ru final.docx

25
PENDAHULUAN Malaria adalah penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh plasmodium yang menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual di dalam darah. Penyakit ini telah diketahui sejak zaman Yunani dan banyak ditemukan di daerah rawa – rawa yang mengeluarkan bau busuk di sekitarnya, sehingga penyakitnya disebut “malaria” (mal area = udara buruk = bad air). 1,2 Sekitar tahun 1880, Charles Louis Alphonse Laveran melihat bentuk pisang dalam darah seorang penderita malaria. Kemudian diketahui siklus hidup plasmodium dan transmisi penularannya pada nyamuk (Ross, 1897). Pada tahun 1980 Krotoski dan Garnham menemukan bentuk di jaringan yang disebut hipnozoit yang menyebabkan terjadinya relaps. 1 Penyebab infeksi malaria yaitu plasmodium, suatu protozoa darah yang termasuk dalam phylum Apicomplexa, kelas Sporozoa, subkelas coccidiida, ordo Eucoccodides, subordo Haemosporididea, famili plasmodidae, genus plasmodium. Plasmodium ini pada manusia menginfeksi eritrosit dan mengalami pembiakan aseksual di jaringan hati dan eritrosit. Pembiakan seksual terjadi di tubuh nyamuk anopheles betina. 1,2 Terdapat empat spesies plasmodium pada manusia yaitu, Plasmodium vivax (P.vivax) ,yang menyebabkan malaria vivax / tertiana (benign malaria), Plasmodium falciparum (P.falciparum) yang menyebabkan malaria tropika / falciparum (malignant malaria), Plasmodium malariae (P.malariae) yang menyebabkan malaria kuartana dan Plasmodium ovale (P. ovale) yang menyebabkan malaria ovale. 1,2 1

Upload: gabriella-lintin

Post on 01-Jan-2016

28 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ru final.docx

PENDAHULUAN

Malaria adalah penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh plasmodium yang

menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual di dalam darah.

Penyakit ini telah diketahui sejak zaman Yunani dan banyak ditemukan di daerah rawa –

rawa yang mengeluarkan bau busuk di sekitarnya, sehingga penyakitnya disebut “malaria”

(mal area = udara buruk = bad air).1,2

Sekitar tahun 1880, Charles Louis Alphonse Laveran melihat bentuk pisang dalam

darah seorang penderita malaria. Kemudian diketahui siklus hidup plasmodium dan transmisi

penularannya pada nyamuk (Ross, 1897). Pada tahun 1980 Krotoski dan Garnham

menemukan bentuk di jaringan yang disebut hipnozoit yang menyebabkan terjadinya relaps.1

Penyebab infeksi malaria yaitu plasmodium, suatu protozoa darah yang termasuk

dalam phylum Apicomplexa, kelas Sporozoa, subkelas coccidiida, ordo Eucoccodides,

subordo Haemosporididea, famili plasmodidae, genus plasmodium. Plasmodium ini pada

manusia menginfeksi eritrosit dan mengalami pembiakan aseksual di jaringan hati dan

eritrosit. Pembiakan seksual terjadi di tubuh nyamuk anopheles betina.1,2

Terdapat empat spesies plasmodium pada manusia yaitu, Plasmodium vivax

(P.vivax) ,yang menyebabkan malaria vivax / tertiana (benign malaria), Plasmodium

falciparum (P.falciparum) yang menyebabkan malaria tropika / falciparum (malignant

malaria), Plasmodium malariae (P.malariae) yang menyebabkan malaria kuartana dan

Plasmodium ovale (P. ovale) yang menyebabkan malaria ovale.1,2

Infeksi malaria tersebar pada lebih dari 100 negara di benua Afrika, Asia, Amerika

(bagian selatan) dan daerah Oceania dan Kepulauan Caribia. Lebih dari 1,6 triliun orang

terpapar oleh malaria dengan dugaan morbiditas 200 – 300 juta dan mortalitas lebih dari 1

juta per tahun.1,3

P.falciparum dan P.malariae umumnya ditemukan pada semua negara malaria. Di

Afrika, Haiti dan Papua Nugini umumnya ditemukan P.falciparum. P.vivax banyak di

Amerika Latin. Di Amerika Serikat, Asia Tenggara, negara Oceania dan India umumnya

ditemukan P.falciparum dan P.vivax. P.ovale biasanya hanya di Afrika. Di Indonesia

kawasan timur mulai dari Kalimantan, Sulawesi Tengah sampai Utara, Maluku, Irian Jaya,

Nusa Tenggara Timur, merupakan endemis malaria dengan P.falciparum dan P.vivax.1,4,5

1

Page 2: ru final.docx

Manifestasi klinik tergantung dari imunitas penderita dan tingginya transmisi infeksi.

Berat atau ringannya infeksi dipengaruhi oleh jenis plasmodium, umur, nutrisi, ada tidaknya

resistensi pengobatan. Gejala yang klasik yaitu terjadinya “trias malaria” secara

berurutan : 1,6,7

- Periode dingin (15 – 60 menit) : mulai menggigil, penderita sering membungkus diri

dengan selimut dan saat menggigil sering seluruh badan bergetar dan gigi saling terantuk,

diikuti dengan meningkatnya temperatur.

