a. penelitian pendahuluan 1. karakterisasi wortel segar · terjadi kerusakan gizi secara bertahap...

12
14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN 1. Karakterisasi Wortel Segar Nilai gizi suatu produk makanan merupakan faktor yang sangat rentan terhadap perubahan perlakuan sebelum, selama, dan sesudah proses pengolahan. Umumnya selama proses pengolahan terjadi kerusakan gizi secara bertahap pada bahan pangan. Analisis proksimat dilakukan untuk mengetahui kandungan gizi suatu bahan pangan atau produk seperti kadar air, kadar abu, kadar protein, dan kadar lemak. Informasi kandungan nilai gizi suatu produk sangat penting untuk mengetahui jumlah kalori yang terdapat pada suatu produk. Selain itu, bagi konsumen yang tidak mengonsumsi makanan berlemak tinggi atau memiliki penyakit kolesterol, berat badan tidak normal (obesitas), dan lain-lain dapat mengetahui apakah suatu produk baik untuk dikonsumsi atau tidak dilihat dari kadar lemak yang terkandung dalam produk tersebut. Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah wortel segar. Kandungan gizi dari produk dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Hasil analisis proksimat sayur wortel Komponen Hasil (% bb) Air 88.20 Abu 0.60 Protein 0,46 Lemak kasar 0.05 Serat Kasar 0.14 Air merupakan komponen yang mempunyai peranan penting dalam sayur untuk siklus reproduksi dan proses fisiologi sehingga air akan mempengaruhi lama umur simpan sayur. Wortel merupakan salah satu sayuran yang mempunyai kandungan air tinggi, dapat dilihat dari Tabel 3. Kandungan air sayuran dan buah-buahan pada umumnya berkisar antara 80-90%. Kadar air hasil penelitian yang diperoleh adalah 88,20%. Nilai tersebut sama seperti literatur dari Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1995). Menurut Desrosier (1988), abu merupakan mineral-mineral anorganik yang memiliki ketahanan cukup tinggi terhadap suhu pemasakan sehingga keberadaannya dalam bahan pangan bisa mengalami perubahan, namun cenderung tetap. Hasil analisis kadar abu wortel adalah sebesar 0, 60%. Rendahnya kadar abu pada wortel ini menunjukkan bahwa jumlah mineral-mineral organik yang terkandung pada produk cukup rendah sehingga produk ini baik untuk dikonsumsi. Wortel merupakan salah satu sayuran yang kandungan lemaknya rendah. Dapat dilihat pada Tabel 3, bahwa kadar lemak wortel yaitu 0.05 (% bb). Selain lemak kandungan yang rendah dalam sayuran wortel adalah protein dan serat. Nilai tersebut lebih rendah dari Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1995) sebesar 0,74%. Perbedaan nilai kadar protein ini dapat disebabkan oleh lingkungan hidup komoditas wortel tersebut.

Upload: ledung

Post on 20-Mar-2019

224 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

14

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PENELITIAN PENDAHULUAN

1. Karakterisasi Wortel Segar

Nilai gizi suatu produk makanan merupakan faktor yang sangat rentan terhadap perubahan

perlakuan sebelum, selama, dan sesudah proses pengolahan. Umumnya selama proses pengolahan

terjadi kerusakan gizi secara bertahap pada bahan pangan. Analisis proksimat dilakukan untuk

mengetahui kandungan gizi suatu bahan pangan atau produk seperti kadar air, kadar abu, kadar

protein, dan kadar lemak. Informasi kandungan nilai gizi suatu produk sangat penting untuk

mengetahui jumlah kalori yang terdapat pada suatu produk. Selain itu, bagi konsumen yang tidak

mengonsumsi makanan berlemak tinggi atau memiliki penyakit kolesterol, berat badan tidak normal

(obesitas), dan lain-lain dapat mengetahui apakah suatu produk baik untuk dikonsumsi atau tidak

dilihat dari kadar lemak yang terkandung dalam produk tersebut. Bahan baku yang digunakan dalam

penelitian ini adalah wortel segar. Kandungan gizi dari produk dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil analisis proksimat sayur wortel

Komponen Hasil (% bb)

Air 88.20

Abu 0.60

Protein 0,46

Lemak kasar 0.05

Serat Kasar 0.14

Air merupakan komponen yang mempunyai peranan penting dalam sayur untuk siklus

reproduksi dan proses fisiologi sehingga air akan mempengaruhi lama umur simpan sayur. Wortel

merupakan salah satu sayuran yang mempunyai kandungan air tinggi, dapat dilihat dari Tabel 3.

Kandungan air sayuran dan buah-buahan pada umumnya berkisar antara 80-90%. Kadar air hasil

penelitian yang diperoleh adalah 88,20%. Nilai tersebut sama seperti literatur dari Direktorat Gizi

Departemen Kesehatan RI (1995).

Menurut Desrosier (1988), abu merupakan mineral-mineral anorganik yang memiliki

ketahanan cukup tinggi terhadap suhu pemasakan sehingga keberadaannya dalam bahan pangan bisa

mengalami perubahan, namun cenderung tetap. Hasil analisis kadar abu wortel adalah sebesar 0, 60%.

