abdusgdfihsfohslfah

26
CASE REPORT SESSION G1P0A0 PARTURIEN ATERM DENGAN IMPENDING RUPTUR UTERI, PREEKLAMSI BERAT DAN DISPROPORSI KEPALA PANGGUL DISUSUN OLEH : SELVIRA SHITTA MARGA PUTRI 1102008236 PRESEPTOR : dr. Hi. Dadan Susandi, Sp.OG

Upload: ayu119dw

Post on 28-Sep-2015

6 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

SHJAHDFGiagdIJSGCIAGS

TRANSCRIPT

CASE REPORT SESSIONG1P0A0 PARTURIEN ATERM DENGAN IMPENDING RUPTUR UTERI, PREEKLAMSI BERAT DAN DISPROPORSI KEPALA PANGGUL

DISUSUN OLEH :

SELVIRA SHITTA MARGA PUTRI

1102008236

PRESEPTOR :

dr. Hi. Dadan Susandi, Sp.OG

SMF ILMU KEDOKTERAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI JAKARTA

RSUD dr. SLAMET GARUTIDENTITAS PASIEN

Nama: Ny. ANUmur : 21 tahun

Alamat : Cikajang , GarutPendidikan: SD

Pekerjaan: IRTAgama : Islam Medrek : 0504 xxxx

MRS : 10 Desember 2013KRS: 14 ANAMNESIS

Dikirim oleh: Bidan Puskesmas Dengan Keterangan: G1P0A0 gravida aterm + PEB + partus lama

Keluhan utama :Nyeri perutAnamnesa Khusus:

G1P0A0 merasa hamil 9 bulan mengeluh nyeri perut terus menerus sejak + 4 jam SMRS. Mules-mules yang semakin sering dan bertambah kuat dirasakan sejak + 2 jam SMRS. Keluhan mules tidak disertai keluar lendir bercampur sedikit darah dari jalan lahir. Gerak anak masih dirasakan ibu. Riwayat nyeri kepala, nyeri ulu hati, pandangan kabur tidak ada. Riwayat tekanan darah tinggi sebelumnya tidak ada. RIWAYAT OBSTETRI

1. Hamil ini.

Keterangan Tambahan :

Menikah: 20 tahun, SD, IRT

25 tahun, SD, Buruh

Kontrasepsi: -

Haid terakhir: 28 Februari 2013TP

: 5 Desember 2013PNC

: Bidan 9xIbu memeriksakan kehamilannya pertama kali pada usia kehamilan 3 bulan. Selanjutnya 1 bulan sekali dan 2 minggu sekali saat usia kehamilan 8 bulan hingga 1 minggu sebelum masuk rumah sakit .STATUS PRAESENS

KU: CM, baik

Tensi: 160/100 mmHg

Nadi: 96 x/mnt

Pernafasan: 24 x/mnt

Suhu: Afebris

Jantung: BJ murni reguler

Paru: Sonor, VBS ki = ka

Refleks: Fisiologis +/+

BB: 55 kg

TB: 155 cm

Edema: -/-

Varices : -/-

Hati dan limpa : tidak dapat dinilaiLABORATORIUM

Hb: 11,2 gr %

Leko: 11.900/mm3Urin: protein (++)

Kateterisasi ( kemerahanPEMERIKSAAN LUAR

Abdomen:Cembung, lembut, NT (-)

DM (-), PS/PP -/-, BU (+)Lingkaran bundl (+)

Osborn sign (+)

Fundus Uteri:36 cm

Lingkaran Perut:90 cm

Letak Anak:Kep U puka 5/5

Bunyi Jantung Anak:140-100-140

His:3-41x/45 K

TBBA:3000 gram

PEMERIKSAAN DALAM

v/v: tak

(: lengkap

Ketuban: (+), mekoneal, bau (+)

Kepala: st -1, teraba kaput sebesar bola tenis

PEMERIKSAAN PANGGUL

Promontorium

: tidak dapat dinilaiLinea innominata

: teraba 1/3 - 1/3

Sacrum

: konkaf

Spina ischiadica

: tidak menonjol

Arcus pubis

: > 90 oDinding samping

: lurus

Kesan panggul

: yang dapat dinilai baikDIAGNOSA

G1P0A0 parturien aterm kala II + impending ruptur + gawat janin + disproporsi kepala panggul + pre eklamsi berat RENCANA PENGELOLAAN