- Periode panas : penderita muka merah, nadi cepat, panas dalam beberapa jam, diikuti

dengan berkeringat.

- Periode berkeringat : penderita berkeringat banyak, temperatur turun dan penderita merasa

sehat. Periode tidak panas berlangsung 12 jam pada malaria falciparum, 36 jam pada

malaria vivax dan ovale serta 60 jam pada malaria kuartana.

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan : demam (suhu > 37,50C), konjungtiva dan

telapak tangan pucat, pembesaran lien, pembesaran hati, penurunan kesadaran, ikterik, ronkhi

pada kedua paru, gagal ginjal, gejala neurologik berupa kaku kuduk dan refleks patologi.6,7

Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis berupa tetesan preparat darah

tebal, untuk menemukan parasit malaria, tetesan darah tipis untuk identifikasi jenis

plasmodium, tes antigen P – F tes untuk mendeteksi antigen P.falciparum, tes serologi untuk

mendeteksi adanya antibodi spesifik tehadap malaria atau pada keadaan dimana parasit

sangat minimal serta PCR yang sangat peka DNA parasit.1,7,8

Prognosis bergantung pada kecepatan diagnosis dan ketepatan serta kecepatan

pengobatan. Pada malaria berat yang tidak diobati, maka mortalitas yang dilaporkan pada

anak – anak 15%, dewasa 20%, dan pada kehamilan meningkat sampai 50%. Prognosis

malaria berat dengan kegagalan 3 fungsi organ adalah 50% sedangkan pada kegagalan 4

fungsi organ meningkat menjadi 75%. Terdapat korelasi antara kepadatan parasit dengan

klinis malaria berat, yaitu :2

- Kepadatan < 100.000, mortalitas < 1 %

- Kepadatan > 100.000, mortalitas > 1 %

- Kepadatan > 500.000, mortalitas < 50 %

Berikut ini dilaporkan sebuah kasus malaria falciparum dengan trombositopenia dari

seorang penderita yang dirawat di bagian penyakit dalam di RSU Prof. Dr. R.D. Kandou

Manado.

2

Page 3: ru final.docx

LAPORAN KASUS

Seorang laki – laki usia 41 tahun, suku Minahasa, masuk rumah sakit Prof. Dr. R. D

Kandou pada tanggal 27 September 2012 dengan keluhan utama panas. Panas dialami

penderita sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Panas dirasakan naik turun. Panas turun

dengan obat penurun panas. Panas timbul lagi sekitar sore atau malam hari. Penderita juga

mengeluh menggigil sampai seluruh badan bergetar serta sering berkeringat saat panas. Mual

dan muntah dialami penderita sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Penderita merasa

mual tiap kali makan. Muntah dialami 3 – 4 kali / hari, berisi cairan dan sisa makanan, tidak

ada darah, volume ¼ gelas aqua. Tidak ada nyeri perut, tidak ada kembung. Penurunan nafsu

makan dialami penderita sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit sehingga badan terasa

lemah. Sakit kepala dialami penderita sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Sakit kepala

seperti ditusuk - tusuk di seluruh bagian kepala. Penderita juga merasa pusing seakan – akan

lingkungan sekitar penderita berputar – putar. Buang air kecil lancar, air kemih warna kuning

tua. Buang air besar lancar, satu kali sehari, kotoran warna kuning dengan konsistensi padat.

Riwayat penyakit malaria tahun lalu, penyakit darah tinggi, penyakit gula, penyakit jantung,

penyakit ginjal, penyakit hati, asam urat dan kolesterol. Isteri penderita sakit malaria, dirawat

di RSU Prof. Dr. R.D. Kandou, 2 bulan sebelum penderita masuk rumah sakit. Di lingkungan

tempat tinggal penderita, banyak warga setempat yang sering sakit malaria. Penderita sehari –

hari bekerja sebagai pemungut sampah di TPA sumompou. Penderita merokok sejak usia 18

tahun, sebanyak 3 – 4 batang rokok per hari serta sejak usia 20 tahun kadang - kadang

penderita minum alkohol.

Pada pemeriksaan fisik keadaan umum tampak sakit sedang dengan kesadaran

kompos mentis. Tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 96 kali permenit regular, isi cukup,

frekuensi pernapasan 24 kali permenit, dan suhu badan aksiler 37,9o celsius. Berat badan

56 kg, tinggi badan 170 cm. Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik. Tidak terdapat

pembesaran kelenjar getah bening di leher, trakea letak di tengah, tekanan vena jugularis

5 + 0 cm. Dinding dada tampak simetris pada keadaan statis dan dinamis, fremitus raba kanan

sama dengan kiri, perkusi sonor pada kedua paru, suara pernapasan vesikuler, tidak terdapat

ronkhi maupun wheezing. Pemeriksaan jantung didapatkan iktus kordis tidak tidak tampak,

tidak teraba, batas jantung kiri pada sela iga V garis midclavicularis kiri, batas kanan pada

sela iga IV garis parasternalis kanan. Suara jantung normal, regular 96 kali permenit, tidak

terdengar bising jantung. Perut tampak datar, teraba lemas dan tidak ada nyeri tekan. Hati

3

Page 4: ru final.docx

teraba membesar 2 jari di bawah arcus costae, tepi tajam, konsistensi padat, permukaan halus

dan tidak ada nyeri tekan. Limpa tidak membesar, tidak terdapat ascites, bising usus normal.

