after care patient hie

61
BAB I LAPORAN KASUS I.1 Identitas Pasien Nama : By. Ny. S Umur : 0 hari Tanggal Lahir : 04 September 2014 Jenis kelamin : Perempuan Alamat : Bumen, 1/1 Sumowono, Kab. Semarang Agama : Islam Status : Belum Menikah Pekerjaan : Di bawah umur Tanggal masuk RSUD : 04 September 2014 Tanggal periksa : 04 September 2014 No.RM : 064833 Kelompok pasien : Jamkesda I.2 Anamnesis (Subyektif) Keluhan utama : Kejang Riwayat Penyakit Sekarang Bayi baru lahir 2 jam SMRS, kiriman dari bidan dari ibu G3P2A1, hamil aterm 38 minggu, HPHT 11 Desember 2013, HPL 18 september 2014, lahir spontan, di 1

Upload: sendy-sendy-r

Post on 08-Apr-2016

240 views

Category:

Documents


11 download

DESCRIPTION

ACP

TRANSCRIPT

Page 1: After Care Patient HIE

BAB I

LAPORAN KASUS

I.1 Identitas Pasien

Nama : By. Ny. S

Umur : 0 hari

Tanggal Lahir : 04 September 2014

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Bumen, 1/1 Sumowono, Kab. Semarang

Agama : Islam

Status : Belum Menikah

Pekerjaan : Di bawah umur

Tanggal masuk RSUD : 04 September 2014

Tanggal periksa : 04 September 2014

No.RM : 064833

Kelompok pasien : Jamkesda

I.2 Anamnesis (Subyektif)

Keluhan utama : Kejang

Riwayat Penyakit Sekarang

Bayi baru lahir 2 jam SMRS, kiriman dari bidan dari ibu G3P2A1, hamil

aterm 38 minggu, HPHT 11 Desember 2013, HPL 18 september 2014, lahir

spontan, di bidan, dengan riwayat KPD dan partus tak maju. Bayi lahir tidak

langsung menangis, gerakan tidak aktif, warna kulit kemerahan (+), tidak dapat

napas spontan. Setelah diberi rangsangan bayi menangis namun lemah, dan diberi

bantuan kanul O2. BBL 3100 gr, PB 48 cm, LK 33 cm, APGAR score 5-6-7.

Pasien juga sudah diberi vitamin K saat di bidan.

1

Page 2: After Care Patient HIE

Saat MRS, gerakan tidak aktif, tangisan melengking, warna kulit

kemerahan (+), sianosis (-), hipotoni (+), refleks hisap (+) lemah, refleks moro (-)

1 jam setelah MRS, pasien kejang (+) setiap 5 menit, dengan posisi mata

tertutup, lengan fleksi, dan tungkai ekstensi. Setelah kejang pasien terdiam, tidak

menangis. Tidak lama kemudian pasien kejang lagi.

Riwayat Penyakit Dahulu (-)

Riwayat Penyakit Keluarga

Di keluarga tidak memiliki riwayat kejang sebelumnya.

Riwayat Kehamilan dan Persalinan

1. Riwayat ANC

o Kontrol rutin setiap obat habis.

a. 0 – 28 minggu : 1 bulan sekali

b. 28 – 36 minggu : 2 minggu sekali

o Obat yang diberikan selama kehamilan terdiri dari 3 jenis obat,

yaitu falaxin, simcavit, dan kalcifar.

o Ibu mengaku belum pernah melakukan usg sebelumnya

o Pasien mengaku sudah pernah disuntik TT sebanyak 2x selama

kehamilan, yaitu saat kehamilan 16 minggu dan 20 minggu.

o Nutrisi yang dimakan selama hamil : sayur, tahu, tempe, terong,

telur. Pasien jarang memakan buah-buahan.

o BB sebelum hamil : 56 kg.

BB saat hamil : 67 kg

o Riwayat hiperemesis : (+) saat usia kandungan 3 bulan pertama

o Riwayat anemia saat hamil : (+) saat usia kandungan 7 bulan, yaitu

Hb 10gr/dL

o Riwayat sakit, demam, hipertensi, DM saat kehamilan : disangkal.

o Riwayat minum jamu, pijat : disangkal

o Riwayat minum kopi : (+) saat usia 7 bulan

o Riwayat alergi obat, makanan, dingin, dan debu : Disangkal2

Page 3: After Care Patient HIE

2. Riwayat NC

o Ibu G3P2A1

Hamil I : hamil aterm, lahir spontan, di bantu bidan, BBL :

2500 gr. Saat ini usia 9 tahun, perempuan. Imunisasi : lengkap.

Hamil II : keguguran saat usia kandungan 3 bulan, saat itu

pasien tidak mengetahui kalau lagi hamil.

Hamil sekarang : 3 bulan setelah hamil kedua. Hamil aterm 38

minggu, lahir spontan, dibantu bidan. Bayi lahir tidak langsung

menangis, gerakan tidak aktif, warna kulit kemerahan (+), tidak

dapat napas spontan. BBL 3100 gr, PB 48 cm, LK 33 cm,

APGAR score 5-6-7.

Riwayat Habits

Keluarga memelihara kucing 2 dan kambing. Kucing tidak pernah

dimandikan dan kandang kambing berada di dekat rumah.

Bapak pasien merokok (+)

Lingkungan rumah : tidak cukup bersih

Penggunaan air : menggunakan air pegunungan yang mengalir sehari 4x.

Riwayat Sosial Ekonomi :

Pasien anak kedua dari 2 bersaudara. Pasien tinggal bersama ayah, ibu,

dan seorang kakak yang berusia 9 tahun. Ayah bekerja sebagai seorang

proyek, dan ibu bekerja sebagai petani, namun saat usia kandungan 8

bulan, ibu lalu berhenti berkerja.

I.3 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan dilakukan pada hari ke-I rawat inap di bangsal Seruni

(tanggal 4 September 2014 pukul 18.00 WIB).

Pemeriksaan Umum

Keadaan umum : kejang, tidak aktif, tangisan melengking, sianosis (+)

perifer3

Page 4: After Care Patient HIE

Kesadaran : Letargi

Tanda vital :

o Nadi : 120 x/menit,

o RR : 52 x/menit

o Suhu tubuh : 36,9 °C

o Saturasi : 97%

Data Antropometri

Berat badan : 3100 gram

Panjang badan : 48 cm

Lingkar Kepala : 33 cm

Kesan = status gizi normal

Status Interna

• Kulit : lanugo (-), kemerahan (+), pucat (-), sianosis (+) perifer,

turgor kulit (+), neonatal ikterik (-)

• Kepala : Mesocephal, UUB tampak melebar, Caput Succadeneum

(-), Cephal Hematom (-)

• Mata : pupil bulat isokor, reflek cahaya +/+. CA(-/-), SI (-/-),

• Hidung : simetris, nafpas cuping hidng (-), deformitas (-), secret (-)

• Telinga : pinna keras dan berbentuk, rekoil dengan segera, secret

(-/-)

• Mulut : bibir kering (-), sianosis (-), labioschisis (-),

palatoschicic (-)

• Leher : pembesaran limfonodi (-), leher pendek (-)

Cor

• Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat

• Palpasi : ictus cordis teraba V linea midclav sinistra, kuat angkat

(-)

• Auskultasi : bunyi jantung I-II,reguler, suara tambahan (-), bisisng (-)

4

Page 5: After Care Patient HIE

Pulmo

• Inspeksi : gerak simetris (statis dan dinamis), retraksi suprasternal

(-) subcotal (-)

• Palpasi : fremitus taktil dextra=sinistra

• Perkusi : sonor seluruh lapang paru

• Auskultasi : suara dasar vesikuler +/+, rhonchi +/+, wheezing –

Abdomen

• Inspeksi : datar, tali pusat basah, menonjol –

• Auskultasi : bising usus (+) dbn

• Perkusi : timpani seluruh lapang abdomen

• Palpasi : supel, hepar dan lien tak teraba

Punggung : spina bifida -, meningokel –

Genitalia : anus +, labia mayora menutupi labia minora

Ekstremitas

Superior Inferior

Deformitas -/- -/-

Akral dingin +/+ +/+

Sianosis +/+ +/+

Ikterik -/- -/-

CRT <2” / <2” <2” / <2”

Tonus Hipotoni Hipotoni

Kedua lengan dan tungkai dalam posisi fleksi, Garis lipatan telapak kaki

jelas pada 2/3 anterior

Refleks primitive

Reflek

Rooting -

Sucking + lemah

Morro -

Plantar grasping +

5

Page 6: After Care Patient HIE

Palmar grasping +

Tonick neck -

babinsky +

New Ballarad Score

a. Neuromuscular

Postur : 4

Arm window : 2

Arm recoil : 3

Poplitea angel : 3

Scarf sign : 3

Heal to ear : 3

Total : 18

b. Maturasi Fisik

Kulit : 4

Lanugo : 3

Plantar surface : 3

Dada : 3

Mata dan telinga : 3

Genitalia : 4

Total : 20

TOTAL BALLARAD : 38 38 minggu

Kurva LUBCHENCO

6

Page 7: After Care Patient HIE

BBL 3100 gr dengan usia kehamilan 38 minggu.

