a. latar belakang masalahdigilib.uinsby.ac.id/1488/5/bab 1.pdf · sekolah yang merupakan imbas...

25
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan berbasis masyarakat 1 sesungguhnya merupakan wacana baru yang muncul dalam dunia pendidikan, terutama bagi masyarakat Indonesia 2 setelah pemerintah memberlakukan kebijakan desentralisasi dalam sistem pendidikan. Dalam wujud nyatanya pemerintah memberlakukan undang- undang otonomi daerah. Dalam hal ini tidak luput tentunya sistem pendidikan secara rasional mengikuti atas kebijakan desentralisasi tersebut. Desentralisasi pendidikan mengandung pemahaman bahwa pendidikan membutuhkan unsur berbasis kebutuhan masyarakat. Daerah diharapkan mampu membangun peradaban pendidikan sesuai dengan kebutuhan daerah itu sendiri. Dengan demikian, lembaga pendidikan berusaha mencari jawaban dengan merespon kebutuhan daerah atau masyarakat. Salah satu respon otonomi sekolah yang merupakan imbas desentralisasi pendidikan adalah Manajemen 1 Pendidikan yang dirancang oleh masyarakat untuk membelajarkan masyarakat agar mereka berdaya sehingga mereka memiliki kekuatan untuk membangun dirinya sendiri melalui interaksi dengan lingkungannya. Dengan demikian, konsep pendidikan berbasis masyarakat bersumber dari, oleh dan untuk masyarakat. Lihat Umberto Sihombing, Konsep dan Pengembangan Pendidikan Berbasis Masyarakat (Yogyakarta: Adicita Karya Nusa, 2001), 186. 2 Dilihat dari perjalanannya kebijakan MBS di Indonesia relatif baru dimulai sejak tahun 1999/2000, yaitu dengan peluncuran dana Bantuan Operasional Manajemen Mutu (BOMM) yang disetor langsung ke rekening sekolah tidak melalui alur birokrasi pendidikan di atasnya (Dinas Diknas) yang kemudian diubah menjadi Dana Rintisan untuk MPMBS memasuki tahun anggaran 2003. Hal ini merupakan perwujudan dari UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang otonomi Daerah di bidang Pendidikan dan UU nomor 25 tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional. Sudarwan Danim, Visi Baru Manajemen Sekolah, dari Unit Birokrasi ke Lembaga Akademik (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), 28. Sementara pada tahun 1988 American Association of School Administrators, National Association of Elementary School Principals, and National association of Secondary School Participals, menerbitkan dokumen berjudul School Based Manajemen, a Strategy for Better Learning. Agus Dharma, “Manajemen Berbasis Sekolah: Belajar dari Pengalaman Orang lain”, Artikel Pendidikan Network (2003).

Upload: trancong

Post on 11-Mar-2019

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsby.ac.id/1488/5/Bab 1.pdf · sekolah yang merupakan imbas desentralisasi pendidikan adalah Manajemen ... reformasi dan otonomi daerah ... dan

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan berbasis masyarakat1 sesungguhnya merupakan wacana baru

yang muncul dalam dunia pendidikan, terutama bagi masyarakat Indonesia2

setelah pemerintah memberlakukan kebijakan desentralisasi dalam sistem

pendidikan. Dalam wujud nyatanya pemerintah memberlakukan undang-

undang otonomi daerah. Dalam hal ini tidak luput tentunya sistem pendidikan

secara rasional mengikuti atas kebijakan desentralisasi tersebut. Desentralisasi

pendidikan mengandung pemahaman bahwa pendidikan membutuhkan unsur

berbasis kebutuhan masyarakat. Daerah diharapkan mampu membangun

peradaban pendidikan sesuai dengan kebutuhan daerah itu sendiri.

Dengan demikian, lembaga pendidikan berusaha mencari jawaban dengan

merespon kebutuhan daerah atau masyarakat. Salah satu respon otonomi

sekolah yang merupakan imbas desentralisasi pendidikan adalah Manajemen

1 Pendidikan yang dirancang oleh masyarakat untuk membelajarkan masyarakat agar mereka

berdaya sehingga mereka memiliki kekuatan untuk membangun dirinya sendiri melalui interaksi

dengan lingkungannya. Dengan demikian, konsep pendidikan berbasis masyarakat bersumber dari,

oleh dan untuk masyarakat. Lihat Umberto Sihombing, Konsep dan Pengembangan Pendidikan

Berbasis Masyarakat (Yogyakarta: Adicita Karya Nusa, 2001), 186. 2

Dilihat dari perjalanannya kebijakan MBS di Indonesia relatif baru dimulai sejak tahun

1999/2000, yaitu dengan peluncuran dana Bantuan Operasional Manajemen Mutu (BOMM) yang

disetor langsung ke rekening sekolah tidak melalui alur birokrasi pendidikan di atasnya (Dinas

Diknas) yang kemudian diubah menjadi Dana Rintisan untuk MPMBS memasuki tahun anggaran

2003. Hal ini merupakan perwujudan dari UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang otonomi Daerah di

bidang Pendidikan dan UU nomor 25 tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional.

Sudarwan Danim, Visi Baru Manajemen Sekolah, dari Unit Birokrasi ke Lembaga Akademik

(Jakarta: Bumi Aksara, 2008), 28. Sementara pada tahun 1988 American Association of School

Administrators, National Association of Elementary School Principals, and National association

of Secondary School Participals, menerbitkan dokumen berjudul School Based Manajemen, a

Strategy for Better Learning. Agus Dharma, “Manajemen Berbasis Sekolah: Belajar dari

Pengalaman Orang lain”, Artikel Pendidikan Network (2003).

Page 2: A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsby.ac.id/1488/5/Bab 1.pdf · sekolah yang merupakan imbas desentralisasi pendidikan adalah Manajemen ... reformasi dan otonomi daerah ... dan

2

Berbasis Sekolah (MBS).3 Gagasan besar MBS sekedar mereplikasi konsep

dasar pengelolaan manajerial pendidikan yang diberlakukan di Amerika.4

Padahal nilai dasar MBS yang lebih memberi ruang partisipasi aktif

masyarakat dalam proses pendidikan sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari

sistem pendidikan nasional kita.5 Pondok pesantren misalnya, diasumsikan

dalam sistem pendidikannya telah memiliki konsep yang cukup signifikan atas

tuntutan masyarakat di sekitarnya.6

Keberadaan pesantren tidak dapat

dipisahkan dari kehidupan dan tuntutan umat karena pesantren mampu

menjaga harmonisasi dengan masyarakat di sekitarnya sehingga eksistensinya

sama sekali tidak terasing di tengah masyarakatnya. Hal ini menjadikan segala

aktivitas pesantren mendapat sokongan penuh dari mereka.