Anggota gerak teraba hangat, tidak terdapat edema, tidak terdapat petekie. Tidak teraba

adanya pembesaran kelenjar getah bening inguinal.

Pemeriksaan laboratorium saat masuk rumah sakit didapatkan kadar hemoglobin

15,4 g/dL, leukosit 4.800/mm3, trombosit 25.000 / mm3, eritrosit 5,05 x 106/mm3, Hct 44,5 %,

DDR ditemukan parasit malaria (+) berupa P.Falciparum bentuk ring (++++).

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium, pasien

didiagnosis dengan Malaria Falciparun dengan trombositopenia.

Pasien diberikan IVFD RL : D5% sebanyak 20 tetes permenit, artesunat empat kali

lima puluh milligram tablet perhari sekali minum selama tiga hari, amodiakuin empat kali

dua ratus milligram tablet perhari sekali minum selama tiga hari, paracetamol tiga kali lima

ratus milligram tablet perhari, domperidone tiga kali sepuluh miligram tablet perhari.

Hari kedua perawatan, penderita masih mengeluh lemah badan dan sakit kepala yang

hilang timbul, mual/muntah berkurang. Keadaan umum sedang, kesadaran kompos mentis.

Tekanan darah 110/70 mmgHg, nadi 76 kali permenit, frekuensi pernapasan 24 kali

permenit, suhu badan aksiler 370 celsius. Dilakukan kembali pemeriksaan laboratorium

berupa darah lengkap dan DDR dengan hasil : hemoglobin 13,6 g/dL, leukosit 4.500/mm3,

trombosit 51.000 / mm3, eritrosit 3,95 x 106/mm3, Hct 32,9%, DDR negatif. Penderita

diberikan IVFD RL : D5% (1:1) sebanyak 20 tetes permenit, artesunat empat tablet lima

puluh miligram, amodiakuin empat tablet dua ratus miligram, paracetamol tablet tiga kali

lima ratus milligram perhari dan pemberian domperidone hanya bila penderita merasa

mual/muntah saja.

Hari ketiga perawatan, penderita masih mengeluh lemah badan dan sakit kepala yang

hilang timbul, tidak merasa mual/muntah. Keadaan umum sedang, kesadaran kompos

mentis. Tekanan darah 110/70 mmgHg, nadi 80 kali permenit, frekuensi pernapasan 24 kali

permenit, suhu badan aksiler 37,40 celsius. Dilakukan pemeriksaan laboratorium berupa

darah lengkap, gula darah sewaktu, elektrolit (Na, K, Cl), fungsi ginjal (ureum, kreatinin),

fungsi hati (SGOT, SGPT) dan DDR kembali, dengan hasil : hemoglobin 11,6 g/dL, leukosit

4.200/mm3, trombosit 81.000 / mm3, eritrosit 3,85 x 106/mm3, Hct 31,9%, GDS 85 mg/dL,

Na 139 mEq/L, K 3,8 mEq/L, Cl 100 mEq/L, ureum 14 mg/dL, kreatinin 0,8 mg/dL,

SGOT 23 U/L, SGPT 33 U/L, DDR negatif. Penderita diberikan IVFD RL : D5% (1:1)

sebanyak 20 tetes permenit, artesunat empat tablet, amodiakuin empat tablet, paracetamol

tablet tiga kali perhari bila panas dan pemberian obat domperodine dihentikan.

4

Page 5: ru final.docx

Hari keempat perawatan, penderita tidak ada keluhan. Keadaan umum sedang,

kesadaran kompos mentis. Tekanan darah 100/60 mmgHg, nadi 76 kali permenit, frekuensi

pernapasan 20 kali permenit, suhu badan aksiler 36,60 celsius. Dilakukan kembali

pemeriksaan laboratorium berupa darah lengkap, DDR, IgG dan IgM anti dengue dengan

hasil : hemoglobin 12,7 g/dL, leukosit 4.400/mm3, trombosit 100.000 / mm3, eritrosit

4,11 x 106/mm3, Hct 33,2%, DDR negative, IgG anti dengue negatif, IgM anti dengue

negatif. Penderita diberikan IVFD RL : NaCl 0,9% (1:1) sebanyak 14 tetes permenit,

paracetamol tiga kali lima ratus milligram perhari bila panas sedangkan pemberian artesunat

dan amodiakuin dihentikan.

Hari kelima perawatan, penderita tidak ada keluhan dan telah menunjukkan perbaikan

klinis yang baik. Keadaan umum baik, kesadaran kompos mentis. Tekanan darah

110/80 mmgHg, nadi 84 kali permenit, frekuensi pernapasan 24 kali permenit, suhu badan

aksiler 36,50 celsius. Penderita dibolehkan pulang dan rencana kontrol ke poliklinik interna.