Rendahnya kadar abu pada wortel ini menunjukkan bahwa jumlah mineral-mineral organik yang

terkandung pada produk cukup rendah sehingga produk ini baik untuk dikonsumsi.

Wortel merupakan salah satu sayuran yang kandungan lemaknya rendah. Dapat dilihat pada

Tabel 3, bahwa kadar lemak wortel yaitu 0.05 (% bb). Selain lemak kandungan yang rendah dalam

sayuran wortel adalah protein dan serat. Nilai tersebut lebih rendah dari Direktorat Gizi Departemen

Kesehatan RI (1995) sebesar 0,74%. Perbedaan nilai kadar protein ini dapat disebabkan oleh

lingkungan hidup komoditas wortel tersebut.

15

2. Pemilihan Metode Pembekuan

Pada penelitian pendahuluan dilakukan percobaan “trial and error” proses pembekuan. Proses

tersebut diawali dengan mengupas wortel segar dan membentuk wortel tersebut menjadi bentuk

bunga, lalu mencuci dengan air. Wortel yang telah bersih dan telah ditiriskan, kemudian diiris dengan

ukuran ±5mm. Kemudian wortel yang telah diiris dilakukan pembekuan dengan dua parameter yaitu

pembekuan menggunakan CO2 kering dan pembekuan menggunakan freezer (-18oC). Setelah itu

diamati kecepatan pembekuan, suhu akhir produk, keseragaman pembekuan dan penampakan

permukaan. Dari hasil percobaan “trial and error” proses pembekuan diperoleh metode pembekuan

terbaik yaitu dengan menggunakan freezer (-18oC). Hal ini dikarenakan metode menggunakan freezer

(-18oC) membutuhkan waktu pembekuan yang singkat dibandingkan menggunakan CO2 kering, suhu

menggunakan freezer (-18oC) dicapai, hasil pembekuan irisan wortel seragam, penampakan

permukaan lebih baik menggunakan freezer (-18oC), dan apabila menggunakan CO2 kering

perbandingan komposisi antara wortel dengan CO2 kering lebih banyak CO2 kering. Jadi dapat

disimpulkan pembekuan yang digunakan adalah dengan menggunakan freezer (-18oC).

Tabel 4. Hasil metode pembekuan dengan CO2 kering dan freezer

Parameter CO2 kering freezer

Kecepatan pembekuan >15 jam 10-15 jam

Suhu akhir produk -9 oC -18oC

Keseragaman pembekuan

Penampakan permukaan

Tidak seragam

Kurang baik

Seragam

Baik

B. PENELITIAN UTAMA

1. Pengaruh Proses Pembekuan

Pembekuan merupakan salah satu cara untuk mengantisipasi kerusakan sayuran wortel,

sehingga memiliki umur simpan yang lebih lama. Teknologi ini cukup sederhana dan tidak menyita

waktu serta dapat menghambat pertumbuhan bakteri, kapang, maupun khamir pada produk pangan,

yang mempercepat proses kebusukan. Dengan pembekuan, makanan akan lebih awet karena aktivitas

mikroba terhenti dan aktivitas enzim juga terhambat. Terhambatnya pertumbuhan mikroorganisme

dalam bahan pangan hasil pertanian yang beku disebabkan karena air tidak tersedia lagi, sedangkan

terhambatnya laju reaksi-reaksi kimia disebabkan karena sistem larutan telah berubah menjadi padat

sehingga air tidak lagi berfungsi sebagai zat pelarut. Dibandingkan dengan pengalengan, teknologi

pembekuan lebih dapat mempertahankan kandungan nutrisi pada bahan pangan apabila dilakukan

dengan benar (Desrosier, 1988). Irisan wortel yang telah di coating, kemudian dilakukan pembekuan

pada freezer (-18oC) selama 10-15 jam. Lamanya waktu pembekuan dapat mengakibatkan pencegahan

pertumbuhan mikroba dan penghambatan aktivitas enzim juga berlangsung lambat. Setelah

dibekukan, pada irisan wortel terlihat seperti adanya lemak yang menempel dan terbentuk kristal es

yang berukuran besar yang dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan jaringan. Sedangkan kondisi

irisan wortel beku setelah di thawing memiliki karakteristik berbeda dengan wortel segar yaitu irisan

wortel beku memiliki tekstur yang lebih lunak dan kenyal. Hal ini terjadi karena suhu pembekuan

yang kurang rendah dan waktu pembekuan yang tergolong relatif lambat sehingga dapat menyebabkan

kerusakan mekanis yang menunjukkan terjadinya kerusakan jaringan dan hilangnya tekanan turgor

16

pada irisan wortel. Pada pembekuan terjadi perubahan kandungan air menjadi kristal es. Bila terjadi

pertumbuhan kristal es yang lebih cepat daripada pembentukan inti kristal es, maka akan terjadi

osmodehidrasi pada sel, yang mampu merusak vakuola dan dinding sel sehingga menyebabkan

kerusakan struktur sel dan penurunan tingkat kekerasan sel. Akibat rusaknya jaringan irisan wortel,

menyebabkan hilangnya water holding capacity yang menghasilkan cairan atau drip, yang tidak dapat

diserap kembali oleh jaringan irisan wortel beku.