3

Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) memiliki sejarah panjang, dapat dirunut sejak masa

Aufklarung di Eropa yang mencapai puncaknya pada abad ke-18 hingga munculnya

neoliberalisme dalam pendidikan abad ke-21. Di Indonesia, MBS merupakan sebagian gerakan

paradigma baru manajemen pendidikan menggantikan paradigma lama yang tidak mampu

menghadapi munculnya era global yang ditandai maraknya industrialisasi modern dan teknologi

informasi elektronik. Ia muncul berkaitan dengan reformasi pendidikan yang menghendaki adanya

pergeseran paradigma pendidikan dari sentralistik ke desentralistik, bergeser dari praktik

pendidikan yang otoriter ke praktik pendidikan demokratis yang membebaskan, serta dari konsep

pendidikan yang berorientasi pemerintah (state oriented) pada konsep pendidikan yang

berorientasi kepada masyarakat (community oriented). Toto Suharto, “Konsep Dasar Pendidikan

Berbasis Masyarakat” Cakrawala Pendidikan, XXIV, No. 3 (November, 2005), 325. 4 Danim, Visi Baru Manajemen Sekolah, 26.

5 Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003, pasal 55 ayat 1 telah

diuraikan beberapa kerangka pengembangan pendidikan berbasis masyaakat, yakni “Bahwa

masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan berbasis masyarakat pada pendidikan formal

dan non formal sesuai dengan kekhasan agama, lingkungan sosial, dan budaya untuk kepentingan

masyarakat.” (Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003, merupakan

penyempurnaan dari Undang-Undang no. 2 tahun 1989 sebagai refleksi dari lahirnya reformasi dan

otonomi daerah di Indonesia. Undang-undang ini lebih menekankan pada aspek desentralisasi

dalam perencanaan, pengelolaan dan evaluasi pendidikan) 6

Keterlibatan atau partisipasi masyarakat dalam pendidikan di Indonesia, menurut Suyata,

bukanlah hal yang baru lagi. Ia telah dilaksanakan oleh yayasan-yayasan swasta, kelompok

sukarelawan, organisasi-organisasi non-pemerintah, dan bahkan oleh perseorangan. Suyata,

Community Participation in School Development: Acces, Demand, and School Construction

(Jakarta: Directorate of Seconday Education, Directorate General of Primay and Secondary

Education, Ministry of Education and Culture, 1996), 2.

Page 3: A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsby.ac.id/1488/5/Bab 1.pdf · sekolah yang merupakan imbas desentralisasi pendidikan adalah Manajemen ... reformasi dan otonomi daerah ... dan

3

Sejak bergulirnya modernisasi pendidikan Islam di berbagai belahan

dunia, kebanyakan lembaga-lembaga pendidikan tradisional tergerus bahkan

lenyap akibat tergilas pendidikan umum. Tidak demikian halnya dengan

pesantren yang masih tetap eksis dan bahkan mampu bersanding dengan

pendidikan modern hingga kini.7 Pesantren selama ini telah memberlakukan

MBS atau lebih tepatnya manajemen berbasis masyarakat dalam kegiatan

penyelenggaraan pendidikan.8

Walaupun pesantren dari sisi manajemen

pendidikan, tidak memiliki akar akademis yang kompeten dalam mengatur

sebuah administrasi pendidikan. Tetapi fakta menunjukkan pesantren telah

menjadi lembaga pendidikan yang mampu hidup secara mandiri. Kemandirian

itu tidak hanya dalam konsep pendidikan bagi para santrinya, tetapi termasuk

pada pengelolaan pesantren dalam pendanaannya. Mastuhu melukiskan dengan

tegas bahwa pesantren memiliki konsep biaya berapapun cukup, biaya

berapapun tidak cukup.9

Dengan demikian, MBS untuk sekolah negeri merupakan gagasan yang

baru, tapi bagi pesantren bukan hal yang baru lagi. Namun demikian, belum

ada cukup bukti yang menunjukkan pesantren telah memberlakukan

7 Abasri, “Sejarah dan Dinamika Lembaga-lembaga Pendidikan Islam di Nusantara” dalam

Sejarah Pendidikan Islam, Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullaah Sampai

Indonesia. Editor Samsul Nizar (Jakarta: Kencana, 2011), 286-287. 8 Secara khusus Azra menyebutkan, di kalangan masyarakat Muslim Indonesia, partisipasi

masyarakat dalam rangka pendidikan berbasis masyarakat telah dilaksanakan lebih lama lagi, yaitu

setua sejarah perkembangan Islam di bumi Nusantara. Hampir seluruh lembaga pendidikan Islam

di Indonesia, mulai dari rangkang, dayah, meunasah (Aceh), surau (Minangkabau), pesantren

(Jawa), busta>n al-at}fa>l, diniyah dan sekolah-sekolah Islam lainnya didirikan dan dikembangkan

oleh masyarakat Muslim. Lembaga-lembaga ini hanya sekedar contoh bagaimana konsep

pendidikan berbasis masyarakat diterapkan oleh masyarakat Indonesia dalam lintasan sejarah.

Azyumardi Azra, “Masalah dan Kebijakan Pendidikan Islam di Era Otonomi Daerah” Makalah

disampaikan pada Konferensi Nasional Manajemen Pendidikan di Hotel Indonesia, Jakarta 8-10

Agustus 2002, kerjasama Universitas Negeri Jakarta dengan Himpunan Sarjana Administrasi

Pendidikan Indonesia, 5-6. 9 Mastuhu, Dinamika Sistem Pesantren (Jakarta: Gema Insani Press, 1994), 146.

Page 4: A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsby.ac.id/1488/5/Bab 1.pdf · sekolah yang merupakan imbas desentralisasi pendidikan adalah Manajemen ... reformasi dan otonomi daerah ... dan

4

manajemen tersebut. Maka penelusuran secara mendalam tentang menajemen

pengelolaan pesantren berbasis masyarakat menjadi penting dilakukan karena

pesantren ini sama sekali belum tersentuh oleh proyek MBS pemerintah.

Berdasarkana uraian di atas, Pondok Pesantrena al-Mubarok Lanbulan

Kecamatan Tambelangan Kabupaten Sampang merupakan pesantren yang

pengelolaan dan perkembangannya tidak lepas dari peran masyarakat meskipun

peran sentral kyai masih berlaku. Hal ini disebabkan pengaruh pendiri

pesantren pada awalnya cukup besar terhadap masyarakat di sekitarnya, hingga

pada saat sekarang. Pesantren ini dirintis oleh KH. Muhammad Fathulla>h,

putera dari KH. Fathulla>h dan Nyai Dewi Fatimah.10

Setelah wafat,

kepemimpinan digantikan oleh puteranya yakni KH. ‘Abdul ‘Adi >m

Muhammad Fathulla>h, KH. Ahmad Ba>rizi> Muhammad Fathulla>h dan KH.

Ahmad Ghazali> Muhammad Fathulla>h sampai sekarang. Dalam usia yang

relatif muda, sudah melahirkan ratusan alumni dari berbagai penjuru wilayah di

tanah air, terutama di Madura itu sendiri. Hal ini tidak lepas dari peranan

pesantren itu sendiri terhadap perkembangan masyarakat. Sehingga keberadaan

masyarakat di sekitarnya mulai terakomodir dan merasa memiliki tanggung

jawab untuk selalu mengembangkan pesantren tersebut.

