kobarkobari edisi pekta 2014 imbas regulasi dikti

12
KOBAR K O B A R I Abdurrahman Al-Asykari | KOBARkobari Imbas Regulasi Dikti

Upload: lpm-himmah-uii

Post on 23-Jul-2016

247 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

 

TRANSCRIPT

Page 1: Kobarkobari edisi pekta 2014 imbas regulasi dikti

KOBARK O B A R I

Abdurrahman Al-Asykari | KOBARkobari

Imbas Regulasi Dikti

Page 2: Kobarkobari edisi pekta 2014 imbas regulasi dikti

Pada tanggal 27 Agustus 2014 Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI) menurun- kan Surat Keputusan (SK) Nomor 25/Dikti/Kep/2014 terkait Panduan Umum Pengena-lan Kehidupan Kampus Bagi Mahasiswa Baru. Berdasarkan SK tersebut, peraturan ini mun-cul karena adanya kekhawatiran Dikti akan jalannya orientasi yang tidak terkonsep secara matang, sehingga seringkali terjadi penyim- pangan dalam penyelenggaraan orientasi di perguruan tinggi. Penyimpangan tersebut dapat berbentuk kekerasan fisik, verbal, psikis yang berdampak pada mahasiswa baru.

Seperti yang tertulis dari SK di atas, ideal-nya konsep yang matang menurut Dikti adalah mahasiswa baru dapat menyerap informasi yang tepat mengenai sistem pendidikan di per-guruan tinggi baik bidang akademik maupun non akademik. Program ini dapat dijadikan titik tolak inisiasi pembinaan idealisme, mena-namkan dan membina sikap cinta tanah air, kepedulian terhadap lingkungan dalam rangka menciptakan generasi yang berkarakter jujur, cerdas, peduli, bertanggung jawab dan tangguh.

Menanggapi turunnya SK tersebut, Beni Suranto selaku Direktur Direktorat Ke- mahasiswaaan Universitas Islam Indonesia (UII) mengatakan, bidang kemahasiswaan rek-torat yang dibawahi oleh wakil rektor (WR) III telah berkoordinasi dengan semua dekan mengenai orientasi di fakultas masing-masing. Hasil koordinasi tersebut adalah pembentuk- an tim pengawas oleh pihak fakultas yang ber-fungsi untuk memantau jalannya orientasi dan pengenalan kampus.

Beni juga menambahkan bentuk penga-wasan yang dilakukan oleh pihak dekanat di-dasari kekhawatiran akan adanya kekerasan verbal dan hukuman fisik. Berdasarkan pem-bicaraan dengan para dekan dan WR III, mereka menyampaikan bahwa di fakultasnya terjadi beberapa masalah terkait hukuman fisik dan sebagainya,” ujar Beni.

Di sisi lain pihak rektorat dan para dekan tidak bisa melakukan pengontrolan karena sering kali mahasiswa mengatakan bahwa mereka menganut konsep student goverment sehingga tidak bisa diintervensi. “Mahasiswa baru merupakan tanggung jawab pimpinan (rektorat dan dekanat-red), itu yang kadang ma-hasiswa lupa. Ketika terjadi sesuatu yang buruk jurusan, prodi, fakultas, dan universitas yang

kena protes bukan mahasiswanya,”imbuhnya. Lanjut Beni, ia juga menyampaikan bahwa

ospek fakultas atau orientasi apapun memiliki tujuan. ”Ketika tujuan itu dibawa panitia bu-kan masalah, seringkali panitia lupa tujuannya. Akibatnya banyak nilai yang disampaikan tidak masuk dan keluar dari tujuan,” tandas Dosen Teknik Informatika ini.

Salah satu poin dari SK tersebut adalah pengaturan alokasi waktu ospek yang dilaksanakan selama dua sampai empat hari dan dimulai pada pagi hari pukul 07.00 WIB dan berakhir pada sore hari pukul 17.00 WIB. Harry Setya Nugraha selaku Ketua Lembaga Eksekutif Mahasiswa (LEM) Fakultas Hukum (FH) UII mengatakan mereka telah mendapat-kan regulasi tersebut. “Pada regulasi itu tidak memperbolehkan kami untuk mengadakan ospek diatas pukul 17.00 sedangkan peraturan rektor tidak memperbolehkan ospek dijalan- kan lebih dari 2 hari. Artinya kami tersandera disini, dan kami tidak mau seperti itu,” ujar Harry.

Adanya peraturan itu menjadi kendala karena kegiatan ospek fakultas di FH berlang-sung hingga malam hari dan pihak dekanat FH serta WR III mempermasalahkan hal tersebut. “Kami ingin membentuk orientasi mahasiswa bahwa belajar tidak selamanya di kelas. Kami juga membekali mereka dengan pembelajaran malam dan diskusi,” tukas Harry.

Menanggapi perihal pembatasan wak-tu ospek fakultas di FH, Aunurrofiq selaku Dekan FH UII mengatakan ia mempersoalkan kesempatan mahasiswa baru untuk mem-persiapkan diri. Jika terlalu pagi ia meng- khawatirkan bagaimana mahasiswa baru untuk mempersiapkan diri saat mengikuti ospek, dan jika terlalu sore bagaimana dengan memper-siapkan ibadahnya. Pihak dekanat hanya ingin menjaga bagaimana pilar-pilar substansial di UII tetap terjaga, seperti aspek ibadahnya.

Berkaitan dengan jalannya ospek hingga malam hari, dekanat mempermasalahkan fasili-tas yang tidak menunjang seperti fasilitas yang dibutuhkan ketika mahasiswa baru ingin mandi, selain itu pemisahan ruang putra dan putri yang memerlukan pengawasan dan energi tersendiri. “Kalau menurut saya itu yang menjadi masalah, tetapi ketika bisa di kawal ya tidak masalah, kan perdebatan itu tidak harus menang dan ka-lah, inti dari itu kan mencari titik temu untuk

Imbas Regulasi Dikti

Oleh: Arieo Prakoso

Regulasi Dikti mempunyai dampak berbeda-beda di beberapa fakultas.

Kampus Terpadu, KOBARkobari

Regulasi yang diturunkan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI) mengenai Panduan Umum Pengenalan Kehidupan Kampus Bagi Mahasiswa Baru menimbulkan efek yang berbeda-beda di fakultas yang ada di UII. Turun-nya regulasi ini terkesan mendadak karena baru muncul menjelang akhir ospek universitas. Regu-lasi ada karena kekhawatiran Dikti akan jalannya orientasi yang tidak terkonsep secara matang, sehingga seringkali terjadi penyimpangan dalam penyelenggaraan orientasi di perguruan tinggi. Untuk menyikapi regulasi Dikti, Pihak dekanat Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan (FTSP) bahkan membentuk tim khusus untuk menga-wasi kegiatan ospek di FTSP pada tahun ini. Ke-bijakan itu ada karena pada ospek FTSP tahun-tahun sebelumnya dinilai terdapat kekerasan verbal. Pihak dekanat sebenarnya sah-sah saja mengeluarkan kebijakan tersebut, namun bisa jadi kebijakan ini menjadi 2 mata pisau. Disatu sisi dekanat bisa bekerjasama dengan panitia, di sisi lain panitia merasa “risih” dengan adanya tim dari dekanat. Itu terlihat dengan salah koordinasinya terkait jumlah Tim Pengawas yang turun untuk mengawasi ospek FTSP. Imbas salah koordinasi tersebut panitia melalui ketua SC merasa ‘tidak nyaman’ dengan keberadaan tim dari dekanat.