Infus cross match, sedia darah Resusitasi intra uterin

Rencana seksio sesarea ai CPD Informed consent

Konseul anestesi, hubungi OK emergensi Observasi KU, TNRS Observasi

JamHisBJA (x/mnt)T (mmHg)R (x/mnt)Ket

10.15-11.155-61x/40K140-100-140160/10024 Persiapan operasi

- Informed consent

Jam 12.15Ibu dibawa ke OK

Dilakukan PL : BJA: 140-100-140 x/mnt

His: 5-61x/40K

Jam 13.20Operasi dimulai

Jam 13.33Lahir bayi perempuan dengan meluksir kepala

BB= 2400 gram, PB = 49 cm

APGAR 1= 3 5= 7

Didapatkan lilitan tali pusat 2x eratDisuntikkan oksitosin 10 IU intra mural , tampak kaput sebesar bola tenis di daerah puncak kepala

Jam 13.38Lahir plasenta dengan tarikan ringan pada tali pusat

Berat : 500 gram, ukuran : 10x15x2 cm

Jam 14.05operasi selesai

Perdarahan selama operasi + 400 cc

Diuresis selama operasi+ 200 ccD/ prabedah:G1P0A0 parturien aterm kala II + impending ruptur + gawat janin + disproporsi kepala panggul + preeklmasi beratD/ pasca bedah:P1A0 partus maturus dengan seksio sesarea ai impending ruptur + gawat janin + disproporsi kepala panggul + preeklmasi berat Jenis operasi:SCTP

LAPORAN OPERASI

Ibu dalam posisi terlentang, dilakukan tindakan antiseptik pada daerah abdomen dan sekitarnya

Dilakukan insisi linea mediana inferior sepanjang + 10 cm

Setelah rongga peritoneum dibuka tampak dinding depan uterus

Tampak SBR sangat teregang naik setinggi pertengahan dari uterus, kandung kemih disisihkan ke bawah dan ditahan retraktor abdomen

Plika vesikouterina diidentifikasi, disayat konkaf kearah pangkal ligamentum rotundum kiri dan kanan

SBR disayat melintang, bagian tengah SBR ditembus dengan jari penolong dan diperluas ke kiri dan ke kanan secara tumpul.

Jam 13.33Lahir bayi perempuan dengan meluksir kepala

BB= 2400 gram, PB = 49 cm

APGAR 1= 3 5= 7

Didapatkan lilitan tali pusat 2x eratDisuntikkan oksitosin 10 IU intra mural , tampak kaput sebesar bola tenis di daerah puncak kepala

Jam 13.38Lahir plasenta dengan tarikan ringan pada tali pusat

Berat : 500 gram, ukuran : 10x15x2 cm SBR dijahit lapis demi lapis, lapisan pertama dijahit secara jelujur interlocking, lapisan kedua dijahit secara overhacting

Perdarahan dirawat

Rongga abdomen dibersihkan dari darah dan bekuan darah

Luka operasi dijahit lapis demi lapis

Fascia dijahit dengan PGA No. 1.0 Kulit dijahit subkutikuler

Perdarahan selama operasi + 400 cc

Diuresis selama operasi + 200 cc

FOLLOW UP RUANGANTanggal/ JamCATATANINSTRUKSI

12/12/13POD IKU: CM, baik

T : 150/100 mmHgR: 20 x/mnt

N: 90 x/mntS: 36,30C

ASI -/-Abdomen : Datar, lembut

DM (-), PS/PP -/-

TFU 2 jbpst, kontraksi baik

BU (+)

Luka Operasi tertutup verban

Lochia Rubra

BAB/BAK : -/+ Infus D5 : RL = 1 : 2= 20 gtt/mnt

Ceftriaxone 2x1 gr iv

Metronidazole 2x500 mg iv

Observasi KU, T, N, R ,S Cek Hb post op, bila < 8 gr% ( tranfusi

Aff DC

MobilisasiHb post op : 10,1 gr%

13/12/13POD IIKU: CM, baik

T : 140/90 mmHgR: 20 x/mnt

N: 98 x/mntS: 36,60C

ASI -/-Abdomen : Datar, lembut

DM (-), PS/PP -/-, BU (+)

