a. latar belakang - digilib.uns.ac.id...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 3 sweden commit to...

41
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Tidak lagi menjadi hal yang luar biasa apabila seorang laki-laki menjadi pemimpin. Laki-laki memang terbiasa menjadi pemimpin, entah itu pemimpin dalam satuan organisasi sosial terkecil yakni keluarga ataupun pemimpin suatu negara. Umumnya, dunia politik merupakan lapangan aktivitas laki-laki. Secara tradisi yang merupakan hasil konstruksi sosial, ranah publik adalah dunianya laki-laki, sedangkan ranah privat (domestik) adalah dunianya perempuan. Nazehda Shevdova, seorang peneliti pada Institut of The USA and Canada Studies, meneliti bahwa ranah politik berlaku sebagai model politik maskulin. Menurutnya, laki-laki mendominasi secara luas dunia politik, sangat dominan dalam memformulasikan aturan-aturan permainan politik, dan mendefinisikan standar untuk politik. Selain itu, kehidupan politik sering diatur sesuai dengan norma-norma dan nilai-nilai laki-laki. 1 Struktur politik yang didominasi oleh laki-laki pada dasarnya telah menciptakan sebuah budaya yang “mengeluarkan” perempuan. Senioritas dan machoisme telah menjadi klik informal laki-laki dalam dunia politik dan hal ini menjadi penghambat karir politik perempuan. 2 1 Nur Iman Subono, Partisipasi Perempuan, Hambatan, dan Pembuat Kebijakan, Jurnal Perempuan: Perempuan dan Partisipasi Politik, Edisi 34, hal. 23, Juli 2003 2 Ibid, hal: 27

Upload: ngonhu

Post on 26-Apr-2019

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Tidak lagi menjadi hal yang luar biasa apabila seorang laki-laki menjadi

pemimpin. Laki-laki memang terbiasa menjadi pemimpin, entah itu pemimpin

dalam satuan organisasi sosial terkecil yakni keluarga ataupun pemimpin suatu

negara. Umumnya, dunia politik merupakan lapangan aktivitas laki-laki.

Secara tradisi yang merupakan hasil konstruksi sosial, ranah publik adalah

dunianya laki-laki, sedangkan ranah privat (domestik) adalah dunianya

perempuan. Nazehda Shevdova, seorang peneliti pada Institut of The USA and

Canada Studies, meneliti bahwa ranah politik berlaku sebagai model politik

maskulin. Menurutnya, laki-laki mendominasi secara luas dunia politik, sangat

dominan dalam memformulasikan aturan-aturan permainan politik, dan

mendefinisikan standar untuk politik. Selain itu, kehidupan politik sering diatur

sesuai dengan norma-norma dan nilai-nilai laki-laki.1

Struktur politik yang didominasi oleh laki-laki pada dasarnya telah

menciptakan sebuah budaya yang “mengeluarkan” perempuan. Senioritas dan

machoisme telah menjadi klik informal laki-laki dalam dunia politik dan hal ini

menjadi penghambat karir politik perempuan.2

1 Nur Iman Subono, Partisipasi Perempuan, Hambatan, dan Pembuat Kebijakan, Jurnal

Perempuan: Perempuan dan Partisipasi Politik, Edisi 34, hal. 23, Juli 2003 2 Ibid, hal: 27

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

Norma budaya yang ada menekankan peranan perempuan hanyalah

berkisar antara suami, anak, dan rumah. Akibatnya, sulit bagi perempuan untuk

masuk dan berhasil dalam dunia politik dibandingkan dengan laki-laki.3

Perempuan seakan-akan memiliki dilema antara dua “dunia”. Hal ini yang

seringkali menjadi batu sandungan bagi perempuan untuk dapat berhasil dalam

karir politik yang menyita perhatian dan waktunya.

Peran perempuan dalam pembangunan yang tercantum dalam Garis-garis

Besar Haluan Negara (GBHN) juga menyiratkan perempuan memiliki kesempatan

lebih luas untuk bergerak di luar keluarga, namun keluarga tetap menjadi yang

utama bagi perempuan.

Pada situs resmi Inter-Parliamentary Union (IPU), menurut data Juli

2013, diketahui Rwanda memiliki jumlah perempuan terbanyak dalam parlemen

yakni 56,3% dan diikuti oleh Andorra sebanyak 50%, Cuba sebanyak 48,9% dan

Sweden sebanyak 44,7% . Inggris Raya menempati rangking ke-56 dengan jumlah

22,5%. Amerika Serikat berada pada urutan ke-77 dengan jumlah 17,7%. Negara

kita, Indonesia menempati rangking ke-74 dengan jumlah perempuan di parlemen

sebanyak 18,6 %.4

3 Billy Sarwono Atmonobudi, Pemaknaan Karir Politik Presiden Perempuan dalam Masyarakat

Patriaki, Jurnal Penelitian Ilmu Komunikasi, Vol. 3 No. 2, hal 1-2, Mei-Agustus 2004 4 Admin, Women in Parliaments: World Classification, http://www.ipu.org/wmn-e/classif.htm,

diakses pada tanggal 28 Juli 2013

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3

Tabel berikut menunjukkan keterwakilan perempuan di parlemen dunia

yang data bersumber dari situs resmi IPU untuk situasi 1 Juli 2013:5

Tabel 1.1 Keterwakilan Perempuan dalam Parlemen Dunia tertanggal

1 Juli 2013

Jenis Kelamin Jumlah Presentase

Laki-laki 36.456 79,1%

Perempuan 9.633 20,9%

TOTAL 46.520 100%

Sumber: www.ipu.org

Data di atas dapat disimpulkan bahwa laki-laki masih mendominasi

kancah politik. Perempuan hanya menempati tempat sekitar 20,9% menurut

perhitungan rata-rata di dunia. Masih sangat sedikit perempuan yang terjun

langsung pada karir politik. Kemudian masih dari data dari IPU yang

menunjukkan presentase keterwakilan pada tahun 1995, 1997, 2002, dan 2013

dalam parlemen di 7 wilayah regional di dunia mengalami peningkatan. Berikut

tabelnya,6

Tabel 1.2 Perempuan di Parlemen Nasional di Dunia (%)

(1995, 1997, 2002, 2013)

Wilayah Regional 1995

(%)

1997

(%)

2002

(%)

2013

(%)

Sub-Sahara Afrika 9,8 10,1 13,6 21,3

Amerika 12,7 12,9 16,5 24,8

Negara-negara Arab 4,3 3,3 5,7 15,7

5 Admin, Women in National Parliaments, http://www.ipu.org/wmn-e/arc/world010713.htm,

diakses pada tanggal 28 Juli 2013 6 Admin, Women in National Parliaments, http://www.ipu.org/wmn-e/arc/world010713.htm,

diakses pada tanggal 28 Juli 2013

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4

Asia 13,2 13,8 15,2 18,8

Eropa 13,2 13,8 15,5 24,4

Pasifik 6,3 9,8 15,2 12,8

Sumber: www.ipu.org

Dari data di atas dapat disimpulkan terjadi peningkatan partisipasi

perempuan untuk ikut aktif dalam politik. Data di atas juga menunjukkan setiap

tahunnya makin banyak perempuan yang berani masuk untuk berkarir dalam

kancah politik.

Berikut data dari IPU untuk Juli 2013 mengenai presentase banyaknya

yang menjadi President of Parliament (Ketua DPR) menurut jenis kelamin yang

ada di Eropa, yakni:7

Bagan 1.1 Jumlah President of Parliaments (Ketua DPR) di Eropa

(%)

Sumber: www.ipu.org

7 Admin, Parliaments at a glance: Presidents, http://www.ipu.org/parline-

e/LeadershipPositions.asp?LANG=ENG&REGION_SUB_REGION=R7&typesearch=1&Submit1

=Launch+query, diakses pada tanggal 28 Juli 2013

Laki-laki

79%

Perempuan

21%

Jumlah President of Parliaments di Eropa

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5

Data di atas dapat diketahui bahwa situasi politik di Eropa pada tahun

2013 masih didominasi oleh laki-laki. Sedangkan, perempuan masih manjadi

minoritas yakni sebanyak 21%. Kemudian, berikut juga data yang dirilis oleh IPU

untuk Juli 2013 presentase Presidents of Parliaments (Ketua DPR) untuk semua

wilayah, dan semua sistem parlemen, berikut data yang dibedakan menurut jenis

kelamin, yaitu:8

Bagan 1.2 Jumlah President of Parliaments (Ketua DPR) di Seluruh

Dunia (%)

Sumber: www.ipu.org

Hasil survey yang dilaksanakan oleh IPU pada seluruh dunia juga tidak

begitu jauh dari hasil survey di Eropa. Pada tingkat seluruh dunia, perempuan

masih saja menjadi pihak minoritas. Masih sebanyak 9.615 perempuan yang

mengambil karir di politik. Sementara, hingga saat ini laki-laki masih menjadi

dominasi sebanyak 79% atau sebanyak 35.782 orang. 9

Perempuan juga bisa menjadi pemimpin seperti halnya laki-laki.