Kesan : Berat badan lahir sama dengan usia kehamilan

I.4 Assesment

• Obs. Kejang e.c HIE

• Neonatus aterm

• Neonatal infeksi

• Asfiksia sedang

• Ventrikulomegali ringan

1.5 Planning

a. Farmakologi

o Inf. D10% 80 cc/kgBB/24 jam 250 cc/24 jam

o O2 1 lpm

o Kebutuhan cairan : 80 cc/kgBB/hari, dst

o Inj. Cefotaxim 100 mg/kgBB/hr 2 x 150 mg

o Inj. Gentamycin 6 mg/kgBB 2 x 10 mg

o Inj. Phenobarbital :

Inj. I : 20 mg/kgBB 60 mg, pelan

Bila masih kejang, dilanjutkan 10 mg/kgBB setelah 30

menit, bisa diulang 2x. 30 mg, bisa diulang 2x setelah 30

menit.

Bila masih kejang, dilanjutkan phenitoin 60 mg.

o Apyalis 1 x 0,5 cc

o As. Valproat 2 x 25 mg.

b. Non-Farmakologi

• Jaga kehangatan : pertahankan suhu tubuh 36,5-37,5 C

7

Page 8: After Care Patient HIE

• Isap lendir

• Sonde

• ASI ekslusif

• Motivasi keluarga

c. Planning

o Darah lengkap

o Gol. Darah

o GDS

o Elektrolit

o USG kepala

o Konsul mata

I.6 Pemeriksaan PenunjangHasil laboratorium :

Tanggal 05-09-2014

PEMERIKSAAN HASIL NILAI

RUJUKAN

SATUAN

HEMATOLOGI

Darah Rutin

Hemoglobin 18.3 14.5 – 22.5 g/dL

Leukosit 29.5 10 – 30 Ribu

Eritrosit 5.25 4.0 – 5.4 Juta

Hematokrit 57.6 44 – 58 %

Trombosit 308 150 – 400 Ribu

MCV 109.7 100 – 120 Mikro m3

MCH 34.9 34 – 38 pg

MCHC 31.8 32 – 36 g/dL

RDW 13.9 10 – 16 %

MPV 7.5 7 – 11 Mikro m3

Limfosit 3.2 2.0 – 11.0 10*3/mikroL

Monosit 1.2 0.4 – 3.1 10*3/mikroL

8

Page 9: After Care Patient HIE

Granulosit 25.1 H 2 – 4 10*3/mikroL

Limfosit % 10.9 L 25 – 40 %

Monosit % 3.9 2 – 8 %

Granulosit % 85.2 H 50 – 80 %

PCT 0.231 0.2 – 0.5 %

PDW 11.7 10 – 18 %

Golongan Darah O

GDS 138 H 30 – 80 mg/dL

Hasil Elektrolit :

Tanggal : 08 September 2014

• Natrium : 135,7 (136 – 146) mmol/L

• Kalium : 5.03 (3.5 – 5.1) mmol/L

• Chlorida : 103.3 (98 – 106) mmol/L

USG Kepala

Tanggal : 13 September 2014

9

Page 10: After Care Patient HIE

USG Cranium (dengan probe linier)

o Tak tampak lesi hiperechoic meupun hipoechoic pada parenkim otak

o Pelebaran ventrikel lateralis kanan kiri (ringan) dan ventrikel 3

o Gyrus dan sulcus masih baik

Kesan :

• Pelebaran ventrikel lateralis kiri kanan dan ventrikel 3 (ringan)

ventrikulomegali

• Tak tampak perdarahan parenkim otak saat ini

I.7 FOLLOW UP

Hari /

Tanggal

S O A P

4 Kejang (+) KU : Lemah Obs. Konsul dr.

10

Page 11: After Care Patient HIE

September

2014

Perawatan

hari ke-1

sering.

Tangisan

melengking

Gerakan

tidak aktif

Minum (-)

BAK (-),

BAB (-)

N : 120 x/mnt

RR : 52 x/mnt

S : 36,9 0C

SpO2 : 97 %

K/L : dbn

Thoraks : dbn

Abdomen : dbn

Ekstremitas :

dbn

Kejang

e.c HIE

N. aterm

Neonatal

infeksi

Asfiksia

sedang

Endang, Sp.A: Inf. D10% 250

cc/24 jam O2 1 lt/mnt Inj. Cefotaxim

2 x 150 mg Inj.

Gentamicin 2 x 10 mg

Inj. Phenobarbital 60 mg pelan

Bila masih kejang, inj. Phenobarbital 30 mg bisa diulang 2x setelah 30 menit.

Bila masih kejang, Inj. Phenitoin 60 mg

5

September

2014

Perawatan

hari ke-2

Kejang (+),

sedikit dan

jarang

Menangis

melengking

Minum (-)

BAK (+) 1x,

BAB (-)

KU : Lemah.

tertidur

N : 116 x/mnt

RR : 40 x/mnt

S : 36,7 0C

K/L : dbn

Thoraks : dbn

Abdomen : dbn

Ekstremitas :

kejang (+),

jarang.

Obs.

Kejang

e.c HIE

N. aterm

Neonatal

infeksi

Asfiksia

sedang

O2 5 lt/mnt

Inf. D10% 280

cc/24 jam

Inj. Phenitoin

60 mg, pelan,

dibagi 2 x 30

mg

Inj. Cefotaxim

2 x 150 mg

Inj.

Gentamycin 2 x

10 mg

Cek GDS,

elektrolit, darah

rutin, golongan 11

Page 12: After Care Patient HIE

darah.

6

September

2014

Perawatan

hari ke-3

Kejang (-)

sedikit dan

jarang

Tangisan

melengking

Gerakan

tidak aktif

Minum (-)

BAK (+) 1x,

BAB (-)

KU : Tertidur,

lemah

N : 131 x/mnt

RR : 72 x/mnt

S : 37,6 0C

SpO2 : 98 %

K/L : dbn

Thoraks : dbn

Abdomen : dbn

Ekstremitas :

phlebitis (+)

Obs.

Kejang

e.c HIE

Neonatal

infeksi

Riwayat

asfiksia

sedang

Ekstra RL 30

cc/1 jam

Inf. D10% 270

cc/24 jam

Inj. Phenitoin

2 x 30 mg

Inj. Cefotaxim

2 x 150 mg

Inj.

Gentamycin 2

x 10 mg

Cek elektrolit

Rencana USG

bila KU baik

7

September

2014

Perawatan

hari ke-4

Kejang (-)

Menangis

melengking

Gerakan

tidak aktif

BAK (+) 2x,

BAB (-)

Minum (-)

KU : Tertidur,

Lemah

N : 118 x/mnt

RR : 36 x/mnt

S : 36,8 0C

K/L : dbn

Thoraks : dbn

Abdomen : dbn

Ekstremitas: dbn

Obs.

Kejang

e.c HIE

N. aterm

Neonatal

infeksi

Asfiksia

sedang

Terapi lanjut

8

September

2014

Perawatan

hari ke-5

Kejang (-)

Tangisan

melengking

Gerakan

tidak aktif

Minum (+)

100 cc

BAK (+) 2x,

KU : Tertidur,

Lemah

N : 124 x/mnt

RR : 60 x/mnt

S : 37,8 0C

K/L : dbn

Thoraks : dbn

Abdomen : dbn

Obs.

Kejang

e.c HIE

N. aterm

Neonatal

infeksi

Asfiksia

sedang

Terapi lanjut

12

Page 13: After Care Patient HIE

BAB (+) 1x Ekstremitas: dbn

9

September

2014

Perawatan

hari ke-6

Kejang (-)

Tangisan

melengking

Gerakan

tidak aktif

Minum (+)

240 cc

BAK (+) 4x,

BAB (+) 2x

KU : Tertidur,

Lemah

N : 120 x/mnt

RR : 41 x/mnt

S : 36 0C

K/L : dbn

Thoraks : dbn

Abdomen : dbn

Ekstremitas: dbn

Obs.

