bab iii agama khonghucu pada masa orde lama dan … · 40 bab iii agama khonghucu pada masa orde...

26
40 BAB III AGAMA KHONGHUCU PADA MASA ORDE LAMA DAN ORDE BARU DI SURAKARTA A. Agama Khonghucu pada Masa Orde Lama di Surakarta Pada jaman presiden Soekarno, agama bukan sebuah persoalan. Artinya, secara politis kebebasan beragama tidak terlalu diintervensi sehingga kehidupan beragama di Indonesia nyaris tanpa masalah, terutama bagi masyarakat atau umat pemeluk agama Khonghucu. Akan tetapi sebagaimana dikatakan oleh Tjie, aktivitas atau kegiatan keagamaan di Lithang Surakarta berjalan biasa saja, tidak ada yang terlalu menonjol. Kegiatan tersebut merupakan kebaktian rutin pada setiap hari Minggu pagi. 1 Agama Khonghucu oleh Soekarno diakui sebagai salah satu agama yang ada di Indonesia selain Islam, Kristen, Katolik, Hindu, dan Budha. Hal itu tercantum dalam keputusan presiden No. 1/Pn.Ps/1965 1/Pn.Ps/1965, yang menegaskan bahwa agama resmi di Indonesia menjadi enam, termasuk Konghucu. Pada awal tahun 1961, Asosiasi Khung Chiao Hui Indonesia (PKCHI), suatu organisasi Khonghucu, mengumumkan bahwa aliran Konghucu merupakan suatu agama dan Confucius adalah nabi mereka. Bahkan pada masa itu umat penganut agama Khonghucu di Surakarta ini sangat banyak, hingga mencapai ribuan”. 2 1 Wawancara dengan Thjie Tjai Ing pada Tanggal 25 Juli 2014 2 Wawancara dengan Thjie Tjai Ing pada Tanggal 7 Maret 2015.

Upload: others

Post on 15-Sep-2019

18 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB III AGAMA KHONGHUCU PADA MASA ORDE LAMA DAN … · 40 BAB III AGAMA KHONGHUCU PADA MASA ORDE LAMA DAN ORDE BARU DI SURAKARTA A. Agama Khonghucu pada Masa Orde Lama di Surakarta

40

BAB III

AGAMA KHONGHUCU PADA MASA ORDE LAMA DAN ORDE BARU

DI SURAKARTA

A. Agama Khonghucu pada Masa Orde Lama di Surakarta

Pada jaman presiden Soekarno, agama bukan sebuah persoalan. Artinya,

secara politis kebebasan beragama tidak terlalu diintervensi sehingga kehidupan

beragama di Indonesia nyaris tanpa masalah, terutama bagi masyarakat atau umat

pemeluk agama Khonghucu. Akan tetapi sebagaimana dikatakan oleh Tjie,

“aktivitas atau kegiatan keagamaan di Lithang Surakarta berjalan biasa saja, tidak

ada yang terlalu menonjol. Kegiatan tersebut merupakan kebaktian rutin pada

setiap hari Minggu pagi”.1

Agama Khonghucu oleh Soekarno diakui sebagai salah satu agama yang

ada di Indonesia selain Islam, Kristen, Katolik, Hindu, dan Budha. Hal itu

tercantum dalam keputusan presiden No. 1/Pn.Ps/1965 1/Pn.Ps/1965, yang

menegaskan bahwa agama resmi di Indonesia menjadi enam, termasuk Konghucu.

Pada awal tahun 1961, Asosiasi Khung Chiao Hui Indonesia (PKCHI), suatu

organisasi Khonghucu, mengumumkan bahwa aliran Konghucu merupakan suatu

agama dan Confucius adalah nabi mereka. “Bahkan pada masa itu umat penganut

agama Khonghucu di Surakarta ini sangat banyak, hingga mencapai ribuan”.2

1 Wawancara dengan Thjie Tjai Ing pada Tanggal 25 Juli 2014

2 Wawancara dengan Thjie Tjai Ing pada Tanggal 7 Maret 2015.

Page 2: BAB III AGAMA KHONGHUCU PADA MASA ORDE LAMA DAN … · 40 BAB III AGAMA KHONGHUCU PADA MASA ORDE LAMA DAN ORDE BARU DI SURAKARTA A. Agama Khonghucu pada Masa Orde Lama di Surakarta

41

Menurut Buana Jaya, “agama khususnya Khonghucu pada jaman Soekarno

tidak begitu menjadi persoalan”3. Artinya, kebijakan-kebijakan yang diambil oleh

pemerintahan Soekarno pada waktu itu tidak mengintervensi keberlangsungan

agama yang ada di Indonesia.

Lebih lanjut Tjie mengatakan “meskipun pemeluk agama Khonghucu

sangat banyak, hampir semua orang Tionghoa memeluk agama Khonghucu,

namun yang datang untuk beribadah atau mengadakan kebaktian di Lithang

Surakarta hanyalah sedikit”. Hal ini disebabkan karena umat Khonghucu bisa

menjalankan ibadah atau kebaktian di rumah atau di Klenteng.

Dibawah ini beberapa hal yang terjadi pada masa Orde Lama :

1. Prosesi Keagamaan

Prosesi Keagamaan umat Khonghucu praktis tidak mengalami intervensi

dari pemerintah. Umat agama Khonghucu, khususnya di Surakarta bisa

melaksanakan peribadatan secara khidmat dan tenang sebagaimana pemeluk umat

agama lain yang ada di Surakarta menjalankan ibadahnya. Upacara-upacara

keagamaan Khonghucu bisa dilaksanakan tanpa ada gangguan dari pihak

manapun. Pemerintah juga menjadikan hari-hari besar dalam agama Khonghucu

sebagai hari libur fakultatif. Beberapa hari besar umat Khonghucu tersebut antara

lain, tahun baru Imlek, hari lahir nabi Khonghucu, hari wafat nabi Khonghucu,

dan hari raya Ching Bing. Hal ini menunjukkan bahwa agama Khonghucu

dipandang sama dengan agama-agama lain yang ada di Indonesia. Sekolah yang

3 Wawancara dengan Buana Jaya pada Tanggal 23 Desember 2014

Page 3: BAB III AGAMA KHONGHUCU PADA MASA ORDE LAMA DAN … · 40 BAB III AGAMA KHONGHUCU PADA MASA ORDE LAMA DAN ORDE BARU DI SURAKARTA A. Agama Khonghucu pada Masa Orde Lama di Surakarta

42

berada di bawah naungan yayasan Tripusaka yang notabene miliki Majelis Agama

Khonghucu (MAKIN) Surakarta juga menjadikan hari-hari besar agama

Khonghucu sebagai hari libur.4

2. Bidang Pendidikan Agama Khonghucu.

Di jaman Soekarno, agama Khonghucu merupakan salah satu agama yang

diakui oleh pemerintah. Penyampaian pelajaran agama bisa disampaikan secara

formal di sekolah-sekolah. Pada masa pemerintahan Soekarno, yayasan Tri

Pusaka yang bergerak di bidang pendidikan, MAKIN Surakarta memberikan

pendidikan keagamaan atau ajaran-ajaran Kong Fu Tze kepada siswa-siswa SD

Tripusaka yang berada di lokasi kantor Majelis Agama Khonghucu (MAKIN)