Gambar 3. Pembekuan irisan wortel

2. Perubahan Mutu Selama Penyimpanan

Penentuan perubahan mutu irisan wortel beku selama penyimpanan didasarkan atas perlakuan

coating berbagai jenis minyak (minyak goreng kelapa sawit, minyak kelapa, minyak kedelai, dan

minyak jagung) dan kemasan (vakum dan normal). Karakteristik irisan wortel beku yang diamati

dalam penelitian ini adalah susut bobot, total padatan terlarut, kekerasan, dan warna.

a. Susut Bobot

Susut bobot selama penyimpanan merupakan salah satu parameter mutu yang menggambarkan

tingkat kesegaran hasil pertanian. Perubahan susut bobot yang semakin tinggi menunjukkan bahwa

tingkat kesegaran bahan pertanian sudah semakin berkurang. Menurut Purwoko dan Juniarti (1998),

persentase susut bobot mengalami peningkatan selama pemasakan hasil pertanian. Hal ini disebabkan

karena hasil pertanian mengalami kehilangan air karena aktivitas respirasi dan transpirasi. Menurut

Wills et al. (1981), pada proses respirasi senyawa-senyawa kompleks yang biasa terdapat dalam sel

seperti karbohidrat akan dipecah menjadi molekul-molekul yang sederhana seperti karbondioksida dan

air yang mudah menguap, sehingga komoditas akan kehilangan bobotnya. Kehilangan air pada

komoditas tergantung dari defisit tekanan uap air antara komoditas dengan udara sekitar. Pada

kelembaban nisbi udara (RH) dan laju pergerakan udara tertentu, kehilangan air dari komoditas akan

meningkat sejalan meningkatnya temperatur.

Berdasarkan hasil analisis ragam pada Lampiran 4, diketahui bahwa pada tingkat kepercayaan

95% (α=0.05) perlakuan coating minyak, kemasan, dan interaksi diantara keduanya tidak memberikan

pengaruh nyata terhadap susut bobot. Pada Gambar 4 dapat dilihat bahwa nilai perubahan % susut

bobot meningkat selama penyimpanan. Susut bobot meningkat dari 0.00% hingga 0.14%. Peningkatan

17

nilai susut bobot tertinggi yaitu terdapat pada irisan wortel beku dengan menggunakan coating minyak

jagung dan kemasan normal. Sedangkan peningkatan nilai susut bobot terendah yaitu terdapat pada

irisan wortel beku dengan menggunakan coating minyak minyak sawit kemasan normal.

(a)

(b)

Gambar 4. Grafik perubahan % susut bobot irisan wortel beku dalam kemasan (a) vakum, dan (b) normal selama penyimpanan

Penyebab utama susut bobot hasil pertanian adalah kehilangan air atau transpirasi selama

penyimpanan dan dapat juga disebabkan oleh terjadinya evaporasi. Evaporasi ini dikarenakan

penyimpanan irisan wortel beku di freezer akan kehilangan air karena udara di dalam ruang pendingin

terlalu kering (RH-nya rendah) maka air dari wortel yang ada di ruang pendingin akan menguap untuk

mencapai keseimbangan dan wortel memiliki kadar air yang tinggi sehingga terjadi evaporasi.

Akibatnya, terjadi pengerutan atau layu, pengeringan, pengerasan dan susut bobot. Hal ini diperjelas

y = ‐0,000x

y = 0,001x

y = 0,002x

y = 0,001xy = 0,001x

‐0,1

‐0,05

0

0,05

0,1

0,15

0,2

0,25

0,3

0 10 20 30 40 50 60

% s

usut

bob

ot

Lama pengamatan (hari)

Kontrol Minyak sawit Minyak kelapa

Minyak kedelai Minyak jagung

y = 0,001x

y = 0,000x

y = 0,002x

y = 0,001x

y = 0,003x

0

0,05

0,1

0,15

0,2

0 10 20 30 40 50 60

% S

usut

bob

ot

Lama pengamatan (hari)

Kontrol Minyak sawit Minyak kelapa

Minyak kedelai Minyak jagung

18

oleh Ryall dan Lipton (1983) yang menyatakan bahwa kehilangan air dari komoditas selain

dipengaruhi oleh suhu dipengaruhi juga oleh kelembaban nisbi lingkungan sekitarnya. Susut bobot

yang berlebihan dari komoditas menyebabkan pelayuan dan pengeriputan sehingga kesegarannya pun

berkurang. Susut bobot yang semakin besar dengan semakin lamanya penyimpanan terjadi bukan

hanya kehilangan air selama proses transpirasi, tetapi dapat diakibatkan oleh kehilangan karbon

selama respirasi komoditas (Saesarsono, 1981). Menurut Woodroof (1982), untuk sebagian besar

sayuran susut bobot sekitar 3-6% dapat menyebabkan hilangnya kualitas dan pada sebagian kecil

sayuran susut bobot sebesar 10% menyebabkan sayuran tidak berharga lagi. Sedangkan Pantastico et

al. (1986) menyatakan bahwa batas kriteria kehilangan air sebesar 5-10% dari berat semula dapat

menyebabkan sayuran tidak laku dijual. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pembuatan produk

irisan wortel beku selama penyimpanan sampai hari ke 54 masih layak untuk di konsumsi dan dijual.

b. Kekerasan

Selama dalam penyimpanan wortel akan terus kehilangan air, dan akan terjadi perubahan sifat

fisik. Penyimpanan yang dilakukan pada produk menyebabkan terjadinya perubahan kekerasan.

