acara i predominasi mikroorganisme
DESCRIPTION
Mikrobiologi Pengoolahan PanganTRANSCRIPT
ACARA I
PREDOMINANSI MIKROBA DALAM BAHAN PANGAN
A. Tujuan Praktikum
Tujuan dari Acara I Predominansi Mikroba dalam Bahan Pangan
adalah mempelajari pengaruh jenis bahan pangan terhadap jenis mikroba
yang tumbuh spontan padanya.
B. Tinjauan Pustaka
Bahan makanan, selain merupakan sumber gizi bagi manusia, juga
merupakan sumber makanan bagi mikroorganisme. Pertumbuhan
mikroorganisme dalam bahan pangan dapat menyebabkan perubahan yang
menguntungkan seperti perbaikan bahan pangan secara gizi, daya cerna
ataupun daya simpannya. Selain itu pertumbuham mikroorganisme dalam
bahan pangan juga dapat mengakibatkan perubahan fisik atau kimia yang
tidak diinginkan, sehingga bahan pangan tersebut tidak layak dikomsumsi.
Kejadian ini biasanya terjadi pada pembusukan bahan pangan. Secara umum,
istilah keracuan makanan yang sering digunakan untuk menyebut gangguan
yang disebabkan oleh mikroorganisme, mencakup gangguan yang
diakibatkan termakannya toksin yang dihasilkan organismeorganisme
tertentu dan gangguan-gangguan akibat terinfeksi organisme penghasil toksin
(Siagian, 2002).
Pertumbuhan mikroorganisme tergantung dari tersedianya air. Bahan-
bahan yang terlarut dalam air yang digunakan oleh mikroorganisme untuk
membentuk bahan sel dan memperoleh energi adalah bahan makanan. Pada
dasarnya larutan biak sekurang-kurangnya harus memenuhi syarat-syarat
berikut. Didalamnya harus tersedia semua unsur yang ikut serta pada
pembentukan bahan sel dalam bentuk berbagai senyawa yang dapat diolah.
Kebutuhan pokok seperti karbon, oksigen, hidrogen, nitrogen, belerang,
fosfor, kalium, kalsium, magnesium dan besi yang terkandung dalam semua
organisme. Sumber-sumber karbon dan energi, zat-zat pelengkap seperti
asam-asam amino, senyawa purin, senyawa pirimidin dan vitamin-vitamin,
belerang dan nitrogen serta oksigen (Schlegel, 1994).
Semua makanan mentah biasanya mengandung mikroorganisme yang
pada akhirnya akan menyebabkan pembusukan, kecuali mereka
dikendalikan atau dihancurkan. Makanan pelestarian adalah persaingan
antara spesies manusia dan mikroorganisme – kita berusaha melestarikan
makanan, mikroorganisme mencoba untuk menghancurkannya (dengan
mencegah makanan untuk dikonsumsi sendiri) untuk bertahan hidup.
Banyak dari ribuan mikroorganisme yang telah ditemukan dan diidentifikasi
melakukan beberapa fungsi yang bermanfaat. Tanpa mikroorganisme, kita
tidak akan memiliki makanan yang lezat seperti keju, roti, anggur, bir,
sauerkraut, dan makanan fermentasi lainnya termasuk berbagai macam sosis
(Shelfi, 2009).
Jahe termasuk dalam famili zingiberaceae. Rimpang jahe bercabang-
cabang, berwarna putih kekuningan dan berserat. Rimpang jahe berbau
harum dan berasa pedas, selain itu rimpang jahe dapat diambil oleoresinnya
yang dapat digunakan untuk industri parfum, sabun, kosmetika dan farmasi.
Minyak atsiri ini menimbulkan aroma khas jahe dan terdiri atas beberapa
jenis minyak zingiberene, curcumene, philandren dan sebagainya. Ekstrak
jahe mempunyai daya antioksidan yang dapat dimanfaatkan untuk
mengawetkan minyak dan lemak. Adanya enzim protease pada rimpang
jahe menyebabkan jahe dapat dimanfaatkan untuk melunakkan daging
sebelum dimasak (Muchtadi, 2011).
Alasan utama pembusukan pada daging adalah aktivitas mikroba.
