia dalam bentuk buku yang kemudian banyak digunakan oleh umat agama lain untuk mencari tahu soal Ru Jiao. Banyak di antara mereka yang langsung mempercayai tulisan tersebut dan menganggap sudah tahu tentang agama Khonghucu hanya dari buku tersebut. Tulisan-tulisan mengenai Ru Jiao karya pemikir Timur modern meskipun lebih minim dibandingkan para pemikir Barat tetapi masih lebih baik dalam menjelaskan Ru Jiao meskipun sedikit jumlahnya yang dapat menjelaskan dan memahami Ru Jiao sebagai agama. Mayoritas para pemikir Timur yang memahami Ru Jiao sebagai agama hanya memahami Ru Jiao dari sisi penalaran. Berdasarkan hal tersebut hati penulis tergerak untuk menulis makalah untuk memahami Ru Jiao sebagai filsafat dan sebagai agama. Penulis sengaja membedakan sudut pandang untuk memahami Ru Jiao dari sisi nalar dan sisi bathin untuk memperjelas perbedaannya. Hal ini diperlukan karena banyak umat Ru yang memahami Ru Jiao dengan pendekatan nalar yang lebih dominan dibandingkan bathin, padahal untuk memahami agama diperlukan pendekatan bathin yang lebih dominan daripada nalar. Dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan suatu batasan pada sisi nalar agar pembahasan tidak terlalu melebar. Penulis membatasi untuk banyak membahas Ru Jiao dari sisi nalar dengan pokok bahasan tentang Ketuhanan karena hal tersebut merupakan dasar dari keberadaan agama.

Upload: fandy

Post on 07-Feb-2016

61 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Agama Khonghucu, Confucian study as religion and philosophy,

TRANSCRIPT

Page 1: Agama Khonghucu/Ru Jiao sebagai agama dan filsafat

1

MEMAHAMI RU JIAO SEBAGAI AGAMA DAN FILSAFAT

(Dq. Fandy Maramis)

I. Pendahuluan

Selama ini banyak orang dari luar Ru Jiao dan bahkan dari kalangan Ru Jiao sendiri yang

masih bingung dan salah paham mengenai status Ru Jiao sebagai agama atau sebagai filsafat.

Banyak diantara umat Ru yang kurang dapat menjelaskan status Ru Jiao ketika ditanya tentang

dasar Ru Jiao sebagai agama. Selain itu juga terdapat banyak umat Ru yang belum bersedia untuk

memahami Ru Jiao dari sisi bathin karena mayoritas memahami hanya dari sisi penalaran.

Tulisan-tulisan mengenai Ru Jiao yang banyak beredar di luar negeri karya pemikir Barat

cenderung menjelaskan Ru Jiao secara berat sebelah dan tidak adil. Pemikir Barat tersebut tidak

mengimani Ru Jiao dan beriman lain. Mereka selalu menggunakan terminologi iman mereka untuk

memahami terminologi iman Ru Jiao. Mayoritas para pemikir Barat memandang Ru Jiao hanya

sebagai suatu filsafat moral/etika, ada beberapa yang masih kebingungan untuk mendefinisikan Ru

Jiao sebagai suatu agama atau filsafat, dan ada sedikit yang memahami Ru Jiao sebagai agama.

Tulisan-tulisan tersebut ada yang beredar di Indonesia dalam bentuk buku yang kemudian banyak

digunakan oleh umat agama lain untuk mencari tahu soal Ru Jiao. Banyak di antara mereka yang

langsung mempercayai tulisan tersebut dan menganggap sudah tahu tentang agama Khonghucu

hanya dari buku tersebut.

Tulisan-tulisan mengenai Ru Jiao karya pemikir Timur modern meskipun lebih minim

dibandingkan para pemikir Barat tetapi masih lebih baik dalam menjelaskan Ru Jiao meskipun

sedikit jumlahnya yang dapat menjelaskan dan memahami Ru Jiao sebagai agama. Mayoritas para

pemikir Timur yang memahami Ru Jiao sebagai agama hanya memahami Ru Jiao dari sisi

penalaran. Berdasarkan hal tersebut hati penulis tergerak untuk menulis makalah untuk memahami

Ru Jiao sebagai filsafat dan sebagai agama.

Penulis sengaja membedakan sudut pandang untuk memahami Ru Jiao dari sisi nalar dan sisi

bathin untuk memperjelas perbedaannya. Hal ini diperlukan karena banyak umat Ru yang

memahami Ru Jiao dengan pendekatan nalar yang lebih dominan dibandingkan bathin, padahal

untuk memahami agama diperlukan pendekatan bathin yang lebih dominan daripada nalar. Dalam

penulisan makalah ini, penulis menggunakan suatu batasan pada sisi nalar agar pembahasan tidak

terlalu melebar. Penulis membatasi untuk banyak membahas Ru Jiao dari sisi nalar dengan pokok

bahasan tentang Ketuhanan karena hal tersebut merupakan dasar dari keberadaan agama.

Page 2: Agama Khonghucu/Ru Jiao sebagai agama dan filsafat

2

II. Filsafat Ketuhanan [1]

Manusia memiliki kemampuan yang terbatas, kesadaran dan pengakuan akan keterbatasannnya

menjadikan keyakinan bahwa ada sesuatu di luar dirinya yang bersifat tidak terbatas. Sesuatu yang

tidak terbatas itu disebut oleh manusia secara bermacam-macam sesuai dengan bahasa manusia

sendiri. Misal Tuhan, Dewa, God, Tian, Kami-Sama dan lain-lain atau hanya menyebut sifat-Nya

saja seperti Yang Maha Kuasa, Ingkang Murbeng Dumadi, De Weldadige dll. Dalam makalah ini

penulis hanya akan menggunakan dua istilah, yang pertama adalah Tuhan dan yang kedua adalah

TIAN.

Dorongan untuk mengetahui tentang Tuhan ini semakin kuat ketika manusia dihadapkan pada

pengakuan akan keterbatasannya. Dari lubuk hati yang terdalam, manusia terdorong untuk

berhubungan dengan Tuhan. Pada perkembangan selanjutnya, terdapat dua macam pendekatan

untuk berhubungan dengan Tuhan. Yang pertama adalah pendekatan dengan nalar yang dominan

disebut filsafat Ketuhanan dan yang kedua adalah pendekatan dengan bathin yang dominan disebut

dengan agama.

Penulis perlu untuk membagi pembahasan dengan sudut pandang yang berbeda untuk

memahami Tuhan. Hal tersebut diperlukan karena setiap manusia mempunyai proses yang berbeda-

beda untuk memahami sesuatu hal. Pada mulanya penulis sendiri juga memahami akan keberadaan

Tuhan dengan nalar terlebih dahulu baru bisa memahami dengan bathin dan akhirnya bersedia

untuk beragama. Pada pemahaman selanjutnya, penulis mengalami keterbatasan dalam pemahaman

akan Tuhan dengan menggunakan nalar. Banyak sekali pertanyaan yang muncul di pikiran penulis

tentang Tuhan yang tidak terjawab. Berdasarkan itulah penulis mencoba untuk memahami Tuhan

dengan bathin. Proses pemahaman menjadi terintegrasi dengan lebih baik, pertanyaan-pertanyaan

tentang Tuhan yang sebelumnya tidak terjawab menjadi terjawab.

II.1. Filsafat Ketuhanan Barat [2], [3]

Filsafat Barat dan Timur memiliki warna yang berbeda dalam menjelaskan tentang

ketuhanan. Penulis akan membahas kedua macam filsafat tersebut secara singkat. Pada bagian yang

pertama ini, penulis akan membahas filsafat Ketuhanan Barat. Definisi kata filsafat menurut Kamus

Besar Bahasa Indonesia ada 4, yaitu :

1. Pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat segala yg ada, sebab,

asal, dan hukumnya.

2. Teori yg mendasari alam pikiran atau suatu kegiatan.

3. Ilmu yg berintikan logika, estetika, metafisika, dan epistemologi.

4. Falsafah

Page 3: Agama Khonghucu/Ru Jiao sebagai agama dan filsafat

3

Dari ke-empat macam definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam filsafat, suatu

hal dijadikan subjek atau objek untuk dikaji secara mendalam menggunakan nalar. Yang akan

dibahas dengan filsafat untuk sub bab ini adalah Tuhan. Oleh karena itu sub bab ini dinamakan

filsafat Ketuhanan.

Hal paling penting yang perlu dibahas pertama-tama adalah tentang keberadaan segala

sesuatu di dunia. Dari dulu hingga sekarang manusia selalu bertanya tentang asal mulanya. Terdapat

bermacam-macam pendapat yang menjelaskan hal tersebut tetapi secara umum mempunyai suatu

kesimpulan yang hampir sama. Pada dasarnya ada sang pencipta yang menciptakan segala sesuatu

di dunia ini. Para pemikir yang tidak sependapat dengan konsep tersebut mengungkapkan ide bahwa

segala sesuatu di dunia ini tercipta sebagai suatu “kebetulan” (tidak ada yang mengadakan).

Kedua pendapat tersebut menggunakan nalar untuk menjelaskan tentang keberadaan segala

sesuatu di dunia. Secara logika, pendapat pertama lebih masuk akal daripada pendapat kedua. Hal

ini dapat dicontohkan dengan suatu kejadian nyata dalam kehidupan sehari-hari, nasi goreng bisa

ada karena ada yang membuat nasi, bumbu, dan memasaknya. Tidak bisa diterima dengan logika

bahwa nasi goreng ada karena suatu kebetulan (tidak ada yang mengadakan).

