after care ket

28
BAB I PENDAHULUAN Kehamilan ektopik merupakan masalah yang besar bagi wanita yang sedang dalam usia reproduktif. Hal ini merupakan hasil dari kesalahan dalam fisiologi reproduksi manusia yang membiarkan hasil konseptus untuk berimplantasi dan matang diluar kavitas endometrium, yang secara langsung akan berakhir pada kematian fetus. Tanpa diagnosis dan penatalaksanaan yang tepat, kehamilan ektopik ini dapat menjadi keadaan yang membahayakan jiwa. Kehamilan ektopik dapat mengalami abortus atau ruptur pada dinding tuba dan peristiwa ini disebut sebagai kehamilan ektopik terganggu. Kehamilan ektopik menjadi penyebab utama kematian yang berhubungan dengan kehamilan dalam trimester pertama kehamilan di Amerika Serikat. Dengan terjadinya keadaan sakit yang tiba-tiba akibat kehamilan ektopik, masa depan kemampuan wanita untuk hamil kembali dapat terpengaruh menjadi buruk. 1 Insiden kehamilan ektopik terganggu semakin meningkat pada semua wanita terutama pada mereka yang berumur lebih dari 30 tahun. Selain itu, adanya kecenderungan pada kalangan wanita untuk menunda kehamilan sampai usia yang cukup lanjut menyebabkan angka kejadiannya semakin berlipat ganda. Menurut hasil penelitian yang dilakukan Cuningham pada tahun 1992 dilaporkan kehamilan ektopik terganggu ditemukan 19,7 dalam 100 persalinan. 2 Kehamilan ektopik pertama kali diungkapkan pada abad ke-11, dan, sampai pertengahan abad ke-18, biasanya berakibat fatal. John Bard melaporkan satu intervensi bedah yang berlangsung sukses untuk mengobati sebuah kehamilan ektopik di New York pada tahun 1759. Angka keselamatan pada awal abad ke-19 sangat kecil, satu laporan mengatakan hanya 5 dari 30 yang dapat selamat dari operasi abdominal. Menariknya, angka keselamatan pasien yang tidak diobati 1 dari 3. 1 Pada permulaan abad ke-20, kemajuan pesat dalam ilmu anestesi, antibiotik, dan transfuse darah berperan dalam menurunkan angka kematian ibu. Pada awal pertengahan abad ke-20, tercatat 200-400 kematian per 10.000 kasus. Sejak tahun 1970, Centers for Disease Control and Prevention (CDC) mulai mencatat dan membuat statistik mengenai kehamilan ektopik, dilaporkan terdapat 17.800 kasus. Pada tahun 1992, angka kehamilan ektopik meningkat menjadi 108.000 kasus. Namun, angka kematian menurun dari 35,5 per 10.000 kasus pada tahun 1970 menjadi 2,6 per 10.000 kasus pada tahun 1992. 1

Upload: reza-angga-pratama

Post on 31-Jan-2016

29 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

hhjjhj

TRANSCRIPT

Page 1: After Care KET

BAB I

PENDAHULUAN

Kehamilan ektopik merupakan masalah yang besar bagi wanita yang sedang dalam usia

reproduktif. Hal ini merupakan hasil dari kesalahan dalam fisiologi reproduksi manusia yang

membiarkan hasil konseptus untuk berimplantasi dan matang diluar kavitas endometrium, yang

secara langsung akan berakhir pada kematian fetus. Tanpa diagnosis dan penatalaksanaan yang

tepat, kehamilan ektopik ini dapat menjadi keadaan yang membahayakan jiwa. Kehamilan

ektopik dapat mengalami abortus atau ruptur pada dinding tuba dan peristiwa ini disebut sebagai

kehamilan ektopik terganggu.

Kehamilan ektopik menjadi penyebab utama kematian yang berhubungan dengan

kehamilan dalam trimester pertama kehamilan di Amerika Serikat. Dengan terjadinya keadaan

sakit yang tiba-tiba akibat kehamilan ektopik, masa depan kemampuan wanita untuk hamil

kembali dapat terpengaruh menjadi buruk.1 Insiden kehamilan ektopik terganggu semakin

meningkat pada semua wanita terutama pada mereka yang berumur lebih dari 30 tahun. Selain

itu, adanya kecenderungan pada kalangan wanita untuk menunda kehamilan sampai usia yang

cukup lanjut menyebabkan angka kejadiannya semakin berlipat ganda.

Menurut hasil penelitian yang dilakukan Cuningham pada tahun 1992 dilaporkan kehamilan

ektopik terganggu ditemukan 19,7 dalam 100 persalinan.2 Kehamilan ektopik pertama kali

diungkapkan pada abad ke-11, dan, sampai pertengahan abad ke-18, biasanya berakibat fatal.

John Bard melaporkan satu intervensi bedah yang berlangsung sukses untuk mengobati sebuah

kehamilan ektopik di New York pada tahun 1759. Angka keselamatan pada awal abad ke-19

sangat kecil, satu laporan mengatakan hanya 5 dari 30 yang dapat selamat dari operasi

abdominal. Menariknya, angka keselamatan pasien yang tidak diobati 1 dari 3.1Pada permulaan

abad ke-20, kemajuan pesat dalam ilmu anestesi, antibiotik, dan transfuse darah berperan dalam

menurunkan angka kematian ibu. Pada awal pertengahan abad ke-20, tercatat 200-400 kematian

per 10.000 kasus. Sejak tahun 1970, Centers for Disease Control and Prevention (CDC) mulai

mencatat dan membuat statistik mengenai kehamilan ektopik, dilaporkan terdapat 17.800 kasus.

Pada tahun 1992, angka kehamilan ektopik meningkat menjadi 108.000 kasus. Namun, angka

kematian menurun dari 35,5 per 10.000 kasus pada tahun 1970 menjadi 2,6 per 10.000 kasus

pada tahun 1992.1

Page 2: After Care KET

BAB II

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. S

Usia : 30 tahun

Agama : Islam

Alamat : Dusun Jarakan RT 002/001 Gondangsari, Kec.Pakis, Magelang

Status Obstetri : G 3 P 1 A 1

Tanggal masuk : Jumat, 28 Agustus 2015, Pukul 09:17 WIB

ANAMNESIS

Keluhan Utama

Perdarahan sejak 20 hari yang lalu

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke RST dr. Soedjono Magelang dengan keluhan perdarahan sejak 20 hari yang

lalu. Pasien mengaku perdarahan disertai dengan gumpalan – gumpalan. Nyeri dibagian perut

bawah (+), mual (-), muntah (+).

HPHT : 7 Juli 2015

HPL : 14 April 2016

Usia kehamilan : 7 minggu 3 hari

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat penyakit tekanan darah tinggi, penyakit jantung, asma, kencing manis disangkal, pasien

mengaku memiliki riwayat alergi susu dengan rekasi gatal-gatal di seluruh tubuh

Riwayat Obstetri

- Anak I : Lahir spontan tahun 2012, perempuan, BB 180000 grm, meninggal usia

7bulan

Riwayat Kontrasepsi

- KB Suntik per3 bulan

Riwayat Menstruasi

Menarche kelas 2 smp, teratur 3-4 hari, riwayat nyerti haid disangkal

Page 3: After Care KET

Riwayat Pernikahan

Usia perkawinan 5 tahun

PEMERIKSAAN FISIK

- Keadaan Umum : Baik

- Kesadaran : Compos mentis

- Vital Sign

- Tekanan Darah : 100/60 mmHg

- Nadi : 68x/menit

- Suhu : 37,1 C

- Pernapasan : 18x/menit

- Berat badan : 45 kg

- Tinggi badan : 155 cm

Status Generalis

- Kepala

- Bentuk : Normocephal, simetris

- Rambut : Distribusi merata, tidak mudah dicabut

- Mata : Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-).

