91800308200902404

Upload: azhar-fuadi

Post on 10-Mar-2016

15 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

sejarah gerakan

TRANSCRIPT

  • BAB III

    SEJARAH DAN IDEOLOGI KAMMI

    Apakah mereka tidak memperhatikan

    berapa banyak generasi yang telah Kami binasakan sebelum mereka,

    padahal (generasi itu) telah Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi,

    ..... dan Kami ciptakan sesudah mereka generasi yang lain.

    [QS. Al Anam: 6]

    A. Tentang Ikhwanul Muslimin

    Pokok-pokok Gerakan Ikhwanul Muslimin

    Membaca KAMMI tidak bisa dilepaskan dari konteks internasional dunia

    gerakan Islam. Dalam konteks internasional dunia Islam sampai sekarang masih

    mengakui timur tengah sebagai salah satu titik terpentingnya jika tidak mau

    mengatakan sebagai pusat gerakan Islam. Gejala ini paling tidak ditunjukkan

    dengan banyaknya gerakan Islam yang lahir di kawasan ini. Sebut saja misalnya

    gerakan Wahabiyah yang menunjuk pada pendirinya Imam Muhammad Ibn Abdul

    Wahhab. Gerakan ini lahir di Arab Saudi dengan dukungan penuh dari pihak

    kerajaan Arab Saudi. Gerakan Islam lain, Hizbut Tahrir yang lahir di Yerussalem

    pada tahun 1952 dengan pendirinya Taqiyuddin An Nabhani.1 Selain itu terdapat

    gerakan yang sangat penting, Ikhwanul Muslimin (selanjutnya Ikhwan) dengan

    pemimpin pertamanya Hasan Al Banna dan didirikan pada Maret 1928 di

    Ismailiyah, Mesir.2 Gerakan-gerakan ini kemudian menyebar ke seluruh penjuru

    dunia sehingga menjadi gerakan global.

    89

  • 90

    Ikhwan lahir dalam arena transisi politik yang diiringi dengan

    pergumulan ideologi yang sangat kental. Pasca PD I, Mesir yang berada dalam

    protektorat Inggris menyaksikan ambruknya kekhalifahan Turki Utsmani yang

    melahirkan republik kemalis (sesuai dengan pendirinya Mustafa Kemal Pasha)

    yang sekular. Hal ini melahirkan berbagai kutub politik di antara tokoh-tokoh

    pergerakan di Mesir. Wacana yang terpenting saat itu adalah tentang kemerdekaan

    Mesir atas Inggris yang memunculkan gelora nasionalisme di kalangan aktivis

    gerakan, tidak terkecuali Hasan Al Banna yang saat itu berstatus sebagai

    mahasiswa Universitas Darul Ulum.

    Peta politik di luar Mesir terutama kemajuan-kemajuan di Eropa dan

    negara-negara Asia lain banyak berpengaruh terhadap pemikiran Hasan Al Banna.

    Di Mesir sendiri terdapat banyak seruan untuk mengikuti modernisme model

    Eropa sebagaimana Turki. Secara formal gerakan ini cukup berhasil, paling tidak

    ditunjukkan dengan banyak diadopsinya sistem kenegaraan Eropa ke dalam

    pemerintahan Mesir baik sebelum maupun setelah kemerdekaan. Selain itu

    budaya barat juga banyak menggejala seperti tampak pada pakaian wanita yang

    lebih terbuka dan pendidikan yang lebih liberal bagi kaum wanita.3

    Di sisi lain para ulama Islam banyak mengeluhkan fenomena ini sehingga

    banyak kecaman terhadap intelektual dan juga kebijakan pemerintah yang pro

    barat. Intelektual yang dianggap pro barat dan liberal misalnya adalah Ali Abdul

    Raziq dan Taha Husain. Di kalangan intelektual Islam sendiri konflik yang terjadi

    terlihat jelas. Bahkan Ali Abdul Raziq dipecat dari Universitas Al Azhar yang

  • 91

    merupakan gudangnya ulama dan intelektual Islam. Hasan Al Banna sendiri

    sangat gelisah terhadap maraknya budaya barat yang liberal ini.

    Akhirnya melalui wadah Ikhwan, Hasan Al Banna menyebarkan gagasan-

    gagasannya. Hasan Al Banna banyak menularkan gagasannya pada kalangan

    mahasiswa di Universitas Al Azhar dan Darul Ulum almamaternya. Selain itu ia

    juga banyak berbincang dan menanggapi keluhan masyarakat umum di kedai-

    kedai kopi sehingga kalangan masyarakat akar rumput pun menerima gagasannya

    yang disajikan dengan bahasa ringan. Selain sarana itu, masjid adalah tempat yang

    paling penting dipakai Hasan Al Banna untuk menyebarkan gagasan melalui

    ceramah-ceramahnya.

    Tujuan Ikhwan sendiri sebagaimana disampaikan Hasan Al Banna adalah

    pembentukan generasi baru kaum beriman yang berpegang pada ajaran Islam

    yang benar, di mana generasi tersebut akan bekerja untuk membentuk bangunan

    umat ini dengan shibghah Islamiyah (selupan nuansa Islam) dalam semua aspek

    kehidupan.4 Dari kalimat ini tersirat bahwa tujuan Ikhwan terdiri dari dua hal

    dimana keduanya memiliki kaitan erat.

    Pertama Ikhwan bertujuan untuk membentuk genarasi baru kaum beriman

    dengan karakter mereka yang berpegang kepada ajaran Islam. Setelah hal ini

    tercapai, maka kedua, amanah diembankan kepada mereka berupa pembentukan

    bangunan umat yang ter-shibghah Islamiyah dalam segala aspeknya. Di sini

    tujuan pertama menjadi tujuan utama sekaligus tujuan antara bagi yang kedua

    sebagai final pencapaian cita-cita Ikhwan.

  • 92

    Dalam mencapai tujuannya, Ikhwan melakukan kerja-kerja dakwah.

    Dakwah ini dilakukan dengan sasaran dan tujuan berupa pembentukan pribadi

    muslim, keluarga muslim, masyarakat muslim dan pemerintah muslim.5 Di sini

    ada logika yang dipegang secara konsisten oleh Ikhwan, bahwa penegakan

    pemerintahan yang muslim tidak akan berjalan jika tidak dimulai dari

    pembentukan pribadi muslim, kemudian keluarga muslim, sampai dengan

    pembentukan masyarakat muslim. Ibda binafsih, mulai dari diri sendiri menjadi

    slogan yang terkenal dalam kalangan ini, bahkan sampai di Indonesia, ulama

    semacam Aa Gym pun populer dengan slogan ini.

    Untuk melakukan dakwah-dakwah tersebut Ikhwan membaginya dalam

    tiga fase. Pertama, tarif yakni fase penyampaian, pengenalan, dan penyebaran

    fikrah, sehingga dia bisa sampai kepada khalayak dari segala tingkatan sosial.

    Kedua, takwin (pembentukan), penyeleksian terhadap aktifis yang direkrut,

    mengkoordinasikan dan memobilisasi untuk berinteraksi dengan objek dakwah.

    Ketiga, tanfidz yang merupakan pelaksanaan amal menuju produktivitas kerja

    dakwah yang optimal.6

    Dalam gerakannya Ikhwan mendasarkan diri pada beberapa prinsip pokok

    diantaranya adalah. (1) ikatan keimanan yang kuat yang dibangun di atas

    ukhuwah, (2) ikatan organisasi (tanzhim) yang kuat yang dibangun atas dasar

    percaya (tsiqah). (3) saling melengkapi dalam bangunannya, (4) jauh dari arena

    perselisihan fiqh, (5) jauh dari intervensi penguasa, (6) jauh dari hegemoni

    organisasi dan partai, (7) bertahap dalam langkah, (8) dakwah rabbaniyah

    (berlandaskan ketuhanan) dan (9) dakwah alamiyah (mondial).7

  • 93

    Kemudian untuk mengefektifkan gerakannya Ikhwan menggunakan pola

    Usroh (keluarga), sebuah kelompok kajian yang sangat intensif yang terdiri dari

    sekelompok kecil orang (4-5 orang) yang dipimpin oleh seorang murabbi

    (tentor).8 Dalam perkembangannya Usroh kemudian bertransformasi menjadi

    Tarbiyah (pendidikan) yang sekaligus menjadi penamaan lain atas gerakan

    Ikhwan di seluruh penjuru dunia. Usroh sendiri dijalankan atas tiga landasan,

    taaruf (saling mengenal), tafahum (saling memahami), dan takaful (saling

    menanggung beban).9 Dengan tiga landasan ini orang-orang yang terlibat Usroh

    akan terjadi proses pengenalan lebih jauh sehingga saling memahami. Di sini juga

    terjadi saling evaluasi namun tidak saling menjatuhkan antar peserta. Dan yang

    terpenting selanjutnya adalah saling menanggung beban. Antar peserta saling

    memahami kondisi kehidupan masing-masing dan merasakan serta menanggung

    beban saudaranya. Dari sini ukhuwah terjalin sangat kuat.