Dalam perkembangan berikutnya dua macam pemikiran tersebut semakin berkembang

dengan baik. Pemikiran yang menolak tentang keberadaan Sang Pencipta/Tuhan dan sistem yang

mengaturnya (agama) dengan nalarnya disebut dengan istilah Ateisme dan Agnostisisme. Ateisme

merupakan suatu paham yang tidak mengakui adanya Tuhan sedangkan Agnostisisme adalah suatu

paham yang mempertahankan pendirian bahwa manusia tidak mampu dengan nalarnya untuk

mengetahui tentang Tuhan.

Dalam menjelaskan filsafat ketuhanan Barat, penulis hanya mengambil beberapa teori yang

penulis anggap cukup baik dalam mewakili keperluan penjelasan yang dibutuhkan. Hal tersebut

untuk menghindari perluasan pembahasan. Penulis membatasi untuk membahas filsafat ketuhanan

Barat secara “singkat” pada bagian Ateisme, Agnostisisme, dan Jalan ke Tuhan.

Ateisme

Ateisme berkembang dengan berbagai macam sudut pandang yang beragam. Beragam sudut

pandang tersebut menyatakan bahwa :

1. Agama merupakan proyeksi hakikat manusia yang terasing (Feuerbach)

2. Agama merupakan khayalan manusia tertindas (Marx)

3. Agama merupakan pelarian manusia dari dirinya sendiri (Nietzsche)

4. Agama adalah neurosis kolektif, akibat kegagalan manusia dalam mengakomodasi dorongan-

dorongan batin dan realitas secara wajar (Freud)

5. Agama adalah ketakutan manusia terhadap kebebasannya (Sartre)

Page 4: Agama Khonghucu/Ru Jiao sebagai agama dan filsafat

4

Semua sudut pandang para pemikir Ateis di atas gagal dalam membuktikan dengan

memberikan dasar objektif dan meyakinkan bahwa Tuhan tidak ada. Semua filsuf di atas tidak

menyinggung pertanyaan dasar tentang keberadaan Tuhan. Selain tentang Tuhan, Ateisme juga

gagal menjelaskan tentang keberadaan agama. Ateisme tidak dapat menjelaskan mengapa manusia

percaya pada Tuhan dan bersedia mengatur seluruh hidup sesuai dengan kepercayaan (agama) itu

kalau tidak ada Tuhan.

Sudut pandang para pemikir Ateis di atas lebih bersifat ideologis dibandingkan secara ilmiah.

Karena alasan ideologis, manusia tidak mau bahwa ada Tuhan, maka ia menciptakan teori untuk

membuktikannya. Ide pokok Ateisme tentang tidak ada Tuhan juga tidak dapat dibuktikan. Jika kita

menggunakan nalar kita maka keberadaan suatu hal hanya bisa dibuktikan jika dalam suatu ruang

lingkup yang terbatas (kita bisa mengetahui bahwa tidak ada uang di tangan saya, tetapi bagaimana

kita bisa tahu bahwa Tuhan tidak ada ?). Dalam hal ini, Ateisme menyangkal akan adanya hal-hal

yang bersifat metafisik.

Agnostisisme

Agnostisisme lebih toleran dibandingkan Ateisme. Agnostisisme tidak menolak adanya Tuhan,

tetapi juga tidak mau mengakui adanya Tuhan secara nalar (Tuhan dianggap berada di luar cakupan

filsafat). Bagi seorang Agnostis, kepercayaan tentang Tuhan hanya merupakan suatu pendapat yang

bersifat privasi semata. Sudut pandang pemikiran Agnostisisme yang paling terkenal adalah :

1. Epistemologi Kant yang menyangkal bahwa orang dapat mengetahui sesuatu tentang Tuhan

2. Positivisme Logis yang menyangkal makna wacana metafisik dan etika

3. Prinsip falsifikasi Popper pada hal ketuhanan (Antony Flew)

4. Penolakan kemungkinan sebuah pendasaran akhir (Hans Albert)

Agnostisisme membatasi nalar manusia untuk berkembang dalam memikirkan Tuhan. Dalam

kehidupan nyata, tidak ada manusia yang tidak pernah tidak menggunakan nalarnya untuk mencoba

memahami Tuhan. Dalam proses pemahaman tentang Tuhan, manusia pasti menggunakan nalarnya.

Yang perlu dipikirkan adalah sampai di manakah kapasitas nalar dalam menjelaskan tentang Tuhan

dan fenomena hal ketuhanan.

Jalan ke Tuhan

Dalam menanggapi Ateisme dan Agnostisisme, para pemikir Barat mengajukan teorinya

tentang pendekatan nalar untuk memahami Tuhan. Pendekatan tersebut antara lain :

1. Pembuktian Ontologis

Orang yang pertama kali mengemukakan pendapat ini adalah Anselmus dari Canterbury.

Argumentasinya berjalan seperti berikut :

Page 5: Agama Khonghucu/Ru Jiao sebagai agama dan filsafat

5

Tuhan adalah “pengada yang tidak dapat dipikirkan sesuatu yang lebih besar daripadanya”.

Namun, “sesuatu yang tidak dapat dipikirkan sesuatu yang lebih besar daripadanya” tentu

bereksistensi dalam kenyataan dan bukan hanya dalam pikiran, karena kalau eksistensinya hanya

dalam pikiran orang yang memikirkannya, maka tentu ada sesuatu yang lebih besar yang dapat

dipikirkan daripadanya, yaitu “yang nyata-nyata ada di luar pikiran”.

Inti dari pemikiran Anselmus adalah bahwa kalau kita “memikirkan” Tuhan sebagai “sesuatu

yang tidak dapat dipikirkan sesuatu yang lebih besar daripadanya” maka Tuhan harus dipikirkan

sebagai bereksistensi dengan mutlak. Tetapi apakah memang ada “sesuatu yang tidak dapat

dipikirkan sesuatu yang lebih besar daripadanya”, sama sekali belum terjawab. Pertanyaan tentang

“apakah Tuhan ada” tidak dapat dijawab hanya dengan memikirkannya.

2. Dari Realitas Terbatas Menuju Realitas Mutlak

Orang yang mengemukakan pendapat ini adalah Henry de Lubac. Argumentasinya adalah

sebagai berikut :

Ditegaskan bahwa kalau ada sesuatu, maka harus ada “yang mutlak”. Diperlihatkan bahwa

segenap realitas yang berubah-ubah tidak mungkin mutlak. Ditarik kesimpulan bahwa selain realitas

yang berubah-ubah pasti ada yang lain lagi “yang mutlak”, yang tidak sama dengan realitas yang

berubah-ubah itu.

Inti dari argumentasi di atas adalah bahwa kalau ada realitas yang relatif, maka juga ada realitas

mutlak. Tetapi apakah realitas mutlak itu adalah Tuhan belum dapat dipastikan. Argumentasi di atas

dengan sangat tegas menolak konsep materialisme yang menyatakan bahwa yang ada hanyalah

sesuatu yang empiris.

3. Keterarahan Alam

Orang yang mengemukakan pendapat ini adalah Thomas Aquinas. Argumentasinya adalah

sebagai berikut :

Dalam alam semesta terdapat proses-proses yang terarah ke suatu tujuan. Keterarahan itu tidak

dapat dijelaskan sebagai kejadian kebetulan. Apabila proses-proses itu bukan kebetulan, proses-

proses itu merupakan suatu hasil pengarahan. Maka proses-proses terarah dalam alam semesta

menunjuk pada realitas yang mengarahkan. Realitas itu adalah apa yang kita sebut Tuhan.

Kita memang tidak dapat membuktikan secara tak terbantah adanya Tuhan dari proses

keterarahan alam semesta. Bagi orang yang percaya kepada Tuhan, keterarahan alam semesta

merupakan bukti kuat tentang adanya Tuhan, tetapi orang yang tidak percaya pada Tuhan,

meskipun tidak bersedia untuk mengakui hal tersebut, seharusnya menyetujui bahwa “kalau ada

Tuhan”, kenyataan di alam semesta jauh lebih masuk akal.

Page 6: Agama Khonghucu/Ru Jiao sebagai agama dan filsafat

6

4. Manusia dan Tuntutan Mutlak dalam Kesadaran Moral

Pendapat ini dikemukakan oleh John Henry Newman, seorang teolog dan kardinal Inggris besar

yang menunjuk pada suara hati manusia sebagai tempat manusia bersentuhan dengan realitas Ilahi.

Pendapat Newman tersebut adalah :

Manusia adalah makhluk yang berkesadaran moral (mempunyai suara hati). Dalam kesadaran

moral manusia sadar bahwa ia mutlak wajib untuk memilih yang benar. Kesadaran itu berakar

dalam hati nurani. Kesadaran akan kewajiban mutlak ini tidak berasal dari dunia luar dan juga tidak

dari diri kita sendiri. Kesadaran itu kita sadari langsung sebagai jawaban terhadap suatu tuntutan

dari sebuah realitas yang kita hadapi, daripadanya kita tidak dapat lari, di mana sikap terhadapnya

menentukan kualitas kita sebagai manusia. Realitas itu bersifat mutlak, personal, dan suci dan itulah

yang kita sebut Tuhan.

Menurut Emmanuel Levinas moralitas adalah pengalaman paling dasar manusia. Dalam analisa

eksistensial-fenomologis paling dasariah, menunjukkan bahwa pengalaman moral adalah titik tolak

segala kesadaran, sikap dan dimensi penghayatan manusia. Pengalaman dasariah itu sekaligus

merupakan kesadaran akan adanya Yang Ilahi di belakangnya.

Pendekatan moralitas yang digunakan oleh kedua pemikir Barat di atas sudah memberikan

“sedikit petunjuk” tentang keberadaan Tuhan. Tetapi perlu diingat bahwa keberadaan Tuhan lebih

dari sekedar tuntutan pemenuhan hati nurani.

