agama islam: pandangan islam terhadap ekonomi

30
AGAMA ISLAM Dosen Pengampu : Syamsul Arifin Disusun Oleh : Rahmi Aulia (135060101111001) Deby Eka Prima Yoga (135060101111014) Galuh Ajeng Listyaningrum (135060101111017) Karunia Az Zahra (135060101111036) Zuhal Azmi (135060101111037)

Upload: rahmimie

Post on 22-Nov-2015

144 views

Category:

Documents


12 download

DESCRIPTION

-

TRANSCRIPT

AGAMA ISLAM

AGAMA ISLAM

Dosen Pengampu :

Syamsul Arifin

Disusun Oleh :

Rahmi Aulia (135060101111001) Deby Eka Prima Yoga (135060101111014) Galuh Ajeng Listyaningrum (135060101111017) Karunia Az Zahra(135060101111036)

Zuhal Azmi (135060101111037)

JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIKUNIVERSITAS BRAWIJAYAMALANG - 2013KATA PENGANTAR

Pertama-tama kami ingin mengucapkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nyalah makalah ini dapat diselesaikan. Kami juga ingin mengucapkan terima kasih bagi seluruh pihak yang telah membantu kami dalam pembuatan makalah ini dan berbagai sumber yang telah kami pakai sebagai data pada makalah ini.Kami mengakui bahwa kami adalah manusia yang mempunyai keterbatasan dalam berbagai hal. Oleh karena itu tidak ada hal yang dapat diselesaikan dengan sangat sempurna. Begitu pula dengan makalah yang telah kami selesaikan. Tidak semua hal dapat kami deskripsikan dengan sempurna dalam makalah ini. Kami melakukannya semaksimal mungkin dengan kemampuan yang kami miliki. Di mana kami juga memiliki keterbatasan kemampuan.Maka dari itu seperti yang telah dijelaskan bahwa kami memiliki keterbatasan dan juga kekurangan, kami bersedia menerima kritik dan saran dari pembaca yang budiman. Kami akan menerima semua kritik dan saran tersebut sebagai batu loncatan yang dapat memperbaiki makalah kami di masa datang. Sehingga semoga makalah berikutnya dan makalah lain dapat diselesaikan dengan hasil yang lebih baik. Dengan menyelesaikan makalah ini kami mengharapkan banyak manfaat yang dapat dipetik dan diambil.

Malang, Desember 2013

Penulis

Daftar Isi

KATA PENGANTAR2Daftar Isi3Bab I Pendahuluan4a.Latar Belakang4b.Tujuan dan Manfaat5c.Rumusan Masalah5Bab II Pembahasan6A.Pengertian dan Prinsip Ekonomi Islam6B.Sistem Ekonomi Islam7C.Zakat10D.Wakaf14Pertanyaan dan Jawaban20Kesimpulan21Daftar Pustaka22

Bab IPendahuluana. Latar BelakangDewasa ini masih terdapat anggapan bahwa Islam menghambat kemajuan. Beberapa kalangan mencurigai Islam sebagai factor penghambat pembangunan (an obstacle to economic growth). Pandangan ini berasal dari para pemikir Barat. Meskipun demikian, tidak sedikit intelektual muslim yang juga menyakininya.Kesimpulan yang agak tergesa-gesa ini hampir dapat dipastikan timbul karena kesalah pahaman terhadap Islam. Seolah-olah Islam merupakan agama yang hanya berkaitan dengan masalah ritual, bukan sebagai suatu system yang komprehensif dan mencakup seluruh aspek kehidupan, termasuk masalah pembangunan ekonomi serta industri perbankan sebagai salah satu motor penggerak roda perekonomian.Manusia adalah khalifah di muka bumi. Islam memandang bahwa bumi dengan segala isinya merupakan amanah Allah kepada sang khalifah agar dipergunakan sebaik-baiknya bagi kesejahteraan bersama. Untuk mencapai tujuan suci ini, Allah memberikan petunjuk melalui para rasul-Nya. Petunjuk tersebut meliputi segala sesuatu yang dibutuhkan manusia baik akidah, akhlak, maupun syariah.Dua komponen pertama, akidah dan akhlak, bersifat konstan. Keduanya tidak mengalami perubahan apapun dengan berbedanya waktu dan tempat. Adapun syariah senantiasa berubah sesuai dengan kebutuhan dan taraf peradaban umat, yang berbeda-beda sesuai dengan masa rasul masing-masing. Hal ini diungkapkan dalam AlQuran Surah Al-Maaidah ayat 48 yang artinya Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terangJuga oleh Rasulullah saw, dalam suatu hadits, HR Bukhari, Abu Dawud, dan Ahmad yang artinya :Para rasul tak ubahnya bagaikan saudara sebapak, ibunya (syariahnya) berbeda-beda sedangkan dinnya (tauhidnya) satu .Oleh karena itu, syariah Islam sebagai suatu syariah yang dibawa oleh rasul terakhir, mempunyai keunikan tersendiri. Syariah ini bukan saja menyeluruh atau komprehensif, tetapi juga universal. Karakter istimewa ini diperlukan sebab tidak akan ada syariah lain yang datang untuk menyempurnakannya.Komprehensif berarti syariah Islam merangkum seluruh aspek kehidupan, baik ritual (ibadah) maupun sosial (muamalah). Ibadah diperlukan untuk menjaga ketaatan dan keharmonisan hubungan manusia dengan Khaliq-nya. Ibadah juga merupakan sarana untuk mengingatkan secara kontinu tugas manusia sebagai khalifah-Nya di muka bumi ini. Adapun muamalah diturunkan untuk menjadi rules of the game atau aturan main manusia dalam kehidupan sosial. Kelengkapan system muamalah yang disampaikan Rasulullah saw.Universal bermakna syariah Islam dapat diterapkan dalam setiap waktu dan tempat sampai Hari Akhir nanti. Universalitas ini tampak jelas terutama pada bidang muamalah. Selain mempunyai cakupan luas dan fleksibel, muamalah tidak membeda-bedakan antara muslim dan non muslim. Kenyataan ini tersirat dalam suatu ungkapan yang diriwayatkan oleh Sayyidina Ali, Dalam bidang muamalah kewajiban mereka adalah kewajiban kita dan hak mereka adalah hak kita. Sifat muamalah ini dimungkinkan karena Islam mengenal hal yang diistilahkan sebagai tsawabit wa mutaghayyirat. Dalam sektor ekonomi, misalnya yang merupakan prinsip adalah larangan riba, syistem bagi hasil, pengambilan keuntungan, pengenaan zakat, dan lain-lain. Adapun contoh variable adalah instrument-instrumen untuk melaksanakan prinsip-prinsip tersebut. Di antaranya adalah aplikasi prinsip jual beli dalam modal kerja, penerapan asas mudharabah dalam investasi atau penerapan baias-salam dalam pembangunan suatu proyek. Tugas cendekiawan muslim sepanjang zaman adalah mengembangkan teknik penerapan prinsip-prinsip tersebut dalam variabel-variabel yang sesuai dengan situasi dan kondisi pada setiap masa.b. Tujuan dan ManfaatMengetahui pandangan dan pendapat Islam mengenai ekonomi