- Telinga : Aurikuler dalam batas normal.

- Hidung : Sekret (-), darah (-), deviasi septum (-)

- Mulut : Bibir tidak sianosis, faring hiperemis (-), tonsil T1-T1 tenang

- Leher : KGB teraba (-) , kelenjar tiroid tidak membesar, JVP 5+0

cmH2O

- Thorax

- Cor

Inspeksi : Ictus cordis tak tampak.

Palpasi : Ictus cordis tidak teraba

Perkusi : Batas pinggang jantung ICS III parasternal kiri

Batas kiri jantung : ICS V midklavikularis kiri

Batas kanan jantung : ICS V midstrenalis kanan

Auskultasi : BJ I-II reguler, murmur(-), gallop (-)

Page 4: After Care KET

- Pulmo

Inspeksi : Dinding dada simetris. retraksi interkostal (-), tidak ada

gerakan napas yang tertinggal

Palpasi : Vokal fremitus paru kanan = kiri normal

Perkusi : Hipersonor pada kedua lapang paru

Auskultasi : Suara dasar : Vesikuler +/+

Suara tambahan : Ronkhi basah kasar (-/-), wheezing (-/ -)

- Pemeriksaan Abdomen

Inspeksi : Datar

Auskultasi : Bising Usus (+) normal

Palpasi : Nyeri tekan (+)

Perkusi : Tympani (+)

- Pemeriksaan Extremitas

Superior : Edema (-/-), akral hangat (+), CRT < 2 detik

Inferior : Edema (-/-), akral hangat (+), CRT < 2 detik

PEMERIKSAAN OBSTETRI

- TFU : - cm

- TBJ : - gram

- DJJ : -

- Pemeriksaan Leopold : -

- Vaginal toucher (VT) : Mukosa vagina licin, portio tebal lunak, nyeri goyang porsio,

darah (+), lendir (-)

PEMERIKSAAN PENUNJANG

- Pemeriksaan PP test

PP positif

- Pemeriksaan Lab 28 – 8 – 2015

- Hb 10,6 gr/dl

- Leukosit 7900/ ul

- HCT 31,5 %

Page 5: After Care KET

- Trombosit 210 x 109/

- Eritosit 11.6x 106

- MCV 98.6 L

- MCH 31.5

- Pemeriksaan USG 28 – 8 – 2015

Perdarahan di rongga abdomen kehamilan ektopik ec rupture tuba

ASSESSMENT

- Kehamilan ektopik ec rupture tuba

RENCANA TINDAKAN

- Informed consent tentang keadaan ibu dan rencana terapi yang akan dilakukan.

- Pasien dirawat inap dan tirah baring

- Infus RL 20 tpm

- Inj. Ceftiaxon

- Inj. Ketorolac

- Direncanakan dilakukan salpingektomi jam 12.00

Catatan Perkembangan Pasien

Tanggal

S

O

A

P

28-08-15 Nyeri (+)

pada luka

post op

KU/KES: Sedang, CM

T : 90/70 mmHg

N : 93 x/menit

R : 20 x/menit

S : 36°C

Perdarahan (-)

Luka operasi (+)

KET

Nonfarmakologi

- Bed rest

Farmakologi

- Infus RL

- Ketorolac

- Ciprofloxacin 2

x 500 mg

Page 6: After Care KET

29-08-15 Nyeri (+)

pada luka

post op

berkurang

KU : Sedang, CM

T : 100/70 mmHg

N : 78 x/menit

R : 18 x/menit

S : 36°C

Perdarahan (-)

Mobilisasi duduk (+)

Luka operasi (+)

Pemeriksaan Lab 29 –

8 – 2015

- Hb 9.1 gr/dl

- Leukosit 6.400/ ul

- HCT 26.5 %

- Trombosit 271 x

109/

- Eritosit 11.6x 106

- MCV 94 L

- MCH 92.9

KET

Farmakologi

- Infus RL

- Asam

Mefenamat

3x500

- Ciprofloxacin 2

x 500 mg

30-08-15 - KU : Sedang, CM

T : 110/80 mmHg

N : 80 x/menit

R : 20 x/menit

S : 37°C

Perdarahan (-)

Mobilisasi jalan (+)

Luka operasi (+)

KET

- Pasien

diperbolehkan

pulang

- Edukasi

personal

- Terapi pulang

Page 7: After Care KET

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 DEFINISI

Kehamilan ektopik adalah semua kehamilan dimana sel telur yang dibuahi oleh

spermatozoa berimplantasi dan tumbuh diluar endometrium kavum uterus.1,3,4,5,6,11,12 Sedangkan

Kehamilan Ektopik Terganggu ialah kehamilan ektopik yang mengalami abortus atau ruptur

apabila masa kehamilan berkembang melebihi kapasitas ruang implantasi misalnya tuba.

Berdasarkan tempat implantasinnya, kehamilan ektopik dapat dibagi dalam beberapa golongan:4

• Tuba Fallopii

• Uterus (diluar endometrium kavum uterus)

• Ovarium

• Intraligamenter

• Abdominal

• Kombinasi kehamilan didalam dan diluar uterus

Berdasarkan penggolongan diatas, maka kehamilan ektopik paling sering terjadi di Tuba (

97% ), yang mana 55% muncul di pars ampullaris, 25% di isthmus, dan 17 % di fimbriae. Sisa 3

% berlokasi di uterus, ovarium, abdominal, dan intraligamenter, dimana sekitar 2-2,5% muncul

di kornua uterus.1,,3,5,6,7

Gambar 1 : Lokasi terjadinya kehamilan ektopik

Page 8: After Care KET

Ada beberapa pendapat yang menggolongkan kehamilan ektrauterin, namun pendapat ini

tidaklah tepat karena kehamilan di kornu, servik uterus termasuk dalam kehamilan ektopik.4,5

3. 2 EPIDEMIOLOGI

Insiden dari kehamilan ektopik digambarkan dalam berbagai macam cara pada beberapa

literature. Denominator yang paling umum digunakan adalah jumlah konsepsi yang dikenali,

yang mana digambarkan sebagai jumlah kehamilan ektopik per 1000 konsepsi. Denominator

lainnya adalah jumlah wanita dalam usia produktif, yang digambarkan sebagai jumlah kehamilan

ektopik per 10.000 wanita dalam rentang usia 14-44 tahun, dan jumlah total kelahiran yang

digambarkan sebagai jumlah kehamilan ektopik per 1000 kelahiran.1

Akan sangat baik bila dapat menghitung insiden kehamilan ektopik per 1000 total

konsepsi. Namun, bagaimanapun juga, sejak abortus spontaneous dan banyak abortus yang

direncanakan tidak dilaporkan, denominator itu selalu lebih kecil dibandingkan dengan angka

yang sebenarnya, dan juga sejak kehamilan ektopik asimptomatis yang tidak diketahui sehingga

tidak dilaporkan. Hal ini mengakibatkan insiden kehamilan ektopik per 1000 total konsepsi yang

sebenarnya tidak akan dapat diukur secara tepat. Jumlah insiden yang dilaporkan di literature,

bagaimanapun juga, merupakan perkiraan yang baik dan, sejak metodologi yang digunakan sama