II.2. Filsafat Ketuhanan Timur [4]

Terdapat bermacam sudut pandang dalam filsafat ketuhanan Timur. Penulis juga akan

membatasi pokok bahasan agar tidak melebar. Masalah yang akan dibahas dalam filsafat Timur kali

ini adalah kemutlakan Tuhan sebagai keterjadian seperti yang terdapat pada pikiran Chou Tun Yi

dan Cu Hsi dan tentang kemutlakan Tuhan sebagai pikiran yang dinyatakan oleh Wang Yang Ming.

Perlu diingat bahwa dalam filsafat Timur tidak mengenal pemisahan yang tajam antara dunia dan

diri sendiri seperti epistemologi dalam filsafat Barat.

Dalam bahasa Indonesia dan Tiongkok tidak terdapat verb to be. Macam-macam bentuk

penggantinya dalam penerapan mengusulkan hubungan daripada identitas/ketidakbertentangan.

Seringkali, apa yang diusulkan lebih bersifat keterjadian daripada ada. Hal tersebut perlu

digarisbawahi saat kita mengkaji kemutlakan Tuhan dari sudut pandang filsafat Timur.

Para tokoh Ru Jiao telah memberi bermacam-macam nama pada kemutlakan Tuhan ini.

Mereka menamakannya Maha Besar (Tai Chi), Azas Ilahi (Tien li), atau Azas (li). Dari Chou Tun

Yi, Cu Hsi mendapat pengertian tentang Azas Pertama, sumber segala ada dan keterjadian. Istilah

yang digunakan untuk ini adalah, Tai Chi (Maha Besar) yang dilukiskan juga sebagai Wu Chi

(Tanpa Akhir/Tanpa Batas). Maha Besar menghasilkan “Yang” melalui gerak. Ketika gerak

Page 7: Agama Khonghucu/Ru Jiao sebagai agama dan filsafat

7

mencapai batasnya, lalu menjadi henti. Melalui henti Maha Besar menghasilkan “Yin”. Gerak dan

henti silih berganti, yang satu menjadi akar yang lain.

Chou Tun Yi tidak mengatakan dengan jelas, apakah Maha Besar hanya satu-satunya sumber

segala keterjadian dan apakah Maha Besar juga mengalami perubahan. Beliau hanya menerangkan

pergantian antara “Yin dan Yang” membangkitkan Lima Unsur, yang merupakan perantara

perubahan daripada hakikat kebendaan. Interaksi antara Lima Unsur menghasilkan segala sesuatu di

dunia ini. Beliau tidak menerangkan mengapa harus terdapat Maha Besar, melainkan hanya

mengulang-ulangi bahwa Maha Besar juga Tanpa Akhir.

Cu Hsi-lah yang menjelaskan beberapa masalah ini dengan menggunakan metode

penyangkalan yang telah menjadi ciri metafisika Tiongkok. Beliau menafsirkan gagasan Chou Tun

Yi dengan berkata : “Maha Besar tidak mempunyai batas ruang atau bentuk badaniah”. Tiada

tempat yang di dalamnya Maha Besar dapat ditempatkan. Bila Maha Besar dianggap berada di

dalam keadaan sebelum gerak, tiada sesuatu kecuali henti. Gerak adalah gerak Maha Besar dan

henti adalah HentiNya, walaupun gerak dan henti sendiri bukanlah Maha Besar. Karenanya Chou

berbicara tentang Maha Besar sebagai Tanpa Akhir/Tanpa Batas.”

Menurut Chou Tun Yi dan Cu Hsi, sumber dan azas, ada dan keterjadian, juga merupakan

sumber dan azas segala kebajikan susila. Bagi Cu Hsi khususnya, azas ini imanen dan transenden;

hadir di dalam keseluruhan semesta alam, dan juga berada dalam setiap makhluk. Pemikiran yang

berbeda datang dari seorang yang bernama Lu Chiu Yuan. Jika Cu Hsi mulai dengan dunia, dan

kemudian membincangkan Kemutlakan sebagai hadir di dalam kedua-duanya, dunia dan diri

sendiri, Liu Chiu Yuan mulai dengan diri sendiri, sampai pada kenyataan mutlak. Gagasan Cu Hsi

kemudian dikenal dengan Mazhab Azas sedangkan gagasan Liu Chiu Yuan dikenal dengan Mazhab

Pikiran.

Bagi Liu Chiu Yuan, konsep Azas (li) dalam gagasan Cu Hsi merupakan Pikiran itu sendiri.

Pewaris pemikiran Liu Chiu Yuan, Wang Yang Ming melanjutkan dan mendalami Azas Metafisika

ini. Beliau juga bicara tentang Pikiran sebagai yang menjelaskan kedua arti, alam semesta dan

manusia. Beliau menyamakan Pikiran tidak hanya dengan Azas (li), tetapi juga dengan Watak

(Hsing). Wang Yang Ming, mengambil langkah lebih jauh dari pendahulunya. Beliau memasuki

Pikiran lebih dalam dan menemukan di sana peringkat-peringkat kemendalaman arti dan kehadiran.

Zat asli Pikiran adalah Azas Ilahi. Sedianya itu tidak pernah berselisih dengan Azas. Inilah

diri sendiri sejati. Diri sendiri sejati ini adalah majikan tubuh jasmaniah. Dengannya, seseorang

hidup dan tanpa dia ia meninggal. Maka, demi kesehatan badan jasmaniah, seseorang harus

memelihara baik-baik diri sendiri sejati dan senantiasa memelihara keutuhan Zat Aslinya. Saat

seseorang melepaskan diri dari keakuannya dan menyingkirkan kepentingan diri sendiri, maka ia

akan menemukan inti terdalam adanya. Saat keadaan tersebut tercapai, wataknya akan berubah

Page 8: Agama Khonghucu/Ru Jiao sebagai agama dan filsafat

8

menjadi jujur terhadap diri sendiri dan alam semesta tempat ia hidup. Ia mengikuti jalan alami yang

akan mengantar ke perwujudan kebajikan yang sempurna, yaitu perwujudan terbaik Kemutlakan di

dalam dirinya.

Dalam gagasan Wang Yang Ming, Kemutlakan hadir dalam Pikiran manusia. Beliau

berbicara tentang pemeliharaan bathin yang mungkin tertimbun menjadi pengalaman pencerahan

yang pada hakikatnya adalah penemuan diri sendiri sejati. Pemikiran Wang Yang Ming ini telah

mendahului gagasan pemikir Barat di era modern seperti Meister Eckhart, Schelling, dan Hegel.

Tanggapan

Filsafat Barat membedakan dengan tegas antara nalar dan bathin sedangkan filsafat Timur

tidak demikian. Dalam pemikiran barat, nalar dan bathin adalah sesuatu yang terpisah dan bertolak

belakang. Dalam pemikiran Timur, nalar dan bathin saling berkomplementer (Konsep Yin Yang)

sehingga mempunyai hubungan satu sama lain. Secara keseluruhan, filsafat Barat dan Timur gagal

dalam memberikan penjelasan yang memadai tentang Tuhan. Saat Tuhan dipahami dengan sisi

nalar lebih dominan dari bathin itulah dinamakan filsafat, sedangkan saat Tuhan dipahami dengan

sisi bathin yang lebih dominan dari nalar itulah dinamakan Agama.

Bagi penulis, nalar mempunyai batasan sedangkan bathin tidak terbatas. Untuk memahami

Tuhan yang tidak terbatas maka lebih baik jika digunakan bathin. Di sini penulis tidak bermaksud

untuk mengecilkan peran nalar. Bagi penulis, nalar hanya bisa menjelaskan sampai suatu titik dan

untuk dapat maju lebih lanjut maka harus digunakan bathin. Bagi penulis, nalar dan bathin bukanlah

suatu kesatuan tetapi merupakan dua hal yang memang berbeda.

Dalam pemahaman konsep Yin Yang dikatakan bahwa Yin Yang adalah suatu hal yang

berlawanan tetapi juga merupakan dialektika komplementer (saling melengkapi). Yin bukanlah

Yang dan Yang bukanlah Yin, tetapi Yin Yang saling membantu dalam mencapai keharmonisan.

Keharmonisan bukanlah suatu keadaan yang sama rata (50% : 50%). Analaogi Yin Yang dapat

membantu untuk menjelaskan tentang hal nalar dan bathin. Nalar dapat membantu bathin untuk

menjelaskan sampai suatu titik sedangkan bathin dapat digunakan untuk mendukung nalar dalam

kapasitas tertentu. Untuk memahami Tuhan, bathin harus lebih dominan dari nalar.

Bila manusia berpikir dengan nalar yang lebih dominan dari bathin apalagi yang hanya

menggunakan nalarnya, maka Tuhan akan nampak “sangat jauh”. Tetapi jika ia melihat melalui

gejala-gejala dan pengalaman beragama, maka Tuhan akan nampak “sangat dekat”. Penulis

mengambil kesimpulan akhir bahwa :

Tuhan/TIAN hanya bisa dilihat secara rohani oleh orang yang percaya bahwa

Tuhan/TIAN itu ada. Keberadaan Tuhan secara menyeluruh hanya bisa dipahami oleh orang

yang bersedia menerima dengan bathinnya secara ikhlas dan tulus. Hal tersebut tidak bisa

Page 9: Agama Khonghucu/Ru Jiao sebagai agama dan filsafat

9

dipikirkan untuk dicari faktanya dan juga bukan untuk didebat melainkan untuk segera

dilaksanakan.

Untuk memahami Tuhan/TIAN secara rohani, maka manusia membutuhkan agama. Baik disadari

atau tidak, manusia selalu terdorong menuju ke arah agama. Manusia sampai sedalam-dalamnya

dikenai oleh agama. Dalam agama, manusia membuka seluruh dirinya dan terdapat penyerahan

menyeluruh tanpa pengecualian. Dalam iman Ru Jiao, hidup manusia merupakan keluhuran dan

cahaya ilahi Tuhan sedangkan agama merupakan pusat dan tujuan seluruh hidup. Oleh karena itu,

dengan beragama manusia telah memenuhi kodratnya.