Mikroorganisme pada makanan dapat merubah warna, bau, rasa,
membentuk gas, membentuk lendir/ perubahan tekstur. Dalam beberapa
kasus pembusukan disebabkan oleh satu jenis mikroorganisme pembusuk
tertentu, dan dalam kasus lain pembusukan tampaknya disebabkan oleh
pertumbuhan mikroflora heterogen (Christensen et al, 2009).
Bakteri, khamir, jamur dan virus penting dalam makanan sebagai
salah satu kemampuan mereka untuk menyebabkan foodborne disease dan
food spoilage dan untuk memproduksi makanan dan bahan makanan.
Banyak spesies bakteri dan beberapa jamur serta virus, tetapi tidak untuk
ragi yang dapat menyebakan foodborne disease. Kebanyakan bakteri, jamur
dan ragi karena kemampuannya tumbuh dalam makanan (virus tidak
tumbuh di makanan) berpotensi menyebabkan pembusukan makanan.
Beberapa spesies bakteri, jamur dan ragi masih tergolong aman atau masih
baik atau keduanya pada makanan dan biasanya digunakan untuk
menghasilkan makanan fermentasi. Diantara empat kelompok besar, bakteri
adalah yang terbesar karena kehadirannya dimana-mana serta
partumbuhannya yang cepat, bahkan di bawah kondisi dimana ragi dan
kapang tidak bisa tumbuh, mereka dianggap yang memiliki peranan yang
paling penting dalam membusukan makanan (Ray, 2004).
Spesies mikroorganisme menunjukan kerentanan yang berbeda-beda
terhadap sarana fisik dan bahan kimia. Telah diketahui bahwa spesies
pembentuk spora, sel vegetatif yang sedang tumbuh lebih mudah dibunuh
dibandingkan dengan spora nya. Susungguhnya sopra bakteri adalah yang
paling resisten diantara semua organisme hidup dalam hal kemampuan
untuk bertahan hidup pada keadaan fisik dan kimiawi yang kurang baik.
Diantara spesies mikroorganisme terdapat perbedaan dalam hal kerentanan
sel vegetatif (dan juga spora) terhadap bahan kimia dan sarana fisik
(Pelczar, 1988).
Susu merupakan salah satu makanan yang bergizi tinggi, namun
mudah terkontaminasi oleh bakteri. Kontaminasi bakteri pada susu dimulai
pada saat proses pemerahan sampai konsumsi.Secara alami, susu
mengandung mikroorganisme kurang dari 5 x 103 per ml jika diperah
dengan cara yang benar dan berasal dari sapi yang sehat (Jay 1996).
Berdasarkan SNI 01-6366-2000, batas cemaran mikroba dalam susu segar
adalah Total Plate Count (TPC) < 3 x 104 cfu/ml, koliform < 1 x 101
cfu/ml, Staphylococcus aureus 1 x 101 cfu/ml, Escherichia coli negatif,
Salmonella negatif, dan Streptococcus group B negatif. Beberapa bakteri
seperti Listeria monocytogenes, Camphylobacter jejuni, E.coli, dan
Salmonella sp. dilaporkan mengontaminasi susu dengan prevalensi kecil
(Suwito, 2009).
Bacillus coagulans, Bacillus subtilis, C. sporogenus telah dilaporkan
sebagai organisme pembusuk pada tomat, susu, daging dan produk coklat
menyebabkan pembusukan , asam, tengik dan perubahan rasa. Kehadiran
mereka dalam makanan kaleng dapat menyebabkan pembusukan bila
penyimpanannya tidak baik dan dengan benar. Racun S. aureus dapat
menyebabkan keracunan pada makanan, dikenal berkembang biak dalam
penyalahgunaan suhu yang tidak benar. Pengawasan rutin dan pemeriksaan
untuk memantau makanan perlu dilakukan untuk keamanan pangan yang
efektif (Wesley, 2012).
Kebutuhan akan air untuk pertumbuhan mikroorganisme dan
ungkapan tentang hubungannya yang diberi istilah water activity (aw) telah
dijelaskan bahwa nilai aktivitas air untuk beberapa bahan pangan dan jenis-
jenis mikroorganisme khusus yang umumnya terdapat dalam bahan pangan
dengan kadar air tinggi (nilai aw 0.95-0.99) umumnya dapat ditumbuhi oleh
semua jenis mikroorganisme, tetapi karena bakteri dapat tumbuh lebih cepat
daripada kapang dan khamir, maka kerusakan akibat bakteri lebih banyak
dijumpai. Oleh karena kapang dan khamir dapat tumbuh pada nilai aktivitas
air lebih rendah daripada bakteri, maka bahan-bahan pangan yang lebih
kering cenderung untuk mengalami kerusakan akibat organisme tersebut –
sebagai contoh buah-buahan kering, serealia (biji-bijian) rusak oleh kapang.
