agama langit dan agama bumi dalam pandangan …

98
1 AGAMA LANGIT DAN AGAMA BUMI DALAM PANDANGAN PARA PENULIS MUSLIM DI INDONESIA (1962-2015) Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag) Oleh: Windi Anisa Dhiya 11140321000058 PRODI STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1440 H/2019

Upload: others

Post on 16-Nov-2021

27 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: AGAMA LANGIT DAN AGAMA BUMI DALAM PANDANGAN …

1

AGAMA LANGIT DAN AGAMA BUMI DALAM PANDANGAN PARA

PENULIS MUSLIM DI INDONESIA (1962-2015)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Oleh:

Windi Anisa Dhiya

11140321000058

PRODI STUDI AGAMA-AGAMA

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1440 H/2019

Page 2: AGAMA LANGIT DAN AGAMA BUMI DALAM PANDANGAN …

1

Page 3: AGAMA LANGIT DAN AGAMA BUMI DALAM PANDANGAN …

1

Page 4: AGAMA LANGIT DAN AGAMA BUMI DALAM PANDANGAN …

1

Page 5: AGAMA LANGIT DAN AGAMA BUMI DALAM PANDANGAN …

iv

ABSTRAK

Windi Anisa Dhiya

Judul Skripsi : “Agama Langit dan Agama Bumi dalam Pandangan Para

Penulis Muslim di Indonesia (1962-2015)”

Ilmu perbandingan agama adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan

yang berusaha untuk memahami asal-usul suatu agama, ciri-ciri serta gejala-gejala

keagamaan dari suatu agama untuk mengetahui persamaan dan perbedaan serta

sejauh mana hubungan antara agama yang satu dengan agama yang lainnya. Di

dalam Ilmu Perbandingan Agama di kenal tipologi “Agama Langit” dan “Agama

Bumi”. Tentu saja tipologi agama ini menjadi sebuah perdebatan panjang dan

memunculkan dikotomi yang menyebabkan adanya sikap merendahkan dan

meninggikan suatu agama.

Tujuan dari penelitian ini adalah penulis ingin menjelaskan bagaimana

konteks pemikiran para penulis Muslim di Indonesia tentang tipologi agama dari

tahun 1962-2015, serta motivasi mereka.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif

kualitatif dengan pendekatan historis, mendeskripsikan biografi, asal-usul dan

latar belakang para penulis Muslim di Indonesia dalam memahami konteks

pemikiran mereka tentang tipologi agama, tujuannya untuk membuat rekonstruksi

dari masa lampau secara sistematis dan objektif. Kemudian pendekatan

hermeneutik, menafsirkan perasaan dan pengalaman para penulis yang akan di

teliti mengenai hasil pemikiran mereka. Dan pendekatan teologis, untuk

memahami pemikiran para penulis mengenai teologi agama yang lebih universal

yang dalam hal ini mengkonsentrasikan pada kategori-kategori transenden.

Berdasarkan hasil analisa penulis, dari berbagai spektrum para penulis

Muslim ada Akademisi, Aktivis Muslim, Da’i, Guru dll bahwa tanpa disadari

mereka telah mengadopsi pemikiran yang dibuat oleh para teolog Kristen, karena

kebutuhan para sarjana Muslim untuk melakukan apologetika melawan agama-

agama lain. Akademisi murni seperi Prof. Kautsar Ashari Noer menolak adanya

tipologi ini. Selain faktor-faktor seperti semangat dakwah atau misionarisme,

pemahaman keagamaan yang normatif juga disebabkan oleh faktor lainnya yaitu

ilmu Perbandingan Agama dan metodenya yang belum dikenal dengan baik pada

masa itu.

Kata Kunci : Agama Langit, Agama Bumi dan Tipologi Agama

Page 6: AGAMA LANGIT DAN AGAMA BUMI DALAM PANDANGAN …

v

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Segala puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT. Tuhan semesta alam

yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya bagi umat manusia, yang telah

memberikan akal sehat dan mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.

Sehingga manusia dapat hidup dengan cahaya ilmu dan pengetahuan. Shalawat

serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad

SAW yang telah membimbing dan mendidik umatnya dengan ilmu dan akhlak

menuju jalan yang diridhoi oleh Allah SWT.

Skripsi ini disusun sebagai salah satu tugas akademis dan untuk memenuhi

sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Agama (S.Ag). Dalam

penyusunan skripsi ini penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini dapat

terselesaikan atas bantuan dari banyak pihak, oleh karena itu penulis ingin

menyampaikan rasa terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan

memberikan dorongan moril maupun materil. Adapun ucapan terima kasih

khususnya penulis sampaikan kepada:

1. Dr. Yusuf Rahman, MA, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Media Zainul Bahri, MA, selaku Wakil Dekan 2 Fakultas

Ushuluddin Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta, selaku Dosen Pembimbing Akademik dan juga selaku Dosen

Pembimbing Skripsi yang telah banyak membantu penulis dalam

mengumpulkan data dan penulisan skripsi ini. Terima kasih atas segala

Page 7: AGAMA LANGIT DAN AGAMA BUMI DALAM PANDANGAN …

vi

kesabarannya dalam membimbing, serta dorongan semangat dan

motivasi untuk saya sehingga terselesaikannya skripsi ini.

3. Syaiful Azmi S.Ag, MA, selaku Ketua Prodi Studi Agama-Agama

Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

4. Lisfa Sentosa Aisyah, MA, selaku Sekretaris Prodi Studi Agama-

Agama Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

5. Seluruh Dosen Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta. Terima kasih yang tak terhingga atas ilmu

yang telah diberikan.

6. Orang tua tercinta Papa dan Mama. Terima kasih atas segala

kesabaran, keikhlasan, perhatian, cinta dan kasih sayang yang tak

pernah pudar serta doa yang tak henti-hentinya untuk saya.

7. Adik-adik tersayang Nandhita dan Aura. Terima kasih atas segala

dorongan semangat dan motivasinya sehingga terselesaikannya skripsi

ini.

8. Laksamana Ajar Pamungkas, yang selalu ada untuk membantu dan

memberikan dorongan semangat untuk penulis. Terima kasih atas

segala bantuan dan dukungannya.

Page 8: AGAMA LANGIT DAN AGAMA BUMI DALAM PANDANGAN …

vii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……………………………………………………………….i

LEMBAR PENGESAHAN BIMBINGAN SKRIPSI…………………………….ii

LEMBAR PERNYATAAN………………………………………………………iii

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN…………………………………...iv

ABSTRAK………………………………………………………………………...v

KATA PENGANTAR……………………………………………………………vi

DAFTAR ISI…………………………………………………………………….viii

BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………....1

A. Latar Belakang…………………………………………………………….1

B. Rumusan Masalah………………………………………………………....7

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian……………………………………….....7

D. Metodologi Penelitian………………………………………......................8

E. Sumber Data………………………………………...................................11

F. Sistematika Penulisan……………………………………….....................13

BAB II AGAMA LANGIT DAN AGAMA BUMI……………………………...15

A. Beberapa Pengertian Tentang Agama……………………………………15

1. Hubungan antara Manusia dengan Tuhan……………………………16

2. Hubungan antara Manusia dengan Manusia…………………………22

B. Klasifikasi Agama-Agama……………………………………………….28

1. Agama Kitab Suci……………………………………………………31

2. Agama Non Kitab Suci………………………………………………32

3. Agama Non Theistik…………………………………………………33

BAB III PEMIKIRAN PARA PENULIS MUSLIM TENTANG AGAMA

LANGIT DAN AGAMA BUMI…………………………………………………34

A. Pengertian Agama Langit dan Agama Bumi…………………………….37

1. Agama Langit………………………………………………..……….37

2. Agama Bumi………………………………………………...……….39

Page 9: AGAMA LANGIT DAN AGAMA BUMI DALAM PANDANGAN …

viii

B. Bentuk-Bentuk Agama Langit dan Agama Bumi………………………41

C. Perbedaan Pandangan Tentang Klasifikasi Agama-Agama…………….52

BAB IV KONTEKS PEMIKIRAN PARA PENULIS MUSLIM TENTANG

KLASIFIKASI AGAMA……………………………………………………….66

A. Motivasi Para Penulis Muslim dalam Klasifikasi Agama Langit dan

Agama Bumi……………………………………………………………..66

B. Metode Ilmiah Studi Agama-Agama…………………………………….74

BAB V PENUTUP……………………………………………………………...81

A. Kesimpulan…………………………………………………………...….81

B. Saran……………………………………………………………………..83

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………84

Page 10: AGAMA LANGIT DAN AGAMA BUMI DALAM PANDANGAN …

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ilmu Perbandingan Agama pertama kali lahir di Indonesia yaitu di

PTAIN (Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri) Yogyakarta pada tahun

1961, kala itu ilmu Perbandingan Agama tidak lepas dari peran seorang figur

yaitu Mukti Ali. Mukti Ali adalah seorang cendikiawan Muslim yang meraih

gelar Doktor di Universitas Karachi, Pakistan dalam bidang Sejarah Islam,

dan gelar Magister Universitas McGill, Kanada dalam kajian Islamic Studies

(1972-1978). Mukti Ali menjadi Menteri Agama pada masa kabinet Orde

Baru. Ketika itu jiwa Perbandingan Agama masih sangat lekat olehnya,

terlihat pada kebijakan-kebijakannya dalam mengatur hubungan intra dan

antar pemeluk agama yang berbeda serta hubungan tokoh-tokoh agama

dengan pemerintah.1 Terlepas dari peran politiknya, Mukti Ali adalah bapak

Perbandingan Agama di Indonesia karena Mukti Ali adalah figur utama yang

berperan menyusun kurikulum mata kuliah Perbandingan Agama. Sedangkan

bapak Perbandingan Agama di dunia Islam adalah Al-Syahrastani dan bapak

Perbandingan Agama di Eropa adalah Max Muller.

Dalam diskursus Ilmu Perbandingan Agama di kenal istilah

“Agama Langit” dan “Agama Bumi”. Di dalam buku Media Zainul Bahri

1 Media Zainul Bahri, Wajah Studi Agama-Agama, Dari Era Teosofi Indonesia (1901-

1940) Hingga Masa Reformasi (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015), h. 185-186.

Page 11: AGAMA LANGIT DAN AGAMA BUMI DALAM PANDANGAN …

2

yang berjudul Wajah Studi Agama-Agama pun terdapat sub judul tipologi

“Agama Langit” dan “Agama Bumi”, dikatakan bahwa istilah “Agama

Langit” dan “Agama Bumi” muncul sebagai semangat dakwah dalam tujuan

pengkajian Perbandingan Agama, walaupun menurut Media Zainul Bahri

Ilmu Perbandingan Agama berbeda dengan Ilmu Dakwah namun sah-sah saja

jika Ilmu Perbandingan Agama digunakan sebagai media untuk berdakwah.

Pertama kali klasifikasi agama-agama ke dalam “Agama Langit”

dan “Agama Bumi” diperkenalkan oleh Ahmad Abdullah al-Masdoosi,

seorang sarjana Muslim Pakistan melalui karya nya yang berjudul Living

Religions of the World (1962) dan dipopulerkan oleh Endang Saifuddin

Anshari (1979).2 Jauh sebelum itu melalui penelusuran Charles Joseph

Adams seperti dikutip oleh Kautsar klasifikasi agama sudah muncul pada

abad ke-13 oleh Thomas Aquinas, seorang filsuf dan teolog terbesar abad

pertengahan, membedakan agama alami, atau jenis kebenaran keagamaan

yang ditemukan dengan akal semata tanpa bantuan apapun, dengan agama

wahyu, atau agama yang bersandar pada kebenaran Ilahi yang identik secara

eksklusif dengan Kristen.3 Kemudian diikuti oleh Wilfred Cantwell Smith

seperti dikutip oleh Kautsar klasifikasi agama-agama ke dalam “Agama

Langit” dan “Agama Bumi” muncul dalam konteks Eropa pada abad ke-18

ketika Kristen dihinggapi oleh sikap eksklusif, fanatik, apologetik, dan

misionernya dalam berhadapan dengan agama-agama lain.4

2 Bahri, Wajah Studi Agama-Agama,Dari Era Teosofi Indonesia (1901-1940) Hingga

Masa Reformasi, h. 199. 3 Kautsar Azhari Noer, “Agama Langit versus Agama Bumi: Sebuah Telaah atas Klasifikasi

Agama-Agama,” Titik temu, Jurnal dialog peradaban 3, No. 2, 2011, h. 3. 4 Noer, “Agama Langit versus Agama Bumi: Sebuah Telaah atas Klasifikasi Agama-

Agama”, h. 2.

Page 12: AGAMA LANGIT DAN AGAMA BUMI DALAM PANDANGAN …

3

Al-Masdoosi seperti dikutip oleh Kautsar mengatakan bahwa

agama wahyu adalah agama yang menghendaki iman kepada Tuhan, kepada

rasul-Nya, dan kepada kitab-kitab-Nya dan pesannya untuk disebarkan kpada

segenap umat manusia. Agama bukan-wahyu adalah agama yang tidak

memandang esensial penyerahan manusia kepada tata aturan ilahi. Yang

termasuk agama Wahyu adalah Yudaisme, Kristen, dan Islam. Selebihnya

termasuk dalam agama-agama bukan-wahyu. Agama-agama wahyu

bersangkutan dengan ras Semitik, sedangkan agama bukan-wahyu sama

sekali tidak bersangkutan dengan ras Semitik.5

Penggunaan istilah “Agama Langit” dan “Agama Bumi” juga

dipakai oleh para penulis Muslim di Indonesia. Endang Saifuddin Anshari,

seorang sarjana Muslim Indonesia misalnya, seperti dikutip oleh Kautsar

mendefinisikan bahwa “Agama Langit” (Agama Samawi [din samawi],

agama wahyu [revealed religion], agama profetik [prophetic religion])

adalah agama yang diwahyukan oleh Allah kepada para nabi dan rasul-Nya,

sedangkan “Agama Bumi” (agama ardli [din ardli], agama budaya, agama

filsafat, agama pemikiran, agama bukan-wahyu [non-revealed religion],

agama alami [natural religion, din thabi’i]) adalah agama hasil ciptaan

manusia.6

Agus Hakim membagi agama dilihat dari titik asalnya di bagi

menjadi dua yaitu Agama Samawi dan Agama Thabi’y. Adapun Agama

Samawi menurut Agus Hakim adalah agama yang turun dari hadirat yang

5 Noer, “Agama Langit versus Agama Bumi: Sebuah Telaah atas Klasifikasi Agama-

Agama”, h. 1. 6 Noer, “Agama Langit versus Agama Bumi: Sebuah Telaah atas Klasifikasi Agama-

Agama”, h. 1.

Page 13: AGAMA LANGIT DAN AGAMA BUMI DALAM PANDANGAN …

4

Maha Tinggi, yaitu agama yang berasal dari wahyu Tuhan yang menjadikan

sekalian alam ini yang diwahyukan-Nya kepada rasul-rasul-Nya untuk

disampaikan kepada ummat mereka masing-masing. Sedangkan agama

Thabi’y adalah agama yang timbul dari angan-angan khayal manusia belaka.

Menurut Agus Hakim dinamai agama Thabi’y karena timbulnya agama yang

demikian hanya semata-mata dorongan dari thabiat manusia yang ingin

beragama, ingin mengabdi dan memuja kepada sesuatu yang dianggapnya

maha kuasa atas dirinya. Bukan berasal dari Wahyu Ilahi.7

Tidak berbeda dengan Agus Hakim, Rasjidi juga membagi agama

ke dalam dua kelompok besar yaitu Natural Religions dan Revealed

Religions. Natural Religions atau Agama Alamiyah adalah agama-agama

yang timbul diantara manusia-manusia itu sendiri dan di lingkungan dimana

mereka hidup. Sedangkan Revealed Religions adalah agama-agama yang

diwahyukan yaitu agama-agama yang diturunkan Allah agar menjadi

petunjuk bagi manusia. Secara konkrit Agama Samawi ada tiga, yaitu agama

Yahudi, agama Nasrani dan agama Islam. Adapun agama-agama selain tiga

itu dapat dinamakan Agama Alamiyah.8

Sebagai contoh lainnya penulis Muslim di Indonesia yaitu

Abdullah Ali yang membagi agama ke dalam dua kelompok besar dilihat dari

sumber datangnya ajaran yaitu Agama Samawi (agama yang datang dari

langit berlandaskan wahyu Tuhan; seperti Islam, Yahudi, Nasrani) dan

Agama Wad’iy (agama yang tumbuh di bumi atas prakarsa dan pemikiran

manusia, semacam Buddha hasil renungan pemikiran Sidharta Gautama, atau

7 Agus Hakim, Perbandingan Agama (Bandung: CV Penerbit Diponegoro, 1985), h. 13. 8 H. M. Rasjidi, Empat Kuliah Agama Islam Pada Perguruan Tinggi (Jakarta: Bulan

Bintang, 1992), cet.7., h. 52-53.

Page 14: AGAMA LANGIT DAN AGAMA BUMI DALAM PANDANGAN …

5

Hindu sebagai akulturasi budaya bangsa Aria dan Dravida).9 Kemudian

Abdullah Ali juga membagi agama ditinjau dari segi motivasi yang

melatarbelakangi lahirnya agama, terbagi menjadi Agama Alami (timbul

karena pengaruh kekuatan alam yang dilandasi motivasi untuk melindungi

jiwa yang ketakutan; seperti agama Majusi, animism dan dinamisme) dan

Agama Etik (tumbuh berdasarkan motivasi penilaian baik dan buruk;

semacam filsafat etika Kong Hu Cu atau Kong-Cu, Shinto dan lain-lain).10

Berbeda dengan para penulis Muslim di atas. Kautsar Azhari Noer,

menganggap bahwa “Agama Langit” lahir bukan hanya di kalangan bangsa

Semitik. Menurut Kautsar jika membatasi agama wahyu atau “Agama

Langit” sebagai agama yang lahir hanya di kalangan ras atau bangsa Semitik

di Timur Tengah itu berarti bertentangan dengan firman Allah :

ة رسول افإذا جاء رسولهم قضي بينهم بالقسط وهم ل يظلمون ولكل أم

“setiap umat mempunyai rasul” (QS 10: 47)11, dan

وت ف اغ بوا الط ن ت اج و دوا الل ب ن اع ولا أ س ة ر م أ ل ا في ك ن ث ع د ب ق ل ن و م م ه ن م

ف ي وا ك ر ظ ان ض ف ر وا في ال ير س ة ف ل ل ه الض ي ل ت ع ق ن ح م م ه ن م و دى الل ه

ين ب ذ ك م ة ال ب اق ان ع ك

“sungguh, Kami [Allah] telah mengutus seorang rasul untuk setiap umat” (QS

16: 36)12, dan juga bertentangan dengan hadis Nabi bahwa para rasul

berjumlah tiga ratus lima belas orang, dan para nabi berjumlah seratus dua

9 Abdullah Ali, Agama dalam Ilmu Perbandingan (Bandung: Nuansa Aulia, 2007), h. 25-

26. 10 Abdullah Ali, Agama dalam Ilmu Perbandingan, h. 26. 11 https://tafsirweb.com/3321-surat-yunus-ayat-47.html, diakses pada tanggal 24 Juni

2019. 12 https://tafsirq.com/16-an-nahl/ayat-36, diakses pada tanggal 24 Juni 2019.

Page 15: AGAMA LANGIT DAN AGAMA BUMI DALAM PANDANGAN …

6

puluh empat ribu orang. Menurut Kautsar jika kita ingin konsisten mengikuti

firman Allah dan hadis Nabi kita harus percaya bahwa Allah mengutus para

rasul dan para nabi bukan hanya kepada umat manusia di lingkungan bangsa

Semitik di Timur Tengah, tetapi juga kepada umat di lingkungan bangsa

lain.13 Pendapat Kautsar Azhari tidak jauh berbeda dengan Halim Mastur di

dalam karyanya Diktat Perbandingan Agama (1970) yang mengatakan bahwa

di Benua Afrika yang luas, terutama bangsa Mesir mungkin telah juga

didatangi Nabi Allah. Siapa nama Nabi Allah yang datang, bangsa Mesir

kuno tidak meninggalkan catatan.14 Seperti yang banyak diketahui agama

Mesir Kuno bukanlah agama yang berasal dari Wahyu Ilahi.

Klasifikasi atau tipologi “Agama Langit” dan “Agama Bumi” ini

menjadi sebuah perdebatan panjang dan memunculkan adanya sikap

merendahkan dan meninggikan suatu agama. Seperti yang telah disebutkan di

atas bahwa klasifikasi “Agama Langit” dan “Agama Bumi” pertama kali di

bawa oleh Abdullah al-Masdoosi lalu kemudian diikuti oleh penulis Muslim

yaitu Endang Saifuddin Anshari dan diikuti oleh para penulis Muslim di

Indoensia lainnya. Pada bab kedua buku L. Narayana D. “Mendebat Agama

Langit; Membunuh Arogansi Dikotomi Ngawur Agama Langit - Agama

Bumi”, penulis memaparkan sejarah adanya klasifikasi Agama ke dalam

“Agama Langit” dan “Agama Bumi” disebutkan oleh Dr. H. M. Rasjidi,

dalam bukunya yang berjudul “Empat Kuliah Agama Islam untuk Perguruan

Tinggi. Tentu saja klasifikasi ini menjadi klasifikasi yang normatif dan

pendukung klasifikasi ini adalah sebagian besar umat yang mengaku sebagai

13 Noer, “Agama Langit versus Agama Bumi: Sebuah Telaah atas Klasifikasi Agama-

Agama”, h. 8. 14 A. Halim Mastur, Diktat Perbandingan Agama, (t.k., t.p., 1970), h. 3.

Page 16: AGAMA LANGIT DAN AGAMA BUMI DALAM PANDANGAN …

7

“Agama Langit”. Kemudian pertanyaan-pertanyaan yang muncul adalah;

apakah benar “Agama Langit” hanya berasal dari kalangan bangsa Semitik

saja? Apakah benar selain agama Yahudi, Kristen, Islam merupakan “Agama

Bumi”? dan apa motivasi para penulis Muslim dalam pengklasifikasian

agama? Di dalam skripsi ini penulis akan mempaparkan konteks dan teori

pemikiran para penulis Muslim tentang “Agama Langit” dan “Agama Bumi”

serta motivasi para penulis Muslim dalam penggunaan istilah “Agama

Langit” dan “Agama Bumi”. Penulis merasa topik ini menarik untuk dikaji

karena dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang sejauhmana

klasifikasi atau tipologi agama digunakan dalam Ilmu Perbandingan Agama

serta kaitannya dengan dakwah.

B. Rumusan Masalah

Agar pembahasan dalam penulisan tidak melebar, maka penulis

membatasinya ke dalam masalah-masalah berikut :

1. Bagaimana Pandangan Para Penulis Muslim di Indonesia tentang

“Agama Langit” dan “Agama Bumi”?

2. Bagaimana Konteks Pemikiran dan Motivasi Para Penulis Muslim di

Indonesia tentang “Agama Langit” dan “Agama Bumi”?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah disebutkan di atas, maka

tujuan penulisan dimaksudkan untuk :

Page 17: AGAMA LANGIT DAN AGAMA BUMI DALAM PANDANGAN …

8

a. Untuk mengetahui pandangan para penulis Muslim di Indonesia

tentang “Agama Langit” dan “Agama Bumi”.

b. Untuk mengetahui konteks pemikiran dan motivasi para penulis

Muslim di Indonesia tentang “Agama Langit” dan “Agama Bumi”.

2. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian di bagi menjadi tiga, yaitu kegunaan teoritis,

kegunaan praktis, dan kegunaan akademis.

a. Kegunaan Teoritis

Secara teoritis penelitian ini dapat digunakan sebagai diskursus

ilmiah dan mampu memperkaya khasanah keilmuan mengenai apa

yang sudah di tulis oleh para penulis Muslim tentang “Agama Langit”

dan “Agama Bumi”.

b. Kegunaan Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan bagi

mahasiswa dalam mengkaji klasifikasi agama menurut para penulis

Muslim. Dan hasil penelitian ini dapat bermanfaat menjadi rujukan

penelitian-penelitian serupa dikemudian hari.

c. Kegunaan Akademis

Penelitian dilakukan sebagai salah satu syarat untuk memenuhi

persyaratan akhir perkuliahan guna mendapatkan gelar Sarjana Agama

(S. Ag) Prodi Studi Agama-Agama Fakultas Ushuluddin Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

D. Metodologi Penelitian

1. Jenis Penelitian

Page 18: AGAMA LANGIT DAN AGAMA BUMI DALAM PANDANGAN …

9

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

penelitian kualitatif, yang mana menurut Creswell di dalam bukunya Prof. Dr.

Emzir, M.Pd yang berjudul Metodologi Penelitian Kualitatif: Analisis Data.

Penelitian kualitatif cenderung mengarahkan masalah-masalah penelitian

yang memerlukan suatu eksplorasi mendalam terhadap hal yang sedikit

diketahui atau dipahami tentang masalah tersebut dan suatu detail

pemahaman tentang suatu fenomena sentral.15 Penelitian ini menggunakan

metode kualitatif di dasarkan atas beberapa alasan. Pertama, penulis

menganalisis data secara induktif dan tidak melakukan pencarian di luar data

atau bukti untuk menolak atau menerima hipotesis guna memahami hasil

tulisan para penulis yang di teliti. Kedua, penulis memfokuskan pada

perspektif partisipan guna menjustifikasi pentingnya meneliti masalah

penelitian ini. Ketiga, metode kualitatif dipakai untuk memperoleh suatu

dengan cara mengumpulkan, mengevaluasi, memverifikasi serta

menyintesiskan bukti-bukti untuk menegakkan fakta dan memperoleh

kesimpulan yang kuat. Pendekatan hermeneutik berasal dari kata Yunani

yang berarti interpretasi, menjelaskan atau menterjemahkan. Pada awalnya

hermeneutik dipakai alam pengertian yang sempit, yaitu hermeneutik

Alkitabiah yang memusatkan perhatian kepada perjanjian lama dan perjanjian

baru.16 Namun dewasa ini pendekatan hermeneutik tidak hanya tepusatkan

pada Alkitab tapi juga yang lainnya misalnya menterjemahkan buku,

pemikiran para penulis dan lain sebagainya. Selain cerita mengenai segala

15 Emzir, Metodologi Penelitian Kualitatif : Analisis Data (Jakarta: Rajawali Pers, 2011),

cet. 2, h. 3. 16 Hasan Sutanto, Hermeneutik: Prinsip dan Metode Penafsiran Alkitab (Malang:

Seminari Alkitab Asia Tenggara, 1993), cet. 5, h. 1-2.

Page 19: AGAMA LANGIT DAN AGAMA BUMI DALAM PANDANGAN …

10

sesuatu yang sebagian besar sudah ketahui. Disini peneliti mencoba mencari

pemahaman pengalaman partisipan.

2. Pendekatan Penelitian

Dalam melakukan penelitian ini, penulis menggunakan tiga

pendekatan yaitu pendekatan historis, pendekatan hermeneutik dan

pendekatan teologis. Pendekatan historis menurut Media Zainul Bahri adalah

sebuah pendekatan yang dipakai untuk mempelajari, menyelidiki dan meneliti

agama-agama baik sebelum ilmu agama menjadi disiplin ilmu sendiri.

Dengan demikian, pendekatan historis berarti menelusuri asal-usul dan

pertumbuhan ide-ide dan pranata-pranata keagamaan dalam periode-periode

tertentu.17 Penulis memakai pendekatan historis untuk mendeskripsikan

biografi, asal-usul dan latar belakang para penulis Muslim dalam memahami

konteks pemikiran mereka tentang pengklasifikasian agama tujuannya untuk

membuat rekonstruksi dari masa lampau secara sistematis dan objektif, untuk

menginterpretasikan dan menafsirkan penulis memakai pendekatan

hermeneutik sebagai suatu seni dalam menyelami perasaan dan pengalaman

para penulis yang akan di teliti mengenai hasil pemikiran mereka. Sedangkan

pendekatan teologis, menurut Media Zainul Bahri adalah pendekatan yang

bersifat normatif dan subyektif,18 yang berarti memfokuskan pada sejumlah

konsep, khususnya yang didasarkan pada ide theos-logos, studi atau

pengetahuan tentang Tuhan. Penulis memakai pendekatan teologis sebagai

upaya untuk memahami pemikiran para penulis mengenai teologi agama yang

17 Bahri, Wajah Studi Agama-Agama, Dari Era Teosofi Indonesia (1901-1940) Hingga

Masa Reformasi, h. 15. 18 Bahri, Wajah Studi Agama-Agama, Dari Era Teosofi Indonesia (1901-1940) Hingga

Masa Reformasi, h. 20.

Page 20: AGAMA LANGIT DAN AGAMA BUMI DALAM PANDANGAN …

11

lebih universal yang dalam hal ini mengkonsentrasikan pada kategori-

kategori transenden.

3. Analisis Data

Adapun setelah data terkumpul, langkah selanjutnya penulis

melakukan analisis data. Analisis data adalah suatu proses penyusunan data

agar dapat ditafsirkan.19 Penulis menggunakan metode Content Analysis

(analisis isi), yaitu upaya menafsirkan gagasan atau ide tentang “Agama

Langit” dan “Agama Bumi” dalam pemikiran para penulis Muslim, yang

kemudian gagasan atau ide tersebut dianalisis secara mendalam guna

mengetahui motif para penulis.

4. Teknik Penulisan

Dalam teknik penulisan skripsi ini, penulis merujuk pada buku

pedoman penulisan karya ilmiah (Skripsi, Tesis dan Desertasi) UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta yang diterbitkan oleh Biro Akademik dan

Kemahasiswaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

tahun 2014/2015.

E. Sumber Data

1. Sumber Primer

Sumber primer adalah sumber yang dapat memberikan data

penelitian secara langsung.20 Sumber data primer merupakan sumber data

yang terkait langsung dengan penelitian, berupa karya yang di tulis langsung

19 Dadang Rahmad, Metode Penelitian Agama (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2000), h.

102. 20 Suharsini Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta: Rineka,

Cipta, 2002), h. 117.

Page 21: AGAMA LANGIT DAN AGAMA BUMI DALAM PANDANGAN …

12

oleh orang yang ahli dalam bidangnya. Adapun sumber-sumber primer yang

digunakan penulis adalah:

1) Kautsar Azhari Noer, “Agama Langit versus Agama Bumi: Sebuah

Telaah atas Klasifikasi Agama-Agama”. Titik temu, Jurnal dialog

peradaban 3, No. 2, 2011.

2) Media Zainul Bahri, Wajah Studi Agama-Agama, Dari Era Teosofi

Indonesia (1901-1940) Hingga Masa Reformasi. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar, 2015.

3) A. Halim Mastur, Diktat Perbandingan Agama, t.k., t.p., 1970.

4) H.M. Rasjidi, Empat Kuliah Agama Islam pada Perguruan Tinggi,

Jakarta: Bulan Bintang, Cet. 7, 1992.

5) K.H. Agus Hakim, Perbandingan Agama, Bandung: CV. Penerbit

Diponegoro, Cet. 4, 1985.

6) Moh. Rifai, Perbandingan Agama, Semarang: Wicaksana, 1983.

7) Mahmud Yunus, al-Adyan, Jakarta: Maktabah Sa’diyah Putra, t.th.

8) Abdullah Ali, Agama dalam Ilmu Perbandingan, Bandung: Nuansa

Aulia, 2007.

9) L. Narayana. D., Mendebat Agama Langit: Membunuh Arogansi

Dikotomi Ngawur Agama Langit-Agama Bumi, Yogyakarta:

Narayana Smrti Press, 2012.

2. Sumber Sekunder

Page 22: AGAMA LANGIT DAN AGAMA BUMI DALAM PANDANGAN …

13

Sumber sekunder adalah sumber atau data yang secara tidak

langsung berhubungan dengan masalah yang diungkapkan.21 Sumber

sekunder ini digunakan sebagai pelengkap dari sumber primer yang berisi

tentang kajian-kajian pokok yang relevan atau yang berhubungan dengan

penelitian namun tidak terkait langusng dengan penelitian. Sumber sekunder

ini berupa buku, artikel, jurnal, majalah, e-book, koran atau media cetak lain

yang mendukung. Adapun sumber-sumber sekunder yang digunakan penulis

adalah:

1) Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jakarta:

Penerbit Universitas Indonesia, 1986.

2) H.M. Rasjidi, Koreksi Terhadap Dr. Harun Nasution Tentang

“Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya”, Jakarta: Bulan Bintang,

1977.

3) H.A. Mukti Ali, Agama-Agama di Dunia, Yogyakarta: IAIN Sunan

Kalijaga Press, 1988.

F. Sistematika Penulisan

Agar sistematis penulis menyusun skripsi ini ke dalam lima bab

sebagai berikut:

Bab Pertama, merupakan bab pendahuluan. Di dalam bab ini

tercakup Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan dan Kegunaan

Penelitian, Metodologi Penelitian, Sumber Data, dan Sistematika Penulisan.

21 Hadari Nawawi dan Martini Hadari, Penelitian Terapan (Yogyakarta: Gajah Mada

University Press, 1996), h. 217.

Page 23: AGAMA LANGIT DAN AGAMA BUMI DALAM PANDANGAN …

14

Bab Kedua, mendeskripsikan teori tentang “Agama Langit” dan

“Agama Bumi”, yang mencakup pembahasan tentang Beberapa Pengertian

Agama, Latar Belakang Munculnya Klasifikasi Agama serta Klasifikasi

Agama di Tinjau dari Berbagai Segi.

Bab Ketiga, mendeskripsikan tentang pemikiran para penulis

Muslim mengenai “Agama Langit” dan “Agama Bumi”, yang mencakup

pembahasan tentang Pengertian Agama Langit dan Agama Bumi dalam

Pandandangan Para Penulis Muslim, Bentuk-Bentuk “Agama Langit” dan

“Agama Bumi”, dan Perbedaan Pandangan tentang Klasifikasi Agama-

Agama.

Bab Keempat, merupakan Analisis Konteks Pemikiran Para Penulis

Muslim tentang “Agama Langit” dan “Agama Bumi”. Adapun dalam bab ini

akan menguraikan tentang Motivasi Para Penulis Muslim dalam Klasifikasi

“Agama Langit” dan “Agama Bumi” serta Metode Ilmiah Studi Agama-

Agama.

Bab Kelima, sebagai bab terakhir Penutup yang berisikan

kesimpulan dari pokok permasalahan dalam kajian skripsi ini, dan Saran-

Saran yang sifatnya membangun dari penulis.

Page 24: AGAMA LANGIT DAN AGAMA BUMI DALAM PANDANGAN …

15

BAB II

AGAMA LANGIT DAN AGAMA BUMI

A. Beberapa Pengertian Tentang Agama

Manusia tidak bisa terlepas dari agama karena agama memiliki

peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia sebagai arah dan

pedoman hidup serta dapat membentuk perilaku bagi pemeluknya untuk

menjadi manusia yang lebih baik. Agama yang pernah tumbuh dan

berkembang di muka bumi ini cukup banyak jumlahnya, ada sebagian agama

yang sudah ditinggalkan pemeluknya baik ajarannya maupun pemeluknya

dan sebagian lainnya masih hidup dan berkembang hingga saat ini.

Sebagian agama yang sudah ditinggalkan pemeluknya itu

disebabkan karena beberapa faktor seperti misalnya: Pertama, ajaran agama

itu sendiri yang tidak mampu membimbing dan memberikan arah yang jelas

serta tidak mampu memenuhi tuntutan hidup dan kehidupan para

pemeluknya. Kedua, pengikut atau pemeluknya yang telah musnah. Ketiga,

lahir dan munculnya agama-agama baru yang lebih sesuai dengan kehidupan

manusia pada zamannya. Keempat, agama tersebut sudah tidak menarik lagi

sehingga ditinggalkan oleh pemeluknya. Kelima, dakwah dan pendidikan

agama tidak disiarkan dengan baik oleh kelompok pemuka agama itu sendiri.

Berikut pengertian agama dilihat dari hubungan antara manusia dengan

Tuhan serta hubungan antara manusia dengan manusia.

Page 25: AGAMA LANGIT DAN AGAMA BUMI DALAM PANDANGAN …

16

G. Hubungan antara Manusia dengan Tuhan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), agama adalah

sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada

Tuhan Yang Maha Kuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan

pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya.22 Kata "Agama"

berasal dari bahasa Sansakerta sebagaimana I Gusti Ngurah Nala, seorang

penulis Hindu mempaparkan kata “Agama” yang terdiri dari tiga suku kata,

yaitu “a”, “ga” dan “ma”. Masing-masing suku kata ini memiliki makna

sendiri-sendiri. “a” berarti awang-awang atau kosong atau hampa. “ga”

mengandung pengertian genah atau tempat. “ma” berarti matahari atau

cahaya atau terang (sinar). Jadi, menurut uraian tersebut Ngurah Nala

mengartikan kata “Agama” mengandung pengertian bahwa tempat yang

kosong perlu diberi penerangan (sinar). Maksudnya adalah hati dan pikiran

manusia yang masih kosong perlu diisi sinar suci dari Tuhan, agar menjadi

terah. Sinar suci ini berupa tuntunan ajaran Tuhan untuk mengatur perilaku

manusia agar menjadi bersusila dan berbudhi.23

Kemudian terdapat juga kata “Ugama” yang terdiri atas suku kata

“u”, “ga” dan “ma” yang mengandung pengertian “u” berarti udaka atau

tirta atau air suci. “ga” berarti geni atau api. “ma” kependekan dari

marutayang berarti angin atau udara. Dari uraian suku kata tersebut kata

“Ugama” dalam bahasa Sansakerta adalah suatu ajaran tentang penggunaan

sarana air, api dan udara dalam memuja Tuhan. Maksudnya adalah agar umat

22 KBBI, https://kbbi.web.id/agama diakses pada tanggal 1 September 2018. 23 I. Gst. Ngurah Nala dan I. G.K. Adia Wiratmadja, Murddha Agama Hindu (Denpasar:

Upada Sastra, 1995), h. 5.

Page 26: AGAMA LANGIT DAN AGAMA BUMI DALAM PANDANGAN …

17

manusia di dalam melakukan pemujaan terhadap Tuhan selalu

mempergunakan sarana berupa air suci (tirta), api (berupa dupa atau dipa),

dan udara (berupa mantera, kidung, gamelan atau bunyi-bunyian dan wangi-

wangian). Dengan mempergunakan sarana-sarana ini manusia akan lebih

cepat mendekatkan atau menghubungkan dirinya dengan Tuhan.24 Secara

etimologi, istilah “Agama” juga banyak dikemukakan dalam berbagai bahasa,

antara lain:Religion dalam bahasa Inggris, Religie dalam bahasa Belanda,

Religio dalam bahasa Yunanidan Ad-Din dalam bahasa Arab. Menurut Louis

Ma’luf, seorang penyusun kamus bahasa Arab terlengkap yang diberi nama

Al-Munjid seperti dikutip oleh Abdullah Ali di dalam bukunya yang berjudul

Agama dalam Ilmu Perbandingan (2007), pengertian agama dalam Islam

secara spesifik berasal dari kata “ad-Din” (Jamak: “Al-Adyan” yang

mengandung arti “Al-Jaza wal Mukafah, Al-Qada, Al-Malik-al-Mulk, As-

Sulton, At-Tadbir, Al-Hisab”. Dari pengertian ini, maka menurut Abdullah

Ali “Ad-Dien” dalam Islam sesungguhnya tidak cukup diartikan hanya

sekedar agama yang mengatur hubungan antara manusia dengan zat Maha

Pencipta (Tuhan yang dianggap kuasa). Lebih dari itu, agama Islam juga

mengatur kehidupan antar umat manusia, bahkan dengan lingkungan alam

sekitarnya.25

Beberapa definisi agama secara terminologi, diantaranya menurut

Departmen Agama pada masa pemerintahan Presiden Soekarno pernah

diusulkan definisi agama adalah jalan hidup dengan kepercayaan kepada

24 I. Gst. Ngurah Nala dan I. G.K. Adia Wiratmadja, Murddha Agama Hindu, h. 5-6. 25 Abdullah Ali, Agama dalam Ilmu Perbandingan (Bandung: Nuansa Aulia, 2007), h. 25.

Page 27: AGAMA LANGIT DAN AGAMA BUMI DALAM PANDANGAN …

18

Tuhan Yang Maha Esa yang berpedoman pada kitab suci dan dipimpin oleh

seorang nabi.26 Ada empat hal yang harus ada dalam definisi agama, yaitu:

1. Agama merupakan jalan hidup.

2. Agama mengajarkan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.

3. Agama harus mempunyai kitab suci (wahyu).

4. Agama harus dipimpin oleh seorang nabi dan rasul.

Selanjutnya Mukti Ali, selaku mantan Menteri Agama Republik

Indonesia pada Kabinet Pembangunan II dan bapak Perbandingan Agama di

Indonesia mengatakan bahwa agama adalah kepercayaan akan adanya Tuhan

Yang Maha Esa dan hukum yang diwahyukan kepada utusan-utusanNya

untuk kebahagiaan hidup dunia dan akhirat. Menurut Mukti Ali, ciri-ciri

agama itu adalah diantaranya:

1. Mempercayai adanya Tuhan Yang Maha Esa.

2. Mempercayai kitab suci Tuhan Yang Maha Esa.

3. Mempunyai rasul atau utusan dari Tuhan Yang Maha Esa.

4. Mempunyai hukum sendiri bagi kehidupan.

5. Mempunyai hukum sendiri bagi kehidupan penganutnya berupa

perintah dan petunjuk.27

Senada dengan Abdullah Ali, seorang Guru Besar IAIN Cirebon

(1980-2005) menyebutkan faktor-faktor penting yang harus dimiliki oleh

suatu agama, yaitu diantaranya:

26 Khotimah, “Agama dan Civil Society,” Jurnal Ushuluddin Vol. XXI, No. 1, Januari 2014,

h. 122. 27 H.A. Mukti Ali, Etika Agama dalam Pembentukan Kepribadian Nasional (Yogyakarta:

Yayasan An-Nida, 1969), h. 9.

Page 28: AGAMA LANGIT DAN AGAMA BUMI DALAM PANDANGAN …

19

1. Adanya sistem keyakinan/kepercayaan terhadap Tuhan sebagai zat

Maha Pencipta dan Maha Suci.

2. Adanya sistem persembahan berisi peraturan tata cara pelaksanaan

ibadah/peribadatan manusia terhadap Tuhan yang telah

diyakininya.

3. Adanya kitab suci yang menghimpun hukum/peraturan ketetapan

Tuhan sebagai pedoman bagi para pemeluknya.

4. Adanya Rasul utusan Tuhan yang menyampaikan ajaran Tuhan itu

kepada manusia agar mematuhi segala perintah-Nya dan menjauhi

larangan-Nya.28

Abdullah Ali lebih lanjut menjelaskan bahwa agama berarti taat

dan balasan. Dalam arti lain, agama dapat dipahami sebagai suatu ikatan

perasaan mengakui hak-hak Tuhan dengan perasaan takut dan hormat.29 Dari

beberapa pengertian tentang agama, pada prinsipnya menurut Abdullah Ali

agama bertitik tolak pada dasar yang sama, yaitu adanya pengakuan dari

manusia terhadap kekuasaan yang berada di luar dirinya, yang disebut Tuhan.

Pengakuan itu mendorong manusia untuk melakukan hubungan spiritual

dengan zat Tuhan yang diyakininya. Secara sederhana, dapat dimengerti

bahwa sepanjang aktivitas masyarakat mengandung unsur kepercayaan

terhadap kekuasaan zat Yang Maha Suci disebut Tuhan.30

Namun menurut Abdullah Ali juga, agama tidak cukup berhenti

sampai pada batas keyakinan semata. Konsekuensi dari adanya keyakinan,

pengakuan dan hubungan dengan Tuhan melahirkan berbagai bentuk

28 Ali, Agama dalam Ilmu Perbandingan, h. 24-25. 29 Ali, Agama dalam Ilmu Perbandingan, h. 23. 30 Ali, Agama dalam Ilmu Perbandingan, h. 24.

Page 29: AGAMA LANGIT DAN AGAMA BUMI DALAM PANDANGAN …

20

pengabdian dan persembahan. Wujud pengabdian dalam agama itulah yang

dikenal sebagai ibadah, yang merupakan aspek ritual yang sakral.31 Hal itu

senada dengan penjelasan Endang Saifuddin Anshari, seoang sarjana dan

aktivis Islam bahwa aspek pokok yang terkandung dalam suatu agama antara

lain: Pertama, agama adalah sistem credo (tata keimanan atau tata

keyakinan) terhadap adanya sesuatu yang mutlak di luar manusia. Kedua,

disamping itu agama juga satu sistemritus (tata peribadatan) manusia kepada

yang dianggapnya mutlak itu. Ketiga, di samping merupakan satu sistem

credo dan sistem ritus maka agama juga adalah suatu sistem norma (tata

kaidah) yang mengatur hubungan manusia dengan sesama manusia dan

hubungan manusia dengan alam lainnya, sesuai dan sejalan dengan tata

keimanan dan tata peribadatan termaksud di atas.32

Dalam pengertian yang lain, Zakiah Darajat seorang sarjana asal

Indonesia dan pakar psikologi agama mengatakan bahwa agama adalah

sebuah proses hubungan manusia yang dirasakan terhadap sesuatu yang

diyakininya, bahwa sesuatu lebih tinggi dari pada manusia.33 Senada dengan

Robert H. Thouless, seorang pakar psikologi agama asal Inggris yang

memandang agama sebagai hubungan praktis yang dirasakan dengan apa

yang dipercayai sebagai makhluk atau sebagai wujud yang lebih tinggi dari

manusia.34 Berbeda dengan agama yang disebut J. H. Leuba, seorang

31 Ali, Agama dalam Ilmu Perbandingan, h. 24-25. 32 Endang Saifuddin Anshari, Ilmu Filsafat dan Agama (Bandung: Penerbit Mizan, 1979),

h. 119-120. 33 Zakiyah Darajat, Ilmu Jiwa Agama (Jakarta: Bulan Bintang, 2005), h. 10. 34 Sururin, Ilmu Jiwa Agama (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), h. 4.