Sampai saat ini pesantren al-Mubarok Lanbulan masih eksis dengan ciri

khas yang merupakan gambaran sosok pesantren dalam bentuk tradisional

murni yakni; adanya hubungan yang akrab antara santri dengan kiai, adanya

kepatuhan santri pada kiai, hidup sederhana, mandiri, tolong-menolong dan

10

Mengenai pesantren Lanbulan, baik sejarah maupun lainnya akan dijelaskan pada hasil temuan

penelitian di Bab III.

Page 5: A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsby.ac.id/1488/5/Bab 1.pdf · sekolah yang merupakan imbas desentralisasi pendidikan adalah Manajemen ... reformasi dan otonomi daerah ... dan

5

suasana persaudaraan, disiplin, siap menderita untuk mencapai sebuah tujuan,

dan pemberian ijazah.11

Yang lebih menarik untuk diteliti ialah di samping

peran pesantren dalam hal keagamaan, pesantren ini juga melakukan

pengembangan ekonomi masyarakat melalui pemeliharaan hewan ternak yang

pada akhirnya ketika dijual akan dilakukan pembagian sama rata tidak seperti

pada umumnya (bagi hasil). Dari program tersebut tidak ada yang dirugikan di

antara kedua pihak meskipun harga hewan tidak stabil. Selain contoh yang

disebutkan tadi masih banyak program lain yang menunjang terhadap

pengembangan dan pemberdayaan masyarakat.

Oleh karena itu untuk memperoleh hasil yang lebih komprehensip dirasa

penting melakukan penelitian tentang Pesantren Berbasis Masyarakat; Studi

tentang Manajemen Pondok Pesantren al-Mubarok Lanbulan Sampang Madura.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian di atas maka penelitian ini diharapkan dapat

memperoleh banyak informasi tentang pendidikan berbasis masyarakat dalam

manajemen pesantren al-Mubarok Lanbulan Sampang, yaitu sebagai berikut:

1. Belum diketahui relevansi program manajemen pesantren terhadap situasi

dan kondisi lingkungan masyarakat.

11

Ciri-ciri tersebut oleh Abasri dikategorikan sebagai ciri khas pesantren tradisional murni,

walaupun ia menegaskan bahwa pesantren semacam ini amat sulit ditemukan, karena pesantren

telah mengalami transformasi sedemikian rupa sehingga diklasifikasi dalam 3 tiga corak: pertama,

pesantren yang tetap mempertahankan nilai-nilai tradisionalnya atau tidak ada corak perubahan

yang menonjol dalam pendidikannya. Umumnya terdapat di pedesaan atau di daerah pedalaman.

Kedua, corak pesantren yang mulai mengadopsi sistem pendidikan modern walaupun tidak

keseluruhannya. Ketiga, corak pesantren yang telah sepenuhnya menganut sistem modern. Lihat

Abasri, Sejarah dan Dinamika, 291.

Page 6: A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsby.ac.id/1488/5/Bab 1.pdf · sekolah yang merupakan imbas desentralisasi pendidikan adalah Manajemen ... reformasi dan otonomi daerah ... dan

6

2. Belum diketahui ketersediaan dan kesiapan input-input pendidikan yang

mendukung terlaksananya program manajemen pesantren.

3. Belum diketahui keterbukaan manajemen pesantren, baik dari segi

pendanaan, kurikulum, sarana, ketenagaan dan lain sebagainya.

4. Diduga iklim kerjasama antara komunitas pesantren dengan masyarakat

terlaksana dengan baik.

5. Belum maksimalnya bentuk partisipasi warga pesantren, masyarakat dan

stakeholder dalam pengimplementasian pengelolaan pesantren.

C. Pembatasan Masalah

Penelitian pendidikan ini dibatasi pada lingkup keterlibatan dan pola

relasi pesantren dengan masyarakat dalam pengelolaan Pesantren al-Mubarok

Lanbulan Sampang. Penilitian ini akan menguraikan beberapa hal, antara lain:

Pertama, perumusan kurikulum, merupakan materi dari tingkat kompetensi

yang harus dikuasai oleh setiap peserta didik. Di dalam standar isi termasuk:

kompetensi para tamatan, kompetensi mata pelajaran, kerangka dasar dan

struktur kurikulum, beban belajar, kurikulum tingkat satuan pendidikan,

kalender pendidikan/akademik dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi

oleh peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.

Kedua, mengenai pendidik dan tenaga kependidikan, yakni tentang

kriteria pendidikan prajabatan dan kelayakan fisik maupun mental serta

pendidikan dalam jabatan dari tenaga guru serta tenaga kependidikan lainnya.

Ketiga, sarana dan prasarana, mengenai kriteria minimal tentang ruang belajar,

Page 7: A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsby.ac.id/1488/5/Bab 1.pdf · sekolah yang merupakan imbas desentralisasi pendidikan adalah Manajemen ... reformasi dan otonomi daerah ... dan

7

perpustakaan, tempat olah raga, tempat ibadah, tempat bermain dan rekreasi,

laboratorium, bengkel kerja, sumber belajar lainnya yang diperlukan untuk

menunjang proses pembelajaran. Dalam standar ini termasuk pula penggunaan

teknologi informasi dan komunikasi. Keempat, kesiswaan dan out-put

pendidikan. Kelima, pembiayaan, yakni berkaitan dengan komponen dan

besarnya biaya operasional pendidikan selama satu tahun. Dan Keenam,

hubungan pesantren dan masyarakat.

C. Rumusan Masalah

1. Bagimana manajemen pesantren berbasis masyarakat di Pesantren al-

Mubarok Lanbulan Sampang?

2. Bagaimana peran-peran masyarakat dalam mengelola pesantren al-

Mubarok Lanbulan Sampang?

3. Bagaimana kontribusi Pesantren al-Mubarok Lanbulan Sampang terhadap

pemberdayaan atau pengembangan masyarakat?

D. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini ialah:

1. Mengetahui manajemen pesantren berbasis masyarakat di Pesantren al-

Mubarok Lanbulan Sampang?

2. Mengetahui peran-peran masyarakat dalam mengelola pesantren al-

Mubarok Lanbulan Sampang?

3. Mengetahui kontribusi Pesantren al-Mubarok Lanbulan Sampang terhadap

Peemberdayaan atau pengembangan masyarakat?

Page 8: A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsby.ac.id/1488/5/Bab 1.pdf · sekolah yang merupakan imbas desentralisasi pendidikan adalah Manajemen ... reformasi dan otonomi daerah ... dan

8

Page 9: A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsby.ac.id/1488/5/Bab 1.pdf · sekolah yang merupakan imbas desentralisasi pendidikan adalah Manajemen ... reformasi dan otonomi daerah ... dan

9

E. Kegunaan Penelitian

Selain beberapa tujuan di atas, penelitian ini diharapkan berguna secara

teoritis dan secara praktis. Secara teoritis diharapkan bisa memperkaya kajian

tentang relasi antara pesantren dengan masyarakat serta peran serta masyarakat

dalam mengembangkan pendidikan pesantren. Sedangkan secara praktis

diharapkan menjadi bahan referensi bagi lembaga pendidikan utamanya

pesantren untuk mengembangkan dan meningkatkan kualitas diri.