Sehubungan dengan hal ini bahan pangan dengan kadar gula yang tinggi
seperti selai, manisan, madu dan sirup seringkali dirusak oleh jenis khamir
seperti Saccharomyces rouxii dan Saccharomyces octoporus, dan bahan
pangan berkadar garam tinggi seperti daging asin dirusak leh khamir jenis
Debaryomyces dan bakteri tipe halofilik (Buckle, 2010).
Meskipun sebagian besar penyakit disebabkan oleh makanan , tapi
sedikit laporan bahwa kerusakan yang signifikan diakibatkan oleh bakteri.
Sampai pertengahan tahun 1990-an, dibanyak negara yang telah ditotal
keseluruhannya terbanyak disebabkan oleh Salmonella , Staphylococcus
aureus dan Clostridium sebanyak 70-80% yang mencemari hingga
menimbulkan penyakit. Penyimpanan dengan suhu rendah dan dengan baik,
dalam setiap pendistribusian makanan serta penggunaan makanan dengan
benar akan memperkecil kemungkinan tercemar S. aureus. S. aureus akan
merusak bahan pangan ketika perlakuan suhu yang berubah drastis
(Dooley, 2000).
C. Metodologi
1. Alat
a. Plastik steril
b. Pipet 1 ml steril
c. Petridish steril
d. Cotton bud
e. Vortex
f. Tabung reaksi
g. Mortar
h. Lampu Spirtus
i. Mikroskop
j. Gelas Preparat
k. Gelas Penutup
2. Bahan
a. Ikan
b. Susu
c. Roti
d. Tomat
e. Gula
f. Jahe
g. Medium Plate Agar (PCA)
h. Larutan fisiologis steril
3. Cara Kerja
a. Sampel Ikan
Oleskan batang pengoles ke permukaan ikan seluas 2cm x 2cm dengan cara mengoles ke kiri dan ke kanan sebanyak 3
kali
Rendam batang pengoles ke dalam 10 ml larutan fisiologis
Putar-putar batang pengoles serta diperas pada dinding tabung
Vortex larutan tersebut
Inokulasikan secara aseptik ke dalam petridish
Inkubasikan pada suhu kamar selama 2 hari dalam inkubator
Identifikasi macam kontaminannya (kapang, bakteri, khamir)
Amati bentuk dan warna koloni pada masing-masing petridish
Gambar sesuai hasil pengamatan
b. Sampel Susu
Ambil 1 ml susu dengan menggunakan pipet
Masukkan ke dalam 9 ml larutan fisiologis steril
Di vortex
Inokulasikan secara aseptik ke dalam petridish
Inkubasikan pada suhu kamar selama 2 hari dalam inkubator
Amati bentuk dan warna koloni pada masing-masing petridish
Identifikasi macam kontaminannya (kapang, bakteri, khamir)
Gambar sesuai hasil pengamatan
c. Sampel Roti, Gula Tomat
Ambil 1 ml susu dengan menggunakan pipet
Masukkan ke dalam 9 ml larutan fisiologis steril
Di vortex
Inokulasikan secara aseptik ke dalam petridish
Inkubasikan pada suhu kamar selama 2 hari dalam inkubator
Amati bentuk dan warna koloni pada masing-masing petridish
Identifikasi macam kontaminannya (kapang, bakteri, khamir)
Gambar sesuai hasil pengamatan
d. Sampel Jahe
Kupas jahe dari kulitnya
Timbang jahe sebanyak 1 gram
Iris jahe secara steril dengan pisau (disemprot dengan alkohol)
Masukkan ke dalam 9 ml larutan fisiologis steril
Digojog baik-baik
Inkubasikan pada suhu kamar selama 2 hari dalam inkubator
Inokulasikan secara aseptik ke dalam petridish
Amati bentuk dan warna koloni pada masing-masing petridish
Identifikasi macam kontaminannya (kapang, bakteri, khamir)
Gambar sesuai hasil pengamatan
D. Hasil dan Pembahasan
Tabel 1.1 Pengamatan Predominansi Mikroba dalam Bahan Pangan
Kel Sampel Gambar Referensi Keterangan Bentuk Warna Jenis
1 Ikan Bulat (coccus)
Bening Bakteri
2 Susu Batang (bacil)
Hitam Bakteri
3 Roti Bulat (coccus)
Hitam Kapang
4 Tomat Batang (bacil)
Bening Bakteri
5 Gula Batang (bacil)
Coklat Yeast
6 Jahe Bulat (coccus)
Hitam pudar
Khamir
7 Ikan Bulat (coccus)
Coklat Bakteri
8 Susu Batang (bacil)
Hitam Bakteri
9 Roti Batang (bacil)
Hitam Kapang
10 Tomat Bulat (coccus)
Hitam Bakteri
11 Gula Batang (bacil)
Hitam Yeast
12 Jahe Bulat (coccus)
Coklat Khamir
Sumber: Laporan Sementara
Mutu mikrobiologis dari suatu produk makanan ditentukan oleh
jumlah dan jenis mikroorganisme yang terdapat dalam bahan pangan. Mutu
mikrobiologis ini akan menentukan ketahanan simpan dari produksi tersebut
ditinjau dari kerusakan mikroorganisme, dan keamanan produk dari
mikroorganisme ditentukan oleh jumlah spesies patogenik yang terdapat.