Surakarta. Di bawah organisasi Kong Kauw Hwee mendirikan sekolah yang

bertujuan untuk memberikan pendidikan bagi anak-anak yang kurang mampu atau

miskin.5 Pada mulanya sekolah tersebut sekedar mengajarkan kepada siswa dan

siswinya bisa membaca, menulis, dan diajarkan pula agama Khonghucu yang

antara lain mengenai budi pekerti. Artinya, tidak sesuai dengan kurikulum

sebagaimana diatur oleh pemerintah. Oleh karena itu murid-murid yang belajar di

Lithang Surakarta tidak bisa mengikuti ujian nasional. Baru pada tahun 1954

sekolah tersebut dapat bergabung dengan pemerintah dan mengikuti kurikulum

sebagaimana yang sudah ada.6

4 Wawancara dengan Buana Jaya pada Tanggal 23 Desember 2014

5 Wawancara dengan Thjie Tjai Ing pada tanggal 7 Maret 2014

6 Wawancara dengan Purwani pada tanggal 17 Desember 2014.

Page 4: BAB III AGAMA KHONGHUCU PADA MASA ORDE LAMA DAN … · 40 BAB III AGAMA KHONGHUCU PADA MASA ORDE LAMA DAN ORDE BARU DI SURAKARTA A. Agama Khonghucu pada Masa Orde Lama di Surakarta

43

3. Prosesi Pernikahan Agama Khonghucu

Sebagaimana agama-agama lain yang ada di Indonesia, agama Khonghucu

juga memberikan pelayanan pernikahan secara agama Khonghucu bagi umatnya.

Pemberkatan pernikahan agama Khonghucu di Surakarta diadakan di Lithang

Swan Kong Tong. Pada masa pemerintahan presiden Soekarno, pernikahan tidak

mengalami masalah. Setiap orang memiliki hak untuk menikah dan memilih

agama masing-masing yang mereka percayai karena memang pada masa

pemerintahan presiden Soekarno, agama Khonghucu adalah agama yang sah di

Indonesia dan menjadi salah satu agama yang di akui.7 Apapun agamanya, bisa

menikah sesuai dengan keyakinan yang mereka anut. Apalagi, pernikahan secara

agama tertentu juga tidak ditulis di dalam surat atau akta pernikahan.

4. Kependudukan

Pada jaman pemerintahan Soekarno, belum ada kebijakan agama masuk

dalam kartu identitas, dalam hal ini KTP. Tidak ada kolom agama dalam kartu

identitas tersebut sehingga umat Khonghucu tidak perlu mencantumkan identitas

agama mereka di dalam KTP.

Misalnya, agama tidak perlu dicantumkan di kartu identitas semacam

KTP. Keberlangsungan kehidupan beragama justru didorong sebagai kekuatan

spiritual. Khonghucu, yang diakui sebagai salah satu agama di Indonesia, juga

dianggap sama atau sejajar kedudukannya dengan agama-agama lain seperti

Islam, Kristen, Katolik, Hindu, maupun Budha. Begitu pula mengenai hak-hak

7 Wawancara dengan Buana Jaya pada tanggal 23 Desember 2014.

Page 5: BAB III AGAMA KHONGHUCU PADA MASA ORDE LAMA DAN … · 40 BAB III AGAMA KHONGHUCU PADA MASA ORDE LAMA DAN ORDE BARU DI SURAKARTA A. Agama Khonghucu pada Masa Orde Lama di Surakarta

44

sipil yang lain seperti pernikahan.8 Demikian pula pemeluk agama Khonghucu di

Surakarta. Mereka tidak merasa risau atau tidak mengalami persoalan dalam hal

pencantuman identitas agama di KTP karena memang tidak ada kolom agama di

dalamnya.

5. Kesenian dan Budaya Agama Khonghucu

Umat agama Khonghucu di Surakarta pada masa pemerintahan Soekarno

juga memiliki kesenian, yaitu Liong dan Barongsai. Kesenian Barongsai dan

Liong tersebut juga berkaitan dengan keyakinan umat Khonghucu. Misalnya,

umat Khonghucu percaya bahwa pada kelahiran nabi Khong Fu Tse, binatang

Qilin muncul. Oleh karena itu, pada setiap merayakan hari kelahiran nabi Khong

Fu Tse selalu dihadirkan kesenian Liong dan Barongsai, dimana hal itu

merupakan representasi dari kehadiran binatang Qilin. Kesenian Liong dan

Barongsai pada masa pemerintahan presiden Soekarno boleh dipertontonkan scara

umum dan busana khas China yang identik dengan warna merah boleh dipakai.

Sama sekali tidak ada pelarangan dari pemerintah. Hal ini juga berdampak pada

jumlah penganut agama Khonghucu, pada masa pemerintahan Soekarno mencapai

ribuan.9

B. Kehidupan Beragama Umat Khonghucu pada Masa Orde Baru di

Surakarta

Dinamika agama Khonghucu tidak bisa dilepaskan dari pengaruh politik.

Kebijakan politik telah membawa dampak atau pengaruh terhadap perkembangan

8 Wawancara Buana Jaya pada tanggal 23 Desember 2014.

9 Wawancara dengan Thjie Tjai Ing pada tanggal 7 Maret 2015.

Page 6: BAB III AGAMA KHONGHUCU PADA MASA ORDE LAMA DAN … · 40 BAB III AGAMA KHONGHUCU PADA MASA ORDE LAMA DAN ORDE BARU DI SURAKARTA A. Agama Khonghucu pada Masa Orde Lama di Surakarta

45

agama Khonghucu yang mayoritas pemeluknya etnis Tionghoa. Sebagaimana

yang telah disinggung pada bab sebelumnya, salah satu wujud kebijakan yang

dijalankan oleh pemerintah Orde Baru adalah diterbitkannya Inpres No. 14 tahun

1967. Kebijakan tersebut membawa pengaruh negatif bagi kehidupan agama

Khonghucu karena isinya dianggap mengandung unsur diskriminatif terhadap

etnis Tionghoa, khususnya umat Khonghucu.

Instruksi Presiden Nomor 14/1967 yang berisi bahwa pemerintah hanya

mengakui lima agama yaitu Islam, Kristen, Katolik, Hindu dan Budha. Artinya

bahwa Khonghucu bukanlah agama yang diakui oleh pemerintah. Kebijakan

tersebut membuat hak-hak sipil penganut Khonghucu dibatasi. Perayaan

keagamaan di gedung dan fasilitas publik dilarang. Hari raya Imlek tidak

dimasukkan dalam hari besar di Indonesia. Dari segi pendidikan, sekolah di

bawah yayasan Tri Pusaka tidak boleh mengajarkan pelajaran agama

Khonghucu.10

Surat Edaran (SE) Menteri Dalam Negeri Nomor

477/74054/BA.01.2/4683/95, tanggal 18 November 1978, yang menyatakan

hanya ada lima agama di Indonesia; Islam, Kristen Protestan, Kristen Katolik,

Hindu, dan Budha. Padahal, saat SE ini diterbitkan, UU Nomor 5 Tahun 1969 dan

Penetapan Presiden Nomor 1.Pn.Ps. Tahun 1965 belum dicabut. 12 tahun

kemudian pemerintah melalui Mendagri kembali menerbitkan surat serupa

bernomor 77/2535/POUD, tanggal 25 Juli 1990 yang menyatakan bahwa hanya

10

Wawancara dengan Purwani pada tanggal 17 Desember 2014.

