abtab

Upload: merryolivia

Post on 05-Mar-2016

226 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

ikk

TRANSCRIPT

BAB 3PEMBAHASAN

A. Asma BronkialeDefinisi asma secara lengkap yang menggambarkan konsep inflamasi sebagai dasar mekanisme terjadinya asma dikeluarkan oleh GINA (Global Initiative for Asthma). Asma didefinisikan sebagai gangguan inflamasi kronik saluran respiratorik dengan banyak sel yang berperan, khususnya sel mast, eosinofil, dan limfosit T. Pada orang yang rentan, inflamasi ini menyebabkan episod wheezing yang berulang, sesak napas, rasa dada tertekan, dan batuk, khususnya pada malam atau dini hari. Gejala ini biasanya berhubungan dengan penyempitan saluran respiratorik yang luas namun bervariasi, yang paling tidak sebagian bersifat reversibel baik secara spontan maupun dengan pengobatan. Inflamasi ini juga berhubungan dengan hiperaktivitas saluran respiratorik terhadap berbagai rangsangan.1Asma selalu dihubungkan dengan gangguan pada mediator otot polos di saluran napas dan kelainan struktur anatomi mukosa saluran napas. Dalam beberapa tahun terakhir, telah dikemukkaan bahwa pada sistem mediator imun, seperti halnya leukotrien, prostaglandin, faktor pengaktivasi platelet, serta beberapa faktor seperti histamine dan bronkokonstriktor lainnya juga mampu meningkatkan kepekaan sistem mediator imun pada saluran napas, sehingga menimbulkan kontraksi otot polos pada bronkus.1,2,3,4 Meskipun begitu, penyebab-penyebab terjadinya penyakit asma dikategorikan menjadi penyebab alergi dan non alergi, tetapi tidak menutup kemungkinan bisa disebabkan oleh kedua faktor tersebut.3 Pada kasus ini, dijumpai tanda-tanda atau keluhan pasien berupa sesak napas. Setelah dilakukan pemeriksaan fisik, ditemukan adanya suara napas tambahan berupa wheezing pada saat ekspirasi yang berulang. Sesak yang terjadi pada kasus ini terjadi pada saat cuaca dingin dan di perparah dengan keadaan batuk pada pasien . Tanda-tanda tersebut telah memenuhi kriteria asma bronkial berdasarkan pada landasan teori yang telah dikemukakan di atas.Umumnya diagnosa asma tidak sulit, terutama bila ditemukan gejala klasik asma yaitu batuk, sesak napas, dan mengi yang timbul secara tiba-tiba dan dapat hilang secara spontan/pengobatan. Adanya riwayat asma/riwayat alergi dan faktor pencetus.Pada kasus ini dilakukan autoanamnesa dan aloanamnesa dengan pasien dan orangtuanya, didapatkan keluhan utama berupa sesak napas yang muncul pada saat udara dingin dan diperberat dengan batuk yang hebat. Sesak napas diiringi adanya suara napas berupa mengi (wheezing) pada saat penderita menghembuskan napasnya (ekspirasi). Selain itu, pada pasien diketahui bahwa memiliki riwayat sesak napas sebelumnya namun jarang mengalami serangan (dalam setahun terjadi lebih dari satu kali).Dalam keadaan serangan, tekanan darah biasanya meningkat, frekuensi pernapasan dan denyut nadi meningkat. Mengi (wheezing) sering terdengar tanpa stetoskop. Bunyi pernapasan mungkin melemah dengan ekspirasi memanjang.Pada pemeriksaan fisik yang telah dilakukan, didapat keadaan umum penderita baik dengan kesadaran kompos mentis dan tidak didapatkannya kelainan pada neurologis. Hal ini mengindikasikan bahwa penderita tidak mengalami kelainan pada intrakranialnya. Pada pemeriksaan tanda vital didapatkan adanya peningkatan frekuensi jantung (94 kali per menit) dan adanya napas cepat (26 kali per menit). Berdasarkan pemeriksaan auskultasi, dijumpai adanya suara napas tambahan berupa mengi (wheezing) yang merupakan salah satu gejala khas penyakit asma.Pada pemeriksaan status gizi, pada pasien didapatkan adanya gizi kurang. Hal ini dapat menjadi salah satu faktor risiko dalam hal terjadinya asma dikarenakan