Selama pembekuan terbentuk kristal-kristal es yang besar yang akan membentuk pori-pori pada

produk yang akan menyebabkan tekstur produk kurang kompak. Menurut Muchtadi (1992), kekerasan

hasil pertanian menurun karena hemiselulosa dan protopektin terdegradasi. Protopektin menurun

jumlahnya karena berubah menjadi pektin yang bersifat larut dalam air. Sedangkan Szczesniak (1998)

berpendapat perubahan tekstur hasil pertanian selama penyimpanan terutama disebabkan perubahan

lamela tengah dan dinding sel primer yang disebabkan enzim pendegradasi serta pelarutan materi

pektin. Kondisi ini mendorong pemisahan sel dan berkurangnya ketahanan terhadap tekanan dari luar.

Kekerasan didefinisikan sebagai gaya yang dibutuhkan untuk menekan suatu bahan atau

produk sehingga terjadi perubahan produk yang diinginkan. Kekerasan irisan wortel beku diukur

dengan menggunakan penetrometer dengan prinsip bahwa semakin besar jarak penembusan probe

(mm/s), nilai kekerasan semakin berkurang atau kelunakan semakin bertambah. Karena semakin lunak

sayur, probe penetrometer akan semakin mudah menembus sayur. Berikut merupakan gambar

perubahan kekerasan irisan wortel beku selama dalam kemasan vakum dan normal selama

penyimpanan.

(a)

y = 0.043x

y = 0.050xy = 0.051xy = 0.052x

y = 0.047x

0

0,5

1

1,5

2

2,5

3

3,5

4

4,5

0 10 20 30 40 50 60

Kek

eras

an (

mm

/s)

Lama pengamatan (hari)

Kontrol Minyak sawit Minyak kelapa

Minyak kedelai Minyak jagung

19

(b)

Gambar 5. Grafik perubahan kekerasan irisan wortel beku dalam kemasan (a) vakum dan (b) normal selama penyimpanan

Berdasarkan hasil analisis ragam pada Lampiran 5, diketahui bahwa pada tingkat kepercayaan

95% (α=0.05) perlakuan coating minyak, kemasan, dan interaksi diantara keduanya tidak memberikan

pengaruh nyata terhadap kekerasan irisan wortel beku. Pada Gambar 5 dapat dilihat bahwa nilai

perubahan kekerasan meningkat atau dengan kata lain kekerasan irisan wortel beku menurun selama

penyimpanan. Kekerasan meningkat dari 1.00 mm/s hingga 3.24 mm/s. Peningkatan nilai kekerasan

tertinggi yaitu terdapat pada irisan wortel beku dengan menggunakan coating minyak jagung dan

kemasan normal. Sedangkan peningkatan nilai kekerasan terendah yaitu terdapat pada irisan wortel

beku tanpa menggunakan coating minyak (kontrol) dan menggunakan kemasan vakum.

Penilaian kekerasan untuk masing-masing produk mengalami peningkatan dengan lamanya

penyimpanan, dari grafik diatas memperlihatkan bahwa semakin lama penyimpanan maka kekerasan

menurun. Kekerasan irisan wortel beku pasca thawing yang sudah dibekukan akan menjadi lebih

lunak dan kenyal. Hal ini menunjukkan terjadinya kerusakan jaringan dan hilangnya tekanan turgor

pada irisan wortel. Jaringan wortel disusun oleh sel yang merupakan bagian terkecil, yang

integritasnya sangat mempengaruhi kualitas tekstur. Integritas dari komponen sel (dinding sel dan

lamela tengah) dan tekanan turgor sel ditentukan oleh kandungan air dalam vakuola (Chassagne-

Berces et al, 2009). Menurut Delgado et al (2005) tekanan turgor sel sangat mempengaruhi tingkat

kekerasan, dimana vakuola dan membran sel dapat mencegah terjadinya osmosis. Berdasarkan hasil

penelitian Chassagne et al (2009), pembekuan apel menyebabkan penurunan tingkat kekerasan

sebesar 54% untuk pembekuan pada suhu -80˚C, 79% untuk pembekuan pada suhu -20˚C, dan 99%

untuk pembekuan cepat menggunakan nitrogen cair pasca thawing. Pada penilitian ini dilakukan

pembekuan pada suhu -18˚C dan waktu pembekuan 10-15 jam. Kurang cepatnya pembekuan menjadi

kelemahan penelitian ini sehingga sebaiknya menggunakan pembekuan cepat dan thawing lambat

yaitu dengan menggunakan alternatif pembekuan dengan blast freezer dan nitrogen cair. Pembekuan

dengan menggunakan blast freezer mempunyai kelebihan yaitu kristal es yang bentuk lebih kecil

sehingga kerusakan mekanis yang terjadi lebih sedikit, pencegahan pertumbuhan mikroba juga

berlangsung cepat dan kegiatan enzim juga cepat berhenti, selain itu dengan pembekuan cepat dapat

terjadi dalam waktu kurang dari 30 menit. Begitu juga pembekuan dengan menggunakan nitrogen cair

y = 0.050x y = 0.050xy = 0.052x

y = 0.047x

y = 0.055x

00,51

1,52

2,53

3,54

4,5

0 10 20 30 40 50 60

Kek

eras

an (

mm

/s)