    Dalam Usroh sendiri ada bebarapa agenda yang dijalankan. Pertama,

    setiap peserta menyampaikan persoalannya sementara yang lain ikut terlibat

    dalam penyelesaian masalahnya. Semua dijalankan atas dasar ukhuwah yang tulus

    dan jernih. Dengan demikian akan semakin tertanam sikap tsiqah (percaya) dan

    pengokohan ikatan hati. Kedua, telaah seputar persoalan Islam dan membaca

    berbagai risalah dan taujihat yang disampaikan oleh murabbi kepada peserta

    usroh. Dalam forum ini tidak ada perdebatan, perang mulut dan pelampiasan

    emosi dengan mengangkat suara keras-keras. Yang ada adalah penjelasan dan

    minta penjelasan sesuai dengan batas-batas etika yang ada dan dengan landasan

    saling menghargai. Jika ada usulan atau komplain maka ditampung dan

  • 94

    disampaikan oleh ketua kelompok kepada murabbi. Ketiga, telaah terhadap buku

    yang berguna, setelah itu ditindaklanjuti dengan mewujudkan makna ukhuwah

    dalam berbagai lapangan kehidupan yang tidak mungkin tercakup dalam buku-

    buku dan taujihat. Apa yang dianjurkan di sini misalnya dengan menjenguk

    saudara yang sakit, memenuhi kebutuhan hidup saudaranya, serta mendekati

    secara terus-menerus saudara yang terputus tali silaturahminya sehingga terjaga

    tali ukhuwah dan ketenangan jiwanya.10

    Perkembangan Ikhwanul Muslimin

    Dalam perkembangannya Ikhwan begitu cepat menjadi organisasi yang

    besar dan sangat disegani baik kalangan pemerintah maupun di kalangan gerakan

    pada umumnya. Dalam waktu yang relatif singkat Ikhwan telah mampu

    mendirikan seribu cabang di seluruh Mesir, meskipun sampai tahun 1933,

    gerakan Ikhwan bersifat tertutup, namun sangat intensif melakukan pengkaderan

    sehingga perluasan cabang berjalan begitu cepat.

    Sampai dengan tahun itu, gerakan Ikhwan juga tidak merambah ke kancah

    politik. Kegiatan lebih banyak ditujukan bagi aktivitas sosial dan pendidikan.

    Program yang sangat besar artinya adalah pendirian sekolah, pendirian kelompok

    belajar, klub-klub olahraga dan pendirian masjid-masjid. Dalam pada itu,

    kedudukan Hasan Al Banna di Ismailiyah juga cukup berpengaruh terhadap sikap-

    sikap Ikhwan yang tidak menyentuh ranah politik. Ismailiyah adalah kota kecil

    dimana Hasan Al Banna mengabdikan dirinya sebagai pengajar di salah satu

    sekolah pemerintah. Pilihan itu juga dianggap paling aman bagi gerakan.11

  • 95

    Lima tahun setelah berdirinya Ikhwan (sekitar 1934) Hasan Al Banna

    dipindahkan sebagai guru di Kairo. Hal ini kemudian cukup merubah haluan

    gerakan Ikhwan. Terlebih ketika Perang Dunia II meletus pada tahun 1939,

    kecenderungan gerakan yang bersifat politis semakin jelas. Hal ini dipengaruhi

    oleh iklim politik dunia internasional, terutama dunia ketiga yang paling

    menderita akibat peperangan ini. Namun dalam masa ini gerakan Ikhwan juga

    dalam masa kebesarannya. Paling tidak pada masa ini Ikhwan telah memiliki

    beberapa cabang di luar negeri, terutama di negara-negara timur tengah seperti

    Suriah, Libanon, Sudan, Palestina, dan negara-negara Afrika Utara.12

    Ikhwan juga mulai berani melancarkan kritik terhadap pemerintah. Suara

    tersebut disampaikan baik melalui siaran radio yang dimiliki Ikhwan, koran,

    majalah, maupun melalui surat resmi kepada perdana menteri yang berkuasa.

    Kritik tersebut ditujukan kepada pemerintah agar pembaharuan pemerintahan

    yang berjalan haruslah dijalankan berdasarkan tuntunan yang telah digariskan

    Islam. Namun begitu kritik yang dilancarkan masih sangat hati-hati dan tidak

    mengambil langkah konfrontatif. Dengan sikap ini pemerintah bahkan banyak

    memberikan dukungan bagi perkembangan Ikhwan, terutama ketika pemerintah

    Mesir berada di tangan an Nahas Pasha, dan Mahmud Pasha.13

    Pada periode 1939-1945 (saat Perang Dunia II) Ikhwan memasuki babak

    baru. Menanggapi keadaan, Ikhwan semakin menggalakkan kegiatannya di segala

    sektor. Kegiatan di kampus, terutama di Universitas Fuad I (sekarang Universitas

    Kairo) dan Al Azhar semakin gencar. Kegiatan komersial, aktivitas latihan fisik,

  • 96

    olahraga dengan klub-klubnya semakin marak, selain itu latihan-latihan

    kemiliteran juga sangat digalakkan.14

    Seiring dengan itu, pemerintah menjadi cukup serius memperhatikan

    akselerasi aktivitas dan kuantitas anggota Ikhwan. Perselisihan mulai timbul

    antara pemerintah dan Ikhwan, terutama ketika pemerintah mengeluarkan undang-

    undang darurat perang. Akibat perselisihan yang banyak dipicu dari khotbah-

    khotbah dan tulisan tokoh-tokoh Ikhwan pemerintah banyak melakukan tekanan

    terhadap Ikhwan.

    Ketika Sirri Pasha berkuasa, atas dorongan dari Kedubes Inggris, terbitan

    Ikhwan, at-Taaruf dan asy-Syuara dibredel. Fase-fase selanjutnya bahkan lebih

    buruk. Tokoh-tokoh Ikhwan banyak ditangkap dan ditahan. Hasan Al Banna dan

    Ahmad As Sukkari dipindahkan ke Qana dan Damietta. Hanya dengan dukungan

    parlemenlah kemudian mereka dikembalikan ke Kairo.15

    Dalam masa seperti ini, heroisme Ikhwan teruji. Bahkan dalam periode ini

    anggota Ikhwan semakin meningkat karena banyaknya masyarakat yang tertarik

    dengan gerakan ini. Namun karena peningkatan aktivitas dan jumlah anggota

    Ikhwan ini, hubungan antara Ikhwan dan pemerintah justru semakin memburuk.

    Hanya pada masa an Nahas-lah hubungan agak kembali membaik. Namun

    selanjutnya konflik-konflik yang disertai dengan tuduhan makar banyak

    dialamatkan ke Ikhwan.16

    Puncak dari perselisihan antara Ikhwan dengan pemerintah adalah

    instruktsi pembubaran pada 8 Desember 1948 oleh An Nuqrasyi, perdana menteri

    Mesir saat itu. Semua cabang Ikhwan juga dilikuidasi beserta aset-asetnya. Hal

  • 97

    itu semakin diperburuk dengan peristiwa pembunuhan terhadap Hasan Al Banna

    pada 12 Februari 1949.17

    Setelah itu, nama baik Ikhwan dicoba untuk direhabilitasi dengan

    diangkatnya Hasan Al Hudaybi sebagai pengganti Hasan Al Banna. Hudaybi

    adalah orang yang dekat dengan pemerintah, namun karena karakternya yang

    sangat formal karena dia bekas jaksa, sangat berlainan dengan Hasan Al Banna

    yang berapi-api. Sejak itu Ikhwan tidak pernah menikmati kebesaran seperti

    semula.18

    Sebaliknya keberadaan ikhwan justru masih sangat kuat posisinya di luar

    negeri. Bahkan cabang Damaskus setelah itu seperti menjadi pusat Ikhwan

    Internasional. Gerakan-gerakannya juga lebih berskala internasional, karena

    sangat bersentuhan dengan isu Palestina yang banyak mendapatkan perhatian

    dunia Arab dan dunia internasional pada umumnya. Tokoh Ikhwan Suriah,

    Mustafa As Sibai juga sangat disegani.

    Sampai sekarang Ikhwan sudah tersebar ke sebagian besar penjuru dunia

    baik di negara-negara yang memiliki mayoritas penduduk muslim maupun di

    negara-negara minoritas muslim. Kawasan Eropa seperti Inggris, Jerman, Prancis,

    dan negara Eropa lain gerakan Ikhwan sudah banyak berperan dalam dinamika

    keislaman dan politik kawasan tersebut. Di Amerika Serikat dan Jepang pun

    gerakan Ikhwan sudah banyak menunjukkan perannya. Mereka kebanyakan

    adalah mahasiswa dari negara-negara muslim yang melanjutkan pendidikan

    pascasarjananya di negara-negara tersebut. Namun begitu, pengikut Ikhwan yang

    merupakan penduduk asli juga sudah cukup banyak.19

  • 98

    Ikhwanul Muslimin di Indonesia

    Hubungan yang bersifat politis terkait gerakan Islam internasional antara

    Indonesia dengan dunia Arab sebenarnya sudah dimulai pada era sebelum

    kemerdekaan Indonesia. Tokoh utamanya adalah HOS. Cokroaminoto yang

    menghadiri konferensi Islam di Mekah pasca runtuhnya kekhalifahan Turki

    Utsmani.20 Namun pengaruh ideologisnya kemudian sangat bisa dirasakan

    terutama setelah hubungan yang bersifat intensif banyak dilakukan oleh M. Natsir,

    seorang intelektual dan politisi muslim yang sangat disegani dalam kancah dunia

    internasional.

    Pasca pembubaran Masyumi dan permintaan terhadap Suharto untuk

    merehabilitasi Masyumi ditolak, Natsir kemudian mendirikan Dewan Dakwah

    Islamiyah Indonesia (DDII) pada 1967. Sebuah upaya banting setir lewat jalur

    dakwah ketika langkah-langkah politiknya dirasa sudah buntu.21 Natsir yang

    terutama ketika menjabat sebagai perdana menteri telah banyak menjalin

    hubungan dengan timur tengah kemudian semakin meningkatkan hubungannya

    melalui lembaga baru ini.