F. Kerangka Teori

Sebagaimana kita ketahui bahwa pesantren merupakan lembaga

pendidikan Islam tertua di Indonesia yang berfungsi sebagai benteng

pertahanan dan pusat dakwah serta pengembangan Islam Indonesia.12

Pesantren telah lahir, tumbuh dan berkembang dari, oleh dan untuk masyarakat.

Oleh karena itu, pesantren masih memegang peranan penting dalam kehidupan

masyarakat. Perkembangan tersebut tidak hanya di bidang agama melainkan

bidang sosial, pendidikan, budaya dan sebagainya. Upaya pengembangan

masyarakat dapat dilakukan melalui adaptasi pesantren dengan perkembangan

dan pembangunan masyarakat tanpa menghilangkan ciri tradisionalnya.

Di samping itu, pembaruan pesantren menjadi syarat untuk dapat

mengkontekstualisasikan nilai-nilai kehidupan guna menfungsionalisasikan diri

agar peranan dan sumbangannya sebagai pelaku pembangunan masyarakat

dirasakan secara nyata. Upaya pembangunan dan pengembangan masyarakat

(community development) yang dilakukan pesantren bisa mencakup empat

12

Nina M. Armando, et al, Ensiklopedi Islam (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 2005), 96.

Page 10: A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsby.ac.id/1488/5/Bab 1.pdf · sekolah yang merupakan imbas desentralisasi pendidikan adalah Manajemen ... reformasi dan otonomi daerah ... dan

10

aktifitas penting,13

yaitu membebaskan dan menyadarkan masyarakat,

menggerakkan partisipasi dan etos swadaya masyarakat, mendidik dan

menciptakan pengetahuan dan memelopori cara mendekati masalah secara

benar sehingga masyarakat mengetahui kebutuhan riilnya. Pada konteks ini,

pesantren menempatkan diri sebagai institusi dinamisator dan katalisator

pembangunan masyarakat dalam bidang kehidupan manusia.

Pembangunan dan pengembangan bahkan perubahan masyarakat

diorientasikan pada kondisi masyarakat yang lebih baik. Sebagai institusi

dinamisator dan katalisator, pesantren dapat melakukannya melalui

gagasan/idenya. Max Weber mengakui bahwa perubahan sosial tidak hanya

disebabkan oleh faktor-faktor ekonomi, namun juga oleh nilai-nilai dan ide.14

Dalam tinjauan sosisologis, perubahan yang terjadi dalam sebuah masyarakat

setidaknya mencakup tiga dimensi yaitu dimensi struktural, dimensi kultural

dan dimensi interaksional.15

Begitu juga sebaliknya, pondok pesantren yang merupakan salah satu

bentuk pendidikan berbasis masyarakat telah lahir dan berkembang dari

13

Manfred Open dan Wolfgang Kalcher, Dinamika Pesantren (Jakarta: P3M, 1988), 150. 14

Eva Efzioni Halevy, Social Change; The Advent and Maturation of Modern Society (London

and New York: Routledge & Kegan Paul, 1987), 22. 15

Himes J.S. dan Moore, Study of Sociology (Atlanta: Scott Foresman, 1968), 430. Dimensi

perubahan struktural mengacu pada perubahan-perubahan dalam bentuk struktural masyarakat

menyangkut dalam perubahan peranan, munculnya peranan baru, perubahan dalam struktur kelas

sosial dan lembaga sosial. Sedangkan perubahan dalam dimensi kultural mengacu pada perubahan

kebudayaan dalam masyarakat seperti adanya penemuan dalam berpikir, pembaharuan hasil

(invention) teknologi, kontak dengan kebudayaan lain yang menyebabkan terjadinya difusi dan

peminjaman kebudayaan. Kesemuanya itu meningkatkan adanya integrasi unsur-unsur baru ke

dalam kebudayaan. Secara ringkas, dimensi perubahan kultural meliputi inovasi kebudayaan

seperti penemuan, peniruan atau peminjaman alat-alat, difusi seperti penyimpangan kebudayaan

dan integrasi seperti penolakan terhadap bentuk-bentuk baru, duplikasi, cara hidup lama dan baru

bersama-sama dalam variabel dan penggantian bentuk-bentuk lama dengan bentuk-bentuk baru.

Adapun perubahan pada dimensi interaksional berkaitan dengan perubahan pada relasi sosial yang

menyangkut frekuensi (jumlah atau kotinuitas) jarak sosial seperti intimitas, informal, formal

(perenggangan), peralatan atau medium yang digunakan, keteraturan dalam jenisnya.

Page 11: A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsby.ac.id/1488/5/Bab 1.pdf · sekolah yang merupakan imbas desentralisasi pendidikan adalah Manajemen ... reformasi dan otonomi daerah ... dan

11

masyarakat. Secara historis, munculnya pesantren tidak lepas dari keinginan

masyarakat akan pentingnya pusat pendidikan Islam di Indonesia karena

pesantrenlah yang pada mulanya sebagai representasi dari lembaga pendidikan

Islam di tanah air. Hingga dewasa ini, keberadaan pesantren tidak lepas dari

peran serta masyarakat, baik dari pengelolaan maupun dalam hal

pemberdayaannya. Dari sanalah sudah jelas bahwa keterkaitan pesantren

dengan masyarakat sangatlah erat, bahkan bisa dikatakan “pesantren tanpa

masyarakat tidak akan berkembang dan masyarakat tanpa pesantren akan

pincang”. Dengan adanya keterlibatan masyarakat dalam pesantren, maka

pesantren tidak akan kehilangan fungsi utamanya. Namun, sistem manajerial

pesantren yang terkesan serba mono perlu dipertimbangkan dan disesuaikan

dengan masyarakat yang dihadapinya.

Maka dari itu, kaitannya dengan manajemen pendidikan, maka teori

modern lebih tepat untuk dijadikan cara pandang dalam memahami kondisi

pendidikan yang dalam hal ini adalah pesantren. Pendekatan modern

berdasarkan hal yang sifatnya situasional. Artinya orang menyesuaikan diri

dengan situasi dihadapi dan mengambil keputusan sesuai dengan situasi dan

kondisi lingkungan. Teori ini berasumsi bahwa manusia itu berlainan dan

berubah, baik kebutuhannya, reaksinnya, tindakannya yang semuanya

bergantung pada lingkungan.16

Selanjutnya manusia itu berkerja dalam suatu sistem untuk mencapai

tujuan tertentu. Pendekatan sistem terhadap manajemen berusaha untuk

16

Masmuni, “Teori Manajemen Pendidikan” dalam http://edukasi.kompasiana.com/2010/12/01/

teori-teori-manajemen-pendidikan-322603.html (4 September 2013), 1.