Page 30: AGAMA LANGIT DAN AGAMA BUMI DALAM PANDANGAN …

21

psikolog agama terkenal asal Amerika adalah sebagai cara bertingkah laku,

sebagai sistem kepercayaan atau sebagai emosi yang khusus.35

Sedangkan Glock dan Stark sosiolog asal Amerika, seperti dikutip

oleh Darajat mendefinisikan agama sebagai sistem simbol, sistem keyakinan,

sistem nilai dan sistem perilaku yang terlembaga yang semuanya terpusat

pada persoalan-persoalan yang dihayati sebagai yang paling maknawi.36

Kemudian agama menurut Bustanuddin Agus, seorang Guru Besar

Sosiologi Agama di Universitas Andalas (Unand) Padang Sumatera Barat

adalah sebagai ajaran yang diturunkan oleh Tuhan untuk petunjuk bagi umat

dalam menjalani kehidupannya.37 Bustanuddin juga menyebut agama sebagai

suatu ciri kehidupan sosial manusia yang universal dalam arti bahwa semua

masyarakat mempunyai cara-cara berpikir dan pola-pola berperilaku yang

memenuhi untuk disebut “Agama” yang terdiri dari tipe-tipe simbol, citra,

kepercayaan dan nilai-nilai spesifik dengan mana makhluk manusia

menginterpretasikan eksistensi mereka yang di dalamnya juga mengandung

komponen ritual.38

Berbeda dengan para sarjana di atas, Koentjaraningrat seorang

antropolog masyhur Indonesia mengakui bahwa dalam mendefinisikan agama

ia terpengaruh oleh konsep Emile Durkheim. Koentjaraningrat menggunakan

istilah “religie” dan bukan “agama” karena istilah “religie” menurutnya

lebih netral. Koentjaraningrat berpendapat bahwa “religie” merupakan bagian

dari kebudayaan. Pendirian Koentjaraningrat ini didasarkan kepada konsep

35 Sururin, Ilmu Jiwa Agama, h. 4. 36 Darajat, Ilmu Jiwa Agama, h. 10. 37 Bustanuddin Agus, Agama-Agama dalam Kehidupan Manusia: Pengantar Antropologi

Agama (Jakarta: PT. Raja Grapindo Persada, 2006), h. 33. 38 Ishomuddin, Pengantar Sosiologi Agama (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002), h. 29.

Page 31: AGAMA LANGIT DAN AGAMA BUMI DALAM PANDANGAN …

22

Durkheim mengenai dasar-dasar religi yang mengatakan bahwa tiap-tiap

religi merupakan suatu sistem yang terdiri dari empat komponen, yaitu: [1]

Emosi keagamaan yang menyebabkan manusia menjadi religius. [2] Sistem

kepercayaan yang mengandung keyakinan serta bayangan-bayangan manusia

tentang sifat-sifat Tuhan, serta tentang wujud dari alam gaib. [3] Sistem

upacara religius yang bertujuan mencari hubungan manusia dengan Tuhan,

dewa-dewa atau makhluk-makhluk halus yang mendiami alam gaib. [4]

Kelompok-kelompok religius atau kesatuan-kesatuan sosial yang menganut

sistem kepercayaan tersebut.39

H. Hubungan antara Manusia dengan Manusia

Agama dalam kaitannya dengan hubungan antara manusia dengan

manusia sangatlah penting dalam kehidupan sosial terkadang sulit untuk

membedakan antara agama yang murni dengan agama hasil pemikiran, yang

dimaksud agama murni adalah agama yang berasal dari Tuhan, bersifat

absolut dan mengandung nilai sakral, sedangkan agama hasil pemikiran

adalah agama yang berasal dari selain Tuhan (manusia), bersifat temporal,

berubah dan tidak sakral. Oleh karena itu muncul suatu pertanyaan apakah

agama adalah kebudayaan atau agama merupakan bagian dari kebudayaan.40

Sebagai suatu sistem budaya, menurut Abdullah Ali agama

berfungsi memberikan pengawasan (kontrol) terhadap sistem-sistem lain

yang bersifat kondusif. Oleh karena itu eksistensi agama tidak akan bermakna

tanpa melibatkan sistem sosial dalam bentuk organisasi, lembaga atau

39 Koentjaraningrat, Pengantar Antropologi (Jakarta: UI Press, 1964), h. 79. 40 Kamirudin, “Fungsi Sosiologis Agama (Studi Profan dan Sakral Menurut Emile

Durkheim),” Media Ilmiah Komunikasi Umat Beragama, Vol. 3 No. 2, Juli-Desember 2011. h. 157.

Page 32: AGAMA LANGIT DAN AGAMA BUMI DALAM PANDANGAN …

23

pranata-pranata (sistem sosial). Sistem sosial juga hanya akan menjadi

lambing yang tidak bermakna jika tidak didukung dengan sistem kepribadian

dan sistem perilaku dalam bentuk pengalaman keagamaan yang berkembang

secara individual dalam masyarakat. Secara konkrit, sistem kepribadian dan

sistem perilaku keagamaanlah yang mendukung keberadaan suatu agama.

Jadi selain berfungsi memberikan pengawasan namun juga tidak bias lepas

dari sistem sosial, sistem kepribadian dan sistem perilaku yang mendukung

eksistensi agama dalam kehidupannya.41

Emile Durkheim seorang ilmuan yang terkenal sebagai sosiolog

agama dan banyak disebut-sebut sebagai salah satu pendiri utama sosiologi

modern berbicara tentang agama dalam pendekatan sosiologis. Emile

Durkheim dianggap sebagai ilmuan pertama yang memperkenalkan konsep

fungsi sosial dari agama.

Konsep Durkheim tentang agama seperti dikutip oleh Kamirudin,

bahwa agama merupakan bagian dari fakta sosial. Durkheim mempunyai

pandangan bahwa “fakta sosial” jauh lebih fundamental dibandingkan dengan

fakta individu. Durkheim juga menyatakan seperti dikutip oleh Kamirudin

bahwa sebagai langkah awal dalam mendiskusikan permasalahan agama

terlebih dahulu perlu dijelaskan apa definisi agama itu sendiri. Kamurudin

berpendapat bahwa Durkheim tidak mau melihat agama secara spesifik dari

sudut pandang supranatural dan menolak definisi agama yang dikemukakan

oleh Tylor bahwa “agama adalah keyakinan pada yang “ada” spiritual

41 Ali, Agama dalam Ilmu Perbandingan, h. 34-35.

Page 33: AGAMA LANGIT DAN AGAMA BUMI DALAM PANDANGAN …

24

(spiritual being)”.42 Misalnya seperti Buddhisme, menurut Durkheim seperti

dikutip oleh Brian Morris adalah agama walaupun tidak memiliki ide tentang

Tuhan dan roh, dan beberapa sekte dalam agama Budha juga ada yang

menolak eksistensi Tuhan dan dewa-dewi. Selain itu juga terdapat beberapa

jenis ritual kelompok yang tidak ada sama sekali keterkaitannya dengan

unsur Tuhan ataupun roh-roh. Maka agama tidak lebih dari sekedar gagasan

tentang Tuhan dan roh. Agama tidak dapat didefinisikan semata-mata dalam

kaitannya dengan Tuhan dan roh.43 Oleh karena itu Durkheim seperti dikutip

oleh Kamirudin mendefinisikan agama dari sudut pandang yang sakral

(sacred). Hal ini berarti agama adalah kesatuan sistem keyakinan dan

praktek-praktek yang berhubungan dengan sesuatu yang sakral. Sesuatu yang

disisihkan dan terlarang, dan keyakinan-keyakinan dan praktek-praktek yang

menyatu dalam suatu komunitas moral yang disebut Gereja, dimana semua

orang tunduk kepadanya.44

Dalam mendefinisikan agama, Durkheim mengkritik beberapa

teori agama yang tersohor, seperti teori animisme yang dikemukakan E.B.

Tylor yang menyatakan bahwa ide kepercayaan muncul dan berawal dari ide-

ide tentang roh dan teori naturisme yang dikemukakan oleh F. Max Muller

yang berpendapat bahwa masyarakat menjadi yakin akan dewa-dewi karena

mereka mencoba menjelaskan beberapa fenomena alam yang dahsyat seperti

matahari, langit dan badai. Durkheim mengkritik teori-teori agama tersebut

42 Kamirudin, “Fungsi Sosiologis Agama (Studi Profan dan Sakral Menurut Emile

Durkheim),” h. 164. 43 Brian Morris, Antropologi Agama: Kritik Teori-Teori Agama Kontemporer (Yogyakarta:

AK Group, 2003), h. 139-140. 44 Kamirudin, “Fungsi Sosiologis Agama (Studi Profan dan Sakral Menurut Emile

Durkheim),” h. 164.

Page 34: AGAMA LANGIT DAN AGAMA BUMI DALAM PANDANGAN …

25

karena menurutnya agama bukan peribadatan nenek moyang dan bukan pula

pendawaan, menurutnya di luar “animisme” dan “naturisme” ada pemujaan

yang lebih primitif dan fundamental yang merupakan asal dari “animisme”

dan “naturisme” tersebut yaitu “totemisme”.45

Secara sosiologis, menurut Emile Durkheim seperti dikutip oleh

Yewangoe ada dua definisi agama. Yang pertama, apa yang disebut definisi

fungsional agama(the functional definition of regilion). Agama didefinisikan

dalam pengertian peranannya dalam masyarakat, yaitu dalam ia (agama itu)

menyumbangkan kepada masyarakat apa yang disebutnya the matrix of

meaning. Dengan demikian, Agama merupakan suatu sistem interpretasi

terhadap dunia yang mengartikulasikan pemahaman diri dan tempat serta

tugas masyarakat itu dalam alam semesta. Agama menentukan perspektif di

mana orang-orang memandang dan mengerti diri mereka sendiri serta relasi-

relasi mereka dengan masyarakat dan alam. Maka, jelas bahwa definisi

fungsional agama menempatkan agama pada inti masyarakat, sesungguhnya

agama adalah bagian yang bersifat konstitutif terhadap masyarakat. Jadi

dengan kata lain, agama dapat saja berubah essensi nya seperti halnya juga

masyarakat, tetapi agama tidak pernah bisa hilang.46

Definisi kedua, biasanya diperkenalkan oleh kaum sosiolog agama.

Definisi itu disebut definisi substantif agama. Kaum sosiolog agama yang

memilih definisi ini memang mengakui definisi fungsional, tetapi bagi

mereka karakteristik esensial agama berhubungan dengan dunia yang tidak

tampak (the invisible wolrd). Definisi itu memang sesuai dengan pemakaian

45 Kamirudin, “Fungsi Sosiologis Agama (Studi Profan dan Sakral Menurut Emile

Durkheim),” h. 165-166. 46 Dr. A. A. Yewangoe, Agama dan Kerukunan (Jakarta: Gunung Mulia, 2009), h. 3.

Page 35: AGAMA LANGIT DAN AGAMA BUMI DALAM PANDANGAN …

26

lazim istilah agama itu. Definisi substantif menganai agama justru mencegah

para ahli untuk mempertanyakan makna agama, dan definisi substantif

membuat agama dilihat sebagai hal yang primitif, ketinggalan zaman dan

tidak dapat dipercaya.47

Kemudian dalam memaknai Agama Samawi dan budaya, Saifuddin

Anshari, mengatakan bahwa:

“Agama Samawi dan budaya tidak saling mencakup; pada prinsipnya

yang satu tidak merupakan bagian dari pada yang lainnya; masing-

masing berdiri sendiri. Antara keduanya tentu saja dapat saling

berhubungan dengan erat seperti kita saksikan dalam kehidupan dan

penghidupan manusia sehari-hari. Sebagaimana pula terlihat dalam

hubungan erat antara suami dan isteri, yang dapat melahirkan putera,

namun suami bukan merupakan bagian dari si isteri, demikian pula

sebaliknya”.48

Hubungan erat itu adalah Islam merupakan dasar, asas, pengendali,

pemberi arah dan sekaligus merupakan sumber nilai-nilai budaya dalam

pengembangan dan perkembangan kultural. Agama Islam lah yang menjadi

pengawal, pembimbing dan pelestari seluruh rangsangan dan gerak budaya.

Sehingga menjadi kebudayaan yang bercorak dan beridentitas Islam. Begitu

pula hubungan agama Islam dan kebudayaan Islam itu berdiri sendiri. Salah

satu contohnya adalah shalat, adalah unsur (ajaran) agama, selain berfungsi

sebagai sarana berkomunikasi antara manusia dengan Tuhan, juga dapat

berfungsi sebagai hubungan antara manusia dengan manusia dan juga

47 Yewangoe, Agama dan Kerukunan, h. 5. 48 Endang Saifuddin Anshari, Agama dan Kebudayaan (Surabaya: Bina Ilmu, 1980), h. 46.

Page 36: AGAMA LANGIT DAN AGAMA BUMI DALAM PANDANGAN …

27

menjadi pendorong dan penggerak bagi terciptanya kebudayaan. Kemudian

untuk tempat shalat orang membangun masjid dengan gaya arsitektur yang

megah dan indah, bangunan masjid itulah yang menjadi kebudayaan yang di

maksudkan oleh Saifuddin Ansari. Sedangkan pada segi ajaran Islam menjadi

tenaga penggerak bagi penciptaan budaya.49

Dalam pengertian yang lain, Cliffort Geertz seorang ahli

antropologi asal Amerika yang sebagian besar penelitiannya di Indonesia

mengistilahkan agama sebagai sebuah sistem simbol-simbol yang berlaku

untuk menetapkan suasana hati dan motivasi-motivasi yang kuat serta

melekat dalam diri manusia dengan merumuskan konsep-konsep mengenai

suatu tatanan umum eksistensi dan membungkus konsep-konsep ini dengan

semacam pancaran faktualitas, sehingga suasana hati dan motivasi-motivasi

itu tampak realistis.50

Kemudian, Faisal Ismail seorang Guru Besar Universitas Islam

Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta mengatakan bahwa hubungan

antara manusia dengan manusia seperti yang telah disampaikan di atas

banyak dipengaruhi oleh cara berpikir sarjana barat terutama pandangan yang

dikemukakan oleh Hamilton Alexander Rossken Gibb, seorang tokoh

orientalis terkemuka asal Mesir yang mengatakan bahwa: “Islam is indeed

much more than a system of theology: it is a complete civilization.” Yang

diterjemahkan oleh M. Natsir, seorang ulama, politisi dan pejuang

kemerdekaan: “Islam itu sesungguhnya lebih dari satu sistem peribadatan: ia

adalah satu kebudayaan yang lengkap.” Kemudian dari pandangan H.A.R

49 Faisal Ismail, Paradigma Kebudayaan Islam, Studi Kritis dan Refleksi Historis

(Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1996), h. 44. 50 Cliffort Geertz, Kebudayaan dan Agama (Yogyakarta: Kanisius, 1992), h. 5.

Page 37: AGAMA LANGIT DAN AGAMA BUMI DALAM PANDANGAN …

28

Gibb yang diterjemahkan oleh M. Natsir ini Saifuddin Anshari sangat

keberatan, karena menurutnya tidak tepat dalam menterjemahkan “a system

of theology” disamakan dengan agama atau peribadatan. Menurutnya teologi

adalah sebuah studi atau ilmu tentang salah satu aspek agama, yaitu credo,

creed atau akidah. Jadi, studi tentang agama atau tentang bagian dari pada

agama tidaklah sama dengan esensi agama itu sendiri.51

Dari berbagai pengertian agama menurut para sarjana di atas,

Abdullah Ali merangkum fungsi agama antara lain:

1. Agama merupakan keharusan masyarakat karena manusia lahir sebagai

makhluk sosial.

2. Agama merupakan kendali kebebasan manusia, andai kata setiap pribadi

memberikan kebebasan mtlak, tentu tindakannya itu akan membatasi

kebebasan orang lain.

3. Agama memelihara hak-hak asasi, mencegah penganiayaan dan

perampasan hak-hak orang lain.

4. Agama membantu lahirnya kesejahteraan dan kebahagiaan individu dan

masyarakat dengan kehidupan terhormat.

5. Agama mewujudkan masyarakat yang bekerjasama dalam kebaikan dan

ketentraman.52

I. Klasifikasi Agama-Agama

Di dalam Ilmu Perbandingan Agama di kenal istilah “Agama

Langit” dan “Agama Bumi”. Pertama kali klasifikasi agama-agama ke dalam

51 Anshari, Agama dan Kebudayaan, h. 50. 52 Ali, Agama dalam Ilmu Perbandingan, h. 27.

Page 38: AGAMA LANGIT DAN AGAMA BUMI DALAM PANDANGAN …

29

“Agama Langit” dan “Agama Bumi” di bawa ke Indonesia oleh Ahmad

Abdullah al-Masdoosi, seorang sarjana Muslim Pakistan melalui karya nya

yang berjudul Living Religions of the World (1962) dan dipopulerkan oleh

Endang Saifuddin Anshari (1979).53 Jauh sebelum itu melalui penelusuran

Charles Joseph Adams seperti dikutip oleh Kautsar klasifikasi agama sudah

muncul pada abad ke-13 oleh Thomas Aquinas, seorang filsuf dan teolog

terbesar abad pertengahan, membedakan agama alami, atau jenis kebenaran

keagamaan yang ditemukan dengan akal semata tanpa bantuan apapun,

dengan agama wahyu, atau agama yang bersandar pada kebenaran Ilahi yang

identik secara eksklusif dengan Kristen.54 Kemudian diikuti oleh Wilfred

Cantwell Smith seperti dikutip oleh Kautsar klasifikasi agama-agama ke

dalam “Agama Langit” dan “Agama Bumi” muncul dalam konteks Eropa

pada abad ke-18 ketika Kristen dihinggapi oleh sikap eksklusif, fanatik,

apologetik, dan misionernya dalam berhadapan dengan agama-agama lain.55

Menurut Imdadun Rahmat, yang merupakan mantan ketua komnas

HAM (periode 2016-2017) seperti dikutip oleh Nurlidiawati, agama yang

tumbuh dan berkembang di kalangan umat manusia dari zaman ke zaman

dapat dikelompokan menjadi dua kelompok besar yaitu agama yang berasal

dari hasil budaya atau kreasi umat manusia (Agama Alam atau Agama Bumi)

53 Media Zainul Bahri, Wajah Studi Agama-Agama, Dari Era Teosofi Indonesia (1901-

1940) Hingga Masa Reformasi (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015), h. 199. 54 Kautsar Azhari Noer, “Agama Langit versus Agama Bumi: Sebuah Telaah atas Klasifikasi

Agama-Agama,” Titik temu, Jurnal dialog peradaban3, No. 2, 2011, h. 3. 55 Noer, “Agama Langit versus Agama Bumi: Sebuah Telaah atas Klasifikasi Agama-

Agama,” h. 2.

Page 39: AGAMA LANGIT DAN AGAMA BUMI DALAM PANDANGAN …

30

dan agama yang berasal dari Tuhan (wahyu Ilahi atau Agama Samawi atau

“Agama Langit”).56

Sedangkan Agus Hakim, seorang penulis Muslim yang telah lama

bergerak di bidang dakwah mengatakan bahwa ada tiga hal yang menentukan

sesuatu aliran kepercayaan itu disebut agama dalam pengetahuan

Perbandingan Agama, yaitu:

1) Adanya ajaran-ajaran kepercayaan (Akidah).

2) Adanya ajaran-ajaran pemujaan atau penyembahan (Ibadah).

3) Adanya peraturan-peraturan dalam melaksanakan hubungan

terhadap Tuhan dan sesama manusia (Syariat).57

Jika ketiga perkara ini terdapat dalam satu aliran kepercayaan,

maka faham demikian sudah dinamakan Agama. Seperti faham-faham kuno

yang mengajarkan semua benda bernyawa dan kepercayaan kepada Roh

nenek moyang (aliran Dinamisme dan Animisme), di samping itu bagi

penganutnya yaitu upacara-upacara pemujaan dan berbagai aturan untuk

kehidupan mereka, misalnya dalam hal perkawinan dan sebagainya, hal ini

membuat aliran kepercayaan demikian dinamai Agama.58 Namun selain tiga

perkara yang telah disebutkan Agus Hakim juga mengatakan bahwa ada dua

perkara lain yang hanya ada pada agama yang sempurna, seperti Agama

Samawi, yaitu:59

56 Nurlidiawati, “Sejarah Agama-Agama (Studi Historis tentang Agama Kuno Masa

Lampau),” Jurnal Rihlah, Vol. III, No. 1 Oktober 2015, h. 89. 57 Agus Hakim, Perbandingan Agama: Pandangan Islam Mengenai Kepercayaan Majusi,

Shabiah, Yahudi, Kristen, Hindu, Buddha, Sikh (Bandung: Diponegoro, 1985), h. 15. 58 Hakim, Perbandingan Agama: Pandangan Islam Mengenai Kepercayaan Majusi,

Shabiah, Yahudi, Kristen, Hindu, Buddha, Sikh, h. 15. 59 Hakim, Perbandingan Agama: Pandangan Islam Mengenai Kepercayaan Majusi,

Shabiah, Yahudi, Kristen, Hindu, Buddha, Sikh, h. 15-16.

Page 40: AGAMA LANGIT DAN AGAMA BUMI DALAM PANDANGAN …

31

1) Adanya Nabi yang membawa ajaran dan mengajarkannya.

2) Adanya kitab suci yang menjadi sumber pengajaran mereka.

Dengan demikian, adapun klasifikasi agama yang disebutkan oleh

Agus Hakim bukan hanya dilihat dari segi asalnya namun juga dari segi

sumbernya yaitu kitab suci. Agama adalah penuntun jiwa dan raga manusia,

pembimbing keyakinan dan amal-amal perbuatan manusia, tuntunan dan

bimbingan itu terhimpun dalam kitab-kitab suci agama itu masing-masing,

yaitu kitab yang selalu di jadikan pedoman dan sumber pengajaran bagi

semua penganut agama-agama itu.60

Menyambung pendapat Agus Hakim mengenai tiga hal yang

menentukan suatu aliran kepercayaan itu disebut agama. Ada juga agama

yang tidak memiliki konsep Tuhan, dan tidak memiliki kitab suci.

Sebagaimana penulis membaginya ke dalam Agama Kitab Suci, Agama Non

Kitab Suci dan Agama Non Theistik, sebagai berikut:

1. Agama Kitab Suci

Agama kitab suci berarti agama yang memiliki kitab suci sebagai

pedoman dan sumber pengajaran bagi penganut agama. Agus Hakim

membagi kitab suci ke dalam dua macam:

1) Kitab suci yang berasal dari wahyu Tuhan Yang Maha Esa, yaitu

kitab-kitab suci Agama Samawi, seperti: kitab suci Taurat, Zabur,

Injil dan Al-Qur’an.

2) Kitab suci Agama Thabi’y yaitu kitab suci yang bukan berasal dari

wahyu Tuhan, tetapi hanya berupa “Kumpulan Pengajaran” dari

60 Hakim, Perbandingan Agama: Pandangan Islam Mengenai Kepercayaan Majusi,

Shabiah, Yahudi, Kristen, Hindu, Buddha, Sikh, h. 16.

