adaptasi masyarakat kota rawan bencana. pdf(1mb)

175
Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana ADAPTASI MASYARAKAT KOTA RAWAN BENCANA Tinjauan Konsep Pemahaman,Persepsi dan Kesiapan Mitigasi Dalam Perubahan Tata Ruang Penyusun : Henita Rahmayanti Disain Sampul : Henita Rahmayanti & Mido Rihibiha Editor : Mido Rihibiha Penerbit : Universitas Indonesia, Program Pascasarjana Program Studi Ilmu Lingkungan Cetakan : I – Jakarta, 2014 Hak cipta dilindungi oleh undang-undang. Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini, tanpa izin tertulis dari penerbit Perpustakaan Nasional: Katalok Dalam Terbitan (KDT) Rahmayanti, Henita Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana: Tinjauan Konsep Pemahaman, Persepsi dan Kesiapan Mitigasi Dalam Perubahan Tata Ruang/Henita Rahmayanti. --- Jakarta: Universitas Indonesia, Program Pascasarjana, Program Studi Ilmu Lingkungan, 2014. 157 hal, 23 cm Bibliografi : xi hal ISBN 978-602-70112-0-5 1. Pendidikan Lingkungan 2.Tata Ruang 3. Mitigasi Bencana

Upload: dangthuy

Post on 12-Jan-2017

249 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

ADAPTASI MASYARAKAT KOTA RAWAN BENCANA Tinjauan Konsep Pemahaman,Persepsi dan Kesiapan Mitigasi

Dalam Perubahan Tata Ruang

Penyusun : Henita Rahmayanti Disain Sampul : Henita Rahmayanti

& Mido Rihibiha Editor : Mido Rihibiha Penerbit : Universitas Indonesia, Program Pascasarjana Program Studi Ilmu Lingkungan Cetakan : I – Jakarta, 2014 Hak cipta dilindungi oleh undang-undang. Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini, tanpa izin tertulis dari penerbit

Perpustakaan Nasional: Katalok Dalam Terbitan (KDT) Rahmayanti, Henita

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana: Tinjauan Konsep Pemahaman, Persepsi dan Kesiapan Mitigasi Dalam Perubahan Tata Ruang/Henita Rahmayanti. --- Jakarta: Universitas Indonesia, Program Pascasarjana, Program Studi Ilmu Lingkungan, 2014.

157 hal, 23 cm Bibliografi : xi hal ISBN 978-602-70112-0-5 1. Pendidikan Lingkungan 2. Tata Ruang 3. Mitigasi Bencana

Page 2: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Henita Rahmayanti, lahir di Jakarta, 4 Juni 1963 sebagai anak keempat

dari Bapak H. Zainoezir Isa (alm) dan Ibu. Hj. Hafizah (almh). Menikah

dengan Ir. Teddi Yanto, dikaruniai 3 orang anak: Irfan Aditya, Farhan

Rahadian, dan Nadya Anindita.

Pendidikan SD Blok E Jakarta, SMP Negeri 13 Jakarta, SMA Negeri 70

Jakarta, lulus pada tahun 1982. Menyelesaikan program Sarjana di

Jurusan Pendidikan Teknik Sipil IKIP Jakarta pada tahun 1987 dengan

judul skripsi ”Roller Compacted Concret sebagai alternatif perkerasan

Jalan”. Tahun 1997 menyelesaikan S2 Program Studi Ilmu Lingkungan

Universitas Indonesia, dengan judul tesis “Pemanfaatan Fasilitas

Umum dan Fasilitas Sosial di Rumah Susun Kemayoran Jakarta”.

Tahun 2013 menyelesaikan S3 Program Studi Ilmu Lingkungan

Universitas Indonesia, dengan judul disertasi “Model Adaptasi

Masyarakat Dalam Penataan Ruang Kota Rawan Bencana”

Sejak Tahun 1988 diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) dosen

di Fakultas Teknik Universitas Negeri Jakarta (UNJ). Pada Jurusan

Teknik Sipil. Mata Kuliah yang diampu adalah Plumbing, Teknik

Penyehatan, Rekayasa Lingkungan, Marine Polution, PKLH, AMDAL.

Pengalaman jabatan sebagai Kepala Lab Plumbing 2000–2003,

sebagai Sekretaris Jurusan Teknik Sipil 2003–2007 dan sebagai Ketua

Program Studi D3 Transportasi 2007–2011.

Page 3: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

i

KATA SAMBUTAN

Kearifan manusia mengelola lingkungan dalam mitigasi

bencana sebagai sumber daya untuk pembangunan

bukan terjadi dengan seketika, tetapi memerlukan suatu

proses pendidikan. Untuk menunjang hal tersebut maka

muncul gagasan untuk menerapkan suatu pendidikan

lingkungan dalam mitigasi bencana.

Pengembangan sistem dilakukan dalam bentuk kebijakan

mitigasi perkotaan berupa kerangka konsep yang disusun

untuk mengurangi risiko bencana terutama di daerah

perkotaan. Kerangka konsep meliputi pengenalan dan

sikap terhadap risiko bencana alam dan buatan manusia.

Kebijakan nasional memberikan keleluasan secara

substansial kepada daerah untuk mengembangkan sistim

mitigasi bencana yang paling tepat sesuai dengan kondisi

lingkungan dan budaya setempat melalui pendidikan

lingkungan berbasis mitigasi bencana. Pendidikan

lingkungan hidup berbasis mitigasi bencana adalah suatu

proses untuk membangun populasi manusia di dunia yang

sadar dan peduli terhadap lingkungan.

Page 4: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

ii

Tulisan ini menggambarkan interaksi manusia dengan

lingkungan dan mitigasi bencana, yang bertujuan untuk

mencari hubungan sebab akibat dengan cara mengamati

keadaan yang ada pada saat ini, mengamati faktor konsep

kota rawan bencana dan model pendidikan lingkungan

dalam mitigasi bencana pada lokasi rawan bencana. Buku

ini mengungkapkan teori-teori, konsep yang relevan

dengan pokok bahasan yaitu konsep pendidikan

lingkungan, konsep mitigasi bencana dan konsep

pembangunan berkelanjutan.

Jakarta, 6 Maret 2014

Prof.dr. Haryoto Kusnoputranto, SKM. Dr. PH.

Ketua Program Studi Ilmu Lingkungan

Program Pascasarjana

Universitas Indonesia

Page 5: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

iii

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan Alhamdulillahirobbilalamiin dan

rasa syukur atas berkah dan karunia Allah SWT, yang

telah memungkinkan penulis dapat menyelesaikan

penulisan buku ini.

Buku ini membahas mengenai adaptasi masyarakat kota

rawan bencana. Bencana merupakan peristiwa alam

yang tidak dapat dihilangkan atau ditunda. Namun

demikian, manusia dapat mengurangi risiko yang

ditimbulkan oleh bencana alam, melalui perencanaan

mitigasi baik yang struktural berhubungan dengan

pembangunan konstruksi fisik maupun yang non struktural

antara lain meliputi perencanaan tata guna lahan yang

disesuaikan dengan kerentanan wilayahnya. Masyarakat

merupakan faktor utama dalam mitigasi, dengan

kemampuannya beradaptasi di dalam kota rawan

bencana. Proses adaptasi masyarakat dipengaruhi oleh

pemahaman dan persepsi.

Buku ini di tulis berdasarkan hasil penelitian penulis dalam

Page 6: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

iv

penyelesaian studi doktoral pada Program Studi Ilmu

Lingkungan Universitas Indonesia dengan judul Model

Adaptasi Masyarakat dalam Penataan Ruang Kota Rawan

Bencana. Lingkup penulisan adalah pemahaman dan

persepsi masyarakat terhadap kebijakan implementasi

mitigasi penataan ruang kota rawan bencana. Lokasi

penelitian di Kota Padang khususnya Kecamatan Padang

Barat. Berdasarkan penelitian yang dilakukan maka

diketahui bahwa variabel sosial, ekonomi, budaya, dan

fisik merupakan faktor yang mempengaruhi pemahaman,

dan pemahaman akan mempengaruhi persepsi.

Penyiapan sarana prasarana mitigasi juga akan

mempengaruhi persepsi, persepsi sebagai dasar

pertimbangan adaptasi masyarakat dalam penataan ruang

kota rawan bencana. Dengan diketahuinya factor-faktor

yang mempengaruhi adaptasi masyarakat maka

diharapkan dapat memberi kontribusi yang dapat

meningkatkan kesiapan masyarakat munuju

pembangunan kota berkelanjutan.

Semoga buku ini dapat bermanfaat bagi para mahasiswa,

anggota LSM, para pengambil kebijakan baik di tingkat

daerah maupun nasional serta pihak-pihak lain yang

Page 7: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

v

peduli atau terlibat dalam penanggulangan mitigasi dan

dampak bencana, agar dapat mengurangi risiko bencana

dan mempersiapkan masyarakat yang adaptif.

Ucapan terimakasih kepada semua pihak yang telah

membantu, secara khusus kepada sahabat baik ku Ibu

Mido Rihibiha selaku Editor, dan Penerbit Universitas

Indonesia, Program Studi Ilmu Lingkungan. Penulis

menyadari bahwa buku ini belum sempurna, sehingga

penulis mohon maaf sekiranya terdapat kesalahan dan

kekurangan dalam penulisan buku ini.

Jakarta, Maret 2014

Penulis

Page 8: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

vi

DAFTAR ISI

KATA SAMBUTAN ………………………………......... i KATA PENGANTAR ………………………………...... iii DAFTAR ISI ………………………………………......... vi DAFTAR TABEL …………………………………......... viii DAFTAR GAMBAR ………………………………........ x DAFTAR ISTILAH …………………………………....... xi DAFTAR SINGKATAN …………………………........... xii 1 Pendahuluan ………………………………….......... 1 1.1. Latar Belakang …………………………....... 1 1.2. Keadaan Rawan Bencana ……………......... 11 2 Mitigasi Bencana ................................................... 13 2.1. Konsep Mitigasi ........................................... 13 2.2. Konsep Ilmu Lingkungan ............................. 15 2.3. Konsep Adaptasi.......................................... 22 2.4. Konsep Pemahaman ................................... 31 2.5. Konsep Persepsi .......................................... 33 3 Penataan Ruang ................................................... 35 3.1. Konsep Kota Rawan Bencana ..................... 48 3.2. Konsep Keberlanjutan Kota ......................... 60 3.3. Kebijakan Penataan Ruang ......................... 67 4 Adaptasi Masyarakat Dalam Penataan Ruang .... 70 4.1. Gambaran Kota Padang .............................. 70 4.2. Kecamatan Padang Barat ......................... 83 4.3. Faktor yang Mempengaruhi Adaptasi 92

Page 9: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

vii

Masyarakat Dalam Penataan Ruang ........... 4.3.1 Pengetahuan dan Persepsi

Masyarakat ...................................... 93

4.3.2 Sosialisasi Mitigasi ........................... 100 4.3.3 Potensi Kearifan Lokal Dalam Mitigasi

............................................. 103

4.4. Kondisi Masyarakat ...................................... 105 4.5. Masyarakat dan Budaya Minang ................. 130 4.5.1 Kebudayaan Minang ........................ 130 4.5.2 Beberapa Penelitian yang Pernah

Dilakukan ......................................... 137

5 Kesimpulan ............................................................ 142 5.1. Mitigasi ........................................... 142 5.2. Adaptasi Masyarakat ................................... 146 5.3. Keberlanjutan Kota ...................................... 150 Daftar Pustaka ....................................................... 154

Page 10: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

viii

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Rekapitulasi Korban Jiwa akibat Gempa Bumi

30 September 2009 ......................... 5

Tabel 2 Rekapitulasi Kerusakan Sarana Pendidikan akibat Gempa Bumi, 30 September 2009 .......................................

6

Tabel 3 Luas Wilayah Kota Padang Berdasarkan Kecamatan ..........................

71

Tabel 4. Luas wilayah Kota Padang Berdasarkan Klasifikasi Kemiringan Lahan .......................................................

73

Tabel 5. Klasifikasi ketinggian Kota Padang menurut kecamatan .................................

74

Tabel 6 Luas Lahan Berdasarkan Jenis Penggunaanya .........................................

76

Tabel 7. Jumlah penduduk menurut kecamatan di Kota Padang .............................................

78

Tabel 8. Kepadatan dan distribusi penduduk menurut kecamatan di Kota Padang tahun 2005-2010 .....................................

80

Tabel 9. Jumlah Penduduk di Kecamatan Padang Barat ……………

84

Tabel 10 Kepadatan dan distribusi penduduk menurut kelurahan di Kecamatan Padang Barat .........

85

Tabel 11 Jumlah Sarana Pendidikan di Kecamatan Padang Barat ......................

87

Tabel 12 Jumlah sarana kesehatan menurut kelurahan di Kecamatan Padang Barat

89

Tabel 13. Jumlah sarana peribadatan menurut kelurahan di Kecamatan Padang Barat tahun 2010 ...............................................

91

Tabel 14. Karakteristik Utama Informan Key Person 93

Page 11: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

ix

Tabel 15. Alamat Responden ................................... 106 Tabel 16. Usia Responden ....................................... 106 Tabel 17. Jenis Kelamin ........................................... 107 Tabel 18. Lama Tinggal ............................................ 107 Tabel 19. Suku Asli ................................................. 108 Tabel 20. Pendatang dari Suku ............................... 108 Tabel 21 Pendidikan Responden ........................... 109 Tabel 22. Jumlah penghuni ...................................... 110 Tabel 23. Pekerjaan Responden .............................. 111 Tabel 24. Pekerjaan setelah terjadi gempa .............. 112 Tabel 25. Kerjaan sekarang ..................................... 113 Tabel 26. Penghasilan Responden ........................ 114 Tabel 27. Jarak rumah dengan lokasi bencana .... 115 Tabel 28. Bentuk rumah ........................................... 115 Tabel 29. Status kepemilikan ................................... 116 Tabel 30. Pasca Bencana Kondisi Rumah ............. 116 Tabel 31 Rangkuman Hasil Analisis Kuesioner .. 117 Tabel 32. Rangkuman jawaban Responden .......... 125

Page 12: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Lingkungan Hidup ............................ 17 Gambar 2. Proses Perencanaan dan Penataan

Ruang ............................................... 39

Page 13: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

xi

DAFTAR ISTILAH

Adaptasi : Menyesuaikan dengan kebutuhan atau

tuntutan baru, atau dapat pula berarti usaha mencari keseimbangan kembali ke keadaan normal

Bencana : Peristiwa atau rangkaian peristiwa yang

mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis

Page 14: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

xii

DAFTAR SINGKATAN

AGFI Adjusted Goodness of Fit Index BAM Bumi Alam Minangkabau BIM Bandara Internasional Minangkabau BPBD Badan Penanggulangan Bencana Daerah BPBN Badan Penanggulangan Bencana Nasional BPN Badan Pertanahan Nasional MdPL Meter dari Permukaan Laut PDRB Pendapatan Domestik Regional Bruto RTRW Rencana Tata Ruang Wilayah RPJM Rencana Pembangunan Jangka Menengah RTR Rencana Tata Ruang RTRK Rencana Tata Ruang Kota RPJP Rencana Pembangunan Jangka Panjang RTH Ruang Terbuka Hijau SNI Standar Nasional Indonesia

Page 15: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

1

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan daerah rawan bencana, ditandai

dengan peristiwa bencana yang melanda di berbagai

wilayah. Bencana merupakan suatu kejadian yang

tidak dapat dilepaskan dengan kehidupan manusia,

baik sebagai individu maupun masyarakat. Bencana

dapat disebabkan oleh faktor alam (gempa bumi, tsunami,

banjir, letusan gunung api, tanah longsor, angin ribut) dan

faktor non alam seperti akibat kegagalan teknologi dan

ulah manusia. Umumnya peristiwa terjadinya bencana

mengakibatkan penderitaan bagi masyarakat, berupa

korban jiwa, kerugian harta benda, kerusakan lingkungan

serta musnahnya hasil-hasil pembangunan yang telah

dicapai.

Berdasarkan analisa mengenai potensi bencana dan

tingkat kerentanan, maka dapat diperkirakan risiko

bencana yang terjadi di perkotaan Indonesia tergolong

tinggi. Faktor lain yang mendorong semakin tingginya

risiko bencana adalah disebabkan banyak penduduk

yang tinggal di kawasan rawan bencana, dengan alasan

Page 16: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

2

seperti kesuburan tanah, kesempatan kerja, kedekatan

secara emosional dan lain-lain.

Kejadian gempa sampai saat ini sulit untuk diprediksi,

sehingga upaya yang dicanangkan untuk pengurangan

risiko bencana adalah melalui mitigasi. Mitigasi bencana

adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko

bencana, baik m e la l u i pembangunan f i s i k

ma upun penyada ran dan pen ingk a tan

k emam puan menghadapi ancaman bencana, sesuai

dengan Undang-Undang 24/2007 tentang

Penanggulangan Bencana Alam. Pemerintah kota

berperan dalam melaksanakan pembangunan untuk

meningkatkan pertumbuhan wilayah dan penggerak

pembangunan melalui jasa pelayanan di segala bidang.

Dalam upaya untuk mengurangi risiko bencana,

pemerintah kota juga memiliki peran dan fungsi strategis.

Pemerintah kota merupakan pusat informasi dan teknologi

mitigasi bencana dengan mengembangkan suatu sistem

secara proaktif untuk membangun kota yang

berkelanjutan dan berwawasan mitigasi bencana.

Pengembangan sistem dilakukan dalam bentuk kebijakan

mitigasi perkotaan berupa kerangka konsep yang disusun

Page 17: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

3

untuk mengurangi risiko bencana terutama di daerah

perkotaan. Kerangka konsep meliputi pengenalan dan

adaptasi terhadap risiko bencana alam dan bencana

akibat buatan manusia.

Mitigasi dikelompokkan ke dalam mitigasi struktural dan

mitigasi kultural. Mitigasi struktural adalah upaya untuk

mengurangi kerentanan terhadap bencana, mitigasi

struktural terbagi dua yaitu secara mikro dan secara

makro. Mitigasi struktural secara mikro melalui formulasi

aksi bencana, coding struktur dan bangunan tahan

gempa. Mitigasi struktural secara makro dengan zonasi

skala bencana dan peraturan disain bangunan. Mitigasi

kultural adalah upaya untuk mengurangi kerentanan

terhadap bencana dengan cara perubahan paradigma,

meningkatkan pengetahuan dan sikap, sehingga

terbangun masyarakat yang tangguh. Kebijakan nasional

memberikan keleluasan secara substansi kepada daerah

untuk mengembangkan sistem mitigasi bencana yang

paling tepat sesuai dengan kondisi lingkungan dan

budaya setempat.

Pulau Sumatera merupakan salah satu daerah rawan

Page 18: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

4

bencana, berada diantara pertemuan 3 (tiga) lempeng

kerak bumi yaitu Kerak Benua Eurasia, lempeng

Samudera Hindia-Australia, dan lempeng Samudera

Pasifik. Dari interaksi ketiga lempeng tersebut melahirkan

apa yang dikenal sebagai jalur gunung api, jalur gempa

bumi, dan jalur pegunungan. Jalur tersebut dikenal

sebagai jalur bencana alam geologi (gerakan tanah/tanah

longsor, letusan gunung api, gempa bumi dan tsunami),

terbentang dari ujung barat laut wilayah Aceh melalui

Bukit Barisan hingga ke Lampung.

Kota Padang terletak di jalur gunung api, sangat rawan

terhadap ancaman bahaya bencana alam geologi. Data

kegempaan memperlihatkan lokasi pusat-pusat gempa di

perairan Kota Padang tersebar cukup merata. Gempa

bumi yang terjadi pada tanggal 30 September 2009 di

Kota Padang berakibat banyaknya korban jiwa. Korban

jiwa akibat gempa bumi di Kota Padang terdiri dari: hilang

2 orang, meninggal 383 orang (termasuk 11 orang yang

alamatnya tidak diketahui dan 39 orang berasal dari luar

Kota Padang), luka berat 411 orang dan luka ringan 771

orang. Korban jiwa meninggal terbanyak di Kecamatan

Padang Barat (81 orang) dan yang paling sedikit di

Page 19: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

5

Kecamatan Lubuk Kilangan (5 orang). Berdasarkan data

jumlah korban, Kecamatan Padang Barat merupakan

kecamatan dengan jumlah korban meninggal, luka berat

dan luka ringan terbesar, karena Kecamatan Padang

Barat sebagai pusat pemerintahan kota, pusat

perkantoran dan pusat perekonomian dengan kepadatan

penduduk besar. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada

Tabel berikut.

Tabel 1. Rekapitulasi Korban Jiwa akibat Gempa Bumi 30 September 2009

No Kecamatan Korban Jiwa Hilang meninggal Luka

Berat Luka

ringan 1 Lubuk Kilangan - 5 31 32 2 Koto Tangah - 19 23 61 3 Kuranji - 36 29 38 4 Padang Barat - 81 110 264 5 Padang Utara 1 28 52 31 6 Padang Selatan - 35 42 43 7 Padang Timur - 41 109 113 8 Nanggalo - 27 10 59 9 Lubuk Begalung 1 40 24 60 10 Pauh - 13 1 32 11 Bungus Teluk

Kabung - 8 - 38

12 Alamat tidak diketahui

- 11 - -

13 Luar daerah - 39 - - Jumlah 2 383 431 771

Sumber: BPBD Kota Padang, 2010

Page 20: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

6

Data kerusakan sarana dan prasarana pendidikan seperti

sekolah, kelas, perpustakaan, laboraturium dan kantor,

rumah dinas serta mushollah dapat dilihat pada Tabel 2.

Kecamatan Padang Barat juga merupakan kecamatan

yang mengalami kerusakan dalam jumlah yang tertinggi

dibandingkan kecamatan lain di Kota Padang. Lebih

jelasnya dapat dilihat pada Tabel berikut.

Tabel 2. Rekapitulasi Kerusakan Sarana Pendidikan akibat Gempa Bumi, 30 September 2009

No. Kecamatan Sarana Prasarana Pendidikan

(Kelas/Perpus/Labor/Kantor/ Rumdin/Mushalla

RB RS RR 1 Lubuk Kilangan 65 54 54 2 Koto Tangah 169 109 120 3 Kuranji 89 120 130 4 Padang Barat 296 103 129 5 Padang Utara 157 68 57 6 Padang Selatan 129 80 72 7 Padang Timur 240 141 90 8 Nanggalo 164 51 41 9 Lubuk Begalung 159 129 114

10 Pauh 46 79 48 11 Bungus Teluk Kabung 92 104 48

Jumlah 1606 1038 903 Sumber: BPBD Kota Padang, 2010

Keterangan: RB = rusak berat RS = rusak sedang RR = rusak ringan

Page 21: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

7

Untuk memulihkan kondisi Kota Padang pasca gempa

dibutuhkan upaya rehabilitasi dan rekonstruksi yang

dilakukan secara sistematis. Upaya ini memerlukan

pokok-pokok kebijakan yang dapat dijadikan landasan

untuk merencanakan dan membangun kembali Padang

sebagai kota dengan semangat baru (Padang New City),

melalui pembangunan ekonomi dan respon terhadap

bencana. Kebijakan terhadap pembangunan ekonomi

serta respon dalam bencana menjadi pertimbangan dalam

merevisi dokumen perencanaan strategis Kota Padang

(Rencana Tata Ruang Wilayah/RTRW dan Rencana

Pembangunan Jangka Menengah/RPJM).

Perencanaan dalam bidang penataan ruang mengandung

tujuan kebijakan, rencana, prosedur dan program-

program. Penataan ruang kota dalam mitigasi bencana

sangat penting dalam memberi perlindungan dan rasa

aman bagi masyarakat. Keterlibatan masyarakat perlu

dikembangkan berdasarkan bentuk yang disepakati

bersama serta dilakukan dengan memperhatikan karakter

sosial budaya setempat (local unique) dan model

kelembagaan setempat.

Page 22: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

8

Pemahaman tinggal di daerah rawan bencana perlu

disikapi secara bijak dan pandai menyiasati cara-cara

hidup berdampingan dengan kondisi alam yang rawan

bencana tersebut (Respati, 2009). Sehubungan dengan

risiko bencana gempa di kota Padang, maka perlu ada

upaya antisipasi dan adaptasi bencana berdasarkan

pemahaman dan persepsi masyarakat. Dengan

mengetahui faktor yang mempengaruhi pemahaman dan

persepsi masyarakat maka dapat menjadi pertimbangan

dalam proses perencanaan dan pelaksanaan mitigasi dan

sebagai acuan dalam mengarahkan program

pembangunan kota rawan bencana.