Page 7: BAB III AGAMA KHONGHUCU PADA MASA ORDE LAMA DAN … · 40 BAB III AGAMA KHONGHUCU PADA MASA ORDE LAMA DAN ORDE BARU DI SURAKARTA A. Agama Khonghucu pada Masa Orde Lama di Surakarta

46

lima agama yang diakui di Indonesia: Islam, Kristen Protestan, Kristen Katolik,

Hindu, dan Budha.11

Walaupun tidak disebutkan secara eksplisit tentang larangan agama

Khonghucu di Indonesia, namun dengan diberlakukan undang-undang yang hanya

mengakui adanya lima agama yaitu Islam, Kristen, Katholik, Hindu, dan Budha,

maka dengan sendirinya agama Khonghucu tidak termasuk di dalamnya. Artinya,

agama Khonghucu tidak dianggap agama di Indonesia.

Kebijakan-kebijakan pemerintahan Orde Baru melalui Inpres dan Surat

Edaran sebagaimana disebutkan di atas, telah membawa dampak yang kurang baik

bagi umat Khonghucu pada khususnya. Para pemuka agama Khonghucu menilai

bahwa hal tersebut merupakan perilaku diskriminatif. Mengenai hal ini, Haksu

Tjie mengatakan bahwa “kenyataan tersebut berkaitan dengan keadaan politik

pada tahun 1965, yaitu terjadinya peristiwa G 30/S PKI. Rupanya ada anggapan

bahwa Negara RRC merupakan Negara komunis pada waktu itu, maka muncul

stigma pemeluk agama Khonghucu yang mayoritas etnis China, pasti juga berbau

komunis”.12

“Aimee Dawis menyebutkan bahwa karena Tionghoa diduga

menjalin hubungan dengan komunis Tiongkok, Soeharto memutuskan hubungan

11

Airin Liemanto., Ratio Legis Presiden Abdurrahman Wahid Menjadikan

Khonghucu Sebagai Agama Resmi Negara (Analisis Keputusan Presiden Nomor 6

Tahun 2000 Tentang Pencabutan Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967

Tentang Agama, Kepercayaan, dan Adat Istiadat Cina), Skripsi, Malang:

Universitas Brawijaya. 2014. hlm. 3. 12

Wawancara dengan Thjie Tjai Ing pada tanggal 19 Desember 2014.

Page 8: BAB III AGAMA KHONGHUCU PADA MASA ORDE LAMA DAN … · 40 BAB III AGAMA KHONGHUCU PADA MASA ORDE LAMA DAN ORDE BARU DI SURAKARTA A. Agama Khonghucu pada Masa Orde Lama di Surakarta

47

diplomatik dengan Tiongkok, lalu mengimplementasikan kebijakan asimmilasi

yang mengakibatkan erosi bahasa dan budaya Tionghoa”.13

Salah satu sentiment terhadap China adalah adanya sebagian kelompok

China, misalnya BAPERKI yang aktivitasnya dianggap sejajar dengan PKI.

Dikatakan bahwa sejak PKI meraih kesuksesan pada pemilu 1955 dan sikap

simpati terhadap keturunan orang-orang China yang dinyatakan secara terang-

terangan, aktivitas BAPERKI makin sejajar dengan PKI. Mulai saat itu

komunisme diasosiasikan dengan China.

Pada bulan Oktober 1967, sebuah mata rantai yang penting yang

menghalangi usaha pembauran dipatahkan ketika Indonesia memutuskan

hubungan diplomatik dengan Peking. Setelah itu berbagai langkah dijalankan

untuk membaurkan semua golongan China di Indonesia. Semua sekolah

berbahasa China ditutup, termasuk sekolah-sekolah BAPERKI, dan diubah

menjadi sekolah-sekolah negeri. Semua surat kabar China juga dilarang.

Dampak negatif dari kebijakan pemerintah Orde Baru sangat dirasakan

oleh umat pemeluk Khonghucu, termasuk umat Khonghucu yang ada di

Surakarta. Kehidupan keberagamaan mereka terganggu karena dalam

menjalankan peribadatan sudah tidak sebebas pada masa sebelumnya (orde lama).

Berkaitan dengan hal tersebut, Adjie Chandra menuturkan bahwa pada tahun 1979

akan diadakan kongres Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia

13

Dalam I Wibowo dan Thung Ju Lan (ed)., Setelah Air Mata Mengering:

Masyarakat Tionghoa Pasca Peristiwa Mei 1998, (Jakarta: Media Nusantara),

hlm.58.

Page 9: BAB III AGAMA KHONGHUCU PADA MASA ORDE LAMA DAN … · 40 BAB III AGAMA KHONGHUCU PADA MASA ORDE LAMA DAN ORDE BARU DI SURAKARTA A. Agama Khonghucu pada Masa Orde Lama di Surakarta

48

(MATAKIN) di Surakarta, batal dilaksanakan lantaran ijin pelaksanaannya tiba-

tiba dicabut. Padahal, semua delegasi yang ada di seluruh tanah air sudah datang

dan siap mengikuti kongres. Kenyataan tersebut tentu saja sangat merugikan dan

menimbulkan perasaan yang kurang nyaman khususnya bagi umat pemeluk

agama Khonghucu.14

Selain hal di atas, hak-hak sipil umat Khonghucu dilanggar, tidak

terkecuali umat Khonghucu yang ada di Surakarta. Di bawah ini akan diuraikan

beberapa dampak dari kebijakan yang dijalankan oleh pemerintah Orde Baru

selama kurang lebih 32 tahun.

a. Dampak bagi Kehidupan Keagamaan

Dampak negatif dari dikeluarkannya Inpres tersebut menyebabkan ruang

gerak agama Khonghucu terbatasi. Misalnya, sulitnya mengadakan upacara atau

kegiatan tertentu baik yang berkaitan dengan peribadatan maupun tidak, seperti

mengadakan Munas MATAKIN. Setiap kali hendak mengadakan kegiatan atau

upacara tertentu wajib melakukan ijin terlebih dahulu kepada pemerintah melalui

lembaga yang berwenang. Peristiwa yagn terjadi pada tahun 1979 sebagaimana

yang dipaparkan oleh Adjie Chandra di atas satu contoh adanya diskriminasi

terhadap umat Khonghucu.

Di dalam menjalankan peribadatan, umat Khonghucu tidak serta merta

dapat menjalankan secara bebas. Upacara atau kegiatan keagamaan dijalankan

secara tertutup atau tidak diperkenankan diketahui oleh publik. Apabila hendak

14

Wawancara dengan Adjie Chandra pada tanggal 23 Desember 2014.