status gizi merupakan komponen penting dalam status imunologi pada anak. Diperlukan uji laboratorium darah dan sputum serta uji fungsi fisiologi paru guna menunjang diagnosis asma bronkial. Eosinofilia di dalam darah dan sputum akan mengalami peningkatan. Di dalam darah, eosinofilia akan lebih dari dari 250-400 sel/mm3. Sedangkan pada sputum juga akan dijumpai adanya eosinofilia, akan tetapi hal ini tidaklah khas pada penderita asma karena beberapa penyakit selain asma mungkin menyebabkan eosinofilia di dalam sputum. Protein serum dan kadar imunoglobulin biasanya normal pada penderita asma bronkial, kecuali kadar IgE mungkin bertambah.4 Uji fisiologi paru bermanfaat dalam mengevaluasi anak yang diduga menderita asma bronkial. Pada penderita asma, uji ini bermanfaat untuk menilai tingkat penyumbatan jalan napas dan gangguan pertukaran gas.4Pada pasien ini, hasil pemeriksaan laboratorium darah rutin didapatkan hasil tidak adanya kelainan.Penentuan gas dan pH darah arterial merupakan hal yang penting dalam mengevaluasi penderita asma selama masa eksaserbasi yang memerlukan perawatan di rumah sakit. Penentuan saturasi oksigen dengan oksimetri secara teratur akan membantu dalam menentukan keparahan eksaserbasi akut. PCO2 biasanya rendah selama stadium awal asma akut. Ketika penyumbatan memburuk, maka PCO2 akan meningkat.4Pada foto toraks akan tampak corakan paru yang meningkat. Hiperinflasi terdapat pada serangan akut dan kronik. Atelektasis kadang-kadang dapat ditemukan. Beberapa dianosis banding terhadap penyakit asma bronkial ini diantaranya yaitu4 : Rhinitis alergika Sinusitis Bronkhiolitis Benda asing pada saluran napasPada bronkhiolitis, ditemukan adanya demam, batuk serta wheezing atau mengi sedangkan pada auskulasi akan ditemukan suara ronkhi.4 Hal ini mirip dengan asma bronkial, tetapi pada asma wheezing akan timbul secara periodik atau episode. Selain itu, asma dicetuskan oleh adanya alergen baik dari lingkungan maupun yang nonspesifik sedangkan pada bronkholitis tidak demikian. Tatalaksana awal terhadap pasien adalah pemberian -agonis dengan penambahan garam fisiologis secara nebulisasi. Nebulisasi serupa dapat diulang dua kali dengan selang waktu 20 menit. Pada pemberian ketiga, nebulisasi ditambahkan obat antikolinergik. Tatalaksana awal ini sekaligus dapat berfungsi sebagai penapis yaitu untuk penentuan derajat serangan, karena penilaian derajat secara klinis dapat dilakukan dengan cepat dan jelas.1,4 Jika menurut penilaian awal pasien datang jelas dalam serangan yang berat, langsung berikan nebulisasi -agonis dikombinasikan dengan antikolinergik. Pasien dengan serangan berat yang disertai dehidrasi dan asidosis metabolic, mungkin akan mengalami takifilasis atau refrakter yaitu respons yang kurang baik terhadap nebulisasi -agonis. Pasien seperti ini cukup sekali dinebulisasi kemudian secepatnya dirawat untuk mendapat obat intravena selain dibatasi masalah dehidrasi dan asidosisnya.1,4Berdasarkan patofisiologinya, maka secara garis besar terapi farmakokinetika pada penatalaksanaan asma bronkial meliputi :1. Mencegah ikatan alergen dengan Ig E5a. Menghindari alergen, tampaknya sederhana, tetapi seringkali sukar dilakukanb. Hiposensitisasi, dengan menyuntikkan dosis kecil alergen yang dosisnya makin ditingkatkan diharapkan tubuh membentuk IgG (blocking antibody) yang akan mencegah ikatan alergen dengan IgE pada sel mast. c. Antibodi monoklonal, merupakan agen yang berasal dari DNA rekombinan yang menghambat pengikatan IgE pada reseptor IgE afinitas tinggi yang terdapat pada sel mast dan basofil, sehingga mengakibatkan penurunan pelepasan mediator-mediator alergi. Contoh sediaan ini adalah Xolair dengan merk dagang Omalizumab.6