Ospek fakultas merupakan ajang pengena-lan antara mahasiswa baru dengan fakultas yang akan dihuninya selama kuliah di UII. Seperti kita ketahui, organisasi di UII menerapkan asas stu-dent government. Dimana mahasiswa diberi ke-bebasan dalam mengelola organisasinya. Untuk kedepan, harusnya kampus- entah itu dekanat atau rektorat- lebih sabar dan mengedepan-kan kontinuitas dalam berkomunikasi jika ingin mengimplementasikan kebijakan yang berkaitan dengan mahasiswa. Baik itu kebijakan dari Dikti maunpun dari kampus sendiri. Karena ketika kampus salah langkah dalam berhubungan den-gan mahasiwa bisa berefek buruk bagi harmon-isasi hubungan antara lembaga mahasiswa dan dekanat serta rektorat.

Reformasi sistem pengenalan kampus di UII ini mesti diadakan. Kegiatan-kegiatan sifatnya normatif dan seremonial bahkan senioritas bela-ka mesti dikurangi. Adakan kegiatan-kegiatan os-pek yang membentuk pola pikir mahasiswa lebih kritis, lebih mengedepankan budaya intelektual ketika aktif kuliah nanti. Karena seperti kita keta-hui, arus mainstream yang semakin menjadi-jadi dewasa ini menjadi musuh bersama gerakan ma-hasiswa. Jika kita tidak cerdas membaca kondisi ini, gerakan mahasiswa menjadi melempem dan mahasiswa hanya menjadi robot “tukang kuliah” melulu.

Page 3: Kobarkobari edisi pekta 2014 imbas regulasi dikti

3KOBARKOBARI EDISI PEKTA // XV // September 2014

mencapai keputusan yang lebih baik untuk ke- pentingan mahasiswa,” ujarnya.

Aunurrofiq juga menilai meskipun ospek berlangsung hingga malam hari tidak ada yang melakukan hal-hal negatif, selain itu pihak dekanat berpandangan positif dengan me- nimbang materi-materi yang disampaikan ketika ospek fakultas. “Kalau masalah suara keras namanya anak muda itu kan biasa, keras kan tidak bernotasi kasar. Hanya saja komit-men dengan universitas harus saya pegang, harus taat asas bahwa ospek fakultas harus dilaksanakan dalam 2 hari,” tutur Dosen FH UII ini. Ia juga mengatakan ketika mahasiswa mendapat tambahan pembinaan, ia melihat dari akses pembinaan materinya dan menurut-nya materi yang disampaikan di FH tidak ada masalah.

Mengenai regulasi dari Dikti, Harry ber-pendapat bahwa dasar pertimbangan ter-kait kebijakan dan peraturan tersebut adalah adanya ketakutan akan kegiatan yang terkesan adanya kekerasan fisik dan verbal, serta acara yang tidak terkonsep. “Ketika kami bentur-kan dengan konsep acara kami, jelas tidak ada bentuk kekerasan fisik dan verbal, ospek fakultas di FH pure pembentukan orientasi,” ujarnya. Ia juga beranggapan bahwa peraturan Dikti hanya terkesan sebagai bentuk himbauan karena dalam regulasi tersebut terdapat salah satu poin yang menyatakan bahwa seluruh kegiatan juga tergantung kebutuhan fakultas maupun universitas masing-masing. Artinya peraturan tersebut tidak bersifat mengikat dan tidak ada ketentuan lebih lanjut terkait sanksi.

Regulasi Dikti juga juga menyebabkan kesalahpahaman antara panitia ospek dengan pihak dekanat seperti yang terjadi di Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan (FTSP). Dalam kegiatan ospek FTSP, terlihat beberapa orang di luar panitia mengenakan co-card yang ber-tuliskan “Panitia Pengawas Pekta FTSP 2014”. Mereka merupakan panitia yang dibentuk oleh dekanat dan tersebar di kampus saat ospek fakultas berlangsung.

Terkait fungsi dan jumlah tim anggota pengawas dekanat yang ada, Vicky Saputra se-laku Ketua Tim Advokasi mengatakan bahwa ia mendapat kabar dimana jumlah tim ter-diri dari 24 orang dan terbagi dalam 2 shift kerja.“Padahal kesepakatannya adalah mereka memberikan pengawasan kepada kami yang terdiri dari 5 orang, 1 orang menjadi koordina-tor dan 4 orang anggota. Penanggung jawabnya adalah bapak dekan FTSP,” tuturnya. Ia melan-jutkan Tim Advokasi yang dibentuk Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) FTSP berfungsi untuk mengawasi, sedangkan Tim Pengawas bentukan dekanat FTSP bertugas berkoordi-nasi dengan Tim Advokasi.

Senada dengan pernyataan Vicky, Ketua Steering Committee (SC) ospek FTSP, Rid-ho Fadly menyatakan bahwa panitia sen- diri kebingungan karena sesuai kesepakatan dari audiensi yang dilakukan antara panitia dengan dekanat jumlah tim dari dekanat adalah

Reportase bersama: Dian Indriyani, Novita Dwi K., Nurcholis Ainul R. T.

4 pengawas. Tetapi di hari pertama ospek yaitu tanggal 5 September, tersiar kabar bahwa Tim Pengawas berjumlah 24 orang. Audiensi sen- diri dilaksanakan 3 kali dalam seminggu terakhir sebelum ospek fakultas FTSP dimulai. “Kami tidak nyaman dengan kondisi seperti ini karena kami sudah melewati proses acara ini tidak main-main. Kita punya advokasi dari kelembagaan sendiri dan tiba-tiba ada Tim Pe- ngawas dari dekanat,” ucap Ridho. Ia me- rasa koordinasi antara dekanat dengan panitia kurang karena tidak ada bentuk transparansi antara dekanat ke panitia terkait jumlah Tim Pengawas yang sebenarnya.

Audiensi yang diadakan dekanat mem-bahas peraturan baru dari Dikti tentang bagaimana baiknya kegiatan orientasi ma-hasiswa baru. Dekanat menyoroti pada ke-kerasan verbal dan menganggap ada kekerasan verbal di ospek FTSP UII pada tahun-tahun sebelumnya. “Padahal saat di lapangan tidak terlihat bahwa Departemen Penertib La- pangan (DPL) melakukan sesuatu yang me-langgar aturan, sedikit kecewa dengan adanya hal ini karena ini acara mahasiswa, yang meng-konsep panitia dan dengan dana kita. Mereka tidak ada berpartisipasi apapun tapi seakan-akan mereka ingin merecok atau merusak aca-ra yang telah kami buat,” ucap Ketua Lembaga Eksekutif Mahasiswa (LEM) FTSP, Ghozi Faiz Habibi.