Page 10: BAB III AGAMA KHONGHUCU PADA MASA ORDE LAMA DAN … · 40 BAB III AGAMA KHONGHUCU PADA MASA ORDE LAMA DAN ORDE BARU DI SURAKARTA A. Agama Khonghucu pada Masa Orde Lama di Surakarta

49

melakukan upacara peribadatan, mereka diharuskan ijin terlebih dahulu terlebih

kegiatan atau upacara agama tersebut membutuhkan tanah yang luas, artinya harus

dilakukan di tempat yang terbuka. Mereka wajib menutup tempat tersebut agar

tidak terlihat oleh publik. Kenyataan tersebut menunjukkan bahwa kehidupan

beragama umat Khonghucu menjadi terganggu sekaligus merasa diperlakukan

deskriminasi. “Misalnya pada tahun 1979, ketika MAKIN Surakarta ini hendak

memperingati hari kelahiran nabi Khonghucu. Upacara itu termasuk besar dan

butuh tempat. Biasanya juga dilakukan di Lithang. Maka kita tidak boleh keluar

dari Lithang ini.”15

Di dalam Instruksi Presiden no 14 tahun 1967 tentang agama, kepercayaan

dan adat istiadat China tanggal 6 Desember 1967 disebutkan bahwa Instruksi

tersebut mengandung pengertian bahwa segala bentuk peribadatan, tata cara

ibadah China yang memiliki aspek afinitas kulturil yang berpusat pada negeri

leluhurnya pelaksanaan harus dilakukan secara intern dalam hubungan keluarga

atau perorangan. Hal itu menunjukkan adanya usaha pembatasan terhadap

kehidupan beragama umat Khonghucu. perayaan-perayaan pesta agama dan adat

istiadat dilakukan secara tidak mencolok di depan umum melainkan dilakukan

dalam lingkungan keluarga.

Berkaitan dengan hal ini, Buana Jaya mengatakan. “Melihat dari dampak

yang ada, pemerintah Indonesia di bawah kepemimpinan presiden ke 2, telah

melakukan pelanggaran hak asasi bagi pemeluk agama tertentu, membunuh

15

Wawancara dengan Thjie Tjai Ing pada tanggal 14 Desember 2014

Page 11: BAB III AGAMA KHONGHUCU PADA MASA ORDE LAMA DAN … · 40 BAB III AGAMA KHONGHUCU PADA MASA ORDE LAMA DAN ORDE BARU DI SURAKARTA A. Agama Khonghucu pada Masa Orde Lama di Surakarta

50

kesempatan keimannnya. Hal tersebut sebetulnya merupakan kezaliman penguasa

pada saat itu”.16

b. Dampak dalam Bidang Pendidikan

Perlu diketahui bahwa MAKIN Surakarta memiliki yayasan yang bernama

Tripusaka. Nama Tripusaka mengacu pada tiga pokok etika moral konfucian atau

Ti Jien Yong yang penjabarannya adalah Kebijakan, Cinta kasih, dan Keberanian

atau menaruh perhatian terhadap pendidikan intelektual, perasaan dan kemauan.

Salah satu bidang yang dijalankan oleh yayasan Tripusaka adalah bidang

pendidikan. Di kota Surakarta terdapat sekolah yang berada di bawah naungan

yayasan Tripusaka dalam berbagai jenjang yaitu SD, SMP, dan SMA. Sebagai

sekolah yang berada di bawah yayasan Khonghucu, maka lembaga-lembaga

pendidikan tersebut juga mengajarkan agama Khonghucu. “Sebagaimana yayasan

lain yang berada di bawah organisasi keagamaan tertentu, sekolah-sekolah yang

berada di bawah yayasan Tripusaka juga mengajarkan agama Khonghucu, dimana

agama tersebut yang dianut dan diyakini oleh pihak yayasan”.17

Sekolah yang berdiri kira-kira tahun 1925 tersebut pada mulanya berupa

pendidikan yang bertujuan untuk membantu anak-anak miskin agar bisa membaca

bahasa melayu dan berhitung. Pada perkembangan selanjutnya, sekolah Tripusaka

menjadi sekolah formal pada tahu 1935 tetapi masih bersifat membantu anak-anak

ekonomi lemah. Baru sekitar tahun 1950 Tripusaka dijadikan sekolah nasional

Indonesia dengan mata pelajaran mengikuti ketentuan pemerintah dengan tidak

16

Wawancara dengan Buana Jaya pada tanggal 23 Desember 2014. 17

Wawancara dengan Adjie Chandra pada tanggal 23 Desember 2014.

Page 12: BAB III AGAMA KHONGHUCU PADA MASA ORDE LAMA DAN … · 40 BAB III AGAMA KHONGHUCU PADA MASA ORDE LAMA DAN ORDE BARU DI SURAKARTA A. Agama Khonghucu pada Masa Orde Lama di Surakarta

51

meninggalkan misi semula. Pada tahun 1966 sekolah menampung anak-anak yang

tidak dapat lagi sekolah lain, karena tuntutan sosial maka didirikan SMP siang

pada tanggal 14 Februari 1967, yang kemudian masuk pagi mulai tahun 1976.

SMP Tripusaka mendapatkan status diakui pada tanggal 31 Desember 1985 dan

diperbaruhi status diakui pada tahun 1992 hinga sekarang. Kemudian pada tanggal

31 Oktober 1981, menyusul didirikan SMA Tripusaka yang kemudian

mendapatkan status diakui pada tanggal 6 Januari 1986.

Namun dengan tidak diakuinya keberadaan Khonghucu sebagai agama di

Indonesia, maka secara otomatis agama Khonghucu tidak masuk dalam kurikulum

sekolah. Hal ini akan menyulitkan siswa pemeluk agama Khonghucu. Sebab

seandainya agama Khonghucu tetap diajarkan di sekolah, maka para siswa tidak

akan bisa mengerjakan atau tidak bisa mengikuti tes atau ujian. Hal ini

sebagaimana yang dikatakan Haksu Tjie. “Sebenarnya tidak ada kata-kata yang

secara jelas mengatakan bahwa agama Khonghucu dilarang di Indonesia. Namun

dengan hanya diakuinya lima agama selain agama Khonghucu, maka para siswa

pemeluk agama Khonghucu kesulitan, terutama ketika akan menghadapi tes

ujian”.18

Salah satu sikap yang diambil adalah dengan memberikan dua pelajaran

agama, yaitu agama Khonghucu dan agama lain yang diakui pemerintah

sebagaimana yang tertulis dalam undang-undang. Dengan demikian para siswa

tetap bisa mengikuti ujian agama, dan di sisi lain mereka tetap menerima pelajaran

agama Khonghucu. Berkaitan dengan hal itu, Purwani selaku pengajar di SD

18

Wawancara dengan Thjie Tjai Ing pada Tangga 16 Desember 2014.