Kejang

e.c HIE

N. aterm

Neonatal

infeksi

Asfiksia

sedang

Terapi lanjut

Inj. Phenitoin 1

x 30 mg i.v

10

September

2014

Perawatan

hari ke-7

Kejang (-)

Tangisan

melengking

Gerakan

tidak aktif

Minum (+)

265 cc

BAK (+) 6x,

BAB (-)

KU : Tenang

N : 128 x/mnt

RR : 32 x/mnt

S : 37 0C

K/L : dbn

Thoraks : dbn

Abdomen : dbn

Ekstremitas: dbn

Obs.

Kejang

e.c HIE

N. aterm

Neonatal

infeksi

Asfiksia

sedang

Terapi lanjut

11

September

2014

Perawatan

hari ke-8

Kejang (-)

Tangisan

melengking

Gerakan

tidak aktif

Minum (+)

240 cc

BAK (+) 4x,

BAB (+) 3x

KU : Tenang

N : 112 x/mnt

RR : 32 x/mnt

S : 36,1 0C

K/L : dbn

Thoraks : dbn

Abdomen : dbn

Ekstremitas: dbn

Obs.

Kejang

e.c HIE

N. aterm

Neonatal

infeksi

Asfiksia

sedang

Diet sonde 8 x

30 cc

Apyalis 1 x 0,5

cc

Konsul mata

12

September

2014

Perawatan

Kejang (-)

Tangisan

melengking

Gerakan

KU : kurang

aktif

N : 92 x/mnt

RR : 32 x/mnt

Obs.

Kejang

e.c HIE

N. aterm

Diet 8 x 40 cc

(sonde)

Terapi lanjut

USG kepala

13

Page 14: After Care Patient HIE

hari ke-9 tidak aktif

Minum (+)

290 cc

BAK (+) 7x,

BAB (+) 5x

S : 36,3 0C

K/L : dbn

Thoraks : dbn

Abdomen : dbn

Ekstremitas: dbn

Neonatal

infeksi

Asfiksia

sedang

13

September

2014

Perawatan

hari ke-10

Kejang (-)

Tangisan

melengking

Gerakan

tidak aktif

Minum (+)

240 cc

BAK (+) 5x,

BAB (+) 3x

Mata : tak

tampak papil

edema

Tak tampak

perdarahan

retina

KU : kurang

aktif

N : 84 x/mnt

RR : 32 x/mnt

S : 36,5 0C

K/L : dbn

Thoraks : dbn

Abdomen : dbn

Ekstremitas: dbn

Obs.

Kejang

e.c HIE

N. aterm

Neonatal

infeksi

Asfiksia

sedang

Diet 12 x 40 cc

Terapi lanjut

14

September

2014

Perawatan

hari ke-11

Kejang (-)

Tangisan

melengking

Gerakan

tidak aktif

Minum (+)

230 cc

BAK (+) 6x,

BAB (+) 5x

KU : kurang

aktif

N : 104 x/mnt

RR : 40 x/mnt

S : 36 0C

K/L : dbn

Thoraks : dbn

Abdomen : dbn

Ekstremitas: dbn

Obs.

Kejang

e.c HIE

N. aterm

Neonatal

infeksi

Asfiksia

sedang

Terapi lanjut

15

September

2014

Kejang (-)

Tangisan

melengking

KU : kurang

aktif

N : 100 x/mnt

Obs.

Kejang

e.c HIE

Diet 12 x 30 cc

PO : asam

valproat 2 x 2,5

14

Page 15: After Care Patient HIE

Perawatan

hari ke-12

Gerakan

tidak aktif

Minum (+)

240 cc

BAK (+) 3x,

BAB (+) 1x

RR : 32 x/mnt

S : 36,6 0C

K/L : dbn

Thoraks : dbn

Abdomen : dbn

Ekstremitas: dbn

N. aterm

Neonatal

infeksi

Asfiksia

sedang

mg

Terapi lanjut

16

September

2014

Perawatan

hari ke-13

Kejang (-)

Tangisan

melengking

Gerakan

tidak aktif

Minum (+)

265 cc

BAK (+) 6x,

BAB (+) 5x

KU : kurang

aktif

N : 96 x/mnt

RR : 36 x/mnt

S : 36,5 0C

K/L : dbn

Thoraks : dbn

Abdomen : dbn

Ekstremitas: dbn

Obs.

Kejang

e.c HIE

N. aterm

Neonatal

infeksi

Riwayat

Asfiksia

sedang

Terapi lanjut

17

September

2014

Perawatan

hari ke-14

Kejang (-)

Tangisan

melengking

Gerakan

tidak aktif

Minum (+)

350 cc

BAK (+) 6x,

BAB (+) 1x

KU : kurang

aktif

N : 100 x/mnt

RR : 36 x/mnt

S : 36,2 0C

K/L : dbn

Thoraks : dbn

Abdomen : dbn

Ekstremitas: dbn

HIE

Ventriku

lomegali

N. aterm

Neonatal

infeksi

Riwayat

Asfiksia

sedang

Diet 12 x 30 cc

Asam valproat

2 x 2,5 mg

Apyalis 1 x 0,5

cc

18

September

2014

Perawatan

hari ke-15

Kejang (-)

Tangisan

melengking

Gerakan

tidak aktif

Minum (+)

285 cc

BAK (+) 4x,

KU : kurang

aktif

N : 108 x/mnt

RR : 32 x/mnt

S : 36,3 0C

K/L : dbn

Thoraks : dbn

Abdomen : dbn

HIE

Ventriku

lomegali

N. aterm

Neonatal

infeksi

Riwayat

Asfiksia

Diet 12 x 30 cc

Asam valproat

2 x 2,5 mg

Apyalis 1 x 0,5

cc

15

Page 16: After Care Patient HIE

BAB (+) 2x Ekstremitas: dbn sedang

19

September

2014

Perawatan

hari ke-16

Kejang (-)

Tangisan

melengking

Gerakan

tidak aktif

Minum (+)

270 cc

BAK (+) 5x,

BAB (+) 2x

KU : kurang

aktif

N : 108 x/mnt

RR : 32 x/mnt

S : 36,3 0C

K/L : dbn

Thoraks : dbn

Abdomen : dbn

Ekstremitas: dbn

HIE

Ventriku

lomegali

N. aterm

Neonatal

infeksi

Riwayat

Asfiksia

sedang

Diet 12 x 30 cc

Asam valproat

2 x 2,5 mg

Apyalis 1 x 0,5

cc

20

September

2014

Perawatan

hari ke-17

Kejang (-)

Tangisan

melengking

Gerakan

tidak aktif

Minum (+)

290 cc

BAK (+) 6x,

BAB (+) 4x

KU : kurang

aktif

N : 108 x/mnt

RR : 32 x/mnt

S : 36,3 0C

K/L : dbn

Thoraks : dbn

Abdomen : dbn

Ekstremitas: dbn

HIE

Ventriku

lomegali

N. aterm

Neonatal

infeksi

Riwayat

Asfiksia

sedang

BLPL

Diet 12 x 30 cc

Asam valproat

2 x 2,5 mg

Apyalis 1 x 0,5

cc

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

16

Page 17: After Care Patient HIE

I.1 HYPOXIC ISCHEMIC ENCEPHALOPHATY (HIE)

I.1.1 Pendahuluan

Hipoxic ischemic encephalopathy (HIE) adalah suatu sindrom yang

ditandai dengan adanya kelainan klinis dan laboratorium yang timbul karena

adanya cedera pada otak yang akut yang disebabkan karena asfiksia. Walaupun

telah banyak dicapai kemajuan teknologi di bidang teknologi monitoring dan

patofisiologi perinatal asfiksia pada janin dan neonatus, HIE masih merupakan

penyebab mortalitas dan morbiditas jangka panjang. HIE terutama di picu oleh

keadaan hipoksik otak, iskemik oleh karena hipoksik sistemik dan penurunan

aliran darah ke otak.1

Di Amerika Serikat, asfiksia perinatal terjadi 1,0-1,5% bayi lahir hidup.

Insiden semakin menurun dengan bertambahnya umur kehamilan dan berat lahir.