Lama pengamatan (hari)

Kontrol Minyak sawit Minyak kelapa

Minyak kedelai Minyak jagung

20

memiliki kelebihan yaitu mempunyai titik didih -195,8˚C, mempunyai kemampuan membekukan

bahan organik relatif efektif dibandingkan dengan pendingin berbahan amoniak maupun freon, pada

pembekuan cepat laju penguapan panas berjalan sangat cepat, sehingga jumlah inti kristal yang

terbentuk banyak dan kecil. Pada pembekuan pangan, kristal es yang semakin kecil agar dapat

terdistribusi lebih merata sangat diharapkan. Pembekuan dengan nitrogen cair pada beberapa tingkatan

pernah dilakukan untuk jus ceri dan apricot, dimana dengan pembekuan ini sifat fisiko kimia bahan

dapat dipertahankan. Hal ini diperjelas oleh Thajadi (2011) pengawetan dengan pembekuan terdiri

dari dua proses yaitu pembekuan pangan pada umumnya -40˚C dengan waktu 2-3 jam, kemudian

penyimpanan beku makanan tersebut pada suhu -18˚C.

Selain itu, kekerasan irisan wortel dapat disebabkan karena perubahan kekerasan terkait erat

dengan proses kehilangan air dan akibat degradasi pektin yang tidak larut air (protopektin) menjadi

pektin yang larut air. Zat-zat pektin yang terdapat dalam dinding sel dan lamela tengah berfungsi

sebagai bahan perekat. Zat-zat tersebut merupakan turunan poligalakturonat dan terdapat dalam

bentuk protopektin, asam-asam pektonat, pektin, dan asam pektat. Jumlah zat-zat pektat bertambah

selama perkembangan wortel. Pada waktu sayuran menjadi matang, kandungan pektat dan pektinat

yang larut meningkat, sedangkan jumlah zat pektat sebelumnya menurun. Dengan perubahan pektin,

kekerasan sayuran menurun.

c. Total Padatan Terlarut

Sayuran menyimpan karbohidrat sebagai persediaan bahan dan energi, yang selanjutnya

digunakan untuk menjalankan aktivitas sisa hidupnya. Oleh karena itu, dalam proses pematangan,

kandungan padatan seperti gula dan karbohidrat selalu berubah. Peningkatan total padatan terlarut

selama penyimpanan disebabkan karena terjadinya degradasi pati menjadi gula sederhana, sedangkan

penurunan disebabkan karena gula tersebut digunakan sebagai substrat respirasi untuk menghasilkan

energi.

(a)

y = ‐0.045x

y = ‐0.058x 

y = ‐0.033x

y = ‐0.052x 

y = ‐0.018x 

‐2

‐1

0

1

2

3

4

5

6

7

8

0 10 20 30 40 50 60

Tot

al p

adat

an te

rlar

ut (

Bri

x)

Lama pengamatan (hari)

Kontrol Minyak sawit Minyak kelapa

Minyak kedelai Minyak jagung

21

(b)

Gambar 6. Grafik perubahan % total padatan terlarut irisan wortel beku dalam kemasan (a) vakum dan (b) normal selama penyimpanan

Kandungan utama total padatan terlarut wortel adalah gula. Komponen gula reduksi dan gula

total pada wortel menyebabkan wortel terasa manis. Berdasarkan hasil analisis ragam pada Lampiran

6, diketahui bahwa pada tingkat kepercayaan 95% (α=0.05) perlakuan coating minyak memberikan

pengaruh nyata terhadap total padatan terlarut irisan wortel beku. Sedangkan penggunaan kemasan

dan interaksi minyak dengan kemasan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai total

padatan terlarut. Berdasarkan uji lanjut LSD, perlakuan kontrol dan minyak sawit memberikan

pengaruh yang nyata terhadap total padatan terlarut dan mempunyai nilai rata-rata tertinggi dengan

perlakuan minyak lainnya. Namun, untuk perlakuan dengan menggunakan coating minyak jagung,

minyak kedelai dan minyak kelapa tidak memberikan pengaruh nyata. Pada Gambar 6 diperoleh

bahwa rata-rata total padatan terlarut tertinggi yaitu terdapat pada irisan wortel beku dengan

menggunakan perlakuan kontrol, sedangkan rata-rata terendah yaitu terdapat pada irisan wortel beku

dengan menggunakan minyak jagung.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa selama penyimpanan 54 hari, total padatan terlarut

cenderung menurun. Penurunan nilai total padatan terlarut sejalan dengan lamanya waktu

penyimpanan. Penurunan total padatan terlarut dimungkinkan karena produk beku telah terjadi

kehilangan komponen-komponen zat gizi selama proses pembekuan dan juga pada saat penyimpanan.