Terjadi perubahan orientasi penelitian tentang bencana,

tidak hanya pada aspek teknis dan penanganan korban

bencana, tetapi pada pendekatan yang menekankan pada

aspek masyarakat, termasuk didalamnya usulan

pengelolaan mitigasi dalam pengembangan masyarakat

secara terpadu (Blaikie, 1994; Quarentelli, 1989; Twigg &

Bhatt, 1998; Shaw & Okazaki, 2003)

Dampak bencana alam di suatu wilayah secara langsung

dirasakan oleh masyarakat, untuk mengurangi dan

Page 23: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

9

menghindari risiko bencana penting dilakukan dengan

cara meningkatkan kesadaran dan kapasitas masyarakat

(Suryanti, 2010). Masyarakat merupakan pihak yang

memiliki pengalaman langsung dalam kejadian bencana

sehingga pemahaman yang dimiliki menjadi modal bagi

pengurangan risiko bencana, respon masyarakat terhadap

bencana sangat penting untuk dipahami (Zein, 2010).

Respons merupakan awal dari sebuah strategi adaptasi

oleh masyarakat yang dihasilkan melalui pemahaman

terhadap bencana alam yang terjadi. Pemahaman

masyarakat berupa pengetahuan yang teraktualisasi

dalam persepsi dan atau tindakan dalam sikap

menghadapi bencana. Hasil dari sikap dan atau tindakan

masyarakat untuk menghadapi bencana adalah strategi

adaptasi yang berarti penyesuaian yang dilakukan akibat

dari ancaman lingkungan (Marfai, 2008).

Adaptasi merupakan hasil dari sikap masyarakat yang

muncul berdasarkan persepsi dan pengetahuan mereka

terhadap kota rawan bencana. Kajian mengenai adaptasi

ini dilakukan dengan menilai populasi pada kondisi

sosioekologi berbeda. Twigg (2007) mengemukakan

Page 24: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

10

bahwa kerugian bencana merupakan hasil dari interaksi

dari proses fisik alam, karakteristik sosial masyarakat, dan

kondisi lingkungan terbangun. Perbedaan karakteristik

dari ketiga sistem tersebut menghasilkan kerugian

berbeda pada bencana alam yang berbeda. Douglas

(1999) menegaskan bahwa setiap satuan unit ruang

memiliki tingkat risiko bencana yang beragam karena

terdiri dari elemen-elemen pendukung yang beragam. Hal

ini menunjukkan bahwa faktor manusia bukan faktor

tunggal untuk mengurangi bencana. Faktor non-manusia,

seperti faktor lingkungan alam dan lingkungan buatan,

membentuk risiko bencana bersama faktor manusia.

Persepsi dan adaptasi mitigasi bencana dalam perspektif

penataan ruang dapat dilakukan dengan proses antisipasi

bukan hanya terhadap prediksi penciptaan lingkungan

yang nyaman, tetapi juga mampu mengantisipasi potensi-

potensi bencana dan strategi mitigasinya (Respati, 2008).

Mitigasi pra bencana dilakukan melalui kajian konsep dan

rancangan tata ruang maupun regulasi sistem penangan

bencana. Kajian adaptasi masyarakat dalam hal ini

mencakup pemahaman masyarakat terhadap pola

pergerakan masyarakat pada saat bencana serta konsep

Page 25: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

11

rancang kota pencegahan dan perlu tersedianya fasilitas

sarana dan prasarana penyelamatan berdasarkan kajian

persepsi.

Kajian persepsi dalam upaya antisipasi bencana gempa

adalah sesuai dengan arah dan tujuan yang ingin dicapai

dalam Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 tentang

Penanggulangan Bencana khususnya pasal 37 ayat 2

butir b yang menyebutkan bahwa kegiatan pengurangan

risiko bencana dilakukan untuk mengurangi dampak buruk

yang mungkin timbul terutama dilakukan dalam situasi

tidak terjadi bencana.

1.2 Keadaan Rawan Bencana

Terjadi perubahan struktur dan bentuk kota dalam

penataan ruang sebagai implementasi mitigasi kota

rawan bencana. Struktur dan bentuk kota merupakan hasil

dari dinamika berbagai faktor sosial, ekonomi, budaya,

dan fisik secara umum maupun lokal. Untuk masyarakat

mampu beradaptasi dalam perubahan tersebut maka

diperlukan suatu pemahaman dan persepsi mengenai

perubahan dan akibat dari perubahan tersebut.

Page 26: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

12

Hal yang akan dibicarakan disini adalah perubahan

dalam penataan ruang kota rawan bencana dengan

mempertimbangkan mitigasi, tidak dapat

mengakomodasikan kebutuhan seluruh sektor kegiatan

masyarakat, sehingga diperlukan adaptasi masyarakat

dalam perubahan terkait dengan implementasi mitigasi

untuk mengurangi risiko bencana dan korban jiwa.

Berdasarkan rumusan itu, maka diperlukan suatu kajian

mengenai adaptasi masyarakat dalam kota rawan

bencana ditinjau dari ilmu lingkungan. Dengan model

yang menggambarkan hubungan faktor pemahaman,

penyiapan sarana prasarana sebagai persepsi untuk

dapat beradaptasi dalam kota rawan bencana.

Page 27: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

13

2. MITIGASI BENCANA

2.1. Konsep Mitigasi

Interaksi manusia dengan lingkungan yang merupakan kajian

ilmu lingkungan, yaitu untuk mencari hubungan beberapa

faktor dengan cara mengamati keadaan yang ada pada saat

ini mengenai konsep penataan ruang dengan model

adaptasi masyarakat dalam kota rawan bencana. Untuk itu

digunakan teori-teori, konsep yang relevan dengan pokok

bahasan yaitu konsep ilmu lingkungan, konsep adaptasi,

konsep penataan ruang dan mitigasi dalam pemanfaatan

ruang rawan bencana dan konsep pembangunan

berkelanjutan.

Mitigasi bencana merupakan suatu aktivitas yang berperan

sebagai tindakan pengurangan dampak bencana, atau

usaha-usaha yang dilakukan untuk megurangi korban ketika

bencana terjadi, baik korban jiwa maupun harta. Dalam

melakukan tindakan mitigasi bencana, langkah awal yang kita

harus lakukan ialah melakukan kajian risiko bencana terhadap

daerah tersebut. Dalam menghitung risiko bencana sebuah

daerah kita harus mengetahui bahaya (hazard,

,kerentanan (vulnerability) dan kapasitas (capacity) suatu

Page 28: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

14

wilayah yang berdasarkan pada karakteristik kondisi fisik dan

wilayahnya.

Mitigasi bencana adalah serangkaian upaya untuk

mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik

maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan

menghadapi ancaman bencana (Pasal 1 ayat 6 PP No 21

Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Penanggulangan

Bencana). Bencana sendiri adalah peristiwa atau rangkaian

peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan

penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor

alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia

sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia,

kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak

psikologis. Bencana dapat berupa kebakaran, tsunami,

gempa bumi, letusan gunung api, banjir, longsor, badai tropis,

dan lainnya

Mitigasi dapat juga diartikan sebagai istilah kolektif yang

digunakan untuk mencakup semua aktivitas yang dilakukan

dalam mengantisipasi munculnya suatu potensi kejadian yang

mengakibatkan kerusakan, termasuk kesiapan dan tindakan-

tindakan pengurangan risiko jangka panjang. Kegiatan

Page 29: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

15

mitigasi antara lain dilakukan melalui pelaksanaan penataan

ruang, pengaturan pembangunan, pembangunan

infrastruktur, penyelenggaraan pendidikan, penyuluhan dan

pelatihan baik secara konvensional maupun modern.

2.2. Konsep Ilmu Lingkungan

Konsep Ilmu Lingkungan (environmental science) adalah

ilmu pengetahuan yang mempelajari interaksi dan

hubungan timbal balik antara masyarakat (lingkungan

sosial manusia) dengan lingkungan hidupnya, serta

bagaimana kelestariannya di bumi ini. Ilmu Lingkungan

juga merupakan ilmu yang memberi gambaran dan

jawaban pada kompleksitas hubungan satu dengan

lainnya dan memiliki rentang waktu yang panjang, serta

penggabungan dari berbagai disiplin ilmu yang secara

bersama-sama dimanfaatkan untuk memecahkan

permasalahannya. Ilmu lingkungan merupakan bidang

akademik yang interdisipliner yang memadukan ilmu fisik

dan biologis (mencakup fisika, kimia, biologi, geografi,

geologi, sosial, ekonomi, dan budaya) untuk mempelajari

lingkungan dan pemecahan terhadap masalah

lingkungan.

Page 30: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

16

Sebagai konsep dasar ilmu lingkungan adalah pemahaman

terhadap lingkungan hidup sebagai kesatuan ruang dengan

segala benda, daya, keadaan dan makhluk hidup, termasuk

manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam,

kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia

serta makhluk hidup lainnya sesuai dengan UU Nomor 32

Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup. Lingkungan hidup sebagai suatu

ekosistem yang terdiri atas berbagai subsistem, yang

mencakup aspek sosial, budaya, ekonomi dan geografi

dengan corak ragam berbeda yang mengakibatkan

perbedaan dalam kemampuan daya dukung di setiap daerah.

Perbedaan daya dukung di setiap daerah memerlukan

pembinaan dan pengembangan agar dapat meningkat

keselarasan, keserasian dan keseimbangan subsistem, yang

berarti juga meningkatnya ketahanan subsistem itu.

Page 31: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

17

Gambar 1. Lingkungan Hidup

Sumber: Soeryani, 1997

Diantara ketiga komponen lingkungan hidup pada Gambar

1 perlu ada keseimbangan dan harmoni antara kebutuhan

sosial manusia, yang dikembangkan dalam lingkungan

hidup buatan atau binaan dengan keadaan lingkungan

hidup alam.

Dasar dari ilmu lingkungan adalah ekologi, ekologi adalah

Page 32: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

18

ilmu tentang hubungan timbal-balik makhluk hidup (biotik)

sesamanya dan dengan benda-benda non-hidup (abiotik)

di sekitarnya. Jadi ekologi adalah ilmu tentang rumah

tangga makhluk hidup dan lingkungannya. Sebagai

bagian dari makhluk hidup, peranan dan perilaku manusia

dipelajari secara khusus dalam ekologi manusia, sehingga

ekologi manusia berarti ekologi yang memusatkan

pengkajian pada manusia sebagai individu maupun

sebagai populasi dalam suatu ekosistem. Ekologi dan

ekonomi adalah dua hal yang berakar kata yang sama:

oikos (rumah tangga), yang satu tentang rumah tangga,

yang kedua tentang pengelolaan rumah tangga. Antara

kedua pandangan tersebut tidak jarang keduanya

berbenturan satu sama lain. Seolah-olah keduanya

berada dalam dua jaringan atau sistem yang berbeda.

Padahal sebenarnya rumah tangga manusia itu juga

merupakan bagian, atau harus berada secara serasi dan

didukung secara kesinambungan (sustainable) dalam dan

oleh rumah tangga makhluk hidup di lingkungannya.

Benturan tersebut terjadi berakar dari pengaturan tata-

ruang dalam ekosistem. (Soerjani, 1997)

Untuk mengkaji ekologi maka pertama yang harus

Page 33: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

19

diketahui adalah mengenai prinsip-prinsip utama ekologi

yaitu:

1. Interaksi (interaction)

2. Saling ketergantungan (interdependence)

3. Keanekaragaman (diversity)

4. Keharmonisan (harmony)

5. Kemampuan berkelanjutan (sustainability)

Ekologi manusia dalam ekosistem merupakan salah satu

kajian dari ekologi. (Soerjani, 1997) menyatakan bahwa

ekosistem dikaji oleh ekologi, sedangkan lingkungan

hidup dikaji oleh ilmu lingkungan yang landasan pokoknya

adalah ekologi, serta dengan memperhatikan disiplin ilmu

lain, terutama ekonomi dan sosiologi. Maka ilmu

lingkungan dapat disebut sebagai ekologi terapan yakni

penerapan prinsip dan konsep ekologi dalam kehidupan

manusia. Perspektif ilmu lingkungan dalam paradigma

pembangunan dikenal sebagai pembangunan yang

berwawasan lingkungan.

Pusat dari pemikiran para ahli ekologi adalah gagasan

tentang kecocokan manusia dan lingkungannya.

Lingkungan dirancang dan berkembang sehingga

Page 34: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

20

memungkinkan terjadinya perilaku tertentu. Setting

perilaku (Moran, 1982) adalah evaluasi terhadap

kecocokan antara lingkungan dengan perilaku yang terjadi

pada konteks lingkungan tersebut dan tingkah laku tidak

hanya ditentukan oleh lingkungan atau sebaliknya,

melainkan kedua hal tersebut saling menentukan dan

tidak dapat dipisah-pisahkan, hubungan tingkah laku

dengan lingkungan atau interdependensi ekologi.

Selanjutnya mempelajari hubungan timbal balik antara

lingkungan dan tingkah laku merupakan suatu hal yang

unik, dengan adanya setting perilaku yang dipandang

sebagai faktor tersendiri. Setting perilaku adalah pola

tingkah laku kelompok yang terjadi sebagai akibat kondisi

lingkungan tertentu

Ekologi sosial mendasarkan teorinya pada asumsi bahwa

masyarakat manusia mempunyai dua taraf, yaitu taraf

biotik atau community dan taraf sosial atau society.

Community merupakan suatu pola organisasi yang

tumbuh dengan sendirinya apabila ada banyak orang

yang berada, atau bertempat tinggal, pada suatu tempat

yang terbatas. Taraf biotik atau community inilah yang

tumbuh secara alamiah dan merupakan dasar dari

Page 35: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

21

masyarakat. Taraf society adalah lebih luas, karena telah

menyangkut masalah susunan sosiokultural dalam

masyarakat yang diatur oleh konsensus (persetujuan),

komunikasi, nilai-nilai, dan norma-norma, serta

berhubungan dengan sistem sosial.

Berdasarkan Gambar 1 kondisi lingkungan hidup alam di

Kota Padang, sebagai kota yang rawan bencana. Untuk

membangun lingkungan hidup buatan atau binaan

dilakukan dengan meningkatkan kemampuan mitigasi

struktural dan mitigasi kultural. Lingkungan hidup binaan

harus mempertimbangkan lingkungan hidup sosial.

Masyarakat Kota Padang sebagai lingkungan hidup sosial

diharapkan dapat selalu meningkatkan kemampuannya

beradaptasi atau menyesuaikan diri terhadap perubahan

lingkungan alam dan lingkungan hidup binaan. Perubahan

persepsi dan pemahaman melalui pengetahuan dan

pengalaman yang didasari budaya masyarakat Kota

Padang. Dengan demikian diharapkan lingkungan sosial

dapat menjaga keseimbangan dan harmoni dengan

lingkungan alam.

Page 36: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

22

2.3. Konsep Adaptasi

Manusia memiliki kemampuan untuk menyesuaikan diri

dengan lingkungannya, mereka senantiasa

memperhatikan dan menguji lingkungan yang dihadapinya

sebelum melakukan suatu tindakan. Mengkaji hubungan

manusia dengan lingkungan, terdapat empat pemikiran

pragmatisme mempengaruhi pemikiran para pendiri

interaksi simbolik (Moran,1982). Pertama, pragmatisme

mencoba mengkaji hubungan manusia dengan

lingkungannya, semua objek di lingkungan tidak pernah

mengungkap dirinya sendiri tanpa diberikan makna oleh

individu, karena objek secara inhern tidak memiliki makna.

Kedua, penjelasan tentang hakekat pengetahuan yang

dinilai berdasarkan manfaatnya dalam merumuskan

situasi yang dihadapi, Nilai pengetahuan berbanding lurus

dengan frekwensinya dalam menjawab satu situasi,

dimana makin sering dapat menjawab satu situasi makin

tinggi nilainya. Ketiga, bahwa makna suatu objek sangat

dipengaruhi oleh manfaat objek bagi dirinya. Keempat,

bahwa pemahaman terhadap manusia harus dimulai dari

apa yang dilakukannya. Apa yang dilakukan manusia

dalam situasi nyata itulah yang paling penting di jadikan

objek studi. Dalam hal ini perilaku adaptasi masyarakat

Page 37: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

23

terhadap daerah rawan bencana, masyarakat akan

memahami arti dan makna lingkungan dan akan

bertindak atas pemahaman makna tersebut.

Adaptasi adalah usaha dari makhluk hidup (terutama

manusia) untuk bereaksi terhadap keadaan

luar/lingkungan yang berubah, termasuk intervensi,

gangguan dan ancaman. Hal ini sesuai dengan konsep

Homeoesthasis adalah suatu sistem biologis untuk tetap

bertahan terhadap adanya perubahan dan untuk tetap

berada dalam keseimbangan dinamis (state of

equilibrium) dengan sekitarnya (Odum, 1996).

Kemampuan manusia meraih sebanyak mungkin hal

dalam kehidupannya adalah melalui kesanggupannya

untuk mengatur lingkungan tempat hidupnya, Sehingga

bisa disimpulkan bahwa perilaku manusia hakekatnya

dapat disesuaikan dengan lingkungan fisik maupun sosial

disekitarnya secara bertahap dan dinamis. Manusia

dengan keterbatasan daya tahan sistem psikofisiknya

menciptakan suatu lingkungan buatan sebagai perantara

antara dirinya dengan lingkungan alamiah (natural world)

dan lingkungan masyarakat beradab (civilized society).

Page 38: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

24

Menurut Sarwono (2006) faktor paling dasar dan paling

awal yang menyebabkan orang merasa perlu atau tidak

perlu melakukan adjustment adalah kesadaran

(awareness). Kesadaran ini terdiri atas pengetahuan,

kepercayaan, dan norma-norma, kesadaran akan privacy.

Menurut Soemarwoto (1992) makhluk hidup dalam batas

tertentu mempunyai kelenturan. Kelenturan ini

memungkinkan makhluk itu untuk menyesuaikan diri

dengan lingkungannya. Penyesuaian diri itu secara umum

yang disebut adaptasi. Kemampuan adaptasi mempunyai

nilai untuk kelangsungan hidup. Makin besar kemampuan

adaptasi, makin besar kemampuan kelangsungan hidup

suatu jenis makhluk hidup.

Manusia adalah contoh jenis makhluk yang mempunyai

kemampuan adaptasi yang sangat besar. Hampir semua

jenis habitat dihuni oleh manusia. Dengan kemampuan

adaptasinya yang sangat besar, populasi manusia terus

bertambah dan menduduki habitat baru. Dalam proses ini

manusia telah mendesak banyak jenis mahluk hidup yang

lain dan menyebabkan banyak jenis lainnya punah.

Page 39: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

25

Adaptasi dapat terjadi dengan beberapa cara, adaptasi

dapat melalui proses fisiologi, morfologi, kultural

(Soemarwoto, 1992). Adaptasi fisiologi misalnya, orang

yang hidup di daerah yang tercemar oleh limbah

domestik, dalam tubuhnya berkembang kekebalan

terhadap infeksi muntah berak. Mereka mandi dan

berkumur dengan air yang tercemar dan bahkan minum

air yang tercemar. Tetapi mereka tidak menjadi sakit.

Orang Indian yang hidup di pegunungan Andes yang

tinggi, telah teradaptasi pada kadar aksigen dalam udara

yang rendah. Di pedesaan orang yang miskin

mengadaptasikan diri terhadap tingkat makanan yang

rendah. Tubuhnya kecil, sehingga tidak perlu banyak

energi untuk mendukung dan memelihara tubuhnya.

Adaptasi morfologi yaitu bentuk tubuh, dapat juga terjadi,

misalnya orang Eskimo yang hidup di daerah arktik yang

dingin mempunyai bentuk tubuh yang pendek dan kekar.

Bentuk yang demikian mempunyai nisbah luas permukaan

tubuh terhadap volume tubuh yang kecil. Dengan nilai

nisbah yang kecil itu, panas badan yang hilang dari tubuh

dapat dikurangi. Sebaliknya orang suku Masai yang hidup

di daerah yang panas di Afrika mempunyai tubuh yang

Page 40: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

26

tinggi langsing. Nisbah luas permukaan tubuh terhadap

volume tubuh besar. Panas badan dapat dengan mudah

dilepaskan dari tubuh.

Adaptasi kultural berkaitan dengan kelakuan, orang

belajar tentang bahaya dan dengan kelakuannya ia

menghindari bahaya. Adaptasi kelakuan terjadi di mana-

mana, di kota, di desa dan pada orang primitif yang hidup

di hutan. Misalnya, untuk menghindarkan diri terhadap

bahaya kelaparan orang mengadaptasikan diri terhadap

persediaan makanan. Waktu musim panen padi mereka

makan beras, dengan menyusutnya persediaan beras

dalam musim paceklik, mereka makan singkong. Lebih

luas lagi adaptasi ini berupa pranata sosial budaya,

adaptasi kultural terjadi juga dengan penggunaan

teknologi.

Adaptasi sosial-budaya tak dapat dilakukan secara tiba-

tiba, melainkan dilakukan secara bertahap. Pada tahap

pertama akan terjadi adaptasi karena perubahan teknologi

(yang termudah), perilaku, pendidikan, kegiatan

bermasyarakat, rumah tangga, agama dan kepercayaan.

(Moran, 1982). Adaptasi populasi adalah melihat

Page 41: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

27

hubungannya dengan habitatnya, konsep dari adapatasi

ini adalah historical. Ketika berbicara tentang populasi

beradaptasi adalah hubungannya dengan habitatnya

dimana dimaksudkan, untuk habitat membuat sesuai

dimana tempatnya untuk hidup, atau membuat dirinya

sendiri lebih menyesuaikannya untuk hidup dalam habitat.

Dalam prakteknya, adaptasi manusia terhadap lingkungan

yang khusus melibatkan kombinasi dari tipe-tipe

modifikasi yang berbeda. Respon perilaku dianggap

mempunyai respon kecepatan yang tinggi clan secara

khusus menysesuaikan diri dengan fluktuasi perubahan

lingkungan. Dibandingkan proses adapatif yang bersifat

genetik dan fisik, perilaku adalah respon yang dianggap

paling cepat dari apa yang organisme dapat lakukan.

Apabila mengacu pada proses belajar, respon perilaku

tersebut dianggap pula merupakan tingkatan adaptasi

yang paling fleksibel.

Tingkah laku penyesuaian diri terhadap lingkungan diawali

dengan stress, yaitu suatu keadaan di mana lingkungan

mengancam atau membahayakan keberadaan atau

kesejahteraan atau kenyamanan diri seseorang. Reaksi

terhadap stress itu bisa dua macam. Pertama adalah

Page 42: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

28

tindakan langsung. Kedua adalah penyesuaian mental

(Baum, 1985). Reaksi dalam bentuk tindakan langsung

berupa proses rekayasa lingkungan, proses rekayasa

lingkungan melibatkan tingkah laku mendesain

(merancang) lingkungan. Dalam mendesain lingkungan

ada dua unsur, yaitu kelayakan huni (habitability) dan

alternatif desain. Kelayakan huni adalah seberapa jauh

suatu lingkungan itu (rumah, kantor, pasar, pemukiman,

kapal, pesawat udara, rumah sakit, tempat rekreasi, bus

umum, kereta api) bisa memenuhi keperluan manusia

yang akan menggunakan lingkungan (buatan) itu.

Alternatif desain adalah semua cara yang mungkin

terpikirkan oleh manusia untuk membuat rancangan guna

memenuhi keperluan layak huni di atas. Reaksi

penyesuaian mental berupa adaptasi fisiologis, kultural

dan morfologi.

Adaptasi merupakan suatu kunci konsep dalam 2 versi

dari teori sistem, baik secara biological, perilaku, dan

sosial. Proses adaptasi dalam evolusi melibatkan seleksi

genetik dan varian budaya yang dianggap sebagai jalan

terbaik untuk menyelesaikan permasalahan lingkungan.

Adaptasi merupakan juga suatu proses yang dinamik

Page 43: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

29

karena baik organisme maupun lingkungan sendiri tidak

ada yang bersifat konstan/tetap (Hardestry, 1985).

Menurut Hardestry (1985) ada 2 macam perilaku yang

adaptif, yaitu perilaku yang bersifat idiosyncratic (cara-

cara unik individu dalam mengatasi permasalahan

lingkungan) dan adaptasi budaya yang bersifat dipolakan,

dibagi rata sesama anggota kelompok, dan tradisi.

Adaptasi merupakan suatu proses pengambilan ruang

perubahan, dimana perubahan tersebut ada di dalam

perilaku kultural yang bersifat teknologikal, organisasional,

dan ideological. Sifat-sifat kultural mempunyai koefisiensi

seleksi seperti layaknya seleksi alam, sejak terdapat

unsur variasi, perbedaan tingkat kematian dan kelahiran,

dan sifat kultural yang bekerja melalui sistem biologi.

Proses adaptif yang aktual sedapat mungkin merupakan

kombinasi dari beberapa mekanisme biologis dan

modifikasi budaya tersebut di atas sehingga adaptasi

dapatlah disebut sebagai sebuah strategi aktif manusia.

Adaptasi seharusnya dilihat sebagai respon kultural atau

proses yang terbuka pada proses modifikasi dimana

penanggulangan dengan kondisi untuk kehidupan oleh

reproduksi selektif dan memperluasnya.