Syahidul Fajri sendiri yang menjabat se- bagai Ketua DPM FTSP mengatakan bahwa memang ada beberapa Tim Pengawas dari dekanat. “Mereka hanya bisa mengawasi dan melihat jalannya ospek fakultas, jika ada se- suatu yang melanggar peraturan maka akan di-beritahukan kepada Tim Advokasi lembaga, lalu Tim Advokasi yang akan menyesuaikan,”ujar Syahidul.

Ia juga berpendapat mungkin pihak dekanat lebih berpengalaman dari tahun- tahun sebelumnya. Tetapi sebenarnya tidak ada kekerasan fisik ataupun verbal yang terjadi. Panitia hanya membimbing mahasiswa maha-siswi baru dengan konsep yang direncanakan. “Sebenarnya kita merasa kaget kenapa dekanat sampai membentuk tim seperti itu seolah-olah mereka tidak percaya kepada kita,”lanjut Sya-hidul.

Ditanyai perihal fungsi pengawas tersebut, Setya Winarno selaku Wakil Dekan II FTSP di bidang infrastruktur mengklarifikasi bahwa tu-

Fauzi Farid M. | KOBARkobari

Panitia pelaksanaan Pekta FTSP tahun 2014 meng- instruksikan secara keras kepada maba untuk berlari menuju pos pemeriksaan.Padahal sesuai regulasi Dikti No. 25, selama masa orientasi tidak diperbole-hkan adanya kekerasan verbal.

gas Tim Pengawas dari dekanat adalah untuk mengawasi agar tidak ada kekerasan fisik atau-pun verbal, acara yang tepat waktu, dan me-mantau agar acara tetap memiliki nilai islami dalam prakteknya. “Kami hanya mengawasi tetapi berhak membubarkan acara apabila ada yang menyalahi aturan,” tegasnya.

Ada beberapa regulasi yang ditekankan dari Tim Pengawas kepada panitia ospek kali ini dan semuanya ditujukan untuk kebaikan bersa-ma, yaitu kegiatan sholat harus tepat waktu, ti-dak boleh ada kekerasan fisik meskipun hanya menyenggol ataupun kekerasan verbal (meng-hujat, membentak, mengintimidasi), lingkungan bersih dan bebas sampah, dan kegiatan ospek fakultas harus berhenti tepat pukul 17.00 ser-ta tidak ada lagi kegiatan yang termasuk dalam agenda ospek fakultas setelah itu.

Winarno berpendapat, bahwa sekarang bukan zaman kekerasan lagi karena bangsa perlu pemikir-pemikir yang inovasi, dan kreatif. Kedepannya ia berharap konsep ospek FTSP lebih ditekankan kepada kreativitas maha-siswa serta pengenalan laboratorium kampus dan diberi acara hiburan di dalamnya. “Seperti ada perlombaan desain antara senior dan adik angkatannya untuk bekerjasama satu tim dari-pada dibentak-bentak,”tambah Winarno.

Menurut Winarno yang juga menjadi pengarah panitia pengawas ospek FTSP 2014, bagaimanapun juga meskipun ini adalah acara mahasiswa dan untuk mahasiswa dekanat ber-tanggung jawab atas itu. Dalam Surat Tugas ST-Dek./20/FTSP/IX.2014 dijelaskan ada 19 orang yang menjadi Panitia Pengawas ospek FTSP 2014. Diantaranya dekan FTSP sebagai penanggung jawab, wakil dekan sebagai penga-rah panitia pengawas, 2 orang pejabat dari tiap prodi (6 orang), 1 orang koordinator, dan 10 orang anggota. Ditambah lagi dengan 9 orang tua diminta secara resmi melalui pesan sing-kat oleh pihak dekanat sebagai pemantau ter- hadap jalannya ospek fakultas di FTSP. “Apapun yang terjadi dengan mereka merupakan tang-gungjawab kami juga dan untuk jumlah kami memang banyak yang kaget, tetapi itu sah-sah saja karena tugas kami mengawasi jadi wajar banyak,” ungkapnya.

Page 4: Kobarkobari edisi pekta 2014 imbas regulasi dikti

4 KOBARKOBARI EDISI PEKTA // XV // September 2014

mengapresiasi dengan adanya peraturan Dikti tersebut dan kita juga mengatur bagaimana konsep kita sesuai dengan regulasi Dikti,” ujar Rahmat. Menurutnya lagi, bahwa dekanat sangat mendukung pihak panitia. Hal terse-but terbukti dengan dibentuknya tim pendu-kung oleh pihak dekanat yang berfungsi un-tuk memberi dukungan kepada panitia dalam proses pembaharuan konsep ospek fakultas tersebut. Ia menjelaskan lagi bahwa mahasiswa baru adalah keluarga baru dan pembentakan bukan hal yang baik dan menyenangkan bagi mereka.

Sebelum kedua fakultas diatas melakukan perubahan konsep pada tahun 2014 ini, ada beberapa fakultas yang memang sudah bebe- rapa tahun menggunakan konsep ospek fakultas yang anti pembentakan, diantaranya adalah Fakultas Hukum (FH) dan Fakultas Ekonomi (FE).

Menurut Ketua LEM FH, Harry Setya Nugraha, menjelaskan bahwa sejak tahun 2010 konsep pembentakan sudah dihapuskan dari kepanitiaan ospek FH dan DPL pun di-tiadakan. Ia menjelaskan bahwa konsep ospek fakultas di FH adalah murni untuk mengenal-kan dunia kampus kepada mahasiswa baru. Ia juga menganggap DPL merupakan salah satu bentuk perpoloncoan dan hal tersebut su-dah tidak relevan lagi saat ini. Menurutnya, untuk mempengaruhi mahasiswa baru tidak

Kampus Terpadu, KOBARKobariPada tahun ini, beberapa fakultas yang

memiliki tradisi kental akan pembentakan mulai mengubah regulasi, konsep acara, serta tradisinya tersebut, seperti Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya (FPSB) dan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan (FTSP). Pada pelaksanaan ospek fakultas di FTSP kali ini, Departemen Penertib Lapangan (DPL) yang identik dengan pembentakan memang masih digunakan oleh pihak panitia ospek fakultas FTSP, karena menurut ketua Lembaga Ekse- kutif Mahasiswa (LEM) FTSP, Ghozi Faiz Habibi, sampai saat ini tidak ada bentuk ke-kerasan verbal bahkan fisik dalam ruang ling-kup ospek fakultas FTSP. Menurutnya juga, keberadaan DPL dalam kepanitiaan ospek fakultas yang berfungsi untuk menertibkan lapangan tidak dapat diartikan sebagai suatu kekerasan, karena DPL tersebut sudah dilatih agar sesuai dengan regulasi yang ditetapkan. Mereka juga sudah diberi pelatihan agar dapat membedakan antara kekerasan verbal dan ketegasan. “Kalau di kami sudah ditekankan dan dilatih kepada panitia kami agar mereka bisa membedakan kekerasan verbal dengan ketegasan,” ujar Ghozi. Pada ospek fakultas kali ini juga, DPL ditekankan agar tidak meng-gunakan volume suara yang berlebihan ke-pada peserta ospek, serta mengurangi kata-kata pembodohan dan menggantinya dengan

kata-kata yang lebih edukatif dan sopan de- ngan tidak menghilangkan unsur ketegasan. Ia menjelaskan juga bahwa pihak panitia yang melanggar akan diberikan sanksi yang tegas. Apabila pelanggaran yang dilakukan berat, maka akan dikeluarkan dari kepanitiaan.