, maka dapat dibandingkan secara tepat.7

Di Indonesia, berdasarkan laporan dari Biro Pusat Statistik Kesehatan diketahui bahwa

pada tahun 2007 terdapat 20 kasus setiap 1.000 kehamilan menderita kehamilan ektopik atau

0,02%. (BPS Kesehatan, 2007). Di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) pada tahun

2007 terdapat 153 kehamilan ektopik diantara 4007 persalinan, atau 1 diantara 26 persalinan.13

3.3 ETIOLOGI

Etiologi kehamilan ektopik telah banyak diselidiki, namun sebagian besar penyebabnya

masih tidak diketahui. Pada tiap kehamilan akan dimulai dengan pembuahan didalam ampulla

tuba, dan dalam perjalanan kedalam uterus telur mengalami hambatan sehingga pada saat nidasi

masih berada di tuba, atau nidasinya di tuba dipermudah.1,3,7

Resiko terjadinya kehamilan ektopik ini meningkat dengan adanya beberapa faktor,

termasuk riwayat infertilitas, riwayat kehamilan ektopik sebelumnya, operasi pada tuba, infeksi

Page 9: After Care KET

pelvis, paparan Diethylstil-bestrol (DES), penggunaan IUD, dan fertilisasi in vitro pada penyakit

tuba. Faktor-faktor ini mungkin berbagi mekanisme umum yang dapat berupa mekanisme

anatomis, fungsional, atau keduanya. Pastinya, sangat sulit untuk menilai penyebab dari

implantasi ektopik dengan tidak adanya alat pendeteksi kelainan tuba. 7

Normalnya, seperti disebut diatas, sel telur dibuahi di tuba fallopii dan berjalan kedalam

tuba ketempat implantasi. Mekanisme apapun yang mengganggu fungsi normal dari tuba fallopii

selama proses ini meningkatkan resiko terjadinya kehamilan ektopik.7,10

Kehamilan ovarium dapat terjadi apabila spermatozoa memasuki folikel de Graaf yang

baru pecah dan membuahi sel telur yang masih tinggal dalam folikel, atau apabila sel telur yang

dibuahi bernidasi di daerah endometriosis di ovarium. Kehamilan intraligamenter biasanya

terjadi sekunder dari kehamilan tuba atau kehamilan ovarial yang mengalami rupture dan

mudigah masuk di antara 2 lapisan ligamentum latum. Kehamilan servikal berkaitan dengan

faktor multiparitas yang beriwayat pernah mengalami abortus atau operasi pada rahim termasuk

seksio sesarea. Sedangkan kehamilan abdominal biasanya terjadi sekunder dari kehamilan tuba,

walau ada yang primer terjadi di rongga abdomen.4

Secara ringkas dapat dipisahkan faktor-faktor pada tuba yang dapat mendukung

terjadinya kehamilan ektopik :3

1. Faktor dalam lumen tuba :

a) Endosalpingitis dapat menyebabkan perlengketan endosalping, sehingga lumen

tuba menyempit atau membentuk kantong buntu;

b) Lumen tuba sempit dan berlekuk-lekuk yang dapat terjadi pada hipoplasia uteri.

Hal ini dapat disertai kelainan fungsi silia endosalping;

c) Lumen tuba sempit yang diakibatkan oleh operasi plastik tuba dan sterilisasi yang

tidak sempurna.

Page 10: After Care KET

Gambar 2 : Gambaran mikroskopik dari saluran tuba

2. Faktor pada dinding tuba :

a) Endometriosis tuba, dapat memudahkan implantasi telur yang dibuahi dalam tuba;

b) Divertikel tuba kongenital atau ostium assesorius tubae dapat menahan telur yang

dibuahi ditempat itu.

3. Faktor diluar dinding tuba :

a) Perlekatan peritubal dengan distorsi atau lekukan tuba dapat menghambat

perjalanan telur;

b) Tumor yang menekan dinding tuba dapat menyempitkan lumen tuba.

4. Faktor lain :

a) Migrasi luar ovum, yaitu perjalanan dari ovum kanan ke tuba kiri- atau

sebaliknya- dapat memperpanjang perjalanan telur yang dibuahi ke uterus.

Pertumbuhan telur yang terlalu cepat dapat menyebabkan implantasi premature;

b) Fertilisasi in vitro.

Diantara faktor-faktor tersebut diatas, salpingitis akut merupakan penyebab utama.

Sequele morfologik berpengaruh pada setengah dari episode awal kehamilan ektopik. Tempat

keluar ovum pada ovulasi di ovarium juga disinyalir mempunyai peran dalam kehamilan ektopik.

Ovulasi yang berasal dari arah kontralateral dari ovarium telah dianggap sebagai penyebab dari

terlambatnya transport blastokist, dan oleh Breen, dilaporkan bahwa ovulasi dari arah

kontralateral ditemukan pada sepertiga dari gestasi tuba yang diobati dengan laparatomi.

Bagaimanapun juga, Saito dkk. mengamati bahwa bagian dari tuba dimana terjadi implantasi

Page 11: After Care KET

pada wanita dengan kehamilan ektopik adalah sama pada apakah korpus luteum berada di

ipsilateral atau kontralateral. Jika transmigrasi adalah salah satu faktor, hipotesis dari mereka

adalah ada banyak insiden terjadinya kehamilan di distal tuba dengan ovulasi dari kontralateral

ovarium.8

Penyebab lain yang lebih fisiologik adalah ketidakseimbangan hormonal, yang mana

peningkatan kadar estrogen atau progesterone yang beredar dapat merusak kontraktilitas normal

tuba. Kenaikan rata-rata kehamilan ektopik dilaporkan terjadi pada wanita yang digambarkan

secara fisiologis dan farmakologis mempunyai kadar progestin yang meningakat. Secara

iatrogenik, dapat terjadi peningkatan estrogen dan progesterone setelah induksi ovulasi baik itu

dengan clomiphene citrate atau human menopausal gonadotrophins, dan dilaporkan terjadi

kenaikan angka kehamilan ektopik pada wanita dengan perlakuan seperti itu. Kemungkinan

penyebab lainnya adalah perkembangan embrionik yang abnormal. Stratford memeriksa 44

konseptus dari gestasi ektopik dengan mikrodiseksi dan potongan histologik dan menemukan

sekitar duapertiga abnormal dan setengahnya mempunyai banormalitas structural umum.