Jadi kemampuan untuk mengukur secara tepat jumlah mikroorganisme yang
umum terdapat dalam bahan pangan dan jumlah organisme spesifik yang
berada dalam produk pangan merupakan dasar yang penting bagi
mikrobiologi makanan.
Melalui pertumbuhannya, mikroorganisme dapat mengakibatkan
berbagai perubahan fisik dan kimiawi dari suatu bahan pangan. Apabila
perubahan tersebut tidak diinginkan atau tidak dapat diterima oleh para
konsumen, maka bahan pangan tersbut dikatakan mengalami kerusakan.
Perlu ditekankan bahwa mutu bahan pangan yang dinyatakan tak dapat
diterima oleh seorang konsumen, mungkin masih dapat diterima oleh
konsumen lainnya, sehingga definisi dari kerusakan bahan pangan oleh
mikroorganisme menjadi sangat subjektif.
Kapang bersifat aerobik, paling banyak atau terutama tmumbuh pada
bagian luar permukaan bahan pangan yang tercemar. Bahan pangan
kemungkinan menjadi lekat, berbulu, sebagai hasil produksi miselium dan
spora kapang dan berwarna. Pertumbuhan bakteri pada permukaan yang
basah seperti sayuran, daging dan ikan dapat menyebabkan flavor dan bau
yang menyimpang serta pembusukan bahan pangan dengan pembentukan
lendir. Beberapa mikroorganisme menghasilkan koloni-koloni yang
berwarna atau mempunyai pigmen yang memberi warnapada bahan pangan
yang tersemar (Serratia marcescens – merah; spesies Rhodotorulla – merah;
Pseudomonas flourescens – hijau dengan flourescens, Aspergillus niger –
hitam; spesies Penicillium – hijau)
Kapang melakukan reproduksi dan penyebaran menggunakan spora.
Spora kapang terdiri dari dua jenis, yaitu spora seksual dan spora aseksual.
Spora aseksual dihasilkan lebih cepat dan dalam jumlah yang lebih banyak
dibandingkan spora seksual. Spora aseksual memiliki ukuran yang kecil
(diameter 1-10 μm) dan ringan, sehingga penyebarannya umumnya secara
pasif menggunakan aliran udara. Apabila spora tersebut terhirup oleh
manusia dalam jumlah tertentu akan mengakibatkan gangguan kesehatan
(Hasanah, 2009).
Pada praktikum ini bahan-bahan yang digunakan adalah ikan, susu,
roti, gula, tomat dan jahe yang diinokulasikan pada media agar dan
diinkubasi pada suhu ruang selama dua hari. Setelah diinkubasi selama dua
hari, koloni yang terbentuk pada petridish diamati bentuk dan warna dengan
mikroskop dan ditentukan mikroba jenis apa yang tumbuh pada masing-
masing sampel. Dari hasil praktikum yang didapat, mikroba yang tumbuh
pada masing-masing sampel adalah sebagai berikut: pada sampel ikan,
mikroba yang ditemukan adalah bakteri dengan bentuk bulat dan berwarna
bening (kel. 1) dan hitam (kel. 7); pada sampel susu, mikroba yang
ditemukan adalah bakteri dengan bentuk batang dan berwarna hitam; pada
sampel roti, mikroba yang ditemukan adalah jenis kapang berwarna hitam
dengan bentuk bulat (kel. 3) dan batang (kel. 9); pada sampel tomat,
mikroba yang ditemukan adalah bakteri dengan bentuk batang berwarna
bening (kel. 4) dan bulat berwarna hitam (kel. 10), pada sampel gula,
mikroba yang ditemukan adalah yeast berbentuk batang dengan warna
coklat (kel. 5) dan hitam (kel. 11); pada sampel jahe, mikroba yang
ditemukan adalah khamir berbentuk bulat dengan warna hitam pudar (kel. 6)
dan coklat (kel. 12).