5

Page 6: ru final.docx

PEMBAHASAN

Malaria adalah penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh plasmodium yang

menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual di dalam darah.

Menurut WHO, malaria adalah penyakit yang prosesnya yang disebabkan oleh parasit

malaria genus plasmodium aseksual yang masuk ke dalam tubuh manusia yang ditularkan

oleh nyamuk anopheles betina, yang ditandai dengan demam, muka tampak pucat dan disertai

pembesaran organ tubuh. Malaria tanpa komplikasi didefinisikan sebagai malaria yang

simptomatik tanpa tanda atau gejala malaria berat atau disfungsi organ vital.1

Infeksi parasit malaria pada manusia dimulai bila nyamuk anopheles betina menggigit

manusia dan melepaskan sporozoit ke dalam pembuluh darah, dimana sebagian besar dalam

waktu 45 menit akan menuju ke hati dan sebagian kecil sisanya akan mati di darah. Di dalam

sel parenkim hati mulailah perkembangan aseksual (intrahepatic schizogony atau pre –

erythrocytes schizogony). Setelah sel parenkim hati terinfeksi, terbentuk skizon hati yang

apabila pecah akan mengeluarkan banyak merozoit ke sirkulasi darah. Pada P.vivax dan

P.ovale, sebagian parasit di dalam sel hati membentuk hipnozoit yang dapat bertahan sampai

bertahun – tahun, dan bentuk ini yang akan menyebabkan relaps pada malaria.1,2

Setelah berada dalam sirkulasi darah merozoit akan menyerang erotrosit dan masuk

melalui reseptor permukaan eritrosit. Reseptor untuk P.falciparum diduga suatu glycophorins.

Dalam waktu kurang dari 12 jam parasit berubah bentuk menjadi bentuk ring. Pada

P.falciparum menjadi bentuk stereo – headphones, yang mengandung kromatin dalam intinya

dikelilingi sitoplasma. Parasit tumbuh setelah memakan hemoglobin dan dalam

metabolismenya membentuk pigmen yang disebut hemozoin. Eritrosit yang terinfeksi

menjadi lebih elastik dan dinding berubah lonjong. Pada P.falciparum dinding eritrosit

berubah membentuk tonjolan yang disebut knob. Setelah invasi ke dalam eritrosit, parasit

akan menjadi skizon yang bila pecah akan mengeluarkan merozoit dan siap menginfeksi

eritrosit yang lain.1,2

Di dalam darah sebagian parasit akan membentuk gamet jantan dan betina. Bila

nyamuk menghisap darah manusia yang sakit akan terjadi siklus seksual dalam tubuh

nyamuk. Setelah terjadi perkawinan akan terbentuk zigot yang berkembang menjadi ookinet.

Selanjutnya ookinet akan menembus dinding perut nyamuk dan membentuk ookista. Ookista

akan masak dan mengeluarkan sporozoit yang akan bermigrasi ke kelenjar ludah nyamuk dan

siap menginfeksi manusia.1

6

Page 7: ru final.docx

Diagnosis penderita diatas berdasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang. Gejala yang klasik pada malaria yaitu terjadinya “Trias malaria”

secara berurutan :1,6,7

- Periode dingin (15 – 60 menit) : mulai menggigil, penderita sering membungkus diri

dengan selimut dan saat menggigil sering seluruh badan bergetar dan gigi saling terantuk,

diikuti dengan meningkatnya temperatur.

- Periode panas : penderita muka merah, nadi cepat, panas dalam beberapa jam, diikuti

dengan berkeringat.

- Periode berkeringat : penderita berkeringat banyak, temperatur turun dan penderita merasa

sehat. Periode tidak panas berlangsung 12 jam pada malaria falciparum, 36 jam pada

malaria vivax dan ovale serta 60 jam pada malaria kuartana

Demam dipengaruhi dengan proses skizogoni, yaitu pecahnya skizon hati sehingga

merozoit – merozoit akan dilepaskan ke dalam sirkulasi. Pada P.falciparum proses skizogoni

berlangsung dalam 24 jam. Pada malaria falciparum demam biasanya mulai ireguler. Saat

fase panas, suhu tidak turun sampai normal, temperatur menjadi remiten atau kontinu, bahkan

kadang – kadang demam tidak jelas atau tidak ada, sampai timbul gejala awal

komplikasinya.1,6

Berdasarkan kepustakaan, malaria mempunyai gambaran karakteristik demam

periodik. Keluhan prodormal dapat terjadi sebelum terjadinya demam berupa kelemahan,

malaise, sakit kepala, merasa dingin di punggung, nyeri sendi dan tulang, demam ringan,

anoreksia, perut tidak enak, diare ringan dan kadang menggigil.1 Gejala penderita pada waktu

masuk RS di Minahasa dan Manado umumnya bersifat simptomatis, berupa demam (92 –

96%), diikuti dengan sakit kepala (79 – 94%), menggigil (64 – 82%), mual (74 – 76%),

pusing (75 – 82%), nyeri ulu hati (31 – 52%), dan muntah (31 – 37%).6 Pada anamnesis

ditemukan bahwa penderita mengeluh panas yang naik turun disertai menggigil dan

berkeringat. Penderita juga merasa sakit kepala, kadang – kadang disertai pusing,

mual/muntah dan badan terasa lemah.