Terkait dengan konsep ospek fakultas yang baru tersebut, Ghozi menjelaskan lagi bahwa keberhasilan acara ospek fakultas tahun 2014 baru bisa dilihat dalam jangka satu tahun ke- depan. Ia berharap dengan konsep baru yang panitia terapkan, goal tersebut dapat tercapai. Dengan demikian pihak panitia telah melaku-kan perubahan ke arah yang lebih baik, karena goal ospek fakultas tahun 2014 sama dengan ospek fakultas tahun 2013 yaitu mengenalkan kelembagaan serta Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) yang ada di FTSP kepada mahasiswa mahasiswi baru.

Perubahan konsep ospek fakultas juga di-alami oleh FPSB. Pada ospek fakultas tahun 2014 ini, menurut ketua LEM FPSB, Muham-mad Rahmat Hidayat, menjelaskan bahwa pihak panitia ospek fakultas tetap menyelar-askan peraturan yang diberikan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti) dengan per-aturan ospek. Ia menjelaskan juga bahwa pihak panitia tidak merasa terbebani oleh regulasi tersebut, karena dari awal pihaknya memang sudah merencanakan untuk menggagas suatu perubahan di ospek fakultas. “Kita sangat

Tradisi Pembentakan Ospek FakultasTerkait tradisi ospek fakultas, tahun ini beberapa fakultas melakukan perubahan, namun FTI masih tetap pada tradisi lama.

Oleh: Nurcholis Ainul R. T.

Fauzi Farid M. | KOBARkobari

Dalam pelaksanaan Peta FTI 2014 kali ini masih terjadi pem-bentakan oleh panitia kepada maba, Selasa (09/09). berbeda dengan FE dan FH, dalam pelaksanaan orientasinya tidak terdapat bentuk kekerasan verbal.

Page 5: Kobarkobari edisi pekta 2014 imbas regulasi dikti

5KOBARKOBARI EDISI PEKTA // XV // September 2014

Dewan Redaksi: Moch. Ari Nasichuddin, Irwan A. Syambudi. Pemimpin Redaksi: Ferry Firmansyah A. Sekretaris Redaksi: Hasinadara P. Redaktur Pelaksana: Raras Indah F., Laras Haqkohati, Yuyun Novia S. Redaktur Foto: Revangga Twin T. Redaktur Artistik: M. Hanif A. Staf Redaksi: Siti N. Qoyimah, Fikrinisa’a Fakhrun H., Adilia Tri H., Dian Indriyani, Norma Indah P., Arieo Prakoso. Fotografi: Nafiul Mualimin, Asyharuddin Wahyu Y., M. Rahmat Akbar W., Danca Prima R., Fitri Sarita, Putri Werdina C.

A. Penelitian dan Pustaka: Aghreini Analisa, Alfa Nur S., Desi Rahmawaty, Fauzi Farid M., Al-Aina Radiyah. Rancang Grafis: Rahmat Wahana, Syahril, M. Khoirul Anam, Galuh Ayu P., Ahmad Taupik B., Deby Hermawan, Putri Bidadari A., Tsania Faza, Abdurahman Al-Asykari. Perusahaan: Anisa Kusuma W., Siti Mahdaria, Alan Dwi P., Arga Ramadhana, Riesky Diyanti P., Novita Dwi K., Wean Guspa U. PSDM: Bayu Putra P., Budi Armawan, Maya Indah C. Putri, Fajar Noverdian. Jaringan Kerja:

Aldino Friga P. S., Kholid Anwar, Nurcholis Ainul R. T., Sirojul Khafid.

Diterbitkan oleh Lembaga Pers Mahasiswa HIMMAH Universitas Islam Indonesia. Alamat Redaksi: Jln. Cik Di Tiro No.1 Jogjakarta. Telp (0274) 3055069, 085779559104 (Anisa Kusuma W., Iklan/Perusahaan). Saran dan kritik melalui email: [email protected], http://

lpmhimmahuii.org.

bisa dilakukan dengan cara kekerasan, yang perlu dilakukan adalah mendoktrin orien-tasi mahasiswa baru agar turut aktif dengan sendirinya. “Jadi kalau saya melihat dan meng-kaji, DPL inilah sebagai bentuk pembentakan, dan di sini kami sudah tidak memakai itu karena saya rasa hal itu sudah tidak relevan lagi,” ujar Harry. Ia menambahkan lagi, bahwa dengan konsep yang mereka jalani selama beberapa tahun tersebut goal dari acara ospek fakultas telah terpenuhi, yaitu dengan terus mening-katnya jumlah mahasiswa yang berminat un-tuk masuk ke dalam organisasi. Contohnya seperti pada tahun 2013, jumlah mahasiswa yang mendaftar pada magang LEM Fakultas mencapai 96 orang, meningkat 50% dari ta-hun sebelumnya. Menurutnya itu adalah hasil pembentukan orientasi pertama saat ospek fakultas.

Di sisi lain, menurut Ketua LEM FE, Maf-tuhi Firdaus, kekerasan yang ada di ruang lingkup ospek fakultas ibarat air panas dan gelas. Ketika air tersebut dituangkan ke dalam gelas, maka ia akan pecah, yang artinya bahwa konsep pembentakan di ospek fakultas tidak dapat digunakan. Menurutnya, FE yang pada tahun-tahun sebelumnya tidak menerapkan konsep pembentakan pada ospek fakultas tetap dapat memenuhi goal yang ingin dica-pai. Terkait dengan fungsi dan peranan DPL, Ia menjelaskan bahwa peran dari DPL sendiri bisa dihandle dengan memaksimalkan fungsi dari wali jamaah. “Nah itu letaknya ada di wali jamaah. Jadi wali jamaah harus bisa mengkoor-dinir jamaahnya dengan baik. Wali jamaah ha-rus dekat dengan jamaahnya”, ujar Maftuhi.

Lain halnya dengan di Fakultas Teknologi Industri (FTI). Pada ospek fakultas tahun ini, mereka tetap menggunakan beberapa konsep lama, seperti adanya pembentakan yang me-mang menjadi salah satu ciri ospek fakultas di FTI, selain itu terlihat pula para DPL yang se-dang memberikan hukuman fisik berupa squat jump kepada mahasiswa baru.

