achondroplasia

25
ACHONDROPLASIA I. PENDAHULUAN Achondroplasia merupakan bentuk dwarfism terbanyak yang memberikan gambaran perawakan tubuh yang pendek. Achondroplasia dialami oleh lebih dari 250.000 orang di seluruh dunia. Dimana 95% pasien memiliki mutasi yang sama pada gen Fibroblast Growth Factor Receptor 3 (FGFR3) dan sekitar 80% merupakan mutasi baru. (1,2) Achondroplasia sudah diketahui sejak berabad-abad yang lalu, hal ini dapat dilihat pada lukisan bangsa Mesir, Yunani, dan Romawi. Sejak dahulu, orang hanya mengetahui bahwa Achondroplasia merupakan perawakan pendek saja namun, dengan adanya perkembangan ilmu dan penelitian tentang Achondroplasia yang berkembang pesat 40 tahun belakangan ini maka, pemahaman baru dalam hal temuan klinis, gambaran radiologi, patofisiologi, dan komplikasi telah didapatkan. (1) II. INSIDEN & EPIDEMIOLOGI Insiden kelahiran dengan Achondroplasia diperkirakan sekitar 1/10.000 sampai 1/30.000 kelahiran dan lebih dari 90% kasus bersifat 1

Upload: caroline-prisilia-marsella

Post on 02-Aug-2015

803 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: Achondroplasia

ACHONDROPLASIA

I. PENDAHULUAN

Achondroplasia merupakan bentuk dwarfism terbanyak yang

memberikan gambaran perawakan tubuh yang pendek. Achondroplasia

dialami oleh lebih dari 250.000 orang di seluruh dunia. Dimana 95% pasien

memiliki mutasi yang sama pada gen Fibroblast Growth Factor Receptor 3

(FGFR3) dan sekitar 80% merupakan mutasi baru.(1,2)

Achondroplasia sudah diketahui sejak berabad-abad yang lalu,

hal ini dapat dilihat pada lukisan bangsa Mesir, Yunani, dan Romawi.

Sejak dahulu, orang hanya mengetahui bahwa Achondroplasia merupakan

perawakan pendek saja namun, dengan adanya perkembangan ilmu dan

penelitian tentang Achondroplasia yang berkembang pesat 40 tahun

belakangan ini maka, pemahaman baru dalam hal temuan klinis, gambaran

radiologi, patofisiologi, dan komplikasi telah didapatkan. (1)

II. INSIDEN & EPIDEMIOLOGI

Insiden kelahiran dengan Achondroplasia diperkirakan sekitar

1/10.000 sampai 1/30.000 kelahiran dan lebih dari 90% kasus bersifat

sporadik. Achondroplasia merupakan penyebab perawakan pendek

terbanyak. (1,2)

Adapun angka kejadian lahirnya anak dengan Achondroplasia

meningkat seiring dengan meningkatnya usia ayah pada saat terjadi

konsepsi dimana, hal ini dihubungkan dengan kualitas dari sperma. (1,2)

III. ETIOLOGI

Adanya mutasi pada gen yang mengode Fibroblast Growth

Factor Receptor 3 (FGFR3) dan bersifat autosomal dominan. Sekitar 80%

mutasi merupakan mutasi baru yang terjadi sejak masa embrional. (1,3)

1

Page 2: Achondroplasia

IV. ANATOMI & FISIOLOGI TULANG

Tulang dalam garis besarnya dibagi atas (4) :

1. Tulang panjang

Yang termasuk tulang panjang misalnya femur, tibia, fibula, ulna dan

humerus dimana daerah batas disebut diafisis dan yang berdekatan dengan

garis epifisis disebut metafisis. Didaerah ini merupakan suatu daerah yang

sangat sering ditemukan adanya kelainan atau penyakit, oleh karena di

daerah ini merupakan daerah metabolik yang aktif dan banyak

mengandung pembuluh darah. Kerusakan atau kelainan perkembangan

pada daerah lempeng epifisis akan menyebabkan kelainan pertumbuhan

tulang.