Page 13: BAB III AGAMA KHONGHUCU PADA MASA ORDE LAMA DAN … · 40 BAB III AGAMA KHONGHUCU PADA MASA ORDE LAMA DAN ORDE BARU DI SURAKARTA A. Agama Khonghucu pada Masa Orde Lama di Surakarta

52

Tripusaka dan sekolah Warga pada waktu itu, mengatakan bahwa; “apa yang

dilakukan tersebut memiliki tujuan agar pengajaran agama Khonghucu tetap bisa

diberikan kepada siswa yang memeluk agama Khonghucu, dan pada saat yang

bersamaan mereka juga dapat mengikuti kurikulum yang diberlakukan

pemerintah, yaitu tetap bisa mengikuti ujian tes bidang studi agama”.19

Adapun mengenai agama yang diajarkan untuk kepentingan kurikulum,

guru memilih agama Hindu. Pemilihan agama Hindu untuk keperluan tersebut

didasarkan pada pertimbangan karena ada kedekatan dalam proses peribadatan

misalnya sama-sama menggunakan dupa. Semula agama yang diajarkan oleh guru

agama adalah Budha sebagai wujud untuk memenuhi tuntutan kurikulum

sebagaimana yang diatur pemerintah. Akan tetapi di dalam prosesnya guru agama

Khonghucu dan para tokoh Khonghucu Surakarta menilai ada indikasi

„pencaplokan‟ siswa pemeluk agama Khonghucu oleh lembaga agama Budha.20

Situasi ini membuat para tokoh Khonghucu Surakarta mempertimbangkan

kembali mengenai pilihan agama yang diajarkan di sekolah, terutama sekolah di

bawah naungan MAKIN Surakarta, yaitu yayasan Tripusaka. Namun pada tahun-

tahun selanjutnya, ada pelarangan sama sekali terhadap pengajaran agama

Khonghucu di sekolah. Hal ini berdampak pada ditiadakannya pengajaran agama

Khonghucu yang sebenarnya sudah berjalan walaupun di luar kurikulum dan tidak

menjadi bidang studi yang akan diujikan kepada siswa. “Aturan yang melarang

sama sekali untuk mengajarkan agama Khonghucu di sekolah, tidak mungkin

19

Wawancara dengan Purwani pada tanggal 23 Desember 2014. 20

Wawancara dengan Adjie Chandra pada tanggal 23 Desember 2014

Page 14: BAB III AGAMA KHONGHUCU PADA MASA ORDE LAMA DAN … · 40 BAB III AGAMA KHONGHUCU PADA MASA ORDE LAMA DAN ORDE BARU DI SURAKARTA A. Agama Khonghucu pada Masa Orde Lama di Surakarta

53

untuk tidak dipatuhi. Sebab kalaupun guru bertekad memberikan pelajaran, sudah

pasti akan ditegur oleh kepala sekolah”.21

Keadaan seperti itu telah membawa dampak yang „kurang baik‟ bagi

agama Khonghucu, yaitu banyaknya umat pemeluk agama Khonghucu yang

berpindah ke agama lain seperti Katholik, Protestan, dan Islam. Menurut apa yang

dituturkan oleh Haksu Tjie, “mayoritas mereka berpindah ke agama Katholik”.22

Perpindahan agama tersebut sebagai upaya untuk menyikapi kebijakan

pemerintah. Dengan kata lain, kebanyakan pemeluk agama Khonghucu yang

pindah agama untuk mencari „selamat‟ agar tidak kesulitan kelak dikemudian hari

dalam segala urusan yang berkaitan dengan adminitrasi dan birokrasi.

Kenyataan tersebut tentu saja secara kuantitas, umat pemeluk agama

Khonghucu menjadi berkurang. Di Lithang Swan Khong Tong, yang kebetulan

terdapat sekolah yang memang di bawah naungan yayasan Tripusaka juga

mengambil sikap terhadap dampak dari diberlakukannya Inpres no 14 tahun 1967.

c. Dampak dalam hal Pernikahan

Pernikahan merupakan salah satu tahapan hidup yang harus dilalui oleh

setiap orang. Pernikahan juga sesuatu yang sakral dan agung. Oleh karena itu

agama apapun mengatur perihal pernikahan tidak terkecuali agama Khonghucu.

Hal ini sebagaimana diatur di dalam UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan, yang menyaratkan perkawinan sah apabila dilakukan menurut hukum

21

Wawancara dengan Purwani pada tanggal 17 Desember 2014. 22

Wawancara dengan Thjie Tjai Ing pada tanggal 16 Desember 2014

Page 15: BAB III AGAMA KHONGHUCU PADA MASA ORDE LAMA DAN … · 40 BAB III AGAMA KHONGHUCU PADA MASA ORDE LAMA DAN ORDE BARU DI SURAKARTA A. Agama Khonghucu pada Masa Orde Lama di Surakarta

54

masing-masing agama dan kepercayaan itu. Undang-undang tersebut berbunyi

sebagai berikut “Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan

seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk (rumah tangga)

yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.23

Pernikahan bukan hanya sekedar legitimasi hubungan seksual antara

seorang wanita dengan seorang pria. Sebuah pernikahan bukan juga sekedar

upacara perestuan akan berlangsungnya proses lahirnya generasi baru manusia.

Ternyata, pernikahan masih mempunyai fungsi yang ketiga, yaitu dimulainya

kemandirian seorang anak manusia memasuki kehidupan bersosial. Artinya, anak

manusia tersebut akan melakukan interaksi sosial secara mandiri.24

Pernikahan dalam pengertian ajaran Khonghucu sendiri adalah perkawinan

antara laki-laki dan perempuan, pertautan antara Khian dan Khun-lah yang

melahirkan keturunan anak manusia dan ini adalah Firman Tuhan atau Kodrat.

Sebagaimana yang ada dalam kepercayaan agama Khonghucu bahwa Tuhan

(Tian/Thian) telah menciptakan manusia di dunia ini berlainan jenis Yin dan Yang

(pria dan wanita) yang saling melengkapi. Mereka memiliki Xin (Watak Sejati)

dan juga memiliki Hi, Ho, Ay, Lok, 4 (nafsu-nafsu) yang mendorong mereka

saling memiliki daya tarik, saling mengenal satu sama lain, saling mencintai, dan

saling menyayangi untuk hidup bersama. Dengan kata lain, telah menjadi kodrat

alam bahwa dua insan yang berlainan jenis kelamin itu membentuk suatu ikatan

23

Diambil dari UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. 24

Kitab Si Shu (Zhong Yong BAB Utama, Pasal 4), 2012, hlm.2.

Page 16: BAB III AGAMA KHONGHUCU PADA MASA ORDE LAMA DAN … · 40 BAB III AGAMA KHONGHUCU PADA MASA ORDE LAMA DAN ORDE BARU DI SURAKARTA A. Agama Khonghucu pada Masa Orde Lama di Surakarta

55

lahir batin dengan tujuan menciptakan keluarga yang bahagia, sejahtera dan

harmonis (Hee) serta abadi dalam ikatan perkawinan.

Menurut Confucius (Khonghucu) perkawinan adalah hal yang paling

pokok dalam berkeluarga karena keluarga merupakan susunan masyarakat terkecil

sebagai proses pembelajaran hidup dan arti kehidupan. Masa perkawinan adalah

masa dimana memisahkan kehidupan dari orang tua (menuju proses berdikari)

dimana mereka harus menentukan nasibnya sendiri untuk memenuhi

kehidupannya, menjalin hubungan yang harmonis antara suami istri yang berbeda

karakter dan sifat-sifatnya, membesarkan anak-anaknya berdasarkan pada tatanan

etika moral Ren, Yi, Li, Ti, Yong dan Xin.25

Sebagaimana diketahui dalam kaitannya dengan alam, Khian

dilambangkan sebagai langit, sedangkan Khun dilambangkan sebagai Bumi.