Menurut Kepala Bidang (Kabid) Pengem-bangan Sumber Daya Mahasiswa (PSDM) LEM FTI, Al Hafidz Gita Pramalistya, terkait re- levansi pembentakan saat ini, ia menuturkan bahwa pembentakan yang ada di FTI tersebut

ada sisi negatif dan positifnya. Menurutnya hal tersebut lah yang membuat ospek fakultas di FTI mengesankan. Terkait fungsi dan peranan DPL, Gita menuturkan bahwa DPL mempun-yai peranan penting dalam ospek fakultas, yaitu untuk menertibkan mahasiswa baru dalam waktu singkat, sehingga rundown yang telah direncanakan tidak molor. “Menurut saya un-tuk mengatur segitu banyaknya orang, kalau cuman ayo-ayo dek tuh’ suka pada ngga mau. Maka itu diperlukan adanya DPL,” ujar Gita. Ia juga mengatakan bahwa DPL yang ada di FTI adalah orang-orang yang sudah berpengalaman di bidangnya karena diambil dari DPL tingkat jurusan, sehingga kesalahan-kesalahan dapat di minimalisir. Di FTI sendiri, pihak DPL diberi kewenangan oleh komisi B, komisi yang me- ngatur segala tata tertib yang ada pada os-pek fakultas, untuk menghukum mahasiswa baru yang berbuat kesalahan, namun Gita me- ngatakan bahwa pemberian wewenang terse-but tidak perlu dikhawatirkan karena komisi B telah mengatur segala hal terkait dengan hukuman yang diberikan oleh DPL kepada ma-hasiswa baru.

Menanggapi adanya kekerasan verbal yang ada di ospek fakultas, Beni Suranto, Direk-tur Kemahasiswaan UII menjelaskan bahwa pelaksanaan ospek yang ada di fakultas mulai membaik, bahkan ada wali murid yang ikut me-mantau jalannya acara tersebut. Ia melanjutkan bahwa untuk menyelesaikan persoalan me- ngenai kekerasan yang ada di ospek fakultas, pihak panitia harus lebih dewasa. “Yang saya harapkan adalah kedewasaan serta kesadaran dari panitia, bahwa yang mereka terima adalah keluarga. Dan semangat yang ingin kita buat adalah semangat menerima tamu sehingga kita dapat menghargai para mahasiswa baru terse-but sebaik-baiknya,” ujar Beni. Namun ia me-nyadari bahwa mahasiswa merupakan sosok yang masih ingin mengeksplorasi diri, sehingga ia masih dapat memaklumi pembentakan, se-lama hal tersebut masih dalam kewajaran dan batasan yang ada.

Wakil Rektor I, Ilya Fajar Mahardika berpendapat bahwa ospek fakultas itu pada dasarnya memiliki dua prinsip, yang pertama adalah taaruf, yang berarti mengenalkan ma-

hasiswa baru kepada kehidupan barunya se-bagai mahasiswa, kehidupan yang berbeda dengan masa SMA. Prinsip kedua adalah value, ospek fakultas yang diadakan harus mengan- dung unsur-unsur ke UII-an, yang diantaranya adalah islami, amanah, dan disiplin. Menurut-nya proses pembentakan dalam penanaman kedua prinsip diatas bisa dilakukan namun ha-rus dalam situasi yang spesifik, yaitu penertib tersebut haruslah orang-orang yang terlatih, dan untuk menciptakan para penertib ter- sebut membutuhkan waktu yang tidak seben-tar. Menurutnya lagi, jika hal ini terus dilakukan maka dikhawatirkan akan membuat mahasiswa menjadi apatis, dan yang membahayakan adalah adanya proses balas dendam kedepannya.

Arief Rahman, selaku dosen Psikologi FPSB, ikut menambahkan bahwa untuk mencapai orientasi yang ideal harus diketahui bersama apa yang menjadi kebutuhan mahasiswa baru. “Sebenarnya nggak perlu sulit-sulit ketika di- tanya konsep ospek fakultas yang ideal itu se- perti apa, kita cukup mengetahui apa kebu-tuhan mahasiswa baru, Nah dari situ disusun konsep ospek yang ideal,” ujarnya. Ia ber-pendapat lagi bahwa peranan pers mahasiswa pun sangat penting, bukan hanya untuk mem-beritakan, tapi juga mendorong perubahan ke arah yang lebih baik.

Reportase bersama Arieo Prakoso, Novita Dwi K., Sirojul Khafid

Page 6: Kobarkobari edisi pekta 2014 imbas regulasi dikti

6 KOBARKOBARI EDISI PEKTA // XV // September 2014

Barisan Hitam putih berjajar rapih di bule-var Universitas Islam Indonesia. Pesta dimulai, sebanyak 6.649 mahasiswa “berpesta”.

Pesona Ta’aruf (PESTA) merupakan ke- giatan perkenalan dinamika kampus UII ke mahasiswa mahasiswi baru (maba-miba), di-mana acara ini berlangsung dari tanggal 3-4 September.

Dari Subuh hingga matahari terbenam ribuan maba-miba memadati halaman Kahar Muzakir hingga lapangan Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya (FPSB), tempat di- selenggarakannya Pesona Ta’aruf 2014.

Mereka rela berhimpit satu sama lain demi mendapat informasi nama jama’ah dan kelom-pok. Meraka mempunyai teman baru.

Semua “berpesta”, panitia menyiapkan acara organisasi menunjukkan kreativitasnya dan maba-miba. Semua bekerjasama walau di- sengat panas matahari, bergumul dengan udara malam “pesta” tetap berlangsung.

Mereka"Berpesta"

Revangga Twin T. | KOBARkobariBerpesta

Fauzi Farid M. | KOBARkobariCari Jamaah Revangga Twin T. | KOBARkobariCeria

Narasi Oleh: Fitri Sarita

Page 7: Kobarkobari edisi pekta 2014 imbas regulasi dikti

7KOBARKOBARI EDISI PEKTA // XV // September 2014

Revangga Twin T. | KOBARkobari

Revangga Twin T. | KOBARkobari Fauzi Farid M. | KOBARkobariPenghibur

Asyharuddin Wahyu Y. | KOBARkobariTetap Bertahan

Siti Mahdaria | KOBARkobariTeman Baru

Page 8: Kobarkobari edisi pekta 2014 imbas regulasi dikti

8 KOBARKOBARI EDISI PEKTA // XV // September 2014

Mahasiswa baru 2014 banyak parkir sem-barangan ketika Pesona Ta’aruf (PESTA) 2014 Universitas Islam Indonesia. Panitia sudah menyiapkan tempat parkir yang luas di de-pan gedung Diploma 3 Ekonomi (D-3), akan tetapi masih banyak mahasiswa baru yang tidak menggunakannya, sebagian mahasiswa malah lebih memilih parkir di luar tempat yang dise-diakan panitia. Adapun jam operasional pe- ngamanan parkir ketika Pra Pesta (2/9) adalah pukul 07.00-17.00, ketika Pesta hari pertama berlangsung mulai dari pukul 04.30-18.00 dan untuk hari terakhir Pesta (4/9) jam operasi- onal akan ditambah menjadi pukul 04.30-21.00.