2. Tulang pendek

Contoh dari tulang pendek antara lain tulang vertebra dan tulang-tulang

karpal.

3. Tulang pipih

Yang termasuk tulang pipih antara lain tulang iga, tulang scapula dan

tulang pelvis.

Tulang terdiri atas daerah yang kompak pada bagian luar yang disebut

korteks dan bagian dalam yang bersifat spongiosa berbentuk trabekula dan

diluarnya dilapisi periosteum. Periosteum pada anak lebih tebal daripada orang

dewasa, yang memungkinkan penyembuhan tulang pada anak akan lebih cepat

dibandingkan orang dewasa. Pada tulang panjang terdapat bagian-bagian khas

antara lain diafisis atau batang, adalah bagian tengah tulang yang berbentuk

silinder. Bagian ini tersusun dari tulang kortikal yang memiliki kekuatan yang

besar. (4)

Metafisis juga menopang sendi dan menyediakan daerah yang cukup

luas untuk perlekatan tendon dan ligamen pada epifisis. Lempeng epifis adalah

daerah pertumbuhan longitudinal pada anak-anak, dan bagian ini akan

menghilang pada tulang dewasa. Kebanyakan tulang panjang mempunyai arteri

2

Page 3: Achondroplasia

nutrisi khusus. Lokasi dan keutuhan dari arteri-arteri inilah yang menentukan

berhasil atau tidaknya proses penyembuhan tulang yang patah.

Berdasarkan histologis, maka dikenal (Gambar 2) (4):

1. Tulang imatur (non-lamellar bone, woven bone, fiber bone)

Tulang ini pertama-tama terbentuk dari osifikasi endokondral pada suatu

perkembangan embrional dan kemudian secara perlahan-lahan menjadi

tulang yang imatur dan pada umur satu tahun tulang imatur kemudian

secara perlahan-lahan menjadi tulang yang matur.

2. Tulang matur (mature bone, lamellar bone)

o Tulang kortikal (cotical bone, dense bone, compacta bone)

o Tulang trabekuler (cancellous bone, trabecular bone, spongiosa)

Proses pembentukan tulang imatur telah dimulai pada usia gestasi 8

minggu. Dimana pada saat tersebut tulang telah dibentuk dari struktur tulang

rawan (kondrosit). Seiring dengan waktu, terbentuklah vaskularisasi sehingga

memungkinkan suplai darah ke tulang imatur dan mengaktifkan fungsi

osteoblast untuk menyekresikan kompenon osteoid sehingga terjadi ossifikasi

(proses pengkakuan) primer dan menjelang kelahiran, osteoclast mengalami

aktivasi untuk membuat kanal-kanal medular. Setelah lahir, proses ossifikasi

terjadi pada daerah diafisis & kondrosit epifisis yang mengalami ossifikasi

terus-menerus hingga mencapai tinggi maksimum.(4)

Gambar 1: Pertumbuhan dan perkembangan tulang sejak embrional

hingga dewasa (dikutip dari kepustakaan 4).

3

Page 4: Achondroplasia

Secara histologik, pada masa pertumbuhan, lempeng epifisis memiliki

zonazona yang berbeda berdasarkan maturitas tulangnya (Gambar 2)(5). Tulang

matur ditandai dengan sistem Havers yang memberikan kemudahan sirkulasi

darah melalui korteks yang tebal. Tulang matur kurang mengandung sel dan

lebih banyak substansi semen dan mineral dibanding tulang imatur (Gambar 3

& 4). (4)

Gambar 2 : Gambaran histologi pada lempeng pertumbuhan tulang yang

mengalami proses ossifikasi enchondral. (1) Zona cadangan (2) Zona

proliferasi (3) Zona hipertrofi (4) Zona mineralisasi (5) Zona spongiosa

primer (dikutip dari kepustakaan 5).