Perempuan juga memiliki kualitas dan hak yang sama dengan laki-laki untuk

8 Admin, Parliaments at a glance: Presidents, http://www.ipu.org/parline-

e/WomenInParliament.asp?REGION=All&typesearch=1&LANG=ENG, diakses pada tanggal 28

Juli 2013 9 Ibid

79%

21%

Presentase President of Parliaments di Seluruh

Dunia

Laki-laki: 35782 Perempuan: 9615

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6

menjadi pemimpin. Jenis kelamin bukanlah alasan perempuan untuk tidak

menjabat sebagai seorang pemimpin. Pembedaan yang ada lebih mengarah kepada

permasalahan gender. Istilah gender pertama kali diperkenalkan oleh Robert

Stoller (1968) untuk memisahkan pencirian manusia yang didasarkan pada

pendefinisian yang bersifat sosial budaya dengan pendefinisian yang berasal dari

ciri-ciri fisik biologis.10

Kemudian dalam Konvensi tentang Hak-hak Politik Perempuan (The

Convention on Political Rights for Women) pada tanggal 12 Desember 1958, pasal

3 menjelaskan bahwa “perempuan juga menduduki posisi pemerintahan dan

menerapkan semua fungsi-fungsi pemerintah yang ditetapkan oleh hukum

nasional, dengan kedudukan yang sama dengan laki-laki, tanpa ada diskriminasi.”

Dengan adanya kesadaran akan kesetaraan gender, perempuan juga bisa

berkarier dalam dunia politik. Bukan hanya dalam jabatan rendah saja, namun

juga bisa menjadi pemimpin suatu negara. Hingga saat ini masih sangat sedikit

tokoh dunia perempuan yang memegang jabatan sebagai pemimpin negara.

Pemimpin negara perempuan ada Margaret Thatcher dari Inggris, Benazir Bhutto

dari Pakistan, Corazon Aquino dari Filipina, dan tentunya dari Indonesia ada

Megawati Soekarnoputri.

Presiden-presiden perempuan ini tentunya memiliki segudang kisah

perjuangan mereka. Mulai dari yang dielu-elukan oleh masyarakat hingga

kontroversional. Norris menunjukkan bahwa dibandingkan dengan rata-rata

10

Riant Nugroho, Gender dan Strategi: Pengarus-utamaannya di Indonesia, Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 2008, hal: 2

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7

perempuan pada umumnya, politisi atau pemimpin perempuan digambarkan lebih

ambisius, dan konfrontatif.11

Hal ini sepertinya senada dengan Margaret Thatcher.

Margaret Thatcher adalah Perdana Menteri Inggris wanita pertama dan sejauh ini

merupakan satu-satunya.

Berikut adalah tanggapan dari Jenny Anderson dari Huffington Post

mengenai Margaret Thatcher, 12

“Margaret Thatcher was a firm believer in the individual; success comes

from hard work and naked grit and determination. She never took into

account circumstances that are beyond a person's control, which some

people are bound by. She was a champion of serious competition; take no

prisoners”.

Dari pernyataannya, dapat disimpulkan bahwa Thatcher merupakan sosok

yang ambisius dan keras, hingga dijuluki Iron Lady oleh pers Uni Soviet.

Margaret Thatcer membuktikan bahwa kaum perempuan menduduki

posisi puncak dalam sistem politik Inggris dan bertahan, adalah sebuah

pencapaian yang bahkan jarang bisa disamai oleh para penerusnya yang semuanya

laki-laki.13

Ia pernah berkata dalam pidatonya suatu waktu pada 1982, yang

membuat merah telinga para politisi Inggris, yang kebanyakan adalah laki-laki,

"dalam politik, bila ingin segalanya cuma diomongkan belaka, mintalah ke laki-

laki... tapi, bila ingin segalanya jadi beres, mintalah ke perempuan." 14

11

Billy Sarwono Atmonobudi, loc. cit. 12

Jenny Anderson, Why Margaret Thatcher Is No Feminist Icon,

http://www.huffingtonpost.co.uk/jenny/margaret-thatcher-feminism_b_1196544.html, diakses

pada tanggal 16 Januari 2013 13

Horton dan Sally Simmons, Wanita-wanita yang Mengubah Dunia, Erlangga, 2009, hal: 161 14

Renne R. A, dkk, Jasa Sang Perempuan Besi Untuk Dunia,

http://m.news.viva.co.id/news/read/403859-jasa-sang--perempuan-besi--untuk-dunia, diakses

tanggal 11 April 2013

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

8

Selama masa pemerintahannya, Thatcher memiliki banyak pendukung-

pendukung kebijakannya dan peraturan yang dibuatnya. Namun juga tidak sedikit

pihak yang membenci masa kepemimpinannya. Masa pemerintahannya tergolong

banyak menuai kontroversi karena kebijakan-kebijakannya yakni pengusung

ideologi pasar bebas, privatisasi industri, dan pembatasan peran serta negara,

mencekal buruh yang mengakibatkan suasana politik Inggris menjadi panas dan

menghancurkan ekonomi keluarga-keluarga yang mata pencahariannya dari

tambang, perang Falkland antara Inggris dan Argentina yang memperebutkan

kepulauan di Laut Atlantik Selatan pada tahun 1982 dan menimbulkan kebencian

pada masyarakat Argentina. Thatcher juga berperan dalam keruntuhan Uni Soviet.

Ia dan Ronald Reagan memusuhi komunisme dan kemudian Margaret Thatcher

berusaha mengakhiri perang dingin. Selanjutnya, Margaret Thatcher bekerjasama

dengan Mikhail Gorbachev meruntuhkan Uni Soviet. Margaret Thatcher

mendapatkan julukan „Iron Lady‟ dari pers Uni Soviet saat itu karena sikapnya

yang ambisius dan kuat seperti besi. Thatcher juga menolak Inggris disatukan

dengan Eropa.15

Namun langkah-langkah kebijakannya yang kontroversional itu mampu

membawa Inggris dari keterpurukan dan inflasi yang tinggi yakni 25% hingga

dapat menurun drastis menuju di bawah 4%.16

Begitu banyak pihak yang pro dan

kontra dengannya. Namun, Margaret Thatcher tidak merasa „jatuh‟ atas semua

celaan dan kebencian terhadap dirinya. Pada tanggal 3 Mei 1989 pada saat

15

Rika Theo, Lima Kebijakan Kontroversional Margaret Thatcher,

http://internasional.kontan.co.id/news/lima-kebijakan-kontroversial-margaret-thatcher, diakses

pada tanggal 11 April 2013 16

Ibid

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9

perayaam 10 tahun ia menjadi perdana menteri, Margaret Thatcher berkata, “Jika

Anda bertujuan untuk disukai, Anda akan siap berkompromi untuk apapun dan

kapanpun, dan Anda takkan mencapai apa-apa."17

Di samping semua pernyataan negatif maupun positif mengenai dirinya,

Margaret Thatcher telah membuktikan kepada dunia bahwa ia merupakan

perempuan yang mampu memimpin suatu negara, bahkan menjadi satu-satunya

tokoh dunia yang mampu menjadi Perdana Menteri Inggris tiga masa periode

pemerintahan. Bahkan setelah Margaret Thatcher berkuasa, belum ada tokoh

dunia perempuan lainnya yang menjadi pemimpin negara yang dapat melampaui

lamanya Margaret Thatcher menjabat sebagai Perdana Menteri Inggris.