c. Rumusan Masalah

Bab IIPembahasanA. Pengertian dan Prinsip Ekonomi Islam

Pengertian Ekonomi Islam Menurut Robbins (1952) ekonomi adalah suatu ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dalam mengalokasikan sumber sumber alam secara efisien. Definisi ini merupakan definisi ekonomi positif, atau definisi dalam dalam pengertian sempit. Sedangkan definisi lainnya adalah definisi secara normative, yaitu ekonomi dengan memasukkan unsure unsure etika, norma, social, hokum, filsafat dan agama. Pengertian Ekonomi islam sendiri adalah sebuah mudzhab ekonomi yang terjelma didalamnya bagaimana cara islam mengatur kehidupan perekonomiannya, dengan suatu paradigma ayng terdiri dari nilai nilai moral islam dan nilai nilai ekonomi, atau nilai sejarah yang ada hubungannya dengan perokonomian.

Prinsip Ekonomi Islam Prinsip Zhulumat/ syar (Non Muslim)Yaitu prinsip ekonomi yang melandaskan pada pola pikir materalisme, yang menempatkan manusia sebagai segala- galanya, baik secara kolektif atau komunal maupun individual atau liberal. Prinsip ekonomi ini dalam Al-Quran sebagai penyesat kehidupan. Prinsip Nur (khair)Yaitu prinsip ekonomi yang didasarkan atas konsep ketuhanan secara fungsional. Maksudnya, hal yang berkaitan dengan kegiatan ekonomi ditetapkan berdasarkan aturan Allah dalam Al Quran sebagaimana yang sudah dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Diantara prinsip- prinsip ini adalah : Alam ini Mutlak milik Allah SWT Alam merupakan kurunia Allah yang diperuntukkan bagi manusia Alam karunia Allah ini untuk dinikmati dan dimanfaatkan dengan tidak melampaui batas ketentuan Hak milik perseorangan diakui sebagai hasil jerih payah usaha yang halal dan hanya boleh dipergunakan untuk hal hal yang halal Allah melarang menimbun kekayaan tanpa ada manfaat bagi sesama manusia Di dalam harta orang kaya terdapat hak orang miskin

B. Sistem Ekonomi Islam

Sistem ekonomi dalam Islam ditegakkan diatas tiga tiang utama, yakni konsep kepemilikan (al-milkiyah), pemanfaatan kepemilikan (al-thasharruf fi al-milkiyah) dan distribute kekayaan diantara manusia (tauziu tsarwah bayna al-naas).Kepemilikan ini dibagi tiga, yakni :1. Kepemilikan individu (milkiyatu al-fardiyah), yaitu kepemilikan atas izin syari pada seseorang untuk memanfaatkan harta itu karena sebab-sebab kepemilikan harta yang diakui oleh syara

2. Kepemilikan umum (milkiyatul al-amah), adalah harta yang mutlak diperlukan manusia dalam kehidupan sehari-hari (api, padang rumput, sungai, danau, jalan, lautan, mesjid, udara, emas, perak dan minyak wangi.dsb) yang dimanfaatkan secara bersama-sama. Pengelolaan milik umum ini hanya dilakukan oleh negara untuk seluruh rakyat, dengan diberikan percuma atau dengan harga murah hanya mengambil sedikit upah perkhidmat

3. Kepemilikan negara (milkiyatul al-daulah), harta yang pemanfaatannya berada ditangan seorang pemimpin sebagai kepala negara. Misalnya harta ghanimah, faI, khumus, kharaf, jizyah, i/5 harta rikaz, ushr, harta orang murtad, harta orang yang tak memiliki ahli waris dan tanah hak milik negara. Milik negara digunakan untuk berbagai keperluan yang menjadi kewajiban negara, seperti menggaji pegawai negara, dan keperluan jihad.