III. Agama

Karena agama merupakan sesuatu yang sangat penting maka kita harus memahami terlebih

dahulu makna kata agama untuk dapat beragama dengan baik. Terdapat berbagai macam definisi

agama di dunia dan tidak semuanya memiliki kesamaan. Pada sub bab ini, penulis akan membahas

berbagai macam sudut pandang untuk mendefiniskan kata agama.

III.1. Definisi Agama Ditinjau dari Bahasa Ibu [1], [2]

Kata "agama" berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu āgama yang berarti "tradisi". Sedangkan

kata lain untuk menyatakan konsep ini adalah religi yang berasal dari bahasa Latin, yaitu religio dan

berakar pada kata kerja re-ligare yang berarti "mengikat kembali". Maksudnya dengan berreligi,

seseorang mengikat dirinya kepada Tuhan. Agama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah

sistem/ajaran yg mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadahan kepada Tuhan serta tata

kaidah yang berhubungan dengan hubungan manusia dan manusia serta manusia dengan

lingkungannya.

III.2. Definisi Agama Ditinjau dari Teodisi dan Teologi [4]

Teodisi (setelah di-Indonesiakan) berasal dari huruf Yunani, yaitu : Theo = Tuhan dan Dike

= pertimbangan, yang artinya adalah ilmu yang mempelajari Tuhan dari segi pertimbangan/nalar.

Teologi (setelah di-Indonesiakan) berasal dari huruf Yunani, yaitu : Theo = Tuhan dan Logos =

ilmu, yang artinya adalah ilmu ketuhanan (Tuhan ditinjau dari sudut Kitab Suci). Beda antara

Teodisi dan Teologi terletak pada sudut peninjauan hakikat.

Proses membedakan suatu ilmu pengetahuan dari ilmu pengetahuan yang lain melalui

pembedaan sudut peninjauan (objek formil) dari hakikat yang ditinjau (objek materiil) yang hingga

sampai saat ini masih diterapkan adalah hasil karya Santo Thomas Aquino (1225-1274).

Berdasarkan metodologi ini, dua ilmu pengetahuan bisa mempunyai objek materill yang sama

Page 10: Agama Khonghucu/Ru Jiao sebagai agama dan filsafat

10

(Tuhan) tetapi objek formilnya berbeda sehingga dihasilkan dua ilmu pengetahuan yang berbeda

(Teodisi dan Teologi).

Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa dasar pemikiran Barat adalah penalaran yang

pengejawantahannya adalah analisa/pemilahan. Sedangkan pemikiran Timur adalah intuisi yang

pengejawantahannya adalah pertautan/konkatenasi (pada sederetan perkaitan).

Jika kita menggunakan sudut pandang pemikiran Timur maka didapatkan bahwa filsafat

adalah agama, agama adalah filsafat. Tetapi jika kita menggunakan pemikiran Barat dengan

menggunakan metodologi di atas untuk memisahkan “Filsafat Timur dari Agama Timur” agar

berdiri sendiri - sendiri maka juga dapat dijelaskan. Prof.Dr. Wing-tsit Chan menulis dua buku

mengenai hal ini : A Source Book in Chinese Philosophy dan The Great Asian Religions.

Prof.Dr. Wing-tsit Chan meninjau kitab-kitab Konfusian (objek materiil sama) dari sudut

pandang yang berbeda (yang satu filsafat dan yang satu agama). Karya beliau di atas sudah

menyediakan penyelesaian atas masalah ini. Jadi kalau ditanya sekali lagi apakah Khonghucu itu

agama atau filsafat, jawabannya adalah semuanya. Tergantung sudut pandang yang digunakan.

Khonghucu sebagai agama bahkan lebih mewujud dan nyata dari agama yang lain karena telah

menjadi “The Way of Life” umatnya yang dilakukan secara spontan walaupun dengan tidak sadar.

Tanggapan

Penulis tidak sependapat dengan pendapat bahwa filsafat adalah agama, agama adalah

filsafat. Lebih tepat dikatakan bahwa filsafat didasari oleh agama dan dalam agama terkandung

unsur filsafat (Kita tidak dapat mengatakan bahwa Yin adalah Yang dan Yang adalah Yin). Jadi

penulis ingin mengajak para pembaca untuk memikirkan kembali persoalan ini karena interpretasi

kita tentang agama akan mempengaruhi bagaimana kita akan beragama.

III.3. Definisi Agama Ditinjau Sebagai Syarat Umum Suatu Agama [4]

Secara umum masyarakat memandang bahwa suatu agama pantas disebut sebagai suatu

agama bila mempunyai hal - hal sebagai berikut :

a. Mengenal Tuhan

b. Mempunyai Nabi, Kitab Suci dan Wahyu Tuhan

c. Mempunyai tata ibadah dan umat

d. Menjelaskan tentang hal-hal yang bersifat metafisik

Dalam sejarah perkembangan Ru Jiao dimulai dari Nabi Fu Xi sampai Nabi Kong Zi hingga

sekarang selalu menegaskan tentang adanya TIAN (Tuhan Yang Maha Esa). Dalam percakapan

sehari-hari Nabi-Nabi tersebut ditemukan banyak sebutan tentang TIAN yang tercatat dalam Kitab

Si Shu dan Wu Jing. Sebagian Nabi juga menerima wahyu dari TIAN yang akhirnya disempurnakan

Page 11: Agama Khonghucu/Ru Jiao sebagai agama dan filsafat

11

oleh Nabi Kong Zi sehingga Ru Jiao menjadi Agama yang utuh dan lengkap. Dari jaman Nabi-Nabi

sebelum Nabi Kong Zi sudah ditetapkan tentang tata ibadah yang sampai sekarang masih banyak

dilakukan oleh umat Ru Jiao dan bahkan oleh umat yang bukan umat Ru.

Banyak orang yang salah kaprah mengatakan bahwa Nabi Kong Zi hanya mengajarkan

tentang kemanusiaan tetapi tidak terhadap agama karena beliau jarang membicarakan nasib, hakikat

rohaniah, jalan suci TIAN dan menyingkiri pertanyaan-pertanyaan tentang pengabdian terhadap

badan halus dan tentang kematian. Tetapi jangan dilupakan bahwa Nabi Kong Zi mengagungkan

TIAN, percaya akan firman TIAN, yakin bahwa karyaNya dan perkembangan kebudayaan

tergantung pada TIAN.

Tidak terdapat pertentangan dalam diri Nabi Kong Zi. Percakapan Beliau terutama

menyangkut watak manusia dan hubungan masyarakat, tetapi Beliau tidak pernah lupa bahwa

segala perbincangan harus berakarkan pada TIAN. Pada hakikatnya, Beliau adalah seorang yang

sangat beragama. Lebih dari itu, Beliau telah menumbuhkan gagasan agama dan kepercayaan akan

peringkat yang jauh lebih tinggi dari manusia.

Dengan adanya Nabi Kong Zi, kepercayaan akan Tuhan Yang Maha Esa mengalami

perubahan besar. Tuhan YME tidak lagi berbentuk manusia, karenanya Beliau tidak berbicara

dalam Sabda Suci istilah - istilah : “Ti” dan “Shang Ti” yang arti asalnya adalah “Raja” dan “Raja

Yang Maha Tinggi” yang bersifat manusia. Sebaliknya, istilah TIAN yang berwatak lebih tinggi

daripada segala sesuatu diterapkan.

Tentang ming (nasib, takdir, firman atau Titah TIAN) banyak orang mengatakan bahwa Nabi

Kong Zi jarang membicarakannya, tetapi sesungguhnya Beliau malah berkali-kali membicarkannya.

Bagi Nabi Kong Zi hidup dan mati diluar kuasa manusia, sebab hidup dan mati merupakan takdir

dan nasib. Tetapi Firman TIAN bukanlah perintah yang tidak dapat dipahami, yang berasal dari

kekuatan yang tidak dapat diperkirakan. Firman TIAN adalah hukum susila yang bernalar dan jelas.

Oleh karena itu beliau bersabda bahwa “Usia 50 tahun telah mengerti akan Firman TIAN” dan

bahwa “Seorang Jun Zi takut dan patuh terhadap Firman TIAN”. Maksud beliau adalah seorang Jun

Zi mengetahui apa tuntutan dan tatanan susila serta bertindak sesuai dengan tuntutan dan tatanan

tersebut.

Tentang roh-roh halus, penjelasan Nabi Kong Zi sangat berbeda dibandingkan dengan

pendapat angkatan sebelumNya. Beliau tidak menolak adanya roh-roh halus, tetapi Beliau

cenderung untuk tidak membicarakannya sebab Beliau tidak menghendaki banyak orang

bergantung pada roh-roh halus dalam menyelesaikan masalah. Nenek moyang harus dihormati

selama hidup, tetapi sesudah meninggal hormat merupakan pengutaraan laku bakti yang sempurna,

bukannya merupakan sarana dalam memperoleh berkah. Hal inilah yang sering dibingungkan

banyak orang “… menghormati roh - roh tetapi dari jauh (tidak mengikatkan diri)”.

Page 12: Agama Khonghucu/Ru Jiao sebagai agama dan filsafat

12

III.4. Definisi Agama Ditinjau dari Definisi Huruf Han Zi [5], [6]

Di Tiongkok, padanan kata yang mendekati kata agama adalah : Jiao

教 孝 +文 Jiao Xiao Wen

(Agama) (Bakti) (Sastra / Pendidikan)

Semua agama di Tiongkok disebut dengan Jiao (Ru Jiao, Tao Jiao, Hue Jiao, Ci Tu Jiao,

dll). Huruf Jiao terdiri dari dua huruf yaitu : Xiao yang artinya bakti dan Wen yang artinya

sastra/pendidikan. Jika diartikan secara bebas menjadi pendidikan tentang berbakti.