Tokoh-tokoh sejarah dunia merupakan sumber kisah yang sering

diadaptasi menjadi film. Meski akhir film tersebut sudah diketahui, tapi tetap saja

menarik untuk disimak. Seringnya, jabatan presiden, perdana menteri, atau raja

dikemas dalam bentuk film agar lebih menarik dalam penyampaian pesan dan

informasi kepada khalayak. Berhubung perjalanan hidup seseorang cukup panjang

dan tidak mungkin dimasukkan semua ke dalam film berdurasi 2 jam, biasanya

pula sebuah film mengambil pilihan di tiga bagian kehidupan. Pertama, perjalanan

untuk mencapai posisi puncak. Kedua, periode masa genting negara

membutuhkan keputusan yang tepat dan cepat. Ketiga, di masa- masa terakhir

tokoh sejarah tersebut.18

17

Renne R. A, dkk, loc. cit. 18

Ajiedd, The Iron Lady (2011), http://cinereview-ajiedd.blogspot.com/2012/01/iron-lady-

2011.html, diakses pada tanggal 15 Januari 2013

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

Ada beberapa film-film Hollywood lainnya yang bercerita mengenai

kepala negara antara lain, W. (2008) yang mengkisahkan George Walker Bush,

film televisi The Special Relationship (2010) mengenai hubungan Tony Blair dan

Bill Clinton, atau film Jerman Downfall (2004) tentang kejatuhan Hitler.

Kemudian ada The Iron Lady (2011) yang mengkisahkan pemerintahan Margaret

Thatcher yang konstroversional. Dari kesemua film-film mengenai kepala negara

tersebut, hampir semuanya mengangkat cerita dari tokoh pemimpin negara laki-

laki kecuali film The Iron Lady.

Banyak film merupakan refleksi dari kenyataan atau kisah nyata

kehidupan. Sebagai dokumen sosial dan budaya yang mencerminkan

masyarakatnya, dan sebagai corak narasi yang multitafsir, film bisa berucap

banyak tentang budaya dan masyarakat yang menghasilkannya.19

Sebagai salah satu produk kemajuan teknologi, film merupakan medium

penyebaran pesan secara efektif kepada komunikan. Film merupakan salah satu

sarana media massa yang digunakan untuk pendidikan, hiburan, penyampaian

ideologi sutradara film, serta representasi suatu budaya masyarakat.

Molly Haskel berpendapat film perempuan adalah film yang member

banyak aspirasi untuk perempuan. Kemudian Aquarini menandaskan film yang

menampilkan citra perempuan yang berangkat sebagai korban dari struktur

19

Ibrahim dan Idi Subandy, Budaya Populer sebagai Komunikasi, Jakarta:Jalasutra. 2007, hal: 173

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

masyarakatnya sendiri tetapi kemudian bangkit dan menjadi luar biasa dalam

artian memperoleh kekuasaan dan kendali tertentu atas hidupnya.20

Film The Iron Lady disutradarai oleh seorang perempuan bernama

Phyllida Lloyd ini dapat dikategorikan sebagai film perempuan. Film perempuan

merupakan film yang dibuat oleh perempuan, tentang perempuan dan untuk

perempuan. Film dalam kategori ini mendefinisikan sifat perempuan. Film The

Iron Lady merupakan film biopic Margaret Thatcher yang diperankan oleh Meryl

Streep. Margaret Thatcher menjadi perdana menteri pertama di Inggris pada abad

20. Film yang disutradarai oleh Phyllida Lloyd ini dirilis pada tahun 2011 dan

telah memenangi Academy Award ke 84 dengan nominasi Meryl Streep sebagai

Aktris Terbaik dan Make-up terbaik. Bahkan Rotten Tomatoes dalam websitenya

memberikan predikat Meryl Streep berakting dengan sempurna dalam film ini.

Tak hanya pujian, film yang memakan budget $ 30 juta untuk

pembuatannya21

ini juga menuai protes yang menjadikan film ini begitu

kontroversional, khususnya dari seluruh Inggris. Dilansir dari Daily Mail,

bioskop-bioskop Inggris, terlebih di Inggris Selatan, dibanjiri oleh penonton yang

sangat ingin melihat film biopic dari mantan pemimpin negara mereka, Margaret

Thatcher. Bahkan pecinta sinema London banyak yang tidak dapat menonton

karena tiket telah habis terjual sehingga pengelola bioskop membuat peringatan

untuk membeli tiket beberapa hari sebelum menonton untuk menghindari

20

Sri Samiati dkk, Pengarustamaan Paradigma Pembangunan Pemberdayaan Perempuan

Menuju Pengarustamaan Gender, Solo: CakraBooks, 2011, hal: 21 21

Admin, The Iron Lady, http://www.boxoffice.com/statistics/movies/the-iron-lady-2011, diakses

pada tanggal 25 Maret 2013

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

kekecewaan dari penonton yang kehabisan tiket. Daily Mail melaporkan, salah

satu anggota parlemen Inggris dari Partai Konservatif, Louise Mensch ikut

mengantri di bioskop untuk menonton film The Iron Lady dan berkicau di jejaring

sosial Twitter miliknya, “I‟m in a packed cinema in Kettering watching the Iron

Lady!! Proves she is loved!!”.22

Namun, protes mengalir deras dari sekelompok mantan pekerja tambang

batu bara dari Derbyshire yang menamai kelompoknya dengan sebutan „The Real

Iron Ladies‟ seperti yang dikutip dari BBC. Mereka menganggap film The Iron

Lady merupakan “Hollywood rewriting of history‟.23

Dalam BBC juga tertulis

bahwa Women's Action Group turut melakukan aksi protes terhadap film The Iron

Lady.

Tak hanya itu, politikus-politikus Inggris juga berpendapat kurang baik

mengenai film biopic tersebut. Dalam wawancara kepada BBC Radio 4, Perdana

Menteri Inggris David Cameron mengatakan bahwa, “My sense was a great piece

of acting, a staggering piece of acting, but a film I wish they could have made

another day.”24

Hal ini dikarenakan Margaret Thatcher masih hidup sewaktu

masa pembuatan dan peluncuran film The Iron Lady. Douglas Hurd, yang

melayani di Kabinet Thatcher sebagai foreign secretary, mendesripsikan film ini

„menjijikan‟. Kemudian Norman Tebbit, employment secretary dalam Kabinet

22

Sara Nathan, Maggie splits the nation again: Divide on new film as cinemas are packed in the

South, but picketed in the North, http://www.dailymail.co.uk/news/article-2084429/The-Iron-

Lady-Divide-film-cinemas-packed-South-North.html, diakses pada tanggal 17 Maret 2013 23

Admin, 'Real Iron Ladies' stage protest against Thatcher film, http://www.bbc.co.uk/news/uk-

england-derbyshire-16438897, diakses pada tanggal 17 Maret 2013 24

Daniel Martin, 'Why did they have to make it now?': David Cameron blasts insensitive timing of

Thatcher film The Iron Lady, http://www.dailymail.co.uk/news/article-2083022/David-Cameron-

blasts-Margaret-Thatcher-fil-The-Iron-Lady.html, diakses pada tanggal 17 Maret 2013

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

Thatcher berkata bahwa, “She was never, in my experience, the half-hysterical,

overemotional, overacting woman portrayed by Meryl Streep.”25

Masih dilansir

dari Daily Mail, Michael Portillo, junior local government minister Kabinet

Thatcher, mengatakan dirinya merasa tidak nyaman (akan film tersebut).

Sutradara film The Iron Lady, Phyllida Lloyd membela diri dan

mengatakan, “We all felt that a portrait of somebody who is experiencing a

failure of strength and health and forgetfulness is not a shameful thing to put on

the screen.”26

Lloyd juga mengatakan ia berusaha membuat film ini dari sisi

perempuan. Ia menyebut film ini merupakan film „political in a feminist way‟.

