94002 14-248043903163
TRANSCRIPT
MATERI DASAR-DASAR LOGIKA
PERTEMUAN 14
1. Silogisme Kategoris
Silogisme kategoris adalah salah satu bentuk dari penyimpulan deduktif yang
mempergunakan mediasi, terdiri dari tiga proposisi kategoris. Dua proposisi yang pertama
disebut PREMIS I dan PREMIS II, sedangkan yang ketiga disebut KESIMPULAN. Premis yang
memiliki kuantitas dan luas pengertian universal disebut PREMIS MAYOR, dan yang memiliki
kuantitas dan luas pengertian partikular atau singular disebut PREMIS MINOR (lihat contoh di
atas). Di dalam sebuah silogisme biasanya premis mayor menjadi premis I dan premis minor
menjadi premis II, dan akhirnya kesimpulan. Meskipun demikian, pembagian semacam ini
dasarnya adalah kesepakatan saja dan dimaksudkan untuk mempermudah pemahamannya.
Unsur-unsur penting yang terdapat di dalam sebuah silogisme kategoris adalah sebagi
berikut:
1. Tiga buah proposisi, yaitu premis mayor, premis minor dan kesimpulan;
2. Tiga buah term, yaitu term subjek (S), term predikat (P), dan term antara (M).
Yang dimaksud PREMIS adalah putusan atau proposisi yang sudah diketahui, yang dalam
gabungan dengan premis lainnya dapat ditarik kesimpulan yang mengandung gagasan atau ide
sebagimana termuat dalam premis-premis tersebut.
PREMIS MAYOR adalah premis yang di dalamnya termuat term mayor (P) yang
diperbandingkan dengan term antara (M). Term mayor biasanya memiliki luas pengertian
universal. PREMIS MINOR adalah premis yang di dalamnya termuat term minor (S) yang juga
diperbandingkan dengan term antara (M). Term minor biasanya memiliki luas pengertian yang
kurang universal. KESIMPULAN adalah kebenaran baru yang muncul atau diperoleh melalui
proses penalaran dan di dalamnya kesesuaian atau ketidaksesuaian antara term minor (S) dan
term mayor (P) dinyatakan.
TERM MAYOR (P) adalah term yang dengannya term antara (M) diperbandingkan di
dalam premis mayor. Term mayor biasanya mewakili semua hal atau gagasan dari kelas
pengertian universal. TERM MINOR (S) adalah term yang dengannya term anatara (M)
PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB M. Mufid S.Ag. M.Si DASAR-DASAR LOGIKA 1
diperbandingakan di dalam premis minor. Term minor biasanya mewakili semua hal atau
gagasan dari kelas pengertian yang kurang universal. TERM ANTARA (M) adalah term
pembanding antara term minor (S) dan term mayor (P) yang terdapat di dalam premis-premis.
Jadi, term antara dua kali terdapat di dalam premis-premis, namun tidak termuat di dalam
kesimpulan.
Di dalam silogisme, masing-masing term tersebut muncul dua kali. Term mayor (P)
terdapat di dalam premis mayor dan menjadi predikat di dalam kesimpulan. Term minor (S)
terdapat di dalam premis minor dan menjadi subjek di dalam kesimpulan. Hanya term antara (M)
sajalah yang muncul dua kali di dalam premis-premisnya.
Contoh:
Premis mayor : Semua kendaraan angkutan umum (M) harus memiliki izin trayek (P).
Premis minor : Semua bis kota (S) adalah kendaraan angkutan umum (M).
Kesimpulan : Jadi, semua bis kota (S) harus memiliki izin trayek (P).
Jadi, term kendaraan angkutan umum adalah term anatara (M), yaitu term yang
diperbandingkan baik dengan term mayor (P) maupun dengan term minor (S). Jika term
kendaraan angkuatan umum itu menjadi pembanding antara term (S) dan term (P), maka term
tersebut akan muncul dua kali dalam premis-premis, namun tidak terdapat di dalam
kesimpulannya.
Term memiliki izin trayek pengertiannya sanagt luas. Oleh karenanya, term ini terdapat di
dalam premis mayor. Term ini selanjutnya menjadi predikat di dalam kesimpulan. Adapun term
bis kota pengertiannya kurang luas. Oleh karenanya, term ini terdapat di dalam premis minor dan
selanjutnya menjadi subjek dalam kesimpulan. Hubungan antara ketiga term tersebut (S-M-P) di
dalam silogisme dapat disederhanakan sebagai berikut:
M = P
S = M
1. S = P
2. Aksioma atau Prinsip-Prinsip Umum dalam Silogisme Kategoris
PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB M. Mufid S.Ag. M.Si DASAR-DASAR LOGIKA 2
Setiap silogisme kategoris pada dasarnya menyatakan kesesuaian atau ketidaksesuaian
antara term minor (S) dan term mayor (P) atas dasar sesuai tidaknya kedua term tersebut dengan
term anatara (M). Proses berpikir semacam ini memiliki empat aksioma logis sebagai berikut.