Berkaitan dengan metafisika, maka Khian itu melambangkan Tian ( Tuhan Khalik

Semesta Alam ), sedangkan Khun adalah ciptaan-Nya yakni alam semesta dan

seisinya. Dalam kaitannya dengan manusia, Khian dilambangkan sebagai laki-

laki, sedang Khun dilambangkan sebagai wanita atau ibu. Bahwa “terjadinya

berlaksana benda tak lain adalah pertautan antara (Khun/Yin dan Khian/Yang.

25

Ongky Setio Kuncono, Perkawinan Menurut Agama Khonghucu

Ditinjau Dari Undang-undang Nomor l Tahun 1974, dalam .

http://spocjournal.com/hukum/346-perkawinan-menurut-agama-khonghucu-

ditinjau-dari-undang-undang-nomor-l-tahun-1974.html diakses pada tanggal 22

April 2014.

Page 17: BAB III AGAMA KHONGHUCU PADA MASA ORDE LAMA DAN … · 40 BAB III AGAMA KHONGHUCU PADA MASA ORDE LAMA DAN ORDE BARU DI SURAKARTA A. Agama Khonghucu pada Masa Orde Lama di Surakarta

56

Maka hanya pertauta antara Khun/Yin (Perempuan) dan Khian/Yang (Lelaki)

sajalah keturunan manusia itu akan terjadi”.26

Namun demikian, pada jaman Orde Baru, para pemeluk agama

Khonghucu mengalami kesulitan dalam hal pernikahan. Artinya, umat Khonghucu

tidak mendapatkan hak untuk ditulis di catatan sipil mengenai cara menikah

mereka selaku pemeluk agama Khonghucu. Hal ini karena petugas catatan sipil

tidak bersedia mencatat keterangan menikah dengan cara agama Khonghucu

sebab agama tersebut tidak diakui di dalam undang-undang yang ada.

Di Surakarta, umat pemeluk agama Khonghucu melakukan prosesi

pernikahan atau pemberkatan di dalam Lithang Swan Kong Tong. Tetapi ketika

hendak didaftarkan ke catatan sipil, petugas tidak bersedia mencatat agama

mereka. Hal ini terjadi karena agama Khonghucu tidak lagi diakui sebagai agama

yang ada di Indonesia.

Sebagai konsekuensinya, mereka harus menggunakan agama lain dalam

hal menikah, misalnya Budha. Sehingga pada surat nikah ditulis pernikahan

tersebut dilakukan dengan cara agama Budha. Hal ini tentu membuat umat

pemeluk agama Khonghucu merasa tidak nyaman. Namun pada satu sisi, mereka

juga sulit untuk menentang kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah Orde Baru.

Sebab di dalam ajaran yang mereka yakini, menyatakan bahwa perkawinan

dianggap sah apabila telah disumpah di hadapan altar (tempat ibadah) Nabi

26

SoetandyoWignyosoebroto,1997,dalam

http://spocjournal.com/hukum/346-perkawinan-menurut-agama-khonghucu-

ditinjau-dari-undang-undang-nomor-l-tahun-1974. html diakses paada tanggal 28

September 2014.

Page 18: BAB III AGAMA KHONGHUCU PADA MASA ORDE LAMA DAN … · 40 BAB III AGAMA KHONGHUCU PADA MASA ORDE LAMA DAN ORDE BARU DI SURAKARTA A. Agama Khonghucu pada Masa Orde Lama di Surakarta

57

Khonghucu maupun Altar leluhur dan dilakukan oleh seorang Rohaniawan beserta

saksi-saksi, disetujui oleh kedua belah pihak orang tua.

d. Dampak dalam hal Kartu Identitas atau KTP

KTP merupakan salah satu kartu identitas yang wajib dimiliki oleh setiap

warga Negara Indonesia terutama yang sudah memenuhi syarat untuk

memilikinya sebagaimana yang diatur di dalam undang-undang. Pada jaman

pemerintahan Orde Baru atau Orba, para pemeluk agama Khonghucu

mendapatkan kesulitan. Dengan kata lain, hak kependudukan penganut agama

Khonghucu juga dilanggar. Penganut agama Khonghucu sebelum reformasi tidak

bisa membuat Kartu Tanda Penduduk (KTP) dengan agama Khonghucu. Mereka

boleh meminta KTP asalkan agama yang tertulis dalam kolom agamanya bukan

agama Khonghucu, pemeluk Khonghucu biasanya memilih Budha atau Kristen

dalam KTP mereka. “Dengan tidak diakuinya Khonghucu sebagai agama di

Indonesi, maka umat Khonghucu juga tidak bisa menuliskan agama yang mereka

anut pada kolom agama di KTP yang mereka miliki. Sehingga mereka dengan

terpaksa mencantumkan agama lain yang sebenarnya di luar keyakinan mereka”.27

Akibat adanya Inpres tersebut, masyarakat atau umat pemeluk agama

Khonghucu kehilangan hak sipilnya. Hak sipil itu antara lain; hak menikah secara

agama Khonghucu, hak mencantumkan agama Khonghucu pada kartu identitas

seperti KTP, hak mendapatkan pendidikan agama Konghucu baik di SD, SMP,

SMA dan Perguruan Tinggi. Padahal, sebelum ada Inpres no 14 tahun 1967

27

Wawancara dengan Buana Jaya pada Tanggal 19 Desember 2014.

Page 19: BAB III AGAMA KHONGHUCU PADA MASA ORDE LAMA DAN … · 40 BAB III AGAMA KHONGHUCU PADA MASA ORDE LAMA DAN ORDE BARU DI SURAKARTA A. Agama Khonghucu pada Masa Orde Lama di Surakarta

58

tersebut, sudah ada TAP MPRS tentang keharusan diadakannya kurikulum dan

pelaksanaan pendidikan agama Islam, Kristen, Katholik, Hindu, Budha, dan

Khonghucu. Lebih jauh Buana Jaya menilai bahwa “melihat dampak sebagaimana

dikatakan di atas, pemerintah Indonesia yang pada saat itu di bawah kekuasaan

presiden Soeharto, telah melakukan pelanggaran hak asasi bagi pemeluk agama,

khususnya Khonghucu”.28

Mengenai persoalan KTP, Purwani yang merupakan pemeluk agama

Khonghucu sekaligus salah satu pengurus MAKIN Surakarta, juga pernah

menuliskan agama di kolom KTP nya dengan agama Islam. Hal ini dilakukan

karena adanya tuntutan keadaan waktu itu. Akan tetapi setelah reformasi,

Purwani kembali mengganti identitas agamanya dengan Khonghucu.

e. Dampak dalam bidang Seni dan Budaya

Lebih jauh, Inpres no 14 tahun 1967 juga membuat budaya etnis Tionghoa

menjadi terhambat, misalnya tidak diperbolehkan merayakan tahun baru Cina atau

Imlek dan menampilkan ke publik kesenian Liong dan Barongsai. Kesenian Liong

dan barongsai pada masa Orde Baru tetap ada, walaupun dalam menampilkan

kesenian ini harus secara sembunyi-sembunyi. Kesenian Liong dan Barongsai

dilarang tampil di muka umum. Selain kesenian Liong dan Barongsai, dalam

merayakan tahun baru China atau Imlek, pemeluk Khonghucu dilarang

menggunakan busana khas China.