Malaria falciparum ditandai dengan panas ireguler, anemia, pembesaran hati dan

limpa, ikterus, parasitemia banyak dan sering terjadi komplikasi. Jika infeksi memberat nadi

cepat, mual, muntah, diare menjadi lebih berat dan ada kelainan paru. Limpa membesar

dengan cepat, dan biasanya teraba pada minggu pertama setelah infeksi. Limpa membesar

setiap periode demam dan menurun dengan interval. Pembesaran hati juga sering dijumpai.

Di RSUP Manado ditemukan 42 % penderita dengan pembesaran hati dan 29 % penderita

dengan pembesaran limpa. Di RSU Bethesda Tomohon ditemukan 22,3 % penderita dengan

7

Page 8: ru final.docx

pembesaran hati dan 24,3 % penderita dengan pembesaran limpa. Selain itu gejala lain yang

ditemukan pada penderita malaria di RSU Bethesda yaitu ikterik (15,8%), renal insufisiensi

(2,7%), edema paru (0,1%), anemia (25%).6 Pada pemeriksaan fisik penderita hanya

ditemukan adanya peningkatan suhu badan dan pembesaran hati.

Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis malaria

yaitu :2,9

1. Tetesan preparat darah tebal

Merupakan cara terbaik untuk menemukan parasit malaria dibandingkan preparat darah

tipis. Pemeriksaan parasit dilakukan selama 5 menit (diperkirakan 100 lapangan

pandang). Hasil negatif bila dalam 200 lapangan pandang dengan pembesara 700 – 1000

kali tidak ditemukan parasit.

2. Tetesan darah tipis

Digunakan untuk identifikasi jenis plasmodium. Kepadatan parasit dinyatakan sebagai

hitung parasit dapat dilakukan berdasarkan jumlah eritrosit yang mengandung parasit per

1000 eritrosit.

3. Tes antigen P – F test

Mendeteksi antigen P.Falciparum (HRP-II). Deteksi sangat cepat, sekitar 3-5 menit. Tes

ini dikenal sebagai tes cepat.

4. Tes serologi

Berguna mendeteksi adanya antibody spesifik tehadap malaria atau pada keadaan dimana

parasit sangat minimal.

5. PCR

Tes ini dianggap sangat peka dengan teknologi amplifikasi DNA. Walaupun jumlah

parasit sangat sedikit dapat memberikan hasil positif

Penghitungan jumlah parasit dapat dilakukan secara kuantitatif maupun

semikuantitatif. Penghitungan parasit secara semikuantitatif kurang akurat, sehingga hanya

digunakan pada keadaan mendesak dan dilakukan pada sediaan darah tebal dengan cara

berikut :2,9

+ : ditemukan 1 -10 parasit stadium aseksual per 100 lapang pandang mikroskop

++ : ditemukan 11 – 100 parasit stadium aseksual per 100 lapang pandang mikroskop

+++ : ditemukan 1 -10 parasit stadium aseksual per satu lapang pandang mikroskop

++++ : ditemukan 11 – 100 parasit stadium aseksual per satu lapang pandang mikroskop

Pada pemeriksaan laboratorium penderita, ditemukan ring P.falciparum (++++) dan terdapat

trombositopenia (trombosit : 25.000 / mm3).

8

Page 9: ru final.docx

Pada saat masuk rumah sakit, jumlah trombosit rata-rata ditemukan di bawah normal,

Menurut Skudowitz dkk (1973), trombositopenia pada penderita malaria dapat disebabkan

karena umur trombosit memendek dan penggantian trombosit meningkat kira-kira dua kali

lipat.16 Mekanisme trombositopenia pada malaria tidak diketahui dengan jelas. Fajardo dan

Tallent tahun 1974, dengan menggunakan mikroskop elektron menunjukkan P. falciparum

pada trombosit akan menyebabkan efek penghancuran langsung. Kerusakan yang melibatkan

sistem nonimun maupun yang melibatkan IgG antibodi spesifik trombosit yang mengikat

secara langsung terhadap antigen malaria, baru-baru ini dilaporkan telah berperan dalam lisis

trombosit dan pengembangan trombositopenia. Dalam uji klinis, rekombinan - faktor

stimulasi koloni makrofag (M-CSF) telah diketahui menyebabkan trombositopenia

reversibel.10 Pada keadaan trombositopenia ini dapat menyebabkan perdarahan pada mukosa

mulut dan pada salurna cerna maka diperlukan edukasi kepada pasien agar tidak menggosok

gigi dan juga makan serta minum bukan makanan yang panas, keras, dan pedas agar tidak

mencetuskan perdarahan.