1. Prinsip Identitas Timbal Balik
Jika dua term cocok atau identik dengan term ketiga, maka kedua term tersebut identik
satu sama lain.
Contoh:
Semua mahasiswa (M) adalah warga masyarakat akademis (P).
Teman-teman saya (S) adalah mahasiswa (P).
Jadi, teman-teman saya (S) adalah warga masyarakat akademis (P).
Dalam sturktur penalaran/penyimpulan tersebut tampak bahwa dengan term antara (M)maka
term minor (S) identik dengan term mayor (P).
2. Perinsip Berbeda secara Timbal Balik
Jika antara dua term hanya satu yang cocok dengan term ketiga, sementara yang lain tidak cocok,
maka kedua term pertama tersebut tidak cocok satu sama lain.
Contoh:
Mahasiswa (P) adalah kaum intelektual (M)
Pedagang sayur (S) bukan kaum intelektual (M)
Jadi, pedagang sayur (S) bukan mahasiswa (P).
3. Prinsip Dictum de Omni
Apa yang diakui tentang suatu kelas logis tertentu diakui pula tentang bagian-bagian logisnya.
Dengan kata lain, apa yang diakui tentang term-term lain yang menjadi bawahannya.
Contoh:
Setiap manusia adalah makhluk mortal.
Slamet adalah manusia.
Jadi, Slamet adalah makhluk mortal
Term makhluk mortal disini secara logis berlaku bagi kelas manusia. Artinya, jika Slamet secara
logis menjadi anggota kelas manusia, maka term makhluk mortal berlaku juga bagi Slamet.
PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB M. Mufid S.Ag. M.Si DASAR-DASAR LOGIKA 3
4. Dictum de Nullo (Hukum Kemustahilan)
Apa yang diingkari tentang suatu kelas tertentu diingkari juga tentang bagian-bagiannya (secara
logis). Dengan kata lain, apa yang secara universal diingkari tentang suatu term diingkari juga
tentang masing-masing contoh objek penjabaran term tersebut.
Contoh:
Bangsa Indinesia bukan bangsa Pakistan.
Orang Jawa adalah bagian dari bangsa indonesia.
Jadi, orang Jawa bukan bangsa Pakistan.
Jadi, atas dasar penalaran tersebut di atas, dapat kita simpulkan bahwa term bangsa Pakistan
bagaimanapun juga tidak diakui tentang term bangsa Indonesia. Karena term orang Jawa adalah
contoh objek (referent) bagi term bangsa Indonesia, term bangsa Pakistan juga tidak berlaku
bagi orang Jawa. Hal ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Bangsa Indonesia
Bangsa
Orang Jawa Pakistan
Keterangan:
Orang yang termasuk dalam kategori bangsa Indonesia di mana pun ia berada tidak akan
disebuat bangsa Pakistan. Sebagai akibatnya, orang Jawa yang secara logis menjadi bagian
kelas bangsa Indonesia, sekalipun mereka kebetulan berada di Asia Selatan, mereka tetap bukan
bangsa Pakistan. Hal ini dapat kita lihat sebagi berikut: lingkaran bangsa Indonesia berada
terpisah dari lingkaran bangsa Pakistan, sedangkan lingkaran orang Jawa berada di dalam
lingkaran bangsa Indonesia. Oleh karena itu, masuk akal jika dikatakan bahwa orang Jawa tidak
termasuk dalam kategori bangsa Pakistan.
PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB M. Mufid S.Ag. M.Si DASAR-DASAR LOGIKA 4
3. Delapan Aturan Umum dalam Silogisme
5. Aturan yang Didasarkan pada Term
ATURAN 1: Jumlah Term tidak boleh kurang atau lebih dari tiga
Silogisme kategoris adalah sebuah pola penyimpulan tdak langsung di mana dua buah term
diperbandingkan dengan term ketiga. Kedua term pertama tersebut adalah term minor (S) dan
term mayor (P), yang diperbandingkan dengan term ketiga, yaitu term antara (M). Term antara
berfungsi sebagai media pembanding diantara term minor dan term mayor.
Jika yang ada hanya dua term, maka tidak ada proses penyimpulan, melainkan yang ada
hanya sebuah putusan.
Jika ada empat buah term, maka tidak ada term khusus yang memperbandingkan term
minor dengan term mayor. Jadi, tidak ada yang dapat dipergunakan untuk menentukan apakah
term minor S cocok atau tidak cocok dengan term mayor P.