Susu mengandung bermacam-macam unsur yang sebagian besar
terdiri dari zat makanan yang juga diperlukan bagi pertumbuhan bakteri.
Oleh karenanya pertumbuhan bakteri dalam susu sangat cepat, pada suhu
yang sesuai. Tumbuhnya mikroorganisme dalam susu dapat menimbulkan
suatu kerugian dalam hal mutu susu. Beberapa kerusakan yang disebabkan
karena tumbuhnya mikroorganisme antara lain pengasaman, penggumpalan.
Bakteri penyebab penyakit seperti Salmonella, Shigella, Bacillus cereus dn
Staphylococcus aureus dapat masuk kedalam susu melalui udara, debu, alat
pemerah kotor dan dari manusia itu sendiri. Karena susu adalah sumber
makanan yang baik buat kuman, kemungkinan berkembang biaknya
oragnisme ini sangat cepat sampai ke tingkat yang berbahaya sangatlah
tinggi. Spora Bacillus cereus, semua bibit penyakit ini dengan mudah
dihancurkan oleh pasteurisasi panas pada susu segar mentah, akan tetapi,
pasteurisasi merupakan pencegahan efektif terhadap penyakit semacam itu
hanya jika susu tersebut tidak tercemar kembali setelah pasteurisasi
(Buckle, 2010).
Salah satu penyebab dari keadaan rusak pada ikan adalah tingginya
pH akhir daging ikan, biasanya pH 6.4-6.6 karena rendahnya cadangan
glikogen dalam daging ikan. Lagipula, daging ikan sukar ditangkap dalam
jumlah besar tanpa pergulatan yang selanjutnya mengakibatkan turunnya
cadangan glikogen. Walaupun begitu ikan tidak mengalami kerusakan
karena bakteri sampai kekejangan mati (rigor mortis) selesai. Pendinginan
segera setelah penangkapan akan memperlambat berlansungnya rigor dan
akibat selanjutnya, oleh karena itu kerusakan oleh mekanisme ini akan
terhambat dan berakibat memperlambat pertumbuhan bakteri.
Mikroba-mikroba yang dapat ditemukan pada ikan adalah Vibrio
parahaemolyticus, Vib. fulnivicus, Vib. cholerae, E. coli, Brucella sp.,
Bacillus cereus, Listeria monocytogenes, Campylobacter sp.,
Staphylococcus aureus, Salmonella sp., Proteus morganii, Klebsiella
pneumoniae dan Havnia alvei. Mikroba-mikroba ini dapat menyebabkan
kerusakan pada ikan seperti pembusukan dan bau yang tidak enak sehingga
pertumbuhannya sedapat mungkin diminimalisir. Mikroba pada ikan seperti
Vibrio parahaemolyticus mempunyai bentuk batang, tetapi pada saat
pengamatan bentuk mikrobanya adalah bulat. Pada susu juga banyak
ditemukan mikroba yang menurunkan kualitas dari susu karena mikroba
membentuk lendir dan menjadi asam karena bakteri pembusuk seperti
Micrococcus sp., Pseudomonas sp., Bacillus sp.( B. cereus, B. subtilis dan
B. licheniformis) akan menguraikan protein menjadi asam amino dan
merombak lemak dengan enzim lipase sehingga susu menjadi asam dan
berlendir. Bentuk mikroba pada susu pada saat pengamatan dengan bentuk
B. subtilis adalah sama yaitu berbentuk batang. Pada permukaan buah dan
sayuran mikroorganisme yang dapat ditemukan adalah kapang, yeast,
bakteri asam laktat dan bakteri dari genus Pseudomonas, Alcaligenes,
Micrococcus, Erwinia, Bacillus, Clostridium dan Enterobacter. Beberapa
bakteri predominan yang ditemukan pada sayuran adalah bakteri asam laktat
seperti Corynebacterium, Enterobacter, Proteus, Pseudomonas,
Micrococcus, Enterococus dan pembentuk spora. Bakteri yang ada pada
tomat (Corynebacterium) berbentuk batang seperti hasil pengamatan dari
kelompok 4. Juga dapat ditemukan berbagai jenis kapang seperti
Alternaria, Fusarium dan Aspergillus.