28

Wawancara dengan Buana Jaya pada tanggal 19 Desember 2014

Page 20: BAB III AGAMA KHONGHUCU PADA MASA ORDE LAMA DAN … · 40 BAB III AGAMA KHONGHUCU PADA MASA ORDE LAMA DAN ORDE BARU DI SURAKARTA A. Agama Khonghucu pada Masa Orde Lama di Surakarta

59

Tahun baru Imlek dan kesenian Barongsai dan Liong, sebenarnya

bukanlah semata-mata bentuk kesenian atau wujud budaya belaka. Tetapi

merupakan bagian dari ajaran agama Khonghucu itu sendiri. Mengenai Imlek,

nabi Khong Zi yang merupakan penyebar agama Khonghucu, pernah bersabda

bahwa, “Kembalilah pada penanggalan dinasti Xia.” Sekedar diketahui, sebelum

ada sabda itu, umat Khonghucu mengikuti penanggalan berdasarkan awal musim

dingin. Imlek merupakan penanggalan berdasarkan awal musim semi atau musim

tanam. Sedangkan dinasti Xia merupakan dinasti pertama, yaitu 23 abad SM.

Dinasti Xia tersebut menetapkan tahun baru imlek pada awal musim semi. “Pada

masa dinasti Shang, yaitu dinasti kedua, tahun baru Imlek diajukan di akhir

musim dingin. Adapun nabi Khong Zi sendiri hidup pada masa dinasti Zhou, atau

tepatnya dinasti ketiga setelah dinasti Shang”.29

Mengenai Barongsai dan Liong, orang China khususnya pemeluk agama

Khonghucu menganggap bahwa dua binatang tersebut merupakan binatang yang

sakral dimana juga menjadi bagian dari agama Khonghucu. Umat Khonghucu

percaya bahwa dua binatang tersebut menyimbolkan tolak bala terhadap bencana,

paceklik dan lain sebagainya. Selain itu, dengan binatang tersebut juga dipercaya

memberikan pertanda akan adaya hari-hari yang lebih baik.

Pada kesenian Barongsai dan Liong di MAKIN Surakarta, ada tiga misi

yaitu misi ritual, misi entertainmen dan misi olah raga. “Khusus mengenai misi

ritual, Barongsai dan Liong yang dimainkan biasanya dominan dengan warna

29

Wawancara dengan Haksu Tjie Tjai Ing pada Tanggal 23 Desember

2014.

Page 21: BAB III AGAMA KHONGHUCU PADA MASA ORDE LAMA DAN … · 40 BAB III AGAMA KHONGHUCU PADA MASA ORDE LAMA DAN ORDE BARU DI SURAKARTA A. Agama Khonghucu pada Masa Orde Lama di Surakarta

60

Hitam dan Putih atau merah dan putih sebagai simbol unsur Yin dan Yang karena

dipercaya bisa menolak bala”.30

Selain beberapa dampak di atas, dampak lebih jauh dari kebijakan

pemerintahan Orde Baru tidak hanya membatasi ruang gerak umat agama

Khonghucu dalam menjalankan praktik keagamaannya saja melainkan juga

membuat sebagian besar umat berpindah keyakinan. Mengenai jumlah pasti

berapa banyak pemeluk agama Khonghucu di kota Surakarta, sulit ditelusuri.

Namun menurut pengakua Tjhie Tjay Ing selaku sesepuh MAKIN Surakarta dan

sekaligus salah satu pengurusnya, mengatakan bahwa “sebelum pemerintahan

Orde Baru, umat penganut agama Khonghucu mencapai ribuan”.31

Kebijakan yang dijalankan oleh pemerintahan Orde Baru telah

mengakibatkan mayoritas pemeluk agama Khonghucu berpindah agama.

Mengenai berapa jumlah umat Khonghucu yang pindah agama juga sulit

ditelusuri data yang valid. Namun yang jelas, secara kuantitas jumlah pemeluk

agama Khonghucu jauh berkurang. Hal ini misalnya dilihat dari komposisi jumlah

pemeluk agama (2013). Kepala Kantor Kemenag Surakarta, Ahmad Nasirin

mencatat bahwa “pemeluk agama Islam 44.2654 jiwa, Kristen 83.519 jiwa,

30

Henricus Hans Sp., “Komunikasi dan Akulturasi (Studi Deskriptif

Kualitatif Komunikasi antar Budaya Tionghoa dan Jawa dalam Proses Akulturasi

pada Kelompok Barongsai di Yayasan Tripusaka Surakarta)”, Skripsi, Surakarta,

FISIP UNS,2011. hlm.4 31

Wawancara dengan Haksu Tjhie Tjai Ing pada Tanggal 23 Desember

2012

Page 22: BAB III AGAMA KHONGHUCU PADA MASA ORDE LAMA DAN … · 40 BAB III AGAMA KHONGHUCU PADA MASA ORDE LAMA DAN ORDE BARU DI SURAKARTA A. Agama Khonghucu pada Masa Orde Lama di Surakarta

61

Katolik 7.3275 jiwa, Hindu 1.283 jiwa, Budha 3.610 jiwa dan Konghuchu 500

jiwa, lainnya 9 jiwa”.32

Berdasarkan komposisi di atas, jumlah umat Khonghucu dapat dikatakan

paling sedikit bila dibanding dengan jumlah pemeluk agama lain yang ada di kota

Surakarta. Jumlah pemeluk agama Khonghucu masih sangat sulit dilakukan

pendataannya. Hal itu mengakibatkan adanya perbedaan jumlah yang ada pada

lembaga yang memiliki data statistik. Dalam hal ini dapat dicontohkan dari data

BPS kota Surakarta yang menuliskan bahwa jumlah umat pemeluk agama

Khonghucu 111.33

Adanya perbedaan data tersebut salah satunya disebabkan karena adanya

umat Khonghucu yang memiliki KTP dimana pada kolom agama tercantum

agama lain namun di dalam praktik keagamaannya tetap memeluk agama

Khonghucu. Barangkali umat yang identitasnya sudah terlanjur tercantum di

kolom KTP dengan agama lain karena dampak kebijakan Orde Baru, enggan

mengurusnya agar bisa mengganti lagi identitas agamanya. Barangkali mereka

malas melakukan itu karena sudah tua dan sebagainya.34

Jadi, sebenarnya jumlah

pemeluk agama Khonghucu tidak sesuai dengan yang tercatat pada lembaga yang

berwewenang seperti BPS atau Kemenag dan lain sebagainya. Misalnya saja,

jumlah pengurus dan anggota MAKIN bisa mencapai 600 an. Namun yang hadir

pada sembahyang rutin di Lithang hanya 10 persennya saja.