Irwansyah selaku Koordinator Keamanan Pesta 2014 mengungkapkan kalau beberapa motor malah diparkir di tempat parkir Di-ploma Tiga (D-3) Ekonomi, dimana bukan tempat yang disediakan panitia. Belasan motor juga terparkir di halaman rumah warga di du-sun Lodadi, Ngaglik, Sleman, tepatnya di depan masjid Mauidhotul Khasanzah. Heri Marwanto sebagai warga Lodadi menyatakan kalau mo-tor yang parkir di sini (depan masjid-red) sudah dari pukul 05.00. Dia menjelaskankan sewaktu pagi motor tampak berantakan sehingga ia berinisiatif menata dan menjaga motor terse-but. “Sebelumnya tidak ada sosialisasi dari pa-nitia untuk bekerja sama dengan warga sekitar terkait lokasi parkir di Dusun Lodadi,” ungkap-nya. Sebagai biaya pengamanan, dia mematok

tarif sebesar Rp 5.000 rupiah yang nantinya akan dimasukan ke dalam kas dusun, tambah- nya.

Sama halnya di Lodadi, puluhan motor milik mahasiswa baru juga terparkir sem- barang di depan dealer Yamaha, jalan Kali- urang KM14,5. “Karena buru-buru agar tidak terlambat, mahasiswa baru tidak peduli de- ngan motor yang diparkir sembarangan,” ujar Mujiasih warga dusun Kelanjaran, Ngaglik, Sle-man. Menurutnya parkir mahasiswa yang sem- barangan mengganggu aktivitas warga. “Maha-siswa baru sudah ada sejak pukul 04.30, pa-dahal rumah yang jadi tempat parkir tersebut adalah rumah warga yang juga akan berakti-vitas, tapi anak-anak mahasiswa tersebut asal masuk aja dan ditinggal begitu aja,” ungkap Mujiasih.

Mujiasih menarik tarif parkir sebesar Rp 5.000 rupiah sama halnya seperti di Lodadi. Mujiasih juga mengkoordinir pemuda-pemuda disini untuk terjun dan membantu mengelola parkir kendaraan mahasiswa baru. “Tapi ke-tika nanti motor hilang atau rusak kami tidak bertanggung jawab tugas kami hanya sekedar menjaganya, tanggung jawab tetap kepada mereka masing-masing dan saya terkejut juga kenapa panitia tidak membolehkan mahasiswa baru masuk,” ungkapnya.

Meskipun dijaga oleh warga dan dikenakan tarif, mahasiswa baru tetap membawa mo- tornya tanpa bayar terlebih dahulu. Mujiasih

menuturkan bahwa tadi ada yang parkir di sini sekitar 10 motor tapi begitu pukul 10.00 mereka bawa motor begitu saja langsung ka-bur gak bayar, Mujiasih cuma bisa bergumam “Mungkin mereka tidak bawa dompet.” Tam-paknya tidak ada kontrol dari panitia me- ngenai mahasiswa baru maupun motor-motor mahasiswa baru yang diparkir di luar.

Mahasiswa baru yang datang terlambat diarahkan panitia lewat Degolan, akan tetapi mahasiswa baru mengaku bahwa panitia ti-dak jelas dalam mengarahkan mereka. Lutfian Mahasiswa baru jurusan Farmasi (FMIPA) ini menuturkan bahwa dia disuruh lurus saja, tapi karena tidak tahu mau kemana makanya Lu-tfian mengikuti mahasiswa lain untuk parkir di depan penjual soto. Ais mahasiswi baru Hubungan Internasional (HI) juga menam-bahkan bahwa tidak ada penunjuk jalan yang mengarahkan kami ke Degolan, ya karena kami orang baru di Yogyakarta. Makanya kami memarkirkan aja motornya disini,” katanya. Khansa Najila mahasiswi baru Teknik Indus-tri 2014 ini lebih memilih memarkirkan mo- tornya di depan dealer Yamaha, tepatnya di jalan Kaliurang KM14,5 karena alasan malas. “Malas untuk mendorong motor kalau sudah terlambat, dan sudah janjian juga dengan te-man-teman yang lain di tempat ini berhubung di sini kosan teman satu jurusan juga,” jelasnya.

“Sebenarnya kita sudah buat plang jalan, untuk menunjukkan ke arah sana (dusun De-golan-red), panitia lain juga sudah ditempatkan di pos-pos yang telah kami rencanakan biar mahasiswa baru yang terlambat tahu menuju kampus lewat dusun Degolan,” kata Irwan-syah. “Sebagian sudah banyak yang tau tentang jalan kesana, tapi sebagian lagi sudah tau tapi masih tetap ngeyel, dan masih aja parkir di- sembarang tempat,” tambah Irwansyah.

Parkir Semrawut Mahasiswa BaruMahasiswa baru memarkir kendaraan tidak pada tempatnya.

Oleh: Ferry Firmansyah A.

Kampus Terpadu, KOBARkobari

Asyh

arud

din

Wah

yu Y

. | KO

BARk

obar

i

Mahasiswa baru tidak memanfaatkan parkir yang disediakan panitia, mereka lebih memilih parkir sembarang di bukan tempatnya.

Reportase bersama: Norma Indah P.

Page 9: Kobarkobari edisi pekta 2014 imbas regulasi dikti

9KOBARKOBARI EDISI PEKTA // XV // September 2014

Put

ri B

idad

ari A

. | K

OB

AR

koba

ri

Page 10: Kobarkobari edisi pekta 2014 imbas regulasi dikti

10 KOBARKOBARI EDISI PEKTA // XV // September 2014

Judul : Tenggelamnya Kapal Van der WijckGenre : RomanSutradara : Sunil SorayaPemeran : Herjunot Ali, Pevita Pearce, Reza Rahadian, Randy NidjiProduksi : Soraya Intercine FilmsTanggal Rilis : 19 Desember 2013Durasi : 165 menitPenulis Asli : Buya Hamka

Oleh: Adilia Tri H.

Film adaptasi novel berjudul sama ka- rangan Haji Abdul Malik Karim Amrullah (atau biasa disapa Hamka) ini mengambil latar di tahun 1930. Tenggelamnya Kapal Van der Wijck menceritakan tentang terhalangnya jali-nan asmara sepasang muda-mudi karena latar belakang sosial dan adat-istiadat.

Zainuddin, seorang lelaki yatim piatu, me-mutuskan untuk merantau menuju kampung halaman sang ayah di Batipuh, Sumatera Barat demi memperdalam ilmu agama. Namun, ke-datangan Zainuddin tidak memperoleh sam- butan baik dari masyarakat setempat yang menganut sistem matriarki. Matriarki (matri-arkat) sendiri sering disamakan artinya dengan matrilineal, yakni suatu adat yang mengatur alur kekerabatan berdasarkan pada garis ketu-runan ibu. Anak otomatis ikut marga ibu, dan ayah tidak dapat memasukkan anak ke dalam sukunya sebagaimana yang berlaku di sistem patrilineal. Maka, Zainuddin yang beribu ketu-runan Bugis dianggap tak memiliki pertalian darah dengan keluarganya di Minangkabau jika merunut kepada sistem adat ini. Itulah yang mengakibatkan ia kemudian dikucilkan.