TFU 2 jbpst, kontraksi baik

Luka operasi kering terawatBAB/BAK -/+ Mobilisasi

Observasi KU, T,N,R,S

Aff Infus

Asam Mefenamat 3x500mg

Cefadroxil 2x500mg SF 1x1

Dopamet 3x1

Nifedipine 3x1 Diet bubur

14/3/13PODIIIKU: CM, baik

T : 130/90 mmHgR: 24 x/mnt

N: 108 x/mntS: 36,70C

ASI -/-Abdomen : Datar, lembut

DM (-), PS/PP -/-, BU (+)

TFU 2 jbpst, kontraksi baik

Luka operasi kering terawatBAB/BAK -/+ Tab.Asam Mefenamat 3x500 mg Tab. Cefadroxil 2x500 mg

SF 1x1

KU baik , boleh pulang

LABORATORIUM 1. HEMATOLOGI

Darah Rutin

Hemoglobin 11,2 g/ dL

Hematokrit33 %

Leukosit12.200 /mm3

Trombosit155.000 /mm3

Eritrosit3,72 juta/mm3

2. Urine Rutin

Kimia Urine

BJ Urine1.105

pH Urine6.0

Protein UrineNegatif

Permasalahan :1. Bagaimana diagnosis pada kasus ini apakah sudah tepat ? 2. Bagaimana penanganan pada kasus ini apakah sudah tepat ?3. Bagaimana dengan kehamilan selanjutnya pada pasien ini ?

1. Bagaimana diagnosis pada kasus ini apakah sudah tepat ?

Preeklamsi merupakan kelainan multisistem kompleks yang terjadi selama kehamilan. Preeklamsi berhubungan dengan hipertensi dan proteinuri. 2Preeklamsi adalah suatu sindroma spesifik pada kehamilan yang biasanya terjadi sesudah umur kehamilan 20 minggu, pada wanita yang sebelumnya normotensi. Keadaan ini ditandai oleh peningkatan tekanan darah yang disertai oleh proteinuria. Peningkatan tekanan darah gestasional didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik > 140 mmHg atau diastolik > 90 mmHg pada wanita yang normotensi sebelum kehamilan 20 minggu. Pada keadaan tanpa proteinuria, tetap dicurigai sebagai preeklamsi jika peningkatan tekanan darah disertai oleh gejala sakit kepala, gangguan penglihatan, nyeri abdomen, atau hasil laboratorium yang tidak normal terutama bila ada trombositopenia dan peningkatan tes fungsi hati. (1-I)Kriteria gejala preeklamsi berat dapat ditegakkan bila ditemukan salah satu atau lebih dari gejala-gejala di bawah ini :1, 31. Tekanan darah sistolik > 160 mmHg atau tekanan darah diastolik > 110 mmHg.

2. Tekanan darah ini tidak menurun meskipun ibu hamil sudah dirawat di rumah sakit atau sudah menjalani tirah baring.

3. Proteinuria > 5 gr/24 jam atau +3 / +4 pada pemeriksaan kualitatif.

4. Oliguria, produksi urin < 400 ml/24 jam yang disertai kenaikan kadar kreatinin plasma.

5. Trombosit < 100.000 / mm6. Peningkatan enzim-enzim hati atau ikterus

7. Gangguan visus (penglihatan), nyeri ulu hati, sakit kepala berat.TEORI PENYEBAB PREEKLAMPSI/EKLAMPSIPreeklamsi berdampak pada 5-10% kehamilan dan bertanggung jawab secara nyata pada angka kematian dan kesakitan maternal dan neonatal. Sampai sekarang terdapat teori 2 tingkat preeklamsi sebagai etiopatognesisdengan inisiasi pencetusnya adalah plasenta, dimulai dengan tidak adanya gejala pada maternal yang diikuti dengan sekumpulan karakteristik gejala berupa hipertensi, proteinuri dan disfungsi endotel. Tingkat pertama dinyatakan sebagai invasi sitotrofoblas pada arteri spiralis maternal yang menimbulkan insufisiensi plasenta. Kelainan pada plasenta mengakibatkan lepasnya faktor-faktor soluble angiogenic yang menginduksi disfungsi endotelial sistemik dan gambaran preeklampsi secara klinik selama tingkat kedua perkembangan penyakit ini.