32

http://edysupriatna.blogspot.com/2014/08/surakarta-di-panggung-

kerukunan antaragama.html#sthash.ExpnA5Pr.dpuf. Diakses pada tanggal 24

Desember 2014. 33

Wawancara dengan Adjie Chandra pada Tanggal 23 Desember 2014. 34

Wawancara dengan Adjie Chandra pada tanggal 23 Desember 2014

Page 23: BAB III AGAMA KHONGHUCU PADA MASA ORDE LAMA DAN … · 40 BAB III AGAMA KHONGHUCU PADA MASA ORDE LAMA DAN ORDE BARU DI SURAKARTA A. Agama Khonghucu pada Masa Orde Lama di Surakarta

62

Di bawah ini merupakan contoh umat Khonghucu yang memiliki identitas

agama Kristen meskipun masih tetap menjalankan kebaktian atau peribadatan

agama Khonghucu.

Gambar 3

Contoh KTP Umat Khonghucu dengan identitas agama lain

Identitas agama yang tercantum dalam KTP sebenarnya bukan agama yang

dianutnya tersebut merupakan perwujudan dari sikap yang ditujukan pada

kebijakan pemerintah Orde Baru.Karena agama Khonghucu tidak diakui dan

untuk menghindari persoalan, lebih baik mencantumkan agama lain di KTP.

Informasi lain tentang jumlah penduduk berdasarkan agama di Surakarta

juga dapat dilihat dari data yang ada di Dispendukcapil Surakarta. Dari data yang

ada menunjukkan bahwa penduduk Kota Surakarta pada umumnya memeluk

agama Islam (77,78 persen), disusul kemudian pemeluk agama Kristen (14,37

persen) dan Katholik (7,50 persen). Sedangkan Hindu, Budha dan Konghucu serta

aliran kepercayaan sangat sedikit (0,36 persen). Jika dikaitkan dengan wilayah

Page 24: BAB III AGAMA KHONGHUCU PADA MASA ORDE LAMA DAN … · 40 BAB III AGAMA KHONGHUCU PADA MASA ORDE LAMA DAN ORDE BARU DI SURAKARTA A. Agama Khonghucu pada Masa Orde Lama di Surakarta

63

kecamatan, maka agama islam mendominasi semua wilayah kecamatan di Kota

Surakarta.

Berdasarkan uraian di atas, Inpres dan segala bentuk aturan yang berkaitan

dengan deskriminasi terhadap umat agama Khonghucu telah membawa dampak

yang tidak baik bagi pemeluk agama Khonghucu. Hal ini sebagaimana

diungkapkan oleh Buana Jaya, “bahwa Inpres no 14 tahun 1967 yang dikeluarkan

oleh presiden Soeharto memiliki tujuan untuk mengontrol sepenuhnya segala

bentuk budaya yang dipandang asing khususnya yang datang dari Negara-negara

komunis”.35

Dengan demikian maka tidak heran seandainya kegiatan keagamaan

umat Khonghucu sangat dibatasi oleh pemerintah Orde Baru yang waktu itu

pemegang kekuasaan.

C. Sikap Tokoh Agama Khonghucu

Kenyataan adanya perlakuan yang dikrimantif dari pemerintah Orde Baru,

para pemuka agama Khonghucu tidak hanya pasrah atau diam dalam

menyikapinya. Para tokoh Khonghucu melakukan upaya tertentu agar aktualisasi

yang mereka lakukan dalam beragama tetap bisa dijalankan dengan sebaik dan

senyaman mungkin sebagaimana halnya para pemeluk agama lain.

Kebijakan politik yang membatasi ruang gerak umat Khonghucu dalam

menjalankan praktik keagamaan mereka, tidak serta merta seluruh pemeluk atau

umat agama Khonghucu, khususnya di kota Surakarta meninggalkan keyakinan

mereka. Umat Khonghucu yang masih bertahan atau tetap berpegang pada

35

Wawancara dengan Buana Jaya pada Tanggal 23 Desember 2014.

Page 25: BAB III AGAMA KHONGHUCU PADA MASA ORDE LAMA DAN … · 40 BAB III AGAMA KHONGHUCU PADA MASA ORDE LAMA DAN ORDE BARU DI SURAKARTA A. Agama Khonghucu pada Masa Orde Lama di Surakarta

64

keyakinannya sebagai pemeluk agama Khonghucu, mengakui bahwa dengan

adanya kebijakan pemerintah Orde Baru yang bersifat diskriminatif terhadap umat

Khonghucu, telah membawa dampak yang buruk bagi pemeluk Khonghucu.

Banyak umat Khonghucu yang terpakasa harus pindah agama karena kebijakan

pemerintah Orde Baru. Akibatnya, secara kuantitatif jumlah umat Khonghucu

sangat banyak berkurang.

Data yang sudah dipaparkan di atas, baik dari BPS, Kemenag, maupun

Dispendukcapil menunjukkan bahwa pemeluk agama Khonghucu tetap ada

walaupun secara kuantitas sedikit. Para pemeluk agama Khonghucu yang masih

memegang teguh keyakinan mereka di tengah kebijkan politik yang diskriminatif

tersebut tetap membuat mereka terus berjuang untuk mengembalikan hak-hak

mereka sebagai warga Negara dan sekaligus pemeluk agama sebagaimana yang

diyakini.

Para tokoh atau pemuka agama Khonghucu bukan tidak melakukan

tindakan apapun. Artinya, para pemuka agama Khonghucu tidak sekedar pasrah

terhadap keadaan yang cenderung merugikan agama yang mereka anut tersebut.

Ada beberapa sikap yang diambil selain tetap memberikan pembelajaran agama

Khonghucu di sekolah meskipun akhirnya dilarang juga, para tokoh dan pemuka

agama Khonghucu yang tetap pada keyakinannya, tidak mau atau

mempertahankan identitas mereka sebagai pemeluk agama Khonghucu. Tokoh

agama Khonghucu seperti Thjie Tjai Ing tetap menuliskan agama mereka pada

KTP dengan atau sebagai pemeluk agama Khonghucu.

Page 26: BAB III AGAMA KHONGHUCU PADA MASA ORDE LAMA DAN … · 40 BAB III AGAMA KHONGHUCU PADA MASA ORDE LAMA DAN ORDE BARU DI SURAKARTA A. Agama Khonghucu pada Masa Orde Lama di Surakarta

65

Dalam menyikapi kebijakan pemerintahan Orde Baru yang

mendiskriminasi umat pemeluk agama Khonghucu, para pemuka agama

Khonghucu melakukan beberapa tindakan, di antaranya melakukan komunikasi

dengan pemerintah, baik di daerah maupun pusat, menemui menteri agama dan

menteri dalam negeri, yang pada puncaknya mengadakan pertemuan dengan wakil

presiden Adam Malik untuk membicarakan persoalan yang dihadapi umat

Khonghucu. Dari komunikasi tersebut, selanjutnya para perwakilan tokoh

Khonghucu yang didampingi oleh Adam Malik melakukan pertemuan dengan

presiden Soeharto. Pertemuan tersebut membuahkan hasil bahwa mengenai

keberadaan agama Khonghucu di Indonesia, pemerintah memandang positif

namun pasif. Hal ini oleh tokoh agama Khonghucu “dianggap sebagai kemajuan,

mengingat sebelumnya pemerintah terkesan memandang negatif pada umat agama

Khonghucu”.36

36

Wawancara dengan Buana Jaya pada Tanggal 19 Desember 2014.