Jika terjadi pelanggaran atas aturan ini, maka akan muncul sesatan term, yaitu ambiguitas
term antara. Yang dimaksudkan dengan sesatan adalah argumen yang keliru, yang kelihatannya
memiliki kebenaran. Sesarab semacam ini akan muncul jika dalam silogisme terdapat empat
buah term.
Contoh:
Keadaan sosial politik saat ini amat genting. (S = M¹)
Gentingnya sudah banyak yang bocor. (M² = P)
Jadi, keadaan sosial politik saat ini sudah banyak yang bocor. (S = P)
Dalam silogisme di atas, kesimpulannya kelihatannya benar, namun ternyata tidak memiliki
hubungan logis dengan premis-premisnya. Sesetan term antara yang ambigu terjadi jika term
antara ternyata memiliki makna ganda atau termasuk term akuivok. Kata genting memiliki
makna ganda, yaitu `gawat` dan `atap rumah`. Dengan demikian, kata tersebut tidak dapat
berfungsi sebagai penghubung antara S dan P.
ATURAN 2: Term suyek atau predikat di dalam kesimpulan tidak boleh lebih luas
daripada yang terdapat di dalam premis-premisnya.
Dalam aturan ini ada dua bagian yang perlu kita perhatikan. Peretama, term mayor dalam
kesimpulan tidak boleh univesal jika di dalam premisnya term sersebut adalah partikular. Kedua,
term minor di dalam kesimpulan tidak boleh universal jika di dalam premisnya term tersebut
PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB M. Mufid S.Ag. M.Si DASAR-DASAR LOGIKA 5
adalah partikular. Alasannya, jika term minor atau term mayor adalah partikular di dalam premis-
premisnya, ini berarti bahwa yang cocok dengan term anatara hanya sebagian referent (objek)
saja. Pelanggaran terhadap aturan ini akan menimbulkan sesetan proses berpikir yang illicit
(tabu, tidak boleh dilakukan).
Contoh:
Mahasiswa adalah kaum intelektual.
Karyawan bukan mahasiswa.
Jadi, karyawan bukan kaum intelektual.
Term P kaum intelektual dalam sebuah proposisi afirmatif adalah partikular yang term ini di
dalam kesimpulan menjadi universal, yaitu setelah menjadi predikat pada sebuah proposisi
negatif.
Dalam contoh tersebut, premis mayor menunjukkan bahwa sekurang-kurangnya beberapa
referent dari term kaum intelektual cocok dengan term antara mahasiswa. Kesimpulannya
menyatakan bahwa tidak ada satu bagian pun dari term antara yang cocok denagn term
karyawan. Hal ini mengingatkan kita pada hukum perlawanan subalterm yang menyatakan
bahwa “jika yang partikular benar, maka yang universal dapat benar dan dapat salah”. Apa yang
benar untuk bagian belum tentu benar untuk keseluruhan.
Contoh:
Anjing bukan kucing.
Semua anjing adalah binatang.
Jadi, tidak ada binatang yang disebut anjing.
ATURAN 3: Term antara tidak boleh masuk dalam kesimpulan.
Term antara adalah pembanding antara term minor dan term mayor dalam premis-premis.
Perbandingan ini dimaksudkan untuk menemukan sesuai tidaknya antara term S dan term P. Jadi,
sudah semestinya bahwa term antara M terdapat pada kedua premis. Jika term ini muncul
kembali di dalam kesimpulan, maka dapat diartikan bahwa dalam proses penalaran ini tidak
terjadi proses penyimpulan.
Contoh:
Setiap orang dapat tertawa.
Setiap orang dapat menangis.
Jadi, setiap orang dapat tertawa sambil menangis.
PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB M. Mufid S.Ag. M.Si DASAR-DASAR LOGIKA 6
Jika proses penalarannya terjadi seperti contoh di atas, maka sebenarnya proses tersebut bukan
silogisme sebab dalam penalaran tersebut tidak terdapat kebenaran baru yang seharusnya muncul
di dalam kesimpulan. Kesimpulan adalah titik akhir yang hendak dicapai/dinyatakan oleh
premis-premisnya.
ATURAN 4: Term antara harus sekurang-kurangnya satu kali universal.
Referent (objek) dari term antara sekurang-kurangnya identik (atau tidak identik) dengan referent
(objek) dari term minor atau dari term mayor. Jika term antara digunakan dua kali secara
partikular di dalam premis-premisnya, ini berarti bahwa term minor hanya sesuai dengan bagian
tertentu dari term antara. Dalam hal ini, kita tidak tahu pasti apakah term minor S dan term
mayor P dapat sesuai dengan bagian term antara tersebut, sebab di dalam premis tidak
dinyatakan secara eksplisit apakah bagian dari term antara yang cocok dengan term minor itu
cocok dengan term mayor.