Preeklamsi sendiri adalah unik pada kehamilan, tetapi dapat terjadi bahkan dengan tidak adanya janin dan akan menghilang dengan diakhirinya kehamilan dan pengeluaran plasenta, dan hal ini nampaknya berhubungan dengan patologi plasenta.

Preeklamsi mempunyai karakteristik berupa vasospasme, peningkatan resistensi vaskuler perifer dan menimbulkan pengurangan perfusi organ. Sindroma yang ditimbulkannya polimorfik yang dapat berdampak pada setiap sistim organ. Preeklamsi didiagnosa dengan timbulnya hipertensi, yang dalam keadaan normal 140/90 mmHg, proteinuri yang nyata dan menghilangnya tanda-tanda ini setelah persalinan. Eklamsi adalah timbulnya kejang pada penderita preeklampsi yang tidak disebabkan oleh penyebab lain. Bahkan tanpa berkembangnya menjadi eklampsi, sindroma memberikan risiko yang cukup bermakna bagi ibu dan bayi. Preeklamsi merupakan penyebab utama kematian maternal di negara berkembang dan berhubungan dengan lima kali peningkatan mortalitas perinatal. Bagaimanapun terdapat bukti yang nyata bahwa faktor feto-plasental dan maternal berkaitan dengan timbulnya disfungsi sel endotelial dan manifestasi kliniknya. Karakteristik preeklamsi adalah dengan ditemukannya hipertensi dan proteinuri setelah kehamilan 20 minggu (Robert, 2000; Robert dan Cooper, 2001; Walker, 2000). Preeklamsi juga sering berhubungan dengan edema dan hiperurisemia dan pada umumnya hal ini akan mengalami remisi dengan dilahirkannya plasenta. Plasenta pada preeklamsi sering abnormal, dengan bukti adanya hipoperfusi dan iskemik. Disfungsi endotel vaskuler dan mikroangiopati tampak pada maternal, tetapi tidak pada janin. Komplikasi yang berat dari preeklamsi termasuk gagal ginjal akut, edema serebral, perdarahan serebral, kejang (eklamsi), edema paru, trombositopenia, anemia hemolitik, koagulopati dan kerusakan hepar-termasuk HELLP, suatu kumpulan gejala berupa Hemolysis, Elevated liver enzymes, dan Low Platelet (Sibai dkk.,2005). Jika ada ancaman terjadinya preeklamsi yang memungkinkan terjadinya komplikasi berat pada ibu, persalinan segera janin dan plasenta sering dilakukan untuk memperbaiki kesehatan ibu. Akhir-akhir ini diyakini bahwa perubahan patologi yang paling awal pada preeklamsi terjadi pada sirkulasi uteroplasenter sebagai akibat insufisiensi atau iskemik plasenta, yang dipertimbangkan sebagai tingkat pertama dari kelainan ini (Robert, 2000). Pada tingkat kedua, kelainan jaringan plasenta (iskemik plasenta) mengeluarkan faktor-faktor angiogenik kedalam sirkulasi yang menyebabkan kerusakan sel endotel pada ibu dan menimbulkan kumpulan gejala preeklamsi (Robert, 2000; Robert dkk., 1989). Patologi preeklamsi saat ini digambarkan dengan ditemukannya bukti bahwa adanya ketidakseimbangan faktor-faktor angiogenik dalam sirkulasi (Bdolah dkk.,2004) dan interaksinya dengan struktur vaskuler ibu yang bertanggung jawab pada gambaran klinik preeklamsi. Pengertian tentang etiologi dan patogenesis preeklamsi merupakan unsur utama pengertian tentang gambaran klinisnya. Patofisiologi terjadinya suatu penyakit terus berkembang seiring dengan berbagai temuan penelitian.Ditemukan banyak teori yang mencoba menerangkan penyebab preeklamsi, akan tetapi tidak ada yang dapat memberikan jawaban yang memuaskan. Teori terjadinya preeklamsi berkaitan erat dengan : 1. Terpapar vili korialis untuk pertama kalinya.