Dari kitab Xiao Jing BAB 1 Ayat 4 dikatakan bahwa laku bakti adalah pokok kebajikan dan

daripadanya ajaran Agama berkembang. Berikutnya dari Kitab Xiao Jing BAB 7 Ayat 2 dikatakan :

Nabi bersabda, “Sesungguhnya, laku bakti itu ialah hukum suci TIAN, kebenaran daripada bumi,

dan yang (wajib) menjadi perilaku rakyat”. Hukum suci TIAN dan bumi itulah yang menjadi suri

tauladan rakyat.

Secara bahasa kitab Jiao didefinisikan sebagai pendidikan laku bakti yang mencakup

hubungan timbal balik antara manusia dengan TIAN, manusia dengan bumi (alam), dan manusia

dengan sesamanya.

儒 亻-人 + 需 Ru Ren Xu

Sedangkan huruf Ru terdiri dari dua huruf yaitu : Ren (manusia) dan Xu (perlu). Jadi Agama

Khonghucu atau Ru Jiao jika diartikan secara huruf Han Zi berarti : Ajaran yang diperlukan

manusia untuk berlaku bakti yang mencakup hubungan timbal balik antara manusia dengan TIAN,

manusia dengan bumi (alam), dan manusia dengan sesamanya.

III.5. Pemahaman Ru Jiao dari Pemikir Timur [7]

Penulis sengaja menampilkan sebuah makalah yang ditulis oleh pemikir Timur yang

beriman bukan Ru yang memahami Ru Jiao sebagai agama untuk pembanding. Penulis hanya

mengambil beberapa bagian dari makalah pemikir tersebut yang penulis anggap penting untuk

pemahaman Ru Jiao sebagai agama.

China mempunyai sejarah yang panjang dan mulia tiada tandingannya. Ketika sejarah

mereka dimulai, watak, sifat, dan lembaga-lembaga di China telah mapan. Mereka telah berbudaya,

dan telah mempunyai agama yang terorganisir, tetapi tak seorang pun yang dapat menceritakannya.

Petikan-petikan kuno yang terdapat dalam Shi Ching (Buku Sajak Pujian) dan Shu Ching (Buku

Page 13: Agama Khonghucu/Ru Jiao sebagai agama dan filsafat

13

Sejarah) memberi kesan bahwa orang China purba adalah monoteis. Nama-nama yang diberikan

mereka kepada Tuhan Yang Esa adalah Shangti (Yang Maha Kuasa) dan Tien (Langit). Mereka

tidak mempunyai berhala.

Sekitar abad keenam sebelum Masehi tampak ada keadaan tanpa hukum yang besar

pengaruhnya di China. Baik kehidupan politik, maupun keagamaan menjadi rusak dan merosot dari

kemuliannya yang semula. Peradaban besar yang ditegakkan di China oleh penguasa dinasti Chou

hanya tinggal bayangan saja. Dalam keadaan semacam inilah, dua agama China yang besar, yakni

Khonghucu dan Tao lahir. Dari segenap agama-agama di China, maka Khonghucu telah

meninggalkan kesan yang kuat dalam kehidupan dan kebudayaan China.

Agama Khonghucu dan Tao saling melengkapi satu sama lainnya. Keduanya menekankan

dua segi agama yang berbeda, namun sama-sama penting. Khonghucu menekankan segi

kemasyarakatan, dan kepentingan utamanya adalah menegakkan suatu tata sosial yang adil di mana

tidak ada kejahatan dan penindasan serta setiap orang melaksanakan kewajibannya dalam

keserasian dengan rencana Tuhan. Di pihak lain, Lao Tzu menekankan aspek perseorangan dan

bersangkut paut dengan penemuan dan penguraian Jalan Tuhan serta cara-cara jiwa pribadi yang

akan membimbingnya agar dapat menemukan kedamaian abadi dalam bersatu dengan Tuhannya.

Jika Khonghucu manusia praktis, maka Lao Tzu seorang mistis.

Khonghucu percaya bahwa dunia ini dibangun berdasarkan landasan moral. Bilamana

manusia dan negara menjadi rusak akhlaknya, maka tata-susunan alam akan terganggu. Akan ada

bencana peperangan, banjir, gempa bumi, paceklik yang panjang, dan wabah penyakit. “Jadi”, tulis

Alfred Doeblin, “berlawanan dengan arus pemikiran kita yang materialistis dan menjadikan manusia

itu objek tak berdaya dalam mengadapi arus peristiwa yang bebas serta tanpa arti, maka tingkah

laku kita itu dapat mempengaruhi dan sesungguhnya telah mempengaruhi peristiwa-peristiwa dunia,

karena kita ini memiliki kekuatan rohani yang mempengaruhi kekuatan rohani dunia, dan suatu

pilihan nasib manusia yang tidak tergantung kepada Langit itu tidak mungkin, seperti tidak

mungkinnya alur peristiwa di dunia ini tidak tergantung kepada manusia. Kesengsaraan, kegagalan

peristiwa-peristiwa yang mengerikan adalah jeritan peringatan dunia yang menderita, yang menjerit

menyeru manusia untuk mengembalikan tata susunan dan kembali ke jalan yang benar. Jadi

Khonghucu dan ajaran orthodoksnya meningkatkan pengertian kita. Kita mengembangkan suatu

kewajiban yang mendalam agar bertindak wajar dan tidak ditujukan untuk takut hukuman.

Khonghucu mendakwahkan “ Pada usia 50 tahun saya menerima risalah Tuhan”. Maka pada

tahun 497 sM dengan segera ia mengikuti panggilan Ilahi, dan selama empat belas tahun bersama

sekelompok kecil muridnya yang berbakti, dia pergi dari satu tempat ke tempat lain, seringkali

dalam ancaman bahaya maut, diremehkan, dan kesengsaraan.

Page 14: Agama Khonghucu/Ru Jiao sebagai agama dan filsafat

14

Khonghucu menghindarkan diskusi mengenai hal-hal yang metafisik dan abstrak. Seorang

muridnya, Chung Yun, suatu kali bertanya kepada Tuannya tentang roh. Khonghucu menjawab:

“Bilamana engkau tidak dapat mengenal manusia, bagaimana engkau dapat mengenal roh?” Ketika

beliau ditanya mengenai kematian, jawabnya: “Bilamana engkau tidak mengenal kehidupan,

bagaimana engkau bisa mengetahui kematian?” Juga dikatakan tentang beliau: “Tuan tidak pernah

berbicara tentang hal-hal yang menyimpang dari hukum, adu kekuatan, pemberontakan, atau pun

dewa-dewa”. Meskipun demikian, tidak dapat disangsikan lagi akan kenyataan bahwa Khonghucu

percaya kepada Tuhan dan seorang yang ketat bertauhid. Beliau mendakwahkan bahwa Kehendak

Tuhan telah diwahyukan kepadanya adalah missinya agar kehendak Nya itu unggul di muka bumi.

Di sini ada beberapa kata ucapannya: “Dia yang menyakitkan Tuhan, maka tiada satu pun yang

dapat menerima doanya” (Analects, 3:13). “Ada tiga perkara yang harus ditakuti oleh seorang yang

mulia: perintah-perintah Tuhan, alim ulama, dan kata-kata hikmah orang dahulu. Orang picik

adalah orang yang tidak tahu menahu akan perintah Tuhan, tidak merasa takut pada Nya, tidak

menghormati alim-ulama, mengejek kata-kata hikmah orang dahulu. “ (Analects, 16:8)

“Tuhan telah menugaskan kepada saya suatu risalah Ketuhanan. Apa yang dapat dilakukan

oleh Huan T’uei kepadaku?” (Analects, 7:23) “Bila sudah menjadi Kehendak Tuhan, bahwa sistem

Ilahi diabaikan, maka anak cucu kita tidak akan mendapat lagi bagian dari ilmu keimanan ini.

Tetapi dengan Kehendak Tuhan, sistem ini tidak tersia-sia, apakah yang dapat dilakukan orang-

orang Kuang terhadapku.” (Analects, 9:5)

Khonghucu menaruh penghargaan yang tinggi kepada umat manusia, percaya bahwa

manusia itu dianugrahi suatu Cahaya Ilahi. Beliau berkata: “Manusia yang membuat tata susunan ini

besar, dan bukan sistemnya yang membuat manusia itu besar.” (Analects, 15:29). Dia percaya

bahwa manusia itu fitrahnya baik dan akan kembali kepada kemuliaan bila suatu contoh teladan

ditegakkan oleh atasan atau golongan penguasa. Khonghucu membela manusia, bahkan seekor

binatang ataupun makhluk hina dianggap baik dalam fitrahnya, dan sangat cemas kalau mereka

dibinasakan. Beliau percaya bahwa manusia itu tidak memerlukan juru selamat yang secara

mukjizat akan menghapus dosa.

Ajaran Khonghucu berkembang dan menyebar tidak lama setelah wafatnya. Sehabis berduka

cita atas kematian Tuannya, maka para murid itu mulai memencar dan berkelana sendiri-sendiri

untuk membawakan karya-karya serta mengembangkan risalah-risalah Nya. Meskipun para murid

itu semuanya menghormati kata-kata Tuan mereka, adalah wajar bila masing-masing menekankan

aspek-aspek tertentu dari ajaran Khonghucu tersebut. Dengan berlalunya waktu, perbedaan-

perbeaan itu semakin melebar segera setelah mereka mengembangkan sistem berfikir masing-

masing untuk menyelaraskan dengan kepentingan dan keyakinan mereka masing-masing.

Page 15: Agama Khonghucu/Ru Jiao sebagai agama dan filsafat

15

Akibatnya, menurut sebuah sumber tidak kurang dari delapan aliran yang berbeda dari agama

Khonghucu telah timbul.