Walaupun film The Iron Lady banyak diprotes dari berbagai pihak, film

tersebut sangat menarik untuk ditonton hingga meraup keuntungan sebesar £2,15

juta pada pembukaan minggu pertama di Inggris.27

Film ini tidak hanya melejit di

Inggris, namun negara lain seperti Amerika, Jepang, Australia, Spanyol, Brazil,

Denmark, Belgia, Prancis, Mexico, Belanda, New Zealand, Norwegia, Polandia,

Portugal, dan Serbia. Di negara-negara ini, film The Iron Lady meraup

keuntungan di atas $ 1 juta. Bahkan, di Jepang dan Australia, film ini mampu

meraih pendapatan di atas $ 10 juta. The Iron Lady meraup total keuntungan dari

pendapatan kotor dari seluruh dunia sebesar $ 114, 9 juta.28

25

Ibid 26

Ibid 27

Admin, The Iron Lady: Meryl Streep Rules At The Box Office,

http://www.huffingtonpost.co.uk/2012/01/09/the-iron-lady-meryl-streep-box-

office_n_1194201.html, diakses pada tanggal 25 Maret 2013 28

Admin, The Iron Lady, http://boxofficemojo.com/movies/?page=main&id=ironlady.htm,

diakses pada tanggal 25 Maret 2013

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14

Peneliti tertarik dengan film The Iron Lady (2011) yang mengkisahkan

Margaret Thatcher, mantan pemimpin negara perempuan di Inggris, sebagai

obyek dalam penelitian ini. Peneliti menggunakan analisis wacana sebagai metode

analisis data penelitian karena peneliti ingin melihat lebih jelas rekaman

kebahasaan film ini dalam mengkomunikasikan ekspresi-ekspresi dan gagasan-

gagasan semangat perjuangan dari Margaret Thatcher sebagai perempuan dalam

politik.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, dapat ditarik rumusan masalah

sebagai berikut :

Bagaimana wacana kekuatan perempuan dalam politik dalam film

The Iron Lady?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui wacana kekuatan

perempuan dalam politik dalam film The Iron Lady.

D. Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian yang telah dirumuskan seperti diatas

maka penelitian dihararapkan dapat mengetahui bagaimana wacana

kekuatan perempuan dalam politik dalam film The Iron Lady. Penelitian

ini juga bertujuan untuk melihat penggambaran perjuangan seorang

perempuan yang berjuang keras dalam dunia politik yang ditampilkan

dalam adegan serta dialog-dialog yang muncul dalam film.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

E. Tinjauan Pustaka

1. Komunikasi Sebagai Pembentukan Makna

Istilah komunikasi berasal dari bahasa Latin yakni

communicatio yang berarti pemberitahuan, pemberian bagian, atau

pertukaran di mana komunikator mengharapkan pertimbangan atau

jawaban dari komunikan. Komunikasi adalah salah satu hal yang

paling persuasif, penting, dan rumit dalam hidup manusia.

Komunikasi sebagai pengetahuan sosial melibatkan pengertian

bagaimana manusia berlaku dalam membuat, menukar, dan

mengartikan pesan-pesan.29

Menurut Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss, komunikasi

adalah proses pembentukan makna diantara dua orang atau lebih. Hal

ini juga senada dengan gagasan dari John R. Wenburg dan William

W. Wilmot yakni komunikasi adalah usaha untuk memperoleh makna.

Gerald I. Hovland juga berpendapat mengenai komunikasi yakni

komunikasi terjadi ketika suatu sumber menyampaikan suatu pesan

kepada penerima dengan niat yang disadari untuk mempengaruhi

perilaku penerima.30

Kemudian menurut John Fiske, salah satu mahzab komunikasi

adalah produksi dan pertukaran makna. Menurutnya, bagaimana pesan

29

Stephen W. Littlejohn, Theories of Human Communication, Albuquerque, Wadsworth

Publishing Company, 1999, hal: 5 30

Ibid

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

16

dan teks dapat menghasilkan makna yang juga berkenaan dengan

peran teks terhadap kebudayaan. Fiske memandang perbedaan budaya

antara pengirim dan penerima merupakan alasan dari kesalahpahaman

dalam suatu komunikasi.31

Pendapat-pendapat pakar komunikasi di atas dapat

disimpulkan komunikasi memiliki peran penting dalam pembentukan

makna antara komunikator terhadap komunikan. Kata-kata yang

diucapkan komunikator mendorong komunikan untuk memberi makna

terhadap kata-kata itu. Perbedaan budaya dapat memberikan

keberagaman cara berkomunikasi sehingga memberikan makna yang

berbeda-beda. Dalam komunikasi, bahasa sebagai lambang mampu

mentransmisikan pikiran, ide, pendapat, dan sebagainya baik

mengenai hal yang abstrak maupun yang kongkret; tidak saja tentang

hal ataupun peristiwa yang terjadi saat sekarang tetapi juga pada

waktu yang lalu atau masa mendatang.

Selain bahasa, menurut Littlejohn isyarat adalah basis dari

seluruh komunikasi. Suatu isyarat menandakan sesuatu selain dirinya

sendiri, dan makna adalah hubungan suatu obyek atau ide dan suatu

isyarat. Konsep dasar ini mengikat bersama seperangkat teori yang

sungguh luas berurusan dengan simbol, bahasa, wacana, dan bentuk-

bentuk nonverbal, teori-teori yang menjelaskan bagaimana isyarat

31

John Fiske, Cultural and Communication Studies, Sebuah Pengantar Paling Komprehensif,

Yogyakarta, Penerbit Jalasutra, 2004, hal: 10

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

berhubungan dengan artinya adan bagaimana isyarat disusun.32

Pentingnya peranan media sekunder dalam penyampaian pesan adalah

karena efisiensinya dalam mencapai komunikan. Pesan yang

disampaikan melalui media massa bersifat umum karena ditujukan

kepada umum mengenai kepentingan umum.

2. Film

Film pertama kali dibuat pada akhir abad 19. Dulu, film masih

berbahan dasar seluloid yang amat mudah terbakar. Namun, seiring

dengan perjalanan waktu, para ahli berusaha menyempurnakan film

agar lebih aman dan enak ditonton.

Menurut James Monaco, film adalah salah satu medium

komunikasi massa, yaitu alat penyampai berbagai jenis pesan dalam

peradaban modern ini. Dalam penggunaan lain, film menjadi alat bagi

seniman-seniman film untuk mengutarakan gagasan, ide, lewat suatu

wawasan keindahan.33

Definisi film menurut Undang-undang Perfilman tahun 1992,

Bab 1 pasal 1, “Film adalah karya cipta seni dan budaya yang

merupakan media komunikasi massa pandang-dengar yang dibuat

berdasarkan asas sinematrogafi dengan direkam pada pita seluloid,

pita video, piringan video, dan/atau bahan hasil penemuan teknologi

lainnya...”

32

Stephen W. Littlejohn, op. cit., hal: 64 33

Marselli Sumarno, Dasar-dasar Apresiasi Film, Jakarta: Gramedia, 1996, hal: 27

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18

Film merupakan media penyampai pesan yang berbicara

melalui bahasa dan gambar yang dipadukan. Film diharapkan mampu

memberikan ilham kepada penontonnya sekaligus media penetrasi

yang ampuh.

Denis McQuail membagi film menjadi tiga tema besar, tema

pertama yakni pemanfaatan film sebagai alat propaganda dalam upaya

pencapaian tujuan nasional masyarakat, kedua adalah munculnya

beberapa aliran seni film. Ketiga merupakan lahirnya film dengan

bertema dokumentasi sosial.34

Graeme Turner berpendapat bahwa film sangat membantu

pembuat film dalam usahanya untuk berkomunikasi.35

Karena film

dapat menjangkau khalayak yang luas, mencakup seluruh dunia, maka

sutradara mencoba menyampaikan pesan melalui gambar-gambar

yang terangkai dalam scene demi scene yang terproyeksikan di atas

layar. Tak hanya melihat gambarnya, penonton juga dapat membaca

teks yang mendukung kuatnya penyampaian pesan sutradara.

Kemudian Turner juga menyebutkan bahwa film merupakan

sebuah proses dalam pembuatan gambar, suara, tanda, yang

merupakan representasi dari realitas yang ada pada masyarakat.