Page 41: AGAMA LANGIT DAN AGAMA BUMI DALAM PANDANGAN …

32

pemimpin-pemimpin dan pendiri agama-agama itu masing-masing,

seperti: kitab Weda, Upanishad dan Purana dalam agama Hindu,

Tripitaka dalam agama Buddha, Tao Te King dalam agama Tao

dan Avesta dalam agama Zoroaster.61

2. Agama Non Kitab Suci

Agama non kitab suci berarti agama yang tidak memiliki kitab

suci, tetapi hanya berpegang kepada kata-kata yang diingat dan adapula yang

ditulis dan dijaga turun-temurun saja, seperti pada agama Pelbegu, dan

kepercayaan-kepercayaan agama lokal di sebagian wilayah seperti agama

Samin, agama suku Dayak dan lain sebagainya. Dari kitab-kitab suci itu ada

yang telah punah dan sebagian hanya diketahui oleh ahli-ahli agama atau

kepercayaan itu saja. Ada pula yang tersebar dalam masyarakat, disalin dan

diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa yang beredar, dipelajari walaupun

bukan oleh orang yang menganutnya, seperti kitab suci Al-Qur’an. Ada pula

di antara kitab suci itu hanya tinggal namanya saja, tetapi isinya baik bahasa

ataupun pengajaran di dalam nya tidak asing lagi, seperti kitab Injil yang ada

sekarang, karena Injil yang asli menggunakan bahasa Ibrani namun sekarang

sudah tidak ada lagi.62 Kitab-kitab suci itu kemudian dihormati dan

dimuliakan oleh penganut-penganutnya.

61 Hakim, Perbandingan Agama: Pandangan Islam Mengenai Kepercayaan Majusi,

Shabiah, Yahudi, Kristen, Hindu, Buddha, Sikh, h. 16. 62 Hakim, Perbandingan Agama: Pandangan Islam Mengenai Kepercayaan Majusi,

Shabiah, Yahudi, Kristen, Hindu, Buddha, Sikh, h. 16-17.

Page 42: AGAMA LANGIT DAN AGAMA BUMI DALAM PANDANGAN …

33

3. Agama Non Theistik

Agama non Theistik adalah agama yang tidak memiliki konsep

Tuhan yang jelas, seperti agama Buddha yang ajarannya tidak dimulai dari

prinsip yang transensent, yang mempersoalkan tentang Tuhan dan

hubungannya dengan alam semesta dan segala isinya, melainkan dimulai

dengan menjelaskan tentang dukkha yang selalu menyertai hidup manusia

dan cara membebaskan diri dari dukkha tersebut. Menurut Durkheim seperti

dikutip oleh Brian Morris, Buddhisme adalah agama walaupun tidak memiliki

ide tentang Tuhan dan roh, dan beberapa sekte dalam agama Buddha juga ada

yang menolak eksistensi Tuhan dan dewa-dewi. Dalam beberapa naskah Pali

maupun Sansakerta disebutkan bahwa Sang Buddha selalu diam apabila

ditanya pengikutnya tentang Tuhan. Ia menolak dan tidak mempersoalkan

tentang Tuhan, melainkan selalu menekankan kepada para pengikutnya agar

mempraktekan sila ketuhanan. Sepeninggal Buddha, persoalan Tuhan juga

bukan merupakan persoalan yang dianggap sangat penting dan mendesak

dibicarakan dalam pesamuan agung pertama dan kedua. Masalah yang

dianggap penting dibicarakan dalam dua kali pesamuan itu bukanlah konsep

Tuhan melainkan mengenai dharma dan vinaya.63

63 Mukti Ali, Etika Agama dalam Pembentukan Kepribadian Nasional, h. 114.

Page 43: AGAMA LANGIT DAN AGAMA BUMI DALAM PANDANGAN …

34

BAB III

PEMIKIRAN PARA PENULIS MUSLIM TENTANG AGAMA

LANGIT DAN AGAMA BUMI

Pada bab ini akan dijelaskan pandangan para penulis Muslim

tentang “Agama Langit” dan “Agama Bumi”. Para penulis Muslim yang

dimaksud pada bab ini diantaranya adalah Abdullah al-Masdoosi, Sidi

Gazalba, Prof. H.M Rasjidi, Mahmud Yunus, H.A Mukti Ali, A. Halim

Mastur, Endang Saifuddin Anshari, Kautsar Azhari Noer, Media Zainul

Bahri, Abdullah Ali, Burhanuddin Daya, Agus Hakim, Moh. Rifai, dan

Hadidjah. Mereka memiliki latar belakang yang berbeda-beda. Ada yang dari

Akademisi, ada yang dari Da’i, ada yang dari Aktivis Muslim dll.

Ahmad Abdullah al-Masdoosi adalah seorang sarjana Muslim

Pakistan dan juga seorang aktivis dan pengacara. Ia sangat aktif dalam

kesejahteraan sosial, dan kegiatan peningkatan masyarakat. Ia juga seorang

Guru Besar di Universitas Karachi, Pakistan. Ia menulis beberapa buku

diantaranya Living Religions of the World, sebuah Studi Sosial-Politik

(1962).

Sidi Gazalba adalah seorang sarjana Muslim yang sangat produktif

dan cukup terkenal pada tahun 1960-an hingga tahun 1980-an. Ia menulis

banyak karya tentang studi Islam.

Prof. H.M Rasjidi adalah seorang sarjana Muslim asal Indonesia

lulusan Universitas Kairo, Mesir dan Universitas Sorbonne, Prancis. Ia

adalah Menteri Agama Republik Indonesia yang pertama (periode 14

Page 44: AGAMA LANGIT DAN AGAMA BUMI DALAM PANDANGAN …

35

November 1945 – 2 Oktober 1946). Sumbangsih nya untuk Pendidikan

Agama di Indonesia sangatlah tak ternilai. Ia menjadi ketua badan

Pendidikan Agama di Universitas Indonesia pada tahun 1966.

Mahmud Yunus adalah seorang sarjana Muslim Indonesia yang

kuliah di Mesir pada tahun 1920-an dan ketika kembali ke Indonesia ia

mengajar di sebuah pesantren di Padang. Ia menulis banyak karya tentang

studi Islam, salah satu karyanya yang terkenal adalah al-Adyan (Agama-

Agama) yang ditulis dalam bahasa Arab.

H.A Mukti Ali adalah mantan Menteri Agama Republik Indonesia

pada Kabinet Pembangunan II. Ia juga terkenal sebagai Ulama dan bapak

Perbandingan Agama yang meletakkan kerangka kerukunan antarumat

beragama di Indonesia sesuai dengan prinsip Bhineka Tunggal Ika. Ia juga

terkenal sebagai cendikiawan Muslim yang menonjol sebagai pembaharu

pemikiran Islam melalui kajian keIslaman (Islamic Studies).

A. Halim Mastur adalah seorang penulis Muslim Indonesia pada

tahun 1970-an. Ia menulis sebuah karya, Diktat Perbandingan Agama (1970)

yang isinya merupakan penilaian Islam atau pandangan Islam pada agama-

agama lain.

Endang Saifuddin Anshari adalah seorang Da’i dan penulis Muslim

yang terkenal, ia sudah menyelesaikan lebih dari lima belas buku termasuk

kritiknya terhadap pemahaman sekuler Dr. Nurcholis Madjid juga dijadikan

buku dengan judul Kritik atas Faham dan Gerakan "Pembaharuan". Ia juga

aktif dalam organisasi kemasyarakatan khususnya sebagai Ketua Umum

Majelis Dakwah PII (1964-1966).

Page 45: AGAMA LANGIT DAN AGAMA BUMI DALAM PANDANGAN …

36

Prof. Kautsar Azhari Noer adalah seorang akademisi dan Guru

Besar Perbandingan Agama di Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta. Ia banyak menulis artikel ilmiah tentang perbandingan agama dan

tasawuf di berbagai jurnal. Salah satu karyanya adalah “Agama Langit versus

Agama Bumi: Sebuah Telaah atas Klasifikasi Agama-Agama”.

Media Zainul Bahri juga seorang akademisi dan dosen di Fakultas

Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Ia menulis beberapa karya

ilmiah tentang perbandingan agama. Salah satu karyanya berjudul Satu

Tuhan, Satu Agama (2011). Buku tersebut dinilai sebagai karya ilmiah yang

berbobot tinggi karena penulis berhasil mengkaji tentang titik temu eksoterik

agama-agama.

Abdullah Ali adalah seorang akademisi dan dosen di Fakultas

Tarbiyah, STAIN Cirebon. Ia aktif dalam berbagai organisasi pengabdian

masyarakat seperti ICMI Kabupaten Cirebon (1993-1998), Majelis Kajian

Pembangunan Daerah (MKPD) (1999-2006) serta pernah menjabat sebagai

Kepala Pusat Pengabdian Masyarakat (1996-1998).

Burhanuddin Daya adalah seorang Guru Besar Universitas Islam

Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta yang mengajar mata kuliah ilmu

Perbandingan Agama dan pemikiran Islam. Burhanuddin pernah menjabat

sebagai Dekan Fakultas Ushuluddin pada Universitas Islam tersebut. Ia juga

aktif dalam Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) DIY, dan menjabat

sebagai wakil ketua. Sebagai pemikir, Burhanuddin telah menghasilkan

belasan buku tentang Perbandingan Agama dan pemikiran Islam.

Page 46: AGAMA LANGIT DAN AGAMA BUMI DALAM PANDANGAN …

37

Agus Hakim adalah seorang penulis Muslim dan seorang da’i yang

cukup terkenal dengan karya nya “Perbandingan Agama dan Pandangan

Islam Mengenai Kepercayaan Majusi, Shabiah, Hindu, Buddha, Sikh dll”

(1973-1985.)

Moh. Rifai adalah adalah seorang penulis Muslim dan seorang

da’i. Ia menulis beberapa karya tentang studi Islam salah satunya adalah buku

“Perbandingan Agama” yang di dalam buku tersebut juga ditambahkan

lampiran tentang tanggapan Majelis Ulama dan pemimpin-pemimpin Islam

Indonesia terhadap aliran kepercayaan.

Hadidjah adalah seorang dosen Fakultas Tarbiyah di STAIN

Datokarama Palu, Sulawesi Tengah. Ia menulis jurnal yang berjudul

“Hubungan antara Para Nabi dengan Agama Samawi” tahun 2006.

Beberapa profil para penulis Muslim telah dijelaskan, ada yang

dari Akademisi, ada yang dari Da’i, ada yang dari Aktivis Muslim, ada yang

dari organisasi kemasyarakatan, dll. Dengan latar belakang mereka masing-

masing mereka memiliki pandangan yang berbeda-beda tentang “Agama

Langit” dan “Agama Bumi”, berikut penjelasannya.

A. Pengertian Agama Langit dan Agama Bumi

1. Agama Langit

“Agama Langit” terdiri dari dua kata: Agama dan Langit. “Langit”

berasal dari bahasa Arab,“sama” yang artinya langit. Jadi, Agama Samawi

berarti “Agama Langit”, sebagaimana para penulis Muslim mengartikan

“Agama Langit” adalah agama yang berbasis wahyu Ilahi yang diturunkan

dari langit (Tuhan) melalui para nabi atau rasul sejak Nabi Adam yang

Page 47: AGAMA LANGIT DAN AGAMA BUMI DALAM PANDANGAN …

38

jumlahnya tidak diketahui secara pasti.64 Menurut Abdullah Ali “Agama

Langit” atau Agama Samawi adalah agama yang datangnya dari langit

berlandaskan wahyu Tuhan seperti agama Yahudi, Kristen dan Islam.

Pandangan Ali ini memiliki kesamaan dengan Prof. H.M. Rasjidi

yang mengatakan bahwa “Agama Langit”, yaitu agama-agama yang

diturunkan Allah agar menjadi petunjuk bagi manusia. Secara konkrit Rasjidi

menyebut “Agama Langit” ada tiga, yaitu agama Yahudi, Agama Nasrani

dan Agama Islam. Adapun agama-agama selain tiga itu Rasjidi menyebutnya

dengan Agama Alamiyah.65

Senada dengan Rasjidi, Hadidjah dosen Fakultas Tarbiyah di

STAIN Datokarama Palu, Sulawesi Tengah mengatakan bahwa Agama

Samawi adalah agama yang diwahyukan kepada para rasul, yaitu agama yang

diturunkan dari tempat yang tinggi. Agama Samawi yang disebutkan dalam

literature ada empat, yaitu agama Hanif, agama Yahudi, agama Nasrani, dan

agama Islam. Agama-agama tersebut dibawa oleh para nabi yaitu Nabi

Ibrahim, Nabi Musa, Nabi Isa dan Nabi Muhammad.66

Pada kesempatan yang lain, Agus Hakim menyebut Agama

Samawi atau “Agama Langit” sebagai agama yang paling tua karena Nabi

Adam, nenek moyang segala manusia telah menerima pengajaran yang

berasal dari Tuhan (dari langit). Dasar kepercayaan dalam Agama Samawi

menurut Hakim dari permulaan turunnya kepada nabi dan rasul Tuhan yang

pertama sampai kepada nabi dan rasul terakhir, semuanya sama yaitu

64 Diakses dari Uzairsuhaimi.wordpress.com: Silsilah Agama Samawi: Perspektif Al-

Qur’an, pada tanggal 29 Agustus 2018. 65 H. M. Rasjidi, Empat Kuliah Agama Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1992), h. 53. 66 Hadidjah, “Hubungan Antara Nabi dengan Agama Samawi,” Jurnal Hunafa, Vol. 3 No.

4, Desember 2006, h. 376.

Page 48: AGAMA LANGIT DAN AGAMA BUMI DALAM PANDANGAN …

39

mengajarkan keyakinan, bahwa “Tuhan Yang Maha Kuasa itu hanya ada

satu, Tiada Tuhan selain Dia, yaitu Allah”.67

Endang Saifuddin Anshari seperti dikutip oleh Kautsar

mendefinisikan bahwa “Agama Langit” (Agama Samawi [din samawi],

agama wahyu [revealed religion], agama profetik [prophetic religion] adalah

agama yang diwahyukan oleh Allah kepada para nabi dan rasul-Nya.68

2. Agama Bumi

Menurut para penulis Muslim “Agama Bumi” atau dalam bahasa

Arab disebut Agama Ardhi adalah agama yang berkembang berdasarkan

budaya, daerah, pemikiran seseorang yang kemudian diterima secara global,

serta tidak memiliki kitab suci dan bukan berlandaskan wahyu.69 Endang

Saifuddin Anshari seperti dikutip oleh Kautsar mendefinisikan bahwa

“Agama Bumi” (agama ardli [din ardli], agama budaya, agama filsafat,

agama pemikiran, agama bukan-wahyu [non-revealed religion], agama alami

[natural religion, din thabi’i]) adalah agama hasil ciptaan manusia.70

Abdullah Ali menyebut “Agama Bumi” dengan Agama Wad’iy

yaitu agama yang tumbuh di bumi atas prakarsa dan pemikiran umat

manusia, seperti misalnya agama Buddha yang merupakan hasil renungan

67 Agus Hakim, Perbandingan Agama, Pandangan Islam Mengenai Kepercayaan Majusi,

Shabiah, Yahudi, Kristen, Hindu, Buddha, Sikh, (Bandung: Diponegoro, 1985), h. 13. 68 Kautsar Azhari Noer, “Agama Langit versus Agama Bumi: Sebuah Telaah atas

Klasifikasi Agama-Agama,” Titik temu, Jurnal dialog peradaban3, No. 2, 2011, h. 1. 69 Lisma Mubdi, https://www.e-jurnal.com/2013/11/pengertiani-agama-samawi-dan-

agama-ardhi.html pada tanggal 22 September 2018. 70 Noer, “Agama Langit versus Agama Bumi: Sebuah Telaah atas Klasifikasi Agama-

Agama,” h. 1.

Page 49: AGAMA LANGIT DAN AGAMA BUMI DALAM PANDANGAN …

40

pemikiran Sidharta Gautama, atau agama Hindu yang merupakan akulturasi

budaya bangsa Aria dan Dravida.71

Menurut Rasjidi, “Agama Bumi” disebut juga Agama Alamiyah

yaitu agama-agama yang timbul diantara manusia-manusia itu sendiri dan

lingkungan dimana mereka hidup. Seperti disebut di dalam bukunya Empat

Kuliah Agama Islam Pada Perguruan Tinggi, selain agama Yahudi, Nasrani

dan Islam maka dapat dinamakan Agama Alamiyah.72

Agus Hakim mendefinisikan “Agama Bumi”, dengan sebutan

Agama Thabi’y adalah agama yang timbul dari angan-angan khayal manusia

belaka. Dinamai Agama Thabi’y adalah karena timbulnya agama yang

demikian hanya semata-mata dorongan dari Thabiat manusia yang ingin

beragama, ingin mengabdi dan memuja kepada sesuatu yang dianggapnya

maha kuasa atas dirinya dan bukan berasal dari wahyu Ilahi.73 Jika “Agama

Langit” menurut Hakim dasar kepercayaannya adalah tauhid atau keyakinan

bahwa “Tuhan Yang Maha Kuasa itu hanya satu, dan Tiada Tuhan selain Dia,

yaitu Allah”, maka “Agama Bumi” atau Agama Thabi’y dasar kepercayaan

atau dasar keyakinannya mengenai ketuhanan tidaklah pasti, karena dasarnya

hanyalah khayal belaka, seluruhnya dapat dikatakan musyrik. Hakim juga

mengatakan Agama Thabi’y yang ada sekarang sangat banyak, seperti:

Agama Hindu, Agama Buddha, Agama Majusi dan semua alirannya serta

71 Ali, Agama dalam Ilmu Perbandingan, h. 26. 72 Rasjidi, Empat Kuliah Agama Islam, h. 53. 73 Hakim, Perbandingan Agama: Pandangan Islam Mengenai Kepercayaan Majusi,

Shabiah, Yahudi, Kristen, Hindu, Buddha, Sikh, h. 13.

Page 50: AGAMA LANGIT DAN AGAMA BUMI DALAM PANDANGAN …

41

semua agama dan aliran kepercayaan yang timbul dari khayal manusia

semata, yang bukan merupakan wahyu Ilahi.74

B. Bentuk-Bentuk Agama Langit dan Agama Bumi

Ada berbagai klasifikasi yang dibuat para ahli tentang agama.

Ahmad Abdullah al-Masdoosi di dalam bukunya Living Religions of The

World seperti dikutip oleh Kautsar mengatakan:

“Religion can also be classified on the following grounds: [1] Revealed

and non-revealed, [2] Missionary and non-missionary, [3]

Geoghraphical-racial and universal.”75

(Agama juga dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa hal berikut: [1] agama

wahyu dan agama bukan wahyu, [2] Agama misionaris dan agama non

misionaris, [3] Agama secara geografis rasial dan universal).

Adapun yang dimaksud dengan “revealed religions” (Agama

wahyu) menurut al-Masdoosi seperti yang dikutip oleh Kautsar adalah agama

yang menghendaki iman kepada Tuhan, kepada rasul-Nya dan kepada kitab-

kitab-Nya, serta pesannya untuk disebarkan kepada segenap umat manusia.

Sedangkan sebaliknya “non revealed religions” adalah agama yang tidak

memandang essensial penyerahan manusia kepada tata-aturan Ilahi. Yang

dimaksud revealed religions menurut Al-Masdoosi adalah Yudaisme, Kristen

dan Islam. Selebihnya termasuk pada non revealed religions. Agama-Agama

74 Hakim, Perbandingan Agama: Pandangan Islam Mengenai Kepercayaan Majusi,

Shabiah, Yahudi, Kristen, Hindu, Buddha, Sikh, h. 13-14. 75 Noer, “Agama Langit versus Agama Bumi: Sebuah Telaah atas Klasifikasi Agama-

Agama,” h. 1.

Page 51: AGAMA LANGIT DAN AGAMA BUMI DALAM PANDANGAN …

42

wahyu bersangkutan dengan ras semitik. Sedangkan agama-agama bukan

wahyu tidak ada sangkutan apa-apa dengan ras semitik.76

Adapun perbedaan antara agama-agama wahyu dengan agama-

agama bukan wahyu menurut Al-Masdoosi seperti dikutip oleh Kautsar

adalah:

1) Agama wahyu berpokok pada konsep keesaan Tuhan sedangkan

agama bukan wahyu tidak harus demikian.

2) Agama wahyu beriman kepada Nabi, sedangkan Agama bukan

wahyu tidak demikian.

3) Bagi Agama wahyu maka sumber utama tuntunan dan ukuran bagi

baik dan buruk adalah kitab suci yang diwahyukan, sedangkan bagi

agama bukan wahyu kitab suci yang diwahyukan tidak essensial.

4) Semua Agama wahyu lahir di Timur Tengah, sedangkan agama

bukan wahyu kecuali paganism lahir di luar Timur Tengah.

5) Agama wahyu timbul di daerah-daerah yang historis di bawah

pengaruh ras Semitik, walaupun kemudian Agama termaksud

berhasil menyebar ke luar area pengaruh Semitik. Sebaliknya,

Agama bukan wahyu lahir di luar area Semitik termaksud.

6) Sesuai dengan ajaran dan historisnya, maka Agama wahyu adalah

Agama missionary. Agama bukan wahyu bukanlah agama

missionary.

7) Ajaran Agama wahyu memberikan arah dan jalan yang lengkap

kepada para pemeluknya. Para pemeluknya berpegang baik pada

76 Noer, “Agama Langit versus Agama Bumi: Sebuah Telaah atas Klasifikasi Agama-

Agama,” h. 1-2.

Page 52: AGAMA LANGIT DAN AGAMA BUMI DALAM PANDANGAN …

43

aspek duniawi atau aspek spiritual dari hidup ini. Agama bukan

wahyu tidaklah demikian.77

Sidi Gazalba adalah seorang sarjana Muslim yang sangat produktif

dan cukup terkenal pada tahun 1950-an hingga tahun 1980-an. Ia menulis

banyak karya tentang studi Islam. Menurut Sidi Gazalba ciri-ciri perbedaan

antara Agama wahyu dan Agama bukan wahyu diantaranya adalah Agama

wahyu:

1) Disampaikan oleh Rasul Tuhan, dengan pasti dapat dinyatakan

waktu lahirnya.

2) Memiliki kitab suci yang diwariskan Rasul Tuhan dengan isi yang

serba tetap.

3) Sistem merasa dan berpikirnya tidak inheren dengan sistem merasa

dan berpikir tiap segi kehidupan masyarakat yang menganutnya,

bahkan dikehendaki sistem sistem merasa dan berpikir tiap

kehidupan mengarah kepada sistem berpikir dan merasa Agama.

4) Tak berubah dengan perubahan mentalitas masyarakat yang

menganutnya, sebaliknya justru mengubah mentalitas

penganutnya.

5) Kebenaran prinsip-prinsip ajaran Agama tahan terhadap kritik akal.

6) Konsep ketuhanannya serba Esa Tuhan Murni.78

Sedangkan ciri-ciri Agama bukan wahyu yang dikemukakan oleh

Sidi Gazalba diantaranya adalah:

77 Noer, “Agama Langit versus Agama Bumi: Sebuah Telaah atas Klasifikasi Agama-

Agama,” h. 2. 78 Sidi Gazalba, Sistematika Filsafat (Jakarta: Bulan Bintang, 1976), h. 82-83.