Page 44: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

30

Dalam adaptasi budaya, setiap individu membutuhkan

individu lain dalam rangka memberi respons dan

menciptakan dunia sosialnya. Kebutuhan akan dunia

sosial, memperkuat asumsi bahwa manusia tidak dapat

hidup secara baik jikalau mereka terasing dari lingkungan

sosialnya. Bukan hanya itu, manusia juga harus selalu

berusaha memelihara hubungan yang selaras dengan

alam dan lingkungan di sekitarnya berdasarkan prinsip

hubungan timbal balik. Peter (2003) mengajukan teori

tentang empat sistem tindakan untuk menjaga eksistensi

yang disebut AGIL yaitu Adaptation (Adaptasi), Goal

Attainment (Pencapaian Tujuan), Integration (Integrasi),

dan Latency (Latensi atau Pemeliharaan Pola). Adaptasi

dalam hubungan ini diartikan bahwa sebuah sistem harus

menanggulangi situasi eksternal yang gawat. Sistem

harus menyesuaikan diri dengan lingkungan dan

menyesuaikan lingkungan itu dengan kebutuhan.

Pandangan menyatakan bahwa adaptasi adalah proses

yang menghubungkan sistem budaya dengan

lingkungannya.

Sementara itu menurut Steiner adaptasi adalah suatu trait

sosial (sifat atau perangai sosial) yang muncul sebagai

Page 45: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

31

akibat adanya kebutuhan, tujuan dan hasrat individu.

Adaptasi erat kaitannya dengan sebuah pola sosiokultural.

sebab bentuk-bentuk sosiokultural baru muncul sebagai

adaptasi. Sanderson juga menambahkan bahwa inovasi

sosiokultural dilakukan secara sengaja dan sama sekali

tidak acak, oleh karenanya maka evolusi sosiokultural

biasanya berlangsung sangat cepat (Steiner, 2002).

2.4. Konsep Pemahaman

Dalam hal ini proses adaptasi menggunakan Teori Kognitif

sebagai konsep pemahaman yang dikembangkan oleh

Piaget, 1980. Teorinya memberikan konsep utama

perkembangan berfikir dan kecerdasan, yang bagi Piaget,

berarti kemampuan untuk secara lebih tepat

merepresentasikan dunia dan melakukan operasi logis

dalam representasi konsep berdasar pada kenyataan,

yaitu pada saat seseorang memperoleh cara baru dalam

merepresentasikan informasi secara mental. Teori ini

digolongkan ke dalam konstruktivisme, tidak seperti teori

nativisme (yang menggambarkan perkembangan kognitif

sebagai pemunculan pengetahuan dan kemampuan

bawaan), teori ini berpendapat bahwa kita membangun

kemampuan kognitif kita melalui tindakan yang termotivasi

Page 46: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

32

dengan sendirinya terhadap lingkungan. Menurut teori ini,

belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman.

Perubahan persepsi dan pemahaman tidak selalu

berbentuk perubahan tingkah laku yang bisa diamati.

Asumsi dasar teori ini adalah setiap orang telah

mempunyai pengalaman dan pengetahuan dalam dirinya.

Pengalaman dan pengetahuan ini tertata dalam bentuk

struktur kognitif. Menurut teori ini proses beradaptasi

berjalan secara klop dengan struktur kognitif yang telah

dimiliki.

Aplikasi teori belajar kognitif dalam penataan ruang,

menginspirasi bagi pembuat kebijakan melalui pemerintah

dan organisai masyarakat untuk memahami bahwa

masyarakat akan menerima perubahan berdasarkan

struktur kognitif dan pengalaman yang ada pada mereka,

dalam hal ini pengalaman terhadap bencana dengan

melalui pengarahan dan bimbingan terkait upaya mitigasi

yang kongkret dan mudah dipahami dan sesuai

kebutuhan masyarakat, maka masyarakat akan menerima

perubahan dengan baik

Page 47: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

33

2.5. Konsep Persepsi

Pendekatan antropologi terhadap respon perilaku individu

dan organisasi terhadap bencana memiliki kajian utama

mengenai upaya masyarakat dalam mengantisipasi

kemungkinan buruk dari bencana. Dalam kajian ini

kebudayaan dilihat sebagai sistem adaptif yang

memfasilitasi masyarakat dalam mengantisipasi terjadinya

bencana. Perkembangan sistem religi, sistem

pengetahuan dan teknologi, mata pencaharian dan

organisasi sosial dilihat sebagai upaya penyesuaian

manusia terhadap kondisi lingkungannya, termasuk di

dalamnya melalui persepsi masyarakat mengenai potensi

bencana dalam lingkungan tersebut (Oliver & Smith,

1996). Persepsi merupakan tanggapan atau pengertian

yang terbentuk langsung dari suatu peristiwa atau

pembicaraan tapi dapat juga pengertian-pengertian yang

terbentuk lewat proses yang diperoleh melalui

pancaindera. Persepsi adalah suatu proses pemberian arti

atau proses kognitif dari seseorang terhadap

lingkungannya yang dipergunakan untuk menafsirkan dan

memahami dunia yang ada disekitarnya (Suparlan, 2004).

Berdasarkan konsep adaptasi, konsep pemahaman dan

konsep persepsi kondisi masyarakat di Kota Padang.

Page 48: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

34

Pemahaman tentang kota rawan bencana dalam aspek

fisik, sosial, ekonomi dan budaya akan membentuk

persepsi sebagai dasar dari adaptasi masyarakat.

Perubahan persepsi dan pemahaman melalui

pengetahuan dan pengalaman yang didasari budaya

masyarakat kota Padang. Dengan demikian diharapkan

lingkungan sosial dapat menjaga keseimbangan dan

harmonisasi.

Page 49: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

35

3. PENATAAN RUANG

Ruang dilihat sebagai wadah dimana keseluruhan

interaksi sistem sosial (yang meliputi manusia dengan

seluruh kegiatan sosial, ekonomi, dan budaya) dengan

ekosistem (sumber daya alam dan sumber daya buatan)

berlangsung. Interaksi ini tidak selalu secara otomatis

berlangsung seimbang dan saling menguntungkan

berbagai pihak yang ada karena adanya perbedaan

kemampuan, kepentingan dan adanya sifat

perkembangan ekonomi yang akumulatif. Oleh karena itu,

ruang perlu ditata agar dapat memelihara keseimbangan

lingkungan dan memberikan dukungan yang nyaman

terhadap manusia serta mahkluk hidup lainnya dalam

melakukan kegiatan dan memelihara kelangsungan

hidupnya secara optimal. Penataannya perlu didasarkan

pada pemahaman potensi dan keterbatasan alam,

perkembangan kegiatan sosial ekonomi yang ada, serta

tuntutan kebutuhan kehidupan saat ini dan kelestarian

lingkungan hidup di masa yang akan datang. Upaya

pemanfaatan ruang dan pengelolaan lingkungan ini

dituangkan dalam suatu kesatuan rencana tata ruang.

Page 50: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

36

Di Indonesia, sesuai dengan Undang-Undang No. 26

Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, ada dua komponen

utama yang membentuk tata ruang, yakni wujud struktural

dan pola pemanfaatan ruang. Sebagai suatu keadaan,

tata ruang mempunyai ukuran kualitas yang bukan

semata menggambarkan mutu tata letak dan keterkaitan

hirarkis, baik antar kegiatan maupun antar pusat, akan

tetapi juga menggambarkan mutu komponen penyusunan

ruang. Mutu ruang itu sendiri ditentukan oleh terwujudnya

keserasian, keselarasan, dan keseimbangan pemanfaatan

ruang yang mengindahkan faktor daya dukung

lingkungan, fungsi lingkungan, lokasi, dan struktur

(keterkaitan jaringan infrastruktur dengan pusat

permukiman dan jasa).

Pembangunan dalam tata ruang kota secara umum

adalah suatu upaya untuk merubah suatu keadaan

melalui perencanaan dengan tujuan meningkatkan

kesejahteraan masyarakat. Sementara itu pembangunan

tata ruang dalam arti sempit dapat didefinisikan sebagai

pekerjaan-pekerjaan konstruksi yang berhubungan

dengan penggunaan tanah atau berhubungan dengan

tanah dan bangunan di atasnya atau berhubungan

Page 51: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

37

dengan perubahan dalam intensitas penggunaan tanah,

atau berhubungan dengan menghidupkan kembali

penggunaan yang semula sudah ada (Poerbo, 1999).

Perencanaan tata ruang di kota bertujuan untuk memberi

arahan perkembangan tata ruang agar terdapat

keseimbangan yang dinamis dan serasi antara berbagai

manfaat/fungsi dalam ruang (Poerbo, 1999). Penataan

Ruang yang dimaksud dalam Undang-Undang 26 tahun

2007 tentang Penataan Ruang, lingkup penataan ruang

mencakup:

1. Perencanaan Tata Ruang, yang produknya adalah

Rencana Tata Ruang (RTR)

2. Pemanfaatan Ruang, merupakan pelaksanaan RTR

3. Pengendalian Pemanfaatan Ruang, merupakan

pengendalian pelaksanaan RTR.

Dalam hal ini rencana merupakan rumusan kegiatan yang

akan dilaksanakan secara spesifik di masa yang akan

datang; produk dari suatu proses perencanaan dalam

bentuk blueprint yang merepresentasikan tujuan atau hal-

hal yang ingin dicapai serta regulasi sebagai alat untuk

mencapai tujuan. Karakteristik utama dari proses

Page 52: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

38

perencanaan yang perlu diperhatikan, adalah: bersifat

siklis; kesatuan dalam ragam kegiatan/tahapannya, serta

tiap tahapan tidak selalu dilakukan secara sekuensial.

Pemahaman terhadap konsep perencanaan sebagai

suatu proses mempunyai beberapa implikasi penting yang

berkaitan dengan rencana sebagai produknya, sifat

kontinuitasnya, serta peranan perencana yang terlibat

didalamnya. Kaitan antara Planning Process (dalam

pengertian luas) dengan lingkup Penataan Ruang, dapat

dilihat pada gambar berikut ini.

Page 53: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

39

Gambar 2. Proses Perencanaan dan Penataan Ruang

1-6 PERENCANAAN TATA RUANG

7. PEMANFAATAN RUANG

8-9 PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG

1. Definisi Masalah

2. Definisi Tujuan

3. Pengumpulan Data

4. Analisis

5. Deskripsi Alternatif

6. Evaluasi dan Seleksi Alternatif

7. Impelementasi

8. Pemantauan

9. Re-evaluasi

Page 54: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

40

Perencanaan sebagai kegiatan untuk menentukan

tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan,

dengan memperhitungkan sumberdaya yang tersedia,

dalam konteks kota/kawasan perkotaan dilakukan melalui

serangkaian kegiatan atau langkah yang berurutan dan

berkaitan satu sama lain, dalam suatu proses

perencanaan. Meskipun banyak model proses

perencanaan yang dikemukakan berbagai ahli selama ini,

secara generik proses perencanaan ini terdiri dari tahapan

:

1. Pendefinisian persoalan

2. Perumusan tujuan dan sasaran

3. Pengumpulan data dan informasi

4. Analisis

5. Identifikasi dan evaluasi alternatif

6. Implementasi

7. Pemantauan

8. Evaluasi

Implikasi pertama adalah perencanaan lebih melibatkan

banyak hal daripada sekadar membuat suatu dokumen

rencana, karena rencana bukanlah tujuan akhir

perencanaan, tetapi perangkat sebagai perwujudan cara

Page 55: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

41

untuk mencapai tujuan. Implikasi yang kedua,

perencanaan dianggap sebagai suatu proses yang

berlangsung terus menerus, bukan suatu proses yang

dikerjakan sekali saja. Implikasi yang ketiga berkaitan

dengan peran perencana yang sesungguhnya

menyangkut pengertian yang luas bagi siapa saja yang

terlibat dalam suatu jenis kegiatan perencanaan sehingga

setiap orang yang terlibat sebagai seorang perencana

haruslah bekerja erat dengan pihak lain yang terlibat

dalam keseluruhan proses pembangunan, termasuk di

dalamnya para politisi, administrator/birokrasi, dan

masyarakat secara umum.

Pendefinisian persoalan merupakan titik mula dari siklus

dalam proses perencanaan secara keseluruhan. Dalam

hal ini yang dimaksud dengan persoalan adalah

kesenjangan (gap) antara apa yang ada dengan apa yang

diinginkan. Berdasarkan pendefinisian persoalan secara

benarlah kemudian tujuan (goals) dan sasaran

(objectives) dapat dirumuskan. Tujuan dan sasaran dalam

pengertian umum merupakan ekspresi prioritas yang

ingin dicapai dari kegiatan perencanaan yang dilakukan,

yang formulasinya dilakukan pada tahap awal dari siklus

Page 56: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

42

perencanaan. Kegiatan perumusan tujuan dalam

perencanaan kota diarahkan untuk menghasilkan suatu

pernyataan yang bersifat kualitatif berkenaan dengan

pencapaian yang diinginkan dari hasil

perencanaan/kebijakan dan/atau keputusan, yang dapat

menjadi pedoman nyata dalam menentukan tindakan

yang sesuai untuk mencapainya.

Tahap pengumpulan data dan informasi mempunyai

peranan yang sangat penting dalam perencanaan, karena

perencanaan pada dasarnya merupakan suatu proses

pengambilan keputusan yang tidak dapat dilakukan tanpa

didukung oleh informasi yang memadai. Dalam

perencanaan, data atau informasi diperlukan untuk tiga

tujuan utama, yaitu:

1. Identifikasi permasalahan dan perkembangan

eksisting, sebagai dasar bagi perumusan

kebijaksanaan/rencana;

2. Identifikasi dan evaluasi alternatif kebijaksanaan/

rencana;

3. Sebagai umpan balik, untuk siklus proses

perencanaan berikutnya.

Page 57: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

43

Didasarkan pada hasil pengumpulan data dan informasi,

dilakukan analisis yang pada dasarnya merupakan

pendekatan, metode, prosedur, atau teknik yang

dilakukan untuk menelusuri kondisi historis dan kondisi

sekarang dari wilayah perencanaan, untuk menentukan

hal-hal yang dapat dilakukan dan kebijaksanaan, rencana

atau program yang akan dirumuskan pada masa yang

akan datang. Tahapan analisis mencakup analisis data

dasar, analisis prakiraan, dan analisis untuk penyusunan

skenario dimasa datang. Dengan melakukan analisis,

diharapkan diperoleh alternative atau pilihan tindakan

yang mungkin untuk memecahkan persoalan. Manakala

terdapat serangkaian tindakan yang mungkin dapat

diidentifikasi, tahap selanjutnya dalam proses

perencanaan adalah membandingkan secara rinci

kelebihan dan kekurangan antar alternative sehingga

dapat memberikan informasi kepada pengambil

keputusan untuk memilih alternatif terbaik, yang lazim

disebut sebagai evaluasi alternatif. Alternatif terpilihlah

yang kemudian diimplementasikan.

Implementasi atau pelaksanaan merupakan suatu proses

penerjemahan atau perwujudan tujuan dan sasaran

Page 58: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

44

kebijaksanaan ke dalam bentuk program, atau proyek

spesifik. Dalam proses perencanaan, pelaksanaan adalah

interaksi antara tujuan yang telah dirumuskan dengan

tindakan-tindakan yang dilakukan untuk mencapainya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pelaksanaan

rencana antara lain: sifat dari proses perencanaan,

organisasi perencanaan dan pelaksanaannya, isi atau

contens rencana, dan manajemen proses pelaksanaan.

Pemantauan dan evaluasi merupakan dua tahap terakhir

dari proses perencanaan sebelum memulai siklus proses

perencanaan baru. Pemantauan mengacu pada aktivitas

untuk mengukur pencapaian (progress) dalam

pelaksanaan suatu rencana, yang mempertautkan

penyiapan rencana dengan pelaksanaannya. Berdasarkan

hasil pemantauan itu kemudian dilakukan evaluasi

sebagai penilaian terhadap kinerja pelaksanaan rencana

yang dilakukan dalam jangka waktu tertentu (pada akhir

fase atau tahap tertentu dari pelaksanaan rencana), yang

dapat berupa on going evaluation dan evaluasi pasca

pelaksanaan (expost evaluation). Kegiatan evaluasi

dilakukan untuk mengidentifikasi lebih jauh sasaran yang

sudah dicapai, dampak yang timbul, atau konsekuensi

Page 59: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

45

lainnya dari pelaksanaan rencana. Dengan evaluasi ini

juga dapat diidentifikasi persoalan baru yang dapat

menjadi fokus bagi siklus proses perencanaan

selanjutnya.

Berdasarkan konsep penataan ruang Kota Padang

sebagai kota rawan bencana, maka ketersediaan ruang

untuk evakuasi apabila terjadi bencana, dapat berupa jalur

penyelamatan atau ruang untuk mengungsian. Perlu

adanya pemisahan pusat-pusat kegiatan sehingga tidak

terjadi konsentrasi kegiatan yang menyebabkan terjadinya

konsentrasi penduduk pada satu ruang. Konsentrasi

kegiatan pada satu ruang apabila terjadi bencana yang

menghancurkan fasilitas yang ada maka akan

mempengaruhi fungsi-fungsi yang diembannya, baik yang

berkaitan dengan fasilitas ekonomi maupun sosial

budaya. Sebagai upaya untuk penyelamatan apabila

terjadi bencana.. Konstruksi bangunan tahan gempa

mutlak dibutuhkan dalam pengembangan fisik Kota

Padang. Hal ini harus diintegrasikan dalam penataan

ruang, dengan demikian terdapat korelasi antara

perencanaan ruang dengan perencanaan bangunan,

khususnya dalam mekanisme perizinan di dalam

Page 60: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

46

pengendalian pemanfaatan ruang kota. Berkaitan dengan

hal-hal yang harus dipersiapkan pasca bencana, maka

dalam hal penyediaan infrastruktur maupun penyediaan

dan pengalokasian ruang-ruang yang memiliki fungsi vital

harus sudah memperhatikan perencanaannya ketika

dalam kondisi darurat. Perubahan struktur dan bentuk

kota dalam penataan ruang sebagai upaya mitigasi secara

stuktural kota rawan bencana maka diperlukan

pemahaman dan persepsi sehingga masyarakat mampu

beradaptasi dalam perubahan tersebut.

Dalam kaitan pelaksanaan pembangunan dan

pelaksanaan pembinaan di daerah, Ditjen Penataan

Ruang Departemen Pekerjaan Umum telah menyusun

beberapa pedoman bidang penataan ruang dalam rangka

operasionalisasi Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007

tentang Penataan Ruang dan Peraturan Pemerintah

Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang

Wilayah Nasional. Salah satu pedoman tersebut adalah

Pedoman Teknis Analisis Aspek Fisik dan Lingkungan,

Ekonomi, serta Sosial Budaya dalam Penyusunan

Rencana Tata Ruang yang ditetapkan oleh Peraturan

Menteri Pekerjaan Umum Nomor 20/PRT/M/2007.

Page 61: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

47

Pendekatan penataan ruang dilakukan melalui

pertimbangan pada aspek-aspek penggunaan ruang yang

didasarkan pada perlindungan terhadap keseimbangan

ekosistem dan jaminan terhadap kesejahteraan

masyarakat yang dilakukan secara harmonis, yaitu:

1. Penilaian pada struktur ruang dan pola ruang pada

kawasan/wilayah perencanaan.

2. Menjaga kesesuaian antara kegiatan pelaksanaan

pemanfaatan ruang dengan fungsi dan daya dukung

kawasan berdasarkan hasil analisis aspek fisik

lingkungan, ekonomi, dan sosial budaya.

Pendekatan keterpaduan didapatkan melalui analisis

ketiga aspek, yaitu fisik dan lingkungan, ekonomi, serta

sosial budaya, Analisis aspek ekonomi, untuk

mendapatkan keuntungan yang optimum,

mempertimbangkan analisis daya dukung fisik dan

lingkungan yang memperhatikan keseimbangan

ekosistem dan didukung pula oleh peningkatan struktur

sosial budaya kawasan tersebut sehingga perencanaan

mendorong kesejahteraan masyarakat pada

kawasan/wilayah yang direncanakan.

Page 62: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

48

Pendekatan pengembangan wilayah didapatkan melalui

analisis ketiga aspek yang didasarkan pada daya dukung

ekosistem yang tetap terjaga atau meningkat,

kesejahteraan ekonomi masyarakat yang terus meningkat,

dan struktur sosial budaya masyarakat yang makin

berkualitas sehingga wilayah terus berkembang,

kompetitif, dan berkelanjutan.

3.1. Konsep Kota Rawan Bencana

Keberadaan ancaman bencana alam menempatkan

pembangunan menjadi berisiko, tetapi di sisi lain,

pembangunan yang dilakukan oleh manusia dapat

menimbulkan atau membangkitkan risiko bencana, tetapi

sebaliknya ada juga pembangunan yang dilakukan oleh

manusia yang dilakukan sesuai dengan karakter suatu

kawasan dapat mengurangi risiko bencana. Berdasarkan

pemikiran tersebut maka perencanaan pembangunan

sebaiknya dilakukan untuk menghindari dan mengurangi

ancaman bencana yang ada. Pembangunan di kawasan

rawan bencana dilakukan dengan mempertimbangkan

keselamatan terhadap masyarakat, bangunan dan

lingkungannya.

Page 63: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

49

Pengaman masyarakat dari kondisi bencana adalah

ketersediaan jalur evakuasi, tidak ada ketentuan yang

baku tentang ukuran jalur evakuasi namun secara umum

yang harus diperhatikan adalah jalur tersebut dapat dilalui

dengan baik dan cepat, menjauhi sumber ancaman dan

efek dari ancaman untuk jalur evakuasi di luar bangunan

hendaknya bisa memuat dua kendaraan jika saling

berpapasan tidak menghalangi proses evakuasi.

Kemudian ada tempat pengungsian sementara yang

merupakan tempat aman dan tempat pengungsian akhir,

pengaturannya harus disepakati bersama oleh

masyarakat, aman dan teratur. Untuk kota yang

dinyatakan rawan bencana harus dilakukan penataan

ulang dengan mempertimbang jaringan jalan yang

mengarah ke upaya mitigasi massal yaitu pola menyebar

ke arah daerah yang ditetapkan sebagai area evakuasi

dengan jalan raya radial yang dilengkapi dengan jalan

lingkar (ring road) secukupnya (Soehartono, 2005).

Upaya lain terkait rawan bencana adalah penerapan

informasi yang efektif dan program-program pendidikan,

masyarakat dapat menggunakan brosur, instruksi satu

lembar, uji coba sistem peringatan secara berkala,

Page 64: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

50

informasi media cetak dan elektronik dan lain-lain. Upaya-

upaya informasi dan pendidikan ini penting diadakan

secara rutin dan komprehensif. Kebijakan yang dilakukan

oleh pemerintah kota ditujukan untuk mengurangi

kerugian dan kerusakan akibat bencana yang sewaktu-

waktu dapat melanda kota. Cara lain dapat dilakukan

dengan simulasi upaya evakuasi dan penyelamatan

terhadap bencana. Demikian juga media membantu

dengan menayangkan program yang memberi informasi

upaya penyelamatan terhadap bencana gempa,

dilakukan dengan program peningkatan pengetahuan

masyarakat melalui penyuluhan, diklat maupun

sosialisasi. Kebijakan penting lainnya melakukan evaluasi

dan merevisi RTRK untuk kawasan terbangun, penerapan

kebijakan ini dilakukan melalui program penambahan

Ruang Terbuka yang ada dalam rangka memfasilitasi

terbentuknya fungsi-fungsi intergrasi sosial masyarakat

sekaligus sebagai tempat evakuasi bila terjadi bencana.

Sebagai upaya yang dilakukan untuk mengantisipasi

melalui pengorganisasian yang tepat dan berdaya guna.

Kesiapan bencana mencakup peramalan dan

pengambilan keputusan tindakan-tindakan pencegahan

Page 65: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

51

sebelum munculnya ancaman, didalamnya meliputi

pengetahuan tentang gejala munculnya bencana, gejala

awal bencana, pengembangan dan pengujian secara

teratur terhadap sistem peringatan dini, rencana evakuasi

atau tindakan lain yang harus diambil selama periode

waspada. Sistem penyelamatan, selain berupa jalur

penyelamatan adalah bangunan penyelamatan, untuk

bencana gempa bumi, bangunan penyelamatan dapat

memanfaatkan bangunan ibadah, sekolah, balai

pertemuan, perkantoran dan bangunan lainnya yang

memiliki konstruksi kokoh, dapat dicapai dalam waktu 15

menit, mempunyai radius pelayanan maksimum 2 km dan

dapat menampung orang banyak.

Dalam konteks bangunan penyelamatan dari bencana

gempa dikenal 4 jenis shelter di Jepang yang

dikelompokkan ke dalam 2 bagian yakni: pertama

temporary shelter, suatu tempat terbuka untuk

penampungan sementara, kedua accommodation shelter,

suatu tempat tertutup yang mencakup akomodasi untuk

penampungan yang lebih lama (Misumi, 1998).