Kepemilikan individu adalah izin dari syara (Allah SWT) yang memungkinkan siapa saja untuk memanfaatkan dzat maupun kegunaan (utility) suatu barang serta memperoleh kompensasi baik karena barangnya diambil kegunaannya oleh orang lain seperti disewa, ataupun karena dikonsumsi untuk dihabiskan zatnya seperti dibeli dari barang tersebut (AnNabhani, 1996; Yusanto, 1998). Setiap orang bisa memiliki barang atau harta melalui cara-cara tertentu, yang disebut sebab-sebab kepemilikan (asbabu al-tamalluk).

Pengkajian terhadap hukum-hukum syara menunjukkan bahwa sebab-sebab kepemilikan individu terdiri dari lima perkara, yakni: Bekerja (al-a'mal) Warisan (al-irts) Harta untuk menyambung hidup Harta pemberian negara (i'thau al-daulah) Harta-harta yang diperoleh oleh seseorang dengan tanpa mengeluarkan daya dan upaya apapun.

Dalam konteks bisnis, dari kelima sebab di atas hanya sebab pertamalah yang dapat dikategorikan ke dalam kegiatan bisnes. Bekerja dalam pandangan Islam diarahkan dalam rangka mencari kurnia rezki Allah SWT. Yakni untuk mendapatkan harta agar seseorang dapat mencukupi keperluan hidupnya, sejahtera dan dapat menikmati perhiasan dunia. Dan agar bernilai ibadah, maka pekerjaan yang dilakukan itu harus merupakan pekerjaan yang halal. Sehingga harta yang didapatnya juga merupakan harta yang sah atau halal karena melalui cara yang halal.

Wujud bekerja sangat luas, jenisnya bermacam-macam, bentuknya pun beragam. Hasilnya juga berbeza-beza. Secara umum, dapat dikategorikan dalam dua golongan aktiviti, yakni: 1. bekerja untuk mendapatkan harta (akhdu al-mal) 2. bekerja untuk mengembangkan harta (tanmiyatu al-mal).

Keduanya berada dalam ranah aktiviti bisnis, baik dilakukan dalam bentuk usaha sendiri maupun dalam bentuk usaha bersama (syarikah).Bekerja merupakan pengamalan dari perintah syariat Islam. Karenanya bila dilakukan dengan cara yang benar (halal) untuk mengerjakan sesuatu yang juga halal, bekerja bukan hanya akan menghasilkan harta tapi juga mendapatkan pahala dariAllah SWT.

Maka bertebaranlah di muka bumi dan carilah anugerah dari Allah(QS Al Jumuah : 10)

Sekalipun demikian, satu hal yang harus dipahami oleh setiap muslim adalah bahwa rezeki atau diperoleh tidaknya harta oleh seseorang sepenuhnya merupakan kekuasaan Allah. Harta yang dimiliki manusia pada hakikatnya adalah milik Allah (Q.S. 24: 33) yang diberikan atau diserahkan manfaatkan dan dikuasakan (Istikhlaf) kepada manusia (Q.S.57: 7). Makna rezeki sendiri memang adalah atha (pemberian), dan manusia diwajibkan untuk mencari rezeki. Tentang hal ini, manusia dituntut agar dapat menciptakan keadaan (al-hal) agar rezeki itu datang serta memanfaatkannya melalui jalan yang benar dan bertanggung jawab. Inilah makna dari ungkapan al-rizqu bi yadillahi wahdahu (rezeki di tangan Allah semata). Bisa terjadi, seseorang sudah bekerja sekuat tenaga, misalnya membuka syarikat konsultan lengkap dengan segala kelengkapan yang diperlukan, tapi dua bulan sudah berjalan tak satupun pekerjaan ataupun projek bias di dapatkan. Sebaliknya, kadang tanpa diduga, di saat kita sebenarnya tidak terlalu siap, mengalir deras order dari berbagai tempat. Jadi, jelaslah bahwa bekerja hanyalah merupakan keadaan (al-hal) yang harus diusahakan agar rezeki di tangan Allah tersebut datang. Dan datangnya pun tidak melulu melalui bekerja. Ada empat cara lainnya sebagaimana telah disebut di atas, di luar bekerja, yang memungkinkan datangnya rezeki ke tangan kita.Oleh karena itu, tiap muslim wajib mengusahakan perolehan harta secara halal sehingga menghasilkan kepemilikan yang benar menurut Islam (Hasan, 1999; Abdurrahman, 1999). Dengannya, bisnes penuh berkat dan berkah benar-benar dapat diwujudkan. Insya Allah.