Insiden HIE di AS terjadi 2-9 per 1000 bayi aterm yang lahir hidup. Angka

kejadian di negara berkembang per 1000 kelahiran aterm lahir hidup masing-

masing Malaysia 18, Kuwait 18, India 59, Nigeria 265. Di RS Soetomo Surabaya

12,25% dari 3405 bayi yang dirawat tahun 2004 menderita asfiksia. Angka

kematian tinggi sekitar 50%, angka kecacatan berhubungan dengan beratnya

penyakit.2

Diagnosis HIE dibuat berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Tidak

ada satupun test yang spesifik untuk menyingkirkan atau menegakkan diagnosis

HIE. Semua pemeriksaan ditujukan untuk mengetahui beratnya cedera otak yang

terjadi dan memonitor fungsi dari organ sistemik lainnya.1

Di samping mengatasi kejang, pengobatan suportif dengan resusitasi dan

penanganan organ lainnya yang mengalami kelainan sangat diperlukan. Hipoksia

iskemik perinatal merupakan penyebab penting brain injury pada neonatus dan

disertai dengan sekuele neurologis yang lama seperti disfungsi kognitif,

keterlambatan perkembangan, kejang, gangguan sensorik maupun motorik.

Presentasi kasus ini bertujuan untuk melaporkan kasus Hipoksik Iskemik

Ensefalopati, mengingat diagnosis dan penatalaksanaannya.3

17

Page 18: After Care Patient HIE

I.1.2 Definisi

Hypoxic ischemic encephalopathy (HIE) adalah suatu sindrom yang

ditandai dengan adanya kelainan klinis dan laboratorium yang timbul karena

adanya cedera pada otak yang akut yang disebabkan karena asfiksia. Definisi HIE

menurut The Neonatology Clinical Care Unit (NCCU) adalah berkurangnya

suplai oksigen ke otak dan berkurangnya aliran darah ke otak sehingga

menyebabkan supresi aktivitas listrik dan depresi kortikal.1

Hipoksia merupakan istilah yang menggambarkan turunnya konsentrasi

oksigen dalam darah arteri, sedangkan iskemia menggambarkan penurunan aliran

darah ke sel atau organ yang menyebabkan insufisiensi fungsi pemeliharaan organ

tersebut.2 Ensefalopati adalah istilah klinis dimana bayi mengalami gangguan

tingkat kesadaran pada waktu dilakukan pemeriksaan.1

I.1.3 Epidemiologi

Di Amerika Serikat, asfiksia perinatal terjadi 1,0-1,5% bayi lahir hidup.

Insiden semakin menurun dengan bertambahnya umur kehamilan dan berat lahir.

Insiden HIE di AS terjadi 2-9 per 1000 bayi aterm yang lahir hidup. Angka

kejadian di negara berkembang per 1000 kelahiran aterm lahir hidup masing-

masing di Negara Malaysia 18, Kuwait 18, India 59, Nigeria 265. Di RS Soetomo

Surabaya 12,25% dari 3405 bayi yang dirawat tahun 2004 menderita asfiksia.4

Hypoxic ischemic encephalopathy (HIE) merupakan penyebab penting

kerusakan permanen sel pada susunan saraf pusat (SSP), yang berdampak pada

kematian atau kecacatan berupa palsi serebral atau retardasi mental. Angka

kejadian HIE di dunia berkisar 0,3-1,8%. Data di Australia (1995), angka

kematian antepartum berkisar 3,5/1000 kelahiran hidup, sedangkan angka

kematian intrapartum berkisar 1/1000 kelahiran hidup, dan angka kejadian

kematian masa neonatal berkisar 3,2/1000 kelahiran hidup. Apgar Score 1-3 pada

menit pertama terjadi pada 2,8% bayi lahir hidup dan AS 5 pada menit ke 5 pada

18

Page 19: After Care Patient HIE

0,3% bayi lahir hidup. Lima belas hingga 20% bayi dengan HIE meninggal pada

masa neonatal, 25-30% yang bertahan hidup mempunyai kelainan

neurodevelopmental permanent.5

I.1.4 EtiologiAsfiksia perinatal adalah akibat berbagai kejadian selama periode perinatal

yang menyebabkan penurunan bermakna aliran oksigen, menyebabkan asidosis

dan kegagalan fungsi minimal 2 organ (paru, jantung, hati, otak, ginjal dan

hematologi) yang konsisten.3

American Academy of Pediatrics (AAP) dan American College of

Obstetricians and Gynaecologist (ACOG), membuat definisi asfiksia perinatal

sebagai berikut: (1) Adanya asidosis metabolik atau mixed academia (Ph<7) pada

darah umbilikal atau analisis gas darah arteri, (2) Adanya persisten nilai apgar 0-3

selama >5 menit, (3) Manifestasi neurologis segera pada waktu perinatal dengan

gejala kejang, hipotonia, koma, HIE, dan (4) Adanya gangguan fungsi multiorgan

segera pada waktu perinatal. Sedangkan menurut WHO, asfiksia perinatal adalah

kegagalan bernafas saat lahir. Menurut The National Neonatal Perinatal Database

(NNDP), dikatakan asfiksia sedang bila bernafas lambat atau apgar score 4-6 pada

1 menit pertama dan asfiksia berat bila bayi lahir tidak bernafas atau apgar score

0-3 pada 1 menit pertama. Asfiksia perinatal merupakan penyebab utama kejang.

Kejang biasanya terjadi pada 24 jam pertama pada sebagian besar kasus dan

berprogresi menjadi status epileptikus.6

Berbagai macam penyebab yang dapat menyebabkan asfiksia perinatal

yaitu:6

a. Gangguan oksigenasi pada ibu hamil

b. Penurunan aliran darah ibu ke plasenta atau dari plasenta ke fetus

c. Gangguan pertukaran gas yang melalui plasenta atau fetus.

d. Peningkatan kebutuhan fetal oksigen.

Faktor risiko yang dapat menyebabkan asfiksia perinatal yaitu faktor

maternal, plasenta & tali pusat dan fetus/neonatus:7

- Kelainan maternal: hipertensi, penyakit vaskuler, diabetes, drug abuse,

penyakit jantung, paru dan susunan saraf pusat, hipotensi, infeksi, ruptur

uteri, tetani uteri dan panggul sempit.19

Page 20: After Care Patient HIE

- Kelainan plasenta dan tali pusat: infark dan fibrosis plasenta, solusio

plasenta, prolaps atau kompresi tali pusat, kelainan pembuluh darah

umbilikus, insufisiensi plasenta, plasentitis, tali pusat yang sangat panjang.

- Kelainan fetus atau neonatus: anemia, perdarahan, hidrops, infeksi,

pertumbuhan janin terhambat (intrauterine growth retardation), serotinus.

- Faktor intrapartum: distosia, inersia uteri, induksi oksitosin, sectio

caesaria (anestesi umum, efek obat anestesi terhadap janin, berkurangnya

aliran darah umbilikal), kala II yang memanjang.

I.1.5 Patofisiologi4,6,8

Fetus dan neonatus lebih tahan terhadap asfiksia dibandingkan dengan

dewasa. Hal ini dibuktikan bahwa pada saat terjadi hipoksik iskemik, fetus

berusaha mempertahankan hidupnya dengan mengalihkan darah (redistribusi) dari

paru-paru, gastrointestinal, hepar, ginjal, limpa, tulang, otot dan kulit, menuju ke

otak, jantung dan adrenal (diving reflex). Pada fetal distress, peristaltik usus

meningkat, spinter ani terbuka, mekonium akan keluar bercampur dengan air

ketuban, skuama, lanugo, akan masuk ke trakea dan paru-paru, sehingga tubuhnya

berwarna hijau dan atau kekuningan. Kombinasi antara hipoksia fetal yang kronis

dengan cedera hipoksik iskemik akut setelah lahir akan mengakibatkan kelainan

neuropatologi yang sesuai dengan umur kehamilannya.

Pada hipoksia yang ringan, timbul detak jantung yang menurun,

meningkatkan tekanan darah yang ringan untuk memelihara perfusi pada otak,

meningkatkan tekanan vena sentral, dan curah jantung. Bila asfiksianya berlanjut

dengan hipoksia yang berat dan asidosis, timbul detak jantung yang menurun, dan

menurunnya tekanan darah sebagai akibat gagalnya fosforilasi oksidasi dan

menurunnya cadangan energi. Selama asfiksia timbul produksi metabolik anaerob

yaitu asam laktat. Selama perfusinya jelek, maka asam laktat tertimbun dalam

jaringan lokal. Hipoksia akan mengganggu metabolisme oksidatif serebral

sehingga asam laktat meningkat dan pH menurun. Jaringan otak yang mengalami

hipoksia akan meningkatkan penggunaan glukosa. Cadangan glukosa menjadi

berkurang, cadangan energi berkurang, timbunan asam laktat meningkat. Selama

hipoksia berkepanjangan, curah jantung menurun, aliran darah otak menurun dan

20

Page 21: After Care Patient HIE

adanya kombinasi proses hipoksik-iskemik menyebabkan kegagalan sekunder dari

oksidasi fosforilasi dan produksi ATP menurun. Karena kekurangan energi, maka

ion pump terganggu sehingga timbul penimbunan Na+, Cl-, H2O, Ca2+ intraseluler,

K+, glutamat dan aspartat ekstraseluler.