2. Mencegah pelepasan mediator dan meredam inflamasi saluran napasKortikosteroid merupakan mediasi jangka panjang yang paling efektif untuk mengontrol asma. Berbagai penelitian menunjukkan penggunaan steroid menghasilkan faal paru, menurunkan hiperesponsif jalan napas, mengurangi gejala, mengurangi frekuensi dan berat serangan. Kortikosteroid memiliki peran penting dalam penatalaksanaan asma dikarenakan kemampuannya dalam menurunkan proses inflamasi. Ia terbukti memperbaiki fungsi paru dan menurunkan simptom, dan menurunkan frekuensi serangan. 73. Melebarkan saluran napas dengan bronkodilator7a. Simpatomimetik- Agonis -2 kerja singkat (short acting -2 agonist)Termasuk golongan ini adalah salbutamol, terbutalin, fenoterol dan prokaterol yang telah beredar di Indonesia. Mempunyai onset yang cepat. Mekanisme kerja agonis -2 yaitu relaksasi otot polos saluran napas, meningkatkan bersihan mukosilier, menurunkan permeabilitas pembuluh darah dan modulasi pelepasan mediator dari sel mast.7- Agonis -2 kerja lama (long acting -2 agonist)Termasuk di dalam agonis -2 kerja lama inhalasi adalah salmeterol dan formoterol yang mempunyai kerja lama (> 12 jam). Seperti lazimya agonis -2 mempunyai efek relaksasi otot polos, meningkatkan pembersihan mukosilier, menurunkan permeabilitas pembuluh darah dan memodulasi pelepasan mediator dari sel mast dan basofil. Kenyataannya pada pemberian jangka lama, mempunyai efek antiiflamasi walau kecil. Inhalasi agonis -2 kerja lama yang diberikan jangka lama mempunyai efek protektif terhadap rangsang bronkokonstriktor. Pemberian inhalasi agonis -2 kerja lama, menghasilkan efek bronkodilatasi lebih baik dibandingkan preparat oral. 7b. MetilsantinTermasuk dalam bronkodilator walau efek bronkodilatasinya lebih lemah dibandingkan agonis -2 kerja singkat. Aminofilin kerja singkat dapat dipertimbangkan untuk mengatasi untuk mengatasi gejala walaupun disadari onsetnya lebih lama daripada agonis -2 kerja singkat. Teofilin kerja singkat tidak menambah efek bronkodilatasi agonis -2 kerja singkat dosis adekuat, tetapi mempunyai manfaat untuk respiratory drive, memperkuat fungsi otot pernapasan dan mempertahankan respons terhadap agonis -2 kerja singkat diantara pemberian satu dengan berikutnya.7Teofilin berpotensi menimbulkan efek samping sebagaimana metilsantin, tetapi dapat dicegah dengan dosis yang sesuai dan dilakukan pemantauan. Teofilin kerja singkat sebaiknya tidak diberikan pada penderita yang sedang dalam terapi teofilin lepas lambat kecuali diketahui dan dipantau ketat kadar teofilin dalam serum.7c. AntikolinergikPemberiannya secara inhalasi. Mekanisme kerjanya memblok efek pelepasan asetilkolin dari saraf kolinergik pada jalan napas. Menimbulkan bronkodilatasi dengan menurunkan tonus kolinergik vagal intrinsik, selain itu juga menghambat refleks bronkokontriksi yang disebabkan iritan. Efek bronkodiltasi tidak seefektif agonis -2 kerja singkat, onsetnya lama dan dibutuhkan 30-60 menit untuk mencapai efek maksimum. Tidak mempengaruhi reaksi alergi tipe cepat ataupun tipe lambat dan juga tidak berpengaruh terhadap inflamasi. Termasuk dalam golongan ini adalah ipratropium bromide dan tiotropium bromide. Analisis meta penelitian menunjukkan ipratropium bromide mempunyai efek meningkatkan bronkodilatasi agonis -2 kerja singkat pada serangan asma, memperbaiki faal paru dan menurunkan risiko perawatan rumah sakit secara bermakna. Oleh karena itu disarankan menggunakan kombinasi inhalasi antikolinergik dan agonis -2 kerja singkat sebagai bronkodilator pada terapi awal serangan asma berat atau pada serangan asma yang kurang respons dengan agonis -2 saja, sehingga dicapai efek bronkodilatasi maksimal. Tidak bermanfaat diberikan jangka panjang, dianjurkan sebagai alternatif pelega pada penderita yang menunjukkan efek samping dengan agonis -2 kerja singkat seperti inhalasi seperti takikardia, aritmia, dan tremor. Efek samping berupa rasa kering di mulut dan rasa pahit. 74. MukolitikPerlu juga dikemukakan bahwa pada bayi dan anak serangan asma mungkin lebih banyak disebabkan oleh udem mukosa dan sekresi mukus dibanding dengan bronkospasme. (17)5. AntibiotikTidak rutin diberikan kecuali pada keadaan disertai infeksi bakteri (pneumonia, bronkitis akut, sinusitis) yang ditandai dengan gejala sputum purulen dan demam. Infeksi bakteri yang sering menyertai serangan asma adalah bakteri gram positif, dan bakteri atipik kecuali pada keadaan dicurigai ada infeksi bakteri gram negatif (penyakit gangguan pernapasan kronik) dan bahkan anaerob seperti sinusitis, bronkiektasis atau penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). (17)Pada pasien ini diberikan antibiotik, kortikosteroid, agonis -2 kerja singkat, dan mukolitik.

B. TuberkulosisTuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.8 Tuberkulosis Paru (TB) adalah suatu penyakit infeksi kronik yang sudah sangat lama dikenal pada manusia, misalnya dia dihubungkan dengan tempat tinggal di daerah urban, lingkungan yang padat.9Global Tuberculosis Report 2014, melaporkan bahwa Indonesia masuk dalam 10 besar negara dengan insidensi tertinggi. Indonesia merupakan negara kelima dengan Insidensi TB di dunia setelah India, China, Nigeria, Pakistan. Angka ini menunjunkkan bahwa angka insidensi TB di Indonesia masih tinggi. Meskipun memiliki beban penyakit TB yang tinggi, Indonesia merupakan negara pertama diantara High Burden Country (HBC) di wilayah WHO South-East Asian yang mampu mencapai target global TB untuk deteksi kasus dan keberhasilan pengobatan pada tahun 2006 .

Klasifikasi Tuberkulosis a. Tuberkulosis ParuTuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk pleura: 101. Berdasar hasil pemeriksaan dahak (BTA)TB paru dibagi atas:a. Tuberkulosis paru BTA (+) adalah: Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA positif Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan kelainan radiologi menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan biakan positifb. Tuberkulosis paru BTA (-) Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran klinis dan kelainan radiologi menunjukkan tuberkulosis aktif Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan M. tuberculosis

2. Berdasarkan tipe pasienTipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada beberapa tipe pasien yaitu :a. Kasus baru : Adalah pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan.b. Kasus kambuh (relaps) : Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan positif. Bila BTA negatif atau biakan negatif tetapi gambaran radiologi dicurigai lesi aktif / perburukan dan terdapat gejala klinis maka harus dipikirkan beberapa kemungkinan : Lesi nontuberkulosis (pneumonia, bronkiektasis, jamur, keganasan dll TB paru kambuh yang ditentukan oleh dokter spesialis yang berkompeten menangani kasus tuberkulosisc. Kasus defaulted atau drop out Adalah pasien yang telah menjalani pengobatan > 1 bulan dan tidak mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai.d. Kasus gagal Adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan) atau akhir pengobatane. Kasus kronik Adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif setelah selesai pengobatan ulang dengan pengobatan kategori 2 dengan pengawasan yang baikf. Kasus Bekas TB Hasil pemeriksaan BTA negatif (biakan juga negatif bila ada) dan gambaran radiologi paru menunjukkan lesi TB yang tidak aktif, atau foto serial menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat pengobatan OAT adekuat akan lebih mendukung Pada kasus dengan gambaran radiologi meragukan dan telah mendapat pengobatan OAT 2 bulan serta pada foto toraks ulang tidak ada perubahan gambaran radiologi

b. Tuberkulosis Ekstra ParuTuberkulosis ekstraparu adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya kelenjar getah bening, selaput otak, tulang, ginjal, saluran kencing dan lain-lain. Diagnosis sebaiknya didasarkan atas kultur positif atau patologi anatomi dari tempat lesi. Untuk kasus-kasus yang tidak dapat dilakukan pengambilan spesimen maka diperlukan bukti klinis yang kuat dan konsisten dengan TB ekstraparu aktif.