Meskipun zakat dijelaskan dalam al-Quran secara singkat, tetapi khususnya mengenai orang yang berhak menerima zakat disebutkan secara jelas: Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.(al-Taubah :60).Dari ayat diatas jelas bahwa Allah dengan tegas menunjukkan kepada umat Islam ke mana zakat itu harus disalurkan. Hal ini mengingatkan manusia agar mereka memberikan harta zakat itu kepada orang yang berhak menerimanya. Adapun orang-orang yang berhak menerima zaakat adalah : 1)fakir, 2)miskin, 3) amil, yakni orang-orang mengurus zakat, 4)muallaf, yaittu orang yang baru masuk Islam yang masih lemah imanya, 5)fir riqab, yakni hamba sahaya atau budak belian yang diberi kebebasan berusaha untuk menebus dirinya supaya menjadi orang merdeka, 6)gharim, yakni orang yang berhutang, 7)fi sabilillah, yakni segala usaha yang baik yang dilakukan untuk kepentingan agama dan ajaran Islam, 8)ibnu sabil, yaitu orang yang kehabisan biaya dalam perjalanan yang baik.Pada ayat di atas, fakir dan miskin merupakan prioritas utama dari 8 golongan orang yang berhak menerima zakat. Hal ini menunjukkan bahwa sasaran utama lembaga zakat adalah untuk menghapuskan kemiskinan dan kemelaratan umat Islam; dan menunjukkan begitu pentingnya kedermawanan dan kepedulian umat Islam terhadap sesama manusia.C. Zakat

Pengertian dan Dasar Hukum Zakat

Dilihat dari segi bahasa, kata zakat berasal dari katazaka(bentuk mashdar), yang mempunyai arti: berkah,tumbuh,bersih,suci dan baik.

Zakat menurut istilah (syara) artinya sesuatu yang hukumnya wajib diberikan dari sekumpulan harta benda tertentu, menurut sifat dan ukuran tertentu kepada golongan tertentu yang berhak menerimanya dengan syarat tertentu pula.Al-Baqarah : 267 :

: Artinya :Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnyamelainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.(Q.S. Al-Baqarah:267)

Pengertian zakat, baik dari segi bahasa maupun istilah tampak berkaitan sangat erat, yaitu bahwa setiap harta yang sudah dikeluarkan zakatnya akan menjadi suci, bersih,baik, berkah, tumbuh, dan berkembang, sebagaimana dipaparkan dalam Q.S. At-Taubah[9] ayat 103:

Ambillah zakat dari sebagian harta mereka,dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka,dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui Hukum mengeluarkan zakat adalah fardlu ain.

Adapun mengenai dasar hukum, banyak termaktub didalam Al-Quran dan hadist Nabi, salah satunya adalah yang dibawah ini:

.

Dan dirikanlah sholat, tunaikanlah zakat,dan taatlah kepada Rasul, supaya kamu diberi rahmat.(An-Nur:56)

. ( :)Dan dirikanlah sholat, tunaikanlah zakat dan apa yang kamu usahakan dari kebaikan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahalanya dari sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (Q.S.Al-Baqarah : 110)

Ayat-ayat yang dikutip di atas hanya sebagian dari firman Allah yang mewajibkan zakat kepada setiap muslim. Banyak lagi ayat-ayat yang menjelaskan tentang kewajiban melaksanakan zakat yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.[3]

Zakat harta mulai difardlukan pada tahun kedua Hijrah, saat Rasulullah SAW hijrah ke Madinah, turunlah ayat-ayat zakat dengan menggunakan redaksi yang berbentukamr(perintah). Pada periode ini pula Rasulullah segera memberikan penjelasan tentang jenis-jenis harta yang wajib dizakatkan, kadar dan nisab serta haul zakat. Semula zakat yang diturunkan di Makkah hanya memerintahkan untuk memberikan hak kepada kerabat yang terdekat, fakir miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan. Begitu pula ayat-ayat zakat yang lainnya, masih memakai bentuk khabariyah(berita),menilai bahwa penunaian zakat merupakan sikap dasar bagi orang-orang mumin, dan menegaskan bahwa yang tidak menunaikan zakat adalah cirri-ciri orang musyrik dan kufur terhadap hari akhir. Oleh karena itu pada praktiknya, para sahabat merasa terpanggil untuk menunaikan semacam kewajiban zakat. Meski ayat-ayat zakat yang turun di Makkah tidak menggunakan bentukamr(perintah). Di samping landasan yang sharih dan qathI dari Al-Quran dan Hadits, kewajiban membayar zakat diperkuat pula dengan dalil ijma para sahabat. Khalifah Abu Bakar, pada awal pemerintahannya dihadapkan dengan satu masalah besar yaitu munculnya golongan yang enggan membayar zakat, sedang mereka mengaku Islam. Berdasarkan ijtihadnya yang didukung sahabat-sahabat lain, maka tanpa ragu beliau mengambil tindakan tegas yaitu memerangi golongan pembangkang tersebut. Dan kewajiban ini terus berlangsung sampai kepada khalifah-khalifah berikutnya. Orang yang menentang kewajiban zakat dihukumi kafir ; yang enggan menunaikannya diperangi dan dipungut zakat daripadanya secara paksa, sekalipun ia tidak memerangi. Wajib zakat atas setiap muslim, sekalipun tidak Mukallaf ; maka bagi sang wali wajib mengeluarkan zakat untuk orang yang di walii dari hartanya sendiri. Orang kafir asli tidak berkewajiban menunaikan zakat, sekalipun pernah masuk Islam.