Berkurangnya pasokan glukosa ke otak akan memicu terjadinya influx

Ca2+ ke dalam sel dan ekspresi glutamat yang meningkat. Hal ini didukung oleh

hilangnya keseimbangan potensial membran dan terbukanya saluran ion yang

voltage-dependent (VDCC = Voltage Dependent Calsium Channels).

Metabolisme glukosa beralih ke proses yang anaerobik. ATP terkuras dan

terjadinya asidosis laktat. Glutamat memicu reseptor N-Methyl-D-Aspartate

(NMDA) dengan efek membuka reseptor tersebut untuk Ca2+ masuk. Ion kalsium

yang masuk di dalam neuron mengaktifkan enzim-enzim seperti protease, lipase,

endonuklease dan berakibat pada fosfolipid sebagai konstituen sel membran.

Terjadi mobilisasi asam arakhidonat yang diproses oleh lipoksigenase dan siklo-

oksigenase dalam sitosol menjadi leukotriens, prostaglandin dan tromboksan.

Proses ini disertai pelepasan radikal oksigen bebas yang berakibat terjadinya

peroksidasi membran sel yang kemudian pecah dan isi sel mengalir keluar.

Neuron mengalami kematian akibat nekrosis. Proses peroksidasi diperberat

dengan terbentuknya nitric oxide (NO) sebagai akibat enzim NO Syntase

diaktifkan oleh kadar ion Ca2+ intraseluler yang meningkat tajam. NO dengan

radikal oksigen bebas membentuk leukosit polimorfonuklear dan timbulnya

intercellular adhesion molecules (ICAM), leukosit beragregasi di dinding kapiler

dan efek menyumbat ini berakibat no-reflow phenomena yang menyebabkan

secondary ischemia. Proses reperfusi yang terjadi spontan maupun karena upaya

teurapetik membuat pembentukan radikal oksigen bebas reactive oxygen species

(ROS) meningkat karena pengaliran kembali darah ke jaringan dimana taraf

ekstraksi oksigen sudah meningkat tajam. Kedua hal ini menyebabkan

meningkatnya kerusakan jaringan yang dikenal sebagai reperfusion injury.

Gambar 1. Mekanisme Hipoksik Iskemik Ensefalopati

21

Page 22: After Care Patient HIE

I.1.6 Manifestasi Klinis

Pada asfiksia perinatal dapat timbul gangguan fungsi pada beberapa organ

yaitu otak, jantung, paru, ginjal, hepar, saluran cerna dan sumsum tulang.

Didapatkan satu atau lebih organ yang mengalami kelainan pada 82% kasus 22

Page 23: After Care Patient HIE

asfiksia perinatal. Susunan saraf pusat merupakan organ yang paling sering

terkena (72%), ginjal 42%, jantung 29%, gastrointestinal 29%, paru-paru 26%. 1

Pucat, sianosis, apnea, bradikardia dan tidak adanya respon terhadap

stimulasi juga merupakan tanda-tanda HIE. Edema serebral dapat berkembang

dalam 24 jam kemudian dan menyebabkan depresi batang otak. Selama fase

tersebut, sering timbul kejang yang dapat memberat dan bersifat refrakter dengan

pemberian dosis standar obat anti konvulsan. HIE merupakan penyebab tersering

kejang pada bayi baru lahir (60-65%), biasanya terjadi dalam 24 jam pertama dan

sering dimulai 12 jam pertama. Dapat terjadi pada bayi cukup bulan maupun bayi

kurang bulan dengan asfiksia. Bentuk kejang bersifat subtle atau multifokal klinik

serta fokal klonik. Walaupun kejang sering merupakan akibat HIE, kejang pada

bayi juga dapat disebabkan oleh hipokalsemia dan hipoglikemia.2

Ensefalopati klinis puncaknya timbul pada hari ke 3-4 setelah lahir dan

sekuele neurologis yang timbul secara langsung berhubungan dengan keparahan

ensefalopati. Ensefalopati atau kejang tanpa adanya kelainan kongenital atau

sindrom, biasanya berhubungan dengan kejadian prenatal atau perinatal.3

Manifestasi klinis pada organ lainnya tersebut adalah:1,2

a. Ginjal Oliguria-anuria, hematuria, proteinuria. Bisa timbul gagal ginjal

akut dan acute tubular necrosis.

b. Sistem kardiovaskuler Hipotensi, nekrosis, iskemik miokardial, syok,

disfungsi ventrikel.

c. Paru Edema paru, perdarahan paru, respiratory distress syndrome,

meconeal aspiration syndrome.

d. Sistem saluran cerna Fungsional intestinal obstruction, ileus paralitik,

ulkus, perforasi, necrotizing enterocolitis.

e. Metabolik Asidosis, hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia.

f. Hepar Gangguan fungsi hati, pembekuan darah, metabolism bilirubin,

dan albumin.

g. Hematologi Perdarahan, DIC (disseminated intravascular coagulation)

h. Kematian Otak Berdasarkan kriteria AAP.

23

Page 24: After Care Patient HIE

Tabel 1. Pembagian Gejala Klinis HIE pada Bayi Aterm (Kriteria Sarnat & Sarnat)8

Tanda klinis Derajat 1 Derajat 2 Derajat 3

Tingkat kesadaran

Tonus otot

Postur

Refleks

tendon/klonus

Myoclonus

Refleks Moro

Pupil

Kejang

Iritabel

Normal

Normal

Hiperaktif

Tampak

Kuat

Midriasis

Letargik

Hipotonus

Fleksi

Hiperaktif

Tampak

Lemah

Miosis

Stupor, coma

Flaksid

Decerebrate

Tidak ada

Tidak tampak

Tidak ada

Tidak beraturan,

refleks cahaya

lemah

Decerebrate

24

Page 25: After Care Patient HIE

EEG

Durasi

Hasil akhir

Tidak ada/jarang

Normal

<24 jam

Baik

Sering terjadi

Voltage rendah

yang berubah

dengan kejang

24 jam – 14 hari

bervariasi

Burst suppression

to isoelektrik

Beberapa hari

hingga minggu

Kematian,

kecacatan berat

Terdapat empat besar kelainan neuropatologi:8

1. Selective neuronal necrosis

Biasanya terjadi sebagai tanda deep sulcal pattern

2. Status marmoratus

Setelah neuronal loss, terjadi perkembangan gliosis dan hipermielinisasi di

basal ganglia.

3. Parasagital cerebral injury

Watershed infarcts berhubungan dengan iskemik di area overlapping

supply, lateral dari arteri serebral media dan medial dari arteri serebral

anterior dan posterior.

4. Focal and multifocal ischaemic brain necrosis. Infark berhubungan

dengan iskemik dengan area nekrosis dan luas dalam distribusi pembuluh

darah besar.

I.1.7 Diagnosis25

Page 26: After Care Patient HIE

Diagnosis HIE memerlukan bukti apa yang menyebabkan iskemik dan

hipoksia pada saat sebelum, selama dan setelah lahir. Data yang teliti tentang

riwayat, pemeriksaan neurologis, laboratorium penting untuk menentukan

hipoksik iskemik sebagai penyebab ensefalopati. Semua aspek riwayat maternal

harus digali, mencakup kehamilan, persalinan, kelahiran dan masa postnatal.

Analisis patologi plasenta juga diperlukan tapi tidak sering dilakukan.9

Pemeriksaan Penunjang

Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang khusus untuk menyingkirkan

atau menegakkan diagnosis HIE. Pemeriksaan penunjang dikerjakan untuk

memonitor fungsi maupun kelainan organ sistemik dan cedera otak.9

a. Pemeriksaan antara lain darah lengkap, gula darah, urin, serum elektrolit,

BUN dan serum kreatinin, faal pembekuan darah, faal hati, analisis gas

darah,

b. Foto thorak

c. Punksi lumbal dilakukan untuk mendeteksi kemungkinan adanya

perdarahan intrakranial atau untuk menyingkirkan adanya meningitis.

d. Pemeriksaan EEG dapat membantu untuk menentukan pengobatan dan

prognosis penderita.

e. Ultrasonografi kepala. Pemeriksaan USG kepala sangat membantu pada

bayi yang prematur. Dianjurkan pada bayi yang umur kehamilannya <30

minggu, minimal 1 kali, diulang pada umur 7-14 hari dan diperiksa

kembali pada umur kronologisnya 36-40 minggu. Cara ini dapat

mengidentifikasi perdarahan intraventrikular dan nekrosis basal ganglia

dan thalamus.

f. CT Scan kepala. Pada bayi yang aterm yang mengalami cedera hipoksik

iskemik biasanya dilakukan pemeriksan CT Scan kepala pada usia 2-5

hari, dimana pada waktu tersebut timbul edema serebri yang maksimal.