    Lewat DDII ini banyak beasiswa diberikan kepada mahasiswa Indonesia

    yang disekolahkan di universitas-universitas timur tengah, terutama Mesir dan

    Arab Saudi.22 Beasiswa ini banyak diberikan terutama oleh Arab Saudi yang

    sedang mengalami oil booming dari tahun 1970-an s.d. 1980-an. Bahkan Natsir

    lewat DDII kemudian mendirikan lembaga pendidikan yang kemudian dikenal

    dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab (LIPIA). Natsir sendiri

    mendapatkan rekomendasi dari Syaikh Abdul Aziz Bin Baz, ulama kerajaan Arab

  • 99

    Saudi dalam pendirian LIPIA di Indonesia. LIPIA merupakan lembaga

    internasional yang didanai oleh Raja Abdul Aziz dan mendapatkan bimbingan

    dari Muhammad Qutub (saudara Sayyid Qutub). 23

    Alumni timur tengah yang banyak bersentuhan dengan Ikhwan kemudian

    mengambil peran strategis dalam diseminasi pemahaman Ikhwan di Indonesia.

    Alumni timur tengah ini juga sangat besar pengaruhnya dalam menyebarkan

    gagasan Ikhwan di kampus-kampus Indonesia melalui kajian-kajian dan

    mentoringnya. Dapat disebutkan misalnya Abu Ridho yang belajar di Arab Saudi

    banyak menyebarkan gagasan Ikhwan melalui metode pengajarannya. Setelah

    kembali dari Arab Saudi pada 1981, ia yang merupakan salah satu generasi awal

    penerima beasiswa dari DDII kemudian banyak mempengaruhi para aktivis DDII

    yang lain. Selain Abu Ridho ada juga Mashadi (sekretaris pribadi Muhammad

    Roem) dan Mukhlis Abdi.24

    Persebaran pemikiran Ikhwan semakin luas dengan diterbitkannya karya-

    karya tokoh-tokoh gerakan ini. Peran alumni timur tengah juga sangat signifikan

    dalam upaya penerbitan karya-karya ini. Karya Sayyid Qutub Maalim fi Thariq

    diterbitkan dengan judul Petunjuk Jalan. Buku ini diterbitkan oleh lembaga

    penerbit DDII yang juga menerbitkan majalah berkala Media Dakwah. Majmu ar

    Rasail yang merupakan tulisan dan pidato Hasan Al Banna kemudian diterbitkan

    dengan judul Risalah Gerakan Ikhwanul Muslimin.25

    Abu Ridho memiliki peranan yang besar dalam persebaran dan penerbitan

    karya-karya Ikhwan ini. Al Ishlahy Press yang merupakan lembaga penerbit

    buatan Abu Ridho banyak menerbitkan karya-karya Hasan Al Banna, Mushtafa

  • 100

    Masyhur dan Said Hawwa. Selain itu penerbit lain Gema Insani Press, Al-Kautsar,

    Robbani Press dan Era Intermedia juga turut menyemarakkan buku-buku karya

    ulama Ikhwan seperti Muhammad Qutub, Muhammad Al Ghazali dan Yusuf

    Qardhawi.26

    Gagasan dan ideologi Ikhwan kemudian banyak mempengaruhi organisasi

    gerakan Islam di Indonesia seperti PII dan HMI. Metode dakwah Ikhwan banyak

    dipakai dalam perkaderan lembaga-lembaga yang berbasis pelajar dan mahasiswa

    ini. Sebut saja di sini Mutammimul Ula dari PII sebagai salah seorang generasi

    awal yang menyebarkan ideologi Ikhwan di PII. Lebih awal dari itu ada

    Imaduddin Abdulrahim (Bang Imad) dari HMI yang memperkenalkan konsep

    Latihan Mujahid Dakwah (LMD).27 Imaduddin yang juga ketua Lembaga Dakwah

    Mahasiswa Islam (LDMI) banyak menjalin hubungan dengan dan bahkan menjadi

    wakil sekjend dalam International Islamic Federation of Student Organizations

    (IIFSO) yang banyak diwarnai dan banyak orang-orang Ikhwan di dalamnya.

    Imaduddin kemudian banyak memperkenalkan konsep perkaderan model

    Ikhwan seperti pola Usroh yang bermetamorfosis menjadi tarbiyah. Lewat LMD

    yang diselenggarakan di masjid Salman ITB inilah konsep-konsep Ikhwan banyak

    disebarluskan ke dalam lingkungan kampus seluruh Indonesia. Jadi dapat ditarik

    sebuah argumen bahwa LMD-lah kemudian yang menjadi cikal-bakal LDK yang

    kemudian dalam dunia gerakan ekstra kampus bertransformasi menjadi Kesatuan

    Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI).

  • 101

    B. SEJARAH KAMMI

    Masjid Kampus dan Aktivisme Mahasiswa Muslim

    Pasca diberlakukannya NKK/BKK (Normalisasi Kehidupan Kampus/

    Badan Koordinasi Kemahasiswaan) oleh Menteri PTIP (Pendidikan Tinggi dan

    Ilmu Pengetahuan), Dr. Syarief Thayeb tertanda SK 028/U/1974, ruang gerak

    organisasi mahasiswa baik intra maupun ekstra kampus mengalami kelesuan

    berkepanjangan. Keputusan yang dimunculkan sebagai sarana untuk

    mendepolitisasi dan deideologisasi wilayah kampus ini berjalan cukup efektif.

    Organisasi mahasiswa intra kampus dijadikan subordinat sehingga menjadi sangat

    tergantung dengan kebijakan dekanat dan rektorat. Pada sisi lain, organisasi ekstra

    kampus pun menerima ekses kebijakan tersebut. Karena interaksi dengan

    mahasiswa di dalam kampus sebagai basis sosialnya dipotong, akhirnya

    kehidupan organisasi ekstra kampus ini mengalami penyusutan luar biasa.28

    Dampak dari kebijakan tersebut, kampus menjadi tempat yang sangat steril

    dari kegiatan politik mahasiswa, dan semata difungsikan sebagai lembaga

    pengkajian akademis. Demi memperlancar operasionalisasi kebijakan ini, kampus

    pun melakukan tindakan represif dalam bentuk skorsing bagi mahasiswa yang

    mencoba keluar dari rule of the game yang telah digariskan. Tidak aneh jika

    kemudian banyak aktivis mahasiswa yang terkena kebijakan tersebut. Pada

    akhirnya kampus secara sangat kentara berfungsi sebagai perpanjangan tangan

    negara dalam memberangus setiap gerakan politik yang diusung mahasiswa.

    Dengan kondisi tersebut, mahasiswa dengan segenap aktivismenya menjadi

    powerless, di sisi lain posisi negara menjadi sangat kuat.29

  • 102

    Di tengah-tengah kelesuan berkepanjangan tersebut, muncul pola-pola

    baru dalam menyalurkan aktivisme di kalangan mahasiswa. Kemunculan bentuk-

    bentuk baru tersebut tidak lain adalah untuk menyiasati pemasungan aktivisme

    gerakan mahasiswa baik di lingkungan intra maupun ekstra kampus. Aspinall

    menderivasikan model-model aktivisme ini ke dalam tiga bentuk, kelompok studi

    kritis, penerbitan media publikasi, dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).

    Sedikit berbeda Adi Suryadi Culla membagi ke dalam kelompok studi, penerbitan

    media publikasi, dan komite-komite aksi.30

    Sementara itu Ali Said Damanik membagi kelompok studi ke dalam dua

    kategori yakni kelompoik studi yang mendasari kajian-kajian mereka pada tradisi

    kritis barat, dan kelompok studi yang bergiat dalam pengkajian keagamaan,

    khususnya Islam. Sementara itu, Aspinall menempatkan kategori yang berbeda

    terhadap aktivitas keislaman di kalangan mahasiswa di luar kategorisasi yang

    dibuatnya. Ia memandang ada tiga jenis aktivitas keislaman. Pertama ormas

    kemahasiswaan yang sudah ada sebelumnya seperti HMI, PII dan PMII. Kedua,

    kelompok-kelompok mahasiswa Islam yang bersentuhan dengan pemikiran kiri

    Islam. Ketiga, aktivitas keislaman yang berbasis pada masjid-masjid kampus. 31

    Salah satu yang menarik diantara beberapa kategorisasi tersebut adalah

    tumbuh dan berkembangnya aktivitas kemahasiswaan di dalam masjid-masjid

    kampus, terutama (pada awalnya) kampus-kampus umum negeri. Kemunculan

    aktivisme mahasiswa dengan basis masjid kampus ini menurut Ali Said Damanik

    dapat dilihat dalam dua faktor. Pertama, munculnya komunitas muda yang

    memiliki ghirah (semangat) dalam mengkaji dan mengamalkan Islam.

  • 103

    Kemunculan etos semacam ini diakibatkan oleh tekanan yang begitu massif dan

    berkepanjangan terhadap umat Islam. Kedua, masjid dan mushalla kampus

    memberikan sebuah ruang yang lapang sebagai media diseminasi dan internalisasi

    nilai-nilai ideal Islam tersebut.32

    Faktor pertama lebih dapat dilihat dalam konteks sumber daya yang

    tersedia yakni kelompok anak muda yang sedang mengalami proses radikalisasi

    dalam pemahaman keagamaan dan sekaligus menghendaki proses purifikasi

    pemahaman pada ranah nilai maupun praksis keislaman masyarakat. Ini dapat

    dilihat dari misalnya, kajian-kajian keagamaan yang begitu marak dilakukan

    dalam kalangan tersebut. Pada sat-saat itu sebenarnya merupakan rentang waktu

    yang cukup panjang dimana kegiatan-kegiatan semacam itu dianggap sebagai

    berisiko tinggi dan dapat dipandang sebagai perilaku subversif oleh penguasa.

    Namun dengan semangat dan keuletan berpikir mereka memunculkan pola gerak

    yang pada kemudian hari begitu menentukan dalam proses perubahan radikal

    bangsa ini.33

    Selanjutnya, faktor kedua yakni masjid kampus dapat diasumsikan sebagai

    beteng pertahanan sekaligus sebagai basis bagi aktivitas keagamaan dan gerakan.