Page 53: AGAMA LANGIT DAN AGAMA BUMI DALAM PANDANGAN …

44

1) Agama bukan wahyu tidak disampaikan oleh Nabi dan Rasul

Tuhan dan tidak dapat dipastikan lahirnya.

2) Tidak memiliki kitab suci yang diwariskan oleh Nabi/Rasul Tuhan.

Kalau ada kitab suci yang diwariskan penganjurnya, isi kitab itu

mengalami perubahan-perubahan dalam perjalanan sejarah Agama

itu.

3) Sistem merasa dan berpikir inheren dengan sistem merasa dan

berpikir tiap segi kehidupan kebudayaan masyarakat.

4) Berubah dengan perubahan mentalitas masyarakat yang

menganutnya.

5) Kebenaran prinsip-prinsip ajaran Agama tidak tahan terhadap

kritik akal.

6) Konsep ketuhanannya bukan serba Esa Tuhan.79

Senada dengan Abdullah Ali yang melihat agama berdasarkan dari

mana sumber datangnya ajaran yang disampaikan, menurutnya agama dapat

dibedakan ke dalam dua kelompok besar, yaitu Agama Samawi adalah agama

yang datang dari langit berlandaskan wahyu Tuhan, seperti: Yahudi, Nasrani

dan Islam dan Agama Wad’iy adalah agama yang tumbuh di bumi atas

prakarsa dan pemikiran manusia, seperti Buddha yang merupakan hasil

renungan pemikiran Sidharta Gautama atau Hindu sebagai akulturasi budaya

bangsa Aria dan Dravida).80

Selain dari segi sumbernya, Abdullah Ali juga melihat agama dari

segi motivasi yang melatarbelakangi lahirnya agama, yaitu Agama Alami

79 Gazalba, Sistematika Filsafat, h. 82-83. 80 Ali, Agama dalam Ilmu Perbandingan, h. 25-26.

Page 54: AGAMA LANGIT DAN AGAMA BUMI DALAM PANDANGAN …

45

adalahagama yang timbul karena pengaruh kekuatan alam yang dilandasi

motivasi untuk melindungi jiwa yang ketakutan, seperti: Agama Majusi,

Animisme, Dinamisme dan Agama Etik adalah agama yang tumbuh

berdasarkan motivasi penilaian baik dan buruk, semacam filsafat etika Kong

Hu Cu, Shinto dan lain-lain.81

Ahmad Shalabi dalam Perbandingan Agama: bahagian Agama

Masehi (1964) seperti dikutip oleh Bahri menyebut agama-agama bumi seperti

agama Buddha, Zarathustra dan lain-lain, dan agama-agama langit, yaitu

Yahudi, Nasrani dan Islam. Dalam karyanya yang lain, Perbandingan Agama:

Agama-Agama Besar di India, ia menyebut agama-agama India sebagai

agama-agama budaya yang sering berselisih mengenai konsep tentang Tuhan.

Agama Hindu memiliki banyak Tuhan. Agama Jain mengingkari Tuhan, dan

agama Buddha enggan membicarakan soal Tuhan. Sedangkan menurutnya

agama-agama langit (samawi) memiliki ajaran yang jelas mengenai perbedaan

Khalik dan makhluk. Seluruh makhluk dan segala sesuatu adalah milil

Khalik.82

Ernst Trults seorang teolog Kristen menggolongkan agama-agama

secara vertikal pada lapisan pertama paling bawah adalah agama-agama suku,

pada lapisan kedua adalah agama hukum seperti agama Yahudi dan Islam,

pada lapisan ketiga, paling atas adalah agama-agama pembebasan, yaitu

81 Ali, Agama dalam Ilmu Perbandingan, h. 26. 82 Media Zainul Bahri, Wajah Studi Agama-Agama, Dari Era Teosofi Indonesia (1901-

1940) Hingga Masa Reformasi (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015), h. 201.

Page 55: AGAMA LANGIT DAN AGAMA BUMI DALAM PANDANGAN …

46

Hindu, Buddha dan karena Ernst Trults adalah seorang Kristiani, maka agama

Kristen adalah puncak dari agama-agama pembebasan ini.83

Senada dengan para penulis Muslim yang telah disebutkan

sebelumnya. Mahmud Yunus, seorang sarjana Muslim Indonesia membagi

agama-agama ke dalam dua kelompok besar, yaitu: (1) agama yang bersifat

ruhiyah dan (2) agama material. Agama Ruhiyah adalah agama yang

menyembah ruh (bukan materi) yang abstrak. Agama ini terdiri atas:

1) Agama-agama ketuhanan yang memang menyembah Satu Tuhan

Yang Agung.

2) Agama orang-orang zaman dahulu yang menyembah ruh.

3) Agama orang-orang yang menyembah alam.

Agama-agama ketuhanan terbagi lagi menjadi agama tauhid dan

agama syirik. Agama tauhid adalah agama yang hanya menyembah satu

Tuhan Yang Maha Kuasa. Agama ini terdiri atas: (a) Zarathustra atau agama

Majusi atau agama orang Persia zaman dahulu, (b) Agama-agama orang

India dan China, (c) Agama Yahudi, (d) Agama Masehi dan (e) Agama

Islam. Sedangkan agama syirik adalah agama yang menyembah lebih dari

satu Tuhan. Agama ini terdiri atas: (a) Agama Mesir Kuno, (b) Asyur, (c)

Babilonia, (d) Yunani, (e) Romawi dan (f) kaum Brahmana.84

Adapun tiga “Agama Langit” yang merupakan ras semitik seperti

yang disebutkan oleh para penulis Muslim adalah:

83 Ngakan Putu Putra, “Pemikiran Agama Langit dan Agama Bumi Dikotomi Tak Tahu

Diri,” Majalah Media Hindu, Edisi 35, Januari 2007. 84 Bahri, Wajah Studi Agama-Agama, Dari Era Teosofi Indonesia (1901-1940) Hingga

Masa Reformasi, h. 169-170.

Page 56: AGAMA LANGIT DAN AGAMA BUMI DALAM PANDANGAN …

47

1. Agama Yahudi

Yahudi adalah nama suatu bangsa yang lazim disebut Israel atau

Ibrani (Hebrew).85 Abdullah Ali juga mengatakan nama Yahudi berasal dari

nama suku bangsa Israel yang mendiami daerah Palestina di sekitar Timut

Tengah. Israel sendiri adalah sebutan lain untuk Nabi Ya’kub, yang dalam

kehidupannya selalu berpindah dan berjalan dari satu tempat ke tempat lain.

Nabi Ya’kub mempunyai dua belas putra yang salah seorang putranya

bernama Yahuda, yaitu yang melahirkan keturunan sendiri dan akhirnya

berkembang menjadi dua belas suku. Semua keturunan Nabi Ya’kub itulah

dikenal dengan istilah Bani Israel, dan agama Yahudi yang dianutnya diambil

dari nama seorang putranya, yaitu Yahuda.86 Sementara itu, Ahmad Salabi

seperti dikutip oleh Mukti Ali berpendapat bahwa Ibri atau Hebrew adalah

nama yang diberikan sendiri oleh Ibrahim kepada kaumnya, karena tempat

kediaman mereka berada di seberang sungai Eufrat, atau mungkin juga yang

dimaksud adalah sungai Yordan.87

Sedangkan Yudaisme adalah kepercayaan oarng atau bangsa

Yahudi (penduduk negara Israel maupun orang Yahudi yang bermukim di

luar negeri). Inti kepercayaan penganut agama Yahudi adalah wujudnya

Tuhan yang Maha Esa, pencipta dunia yang menyelamatkan bangsa

Israel dari penindasan di Mesir, menurunkan undang-undang Tuhan (Torah)

85 Moh. Rifai, Perbandingan Agama (Jakarta: Wicaksana, 1980), h. 31. 86 Ali, Agama dalam Ilmu Perbandingan, h. 147. 87 H.A. Mukti Ali, Agama-Agama di Dunia (Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga Press, 1988),

h. 297.

Page 57: AGAMA LANGIT DAN AGAMA BUMI DALAM PANDANGAN …

48

kepada mereka, dan memilih mereka sebagai cahaya kepada manusia

sedunia.88

Bangsa Israel yang merupakan keturunan Nabi Ya'kub bin Izhak

bin Ibrahim adalah Yahuda salah seorang putera Ya'kub yang merupakan

sosok yang taat beribadah kepada Allah swt. dan berprilaku mulia. Ia

melaksanakan ajaran agama Hanif, yaitu agama yang dibawa oleh Nabi

Ibrahim. Karena itu, agama yang kitab sucinya Taurat disandarkan kepada

Yahuda dan menjadi agama Yahudi. Sebelum Yahuda tampil sebagai seorang

yang taat dan berprilaku mulia, ada tiga orang yang merupakan penganut

monotheisme dan taat melaksanakan ajaran agama, yaitu Ibrahim, Ishak, dan

Ya'kub.89

Burhanuddin Daya menulis, seperti direkam dalam buku Agama-

Agama di Dunia (1988) mengatakan bahwa Agama Yahudi dianggap sebagai

salah satu agama monoteis dan lebih dari hanya sekedar suatu agama atau

kepercayaan melainkan juga sebagai suatu kekuatan yang ingin

mempengaruhi cara berpikir dan cara hidup manusia karenanya bangsa

Yahudi menganggap dirinya sebagai agama tertua di dunia dan berasal dari

Nabi Ibrahim. Disebutkan pula, bahwa agama Yahudi yang lebih dikenal

dengan Judaism dinamakan dengan The Wisdom of Israel atau Hebrew

Religion. Yang di dalam Jewish Encyclopedia, agama tersebut diartikan

88 Diakses dari https://id.wikipedia.org/wiki/Agama_Yahudi pada tanggal 23 September

2018. 89 Hadidjah, “Hubungan Antara Nabi dengan Agama Samawi,” h. 377.

Page 58: AGAMA LANGIT DAN AGAMA BUMI DALAM PANDANGAN …

49

sebagai “suatu bentuk hidup yang didasarkan pada kebapakan Tuhan serta

wahyu-Nya”.90

Kitab suci umat Yahudi yaitu adalah Taurat yang berasal dari

bahasa Ibrani “Torah” yang berarti syariat atau hukum. Kitab Taurat itu

sendiri memang diturunkan ke dalam bahasa Ibrani. Isi pokok kitab Taurat

yaitu sepuluh firman atau perintah Tuhan (The Ten Commandements).91

2. Agama Nasrani

Istilah Nasrani berasal dari nama kota Nazareth, yaitu desa kecil

yang terletak di kaki sebuah bukit selatan Yerusalem. Dalam bahasa Arab

disebut Nasirah.92 Rifai di dalam bukunya Perbandingan Agama (1980)

mengatakan bahwa Yesus berasal dari Nazareth, jadi agama yang dibawanya

dinamai oleh orang Arab dengan sebutan Nasrani, dinisbahkan atau

dinasabkan dari kata Nasirah.93

Agama Nasrani dibawa oleh Nabi Isa yang lahir dalam kalangan

bangsa Yahudi yang diutus Tuhan ke tengah-tengah bangsa Israel guna

menuntun mereka kembali ke jalan yang benar. Karena pada masa itu

bangsa Israel sudah amat rusak akhlak dan imannya berbelok dari

pengajaran Taurat, mereka tamak dan rakus terhadap harta dunia maka

datanglah Nabi Isa. yang menyerukan agar mereka membenci dunia,

90 Burhanuddin Daya, “Agama Yahudi,” dalam Mukti Ali, ed., Agama-Agama di Dunia

(Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga Press, 1988), h. 296. 91 Amaliyah, “Satu Tuhan Tiga Agama (Yahudi, Nasrani, Islam di Yerusalem),” Religious:

Jurnal Agama dan Lintas Budaya 1, No. 2, Maret 2017, h. 186. 92 Moh. Rifai, Perbandingan Agama, h. 49. 93 Moh. Rifai, Perbandingan Agama, h. 49.

Page 59: AGAMA LANGIT DAN AGAMA BUMI DALAM PANDANGAN …

50

menjauhi kemegahan dunia dan harta, agar menyayangi musuk sendiri dan

untuk tidak membalas kejahatan dengan kejahatan.94

Menurut Agus Hakim, sebagaimana agama sebelumnya, dasar

kepercayaan agama Nasrani adalah Tauhid yang suci, yaitu menuhankan

Allah Yang Maha Esa.95

Agus Hakim lebih lanjut mengatakan agama Nasrani yang dibawa

oleh Nabi Isa bukanlah agama baru, hanya saja melanjutkan agama yang

dibawa oleh Nabi Musa yang pokok hukum dan ajarannya diterangkan

dalam kitab suci Taurat. Adapun kata-kata Kristus atau Kristen tidak pernah

dikenal oleh umat Nabi Isa yang pertama. Timbulnya kata-kata Kristus atau

Kristen setelah munculnya faham Trinitas dalam kalangan penganut

Nasrani, apalagi setelah orang-orang Romawi menganut agama Nasrani dan

faham Trinitas.96

Allah menurunkan kitab Injil kepada Nabi Isa untuk disampaikan

kepada kaum Bani Israel. Kedatangan Isa Almasih tidaklah membatalkan

atau menasikhkan hukum Taurat.97 Kitab Injil semula bersumber dari bahasa

Yunani “evangelion” yang berarti kabar gembira, kemudian diterjemahkan

ke dalam bahasa Arab menjadi Injil.98

94 Hakim, Perbandingan Agama: Pandangan Islam Mengenai Kepercayaan Majusi,

Shabiah, Yahudi, Kristen, Hindu, Buddha, Sikh, h. 91. 95 Hakim, Perbandingan Agama: Pandangan Islam Mengenai Kepercayaan Majusi,

Shabiah, Yahudi, Kristen, Hindu, Buddha, Sikh, h. 13. 96 Hakim, Perbandingan Agama: Pandangan Islam Mengenai Kepercayaan Majusi,

Shabiah, Yahudi, Kristen, Hindu, Buddha, Sikh, h. 93. 97 Hakim, Perbandingan Agama: Pandangan Islam Mengenai Kepercayaan Majusi,

Shabiah, Yahudi, Kristen, Hindu, Buddha, Sikh, h. 95. 98 Amaliyah, “Satu Tuhan Tiga Agama (Yahudi, Nasrani, Islam di Yerusalem),” h. 186.

Page 60: AGAMA LANGIT DAN AGAMA BUMI DALAM PANDANGAN …

51

3. Agama Islam

Agama Islam dalam istilah Arab disebut “Dinul Islam”. Kata

“Dinul Islam” tersusun dari dua kata yaitu “Din” dan “Islam”. Kata “din”

yang berarti agama. Sedangkan kata “Islam” secara etimologis berasal dari

akar kata kerja “salima” yang berarti selamat, damai, dan sejahtera, lalu

muncul kata “salam” dan “salamah”. Dari“salima” muncul kata “aslama”

yang artinya menyelamatkan, mendamaikan, dan mensejahterakan. Kata

“aslama” juga berarti menyerah, tunduk, atau patuh. Dari kata “salima”

juga muncul beberapa kata turunan yang lain, di antaranya adalah kata

“salam” dan “salamah” artinya keselamatan, kedamaian, kesejahteraan,

dan penghormatan, “taslim” artinya penyerahan, penerimaan, dan

pengakuan, “silm” artinya yang berdamai, damai, ‘salam’ artinya

kedamaian, ketenteraman, dan hormat, “sullam” artinya tangga, “istislam”

artinya ketundukan, penyerahan diri, serta “Muslim” dan “Muslimah”

artinya orang yang beragama Islam laki-laki atau perempuan.99

Menurut Prof. H.M. Rasjidi, dahulu orang Barat memakai istilah

“Mohammedanism” untuk menunjukkan agama Islam. Kata tersebut

tidaklah benar, sebab agama Islam bukanlah ciptaan Nabi Muhammad

melainkan agama Islam dibawa oleh Nabi Muhammad.100 Agama Islam

merupakan kesatuan yang berwajah tiga, yaitu iman, islam dan ihsan. Sama

seperti agama-agama sebelumnya yaitu Yahudi dan Nasrani, dasar

kepercayaan agama Islam adalah tauhid. Disebut tauhid karena pokok

keimanan dalam Islam itu adalah bertujuan untuk mengesakan Allah, baik

99 Dr. Marzuki, Pembinaan Karakter Mahasiswa melalui Pendidikan Agama Islam di

Perguruan Tinggi Umum (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2012), h. 38. 100 Rasjidi, Empat Kuliah Agama Islam, h. 98-99.

Page 61: AGAMA LANGIT DAN AGAMA BUMI DALAM PANDANGAN …

52

dalam kepercayaan, ritus keagamaan, ataupun dalam kehidupan sehari-

hari.101 Allah telah menurunkan wahyu kepada Nabi Muhammad yang

semuanya terkumpul dalam kitab suci Al-Qur’an.102 Doktrin keesaan Ilahi

(Tauhid) adalah sumbu di seputar mana ajaran-ajaran Islam berputar.

Sebagaimana diajarkan dalam Al-Qur’an, bahwa monoteisme bukanlah

dogma keagamaan, melainkan prinsip tingkah laku yang harus disajikan

dalam prakteknya. Doktrin keesaan Ilahi dalam Islam menunjukkan bahwa

tak ada satupun yang patut di sembah, kecuali Allah.103

Mukti Ali dalam pengantar buku Agama-Agama di Dunia (1988)

mengatakan bahwa tiga Agama Samawi atau Agama Wahyu, yaitu Yahudi,

Nasrani dan Islam mempunyai kecenderungan ke arah sikap yang eksklusif

dan tidak toleran, walaupun ketiga-tiganya bersaudara kandung. Masing-

masing menganggap dirinya sebagai pemilik kebenaran yang absolut,

kesucian dan keselamatan. Terutama yang tertua dari tiga bersaudara ini,

yaitu agama Yahudi yang bergitu bersifat eksklusif, sehingga menganggap

penganut agama lain sebagai penuh dosa, berasal dari kesesatan dan berada

dalam keadaan celaka.104

C. Perbedaan Pandangan Tentang Klasifikasi Agama-Agama

Media Zainul Bahri, seorang akademisi Studi Agama-Agama di

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dalam bukunya Wajah Studi Agama-Agama

(2015) memuat satu bab mengenai tipologi “Agama Langit” dan “Agama

101 Mukti Ali, Agama-Agama di Dunia, h. 437. 102 Ulfat Aziz-us-Samad, Agama-Agama Besar Dunia terjemahanThe Great Religions of

The World (t.k., t.p., 1990), h. 215. 103 Aziz-us-Samad, Agama-Agama Besar Dunia terjemahan The Great Religions of The

World, h. 224. 104 Mukti Ali, Pengantar Agama-Agama di Dunia, h. 295.

Page 62: AGAMA LANGIT DAN AGAMA BUMI DALAM PANDANGAN …

53

Bumi”. Menurutnya, tipologi ini juga populer dalam diskursus dan kurikulum

Perbandingan Agama serta karya-karya Perbandingan Agama di awal

kemunculan ilmu ini hingga akhir tahun 1980-an. Menurut Bahri

kemungkinan pertama kali klasifikasi agama-agama ke dalam “Agama

Langit” dan “Agama Bumi” di bawa oleh Ahmad Abdullah al-Masdoosi,

seorang sarjana Muslim Pakistan melalui karya nya yang berjudul Living

Religions of the World (1962) dan dipopulerkan oleh Endang Saifuddin

Anshari (1979).105

Namun jauh sebelum itu, melalui penelusuran Charles Joseph

Adams, seperti dikutip oleh Kautsar, klasifikasi agama sudah muncul pada

abad ke-13 oleh Thomas Aquinas, seorang filsuf dan teolog terbesar abad

pertengahan, membedakan agama alami, atau jenis kebenaran keagamaan

yang ditemukan dengan akal semata tanpa bantuan apapun, dengan agama

wahyu, atau agama yang bersandar pada kebenaran Ilahi yang identik secara

eksklusif dengan Kristen.106 Kemudian diikuti oleh Wilfred Cantwell Smith

seperti dikutip oleh Kautsar klasifikasi agama-agama ke dalam “Agama

Langit” dan “Agama Bumi” muncul dalam konteks Eropa pada abad ke-18

ketika Kristen dihinggapi oleh sikap eksklusif, fanatik, apologetik, dan

misionernya dalam berhadapan dengan agama-agama lain.107

Pada masa itu terjadi transisi radikal yang ingin menunjukkan

bahwa agama Kristen adalah satu-satunya agama yang murni dan benar,

105 Media Zainul Bahri, Wajah Studi Agama-Agama, Dari Era Teosofi Indonesia (1901-

1940) Hingga Masa Reformasi (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015), h. 199. 106 Noer, “Agama Langit versus Agama Bumi: Sebuah Telaah atas Klasifikasi Agama-

Agama,” h. 3. 107 Noer, “Agama Langit versus Agama Bumi: Sebuah Telaah atas Klasifikasi Agama-

Agama,” h. 2.

Page 63: AGAMA LANGIT DAN AGAMA BUMI DALAM PANDANGAN …

54

dengan membuktikan bahwa ajaran-ajarannya adalah pernyataan-pernyataan

dan merupakan fakta. Apabila para penulis sebelumnya mengatakan bahwa

agama Kristen adalah penyembahan terhadap Tuhan, dengan kemurnian jiwa

dan ketulusan perilaku moral, Hugo Grotius mengatakan bahwa agama

Kristen mengajarkan penyembahan yang sama.108

Dalam konteks Kristen, Gavin D’Costa seperti dikutip oleh Imam

Hanafi, mengasumsikan bahwa hanya mereka yang mendengar Gospel

diproklamasikan dan secara eksplisit mengakui Kristus yang diselamatkan

“only those who hear the gospel proclaimed and explicitly confess Christ are

saved”. Dan George Lindbeck, seperti dikutip oleh Hanafi, menetapkan

“solus Christus,” (keselamatan hanya melalui Kristus), dan juga “fides ex

auditu,” (keimanan melalui pendengaran).109

Klaim eksklusivisme ini juga diperkuat oleh teks Bible: “Akulah

jalan, kebenaran dalam hidup. Tidak ada seorang pun yang sampai kepada

Bapak, kalau tidak melalui Aku” (Yohanes 14:6). “Dan keselamatan tidak

ada di dalam siapa pun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong

langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya

kita dapat diselamatkan”(Kis 4:12).

Pandangan eksklusivisme Kristen ini juga didukung oleh

pemahaman Gereja Katolik Roma pra-Vatikan II yang menyatakan “extra

108 Noer, “Agama Langit versus Agama Bumi: Sebuah Telaah atas Klasifikasi Agama-

Agama,” h. 3. 109 Imam Hanafi, “Eksklusivisme, Inklusivisme dan Pluralisme: Membaca Pola

Keberagamaan Umat Beriman,” Al-Fikra: Jurnal Ilmiah Keagamaan, Vol. 10, No. 2, Juli-Desember 2011, h. 392-393.