Komplikasi terutama disebabkan karena malaria falciparum. Penderita malaria dengan

komplikasi umumnya digolongkan sebagai malaria berat yang menurut WHO didefinisikan

sebagai infeksi P.falciparum dengan satu atau lebih komplikasi :1,5,6

1. Malaria serebral (koma) yang tidak disebabkan oleh penyakit lain atau lebih dari 30 menit

setelah kejang.

2. Asidosis : pH darah < 7,25 atau plasma bikarbonat < 15 mmol/L, kadar laktat vena

± 5 mmol/L, pernapasan dalam (respiratory distressi).

3. Anemia berat (Hb < 5 g/dL atau Hct < 15%) pada keadaan parasit >10.000/uL

4. Gagal ginjal akut (urin < 400 mL/24 jam pada orang dewasa atau 12 ml/kgBB pada anak –

anak setelah dilakukan rehidrasi, disertai kreatinin > 3mg/dL)

5. Edema paru / sindrom gangguan pernapasan akut.

6. Hipoglikemia (gula darah < 40 mg/dL)

7. Gagal sirkulasi atau syok : tekanan sistolik <70 mmHg atau < 50 mmHg pada anak 1 – 5

tahun, disertai keringat dingin

8. Pendarahan spontan dari hidung, gusi, saluran cerna, dan atau disertai gangguan koagulasi

intravaskuler

9. Kejang berulang lebih dari 2 kali / 24 jam

10. Makroskopik hemoglobinuria

11. Diagnosa post – mortem dengan ditemukan parasit padat di jaringan otak.

9

Page 10: ru final.docx

Pada penderita tidak ditemukan komplikasi tersebut, sehingga digolongkan dalam malaria

ringan atau malaria tanpa komplikasi.

Berdasarkan cara kerjanya, obat antimalaria diklasifikasikan sebagai:11-13

- Skizontosida darah, yang bekerja pada bentuk aseksual parasit dalam eritrosit dengan

menghambat skizogoni sehingga bermanfaat untuk penyembuhan klinis maupun terapi

supresif. Contohnya : klorokuin, kina, kuinidin, meflokuin, atovakon, piperakuin, derivat

artemisin, antifolat dan antibiotik.

- Skizontosida jaringan, bekerja dengan menghambat atau mengeliminasi bentuk primer

plasmodium ekstra eritrositik dalam hati dan berfungsi sebagai profilaksis, miasalnya

proguanil dan golongan kedua bekerja menghambat bentuk laten P.vivax dan P.ovale

dalam sel hati yang dapat menyebabkan kambuh lagi setelah infeksi awal. Contohnya

yaitu primakuin.

- Gametosida, bekerja dengan mematikan bentuk seksual plasmodium sehingga

menghambat transmisi plasmodium ke vektor. Contohnya : klorokuin dan kina memiliki

efek gametosida terhadap P.vivax, P.ovale, P.malariae, sedangkan primakuin memiliki

efek gametosida pada P.falciparum.

- Sporontosida, bekerja dengan menghambat pembentukan ookista dan sporozoit ada

nyamuk yang terinfeksi sehingga bermanfaat untuk menghambat transmisi malaria.

Terapi yang diberikan adalah kombinasi dari derivat artemisin yaitu artesunat dan

amodiakuin. Saat ini WHO telah merekomendasikan pemakaian kombinasi obat yang

mengandung derivat artemisin (Artemisin Combination Theraphy). Pengobatan ACT yang

direkomendasikan WHO pada tahun 2006 :11,12

- Kombinasi artemeter – lumefantrin

- Kombinasi artesunate – amodiakuin

- Kombinasi artesunate – meflokuin

- Kombinasi artesunate – sulfadoksin – pirimetamin

Sesuai kepustakaan, pengobatan Lini pertama dari malaria P.falciparum yaitu

artesunate + amodiakuin (satu tablet artesunate mengandung lima puluh miligram dan satu

tablet amodiakuin mengandung dua ratus miligram). Dosis artesunate adalah 4mg/kgBB/hari

selama 3 hari dan dosis amodiakuin yaitu 10 mg/kgBB/hari selama 3 hari.11,12 Pada penderita

diberikan pengobatan kombinasi artesunate – amodiakuin selama tiga dengan dosis artesunate

dua ratus milligram perhari dalam empat tablet dan dosis amodiakuin delapan ratus milligram

perhari dalam empat tablet.

10

Page 11: ru final.docx

Pengobatan lini pertama malaria falciparum menurut kelompok umur14

Hari Jenis ObatJumlah tablet perhari menurut kelompok umur

0-1 Bulan 2-11 Bulan 1-4 Tahun 5-9 Tahun 10-14 Tahun ≥15 Tahun

1

Artesunat  1/4 1/2 1 2 3 4

Amodiakuin   1/4 1/2 1 2 3 4

Primakuin  *) *) 3/4 1 1/2 2 2-3

2Artesunat 1/4 1/2 1 2 3 4

Amodiakuin 1/4 1/2 1 2 3 4

3Artesunat    1/4 1/2 1 2 3 4

Amodiakuin 1/4 1/2 1 2 3 4

 Pengobatan lini kedua malaria falsiparum diberikan, jika pengobatan lini pertama

tidak efektif dimana ditemukan: gejala klinis tidak memburuk tetapi parasit aseksual tidak

berkurang (persisten) atau timbul kembali (rekrudesensi)14

  

Lini kedua = Kina + Doksisiklin atau Tetrasiklin + Primakuin

Kina tablet

Kina diberikan per-oral, 3 kali sehari dengan dosis 10 mg/kgbb/kali selama 7(tujuh) hari.