Kelainan abnormal-abnormal ini dapat mengganggu transport normal di tuba.7

Tatum dan Schmidt menyimpulkan bahwa kehamilan yang mucul yang dikarenakan

kegagalan beberapa metode kontrasepsi mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk menjadi

ektopik dibandingkan pada wanita yang hamil karena tidak memakai alat kontrasepsi. Wanita

yang menjadi hamil sewaktu memakai IUD Copper T380 atau kontrasepsi oral progestin saja,

mempunyai kemungkinan 5% lebih tinggi untuk mengalami kehamilan ektopik. Wanita yang

menjadi hamil selama memakai progesterone-releasing IUD bahkan lebih tinggi, sekitar 25%,

bahkan bila dibandingkan dengan wanita yang tidak memakai alat kontrasepsi sama sekali,

kemungkinan terjadi kehamilan ektopik lebih besar dua lipat. Hal ini disebabkan progesterone

menghambat kontraksi tuba.8

Walaupun pada banyak laporan yang mengatakan bahwa riwayat aborsi yang diinduksi

meningkatkan resiko terjadinya kehamilan ektopik, Levin dkk. menunjukkan metode statistik

yang digunakan untuk mengontrol efek dari faktor-faktor resiko, riwayat dari satu aborsi yang

diinduksi tidak meningkatkan secara bermakna kemungkinan terjadi kehamilan ektopik. Efek itu

baru akan nyata bila sudah dua atau lebih aborsi.7

Page 12: After Care KET

3.4 PATOFISIOLOGI

Kebanyakan dari kehamilan ektopik berlokasi di tuba fallopii. Tempat yang paling umum

terjadi adalah pada pars ampullaris, sekitar 80 %. Kemudian berturut-turut adalah isthmus (12%),

fimbriae (5%), dan bagian kornu dan daerah intersisial tuba (2%), dan seperti yang disebut pada

bagian diatas, kehamilan ektopik non tuba sangat jarang.1,3.8. Kehamilan pada daerah intersisial

sering berhubungan dengan kesakitan yang berat, karena baru mengeluarkan gejala yang muncul

lebih lama dari tipe yang lain, dan sulit di diagnosis, dan biasanya menghasilkan perdarahan

yang sangat banyak bila terjadi rupture.8

Proses implantasi ovum yang dibuahi, yang terjadi di tuba pada dasarnya sama dengan

halnya di kavum uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumner atau interkolumner. Pada yang

pertama telur berimplantasi pada ujung atau sisi jonjot endosalping. Perkembangan telur

selanjutnya dibatasi oleh kurangnya vaskularisasi dan biasanya telur mati secara dini dan

diresorbsi. Pada nidasi secara interkolumner telur bernidasi antara 2 jonjot endosalping. Setelah

tempat nidasi tertutup, maka telur dipisahkan dari lumen tuba oleh lapisan jaringan yang

menyerupai desidua dan dinamakan pseudokapsularis. Karena pembentukan desidua di tuba

tidak sempurna malahan kadang-kadang tidak tampak, dengan mudah villi korialis menembus

endosalping dan masuk dalam lapisan otot-otot tuba dengan merusak jaringan dan pembuluh

darah. Perkembangan janin selanjutnya bergantung pada beberapa faktor, seperti tempat

implantasi, tebalnya dinding tuba, dan banyaknya perdarahan yang terjadi oleh invasi trofoblas.8

Dibawah pengaruh hormon estrogen dan progesteron dari korpus luteum gravidatis dan

trofoblas, uterus menjadi besar dan lembek, dan endometrium dapat pula berubah menjadi

desidua. Dapat ditemukan pula perubahan-perubahan pada endometrium yang disebut fenomena

Arias-Stella. Sel epitel membesar dengan intinya hipertrofik, hiperkromatik, lobuler, dan

berbentuk tidak teratur. Sitoplasma sel dapat berlubang-lubang atau berbusa, dan kadang-kadang

ditemukan mitosis. Perubahan ini hanya terjadi pada sebagian kehamilan ektopik.

Terdapat beberapa kemungkinan yang dapat terjadi pada kehamilan ektopik dalam tuba.

Karena tuba bukan merupakan tempat yang baik untuk pertumbuhan hasil konsepsi, tidak

mungkin janin dapat tumbuh secara utuh seperti di uterus. Sebagian besar kehamilan tuba

terganggu pada umur kehamilan antara 6 minggu sampai 10 minggu.3 Kemungkinan itu antara

lain :3,11

Page 13: After Care KET

1. Hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi

Pada implantasi secara kolumner, ovum yang dibuahi cepat mati karena vaskularisasi

kurang, dan dengan mudah terjadi resorbsi total. Dalam keadaan ini penderita tidak

mengeluh apa-apa, hanya haidnya saja yang terlambat untuk beberapa hari.

2. Abortus tuba

Perdarahan yang terjadi karena pembukaan pembuluh-pembuluh darah oleh villi koriales

pada dinding tuba di tempat implantasi dapat melepaskan mudigah dari koriales pada

dinding tersebut bersama-sama dengan robeknya pseudokapsularis. Pelepasan ini dapat

terjadi sebagian atau seluruhnya, tergantung dari derajat perdarahan yang timbul. Bila

pelepasan menyeluruh, mudigah dengan selaputnya dikeluarkan dalam lumen tuba dan

kemudian didorong oleh darah kearah ostium tuba abdominale. Frekuensi abortus dalam

tuba tergantung pada implantasi telur yang dibuahi. Abortus tuba lebih umum terjadi

pada kehamilan tuba pars ampullaris, sedangkan penembusan dinding tuba oleh villi

koriales kea rah peritoneum biasanya terjadi pada kehamilan pars isthmika. Perbedaan ini

disebabkan karena lumen pars amoullaris lebih luas, sehingga dapat mengikuti lebih

mudah pertumbuhan hasil konsepsi dibandingkan dengan bagian isthmus dengan lumen

sempit.

Pada pelepasan hasil konsepsi yang tidak sempurna pada abortus, perdarahan

akan terus berlangsung, dari sedikit-sedikit oleh darah, sampai berubah menjadi mola

kruenta. Perdarahan akan keluar melalui fimbriae dan masuk rongga abdomen dan

terkumpul secara khas di kavum Douglas dan akan membentuk hematokel retrouterina.

Bila fimbriae tertutup, tuba fallopii dapat membesar karena darah dan membentuk

hematosalping.

3. Ruptur tuba

Penyusupan, dan perluasan hasil konsepsi dapat mengakibatkan rupture pada

saluran lahir pada beberapa tempat. Sebelum metode pengukuran kadar korionik

gonadotropin tersedia, banyak kasus kehamilan tuba berakhir pada trimester pertama oleh

rupture intraperitoneal. Pada kejadian ini lebih sering terjadi bila ovum berimplantasi

pada isthmus dan biasanya muncul pada kehamilan muda, sedangkan bila berimplantasi

di pars intersisialis, maka muncul pada kehamilan yang lebih lanjut. Ruptur dapat terjadi

secara spontan, atau karena trauma ringan seperti koitus atau pemeriksaan vagina.