    Dari masjid kampus inilah skenario aksi menumbangkan rezim Orde Baru pada

    gerakan reformasi 1998 dilakukan. Fungsionalisasi masjid sebagai pusat gerakan

    oleh mahasiswa Islam pada saat itu memiliki landasan teologis dan historis yang

    cukup kuat. Masjid pada masa Muhammad saw selain difungsikan sebagai pusat

    peribadatan ritual umat Islam juga sebagai pusat dimana skenario dakwah Islam

    yang dipimpin dan diusung Muhammad sebagai utusan Allah dijalankan. Masjid

  • 104

    menjadi sebuah tempat penggodokan bagi para mujahid yang akan berjihad di

    jalan dakwah demi sebuah pencapaian mardhatillah. Dengan landasan pikir

    semacam ini, ada sebuah proyeksi dari keimanan terhadap perilaku sehari-hari.

    Dengan kata lain adanya relevansi antara nilai-nilai tauhid yang menjadi

    keyakinan dengan realitas sosial yang menjadi medan objektivasi sehingga

    berdimensi tauhid sosial.34

    Refleksi dari konsepsi tauhid tadi kemudian terproyeksikan dalam melihat

    permasalahan sosial, politik, ekonomi yang ada sehingga melahirkan ideologi

    progresif. Dari sinilah kemudian muncul kesadaran untuk menghadapi kekuasaan

    yang bersifat hegemonik dan tiranik yang dipresentasikan oleh Orde Baru.

    Fenomena gerakan semacam itu dapat disebut misalnya aktivis dakwah

    masjid Salman ITB yang salah satu eksponennya adalah Imaduddin Abdulrahim

    (Bang Imad). Melalui Bang Imad ini pulalah gerakan yang berbasis masjid

    kampus tersebar ke seluruh Indonesia dalam fenomena gerakan usroh yang

    kemudian bermetamorfosis menjadi tarbiyah sebagai sebuah sistem dan juga

    sebagai pola kaderisasi dalam lingkungan ini. Gerakan tarbiyah itu sendiri

    merupakan representasi dari gerakan Ikhwanul Muslimin yang lahir di Mesir dari

    seorang Hasan Al Banna.

    FSLDK dan Lahirnya KAMMI

    Selanjutnya kegiatan dakwah yang bergerak di lingkungan masjid kampus

    ini secara formal dibentuk menjadi Lembaga Dakwah Kampus (LDK) yang

    berpayung di bawah universitas yang bersangkutan. Dengan demikian ada

  • 105

    sinergitas antara gerakan dakwah dengan kampus sebagai institusi pendidikan.

    Penamaan lembaga dakwah kampus ini sendiri sangat beragam, namun format dan

    inti gerakannya memiliki kesamaan.

    Keberadaan LDK mulai dikenal dan tumbuh subur pada tahun-tahun 80-

    an. Forum Silaturahmi Lembaga Dakwah Kampus (FSLDK) sendiri pertama kali

    dalam lingkup nasional dilaksanakan pada 24-25 Mei 1986 yang dimotori oleh

    Jamaah Shalahuddin UGM, Jogjakarta. Pertemuan tersebut dihadiri oleh 26

    peserta yang berasal dari 13 utusan LDK se-Jawa, yakni: Jamaah Shalahuddin

    UGM, Jamaah Mujahidin IKIP Jogjakarta, LAI Undip Semarang, Unsoed

    Purwokerto, UKMI UNS Solo, Lpisat Usakti Jakarta, UI Jakarta, BKI IPB Bogor,

    UIKA Bogor, Karisma Salman ITB, Unpad Bandung, UKKI Unair, dan BDM Al

    Hikmah IKIP Malang. Dalam pertemuan itu dilahirkan beberapa keputusan yakni

    perlunya meningkatkan ukhuwah Islamiyah antar LDK. Selain itu, yang lebih

    konkret adalah berupa dilanjutkannya forum komunikasi dengan pembentukan

    badan koordinasi LDK wilayah. Wilayah koordinasi tersebut dibagi menjadi tiga,

    wilayah Indonesia bagian barat dikoordinasikan oleh Masjid Salman ITB,

    Indonesia bagian tengah oleh Jamaah Shalahuddin UGM, dan Indonesia bagian

    timur dikoordinasikan oleh UKKI (Unit Kegiataan Kemahasiswaan Islam) Unair

    Surabaya.35

    Dalam pertemuan-pertemuan awal FSLDK agenda yang dibahas lebih

    banyak bersifat internal agenda dakwah kampus. Dalam pertemuan FSLDK IV di

    Solo misalnya agenda yang dibahas adalah mengenai pemahaman terhadap khittah

    LDK sebagai sebuah pedoman arah gerak yang dilakukan oleh Aktivis Dakwah

  • 106

    Kampus (ADK) dalam melakukan dakwah dalam lingkungan kampus. Pentingnya

    khittah bagi kader ADK adalah bagaimana mereka mencapai taraf mafahim

    terhadap khittah. Aspek-aspek pokok yang terdapat dalam khittah sendiri

    mencakup aspek aqidah, syariah, dan dakwah.36 Dari agenda tersebut terlihat

    dengan jelas bahwa orientasinya lebih banyak besifat pembenahan kondisi internal

    dalam dakwah di lingkungan kampus. Hal ini dapat dipahami, karena pada

    awalnya, LDK di kampus berdiri sendiri-sendiri dan tidak memiliki arah gerak

    bersama secara nasional. Apa yang menjadi rancangan pada pertemuan tersebut

    semua mendapat kesepakatan secara umum.

    Pada pertemuan FSLDK V di IKIP Malang tanggal 15-19 Desember 1989

    secara umum agendanya masih sama, dan lebih bersifat penguatan visi gerakan.

    Dan yang terpenting, pada pertemuan inilah pertama kali forum FSLDK berskala

    nasional karena dihadiri dari utusan LDK luar Jawa antara lain dari Sulawesi,

    Sumatera, Nusa Tenggara Barat, dan Bali. Pada pertemuan inilah keluar

    kesepakatan mengenai rumusan khittah LDK sebagai arah gerak LDK dalam

    melakukan perjuangan di kampus. Dengan adanya khittah ini diharapkan akan

    tercipta kesamaan pemahaman sehingga tercipta kesamaan arah dan langkah

    dalam melakukan strategi dakwah kampus sebagai bagian dari agenda global.37

    Pada pertemuan-pertemuan FSLDK berikutnya, mulai dirasakan adanya

    pergeseran pandangan pembahasan seiring dengan kondisi politik nasional yang

    semakin memungkinkan terbentuknya pola berpikir para ADK ini yakni krisis

    multidimensional. Agenda pembahasan dalam FSLDK mulai mengarah pada

    agenda sosial politik nasional. Pembahasan semacam itu mencapai puncaknya

  • 107

    dalam agenda FSLDK X di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) pada

    Maret 1998, beberapa agenda yang menjadi pembahasan penting adalah respon

    terhadap kondisi perpolitikan nasional yang begitu memprihatinkan. Krisis

    moneter yang berujung pada krisis ekonomi nasional banyak disoroti sebagai

    kesalahan dalam manajemen pemerintahan rezim Orde Baru di bawah

    kepemimpinan Soeharto. Manajemen pemerintahan Orde Baru amburadul karena

    didasari oleh moralitas penyelenggara pemerintahan yang bobrok.38

    Para peserta yang tergabung dalam FSLDK merasa memiliki kewajiban

    moral untuk melakukan kritik terhadap keadaan yang sedang terjadi. Perdebatan

    muncul dalam tataran operasionalisasi gagasan-gagasan tersebut, yakni bagaimana

    mewujudkannya dalam tataran yang lebih praktis namun tanpa terjebak dalam

    politik praktis, lebih-lebih melibatkan forum FSLDK dan LDK itu sendiri.

    Akhirnya pembahasan tentang hal tersebut diagendakan setelah forum FSLDK

    berakhir, dan memang dalam FSLDK tidak ada agenda untuk membahas hal ini.

    Menindaklanjuti hal tersebut, maka dibentuklah tim formatur yang terdiri:

    1. Ananto Pratikno (Ketua JMAF UMM) sebagai Ketua Tim

    2. Badaruddin (Ketua Forkom LDK Unair)

    3. Andri Yunia Kusumawati (Forkom LDK Unair)

    4. Edi Chandra (DKM AL Ghiffari IPB Bogor)

    5. Faisal Sanusi ((Ketua Kerohanian Islam SM UI)

    6. Febri Nur Hidayat (Kabid Hublu Gamais ITB)

    7. Muhammad Arif Rahman (Ketua Jamaah Shalahuddin UGM)

    8. Suhendra (Ketua UKM Rohis Undip)

  • 108

    Sembari agenda FSLDK tetap berjalan tim formatur ini kemudian

    membahas bagaimana respon LDK terhadap krisis nasional yang sedang terjadi.