Yang paling penting dari aliran-aliran ini berasal dari penuturan ajaran Khonghucu dari

Tseng Ts’an, cabang mata tombak yang paling tulus dalam menekankan pemupukan akhlak dari

pada ketelitian upacara agama sebagai dasar dan cita-cita manusia. Dia adalah pengarang beberapa

buku yang terkenal, termasuk Classic of Filial Piety dan Great Learning. Cendikiawan besar

lainnya dari aliran ini adalah cucu Khonghucu, Tzu-ssu (Kung Chieh). Dia adalah penulis salah satu

dari kitab suci Khonghucu, the Doctrine of the Mean. Ini terdiri dari kumpulan kata-kata

Khonghucu bersama-sama dengan penafsiran Tzu-ssu tentang hal yang sama. Tafsir itu menjadi

sangat indah pada akhir karyanya, yakni ketika dia memperbincangkan tentang realitas Tuhan

(cheng) dan kesejatian manusia: “Adalah jalan Tuhan yang merupakan kenyataan itu. Adalah jalan

manusia untuk mencapai kenyataan itu. Mengikuti kenyataan berarti memikul pengertian tanpa

usaha, memilikinya tanpa melatih fikiran, dan memusatkan diri pada jalan dengan kebahagian yang

wajar, ini adalah kisah zaman dahulu. Untuk mencapai realitas Tuhan haruslah memiliki kebajikan

dan berpegang teguh padanya. Ini melibatkan pengkajian mendalam mengenai apa yang benar,

bertanya-tanya secara luas tentang hal itu, merenungkan hal itu dengan hati-hati, membuatnya

terang melalui tantangan, dan dengan tekun menjalankannya melalui praktik.” Khususnya buku itu

menekankan „kesejatian umat manusia dan ketulusan dalam bertindak‟, dan kemampuan untuk

merombak serta menyerahkan perkembangan sepenuhnya pada fitrah manusia.

III.6. Keberadaan Surga dan Neraka Dalam Ru Jiao [8], [9], [10], [11]

Keberadaan Surga dan Neraka merupakan permasalahan klasik yang sampai sekarang masih

tidak jelas bagi kebanyakan orang. Dalam makalah ini penulis merasa perlu untuk menjelaskan

permasalahan Surga dan Neraka ini. Bagi mayoritas umat Ru, hal tentang Surga dan Neraka

merupakan sesuatu yang tabu untuk dibahas. Banyak umat Ru dari semua kalangan yang

enggan/belum bersedia/menghindari untuk membahas masalah ini.

Bagi kalangan umat agama lain yang mempercayai bahwa Surga dan Neraka itu ada,

seringkali mereka mengatakan bahwa Ru Jiao bukan agama karena tidak membahas Surga dan

Neraka. Mereka seringkali mengatakan bahwa Ru Jiao hanya sebuah filsafat moral yang membahas

kehidupan saja. Hal tersebut mereka dasarkan dari tidak ditemukannya kalimat Surga dan Neraka

dari Kitab Suci Ru Jiao (hal ini juga terjadi di kalangan Ru sendiri). Dalam menanggapi hal

tersebut, penulis perlu untuk mengubah sudut pandang mereka dalam mengambil kesimpulan :

1. Keberadaan Surga dan Neraka tidak bisa dijadikan syarat untuk memvalidasi bahwa suatu

agama adalah agama.

Page 16: Agama Khonghucu/Ru Jiao sebagai agama dan filsafat

16

2. Tidak adanya kalimat Surga dan Neraka dalam Kitab Suci Ru Jiao bukan berarti memang

Surga dan Neraka tidak ada. Kita tidak bisa mengatakan bahwa karena di Kitab Suci Ru Jiao

tidak ada kalimat mengenai Nabi agama lain maka Nabi agama lain tidak ada.

3. Untuk memahami keberadaan Surga dan Neraka ini tidak bisa digunakan proses pembuktian

dengan menggunakan nalar/logika seperti pada ilmu empiris. Untuk memahami keberadaan

Surga dan Neraka dibutuhkan kematangan rohani/spiritual.

Prof. Dr. Lee T. Oei (seorang cendekiawan Ru Jiao dari Indonesia) dalam bukunya yang

berjudul “Perihal Dosa dan Neraka Menurut Iman dan Fikiran Konfuciani” menjelaskan

keberadaan Surga dan Neraka dengan bantuan Kitab dari luar Ru Jiao. Penulis juga pernah

mengikuti jejak beliau untuk mencari informasi tentang Surga dan Neraka dari Kitab dari luar Ru

Jiao. Hasil yang diperoleh tetaplah tidak memuaskan karena masih banyak hal yang tidak terjawab

dengan nalar/logika penulis. Penulis juga berusaha untuk mencari informasi tentang keberadaan

surga dan neraka dengan bertanya pada berbagai kalangan, memahami makna ayat-ayat dalam

Kitab Suci Ru Jiao secara bathin, dan melakukan Cing Coo. Akhirnya penulis mendapatkan

kesimpulan bahwa :

1. Untuk mengetahui keberadaan Surga dan Neraka “tidak harus” manusia mengalami pergi ke

tempat tersebut terlebih dahulu.

2. Surga dan Neraka benar-benar ADA.

3. Surga dan Neraka dalam iman Ru ada dua macam yaitu :

a) Saat manusia masih hidup di dunia dimana Surga adalah keadaan di dunia saat manusia

hidup mengikuti Watak Sejati sedangkan neraka adalah keadaan di dunia saat manusia hidup

mengikuti Xi, Nu, Ay, Luo.

b) Saat manusia meninggal dimana Surga adalah tempat yang disediakan TIAN untuk manusia

yang Watak Sejatinya lebih dominan daripada Xi, Nu, Ay, Luo saat hidup di dunia. Neraka

adalah tempat yang disediakan TIAN untuk manusia yang Xi, Nu, Ay, Luo-nya lebih

dominan daripada Watak Sejatinya saat hidup di dunia.

Untuk memahami tentang Surga dan Neraka marilah kita membahas tentang Qi, Shen, Gui, dan Po

terlebih dahulu. Dari Kitab Li Ji dikatakan bahwa :

Qi (Semangat) itulah wujud berkembangnya Shen (Roh), Po (Jasad) itulah wujud berkembangnya

Gui. Berpadu harmonisnya Gui dan Shen itulah tujuan tertinggi agama. Semua yang dilahirkan pasti

mengalami kematian. Yang mati, pasti pulang ke tanah; Inilah yang berkaitan dengan Gui. Tulang

dan daging melapuk di bawah. Yang bersifat Yin (-) itu raib menjadi tanah dipadang belantara.

Tetapi Qi berkembang memancar di atas, cerah gemilang; Inilah sari daripada beratus zat

perwujudan daripada Shen.

(LI JI XXI Ji Yi II. 1)

Page 17: Agama Khonghucu/Ru Jiao sebagai agama dan filsafat

17

Dari ayat kitab Li Ji di atas dapat kita tarik kesimpulan bahwa saat manusia berakhir hidupnya :

1. Qi yang berunsur [++] naik ke atas mengikuti asap dupa menuju ke haribaan kebajikan TIAN.

Qi merupakan warisan sifat TIAN yang Yuan, Heng, Li, Zhen kepada manusia berupa Ren, Yi,

Li, Zhi.

2. Po yang berunsur [--] bersatu dengan tanah/bumi.

3. Gui [+-] dan Shen [-+] terdiri dari dua unsur, yaitu :

a) Ren, Yi, Li, Zhi yang merupakan unsur (+)

b) Xi, Nu, Ay, Luo yang merupakan sifat (–)

Gui mempunyai bobot unsur (+) sama besar dengan unsur (–) sedangkan Shen mempunyai

bobot unsur (+) lebih besar daripada unsur (-).

4. Shen yang berunsur [-+] ikut Qi naik menuju keharibaan kebajikan TIAN.

5. Gui yang berunsur [+-] mengembara di dunia karena tidak diterima di dalam kebajikan TIAN.

Gui inilah arwah yang menampakkan diri di depan orang yang masih hidup. Setelah selesai

mengembara, maka Gui akan bersatu dengan Shen untuk mempertanggungjawabkan

perbuatannya di neraka. Setelah selesai mempertanggungjawabkan perilaku negatifnya, mereka

dilahirkan kembali ke dunia secara terpisah untuk belajar hidup benar di dunia.

6. Tujuan agama adalah untuk membantu manusia mencapai keharmonisan antara Gui dan Shen

agar dapat tercapai “Puncak Baik” sehingga dapat diterima dalam kebajikan TIAN.

Dengan menengadah memeriksa kecemerlangan tanda-tanda di langit; menunduk memeriksa

hukum-hukum dan hal-hal yang berkaitan dengan Bumi; maka Nabi memahami sebab daripada

gelap dan terang, melacak asal-muasal dan akhir-pulangnya. Maka, dipahami tentang mati dan

hidup; betapa sari dan semangat menjadikan benda/makhluk dan bagaimana mengembaranya arwah

(Gui) menjadikan perubahan. Demikianlah diketahui bagaimana sifat-hakikat daripada Nyawa dan

Rokh.

(Yi Jing BABARAN AGUNG (A) IV : 21)

III.7. Definisi Agama Ditinjau dari Kitab Suci Agama Khonghucu [9], [10], [11], [12], [13]

Firman TIAN (Tuhan Yang Maha Esa) itulah dinamai Watak Sejati. Hidup mengikuti Watak

Sejati itulah dinamai menempuh Jalan Suci. Bimbingan menempuh Jalan Suci itulah dinamai

Agama.

Jalan Suci itu tidak boleh terpisah biar sekejappun. Yang boleh terpisah, itu bukan Jalan

Suci.