Menurutnya lagi, masyarakat dapat dimengerti jalan kehidupannya

dan sistem nilai-nilai yang berlaku melalui bentuk temporer dalam

34

Dennis McQuail, Teori Komunikasi Massa Suatu Pengantar. Jakarta : Erlangga, 1996, hal: 14 35

Graeme Turner, Film as Social Practice, London: Routledge, 1993, hal: 80

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

televisi, film, radio, olahraga, komik, musik, dan fashion.36

Selanjutnya Turner juga menyebutkan film dapat diteliti sebagai

produk sosial dan sebagai sebuah praktik sosial yang dapat menujukan

sistem dan proses budaya.37

Irawanto Budi mengatakan bahwa film dalam prespektif

komunikasi massa dimaknai sebagai pesan-pesan yang disampaikan

dalam komunikasi filmis yang memahami hakikat, fungsi, dan

efeknya. Perspektif ini lebih mendekatkan kepada fokus film sebagai

proses komunikasi. Disamping itu, meletakkan film dalam konteks

sosial, politik, dan budaya dimana proses komunikasi berlangsung,

sama dengan memahami preferensi penonton yang pada gilirannya

menciptakan citra penonton film. Pendeknya, akan lebih bisa

ditangkap hakikat dari proses menonton dan bagaimana film berperan

sebagai sistem komunikasi simbolis.38

3. Kekuatan Perempuan dalam Politik

1. Perempuan dalam Politik

Secara umum dalam karier politik di dunia, jumlah laki-

laki lebih dominan dibandingkan dengan jumlah perempuan

yang menjadi anggota parlemen. Di negeri kita sendiri,

Indonesia, juga demikian. Indonesia yang menganut sistem

36

Ibid, hal: 40 37

Ibid, hal: 41 38

Irawanto Budi, Film, Ideologi, dan Hegemoni Militer dalam Sinem Indonesia, Jogjakarta: Media

Persindo, 1999, hal: 1-6

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

patrilienal sangat mewarnai budaya Indonesia. Hal ini

menjadikan perempuan Indonesia masih sangat terpengaruh

dengan buah pemikiran dari sistem patrilineal tersebut.39

Ada dua faktor utama yang menjelaskan apa saja

hambatan utama perempuan dalam partisipasi politik yang

diajukan oleh Center for Asia-Pasifics Women in Politics,

yakni 1) pengaruh dari mengakarnya peran dan pembagian

gender antara laki-laki dan perempuan yang tradisional yang

membatasi atau menghambat partisipasi perempuan di bidang

kepemimpinan dan pembuatan kebijakan atau keputusan dan 2)

kendala-kendala kelembagaan (institusional) yang masih kuat

atas akses perempuan terhadap kekuasaan yang tersebar di

berbagai kelembagaan sosial-politik.40

Tidak hanya laki-laki, perempuan juga dibutuhkan

dalam dunia politik, ada 3 alasan mengapa perempuan penting

untuk terlibat dalam politik, yakni:1) Sebuah pemerintahan

oleh laki-laki untuk laki-laki tidak dapat mengklaim menjadi

sebuah pemerintahan oleh rakyat dan untuk rakyat. Pernyataan

ini dikelurkan oleh Inter-Parliamentary Union Council pada

April 1992. 2) Perempuan pada dasarnya adalah pelaku politik

yang lebih bisa memahami kepentingan dan kebutuhan mereka

39

Razya Hanim, Perempuan dan Politik: Studi Kepolitikan Perempuan di DKI Jakarta, Jakarta:

Madani Institute, 2010, hal: 23 40

Nur Iman Subono, op. cit., hal: 21

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21

sendiri dengan lebih baik. Padahal selama ini umumnya segala

keputusan dan kebijakan yang berkaitan dengan isu-isu dan

persoalan-persoalan perempuan selalu menjadi agenda politik

laki-laki. Florence Butegwa mengatakan bahwa “partisipasi

perempuan dalam politik bukanlah sebuah kemewahan, tapi

sebuah kebutuhan.” 3) Perempuan membawa gaya dan nilai

politik yang berbeda. Salah satu aktivis perempuan terkenal,

Viginia Wills, menyebutnya dengan istilah “nilai-nilai

perempuan yang istimewa” (distinctively female values) yang

merupakan hasil sosialisasi keluarga dan masyarakat secara

umum terhadap perempuan sejak mereka kecil hingga

dewasa.41

Untuk lebih mempopulerkan karier dalam bidang

politik, perempuan secara khusus dapat memberdayakan dan

memberikan dorongan kepada kalangan perempuan, baik

individu maupun kelompok, untuk memberanikan diri mengisi

jabatan-jabatan strategis dunia politik.

Berbagai penelelitian tentang perempuan dan politik

menunjukkan dua hal yang menjadi budaya politik perempuan

yang merupakan hasil sosialisasi itu sebagai berikut, 1)

Pengalaman perempuan sebagai ibu dan peranan tradisional

dalam rumah dan keluarga mejadikan perempuan lebih peduli

41

Ibid, hal: 30-33

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

22

dibandingkan laki-laki untuk memenuhi kebutuhan orang lain.

Perempuan yang duduk dalam parlemen umumnya lebih

mengutamakan masalah kesehatan dan reproduksi, pendidikan,

pengasuhan anak, kesejahteraan dan lingkungan. 2) Perempuan

di parlemen umumnya lebih bersifat realistis dan praktis dalam

pekerjaan mereka. Mereka lebih berinisiatif dan menerima

perubahan dalam metode dan sasaran, dan juga mampu bekerja

bersama-sama. Umumnya, mereka hati-hati memperimbangkan

akibat-akibat yang timbul dari keputusan yang dibuat.42

Akses perempuan dan partisipasi politik perempuan

dalam parlemen merupakan hak asasi perempuan yang paling

mendasar. Dalam Beijing Platform for Action menyatakan

“Tanpa partisipasi aktif perempuan dan memasukan perspektif

perempuan dalam semua tingkat pengambilan keputusan, maka

tujuan dan kesetaraan, pembangunan dan perdamaian tidak

akan dapat dicapai.”

2. Kekuatan Perempuan

Perempuan berasal dari kata empu. Kata empu ini

sendiri memiliki makna yang memiliki, yang mempunyai.

Dengan kata itulah sebenarnya perempuan adalah sosok yang

memiliki, yang mempunyai, atau yang berkuasa. Mulia dan

Farida menjelaskan ada tiga unsur kepemimpinan dalam diri

42

Ibid, hal: 33-34

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

23

seseorang, yaitu kekuasaan, kompetensi diri, dan agresi kreatif.

43 Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan kekuatan yang

berasal dari kata „kuat‟ yang artinya banyak tenaganya, tahan,

tidak mudah goyah, ketat, tahan. Kekuatan sendiri memiliki arti

keteguhan dan kekuhan.44

Di Indonesia sendiri ada Raden Ajeng Kartini sebagai

tokoh pejuang persamaan hak laki-laki dengan perempuan.

Kartini, seorang perempuan Indonesia yang berasal dari tanah

Jawa, merupakan seorang perempuan dari kelas bangsawan

Indonesia. Berawal dari kemampuannya berbahasa Belanda,

Kartini senang membaca buku-buku, koran-koran, dan majalah

Belanda dan Kartini tertarik dengan kemajuan pemikiran

perempuan-perempuan Eropa. Timbul keinginannya untuk

memajukan perempuan pribumi, karena ia melihat bahwa

perempuan pribumi berada pada status sosial yang rendah.

Kartini tidak hanya semata-mata memperjuangkan emansipasi

perempuan, tapi juga masalah sosial umum. Kartini melihat

perjuangan perempuan agar memperoleh kebebasan, otonomi

dan persamaan hukum sebagai bagian dari gerakan yang lebih

luas. Tak hanya itu, Kartini juga mendirikan sekolah untuk

perempuan pertama yang diberi nama Sekolah Kartini di

43

Siti Musdah Mulia dan Anik Farida, Perempuan dan Politik, Jakarta: Gramedia, 2005, hal: 1 44

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Gramedia, 2013,

hal: 746-747

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

24

Rembang. Kemudian, kegigihannya mengundang perhatian.

Berkat kegigihannya, didirikan Sekolah Wanita oleh Yayasan

Kartini di Semarang pada 1912, dan kemudian di Surabaya,

Yogyakarta, Malang, Madiun, Cirebon dan daerah lainnya.

Nama sekolah tersebut adalah "Sekolah Kartini". Yayasan

Kartini ini didirikan oleh keluarga Van Deventer, seorang

tokoh Politik Etis. Kartini menunjukkan dia adalah seorang

perempuan yang juga memiliki kekuatan untuk maju. Ia

berusaha memajukan perempuan-perempuan Indonesia dengan

tindakan-tindakannya yang berarti.

Arif Saifudin Yudhistira menuliskan bahwa,45

“Kerajaan pada awalnya milik perempuan kemudian

mereka sendiri menobatkan banyak raja di Timur,

Roma, Perancis, secara kurang lebih langsung, selama

banyak periode dalam sejarah, perempuan pernah

menjadi ratu, mereka juga pernah memegang keilahian.