Page 14: After Care KET

Gambar 3 : Ruptur tuba

Ruptur sekunder dapat terjadi bila terjadi abortus dalam tuba dan ostium tuba

tertutup. Dalam hal ini dinding tuba yang sudah menipis karena invasi dari trofoblas,

akan pecah karena tekanan darah dalam tuba. Kadang-kadang ruptur terjadi diarah

ligamentum latum dan terbentuk hematoma intraligamenter. Jika janin hidup terus,

terdapat kehamilan intraligamenter. Pada ruptur ke rongga perut, seluruh janin dapat

keluar dari tuba, tetapi bila robekan kecil, perdarahan terjadi tanpa hasil konsepsi

dikeluarkan dari tuba. Bila pasien tidak mati dan meninggal karena perdarahan, nasib

janin bergantung pada kerusakan yang diderita dan tuanya kehamilan. Bila janin mati dan

masih kecil, dapat diresorbsi kembali, namun bila besar, kelak dapat diubah menjadi

litopedion. Bila janin yang dikeluarkan tidak mati dengan masih diselubungi oleh

kantong amnion dan dengan plasenta yang utuh, kemungkinan tumbuh terus dalam

rongga abdomen sehingga terjadi kehamilan abdominal sekunder.11

3.5 GAMBARAN KLINIK

Pada wanita dengan faktor resiko untuk kehamilan ektopik, dengan penggunaan tes

hormonal awal dan sonografi vagina, sekarang dimungkinkan untuk menegakkan diagnosis dari

kehamilan ektopik sebelum keluar gejala. Namun, bila umur gestasi sudah meningkat dan

Page 15: After Care KET

perdarahan intraperitoneal muncul karena keluarnya dari dari fimbriae atau ruptur, maka dapat

timbul gejala. Bila memang terjadi kehamilan ektopik namun belum muncul gejala, maka kita

sebut kehamilan ektopik belum terganggu. 10

Gambaran klinik klasik untuk kehamilan ektopik adalah trias nyeri abdomen, amenore,

dan perdarahan pervaginam. Gambaran tersebut menjadi sangat penting dalam memikirkan

diagnosis pada pasien yang datang dengan kehamilan di trimester pertama. Namun sayangnya,

hanya 50% pasien dengan kehamilan ektopik ini yang menampilkan gejala-gejala tersebut secara

khas. Pasien yang lain mungkin muncul gejala-gejala yang umumnya terjadi pada masa

kehamilan awal termasuk mual, lelah, nyeri abdomen ringan, nyeri bahu, dan riwayat disparenu

baru-baru ini. Sedangkan gejala dan tanda kehamilan ektopik terganggu, seperti tersebut diatas,

dapat berbeda-beda, dari yang khas sampai tidak khas sehingga sukar untuk

mendiagnosisnya.1,3,5,6,8

Pada pemeriksaan fisik harus difokuskan pada tanda vital dan pemeriksaan abdomen dan

pelvik. Hipotensi dan takikardi yang dapat terjadi akibat perdarahan banyak akibat ruptur tuba

tidak dapat memperkirakan adanya kehamilan ektopik walau tanda itu menunjukkan perlunya

resusitasi segera, bahkan faktanya kedua hal tersebut lebih khas pada komplikasi kehamilan

intrauterin. Lebih jauh lagi, tanda vital yang normal tidak dapat menyingkirkan adanya

kehamilan ektopik. Pada pemeriksaan dalam, dapat teraba kavum douglas yang menonjol dan

terdapat nyeri gerakan serviks. Adanya tanda-tanda peritoneal, nyeri gerakan serviks, dan nyeri

lateral atau bilateral abdomen atau nyeri pelvik meningkatkan kecurigaan akan kehamilan

ektopik dan merupakan temuan yang bermakna. Disisi yang lain, ketidakadaan tanda dan gejala

ini tidak menyingkirkan kehamilan ektopik. Terabanya massa adneksa juga tidak dapat

memperkirakan kehamilan ektopik secara tepat. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Dart

dkk., massa adneksa hanya muncul kurang dari 10% pada pasien yang di diagnosis dengan

kehamilan ektopik. Satu yang harus diingat juga adalah pemeriksaan pelvik benar-benar normal

pada kira-kira 10% pasien dengan kehamilan ektopik.3,6

Kesimpulannya, beberapa riwayat dan penemuan pemeriksaan fisik meningkatkan

kecurigaan terhadap kehamilan ektopik. Untuk itu, bagaimanapun juga, tidak ada kombinasi

penemuan yang boleh dianggap oleh seorang dokter di ruang gawat darurat yang menyimpulkan

adanya kehamilan ektopik berdasarkan penemuan klinik saja.6

Page 16: After Care KET

3.6 DIAGNOSIS

Kesukaran membuat diagnosis yang pasti pada kehamilan ektopik yang belum terganggu

sangat besar, sehingga pasien harus mengalami rupture atau abortus dahulu sehingga

menimbulkan gejala. Dalam menegakkan diagnosis, dengan anamnesis yang teliti dapat

dipikirkan kemungkinan adanya kehamilan ektopik, namun untuk menegakkan diagnosis pasti

harus dibantu dengan pemeriksaan fisik yang cermat dan dibantu dengan alat bantu diagnostik.

Sekarang ini, peran alat bantu diagnostik sangatlah penting, dan sudah merupakan sesuatu yang

harus dilakukan,apabila memang tersedia, untuk menentukan diagnosis.3

1. Anamnesis. Pada anamnesis biasanya didapatkan keluhan terlambat haid untuk beberapa

waktu dan kadang-kadang terdapat gejala subjektif kehamilan muda. Terdapat nyeri perut

bagian bawah, nyeri bahu, dan kadang-kadang tenesmus. Perdarahan pervaginam dapat

terjadi, dan biasanya terjadi setelah muncul keluhan nyeri perut bagian bawah, berapa

jumlah perdarahannya, warna dari darahnya, apakah mengalir seperti air atau hanya

seperti tetesan saja, dan apakah keluar gumpalan-gumpalan. Ditanyakan juga riwayat

kehamilan sebelumnya, bila sudah pernah hamil, riwayat menstruasinya.3.5

2. Pemeriksaan umum. Pada pemeriksaan umum, penderita dapat tampak pucat dan

kesakitan. Pada perdarahan dalam rongga perut aktif dapat ditemukan tanda-tanda syok

dan pasien merasakan nyeri perut yang mendadak. Pada jenis yang tidak mendadak,

mungkin hanya terlihat perut bagian bawah yang sedikit menggembung dan nyeri tekan.4

3. Pemeriksaan ginekologi. Pada pemeriksaan dalam mungkin ditemukan tanda-tanda

kehamilan muda. Perabaan serviks dan gerakkannya menyebabkan nyeri. Bila uterus

dapat diraba, maka akan teraba sedikit membesar dan kadang-kadang teraba tumor

disamping uterus dengan batas yang sukar ditentukan. Kavum Douglas juga teraba

menonjol dan nyeri raba yang menunjukkan adanya hematokel retrouterina. Kadang

terdapat suhu yang naik, sehingga menyulitkan perbedaan dengan infeksi pelvik.3.5

4. Pemeriksaan laboratorium. Para dokter di ruang gawat darurat biasanya menggunakan

beta-human chorionic gonadotropin (β-hCG) untuk mendiagnosis kehamilan, dan untuk

membantu menentukan potensi pasien mengalami kehamilan ektopik. β-hCG diproduksi

oleh trofoblas dan dapat dideteksi dalam serum pada kira-kira 1 minggu sebelum haid

berikutnya. Jika serum β-hCG negative, kemungkinan besar tidak terjadi kehamilan.