Page 18: Agama Khonghucu/Ru Jiao sebagai agama dan filsafat

18

Gembira, marah, sedih, senang sebelum timbul, dinamai Tengah; setelah timbul tetapi masih

tetap di dalam batas Tengah, dinamai Harmonis. Tengah itulah pokok besar daripada dunia

dan keharmonisan itulah cara menempuh Jalan Suci di dunia.

(Zhong Yong BAB UTAMA: 1,2,4)

Makna tafsir :

Manusia diciptakan oleh TIAN (Tuhan Yang Maha Esa) di dunia ini adalah oleh Firman TIAN.

Firman TIAN ini mewujud dalam aspek material dan spiritual. Aspek material meliputi jasmani

sedangkan aspek spiritual meliputi rohani. Firman TIAN yang mewujud sebagai rohani berupa

Watak Sejati yang merupakan warisan sifat-sifat TIAN kepada manusia. Manusia mempunyai sifat-

sifat TIAN, tetapi manusia itu sendiri bukan TIAN.

Dari Kitab Yi Jing diketahui bahwa sifat-sifat TIAN adalah Yuan, Heng, Li, Zhen diwariskan

pada manusia berupa sifat Ren, Yi, Li, Zhi. Semua manusia pasti mempunyai ke-empat sifat

tersebut yang akan menjadi daya hidup rohani manusia. Selain daya hidup rohani, manusia juga

mempunyai daya hidup jasmani berupa perasaan gembira, marah, sedih, dan senang. Jika tidak

dikendalikan, maka daya hidup jasmani dapat membuat manusia lupa akan Watak Sejatinya. Untuk

itulah diperlukan suatu bimbingan agar kita sebagai manusia dapat selalu di dalam Jalan Suci/hidup

mengikuti Watak Sejati.

Daya hidup jasmani yang berupa perasaan gembira, marah, sedih, dan senang haruslah

dikendalikan dengan daya hidup rohani/Watak Sejati berupa sifat Ren, Yi, Li, Zhi. Jika manusia

dapat mengendalikan daya hidup jasmani dengan daya hidup rohani maka akan tercapai

keharmonisan. Keharmonisan inilah yang merupakan jalan suci manusia (Ren Dao).

Adapun Jalan Suci yang dibawakan Ajaran Besar (Da Xue) ini, ialah: menggemilangkan

Kebajikan Yang Bercahaya (Ming De), mengasihi rakyat, dan berhenti pada Puncak

Kebaikan.

(Da Xue BAB UTAMA: 1)

Makna tafsir :

Jika di dalam kehidupannya, manusia senantiasa sungguh-sungguh berprilaku sabar, ikhlas, dan

banyak bersyukur atas rahmat TIAN maka dia telah menggemilangkan kebajikan yang bercahaya.

Oleh karena manusia dengan kesungguhan hati menjalani kehidupannya sesuai dengan watak sejati

maka dia sudah bersatu di dalam kebajikan TIAN. Saat manusia telah berhasil “bersatu” dengan

TIAN, disinilah manusia telah mencapai “puncak baik”. Pencapaian “puncak baik” ini adalah

Page 19: Agama Khonghucu/Ru Jiao sebagai agama dan filsafat

19

Firman (TIAN MING). Saat manusia di dalam penghidupannya selalu mengikuti Watak Sejati maka

sudah berada di Jalan Sucinya (Ren Dao)

Nabi bersabda, Adapun sebabnya Jalan Suci itu tidak terlaksana, Aku sudah mengetahui:

Yang pandai melampaui, sedang yang bodoh tidak dapat mencapai. Adapun sebabnya Jalan

Suci itu tidak dapat disadari jelas - jelas, Aku sudah mengetahuinya: Yang bijaksana

melampaui, sedang yang tidak tahu tidak dapat mencapai.

(Zhong Yong BAB III: 1)

Makna tafsir :

Saat Nabi Kongzi ditanya oleh seseorang mengenai dua muridnya tentang tindakan mereka yang

kurang dan lebih, Nabi menjawab bahwa yang kurang dan yang lebih belum mencukupi syarat. Di

dalam menempuh Jalan Suci harus selalu di dalam batas tengah sehingga tercapai keadaan harmonis

tidak melanda. Orang pandai sering menganggap hal-hal yang mengarah ke Jalan Suci tidak patut

untuk dikaji, dipikirkan dan direnungkan sedangkan yang bodoh tidak berani untuk mengkaji dan

memikirkannya lebih lanjut atau bahkan memang tidak mampu.

Jalan Suci seorang Junzi dasarnya terdapat dalam hati tiap pria dan wanita, dan pada

puncaknya meliputi segenap Kenyataan yang dapat diteliti di manapun di antara langit dan

bumi.

Di dalam Kitab Sanjak tertulis, „Elang terbang meninggi langit, ikan menyelam menyusup

air‟, Kata - kata ini menunjukkan Kenyataan (Jalan Suci) itu dapat diteliti di atas maupun di

bawah.

(Zhong Yong BAB XI: 3,4)

Makna tafsir :

Setiap manusia mempunyai benih-benih Watak Sejati di dalam hatinya. Tugas kita sebagai manusia

adalah mengembangkan Watak Sejati. Untuk dapat mengembangkan Watak Sejati, maka manusia

harus mencukupkan pengetahuan dengan meneliti hakikat tiap perkara. Untuk meneliti hakikat tiap

perkara itu diperlukan kesadaran bathin. Jika manusia sudah dapat menggunakan bathinnya

sehingga tidak ada sesuatu yang tidak terang maka dia sudah dapat menyelami hati untuk mengenal

Watak Sejatinya. Jika manusia sudah bisa mengenal Watak Sejatinya barulah bisa

mengembangkanNya.

“Carilah maka engkau akan mendapatkan, sia-siakanlah maka engkau akan kehilangan. Carilah itu

di dalam dirimu.”

Page 20: Agama Khonghucu/Ru Jiao sebagai agama dan filsafat

20

Nabi bersabda, Jalan Suci itu tidak jauh dari manusia. Bila orang memaksudkan Jalan Suci

itu ialah hal yang menjauhi manusia, itu bukan Jalan Suci.

Di dalam Kitab Sanjak tertulis, „Buatlah tangkai kapak dengan kapak, contohnya tidak

jauh.‟ Dengan kapak mengapak tangkai kapak; bila dipandang selintas, nampak jauh juga.

Maka seorang Junzi dengan Kemanusiaan mengatur manusia, dan berhenti hanya setelah

dapat memperbaiki kesalahannya.

(Zhong Yong BAB XII: 1,2)

Makna tafsir:

Pada hakikatnya manusia membutuhkan manusia lain untuk dapat hidup. Manusia akan menyadari

keberadaannya jika ada keberadaan manusia lain. Kata “aku” akan menjadi berarti jika ada kata

“kamu”. Jalan Suci manusia itu akan menyempurnakan pemerintahan yang di dalamnya akan

mengatur manusia dengan kemanusiaan. Untuk dapat mengatur manusia maka manusia haruslah

dapat “mengenal manusia”. Untuk mengenal manusia maka manusia harus mengenal TIAN terlebih

dahulu.

Iman itulah Jalan Suci Tuhan YME; berusaha beroleh Iman, itulah Jalan Suci manusia.

Yang sudah di dalam Iman itu, dengan tanpa memaksakan diri, telah dapat berlaku Tengah;

dengan tanpa berpikir - pikir, telah berhasil dan dengan wajar selaras dengan Jalan Suci,

Dialah seorang Nabi. Yang beroleh Iman itu ialah orang yang setelah memilih kepada yang

baik, lalu didekap sekokoh - kokohnya.

(Zhong Yong BAB XIX: 18)

Orang yang oleh Iman lalu sadar, dinamai hasil perbuatan Watak Sejati; dan orang yang

karena sadar lalu beroleh Iman, dinamai hasil mengikuti agama. Demikianlah Iman itu

menjadikan orang sadar dan Kesadaran itu menjadikan orang beroleh Iman.

(Zhong Yong BAB XX)

Makna tafsir:

Di dalam memahami agama diperlukan iman. Iman itu bisa dikatakan berlawanan dengan logika.

Dalam logika dituntut suatu bukti-bukti yang mendukung agar tercipta suatu kondisi kebenaran.

Bukti-bukti itu diuji oleh panca indra manusia yang kemudian di pertimbangkan kembali oleh

nalar/pikiran manusia. Dalam proses pengujian itu digunakan suatu syarat yang akan membatasi

banyak kemungkinan sehingga hasil kebenaran yang diperoleh bisa tidak valid. Hal ini dapat

dijelaskan dari adanya paham Ateis yang tidak mengenal Tuhan.

Page 21: Agama Khonghucu/Ru Jiao sebagai agama dan filsafat

21

Dalam iman “tidak harus” ada bukti-bukti untuk memperoleh kebenaran. Yang diperlukan

untuk memperoleh iman adalah suatu sikap kesadaran bathin untuk tulus dan ikhlas menerima serta

meyakini akan suatu keberadaan. Saat manusia sudah bisa menerima dan meyakini akan suatu

keberadaan maka akan diperoleh kebenaran. Di sinilah Agama berperan bagi manusia, yaitu sebagai

kompas untuk membantu manusia agar manusia dapat “sadar” sehingga beroleh Iman.

Ada saatnya menggunakan nalar terlebih dahulu dan ada saatnya menggunakan bathin

terlebih dahulu. Pada dasarnya manusia dilahirkan dengan bathin yang sangat peka. Saat masih

bayi, manusia tidak bisa berpikir dengan nalarnya. Bayi yang baru lahir akan mengandalkan

bathinnya untuk mempercayai orang-orang di sekitarnya. Bukan dengan mempertimbangkan

dengan nalarnya baru mempercayai orang-orang disekitarnya.