Dengan membaca Eume‟nides karya Eschyle, tragedy

yang menjadi bagian dari trilogy Drestie. Pembaca ingat

bagaimana perempuan pernah berkehendak membagi

kesaktian kata-kata dewa dengan anaknya lelaki.

Mengapa sebagai akibatnya mereka kehilangan

segalanya: keilahian, kerajaan, dan identitas?”

Kata-kata di atas mencerminkan perempuanlah yang

berkuasa pada masa dahulu. Sejarah mencatat Plato pernah

menuliskan mengenai kesetaraan laki-laki dan perempuan.

Banyak yang berpendapat Plato melihat Dewi Athena sebagai

45

Ibid

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

25

pemimpin perempuan yang ideal. Plato berpendapat asal nama

Athena berasal dari kata Atheonóa, dari kata theos yang artinya

„dewa‟ dan nous yang artinya „pikiran‟. Etomologi tersebut

menyebutkan asal-usul Athena sebagai dewi kebijaksanaan.46

Hal ini menunjukkan perempuan juga diperhitungkan sebagai

simbol kekuatan. Perempuan tidak dipandang sebelah mata dan

dapat menjadi contoh bagi Plato.

Namun yang terjadi sekarang, ada stereotip yang

seakan-akan membatasi perempuan. Stereotip klasik seakan

mengkotak-kotakkan perempuan dengan sifat feminim dan

laki-laki dengan sifat maskulin. Kefeminiman tidak memuat

ketegaran, keperkasaan, dan ketegasan yang merupakan inti

dari kekuasaan. Gambaran klasik mengenai kefeminiman

identik dengan kepasrahan, kepatuhan, kesetiaan, dan

kemanjaan, kekanak-kanakan, kelembutan, keramahan, dan

ketidaktegaran. Walaupun waktu telah berlalu dan kondisi

seiring berubah, namun stereotip ini sulit dihilangkan.47

Selama

ini perilaku politik mencakup kemandirian, kebebasan

berpendapat, dan tindakan agresif. Semua karakter tersebut

46

Liem Freddy, Mendobrak Ketabuan, Bhinneka, Desember 2012, hal: 10 47

Siti Musdah Mulia dan Anik Farida, op. cit., hal: 3-4

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

26

dipandang sebagai sifat maskulin dan tidak ideal dalam diri

perempuan.48

Liem Freddy berpendapat,49

“Anggapan bahwa kaum perempuan lebih lemah

daripada laki-laki adalah sebuah kekeliruan yang secara

turun-temurun ditradisikan. Sama seperti asumsi-asumsi

buruk pada tangan kiri yang dipatri pada alam bawah

sadar kita pada proses pengasuhan, pengaruh

lingkungan seperti kebudayaan, nilai estetika-estetika

yang telah ada dan tumbuh-kembang di masyarakat.

Secara tak langsung kita telah membunuh karakter

tangan kiri kita sendiri berdasarkan pada asumsi-asumsi

itu. Apabila dikaji lagi, dikotomi sifat dan karakter

manusia (feminim-maskulin) sebenarnya lebih banyak

dibentuk oleh pengaruh empiris. Simone de Beauvoir

pernah mengatakan bahwa sejatinya tidak pernah ada

sifat dasar laki-laki ataupun perempuan. Pola yang telah

mendogma dalam masyarakat yang mengharuskan

bagaimana seorang manusia dengan jenis kelamin laki-

laki maupun perempuan harus bersifat dan berkarakter.

Pun salah satunya adalah asumsi bahwa perempuan

lebih lemah daripada laki-laki. Sudah saatnya manusia

membuang asumsi-asumsi keliru yang men-tradisikan

itu.”

Dunia politik sesungguhnya identik dengan dunia

kepemimpinan. Kekuasaan selalu didefinisikan sebagai

kekuatan atau ketegaran atau kemampuan bertindak yang

diperlukan demi tujuan yang lebih besar. Seorang penguasa

harus menampilkan ketegaran, kekuatan, dan kemampuan

mempengaruhi orang lain. Mulia dan Farida menyadari wajah

kekuasaan telah berubah. Mulia dan Farida merasa wajah

kekuasaan yang selama ini penuh dengan rona maskulin perlu

dipoles dengan sentuhan feminin. Kekuasaan perlu

48

Ibid, hal: 1 49

Erika Jong, Apa Kata Mereka?, Bhinneka, Desember 2012, hal: 13

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

27

dipromosikan menurut definisi perempuan yang mencakup

kemampuan menciptakan masyarakat yang lebih berharkat,

sesuai hakikat perempuan sebagai pengasuh dan pemelihara.

Dengan demikian, definisi baru kekuasaan adalah gabungan

ciri-ciri maskulin dan feminin, tanpa ada diskriminasi. Mulia

dan Farida menyebutkan bahwa kekuatan perempuan (women

power) semacam ini tidak berpusat pada diri sendiri, melainkan

lebih diarahkan untuk mencapai suatu tujuan. Maka, women

power mengintegrasikan kualitas perempuan dengan beberapa

karakteristik laki-laki dan kedua atribut itu memiliki nilai yang

sama. Dalam kelembutan dan kasih sayang justru terpendam

kekuatan yang dahsyat.50

3. Komunikasi Feminisme

Ilmu pengetahuan feminis dalam tradisi modernis

terfokus untuk menyelidiki dua hal, yakni 1) ilmu pengetahuan

feminis yang utamanya bekerja untuk sosial, politik, dan

kualitas ekonomi dari jenis kelamin, dan 2) berusaha untuk

membongkar dan menyusun kembali sistem sosial untuk

membuatnya lebih bebas bagi perempuan dan laki-laki.51

Dalam hubungannya yang paling mendasar, ilmu pengetahuan

50

Siti Musdah Mulia dan Anik Farida, op. cit., hal: 4-12 51

Stephen W. Littlejohn dan Karen Foss, Teori Komunikasi, Jakarta: Salemba Humanika, 2009,