Page 12: A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsby.ac.id/1488/5/Bab 1.pdf · sekolah yang merupakan imbas desentralisasi pendidikan adalah Manajemen ... reformasi dan otonomi daerah ... dan

12

memandang organisasi sebagai sebuah sistem yang menyatu dengan maksud

tertentu yang terdiri atas bagian-bagian yang saling berhubungan. Menurut

Murdik dan Rossa, sistem organisasi itu sendiri dari individu, organisasi formal,

organisasi informal, gaya kepemimpinan, dan perangkat fisik yang satu sama

lain saling berhubungan. Sistem diidentifikasikan mempunyai makna, yaitu:

1. Terdiri dari bagian-bagian yang saling berkaitan satu dengan yang lainya

2. Bagian-bagian yang saling berhubungan itu dapat berfungsi baik secara

independen maupun secara bersama-sama

3. Berfungsinya bagian-bagian tersebut ditunjukan untuk mencapai tujuan

umum secara keseluruhan

4. Suatu sistem yang terdiri dari bagian-bagian itu sendiri dalam suatu

lingkungan yang kompleks.

Prinsip-prinsip yang digunakan dalam manajemen berdasarkan sistem,

mencakup:

1. Manajemen berdasarkan sasaran

2. Manajemen berdasarkan teknik

3. Manajemen berdasarkan struktur

4. Manajemen berdasarkan orang

5. Manajemen berdasarkan informasi

G. Penelitian Terdahulu

Lembaga pendidikan Islam, terutama pesantren, madrasah, dan sekolah-

sekolah berciri khas Islam telah hadir dan menjadi bagian penting dari sistem

Page 13: A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsby.ac.id/1488/5/Bab 1.pdf · sekolah yang merupakan imbas desentralisasi pendidikan adalah Manajemen ... reformasi dan otonomi daerah ... dan

13

pendidikan di tanah air, jauh sebelum formasi negara Indonesia modern

terbentuk. Tentu saja, diusianya yang cukup tua tersebut, lembaga-lembaga

pendidikan Islam telah menarik banyak akademisi, praktisi pendidikan maupun

para peneliti untuk melakukan penelusuran secara mendalam mengenai

eksistensi dan sustainabilitasnya dengan perspektif dan pendekatan begitu

beragam. Hingga saat ini, berbagai laporan riset tentang lembaga pendidikan

Islam begitu banyak jumlahnya dan sebagian besar telah dipublikasikan secara

luas.

Hanya saja menjadi menarik dicermati, keseluruhan riset yang

dilakukan kurang memperhitungkan atau bahkan mengabaikan aspek

terpenting dan menentukan dalam perkembangan dan keberlanjutan lembaga-

lembaga pendidikan Islam. Pengelolaan lembaga-lembaga pendidikan Islam

adalah aspek terpenting dan menentukan yang mestinya mendapatkan prioritas

untuk mendapatkan sentuhan mendalam dari para akademisi, praktisi

pendidikan maupun para peneliti. Sebagaimana hendak dibuktikan dalam riset

ini, pengelolaan lembaga pendidikan Islam, dalam hal ini pesantren, yang tidak

memiliki akar akademis menjadi salah satu faktor utama yang sangat

menyulitkan lembaga-lembaga pendidikan Islam berkembang dan bersanding

setara dengan lembaga-lembaga pendidikan umum.

Penelitian tertua berkaitan dengan lembaga pendidikan Islam dilakukan

oleh Dhofier untuk kepentingan disertasinya di Antropologi Sosial, Australian

Page 14: A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsby.ac.id/1488/5/Bab 1.pdf · sekolah yang merupakan imbas desentralisasi pendidikan adalah Manajemen ... reformasi dan otonomi daerah ... dan

14

National University (ANU) Australia pada tahun 1980.17

Hasil studi telah

dipublikasikan secara luas dengan judul ”Tradisi Pesantren, Studi tentang

Pandangan Hidup Kyai”. Dua pesantren di Jawa, yaitu pesantren Tebuireng

Jombang (Jawa Timur) dan Tegalsari, Surakarta (Jawa Tengah) menjadi lokus

studi Dhafir. Nyaris sulit membantah bahwa, karya Dhafir ini begitu mendalam

dan mengilhami munculnya penelitian-penelitian selanjutnya, terutama yang

memilih fokus pada dinamika lembaga pendidikan Islam pesantren.18

Sayangnya, Dhafir lebih terfokus pada pola pembelajaran di pesantren,

termasuk juga sistem kekerabatan dan kepemimpin para pendiri dan pengelola

pesantren. Sebaliknya, studi yang dilakukan mengabaikan begitu saja arti

penting kebijakan Negara atau lembaga-lembaga pemerintah dalam

perkembangan pesantren, terutama Tebuireng dan Tegalsari serta relasi yang

bersifat mutualistik antara pesantren dan masyarakat. Padahal, fakta historis

17

Zamakhsyari Dhafir, Tradisi Pesantren, Studi tentang Pandangan Hidup Kyai (Jakarta: LP3ES,

1983). 18

Kontribusi Dhafir bagi munculnya kajian-kajian atau riset-riset mendalam tentang lembaga

pendidikan Islam, terutama pesantren, salah satunya, diakui oleh Arifin. Ia mengatakan,

“penelitian Zamakhsyari Dhofier segera mendapat perhatian dan menjadi rujukan peneliti

berikutnya”. Alasannya, ”salah satu nilai lebih penelitian Zamakhsyari Dhofier bila dibandingkan

dengan peneliti lainnya, adalah pada pencitraan terhadap komunitas pesantren yang terlanjur

identik dengan Islam tradisional”. Dalam studinya tersebut, ia berhasil memberikan citra baru

tentang dunia pesantren, dan sekaligus menolak tesis dua orang ” yang dinilai gagal dalam

memahami pesantren, yakni Clifford Geertz dan Deliar Noer”. Bagi Dhafir, ”kedua nama tersebut

secara sepihak mencitrakan komunitas Islam tradisional sebagai komunitas yang menempati posisi

kelas dua di bawah komunitas Islam modernis” dan pada saat yang sama, Islam tradisional juga

dianggap akrab dengan pelbagai praktik keagamaan sinkretik”. Dari hasil studinya

tersebut, ”Dhofier justru menemukan berbagai episode kreatif pada komunitas Islam tradisional

ini”. Dan, ”dengan menggunakan teori continuity and change (kesinambungan dan perubahan)”, ia

memberikan kesimpulan atas studinya bahwa, ”pesantren sebagai pilar utama NU terus menggeliat

merancang perubahan dengan tetap berpijak pada tradisi keilmuan klasik”. Syamsul

Arifin, ”Pesantren sebagai Saluran Mobilitas Sosial, Suatu Pengantar Penelitian”, Salam, Jurnal

Ilmu-Ilmu Sosial, Vol. 13, No. 1 (Januari-Juni, 2010), 36. Bandingkan dengan Clifford Geertz,

Abangan, Santri, Priyayi dalam Masyarakat Jawa (Jakarta: Pustaka Jaya, 1983); Deliar Noer,

Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942 (Jakarta: LP3ES, 1985).