Iman itu harus disempurnakan sendiri dan Jalan Suci itu harus dijalani sendiri pula.

Iman itulah pangkal dan ujung segenap wujud. Tanpa Iman, suatupun tiada. Maka, seorang

Junzi memuliakan Iman.

Iman itu bukan dimaksudkan selesai dengan menyempurnakan diri sendiri, melainkan

menyempurnakan segenap wujud. Cinta Kasih itu menyempurnakan diri dan Bijaksana itu

menyempurnakan segenap wujud. Inilah Kebajikan watak Sejati dan inilah Keesaan Luar

Dalam daripada Jalan Suci. Maka setiap saat jangan dilalaikan.

(Zhong Yong BAB XXIV)

Makna tafsir:

Iman itu hanya dapat dicari dengan perjuangan diri sendiri. Nabi Kong Zi dan para Suci yang lain

serta orang lain hanya bisa menunjukkan jalannya. Sedangkan untuk melewati jalan itu hanya diri

sendiri yang bisa. Dalam Ru Jiao, iman bukan dicapai dengan menyempurnakan diri sendiri dengan

menjadi pertapa. Iman itu harus menyempurnakan wujud yang lain juga. Dengan kata lain hidup

menyendiri menjadi pertapa untuk mendapatkan iman tidak disetujui oleh Nabi Kong Zi. Nabi Kong

Zi memilih jalan untuk hidup bersama manusia yang lain untuk membantu menyempurnakan

segenap wujud.

Nabi membukukan Yi Jing dengan mematuhi pola Hukum yang merupakan perwujudan

Watak Sejati dan Firman. Demikianlah maka menegakkan Jalan Suci Tuhan Yang Maha

Esa, yang dinamai Yin dan Yang; menegakkan Jalan Suci Bumi yang dinamai Lemah dan

Kuat; dan menegakkan Jalan Suci Manusia yang dinamai Cinta Kasih dan Kebenaran.

(Yi Jing Pembahasan BAB II: 4)

Page 22: Agama Khonghucu/Ru Jiao sebagai agama dan filsafat

22

Nabi Bersabda, “Cham, ketahuilah, Jalan SuciKu itu satu tetapi menembusi semuanya.”

Cingcu menjawab, “Ya, Guru.”

Setelah Nabi pergi, murid - murid lain bertanya, “Apakah maksud kata - kata tadi?”

Cingcu menjawab, “Jalan Suci Guru, tidak lebih tidak kurang ialah Satya dan Tepaserira”

(Lun Yu Jilid IV : 15)

Makna tafsir:

Dalam lambang Yin Yang, pada area hitam ada sedikit titik putih dan pada area putih ada sedikit

titik hitam.

Pada area hitam ada sedikit titik putih artinya di dalam kebenaran ada sedikit cinta kasih. Pada area

putih ada sedikit titik hitam artinya di dalam cinta kasih ada sedikit kebenaran. Cinta kasih tanpa

dasar kebenaran bukanlah cinta kasih sedangkan kebenaran tanpa dasar cinta kasih bukanlah

kebenaran.

Secara sederhana, Jalan Suci Manusia (Ren Dao) dapat dikatakan dengan kalimat :

Cinta Kasih yang berdasarkan Kebenaran dan Kebenaran yang berdasarkan Cinta Kasih

Dalam Kitab Lun Yu, Jalan Suci Nabi Kong Zi diartikan oleh Zheng Zi sebagai satya (Zhong) dan

tepaserira (Shu).

Di dalam Zhong terdapat sifat Li dan Heng. Sifat ini diwariskan kepada manusia berupa sifat

satya yaitu satya kepada Firman TIAN serta satya menjaga berkah yang difirmankan TIAN

agar tetap baik.

Di dalam Shu terdapat sifat Yuan dan Zhen, sifat ini diwariskan kepada manusia berupa sifat

bijaksana dan susila. Berprilaku bijaksana kepada mana yang pantas dan tidak pantas diberi

cinta kasih dan susila adalah sesuatu hal (prilaku) yang abadi yang harus dipegang teguh

oleh manusia selama hidupnya.

Page 23: Agama Khonghucu/Ru Jiao sebagai agama dan filsafat

23

Tersurat di dalam Yi Jing, „Bila hati gundah - gulana pergi - datang, hanya kawan (sejati)

menyertaimu berfikir.‟ Nabi bersabda,”Akan isi bawah langit ini, apa yang harus difikirkan

? Apa yang harus diresahkan ? isi bawah langit ini semua pulang kepada yang sama meski

berbeda jalan ditempuh; hanya satu tujuan meski ada beratus pemikiran”

(Yi Jing BABARAN AGUNG (B) BAB V: 31)

Nabi bersabda, “Kalau berlainan Jalan Suci, tidak usah saling berdebat. ”

(Lun Yu Jilid XV : 40)

Makna tafsir:

Ayat di atas dapat diartikan dalam dua sudut pandang, yaitu :

1. Ada Jalan Suci lain selain Ru Jiao

Nabi Kong Zi menyadari bahwa untuk hidup sesuai dengan Firman TIAN ada banyak jalan atau

cara. TIAN memberikan bimbingan kepada umatnya tidak hanya untuk satu bangsa, tetapi

banyak bangsa. Untuk apa berdebat soal perbedaan Jalan Suci kalau pulang kepada tujuan yang

sama (TIAN)?

Ada suatu contoh konkrit yang dapat menjelaskan. Jika kita memandang sebuah gelas yang

berkapasitas 1000 mL, kemudian diisi air 500 mL. Kita dapat mengatakan tiga pendapat yang

pada intinya sama tetapi beda pemikiran.

a) Terisi air setengah penuh

b) Terisi air setengah volume gelas

c) Terisi air setengah kosong

2. Di dalam menempuh Jalan Suci Ru Jiao pasti ada perbedaan pendirian, pikiran, dan pemahaman

Di dalam memahami suatu Agama, tidak mungkin seluruh umatnya memiliki pendirian, pikiran,

pemahaman yang sama persis. Perbedaan ini selama masih dalam batas kebenaran tidak perlu

untuk diperdebatkan. Seorang Jun Zi masih dapat akrab meskipun tidak dapat sama, tetapi

seorang Xiao Ren tidak dapat akrab meski dapat sama.

IV. Penutup

Demikianlah penjelasan tentang pemahaman Ru Jiao sebagai agama dan filsafat. Semoga

makalah ini dapat memberikan kejelasan kepada umat Ru yang masih ragu dalam mengimani Ru

Jiao dan juga dapat memberi masukan yang berarti bagi umat agama lain yang ingin mengetahui

tentang Ru Jiao. Penulis ingin mengajak umat Ru yang telah selesai membaca makalah ini untuk

merenungkan kembali Ru Jiao dari sisi bathin dan akhirnya untuk menentukan apakah Ru Jiao itu

agama atau filsafat atau kedua-duanya ?.

Page 24: Agama Khonghucu/Ru Jiao sebagai agama dan filsafat

24

Penulis menyadari bahwa apa yang disampaikan dalam makalah ini tidak bisa memberikan

kepuasan secara utuh bagi pembaca. Semoga maksud hati penulis yang ingin penulis sampaikan

dapat pembaca tangkap melalui makalah ini. Sebelum mengakhiri makalah ini, penulis akan

memberikan beberapa kata untuk melengkapi makalah ini.

Nabi bersabda, “Tulisan itu tidak dapat sepenuhnya mengungkapkan apa yang

terkandung dalam pembicaraan. Pembicaraan tidak dapat mengungkapkan sepenuhnya apa

yang terkandung dalam maksud hati,….”

(Yi Jing BABARAN AGUNG (A) XII : 76)

“Jalan Suci itu seperti aliran air dari satu sumber yang mengarah ke banyak arah dan

akhirnya kembali lagi ke satu titik”

“Segala Agama kembali kepada tujuan pokok”

Huang Yi Shang Di

Wei TIAN You De

Shanzai

Page 25: Agama Khonghucu/Ru Jiao sebagai agama dan filsafat

25

DAFTAR PUSTAKA

[1] http://id.wikipedia.org/wiki/Agama. diakses tanggal 20 Juli 2011.

[2] Kamus Besar Bahasa Indonesia Offline Ver 1.2

[3] Franz Magnis-Suseno, 2006, “menalar tuhan”, KANISIUS : Yogyakarta.

[4] Prof. Dr. Lee T. Oei, 1993, “KESAKSIAN ADANYA TUHAN YANG MAHA ESA di

dalam AGAMA KONFUCIANI”, SGSK 13, MATAKIN.

[5] Kamus bahasa Mandarin (NJ Star Chinese WP).

[6] Tim MATAKIN, 1984, “Kitab Suci Hau King”, MATAKIN : Solo.

[7] Azis-us-Samad, Ulfat, 1990, “The Great Religion of the World 2nd

Ed”, Peshawar,

www.aaiil.org, diakses tanggal 20 Juli 2011.

[8] Prof. Dr. Lee T. Oei, 1994, “PERIHAL DOSA DAN NERAKA MENURUT IMAN DAN

FIKIRAN KONFUCIANI”, SGSK 15, MATAKIN.

[9] Lisa Kuntjoro, Mei 2009, “STUDY RU JIAO DITINJAU DARI ASPEK XIN XUE”.

[10] Team Penerjemah Ci Hua Thang, Oktober 2005, “Kitab Melawat Ke Alam Neraka”,

Yayasan Dharma Abadi : Semarang.

[11] Tim MATAKIN, 2005, “Kitab Suci LI JI (Catatan Kesusilaan)”, Pelita Kebajikan : Jakarta.

[12] Tim MATAKIN, 1970, “Su Si (Kitab Yang Empat)”, MATAKIN : Solo.

[13] Tim MATAKIN, 1984, “Kitab Suci Yak King”, MATAKIN : Solo.