Berdasarkan tipologi kawasan yang merupakan daerah

rawan bencana khususnya bencana gempa bumi,

Page 66: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

52

penyediaan RTH di lingkungan permukiman sangat

diperlukan sebagai lokasi evakuasi.

Beberapa hal untuk rencana mitigasi (PBBD Kota

Padang) pada masa depan dapat dilakukan sebagai

berikut:

1. Perencanaan lokasi dan pengaturan penempatan

penduduk.

2. Memperkuat bangunan dan infrastruktur serta

memperbaiki peraturan (code) disain yang sesuai.

3. Melakukan usaha preventif dengan merealokasi

aktiftas yang tinggi kedaerah yang lebih aman

dengan mengembangkan mikrozonasi.

4. Mensosialisasikan dan melakukan training yang

intensif bagi penduduk di daerah yang rawan gempa.

5. Membuat sistem peringatan dini di daerah perkotaan

yang rawan gempa.

Secara umum upaya yang perlu dilakukan dalam

pengurangan risiko bencana adalah penataaan dan

pemanfaatan ruang berbasis kebencanaan, melakukan

pengaturan upaya pengurangan risiko bencana (regulasi),

membentuk perangkat yang memadai untuk menangani

Page 67: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

53

upaya masalah kebencanaan, dan mengedepankan

pendanaan untuk kegiatan yang terkait dengan upaya

pengurangan risiko bencana. Terkait dengan kondisi dan

isu kebencaanaan di wilayah Kota Padang, kebijakan-

kebijakan pemerintah daerah yang diperlukan adalah :

1. Menyusun regulasi (Peraturan Daerah) kebencanaan

daerah yang mencakup regulasi mengenai:

a. Pengaturan organisasi perangkat daerah yang

menangani kebencanaan,

b. Pengaturan pendanaan untuk kegiatan-kegiatan

yang terkait dengan upaya pengurangan risiko

bencana,

c. Pengaturan dan penetapan dasar hukum

mengenai aspek teknis upaya pengurangan risiko

bencana, antara lain: standar pendirian bangunan

tahan bencana, jalur evakuasi bencana, standar

pengelolaan ekosistem dan lingkungan.

d. Perencanaan pengurangan risiko dan penanganan

bencana alam.

2. Membentuk perangkat daerah yang menangani

masalah kebencanaan,

3. Pembentukan Kelompok Kerja Kebencanaan yang

beranggotakan Dinas-dinas terkait,

Page 68: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

54

4. Memperkuat kerjasama penanganan bencana

dengan daerah lain di sekitarnya,

5. Memperkuat akses komunikasi antara daerah

kepulauan, baik melalui radio atau telepon,

6. Memperkuat akses informasi ke pusat informasi

kebencanaan dan lembaga-lembaga riset terutama di

daerah-daerah pulau-pulau terpencil,

7. Membangun sistem informasi bencana,

8. Memfasilitasi penelitian-penelitian yang dilakukan

oleh lembaga riset tentang kebencanaan di wilayah

Kota Padang,

9. Memperkuat jaringan pemerintah, masyarakat dan

swasta dalam pengurangan risiko bencana,

10. Memperkuat kesiapsiagaan masyarakat dengan

melakukan sosialisasi dan pelatihan bencana,

11. Melakukan perencanaan logistik dan penyediaan

dana, peralatan, dan material yang diperlukan untuk

tanggap darurat,

12. Merencanakan dan menyiapkan SOP (Standart

Operation Procedure) untuk kegiatan tanggap

darurat.

Page 69: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

55

Dengan latar belakang kerawanan bencana di wilayah

Kota Padang, maka diperlukan upaya mitigasi bencana

sebagai titik tolak dari manajemen bencana. Manajemen

ini diperlukan untuk mengurangi dan meniadakan korban

dan kerugian yang timbul. Berdasarkan jenis-jenis

bencana yang mungkin terjadi di wilayah Kota Padang,

maka upaya mitigasi yang perlu dilakukan antara lain

adalah:

Mitigasi Bencana Gempa Bumi

Gempa bumi merupakan bencana yang dapat menjadi

pemicu terjadinya bencana lain seperti tsunami, gerakan

tanah, likuifaksi maupun banjir. Untuk itu upaya mitigasi

bencana gempa bumi sangat menentukan dalam upaya

mengurangi kerugian dan korban jiwa yang ditimbulkan

oleh bencana itu sendiri maupun rangkaian bencana yang

terjadi sesudahnya. Secara komprehensif upaya mitigasi

yang perlu dilakukan di wilayah Kota Padang adalah :

1. Menerapkan Standar Nasional Indonesia (SNI)

bangunan tahan gempa di wilayah Kota Padang,

2. Membuat dan menetapkan jalur evakuasi bencana

gempa bumi di wilayah Kota Padang,

Page 70: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

56

3. Membangun sarana transportasi dalam rangka

meningkatkan kecepatan evakuasi di daerah-daerah

terpencil,

4. Memasang rambu-rambu jalur evakuasi bencana

gempa bumi di lokasi-lokasi strategis di wilayah Kota

Padang,

5. Membangun Rumah Sakit khusus orthopedi di

wilayah Kecamatan Lubuk Kilangan yang merupakan

daerah dengan risiko bencana gempa bumi paling

rendah berdasarkan peta amplifikasi dan periode

dominan batuan.

Mitigasi Bencana Tsunami

Wilayah Kota Padang dengan pemukiman di wilayah

pantai yang relatif padat memerlukan pengaturan yang

kuat dalam rangka mitigasi bencana tsunami. Hal ini

dilakukan terutama untuk mengurangi korban jiwa yang

mungkin ditimbulkan akibat bencana tsunami. Beberapa

upaya mitigasi yang perlu dilakukan adalah :

1. Membangun tanggul penahan dan pemecah ombak di

daerah pesisir yang padat penduduk di wilayah

Kecamatan Koto Tangah, Padang Utara, Padang

Page 71: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

57

Barat, Padang Selatan, Lubuk Begalung dan

Kecamatan Bungus Teluk Kabung.

2. Membangun sistem peringatan dini tsunami di

sepanjang pesisir,

3. Membangun shelter tsunami di daerah pesisir padat

penduduk, terutama di Kecamatan Nanggalo, Padang

Utara, Padang Barat, dan Kecamatan Padang

Selatan.

4. Membangun sarana transportasi dalam rangka

meningkatkan kecepatan evakuasi di daerah-daerah

terpencil dan daerah pesisir,

5. Membangun rumah sakit daerah yang memiliki

kapasitas dalam penanganan tanggap darurat,

terutama untuk merawat korban bencana gempabumi

dan tsunami,

6. Intensifikasi penanaman tumbuhan yang bisa hidup di

lahan pesisir (misalnya kelapa, mete, mangrove).

Sejak kejadian gempa bumi dan gelombang tsunami pada

akhir tahun 2004 di Aceh dan Nias dan bencana gempa

bumi tahun 2009, semua perhatian mulai diberikan

terhadap langkah-langkah yang harus dilakukan pada

daerah-daerah yang mengalami gempa bumi atau

Page 72: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

58

gelombang tsunami. Berbagai langkah telah dilakukan

oleh Pemerintah Kota Padang dalam rangka menghadapi

terjadinya bencana gempa bumi dan gelombang tsunami,

seperti :

1. Pengembangan jalur-jalur evakuasi dan

pengembangan kawasan penyelamatan mulai

dipertimbangkan dan dijadikan sebagai bagian dari

program pembangunan kota.

2. Pelaksanaan simulasi yang melibatkan masyarakat

secara luas.

3. Pengembangan sistem peringatan dini (early warning

system) mulai dibicarakan

4. Penanganan bencana (disaster management) mulai

dijadikan wacana dalam dalam pengembangan

sistem pelayanan

5. Peningkatan kapasitas institusi dan aparat yang

terkait dengan penanganan bencana.

Kota Padang memiliki kerentanan yang tinggi terhadap

bencana alam gempa bumi, tsunami, gerakan tanah,

likuifaksi dan banjir. Selain itu, sebagai suatu kota dimana

pemusatan kegiatan terjadi juga mengakibatkan

konsentrasi pemanfaatan lahan untuk kegiatan budidaya

Page 73: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

59

menjadi cukup tinggi, dimana hal ini juga secara tidak

langsung memiliki kerawanan untuk timbulnya bahaya

kebakaran. Terkait dengan hal ini diperlukan adanya

ruang-ruang yang dapat difungsikan sebagai ruang

evakuasi bagi penduduk yang tinggal di Kota Padang

terkait dengan terjadinya bencana-bencana seperti yang

telah disebutkan di atas.

Adapun beberapa kriteria yang dapat dipergunakan dalam

penentuan ruang-ruang evakuasi bencana tersebut

adalah sebagai berikut:

1. Ruangan-ruangan yang bersifat publik seperti

lapangan-lapangan terbuka, kawasan parkir, tegalan

ataupun area pertanian kering;

2. Terletak tidak lebih dari 1 km dari konsentrasi

penduduk yang harus diselamatkan;

3. Tidak terletak pada daerah permukiman padat

ataupun kawasan terbangun yang padat;

4. Terletak pada jaringan jalan yang aksesibel/mudah

dicapai dari semua arah dengan berlari/berjalan kaki;

5. Tidak terletak pada daerah yang diperkirakan memiliki

kerentanan terhadap bahaya lebih lanjut;

Page 74: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

60

6. Diperkirakan setiap orang akan membutuhkan ruang

minimum 2 m², sehingga daya tampung ruang

penyelamatan dapat dihitung;

7. Lokasi untuk evakuasi bencana dapat dikembangkan

sebagai multi layer space, dimana pada waktu terjadi

bencana alam dapat berfungsi sebagai ruang

evakuasi dan pada waktu tidak terjadi bencana

berfungsi sebagai ruang terbuka publik (baik berupa

ruang terbuka hijau maupun ruang terbuka non hijau).

3.2. Konsep Keberlanjutan Kota

Seperti halnya pembangunan berkelanjutan, kota

berkelanjutan didefinisikan dalam berbagai perspektif,

beberapa di antaranya adalah sebagai berikut :

1. Kota berkelanjutan sebagai satu kesatuan penduduk

dan kegiatan bisnis yang berusaha terus menerus

untuk meningkatkan lingkungan alami, binaan dan

budaya pada tingkat regional dan lokal, dalam cara

yang selalu mendukung pencapaian tujuan global

pembangunan berkelanjutan.

2. Kota-kota berkelanjutan: adalah kota-kota yang

kepentingan sosial ekonominya diserasikan bersama-

sama dengan lingkungan, serta perhatian terhadap

Page 75: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

61

energi dalam rangka menjamin keberlanjutan dalam

perubahan (Robert, 2009).

3. Pembangunan kota berkelanjutan adalah

pembangunan yang menjamin penduduk lokal dapat

mencapai dan memertahankan kesejahteraan yang

dapat diterima dan tidak menurun, tanpa

membahayakan kesempatan orang lain disekitarnya

(Camagni, 1998).

4. Kota berkelanjutan adalah kota yang memungkinkan

semua warganya memenuhi kebutuhannya dan

meningkatkan kesejahteraannya, tanpa menurunkan

kondisi lingkungan alam atau kehidupan orang lain, di

masa kini dan di masa depan.

Di sebuah kota terdapat tiga unsur lingkungan yang saling

berkaitan, yaitu lingkungan alam, lingkungan binaan, dan

lingkungan sosial. Setiap lingkungan tersebut dapat

diartikan sebagai bagian atau kombinasi dari eksistensi

dan keberlanjutan kota. Ketiga komponen lingkungan ini

memberikan keuntungan dan kerugian terhadap suatu

kota. Ketiganya harus diperhitungkan sebagai satu

kesatuan karena ketiga lingkungan tersebut saling

berinteraksi dengan erat satu sama lain. Selain ketiga

Page 76: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

62

dimensi pembangunan berkelanjutan, dalam konteks

pembangunan perkotaan perlu dipertimbangkan pula

aspek kelayak-hunian (livability) yang pada dasarnya

memperluas keberlanjutan sehingga mencakup aspek

penggunaan lahan (Layard, 2001).

Beberapa prinsip pembangunan berkelanjutan sebagai

pilihan dari Deklarasi Rio pada tahun 1992 (Miller, 2004),

sebagai berikut:

Prinsip 1: Manusia menjadi pusat perhatian dari

pembangunan berkelanjutan. Mereka hidup

secara sehat dan produktif, selaras dengan

alam.

Prinsip 2: Negara mempunyai, dalam hubungannya

dengan the Charter of the United Nations dan

prinsip hukum internasional, hak penguasa

untuk mengeksploitasi sumberdaya mereka

yang sesuai dengan kebijakan lingkungan

dan pembangunan mereka.

Page 77: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

63

Prinsip 3: Hak untuk melakukan pembangunan harus diisi

guna memenuhi kebutuhan pembangunan dan

lingkungan yang sama dari generasi sekarang

dan yang akan datang.

Prinsip 4: Dalam rangka pencapaian pembangunan

berkelanjutan, perlindungan lingkungan

seharusnya menjadi bagian yang integral dari

proses pembangunan dan tidak dapat

dianggap sebagai bagian terpisah dari proses

tersebut.

Prinsip 5: Semua negara dan masyarakat harus

bekerjasama memerangi kemiskinan yang

merupakan hambatan mencapai pembangunan

berkelanjutan.

Prinsip 8: Untuk mencapai pembangunan berkelanjutan

dan kualitas kehidupan masyarakat yang

lebih baik, negara harus menurunkan atau

mengurangi pola konsumsi dan produksi, serta

mempromosikan kebijakan demografi yang

sesuai.

Page 78: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

64

Prinsip 9: Negara harus memperkuat kapasitas yang

dimiliki untuk pembangunan berlanjut melalui

peningkatan pemahaman secara keilmuan

dengan pertukaran ilmu pengetahuan dan

teknologi, serta dengan meningkatkan

pembangunan, adapatasi, alih teknologi,

termasuk teknologi baru dan inovasi teknologi.

Prinsip 10:Penanganan terbaik isu-isu lingkungan adalah

dengan partisipasi seluruh masyarakat yang

tanggap terhadap lingkungan dari berbagai

tingkatan. Di tingkat nasional, masing-masing

individu harus mempunyai akses terhadap

informasi tentang lingkungan, termasuk

informasi tentang material dan kegiatan

berbahaya dalam lingkungan masyarakat,

serta kesempatan untuk berpartisipasi dalam

proses pengambilan keputusan. Negara harus

memfasilitasi dan mendorong masyarakat

untuk tanggap dan partisipasi melalui

pembuatan informasi yang dapat diketahui

secara luas.

Page 79: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

65

Prinsip 15: Dalam rangka mempertahankan lingkungan,

pendekatan pencegahan harus diterapkan

secara menyeluruh oleh negara sesuai dengan

kemampuannya. Apabila terdapat ancaman

serius atau kerusakan yang tak dapat

dipulihkan, kekurangan ilmu pengetahuan

seharusnya tidak dipakai sebagai alasan

penundaan pengukuran biaya untuk mencegah

penurunan kualitas lingkungan.

Prinsip 17: Penilaian dampak lingkungan sebagai

instrumen nasional harus dilakukan untuk

kegiatan-kegiatan yang diusulkan, yang

mungkin mempunyai dampak langsung

terhadap lingkungan yang memerlukan

keputusan di tingkat nasional.

Prinsip 20: Wanita mempunyai peran penting dalam

pengelolaan dan pembangunan lingkungan.

Partisipasi penuh mereka perlu untuk

mencapai pembangunan berlanjut.

Page 80: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

66

Prinsip 22: Penduduk asli dan setempat mempunyai peran

penting dalam pengelolaan dan pembangunan

lingkungan karena pemahaman dan

pengetahuan tradisional mereka. Negara harus

mengenal dan mendorong sepenuhnya

identitas, budaya dan keinginan mereka serta

menguatkan partisipasi mereka secara efektif

dalam mencapai pembangunan berkelanjutan.

Di antara seluruh prinsip tersebut maka prinsip-prinsip

yang relevan dengan penulisan buku ini adalah Prinsip 10

dan Prinsip 22. Prinsip 10 yaitu penanganan terbaik isu-

isu lingkungan adalah dengan partisipasi seluruh

masyarakat yang tanggap terhadap lingkungan dari

berbagai tingkatan. Dalam hal ini dapat dimanfaatkan

temuan model adaptasi masyarakat terhadap perubahan

penataan ruang yang ada Selanjutnya, di tingkat nasional,

masing-masing individu harus juga mempunyai akses

terhadap informasi tentang lingkungan, termasuk

informasi tentang material dan kegiatan berbahaya dalam

lingkungan masyarakat, serta kesempatan untuk

berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan.

Model adaptasi masyarakat akan memungkinkan

Page 81: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

67

kemudahan bagi pemerintah daerah untuk memfasilitasi

dan mendorong masyarakat untuk tanggap dan partisipasi

melalui informasi yang dapat diketahui secara luas.

Prinsip 22 yaitu penduduk asli dan setempat mempunyai

peran penting dalam pengelolaan dan pembangunan

lingkungan karena pemahaman dan pengetahuan

tradisional mereka juga patut menjadi dasar bagi

pembangunan berkelanjutan di Kota Padang.

3.3. Kebijakan Penataan Ruang

Bencana yang berdampak besar pada kondisi lingkungan

dan masyarakat, karena ketidaksiapan mitigasi sehingga

kondisi tersebut membuat pembangunan kota

mengalami banyak permasalahan terkait aspek sosial

ekonomi dan lingkungan. Pemerintah kota perlu

melakukan rehabilitasi dan rekonstruksi terkait dengan

kondisi rawan bencana. Langkah yang diambil oleh

pemerintah berdasarkan kondisi lingkungan alam adalah

melakukan penataan ruang, antara lain membuat zona

berdasarkan tingkat kerawanan terhadap bencana dan

melakukan penataan ruang yang mempertimbangkan

mitigasi bencana.

Page 82: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

68

Kebijakan yang diambil pemerintah dalam penataan ruang

kota rawan bencana akan berpengaruh pada masyarakat

baik dari aspek fisik, aspek sosial dan aspek budaya,

sehingga harus menjadi pertimbangan pemerintah untuk

mencapai keberhasilan pembangunan. Dengan

pendekatan ekologi manusia dan teori adaptasi

lingkungan dalam membentuk model adaptasi masyarakat

dalam kota rawan bencana sangat dibutuhkan, dengan

mengetahui aspek yang mempengaruhi adaptasi

masyarakat dalam perubahan yang diakibatkan oleh

kondisi alam rawan bencana dapat menjadi

pertimbangan dalam pembangunan ber-

kelanjutan.

Kebijakan penataan ruang kota rawan bencana, akan

menimbulkan dampak pada aspek sosial, ekonomi dan

budaya masyarakat sehingga akan mempengaruhi

pemahaman masyarakat terhadap kota rawan bencana.

Pemahaman masyarakat terhadap kota rawan bencana

dan penyiapan sarana prasarana merupakan antisipasi

terhadap bencana akan membentuk persepsi masyarakat

terhadap kota rawan bencana. Adaptasi masyarakat

Page 83: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

69

menggambarkan aspek aspek yang mempengaruhi

proses pengetahuan, kesiapan mitigasi/antisipasi, dan

persepsi masyarakat, dengan diketahuinya aspek yang

paling berpengaruh maka dapat menjadi masukan bagi

pengambil kebijakan untuk menata kota rawan bencana

yang berkelanjutan.

Page 84: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

70

4. ADAPTASI MASYARAKAT DALAM

PENATAAN RUANG

4.1. Gambaran Kota Padang

Kota Padang merupakan Ibukota Provinsi Sumatera Barat

yang terletak di Pantai Barat Pulau Sumatera. Secara

geografis Kota Padang terletak antara 00°44′00″ –

01°08′35″ LS dan 100°05′05″ – 100°34′09″ BT, dengan luas

wilayah 1.414,96 km2 yang terdiri dari wilayah darat dan

wilayah laut dengan luas masing-masing adalah 694,96

km2 (daerah efektif termasuk sungai yaitu 205 km2 atau

29% dan daerah bukit termasuk sungai yaitu 486,209 km2)

dan 720,00 km2 serta memiliki panjang pantai 68,13 km

(diluar pulau-pulau kecil) dan memiliki 19 buah pulau.

Kota Padang terdiri dari 11 kecamatan dan 104 kelurahan.

Page 85: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

71

Tabel 3. Luas Wilayah Kota Padang Berdasarkan Kecamatan

No. Kecamatan Luas (KM2)

1 Bungus Teluk 100,78 2 Lubuk Kilangan 85,99 3 Lubuk Begalung 30,91 4 Padang Selatan 10,03

5 Padang Timur 8,15

6 Padang Barat 7,00

7 Padang Utara 8,08

8 Nanggalo 8,07

9 Kuranji 57,41

10 Pauh 146,29

11 Koto Tangah 232,25

Jumlah 694.96 Sumber: Profil Kota Padang Tahun 2010

Kecamatan Koto Tangah merupakan kecamatan terluas

di Kota Padang yaitu 232,25 km2 atau 33,42% dari total

luas Kota Padang. Berdasarkan hal tersebut

memungkinkan pengembangan kegiatan perkotaan Kota

Padang diarahkan pada kecamatan ini termasuk untuk

pengembangan perumahan dan permukiman. Sedangkan

kecamatan dengan luas terkecil adalah Kecamatan

Padang Barat yaitu 7,00 km2 atau 1,01% dari luas

Page 86: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

72

keseluruhan Kota Padang.

Karakteristik Fisik Dasar

Topografi merupakan faktor penting dalam pengarahan

peruntukan lahan untuk berbagai kegiatan fungsional,

karena itu sangat diperlukan terutama untuk pertimbangan

teknik pengelolaan lingkungan agar kelestarian sumber

daya lahan tetap terjaga. Wilayah Kota Padang

mempunyai topografi yang bervariasi yaitu perpaduan

antara dataran rendah, perbukitan, serta daerah aliran

sungai. Bagian Barat Kota Padang terdiri dari dataran

rendah yang landai dengan ketinggian rata-rata 0-5 meter

di atas permukaan laut. Kearah timur dan selatan

topografi wilayah Kota Padang berbukit, bergelombang

dan curam dengan ketinggian yang bervariasi dimana

daerah yang tertinggi mencapai 1.853 meter di atas

permukaan laut pada kawasan yang berbatasan dengan

Kabupaten Solok. Secara garis besar klasifikasi

ketinggian dan kemiringan Kota Padang dapat

dikelompokkan atas 4 (empat) kelas kelerengan seperti

terlihat pada Tabel berikut.

Page 87: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

73

Tabel 4. Luas wilayah Kota Padang Berdasarkan Klasifikasi Kemiringan Lahan

No Klasifikasi Kemiringan

Keterangan Luas (km2)

%

1 0 – 2% Datar sampai Landai 210,36 30,27

2 3 – 15% Landai sampai Bergelombang 50,98 7,34

3 16 – 40% Bergelombang sampai Berbukit 124,74 17,95

4 >40 % Berbukit sampai Bergunung 308,88 44,45 Jumlah 694,96 100,00

Sumber : RTRW Kota Padang, Tahun 2007-2013

Berdasarkan data pada tabel di atas jelas terlihat bahwa

dari total luas daratan Kota Padang, dominan yaitu

44,45% berada pada kelerengan > 40% yang merupakan

daerah berbukit dan bergunung. Sedangkan luas daratan

terkecil berada pada kelerengan 3-15% yang merupakan

daerah yang landai dan bergelombang sekitar 7,34%.

Berdasarkan klasifikasi ketinggian Kota Padang, maka

kecamatan tertinggi adalah Kecamatan Lubuk Kilangan

sedangkan daerah yang paling rendah yaitu Kecamatan

Padang Barat dan Kecamatan Nanggalo dengan

ketinggian 8 m di atas permukaan laut. Untuk lebih

Page 88: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

74

jelasnya dapat dilihat pada Tabel berikut.

Tabel 5. Klasifikasi ketinggian Kota Padang

menurut kecamatan

No. Kecamatan Tinggi (meter dpl)

1 Bungus Lubuk Kabung 0 - 850 2 Lubuk Kilangan 25 - 1.853 3 Lubuk Begalung 8 - 400 4 Padang Selatan 0 - 322 5 Padang Timur 4 - 10 6 Padang Barat 0 - 8 7 Padang Utara 0 - 25 8 Nanggalo 3 - 8 9 Kuranji 8 - 1.000 10 Pauh 10 - 1.600 11 Koto Tangah 0 - 1.600

Kota Padang 0 - 1.853 Sumber: Badan Pertanahan Nasional Kota Padang,

Tahun 2009

Status Kepemilikan Tanah & Penggunaan Lahan

Status kepemilikan tanah Kota Padang pada umumnya

merupakan tanah milik adat/suku. Status tanah milik adat

sangat sulit untuk dijadikan permukiman dengan status

perorangan sementara pengembangan perumahan di

Kota Padang diutamakan pada tanah yang bukan tanah

milik adat. Distribusi penggunaan lahan di Kota Padang

Page 89: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

75

pada tahun 2009 beragam dimana penggunaan lahan

yang dominan adalah hutan lebat dengan luas 35.448 ha

(tahun 2009) dari total keseluruhan luas lahan Kota

Padang yang ada. Sedangkan penggunaan lahan yang

terkecil adalah danau buatan seluas 2,25 ha (tahun 2009),

tanah kota sebesar 16 ha dan peternakan sebesar 26,83

ha. Penggunaan lahan yang bersifat fisik atau bangunan

dapat dilihat dari guna lahan perumahan, hanya sebagian

kecil yaitu sekitar 6.681,38 ha. Untuk lebih jelasnya

perkembangan penggunaan lahan Kota Padang dapat

dilihat pada Tabel berikut.