Pertumbuhan mikroba terjadi dalam waktu singkat dan pada kondisi
yang sesuai, antara lain dengan tersedianya nutrisi, pH, suhu, dan kadar air
dalam bahan pangan. Kelompok mikroba pembusuk akan mengubah
makanan segar menjadi busuk bahkan sampai menghasilkan toksin, yang
kadang-kadang tidak menunjukan tanda-tanda perubahan atau kerusakan
fisik sehingga bahan pangan tetap dikonsumsi. Saluran pencernaan
merupakan sistem terbuka. Apalagi mikroba pathogen yang terdapat dalam
makanan ikut termakan maka pada kondisi yang sesuai ikroba pathogen
akan berkembang biak di dalam saluran pencernaan sehingga menyebabkan
gejala penyakit atau infeksi (Muhazaroh, 2012).
Khamir dapat tumbuh dalam larutan yang pekat misalnya larutan gula
atau garam lebih juga menyukai suasana asam dan lebih bersifat menyukai
adanya oksigen. Khamir juga tidak mati oleh adanya antibiotik dan beberapa
khamir mempunyai sifat antimikroba sehingga dapat menghambat
pertumbuhan bakteri dan mould. Dengan memperhatikan aktivitas khamir
yang sangat reaktif dan beragam terhadap bahan makanan, maka dapat
dikatakan khamir mempunyai potensi yang besar selain sebagai agen
fermentasi, dapat memberi perubahan yang sangat signifikan baik dalam
rasa, aroma maupun tekstur dari pangan tersebut. Seperti kita lihat selain
pada pembuatan roti dan minuman yang beraroma alkohol, atau dari sayur
dan buah fermentasi secara umum pemanfaatan khamir dalam
mengembangkan produk pangan (Hasanah, 2009).
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme
dalam bahan pangan dapat bersifat fisik, kimia atau biologis. Faktor-faktor
tersebut meliputi faktor intrinsik (merupakan sifat-sifat kimia, dan struktur
yang dimiliki oleh bahan pangan itu sendiri), faktor ekstrinsik (kondisi
lingkungan pada penanganan dan penyimpanan bahan pangan seperti suhu,
kelembapan, susunan gas atmosfir), faktor implisit (sifat-sifat yang dimiliki
oleh mikroba itu sendiri , sangat dipengaruhi susunan biotik mikroba dalam
bahan pangan), faktor pengolahan (perubahan mikroba awal akibat
pengolahan bahan pangan misalnya pemanasan, pendinginan, irradiasi,
penambahan bahan pengawet). Yang termasuk faktor intrinsik dalam bahan
pangan berupa kandungan nutrisi, pH pangan, aw, potensial reduksi
oksidasi, senyawa antimikroba alamiah, dan struktur biologi. Faktor-faktor
ekstrinsik yang berpengaruh terhadap kehidupan mikroba antara lain suhu,
kelembapan, dan susunan gas atmosfir. Faktor-faktor implisit yang
berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroba adalah sinergisme dan
antagonisme (Ardian, 2012).
Mikroba predominan yang ada pada gula adalah spora bakteri
termofilik seperti Bac. stearothermophilus, Bac. coagulans, Clo.
thermosaccarolyticum dan Des. nigrificans selain itu juga terdapat bakteri
mesofil (Lactobacillus dan Leuconostoc), yeast dan kapang. Beberapa
rempah-rempah walapun mempunyai zat antimikroba tetapi masih terdapat
mikroorganisme yang tumbuh seperti spora kapang, Bacillus dan
Clostridium spp. selain itu juga Micrococci, Enterococci, yeast dan bakteri
patogen seperti Salmonella spp., Sta. aureus dan Bac. Cereus
(Buckle, 2010).