    Ada dua hal penting yang menjadi kesepakatan tim formatur ini. Pertama,

    pembentukan wadah khusus bagi para aktivis LDK di luar FSLDK maupun LDK

    untuk merespon krisis nasional sampai kepada tataran aksi. Kedua, bahwa wadah

    baru tersebut akan dideklarasikan setelah berakhirnya FSLDK X sehingga wadah

    ini bukanlah hasil dari keputusan FSLDK X, tetapi merupakan kesepatakan para

    peserta setelah agenda FSLDK berakhir.39

    Selain dua kesepakatan penting tersebut, kesepakatan lain yang sangat

    penting adalah, dicapainya kesepatan tentang nama wadah baru tersebut dengan

    nama Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) sekaligus

    kemudian memilih Fahri Hamzah dan Haryo Setyoko sebagai Ketua dan

    Sekretaris Umum pertama organisasi tersebut. Wadah ini dideklarasikan pada

    Ahad, 29 Maret 1998 atau bertepatan dengan 1 Dzulhijjah 1418 H, beberapa saat

    setelah penutupan acara FSLDK X. Dihadapan para peserta FSLDK X yang masih

    berkumpul saat itu dibacakanlah deklarasi KAMMI oleh Fahri Hamzah yang

    kemudian dilanjutkan dengan penandatanganan deklarasi Malang oleh sebagian

    besar peserta yang hadir saat itu.40

    Untuk lebih mengenalkan KAMMI dalam kancah nasional, sehari setalah

    Deklarasi Malang KAMMI kemudian melakukan konferensi pers di Masjid Arif

    Rahman Hakim (ARH) UI. Dalam pada itu muncul persepsi bahwa KAMMI

    merupakan reinkarnasi dari KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia). Dari

  • 109

    situlah kemudian dijabarkan mengenai beberapa pertimbangan kelahiran dan

    penamaan KAMMI.

    Pertama, melihat konteks faktual sejarah, bahwa sebuah gerakan massa

    yang berhasil adalah gerakan yang memiliki basis kultural. KAMMI

    berpandangan bahwa basis kultural bangsa Indonesia adalah Islam, paling tidak

    itu tercermin dari mayoritas penduduk Indonesia yang muslim, terlepas dari

    diferensiasi tingkat keberagamaan dan aliran teologis yang ada. Kedua, FSLDK

    adalah acara yang menghadirkan mahasiswa-mahasiswa yang aktif dalam masjid

    kampus atau kegiatan-kegiatan keislaman. Dipandang cukup logis jika kemudian

    penamaan organisasinya pun menggunakan label muslim Indonesia.41

    Selanjutnya dari sisi pengurus KAMMI sendiri dalam memandang

    penggunaan nama KAMMI memiliki lima konsekuensi. Pertama, KAMMI harus

    menjadi kekuatan yang terorganisir yang menghimpun berbagai elemen

    mahasiswa muslim baik perorangan maupun lembaga yang sepakat bekerja dalam

    format bersama KAMMI. Kedua, KAMMI harus membangun gerakan yang

    berorientasi kepada aksi riil dan sistematis dengan dilandasi gagasan konsepsional

    yang matang tentang reformasi dan pembentukan masyarakat madani (civil

    society). Ketiga, aktivis KAMMI adalah kalangan mahasiswa dari berbagai strata

    dari seluruh Indonesia. Keempat, kekuatan inti KAMMI adalah kalangan

    mahasiswa ynag memiliki komitmen perjuangan keislaman dan kebangsaan yang

    jelas dan benar serta senantiasa menunjukkan akhlakul karimah dalam berbagai

    aktivitasnya. Kelima, gerakan KAMMI dilandasi pemahaman atas realitas bangsa

  • 110

    Indonesia dengan berbagai kemajemukannya, sehingga KAMMI akan bekerja

    untuk kebaikan dan kemajuan bersama rakyat, bangsa dan tanah air Indonesia.42

    Setelah kelahiran KAMMI, ada hal-hal yang masih mengganjal di

    kalangan aktivis KAMMI dan di kalangan masyarakat yakni seputar kontroversi

    kelahirannya yang santer beredar dalam kalangan sementara masyarakat.

    Kesimpang-siuran ini banyak terekspos ke media massa. Salah satunya ada yang

    menyatakan bahwa KAMMI lahir dari rahim LDK yang hadir dalam FSLDK X di

    Malang tersebut.43 Namun akhirnya semua itu dapat dijelaskan oleh fungsionaris

    KAMMI, salah satunya dengan konferensi pers di masjid ARH UI tersebut.

    Kontroversi lain yang muncul adalah seputar rekayasa kelompok

    kepentingan tertentu dalam proses kelahiran KAMMI. Hal yang menjadi

    pertanyaan besar adalah, bagaimana mungkin sebuah organiasi yang baru saja

    berdiri dapat memberikan sebuah sikap politik yang sangat solid dan mencakup 60

    LDK. Kenyataan semacam ini kemudian dibantah KAMMI dengan menyatakan

    bahwa kemunculan LDK sudah berjalan sekira 20 tahun dengan tingkat soliditas

    yang mengagumkan, namun jarang diekspos oleh media massa. Maka bukan hal

    yang sulit jika kemudian tumbuh suatu organisasi yang didukung oleh komunitas

    ini dan langsung menjadi solid pula. Dalam bahasa Haryo Setyoko dikemukakan

    bahwa KAMMI beranggotakan individu-individu yang memiliki basis kultural

    religius, yang selama 20 tahun aktivitasnya di LDK terus terjadi penguatan-

    penguatan visi keagamaan, intelektual, dan juga politik.44

    Kontroversi berikutnya adalah seputar isu bahwa KAMMI mendapat back

    up dari pihak militer. Isu ini ada terkait dengan hadirnya Letnan Jendral Parobowo

  • 111

    Subiyanto, Pangkostrad sewbagai salah satu pembicara dalam sesi diskusi panel

    pada FSLDK X tersebut. Idu ini kemudian dibantah dengan press release yang

    diberikan oleh KAMMI ke sejumlah media massa. Argumen mengapa Prabowo

    diundang adalah, bahwa KAMMI melihat perlu adanya upaya dialog antara

    mahasiswa-militer mengenai situasi yang sedang berkembang. Logika ini diambil

    tentunya melihat bahwa militer memiliki posisi yang cukup, bahkan sangat

    penting dalam konstelasi politik nasional ketika Orde baru berkuasa saat itu.

    Alasan lain yang diungkapkan dalam oleh KAMMI adalah, bahwa yang diundang

    bukan hanya Prabowo, namun ada Amien Rais sebagai tokoh nasional yang

    sangat vokal terhadap rezim yang berkuasa, meskipun keduanya akhirnya batal

    hadir.45Namun bukan hal yang aneh bahwa setiap kali sebuah organisasi eksis

    pasti akan muncul pula kontroversi-kontroversi selanjutnya sesuai dengan peran

    yang dijalankannya. Demikianlah, KAMMI pun mengalami hal serupa sepanjang

    kehadirannya dalam konstelasi pergerakan di Indonesia.

  • 112

    C. Ideologi KAMMI

    Menjadi Islam bagi saya tidak berarti menyangkal Yesus dan Marx.

    Saya sekarang menemukan titik yang selalu sudah saya cari,

    titik dimana kreativitas artistik, aksi politik,

    dan keimanan membentuk kesatuan sesungguhnya.

    [Roger Garaudy]46

    Daniel Bell, demi melihat kelemahan-kelemahan komunisme Uni Soviet

    yang berlandaskan pada pemikiran Karl Marx kemudian melahirkan The End of

    Ideology, On The Exhaustion of Political Ideas in Fifties (1960)47 untuk

    mengkritik betapa sudah tidak relevannya perdebatan mengenai ideologi.

    Pemikiran Bell dilatari oleh begitu maju pesatnya kemakmuran negara kapitalis di

    Barat (Amerika Serikat) meninggalkan di belakangnya negara komunis Uni Soviet

    saat itu berada pada tahun 1950-an. Di sini memang kemudian terlihat sisi politis

    Bell yang terang-terangan mendukung kapitalisme sebagai penutup atas

    perdebatan ideologis tersebut. Dengan begitu kapitalisme yang diusung Amerika

    Serikat mendapatkan relevansi dan legitimasi akademisnya dengan sangat

    meyakinkan. Hal ini tentu tidak mengherankan terkait reputasi Daniel Bell yang

    memang begitu tersohor di dunia intelektual Amerika.

    Marx pada bagian lain, dengan berpijak pada tesis Feuerbach, melihat

    agama sebagai pelarian dari manusia. Namun pelarian manusia kepada agama

    justru dianggap semakin mengalienasi manusia dari hakikat hidupnya. Dengan

    pembalikan pandangan agama dari teologi menjadi antropologi sebagaimana

    Feuerbach, Marx melihat bahwa manusialah yang membuat agama, bukan

    manusia sebagai hasil kerja (objek) agama. Namun pertanyannya, mengapa

  • 113

    manusia kemudian lari kepada agama yang merupakan hasil ciptaannya (angan-

    angannya). Ini terjadi karena manusia tidak mampu merealisasikan aspirasi

    dirinya dalam lingkungan sosial dimana ia berada.48

    Weber, dalam rangka mengkritik Marx memberikan komentar bahwa

    meskipun agama memberikan manusia pelarian sehingga ia puas dengan kondisi

    kemelaratan yang dialaminya (alienasi), namun bentuk pelarian tersebut adalah

    merupakan ideologi, yakni ideologi agama sebagai bentuk protes terhadap

    penderitaan yang dialaminya.49 Lebih lanjut, Weber bahkan kemudian

    menemukan vitalitas agama (Protestan) sebagai sebuah spirit dalam memunculkan

    dan berkembangnya kapitalisme. Di sana Weber menemukan bahwa agama

    Protestan yang dioposisikan terhadap ortodoksi Katholik memiliki landasan

    teologis yang seiring dengan kapitalisme industrial waktu itu. Akumulasi modal

    dan penumpukan kekayaan dianggap sebagai bagian dari asketisme (kesalehan)

    yang menjadi tuntutan agama sehingga bernilai transendental.50

    Perdebatan mengenai agama dalam kaitannya dengan ideologi sampai

    sekarang ternyata belum memasuki titik jenuhnya. Tesis Bell, maupun kemudian

    Fukuyama (The End of History and The Last Man, 1992)51 sendiri kemudian

    dibantah oleh Samuel Huntington dalam Clash of Civilizations and The

    Remaking of World Order (1999).52 Huntington bahkan memberikan argumen

    mengenai semakin meruncingnya benturan antar peradaban tersebut. Setelah

    matinya komunisme Uni Soviet, kapitalisme liberal bukannya tidak memiliki

    musuh ideologis lagi. Islam dan konfusianisme dianggap menemukan

    kontekstualisasinya sebagai musuh baru bagi kapitalisme liberal.