Page 64: AGAMA LANGIT DAN AGAMA BUMI DALAM PANDANGAN …

55

ecclesiam nulla salus,” (di luar Gereja tidak ada keselamatan).110 Begitupun

dalam agama Islam seperti dikutip oleh Hanafi yang menyatakan bahwa

agama yang di ridhai Allah, agama yang paling murni dan paling benar

adalah agama Islam, berasal dari kelompok eksklusif yang memahami ayat-

ayat al-Qur’an sebagai argumentasi normatif bahwa hanya agama Islam yang

paling benar dan di ridhai oleh Allah, sementara agama-agama yang lain

dianggap salah dan sesat.111

Lebih lanjut dalam penelitian Kautsar mengenai latar belakang

lahirnya klasifikasi agama yang bermula dari eksklusivisme Kristen, sebelum

Thomas Aquinas (1225-1274) membedakan “Agama Alami” dan “Agama

Wahyu”, para teolog Muslim telah membuat klasifikasi normatif tentang

agama-agama, tetapi bukan ke dalam “Agama Alami” dan “Agama Wahyu”

melainkan klasifikasi normatif dalam bentuk lain. Dalam penelitiannya,

Kautsar mengambil salah satu contoh klasifikasi yang di buat oleh

Muhammad Abd al-Karim al-Syahrastani yang membagi para penduduk

dunia dari segi pemikiran-pemikiran dan mazhab-mazhab ke dalam dua

kelompok besar.

Pertama, para penduduk yang disebutnya “para penduduk agama-

agama dan keyakinan-keyakinan” (ahl al-diyanat wa al-milal), yang

mencakup orang-orang Muslim, Ahli Kitab dan semi Ahli Kitab. Ahli Kitab

meliputi orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani. Semi Ahli Kitab

meliputi orang-orang Majusi dan para penganut Dualisme. Kedua, para

110 Hanafi, “Eksklusivisme, Inklusivisme dan Pluralisme: Membaca Pola Keberagamaan

Umat Beriman,” h. 393. 111 Hanafi, “Eksklusivisme, Inklusivisme dan Pluralisme: Membaca Pola Keberagamaan

Umat Beriman,” h. 394.

Page 65: AGAMA LANGIT DAN AGAMA BUMI DALAM PANDANGAN …

56

penduduk yang disebutnya “para penduduk keinginan-keinginan (hawa

nafsu) dan sekte-sekte” (ahl al-ahwa’ wal al-nihal) yang meliputi orang-

orang Shabi’ah, para filsuf, para penganut pandangan-pandangan Arab

Jahiliah, dan para penganut pandangan-pandangan India.112 Lebih lanjut Al-

Syahrastani seperti dikutip oleh Kautsar menuturkan bahwa setiap kelompok

manusia terpecah ke dalam aliran-aliran dan sekte-sekte. Jumlah aliran

mereka tidak terbatas dan tidak diketahui dengan pasti. Para penganut agama-

agama, jumlah mazhab mereka terbatas sesuai dengan yang diberitakan oleh

khabar (hadis) tentang mazhab-mazhab itu. Orang-orang Majusi terpecah ke

dalam 70 aliran, orang-orang Yahudi terpecah ke dalam 71 aliran, orang-

orang Nasrani terpecah ke dalam 72 aliran, dan orang-orang Muslim terpecah

ke dalam 73 aliran. Yang selamat (al-nājiyah) di antara aliran-aliran itu

hanya satu karena bila ada dalil-dalil yang berrtentangan, maka kebenaran

(al-haqq) dimiliki hanya oleh satu aliran dan aliran-aliran lain pasti

mengandung kedustaan. Kebenaran diketahui hanya melalui wahyu,

sebagaimana firman-Nya: “Dan di antara orang-orang yang Kami ciptakan

ada umat yang memberikan petunjuk dengan kebenaran (al-haqq) dan

dengan kebenaran itu pula mereka berbuat adil” (Q 7: 181). Nabi saw

memberitakan: “Umatku akan terpecah ke dalam tujuh puluh tiga aliran,

tetapi yang selamat di antara aliran-aliran itu hanya satu, dan sisanya akan

binasa. Ketika ditanya, “Mana aliran yang selamat?,” beliau menjawab,

“Orang-orang yang mengikuti Sunnah dan Jama‘ah.” Ketika ditanya, “Apa

112 Noer, “Agama Langit versus Agama Bumi: Sebuah Telaah atas Klasifikasi Agama-

Agama,” h. 4-5.

Page 66: AGAMA LANGIT DAN AGAMA BUMI DALAM PANDANGAN …

57

itu Sunnah dan Jama‘ah?,” beliau menjawab, “Apa yang aku dan para

sahabatku praktikkan.”113

Kautsar mengatakan bahwa kecenderungan sikap eksklusivisme

dalam agama ini adalah suatu pengakuan yang semena-mena yang didorong

oleh sikap fanatisisme para teolog dan pemimpin agama dalam bersikap dan

bertindak seakan seperti juru bicara Tuhan, bahkan melampaui kewenangan

Tuhan. Menurut Kautsar mereka merasa mempunyai hak istimewa untuk

menentukan mana agama yang benar dan mana agama yang palsu, mana

aliran yang lurus dan mana aliran yang sesat. Kecenderungan ini sejalan

dengan klasifikasi agama-agama ke dalam ”Agama Langit” dan ”Agama

Bumi”. Orang-orang memandang ”Agama Langit” adalah agama yang benar,

sedangkan ”Agama Bumi” adalah agama yang sesat.114

Dalam pengertian yang lain, Al-Syahrastani dalam karyanya Al-

Milal wa al-Nihal, tidak membagi agama-agama ke dalam “Agama Langit”

dan “Agama Bumi”, melainkan ia membagi para penduduk dunia dari segi

pemikiran-pemikiran dan mazhab-mazhab ke dalam dua kelompok besar.

Pertama, para penduduk yang disebutnya “para penduduk agama-agama dan

keyakinan-keyakinan” (ahl al-diyanat wa al-milal), yang mencakup orang-

orang Muslim, Ahli Kitab dan semi Ahli Kitab. Ahli Kitab meliputi orang-

orang Yahudi dan orang-orang Nasrani. Semi Ahli Kitab meliputi orang-

orang Majusi dan para penganut Dualisme. Kedua, para penduduk yang

disebutnya “para penduduk keinginan-keinginan (hawa nafsu) dan sekte-

113 Noer, “Agama Langit versus Agama Bumi: Sebuah Telaah atas Klasifikasi Agama-

Agama,” h. 5. 114 Noer, “Agama Langit versus Agama Bumi: Sebuah Telaah atas Klasifikasi Agama-

Agama,” h. 7.

Page 67: AGAMA LANGIT DAN AGAMA BUMI DALAM PANDANGAN …

58

sekte” (ahl al-ahwa’ wal al-nihal) yang meliputi orang-orang Shabi’ah, para

filsuf, para penganut pandangan-pandangan Arab Jahiliah, dan para penganut

pandangan-pandangan India.115

Rusydi ‘Ulyan dan Qaththan ‘Abd al-Rahman al-Dawri seperti

dikutip oleh Kautsar membagi agama ke dalam dua bagian yang saling

berlawanan, yaitu sebagai berikut:

1. Agama yang hak (al-din al-haqq), yaitu agama Allah yang berisi

perintah kepada pemeluknya untuk menyambah Tuhan Yang Maha

Esa, yang menyuruh berakhlak mulia, melaksanakan ibadah, mengatur

pergaulan dan hubungan sesame manusia.

2. Agama yang batil (al-din al-bathil), yaitu agama alami sebagai hasil

ciptaan manusia, baik oleh individu maupun oleh kelompok yang

bertujuan untuk mengatur dan mengurus keperluan hidup manusia dan

masalah yang mereka hadapi.116

Tidak berbeda dengan Rusydi yang membagi agama ke dalam

sebuah doktrin-doktrin akidah, ‘Umar Sulayman al-Asyqar seperti dikutip

oleh Kautsar juga membagi agama ke dalam dua bagian besar, yaitu “akidah

yang sah dan benar” (al-akidah al-shahihah) dan “akidah yang rusak” (al-

akidah al-fasidah). Akidah yang sah dan benar adalah akidah yang dibawa

oleh para rasul Allah, yaitu akidah yang satu karena ia diturunkan oleh Allah.

Akidah yang rusak adalah akidah ciptaan manusia yang dipengaruhi oleh

kebiasaan-kebiasaan, taklid-taklid, peniruan-peniruan dan pemikiran-

115 Muhammad Abdul Karim Al-Syahrastani, Al-Milal wa al-Nihal, ed. Abdul Aziz

Muhhammad al-Wakil (Beirut: Dar al-Fikr, 1982), h. 36-37. 116 Noer, “Agama Langit versus Agama Bumi: Sebuah Telaah atas Klasifikasi Agama-

Agama,” h. 5-6.

Page 68: AGAMA LANGIT DAN AGAMA BUMI DALAM PANDANGAN …

59

pemikiran. Satu-satunya akidah yang sah dan benar hari ini hanya ditemukan

dalam Islam. Menurutnya akidah-akidah selain dalam Islam tidak

mencerminkan kebenaran.117

Senada dengan para penulis Muslim yang melakukan penilaian

secara normatif, Abdullah Ali mengutip pandangan Hegel, salah seorang ahli

filsafat dari Jerman yang membedakan agama menjadi tiga bagian, yaitu

sebagai berikut:

1. Agama Individual, yaitu agama yang bersifat spiritual, timbul karena

dorongan atau spirit hati nurani manusia.

2. Agama Alamiah, yaitu agama yang timbul karena kekhawatiran atau

perasaan takut terhadap kekuasaan alam yang kadang-kadang dianggap

dapat membahayakan keselamatan manusia.

3. Agama Absolut, yaitu agama yang mempunyai doktrin yang tidak dapat

diganggu atau diubah oleh manusia dalam masalah ketuhanan dan

ibadah.118

Kemudian Burhanuddin Daya, seorang akademisi studi

Perbandingan Agama dan Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan

Kalijaga Yogyakarta membagi agama-agama ke dalam dua bagian yaitu

agama wahyu dan agama bukan wahyu. Menurutnya agama wahyu

merupakan agama yang berasal dari kalangan bangsa Semitik. Agama wahyu

terdiri dari agama Yahudi, Kristen dan Islam. Sedangkan agama bukan

wahyu tidak berasal dari kalangan bangsa Semitik. Agama bukan wahyu

terdiri dari kalangan kelompok ras Mongolia, Arya, Miscellaneous dan

117 Noer, “Agama Langit versus Agama Bumi: Sebuah Telaah atas Klasifikasi Agama-

Agama”, h. 6. 118 Ali, Agama dalam Ilmu Perbandingan, h. 26.

Page 69: AGAMA LANGIT DAN AGAMA BUMI DALAM PANDANGAN …

60

Paganisme. Dari kelompok ras Mongolia lahirlah agama Konfusianisme,

Taoisme, dan Shintoisme. Dari kelompok ras Arya lahirlah agama

Hinduisme, Jainisme, Sikhism dan Zoroastrianisme. Dari kelompok ras

Miscellaneous lahirlah agama Buddhisme.119

Menurut Prof H.M. Rasjidi seperti dikutip oleh Khairah Husin,

agama merupakan masalah yang tidak bisa ditawar-tawar. Jika seseorang

memeluk keyakinan, maka keyakinan itu tidak dapat pisah darinya.

Berdasarkan keyakinan inilah menurut Rasjidi umat beragama sulit berbicara

objektif dalam soal keagamaan. Umat Islam sendiri memandang bahwa

“agama yang paling benar disisi Allah adalah Islam”.120

Berbeda dari pandangan para penulis Muslim yang lain. Kautsar

beranggapan bahwa klasifikasi “Agama Langit” dan “Agama Bumi” adalah

klasifikasi yang normatif. Menurutnya, “Agama Langit” lahir bukan hanya di

kalangan bangsa Semitik, karena jika membatasi agama wahyu atau “Agama

Langit” sebagai agama yang lahir hanya di kalangan rasa tau bangsa Semitik

di Timur Tengah itu berarti bertentangan dengan firman Allah

ة رسول افإذا جاء رسولهم قضي بينهم بالقسط وهم ل يظلمون ولكل أم

“setiap umat mempunyai rasul” (QS 10: 47)121, dan

119 Burhanuddin Daya, “Sejarah Agama-Agama: Beberapa Pengertian,” dalam

Djam’annuri, ed., Agama Kita: Perspektif Sejarah Agama-Agama: Sebuah Pengantar (Yogyakarta: Kurnia Kalam Semesta, 2000), h. 27-28.

120 Khairah Husin, “Peran Mukti Ali dalam Pengembangan Toleransi Antar Agama di Indonesia,” Jurnal Ushuluddin, Vol. XXI, No. 1, Januari 2014, h. 108.

121 https://tafsirweb.com/3321-surat-yunus-ayat-47.html, diakses pada tanggal 24 Juni 2019.

Page 70: AGAMA LANGIT DAN AGAMA BUMI DALAM PANDANGAN …

61

ن م م ه ن م وت ف اغ بوا الط ن ت اج و دوا الل ب ن اع ولا أ س ة ر م أ ل ا في ك ن ث ع د ب ق ل و

دى ف ه ي وا ك ر ظ ان ض ف ر وا في ال ير س ة ف ل ل ه الض ي ل ت ع ق ن ح م م ه ن م و الل

ين ب ذ ك م ة ال ب اق ان ع ك

“sungguh, Kami [Allah] telah mengutus seorang rasul untuk setiap umat”

(QS 16: 36), dan juga bertentangan dengan hadis Nabi bahwa para rasul

berjumlah tiga ratus lima belas orang, dan para nabi berjumlah seratus dua

puluh empat ribu orang. Menurut Kautsar jika kita ingin konsisten mengikuti

firman Allah dan hadis Nabi kita harus percaya bahwa Allah mengutus para

rasul dan para nabi bukan hanya kepada umat manusia di lingkungan bangsa

Semitik di Timur Tengah, tetapi juga kepada umat di lingkungan bangsa

lain.122 Pendapat Kautsar Azhari diperkuat oleh pandangan Halim Mastur di

dalam bukunya Diktat Perbandingan Agama yang mengatakan bahwa di

Benua Afrika yang luas, terutama bangsa Mesir mungkin telah juga didatangi

Nabi Allah. Siapa nama Nabi Allah yang datang, bangsa Mesir kuno tidak

meninggalkan catatan.123 Seperti yang banyak diketahui agama Mesir Kuno

bukanlah agama yang berasal dari Wahyu Ilahi.

Pandangan Kautsar senapas dengan Bahri yang di dalam karya nya

Hubungan Esensial Agama-Agama: Teologi dan Etika (2014) membahas

hubungan esensial mengenai konsep Para Pembawa Pesan (Nabi). Jika

melihat kemiripan, kesamaan atau hubungan substansial antara konsep-

konsep dasar teologis, dan terutama etika diantara agama-agama, maka

adanya hubungan esensial para utusan Tuhan, terutama kesamaan pesan yang

122 Noer, “Agama Langit versus Agama Bumi: Sebuah Telaah atas Klasifikasi Agama-

Agama”, h. 8. 123 A. Halim Mastur, Diktat Perbandingan Agama, (t.k., t.p., 1970), h. 3.

Page 71: AGAMA LANGIT DAN AGAMA BUMI DALAM PANDANGAN …

62

dibawanya menjadi sulit dibantah. Bahri menyebutkan ayat Al-Qur’an yang

berhubungan dengan substansial para nabiyaitu: “pada setiap umat terdapat

utusan.” Utusan-utusan (para rasul) itu ada yang diceritakan kepada Nabi

Muhammad dan ada yang tidak. Dalam sebuah hadis shahih Nabi

Muhammad mengatakan, “Kami, golongan para nabi, agama kami adalah

satu” dan “para nabi itu semuanya bersaudara, tunggal ayah dan lain ibu,”

dan “yang paling berhak kepada Isa putera Maryam adalah aku.” Hal pokok

tentang hubungan itu adalah kesatuan tugas para nabi yaitu mengajarkan

monoteisme dan etika hubungan antar manusia untuk hidup yang mulia dan

bermartabat. Kesatuan tugas itu menunjukkan adanya hubungan esensial

yang tak terpisahkan: para nabi membawa satu misi yang satu dan sama yaitu

satu esensi ajaran yang sama mengenai ketuhanan dan kemanusiaan.124

Hal itu yang berarti menurut Bahri bahwa mereka berasal dari

sumber (Tuhan) yang sama. Namun kesatuan yang sama tersebut jika

dimanifestasikan ke dalam bentuk ajaran eksoterik (syari’at) dan dogma-

dogma menjadi berbeda-beda karena konteks sosial historis para utusan itu

yang berbeda-beda pula.125

Jalaluddin Rumi seperti dikutip oleh Bahri mengatakan bahwa

secara metaforik para nabi dan para pembawa pesan ketika mereka membawa

lampu Tuhan kepada umat manusia, mereka jelas berbeda antara satu sama

lain, namun cahaya yang dibawanya adalah sama. Para pembawa pesan

Tuhan berbeda dalam hal bahasa dan bentuk pesan karena konteks kultur

mereka berbeda satu sama lain. Tetapi esensi pesan, atau cahaya dalam

124 Media Zainul Bahri, “Hubungan Esensial Agama-Agama: Teologi dan Etika,” Tajdid,

Vol. XIII, No. 2, Juli-Desember 2014, h. 285. 125 Bahri, “Hubungan Esensial Agama-Agama: Teologi dan Etika,” h. 286.

Page 72: AGAMA LANGIT DAN AGAMA BUMI DALAM PANDANGAN …

63

bahasa Rumi, pasti satu dan sama karena berasal dari Tuhan yang sama.

Pesan utama kenabian tidak akan berbeda dalam prinsip. Sejarah agama-

agama menunjukkan bahwa syariat yang sampai kepada nabi terkait dengan

unsur waktu dan tempat karena itu perbedaan menjadi tak terelakkan.126

Menurut Bahri Hal itu wajar karena agama turun bukan di ruang

yang hampa sejarah. Syariat agama hadir sebagai respons terhadap situasi

dan kondisi zaman. Hasan Hanafî, seorang intelektual Muslim Mesir, seperti

dikutip oleh Bahri juga menyatakan bahwa wahyu bukanlah sesuatu yang

berada di luar konteks yang kokoh dan tak berubah, melainkan berada dalam

konteks yang mengalami perubahan demi perubahan. Keragaman ras, bangsa,

suku bahkan perbedaan ruang dan waktu menandakan adanya perbedaan

syariat. Oleh karena itu tidak mungkin ada ajaran tunggal dan universal yang

bisa dipakai di setiap masa, situasi, dan kondisi.127

Karena di dalam ayat Al-Qur’an mengatakan: “pada setiap umat

pasti ada utusan” maka beberapa sarjana Muslim meyakini bahwa para

filosof seperti Plato, Aristoteles dan lain-lain adalah nabi, begitu pula

Zarathustra, Sidharta Gautama, Kung Fu Tze (Konghucu), Lao Tze adalah

para utusan Tuhan.128

Seyyed Hossein Nasr misalnya, seperti dikutip oleh Bahri yang

merujuk kepada beberapa komentator Muslim India menyatakan bahwa nabi

Dzulkifli dalam al-Qur`an adalah Buddha dari Kifl, Kavilawastu, karena itu

ia disebut dzū al-Kifl, dan “pohon arasy” yang disebut dalam surat al-Tin

126 Bahri, “Hubungan Esensial Agama-Agama: Teologi dan Etika,” h. 287. 127 Bahri, “Hubungan Esensial Agama-Agama: Teologi dan Etika,” h. 287. 128 Bahri, “Hubungan Esensial Agama-Agama: Teologi dan Etika,” h. 287.

Page 73: AGAMA LANGIT DAN AGAMA BUMI DALAM PANDANGAN …

64

adalah pohon Bodhi yang dibawahnya Buddha memperoleh pencerahan

(Iluminasi).129

Komaruddin Hidayat seperti dikutip oleh Bahri juga

mengisyaratkan kemungkinan Lao Tze sebagai nabi Luth, meskipun belum

ditemukan suatu referensi tentang itu. Namun, menurut Komaruddinnya, jika

diteliti seksama dari berbagai buku mengenai Taoisme, ditemukan sebuah

riwayat bahwa Lao Tze adalah seseorang yang berhidung besar dan

dilahirkan di kota Ir. Pada masyarakat Cina, ada satu kota yang dihuni oleh

orang-orang berhidung besar. Bagi orang-orang Cina, orang-orang yang

berhidung besar itu adalah orang Arab. Nabi Luth adalah orang Arab.

Namun, Bahri juga mengingatkan satu hal yang penting disadari adalah

bahwa istilah “Nabi” dan “Rasul” adalah bahasa Arab yang tak mungkin di

kenal oleh masyarakat India, Cina, Persia dan lain-lain non-Arab. Di India,

para utusan Tuhan yang suci disebut sebagai Maharesi atau Resi (Rsi).

Merekalah yang mendengar (menerima) wahyu Tuhan berupa Weda (berasal

dari kata Vidya, yang berarti pengetahuan). Weda yang didengar langsung

dari Tuhan disebut Weda Sruti dan kemudian Weda yang diberi tafsir oleh

para Maharesi disebut Weda Smriti.130 Kautsar juga mengungkapkan ketika

ia berdikusi dengan seorang teman Hindu pada awal 1980-an tentang

agamanya, mengatakan bahwa temannya menolak anggapan bahwa

Hinduisme bukan agama wahyu tetapi agama alami, bila yang dimaksud

dengan agama wahyu adalah agama yang kitab sucinya diwahyukan oleh

Tuhan kepada para nabi atau para rasul-Nya, temannya mengatakan bahwa

129 Bahri, “Hubungan Esensial Agama-Agama: Teologi dan Etika,” h. 287-288. 130 Bahri, “Hubungan Esensial Agama-Agama: Teologi dan Etika,” h. 288.

Page 74: AGAMA LANGIT DAN AGAMA BUMI DALAM PANDANGAN …

65

Veda adalah wahyu yang diterima oleh para maharshi dari Tuhan.131

Sebagimana doktrin teologis tentang ketuhanan Yang Maha Esa, seperti yang

di ungkapkan oleh Bahri pada agama-agama Semitik, umat Hindu tidak suka

jika disebut agamanya sebagai agama budaya (agama ardhi, atau agama

bumi), yang berarti agama hasil pemikiran manusia. Lebih lanjut I Gusti

Ketut Widana, seorang sarjana ahli (dan beragama) Hindu, seperti dikutip

oleh Bahri mengungkapkan adanya pandangan para sarjana non-Hindu atau

orang-orang biasa non-Hindu yang menyatakan bahwa Hindu adalah agama

budaya adalah pandangan yang bukan hanya salah tapi “melecehkan” agama

Hindu. Dalam keyakinan umat Hindu, Tuhan menurunkan ajaran-ajaran

agama Hindu melalui perantara para Maharesi yang mendengar langsung

wahyu dari-Nya.132

Tidak hanya Kautsar, Halim dan Bahri yang berpendapat demikian.

Huston Smith, seorang sarjana studi agama di Amerika juga mengatakan

bahwa di antara semua agama yang di anut manusia tidak benar bahwa ada

suatu agama yang demikian tinggi mutunya sehingga tidak satu pun

kebenaran agama yang terdapat dalam agama-agama lainnya yang tidak

ditemui dalam bentuk yang sama ataupun lebih jelas dalam agama itu

sendiri.133

131 Noer, “Agama Langit versus Agama Bumi: Sebuah Telaah atas Klasifikasi Agama-

Agama”, h. 9. 132 Bahri, “Hubungan Esensial Agama-Agama: Teologi dan Etika,” h. 278. 133 Huston Smith, Agama-Agama Manusia, penerjemah Saafroedin Bahar (Jakarta:

Yayasan Obor Indonesia, 2001), h. 413.