Gambar 3 : Gambar 4 :

Makrostruktur tulang matur Mikrostruktur tulang matur

(dikutip dari kepustakaan 4) (dikutip dari kepustakaan 4)

4

Page 5: Achondroplasia

V. PATOFISIOLOGI

Achondroplasia terjadi akibat adanya mutasi pada gen yang

mengode Fibroblast Growth Factor Receptor 3 (FGFR3). Pada mamalia,

FGFRs terdiri dari 4 macam reseptor Tirosin Kinase (FGFR1-4) yang

memiliki afinitas yang berbeda-beda terhadap Fibroblast Growth Factors

(FGFs). Adapun FGF 1,2, 4, 8, dan memiliki afinitas tinggi untuk

mengaktifkan FGFR3. FGFs terdiri dari 18 protein struktural misalnya,

heparin-binding polypeptides yang memegang peranan pada pertumbuhan

dan differensiasi berbagai jenis sel yang berasal dari mesenkim dan

neuroektodermal. Selain itu, FGFs juga memenggaruhi kemotaksis,

angiogenesis, dan apoptosis sel tersebut. (1,2)

Pada keadaan normal, adanya akitivasi pada FGFR3 membuka

jalur STAT1, MAPK-ERK, MAPK-p38, dan jalur lainnya untuk

menginhibisi proliferasi kondrosit, sintesis matriks post-mitotik, dan

diferensiasi akhir (hipertrofi) sel. Dengan teraktvasinya FGFR3 maka,

teraktivasi pula C-type Natriuretic Peptide (CNP) melalui interaksi dengan

reseptornya, Natriuretic Peptide Receptor B (NPR-B). CNP menginduksi

Cyclic Guanosine Monophosphate (cGMP) sehingga menginhibisi jalur

MAPK yang akhirnya akan menyebabkan proliferative dan pra-hipertrofi

pada zona lempeng pertumbuhan (1,2).

Gambar 4: Aktivasi FGFR3 oleh FGF membuka jalur STAT1, MAPK-

ERK, MAPK-p38, dan jalur lainnya serta, induksi CNP yang menghambat

jalur MAPK (dikutip dari kepustakaan 1).

5

Page 6: Achondroplasia

Adanya mutasi pada FGFR3 menyebabkan aktivasi berlebih

pada FGRF3 sehingga menyebabkan hambatan pertumbuhan dan

diferensiasi pada kondrosit.(1)

VI. DIAGNOSIS

Gejala klinis

Achondroplasia ditandai dengan batang tubuh yang panjang dan

kecil serta ektremitas bawah, khususnya bagian proksimal yang pendek.

Pada kepala, ukuran cranium frontal besar sedangkan wajah lebih kecil

oleh karena mengalami hipoplastik karena berasal dari endokondrial

dasar cranium. Hiperekstensi terutama pada sendi lutut dan tangan.

Ektremitas atas juga pendek dengan jari-jari membentuk trisula (1,2,6).

Gibbus thorasikhus biasanya telah ada sejak lahir namun,

tampak lebih jelas pada usia 4 bulan. Hipotoni dari ringan hingga

sedang sering ditemukan pada bayi baru lahir. Selain itu, bayi sering

memiliki posisi abduksi pada sendi panggul saat dibaringkan. (1)

Gambar 5 : Tampilan fisik pada anak dengan achondroplasia

(dikutip dari kepustakaan 4)

6

Page 7: Achondroplasia

Gambaran radiologi

Foto konvensional

Pada pemeriksaan foto konvensional, didapatkan (6,7,8) :

Pelebaran tulang cranium (kalvari) dengan bagian frontal yang

menonjol disertai hipoplasia midface (6).

Gambar 6: Gambar menunjukkan adanya pembesaran kalvaria

dengan bagian basis cranium yang mengecil disertai bagian

frontal cranium yang menonjol (dikutip dari kepustakaan 6).

Ekstremitas dan tulang rusuk yang lebih pendek dari panjang

batang tubuh (ratio ekstremitas dan costa dibanding trunkus

bertambah)(6).

Gambar 7 : Gambar menunjukkan adanya pemendekan tulang

rusuk (dikutip dari kepustakaan 6).