Page 15: A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsby.ac.id/1488/5/Bab 1.pdf · sekolah yang merupakan imbas desentralisasi pendidikan adalah Manajemen ... reformasi dan otonomi daerah ... dan

15

menunjukkan pesantren Tebuireng, misalnya, termasuk salah satu dari ribuan

pesantren di Jawa dan Sumatra yang terkena dampak pemberlakuan kebijakan

Ordonansi Guru yang dikeluarkan oleh pemerintah Hindia Belanda. Tidak

hanya itu, pendiri pesantren (Hasyim Asy’ari) yang mendapat perhatian khusus

dalam studi Dhafir, dikenal luas sebagai salah satu tokoh yang melakukan

perlawanan dan mendesakkan pencabutan kebijakan tersebut. Sebaliknya,

perhatian Dhafir lebih diarahkan pada peran Hasyim Asy’ari dalam organisasi

Nahdhatul Ulama (NU) dan Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI).

Selanjutnya, Ali Mukayat meneliti tentang Penerapan Manajemen

Berbasis Sekolah pada tahun 2004. Penelitian ini berusaha mengungkap

realisasi Manajemen Berbasis Sekolah di Madrasah Aliyah Negeri 3 Kediri, ini

sayangnya hanya murni fokus pada sekolah belum menyentuh pada manajemen

pesantren.19

Weli Arjuna Wiwaha dalam Tesisnya yang berjudul Manajemen

Keuangan dan Pembiayaan Pendidikan, Studi di Pesantren Nurul Hakim

Lombok Barat, NTB.20

Walaupun penelitian ini berusaha mencoba

mendeskripsikan bagaimana pesantren dapat mengelola keuangan namun

belum menyentuh pada aspek partisipasi masyarakat.

As’ari, juga mencoba melakukan penelitian mengenai Transparansi

Manajemen Pesantren menuju Profesionalisme.21

Dalam penelitiannya As’ari

berusaha mengungkap bagaimana pesantren Nurul Jadid Paiton Probolinggo

19

Ali Mukayat, “Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah di Madrasah Aliyah Negeri 3 Kediri”

(Tesis--IAIN Sunan Ampel, Surabaya, 2004). 20

Weli Arjuna Wiwaha, “Manajemen Keuangan dan Pembiayaan Pendidikan, Studi di Pesantren

Nurul Hakim Lombok Barat NTB” (Tesis--IAIN Sunan Ampel, Surabaya, 2008). 21

As’ari, “Transparansi manajemen Pesantren menuju Profesionalisme Studi Kasus di Pesantren

Nurul Jadid Paiton Probolinggo” (Tesis-- IAIN Sunan Ampel, Surabaya, 2003).

Page 16: A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsby.ac.id/1488/5/Bab 1.pdf · sekolah yang merupakan imbas desentralisasi pendidikan adalah Manajemen ... reformasi dan otonomi daerah ... dan

16

menerapkan manajemen pesantren dengan pemberlakuan nuansa struktur dan

kultur. Nuansa struktur artinya manajemen sedikit mengadopsi dari manajemen

pengelolaan keuangan modern baik pelaporan dan pembukuannya. Bernuansa

kultur artinya juga mempertahankan ciri khas pesantren sebagai pendidikan

berbasis masyarakat. Hanya saja penelitian ini masih parsial pada aspek

pengelolaan keuangan saja padahal aspek manajemen berbasis masyarakat

tidak hanya pada aspek itu tetapi menyangkut kurikulum, ketenagaan, sarana

dan lain sebagainya.

Basuki juga ikut andil untuk mendalami pesantren melalui penelitiannya

dengan judul Peran Guru Tugas Pondok Pesantren Sidogiri dalam Pengembangan

Learning Society (Studi Multi-Kasus di Pasuruan, Malang dan Ponorogo). 22

Dengan menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif, penelitian ini menemukan

empat temuan peran “Guru Tugas” PP. Sidogiri dalam mengembangkan learning

society pada tataran realitas pendidikan Islam, Pertama, kegiatan mereka adalah

misi kemanusiaan dan kemasyarakatan, di samping misi profesi yang dilaksanakan

atas dasar kompetensi, komitmen, dan percaya diri dalam memenuhi panggilan

warga masyarakat sadar dan peduli pendidikan diniyah ala Sidogiri. Kedua,

mereka telah menerapkan sistem akuntabilitas kinerja yang tepat sebagai jaminan

pendidikan diniyah terlaksana secara akuntabel, dan berkesinambungan. Ketiga,

keberadaan mereka mendapatkan sambutan istimewa dari warga masyarakat

pengguna. Ini adalah bukti di manapun warga tinggal pasti memerlukan “guru”

dan oleh karena itulah guru berhak mendapatkan “penghormatan” yang layak.

22

Basuki, “Peran Guru Tugas Pondok Pesantren Sidogiri dalam Pengembangan Learning Society

(Studi multi-kasus di Pasuruan, Malang dan Ponorogo)” (Disertasi--Pascasarjana IAIN Sunan

Ampel, Surabaya, 2011).

Page 17: A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsby.ac.id/1488/5/Bab 1.pdf · sekolah yang merupakan imbas desentralisasi pendidikan adalah Manajemen ... reformasi dan otonomi daerah ... dan

17

Sebab inti learning society adalah bergeraknya semua warga untuk berpartisipasi

aktif dalam kegiatan pendidikan. Keempat, keberadaaan mereka telah

menimbulkan dampak positif lahirnya warga masyarakat sadar dan peduli

pendidikan diniyah ala Sidogiri secara bertahap, yaitu reading process, learning

process, learning transformation, learning internalization dan learning excellence.

Namun, tetap saja penelitian ini masih bersifat parsial, yakni hanya memfokuskan

pada peran guru tugas, bukan pesantren dan masyarakat yang cakupannya lebih

luas.

Penelitian pesantren juga dilakukan oleh M. Bahri Ghazali pada tahun

1995 dalam Disertasinya dengan judul Pengembangan Lingkungan Hidup dalam

Masyarakat, Kasus Pondok Pesantren an-Nuqayah dalam Menumbuhkan

Kesadaran Lingkungan Hidup.23 Menurtnya, pesantren berpeluang menjadi salah

satu alternatif jawaban umat Islam dalam memecahkan masalah sosial termasuk

problem lingkungan hidup. Pesantren an-Nuqayah yang masih tetap mampu

mempertahankan ciri tradisionalnya dan menerima adanya modernisasi baik di

bidang pendidikan maupu bidang sosial, dalam menghadapi masalah sosial

sikapnya sangat reseptif (menerima) dan adaptif (menyesuaikan) dengan tuntutan

perkembangan masyarakat dan pembangunan bahkan bersikap proaktif dalam

berbagai hal pesantren seperti upayanya dalam meningkatkan pendapatan

masyarakat. Namun dalam penelitian ini tidak dijelaskan mengenai peran

masyarakat dalam mengembangkan pesantren terutama dalam penyelenggaraan

dan keberlangsungan pendidikan di dalamnya.