Gambar 1. Skema klasifikasi tuberkulosis

Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisis/jasmani, pemeriksaan bakteriologi, radiologi dan pemeriksaan penunjang lainnya Gejala klinis tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal dan gejala sistemik, bila organ yang terkena adalah paru maka gejala lokal ialah gejala respiratori (gejala lokal sesuai organ yang terlibat)1. Gejala respiratorik : batuk > 2 minggu batuk darah sesak napas nyeri dadaGejala respiratori ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang pasien terdiagnosis pada saat medical check up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka pasien mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak ke luar.2. Gejala sistemik Demam gejala sistemik lain adalah malaise, keringat malam, anoreksia dan berat badan menurun3. Gejala tuberkulosis ekstraparuGejala tuberkulosis ekstraparu tergantung dari organ yang terlibat, misalnya pada limfadenitis tuberkulosis akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari kelenjar getah bening, pada meningitis tuberkulosis akan terlihat gejala meningitis, sementara pada pleuritis tuberkulosis terdapat gejala sesak napas dan kadang nyeri dada pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan.Pada pemeriksaan jasmani kelainan yang akan dijumpai tergantung dari organ yang terlibat. Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur paru. Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya tidak (atau sulit sekali) menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior terutama daerah apeks dan segmen posterior , serta daerah apeks lobus inferior. Pada pemeriksaan jasmani dapat ditemukan antara lain suara napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma dan mediastinum. Pada pleuritis tuberkulosis, kelainan pemeriksaan fisis tergantung dari banyaknya cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak, pada auskultasi suara napas yang melemah sampai tidak terdengar pada sisi yang terdapat cairan. Pada limfadenitis tuberkulosis, terlihat pembesaran kelenjar getah bening, tersering di daerah leher (pikirkan kemungkinan metastasis tumor), kadang-kadang di daerah ketiak. Pembesaran kelenjar tersebut dapat menjadi cold abscessa. Pemeriksaan Bakteriologik Bahan pemeriksasanPemeriksaan bakteriologi untuk menemukan kuman tuberkulosis mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan untuk pemeriksaan bakteriologi ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL), urin, faeces dan jaringan biopsi. Cara pengumpulan dan pengiriman bahanCara pengambilan dahak 3 kali (SPS): Sewaktu / spot (dahak sewaktu saat kunjungan) Pagi ( keesokan harinya ) Sewaktu / spot ( pada saat mengantarkan dahak pagi) atau setiap pagi 3 hari berturut-turutBahan pemeriksaan/spesimen yang berbentuk cairan dikumpulkan/ditampung dalam pot yang bermulut lebar, berpenampang 6 cm atau lebih dengan tutup berulir, tidak mudah pecah dan tidak bocor. Cara pemeriksaan dahak dengan pemeriksaan mikroskopik: Mikroskopik biasa :pewarnaan Ziehl-Nielsen Mikroskopik fluoresens : pewarnaan auramin-rhodamin (khususnya untuk screening)Interpretasi hasil pemeriksaan dahak dari 3 kali pemeriksaan ialah bila : 3 kali positif atau 2 kali positif, 1 kali negatif BTA positif 1 kali positif, 2 kali negatif ulang BTA 3 kali, kemudian bila 1 kali positif, 2 kali negatif BTA positif bila 3 kali negatif BTA negatifInterpretasi pemeriksaan mikroskopis dibaca dengan skala IUATLD (rekomendasi WHO). Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang, disebut negativeSkala IUATLD (International Union Against Tuberculosis and Lung Disease) : Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman yang ditemukan Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut + (1+) Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++ (2+) Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++ (3+)Melakukan biakan dimaksudkan untuk mendapatkan diagnosis pasti, dan dapat mendeteksi Mycobacterium tuberculosis dan juga Mycobacterium other than tuberculosis (MOTT). Untuk mendeteksi MOTT dapat digunakan beberapa cara, baik dengan melihat cepatnya pertumbuhan, menggunakan uji nikotinamid, uji niasin maupun pencampuran dengan cyanogen bromide serta melihat pigmen yang timbulb. Pemeriksaan RadiologikPemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi: foto lateral, top-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat memberi gambaran bermacam-macam bentuk (multiform). Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB aktif : Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan segmen superior lobus bawah Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau nodular Bayangan bercak milier Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)