7

Page 8: Achondroplasia

Rongga pelvis yang menyempit dan adanya pemendekan jarak

interpedikular serta tampak gambaran champagne glass-pelvis (6,9).

Gambar 8: Champagne-glass appereance dengan berkurangnya

sudut acetabulum, dan sayap iliaca berbentuk persegi (dikutip

dari kepustakaan 6).

Adanya tridend hand, dimana tulang-tulang falang yang

memendek dengan jarak antara jari yang melebar (gambaran

trisula)(6).

Gambar 9 (5) : Tridend hand (dikutip dari kepustakaan 6)

8

Page 9: Achondroplasia

Berkurangnya jarak interpedicular pada kolumna vertebra

dilihat dari arah caudal dan berkurangnya diameter

anteroposterior dari vertebra (6,9,10).

a b

Gambar 10 a : Berkurangnya jarak interpedicular vertebra

dilihat dari arah caudal (dikutip dari kepustakaan 10).

Gambar 10 b : Gambar vertebra dari posisi lateral dimana

menunjukkan gambaran berkurangnya diameter anteroposterior

(AP) tulang belakang (dikutip dari kepustakaan 4).

Ultrasonografi

Pemeriksaan ultrasonografi biasanya dilakukan saat

perawatan antenatal oleh ibu hamil yang beresiko tinggi memiliki

anak dengan achondroplasia. Pemeriksaan ultrasonografi dapat

membedakan achondroplasia yang bersifat homozigot dan

heterozigot. (8,11)

Pada achondroplasia yang bersifat homozigot,

didapatkan panjang batang tubuh yang normal, tengkorak yang

berbentuk daun semanggi (cloverleaf), dan adanya perbedaan

proporsi yang nyata antara ukuran tengkorak dan/atau diameter

biparietal (BPD) dengan panjang tungkai dimana, panjang femur

berada di bawah percentile ke-3 sesuai usia gestasinya. Gambaran

ini sudah dapat dinilai pada usia gestasi 13 minggu. Adapun kasus

9

Page 10: Achondroplasia

ini bersifat letal akibat hipoplasia paru yang dihubungkan dengan

hambatan pertumbuhan rongga dada. (11)

Pada achondroplasia yang bersifat hererozigot,

gambaran ultrasonografi trimester awal kehamilan menunjukkan

gambaran normal dan kelainan baru dapat diamati pada akhir

trimester II (usia gestasi >24-28 minggu). Dimana kelainan dari

gambaran ultrasonografi bersifat ringan dengan ekstremitas yang

pendek, ukuran batang tubuh yang kecil, peningkatan lingkar kepala

dan BPD, dahi menonjol, dan jarak interpendikular pada tulang

belakang berkurang. (8)

CT-Scan

Pemeriksaan CT-Scan sering digunakan untuk menilai

ukuran foramen magnum pada penderita achondroplasia. Hal itu

dikarenakan, pada 96% penderita achondroplasia, ukuran foramen

magnumnya berada pada 3 standar deviasi dibawah rata-rata (8) .

Selain itu, periksaan CT-Scan juga digunakan untuk

menilai adanya penjepitan maupun penekanan pada medullaspinalis

akibat kompresi dari corpus vertebra cervical I dengan foramen

magnum yang berukuran kurang dari normal. Adapun komplikasi

otitis media yang sering didapatkan pada penderita achondroplasia

dapat pula dinilai melalui pemeriksaan tulang temporal pada CT-

Scan (8) .

MRI

Pemeriksaan MRI yaitu pemeriksaan craniocervical

dilakukan untuk menilai adanya kompresi pada medulla spinalis

yang melewati kanal vertebra cervical I. Selain itu, dengan

pemeriksan MRI dapat pula dinilai adanya penyempitan ruang

subarachnoid pada pertemuan cervical dan medulla otak, adanya

ventriculomegaly derajat ringan hingga sedang serta anomali-

anomali lain yang sering menyertai achondroplasia (8).

10

Page 11: Achondroplasia

Gambar 11 : Gambaran MRI pada anak berusia 6 tahun yang

merupakan penderita achondroplasia dengan defisit neurologis.