  • 114

    Kiranya tidak berlebihan anggapan Huntington tersebut jika melihat

    bahwa dalam konteks politik internasional kontemporer, Islam yang banyak

    diusung oleh negara-negara yang kebetulan petro dollar banyak memainkan

    peran penting dalam kancah ekonomi politik internasional. Karena modalitas

    petro dollar itu, Amerika Serikat kemudian menuduh Arab Saudi sebagai

    pendorong dan donatur bagi organisasi Islam radikal di segenap penjuru dunia,

    termasuk terutama Indonesia53

    Berangkat dari analisis semacam itu tidak berlebihan jika kemudian

    diletakkan dalam konteks gerakan mahasiswa Islam Indonesia sebagai bagian dari

    dinamika politik nasional dan global. Di sini gerakan mahasiswa Islam menjadi

    aktor yang memiliki basis ideologis yang diperjuangkan sehingga ia menjadi

    kelompok kepentingan dalam suatu struktur politik tertentu.

    Dalam konteks Indonesia salah satu gerakan mahasiswa Islam yang

    menonjol sebagaimana dijelaskan dalam bab sebelum ini diantaranya adalah

    KAMMI. Kemenonjolan gerakan ini tentu tidak dapat dilepaskan dari konteks

    Islam yang menjadi platform gerakannya. Dari sini kemudian perlu dilakukan

    sebuah kajian yang lebih mendalam mengenai ideologi KAMMI. Analisis ini

    nantinya akan semakin menjelaskan mengenai kaitan secara ideologis gerakan ini

    terhadap neoliberalisme di lain pihak.

    Latar Ideologis KAMMI

    Dalam konferensi pers pertamanya sebagai publikasi atas kelahiran

    KAMMI, Haryo Setyoko sang Sekjend mengemukakan bahwa KAMMI

  • 115

    merupakan organisasi yang beranggotakan individu-individu yang mempunyai

    basis kultur religius, yang selama 20 tahun aktivitasnya di LDK terus terjadi

    penguatan-penguatan visi kegamaan, intelektual, dan juga politik.54 Dari sini

    dapat diambil sebuah fakta historis mengenai proses pembentukan KAMMI.

    Bahwa KAMMI terbentuk dalam proses yang berjalan selama 20 tahun sebagai

    dampak dari adanya penguatan visi keagamaan, intelektual dan politik kader

    dakwah dalam LDK. Dari sini akhirnya dapat ditarik simpulan, bahwa keberadaan

    KAMMI tidak dapat dilepaskan dari Lembaga Dakwah Kampus (LDK).

    Selanjutnya bagaimana kaitan antara keduanya. Selanjutnya akan dikupas

    mengenai kaitan historis dan ideologis keduanya.

    Pada tahun 1973, Imaduddin Abdulrahim, seorang ketua Lembaga

    Dakwah Mahasiswa Islam (LDMI), salah satu lembaga kekaryaan dalam

    Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) melakukan training yang disebutnya dengan

    Latihan Mujahid Dakwah (LMD) dalam lingkungan Masjid Salman di Institut

    Teknologi Bandung (ITB). Materi dalam LMD sendiri merupakan modifikasi dari

    NDP-nya Nurcholish Madjid yang kemudian dilakukan penguatan pada doktrin

    tentang tauhid sembari mengintroduksi konsep ghoswul fikr. Ghoswul fikr di sini

    diidentifikasi sebagai perang pemikiran atau pengaruh pemikiran dan budaya barat

    terhadap umat Islam. Dua konsep ini diambil dari doktrin Ikhwanul Muslimin

    yang berakar di Mesir.55

    Masuknya ideologi Ikhwanul Muslimin ke Indonesia tidak bisa dilepaskan

    dari kekikutsertaan Imaduddin Abdulrahim dalam International Islamic

    Federation Student Organisation (IIFSO) yang berdiri pada 1969. Berkat

  • 116

    dukungan dari Muhammad Natsir yang merupakan dedengkot DDII,56 Imaduddin

    kemudian aktif dan terpilih sebagai wakil sekjend IIFSO pada tahun 1971.

    Beberapa pemimpin dari organisasi ini mendapat pengaruh dari Ikhwanul

    Muslimin sehingga kemudian berpengaruh juga terhadap persebaran ideologi ini

    dalam tubuh IIFSO.

    Melalui persentuhannya dalam IIFSO, konsep-konsep Ikhwanul

    Muslimin57 banyak diperkenalkan dalam training LMD-nya Imaduddin. Salah

    satu metode yang dipakai dalam LMD adalah, bahwa peserta diinapkan di

    komplek masjid Salman selama sekitar sepekan. Acara tiap hari dimulai sekitar

    satu jam sebelum subuh dimana para peserta diajak Qiyamu lLail (shalat malam).

    Pada malam terakhir peserta diminta berikrar dengan dua kalimat syahadat. Ikrar

    ini mencerminkan penguatan kepribadian tauhid dimana menjadi keyakinan setiap

    muslim yang harus mendasari setiap gerak hidupnya. Dari hasil training ini

    memang kemudian terlihat spirit baru dari kader dakwah ini. Selain itu, identitas

    baru yang lahir kemudian juga sangat jelas. Salah satunya adalah jilbab yang

    kemudian menjadi simbol dari gerakan dakwah masjid ini.

    Salah satu metode yang juga terkenal dan dikembangkan di Salman ITB

    adalah usrah yakni metode pembelajaran dimana peserta dibimbing secara intensif

    oleh seorang murabbi (tentor) atau guru. Dalam perkembangannya usroh

    mengalami pergantian nama menjadi halaqah (kelompok belajar) karena

    dicurigai membawa ideologi radikal semacam yang terjadi pada pengikut Komji

    (Komando Jihad) yang ingin membuat makar terhadap negara.58

  • 117

    Dalam perkembangannya, konsep perkaderan yang dipakai di ITB

    menyebar ke seluruh kampus-kampus umum di seluruh Indonesia.59 Ia

    dikembangkan menjadi sarana rekruitmen terhadap anggota baru. Formatnya

    kemudian tampak cukup beragam. Sebutan yang umum dipakai adalah mentoring,

    yang mengalami modifikasi dalam hal tekniknya sesuai dengan keadaan masing-

    masing, namun dalam kandungan materinya tetap senafas. Tradisi jamaah yang

    berkembang demikian kemudian lebih akrab dengan sebutan tarbiyah, suatu kata

    yang merujuk kepada konsep belajar dengan bimbingan murabbi (guru),60 sebuah

    pengertian yang berkaitan erat dengan usroh atau halaqah.61

    Ciri khusus yang melekat dalam dakwah ini adalah watak pandangannya

    terhadap Islam sebagai totalitas dalam segala aspeknya. Berislam tidak dapat

    dipisahkan dari kehidupan, baik privat maupun publik. Islam tidak dapat

    mengabaikan permasalahan politik, sebagaimana ia juga tidak bisa mengabaikan

    permasalahan sengketa keluarga dalam kalangan umat, atau bahkan hak-hak hidup

    individualnya.62

    Pemikiran-pemikiran semacam itu banyak dipengaruhi oleh buku-buku

    karangan para tokoh Ikhwanul Muslimin seperti Hasan Al Banna, Musthafa

    Masyhur, Sayyid Qutub, Said Hawwa, Muhammad Al Ghazali, dan Yusuf

    Qardhawi. Slogan Islam is the Solution menggambarkan totalitas Islam sebagai

    solusi setiap permasalahan umat, sebuah doktrin yang menunjukkan bentuk

    revivalisme Islam. Sebuah ideologi yang saat itu menjadi sangat sensitif dalam

    kaitannya dengan negara Pancasila Orde Baru. 63

  • 118

    Pada tahun 1980-an, negara melakukan kebijakan pengetatan terhadap

    aktivitas kehidupan kampus, terutama aktivitas mahasiswa dalam kegiatan politik

    praktis. Kebijakan tersebut dikenal dengan Normalisasi Kehidupan

    Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan (NKK/BKK). Kebijakan tersebut

    berdampak terhadap organisasi ektra kampus seperti HMI, PMII, PII dan lainnya.

    Akhirnya mereka tidak memiliki akses terhadap basis massanya di kampus.

    Sementara itu di lingkungan kampus sendiri, organ intra kampus seperti senat

    mahasiswa mendapatkan pengawasan yang begitu ketat dari pihak kampus.