2. Terpapar vili korialis yang terdapat dengan jumlah yang sangat berlimpah

3. Mempunyai riwayat penyakit vaskuler, atau

4. Mempunyai kecenderungan genetik untuk menderita hipertensi dalam kehamilan.Dekker dan Sibai ( 1998 ) mengajukan 4 hipotesis tentang etiologi preeklamsi, yaitu : 1. Iskemia plasentaPeningkatan deportasi trofoblas, sebagai konsekuensi iskemik plasenta, dapat berdampak pada disfungsi sel endothelial. Dalam publikasi terbaru dari peneliti-peneliti Oxford menggambarkan bahwa plasentasi yang kurang baik dipertimbangkan sebagai mekanisme patologis yang terpisah, bukan sebagai penyebab terjadinya preeklamsi tetapi lebih pada sebagai faktor predisposisi. 2. Very low density lipoprotein versus aktivitas mencegah toksisitasPada preeklamsi, sirkulasi asam lemak bebas (free fatty acids) meningkat 15-20 minggu sebelum timbulnya penyakit. Asam lemak bebas ini mempunyai berbagai efek samping pada fisiologi endotel. 3. Model penyakit hiperdinamik

Menurut teori ini, awal kehamilan, penderita preeklamsi mengalami peningkatan cardiac outputdengan vasodilatasi sebagai kompensasi. Dilatasi sistemik arteriole terminal dan arteriole afferent ginjal akan mempengaruhi capillary beds terhadap tekanan sistemik dan peningkatan aliran, yang akan menimbulkan kerusakan sel endotel sebagai karakteristik dari kerusakan yang tampak pada preeklamsi.4. Hipotesa maladaptasi sistim imun

Interaksi antara leukosit desidua dan invasi sel sitotrofoblas adalah penting bagi invasi trofoblas normal pekembangannya. Maladaptasi imun dapat menyebabkan invasi yang dangkal arteri spiralis oleh sitotrofoblas endovaskuler dan disfungsi sel endotel yang dimediasi oleh peningkatan pelepasan desidua dari sitokin Th1, enzim proteolitik dan spesies radikal bebas. 5. Hipotesa genetik

Perkembangan preeklamsi-eklamsi berdasar pada gen resesif tunggal atau dominan dengan penetrasi yang tidak lengkap. Penetrasi tergantung dari genotip janin.

6. Hipotesa konflik genetik

Genom ibu dan janin berjalan dalam aturan yang berbeda selama perkembangannya. Turunan paternal, dibanding ibu, lebih merupakan cetak biru bagi perkembangan trofoblas normal. Dengan demikian pada preeklamsi timbul adanya konflik genetik atau adanya ketidakmampuan ibu untuk menerima konflik genetik secara fisiologis. Keenam hipotesis ini tidak berdiri sendiri-sendiri, namun secara simultan dapat saling mempengaruhi dalam patogenesis preeklamsi yang pada akhirnya akan bermuara pada terjadinya disfungsi endotel. Tabel 2. Beberapa hipotesa tentang etiologi preeklamsi

Sumber: Farag8Terdapat pula beberapa faktor yang meningkatkan risiko terjadinya preeklamsi yaitu : 1. Risiko yang berhubungan dengan pasangan :

a. Primigravida

b. Primipaternitas

c. Umur yang ekstrim: terlalu muda atau terlalu tua untuk kehamilan

d. Pasangan laki-laki yang pernah menikahi wanita yang kemudian hamil dan mengalami preeklamsi.