Page 75: AGAMA LANGIT DAN AGAMA BUMI DALAM PANDANGAN …

66

BAB IV

KONTEKS PEMIKIRAN PARA PENULIS MUSLIM

TENTANG KLASIFIKASI AGAMA

B. Motivasi Para Penulis Muslim dalam Klasifikasi Agama Langit dan

Agama Bumi

Sebagaimana telah disinggung pada bab sebelumnya, beberapa

profil para penulis Muslim sudah dijelaskan. Ada yang berasal dari akademisi

diantaranya adalah Sidi Gazalba, Mahmud Yunus, Prof. H.M Rasjidi, A.

Halim Mastur, Prof Kautsar Azhari Noer, Dr. Media Zainul Bahri dan

Hadidjah. Yang berasal dari Aktivis diantaranya adalah Ahmad Abdullah Al-

Masdoosi dan Burhanuddin Daya. Yang berasal dari aktivis dan ulama adalah

H.A Mukti Ali. Yang berasal dari Aktivis, da’i dan akademisi adalah Endang

Saifuddin Anshari. Yang berasal dari organisasi kemasyarakatan dan

akademisi adalah Prof. Dr. Abdullah Ali, MA. Yang berasal dari Da’i

diantaranya adalah Moh. Rifai dan Agus Hakim. Berikut akan dijelaskan

mengenai awal mula klasifikasi agama dan motivasi para penulis Muslim di

Indonesia.

Di Indonesia munculnya klasifikasi “Agama Langit” dan “Agama

Bumi” disebabkan oleh sikap apologetik umat Muslim, baik pada masa

sebelum kemerdekaan maupun pada masa sesudah kemerdekaan hingga

runtuhnya orde lama dan orde baru. Menurut Media Zainul Bahri, pandangan

umat Muslim di Indonesia pada tahun 1950-an hingga akhir 1980-an berkutat

kuat pada Teologi dan Fikih. Lebih lanjut Bahri mengatakan bahwa Teologi

Page 76: AGAMA LANGIT DAN AGAMA BUMI DALAM PANDANGAN …

67

dan Fikih memberi pengaruh yang sangat kuat terhadap kaum Muslim

Indonesia karena memiliki riwayat, silsilah, dan hubungan yang panjang

terutama hubungan intelektual dan emosional dengan ulama-ulama besar di

Timur Tengah yang menjadi Guru-Guru bagi ulama-ulama besar

Nusantara.134

Secara politis, Mukti Ali mengungkapkan bahwa semangat dakwah

meningkat di Indonesia akibat pemberontakan komunis pada 1948 dan 1965.

Peristiwa pemberontakan komunis pada saat itu membuat kaum Muslim

meningkatkan semangat dakwahnya karena paham komunis secara teologis

sangat bertentangan dengan pandangan umat Muslim terhadap kaum komunis

saat itu yaitu paham pengusung utama ateisme. Dalam hal ini, segala yang

bersangkutan dengan kegiatan sosial-keagamaan dan pendidikan pada masa

itu harus bermuatan dakwah.135 Selain pemberontakan komunis, sejak masa

pra-kemerdekaan hingga tahun 1970-an Indonesia juga dihinggapi isu-isu

kristenisasi yang membuat umat Islam dan Kristen saling serang. Bahkan

pada tahun 1979 saat maraknya isu Kristenisasi di pulau Jawa Umar Hasyim,

seorang penulis Muslim dan ulama Muhammadiyah mengungkapkan bahwa

ia pernah menerima selebaran (pamflet) yang isinya menerangkan bahwa

umat Kristen Katolik akan mengkristenkan pulau Jawa dalam waktu 20 tahun

dan seluruh Indonesia dalam waktu 50 tahun dengan berbagai cara dan

program kerja mereka.136

134 Media Zainul Bahri, Wajah Studi Agama-Agama, Dari Era Teosofi Indonesia (1901-

1940) Hingga Masa Reformasi (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015), h. 212 135 Mukti Ali, Bagaimana Menghampiri Isra’ Mi’radj Nabi Besar Muhammad SAW atau

Iman dan Ilmu Pengetahuan (Yogyakarta: Yayasan Nida, 1969), h. 19. 136 Umar Hasyim, Toleransi dan Kemerdekaan Beragama dalam Islam Menuju Dialog dan

Kerukunan Antar Agama (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1979), h. 270-271..

Page 77: AGAMA LANGIT DAN AGAMA BUMI DALAM PANDANGAN …

68

Kemudian Bahri dalam Wajah Studi Agama-Agama, Dari Era

Teosofi Indonesia (1901-1940) Hingga Masa Reformasi (2015) mengulas

ceramah Mukti Ali pada Januari 1962 tentang Isra dan Mikraj, antara Iman

dan Ilmu Pengetahuan. Menurutnya, dalam ceramah itu Mukti Ali adalah

sarjana Muslim yang istimewa, saat Mukti Ali membahas khusus mengenai

munculnya para apologis Muslim modern yang memandang bahwa Islam

sedang terancam karena adanya serangan dari agama Kristen, rasionalisme,

liberalisme dan Westernisasi. Menurut Mukti Ali seperti dikutip oleh Bahri,

para apologis Muslim secara “membabi-buta” mempertahankan Islam dari

berbagai serangan tersebut dengan cara menunjukkan bahwa kesempurnaan

dan keunggulan Islam terdapat pada seluruh cita, ide, nilai dan

implementasinya secara sempurna.137

Lebih lanjut, Bahri juga mengatakan jika Mukti Ali tidak pernah

menulis atau membuat pernyataan yang menyetujui atau tidak menyetujui

tipologi “Agama Langit” dan “Agama Bumi”. Namun, karya-karyanya

setelah mendirikan Jurusan Perbandingan Agama ramai peminat dan mulai

menunjukkan kekuatan tipologi itu bersamaan dengan semangat

menyebarkan keunggulan Islam dibanding agama-agama lain. Penulis

Muslim lain, Thalhas secara eksplisit menyatakan bahwa ia menyetujui dua

tipologi tersebut dan menegaskan bahwa Islam adalah agama yang kekal

abadi dan tidak mengalami perubahan.138 Abdullah Ali juga menyebut agama

Yahudi semula merupakan Agama Samawi, tetapi seiring berjalannya waktu,

137 Bahri, Wajah Studi Agama-Agama, Dari Era Teosofi Indonesia (1901-1940) Hingga

Masa Reformasi, h. 216. 138 Thalhas, Pengantar Study Perbandingan Agama (Jakarta: Galura Pase, 2006), h. 40-

43.

Page 78: AGAMA LANGIT DAN AGAMA BUMI DALAM PANDANGAN …

69

agama Yahudi tidak menggambarkan agama Israel yang pernah diajarkan

oleh Nabi Musa berdasarkan Taurat, melainkan sudah menjadi synthesa

setelah adanya kitab Talmud dan pengaruh bangsa lain yang membawa

peradaban kafir.139

Penulis Muslim lain Romdhon, meyakini bahwa para penulis

Muslim yang memang memposisikan dirinya sebagai seorang Muslim dalam

Agama-Agama di Dunia tentu akan mengatakan bahwa “hanya Islam sajalah

yang berdasarkan wahyu…sedangkan agama-agama lain tentulah tidak

mereka masukkan ke dalam agama agama wahyu, termasuk agama

Nasrani.” Menurut Romdhon, tipologi-tipologi, seperti agama dakwah dan

agama bukan dakwah, atau agama berdasarkan ras merupakan hal yang

penting dalam dunia ilmiah, dari klasifikasi atau tipologi-tipologi tersebut

akan melahirkan banyak teori dan prediksi ilmiah.140

Menurut Bahri, anggapan Romdhon di atas tentu benar mengingat

ilmu pengetahuan akan berkembang karena adanya “kontroversi” yang

memicu perdebatan dan penelitian lebih lanjut atau munculnya beragam

tipologi dan klasifikasi ilmiah. Namun menurut Bahri, yang menjadi

persoalan sekarang bahwa pada kenyataannya karya-karya Perbandingan

Agama dan studi Islam “mengamini” atau “mengiyakan” dua tipologi

“Agama Langit” dan “Agama Bumi” sebagai kepentingan dakwah, dan hal

139 Abdullah Ali, Agama dalam Ilmu Perbandingan (Bandung: Nuansa Aulia, 2007), h.

147-148. 140 Romdhon, “Pendahuluan,” dalam Mukti Ali, ed., Agama-Agama di Dunia (Yogyakarta:

IAIN Sunan Kalijaga Press, 1988), h. 11-12.

Page 79: AGAMA LANGIT DAN AGAMA BUMI DALAM PANDANGAN …

70

tersebut merupakan suatu pola yang bertentangan dengan semangat ilmiah

yang hendak dikembangkan.141

Mengingat klasifikasi agama termasuk dalam kajian Perbandingan

Agama. Bahri melihat pandangan Mukti Ali soal hubungan ilmu PA dengan

kesempurnaan Islam mungkin bertujuan dakwah. Bahri memperkuatnya

dengan pasal khusus dalam karya perdana Mukti Ali Ilmu Perbandingan

Agama (1969) yang berjudul “Guna dan Faedah Ilmu Perbandingan Agama

Bagi Seorang Muslim”. Dalam pasal itu Mukti Ali menulis:

(2) Pengetahuan tentang agama-agama lain, bukan hanja berguna bagi

para muballigh, tetapi adalah sangat penting bagi setiap Muslim, untuk

mentjari segi-segi persamaan antara agama Islam dengan agama-agama

bukan Islam. Hal ini adalah sangat berguna untuk perbandingan, untuk

membuktikan, dimanakah segi-segi dari agama Islam jang melebihi

agama-agama lain, berguna djuga untuk menundjukkan bahwa agama-

agama lain jang datang sebelum Islam itu adalah sebagai pengantar

terhadap kebenaran jang lebih luas dan lebih penting adalah agama

Islam.

(3) Lebih penting daripada itu, dengan membandingkan agama Islam

dengan agama-agama lain, maka akan timbullah rasa simpati terhadap

orang-orang jang belum mendapat petundjuk tentang kebenaran, dan

dengan demikian timbullah rasa tanggung djawab untuk menjiarkan

kebenaran-kebenaran jang terkandung dalam agama Islam kepada

masjarakat ramai.

141 Bahri, Wajah Studi Agama-Agama, Dari Era Teosofi Indonesia (1901-1940) Hingga

Masa Reformasi, h. 201-202.

Page 80: AGAMA LANGIT DAN AGAMA BUMI DALAM PANDANGAN …

71

(8) Keuntungan jang paling besar dalam mempeladjari pelbagai agama

ialah kejakinan tentang final dan tjukupnja agama Islam itu. Hal ini

tjukup didjelaskan dalam Al-Qur’an. Universalitet dan final-nja Islam

dapatlah difahami dari pelbagai segi: Qur’anis, ethis, philosophis dan

pragmatis. Kita tidak memerlukan interpretasi-interpretasi baru tentang

agama Islam itu. Tetapi jang diperlukan ialah kesanggupan menggali

adjaran-adjaran Islam jang selama ini terpendam, dituangkan dalam

istilah-istilah jang mudah difahami, berdasarkan kejakinan akan final dan

mutlaknja adjaran Islam.142

Karya-karya Perbandingan Agama dan studi Islam seolah-olah

“mengamini” klasifikasi agama sebagai kepentingan dakwah. Contoh lainnya

adalah karya Moh Rifai Perbandingan Agama (1983) yang mengutip

pernyataan Mukti Ali bahwa “Ilmu Perbandingan Agama bukan hanya

berguna bagi para muballigh, tetapi juga bagi para ahli agama Islam, karena

pikiran yang ditajamkan dengan mempelajari berbagai agama dan cara

membanding akan mudah memahami isi dari agama Islam itu sendiri dan

memang isi dan pertumbuhan agama Islam itu akan lebih mendalam

dipahami apabila orang berusaha juga untuk memahami isi dan pertumbuhan

agama-agama lain. Dengan membanding agama-agama lain, tidak jarang

bahwa hal itu akan menyingkapkan cahaya yang terang kepada elemen-

elemen yang vital dari agama Islam, memperdalam keyakinan kita tentang

kebenaran-kebenaran yang terkandung dalam agama Islam, dan

142 Mukti Ali, Ilmu Perbandingan Agama, Sebuah Pembahasan Tentang Methodos dan

Sistima (Yogyakarta: Yayasan Nida, 1969, Cet. Ke-2), h. 38-40.

Page 81: AGAMA LANGIT DAN AGAMA BUMI DALAM PANDANGAN …

72

memperingatkan kembali ratna-ratna mutu dan nilai-nilai Islam yang selama

ini kadang-kadang dilupakan atau kurang mendapat perhatian.”143

Oleh sebab itu di dalam bukunya, Moh Rifai menyertakan ulasan-

ulasan serta pandangan Islam pada tiap sub bab nya seperti misalnya pada

bab agama Nasrani yang di akhir pembahasannya, Moh Rifai mengulas

tentang pandangan Islam mengenai agama Nasrani. Contohnya ulasan Rifai

tentang pandangan Islam mengenai dosa waris adalah bahwa dosa waris

merupakan ajaran gereja yang tidak terdapat dalam Islam sesuai dengan hadis

Nabi Muhammad s.a.w. yang artinya: “tiap-tiap anak dilahirkan atas fitrah

(kesucian = suci dan bersih dari dosa)…” kemudian juga ulasan mengenai

penyaliban Isa Al-Masih, menurut al-Qur’an Nabi Isa a.s. tidak disalib, tetapi

dimiripkan (diserupakan) seseorang kepadanya di mata orang banyak. Firman

Allah dalam al-Qur’an yang artinya: “Mereka tidak membunuhnya dan tidak

menyalibnya tetapi ia disilapkan di mata mereka.”(QS. An-Nisa’: 157).144

Kemungkinan kuat Rifai membuat ulasan tersebut untuk memperdalam

keyakinan umat Islam tentang kebenaran-kebenaran yang terkandung dalam

agama Islam seperti penyataan Mukti Ali mengenai manfaat mempelajari

ilmu Perbandingan Agama untuk umat Islam adalah untuk berdakwah.

Karya lain yang senapas dengan karya-karya di atas adalah Diktat

Perbandingan Agama oleh Halim Mastur (1970). Setelah menjelaskan

sejarah dan pokok-pokok teologi suatu agama diakhir buku itu, Halim

membuat ulasan terkahir yaitu sebuah penilaian Islam terhadap suatu agama.

Seperti misalnya Halim mengatakan bahwa telah terjadi “penyimpangan” dan

143 Moh. Rifai, Perbandingan Agama (Jakarta: Wicaksana, 1980), h. 13. 144 Moh. Rifai, Perbandingan Agama, h. 69.

Page 82: AGAMA LANGIT DAN AGAMA BUMI DALAM PANDANGAN …

73

“pengubahan” yang serius dalam kitab suci Yahudi dan Kristen sehingga

teologi Kristen menjadi polities.145 Agama Shinto yang menyembah nenek

moyang dan alam adalah agama syirik. Konsep dewa-dewi Hindu adalah

syirik. Agama Buddha setelah wafatnya Sidharta telah diselewengkan

kemudian menjadi syirik. Agama Mesir Kuno juga disebut sebagai agama

khayalan manusia dan bukan berdasarkan wahyu Ilahi.146

Mungkin jika karya-karya bercorak apologetik yang telah

disebutkan di atas merupakan karya-karya pada tahun 1960-an dan 1970-an.

Cukup mengagetkan jika muncul lagi karya yang bercorak apologetik pada

tahun 2007 yang terbit di era digital dan pluralisme saat ini yaitu karya

Abdullah Ali Agama dalam Ilmu Perbandingan (2007). Di dalam bukunya

ketika Ali memaparkan sejarah dan teologi agama-agama ia menegaskan

keunggulan Islam dibandingkan agama-agama lain dan membuat satu

pembahasan khusus untuk mewujudkan kelemahan-kelemahan teologi

Kristen. Seperti misalnya ia mengatakan bahwa kredibilitas ajaran Kristen

sulit untuk diterima oleh akal, menurutnya ajaran Kristen yang termaktub

dalam Bibel terbukti banyak mengandung pertentangan prinsip antara

pernyataan yang satu dengan yang lain, sehingga mengesankan keraguan

terhadap kredibilitas wahyu Tuhan.147

Senada dengan Mukti Ali dan Bahri menurut Kautsar, tanpa

disadari para sarjana Muslim telah mengadopsi pemikiran yang dibuat oleh

para teolog Kristen, karena kebutuhan para sarjana Muslim untuk melakukan

145 Bahri, Wajah Studi Agama-Agama, Dari Era Teosofi Indonesia (1901-1940) Hingga

Masa Reformasi, h. 196. 146 A. Halim Mastur, Diktat Perbandingan Agama, (t.k., t.p., 1970), h. 3, 4, 23, 24, 37, 40. 147 Abdullah Ali, Agama dalam Ilmu Perbandingan (Bandung: Nuansa Aulia, 2007), h.

227-229.

Page 83: AGAMA LANGIT DAN AGAMA BUMI DALAM PANDANGAN …

74

apologetika melawan agama-agama lain yang pada masa awal kemerdekaan

terjadi pemberontakan komunis dan Kristenisasi besar-besaran. Sebagian

teolog Muslim bahkan memandang bahwa hanya Islam lah satu-satunya

“Agama Langit” yang murni dan satu-satunya agama yang benar, sama

seperti para teolog Kristen yang mempercayai bahwa Kristen lah satu-

satunya “Agama Langit” dan satu-satunya agama yang benar.148

C. Metode Ilmiah Studi Agama-Agama

Model studi yang dilakukan oleh para penulis Muslim di Indonesia

sejak tahun 1962-an hingga tahun 2000-an tampak dominan pada pendekatan

historis dan teologis. Mengingat pendekatan historis merupakan pendekatan

yang paling tua dan menjadi salah satu pendekatan yang cukup difavoritkan

dalam Studi Agama dan Perbandingan Agama. Pendekatan teologis juga

menjadi pendekatan yang paling dominan dan paling berpengaruh dalam

Studi Agama dan Perbandingan Agama. Bahri mengatakan jika pendekatan

teologis dianggap sebagai “Ratu Ilmu Pengetahuan (Queen of the Sciences),”

terutama di dunia Yahudi, Kristen dan Islam.149

Dalam sebuah penelusuran yang dilakukan oleh Bahri mengenai

metode studi ilmiah pada awal tahun 1960-an mulai marak pendekatan

komparatif dalam semangat teologis apologetik yang digunakan oleh para

penulis Muslim di Indonesia seperti yang telah disebutkan pada bab

sebelumnya karya-karya Halim Mastur, Moh. Rifai dan Abdullah Ali.

148 Noer, “Agama Langit versus Agama Bumi: Sebuah Telaah atas Klasifikasi Agama-

Agama,” h. 4. 149 Bahri, Wajah Studi Agama-Agama, Dari Era Teosofi Indonesia (1901-1940) Hingga

Masa Reformasi, h. 15-20.

Page 84: AGAMA LANGIT DAN AGAMA BUMI DALAM PANDANGAN …

75

Dengan ini para penulis Muslim cenderung membandingkan keunggulan

Islam dengan keyakinan dan agama lain.150 Karena itu Prof. Kautsar

menyebutnya sebagai “Pertandingan Agama” bukan “Perbandingan Agama.”

Senada dengan Burhanuddin Daya, menurutnya sejak murid generasi pertama

Mukti Ali sampai awal tahun 1990-an belum ada buku Perbandingan Agama

yang ditulis di Indonesia yang memenuhi kriteria objektif murni dalam arti

diterima sepenuhnya oleh pemeluk agama yang menjadi objek kajiannya.151

Selanjutnya, diskursus soal “Agama Langit” dan “Agama Bumi” di

dunia Islam terkait dengan pandangan Al-Syahrastani dalam karyanya Al-

Milal wa al-Nihal, seperti yang telah disinggung pada bab sebelumnya. Al-

Syahrastani membagi para penduduk dunia dari segi pemikiran-pemikiran

dan mazhab-mazhab ke dalam dua kelompok besar. Pertama, para penduduk

yang disebutnya “para penduduk agama-agama dan keyakinan-keyakinan”

(ahl al-diyanat wa al-milal), yang mencakup orang-orang Muslim, Ahli

Kitab dan semi Ahli Kitab. Ahli Kitab meliputi orang-orang Yahudi dan

orang-orang Nasrani. Semi Ahli Kitab meliputi orang-orang Majusi dan para

penganut Dualisme. Kedua, para penduduk yang disebutnya “para penduduk

keinginan-keinginan (hawa nafsu) dan sekte-sekte” (ahl al-ahwa’ wal al-

nihal) yang meliputi orang-orang Shabi’ah, para filsuf, para penganut

pandangan-pandangan Arab Jahiliah, dan para penganut pandangan-

pandangan India.152 Jelaslah bahwa Al-Syahrastani mengkategorikan agama

150 Bahri, Wajah Studi Agama-Agama, Dari Era Teosofi Indonesia (1901-1940) Hingga

Masa Reformasi, h. 206. 151 Bahri, Wajah Studi Agama-Agama, Dari Era Teosofi Indonesia (1901-1940) Hingga

Masa Reformasi, h. 208. 152 Muhammad Abdul Karim Al-Syahrastani, Al-Milal wa al-Nihal, ed. Abdul Aziz

Muhhammad al-Wakil (Beirut: Dar al-Fikr, 1982), h. 36-37.

Page 85: AGAMA LANGIT DAN AGAMA BUMI DALAM PANDANGAN …

76

Hindu dan Buddha ke dalam ahl al-ahwa’ wal al-nihal yaitu orang yang

beragama berdasarkan hawa nafsunya. Tentu saja hal itu tidak dapat di terima

oleh umat Hindu, Buddha dan agama lainnya yang dikategorikan demikian.

Seperti yang sudah dijelaskan pada bab sebelumnya ketika Prof.

Kautsar berdikusi dengan seorang teman Hindu-nya pada awal 1980-an,

mengatakan bahwa temannya menolak anggapan bahwa Hinduisme bukan

agama wahyu tetapi agama alami, bila yang dimaksud dengan agama wahyu

adalah agama yang kitab sucinya diwahyukan oleh Tuhan kepada para nabi

atau para rasul-Nya, temannya mengatakan bahwa Veda adalah wahyu yang

diterima oleh para maharshi dari Tuhan.153

Demikian pula pada kitab suci agama Hindu, bila dilihat dari

tafsirnya yang dimasukkan ke dalamnya, dapat dibagi ke dalam dua

kelompok: kelompk kitab suci Veda dan kelompok kitab suci Nibanda.

