abstrak_503856_tpjua

2
Media Jurnal Pro Justisia Volume : 11 - No. 4 Terbit : 10-2009 Penulis : Nabil Bahasuan Ahmad Yudianto Sex Determinant Pada Rambut Manusia Melalui Analisis DNA dengan Metode Polymerase Chain Reaction (PCR) Abstrak : Abstrak Identifikasi korban maupun tersangka pada kasus-kasus kriminalitas seperti pembunuhan, perkosaan dengan pembunuhan yang semakin hari semakin meningkat pula kuantitas maupun kualitasnya, semakin mengukuhkan eksistensi kedokteran forensik. Barang Faktor lingkungan tersebur mempengaruhi DNA mengalami degradasi atau degraded DNA. Degradasi ini bisa cepat atau lambat, hal tersebut tergantung factor yang mempengaruhi dan waktu terjadinya paparan. Kerusakan DNA daibagi menjadi 2 tipe : kerusakan dari dalam, misal disebabkan oleh reactive oxygen species (ROS) dan kerusakan dari factor luar, seperti suhu, kelembaban dllbukti yang ada di TKP mempunyai peran penting dalam identifikasi, salah satu diantaranya yakni rambut. Rambut dapat digunakan dalam penentuan ras, jenis kelamin, golongan darah. Namun Sampai saat ini pemeriksaan melalui rambut sebagai bahan alternative identifikasi forensik belum banyak diketahui. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemeriksaan melalui rambut sebagai bahan alternative identifikasi forensik dengan DNA Profiling Hasil penelitian ini, kadar DNA sampel penelitian yakni 20 dan ul/ml. Kadar DNA yang masih dapat digunakan dalam proses DNA profiling, menurut Notosoehardjo (1999) mensyaratkan jumlah atau kadar DNA sekitar 20 ug/ml untuk typing. Pada visualisasi elektroforesis dengan menggunakan polyacrylamide agarose composit gel yang berupa pita ditentukan apakah yang muncul 212 bp untuk amelogenin X dan 380 bp untuk amelogenin Y, dengan menarik garis pita dari sampel kearah marker 100 bp. Pada sampel nomer 1 terdapat 2 band yakni pada 212 bp dan 380 bp maka sampel nomer 1 merupakan jenis kelamin laki-laki (XY) sedangkan pada sampel nomer 2 hanya satu band yakni pada 212 bp sehingga merupakan jenis kelamin wanita (XX). Faktor exogenous dan endogenous dapat berpengaruh terhadap kadar DNA. Seperti diketahui factor lingkunagn seperti halnya kelembaban serta temperature lingkungan sangatlah berpengaruh terhadap kondisi DNA yang digunakan sebagai bahan identifikasi DNA di bidang forensik, sebagaimana pada pemeriksaan DNA dibidang lainnya. Rambut yang diambil dari jenasah, maka degradasi dimulai saat atau beberapa saat meninggal mengikuti proses autolysis Kata kunci : Sex determinan, Amelogenin, PCR Keyword : sex determinan, Amelogenin, PCR Daftar Pustaka : Atmaja.D. S Peranan sidik jari DNA pada bidang kedokteran forensic; Materi Workshop DNA fingerprinting Universitas Gadjah Mada 2005 Yogyakarta Solichin S, Yudianto A Penentuan Jenis Kelamin Pada tulang manusia melalui analisa DNA & bentukan Page 1

Upload: yanuar-fajar

Post on 18-Dec-2015

219 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

-

TRANSCRIPT

  • Media Jurnal Pro JustisiaVolume : 11 - No. 4 Terbit : 10-2009

    Penulis : Nabil Bahasuan Ahmad Yudianto

    Sex Determinant Pada Rambut Manusia Melalui Analisis DNA denganMetode Polymerase Chain Reaction (PCR)

    Abstrak :

    AbstrakIdentifikasi korban maupun tersangka pada kasus-kasus kriminalitas seperti pembunuhan, perkosaandengan pembunuhan yang semakin hari semakin meningkat pula kuantitas maupun kualitasnya, semakinmengukuhkan eksistensi kedokteran forensik. Barang Faktor lingkungan tersebur mempengaruhi DNAmengalami degradasi atau degraded DNA. Degradasi ini bisa cepat atau lambat, hal tersebut tergantungfactor yang mempengaruhi dan waktu terjadinya paparan. Kerusakan DNA daibagi menjadi 2 tipe :kerusakan dari dalam, misal disebabkan oleh reactive oxygen species (ROS) dan kerusakan dari factorluar, seperti suhu, kelembaban dllbukti yang ada di TKP mempunyai peran penting dalam identifikasi,salah satu diantaranya yakni rambut. Rambut dapat digunakan dalam penentuan ras, jenis kelamin, golongan darah. NamunSampai saat ini pemeriksaan melalui rambut sebagai bahan alternative identifikasi forensik belum banyakdiketahui.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemeriksaan melalui rambut sebagai bahan alternativeidentifikasi forensik dengan DNA ProfilingHasil penelitian ini, kadar DNA sampel penelitian yakni 20 dan ul/ml. Kadar DNA yang masih dapat digunakan dalam proses DNA profiling, menurutNotosoehardjo (1999) mensyaratkan jumlah atau kadar DNA sekitar 20 ug/ml untuk typing. Padavisualisasi elektroforesis dengan menggunakan polyacrylamide agarose composit gel yang berupa pitaditentukan apakah yang muncul 212 bp untuk amelogenin X dan 380 bp untuk amelogenin Y, dengan menarik garis pita dari sampelkearah marker 100 bp. Pada sampel nomer 1 terdapat 2 band yakni pada 212 bp dan 380 bp maka sampelnomer 1 merupakan jenis kelamin laki-laki (XY) sedangkan pada sampel nomer 2 hanya satu band yaknipada 212 bp sehingga merupakan jenis kelamin wanita (XX).Faktor exogenous dan endogenous dapat berpengaruh terhadap kadar DNA. Seperti diketahui factorlingkunagn seperti halnya kelembaban serta temperature lingkungan sangatlah berpengaruh terhadapkondisi DNA yang digunakan sebagai bahan identifikasi DNA di bidang forensik, sebagaimana padapemeriksaan DNA dibidang lainnya. Rambut yang diambil dari jenasah, maka degradasi dimulai saat ataubeberapa saat meninggal mengikuti proses autolysis

    Kata kunci : Sex determinan, Amelogenin, PCR

    Keyword :

    sex determinan, Amelogenin, PCR

    Daftar Pustaka :

    Atmaja.D. S Peranan sidik jari DNA pada bidang kedokteran forensic; Materi Workshop DNAfingerprinting Universitas Gadjah Mada 2005 YogyakartaSolichin S, Yudianto A Penentuan Jenis Kelamin Pada tulang manusia melalui analisa DNA & bentukan

    Page 1

  • Media Jurnal Pro JustisiaVolume : 11 - No. 4 Terbit : 10-2009

    Penulis : Nabil Bahasuan Ahmad Yudianto

    arc compose pelvis Laporan Penelitian LPPM Unair 2005 SurabayaSatyo , Alfred C. Rambut sebagai alat identifikasi USU digital library 2004 MedanJohn M. Butler et al The Development of Reduced Size STR Amplicons as Tools for Analysis of DegradedDNA, National Institute of Standards and Technology National Institute of Standards and Technology 2004London

    Page 2