e. Inseminasi donor dan donor oosit

2. Risiko yang berhubungan dengan riwayat penyakit terdahulu dan penyakit dalam keluarga

a. riwayat pernah preeklamsi

b. hipertensi kronik

c. penyakit ginjal

d. obesitas

e. diabetes gestasional

f. antiphospholipid antibodies dan hiperchromocysteinemiag. risiko yang berhubungan dengan kehamilan

h. molahidatidosa

i. kehamilan multipel

j. infeksi saluran kencing pada kehamilan

k. hidrops fetalis. Tabel 3. Faktor maternal sebagai predisposisi preeklamsi

Sumber: Farag8Tabel 4. Faktor-faktor risiko terjadinya preeklamsi

Sumber: FaragTabel 1. Diagnosis Preeklamsi

Sumber: ParkIstilah cephalopelvic disproportion digunakan sebelum abad 20, untuk menjelaskan adanya obstruksi persalinan yang disebabkan karena perbedaan antara dimensi dari kepala bayi dan panggul ibu yang menghalangi terjadinya persalinan pervaginam. Disproporsi yang sebenarnya jarang, disproporsi yang banyak terjadi adalah karena malposisi dari kepala bayi : asinklitismus, ekstensi dan diameter tulang kepala bayi atau tidak efektifnya kontraksi uterus. Distosia merupakan indikasi terbanyak persalinan dengan seksio sesarea. Gifford dan rekan melaporkan kemajuan yang kurang adalah alasan dari 68 % indikasi seksio sesarea yang tidak terencana pada janin dangan letak kepala. (1-III)Distosia sangat kompleks, meskipun secara definisi persalinan yang abnormal- erlihat sederhana, tetapi tidak ada konsensus apakah arti dari kemajuan yang abnormal.(1-III)

Manifestasi klinik yang ditemukan pada wanita dengan persalinan yang tidak normal terlihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 1 Penemuan klinis pada wanita dengan persalinan yang abnormal

_________________________________________________________________

Tidak adekuatnya dilatasi serviks atau penurunan kepala

Pritacted labor kemajuan yang lambat

Arrested labor tidak ada kemajuan

Disproporsi kepala panggul

Ukuran janin besar

Tidak adekuatnya kapasitas panggul

Kelainan presentasi atau posisi dari janin

Pecahnya ketuban tanpa persalinan__________________________________________________________________

Dikutip dari : Wiliams Obstetric Edisi 21

Sporin dkk. (1997) dalam penelitiannya tentang disproporsi sefalopelvik menyimpulkan batasan untuk keadaan ini adalah terhentinya kemajuan persalinan selama lebih dari 4 jam walaupun kontraksi uterus adekuat (1-II). Pada beberapa penelitian didapatkan bahwa terdapat hambatan kemajuan persalinan berupa protraction disorder dan arrest disorder. protraction disorder didefinisikan sebagai kelambatan dalam pembukaan serviks (kurang dari 1,2 cm per jam untuk nullipara, dan kurang dari 1,5 cm per jam untuk multipara). Sedangkan arrest disorderterbagi menjadi dua keadaan, yaitu arrest of dilatation (selama 2 jam tidak ada kemajuan dalam pembukaan serviks), dan arrest of descent (selama 1 jam tidak ada kemajuan dalam penurunan bagian terendah bayi). Pada protraction disorder ternyata didapatkan 30% disebabkan oleh disproporsi sefalopelvik, sedangkan pada arrest disorder ditemukan hal yang sama sebanyak 45%. Mengingat hal tersebut, Friedman (1983) menganjurkan dilakukan pemeriksaan untuk mengetahui adanya disproporsi sefalopelvik bila ditemukanprotraction maupun arrest disorderDari pembagian di atas dapat dilihat bahwa kejadian disproporsi sefalopelvik dipengaruhi oleh faktor maternal (ukuran, bentuk tulang panggul, jaringan lunak dalam panggul), dan faktor fetal (presentasi, posisi, ukuran kepala bayi). Selain itu dikenal pula disproporsi sefalopelvik yang absolut maupun relaatif. Disproporsi sefalopelvik absolut adalah bila memang panggul ibu sempit, atau kepala bayi besar, sedangkan disproporsi sefalopelvik relatif disebabkan oleh kelainan presentasi atau posisi dari kepala bayi, namun ukuran-ukuran panggul maupun kepala bayi dalam batas normal. (2-II)Kelainan presentasi atau posisi janin

Letak anak sangat penting dan berhubungan dengan prognosa persalinan. Yang terbaik adalah letak memanjang dengan presentasi belakang kepala, karena ukuran-ukuran terkecil dari kepala dapat melalui jalan lahir (1-III)Pada kasus ini data-data yang didapat adalah:

1. Power: pada saat masuk his yang didapat adalah 3-4 menit 1 kali 45 detik kuat sehingga dapat disimpulkan his masih kuat.