Hanya ada sedikit sekali kasus yang dilaporkan pasien dengan tes serum β-hCG negative

Page 17: After Care KET

dengan kehamilan ektopik. Dinamika normal kenaikan kadar β-hCG dua kali lipat kira-

kira setiap 1,4 sampai 2,1 hari sampai mencapai puncaknya 100.000 mIU/ml. kenaikan

ini akan melambat bila sudah mencapai nilai puncaknya, dan pada saat itu sudah harus

dilakukan diagnosis dengan USG. Pemeriksaan tunggal tes β-hCG kuantitatif ini berguna

untuk mendiagnosis kehamilan, namun tidak dapat membedakan antara kehamilan

ektopik atau kehamilan intrauterine. Pemeriksaan laboratorium umum lainnya adalah

pemeriksaan darah rutin untuk mengetahui kadar hemoglobin yang dapat rendah bila

terjadi perdarahan yang sudah lama. Juga dinilai kadar leukosit untuk membedakan

apakah terjadi infeksi yang bisa disebabkan oleh kehamilan ektopik ini atau dugaan

adanya infeksi pelvik. Pada infeksi pelvik biasanya lebih tinggi hingga dapat lebih dari

20.000. 3.5

3.7 ALAT-ALAT BANTU DIAGNOSTIK

Diluar dari kemajuan teknologi sekarang ini, kehamilan ektopik sering salah terdiagnosis

pada saat kunjungan pertama pasien tentang keluhannya. Diagnosis awal diperlukan untuk

perawatan yang maksimal terhadap ketahanan tuba dan mencegah potensi terjadinya perdarahan

intraperitoneal. Atrash dkk. Menemukan bahwa perdarahan menjadi penyebab terbesar (88%)

kematian pada kasus kehamilan ektopik. Pada saat ini, yang merupakan batu acuan untuk

mendiagnosis kehamilan ektopik adalah Transvaginal Ultrasonography dan pemeriksaan kadar

hCG serial. Transvaginal Ultrasonography sekarang ini telah menggantikan posisi Laparaskopi

karena lebih menguntungkan.9.10

Beberapa prosedur yang dapat digunakan untuk membantu mendiagnosis kehamilan

ektopik adalah berikut ini :1,8

1. Kuldosentesis

Sebelum adanya perkembangan dari sonografi pelvis, terutama transvaginal,

kuldosentesis merupakan salah satu alat bantu diagnosis yang penting untuk mengenali

kehamilan ektopik. Penemuan hasil darah yang tidak membeku pada kuldosentesis dan

terutama bila hematokrit lebih dari 15 % adalah bantuan yang amat berguna.

Page 18: After Care KET

2. Laparaskopi

Diagnosis definitif dari kehamilan ektopik dapat hampir selalu ditegakkan dengan

melihat organ pelvis secara langsung melalui laparaskopi. Namun, dengan adanya

hemoperitoneum, adhesi, atau kegemukan dapat menjadi penyulit dari laparaskopi.

Gambar 4 : TehnIk laparaskopi

Dalam penelitian oleh Samuellson dan Sjovall, didapatkan ada 4 dari 166 kehamilan

ektopik yang tidak dapat dilihat oleh laparaskopis karena hal diatas, sehingga ada

kemungkinan 2-5 % terjadi false-positif atau false-negatif.

3. Human Chorionic Gonadotrophin

Wanita dengan kehamilan ektopik menunjukan adanya kadar hCG dalam serum,

walaupun 85% diantaranya lebih rendah dibandingkan dengan kadar hCG pada

kehamilan normal. Uji hCG tunggal kuantitatif tidak dapat digunakan untuk

mendiagnosis kehamilan ektopik karena tanggal pasti dari ovulasi dan konsepsi terjadi

tidak diketahui pada banyak wanita. Pada kehamilan yang abnormal seperti kehamilan

ektopik ini, kadar hCG biasanya tidak meningkat seperti seharusnya. Kadar dkk.

melaporkan bahwa jika persentase kenaikan kadar hCG tidak lebih dari 66%, maka

kemungkinan seseorang untuk mempunyai kehamilan abnormal tinggi.

4. Progesteron

Karena pemeriksaan kadar hCG secara tunggal tidak dapat memberikan informasi untuk

mendiagnosis kehamilan ektopik, sehingga membutuhkan beberapa hari untuk

melakukan serial tes, maka pengukuran kadar progesterone serum tunggal oleh beberapa

kelompok dapat dipakai untuk membedakan kehamilan ektopik dengan kehamilan

Page 19: After Care KET

normal intrauterin. Beberapa peneliti menunjukkan bahwa jumlah progesterone yang

dihasilkan korpus luteum pada kehamilan ektopik lebih sedikit dibandingkan dengan

korpus luteum pada kehamilan normal. Stern dkk. mengukur sampel kadar

progesterone pada beberapa wanita hamil di minggu gestasi ke 4, 5, dan 6. Mereka

melaporkan bahwa pada minggu ke-4 dengan kadar kurang dari 5 ng/ml, sensitifitas

yang didapat 100% dan spesifitasnya 97% dan menurun seiring meningkatnya umur

gestasi. Bila kadar progesterone lebih dari 25 ng/ml menyingkirkan kehamilan ektopik

dengan kepastian 97,4%.

5. Ultrasonography

Dengan menggunakan ultrasonografi abdominal, Kadar dkk. melaporkan pada tahun

1981 bahwa jika level hCG lebih besar dari 6500 mIU/ml dan tidak ada kantong gestasi

pada uterus, hampir pasti kehamilan ektopik. Tapi, teknik ini tidak berguna secara

klinik, karena banyak wanita (90%) dengan kehamilan ektopik mempunyai level hCG

yang jauh dibawah nilai diatas.Perkembangan alat dengan transduser transvaginal

dengan frekuensi 5.0 sampai 7.0 MHz, lebih mampu melihat lebih tepat organ pelvis

pada awal kehamilan dibandingkan transabdominal. Dengan alat ini biasanya mungkin

bisa untuk mengidentifikasi kantong gestasi intrauterine saat kadar hCG mencapai 1500

mIU/ml dan selalu bila kadar hCG sudah mencapai 2000 mIU/ml pada sekitar 5 atau 6

minggu setelah haid terakhir. Karena kombinasi kehamilan intrauterine dan ekstrauterin

hampir merupakan kejadian yang jarang, maka penemuan kantong gestasi intrauterine

hampir selalu dapat menyingkirkan adanya kehamilan ektopik. Bila kantong gestasi

tidak ditemukan dan kadar hCG lebih dari 1500 mIU/ml, lebih mungkin terjadi

kehamilan patologis, apakah itu kehamilan ektopik, atau suatu gestasi intrauterine tidak

viable, dan harus dipikirkan kemungkinannya. Biasanya massa adneksa dan/atau

struktur yang menyerupai kantong gestasi dapat dikenali pada saluran telur saat

kehamilan ektopik muncul yang menghasilkan kadar hCG diatas 2500 mIU/ml.

Page 20: After Care KET

Gambar 5 : Contoh gambaran USG kehamilan ektopik

Jadi kriteria diagnosis USG dengan menggunakkan transduser transvagina untuk

kehamilan ektopik termasuk : adanya komplek atau massa kistik adneksa atau

terlihatnya embrio di adneksa dapat dideteksi, dan/atau tidak adanya kantong gestasi

dimana diketahui bahwa usia gestasi sudah lebih dari 38 hari, dan/atau kadar hCG diatas

ambang tertentu, biasanya antara 1500 dan 2500 mIU/ml.