23

M. Bahri Ghazali, “Pengembangan Lingkungan Hidup dalam Masyarakat, Kasus Pondok

Pesantren an-Nuqayah dalam Menumbuhkan Kedaran Lingkungan Hidup” (Disertasi--IAIN Sunan

Kalijaga, Yogyakarta, 1995).

Page 18: A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsby.ac.id/1488/5/Bab 1.pdf · sekolah yang merupakan imbas desentralisasi pendidikan adalah Manajemen ... reformasi dan otonomi daerah ... dan

18

Temuan dalam penelitian Pradjarta Dirdjasanyata dengan judul

Memelihara Umat, Kiai Pesantren, Kiai Langgar di Jawa ialah bahwa para kiai

ternyata memberi respon yang bervariasi dan bahkan berubah-ubah terhadap

perubahan sesuai dengan berbagai faktor yang melatarbelakangi dirinya dan sesuai

pula dengan usahanya mempertahankan posisi penting dalam komunitas lokal dan

nasional.24

Fentri Setiawan25

juga melakukan penelitian dalam skripsinya yang

berjudul Manajemen Pesantren Studi Kasus di Pondok Pesantren Nurul Jadid

Paiton Kabupaten Probolinggo. Hasil penelitiannya ialah sebagai berikut,

Pertama, penyusunan program pesantren di Ponpes Nurul Jadid Paiton

dilakukan dalam rapat koordinasi antara pengasuh dengan pengurus pesantren

yang kemudian dituangkan ke dalam renstra (rencana strategi). Kedua,

pengorganisasian di Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton dilaksanakan dengan

membuat struktur organisasi yang di dalamnya mengatur mengenai pembagian

tugas biro, wewenang biro, garis tanggung jawab biro dan kerja sama dari

masing-masing biro. Ketiga, peran pengasuh di Pondok Pesantren adalah

sebagai evaluator dan pengambil keputusan dari setiap kegiatan di pesantren.

dan Keempat, pengawasan di Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton tidak

sepenuhnya dilakukan oleh pengasuh, tetapi juga dilakukan oleh kepala-kepala

biro terhadap bawahannya yang meliputi supervise, monitoring dan evaluasi.

24

Pradjarta Dirdjasanyata, Memelihara Umat, Kiai Pesantren-Kiai Langgar di Jawa,

(Yogyakarta: LKIS, 1999), 192. 25

Fentri Setiawan, “Manajemen Pesantren Studi Kasus di Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton

Kabupaten Probolinggo” (Skripsi--Universitas Negeri Malang, 2008).

Page 19: A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsby.ac.id/1488/5/Bab 1.pdf · sekolah yang merupakan imbas desentralisasi pendidikan adalah Manajemen ... reformasi dan otonomi daerah ... dan

19

Lagi-lagi penelitian ini hanya berkutat di wilayah pesantren saja tanpa meneliti

masyarakat luar pesantren.

Berkaitan dengan keterlibatan masyarakat dalam pendidikan, Ummul

Chusnah dalam tesisnya yang berjudul Evaluasi Partisipasi Masyarakat Dalam

Pelaksanaan Program Peningkatan Kualitas Sarana Prasarana Pendidikan Di

SMA Negeri 1 Surakarta,26

menjelaskan bahwa mengevaluasi partisipasi

masyarakat dalam pelaksanaan program peningkatan kualitas sarana prasarana

pendidikan di SMA Negeri 1 Surakarta bukan dengan pesantren. Ini lebih

cenderung pada pendidikan umum (sekolah) sementara pesantren tidak dibahas

sama sekali.

Nur Jihad,27

juga melakukan penelitian tentang Manajemen Partisipasi

Masyarakat. Akan tetapi pembahasannya hanya sebatas mengenai bentuk

manajemen partisipasi masyarakat yang dikembangkan oleh sekolah, faktor-

faktor yang mempengaruhi partisipasi dan menggambarkan bentuk-bentuk

partisipasi masyarakat.

Dari beberapa hasil peneilitian sebelumnya nyaris tidak ditemukan hasil

penelitian yang mengurai secara komprehensip peran pesantren dalam

mengembangkan masyarakat dan partisipasi masyarakat dalam membangun dan

mengembangkan pesantren. Maka penelitian ini diharapkan mampu menjelaskan

dan membuktikan betapa besar peran keduanya dalam peningkatan kualitas diri

masing-masing.

26

Ummul Chusnah, “Evaluasi Partisipasi Masyarakat dalam Pelaksanaan Program Peningkatan

Kualitas Sarana Prasarana Pendidikan Di SMA Negeri 1 Surakarta” (Tesis--Surakarta). 27

Nur Jihad, “Manajemen Partisipasi Masyarakat dalam Program Pendidikan Islam (Studi

Multisitus di SMPN 1 dan MTsN Taliwang Sumbawa Barat)” (Tesisi—Sumbawa, 2010).

Page 20: A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsby.ac.id/1488/5/Bab 1.pdf · sekolah yang merupakan imbas desentralisasi pendidikan adalah Manajemen ... reformasi dan otonomi daerah ... dan

20

H. Metode Penelitian

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Penelitian ini secara khusus ditujukan untuk memperoleh data dan

fakta tentang pesantren berbasis masyarakat sebagai implementasi

manajemen pesantren dan pola relasi antara masayarakat dan pesantren.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode

etnografi.28

Merupakan penelitian kualitatif yaitu penelitian yang

bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh

subjek penelitian misalnya aksi, persepsi, motivasi, tindakan dan lain

sebagainya secara holistik dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata

dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan

memanfaatkan berbagai metode alamiah.29

Dengan kata lain penelitian

yang penulis pakai dalam hal ini adalah penelitian yang temuan-

temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan

lainnya.

2. Sumber Data

Di dalam proses penelitian, data merupakan sesuatu yang sangat

penting. Dengan data itulah peneliti dapat menjawab permasalahan,

mencari sesuatu yang menjadi tugas peneliti.30

Sumber data secara garis

besar terbagi ke dalam dua bagian, yaitu data primer dan data sekunder.

28

Etnografi sebuah metode penelitian ilmu sosial. Metode ini berfokus pada makna sosiologi

melalui observasi lapangan tertutup dari fenomena sosiokultural, lihat pada Emzir, Metodologi

Penelitian Pendidikan Kuantitatif dan Kualitatif (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), 143. 29

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif. Edisi Revisi (Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya, 2009), 6. 30

Ibid., 56.

Page 21: A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsby.ac.id/1488/5/Bab 1.pdf · sekolah yang merupakan imbas desentralisasi pendidikan adalah Manajemen ... reformasi dan otonomi daerah ... dan

21

Data primer adalah data yang diperoleh dari sumber pertama melalui

prosedur dan teknik pengambilan data yang dapat berupa wawancara,

observasi, maupun penggunaan instrumen pengukuran yang khusus

dirancang sesuai dengan tujuannya. Menurut Lofland sebagaimana dikutip

oleh Lexy J. Moeleong bahwa sumber data utama dalam penelitian

kualitatif adalah kata-kata atau tindakan. Selebihnya adalah data tambahan

seperti dokumen dan sebagainya.31

Dalam penelitian ini, maka yang

menjadi sumber pertama ialah Pengasuh pesantren atau pengurus

pesantren dan tokoh masyarakat setempat. Sedangkan data sekunder

adalah data yang diperoleh dari sumber tidak langsung yang biasanya

berupa data dokumentasi dan arsip-arsip resmi.32

Ketepatan dan

kecermatan informasi mengenai subjek dan variabel penelitian tergantung

pada strategi dan alat pengambilan data yang dipergunakan. Hal ini pada

akhirnya akan ikut menentukan ketepatan hasil penelitian.