2. Passenger: berdasarkan pemeriksaan didapatkannya kaput pada kepala janin denga bagian terendah kepala st-1. Pemeriksaan luar menunjukkan janin letak kepala tetapi kepala belum enggage (perlimaan: 5/5) dengan taksiran berat badan anak 3000 gr. Presentasi dari bagian terendah anak tidak dapat diketahui karena adanya kaput yang besar dan bagian terendah anak yang masih tinggi.

3. Passage: pemeriksaan panggul yang dapat dinilai baik. Pada pemeriksaan vulva dan vagina tidak didapatkan adanya kelainan yang dapat menutupi jalan lahir.

Berdasarkan hal-hal di atas dapat disimpulkan kemungkinan adanya kelainan passanger yang mungkin menyebabkan kepala tidak turun.

Pada kasus ini telah terjadi suatu persalianan yang tidak maju dimana didapatkannya pembukaan lengkap dengan bagian terendah kepala masih st-1 dan diketahui saat dirujuk dari Bidan pembukaan saat itu sudah lengkap tetapi setelah beberapa jam bayi belum juga lahir dan his pada saat itu baik. Hal ini menimbulkan tanda tanya penyebab dari persalinan yang tidak maju ini. Setelah bayi dilahirkan secara seksio sesarea didapatkan lilitan talipusat sebanyak 2x dan erat, serta pada pemeriksaan lebih lanjut pada anak didapatkan kaput yang besar tetapi terletak pada puncak kepala. Pemeriksaan ini memperkuat bahwa telah terjadi disproporsi kepala panggul yang diakibatkan terjadinya malpresentasi antara kepala janin dan panggul. Diagnosis disproporsi sefalopelvik dapat lebih diperjelas dengan menggunakan beberapa cara: (1,2,5 II)

b. Pemeriksaan fisik Tanda Osborn :

Dilakukan pemeriksaan dalam keadaan berbaring . Setelah kandung kencing dikoosngkan, salah satu tangan pemeriksa diletakkan di atas simfisis pubis, dan tangan lainnya menekan kepala bayi ke arah pintu atas panggul. Bila terdapat perbedaan ketinggian antara tangan yang berada di atas kepala bayi dengan tangan yang berada di atas simfisis pubis, dikatakan tanda Osborn positif. Hal tersebut menandakan adanya disproporsi kepala panggul.

Manufer Muller-Hillis :

Penderita berbaring terlentang, salah satu tangan pemeriksa menekan kepala janin dari luar ke arah pintu atas panggul, sedangkan tangan yang lain berada di dalam vagina untuk menemukan seberapa jauh kepala dapat masuk ke dalam rongga panggul. Seorang asisten membantu melakukan tekanan pada fundus uteri. Manuver ini dikatakan berhasil bila kepala dapat masuk ke dalam rongga panggul sejalan dengan dorongan fundus dan tekanan kepala bayi dari luar.

c. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan radiologis :

Pada beberapa keadaan dilakukan pemeriksaan dengan sinar X untuk mengetahui hubungan antara pintu atas panggul dengan besar kepala janin. Kelemahan dari metode ini adalah tidak dapat mendeteksi adanya gangguan penurunan kepala bayi yang disebabkan oleh jaringan lunak panggul.

Pemeriksaan dengan computed tomographic scan :

Mempunyai prinsip yang sama dengan pemeriksaan dengan sinar X biasa, namun dosis radiasi yang diterima ibu dan bayi lebih rendah.

Pemeriksaan dengan magnetic resonance imaging : hampir sama dengan menggunakan CT-scan, namun hasil yang didapat dikatakan oleh beberapa peneliti lebih akurat.

Pemeriksaan radiologis dalam menegakkan diagnosis disproporsi sefalopelvik jarang digunakan lagi akibat banyaknya kesalahan penilaian karena distorsi paralaks. 2. Bagaimana pengelolaan pada kasus ini sehingga terjadi ancaman robekan rahim ?