hal: 475

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

28

ini dapat dipandang sebagai feminisme liberal dan feminisme

radikal.52

Feminisme liberal merupakan fondasi pergerakan

perempuan pada tahun 1960-an dan 1970-an yang didasari oleh

demokrasi liberal, gagasan dimana kebenaran melibatkan

kepastian dalam kesetaraan hak bagi semua individu. Feminis

liberal merasa perempuan telah ditekan sebagai sebuah

kelompok dan mereka belum mendapatkan hak yang sama

dengan pria, seperti perempuan kurang mendapatkan

kesempatan untuk meningkatkan karier pilihan mereka.53

Feminis radikal menekankan perempuan tidak hanya

dalam hak politik saja, tetapi mereka lebih jauh mengkritik inti

struktur sosial patriarkis. Pegerakan feminis radikal mengakar

pada struktur sosial dan menuntut dasar pendefinisian ulang

dari semua aspek masyarakat.54

Fokus karya dalam ilmu akademis dan pada komunikasi

pada khususnya cenderung mengenai feminisme liberal, yakni

memahami perbedaan jenis kelamin dan gender dalam rangka

memajukan sebuah nilai feminim supaya sejajar dengan nilai

maskulin. Pakar feminis berusaha untuk menjelaskan

52

Ibid 53

Ibid, hal: 476 54

Ibid

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

29

persepektif dan pandangan dunianya dimana wacana

perempuan berbeda diciptakan; ekspektasi dan pola komunikasi

perempuan yang berbeda; dan cara perempuan melengkapi,

menantang, dan menyimpangkan dugaan tersebut. Selain itu,

pakar feminis juga berusaha untuk menambah praktik

komunikasi perempuan untuk semua ilmu dan nilai wacana

yang sering lebih pribadi dan rentan yang menggolongkan

pengalaman perempuan. Kemudian, mereka juga berpendapat

bahwa pemasukan perempuan dan wacana perempuan yang

merupakan sebuah uraian perilaku komunikasi dapat menjadi

keuntungan semua orang.55

Cheris Kramarae adalah seorang peneliti komunikasi

dan gender yang mengkaji teori-teori yang berhubungan

dengan gender sampai tradisi sosial budaya. Semua teori terkait

dengan bagaimana bahasa dapat dipengaruhi oleh gender dan

sebaliknya membangun sebuah dunia sosial khusus.56

Menurut

Kramarae, pengalaman seseorang tidak lepas dari dari

pengaruh bahasa. Kategori laki-laki dan perempuan

menurutnya merupakan hasil dari pembentukan secara

linguistik.57

55

Ibid 56

Ibid, hal: 169 57

Ibid, hal: 170

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

30

Kemudian Kramarae menyatukan penelitian dua orang

antropolog, yakni Edwin Ardner dan Shirley Ardner. Edwin

Ardner mengamati antropolog cenderung menggolongkan

masyarakat ke dalam istilah maskulin. Ardner memandang

bahwa bahasa asli dari sebuah kebudayaan memiliki unsur bias

yang melekat pada pria. Shirley Ardner mengemukakan bahwa

pembungkaman perempuan memiliki beberapa manifestasi dan

bukti pada wacana publik. Wanita kurang dapat merasa

nyaman dan kurang ekspresif di muka umum daripada pria. 58

Kramarae memperluas karya Ardner dengan cara

menyatukannya dengan hasil penelitian pada perempuan dan

komunikasi. Kramarae fokus kepada cara perempuan

menerjemahkan persepsi mereka sendiri dan pemaknaan

mereka sendiri ke dalam dunia sudut pandang pria.59

Kramarae

mendukung agar perempuan dapat memiliki kendali pada

dunianya sendiri dengan membuat bentuk komunikasi yang

lebih nyaman dan ramah untuk mereka. Ia ingin membuat

sebuah dunia yang saling berkaitan, daripada pemisahan dan

sebuah dunia yang menghargai daripada yang menolak

perbedaan. Karya bahasa dan kekuasaan merupakan cara

Kramarae untuk meningkatkan kesadaran tentang hubungan

58

Ibid 59

Ibid, hal: 171

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

31

kekuasaan dan menyarankan strategi untuk meningkatkan

kekuatan dari perempuan.60

Karylin Kohrs Campbell adalah orang pertama yang

menganjurkan teori gaya feminim dan kemudian diteliti oleh

Bonnie J. Dow dan Mari Boor Toon. Mereka meneliti usaha-

usaha Kramarae untuk memahami aspek gender pada bahasa.

Campbell tidak hanya memaknai keahlian secara harafiah yang

secara tradisional berhubungan dengan ibu rumah tangga dan

dunia ibu seperti pekerjaan-pekerjaan rumah tangga, tetapi juga

keahlian secara emosional, seperti pemeliharaan, empati, dan

alasan yang konkret.61

Dow dan Toon memperluas karya gaya feminim

mereka, dimana pembicara perempuan kontemporer bisa

mendapatkan akses kepada sistem politik. Pidato dari mantan

Gubernur Texas, Ann Richards, dipakai mereka untuk

memperlihatkan keberadaan gaya feminim dalam alur wacana

politik. Melalui pidato Richards, Dow dan Toon menemukan

penggunaan sebuah nada pidato pribadi serta kaidah kasih

sayang, pertalian, dan hubungan untuk menguasai

60

Ibid, hal: 172 61

Ibid, hal: 173

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

32

pendengarnya supaya mempercayai persepsi dan penilaian

mereka sendiri.62

4. Wacana

Kata “wacana” berasal bahasa Latin yaitu discursus. Wacana

merupakan komunikasi pikiran dengan kata-kata; ekspresi ide-ide atau

gagasan-gagasan; konversasi atau percakapan. Firth beranggapan

mengenai wacana bahwa language as only meaningful in its context of

situation.63

Alex Sobur juga berpendapat bahwa wacana sebagai

rangkaian tindak tutur yang mengungkapkan suatu hal (subjek) yang

disajikan secara teratur, sistematis, dalam suatu kesatuan yang

koheren, dibentuk oleh unsur segmental maupun nonsegmental

bahasa.

Kemudian, Mills yang mengacu pada pendapat Folcault,

membedakan pengertian wacana menjadi tiga macam, yakni wacana

dilihat dari level konseptual teoritis, konteks penggunaan, dan metode

penjelasan. Pada level konseptual teoritis, wacana diartikan sebagai

domain umum dari semua pernyataan, yaitu semua anjuran atau teks

yang mempunyai makna dan mempunyai efek dalam dunia nyata.

Dalam konteks penggunaannya, wacana berarti pernyataan-pernyataan

yang dapat dikelompokkan ke dalam kategori konseptual tertentu.

62

Stephen W. Littlejohn dan Karen Foss, loc. cit. 63

Alex Sobur, Analisis Teks Media, Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2001, hal: 10

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

33

Pada metode penjelasan, wacana merupakan sebuah praktik yang

diatur untuk menjelaskan sejumlah pernyataan.

Michael Stubbs (1993) berpendapat bahwa analisis wacana

merujuk pada upaya mengkaji satuan-satuan kebahasaan yang lebih

luas, seperti pertukaran percakapan atau teks tulis. Konsekuensinya,

analisis wacana juga memperhatikan bahasa pada waktu digunakan

dalam konteks sosial; dan khususnya interaksi atau dialog

antarpenutur.64

Alex Sobur dalam bukunya Analisis Teks Media menjelaskan

bahwa analisis wacana merupakan studi mengenai struktur pesan

dalam komunikasi. Analisis wacana adalah telaah mengenai aneka

fungsi (pragmatik) bahasa.65

Analisis wacana merupakan suatu pernyataan bahasa

terstruktur yang diungkapkan melalui bahasa. Analisis wacana tidak

hanya meneliti tulisan-tulisan namun juga isi dan pesan dari tulisan-

tulisan tersebut yang memperhatikan konteks sosial dan waktu dalam

wacana.

Berdasarkan media yang digunakannya, maka wacana dapat

dibedakan menjadi dua, yakni 1) wacana tulis dan 2) wacana lisan.

Wacana tulis merupakan wacana yang disampaikan melalui media

tulis dan disampaikan dengan bahasa tulis. Namun, wacana lisan

64

Sumarlam, Teori dan Praktik Analisis Wacana, Surakarta: Pustaka Cakra, 2005, hal: 10 65

Alex Sobur, op. cit., hal: 48

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

34

adalah wacana dengan bahasa lisan melalui media lisan. Untuk dapat

mengerti wacana lisan, maka komunikan harus menyimak dan

mendengarnya.

Llamzon dalam bukunya Discourse Analysis (1984)

menerangkan mengenai sifat-sifat wacana: 66

1) Wacana naratif yaitu rangkaian tuturan yang menceritakan atau

menyajikan suatu hal atau kejadian melalui penonjolan tokoh

dengan maksud memperluas pengetahuan. Kekuatan wacana ini

terletak pada alur (plot).

2) Wacana procedural merupakan rangkaian tuturan yang melukiskan

sesuatu secara berurutan yang tidak boleh dibolak-balik unsurnya.

3) Wacana hortatorik merupaka tuturan yang isinya bersifat ajakan

atau nasihat.

4) Wacana ekspositorik adalah rangkaian tuturan yang bersifat

memaparkan suatu pokok pikiran.

5) Wacana deskriptif berupa rangkaian tuturan yang memaparkan

sesuatu berdasakan pengalaman penuturnya.

Untuk menganalisis sebuah wacana, ada beberapa model

analisis wacana, yakni Norman Fairclough, Sara Mills, Teun van Djik,

Foulcault, dan Michael Alexander Kirkwood Halliday yang seringkali

disingkat sebagai MAK Halliday.

66

Sumarlam, op. cit., hal: 20

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

35

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan model analisis

wacana MAK Halliday karena untuk mengetahui aneka fenomena teks

semata, dan juga menghubungkannya dengan konteks wacana

sehingga konfigurasi tersebut akan menentukan makna dalam sebuah

wacana. Baginya, bahasa merupakan fenomena sosial.67

Halliday

mengutamakan pemahaman bahasa dalam kajian teks. Menurutnya,

teks dan konteks merupakan aspek yang terbentuk dari proses yang

sama. Halliday berpendapat suatu wacana dapat dipahami melalui teks

dan konteks yang terkandung di dalamnya. Pengertian hal-hal yang

mengenai teks itu meliputi tidak hanya yang lisan dan tertulis, namun

juga kejadian-kejadian non-verbal dan keseluruhan lingkungan teks

tersebut. Tidak hanya lingkungan, latar belakang budaya secara

keseluruhan juga hal esensial, serta sebab yang terlibat dalam interaksi

komunikasi, sehingga konteks situasi dan konteks budaya diperlukan

untk memahami keduanya. 68

Halliday memahami wacana sebagai

bahasa yang sedang melakukan pekerjaan di dalam suatu konteks

situasi dan budaya. Menganalisa suatu wacana dilingkupi oleh tiga

aspek, yakni teks, konteks situasi dan konteks budaya.69

Menurutnya,

teks tidak dapat dipisahkan dengan konteksnya. Teks akan selalu

dipengaruhi mulai dari pembentukannya hingga proses

pemahamannya.