Page 90: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

76

Tabel 6. Luas Lahan Berdasarkan Jenis Penggunaanya

No. Jenis Penggunaannya Luas Lahan (Ha)

2008 2009

1 Tanah Perumahan 6.625,24 6.681,38 2 Tanah Perusahaan 242,51 255,67

3 Tanah Industri /PT Semen

Padang 702,25 702,25 4 Tanah Jasa 715,32 715,32 5 Sawah Beririgasi Teknis 4.934,00 4.934,00 6 Sawah Non Irigasi 200,03 174,03 7 Ladang/ Tegalan 952,75 952,75 8 Perkebunan Rakyat 2.147,50 2147,50 9 Kebun Campuran 13.829,92 13.799,63

10 Kebun Sayuran 1.343,.00 1.343,00 11 Peternakan 26.83 26.86 12 Kolam Ikan 100,80 100,80 13 Danau Buata 2.25 2.25 14 Tanah Kosong 26,67 28,67 15 Tanah Kota 16,00 16,00 16 Semak 1.546,48 1.533,32 17 Rawa/ Hutan Mangrove 120,00 120,00

18 Jalan Arteri dan Jalan Kolektor 135,00 135,00

19 Hutan Lebar 35.448,00 35.448,00 20 Sungai dan Lain-lain 379,45 379,45

Jumlah 69.496.,00 69.495,85 Sumber: Badan Pertanahan Nasional Kota Padang,

Tahun 2009

Page 91: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

77

Demografi – Sosial Budaya

Jumlah penduduk Kota Padang dari tahun ke tahun

mengalami peningkatan, berdasarkan registrasi penduduk

tahun 2005 jumlah penduduk Kota Padang sebanyak

801.344 jiwa dan pada tahun 2009 mencapai 875.750

jiwa. Kondisi ini menunjukkan bahwa adanya

pertumbuhan yang cukup signifikan perubahannya

dimana dalam kurun waktu 4 tahun mengalami

peningkatan sebesar 74.406 jiwa. Untuk lebih jelasnya

perkembangan jumlah penduduk Kota Padang dapat

dilihat pada Tabel berikut.

Page 92: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

78

Tabel 7. Jumlah penduduk menurut kecamatan

No. Kecamatan

Jumlah Penduduk (Jiwa)

2005 2006 2007 2008 2009 2010

1 Bungus Teluk Kabung 23.197 23.400 23.592 24.116 24.417 22.896

2 Lubuk Kilangan 40.538 41.560 42.585 43.531 44.552 48.850

3 Lubuk

Begalung 97.560 100.912 104.323 106.641 109.793 106.432

4 Padang

Selatan 60.022 61.003 61.967 63.345 64.458 57.178

5 Padang Timur 83.151 84.231 85.279 87.174 88.510 77.868

6 Padang Barat 59.657 59.895 60.102 61.437 62.010 45.380

7 Padang Utara 72.766 73.730 74.667 76.326 77.509 69.119

8 Nanggalo 55.669 56.604 57.523 58.801 59.851 57.275

9 Kuranji 110.316 113.976 117.694 120.309 123.771 126.729

10 Pauh 50.204 51.354 52.502 53.669 54.846 59.216

11 Koto Tangah 148.264 153.075 157.956 161.466 166.033 162.079

Jumlah 801.344 819.740 838.190 856.815 875.750 833.562

Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Padang, 2010

Berdasarkan pada tabel di atas tampak bahwa pada tahun

2010 total jumlah penduduk Kota Padang mengalami

penurunan sebanyak 42.188 jiwa, penurunan ini di

indikasikan dampak dari bencana gempa bumi yang

terjadi pada tanggal 30 September 2009.

Page 93: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

79

Kepadatan Penduduk dan Distribusinya

Pertumbuhan penduduk Kota Padang sejalan dengan

perkembangan wilayahnya. Indikasi tersebut terlihat pada

semakin tingginya tingkat kepadatan penduduk pada

sebagian wilayah di Kota Padang terutama wilayah

utara walaupun secara keseluruhan relatif mengalami

peningkatan. Penduduk terkonsentrasi di Kecamatan

Padang Timur dengan kepadatan pada tahun 2010

mencapai 9.554 jiwa/km2. Hal ini menunjukkan bahwa

konsentrasi penduduk masih terpusat di pusat kota karena

fasilitas dan pusat pelayanan kota masih terkonsentrasi di

pusat kota. Sedangkan kepadatan penduduk terendah

terdapat di Kecamatan Bungus Teluk Kabung sebesar

227 jiwa/km2.

Page 94: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

80

Tabel 8. Kepadatan & distribusi penduduk menurut kecamatan di Kota Padang tahun 2005-2010

No Kecamatan Luas (Km

2)

Kepadatan (Jiwa/Km2)

2005 2006 2007 2008 2009 2010

1 Bungus Teluk

Kabung 100,78 230 232 234 239 242 227

2 Lubuk Kilangan 85,99 471 483 495 506 518 568

3 Lubuk Begalung 30,91 3.156 3.265 3.375 3.450 3.552 3.443

4 Padang Selatan 10,03 5.984 6.082 6.178 6.316 6.427 5.700

5 Padang Timur 8,15 10.20

3 10.335 10.46

4 10.69

6 10.86

0 9.554

6 Padang Barat 7,00 8.522 8.556 8.586 8.777 8.859 6.482

7 Padang Utara 8,08 9.006 9.125 9.241 9.446 9.593 5.554

8 Nanggalo 8,07 6.898 7.014 9.252 7.286 7.416 7.097

9 Kuranji 57,41 1.922 1.985 1.002 2.096 2.156 2.204

10 Pauh 146,29 343 351 359 822 375 404

11 Koto Tangah 232,25 638 659 680 695 715 697

Jumlah 694,94 1.153 1.180 1.206 1.233 1.260 1.199

Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Padang, 2010

Ekonomi

Kota Padang sebagai Ibukota Provinsi Sumatera Barat

memiliki fungsi sebagai pusat aktivitas ekonomi, sebagai

pusat perdagangan regional, industri dan pariwisata

(Perda No. 4/1992). Fungsi tersebut dikembangkan

berdasarkan pada potensi ekonomi yang dimiliki oleh Kota

Padang. Hal ini menunjukan bahwa Kota Padang

mempunyai peran yang signifikan dalam perekonomian

Page 95: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

81

Provinsi Sumatera Barat. Sebagai ibukota Provinsi, Kota

Padang mempunyai keuntungan komparatif jika

dibandingkan dengan kota-kota lainnya di Sumatera Barat

yang dapat dilihat dari kelengkapan sarana dan prasarana

ekonomi dan transportasi serta sarana pendukung lain

yang dimiliki.

Dengan memanfaatkan keunggulan komparatif yang

dimiliki, yaitu selain sebagai ibukota Provinsi yang

memiliki sarana dan prasarana ekonomi, sosial dan

budaya yang lebih lengkap juga sebagai salah satu pusat

pertumbuhan, Kota Padang diharapkan dapat tumbuh dan

berkembang lebih cepat dibandingkan daerah lainnya di

Provinsi Sumatera Barat.

Struktur Ekonomi

Kota Padang sebagai pusat berbagai aktivitas

memberikan dampak yang sangat signifikan terhadap

PDRB Provinsi Sumatera Barat. Berdasarkan PDRB Kota

Padang Tahun 2010 atas dasar harga berlaku, sektor

pengangkutan dan komunikasi merupakan sektor yang

memberikan kontribusi terbesar mencapai 24,31%,

kemudian disusul oleh sektor perdagangan, hotel, dan

Page 96: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

82

restoran menyumbang sebesar 20,85%.

Laju Pertumbuhan Ekonomi

Perkembangan ekonomi Kota Padang dalam tiga tahun

terakhir ini (2008-2010) cenderung mengalami

peningkatan, hal ini dapat dilihat dari laju pertumbuhan

ekonomi yang merupakan persentase peningkatan PDRB.

Sektor pertanian adalah yang paling dominan dalam

mendukung perekonomian Kota Padang dimana laju

pertumbuhannya mengalami rata-rata peningkatan

sebesar 13,20% pada periode tahun 2008-2010. Demikian

juga halnya dengan sektor bangunan mengalami

peningkatan yang cukup tinggi dengan laju pertumbuhan

rata-rata 19,69% dalam kurun waktu tahun 2008-2010.

Bidang Unggulan & Pendukung Kegiatan Ekonomi

Kota Padang memiliki potensi besar di bidang

perdagangan dan pariwisata, hal ini disebabkan Kota

Padang sebagai ibukota Provinsi Sumatera Barat yang

merupakan pintu gerbang wisata dan kegiatan

perdagangan regional bahkan internasional yang

didukung oleh keberadaan Bandara Internasional

Minangkabau (BIM) yang sudah beroperasi sejak tahun

Page 97: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

83

2005 lalu. Bidang unggulan lainnya yaitu pertanian, yang

memberikan kontribusi terbesar terhadap PDRB Kota

Padang (perkembangan PDRB Tahun 2007-2010).

4.2. Kecamatan Padang Barat

Kecamatan Padang Barat memiliki luas wilayah 7,00 km2

yang terdiri dari 10 kelurahan, secara geografis terletak

pada 00 .58’4” LS dan 1000 .21’11” BT, yang memiliki

suhu udara antara 22,0°C-31,7°C Faktor iklim sangat

berpengaruh terhadap lahan, khususnya faktor curah

hujan. Dengan curah hujan Kecamatan Kuranji adalah

384,88 mm/bulan, Kecamatan Padang Barat berada pada

ketinggian 0 – 8 M dpl.

Penggunaan Lahan

Distribusi penggunaan lahan di Kecamatan Padang Barat

pada tahun 2010 dengan penggunaan lahan dominan

adalah pekarangan dengan luas 496 ha dari total

keseluruhan luas lahan Kecamatan Padang Barat. Untuk

lebih jelasnya penggunaan lahan di Kecamatan Padang

Barat.

Page 98: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

84

Jumlah Penduduk

Berdasarkan sensus penduduk, pada tahun 2010 jumlah

penduduk Kecamatan Padang Barat sebanyak 45.380

jiwa. Jumlah penduduk terbesar adalah Kelurahan Purus

dengan jumlah penduduk sebanyak 6.721 jiwa,

sedangkan jumlah penduduk paling sedikit adalah

Kelurahan Belakang Tangsi sebesar 2.863 jiwa. Untuk

lebih jelasnya jumlah penduduk Kecamatan Padang Barat

dapat dilihat pada Tabel berikut.

Tabel 9. Jumlah Penduduk di Kecamatan Padang Barat

No Kelurahan Tahun

2009 2010

1 Berok Nipah 6.405 4.791 2 Kampung Pondok 6.366 3.876 3 Belakang Tangsi 4.163 2.863 4 Kampung Jao 6.207 4.153 5 Olo 6.776 5.044 6 Purus 9.556 6.721 7 Padang Pasir 6.277 4.598 8 Ujung Gurun 5.291 4.717 9 Rimbo Kaluang 4.386 3.919 10 Flamboyan Baru 5.983 4.698

Jumlah 62.010 45.980 Sumber: Padang Barat Dalam Angka, 2010

Page 99: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

85

Kepadatan Penduduk

Pertumbuhan penduduk Kecamatan Padang Barat sejalan

dengan perkembangan wilayahnya. Indikasi tersebut

terlihat pada semakin tingginya tingkat kepadatan

penduduk pada sebagian kelurahan. Untuk lebih jelasnya

kepadatan penduduk dapat dilihat pada Tabel berikut.

Tabel 10. Kepadatan dan distribusi penduduk

menurut kelurahan di Kecamatan Padang Barat

No Kelurahan

Luas (KM2)

Kepadatan Penduduk Jiwa/Km2

2009 2010

1 Berok Nipah 0,31 20.661 15.454 2 Kampung Pondok 0,65 9.747 5.963 3 Belakang Tangsi 0,57 7.303 5.022

4 Kampung Jao 1,63 3.807 2.547 5 Olo 0,89 7.613 5.667 6 Purus 0,68 14.052 9.883 7 Padang Pasir 0,71 8.770 6.476 8 Ujung Gurun 0,71 8.339 6.643 9 Rimbo Kaluang 0,42 10.442 9.330

10 Flamboyan Baru 0,43 13.913 10.925 Jumlah 7,00 96.754 77.910 Sumber: Padang Barat Dalam Angka, 2010

Tingkat kepadatan penduduk di Kecamatan Padang Barat

mengalami penurunan dari tahun ke tahun, kepadatan

Page 100: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

86

penduduk terbesar saat ini di Kecamatan Padang Barat

adalah pada Kelurahan Berok Nipah sebesar 15.454

jiwa/km2, sedangkan kepadatan penduduk terendah

terdapat di Kelurahan Kampung Jao sebesar 2.547

jiwa/km2.

Sarana

Sarana merupakan salah satu pendukung kegiatan

penduduk sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat

agar tercipta suasana atau lingkungan yang kondusif

dalam menjalankan aktifitas sehari-hari. Sarana yang

dimaksud adalah sarana pendidikan, kesehatan,

peribadatan, dan ekonomi.

a. Sarana Pendidikan

Kelengkapan jenis dan jumlah sarana pendidikan pada

suatu wilayah berpengaruh terhadap mutu pendidikan di

wilayah tersebut. Seperti halnya di Kecamatan Padang

Barat, ketersediaan jenis sarana pendidikan yang ada

sudah lengkap mulai dari sarana. Demikian juga dengan

sebaran atau jumlah sarana tersebut sudah mampu

melayani kebutuhan penduduk Kecamatan Padang Barat

bahkan mampu melayani penduduk di luar Kecamatan

Page 101: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

87

Padang Barat. Untuk lebih jelasnya ketersediaan sarana

pendidikan yang ada di Kecamatan Padang Barat dapat

dilihat pada Tabel berikut.

Tabel 11. Jumlah Sarana Pendidikan di Kecamatan Padang Barat

No.

Kelurahan

Tingkat Pendidikan Jumlah

TK SD SLTP SMU PT (Unit)

1 Berok Nipah 2 3 1 1 - 7

2 Kampung Pondok - 3 3 2 1 9

3 Belakang Tangsi 2 9 4 3 2 20

4 Kampung Jao 4 1 2 5 1 13

5 Olo 3 5 1 4 4 17

6 Purus 3 8 1 1 - 13

7 Padang Pasir 6 4 1 3 2 16

8 Ujung Gurun 1 9 1 2 - 13

9 Rimbo Kaluang 1 1 - 2 - 4

10 Flamboyan Baru 1 - - - - 1

Jumlah 23 43 14 23 10 113 Sumber: Padang Barat dalam angka Tahun 2010

Terlihat pada tabel diatas bahwa SD merupakan sarana

pendidikan terbanyak di Kecamatan Padang Barat dimana

jumlahnya mencapai 43 unit. Sarana ini sudah tersebar

secara merata di setiap kelurahan sehingga

keberadaannya sudah mampu melayani kebutuhan

pendidikan dasar masyarakat Kecamatan Padang Barat.

Page 102: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

88

Untuk keberadaannya sarana pendidikan terbanyak

berada pada Kelurahan Belakang Tangsi dan Kelurahan

Ujung Gurun. Sedangkan Kelurahan Flamboyan Baru

tidak memiliki sarana pendidikan yang lengkap.

b. Sarana Kesehatan

Pelayanan kesehatan sangat bergantung pada

ketersediaan sarana dan tenaga medisnya. Oleh karena

itu perlu diperhatikan kuantitas dan kualitas sarana

tersebut, karena keberadaannya sangat membantu dalam

meningkatkan kualitas sumber daya manusia serta dapat

mengendalikan perkembangan dan pertumbuhan

penduduk. Sarana kesehatan Kecamatan Padang Barat

adalah puskesmas, puskesmas pembantu, posyandu,

toko obat dan apotek. Untuk lebih jelasnya sarana

kesehatan di Kecamatan Padang Barat dapat dilihat pada

Tabel berikut.

Page 103: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

89

Tabel 12. Jumlah sarana kesehatan menurut kelurahan di Kecamatan Padang Barat

Sumber: Padang Barat dalam angka, 2010

Dari berbagai jenis sarana kesehatan yang tersebar di

Kecamatan Padang Barat, posyandu merupakan jenis

sarana kesehatan yang paling banyak yaitu jumlahnya

mencapai 69 unit. Apotek/toko obat sebanyak 68 unit,

puskesmas hanya 1 unit, dan Puskesmas Pembantu

(pustu) 6 unit.

No. Keluarahan

Jenis Sarana Kesehatan Jumlah (Unit) Puskesmas Pustu

Toko Obat/ Apotik

Posya-ndu

1 Berok Nipah - 1 1 7 9

2 Kampung Pondok - - 2 6 8

3 Belakang Tangsi - 1 - 5 6

4 Kampung Jao - 1 35 9 45

5 Olo - - 7 9 16

6 Purus - 1 1 8 10

7 Padang Pasir 1 1 19 7 28

8 Ujung Gurun - - 1 7 8

9 Rimbo Kaluang - 1 1 5 7

10 Flamboyan Baru - - 1 6 8

Jumlah 1 6 68 69 145

Page 104: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

90

c. Sarana Peribadatan

Sebagai umat beragama, ketersediaan sarana

peribadatan harus menjadi perhatian karena sarana

peribadatan merupakan tempat melaksanakan ibadan dan

meningkatkan hubungan antara manusia dengan Tuhan

sesuai dengan agama dan kepercayaannya. Penduduk

Kecamatan Padang Barat pada umumnya memeluk

agama Islam sehingga keberadaan dan penyebaran

sarana peribadatannya seperti mesjid dan mushalla

merata di setiap kelurahannya. Untuk lebih jelasnya

jumlah dan penyebaran masing-masing sarana

peribadatan dapat dilihat pada Tabel berikut.

Page 105: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

91

Tabel 13. Jumlah sarana peribadatan menurut kelurahan di Kecamatan Padang Barat tahun 2010

No. Kelurahan Jenis Sarana Peribadatan

Masjid Mushalla Gereja Jumlah

1 Berok Nipah 3 1 - 4

2 Kampung Pondok 3 5 - 8

3 Belakang Tangsi 3 3 3 9

4 Kampung Jao 5 4 1 10

5 Olo 4 5 - 9

6 Purus 3 2 - 5

7 Padang Pasir 7 4 - 11

8 Ujung Gurun 3 5 - 8

9 Rimbo Kaluang 5 7 - 12

10 Flamboyan Baru 4 8 - 12

Jumlah 40 44 4 88

Sumber: Padang Barat Dalam Angka, 2010

Perekonomian

Dijelaskan bahwa perkembangan ekonomi Kota Padang

dalam tiga tahun terakhir ini (2007-2010) cenderung

mengalami peningkatan, hal ini dapat dilihat dari laju

pertumbuhan ekonomi yang merupakan persentase

peningkatan PDRB. Sektor pertanian adalah yang paling

dominan dalam mendukung perekonomian Kota Padang

Page 106: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

92

dimana laju pertumbuhannya mengalami rata-rata

peningkatan sebesar 13,20%.

4.3. Faktor - faktor yang mempengaruhi adaptasi

masyarakat dalam penataan ruang

Profil, Kriteria Responden

Untuk memperoleh informasi tentang faktor yang

mempengaruhi adaptasi masyarakat dalam penataan

ruang kota rawan bencana dilakukan kepada terhadap

key person yang terdiri dari tokoh masyarakat,

pemerintahan, akademisi dan masyarakat. Penentuan

informan dilakukan dengan memperhatikan faktor

keterlibatan, pengalaman dan dapat dipercaya.

Penentuan key person diawali dengan proses

pengumpulan informasi tentang informan dan reduksi

informan yaitu dengan bertanya kepada pihak-pihak

yang dianggap memahami hal ini.

Page 107: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

93

Tabel 14. Karakteristik Utama Informan Key Person

No. Inisial Karakteristik Utama 1 HD (36 th) Staf bapedalda, D3 2 ID (42 th) Masyarakat, D3 3 IW(40 th) Masyarakat, S1 4 AA (58 th) Pemerintahan, S2 5 AD (20th) Masyarakat karang taruna ,

SMA Sumber: Data Olahan, 2012

4.3.1. Pengetahuan dan persepsi masyarakat

Salah satu pertanyaan mendasar yang digunakan untuk

mengukur tingkat pengetahuan masyarakat adalah apa

yang dimaksud dengan bencana alam dan penyebab

terjadinya gempa bumi. Pada umumnya masyarakat

sudah mengetahui bahwa Kota Padang adalah kota yang

rawan bencana gempa dan memiliki potensi terjadi

bencana gempa. Pengetahuan mengenai kegempaan

yakni tentang perulangan akan terjadi lagi gempa masa

lalu di masa mendatang serta faktor kerentanan

lingkungan yang ada menjadikan tingginya keinginan

dalam persepsi masyarakat untuk upaya antisipasi

terhadap ancaman bencana gempa dan bencana

ikutannya. Pengetahuan tentang penyebab terjadinya

gempa serta akibat dari gempa secara umum masyarakat

Page 108: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

94

sudah memahami hal tersebut termasuk ciri-ciri gempa

kuat.

Pengetahuan tentang gempa menunjukkan pemahaman

yang tinggi dan benar, hal ini ditunjukkan dari jawaban

atas pertanyaan kepada informan, bahwa Kota Padang

berada pada daerah jalur gunung api, dengan potensi

gempa dan kekhawatiran tsunami. Gempa dalam skala

kecil merupakan kejadian yang sangat biasa, tetapi

gempa pada tanggal 29 September 2009 merupakan

gempa yang sangat besar, disusul dengan informasi

mengenai ancaman tsunami. Perasaan terkejut dengan

besarnya gempa yang dirasakan dan kekhawatiran

kejadian tsunami seperti yang terjadi di Aceh membuat

masyarakat panik, berlari ketempat daerah yang lebih

tinggi, sehingga menimbulkan kemacetan di jalan-jalan

raya.

Persepsi dalam potensi bencana gempa, dalam hal

kesadaran dalam tindakan yang akan dilakukan oleh

individu dan rumah tangga pada saat terjadi bencana,

berdasarkan pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan

kepada informan untuk mengetahui reaksi penyelamatan

Page 109: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

95

ketika berada di dalam rumah atau bangunan

menunjukkan bahwa sebagian besar memberikan

jawaban segera berlari ke luar rumah mencari tempat

yang aman, berupa ruang terbuka yang berada jauh dari

pantai. Salah satu ungkapan dalam diskusi .....Sulit

menembus jalan yang dipenuhi orang berlarian, mobil

mengantri, motor yang ditinggal empunya...jalan selebar 5

meter serasa lubang jarum yang sempit.....semua

dipenuhi oleh orang-orang, laki dan perempuan, tua dan

muda semua berlari menuju kota mencari

perlindungan....mereka kebanyakan berasal dari sekitar

pantai....takut tsunami aceh terulang lagi. Hal ini

menunjukkan bahwa dalam kondisi panik, secara spontan

masyarakat akan berusaha menyelamatkan diri dengan

berlari mencari tempat aman.

Pemahaman mengenai gejala alam sebelum adanya

gempa besar masih merupakan salah satu kearifan lokal

masyarakat kota padang, kondisi panas yang berbeda

merupakan salah satu pertanda, seperti kutipan hasil

berikut,.. Ibu IW merasakan tidak enak dan rasa panas

menjebak seluruh badannya.....ada yang tidak beres

dengan lingkungan sekitarku sore ini.....dalam hatiku “ada

Page 110: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

96

apa ya ?????”. Tidak seperti biasa...selepas sholat ashar

yang sudah terlambat karena kesibukanku di mushollah

tempatku berkantor terasa sepi dan aneh....semua orang

sudah pulang ke rumah masing-masing.....tiba-tiba....brak

aku terjatuh di mushollah....”ya Allah ...ada

gempa...”.seketika aku berlari keluar.....ya Allah...ku lihat

kantorku sudah rata dengan tanah....

Mengingat potensi kegempaan ataupun bencana lain di

kota Padang yang selalu menghantui masyarakat dan kita

tidak mengetahui kapan kejadiannya, alangkah bijak

apabila kita memahami bencana tersebut dari faktor risiko,

kerentanan dan bahaya yang ditimbulkannya.

Berdasarkan uraian pengalaman mayarakat risiko atau

akibat dari bencana meninggalkan bekas yang mendalam,

terutama di daerah penelitian di Kecamatan Padang

Barat.