Di tengah keterasingan, ia mencurahkan segala emosi, baik kesedihan maupun rasa sepi kepada Hayati melalui penggalan-penggalan surat. Hayati adalah gadis jelita keturunan bangsawan yang mengagumi kemampuan sas-tra Zainuddin. Seiring dengan semakin intens- nya komunikasi antara mereka, keduanya pun saling jatuh cinta. Tetapi, hal itu tak serta-merta membuat mereka dapat bersatu. Zainuddin dipaksa keluar dari Batipuh oleh tetua suku Minang yang merupakan pengasuh Hayati. Se-belum Zainuddin berangkat ke Padang Panjang, Hayati bersumpah akan selalu setia menung-gu Zainuddin hingga mereka dapat bersama nantinya. Disaksikan segenap keelokan alam, Zainuddin beranjak pergi bertemankan keya-kinan untuk tetap bertahan mencintai Hayati.

Kekhasan kisah cinta klasik identik tragedi mulai dapat dirasakan dari sini. Sebab, bukan-nya mendingin, konflik baru pun muncul de-

ngan dihadapkannya Hayati pada kenyataan bahwa dia dilamar Aziz, kakak sahabatnya. Aziz yang notabene berlatar belakang ke- luarga terpandang asli Minang tentu lebih disu-kai keluarga Hayati dibandingkan Zainuddin. Lamaran dari Zainuddin ditolak mentah-mentah dan Hayati terpaksa menerima pina- ngan Aziz walau harus mendustai hatinya yang masih mencintai Zainuddin. Ia tidak mampu melawan mufakat bersama para tetua. Se- perti diuraikan A. A. Navis dalam buku Alam Terkembang Jadi Guru: Adat dan Kebudayaan Minangkabau (1984), stelsel matrilineal de- ngan sistem kehidupan komunal seperti yang dianut suku bangsa Minangkabau menempat-kan pernikahan sebagai persoalan dan urusan kaum kerabat yang harus diputuskan bersama. Hayati tidak bisa menentukan sendiri siapa yang bisa menjadi suaminya, melainkan harus mengikuti persetujuan kaum.

Secara keseluruhan, Sunil Soraya mampu menunjukkan kapabilitasnya dalam menjel-makan buah sastra Hamka ke bahasa gambar. Tak sekadar membuat penonton berlinang air mata karena rangkaian cerita yang mengharu-kan, tetapi juga menyuarakan ulang pesan ber-napaskan religi dan kritik Hamka berkenaan adat-istiadat yang dilakukan masyarakat di za-man itu, yang berperan sebagai salah satu poin penting novel. Maksud Hamka untuk mem-berikan gambaran kepada publik betapa suatu kebudayaan dapat sangat berpengaruh bagi kebahagiaan seseorang dalam realitas, berhasil ditampilkan film ini. Pengucilan sarat kesedihan yang dialami Zainuddin seakan menohok adat matrilineal Minang terhadap keturunan cam-puran, menunjukkan bahwa hidup seseorang bisa sedemikian menderita hanya karena tun-tutan kepatuhan adat.

Kita dibuat berpikir ulang, merenung- kan kembali apakah konteks adat tersebut pantas untuk terus dipertahankan apabila memberikan ketidakdilan bagi seseorang. Apakah adat matrilineal relevan dengan sya- riat Islam yang selama ini dijunjung tinggi oleh masyarakat Minangkabau, mengingat adanya sistem itu berarti membuat peran wanita lebih utama daripada pria dalam segi harta warisan maupun keturunan. Sementara Islam adalah agama yang mengutamakan laki-laki di kedua aspek sebelumnya. Islam juga mengajarkan un-tuk tidak mendiskriminasi seseorang, hal yang justru dialami Zainuddin-dan mungkin anak perkawinan campur lainnya-ketika dihadap-kan dengan sistem matrilineal yang berlaku. Pun begitu, film ini tidak mengkaji lebih jauh mengenai tradisi. Kritiknya hanya disampaikan secara implisit, halus, bahkan nyaris tidak ken-tara jika fokus penonton utuh ke sisi romansa.

Tidak masalah, toh, genre yang diusung film Tenggelamnya Kapal Van der Wijck memang roman.

Terkait kondisi sosial, tradisi, dan ke-budayaan Minang tersampaikan begitu ce- merlang, menjadikan film ini ber’isi’ karena tidak hanya terus-menerus menguraikan per- soalan cinta terlarang. Kebiasaan merantau orang Minang sampai rutinitas bermusyawarah demi penyelesaian suatu problematika tidak diabaikan oleh sang pembuat film. Di awal mula Zainuddin mencari tempat tinggal di Batipuh saja, sudah tampak gambaran budaya konservatif Minang, dimana tantenya sempat ragu menerima Zainuddin oleh sebab status suku yang tidak jelas.

Karakterisasi tokoh pun dilakoni de- ngan baik, mendorong penonton semakin jauh terseret dalam untaian plot. Herjunot Ali menunjukkan performa akting yang optimal le-wat perannya sebagai Zainuddin. Luapan emosi berupa luka, lara, kekecewaan dan sesal tak berbatas, beserta kemarahan dibawakannya hampir tanpa cela. Begitu pula Reza Rahadian yang menghadirkan tokoh antagonis dengan sangat nyata, namun tetap manusiawi. Belum lagi detail-detail nuansa lama yang dihadirkan cukup terperinci dan melalui riset panjang. Tak lupa juga keberagaman bahasa yang ditampil-kan, mulai dari Bugis, Minang, hingga Jawa. Satu lagi kelebihan film ini, yaitu ketepatan dalam penempatan backsound lagu untuk pengiring adegan.

Walau demikian, film ini masih memiliki kelemahan terutama pada efek visual di peng- hujung film yang kerap tampak kasar. Terlihat sekali bahwa setting tempat di laut merupakan animasi belaka. Adegan di atas kapal yang se-mestinya bisa menjadi bagian paling menarik pun terkesan selewat saja, tidak meninggalkan dampak berarti. Terdapat juga perbedaan-per-bedaan dari novel aslinya. Dalam novel, diceri-takan bahwa Zainuddin meninggal setelah me-nyelesaikan karya terakhirnya. Sedangkan pada film, dikisahkan ia mendirikan sebuah panti asuhan berdasarkan nama Hayati.

Terlepas dari kelebihan dan kekurangan tadi, film ini mengajarkan kita untuk menjadi-kan rintangan ataupun aral menjadi cambuk agar terus maju menjalani hari. Bahwa tidak ada kesuksesan yang datang tanpa diawali perjuangan keras, tidak ada kebahagiaan yang menghampiri tanpa disertai deraan kesedihan. Tenggelamnya Kapal Van der Wijck menyajikan angin segar bagi kancah perfilman Indonesia yang selama ini diwarnai genre horor dan ko-medi dewasa, lewat sentilan terhadap kekolo-tan adat yang dikemas dalam alur drama tak terduga.

Kritik Adat Berbalut Romansa

Page 11: Kobarkobari edisi pekta 2014 imbas regulasi dikti

11KOBARKOBARI EDISI PEKTA // XV // September 2014

Go Green Hanya WacanaOleh: Dian Indriyani *)

*) Mahasiswa jurusan Manajemen angka-tan 2013/Staf Redaksi LPM Himmah UII

Semangat Ta’aruf (Semata) ospek FE ini berhasil menjadi wadah untuk saya mengenal teman-teman baru, acaranya me-narik dan seru. Akan tetapi rangkaian acara yang dibuat kurang terkoordinir dengan baik. Banyak waktu kosong yang tidak di-maksimalkan. Pelaksanaan Semata di siang hari membuat kami kepanasan karena terlalu lama dijemur.