Manajemen Pengelolaan Zakat Produktif

Sehubungan dengan pengelolaan zakat yang kurang optimal, ada sebagian masyarakat yang tergerak hatinya untuk memikirkan pengelolaan zakat itu secara produktif, sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan umat Islam khususnya dan mayarakat pada umumnya. Tujuan umum pengembangan zakat di Indonesia : Agar bagsa Indonesia lebih mengamalkan seluruh ajaran agamanya, diharapkan dapat menunjang perjuangan bangsa indonesia dalam mencapai masyarakat yang adil dan makmur materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Standar Manajemen :1. Perencanaan (Planning)2. Pengorganisasian (Organising)3. Pengarahan (Actuating)4. Pengawasan (Controlling)Apabila zakat dikelola secara optimal dengan menerapkan 4 fungsi standar manajemen tsb, jelas akan dapat meningkatkan kesejahteraan umat dan dapat mewujudkan keadilan sosial. Masalah pelaksanaan kewajiban membayar zakat dalam masyarakat1. Pemahaman ZakatYakni pengertian umat islam tentang lembaga zakat masih sangat terbatas dibanding dengan masalah shalat, puasa dan haji.2. Konsepsi Fikih ZakatPendidikan di Indonesia hampir seluruhnya hasil perumusan para ahli beberapa abad yang lalu yang di pengaruhi oleh situasi dan kondisi setempat namun perumusan tsb sudah tidak sesuai lagi untuk dipergunakan mengatur zakat dalam masyarakat modern sekarang ini.3. Adanya benturan kepentingan organisasi organisasi atau lembaga lembaga sosial IslamSebagian masyarakat masih ada yang kurang percaya terhadap lembaga pengumpul zakat yang ada misalnya BAZ ( Badan Amil Zakat), akibatnya masih cukup banyak muzakki yang menyerahkan zakat kepada pihak yang ia kehendaki tanpa adanya koordinasi dengan lembaga pengelolaan zakay yang sudah ada. Beberapa upaya yang harus dilakukan dalam memecahkan masalah :1. Penyebarluasan pengertian zakat secara baik dan benar, dilakukan melalui pendidikan baik formal maupun non formal. Disamping itu, penyebarluasan dapat dilakukan melalui seminar, media elektronik, media cetak dan dan penyuluhan, terutama tentang hukumnya, barang yang dizakati, pendayagunaan dan pengorganisasiannya sesuai dengan perkembangan zaman. 2. Merumuskan konsepsi fikih zakat baru harus ada kerjasama multidisipliner antara para ahli di berbagai bidang yang berhubungan dengan zakat. Fikih zakat yang baru diharapkan dapat menampung perkembangan yangada di Indonesia. Mengenai barang yang dizakati, sebagai sumber zakat hendaknya semua jenis barang yang bernilai ekonomis yang ada dalam mayarakat Indonesia. Beberapa Prinsip Pengelolaan Zakat, antara lain :1. Pengelolaan harus berlandaskan Al-Quran dan Sunnah . Zakat merupakan salah satu bentuk ibadah kepada Allah yang erat kaitannya dengan masalah sosial ekonomi masyarakat. Oleh karena itu dalam pengelolaannya harus sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan dalam Al-Qu ran dan Sunnah2. Keterbukaan Untuk menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga amil zakat, maka pihak pengelola zakat harus menerapkan manajemen yang terbuka. Oleh karena itu, pihak pengelola zakat harus mempergunakan sistem informasi modern yang dapat diakses secara langsung oleh pihak-pihak yang memerlukan.3. Mempergunakan manajemen dan administrasi modernDalam hal ini amil zakat tdak cukup hanya memiliki kemauan dan memahami hukum zakat saja, tetapi harus memahami manajemen dan administrasi modern. Oleh karena itu pengurus BAZ maupun LAZ harus terdiri dari berbagai orang yang memiliki pengetahuan dibidangnya masing masing.4. BAZ dan LSZ harus mengelola dengan sebaik baiknyaSesuai dengan Undang-Undang 38 Tahun 1999 dan Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia. Tujuan Pengelolaan Zakat, Antara lain sebagai berikut :1. Mengangkat harkat dan martabat fakir miskin dan membantunya keluar dari kesulitan dan penderitaan2. Membantu pemecahan permasalahan yang dihadapi oleh para mustahik3. Menjembatani antara yang kaya dan yang miskin dalam suatu masyarakat4. Meningkatkan syiar Islam5. Mengangkat harkat dan martabat bangsa dan negara6. Mewujudkan kesejahteraan dan keadilan sosial dalam masyarakat