3. Prosedur Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang akurat dan dapat dipertanggung jawabkan,

maka peneliti menggunakan teknik/metode pengumpulan data sebagai berikut:

a. Wawancara

Dalam hal ini maka mula-mula peneliti menanyakan serentetan

pertanyaan yang sudah tersruktur, kemudian satu persatu diperdalam

dalam mengorek keterangan lebih lanjut.33

Menurut Cholid Narbuco

31

Ibid., 12. 32

Saifuddin Azwar, Metode Penelitian (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), 36. 33

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta: Renika Cipta.

2006), 227.

Page 22: A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsby.ac.id/1488/5/Bab 1.pdf · sekolah yang merupakan imbas desentralisasi pendidikan adalah Manajemen ... reformasi dan otonomi daerah ... dan

22

dan Abu Ahcmadi wawancara adalah proses Tanya-jawab dalam

penelitian yang berlangsung secara lisan antara dua orang atau lebih

bertatap muka mendengarkan secara langsung informasi atau

keterangan.34

Metode ini digunakan sebagai metode yang utama untuk

mengumpulkan data-data yang diperlukan dalam penelitian yang

penulis lakukan, karena data yang dihasilkan melalui metode

wawancara dijadikan sebagai data pokok untuk diolah dan dianalisis.

Dengan prosedur ini, peneliti akan melakukan wawancara dengan

pengasuh, pengurus maupun tokoh masyarakat tentang manajemen

pesantren Lanbulan, utamanya mengenai hubungannya dengan

masyarakat sekitar pesantren maupun masyarakat umum di daerah

Kecamatan Tambelangan. Hasil wawancara merupakan informasi atau

data pokok yang diperoleh peneliti karena informan tersebut

merupakan informan utama tanpa mengabaikan informasi lain.

b. Observasi

Observasi adalah studi yang disengaja dan sistematis tentang

fenomena sosial dan gejala-gejala alam dengan jalan pengamatan dan

pencatatan.35

Observasi dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu

Observasi Non Sistematis dan Observasi Sistematis.36

34

Cholid Narbuco dan Abu Achmadi, Metode, 83. 35

Kartini Kartono, Pengantar Metodologi Riset Sosial (Bandung: Bandar Maju, 1996), 157. 36

Observasi non-sistematis ialah observasi yang dilakukan oleh pengamat dengan tidak

menggunakan instrumen pengamatan. Sedangkan observasi sistematis, yaitu observasi yang

dilakukan oleh pengamat dengan menggunakan pedoman sebagai instrument pengamatan. Lihat

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, 157.

Page 23: A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsby.ac.id/1488/5/Bab 1.pdf · sekolah yang merupakan imbas desentralisasi pendidikan adalah Manajemen ... reformasi dan otonomi daerah ... dan

23

Pedoman observasi dalam penelitian ini digunakan sebagai

instrument pelengkap dan jenis observasi yang digunakan adalah

observasi sistematis dan partisipan dimana pedoman observasi telah

dipersiapkan sebelumnya. Alasan peneliti menggunakan pendekatan

ini adalah untuk mengidentifikasi situasi yang objektif dari objek yang

akan diteliti terutama tentang manajemen pesantren berbasis

masyarakat di pesantren Lanbulan.

c. Dokumentasi

Tidak kalah penting dari metode-metode yang lain, penulis

menggunakan metode dokumentasi dalam rangka mencari data tertulis

mengenai “hal-hal atau variabel yang berupa cacatan, transkrip, buku,

surat kabar, majalah, prasasti notulen rapat, lengger, agenda dan

sebagainya”.37

4. Analisis Data

Dalam menganalisa data penulis menggunakan metode sebagai

berikut:

a. Deduktif, yaitu suatu penulisan dengan cara menyempurnakan suatu

pendapat yang merupakan fakta dari yang umum, untuk ditarik ke

khusus38

tentang hal-hal yang berhubungan dengan manajemen

pesantren.

37

Suharsimi Arikunto, Prosedur, 231. 38

Sutrisno Hadi, Metode, 42.

Page 24: A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsby.ac.id/1488/5/Bab 1.pdf · sekolah yang merupakan imbas desentralisasi pendidikan adalah Manajemen ... reformasi dan otonomi daerah ... dan

24

b. Induktif, yaitu penulisan yang berangkat dari fakta-fakta khusus,

kemudian ditarik generalisasi-generalisasi yang bersifat umum.39

Dalam hal ini tentang masalah atau hal-hal yang berkaitan dengan

manajemen pesanten.

I. Sistematika Pembahasan

Untuk memudahkan pembahasan, maka akan penulis sajikan susunan

pembahasan secara sistematis dari bab ke bab beserta sub pembahasannya

dengan menyeluruh.

Bab pertama Pendahuluan, berisi latar belakang yang menjadi landasan

pentingnya penelitian ini dilakukan, rumusan masalah sebagai alasan mengapa

penelitian ini penting untuk dilakukan, tujuan penelitian untuk mengetahui

hasil dari penelitian, dibahas pula hasil penelitian terdahulu yang berisi tentang

kajian penelitian yang pernah dilakukan dan yang terkait dengan penelitian ini.

Kemudian, ditulis juga metodologi penelitian, sumber data, dan teknik

pengelolaannya yang bertujuan untuk memperjelas langkah-langkah dalam

penelusuran penelitian ini.

Bab kedua, menjelaskan tentang konsep dasar pendidikan dan pesantren

berbasis masyarakat, peran masyarakat dalam pengelolaan pesantren dan

kontribusi pesantren dalam mengembangkan masyarakat.

Bab ketiga, menjelaskan tentang hasil penelitian yang berisi manajemen

pesantren al-Mubarok Lanbulan Sampang, peran-peran masyarakat terhadap

39

Ibid., 43.

Page 25: A. Latar Belakang Masalahdigilib.uinsby.ac.id/1488/5/Bab 1.pdf · sekolah yang merupakan imbas desentralisasi pendidikan adalah Manajemen ... reformasi dan otonomi daerah ... dan

25

pesantren di Pesantren al-Mubarok Lanbulan Sampang serta kontribusi

pesantren dalam pengembangan dan pemberdayaan masyarakat.

Bab keempat, berisi tentang analisis tentang hasil penelitian yang

dikorelasikan dengan konsep atau teori yang berkaitan dengan hasil penelitian.

Bab kelima, penutup berisi kesimpulan, rekomendasi dan saran.