Gambar 2. Skema alur diagnosis TB paru pada orang dewasaPengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri dari paduan obat utama dan tambahana. Obat Anti TuberkulosisObat yang dipakai,: 1. Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah: INH, Rifampisin, Pirazinamid, Streptomisin , Etambutol2. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2): Kanamisin, Amikasin, KuinolonObat lain masih dalam penelitian yaitu makrolid dan amoksilin + asam klavulanat Beberapa obat berikut ini belum tersedia di Indonesia antara lain : Kapreomisin , Sikloserino, PAS (dulu tersedia), Derivat rifampisin dan INH, Thioamides (ethionamide dan prothionamide)Kemasan Obat tunggal, Obat disajikan secara terpisah, masing-masing INH, rifampisin, pirazinamid dan etambutol. Obat kombinasi dosis tetap (Fixed Dose Combination FDC) Kombinasi dosis tetap ini terdiri dari 3 atau 4 obat dalam satu tabletTabel 1. Jenis dan dosis OATObatDosis(Mg/KgBB/Hari)Dosis yg dianjurkanDosisMaks (mg)Dosis (mg) / berat badan (kg)

Harian (mg/ kgBB / hari)Intermitten (mg/Kg/BB/kali)< 4040-60>60

R8-121010600300450600

H4-6510300150300450

Z20-30253575010001500

E15-20153075010001500

S15-1815151000Sesuai BB7501000

Tabel 2. Dosis obat antituberkulosis kombinasi dosis tetapFase intensifFase lanjutan

2 bulan4 bulan

BBHarianHarian3x/mingguHarian3x/minggu

RHZE150/75/400/275RHZ150/75/400RHZ150/150/500RH150/75RH150/150

30-3738-5455-70>7123452345234523452345

Penentuan dosis terapi kombinasi dosis tetap 4 obat berdasarkan rentang dosis yang telah ditentukan oleh WHO merupakan dosis yang efektif atau masih termasuk dalam batas dosis terapi dan non toksik. Pada kasus yang mendapat obat kombinasi dosis tetap tersebut, bila mengalami efek samping serius harus dirujuk ke rumah sakit / dokter spesialis paru / fasilitas yang mampu menanganinya.Tabel 3. Ringkasan paduan obat

Kategori KasusPaduan obat yang diajurkanKeterangan

I- TB paru BTA +, BTA - , lesi luas 2 RHZE / 4 RH atau2 RHZE / 6 HE*2RHZE / 4R3H3

II- Kambuh- Gagal pengobatan-RHZES / 1RHZE / sesuai hasil uji resistensi atau 2RHZES / 1RHZE / 5 RHE-3-6 kanamisin, ofloksasin, etionamid, sikloserin / 15-18 ofloksasin, etionamid, sikloserin atau 2RHZES / 1RHZE / 5RHEBila streptomisin alergi, dapat diganti kanamisin

II- TB paru putus berobatSesuai lama pengobatan sebelumnya, lama berhenti minum obat dan keadaan klinis, bakteriologi dan radiologi saat ini atau *2RHZES / 1RHZE / 5R3H3E3

III-TB paru BTA neg. lesi minimal2 RHZE / 4 RH atau 6 RHE atau*2RHZE /4 R3H3

IV- KronikRHZES / sesuai hasil uji resistensi (minimal OAT yang sensitif) + obat lini 2 (pengobatan minimal 18 bulan)

IV- MDR TBSesuai uji resistensi + OAT lini 2 atau H seumur hidup

Catatan : * Obat yang disediakan oleh Program Nasional TB10

Pada pasien ini dicurigai juga menderita TB paru putus obat di karenakan adanya riwayat pengobatan TB paru tetapi tidak selesai. Pengobatan berlangsung sampai bulan ke dua saja dan tidak dilanjutkan lagi. Pasien ini masih dicurigai TB putus obat karena belum di lakukannya pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan sputum BTA dan foto rontgen ulang dengan perbandingan.