Pengelolaan pada pasien ini pada masa kehamilan (antepartum) sudah cukup, ibu telah memeriksakan kehamilannya tiap bulan sehingga didapatkan jumlah pemeriksaan pada masa kehamilan sebanyak 9x ke bidan, menurut WHO sedikitnya pemeriksaan kehamilan dilakukan 4 kali dalam kehamilan sehingga kemungkinan bayi besar dapat terdeteksi lebih dini.

Pasien ini masih mengalami keterlambatan dalam merujuk dikarenakan percobaan partus pervaginam yang terlalu lama oleh bidan, sehingga terjadi komplikasi berupa ancaman robekan pada rahim.3 Bagaimana dengan kehamilan selanjutnya pada pasien ini ?

Untuk pengelolaan selanjutnya, pasien ini mempunyai risiko tinggi, dikarenakan riwayat persalinan dengan bekas seksio sesarea sehingga pasien harus kontrol kehamilan secara rutin dan teratur di bidan, dokter, dokter ahli kandungan atau di rumah sakit dan mendapat pertolongan persalinan di fasilitas yang mempunyai kamar operasi. Menurut Miller dan Paul (1996) di Los Angeles hampir 90 % robekan rahim berhubungan dengan seksio sesarea terdahulu. Dalam suatu studi kohort dari 20.095 wanita yang persalinaan pertamanya melalui seksio sesarea maka persalinan yang kedua mempunyai peningkatan risiko yang signifikan untuk terjadinya ruptura uteri. (11-IV)Daftar pustaka

I.

1. Cunningham FG, Mac Donald PC, Gant NF, et all. William obstetric. 20th ed. London; Appleton and Lange; 1997, p. 263-270-------------1

2. Cunningham FG, Mac Donald PC, Gant NF, et all. William obstetric. 21th ed. New York; Mc. Graw Hill, inc, 2002--------------2

3. Dounninho DR. Fundamental of gyerinecology and obstetric. Philadelphia Lippincott. 1990---------------------3

4. Saifuddin Abdul B, Buku Paduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Jakarta, Yayasan Bina Pustaka, 2002----------------7

II.

5. Cunningham, F.G, Gant, N.F, Leveno, K.J, Gilstrap III, L.C, Hauth, J.C, Wenstrom, K.D, William Obstetrics. 21th edition, New York, McGraw-Hill, 2001: 430-40, 757-60 ------------- 1

6. Chua, S, Arulkumaran, S, Poor progress in labor, including augmentation, malposition and malpresentation, in James, D.K, et al, High Risk Pregnancy, Management Option, 2nd edition, London, W.B. Saunders, 1999-----------------2

7. Sheiner, E, Levy, A, Feinstein, U, Hershkovitz, R, Hallak, M, Mazor, M, Obstetric risk factors for failure to progress in the first versus the second stage of labor, J Matern Fetal Neonat Med, 2002; 11:409-413----5

8. Jun Zhang, Troendle, J.T, Yanceuy, M.K, Reassessing the labor curve in nulliparous women, Am J Obstet Gynecol, 2002; 187:824-27 ---------7

9. Adashek, J.A, Peaceman, A.M, Lopez-Zeno, J.A, Minogue, J.P, Socol, M.L, Factors contributing to the increased cesarean birth rate in older parturient women, Am J Obstet Gynecol, 1993:936-40----------8

10. Peaceman, A.M, Lopez-Zeno, J.A, Minogue, J.P, Socol, M.L, Factors that influence route of delivery- Active versus traditional labor management, Am J Obstet Gynecol, 1993:940-44----------9

III

11. Cunningham, F.G, MacGant, N.F, Leveno, K.J, Gilstrap III, L.C, Hauth, J.C, Wenstrom, K.D, William Obstetrics. 21th edition, New York, McGraw-Hill, 2001: 430-40, 757-60 ------------- 1

12. IV

13. The NEW ENGLAND JOURNAL of MEDICINE. Risk of Uterine Rupture Labor among women with a prior cesarean delivery. Mona Lyndon Rochelle, Ph.D., Victoria L. Holt, PhD.,Thomas R. Easterling, M.D., and Diane P. Martin, PhD. August 2004 from WWW. [email protected].