Acara Pekan Raya dan Silaturahmi Perkenalan (Peradilan) ini melelahkan dan materi yang di-sampaikan kurang mendi-dik. Menurut saya, banyak mental yang dijatuhkan sehingga banyak maba tidak semangat dalam menampilkan kreasi. Se-harusnya panitia memberi materi tentang dunia perkuliahan, karena kami sebagai mahasiswa baru belum tahu pasti gamba-ran menjadi mahasiswa, dan bagaimana cara belajar yang baik untuk mahasiswa.

Thoriq Al Fatan - Jurusan Ilmu Hukum 2014

Muhammad Arif Rahman - Jurusan Manajemen 2014

Menilik jalannya ospek Universitas Islam Indonesia (UII) yang telah dilaksanakan pada tanggal 2-4 September 2014 kemarin, sepertinya ada beberapa hal yang dapat kita jamah terkait teknis dan korelasinya de- ngan tema yang diusung panitia Pesona Ta’aruf (PESTA) 2014.

Tema yang diusung pada Pesta 2014 ini ialah “Membangun Kesada-ran Mahasiswa terhadap Peran dan Fungsinya Melalui Internalisasi Nilai-Nilai Islam Guna Mewujudkan Intelektual Muslim yang Progresif”.

Mewujudkan intelektual muslim yang progresif menjadi goal Pesta kali ini. Progresif di sini lebih ditekankan dalam artian sikap inovatif, kre-atif, dan visioner. Untuk membentuknya, Pesta dikemas dengan konsep standarisasi go green.

Ketika ditanya perihal tujuan tentang konsep ini, tindakan go green ini dimaksudkan agar kita peduli terhadap lingkungan. Hal ini juga mengerucut pada permasalahan yang dialami bumi sekarang. Seperti global warming, bencana banjir, longsor, kebakaran hutan, dan lain se- bagainya.

Namun yang terlihat di lapangan kemarin, konsep go green dirasa hanya sebatas wacana belaka. Dalam prakteknya, seluruh wali jama’ah (waljam) diberikan satu tas plastik besar untuk dijadikan tempat sampah. Jadi, setiap mahasiswa mahasiswi baru akan mengumpulkannya dalam satu tas plastik tersebut. Tetapi jalannya pengumpulan sampah menjadi satu tempat dirasa kurang maksimal. Masih ada beberapa sampah yang berceceran dan dibiarkan begitu saja. Selain itu, dekorasi Pesta juga di-rancang menggunakan bambu sebagai image go green yang dipilih panitia.

Lalu apa hanya dengan menyatukan sampah dan dekorasi dari bam-bu, maka perilaku ini akan diingat secara terus-menerus oleh maha-siswa-mahasiswi baru UII?

Mari kita menengok visi UII untuk menjadi “Kampus Hijau”. Di- tambah lagi UII mendapatkan 2 penghargaan dari Indonesia Green Awards kategori Green Campus yang diselenggarakan oleh La Tofi School of CSR (Corporate Social Responsibility) di tahun 2012 dan 2014.

Dipilihnya UII menjadi salah satu penerima penghargaan kategori green campus terlihat dari sejauh mana komitmen kampus dalam meles-tarikan lingkungan. Seperti yang kita tahu, UII sedang menerapkan pro-gram pelestarian hutan kampus dan area terbuka hijau. Tetapi lebih dari itu, konteks green campus bukan hanya suatu lingkungan kampus yang dipenuhi dengan pepohonan yang hijau saja namun juga sejauh mana implementasi kampus hijau juga harus terlihat pada diri mahasiswanya sendiri. Setidaknya, kita sebagai mahasiswa yang berfungsi sebagai agent of change bisa membantu mewujudkan hal itu lewat beberapa kegiatan. Salah satunya di ospek universitas kali ini.

Akan lebih baik lagi jika istilah go green yang diusung panitia Pesta dikonsep lebih kompleks dengan simbol 4R. Yaitu reuse dengan membeli barang-barang yang bukan sekali pakai atau dapat dipakai kembali. Lalu yang kedua adalah replace,yaitu mengganti barang-barang yang merusak lingkungan dengan barang-barang yang ramah lingkungan. Dan recycle atau mendaur ulang, yaitu proses menjadikan bahan bekas atau sampah menjadi sesuatu yang bermanfaat. Serta repair yang berarti usaha per-baikan barang-barang rusak menjadi bermanfaat dan mempunyai nilai kembali.

Dari teori di atas, saya berpendapat bahwa jika memang ingin mena-namkan sikap peduli terhadap lingkungan, kenapa panitia tidak membuat suatu agenda mendaur ulang sampah yang dilakukan wali jamaah (wal-jam) dengan maba-miba pada acara pra pesta di tanggal 2 September sembari membuat co-card bersama-sama. Dan hasil daur ulang terse-but dipamerkan serta diperlombakan antara jamaah yang satu dengan yang lainnya. Panitia juga bisa mewajibkan maba-miba untuk membawa atribut yang dihasilkan dari sampah yang bisa didaur ulang atau atribut

dari barang-barang yang tidak terpakai lagi di sekitar kampus. Bisa pula diselipkan agenda pendidikan tentang lingkungan hijau dan cara merawatnya dalam Forum Group Discussion (FGD).

Memang terlihat ribet dalam manajemen waktu dan persiapannya, tetapi setidaknya, gerakan ini lebih dari gerakan moral untuk memba- ngun kepedulian terhadap lingkungan, tetapi juga pembaharuan pikiran dan perbuatan yang kompleks dan nyata. Nyata dalam istilah go green agar tak hanya sekedar konsep dan wacana belaka. Dan nyata untuk mendukung gerakan “Kampus Hijau” UII. Yang terpenting adalah kreati-vitas dan kemauan yang kuat untuk benar-benar peduli lingkungan.

Selain itu, sikap progresif akan tertanam melalui kegiatan ini. Pro-gresif yang lagi-lagi kembali pada paduan kata inovasi, kreatif, dan visi- oner. Panitia akan merasa tertantang untuk merealisasikan sikap peduli lingkungan tadi. Mungkin dengan dilakukan perubahan konsep yang se- perti ini juga akan merubah pandangan mahasiswa mahasiswi baru ten-tang kegiatan ospek. Dari yang awalnya menganggap bahwa mengikuti ospek hanya sebagai ajang pengenalan saja menjadi mengikuti ospek sebagai ‘ajang kreativitas dan unjuk diri’.

Untuk ke depannya, panitia ospek dapat lebih mematangkan kon-sepnya agar lebih terasa maknanya bagi maba-miba yang ada. Jadi penamaan tema tidak hanya sekedar pemberian judul belaka, tetapi juga untuk menyatukan pola pikir bersama bahwa konsep yang dibawa berisi tujuan kegiatan dan tidak bisa dianggap remeh.

Page 12: Kobarkobari edisi pekta 2014 imbas regulasi dikti

12 KOBARKOBARI EDISI PEKTA // XV // September 2014