Gambar ini menunjukkan adanya penyempitan foramen magnum

pada cervical I dan penyempitan ruang subarachnoid (dikutip dari

kepustakaan 8).

VII. DIAGNOSIS BANDING

Hipochondroplasia

Hipochondroplasia merupakan penyakit yang juga disebabkan

oleh mutasi gen FGFR3 yang bersifat autosomal dominan. Penderita

hipochondroplasia memiliki ciri-ciri yaitu berperawakan pendek,

micromelia, dan lordosis lumbar tanpa disertai rhizomelia, mesomelia,

atau acromelia. Adapun gejala klinis, gambaran radiologi, dan

gambaran histopatologinya serupa dengan achondroplasia namun,

dengan derajat yang lebih ringan (2) .

11

Page 12: Achondroplasia

Gambar 13 : Penderitta hipochondroplasia dengan perawakan tubuh

yang pendek namun, dengan tampilan fisik dan keadaan yang lebih

ringan dibanding penderita pada achondroplasia (dikutip dari

kepustakaan 2)

Thanatoporic dysplasia

Thanatoporic dysplasia merupakan salah satu bentuk tersering

displasia tulang yang bersifat letal. Adapun thanatoporic dysplasia ini

berciri-ciri yaitu, micromelia, tulang punggung yang pendek,

makrosefal, platispondilis, dan menurunnya ukuran rongga thoraks.

Biasanya, penderita thanatoporic dysplasia meninggal pada masa

neonatus (2,12).

SADDAN dysplasia

SADDAN dysplasia merupakan penyakit yang bersifat fenotip

dimana, biasanya menyerang 3 sistem tubuh yaitu, kulit, tulang, dan

otak. Adapun SADDAN dysplasia berciri-ciri perawakan yang sangat

pendek, achantosis nigrans, keterlambatan perkembangan tubuh dan

otak. Penderita dengan SADDAN dysplasia seringkali memiliki riwayat

kejang, hidrosefalus pada masa bayi, dan keterbatasan perkembangan

motorik dan intelektual yang berat (2).

Gambar 14 : Gambar ini menunjukkan penderita SADDAN dysplasia

yang berusia 20 tahun. Tampak perawakan yang sangat pendek dan

12

Page 13: Achondroplasia

memiliki keadaan yang lebih berat dibandingkan penderita

achondroplasia (dikutip dari kepustakaan 2).

VIII. PENATALAKSANAAN

Sampai saat ini, penatalaksanaan pada penderita achondroplasia

masih dalam penelitian. Kesulitan penatalaksanaan dikarenakan penyebab

yang mendasari terjadinya achondroplasia adalah mutasi gen. Namun, pada

beberapa kasus, pemberian hormon pertumbuhan (growth hormone) pada

penderita achondroplasia yang masih kecil sering dilakukan karena pada

beberapa kasus, terjadi peningkatan pertumbuhan tulang. Akan tetapi,

mekanisme kerjanya belum jelas sehingga belum direkomendasikan pada

pengobatan achondroplasia. (1,2)

IX. KOMPLIKASI

Komplikasi yang dapat dialami oleh penderita achondroplasia yaitu (1,13) :

Hambatan pertumbuhan tulang yang normal, dimana tinggi badan

penderita berada dibawah percentile ke-3 kurva tinggi badan.

Apneu spontan dan depresi nafas. Hal ini dikarenakan, hambatan

pertumbuhan tulang dasar tengkorak yang memungkinkan

terjepitnya batang otak dan mengganggu pusat pernafasan sehingga

regulasi pernafasan normal terganggu.

Defisit neurologis dan retardasi mental oleh karena hambatan

pertumbuhan tulang tengkorak sehingga terjadi pula hambatan

dalam pertumbuhan dan maturasi sel-sel otak.

Otitis media dan kelainan telinga lainnya. Mekanisme kelainan

telinga dikarenakan posisi telinga secara anatomis berbeda dari

normal oleh karena, gangguan pertumbuhan tulang sehingga

meningkatkan resiko terjadinya infeksi dapa telinga.