D. Wakaf

Permasalahan Wakaf di Indonesia

1) Menurut data Kementerian Agama RI Tahun 2010, hampir 95 % asset wakaf belum dimanfaatkan secara optimal sehingga peran sosial-ekonomi wakaf belum maksimal..2) Menurut data Kanwil Kementerian Agama Jawa Barat, pada tahun 2011, dari 74.156 lokasi tanah wakaf di Jawa Barat, 22.587 lokasi (30,54 %) belum bersertifikat, bahkan 5.981 diantaranya belum memiliki dokumen Akta Ikrar Wakaf (AIW). Kondisi tersebut antara lain yang menyebabkan sering terjadinya konflik tanah wakaf, terutama antara Ahli Waris Wakif dengan Nazhir, atau konflik pengelolaan wakaf antara Nazhir dengan masyarakat.3) Juwaini (2009) mengutip hasil survei yang dilakukan Universitas Islam Negeri (UIN) menunjukkan bahwa 74% pengelola wakaf (nadzir) tidak dapat memproduktifkan aset wakaf.4) Berbagai kendala dan hambatan dihadapi oleh organisasi pengelola wakaf sehingga belum optimal memberdayakan dana wakafnya dalam bentuk investasi produktif. Juwaini (2009) mengutip hasil survei yang dilakukan Universitas Islam Negeri (UIN) menunjukkan bahwa 74% pengelola wakaf (nadzir) tidak dapat memproduktifkan aset wakaf.Hasil survei tersebut memperlihatkan besarnya selisih antara kenyataan dengan harapan terhadap pengembangan aset wakaf sebagaimana seharusnya. Padahal berdasarkan catatan dari penerimaan wakaf secara lokal di Dompet Dhuafa saja (sebagai salah satu organisasi profesional pengelola zakat, infak, shadaqah dan wakaf), memprediksikan potensi wakaf uang di Indonesia sebesar 591 Milyar per tahun (dihitung dengan mengacu pada Laporan Keuangan Dompet Dhuafa Republika, 1429 H, audited).Memang tidak mudah menyatukan gap ini. Banyak hal yang perlu dibenahi. Budaya, orientasi, birokrasi, manajemen, serta segenap infrastuktur lainnya. Namun permasalahan ini jelas bukan hanya tanggung jawab pemerintah, meski tidak menapikkan keharusannya menjaga hajat hidup seluruh rakyat. Perhatian kita bersama akan sangat dibutuhkan; memberi solusi terbaik untuk bangsa ini. Jika saja setiap kita mempunyai kepedulian terhadap masalah kemiskinan yang demikian pelik terjadi di masyarakat, mungkin potensi wakaf yang cukup besar tersebut benar akan menjadi sebagian besar solusi yang sangat membantu meringankan beban bangsa yang telah cukup berat. wallahu alam.

Manajemen Pengelolaan Wakaf di Indonesia

Berbicara tentang pengelolaan wakaf, berarti juga harus berbicara masalah nadzir wakaf. Hal ini disebabkan karena berkembang tidaknya harta wakaf, salah satu di antaranya sangat tergantung pada nadzir wakaf. Walaupun para mujahid tidak menjadikan nadzir sebagai salah satu rukun wakaf, namun para ulama sepakat bahwa wakif harus menunjuk nadzir wakaf.

Mengingat pentingnya nadzir dalam pengelolaan wakaf, maka di Indonesia nadzir ditetapkan sebagai unsur perwakafan. Pengangkatan nadzir ini dimaksudkan agar harta wakaf tetap terjaga dan terpelihara sehingga harta wakaf itu tidak sia-sia. Nadzir adalah orang yang diserahi tugas untuk mengurus dan memelihara benda wakaf. Di Indonesia, pengertian ini kemudian dikembankan menjadi kelompok orang atau Badan Hukum yang diserahi tugas untuk memelihara dan mengurus benda wakaf. Dengan demikian nadzir dapat diartikan sebagai orangatau pihak yang berhak untuk bertindak atas harta wakaf, baik untuk mengurus, memelihara dan mendistribusikan hasil wakaf kepada orang yangberhak menerimanya, ataupun mengerjakan segala sesuatu yang memungkinkan harta itu tumbuh dengan baik dan kekal.

Dari prngrtian nadzir yang telah dikemukakan jelas bahwa dalam perwakafan, nadzir memegang peranan yang sangat penting. Agar harta itu dapat berfungsi sebagaimana mestinya dan dapat berlangsung terus-menerus, maka harta itu harus dijaga, dipelihara dan dikembangkan. Dilihat dari tugas nadzir, di mana dia berkewajiban untuk menjaga, mengembangkan dan melestarikan manfaat dari harta yang diwakafkan bagi orang-orang yang berhak menerimanya, jelas bahwa berfungsi dan tidak berfungsinya suatu perwakafan bergantung pada nadzir.

Mengingat wakaf yang ada di Indonesia pada umumnya berupa benda-benda tidak bergerak, seperti tanah, sawah, bangunan dan barang-barang tidak bergerak lainya; jumlah tanah wakaf di Indonesia sangat bnyak lokasinya dan juga dangat luas, yang untuk pemeliharaanya diperlukan dana yang tidak sedikit; sementara itu, permasalahanya adalah masih cukup banyak nadzir yang kurang mampu untuk mendapatkan dana pemeliharaan wakaf yang dikelolanya, bahkan ada sebagian nadzir wakaf di Indonesia yang kurang memahami tugas dan kewaibanya, maka dalam PP. No. 28 Tahun 1977 pasal 7 ayat (1) disebutkan bahwa nadzir berkewajiban untuk mengurus dan mengawasi kekayaan wakaf serta hasilnya menurut ketentuan-ketentuan yang diatur lebih lanjut oleh Menteri Agama sesuai dengan tujuan wakaf. Kemudian dalam pasal 10 ayat (1) Peraturan Menteri Agama No. 1 Tahun 1978 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1977 dengan jelas juga dinyatakan bahwa nadzir berkewajiban mengurus dan mengawasi harta kekayaan wakaf dan hasilnya yang meliputi :1. Menyimpan salinan lembar kedua salinan Akta Ikrar Wakaf;2. Memelihara tanah wakaf3. Memanfaatkan tanah wakaf4. Memanfaatkan dan berusaha meningkatkan hasil wakaf5. Menyelenggarakan pembukuan/administrasi yang meliputi:a) Buku catatan tentang keadaan tanah wakafb) Buku catatan tentang pengelolaan dan hasil tanah wakafc) Buku catatan tentang penggunaan hasil tanah wakaf.