Kedudukan kitab suci Veda lebih tinggi daripada kitab suci Nibanda karena

yang pertama kadar wahyunya lebih murni atau lebih tinggi daripada yang

kedua. Apa yang ditulis oleh para maharshi dalam kitab suci Veda lebih

banyak unsur wahyunya dengan sedikit tafsirnya, sedangkan apa yang

mereka tulis dalam kitab suci Nibanda lebih banyak ulasan dengan sedikit

sekali unsur wahyunya. Ketika menjelaskan arti Veda kedua pemuka agama

Hindu, I Gusti Ngurah Nala dan I Gusti Ketut Adia Wiratmaja seperti dikutip

oleh Prof. Kautsar mengatakan, Veda berarti ilmu pengetahuan atau dapat

pula berarti kata-kata yang diucapkan atau dinyanyikan, berupa mantra-

mantra. Kelompok kitab suci Veda ini dibagi berdasarkan atas penulisannya.

153 Noer, “Agama Langit versus Agama Bumi: Sebuah Telaah atas Klasifikasi Agama-

Agama”, h. 9.

Page 86: AGAMA LANGIT DAN AGAMA BUMI DALAM PANDANGAN …

77

Kitab yang langsung didengar oleh para maharshi berdasarkan wahyu yang

mereka terima disebut kitab suci Veda Sruti, sedangkan yang ditulis

kemudian berdasarkan ingatan dan disertai sedikit tafsir disebut kitab suci

Veda Smrti. Umat Hindu mempercayai bahwa Veda Sruti adalah wahyu dari

Tuhan yang diterima oleh para maharshi dengan cara mendengarnya

langsung dari Dia. Veda Sruti adalah murni wahyu dalam arti tidak tercampur

dengan tafsir. Adapun Veda Smrti adalah wahyu dari Tuhan yang tercampur

dengan sedikit tafsir yang ditulis kemudian oleh para maharshi berdasarkan

ingatan mereka.154

Kemudian seorang umat Hindu L. Narayana D. pada bab kedua

bukunya Mendebat Agama Langit; Membunuh Arogansi Dikotomi Ngawur

Agama Langit - Agama Bumi (2012), memaparkan sejarah adanya klasifikasi

Agama ke dalam “Agama Langit” dan “Agama Bumi” disebutkan oleh Dr.

H. M. Rasjidi, dalam bukunya yang berjudul “Empat Kuliah Agama Islam

untuk Perguruan Tinggi.” Menurutnya, penggolongan “Agama Langit” dan

“Agama Bumi” yang dibuat oleh para penganut yang mengaku “Agama

Langit” dilakukan dalam sudut pandang supremasi. Narayana juga

menegaskan bahwa hal ini merupakan suatu problem karena klasifikasi

agama ini merendahkan agama-agama yang digolongkan ke dalam “Agama

Bumi” dan meninggikan Agama Islam, Kristen dan Yahudi sebagai “Agama

Langit”. Lebih lanjut, Narayana mengatakan bahwa sikap supremasi seperti

ini menimbulkan efek psikologi yang buruk bagi penganut “Agama Bumi”

sehingga memudahkan kaum Dakwah Islam dan kaum Misionaris Kristen

154 Noer, “Agama Langit versus Agama Bumi: Sebuah Telaah atas Klasifikasi Agama-

Agama”, h. 9.

Page 87: AGAMA LANGIT DAN AGAMA BUMI DALAM PANDANGAN …

78

untuk mengajak umat “Agama Bumi” menjadi pemeluk “Agama Langit.”

Tentu saja klasifikasi ini menjadi klasifikasi yang normatif dan pendukung

klasifikasi ini adalah sebagian besar umat yang mengaku sebagai “Agama

Langit”.155

Senapas dengan Narayana seorang umat Hindu lainnya yang tidak

terima jika agama nya disebut sebagai “Agama Bumi” adalah Wayan Panca

Wirata. Ia memuat satu tulisan pada blog pribadinya tentang polemik

“Agama Bumi” (Ardhi) dan “Agama Langit” (Samawi) dengan mencoba

menampilkan beberapa ayat-ayat / surat-surat / mantra-mantra / sloka-sloka

mengenai persamaan kriteria “Agama Bumi” dan “Agama Langit”. Seperti

misalnya ia menulis bahwa kitab suci “Agama Langit” mengatakan jika

matahari beredar menurut garis edarnya atau orbitnya. “Dan Dialah yang

telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan. Masing-masing

dari keduanya itu beredar di dalam garis edarnya.” (Qs. Al-Anbiya’, 21:33).

“Dan matahari berjalan di tempat peredarannya. Demikianlah ketetapan

Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.” (Qs. Yaasin, 36:38).

“Maka berhentilah matahari dan bulan pun tidak bergerak, sampai bangsa

itu membalaskan dendam-nya kepada musuhnya. Bukankah hal itu telah

tertulis dalam Kitab Orang Jujur? Matahari tidak bergerak di tengah langit

dan lambat-lambat terbenam kira-kira sehari penuh.” (Yosua 10:13).

Begitupun menurut agama Hindu yang disebut sebagai “Agama Bumi” juga

memiliki kesamaan dalam wahyu Tuhan, “Bumi berbintik-bintik dan

bertempat tinggal di langit. Bumi berputar mengitari matahari yang

155 L. Narayana D., Mendebat Agama Langit: Membunuh Arogansi Dikotomi Ngawur

Agama Langit-Agama Bumi (Yogyakarta: Narayana Smrti Press. 2012), h. 16-17.

Page 88: AGAMA LANGIT DAN AGAMA BUMI DALAM PANDANGAN …

79

bagaikan Ayah.” (Yajurweda III.6). “Langit dan bumi bertumpu pada

porosnya dan berputar pada porosnya seperti sebuah roda.” (Rigweda X.

89.4).156

Dari penjelasan di atas, Wayan Panca Wirata memaparkan

persamaan antara “Agama Langit” dan “Agama Bumi” dilihat dari segi

wahyu yang diturunkan.

Menurut Mukti Ali, keadaan studi agama khususnya pada agama

Islam di Indonesia pada tahun 1950 dan 1960-an sangat lemah. Lemahnya

studi agama pada masa awal kemerdekaan disebabkan antara lain karena (1)

kurangnya bacaan ilmiah, (2) kurangnya kegiatan penelitian secara ilmiah,

(3) kurangnya diskusi akademis, (4) masih rendahnya penguasaan bahasa

asing seperti bahasa Arab dan bahasa Inggris, sementara relatif sedikit buku-

buku ilmu agama yang ditulis dalam bahasa Indonesia pada masa itu.157

Selain itu menurut Mukti Ali, terdapat juga beberapa faktor lain

yang menyebabkan lemahnya studi ilmiah pada masa awal kemerdekaan

seperti dikutip oleh Bahri, antara lain: Pertama, kehidupan keagamaan di

Indonesia pada masa itu masih mistik. Karena itu kehidupan keagamaan

model itu jauh dari pendekatan agama secara ilmiah. Kedua, pemikiran

ulama-ulama di Indonesia dalam Islam pada masa itu lebih banyak

ditekankan dalam fikih dan pendekatan yang bersifat normatif. Ketiga,

dengan kondisi itu muncullah reaksi di kalangan pemikir-pemikir Muslim di

Indonesia, seperti Profesor Harun Nasution yang menentang kehidupan

mistis dan menentang pendekatan bersifat normatif. Keempat, timbulnya

156 Diakses dari http://hindudamai.blogspot.co.id pada 24 November 2018. 157 Mukti Ali, Ilmu Perbandingan Agama: Sebuah Pembahasan tentang Methodos dan

Sistima (Yogyakarta: Yayasan Nida, 1969), h. 18-19.

Page 89: AGAMA LANGIT DAN AGAMA BUMI DALAM PANDANGAN …

80

semangat dakwah yang begitu hebat di Indonesia terutama setelah terjadi

pemberontakan komunis pada tahun 1965. Dengan pemberontakan itu umat

Islam menjadi sadar bahwa dakwah di Indonesia harus lebih ditingkatkan.

Kelima, dugaan bahwa ilmu Perbandingan Agama datang dari Barat. Karena

itu, umat Islam melihatnya dengan curiga.158

Di samping faktor-faktor yang menyebabkan lemahnya studi

ilmiah pada masa itu. Para penulis Muslim Indonesia dalam menjelaskan

sejarah dan telogi agama non-Islam banyak merujuk kepada ulama-ulama

Muslim, sehingga penelitiannya menjadi tidak objektif. Seperti misalnya

Abdullah Ali yang menyebut nama-nama penulis dan ulama Muslim

terkemuka seperti Moh. Syekh Abduh, Al Syahrastani, Ahmad Salaby,

Abdus Shabur Syahirin, Prof. Mustafa A. Rasyid, Abdul Mu’in, Zakiah

Darajat, Ash-Shadr, Ali Ibnu Hazm, Ahmas as-Sonhaji, Ahmad Ibnu

Taimiyah dan lain-lain. Serta karya mereka yang sudah di kenal baik di

kalangan kaum Muslimin. Abdullah Ali menggambarkan agama-agama non-

Islam persis (serupa) dengan gambaran para ulama dan penulis di atas. Oleh

karena itu, meskipun karya nya hadir di era digital dan pluralisme namun

terlihat masih sangat kental semangat dakwahnya.

Hal serupa juga terlihat pada karya Moh. Rifai Perbandingan

Agama (1983). Referensi atau rujukkan nya banyak yang berasal dari penulis

dan ulama Muslim sehingga ia cenderung membandingan agama non-Islam

dengan menampilkan keunggulan-keunggulan Islam serta mengkritik agama

lain dari sudut pandang Islam.

158 Bahri, Wajah Studi Agama-Agama, Dari Era Teosofi Indonesia (1901-1940) Hingga

Masa Reformasi, h. 187-188.

Page 90: AGAMA LANGIT DAN AGAMA BUMI DALAM PANDANGAN …

81

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian atas pokok permasalahan yang telah

dilakukan, maka dapat disimpulkan sejak periode 1962-2015 terdapat para

penulis Muslim yang menggunakan istilah “Agama Langit” dan “Agama

Bumi”. Tipologi “Agama Langit” dan “Agama Bumi” ini telah sejak lama

menjadi perbincangan dalam diskursus Perbandingan Agama atau Studi

Agama-Agama. Beberapa faktor penting perlu dikemukakan.

Pertama, pandangan umat Muslim di Indonesia pada tahun 1950-an

hingga akhir 1980-an berkutat kuat pada Teologi dan Fikih. Teologi dan Fikih

memberi pengaruh yang sangat kuat terhadap kaum Muslim di Indonesia karena

memiliki riwayat, silsilah, dan hubungan yang panjang terutama hubungan

intelektual dan emosional dengan ulama-ulama besar di Timur Tengah yang

menjadi Guru-Guru bagi ulama-ulama besar Nusantara. Selain itu, peristiwa

pemberontakan komunis yang terjadi pada 1948 dan 1965 membuat kaum

Muslim meningkatkan semangat dakwahnya karena paham komunisme

secara teologis dianggap umat Muslim saat itu sebagai kelompok yang

mengusung paham ateisme. Bersamaan dengan hal ini, sejak masa pra-

kemerdekaan hingga tahun 1970-an Indonesia juga dihinggapi isu-isu

kristenisasi yang membuat umat Islam dan Kristen saling serang. Oleh karena

itu, segala yang bersangkutan dengan kegiatan sosial-keagamaan dan

pendidikan pada masa itu haruslah bermuatan dakwah. Selanjutnya, yang

memperkuat tipologi “Agama Langit” dan “Agama Bumi” pada masa itu

Page 91: AGAMA LANGIT DAN AGAMA BUMI DALAM PANDANGAN …

82

yaitu anggapan bahwa Islam adalah agama yang sempurna. Al-islamu ya’lu

wala yu’la ‘alaih: “Islam senantiasa unggul, dan ia tidak akan terungguli”.

Itu merupakan sabda Rasul yang sampai sekarang sering kita dengar pada

setiap khutbah jum’at atau ceramah-ceramah oleh para da’i. Sabda Nabi

tersebut yang menjadikan umat Islam terus berpacu untuk semangat, dan

berlomba-lomba dalam kebaikan (fastabiqul khoirot) termasuk dalam

meningkatkan semangat dakwah.

Kedua, Pandangan para penulis Muslim tentang “Agama Langit”

dan “Agama Bumi” harus dilihat dalam konteks latar belakang pendidikan

dan aktivitas mereka, di antara mereka ada Akademisi, Da’i, Aktivis Muslim,

Guru, dll. Spektrum mereka inilah yang membuat mereka mendiskusikan

apakah betul ada tipologi “Agama Langit” dan “Agama Bumi”. Akademisi

murni seperi Prof. Kautsar Ashari Noer menolak adanya tipologi ini. Tanpa

disadari para sarjana Muslim telah mengadopsi pemikiran yang dibuat oleh

para teolog Kristen, karena kebutuhan para sarjana Muslim untuk melakukan

apologetika melawan agama-agama lain.

Selain faktor-faktor seperti semangat dakwah atau misionarisme,

pemahaman keagamaan yang normatif juga disebabkan oleh faktor lainnya

yaitu ilmu Perbandingan Agama dan metodenya yang belum dikenal dengan

baik pada masa itu, serta dianggap sebagai sesuatu yang dapat

membahayakan akidah. Figur Mukti Ali misalnya, sejak awal menyadari

bahwa ilmu Perbandingan Agama merupakan suatu disiplin ilmu yang

berusaha memahami aspek-aspek yang diperoleh dari sejarah agama,

kemudian menghubungkan atau membandingkan satu agama dengan agama

Page 92: AGAMA LANGIT DAN AGAMA BUMI DALAM PANDANGAN …

83

lainnya untuk menemukan struktur yang fundamental dari berbagai

pengalaman dan konsepsi keagamaan dengan cara menganalisis persamaan

dan perbedaan di antara agama-agama. Namun, beberapa kasus ia sendiri dan

murid-muridnya “terjebak” dalam mempraktikan ilmu Perbandingan Agama

dengan pendekatan teologis, sehingga muncullah penilaian yang normatif

atas suatu agama.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, maka saran yang dapat diajukan:

Pertama, agar mahasiswa, peneliti dan akademisi yang mempelajari

studi agama-agama dapat lebih memahami metode ilmiah studi agama-agama

dan tidak melakukan penilaian normatif terhadap suatu agama.

Kedua, banyak penulis Muslim di Indonesia yang “mengamini” atau

“mengiyakan” bahwa manfaat mempelajari studi agama-agama adalah untuk

berdakwah, hal itu tentu sangat bertentangan dengan semangat ilmiah yang

hendak dikembangkan. Oleh karena itu, harus diingat bahwa salah satu

manfaat dari studi agama yang mendalam adalah ditemukannya hubungan

yang erat di antara agama-agama yang berbeda.

Ketiga, referensi dalam penelitian mengenai studi agama-agama perlu

di perkaya lagi misalnya dengan merujuk pada penulis Barat atau non-Islam.

Agar penelitiannya tidak bersifat subyektif.

Keempat, mengundang peneliti selanjutnya untuk mengeksplorasi

aspek-aspek lain tentang tipologi “Agama Langit” dan “Agama Bumi” yang

belum didiskusikan dalam skripsi ini.

Page 93: AGAMA LANGIT DAN AGAMA BUMI DALAM PANDANGAN …

84

DAFTAR PUSTAKA

Agus, Bustanuddin. Agama-Agama dalam Kehidupan Manusia: Pengantar

Antropologi Agama. Jakarta: PT. Raja Grapindo Persada. 2006.

Al- Syahrastani, Muhammad Abdul Karim. Al-Milal wa al-Nihal. ed. Abdul Aziz

Muhhammad al-Wakil. Beirut: Dar al-Fikr. 1982.

Ali, Abdullah. Agama dalam Ilmu Perbandingan. Bandung: Nuansa Aulia. 2007.

Ali, H.A. Mukti. Agama-Agama di Dunia. Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga

Press. 1988.

______________, Bagaimana Menghampiri Isra’ Mi’radj Nabi Besar Muhammad

SAW atau Iman dan Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta: Yayasan

Nida. 1969.

______________, Etika Agama dalam Pembentukan Kepribadian Nasional.

Yogyakarta: Yayasan An-Nida. 1969.

______________, Ilmu Perbandingan Agama: Sebuah Pembahasan tentang

Methodos dan Sistima. Yogyakarta: Yayasan Nida. 1969.

Amaliyah. “Satu Tuhan Tiga Agama (Yahudi, Nasrani, Islam di Yerusalem).”

Religious: Jurnal Agama dan Lintas Budaya 1. No. 2. Maret 2017.

Anshari, Endang Saifuddin. Ilmu Filsafat dan Agama. Bandung: Penerbit Mizan.

1979.

_____________________, Agama dan Kebudayaan. Surabaya: Bina Ilmu. 1980.

Page 94: AGAMA LANGIT DAN AGAMA BUMI DALAM PANDANGAN …

85

Arikunto, Suharsini. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:

Rineka Cipta. 2002.

Aziz-us-Samad, Ulfat. Agama-Agama Besar Dunia terjemahanThe Great

Religions of The World. t.k., t.p., 1990.

Bahri, Media Zainul. Wajah Studi Agama-Agama, Dari Era Teosofi Indonesia

(1901-1940) Hingga Masa Reformasi. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar. 2015.

_________________, “Hubungan Esensial Agama-Agama: Teologi dan Etika.”

Tajdid, Vol. XIII. No. 2. Juli-Desember 2014.

D. L. Narayana. Mendebat Agama Langit: Membunuh Arogansi Dikotomi

Ngawur Agama Langit-Agama Bumi. Yogyakarta: Narayana Smrti

Press. 2012.

Darajat, Zakiyah. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: Bulan Bintang. 2005.

Daya, Burhanuddin. “Sejarah Agama-Agama: Beberapa Pengertian.” ed.,

Djam’annuri. Agama Kita: Perspektif Sejarah Agama-Agama:

Sebuah Pengantar. Yogyakarta: Kurnia Kalam Semesta. 2000.

Emzir. Metodologi Penelitian Kualitatif: Analisis Data. Jakarta: Rajawali Pers.

2011.

Gazalba, Sidi. Sistematika Filsafat. Jakarta: Bulan Bintang. 1976.

Geertz, Cliffort. Kebudayaan dan Agama. Yogyakarta: Kanisius. 1992.

Hadidjah. “Hubungan Antara Nabi dengan Agama Samawi.” Jurnal Hunafa. Vol.

3 No. 4. Desember 2006.

Page 95: AGAMA LANGIT DAN AGAMA BUMI DALAM PANDANGAN …

86

Hakim, Agus. Perbandingan Agama (Bandung: CV. Penerbit Diponegoro. Cet. 4.

1985).

Hanafi, Imam. “Eksklusivisme, Inklusivisme dan Pluralisme: Membaca Pola

Keberagamaan Umat Beriman.” Al-Fikra: Jurnal Ilmiah

Keagamaan. Vol. 10. No. 2. Juli-Desember 2011.

Hasyim, Umar. Toleransi dan Kemerdekaan Beragama dalam Islam Menuju

Dialog dan Kerukunan Antar Agama. Surabaya: PT. Bina Ilmu.

1979.

Husin, Khairah. “Peran Mukti Ali dalam Pengembangan Toleransi Antar Agama

di Indonesia.” Jurnal Ushuluddin. Vol. XXI. No. 1. Januari 2014.

Ishomuddin. Pengantar Sosiologi Agama. Jakarta: Ghalia Indonesia. 2002.

Ismail, Faisal. Paradigma Kebudayaan Islam, Studi Kritis dan Refleksi Historis.

Yogyakarta: Titian Ilahi Press 1996.

Kamirudin. “Fungsi Sosiologis Agama (Studi Profan dan Sakral Menurut Emile

Durkheim).” Media Ilmiah Komunikasi Umat Beragama. Vol. 3

No. 2. Juli-Desember 2011.

Khotimah. “Agama dan Civil Society.” Jurnal Ushuluddin Vol. XXI. No. 1.

Januari 2014.

Koentjaraningrat. Pengantar Antropologi. Jakarta: UI Press. 1964.

Marzuki. Pembinaan Karakter Mahasiswa melalui Pendidikan Agama Islam di

Perguruan Tinggi Umum. Yogyakarta: Penerbit Ombak. 2012.

Mastur, A. Halim. Diktat Perbandingan Agama. t.k., t.p., 1970.

Page 96: AGAMA LANGIT DAN AGAMA BUMI DALAM PANDANGAN …

87

Morris, Brian. Antropologi Agama: Kritik Teori-Teori Agama Kontemporer.

Yogyakarta: AK Group. 2003.

Nala, I. Gst. Ngurah dan I. G.K. Adia Wiratmadja. Murddha Agama Hindu.

Denpasar: Upada Sastra. 1995.

Nasution, Harun. Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya. Jakarta: Penerbit

Universitas Indonesia. 1986.

Nawawi, Hadari dan Martini Hadari. Penelitian Terapan. Yogyakarta: Gajah

Mada University Press. 1996.

Noer, Kautsar Azhari. “Agama Langit versus Agama Bumi: Sebuah Telaah atas

Klasifikasi Agama-Agama”. Titik temu, Jurnal dialog peradaban

3. No. 2. 2011.

Nurlidiawati “Sejarah Agama-Agama (Studi Historis tentang Agama Kuno Masa

Lampau.” Jurnal Rihlah. Vol. III. No. 1 Oktober 2015.

Putra, Ngakan Putu. “Pemikiran Agama Langit dan Agama Bumi Dikotomi Tak

Tahu Diri.” Majalah Media Hindu. Edisi 35. Januari 2007.

Rahmad, Dadang. Metode Penelitian Agama. Bandung: CV. Pustaka Setia. 2000.

Rasjidi, H.M. Empat Kuliah Agama Islam pada Perguruan Tinggi. Jakarta: Bulan

Bintang. Cet. 7. 1992.

___________, Koreksi Terhadap Dr. Harun Nasution Tentang “Islam Ditinjau

dari Berbagai Aspeknya.” Jakarta: Bulan Bintang. 1977.

Rifai, Moh. Perbandingan Agama. Semarang: Wicaksana. 1983.

Smith, Huston. Agama-Agama Manusia, terj. Saafroedin Bahar. Jakarta: Yayasan

Obor Indonesia. 2001.

Page 97: AGAMA LANGIT DAN AGAMA BUMI DALAM PANDANGAN …

88

Sururin. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2004.

Sutanto, Hasan. Hermeneutik: Prinsip dan Metode Penafsiran Alkitab. Malang:

Seminari Alkitab Asia Tenggara. 1993.

Thalhas. Pengantar Study Perbandingan Agama. Jakarta: Galura Pase. 2006.

Yewangoe. Agama dan Kerukunan. Jakarta: Gunung Mulia. 2009.

Sumber lain

https://kbbi.web.id/agama (diakses pada tanggal 1 September 2018).

Uzairsuhaimi.wordpress.com: Silsilah Agama Samawi: Perspektif Al-Qur’an

(diakses pada tanggal 29 Agustus 2018).

https://id.wikipedia.org/wiki/Agama_Yahudipada tanggal (diakses pada tanggal

23 September 2018).

Lisma Mubdi, https://www.e-jurnal.com/2013/11/pengertiani-agama-samawi-dan-

agama-ardhi.html (diakses pada tanggal 22 September 2018).

https://tafsirweb.com/3321-surat-yunus-ayat-47.html (diakses pada tanggal 24

Juni 2019).

https://tafsirq.com/16-an-nahl/ayat-36 (diakses pada tanggal 24 Juni 2019).

Page 98: AGAMA LANGIT DAN AGAMA BUMI DALAM PANDANGAN …

89