6. Dilatasi kuretase

Saat serum kadar hCG lebih dari 1500 mIU/ml, usia gestasi lebih dari 38 hari, atau

serum kadar progesterone kurang dari 5 ng/ml dan tidak ada kantong gestasi interauterin

yang terlihat denga transvaginal USG, kuretase kavum endometrial dengan pemeriksaan

histologi pada jaringan yang dikerok, dengan potong beku bila mau, dapat dikerjakan

untuk menentukan apakah ada jaringan gestasi. Spandorfer dkk. melaporkan bahwa

potong beku 93 % akurat dalam mengenali villi koriales. Jika tidak ada jaringan villi

koriales yang terlihat pada jaringan yang diangkat, maka diagnosis kehamilan ektopik

dapat dibuat dan dilakukan tindakan.

2.8 PENATALAKSANAAN

Ada banyak opsi yang dapat dipilih dalam menangani kehamilan ektopik, yaitu terapi

bedah dan terapi obat. Ada juga pilihan tanpa terapi, namun hanya bisa dilakukan pada pasien

yang tidak menunjukkan gejala dan tidak ada bukti adanya rupture atau ketidakstabilan

hemodinamik. Namun pada pilihan ini pasien harus bersedian diawasi secara lebih ketat dan

sering dan harus menunjukkan perkembangan yang baik. Pasien juga harus menerima segala

resiko apabila terjadi rupture harus dioperasi.3,9,7,11

Page 21: After Care KET

TERAPI BEDAH

Sebagian besar wanita dengan kehamilan ektopik akan membutuhkan tindakan bedah.

Tindakan bedah ini dapat radikal (salpingektomi) atau konservatif ( biasanya salpingotomi ) dan

tindakan itu dilakukan dengan jalan laparaskopi atau laparatomi. Laparatomi merupakan teknik

yang lebih dipilih bila pasien secara hemodinamik tidak stabil, operator yang tidak terlatih

dengan laparaskopi, fasilitas dan persediaan untuk melakukan laparaskopi kurang, atau ada

hambatan teknik untuk melakukan laparaskopi. Pada banyak kasus, pasien-pasien ini

membutuhkan salpingektomi karena kerusakan tuba yang banyak, hanya beberapa kasus saja

salpingotomi dapat dilakukan. Pada pasien kehamilan ektopik yang hemodinamiknya stabil dan

dikerjakan salpingotomi dapat dilakukan dengan teknik laparaskopi. Salpingotomi laparaskopik

diindikasikan pada pasien hamil ektopik yang belum rupture dan besarnya tidak lebih dari 5 cm

pada diameter transversa yang terlihat komplit melalui laparaskop.

Gambar 6 : Terapi bedah menggunakan tehnik laparatomi pada kehamilan ektopik

Linier salpingektomi pada laparaskopi atau laparatomi dikerjakan pada pasien hamil

ektopik yang belum rupture dengan menginsisi permukaan antimesenterik dari tuba dengan

kauter kecil, gunting, atau laser. Kemudian diinjeksikan pitressin dilute untuk memperbaiki

hemostasis. Gestasi ektopik dikeluarkan secara perlahan melalui insisi dan tempat yang berdarah

di kauter. Pengkauteran yang banyak didalaam lumen tuba dapat mengakibatkan terjadinya

Page 22: After Care KET

sumbatan, dan untuk itu dihindari. Penyembuhan secara sekunder atau dengan menggunakan

benang menghasilkan hasil yang sama. Tindakan ini baik untuk pasien dengan tempat implantasi

di ampulla tuba. Kehamilan ektopik ini mempunyai kemungkinan invasi trofoblastik kedalam

muskularis tuba yang lebih kecil dibandingkan dengan implantasi pada isthmus.

Gambar 7 : Linear salpingektomi di permukaan antimesenterik tuba pada kehamilan

ektopik di pars ampullaris.

Pasien dengan implantasi pada isthmus akan mendapatkan hasil yang lebih baik dari

reseksi segmental dan anastomosis lanjut. Bagaimanapun juga, jika diagnosis ditegakkan lebih

awal, maka pada tempat idthmus dapat dilakukan salpingotomi. Pada kehamilan ektopik yang

berlokasi pada ujung fimbriae, dapat dilakukan gerakan seeperti memeras (milking) untuk

mengeluarkan jaringan trofoblastik melalui fimbriae.

Gambar 8 : Kehamilan ektopik tuba kanan yang terlihat pada laparaskopi.

Page 23: After Care KET

Tuba kanan yang membesar karena terdapat kehamilan ektopik ada disebelah

kanan di E.

Tuba kiri yang tersumbat terlihat pada L- wanita ini pernah dilakukan ligasi tuba

Secara umum, perawatan pada laparaskopi lebih cepat dan lebih sedikit waktu yang

hilang dalam penanganannya dibandingkan laparatomi. Parsial atau total salpingektomi

laparaskopik mungkin dilakukan pada pasien dengan riwayat penyakit tuba yang masih ada dan

diketahui mempunyai faktor resiko untuk kehamilan ektopik. Komplikasi bedah yang paling

sering adalah kehamilan ektopik berulang (5-20 %) dan pengangkatan jaringan trofoblastik yang

tidak komplit. Disarankan pemberian dosis tunggal methotrexate post operasi sebagai profilaksis

para pasien resiko tinggi.7,11

TERAPI FARMAKOLOGI

Diagnosis dini yang telah dapat ditegakkan membuat pilihan pengobatan dengan obat-

obatan memungkinkan. Keuntungannya adalah dapat menghindari tindakan bedah beserta segala

resiko yang mengikutinya, mempertahankan patensi dan fungsi tuba, dan biaya yang lebih

murah. Zat-zat kimia yang telah diteliti termasuk glukosa hiperosmolar, urea, zat sitotoksik (

misl: methotrexate dan actinomycin ), prostaglandin, dan mifeproston (RU486). Disini akan

dibahas lebih jauh mengenai pemakaian methotrexate sebagai pilihan untuk terapi obat.

METHOTREXATE

Penggunaan methotrexate pertama kali direkomendasikan untuk kehamilan pada

intersisial. Kemudian menggunakannya sebagai terapi garis pertama pada kehamilan ektopik.

Sejak itu banyak dilaporkan pemakaian methotrexate pada berbagai jenis kehamilan ektopik

yang berhasil. Lalu, dengan semakin banyaknya keberhasilan memakai obat, maka mulai

diperbandingkan pemakaian methotrexate dengan terapi utama salpingostomi.

Perdarahan intra-abdominal aktif merupakan kontraindikasi bagi pemakaian

methotrexate. Ukuran dari massa ektopik juga penting dan direkomendasikan bahwa

methotrexate tidak digunakan pada massa kehamilan itu lebih dari 4 cm. Keberhasilannya baik

bila usia gestasi kurang dari 6 minggu, massa tuba kurang dari 3,5 cm diameter, janin sudah

mati, dan β-hCG kurang dari 15.00 mIU. Menurut American College of Obstetricians and

Gynaecologist (1998), kontraindikasi lainnya termasuk menyusui, imunodefisiensi, alkoholisme,

penyakit hati atau ginjal, penyakit paru aktif, dan ulkus peptik.