Selain itu dimungkinkan karena terjadi dehidrasi dan kandungan gula mengalami penurunan sehingga

nilai total padatan terlarut juga menurun (Gambar 6). Selama pembekuan, terjadi penurunan minimal

kandungan total padatan terlarut (Bartolome et al.,1995). Pada saat proses pembekuan membutuhkan

waktu yang lama sehingga akan terjadinya kerusakan jaringan yang menyebabkan pecahnya sel.

Setelah dilakukan thawing irisan wortel akan tercuci yang mengakibatkan keluarnya air dan

komponen lain. Sehingga nilai padatan terlarut menurun selama penyimpanan. Selain itu penurunan

nilai total padatan terlarut juga terjadi karena selama penyimpanan terjadi aktivitas enzim dan mikroba

tahan suhu beku yang merusak dan menguraikan zat-zat gizi sehingga mengakibatkan penurunan total

padatan terlarut (Kumalaningsih dan Hidayat, 1995). Pada penelitian ini, produk irisan wortel beku

dengan kandungan total padatan terlarut yang berkisar sekitar 4 brix hingga 6 brix masih bagus dan

secara organoleptik masih dapat diterima konsumen.

y = ‐0,047x + 6

y = ‐0,034x + 6

y = ‐0,047x + 6

y = ‐0,047x + 6

y = ‐0,039x + 6

0

1

2

3

4

5

6

7

8

0 10 20 30 40 50 60

Tot

al p

adat

an te

rlar

ut (

Bri

x)

Lama pengamatan (hari)

Kontrol Minyak sawit Minyak kelapa

Minyak kedelai Minyak jagung

22

d. Warna

Warna mempunyai arti dan peranan yang sangat penting pada komoditas pangan. Peranan itu

sangat nyata terhadap daya tarik, tanda pengenal dan sebagai atribut mutu. Selain itu warna dapat

memberikan petunjuk mengenai perubahan kimia dalam makanan, seperti pencoklatan dan

pengkaramelan. Intensitas kecerahan warna irisan wortel beku diukur dengan alat chromameter

dengan menggunakan notasi L menurut Hunter (Soekarto, 1990).

(a)

(b)

Gambar 7. Grafik perubahan warna irisan wortel beku selama penyimpanan terhadap kemasan (a)vakum dan (b) normal

Selama penyimpanan, nilai hue irisan wortel beku memiliki kecenderungan meningkat.

Peningkatan nilai hue masih berada pada nilai kisaran sudut 0˚-90˚ yang menunjukkan warna merah,

y = 0.029x

y = 0.034x y = 0.033x

y = 0.035x

y = 0.054x

66,567

67,568

68,569

69,570

70,571

0 10 20 30 40 50 60

War

na (

Hue

)

Lama pengamatan (hari)

Kontrol Minyak sawit Minyak kelapa

Minyak kedelai Minyak jagung

y = 0.022x

y = 0.044x

y = 0.060x

y = 0.033x

y = 0.043x

66

67

68

69

70

71

72

0 10 20 30 40 50 60

War

na (

Hue

)

Lama pengamatan (hari)

Kontrol Minyak sawit Minyak kelapa

Minyak kedelai Minyak jagung

23

orange, dan kuning (Anonymous, 2003). Peningkatan nilai hue menunjukan bahwa irisan wortel beku

mengalami perubahan warna dari orange memudar menjadi kuning. Seperti juga yang terjadi pada

tomat dan wortel seperti yang dilakukan oleh (Patras et al., 2009).

Berdasarkan hasil analisis ragam pada Lampiran 7, diketahui bahwa pada tingkat kepercayaan

95% (α=0.05) perlakuan coating minyak, kemasan, dan interaksi antara minyak dengan kemasan tidak

memberikan pengaruh nyata terhadap warna irisan wortel beku. Pada Gambar 7 dapat dilihat bahwa

nilai perubahan warna meningkat selama penyimpanan. Nilai warna (Hue) meningkat dari 67.74 Hue

hingga 70.88 Hue. Peningkatan nilai Hue tertinggi yaitu terdapat pada irisan wortel beku dengan

menggunakan coating minyak kelapa dan kemasan normal. Sedangkan peningkatan nilai Hue

terendah yaitu terdapat pada irisan wortel beku tanpa menggunakan coating minyak (kontrol) dan

menggunakan kemasan normal.

Warna orange pada wortel adalah pigmen karotenoid. Karatenoid adalah kelompok pigmen non

polar yang menyebabkan warna orange pada wortel. Tanaman yang mengandung karbohidrat rendah

biasanya mengandung karetenoid sedikit, kecuali pada wortel dan ubi jalar. Kandungan karetenoid

setelah panen semakin rendah, karena sintesa karatenoid tidak terjadi setelah panen. Pada hasil

pertanian yang disimpan pada suhu rendah, terutama suhu chilling injury, sintesa karatenoid tidak

sebanyak yang dihasilkan pada hasil pertanian yang disimpan pada suhu kamar (Thomas, 1975 dalam

Mitra, 1997).