Padang Barat sebagian besar wilayahnya berada di tepi

pantai barat pulau Sumatra, memiliki ketinggian 0-8 meter

dari permukaan laut, dan luas wilayah 7 km2, dengan

kepadatan penduduk tahun 2009 adalah 8.859 jiwa/km2

mengalami penurunan menjadi 6.482 jiwa/km2. Terlihat

Page 111: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

97

dari penurunan jumlah penduduk, Kecamatan padang

Barat setelah kejadian gempa ditinggal oleh penduduknya

“...banyak orang yang mampu membeli rumah di tempat

aman pindah karena trauma, tapi bagi kami yang tidak

bisa mempu terpaksa tetap tinggal disini..”. “ keinginan

kami pindah ketempat yang lebih aman seperti tetangga

kami yang dijemput anaknya untuk pindah ke Pakan baru,

tapi kami tidak bisa, jadi sesudah gempa kami kembali

kerumah kami ini, walau ada kerusakan disana sini..”.

Pilihan untuk tetap tinggal di daerah rawan bencana lebih

disebabkan faktor ekonomi pada awalnya karena tidak

ada pilihan.

Kegiatan tahap pasca bencana adalah proses perbaikan

kondisi masyarakat yang terkena bencana, dengan

memfungsikan kembali sarana dan prasarana pada

keadaan semula, secara fisik dilakukan rehabilitasi dan

rekonstruksi yang mempertimbangkan risiko

kebencanaan, dan hal penting yang dilakukan adalah

rehabilitasi psikis seperti ketakutan, trauma atau depresi.

Kondisi terparah adalah informasi akan adanya gempa

susulan sebagai akibat gempa terdahulu yang lebih parah,

“... tiga bulan lamanya untuk menghilangkan trauma,

Page 112: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

98

kadang disela tidur malamnya anak saya menangis..”

Dari uraian tentang dampak bencana yang terjadi

memberi pelajaran berharga yang dapat menunjukkan

bahwa upaya mengurangi dampak bencana terhadap

bencana masih jauh dari yang diharapkan. Sehingga

dirasa perlu untuk merubah paradigma penanganan

bencana bukan pasca bencana, tetapi lebih pada pra

bencana. Kondisi ini adalah merupakan upaya untuk

mempersiapkan masyarakat beradaptasi terhadap

bencana bisa datang kapan saja. Melalui serangkaian

kegiatan yang melibatkan secara aktif masyarakat dimulai

dengan kajian risiko, sosialisasi dan arahan secara teknis.

Harapannya setelah melakukan kajian dan penerapan di

lingkungan, dapat menekan angka risiko sekecil mungkin

dalam hal jumlah korban maupun kerugian yang

ditimbulkan dari bencana, masyarakat dengan sadar serta

terlatih bisa secara mandiri melakukan respon awal ketika

dan setelah bencana untuk diri mereka masing-masing,

keluarga dan masyarakat lingkungannya. “gempa-gempa

kecil sering terjadi.....tapi orang Padang sudah

biasa.....mereka sekarang berpikir membaca alam saja

Page 113: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

99

dan banyak berdoa......seperti yang diperintahkan oleh

pak wali.....kami punya program dzikir bersama, subuh

bersama, wirid bersama.....Selain peraturan teknis tentang

kekuatan bangunan juga diatur tentang zona2 seperti

zona merah, .zona hijau, zona kuning .hal ini dimaksud

untuk pengendalian pembangunan pasca bencana. Dan

masyarakat menyetujui kebijakan tersebut mengingat

daerah kami merupakan daerah rawan bencana.”

Konsep mitigasi ini telah diterapkan di Jepang dan

negara-negara maju lainnya yang berpotensi rawan

bencana sejak lama. Kajian risiko untuk Kecamatan

Padang Barat dilakukan bersama-sama dengan wakil

komunitas yang ada, antara lain ibu-ibu pengajian,

pemuda karang taruna, tokoh masyarakat dan perangkat

pemerintah setempat. Dari hasil pertemuan itu keluar

berupa identifikasi bahaya dan kerentanan apa yang ada

selama ini di daerah mereka, berupa ancaman tsunami,

kondisi rumah yang belum sesuai standart bangunan

tahan gempa, kondisi jalur jalan evakuasi. Setelah kajian

risiko disepakati, maka dibuat rencana tindakan untuk

mitigasi yaitu upaya meminimalkan potensi bahaya yang

dapat terjadi di daerah setempat.

Page 114: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

100

4.3.2. Sosialisasi Mitigasi

Salah satu tujuan penataan ruang dalam Undang-Undang

No, 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang adalah

alasan utama pentingnya penyediaan ruang evakuasi

bencana untuk tercantum dalam muatan setiap rencana

Penataan ruang. Konsep pelaksanaan mitigasi dalam

penataan ruang Kota Padang adalah mitigasi bencana

berbasis masyarakat yaitu menumbuhkan kesadaran

masyarakat untuk menjadi adaptif, terlatih dan bisa secara

mandiri melakukan respon awal ketika dan setelah

bencana. Dengan motto hidup aman, tentram dan

nyaman di negeri rawan gempa (yang disampaikan oleh

Dr. Ir. Badrul DEA sebagai ketua himpunan geofisiks

Indonesia Sumatera Barat).

“Saat itu hingga saat sekarang sudah terbentuk kelompok-

kelompok tanggap bencana ujar ibu....yang merupakan

koordinator kelompok ibu2 PKK tanggap bencana yang di

bentuk oleh pak camat....kelompok-kelompok ini disetiap

kelurahan ada....mereka setelah gempa selalu melakukan

simulasi rutin per tiga bulan untuk menghadapi bencana

....karang taruna, pemuda kampung semua dikerahkan

menjadi kelompok tanggap bencana.....mereka sudah tau

Page 115: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

101

tugasnya masing-masing ...... siapa yang bekerja mendai

petugas evakuasi, paramedis, dapur umum ataupun

petugas yang mengembalikan trauma pasca

bencana....mereka sudah dilatih dan terlatih....ujarnya

lagi..

Anak-anak kita, petugas security sudah terlatih kata guru

SMAN 1 padang, saat terjadi gempa kedua security

langsung bertugas membuka seluruh akses masuk ke

sekolah kami....melalui tangga darurat bencana yang ada

dikanan kiri gedung memudahkan masyarakat yang

mencari bangunan penyelamat langsung bisa ke lantai

4......dapur umum kami juga di lantai empat....yang

melayani semua anak2 kami dan para guru....semua

sudah terlatih pada peran dan posisinya.....bangunan ini

dirancang kokoh, kuat dan ada helipadnya tetapi bila

terjadi bencana kami juga masih bisa melakukan proses

belajar mengajar karena akses evakuasi tersendiri tidak

mengganggu ruang-ruang kelas.....di depan bagunan

sekolah terdapat aula besar yang di fungsikan sebagai

area evakuasi dan gudang logistik.....ujar bu

guru....menerangkan....”

Page 116: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

102

Sosialisasi mitigasi bencana ke masyarakat setempat

dalam upaya penguatan kapasitas lokal, menjalin

komunikasi dengan kelompok siaga bencana tingkat

kelurahan dan pemerintah kota, info tentang tanda

peringatan dini, simulasi bencana dan evakuasi lokal. Inti

kegiatan ini adalah membekali ilmu kebencanaan dengan

semangat sukarela dan menyususun konsep kegiatan

dan implementasi kebencanaan sebagai upaya

meminimalisir dampak bencana.

Rencana Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Evakuasi

Bencana” sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari

Perencanaan Tata Ruang Wilayah Kota. Selanjutnya

Rencana Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Evakuasi

Bencana dibutuhkan untuk menjalankan fungsi wilayah

kota sebagai pusat pelayanan sosial ekonomi, dalam hal

ini untuk permasalahan kebencanaan. Rencana

Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Evakuasi dalam

Rangka Mitigasi Bencana di Kota Padang, diharapkan

dapat menjadi arahan pembangunan untuk sarana dan

prasarana mitigasi bencana dalam mengurangi dampak

kehancuran yang ditimbulkan di masa depan.

Page 117: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

103

4.3.3. Potensi kearifan lokal dalam Mitigasi

Pengambil kebijakan Kota Padang melakukan penataan

ruang, yang berbasiskan kearifan lokal adalah merupakan

potensi yang dapat dikembangkan dalam upaya mitigasi

terhadap ancaman bencana. Komunitas Padang Barat

mempunyai integritas tinggi, dengan memiliki nilai,

falsafah, visi dan misi daerah yang tetap di pegang teguh.

a. Nilai

Kesejahteraan: Masyarakat Padang Barat bisa hidup sejahtera, ‘kok padi manjadi, kok jaguang maupiah” (bertanam padi menghasilkan, bertanam jagung buahnya bagus) artinya kehidupan rakyat makmur.

Ketaqwaan:

Keimanan dan kesyukuran pada Allah Kemandirian:

Bisa berdiri (membangun) dengan potensi yang ada. Kesetaraan: ‘

Duduak samo randah, tagak samo tinggi’ (duduk sama rendah berdiri sama tinggi). Segala sesuatu antara lembaga yang ada sama-sama berhak untuk menyampaikan pendapat.

Kebersamaan:

Sama-sama memberi ‘kok tatungkuik makan tanah, tatalantang makan ambun’ (kalau tertelungkup sama-

Page 118: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

104

sama makan tanah, kalau tertelentang sama-sama minum air embun) dan ‘ka lurah samo manurun kabukik samo mandaki’ ( ke jurang sama-sama menurun, ke bukit sama-sama mendaki).

Demokrasi:

Demokrasi dan beradat, maksudnya demokrasi yang berdasarkan adat (bersendikan Islam/ Kitabullah)

b. Falsafah

Tungku tigo sajarangan, Tali tigo sapilin (ini falsafah di

Minangkabau termasuk di Agam). Perangkat nagari (Wali

Nagari, BPRN, Ninik Mamak, cerdik pandai dan alim

ulama) memerintah berdasarkan adat dan syara’ Bekerja

keras, sesuai pepatah ‘kok duduk mambuek ranjau, kok

tagak memandang jarak’ (Kalau duduk membuat ranjau,

kalau berdiri memandang jarak) artinya tidak ada waktu

terluang, semua mempunyai pekerjaan.

c. Visi

Mencapai/menciptakan masyarakat Padang Barat yang

sejahtera, bekerja keras, ulet beriman dan beradat.

d. Misi

Meningkatkan sumber daya manusia di Nagari Padang

Barat Lembaga-Lembaga (KAN/LAN, MUI, Bundo

Page 119: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

105

Kanduang, Mamas, dan lain-lain). Baik SDM secara

pribadi maupun anggota lembaga yang ada di Padang

Barat. Mengembalikan semangat gotong royong. Kalau

bergotong royong masyarakat tidak perlu dipanggil tapi

cukup dibuat jadwal gotong royong dan datang dengan

kesadaran sendiri. Di Padang Barat dikenal dengan

‘gotong royong badunsanak’ artinya gotong royong seperti

bersaudara, tidak dipisahkan oleh jorong atau dusun.

Meningkatkan keimanan dan ketaqwaan : Kembali ke

surau : sebagai wadah hidup bermasyarakat. Surau bukan

hanya tempat shalat dan mengaji tapi juga kegiatan

kemasyarakatan. Menginginkan pemerintahan yang jujur,

bersih, berwibawa, terbuka, dan bertanggung jawab

(Good Government) berdasarkan Adat dan Syara’

4.4. Kondisi Masyarakat

Data diambil dari beberapa kelurahan yang dianggap

dekat dengan lokasi terjadinya Tsunami pada waktu itu.

Responden yang diambil sebanyak 455 orag dari 5

kelurahan, yaitu Kelurahan Berok Nipah, Kelurahan Olo,

Kelurahan Belakang Tongsi, Kelurahan Kampung Jao dan

Kelurahan Purus, dengan sebaran sebagai berikut:

Page 120: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

106

Tabel 15. Alamat Responden

Sumber: Data Olahan, 2012

Tabel 16. Usia Responden

No Usia Frekwensi Persen 1 Tidak menjawab 17 3.7 2 < 25 tahun 22 4.8 3 25 -35 tahun 32 7.0 4 35 – 45 tahun 132 29.0 5 45– 55 tahun 137 30.1 6 > 55 tahun 115 25,3 Jumlah 455 100

Sumber: Data Olahan, 2012

Dilihat dari usia responden menunjukkan bahwa

responden dengan usia 45-55 tahun adalah terbanyak

sebesar 137 atau 30.1%, umur 35 – 45 tahun sebanyak

132 atau 29.0%, > 55 tahun sebanyak 115 atau 25.3%,

dan disusul responden dengan usia 25-35 tahun

No Alamat Frekwensi Persen 1 Kel. Berok Nipah 91 20.0 2 Kel. Olo 92 20.2 3 Kel.. Belakang

Tongsi 87 19.1

4 Kel. Kampung Jao 91 20.0 5 Kel. Purus 94 20.7

Total 455 100.0

Page 121: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

107

sebanyak 32 atau 7.0%, responden dengan usia < 25

tahun sebanyak 22 atau 4.8%,, ada yang tidak menjawab

sebanyak 17 atau 3.7%.

Tabel 17. Jenis Kelamin

No Jenis kelamin Frekwensi Persen 1 Laki-laki 296 65.1 2 Perempuan 159 34.9

Total 455 100.0 Sumber: Data Olahan 2012

Responden dengan jenis kelamin laki-laki yang terbanyak

yaitu 296 atau 65.1%, sedangkan perempuan ada 159

atau 34.9%.

Tabel 18. Lama Tinggal

No Lama Tinggal

(tahun) Frekwensi Persen

1 < 5 22 4,8 2 5 – 10 78 17,1 3 > 10 355 78

Total 455 100.0 Sumber: Data Olahan, 2012

Berdasarkan pernyataan responden bahwa lamanya

Page 122: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

108

tinggal di wilayah ini bervariasi yang paling lama yaitu

lebih dari dari 10 tahun tinggal disini ada 355 atau 78,0%,

yang tinggalnya antara 5 – 10 tahun ada 78 atau 17,1%,

dan yang tinggalnya belum terlalu lama yaitu 5 tahun ke

bawah (<5 tahun) ada 22 atau 4,8%.

Tabel 19. Suku Asli

No Suku Frekwensi Persen 1 Padang (Suku asli) 399 87,7 2 Pendatang 56 12,3

Total 455 100.0 Sumber: Data Olahan, 2012

Tabel 20. Pendatang dari Suku

No Pendatang Frekwensi Persen 1 Tidak menjawab 400 87,9 2 Jawa 19 4,2 3 Sulawesi (Bugis,

Makasar dll) 17 3,7

4 Sumatera (Batak, Palembang dll)

13 2,9

5 Kalimantan 6 1,3 Total 455 100.0

Sumber: Data Olahan, 2012

Suku yang terdapat di lokasi terdiri dari suku asli dan

Page 123: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

109

pendatang, ternyata suku asli mendominasi dengan 399

atau 87,7%, sedangkan suku pendatang hanya 56 atau

12,3%. Suku pendatang berasal dari beberapa wilayah

seperti Jawa ada 19 atau 4,2%, dari Sulawesi (Bugis,

Makasar) ada 17 atau 3,7%, dari Sumatera (Batak,

Palembang) ada 13 atau 2,9%, sedangkan dari

Kalimantan hanya ada 6 atau 1,3%.

Tabel 21. Pendidikan Responden

No Pendidikan Frekwensi Persen 1 Tidak menjawab 29 6.4 2 Tidak Tamat SD 29 6.4 3 Tamat SD 53 11.6 4 SLTP 68 14.9 5 SLTA 218 47.9 6 Akademi 22 4.8 7 S1/S2/S3 36 7.9

Total 455 100.0 Sumber: Data Olahan, 2012

Dilihat dari latar belakang pendidikan responden yang

terbanyak adalah yang tamatan SLTA ada 218 atau

47,9%, SLTP ada 68 atau 14.9%, SD ada 53 atau 11.6%,

yang sampai menyelesaikan studinya S1/S2/S3

sebanyak 36 atau 7.9% sedangkan yang tidak tamat SD

Page 124: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

110

dan yang tidak menjawab masing-masing sebanyak 29

atau 6.4%.

Tabel 22. Jumlah penghuni

No Jumlah penghuni Frekwensi Persen 1 Tidak menjawab 40 8.8 2 < 3 orang 150 33.0 3 4 – 6 orang 211 46.4 4 7 – 10 orang 26 5.7 5 >10 orang 28 6.2

Total 455 100.0 Sumber: Data Olahan, 2012

Jumlah penghuni dalam rumah berdasarkan tanggapan

responden terbanyak ada 4 – 6 orang sebanyak 211

atau 46.4%, hanya 3 orang ada 150 atau 33.0%, 7 – 10

orang sebanyak 26 atau 5.7% sedangkan lebih dari 10

orang ada 28 atau 6.2%, dan sisanya 40 atau 8.8% tidak

menjawab.

Page 125: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

111

Tabel 23. Pekerjaan Responden

No Pekerjaan Frekwensi Persen 1 Tidak menjawab 52 11.4 2 Dagang/Wiraswas

ta 117 25.7

3 PNS/TNI/POLRI 33 7.3 4 Pegawai Swasta 127 27.9 5 Mahasiswa/Pelaja

r 7 1.5

6 Nelayan 24 5.3 7 Pensiunan 48 10.5 8 Ibu Rumah

Tangga 29 6.4

9 Buruh 17 3.7 10 Tidak bekerja 1 .2

Total 455 100.0 Sumber: Data Olahan, 2012

Dilihat dari pekerjaan responden maka yang terbanyak

adalah pegawai swasta sebanyak 127 atau 27.9%,

pedagang atau wiraswasta sebanyak 117 atau 25,7%,

pensiunan sebanyak 48 atau 10,5%, PNS/TNI/POLRI

sebanyak 33 atau 7.3%, ibu rumah tangga sebanyak 29

atau 6,4%, nelayan sebanyak 24 atau 5.3%, dan

maahsiswa sebanyak sebanyak 7 atau 1.5%, sedangkan

tidak menjawab ada 52 atau 11.4%.

Page 126: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

112

Tabel 24. Pekerjaan setelah terjadi gempa

No Pekerjaan sesudah gempa

Frekwensi Persen

1 Tidak Menjawab 7 1.5 2 Pekerjaan tetap 363 79.8 3 Pek Berubah/pindah

kerja 85 18.7

Total 455 100.0 Sumber: Data Olahan, 2012

Sedangkan pekerjaan responden setelah terjadi bencana

alam menyatakan kalau pekerjaannya tetap sebanyak

363 atau 79.8%, berubah /pindah pekerjaan sebanyak

85 atau 18.7% dan tidak menjawab ada 7 atau 1.5%.

Tabel 25. Kerjaan sekarang

No Kerjaan sekarang Frekwensi Persen 1 Tidak menjawab 388 85.3 2 Dagang/jualan/berusa

ha 45 9.9

3 Buruh 16 3.5 4 Tukang cuci pakaian

orang 6 1.3

Total 455 100.0 Sumber: Data Olahan, 2012

Page 127: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

113

Pekerjaan responden setelah terjadi gempa / pekerjaan

sekarang berdagang/jualan/berusaha sebanyak 45 atau

9.9%, buruh sebanyak 16 atau 3.5%, tukang cuci pakaian

orang (binatu) sebanyak 6 atau 1.3%, sedangkan

sebanyak 388 atau 85.3% tidak menjawab.

Tabel 26. Penghasilan Responden

No Penghasilan Frekwensi Persen 1 Tidak menjawab 123 27.0 2 < 1.000.000 124 6.2 3 1.001.000 -

2.000.000 101 22.2

4 2.001.000 - 3.000.000

28 27.3

5 3.001.000 - 4.000.000

29 6.4

6 >4.000.000 42 9.2 7 Tidak menentu 8 1.8

Total 455 100.0 Sumber: Data Olahan, 2012

Berdasarkan pernyataan bahwa penghasilan yang

diperoleh responden terbanyak antara Rp. 2.000.000 –

3.000.000 ada 124 atau 27.3%, sebesar 1.001.00 –

2.00.000 sebanyak 101 atau 22.2%, lebih besar dari

Rp.4.000.000 ada 42 atau 9.2%, sebesar 3.001.000-

4.000.000 ada 29 atau 6.4%, sebesar kurang dari

Page 128: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

114

1.000.000 ada 28 atau 6.2%, dan tidak menentu ada 8

atau 1.8%, sedangkan tidak menjawab ada 123 atau

27.0%.

Tabel 27. Jarak rumah dengan lokasi bencana

No Jarak rumah dengan lokasi bencana

Frekwensi

Persen

1 Tidak menjawab 143 31.4 2 < 5 km 285 62.6 3 6 - 15 km 13 2.9 4 16 - 25 km 8 1.8 5 > 35 km 6 1.3

Total 445 100.0 Sumber: Data Olahan, 2012

Adapun jarak rumah/tempat tinggal dengan lokasi

bencana terbanyak dengan jarak terdekat yaitu lebih kecil

dari 5 km sebanyak 285 atau 62.6%, jarak antara 6 – 15

km ada 13 atau 2.9%, jarak 16 – 25 km ada 8 atau 1.8%,

dan jarak lebih jauh dari 35 km ada 6 atau 1.3%,

sedangkan 143 atau 31.4% tidak menjawab.

Page 129: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

115

Tabel 28. Bentuk rumah

No Bentuk rumah Frekwensi Persen 1 Tidak menjawab 34 7.5 2 Non Permanen 63 13.8 3 Semi Permanen 168 36.9 4 Permanen 190 41.8

Total 455 100.0 Sumber: Data Olahan, 2012

Dari tabel di atas menunjukkan kalau bentuk rumah

responden permanen dinyatakan oleh 190 atau 41.8%,

bentuk rumah semi permanen ada 168 atau 36.9%, dan

non permanen 63 atau 13.8%, sedangkan 34 atau 7.5%

tidak menjawab.

Tabel 29. Status kepemilikan

No Status kepemilikan rumah Frekwensi Persen 1 Tidak menjawab 47 10.3 2 Sertifikat/Milik sendiri 197 43.3 3 tanah Ulayat/Tanah kaum 56 12.3 4 tanah sewa 129 28.4 5 Kontrak/sewa 19 4.2

Total 455 100.0 Sumber: Data Olahan, 2012

Dilihat dari status kepemilikan responden maka dapat

Page 130: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

116

dilihat dari tabel diatas status kepemilikannya

bersertifikat/milik sendiri sebanyak 197 atau 43.3%, yang

merupakan tanah sewa terdapat 129 atau 28.4%, yang

merupakan tanah ulayat/tanah kaum terdapat 56 atau

12.3%, dan yang kontrak/sewa terdapat 19 atau 4.2%,

sedangkan tidak menjawab 47 atau 10.3%.

Tabel 30. Pasca Bencana Kondisi Rumah

No Kondisi rumah pasca bencana

Frekwensi Persen

1 Tidak menjawab 6 1.3 2 Rusak berat 54 11.9 3 Retak 364 80.0 4 Tidak Rusak 31 6.8

Total 455 100.0 Sumber: Data Olahan, 2012

Kondisi rumah pada saat pasca bencana dinyatakan

oleh responden kalau rumahnya mengalami retak

sebanyak 364 atau 80.0%, rusak berat ada 54 atau

11.9%, tidak rusak terdapat 31 atau 6.8%, dan tidak

menjawab ada 6 atau 1.3%.

Page 131: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

117

Tabel 31. Rangkuman Hasil Analilis Kuesioner

No Item Pertanyaan Mayoritas Jawaban 1 Usia responden Responden terbanyak usia 44-

55 tahun 2 Jenis kelamin Laki-laki 65,1% 3 Lama tinggal Lebih dari 10 tahun 78%. 4 Daerah asal Asli Padang/Minang 87,7% 5 Pendatang Jawa 4,2% 6 Pendidikan SLTA 47,8% 7 Jumlah penghuni Jumlah 4-6 orang 46,4% 8 Pekerjaan Pegawai swasta 27,9% 9 Pindah kerja Tetap 79,8%, 10 Penghasilan 2 juta-3 juta 27% 11 Jarak bencana Kurang dari 5 km, 62,6% 12 Bentuk rumah Semi permanen 36,9% 13 Status kepemilikan Sertifikat, milik sendiri 43,3% 14 Kondisi pasca

gempa Retak, 80%

Sumber: Data Olahan, 2012

Perubahan penataan ruang yang dilakukan pemerintah

kota Padang sebagai kota rawan bencana, merupakan

salah satu kebijakan dalam mitigasi struktural, dengan

adanya perubahan tersebut maka perlu dilakukan

penelitian mengenai tingkat pemahaman masyarakat.

Pemahaman dalam aplikasi teori belajar adalah sebagai

kawasan kognitif yang berhubungan dengan pengetahuan

secara teori, fakta, prinsip dan penerapannya, merupakan

Page 132: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

118

kegiatan mental intelektual mengorganisasi materi yang

telah diketahui. Penelitian ini mengungkap pemahaman

masyarakat melalui aspek fisik, sosial, ekonomi dan

budaya.