Proses perdarahan akut dan kalsifikasi intrakranial akan lebih baik

divisualisasi dengan pemeriksan CT Scan dibandingkan dengan

pemeriksaan MRI. Pada bayi prematur yang mengalami hipoksik iskemik

injury, pemeriksaan dengan CT Scan kepala kurang memberikan hasil 26

Page 27: After Care Patient HIE

yang memuaskan karena pada bayi prematur struktur jaringan otaknya

masih imatur dan lebih banyak mengandung cairan.

g. Near-infra red spectroscopy (NIRS). Untuk memonitor oxyhemoglobin

serebral dan oksigenasi vena serebral.

h. Magnetic Resonance Spectroscopy (MRS). Berkurangnya rasio N-

acetylaspartat (NAA) terhadap kolin dan berkurangnya rasio laktat-NAA

merupakan bukti terjadinya iskemik.

Meningkatnya rasio laktat-kolin di ganglia basal dan thalamus merupakan

prediksi outcome neurologi yang jelek. Meningkatnya inorganic

phosphorus (31P). terjadi pada 24-72 jam, normal dalam beberapa hari

kemudian.

I.1.8 Penatalaksanaan

Bayi baru lahir dengan HIE juga mengalami gangguan sistem pernafasan,

kardiovaskular, hepar, fungsi ginjal, sehingga penanggulannya memerlukan

pendekatan multisystem.1,3,7

A. Upaya yang optimal adalah pencegahan. Tujuan utama yaitu

mengidentifikasi dan mencegah fetus dan neonatus yang mempunyai

risiko mengalami asfiksia sejak dalam kandungan hingga

persalinannya.

B. Resusitasi. Segera lakukan resusitasi bayi yang mengalami apnea dan

atau hypoxic ischemic encephalopathy. Tujuan resusitasi adalah untuk

memperbaiki fungsi pernafasan dan jantung bayi yang tidak bernafas.

1. Ventilasi yang adekuat. Usahakan memberikan ventilasi sehingga

PCO2 dalam kadar yang fisiologis. Hiperkarbia akan menyebabkan

asidosis serebral dan vasodilatasi pembuluh darah serebral.

2. Oksigenasi yang adekuat. Hipoksia akan menyebabkan pressure-

passive circulation dan neuronal injury.

3. Perfusi yang adekuat.

4. Koreksi asidosis metabolik. Tujuan utama untuk memelihara

keseimbangan asam basa dalam jaringan tetap normal.

27

Page 28: After Care Patient HIE

5. Pertahankan kadar glukosa dalam darah antara 75 sampai 100

mg/dl untuk menyediakan bahan yang adekuat bagi metabolisme

otak.

6. Kadar kalsium harus dipertahankan dalam kadar yang normal.

Hipokalsemia adalah suatu kelainan elektrolit yang sering dijumpai

pada sindrom post asfiksia neonatal dengan gejala kejang.

Diberikan Ca glukonas 10% 200 mg/kgBB intravena atau 2

ml/kgBB diencerkan dalam aquades sama banyak diberikan secara

intravena dalam waktu 5 menit.

7. Mencegah timbulnya edema serebri. Tujuan utama untuk mecegah

timbulnya edema serebri dengan cara mencegah overload dari

cairan. Restriksi cairan dengan pemberian 60 ml/kgBB per hari.

8. Atasi kejang. Bila ada kejang maka Phenobarbital adalah obat

pilihan.

Penanggulangan kejang dengan Phenobarbital terutama dengan dosis

tinggi memberikan beberapa keuntungan :10

Menurunkan kecepatan metabolisme otak

Memperbaiki perfusi darah ke dalam jaringan yang terkena

kerusakan

Mencegah dan mengurangi edema otak

Dosis 20 mg/kg diberikan iv dalam 10-15 menit. Jika kejang hilang

diberikan dosis rumatan 3-4 mg/kgBB/hari dengan selisih waktu 12 jam kemudian

secara intravena/oral. Bila penderita masih kejang boleh diberikan Phenobarbital

dengan dosis 5 mg/kg setiap 5 menit sampai kejang berhenti atau sampai dosis 40

mg/kg sudah tercapai. Tetapi kenyataannya pada neonatus yang mengalami

asfiksia dan telah mendapatkan Phenobarbital 20 mg/kg akan menyebabkan

ngantuk dan sulit menganalisa neurologisnya. Oleh karena itu bila neonatus yang

mengalami asfiksia dan kejang yang telah diberikan Phenobarbital dengan dosis

20 mg/kg tidak memberikan respon, maka diberikan Fenitoin dengan dosis 20

mg/kg intravena dalam waktu 30 menit atau 1 mg/kgBB/menit, dilanjutkan

dengan dosis rumatan 5-10 mg/kg/hari diberikan setiap 12 jam.10

28

Page 29: After Care Patient HIE

Gambar 2. Penatalaksanaan kejang pada neonatus

C. Pengobatan potensial untuk mencegah kematian saraf secara lambat.

Beberapa cara yang bisa dilakukan:

1. Mencegah pembentukan radikal bebas yang berlebihan dengan

memberikan allupurinol, vitamin E.

2. Hipotermi. Dengan cara selective head cooling atau mild systemic

hypothermia atau selective head cooling dan mild systemic

hypothermia dapat mencegah kerusakan otak. Shankaran dkk

melaporkan adanya perbaikan hasil neurologis dan berkurangnya

kematian pada bayi baru lahir dengan asfiksia perinatal yang

diterapi dengan hipotermi. Terapi cooling pada neonatus dengan

HIE sedang sampai berat bersifat aman dan menurunkan kematian

serta disabilitas pada umur 18-22 bulan.

Systemic cooling bisa dilakukan berupa cooling blanket

atau cooling cap, selama 3 hari dimulai tidak boleh lebih dari 6 jam

setelah lahir. Ini efektif untuk mengurangi morbiditas neurologis

pada 2 tahun, efektif pada HIE stadium I dan II tapi tidak bisa

dipakai untuk HIE stasium III.

29

Page 30: After Care Patient HIE

Terapi hipotermi dapat mencegah kerusakan otak dengan

cara mengurangi proses metabolisme dan energi yang hilang,

mengurangi pelepasan glutamat, mengurangi ion kalsium yang

masuk ke dalam sel serta menghambat produksi radikal bebas dan

sintesis NO.

Terdapat bukti dari 3 publikasi dengan penelitian

randomized clinical trial bahwa hipotermi merupakan

neuroprotektif pada bayi aterm dengan HIE, pada usia kurang dari

6 jam. Tapi belum ada data apakah hipotermi jangka lama aman

dan memberi harapan hidup yang bagus.

3. Pemberian Phenobarbital sebelum kejang dosis 40 mg/kg iv dalam

waktu 1 jam.

4. Ca2+ channel blockers

5. Magnesium sulfat

D. Pengobatan suportif untuk organ-organ lainnya yang mengalami

kelainan. Pada asfiksia perinatal pada umumnya terjadi kelainan dari

berbagai organ. Pengobatan HIE perinatal secara holistik menyeluruh

dan utuh, karena kelainan satu organ akan mempengaruhi organ

lainnya.

Oleh karena asfiksia, terjadi vasokonstriksi pembuluh darah

mesentrium sehingga terjadi iskemia intestinal. Oleh karena adanya

hubungan antara iskemia dan insiden NEC, maka feeding harus segera

diberikan paling lambat 2-3 hari (sesuai dengan perbaikan mukosa

usus).