Persyaratan warna bagi sayur-sayuran dan buah-buahan untuk pembekuan cepat sangat berbeda

dengan yang diperuntukkan pengalengan, oleh karena pada pembekuan dengan cepat kemungkinan

perubahan klorofil menjadi feofitin sangat kecil, tidak ada perubahan nyata pada leukoantosianin, dan

terlalu sedikitnya aliran antosianin dari buah ke cairan sirup. Meskipun demikian, warna dan

kenampakan merupakan atribut mutu yang sangat penting bagi hasil pertanian yang berasal dari pohon

yang tidak mengalami pemucatan, yang dibekukan, dan yang dipotong-potong, sebab hasil pertanian

itu akan menjadi perang oleh pengaruh enzin bila tidak dibekukan lagi (Pantastico, 1986).

3. Daya Terima Irisan Wortel Beku Selama Penyimpanan (Organoleptik)

Pengujian yang biasa dilakukan untuk mengetahui penerimaan konsumen yang umum

dilakukan biasa disebut dengan uji organoleptik. Uji ini menggunakan panelis yang mempunyai

tingkat kesukaan dan kepekaan yang bervariasi. Panelis adalah sekelompok orang yang akan menilai

dan memberikan kesan secara subyektif berdasarkan prosedur yang diujikan. Oleh karena itu, uji

organoleptik merupakan uji yang bersifat subyektif. Dalam pengujian ini yang menjadi panelis adalah

panelis semi terlatih dengan jumlah 30 orang.

Uji hedonik atau uji kesukaan merupakan salah satu jenis uji penerimaan konsumen. Dalam uji

ini, panelis diminta mengungkapkan anggapan pribadinya mengenai kesukaan atau ketidaksukaan

dengan skala hedonik. Metode yang digunakan adalah median extention. Pengujian akan dilakukan

terhadap warna, aroma, dan tekstur. Skala hedonik yang digunakan untuk produk irisan wortel beku

dikonversikan dalam angka yaitu 1 (sangat tidak suka), 2 (tidak suka), 3 (netral), 4 (suka), dan 5

(sangat suka). Pengujian organoleptik dilakukan terhadap warna, aroma, dan tekstur. Formulir

pengujian organoleptik irisan wortel beku dapat dilihat pada Lampiran 8.

a. Warna

Sifat mutu visual menjadi perhatian utama konsumen terhadap suatu produk yang baru

dikenalnya. Warna merupakan bentuk visual yang menjadi daya tarik suatu produk. Walaupun tidak

24

menunjukkan nilai gizi dan nilai fungsionalnya, akan tetapi warna memberikan kesan pertama

terhadap pandangan konsumen mengenai produk tersebut. Dengan demikian produk tersebut harus

memiliki warna yang khas agar banyak digemari konsumennya.

Warna irisan wortel beku yang dihasilkan pada penelitian ini berkisar kuning kemerahan

(orange). Warna orang pada wortel adalah pigmen karotenoid. Karotenoid adalah kelompok senyawa

yang tersusun dari unit isoprene atau turunannya. Pada dasarnya ada dua jenis karotenoid yaitu (tanpa

atom oksigen dalam molekulnya) yang berwarna orange yang terdapat pada wortel dan xantofil

(mempunyai atom oksigen dalam molekulnya) terdapat pada jagung (Muchtadi dan Sugiono, 1992).

Berdasarkan analisis menggunakan median extention pada Lampiran 9 dan Lampiran 10

menunjukkan bahwa pada tingkat kepercayaan 95% (α=0.05) perlakuan coating minyak dan kemasan

memberikan pengaruh nyata terhadap nilai kesukaan warna irisan wortel beku. Pada saat

penyimpanan nilai kesukaan warna dengan teknik thawing tertinggi didapatkan pada irisan wortel

beku dengan perlakuan coating minyak jagung. Begitu juga, nilai kesukaan untuk teknik stup tertinggi

didapatkan pada irisan wortel beku dengan perlakuan coating minyak jagung. Hal ini

mengidentifikasikan bahwa panelis lebih menyukai produk irisan wortel dengan menggunakan

perlakuan coating minyak jagung ini karena mempunyai warna terbaik. Warna yang dihasilkan pada

saat organoleptik yaitu warna khas wortel/orange. Warna wortel yang relatif tidak berubah sangat

diharapkan oleh konsumen karena indikasi bahwa komoditas masih baik. Menurut Tindall (1987)

wortel yang mutunya baik adalah wortel yang berwarna kuning tua sampai orange.

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin lama penyimpanan, tingkat

kesukaan panelis terhadap warna menurun. Menurut Buckle et al. (1987), selama pembekuan dan

penyimpanan beku, konsentrasi bahan-bahan dalam sel termasuk enzim dan substratnya meningkat,

jadi kecepatan aktivitas enzim dalam jaringan beku cukup nyata, walaupun pada suhu rendah.