Aspek fisik adalah bentuk pemahaman dalam

mendukung keadaan kualitas lingkungan yang aman,

secara teknologi untuk bangunan yang layak dan kuat

dalam menghadapi bencana yaitu kekuatan dalam

struktur dan bahan bangunan, memahami secara fisik

keadaan rawan bencana dan kondisi yang aman untuk

berlindung. Berdasarkan jawaban dari kuesiner, sebagian

besar masyarakat sudah memahami bahwa kayu

merupakan bahan bangunan yang lebih tahan terhadap

gempa, memerlukan tempat yang aman untuk berlindung

pada saat gempa, pemerintah belum mempersiapkan

tempat yang aman dan mengetahui bahwa tempat

tinggalnya merupakan daerah rawan bencana.

Aspek sosial adalah sebagai bentuk pemahaman dalam

mendukung keadaan untuk mewujudkan kualitas

lingkungan nyaman. Sebagai makhluk sosial manusia

membutuhkan interaksi dalam menjalankan peran sosial

Page 133: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

119

dan berbagai aktivitas (Dalton, 2007). Bentuk interaksi

dalam hubungan sesama manusia antara lain adalah

kepedulian, gotong royong dan kesepakatan dalam

pengambilan keputusan. Untuk mengungkap pemahaman

masyarakat dalam kota rawan sacara sosial maka

pertanyaan sebagai variabel teramati dalam variabel laten

sosial. Berdasarkan jawaban dari kuesioner sebagian

besar masyarakat mengatakan bahwa pada saat kejadian

bencana masyarakat masih memiliki kepedulian kepada

sesama, masyarakat saling bekerjasama, gotong royong,

bantu membantu menanggulangi dampak dari bencana

dan pada saat kejadian bencana masyarakat

membutuhkan suatu arahan, informasi bencana dan

koordinasi penanganan bencana.

Aspek ekonomi adalah sebagai bentuk pemahaman

dalam mendukung keadaan untuk mewujudkan kualitas

kesejahteraan lingkungan, yaitu merupakan kemampuan

kehidupan ekonomi masyarakat untuk memenuhi

kebutuhan dasar dalam mempertahankan hidup. Untuk

mengungkap pemahaman masyarakat dalam kota rawan

sacara ekonomi maka pertanyaan sebagai variabel

teramati dalam variabel laten ekonomi. Berdasarkan

Page 134: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

120

jawaban dari kuesioner sebagian besar masyarakat

menyatakan bahwa kejadian bencana sangat

berpengaruh pada ekonomi masyarakat, terutama

terhadap karyawan yang bangunan gedung tempat

bekerjanya hancur, akibatnya karyawan menganggur.

Tetapi umumnya mereka tidak terlalu risau dengan

banyaknya pengangguran menimbulkan kejadian

pencurian dan lainnya.

Aspek budaya adalah merupakan wujud rasa melalui

pandangan hidup, tata nilai, gaya hidup dan aktivitas

kongkret pemahaman dalam mendukung keadaan untuk

mewujudkan kualitas lingkungan (Rapoport, 2004). Untuk

mengungkap pemahaman masyarakat dalam kota rawan

bencana sacara budaya maka pertanyaan sebagai

variabel teramati dalam variabel laten budaya.

Berdasarkan jawaban dari kuesioner masyarakat

menyatakan cara atau metode penyuluhan yang diberikan

dan bimbingan teknis masih kurang sesuai dengan kondisi

masyarakat.

Penyuluhan kooperatif dapat mengembangkan

pemahaman dan sikap sesuai dengan kehidupan nyata

Page 135: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

121

masyarakat, dibutuhkan suasana bimbingan dalam

interaksi saling percaya, terbuka, akrab dan memberi

kesempatan bagi peserta untuk memperoleh dan memberi

masukan diantara mereka untuk mengembangkan

kepedulian, sikap, nilai dan ketrampilan yang ingin

dikembangkan. Dalam hal mencapai tujuan tersebut perlu

penyesuaian dengan nilai budaya masyarakat setempat,

masyarakat menyatakan setuju bahwa pemuka

masyarakat masih menjadi panutan dan kearifan lokal,

adat budaya masyarakat setempat perlu diperhatikan dan

diikutsertakan dalam upaya pengurangan risiko bencana.

Mitigasi adalah upaya yang dilakukan untuk memperkecil,

mengurangi dan memperlunak dampak yang ditimbulkan

oleh bencana dan merupakan pedoman untuk

perencanaan penataan ruang perkotaan, sehingga dapat

memberikan perlindungan kepada masyarakat untuk

hidup dan bekerja secara aman. Untuk mengungkap

kesiapan mitigasi dalam kota rawan bencana maka

pertanyaan sebagai variabel teramati dalam variabel laten

mitigasi. Dari hasil kuesioner sebagian besar masyarakat

menyatakan bahwa diperlukan standar bangunan tahan

gempa, dan masyarakat masih kurang puas dengan

Page 136: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

122

ketersediaan jalur evakuasi, kapasitas jalur evakuasi,

keberadaan ruang evakuasi. Mengenai informasi jalur dan

tempat evakuasi masyarakat sudah mendapatkannya

melalui berbagai media.

Variabel Laten Persepsi

Persepsi adalah proses dimana seseorang memperoleh

informasi dari lingkungan sekitar. Persepsi merupakan

suatu hal yang aktif. Persepsi memerlukan pertemuan

nyata dengan suatu benda dan juga membutuhkan

proses.kognisi serta afeksi. Persepsi membantu individu

untuk menggambarkan dan menjelaskan apa yang

dilakukan oleh individu (Halim, 2005).

Persepsi merupakan pengalaman mengenai objek,

peristiwa, atau hubungan yang diperoleh dengan

menyimpulkan informasi dan menafsirkan yang

melibatkan sensasi, atensi, ekspetasi, motivasi dan

memori, Terkait dengan kondisi bermasyarakat, persepsi

adalah proses penilaian seseorang/sekelompok orang

terhadap objek, peristiwa, atau stimulus dengan

melibatkan pengalaman-pengalaman yang berkaitan

dengan objek tersebut, melalui proses kognisi dan afeksi

Page 137: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

123

untuk membentuk objek tersebut (Mahmud, 1989)

Dari penjelasan tersebut maka persepsi masyarakat dapat

didefinisikan sebagai rangkaian proses kognisi atau

pengenalan dan afeksi atau aktifitas evaluasi emosional

(ketertarikan) masyarakat terhadap suatu objek, peristiwa,

atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan cara

menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan tersebut

dengan menggunakan media pendengaran, penglihatan,

peraba dan sebagainya.

Persepsi masyarakat dalam kota rawan bencana adalah

rangkaian proses kognisi atau pemahaman terhadap kota

rawan bencana dan afeksi atau aktivitas evaluasi

emosional (keterkaitan) masyarakat terhadap kesiapan

mitigasi atau hubungan yang diperoleh dengan cara

mengumpulkan informasi dan menafsirkan keadaan.

Untuk mengungkap variabel laten persepsi dalam kota

rawan bencana maka pertanyaan sebagai variabel

teramati.

Hasil kuesioner yang diperoleh bahwa sebagian besar

masyarakat menyatakan setuju kalau pusat kota akan

Page 138: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

124

dipindahkan ketempat yang dinyatakan aman. Pindahnya

ibukota ketempat aman merupakan pilihan bagi

masyarakat yang mampu, dianggap tidak mengurangi

kenyamanan bagi yang tidak memiliki kesempatan pindah.

Sebagai kota dengan kerawanan yang tinggi, maka

masyarakat setuju dengan adanya peraturan

pengendalian dan pemanfaatan ruang, dan menurut

masyarakat pemerintah sudah memberikan informasi

mengenai rencana perubahan tersebut.

Adaptasi adalah kemampuan untuk menyesuaikan diri

dengan lingkungan, keberhasilan dalam tingkah laku

menimbulkan penyesuaian individu terhadap lingkungan

atau terjadi penyesuaian dengan keadaan lingkungan

pada diri individu dengan moto hidup aman, tentram dan

nyaman di daerah rawan gempa. Menumbuhkan

kesadaran masyarakat untuk menjadi adaptif, terlatih dan

bisa secara mandiri melakukan respon awal ketika dan

setelah bencana. Untuk mengungkap variabel laten

adaptasi dalam kota rawan bencana maka pertanyaan

sebagai variabel teramati. Hasil yang diperoleh bahwa

sebagian besar masyarakat menyatakan bahwa tetap

akan memilih tinggal di kota rawan bencana dengan

Page 139: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

125

berbekal pengetahuan dan kesiapan mitigasi, perlu

penyesuaian dengan lingkungan rawan bencana.

Masyarakat mendukung pemerintah dalam upaya

pencegahan untuk meminimalisir dampak bencana.

Tabel 32. Rangkuman jawaban Responden

Aspek Fisik

No. Item Pertanyaan Mayoritas Jawaban

1 Pemahaman terhadap bahan bangunan tahan gempa

Sebagian besar menyatakan setuju bahwa rumah yang terbuat dari kayu lebih tahan terhadap gempa.

2 Tempat yang aman untuk berlindung

Sebagian besar menyatakan sangat setuju bahwa pada saat gempa harus segera lari berlindung.

3 Lokasi yang aman untuk berlindung sudah memenuhi harapan.

Sebagian besar menyatakan tidak setuju bahwa pemerintah sudah menyiapkan tempat yang aman untuk berlindung.

4 Mengetahui bahwa tempat tinggal sekarang di daerah rawan bencana

Sebagian besar menyatakan ragu-ragu bahwa tempat tinggalnya dinyatakan sebagai daerah rawan bencana

Page 140: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

126

Aspek Sosial

No. Item Pertanyaan Mayoritas Jawaban

1 Tingkat Kepedulian Masyarakat

Sebagian besar menyatakan setuju bahwa kepedulian diantara warga pada saat kejadian bencana baik.

2 Tingkat gotong royong masyarakat

Sebagian besar menyatakan bahwa kondisi gotong royong sesama warga baik

3 Pengambilan keputusan secara musyawarah dan mufakat

Sebagian besar menyatakan ragu-ragu bahwa keputusan yang diambil pada saat penanggulangan bencana dilakukan secara musyawarah dan mufakat.

Aspek Ekonomi

No. Item Pertanyaan Mayoritas Jawaban

1 Bencana berakibat pada perekonomian masyarakat

Sebagian besar menyatakan sangat setuju bahwa bencana mengakibatkan terganggunya perekonomian.

2 Peningkatan jumlah pengangguran

Sebagian besar menyatakan setuju bahwa setelah kejadian bencana pengangguran meningkat.

Page 141: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

127

3 Peningkatan kriminalitas (pencurian)

Sebagian besar menyatakan ragu-ragu bahwa setelah bencana banyak terjadi pencurian.

Aspek Budaya

No. Item Pertanyaan Mayoritas Jawaban

1 Informasi dan penyuluhan sesuai dengan kondisi masyarakat

Sebagian besar menyatakan ragu-ragu bahwa penyuluhan yang diberikan sesuai dengan kondisi masyarakat

2 Bimbingan teknis di pahami masyarakat

Sebagian besar menyatakan ragu-ragu bahwa bimbingan teknis menghadapi bencana di pahami masyarakat

3 Peran pemuka masyarakat dalam menghadapai bencana

Sebagian besar menyatakan setuju bahwa penjelasan melalui pemuka masyarakat di butuhkan masyarakat.

Kearifan lokal dalam menyikapi bencana

Sebagian besar masyarakat menyatakan setuju bahwa kearifan lokal masih ada dalam menghadapi bencana.

Page 142: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

128

Aspek Persepsi

No. Item Pertanyaan Mayoritas Jawaban

1 Pemindahan pusat kota dalam penataan ruang

Sebagian besar menyatakan setuju bahwa pusat pemerintahan akan pindah ketempat yang aman.

2 Banyak penduduk yang pindah

Sebagian besar merasa ragu-ragu bahwa banyak warga yang pindah mengurangi kenyamanan

3 Pengendalian dan pemanfaatan ruang kota rawan bencana

Sebagian besar menyatakan setuju bahwa adanya pengendalian dan pemanfaatan ruang.

4 Informasi perubahan ruang kota

Sebagian besar menyatakan setuju bahwa pemerintah sudah memberikan informasi dalam perubahan ruang kota

Aspek Mitigasi

No. Item Pertanyaan Mayoritas Jawaban

1 Pemahaman bangunan tahan gempa

Sebagian besar menyatakan setuju bahwa mengetahui standar bangunan tahan gempa yang dikeluarkan pemerintah

2 Ketersediaan jalur Sebagian besar menyatakan tidak setuju bahwa sudah

Page 143: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

129

evakuasi tersedia jalur evakluasi di lingkungan dengan baik

3 Kapasitas jalur evakuasi

Sebagian besar menyatakan sangat tidak setuju bahwa kapasitas jalur evakuasi sudah memedai

4 Keberadaan ruang evakuasi

Sebagian besar menyatakan tidak setujubahwa ruang evakuasi sudah memadai

5 Informasi arah tentang jalur dan tempat evakuasi

Sebagian besar menyatakan setuju bahwa sudah mendapat arahan tentang lokasi evakuasi.

Aspek Adaptasi

No. Item Pertanyaan Mayoritas Jawaban

1 Tetap tinggal di kota rawan bencana

Sebagian besar menyatakan setuju bahwa perlu pengetahuan dan kesiapan mitigasi untuk tetap tinggal di kota rawan bencana

2 Perlu penyesuaian pasca bencana

Sebagian besar menyatakan setuju bahwa perlu penyesuaian dengan lingkungan di kota rawan bencana.

3 Upaya pencagahan dan meminimalisir dampak

Sebagian besar menyatakan setuju bahwa perlu dilakukan upaya pencegahan untuk meminimalisir dampak bencana.

Page 144: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

130

4.5. Masyarakat dan Budaya Minang

4.5.1. Kebudayaan Minang

Kebudayaan adalah merupakan suatu kompleks gagasan

dan pikiran manusia bersifat tidak teraga. Kebudayaan

akan terwujud melalui pandangan hidup, tata nilai, gaya

hidup dan aktivitas yang bersifat konkrit. Aktivitas ini

secara langsung akan mempengaruhi wadah, yakni

lingkungan yang diantaranya adalah ruang-ruang di dalam

permukiman. Dengan demikian sebagai wujud fisik,

kebudayaan merupakan hasil kompleks gagasan yang

tercermin dalam pola aktivitas masyarakatnya. Hal ini

seperti apa yang dinyatakan (Rapoport,1982) bahwa

budaya merupakan faktor utama dalam proses terjadinya

bentuk, sedang faktor lain seperti iklim, letak dan kondisi

geografis, politik serta ekonomi merupakan faktor kedua.

Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan,

tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka

kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia

dengan melalui proses belajar. Kebudayaan merupakan

pengetahuan manusia yang diyakini akan kebenarannya

oleh yang bersangkutan dan yang diselimuti serta

Page 145: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

131

menyelimuti perasaan-perasaan dan emosi-emosi

manusia serta menjadi sumber bagi sistem penilaian

sesuatu yang baik dan buruk, sesuatu yang berharga atau

tidak, sesuatu yang bersih atau kotor dan sebagainya. Hal

ini terjadi karena kebudayaan tersebut diselimuti nilai-nilai

moral, dimana sumber dari nilai-nilai moral tersebut

adalah pada pandangan hidup dan pada etos atau sistem

etika yang dimiliki oleh setiap manusia. (Koentjaraningrat,

1984)

Berdasarkan beberapa pengertian dari kebudayaan yang

telah dipaparkan diatas, dapat ditarik kesimpulan dari

hakekat kebudayaan tersebut yaitu:

1. Kebudayaan tersebut hanya dimiliki oleh masyarakat

manusia.

2. Kebudayaan tidak diturunkan secara biologis,

melainkan diperoleh melalui proses belajar.

3. Kebudayaan itu didapat, didukung dan diteruskan

oleh manusia sebagai anggota masyarakat.

Kesemuanya itu merupakan wujud dari rasa, kemampuan

berpikir yang menimbulkan ilmu pengetahuan pada

manusia serta kehendak untuk hidup sempurna, mulia

Page 146: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

132

dan bahagia yang menimbulkan kehidupan beragama dan

berkesusilaan. Masing-masing wujud budaya saling

berkaitan dan saling mempengaruhi antara satu dengan

lainnya. Kebudayaaan ideal yang mengatur pola aktivitas

manusia akhirnya akan menghasilkan kebudayaan fisik

dan demikian juga sebaliknya kebudayaan fisik akan

membentuk lingkungan tertentu yang akan mempengaruhi

pola aktivitas manusia dan cara berpikirnya

(Koentjaraningrat, 1984).

Sebagai masyarakat yang menganut paham

kekeluargaan, orang Minangkabau dilingkupi oleh

lembaga-lembaga yang dijiwai oleh sistem dalam

mengatur kehidupan sosial, budaya dan ekonomi

masyarakatnya. Bagi masyarakat Minangkabau, tanah

terutama sawah memiliki arti sangat penting secara

ekonomi dan budaya, karena sawah merupakan sumber

produksi dan lambang kekayaan bagi masyarakat

tersebut. Di Minangkabau sawah menjadi harta pusaka

yang keberadaannya harus dipelihara bersama.

Pengerjaan sawah dilakukan dengan cara gotong-royong

dalam bentuk kelompok-kelompok yang saling bekerja

sama mengerjakan sawah mereka secara bergantian.

Page 147: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

133

Tanah bagi masyarakat Minangkabau bukanlah milik

pribadi, tapi milik keluarga atau kaum (ulayat), sehingga

ditemukan adanya tanah pusaka atau tanah ulayat yang

tidak mudah diperjualbelikan.

Berbeda dengan daerah pesisir, tanah adalah milik

perseorangan sehingga dapat diperjualbelikan sesuai

keinginan pemiliknya. Namun, ketika sawah tidak sanggup

lagi memberikan kecukupan secara ekonomi, karena

pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat

menjadikan tidak sedikit secara perlahan kaum laki-laki

meletakkan tanggung-jawab ke kaum ibu. Hal ini

disebabkan sudah semakin banyak keluarga yang tidak

lagi bergantung pada hasil sawah. Kaum laki-lakinya

mulai meninggalkan rumah untuk pergi merantau, kaum

perempuan yang mengusahakan dan mengolah sawah.

Dilihat dari kultur sejarah Minangkabau, maka Kota

Padang termasuk daerah rantau pesisir, sehingga budaya

dan keseniannya juga sangat dipengaruhi oleh kondisi

tersebut. Pengaruh budaya daerah lain yang cukup kuat

mewarnai budaya dan kesenian di Kota Padang adalah

budaya dan kesenian daerah Solok, Padang Pariaman,

dan Pesisir Selatan sebagai kawasan yang berbatasan

Page 148: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

134

langsung. Sebenarnya Kota Padang masih memiliki

budaya dan kesenian yang khas, namun saat ini

gambaran nilai budaya dan kesenian ini hanya dapat

dilihat di daerah pinggiran kota, seperti daerah Teluk

Kabung, Kuranji, dan Koto Tangah.

Dalam sektor pendidikan, Minangkabau merupakan salah-

satu daerah pertama yang mewadahi gerakan pembaruan

pendidikan Islam. Hal ini dapat dibuktikan pada koreksi

beberapa nilai adat yang tidak sesuai dengan nilai-nilai

Islam. Masyarakat Minangkabau merupakan komunitas

yang sangat kuat memegang teguh nilai-nilai adat, namun

perlu diingat bahwa nilai-nilai adat merupakan buatan

manusia yang dapat berubah sesuai dengan kondisi,

maka perlu adanya penyesuaian nilai-nilai adat ketika nilai

yang lama telah tidak relevan lagi. Perubahan nilai-nilai

dalam masyarakat tersebut akan menentukan masa

depan suatu masyarakat. Dalam perubahan tersebut,

pendidikan memegang peran yang sangat penting.

Pendidikan bagi suatu masyarakat berfungsi sebagai

penentu masa depan, menjawab berbagai persoalan

dalam masyarakat, sekaligus melestarikan nilai-nilai dan

warisan sosial-kultural tempat pendidikan tersebut

Page 149: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

135

dilaksanakan.

Sumatera Barat pada umumnya dan Minangkabau

khususnya, dikenal sebagai daerah yang menjunjung

tinggi nilai-nilai adat dan agama, hal ini dapat dilihat dari

falsafah hidup yang telah menjadi cita-cita, dan pedoman

dalam kehidupan masyarakat yaitu nilai falsafah hidup

“Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah”.

Kota Padang sebagai ibukota Provinsi melalui RPJP

2005-2020 telah menyusun program kegiatan untuk

mendukung terwujudnya cita-cita kembali ke nagari dan

kembali ke surau dengan cara :

1. Mendorong peningkatan peran dan fungsi lembaga

Ninik Mamak, Alim Ulama dan Cadiak Pandai (tali tigo

sapilin, tungku tigo sajarangan) dalam pembinaan

anak kemenakan dan anak nagari khususnya, dan

masyarakat dalam arti luas.

2. Mengembangkan dan memberikan mata pelajaran

BAM (Bumi Alam Minangkabau) sejak dari tingkat SD

sampai dengan Perguruan Tinggi.

3. Mendorong aktivitas keagamaan dan perayaan hari

besar agama.

Page 150: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

136

Untuk terlaksananya program kegiatan ini harus didukung

oleh sarana dan prasarana yang memadai, baik dari segi

kelembagaan maupun mekanisme pelaksanaan. Nilai

positif dari aspek sosial budaya yang merupakan kultur

dari masyarakat Kota Padang yang juga dimiliki oleh

masyarakat Minangkabau pada umumnya adalah nilai

kebersamaan, demokratis dan gotong-royong. Barek

samo dipikua, ringan samo dijinjiang, saciok bak ayam,

sadantiang bak basi, duduak samo randah, tagak samo

tinggi, duduak surang basampik-sampik, duduak basamo

balapang-lapang.

Kajian antropologi melihat bencana sebagai kejadian yang

meliputi kombinasi dari berbagai agen yang memiliki

potensi merusak dan memperlemah kondisi masyarakat.

agen perusak tersebut dapat berasal dari lingkungan

alam, teknologi atau dari masyarakat itu sendiri (Oliver

dan Smith, 1996)

Page 151: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

137

4.5.2. Beberapa Penelitian yang Pernah Dilakukan

a. Penelitian Respon terhadap Bencana

Penelitian Muhtada. D., 2010 dengan judul Respon

Komunitas Keagamaan di Porong atas Bencana Lumpur

Lapindo. Pemahaman atas bencana dan respon bencana

yang dilakukan oleh organisasi masa keagamaan

tergantung pada faktor sosiokultural masyarakat setempat

dan kondisi internal organisasi. Sebagai representasi

kepercayaan masyarakat, organsiasi massa menjalankan

fungsinya sebagai katalisator yang terus melakukan

kegiatan yang mengurangi dampak bencana Lapindo

Penelitian Manuel, J. M., yang berjudul Marapu dalam

Bencana Alam: Pemaknaan dan Respon Masyarakat

Desa Wungu-Sumbawa Timur Terhadap Bencana.

Menunjukan bahwa pada dasarnya respon masyarakat

terhadap bencana terkait dengan prinsip dasar

kepercaaan masyarakat dalam hubungannya dengan

alam semesta. Kepasrahan menerima bencana bukan

berarti berpangku tangan, namun masyarakat Desa

Wungu memaknai bahwa bencana merupakan

representasi hubungan manusia dan alam semesta yang

Page 152: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

138

mengalami distorsi sehingga harus diperbaiki dengan

merawat alam semesta lebih baik lagi.

Penelitian dari Kumarasri, W. R., 2011 yang berjudul

Membangun Kebijakkan Hidup Bersama Risiko Bencana:

Interpretasi dan Respon Komunitas Desa Sanggrahan

Terhadap Bencana Gempa Bumi 27 Mei 2006.