Departemen Agama telah melakukan beberapa pelatihan nadzir dan sejenisnya, dengan harapan pemahaman nadzir tentang hak dan kewajibanya lebih mengikat sehingga mampu melaksanakan kewajibanya dengan baik dan benar. Meskipun mereka sudah memahami kewjibanya sebagai nadzir, para nadzir tetap akan menemui kesulitan dalam mengelola wakaf yang menjadi tanggung jawabnya, karena pada umumnya wakaf yang diamanahkan kepadanya adalah wakaf yang berupa bangunan seperti masjid, sekolah, rumah yatim piatu.

Di Indonesia masih sedikit orang yang mewakafkan tanahnyadalam bentuk tanah pertanian. Andaikatapun ada, untuk mengelola tanah tersebut masih tetap memerlukan biaya yang tidak sedikt dan biaya tersebut harus diusahakan. Oleh karena itu, sudah saatnya umat Islam Indonesia memikirkan cara mengelola wakaf yang ada ini supaya dapat mendatangkan kemanfaatan pada semuapihak, baik bagi wakif dan mauquf alaih dan masyarakat.

Untuk mengelola wakaf produksi di Indonesia, yang pertama-tama adalah perlunya pembentukan suatu badan ataulembaga yang khusus mengelola wakaf yang ada dan bersifat nasional, misalnya Badan Wakaf Nasional. setelah terbentuk, yang pertama-tama harus dilakukan Badan Wakaf Nasional adalah menyusun perencanaan yang matang tentang hal hal yang harus dilakukan dalam pengelolaan wakaf. Sebagai contoh, misalnya membuat program pemberdayaan terhadap aset-aset wakaf yang selama ini terlantar dengan meningkatkan kemampuan para nadzir dan menyusun program-program slain yang erat dengan pengelolaan wakaf Produktif. Sesudah itu langkah selanjutnya adalah memperkuat organisasi pengenalan wafat, dan yang tidak kalah pentingnya yakni perlu adanya pengarahan dan pengawasan.

Dengan penerapan manajemen modern, diharapkan Badan Wakaf Nasional tersebut dapat mengembangkan wakaf secara produktif, sehingga wakaf dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat. Badan Wakaf Nasional ini sebaiknya bersifat independen; pemerintah dalam hal ini hanyalah sebagai fasilitator. Tugas utama Badan Wakaf Nasional adlah memberdayakan wakaf, baik wakaf benda tidak bergerak maupun benda bergerak yang ada di Indonesia, sehingga dapat memberdayakan ekonomi umat.

Pada prinsipnya tugas Badan Wakaf Nasional adalah menangani seluruh wakaf yang ada, namun karena selama ini wakaf yang ada di Indonesia berupa tanah milik dan masing-masing sudah ada nadzirnya dan pembinanya ada di bawah Departemen Agama, yakni di bawah Direktoran Zakat dan wakaf, maka terhadap tanah wakaf yang sudah ada, Badan Perwakilan Nasional cukup hanya membantu memberdayakan wakaf tersebut dengan membuat kebijakan-kebijakan yang mengarah pada peningkatan kemampuan para nadzir wakaf, sehingga mereka dapat mengelola wakaf yang menjadi tanggung jawabnya secara produktif. Untuk itu Badan Wakaf Nasional hanyalah mengelola wakaf benda-benda bergerak dan wkaf tunai (uang) serta harta wakaf yang diamanahkan kepadanya. Wakaf benda-benda bergerak tersebut kemudian dikembangkan melalui lembaga-lembaga terkait, sedangkan wakaf uang dikembangkan melalui bank-bank syariah. Hasil pengembangan benda-benda bergerak terutama wakaf uang tersebut dipergunakan untuk membantu pihak-pihak yang memerlukan, seperti yayasan-yayasan Islam, baik yang bergerak di bidang sosial, pendidikan maupun kesehatan, fakir miskin, yatim piatu, biaya pendidikan dan kesehatan masyarakat, modal usaha, rehabilitasi orang cacat, pengembangan budaya, pembangunan rumah sakit , riset, pembangunan sarana dan pra sarana peribadatan umat Islam, pengembangan Islam, dan untuk memberdayakan wakaf benda-benda tidak bergerak yang ada dan lain-lain.

Wakaf uang ini penting sekali untuk dikembangkan di Indonesia di saat kondisi perekonomian yang kian memburuk. Kalau umat Islam mampu melaksanakanya dalam skala besar, maka akan terlihat implikasi positif dari kegiatan wakaf tunai tersebut. Wakaf tunai mempunyai peluang yang unik bagi terciptanya investasi di bidang keagamaan, pendidikan, dan pelayanan sosial. Tabungan dari anggota masyarakat yang berpenghasilan tinggi dapat dimanfaatkan melalui penukaran sertifikat wakaf tunai. Sedangkan pendapatan yang diperoleh dari pengelolaan wakaf tunai tersebut dapat dibelanjakan untuk berbagai tujuan yang berbeda-beda, seperti keperluan pendidikan, kesehatan dan untuk pemeliharaan harta-harta wakaf.