Melindungi produk terhadap udara dengan pengemasan dan penyimpanan pada suhu yang lebih

rendah, akan sangat mengurangi laju oksidasi dan perubahan warna.

b. Aroma

Komponen yang menyebabkan aroma pada sayuran antara lain ester-ester, alkohol, aldehid,

asam, keton, diasetil, asetilkarbinol, dan geraniol (Apandi, 1984). Menurut Rubatzky dan Yamaguchi

(1997) kantong minyak dalam ruang antar sel perisikel pada umbi wortel mengandung minyak

esensial yang menyebabkan aroma yang khas pada wortel. Berdasarkan analisis menggunakan median

extention pada Lampiran 9 dan Lampiran 10 menunjukkan bahwa pada tingkat kepercayaan 95%

(α=0.05) perlakuan coating minyak dan kemasan memberikan pengaruh nyata terhadap nilai kesukaan

aroma irisan wortel beku. Pada saat penyimpanan nilai organoleptik aroma dengan teknik thawing

tertinggi didapatkan pada irisan wortel beku dengan perlakuan coating minyak jagung. Begitu juga,

nilai kesukaan untuk teknik stup tertinggi didapatkan pada irisan wortel beku dengan perlakuan

coating minyak jagung. Hal ini mengidentifikasikan bahwa panelis lebih menyukai produk irisan

wortel dengan menggunakan perlakuan coating minyak jagung ini karena mempunyai aroma terbaik.

Aroma yang dihasilkan pada saat organoleptik yaitu aroma khas wortel. Aroma yang khas pada irisan

wortel menunjukkan bahwa kandungan komponen volatil yang terkandung di dalam irisan wortel

lebih banyak. Aroma tersebut terbentuk dari komponen prekusor ketika bereaksi dengan enzim

pembentuk flavor (Alabran dan Mubrouk, 1973). Selama penyimpanan produk terbaik yang disimpan

selama 54 hari cenderung turun. Hasil tersebut menunjukkan bahwa semakin lama waktu

penyimpanan maka aroma produk terbaik cenderung semakin sedikit disukai oleh panelis.

Selama penyimpanan beku terbentuk kristal-kristal es pada irisan wortel beku. Pada saat

produk di thawing (dilelehkan) kristal-kristal es itu mencair dan melarutkan komponen-komponen

25

pembentuk aroma sehingga aromanya sedikit berubah. Seperti perubahan citarasa, perubahan aroma

juga disebabkan oleh proses oksidatif oleh oksigen atau enzim pada produk lemak (Ilyas, 1993).

c. Tekstur

Penilaian organoleptik tekstur dari bahan hasil pertanian biasanya dihubungkan dengan “kesan

mulut”. Wortel yang bertekstur renyah sangat diharapkan konsumen karena menunjukkan wortel

masih segar dan wortel tidak akan rusak atau berubah bentuk bila diolah lebih lanjut. Hal ini sesuai

dengan pendapat Tindall (1987) yang menyatakan bahwa wortel yang mutunya baik adalah wortel

yang renyah. Berdasarkan analisis menggunakan median extention pada Lampiran 9 dan Lampiran 10

menunjukkan bahwa pada tingkat kepercayaan 95% (α=0.05) perlakuan coating minyak dan kemasan

memberikan pengaruh nyata terhadap nilai kesukaan tekstur irisan wortel beku. Pada saat

penyimpanan nilai kesukaan tekstur dengan teknik thawing tertinggi didapatkan pada irisan wortel

beku dengan perlakuan coating minyak jagung. Begitu juga, nilai kesukaan untuk teknik stup tertinggi

didapatkan pada irisan wortel beku dengan perlakuan coating minyak jagung. Hal ini

mengidentifikasikan bahwa panelis lebih menyukai produk irisan wortel dengan menggunakan

perlakuan coating minyak jagung karena mempunyai tekstur terbaik. Akan tetapi tekstur irisan wortel

dengan teknik thawing memiliki tekstur yang lembek/lunak tidak renyah seperti wortel segar. Hal ini

dikarenakan setelah sayur dipanen masih terdapat proses fisiologis yang terjadi di dalam sayuran

tersebut, yaitu proses respirasi dan enzim-enzim yang masih aktif bekerja. Kerja enzim tersebut

menyebabkan terjadinya perubahan tekstur sayuran selama penyimpanan. Pemecahan pektin yang

merupakan penyusun dinding sel tanaman mengakibatkan terjadinya perubahan tekstur sayuran dari

keras menjadi lunak. Selain itu dikarenakan pada saat proses pembekuan suhu yang digunakan kurang

rendah, sehingga waktu yang diperlukan untuk pembekuan kurang cepat.

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin lama penyimpanan, maka tekstur

semakin menurun. Hal tersebut disebabkan karena pada saat pembekuan terbentuk kristal-kristal es

pada produk. Pada saat produk di thawing (dilelehkan), kristal-kristal es tersebut mencair dan

membebaskan zat alir (drip) sehingga teksturnya menurun. Oleh karena itu, sebaiknya menggunakan

pembekuan cepat dan proses thawing yang lambat. Menurut Ilyas (1993), penyebab utama dari

perubahan tekstur adalah ketiadaan kemampuan pada jaringan produk yang dibekukan untuk menahan

air. Air pada produk beku mudah bebas selama pelelehan dan pemasakan.