67

Deborah Schiffrin, Approach to Discourse, ed. Bahasa Indonesia Ancangan Kajian Wacana,

Syukur Ibrahim dkk, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007, hal: 26 68

MAK Halliday dan Ruqiya Hasan, Bahasa, Konteks, dan Teks: Aspek-Aspek Bahasa dalam

Pandangan Semiotik Sosial, Yogyakarta, Gadjah Mada University Press, 1992, hal: 6-8 69

Riyadi Santosa, Logika Wacana, Surakarta, UNS Press, 2011, hal: 13-14

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

36

Dalam memahami teks, sebaiknya melihat konteks situasi dan

kultural. Halliday membagi konteks situasi ke dalam tiga aspek,

yakni:70

1. Pelibat Wacana

Pelibat wacana adalah pelaku yang ada dalam scene dalam

film, termasuk pemahaman peran dan makna antar pelibat.

2. Medan Wacana

Medan wacana merupakan tempat atau lingkungan atau hal

yang sedang terjadi pada scene dalam film. Hal ini

berkaitan dengan apa yang sedang terjadi, kapan, dan

dimana suatu scene dalam film.

3. Mode Wacana

Mode wacana adalah hal yang diharapkan oleh para pelibat

melalui bahasa dalam situasi tersebut. Mode wacana

merujuk pada bahasa dalam situasi (tekstual).

Ketiga aspek tersebut kemudian menjadi bahan analisa

untuk membentuk suatu konfigurasi kontekstual dan makna. Setiap

konteks situasi yang sebenarnya bukanlah hanya sebatas kumpulan

acak, melainkan suatu keutuhan yang khas yang berkaitan dengan

suatu budaya. Halliday memandang kebudayaan adalah orang yang

melakukan hal tertentu pada kesempatan tertentu dan memberinya

70

MAK Halliday dan Ruqiya Hasan, op. cit., hal: 16

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

37

makna dan nilai.71

Untuk lebih jelas, berikut gambar mengenai

hubungan antara teks dengan konteks situasi oleh Halliday,72

Bagan 1. 3. Hubungan antara Teks dengan Konteks Situasi

Sumber: MAK Halliday dan Ruqiya Hasan

Melalui gambar di atas, dapat dilihat bagaimana film The Iron

Lady dapat dianalisa dengan metode Halliday. Makna tekstual dapat

dijelaskan sebagai makna yang menjadikan kalimat sebuah teks, yang

berbeda dengan contoh susunan kata yang dibuat atau yang sudah

baku. Ada empat unsur makna menurutnya, yakni, pengalaman, antar

pelibat, logis, dan tekstual. Unsur-unsur makna itu semuanya terjalin

membentuk struktur dalam sebuah wacana.

71

Ibid, hal: 63 72

Ibid, hal: 36

Situasi: (diungkapkan oleh) Teks

Ciri Konteks

Medan

Wacana

Makna

Pengalaman (hal yang

berlangsung)

Pelibat

Wacana Makna antara

Pelibat (orang yang

ambil bagian)

Mode Wacana

Makna Tekstual (peran yang

diberikan

kepada bahasa)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

38

F. METODE PENELITIAN

Metode penelitian dipergunakan peneliti guna memberikan

kerangka kerja dalam memahami objek yang akan menjadi sasaran ilmu

pengetahuan. Dalam penelitian ini metode yang digunakan ditunjukkan

untuk melihat pesan yang dibawa oleh film terkait dengan wacana

kekuatan perempuan dalam politik.

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Metode

penelitian kualitatif menurut Moleong adalah penelitian yang tidak

mengadakan perhitungan atau juga dengan penemuan-penemuan yang

tidak dicapai/diperoleh dengan menggunakan prosedur-prosedur

statistik atau dengan cara kuantifikasi.73

Penelitian ini disebut

kualititatif karena penelitian ini memberi peluang untuk dapat melihat

dan menggambarkan objek penelitian secara detail serta membuat

intepretasi atas objek penelitian.74

Dalam penelitian yang menganalisis wacana dalam film The

Iron Lady ini akan melihat bagaimana penggambaran kekuatan

seorang perempuan dalam unsur dalam wacana pada film ditunjukkan

kepada penonton.

73

L. J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualiatif, Bandung, PT Remaja Rosdakarya, 2004, hal: 35 74

Alex Sobur, op. cit., hal: 147

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

39

2. Obyek Penelitian

Dalam penelitian ini yang mejadi objek penelitian adalah

adegan-adegan dalam film The Iron Lady yang mewacanakan

kekuatan perempuan dalam politik yang tergambarkan dalam film

tersebut.

Himawan Pratista berpendapat adegan adalah bagian dari

rangkaian yang dapat berupa teks atau gambar yang terdiri dari

beberapa frame atau juga bisa dari kumpulan beberapa shot.75

Pemilihan objek berupa film didasarkan pada ketertarikan

peneliti untuk menganalisis film ini yang mengandung pesan yang

kuat mengenai kekuatan perempuan dalam politik.

3. Sumber Data

Penelitian ini menggunakan dua sumber data, yaitu

a. Sumber data primer

Data primer yang digunakan diambil dari teks-teks dialog

yang ada dalam film The Iron Lady. Teks-teks dari dialog dalam

film dipilih secara selektif disesuaikan dengan teori dan

pembahasan yang digunakan peneliti dalam penelitian.

75

Himawan Pratista, Memahami Film, Yogyakarta, Homerian Pustaka, 2008, hal: 29

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

40

b. Sumber data sekunder

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan data sekunder

yaitu buku yang berkaitan, artikel cetak, artikel di internet, dan

jurnal.

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini

adalah mengumpulkan dialog-dialog yang dominan menampilkan

wacana kekuatan perempuan dalam politik pada film The Iron Lady.

Kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis wacana MAK

Halliday dengan memperhatikan aspek audio-visual dalam film.

Peneliti juga melakukan studi literatur, dari berbagai sumber untuk

mengetahui persoalan dalam film secara lebih mendalam untuk

kemudian dianalisis.

5. Teknik Analisis Data

Penelitian ini menggunakan metode analisis wacana

(discourse analysis) sebagai pendekatan analisis. Peneliti

menggunakan model analisis wacana MAK Halliday karena model ini

tidak hanya menganalisa teks secara struktural dan fungsional saja,

namun juga menganalisa latar belakang dari teks dan konteks secara

keseluruhan. Berikut langkah-langkah untuk menganalisis data dalam

penelitian yaitu:

a. Mencari rekaman film The Iron Lady.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

41

b. Mengelompokkan adegan-adegan yang sesuai dengan wacana yang

menggambarkan kekuatan perempuan dalam politik.

c. Mencatat dialog (data audio) dan gambar (data visual) yang terjadi

dalam adegan-adegan yang telah dikelompokkan tersebut.

d. Menggabungkan antara data visual dengan data audio (naskah

dialog).

e. Menganalisis data visual dan data audio dengan mengunakan

kajian-kajian teori yang relevan.

Dalam penelitian ini, peneliti mengkaji aspek-aspek dari

konteks situasi dalam wacana dari bagian teks tertentu dari film The

Iron Lady yang menunjukan kekuatan perempuan dalam politik.

Peneliti akan menentukan kerangka adegan sebagai tahap awal

penelitian. Peneliti akan mencatat setiap adegan dengan konteks

situasi yang berbeda-beda yang di dalamnya terkandung fenomena

sosial yang dapat dianalisa melalui film tersebut. Peneliti akan melihat

siapa pelibat yang ada di dalam setiap adegan dalam film, medan

wacana yang merujuk kejadian yang terjadi dalam adegan di film serta

menganalisa susunan ciri-ciri medan dan pelibat. Kemudian

menganalisis mode wacana dengan melihat bagian yang diperankan

dengan bahasa oleh pelibat dalam film. Langkah selanjutnya, peneliti

akan menarik kesimpulan dari analisa yang telah dilaksanakan.