    Semua kegiatan harus atas koordinasi dan seijin pejabat kampus, baik dekanat

    maupun rektorat. Pejabat kampus menjadi kaki tangan pemerintah dalam

    menekan aktivisme mahasiswa.64

    Terkait dengan kalangan Islam ideologis sendiri, tindakan represif negara

    terutama disebabkan diterapkannya kebijakan asas tunggal Pancasila yang harus

    menjadi asas setiap organisasi sosial kemasyarakatan di Indonesia. Sikap

    otoriterisme ideologis65 pemerintah ini menyebabkan banyak ormas Islam

    menyesuaikan diri dengan kebijakan pemerintah. Dan jika tidak, tentu mengambil

    posisi sebagai musuh ideologis negara sehingga gerakannya bersifat underground

    (bawah tanah) dengan resiko mendapatkan pengawasan secara ketat dan

    mengalami tindakan represif dari negara66

    Menyikapi kebijakan semacam ini, banyak mahasiswa muslim yang

    kemudian banyak melihat masjid sebagai wilayah yang cukup aman dari

    intervensi dan tekanan pihak aparat kampus. Apalagi pada tahun-tahun

    sebelumnya, gerakan yang diawali dari masjid Salman ITB ini sudah cukup

  • 119

    sukses melahirkan kader-kadernya pada mayoritas kampus umum di seluruh

    Indonesia. Gerakan yang kemudian terkenal dengan sebutan tarbiyah ini

    kemudian menjadi wadah baru bagi aktivisme mahasiswa muslim yang

    kehilangan wadah aktivitasnya selama ini.67

    Dalam perjalanannya, organisasi dakwah kampus ini kemudian lebih

    dikenal dengan sebutan Lembaga Dakwah Kampus (LDK). Dalam kurun yang

    relatif panjang, terdapat kesadaran antar LDK ini untuk membentuk wadah yang

    berskala nasional untuk mengkoordinasikan agenda kegiatannya agar lebih

    sistematis dan programatis. Akhirnya pada tahun 1985 dibentuklah sebuah forum

    antar LDK yang kemudian disebut dengan Forum Silaturahmi Lembaga Dakwah

    Kampus (FSLDK).68

    Dalam perkembangannya kemudian FSLDK merasa perlu menyikapi

    realitas sosial politik nasional. Namun di sisi lain, terlalu banyak agenda LDK di

    masing-masing kampus yang terkait dengan permasalahan dakwah umat. Untuk

    itu ada kebutuhan untuk membentuk sebuah wadah yang khusus menangani

    permasalahan sosial politik nsional. Wadah ini yang kemudian mewujud dalam

    Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) yang berdiri pasca

    pertemuan FSLDK di UMM Malang pada 29 Maret 1998, bersamaan dengan

    momentum reformasi. Maka jadilah ia sebagai kelompok strategis dengan basis

    dukungan yang solid dari kalangan aktivis dakwah kampus.69

  • 120

    Perangkat Ideologi KAMMI

    KAMMI lahir dalam iklim politik yang menuntut aksi nyata dalam

    melakukan upaya menumbangkan rezim yang berkuasa. Maka dipilihlah format

    kesatuan aksi sebagai bentuknya. Dengan format kesatuan aksi, kegiatan utama

    yang dilakukan memang didominasi oleh bentuk aksi massa seperti unjuk rasa,

    orasi-orasi publik. Kekuatan aksi-aksi semacam itu terletak pada kemampuannya

    menekan otoritas penguasa secara frontal. Meskipun begitu pilihan format

    gerakan semacam itu memiliki kelemahan terkait dengan sistematisasi dan

    kontinuitas gerakan. sementara itu reformasi bukanlah proyek yang sudah final. Ia

    masih menuntut peran serta gerakan mahasiswa untuk mengawalnya.

    Berkaca pada kondisi demikian, KAMMI kemudian mulai menata diri

    sehingga menjadi organisasi yang mapan dan mampu melakukan kerja-kerja

    organisasi secara berkesinambungan. Digelarlah Muktamar I KAMMI pada

    tanggal 1-4 Oktober 1998 bertempat di Islamic Centre Bekasi. Dihadiri oleh

    kurang lebih 100 orang utusan dari 30 daerah dari seluruh Indonesia. Dalam

    Muktamar pertama ini, terpilihlah Fitra Arsil sebagai ketua umumnya, didampingi

    oleh Haryo setyoko sebgai Sekjend-nya.

    Keputusan penting lain dalam muktamar ini adalah, adanya rekomenadi

    bagi BPH KAMMI periode 19982000 untuk secepatnya melakukan penyusunan

    Garis-garis Besar Haluan Organisasi (GBHO) KAMMI. GBHO dirasa sangat

    mendesak untuk direalisasikan karena ia akan menjadi pegangan bagi arah

    organisasi dalam merealisasikan tujuan-tujuan dan aksi-aksi programatiknya, baik

    yang bersifat jangka panjang maupun pendek.70

  • 121

    Sebagai tindak lanjut dari rekomendasi Muktamar I tersebut, pada Rapat

    Kerja Nasional (Rakernas) KAMMI pada 9-15 Agustus disusunlah GBHO

    KAMMI yang memuat Visi-Misi KAMMI, Asas dan Prinsip Perjuangan,

    Karakter dan Paradigma Gerakan, dan Posisi politik KAMMI di tengah-tengah

    masyarakat.71

    1. Visi KAMMI

    Visi KAMMI terumuskan menjadi KAMMI merupakan wadah

    perjuangan permanen yang akan melahirkan kader-kader pemimpin masa depan

    yang tangguh dalam upaya mewujudkan masyarakat madani di Indonesia. Dari

    rumusan visi tersebut, terpetakan dengan jelas apa yang ingin dicapai KAMMI

    sebagai sebuah organisasi. Ini dapat dilihat dari kata kepemimpinan nasional dan

    masyarakat madani. 72

    Masyarakat yang diidealkan oleh KAMMI bagi bangsa Indonesia adalah

    masyarakat yang bebas dari otoritarianisme, dimana didalamnya dipenuhi oleh

    nilai-nilai keadilan, persamaan, kebebasan dan kemerdekaan. Inilah konsep

    masyarakat madani yang diidamkan. Sementara itu, menurut KAMMI

    masyarakat madani akan tercapai dengan prasyarat dimana negara dapat berfungsi

    untuk (1) mengelakkan terjadinya eksploitasi antar manusia, antar kelompok, dan

    antar kelas dalam masyarakat; (2) memelihara kebebasan warga negara dan

    melindungi seluruh warga dari invasi asing; (3) menegakkan sistem keadilan

    sosial yang seimbang; (4) memberantas setiap kejahatan dan mendorong setiap

    kebaikan yang ada dalam masyarakat; (5) menjadikan negara sebagai tempat

  • 122

    tinggal yang teduh dan mengayomi setiap warga negara dengan jalan

    pemberlakuan hukum yang adil. 73

    Dari prasyarat-prasyarat tersebut terlihat jelas bahwa negara tidak bisa

    dipisahkan dalam upaya pencapaian masyarakat madani tersebut. Dengan

    demikian, logikanya kemudian adalah kepemimpinan yang akan melaksanakan

    roda pemerintahan guna mewujudkan masyarakat madani tersebut. KAMMI

    kemudian melihat bahwa selama ini, cita-cita masyarakat madani tidak pernah

    terwujud karena kepemimpinan negara selalu dipegang oleh orang-orang dan

    sistem yang sangat menyengsarakan rakyat. Dimulai dari era kolonial Belanda dan

    Jepang. Kemudian berlanjut pada era kepemimpinan pasca proklamasi yang

    ternyata lebih banyak melakukan ekploitasi terhadap rakyat yang dipimpinnya.

    Dengan demikian dibutuhkan pemimpin yang amanah yang mampu

    menggerakkan rakyat dan mengarahkannya untuk mencapai cita-cita

    kebangsaannya. Dalam pandangan KAMMI, kepemimpinan semacam ini terdapat

    dalam diri ummat Islam. KAMMI melihat bahwa ketidakberanian dan

    ketidakmauan ummat Islam untuk mengambil peran-peran kepemimpinannya

    membuat bangsa ini jatuh kepada pemimpin yang tidak layak memimpin bangsa

    ini, yakni mereka yang tidak amanah sehingga cenderung eksploitatif dan

    destruktif.74

    2. Misi KAMMI

    Sebuah organisasi harus memiliki raison deetre sebagai suatu

    pembenaran sosial atas keberadaan dirinya. Artinya suatu organisasi harus

  • 123

    berusaha memenuhi kebutuhan sosial dan politik lingkungannya yang dapat

    diukur dan diidentifikasi. Di sini organisasi harus ditempatkan sebagai sarana

    meraih tujuan, bukan organisasi itu sendiri sebagai tujuan.75 Kerangka pemikiran

    semacam itu terejawantahkan dalam kerangka misi organisasi. Merujuk pada

    kerangka pikir semacam itu, KAMMI kemudian merumuskan misinya sebagai

    berikut: Pertama, menjadi pelopor, perekat, dan pemercepat proses perubahan.

    Kedua, memberikan pelayanan sosial, dan ketiga melakukan pendidikan politik

    bagi rakyat.76

    3. Asas dan Prinsip Perjuangan KAMMI

    Dalam Muktamar I, KAMMI menetapkan Islam sebagai asas organisasi

    dan asas perjuangan KAMMI. 77 Secara politik, penetapan Islam sebagai asas

    organisasi merupakan terobosan strategis karena saat itu masih berlaku asas

    tunggal. Sementara itu dari sisi kultural, penetapan asas Islam merupakan

    penegasan identitas ideologis dan identitas kultural yang dibangun KAMMI.

    KAMMI memiliki latar kultural dari kalangan aktivis dakwah kampus yang kental

    dengan aktivitas dan ruh keislaman dalam setiap aktivitasnya. Menjadi sangat

    relevan kemudian jika akhirnya pada masa reformasi, tuntutan yang getol

    didengungkan adalah penghapusan Pancasila sebagai asas tunggal setiap

    organisasi massa.78

    Selanjutnya, asas Islam tidak sebatas identitas simbolik organisasi. Islam

    menjadi kepribadian organisasi dan gerakan yang terejawantahkan dalam tampilan

    aktivis KAMMI, baik secara personal maupun organisasional. Identitas jilbab

  • 124

    menjadi sesuatu yang melekat bagi kalangan aktivis wanita KAMMI (akhwat).