Page 24: After Care KET

Methotrexate merupakan suatu obat anti neoplastik yang bekerja sebagai antagonis asam

folat dan poten apoptosis induser pada jaringan trofoblas. Pasien yang akan diberikan

methotrexate harus dalam keadaan hemodinamika yang stabil dengan hasil laboratorium darah

yang normal dan tidak ada gangguan fungsi ginjal dan hati. Methotrexate diberikan dalam dosis

tunggal (50 mg/m2 IM) atau dengan menggunakan dosis variasi 1 mg/kgBB IM pada hari ke

1,3,5,7 ditambah Leukoverin 0,1 mg/kgBB IM pada hari ke 2,4,6,8. Setelah pemakaian

methotrexate yang berhasil, β-hCG biasanya menghilang dari plasma dalam rata-rata antara 14

dan 21 hari. Kegagalan terapi bila tidak ada penurunan β-hCG, kemungkinan ada massa ektopik

persisten atau ada perdarahan intraperitoneal.11

Page 25: After Care KET

BAB IV

TINJAUAN AFTER CARE

1. Fungsi Biologik

Pasien adalah seorang perempuan, berusia 30 tahun.

2. Fungsi Psikologik

Hubungan pasien dengan keluarga dan lingkungan sekitarnya baik.

3. Fungsi Ekonomi

Pasien adalah seorang Ibu Rumah Tangga. Penghasilan keluarga pasien berasal dari suami

dan pasien yang bekerja sebagai petani.

4. Fungsi Pendidikan

Pendidikan terakhir pasien dan suami adalah SMA

5. Fungsi Religius

Pasien dan keluarganya adalah seorang muslim, dan menjalankan ibadah sesuai dengan

agamanya.

6. Fungsi Sosial dan Budaya

Kedudukan pasien dalam lingkungan sosial budaya adalah sebagai warga negara yang baik.

Pasien tetap menjalin hubungan baik dengan warga lingkungan sekitarnya. .

Edukasi terhadap pasien Post Salpingektomi

- Makan makanan yang bergizi seimbang, untuk menjaga kesehatan ibu

- Menjaga selalu higienitas dari daerah kewanitaan dan menjaga selalu kebersihan daerah luka

operasi

- Berlatih untuk mobilisasi dari mulai duduk, berdiri hingga berjalan

- Apabila mandi, dianjurkan untuk segera mengeringkan bekas luka operasi dengn handuk

kering, kertas tisu atau kapas

- Jangan memakai celana yang terlalu ketat sehingga menekan daerah perut, hal ini bisa

menimbulkan rasa sakit pada daerah operasi

- Jika pada luka bekas operasi timbul kemerahan, bengkak maka tanda-tanda ini menunjukan

terjadinya infeksi, untuk itu ibu harus segera memeriksakan ke dokter

Page 26: After Care KET

- Rutin minum obat untuk meminimalisasi gejala seperti nyeri, tidak enak di perut, ataupun

gejala adanya suatu infeksi

- Rutin kontrol ke dokter setelah dipulangkan untuk dievaluasi dan dilihat perkembangan

pasca operasi

- Edukasi mengenai penyakit pasien

- Edukasi tentang kemungkinan hamil pasca salpingektomi

Rencana Pembinaan Keluarga

- Terhadap Pasien

- Edukasi mengenai penyakit pasien

- Edukasi tentang kemungkinan hamil pasca salpingektomi

- Edukasi KET berulang, sehingga perlu perlu memeriksakan diri ke dokter untuk deteksi

dini kehamilan

- Memberikan edukasi terhadap pasien tentang pentingnya memenuhi kebutuhan nutrisi,

pasien memerlukan tambahan asupan gizi yang adekuat, menghindari rokok dan faktor-

faktor risiko yang memicu timbulnya KET

- Pentingnya keluarga berencana

- Edukasi mengenai pola hidup sehat terutama dari kebiasaan higienitas pasien

- Terhadap Keluarga

- Memberikan informasi kepada keluarga tentang keadaan dan perkembangan pasien, serta

pentingnya menjaga kondisi kesehatan jasmani dan psikologis pasien, menjaga asupan

nutrisi pasien dan menjaga higienitas di rumah

- Edukasi kepada keluarga agar keluarga ikut berperan serta dalam menjaga kondisi

kesehatan pasien

Page 27: After Care KET

DAFTAR PUSTAKA

1. Sepilian, Vicken; Ellen W. Ectopic Pregnancy.

www.emedicine.com/health/topic3212.html

2. http://yuliasafwati.blogspot.com/2013/12/makalah-kehamilan-ektopik-terganggu-

ket.html

3. Wiknjosastro, Hanifa. Kehamilan Ektopik. Ilmu Kebidanan edisi ketiga. Yayasan

Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo. Jakarta.2005.hal 323-338.

4. Wiknjosastro, Hanifa. Gangguan Bersangkutan Dengan Konsepsi. Ilmu Kandungan

edisi kedua. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo. Jakarta.2005.hal 250-

260.

5. Wiknjosastro, Hanifa. Kehamilan Ektopik. Ilmu Bedah Kebidanan edisi pertama.

Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo. Jakarta. 2000.hal 198-210.

6. Della-Guistina, David; Mark Denny. Ectopic Pregnancy. Emergency Medicine

Clinics of North America. Volume 21 number 3. W.B Saunders Company. August

2003.

7. Attar, Erkut. Endocrinology of Ectopic Pregnancy. Obstetric and Gynecology

Clinics. Volume 31 number 4. W.B Saunders Company. December 2004.

8. Stenchever. Ectopic Pregnancy. Comprehensive Gynecology, 4th ed. Mosby Inc.

2001.

9. Sowter, Martin; Cindy Farquhar. Ectopic Pregnancy: an update. Current Opinion in

Obstetrics and Gynecology. 2004, 16:289-293.

10. Lemus, Julio. Ectopic Pregnancy:an update. Current Opinion in Obstetrics and

Gynecology. 2000, 12:359-376.

11. Cunnuingham, FG et. Al. Reproductive Succes and Failure. Williams Obstetrics,

21st ed. Prentice Hall International Inc. Appleton and Lange. Connecticut. 2006.

12. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Kehamilan

Ektopik. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.Jakarta.2002.

13. Standar Tatalaksana Medis Rumah Sakit fatmawati. Kehamilan ektopik

Terganggu.Jakarta.2002

Page 28: After Care KET

14. Depkes RI, 2007. Upaya Penurunan Angka Kematian Ibu. Jakarta

15. http://www.medica store.com/kehamilan ektopik,kehamilan luar kandungan/page:1-

4

16. Bagian obstetri dan Ginekologi FK UNPAD. 1984. Obstetri Patologi. Bandung :

FK UNPAD

17. Mansjoer Arif, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III, Jilid I. Media

Aesculapius FKUI

18. http://myother-world.blogspot.com/2008/07/kehamilan-ektopik-terganggu-ket.html

diakses tanggal 13/8/2014. jam 20.00

19. Chalik, TMA. 2004. Kehamilan Ektopik. Dalam: Ilmu Kedokteran Fetomaternal.

Edisi I. Surabaya: Himpunan Kedokteran Fetomaternal Perkumpulan Obstetri dan

Ginekologi Indonesia.

20. Louis, Management of Ectopic Pregnancies. Available at. ;

http://www.obgyn.uab.edu/medicalstudents/obgyn/uasom/documents/MgtmEctopic.

pdf

21. Amore. Jenis Kehamilan Ektopik. Available at. : http://myother-

world.blogspot.com/2008/07/jenis-kehamilan-ektopik.html