13

Page 14: Achondroplasia

X. PROGNOSIS

Prognosis hidup penderita achondroplasia bergantung kepada

derajat komplikasinya. Makin berat komplikasi yang dialami maka, makin

buruk pula prognosisnya. Pada penderita achondroplasia homozigot,

prognosisnya jauh lebih buruk dibandingkan achondroplasia heterozigot.

Penderita biasanya sudah meninggal pada masa janin atau beberapa saat

setelah dilahirkan. Selain itu, pemantauan berkala pada bayi yang lahir

dengan achondroplasia menjadi sangat penting karena dapat mengantisipasi

bahkan menghindari terjadinya komplikasi yang berat (14,15).

14

Page 15: Achondroplasia

DAFTAR PUSTAKA

1. Horton WA, Hall JG, Hecht JT. Achondroplasia, vol.370. Amerika Serikat:

Lancet, 2007. Hal.162-172.

2. Vajo Z, Francomano CA, Wilkin DJ. The molecular and genetic basis of

fibroblast growth factor receptor 3 disorders: The achondroplasia familiy of

skeletal dysplasias, muenke craniosynostosis, and crouzon syndrome with

achanthosis nigricans. Amerika Serikat: The Endocrine Society, 2000.

Hal.23-36.

3. Horton WA, Hecht JT, The skeletal dysplasias, dalam: Behrman RE,

Kliegman RM, Jenson HB, Nelson textbook of pediatrics, ed.17. Amerika

Serikat: Elsevier, 2004.

4. Grant A, The skeleton, dalam: Waugh A, Grant A, Ross & Wilson’s

anatomy & physiology in health & illness, ed.9. London: Elsevier, 2004.

Hal.389-90.

5. Rosenberg EA, Bones, joints, and soft tissue tumors, dalam: Robbins,

Abbas, Fausto, Robbins & Cotran’s pathologic basis of disease, ed.7.

Amerika Serikat: Sanders, 2008.

6. Khan AN. Achondroplasia [online]. 2011. [copied on 11 December 2011].

Available from URL: http://emedicine.medscape.com/article/941280-

overview#showall

7. Chapman S, Nakielny R. Aids to radiological differential diagnosis, ed.4.

Amerika Serikat: Elsevier, 2003. Hal.525.

8. Khan AN. Achondroplasia radiography [online]. 2011. [copied on 15

December 2011]. Available from URL:

http://emedicine.medscape.com/article/415494-overview#a22

9. Eisenberg, Ronald L. Clinical imaging: An atlas of differential diagnosis,

ed.5. Philadelphia: Lippincott, 2010. Hal.1202-3.

15

Page 16: Achondroplasia

10. Helms CA, Miscellaneous bone lesions, dalam: Brant WE, Helms CA,

Fundamentals of diagnostics radiology, ed.3. Amerika Serikat: Lippincott,

2007.

11. Cheema JI, Grissom LE, Harcke HT. Radiographic characteristics of

lower-extremity bowing in children. RSNA, 2003. Hal.871-80.

12. Miller E, Blaser S, Shannon P, Widjaja E. Brain and bone abnormalities of

thanatropic dwarfism. Amerika Serikat: American Journal of

Roentgenology, 2009. Hal.48-51.

13. Collins W, Choi SS. Otolaryngologic manifestations of achondroplasia.

Arch otolaryngol head nec surgery association, 2007. Hal.237-44.

14. Gollust SE, Apse K, Fuller BP, dkk. Community involvement in

developing policies for genetic testing: Assessing the interests and

experiences of individuals affected by genetic conditions. Vol.95. No.1.

Amerika Serikat: American Journal of Public Health, 2005. Hal.35-39.

15. Trotter TL, Hall JG, dkk. Health supervision for children with

achondroplasia vol.116, no.3. Amerika Serikat: American Academy of

Pediatrics, 2005. Hal.771-83.

16

Page 17: Achondroplasia

L

A

M

P

I

R

A

N

R

E

F

E

R

E

N

S

I

17