Menunjukkan bahwa klasifikasi masyarakat dalam respon

terhadap bencana terdiri dari tiga kelompok. Pertama,

pemahaman bahwa bencana sebagai kehendak Tuhan,

Kedua, bencana sebagai peringatan, dan ketiga bencana

sebagai bentuk karya Tuhan untuk kebaikan kehiduan

manusia.

b. Penelitian tentang Mitigasi Bencana

Penelitan dari Yunardi, S., 2010 yang berjudul Mitigasi

Bencana Kebakaran Hutan dan Lahan; Sebuah Resolusi

Konflik Budaya Lokal dan Kebijakan Formal. Menunjukkan

hasil bahwa pengakuan terhadap budaya, hal dan inisiatif

lokal dalam penggunaan api akan mampu menjadi upaya

mitigasi bencana dan kebakaran hutan. Kebakaran hutan

sebagai akibat pembukaan lahan dengan pembakaran

yang menjadikan terjadinya bencana secara prinsip terkait

Page 153: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

139

dengan mekanisme pembukaan lahan dengan cara instan

tanpa memperhatikan lingkungan, namun upaya mitigasi

berfungsi untuk meminimailsasi korban.

c. Penelitian tentang Adaptasi Bencana

Penelitian Marfa, M. A., 2011 yang berjudul Kerawanan

dan Kemampuan Adaptasi Masyarakat Pesisir Terhadap

Bahaya Banjir Genangan dan Tsunami: Intergrasi Kajian

Kebencanaan dan Sosial Budaya. Menghasilkan

kesimpulan bahwa di dalam bencana itu sendiri terdapat

nilai sosial seperti relasi antara manusia, pengetahuan

masyarakat, nilai serta norma sosial yang hidup di

masyarakat. Adaptasi masyarakat terhadap bencana

dilakukan dengan mewariskan pengetahuan, kontrol

sosial masyarakat, dan melakukan tindakan nyata

berdaptasi dengan bencana

Penelitian Utami, H., 2011 yang berjudul Bertani Selaras

Alam di Lereng Merapi: Kekuatan Agama dan Kearifan

Lokal dalam Proses Kebangkitan Pasca Gempa di

Kasongan Bantul, Yogyakarta. Menyatakan bahwa

sistem pertanian yang selaras alam di lereng merapi lebih

menekankan kepada pemanfaatan potensi lokal dengan

Page 154: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

140

memegang prinsip menjaga keragaman hayati, kesuburan

tanah, daur ulang makanan dan menjaga pengendalian

biologis atas produk pertanian.

d. Penelitian Bencana di Kota Padang

Penelitian Alfirdaus, 2010 yang berjudul Diskriminasi

Terhadap Etnis Cina dalam Penanganan Pasca Gempa

30 September 2009 di Kota Padang. Menggambarkan

bahwa diskriminasi penanganan pasca bencana

merupakan kondisi yang sering terjadi di wilayah bencana.

Sehingga penanganan pasca bencana belum mampu

menyentuh semua entitas sosial masyarakat dan

menyebabkan adanya sikap dan keprihatinan dampak

sosial akibat penanganan yang tidak komprehensif

Rangkuman dari penelitian terdahulu, menyatakan bahwa

semua hasil tinjauan terhadap penelitian dan kajian

empirik mengenai topik model adaptasi masyarakat di

kota rawan bencana ditinjau dari ilmu lingkungan dengan

menggunakan SEM (Structural Equations Model) belum

pernah dilakukan secara khusus. Selama ini penelitian

sejenis yang sudah ada untuk penataan ruang rawan

bencana di Indonesian lebih difokuskan pada faktor modal

Page 155: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

141

sosial, persepsi masyarakat, adaptasi terhadap bencana

dan perencanaan fisik. Dengan merumuskan arahan

pembangunan kota rawan bencana yang berkelanjutan

dengan model adaptasi masyarakat, maka diharapkan

kualitas hidup masyarakat terpenuhi secara sosial,

ekonomi dan budaya serta keseimbangan ekosistem dan

jaminan terhadap kesejahteraan masyarakat dilakukan

secara harmonis.

Page 156: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adapatasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

142

5. KESIMPULAN

5.1. Konsep Mitigasi

Konsep mitigasi adalah mengurangi kerentanan untuk

mengatasi bencana. Bila masyarakat tidak rentan, maka

risiko atau dampak dari bencana akan dapat di perkecil

atau dikurangi. meskipun tetap berada di daerah rawan

bencana. Penelitian ini mengungkapkan pentingnya

persepsi masyarakat terhadap lingkungan tempat

tinggalnya. Persepsi masyarakat dapat diukur melalui

tingkat pemahaman terhadap bencana dan penilaian atau

pendapat masyarakat terhadap keberadaan sarana

prasarana dalam mengadapi ancaman bencana.

Berdasarkan persepsi, masyarakat akan beradaptasi dan

masyarakat yang adaptif menjadi tidak rentan, tanggap

dan proaktif menghadapi risiko bencana.

Keberhasilan kelompok masyarakat penanggulangan

bencana melalui sistem koordinasi yang dibentuk dan

dikembangkan berdasarkan sumber daya serta potensi

yang ada di wilayah masing-masing. Setiap wilayah

memiliki sumber daya, potensi dan karakter sosial budaya

yang berbeda dan mempunyai pengalaman bencana yang

Page 157: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adapatasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

143

berbeda pula. Kegiatan penanggulangan bencana

ditentukan oleh kapasitas lokal, berjalannya sistem

peringatan dini, terdapatnya komunitas masyarakat yang

memiliki pengetahuan kebencanaan dan tanggap

terhadap gejala dan tanda-tanda terjadinya bencana, serta

koordinasi para pihak dalam membagi tugas dan

tanggung jawab.

Dapat diambil kesimpulan dari konsep mitigasi ini adalah:

1. Jalur evakuasi terasa sempit karena semua

masyarakat menggunakan kendaraan pada saat

melakukan penyelamatan melalui jalur evakuasi, hal

ini menimbulkan kemacetan parah dan terasa jalur

evakuasi tidak memadai, selain itu pada lokasi

tertentu jalur evakuasi mengalami penyempitan

karena masalah pembebasan lahan yang belum

terselesaikan.

2. Masyarakat padang menganut faham “alam

takambang menjadi guru” berdasarkan

pemahamannya, pada saat sebelum terjadi bencana

tanggal 30 September 2009, udara dirasakan sangat

panas dan tidak nyaman, membuat sebagian

Page 158: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adapatasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

144

masyarakat sudah memiliki firasat tidak enak, mereka

bergegas meninggalkan kantor dan menuju rumah.

3. Masalah perekonomian setelah musibah bencana,

banyak hotel, kantor, pertokoan tutup karena

mengalami kehancuran gedung, dampaknya sangat

dirasakan oleh karyawan yang tidak dapat bekerja

kembali, sementara kebutuhan hidup tidak dapat

berhenti.

4. Korban terbanyak disebabkan keruntuhan gedung.

Efektivitas program penanggulangan bencana pada

akhirnya akan bergantung pada sejauh mana

pengetahuan yang didistribusikan bersinggungan

langsung dengan kebutuhan masyarakat. Orientasi setiap

program pengurangan bencana tidak lagi cukup dengan

menggunakan pengetahuan yang dimiliki oleh pemangku

kebijakan, namun juga mengintegrasikan pengetahuan

lokal dan budaya masyarakat.

Untuk keperluan mitigasi pra bencana khususnya bencana

yang diakibatkan oleh gempa bumi, berdasarkan analisis

kondisi fisik kawasan, dikaitkan dengan sikap dan

penilaian masyarakat terhadap lingkungan tempat

Page 159: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adapatasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

145

tinggalnya. Secara umum memiliki kekhawatiran yang

tinggi terhadap potensi terjadi bencana gempa dan

persepsi yang kurang baik terhadap kondisi sarana dan

prasarana. Diperlukan penataan dan penyiapan fasilitas

untuk memberikan perlindungan terhadap warga kota dari

ancaman bencana dimasa yang akan datang. Dalam

situasi ini, mitigasi struktural dan kultural dapat

dilaksanakan sekaligus.

Kerentanan ekonomi mencerminkan besarnya risiko

terhadap bencana yang berdampak pada kerugian atau

hilangnya aset ekonomi, proses ekonomi yang telah

mapan menopang kesejahteraan ekonomi masyarakat

setempat. Akumulasi dari aktivitas penghunian dan

sebaran kawasan sosial ekonomi dengan intensitas yang

tinggi dan beragam menimbulkan dampak sosial-ekonomi

yang cukup besar jika terjadi bencana.

Pendekatan penataan ruang dilakukan melalui

pertimbangan-pertimbangan pada aspek-aspek

penggunaan ruang yang didasarkan pada perlindungan

terhadap keseimbangan ekosistem dan jaminan terhadap

Page 160: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adapatasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

146

kesejahteraan masyarakat yang dilakukan secara

harmonis.

5.2. Adaptasi Masyarakat

Adaptasi pengertiannya merujuk kepada perubahan dalam

merespon suatu stimulus. Konsep ini merupakan

kebalikan dari adjustment yang merujuk kepada upaya

mengubah stimulus itu sendiri. Perubahan yang dilakukan

dalam upaya mitigasi kota rawan bencana, memerlukan

perubahan dalam respon. Dapat disimpulkan bahwa

adaptasi masyarakat dalam penataan ruang kota rawan

bencana dipengaruhi oleh:

a. Pemahaman masyarakat aspek fisik pada variabel

tersedianya tempat berlindung yang aman pada

saat kejadian bencana.

b. Pemahaman masyarakat aspek sosial pada variabel

tetap terpelihara kepedulian diantara sesama

masyarakat dan terpenuhinya rasa aman dalam

kegiatan bekerja dan pendidikan.

c. Pemahaman masyarakat aspek ekonomi pada

variabel lokasi tempat usaha dan akses yang

tersedia memberi kemudahan bagi masyarakat untuk

kegiatan ekonomi.

Page 161: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adapatasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

147

d. Pemahaman masyarakat aspek budaya

menunjukkan bahwa kearifan lokal dan peran tokoh

masyarakat masih berpengaruh untuk tetap dapat

hidup serasi dengan lingkungan sosial dan

lingkungan alam.

e. Model Adaptasi masyarakat yang merupakan hasil

penelitian menunjukkan bahwa persepsi masyarakat

dipengaruhi oleh pemahaman terutama dalam aspek

sosial, informasi dalam perubahan tata ruang sebagai

implemantasi mitigasi, penyiapan sarana prasarana

meliputi jalur evakuasi, kapasitas jalur evakuasi,

ruang evakuasi dan petunjuk arahan pelaksanaan

mitigasi. Persepsi sangat mempengaruhi dan

menentukan kemampuan adaptasi masyarakat dalam

penataan ruang kota rawan bencana. Kemampuan

adaptasi masyarakat dalam perubahan penataan

ruang diharapkan dapat meningkatkan pemanfaatan

ruang kota rawan bencana sebagai kota yang

berkelanjutan.

Adaptasi merupakan tingkah laku penyesuaian (behavioral

adaptation) yang menunjuk pada tindakan. Adaptasi

terhadap lingkungan merupakan tingkah laku yang

Page 162: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adapatasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

148

diulang-ulang, hal ini menimbulkan dua kemungkinan,

pertama adalah tingkah laku meniru yang berhasil

sebagaimana yang diharapkan, kedua adalah merupakan

mereka yang tidak mau melakukan peniruan karena yang

terjadi dianggap tidak sesuai dengan harapan.

Keberhasilan dalam tingkah laku meniru ini menimbulkan

terjadinya penyesuaian individu terhadap lingkungannya,

atau terjadi penyesuaian dengan keadaan lingkungan

pada diri individu. (Bell, 1996)

Pemahaman terhadap perubahan penataan ruang

mempengaruhi persepsi dan mempengaruhi adaptasi.

Peningkatan persepsi melalui peningkatan pengetahuan

dalam kesiapsiagaan menghadapi bencana dan

mengurangi risiko bencana akan semakin baik apabila

sejalan dengan kesiapan penyediaan sarana prasarana

terkait mitigasi yang sesuai dengan kebutuhan

masyarakat, terutama ketersediaan dan kapasitas yang

sesuai dalam penyediaan jalur evakuasi, ruang evakuasi.

Untuk menjadikan masyarakat di kota rawan bencana

dapat beradaptasi dengan baik dilakukan peningkatan

pemahaman. Peningkatan pemahaman masyarakat

Page 163: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adapatasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

149

mengenai jenis dan karakteristik bencana, dampak

bencana dan berbagai mitigasi yang dilakukan pada saat

pra bencana, bencana dan pasca bencana. Peningkatan

pemahaman dilakukan melalui sosialisasi, penyuluhan,

pelatihan, simulasi yang terprogram dan terstruktur.

Peningkatan pemahaman harus diikuti dengan program

pemerintah dalam penyiapan sarana dan prasarana

terkait kebutuhan masyarakat. Peningkatan pemahaman

dan penyiapan sarana prasarana akan mendukung

persepsi masyarakat beradaptasi dalam kota rawan

bencana.

Dengan kapasitas masyarakat yang memiliki kearifan

lokal, diupayakan peran serta masyarakat dalam

pemeliharaan sarana dan prasarana dengan baik,

sehingga pada saat bencana sarana prasarana dapat

digunakan dengan seharusnya dan memberi manfaat

sebanyak-banyaknya kepada masyarakat. Pelaksanaan

mitigasi yang baik merupakan keterpaduan antara

mitigasi struktural dan mitigasi kultural.

Page 164: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adapatasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

150

5.3. Keberlanjutan Kota

Interaksi antara manusia dan lingkungan merupakan

suatu proses alamiah yang menjadi dinamika

kelangsungan hidup. Perkembangan peradaban manusia

melalui bukti-bukti artifak dan teknologi yang dilandasi

oleh kebudayaan dan filosofi berfikirnya telah membentuk

pola kehidupan yang saat ini terjadi. Salah satu fenomena

penting dalam interaksi antara manusia dan lingkungan

adalah dampak-dampak yang ditimbulkan baik yang

merugikan unsur kehidupan manusia maupun bagi kondisi

daya dukung lingkungannya.

Ketidak berlanjutan kota dapat terukur berdasarkan

indikator-indikator yang dapat dirasakan pada kondisi

masyarakat. Khususnya pada masyarakat di wilayah yang

mengalami kerusakan, antara lain menurunnya

produktifitas, meningkatnya angka kemiskinan, tingkat

kesulitan sumber daya dalam mendukung kehidupan,

terutama makanan dan kualitas hidup.

Model adaptasi masyarakat dalam penataan ruang kota

rawan bencana mengkaitkan kegiatan mitigasi struktural

dan Kultural. Sebagai suatu keadaan, tata ruang

Page 165: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adapatasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

151

mempunyai ukuran kualitas yang bukan semata

menggambarkan mutu tata letak dan keterkaitan hirarkis,

baik antar kegiatan maupun antar pusat, akan tetapi juga

menggambarkan mutu komponen penyusunan ruang.

Mutu ruang itu sendiri ditentukan oleh terwujudnya

keserasian, keselarasan, dan keseimbangan pemanfaatan

ruang yang mengindahkan faktor daya dukung

lingkungan, fungsi lingkungan, lokasi, dan struktur

(keterkaitan jaringan infrastruktur dengan pusat

permukiman dan jasa).

Mitigasi kultural melalui pendekatan antropologi terhadap

respon perilaku individu dan organisasi terhadap bencana

memiliki kajian utama mengenai upaya masyarakat dalam

mengantisipasi kemungkinan buruk dari bencana. Dalam

kajian ini kebudayaan dilihat sebagai sistem adaptif yang

memfasilitasi masyarakat dalam mengantisipasi terjadinya

bencana. Perkembangan sistem religi, sistem

pengetahuan dan teknologi, mata pencaharian dan

organisasi sosial dilihat sebagai upaya penyesuaian

manusia terhadap kondisi lingkungannya, termasuk di

dalamnya melalui persepsi masyarakat mengenai potensi

bencana dalam lingkungan.

Page 166: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adapatasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

152

Rambo (1996) menggambarkan hubungan antara

manusia dan lingkungan dalam bentuk hubungan

fungsional yang kemudian dikenalkan sebagai pendekatan

sosio-biofisik. Hubungan fungsional tersebut dapat

digambarkan dalam bentuk hubungan interaksi dan

interdependensi antara sistam alam (natural system) dan

sistem sosial (social system). Kedua sistem tersebut di

alam bertumpang-tindih karena setiap dinamika dalam

sistem sosial akan mempengaruhi dan juga dipengaruhi

oleh sistem alamnya. Interaksi dan interdependensi

merupakan prinsip utama ekologi, untuk mencapai

keadaan yang seimbang, harmoni dan berkelanjutan.

Keberlanjutan kota adalah kota yang memungkinkan

semua warganya memenuhi kebutuhan dan meningkatkan

kesejahteraannya, tanpa menurunkan kondisi lingkungan

alam atau kehidupan orang lain di masa kini dan di masa

depan (Girardet, 2004). Kondisi lingkungan alam kota

Padang sebagai kota rawan bencana tetap di pertahankan

dapat memenuhi kebutuhan warganya dan meningkatkan

kesejahteraan. Pripnsip-prinsip pembangunan

keberlanjutan kota menjadi pedoman dalam perencanaan

dan pembangunan. Pemahaman terhadap kondisi alam,

Page 167: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adapatasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

153

tetap mempertahankan pembangunan dengan

mengedepankan informasi, peraturan dan penetapan

yang mengamankan masyarakatnya. Sehingga

keamanan, kenyaman dan kesejahteraan tetap menjadi

tujuan bersama.

Page 168: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adapatasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

154

DAFTAR PUSTAKA Amos, R. 1982. Sacred Places, Sacred Occasions

and Sacred Environment. Bakornas PBP. 2002. Arahan Kebijakan Mitigasi

Bencana Perkotaan di Indonesia, Jakarta. Baum, A. 1985 Architectural and Social Behavior:

Psycological Studies of Social Density. Erlbaum, Hillsdale.

Blaikie,P., Cannon T., DavisI., Wisner B. 1994. At

Risk: Naturtal hazards, people’vulnerability, and disasters. London: Routledge.

Colombijn, F. 2006. Paco-Paco Kota Padang.Sejarah

Sebuah Kota di Indonesia pada Abad ke-20 dan Penggunaan Ruang Kota.Padang: Pusat Kajian Sosial Budaya dan Ekonomi (PKSBE) FIS UNP.

Dardak, H. 2005. Pemanfaatan Lahan Bebasis

Rencana Tata Ruang Sebagai Upaya Perwuju dan Ruang Hidup yang Nyaman, Produktif dan Berkelanjutan. Makalah Dirjen Penataan Ruang. Jakarta

Douglas, I. 1999. Physical Problem of the Urban

Environment. In M. Pacione, Applied

Page 169: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adapatasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

155

geography: Principles and Practice (pp.124-134). London: Routledge.

Douglas, Y. B. 2004. Tesis Evaluasi Perencanaan

Desa dalam Membangun Kembali Lingkungan Pedesaan Pasca Bencana Alam Tsunami, PSIL, Jakarta

Girardet, H. (2004). Cities People Planet: Liveable

Cities for a Sustaunable City. Ashgate Publishing Ltd., Aldershot.

Halim, (2005). Persepsi dalam teori belajar, Ghalia

Indonesia, Jakarta. Hardesty, D. L. (1985). Ecological Anthropology. New

York: McGraw-Hill. Ishikawa, Mikiko. (2002). Landscape Planning for

aafe City. Annals Geophysics Journal, Vol 45 No. 6

Koestoer,H, R.,Tambunan, P,R.,Budianto, T, H., &

Sobirin. (2001). Dimensi Keruangan Kota: Teori dan Kasus. Jakarta: UI-Press.

Leitmann,J. (1999). Sustaining cities: Environmental

Planning And Management In Urban Design. McGraw-Hill, New York.

Marfa M.A. (2011). Kerawanan dan kemampuan

Adaptasi Masyarakat pesisir terhadap bahaya

Page 170: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adapatasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

156

banjir genangan dan Tsunami: Integrasi Kajian Kebencanaan dan Sosial Budaya.

Marfai, M.A. & King, L. (2008).Coastal Flood

Management in Semarang, Indonesia, Environmental Geology, 55: 1507-1518.

Maskrey, A.(1989). Disatser Mitigation-A Community

Based Approach. London: Oxfam. Miller D., G. Roo.(2004). IntegretedCity Planning and

Environment Improvement, Practicable Strategies for Urban Development.Ashgate, Aldershot.

Moran E.F. (1982).Human Adaptability An

Introduction to Ecological Anthropology. Boulder, Colorado: Westview Press, Inc.

Nirupama, N., (2009). Analysis Of The Global

Tsunami Data For VulnerabilityandRisk Assessment. Natural HazardsNo. 48, 11-16.

Odum, E. P. (1996). Dasar-Dasar Ekologi,

(Terjemahan Ir. Tjahjono Samingan, Msc, FMIPA-IPB, Bogor). Gajahmada University Press.Yogyakarta .

. Oliver, Anthony & Smith.(1996). Anthropological

Research on Hazard and Disasters.Annual Review of Anthropology, Vol. 25.303-328.

Page 171: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adapatasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

157

Padang Barat dalam angka tahun 2009. Peter G. (2003). Building Ecology- First Principle for a

Sustainable Built Environment, Blackwell Science Ltd.

Poerbo, H. (1999). Lingkungan Binaan untuk Rakyat,

Yayasan AKTIGA Poerwanto, Hari, (2000). Kebudayaan dan

Lingkungan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. PP No. 26. Tahun 2008 Tentang Rencana Tata

Ruang Wilayah Nasional Quarantelli, E. L, (1989). Conceptualizing Disasters

from a Sociological Perspective. International Journal of Mass Emergencies and Disaters, 7.

Rambo, (1996). Conceptual Approaches to Human.

East-West Centre. Honolulu: East-West Environment and Polisy Institute.

Robert P.,Ravetz C. G. (2009). Environment and the

City. Routledge, London. Respati, W. (2009).Kearifan Lokal dalam

Perencanaan dan Perancangan Kota, Untuk Mewujudkan Arsitektur Kota yang Berkelanjutan. Malang, GKAK, jurusan arsitek Ubner Malang.

Page 172: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adapatasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

158

Respati, W. (2010). Mitigasi Bencana di Perkotaan; Adaptasi atau Antisipasi Perencanaan dan Perancangan Kota? (Potensi Kearifan Lokal Dalam Perencanaan dan Perancangan Kota untuk Upaya Mitigasi Bencana, Local Wisdom Journal, Vol II. No.1 Hal 18-29.

Salim, E. (2003), Membangun Ilmu Pembagunan

Berkelanjutan Sarwono, Wirawan, S. (1992). Psikologi Lingkungan.

Jakarta: Grasindo. SATKORLAK PB SUMBAR. (2009). Dampak Gempa

Bumi Sumatra Barat, Padang. Shaw, R. and Okazaki, K, (2003). Sustainability In

Grass-Roots Initiatives: Focus On Community Based Disaster Management. Kobe: UNCRD

Shaw, R. and Goda, K. (2004).From Disaster To

Sustainable Community Planning And Development, The Kobe.ExperiencesDisasters 28 (4)

Soemarwoto, Otto. (1992). EkologiLingkunganHidup

dan Pembangunan. Jakarta: Jambatan. Soerjani, M., Ahmad, R dan Munir, R. (1997).

Lingkungan: Sumberdaya Alam dan Kependudukan dalam Pembangunan. Jakarta: UI Press.

Page 173: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adapatasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

159

Steinberg, F. (2007).Environmental Problems and

Sustainability. Habitat International, vol 31. Suganda, E. (2007). Penataan Ruang kawasan

Perkotaan pantai dalam Pembangunan Berkelanjutan (kasus Pulomerak-Bojonegara). Disertasi PSIL UI. Jakarta

Sugiman, T, Misumi, J., (1998). Development of New

Evacuation Method for Emergencies: Conyrol of Collective Behavior by Emergent Small Groups. Jurnal of AppledPsychology,vol 73, no.1,pp.3-10

Sugimoto, T., Murakami, H., Kozuki, Y., dan

Nishikawa, K., (2003).A Human Damage Prediction Method for Tsunami Disaster Incorporating Evacuation Activities.Natural HazardsNo. 29.

Sujarto, D., (2003), Pembangunan Kota Baru.

Gunung Agung, Jakarta. Surono. Peran Penataaan Ruang Dalam

Penanganan Bencana Alam. BKTRN, Januari 2005.

Tjahjati. B. (2010). Kebijakan Penataan Ruang

dalam Rangka Pembangunan Kota Berkelanjutan dan Berwawasan Lingkungan, dipublikasikan dalam Seminar Nasional

Page 174: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adapatasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

160

Lingkungan Penataan Ruang dan Keberlanjutan Kota, Program Pasca Sarjana IASTH UI.

Tsunozaki, E.(2006). Disaster Recontruction in

Japan: Lessons Learned from The Kobe Earthquake. Asian Disaster Reduction Center.

Twigg, J. and Bhatt, M, (1998). Understanding

Vulnerability: South Asian Perspectives.London: ITGD

Twigg J. (2007). Karakteristik Masyarakat yang tahan

bencana, Terjemahan Charactics of A disaster-Resilient Community, DFID Disaster Risk reduction Interagency Coordination Group.

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang

penanggulangan Bencana Alam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang

Penanggulangan Bencana. Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 Tentang

Penataan Ruang. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Yunus, H S. (2000). Struktur Tata Ruang Kota.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Page 175: Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana. Pdf(1MB)

Adapatasi Masyarakat Kota Rawan Bencana

161

Yusmar.Y. (1991). Psikologi Antarbudaya. Bandung:

Rosdakarya. Zein, M. (2010). A Community Based Approach to

Flood Hazard and Vulnerability Assessment in Flood Prone Area: A Case Study in Kelurahan Sewu, Surakarta City, Indonesia, Thesis, ITC, The Netherl.

Zein, M. Prinsip-prinsip Pembangunan Kota

Berkelanjutan, dipublikasikan dalam Seminar Nasional Lingkungan Penataan Ruang dan Keberlanjutan Kota, Program Pascasarjana IASTH UI.