Contoh:
Tikus mempunyai ekor.
Ikan mempunyai ekor.
Jadi, tikus sama dengan ikan.
Faktanya memang benar bahwa tikus dan ikan mempunyai ciri umum, yaitu memiliki ekor.
Namun, ini tidak berarti bahwa keduanya lalu identik satu sama lain. Ada ciri lain yang justru
membedakan keduanya. Kedua jenis binatang tersebut hanya identik dengan salah satu bagian
tubuhnya saja, bukan secara keseluruhan mirip satu sama lain.
6. Aturan yang Didasarkan pada Premis
ATURAN 5: Jika pemis-premis afermatif, maka kesimpulannya harus afermatif .
Jika kedua premis afermatif, berarti term minor S dan term mayor P keduanya sesuai dengan
term antara M. Hal ini menunjukkan bahwa kedua term tersebut identik dengan term ketiga. Oleh
karenanya, kesimpulan harus menyatakan kesamaan tersebut, yaitu kesesuaian antara term minor
dan term mayor yang termuat di dalam kesesuaian kedua term tersebut dengan term ketiga.
Contoh:
Hewan adalah makhluk yang memiliki perasaan.
Anjing adalah hewan.
Jadi, anjing adalah makhluk yang memiliki perasaan.
PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB M. Mufid S.Ag. M.Si DASAR-DASAR LOGIKA 7
ATURAN 6: Kedua premis tidak boleh negatif
Jika kedua premis negatif, term minor dan term mayor sama-sama tidak cocok dengan term
antara. Hal ini mengakibatkan tidak berfungsinya term antara M sebagai
penghubung/pembanding antara term S dan term P. Artinya, term antara M tidak mampu
membentuk hubungan antara term minor S dan term mayor P. Jika kesimpulannya terpaksa
diturunkan, maka penalaran tersebut dianggap tidak valid/sah.
Contoh:
Marcos tidak merasa bahagia.
Juan bukan Marcos.
Jadi, juan tidak merasa bahagia.
ATURAN 7: Jika salah satu premisnya partikular, maka kesimpulannya juga partikular;
demkian juga jika salah satu premis negatif, maka kesimpilannya juga
negatif.
Jika premis-premisnya negatif dan partikular, maka kesimpulannya juga harus negatif dan
partikular. Jadi, kesimpulan harus sesuai dengan premis minor.
Contoh:
Semua orang jawa adalah warga negara Indonesia.
Beberapa orang itu adalah orang Jawa.
Jadi, beberapa orang itu adalah warga negara Indonesia.
Contoh lain:
Orang Bali bukan orang Irian.
Nyoman adalah orang Bali.
Jadi, Nyoman itu bukan orang Irian.
ATURAN 8: Kedua premis tidak booleh partikular; salah satu premis harus universal.
Jika kedua premis sama-sama partikular, ada tiga kemungkinan: (a) keduanya afirmatif, (b)
keduanya negatif, atau (c) yang satu afirmatif dan yang lainnya negatif.
Contoh (a):
Beberapa mahasiswa rajin belajar.
Ada mahasiswa menyontek dalam ujian.
Jadi, ada orang yang rajin belajar mencontek dalam ujian.
PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB M. Mufid S.Ag. M.Si DASAR-DASAR LOGIKA 8
Contoh (b):
Tim bola voli kita tidak berhasil menjadi juara.
Tim sepak bola kita juga tidak berhasil menjadi juara.
Jadi, tim bola voli bukan tim sepak bola.
Contoh (c):
Ada temanku yang tidak pernah hadir kuliah.
Beberapa anggota tim SAR adalah teman-temanku.
Jadi, beberapa anggota tim SAR tidak pernah hadir kuliah.
Jika kedua premis adalah afermatif partikular, maka semua term yang ada adalah partikular. Jika
kedua premis adalah negatif partikular, maka tidak mungkin ditarik kesimpulan. Jika salah satu
premis adalah afermatif partikular dan yang lainnya adalah negatif partikular, maka akan terjadi
pelanggaran yang berupa generalisasi term P di dalam kesimpulan.
4. Pola Silogisme Kategoris
Yang dimaksud dengan pola atau figur silogisme adalah tatanan yang benar dari letak term antara
M dalam hubungannnya dengan term minor S dan term mayor P. ada empat kemungkinan
tatanan atau rangkaian S-M-P, yang dapat diskemakan sebagai berikut.
M = P P = M M = P P = M
S = M S = M M = S M = S
S = P S = P S = P S = P
PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB M. Mufid S.Ag. M.Si DASAR-DASAR LOGIKA 9