I.1.9 Diagnosis Banding4,6

Perlu dipikirkan penyakit atau keadaan lain yang manifestasi klinisnya

berupa ensefalopati neonatal, yaitu;

1. Pengaruh sedasi, pemberian anesthesia dan analgesia lainnya pada ibu

waktu persalinan

2. Infeksi virus, sepsis atau meningitis30

Page 31: After Care Patient HIE

3. Kelainan kongenital susunan saraf pusat, jantung dan paru

4. Penyakit neuromuskular

5. Trauma persalinan

6. Kelainan metabolisme bawaan

7. Tumor Otak

Gambar 3. Berbagai Penyebab Kejang Pada Neonatus

I.1.10 Prognosis13

Penderita yang mengalami HIE prognosisnya bervariasi, ada yang sembuh

total, cacat atau meninggal dunia. Pada stadium ringan pada umumnya sembuh

total dan pada stadium sedang 80% normal, sisanya timbul kelainan bila gejalanya

tetap ada lebih dari 5-7 hari. Insiden dan komplikasi jangka panjang tergantung

dari keparahan HIE. Sebanyak 80% bayi HIE yang hidup mendapat komplikasi

serius, 10-20% dengan disabilitas berat dan 10% sehat.5 Prognosis juga tergantung

dari adanya komplikasi metabolik dan kardiopulmonal (hipoksia, hipoglikemia,

syok), keparahan ensefalopati dan usia kehamilan (buruk jika prematur).

Berdasarkan NCCU Guidelines, prognosis HIE sebagai berikut:

31

Page 32: After Care Patient HIE

a. Ringan (stadium 1) : Semua hidup normal

b. Sedang (stadium 2) : 5% meninggal, 20% dengan sekuele

neurologi

c. Berat (stadium 3): 75% meninggal, 90-100% dengan

sekuele neurologi.

Ada beberapa faktor atau keadaan yang dapat dipakai untuk menilai

prognosis. Prognosisnya jelek apabila:

1. Asfiksia berat yang berkepanjangan (apgar score = 3 pada umur 20

menit)

2. HIE stadium berat menurut Sarnat dan Sarnat, 50% meninggal dunia

dan sisanya dengan gejala berat.

3. Kejang yang sulit diatasi muncul sebelum 12 jam yang disertai dengan

kelainan multi organ.

4. Adanya kelainan neurologi yang persisten pada 1-2 minggu saat

dipulangkan, 50% akan timbul epilepsi.

5. Adanya oliguria persisten (produksi urin <1 ml/kgBB per jam selama

36 jam pertama).

6. Mikrosefali pada 3 bulan pertama setelah lahir. Menurunnya rasio

lingkaran kepala yang didapatkan waktu lahir dibandingkan dengan

usia 4 bulan dibagi rerata lingkaran kepala pada usianya x 100% >

3,1%, merupakan cara untuk memprediksi timbulnya mikrosefali

sebelum usia 18 bulan.

7. Adanya kelainan EEG yang sedang sampai berat. Adanya EEG yang

normal atau ringan yang terjadi pada hari pertama setelah lahir

merupakan tanda outcome yang normal.

8. Adanya kelainan CT Scan yang berupa perdarahan hebat,

periventrikular leukomalasia atau nekrosis.

9. Kelainan MRI yang timbul pada 24-72 jam pertama setelah lahir.

Pemeriksaan MRI yang normal pada 24-72 jam setelah lahir hampir

selalu menghasilkan prediksi outcome yang baik walaupun pada

neonatus yang mengalami asfiksia berat.

32

Page 33: After Care Patient HIE

Secara umum dilaporkan angka kematian sebesar 25%. Paling banyak

kematian terjadi pada minggu pertama kehidupan yang berhubungan dengan

multiple oragn failure. Beberapa bayi dengan kelainan neurologik berat

meninggal karena aspirasi pneumonia atau penyakit sistemik lainnya.

1.11 Follow Up3,5

Tujuan follow up adalah untuk mendeteksi gangguan dan segera

melakukan intervensi pada bayi yang membutuhkan. Parameter pertumbuhan

mencakup ukuran lingkar kepala. Selain itu perlu dilakukan pemantuan oleh Ahli

Tumbuh Kembang Anak, ahli neurologi anak dan ahli mata. Tes pendengaran

harus segera dilakukan sebelum bayi pulang dan kembali diulang terutama pada

bayi yang berisiko (mendapat antibiotika, hipertensi pulmonal). Bayi dengan HIE

ringan biasanya menunjukkan prognosis yang bagus sehingga tidak diperlukan

follow up khusus.

I.1.12 Kesimpulan6

Bayi baru lahir dengan HIE mengalami gangguan sistem pernafasan,

kardiovaskular, hepar, fungsi ginjal, sehingga penanggulangannya memerlukan

pendekatan multisistem. Pengobatan HIE perinatal secara holistic, menyeluruh

dan utuh, karena kelainan satu organ akan mempengaruhi organ lainnya.

Hipoksia iskemik perinatal merupakan penyebab penting brain injury pada

neonatus dan disertai dengan sekuele neurologis yang lama seperti disfungsi

kognitif, keterlambatan perkembangan, kejang, gangguan sensorik maupun

motorik sehingga dalam follow up perlu dilakukan pemantauan oleh Ahli Tumbuh

Kembang Anak, ahli neurologi anak dan ahli mata.

Upaya yang optimal adalah pencegahan yang bertujuan untuk

mengidentifikasi dan mencegah fetus dan neonatus yang mempunyai risiko

mengalami asfiksia sejak dalam kandungan hingga persalinannya.

33

Page 34: After Care Patient HIE

BAB IIIAFTER CARE PATIENT (ACP)

III.1. Definisi After Care Patient (ACP)

After Care Patient (ACP) adalah pelayanan rumah sakit untuk

memberikan pelayanan yang terintegritas dengan meninjau ke lingkungan

demi menjamin kesembuhan pasien dengan melihat permasalahan yang

34

Page 35: After Care Patient HIE

ada pada pasien dan mengidentifikasi secara fungsi dalam anggota

keluarga serta memberikan edukasi kepada pasien agar dapat belajar hidup

sehat.

III.2. Tujuan After Care Patient (ACP)Tujuan untuk dilakukan after care patient selain untuk melihat

perkembangan pasien dalam pengelolaan pengobatan pasien dan

kesembuhan pasien. Peneliti bertujuan untuk memberikan edukasi pada

pasien ini berupa :

1. Mengedukasi pasien agar istirahat yang cukup

2. Mengedukasi pasien agar makan makanan yang bergizi dan bernutrisi

3. Mengedukasi pasien agar pasien menjalankan jadwal makan yang

teratur

4. Mengedukasi pasien agar berhenti merokok

5. Mengedukasi pasien agar mengetahui Pengetahuan dasar tentang ISK

6. Mengedukasi pasien agar mengetahui mengenai maacm obat - obatan,

manfaat, cara penggunaan dan efek sampingnya

III.3. Permasalahan PasienIdentifikasi Fungsi-Fungsi Keluarga

a. Fungsi Biologis dan Reproduksi

Dari hasil wawancara didapatkan informasi bahwa saat ini semua

anggota keluarga dalam keadaan sehat termasuk pasien. Pasien

adalah seorang bayi perempuan berusia 20 hari. Saat ini pasien

tinggal bersama kedua orang tua dan seorang kakak berusia 9

tahun.

b. Fungsi Psikologis

Pasien tinggal bersama ayah, ibu, dan seorang kakaknya.

Hubungan pasien dengan anggota keluarganya baik. Ibu yang

bertugas untuk merawat bayi dengan dibantu oleh anggota keluarga

yang lain.

c. Fungsi Sosial35

Page 36: After Care Patient HIE

Pasien tinggal di kawasan perkampungan yang cukup padat

penduduk. Hubungan keluarga dengan warga di lingkungan

sekitarnya cukup erat. Keluarga cukup dikenal dilingkungan

rumahnya dan sering berinteraksi dengan tetangga disekitar

rumahnya

d. Fungsi Ekonomi dan Pemenuhan Kebutuhan

Sumber penghasilan didapatkan dari penghasilan orang tua.

Penghasilan kedua orang tua rata-rata Rp 1.000.000 - Rp 1.500.000

per bulan. Ayah bekerja sebagai proyek dan ibu bekerja sebagai

petani. Namun, semenjak usia kehamilan ibu 8 bulan, ibu sudah

tidak bekerja. Penghasilan tersebut digunakan untuk pemenuhan

kebutuhan primer dan sekunder ayah, ibu, dan kedua anaknya.

Untuk pengaturan penghasilan keluarga dilakukan oleh ibu pasien.

Biaya pelayanan kesehatan untuk keluarga pasien dapatkan dari

BPJS PBI

e. Fungsi Religius

Agama yang dianut pasien adalah Islam. Kegiatan ibadah seluruh

anggota keluarga rutin dilakukan setiap hari, ajaran ilmu agama

kepada seluruh keluarga pasien terlihat baik. Mushola terletak

persis di depan rumah pasien

III.4. Pola Konsumsi Makan Pasien dan Keluarga

• Pasien hingga saat ini hanya minum ASI ekslusif.