Kesimpulan
Dari praktikum yang telah dilaksanakan dapat diambil kesimpulan
bahwa:
1. Pertumbuhan mikroorganisme pada bahan pangan dipengaruhi oleh
suplai zat gizi, waktu, suhu, nilai pH, aktivitas air, ketersediaan oksigen,
faktor kimia, radiasi.
2. Mikroorganisme yang tumbuh pada ikan segar adalah Vibrio
parahaemolyticus, Vib. fulnivicus, Vib. cholerae, E. coli, Brucella sp.,
Bacillus cereus, Listeria monocytogenes, Campylobacter sp.,
Staphylococcus aureus, Salmonella sp., Proteus morganii, Klebsiella
pneumoniae dan Havnia alvei.
3. Mikroorganisme yang tumbuh pada susu adalah Micrococcus sp.,
Pseudomonas sp., Bacillus sp.( B. cereus, B. subtilis dan B.
licheniformis)
4. Mikroorganisme yang tumbuh pada gula adalah spora bakteri termofilik
seperti Bac. stearothermophilus, Bac. coagulans, Clo.
thermosaccarolyticum dan Des. nigrificans selain itu juga terdapat
bakteri mesofil (Lactobacillus dan Leuconostoc), yeast dan kapang.
5. Mikroorganisme yang tumbuh pada buah dan sayuran adalah
Corynebacterium, Enterobacter, Proteus, Pseudomonas, Micrococcus,
Enterococus dan pembentuk spora sedangkan mikroba yang tumbuh pada
rempah-rempah adalah spora kapang, Bacillus dan Clostridium spp.
selain itu juga Micrococci, Enterococci, yeast dan bakteri patogen seperti
Salmonella spp., Sta. aureus dan Bac. cereus.
6. Salah satu penyebab dari keadaan rusak pada ikan adalah tingginya pH
akhir daging ikan, biasanya pH 6.4-6.
DAFTAR PUSTAKA
Ardian, Denz. 2012. Mikrobiologi Pangan dan Lingkungan. http://farmacyku.blogspot.com/2012/02/tinjauan-pustaka-mikrobiologi-pangan.html. Diakses pada Sabtu, 21 April 2012. Pukul 10.00 WIB.
Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet, M. Wotton. 2010. Ilmu Pangan. Jakarta. UI Press.
Christensen, H. 2009. Microbial and Chemical Spoilage. Proceeding The 55th
International Congress of Meat Science and Technology 16-21.
Dooley, James S G. 2000. Control of Vegetative Micro-organism in Foods. British Medical Buletin 2000, 56 (no.1) 142-157.
Hasanah. 2009. Morfologi Kapang dan Khamir. http://id.netlog.com/go/out/url=http%3A%2F%2Fhasanah619.wordpress.com%2F2009%2F10%2F27%2Fmorfologi-kapang-dan-khamir%2F. Diakses pada Sabtu 21 April 2012. Pukul 10.00 WIB
Muchtadi, Tien R., Sugiyono, Fitriyono Ayustaningwarno. 2011. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Bandung. Penerbit Alfabeta.
Muhazaroh, 2012. Cemaran Mikroba pada Produk Pertanian dan Peternakan. http://ishofy.blogspot.com/2012/04/cemaran-mikroba-pada-produk-pertanian.html. Diakses pada Sabtu, 21 April 2012. Pukul 10.00 WIB.
Pelczar, Michael J., E.C.S. Chan, Merna Foss Pelczar. 1988. Dasar-Dasar Mikrobiologi 2. Jakarta. UI Press.
Ray, Bibek. 2004. Fundamental Food Microbiology Third Edition. Boca Raton. CRC Press.
Schlegel, Hans G. . Mikrobiologi Umum. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press.
Shelfi. 2009. Microbiology of Thermally Processed Commercially Sterile and Shelf-Stable Meat and Poultry Products .Microbiology of Commercially Sterile and Shelf-Stable Products Journal No. 5 Vol.20.
Siagian, Albiner. 2002. Mikroba Patogen Pada Makanan Dan Sumber Pencemarannya. Sumatera. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
Suwito, Widodo. 2010. Bakteri Yang Sering Mencemari Susu: Deteksi, Patogenesis, Epidemiologi, Dan Cara Pengendaliannya. Jurnal Litbang Pertanian, 29(3).
Wesley, Braide. 2012. Investigation on the Microbial Profile of Canned Foods. Journal of Biological and Food Science Research Vol.1 Issue 1: pp 15-18.