 

Doksisiklin

Doksisiklin diberikan 2 kali per-hari selama 7 (tujuh) hari, dengan dosis orang dewasa adalah

4 mg/Kgbb/hari, sedangkan untuk anak usia 8-14 tahun adalah 2 mg/kgbb/hari. Doksisiklin

tidak diberikan pada ibu hamil dan anak usia <8 tahun. Bila tidak ada doksisiklin, dapat

digunakan tetrasiklin.

  

Tetrasiklin

Tetrasiklin diberikan 4 kali perhari selama 7 (tujuh) hari, dengan dosis 4- 5 mg/kgbb/kali

Seperti halnya doksisiklin, tetrasiklin tidak boleh diberikan pada anak dengan umur di bawah.

8 tahun dan ibu hamil.

 

Primakuin

Pengobatan dengan primakuin diberikan seperti pada lini pertama.

  

Pengobatan Lini Kedua Untuk Malaria Falciparum14

11

Page 12: ru final.docx

Hari Jenis ObatJumlah tablet perhari menurut kelompok umur

0-11 Bulan 1-4 Tahun 5-9 Tahun 10-14 Tahun >15 Tahun

1

Kina *) 3 X 1/2 3 X 1 3 X 11/2 3 X (2-3)

Doksisiklin - - - 2 X 1**) 2 X 1**)

Primakuin - 3/4 11/2 2 2-3

2Kina *) 3 X 1/2 3 X 1 3 X 11/2 3 X (2-3)

Doksisiklin - - - 2 X 1**) 2 X 1**)

*)     Dosis diberikan kg/bb**)   2x50 mg Doksisiklin***) 2x100 mg Doksisiklin

 

Pengobatan lini kedua untuk malaria falciparum14

Hari Jenis ObatJumlah tablet perhari menurut kelompok umur

0-11 Bulan 1-4 Tahun 5-9 Tahun 10-14 Tahun >15 Tahun

1

Kina *) 3 X 1/2 3 X 1 3 X 11/2 3 X (2-3)

Tetrasiklin - - - *) 4 X 1**)

Primakuin - 3/4 11/2 2 2-3

2 - 7Kina *) 3 X 1/2 3 X 1 3 X 11/2 3 X (2-3)

Tetrasiklin - - - *) 4 X 1**)

*)   Dosis diberikan kg/bb**) 4x250 mg Tatrasiklin

Artemisin dan derivatnya merupakan skizontosida darah yang sangat poten terhadap

semua spesies plasmodium. Onset kerjanya sangat cepat dan dapat mematikan bentuk

aseksual parasit pada semua stadium dari bentuk ring muda sampai skizon. Artemisin juga

bersifat gametosida pada P.falciparum, termasuk stadium gametosit yang biasanya sensitif

dengan primakuin.11,12

Derivat artemisin bekerja dengan menghambat enzim yang berperan dalam masuknya

kalsium ke dalam membran parasit, yaitu enzim adenosine trifosfatase. Mekanisme kerja

yang lain yaitu menghambat masukan nutrisi ke dalam vakuola makanan parasit sehingga

terjadi defisiensi asam amino disertai pembentukan vakuola autophagic yang berlanjut

dengan kematian parasit akibat kehilangan sitoplasma. Selain itu, derivat artemisin juga

menghambat hemoglobinase, menghambat detoksifikasi oleh feroheme, alkilasi DNA,

pembentukan radikal bebas, oksidasi, dan alkilasi protein serta menghambat peroksidasi lipid.

Artesunat adalah bentuk garam sodium dari hemisuksinat ester artemisin. Keunggulan

artesunat yaitu efektivitas tinggi dan toksisitas rendah.11,12

12

Page 13: ru final.docx

Pada penderita respon terhadap terapi baik, karena pada pemeriksaan DDR

(Drip Dounten Rout) serial hasilnya tidak ditemukan P.falciparum. Dikatakan gagal

pengobatan dini bila perkembangan keadaan menjadi satu atau lebih kondisi berikut pada 3

hari pertama :1,11,12

- Parasitemia dengan komplikasi malaria berat pada hari 1,2,3

- Parasitemia pada H2 > H0

- Parasitemia pada H3 > 25% dari H0

- Parasitemia pada H3 masih positif berupa bentuk aseksual dengan suhu aksila ≥

37,50C

Prognosis penderita ini adalah bonam karena tidak ada komplikasi yang ditemukan

dan penderita sensitif dengan obat antimalaria yang telah diberikan.