• Frekuensi makan keluarga biasanya 3 kali sehari dengan jadwal yang

teratur dengan menu seperti sayur, tempe, tahu, telur. Ibu dan keluarga

jarang memakan buah-buahan.

36

Page 37: After Care Patient HIE

III.5. Identifikasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesehatan

a. Faktor Perilaku

keluarga kurang menyadari tentang perilaku hidup sehat serta tidak

mengetahui apapun tentang penyakit yang diderita anaknya sebelum

mendapat penjelasan dari dokter maupun tenaga kesehatan lain yang ikut

serta merawat bayi. Jika ada anggota keluarga yang sakit, keluarga

langsung berobat ke bidan atau puskesmas terdekat.

b. Faktor Non Perilaku

Sarana kesehatan di sekitar rumah cukup terjangkau. Bidan terletak 1 km

dari rumah pasien. Sedangkan puskesmas terletak sekitar 2-3 km dari rumah

pasien. Namun, Jarak dari RS cukup jauh sekitar 25-35 km. Bila ada anggota

keluarga yang sakit atau saat hamil, keluarga sering berobat ke bidan ataupun

puskesmas. Sarana transportasi juga cukup terjangkau. Terminal terletak 2

km dari rumah pasien.

III.6. Identifikasi Lingkungan Rumah

• Pasien tinggal di kawasan pemukiman rumah yang cukup padat penduduk.

Pasien tinggal bersama kedua orang tua dan seorang kakak yang berusia 9

thn. Kawasan perumahan pasien merupakan kawasan perkampungan biasa.

Rumah pasien terbuat dari dipan (anyaman-anyaman bambu, kayu) dengan

lantai tanah, sebagian tidak tertutup plafon sebagian ditutupi kain, dan atap

genteng. Rumah tidak memiliki jendela.

• Memiliki 2 kamar tidur, satu ruang tamu, dapur dan kamar mandi. Kamar

tidur tidak memiliki jendela, tempat tidur terbuat dari kayu dengan kasur

kapuk tipis, dasar tanah yang dilapisi tikar. Di dalam kamar mandi

terdapat sebuah jamban jongkok dan bak mandi yang terbuat dr semen dan

pintu terbuat dari seng.

• Saluran air dialirkan ke got belakang rumah yang mengalir. Di sebelah

rumah terdapat kandang kambing, yang diselingi oleh sebuah dinding.

37

Page 38: After Care Patient HIE

• Rumah tersebut termasuk dalam kategori rumah kurang sehat, karena tidak

memenuhi sebagian besar indikator rumah sehat. Pencahayan dan ventilasi

relatif kurang karena sebagian besar ruangan tidak memiliki jendela

sehingga rumah terasa lembab. Pencahayaan hanya masuk melalui celah2

dipan. Keadaan rumah terlihat bersih, namun banyak peralatan rumah

tangga dan kayu yang diletakkan di sembarang tempat dan menumpuk

sehingga memungkinkan untuk terbentuknya sarang penyakit.

• Sumber air minum, air untuk mencuci dan masak didapat dari air gunung

yang mengalir sehari 4x.

III.7. Diagram Realita yang Ada Pada Keluarga

III.8. Risiko, Permasalahan dan Rencana Pembinaan Kesehatan Keluarga

Risiko dan Masalah Kesehatan

Rencana Pembinaan Sasaran

HIE Pengetahuan kejang, penanganan kejang.

Manfaat ASI eksklusif

Keluarga

dan Pasien

38

Derajat kesehatan

By. Ny. S

Obs. Kejang e.c HIE

Neonatus aterm

Neonatal infeksi

Asfiksia sedang

Ventrikulomegali ringan

Hipertensi dan DM

Lingkungan

Ventilasi dan pecahayaan rumah kurangKebersihan dan kerapian rumah kurang

Genetik (-)

Riwayat asfiksia, KPD, dan Partus

Tak maju (+)

Ibu: Riwayat Asma

Yankes

Pelayanan kesehatan terjangkau

Perilaku

Keadaan rumah yang kurang kebersihannya.

Nutrisi keluarga kurang memenuhi syarat 4 sehat 5 sempurna

Page 39: After Care Patient HIE

Jaga kesehatan

Jaga kebersihan

Kontrol rutin

Imunisasi

Hindari asap rokok, boneka, cium pipi.

Nutrisi ibu

III.9. Pembinaan

Tanggal Kegiatan Hasil Kegiatan

24

September

2014

• Pengetahuan kejang, penanganan kejang.

• Manfaat ASI eksklusif

• Jaga kesehatan

• Jaga kebersihan

• Kontrol rutin

• Imunisasi

• Hindari asap rokok, boneka, cium pipi.

• Nutrisi ibu

Pengetahuan tentang kejang

meningkat, pengobatan

dilanjutkan, kontrol dilanjutkan,

ASI diteruskan, dan kebiasaan

yang dapat memperberat sudah

mulai dikurangi.

Tanggal Subjektif Objektif Assesment Planning

24 September 2014

Tidak ada keluhan. Menangis keras, gerakan aktif, minum

KU ; tampak tertidur

N: 120 x/menit, RR: 32 x/menit, S: 36.5 oC.

Obs. Kejang e.c HIE grade 2

Neonatus aterm

Neonatal

Edukasi: kontrol

39

Page 40: After Care Patient HIE

kuat setiap 2-4 jam. BAK (+), BAB (+)

BB : 3100 gr, PB : 48 cm, LK : 32 cm, LD ; 33 cm, Lila : 11 cm

K/L : mesocephal (32 cm), CA -/-, Si -/-, UUB datar, sutura masih melebar, sianosis (-), bibir kering (-)

Thoraks : P : SDV +/+, Cor : S1>S2, Reguler.

Abdomen : supel, BU (+), turgor baik, tali pusat kering.

Ekstremitas : akral hangat, CP < 2sec, sianosis (-)

infeksi Asfiksia

sedang Ventrikulo

megali ringan

III.10. Kesimpulan Pembinaan Keluarga

1. Tingkat pemahaman

Pemahaman terhadap edukasi yang dilakukan cukup baik.

2. Faktor penyulit

Tidak ada.

3. Indikator keberhasilan

a. Pengetahuan pasien tentang kejang meningkat sehingga dapat

membantu kesembuhan pasien.

b. Pengobatan dilanjutkan, kontrol dilakukan, pencegahan dicegah.

DAFTAR PUSTAKA

1. Utomo, Martono Tri, et all. 2006. Ensefalopati Hipoksik Iskiemik Perinatal.

FK UNAIR Dr. Sutomo : Surabaya.

http://old.pediatrik.com/pkb/061022022401-qf2m135.pdf

40

Page 41: After Care Patient HIE

2. http://downloads.ziddu.com/downloadfile/18872698/

Hipoxicischemicencephalopathy.docx.html

3. Kohnle, Diana. 2014. Hypoxic Ischemic Encephalopathy. NYU Langone

Medical Center. http://www.med.nyu.edu/content?ChunkIID=230598

4. Khairiyah, Rahmatul. 2014. Hypoxic Ischaemic Encephalophaty (HIE) dan

Caput Succadeneum. FK Universitau Riau RSUD Arifin Achmad : Riau.

https://www.scribd.com/doc/204031932/case-HIE

5. Zanelli, Santina A. 2014. Hypoxic Ischemic Encephalopathy. Medscape.

http://emedicine.medscape.com/article/973501-overview

6. Suryanagara, Mahesa. 2012. Hypoxic Ischemic Encephalopathy (HIE).

http://www.slideshare.net/MahesaSuryanagara/hie-referat

7. Angriawan, Metha. 2011. Hypoxic Ischemis Encephalopathy in the Newborn.

https://www.scribd.com/doc/59497824/Hypoxic-Ischemic-Encephalopathy-

in-the-Newborn

8. Rahmawati, Tiara. 2013. Patofisiologi Hipoksia Iskemik Ensefalopati pada

Neonatus. FK Trisakti : Jakarta.

https://www.scribd.com/doc/208678127/Patofisiologi-HIE

9. http://digilib.ump.ac.id/files/disk1/18/jhptump-a-mayanginda-896-2-babii.pdf

10. Alex, Irma. 2013. Ensefalopati Hipoksik Iskemik.

https://www.scribd.com/doc/148481860/Pendahuluan-Refrat-Neo

41