Jika ada lembaga wakaf yang mampu mengelola wakaf uang secara profesional, maka lembaga ini merupakan sarana baru bagi umat Islam untuk beramal. Dalam masalah ini Mustafa Edwin Nasution pernah melakukan asumsi bahwa jumlah penduduk di Indonesia sebanyak 10 juta jiwa dengan rata-rata penghasilan per bulan antara Rp. 500.000,- sampai Rp. 1.000.000,- maka dapat dibuat perhitungan sebagai berikut :1. Apabila umat Islam yang berpenghasilan 500.000 sejumlah 4 juta orang dan setiap yahun masing-masing berwakaf sebanyak 60.000 rupiah maka setiap tahun akan terkumpul Rp. 240 Milyar.2. Apabila umat yang berpenghasilan antara Rp. 1 juta sampai dengan Rp.2 juta sejumlah 3 juta orang dan setiap tahun masing-masing berwakaf sebanyak Rp. 120.000,- maka setiap tahun akan terkumpul dana sebanyak Rp. 360 Milyar.3. Apabila umat yang berpenghasilan antara Rp. 2 juta sampai dengan Rp.5 juta sejumlah 2 juta orang dan setiap tahun masing-masing berwakaf sebanyak Rp. 600.000,- maka setiap tahun akan terkumpul dana sebanyak Rp. 1,2 Trilliun.4. Apabila umat yang berpenghasilan antara Rp. 5 juta sampai dengan Rp.10 juta sejumlah 1 juta orang dan setiap tahun masing-masing berwakaf sebanyak Rp. 1.200.000,- maka setiap tahun akan terkumpul dana sebanyak Rp. 1,2 Trilliun.Dengan demikian wakaf yang terkumpul selama satu tahun adalah sejumlah Rp. 3 triliun. Dari perhitungan diatas maka terihat bahwa keberhasilan organisasi untuk memobilisasi dana wakaf akan sangat menentukan manfaat keberadaan lembaga wakaf.Bedasarkan pembahasan yang sudah dikemukakan jelas zakat dan wakaf di Indonesia saat ini perlu mendapat perhatian khusus, karena lembaga-lembaga tersebut merupakan lembaga potensial untuk dikembangkan.

Pertanyaan dan JawabanPertanyaan :1. Apa yang menjadi perbedaan mendasar tentang ekonomi islam dan komunis ? ( Ahmad Rizaldi )2. Apa perbedaan antara Prinsip Zulumat dan Prinsip nur ? (ikhsan )

Jawaban :1. Perbedaan antara prinsip ekonomi komunis dengan ekonomi islam adalah :a. Islam selalu berlandaskan Al Quran dan Hadistb. Komunis selalu berdasarkan akal pikiran manusia yang menyatakan manusia adalah segala galanya.2. Perbedaan antara prinsip zulumat dan nur :a. Prinsip zulumat melandaskan pada pola piker materialisme, yang menempatkan manusia sebagai segala- galanya, baik secara kolektif atau komunal maupun individual atau liberal.b. Prinsip nur didasarjan atas konsep ketuhanan secara fungsional, maksudnya yaitu berdasarkan Al Quran dan sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah.

KesimpulanIslam membenarkan seorang memilih kekayaan lebih dari yang lain sepanjang kekayaan tersebut diperoleh secara benar dan yang bersangkutan telah menunaikan kewajibannya bagi kesejahteraan masyarakat, baik dalam bentuk zakat maupun amal kebajikan lain seperti infak dan sedekah. Meskipun demikian, Islam sangat menganjurkan golongan yang kaya untuk tetap tawadhu dan tidak pamer.Islam juga mendorong penganutnya berjuang untuk mendapatkan materi atau harta dengan berbagai cara, asalkan mengikuti rambu-rambu yang telah ditetapkan. Dilarang mencari harta, berusaha, atau bekerja yang dapat melupakan kematian (At-Takaatsur : 1 2), melupakan dzikrullah (tidak ingat kepada Allah dengan segala ketentuan-Nya ) (Al-Munaafiquun ; 9), melupakan shalat dan zakat (an-Nuur ; 37), dan memutuskan kekayaan hanya pada sekelompok orang kaya saja (al-Hasyr : 7).Konsep Islam amat jelas. Manusia dilahirkan merdeka. Karenanya, tidak ada seorang pun bahkan Negara manapun yang berhak mencabut kemerdekaan tersebut dan membuat hidup manusia terikat. Dalam konsep ini, setiap individu berhak menggunakan kemerdekaannya tersebut sepanjang tetap berada dalam kerangka norma-norma islami. Dengan kata lain, sepanjang kebebasan tersebut dapat dipertanggungjawabkan, baik secara sosial maupun dihadapan Allah.Kebebasan individu dalam kerangka etika Islam diakui selama tidak bertentangan dengan kepentingan sosial yang lebih besar atau sepanjang individu itu tidak melangkahi hak-hak orang lain.

Daftar Pustaka Ahmad Muhammad al-Assal dan Fathi Ahmad Abdul Karim, sistem Ekonomi, Prinsip-Prinsip dan Tujuan-Tujuanya, Terj. Abu Ahmadi dan Anshori Umar Sitanggal (Surabaya : Bina Ilmu,1980) Monzer Kahf, Ekonomi Islam, Telaah Analitik Terhadap Fungsi Sistem Ekonomi Islam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995) Muhammad Baqir As-Shadr, Ekonomi kita (Beriut : Darul-Fikr,1378 H/1968 M) Muhammad Syauqi Al-Fanjari Jalan Masuk Ke Ekonomi Islam(t.k.:Dar al-Nadlah al-Arabiyah,1972). Robbins, L., An Esay on the Nature and Significance of Economic Science(London:Mac Millian and Co. Ltd., 1952) Surachman Hidayat, Karakteeristik Ekonomi Islam, dalam http://www.pesantrenonline.com. Menggagas Bisnes Islami, M. Ismail Yusanto & M. Karebet Widjajakusuma, Gema Insani