Pencegahan malaria secara umum meliputi tiga hal yaitu edukasi, kemoprofilaksis dan

upaya mencegah gigitan nyamuk. Edukasi adalah faktor terpenting dalam pencegahan

malaria. Materi utama edukasi yaitu mengajarkan tentang cara penularan malaria, resiko

terkena malaria, pengenalan gejala, pencegahan, dan pengetahuan tentang uapaya

menghilangkan tempat perindukan nyamuk.15

Sangat dianjurkan untuk menghindari gigitan nyamuk yaitu dengan cara :1,15

1. Tidur dengan kelambu sebaiknya dengan kelambu

2. Menggunakan obat pembunuh nyamuk : gosok, semprot, asap, elektrik

3. Mencegah berada di alam bebas dimana nyamuk dapat menggigit atau memakai proteksi

(baju lengan panjang, kaus kaki)

4. Memproteksi tempat tinggal atau kamar tidur dari nyamuk dengan kawat anti nyamuk.

Untuk profilaksis perlu diketahui sensitivitas plasmodium di tempat tersebut. Bila

dengan klorokuin sensitif cukup profilaksis dengan dua tablet klorokuin tiap minggu, satu

minggu sebelum berangkat dan empat minggu setelah tiba kembali. Pada daerah yang

resisten klorokuin dianjurkan doksisiklin seratus milligram perhari atau mefloquin dua ratus

lima pulug milligram perminggu atau klorokuin dua tablet perminggu ditambah proguanil

dua ratus milligram perhari. Obat baru yang dipakai sebagai pencegahan yaitu primakuin

dosis nol koma lima milligram/kgBB/hari, etaquin, atovaquone, proguanil dan azitromycin.1,15

DAFTAR PUSTAKA

13

Page 14: ru final.docx

1. Harijanto PN. Malaria. Dalam Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati

S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV, Jilid III. Pusat Penerbitan Departemen

Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta 2006. Hal 1754 – 66.

2. Gandahusada S, Ilahude H, Pribadi W. Parasit Malaria. Parasitologi Kedokteran. Balai

Penerbitan FKUI. Jakarta 2000. Hal 171 – 209.

3. Gunawan S. Epidemiologi Malaria. Dalam Harijanto PN. Malaria. Epidemiologi,

Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Jakarta 1999. Hal 1 – 17.

4. WHO. Situasi Malaria di Negara – negara ASEAN. [serial online] 2010

[cited 2010 September 20] available from : http://translate.google.co.id/translate?

hl=id&langpair=en|id&u=http://www.searo.who.int/en/Section10/Section21/

Section340_4022.html

5. Laihad F.J, Gunawan S. Malaria di Indonesia. Dalam Harijanto PN. Malaria.

Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Penerbit Buku

Kedokteran EGC. Jakarta 1999. Hal 17 - 24.

6. Harijanto PN. Gejala Klinis Malaria Ringan. Dalam Harijanto PN, Nugroho A,

Gunawan C. Malaria Dari Molekuler ke Klinis. Edisi 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Jakarta. 2008. Hal 85-102.

7. Harna W. Plasmodium Falciparum. [serial online] 2008 [cited 2010 September 20]

available from : http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/03/15/plasmodium-falciparum/

8. Easmon C. Malaria. [serial online] 2009 [cited 2010 September 20] available from :

http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en|id&u=http://

www.netdoctor.co.uk/travel/diseases/malaria_disease.htm.

9. Sutanto I, Diagnosis Mikroskopik dan Serologik Malaria. Dalam Harijanto PN, Nugroho

A, Gunawan C. Malaria Dari Molekuler ke Klinis. Edisi 2. Penerbit Buku Kedokteran

EGC. Jakarta. 2008. Hal 103 – 117.

10. Memon, R. A, Trombositopenia di Pasien Malaria Dirawat di Rumah Sakit.

[serial online] 2006 [cited 2010 September 20] available from :

http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en|id&u=http://pjms.com.pk/

issues/aprjun06/article/article9.html.

11. Gunawan C. Obat Antimalaria. Dalam Harijanto PN, Nugroho A, Gunawan C. Malaria

Dari Molekuler ke Klinis. Edisi 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 2008. Hal

118 - 140.

14

Page 15: ru final.docx

12. Harijanto PN. Pengobatan Malaria Tanpa Komplikasi (Ringan). Dalam Harijanto PN,

Nugroho A, Gunawan C. Malaria Dari Molekuler ke Klinis. Edisi 2. Penerbit Buku

Kedokteran EGC. Jakarta. 2008. Hal 145 - 155.

13. Kakkilaya BS, Pengobatan Malaria Falciparum. [serial online] 2008

[cited 2010 September 20] available from : http://translate.google.co.id/translate?

hl=id&langpair=en|id&u=http://www.malariasite.com/malaria/Treatment4.htm.

14. Supardi F. S, Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria. [serial online] 2007

[cited 2010 September 20] available from : http://www.idijakbar.com/kepmenkes/

15. Nugroho A, Pencegahan Malaria. Dalam Harijanto PN, Nugroho A, Gunawan C.

Malaria Dari Molekuler ke Klinis. Edisi 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

2008. Hal 324 - 341.

16. Skudowitz, R. B. Katz J, Lurie A, Kevin J, Metz J. (1973) Mechanisms of

thrombocytopenia in malignant tertian malaria. British Medical Journal; 2: 515-517

15