    Sementara itu memanjangkan jenggot serta memendekkan kumis menjadi sesuatu

    yang mudah dilihat pada kalangan ikhwan KAMMI. Selain itu, konsep hijab

    sebagai pembatas interaksi antara ikhwan dan akhwat dalam ruang pertemuan

    semakin menunjukkan identitas keislaman tersebut.79

    Untuk menunjukkan termanifestasikannya Islam dalam kerangka gerakan

    KAMMI, maka dirumuskanlah enam prinsip perjuangan KAMMI.80 Pertama,

    kemenangan Islam adalah jiwa perjuangan KAMMI. Dan sesungguhnya telah

    Kami tulis dalam Zabur sesudah Kami tulis dalam Lauh Mahfudz bahwa bumi ini

    diwarisi oleh hamba-hamba-Ku yang saleh (QS. 21: 105), Aku dan rasul-rasul-Ku

    pasti menang, sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa (QS. 58: 21)

    menjadi sandaran dan semangat KAMMI. Bahwa kemenangan Islam adalah

    sunnatullah. Dengan dalil semacam itu, KAMMI yakin bahwa Allah akan

    menolong setiap langkah juang yang dilakukan untuk berjihad demi mengharap

    ridho-Nya.

    Kedua, kebathilan adalah musuh abadi KAMMI. KAMMI sangat yakin

    bahwa kebathilan adalah musuh dan penyakit bagi umat manusia. Karena sifat

    keberadaannya, ia harus diperangi. Fitrah manusia sepanjang masa selalu menolak

    penyakit yang menyengsarakan mereka, meskipun banyak diantara mereka tidak

    sadar bahkan tidak mengenalinya. Ini menyebabkan tidak adanya upaya untuk

    menanggulanginya. Tanggungjawab KAMMI di sini adalah menyadarkan umat

    akan hakikat kebathilan dan mengenalinya. Langkah selanjutnya adalah

    memeranginya sampai musuh Allah itu tumbang.

  • 125

    Ketiga, solusi Islam adalah tawaran perjuangan KAMMI. Dalam

    pandangan KAMMI., Allah, sang pencipta semesta alam seisinya ini Maha Tahu

    akan kebutuhan ciptaan-Nya. Ia sangat tahu apa yang baik dan apa yang buruk

    bagi ummat-Nya. Islam adalah agama yang diturunkan kepada umat manusia

    melalui utusan-Nya, Muhammad saw. Dengan Islam, Muhammad membawa

    manusia keluar dari kegelapan dan kejahiliahan menuju kepada cahaya terang

    benderang. Islam merubah kondisi yang rusak menuju perbaikan dan kedamaian

    umat. Untuk itulah KAMMI meyakini bahwa Islam adalah satu-satunya jalan

    yang mengantarkan umat ini kepada kebahagiaan. Islam adalah titik tolak, metode

    dan jalan perjuangan, sebagaimana ia juga merupakan tujuan. Dengan Islam,

    keutuhan peradaban akan tercapai. Sesungguhnya telah Kami turunkan kepadamu

    sebuah kitab yang di dalamnya terdapat sebab-sebab kemuliaan bagimu. Maka

    mengapa kamu tidak memahaminya. (QS. 21: 10).

    Keempat, perbaikan adalah tradisi KAMMI. KAMMI merupakan gerakan

    yang memiliki misi melakukan perbaikan. Untuk itulah prinsip yang dibangun

    pun adalah perbaikan (ishlah). Prinsip ishlah ini berlaku untuk semua kalangan

    dan pada setiap level. Mulai dari individu, keluarga, masyarakat, sampai dengan

    negara. Dalam aktivitasnya KAMMI sejauh mungkin menghindari kerusakan.

    KAMMI melihat bahwa Islam mewajibkan ummatnya untuk memelihara lima

    penopang hidup manusia, yakni agama, akal, jiwa, kehormatan, dan harta benda.

    Untuk itulah setiap gerakan KAMMI selalu berorientasi kepada perbaikan dan

    pemeliharaan kelima hal tersebut.

  • 126

    Kelima, kepemimpinan ummat adalah strategi perjuangan KAMMI. Dari

    sini jelas bahwa Islam harus memegang kepemimpinan bangsa ini. KAMMI

    melihat bahwa dengan kepemimpinan umat atas negeri ini maka nilai-nilai Islam

    akan mewarnai kehidupan masyarakatnya. Kemutlakan ini disebabkan, bahwa

    hanya Islamlah yang memiliki watak amar maruf nahi mungkar. Dan hanya

    dengan landasan inilah maka baik rakyat maupun pemimpin yang tersatukan

    dalam wadah ummat akan mencapai kondisi terbaiknya.

    Keenam, persaudaraan adalah watak muamalah KAMMI. KAMMI

    memiliki prinsip untuk menjalin persaudaraan dengan semua elemen bangsa ini

    yang menginginkan perbaikan bangsa. Di sini KAMMI berprinsip bahwa dalam

    membangun bangsa tidak mungkin terwujud jika hanya dilakukan oleh

    sekelompok kecil pihak tanpa melibatkan pihak lain. Dengan prinsip inilah

    KAMMI mengembangkan prinsip persaudaraan. Dengan sesama muslim dan

    organisasi Islam KAMMI menerapkan prinsip, sesungguhnya orang-orang

    mukmin bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu (QS. 49:

    10). Sementara itu dengan yang lain KAMMI berprinsip, Allah tiada melarang

    kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada

    memerangi kamu karena agama dan tidak pula mengusir kamu dari negerimu.

    Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya

    Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang

    memerangi kamu karena agamamu dan mengusir kamu dari negerimu dan

    membantu orang lain untuk mengusirmu. Dan barang siapa menjadikan sebagai

    kawan maka mereka itulah orang-orang yang dzalim (QS. 60: 8-9).

  • 127

    Inilah garis besar ideologi yang menjadi pegangan organisasi KAMMI

    dalam melakukan aktivitas baik orang-orang maupun organisasinya. Secara lebih

    rigid, perangkat organisasi lain seperti AD/ART menyediakan penjelasan yang

    memadai. Terkait dengan kebijakan strategis organisasi akan terlihat pada GBHO

    dan program kerja periodik lain.

  • 128

    Bagan 3. Perangkat Ideologi KAMMI (diolah oleh peneliti)

    Perangkat

    Ideologi KAMMI

    Asas

    Prinsip

    Perjuangan

    Visi

    Misi

    Islam

    1. Kemenangan Islam jiwa perjuangan

    KAMMI

    2. Kebathilan musuh abadi KAMMI

    3. Solusi Islam tawaran perjuangan KAMMI

    4. Perbaikan tradisi perjungan KAMMI

    5. Kepemimpinan umat strategi perjuangan

    KAMMI

    6. Persaudaraan watak muamalah KAMMI

    1. Kepemimpinan nasional

    2. Masyarakat Madani

    1. Menjadi pelopor, perekat, dan pemercepat

    proses perubahan.

    2. Memberikan pelayanan sosial.

    3. Melakukan pendidikan politik bagi rakyat

  • 129

    Catatan Kaki 1 Hizbut Tahrir sendiri merupakan sempalan dari Ikhwanul Muslimin karena menganggap gerakan

    Ikhwan (sebutan singkat bagi gerakan Ikhwanul Muslimin maupun anggotanya) terlalu moderat.

    Ketidakpuasan itu diwujudkan oleh Taqiyuddin An Nabhani dengan membentuk gerakan

    dengan nama Hizbut Tahrir Al Islami (Partai Islam untuk Pembebasan). Ariel Cohen, 2003.

    Hizbut Tahrir: Ancaman Baru terhadap Kepentingan AS Di Asia Tengah. (Makalah tidak

    diterbitkan). 2 Ishak Mussa Al Husaini, 1983. Ikhwanul Muslimin: Tinjauan Sejarah Sebuah Gerakan Islam

    (Bawah Tanah). Jakarta: Grafiti Pers. Hal. 3. 3 Ibid. hal. 6. 4 Hasan Al Banna, 1997. Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin. (Jilid I). Solo: Intermedia. Hal.

    295. 5 Ibid. hal. 177-178.

    6 Ibid. hal. 280. lihat juga. Youssef M. Choueriri, 2003. Islam Garis Keras: Melacak Akar

    Gerakan Fundamentalisme. Jogjakarta: Qanun. Hal. 75. 7 Lihat. Syeikh Jasim Muhallil, 1996. Ikhwanul Muslimin, Deskripsi, Tuduhan dan Jawaban. (terj)

    tidak diterbitkan. Hal. 12-21. deskripsi yang cukup berbeda tetang prinsip gerakan Ikhawanul

    Msulimin diberikan oleh Ishak Mussa Al Husaini. (1) menghindari perdebatan teologis.

    Ikhwanul Muslimin bukanlah milik suatu madzhab, ia adalah milik umat yang mengabdikan diri

    bagi hakikat agama yang tulus. (2) menghindari dominasi tokoh penting dan termasyhur. (3)

    mengindari lembaga dan partai politik, (4) pencapaian kemajuan secara bertahap, (5)

    membangun kekuatan untuk mencapai tujuan. Dimulai dengan kekuatan doktrin dan iman,

    persatuan dan solidaritas, kemudian kekuatan pasukan dan senjata. Untuk poin yang terakhir

    dipakai ketika poin sebelumnya gagal. (6) mendirikan pemerintahan Islam, (7) percaya kepada

    persatuan Arab dan persatuan Islam, (8) gagasan kekhalifahan. Bila masalah kebudayaan,

    ekonomi dan kerja sama sosial antara bangsa Islam berjalan baik dan terjalin permufakatan,

    maka khilafah Islam terwujud. (9) posisi menghadapi Eropa. Setiap negeri yang menyerang

    tanah air Islam adalah tiran dan karena itu harus dicegah. Islam adalah kemerdekaan, kebebasan,

    kedaulatan nasional, dan jihad. Prinsip ini harus dibela sampai titik darah terakhir. Lihat. Ishak

    Mussa Al Husaini, 1983. Ibid. hal. 53-54. 8 Martin van Bruinessen, 2002. Genealogies of Islamic Radicalism in Post Suharto Indonesia.

    Makalah tidak diterbitkan. Hal. 8-9. 9 Hasan Al Banna, 1997. Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin. (Jilid II). Solo: Intermedia. Hal.

    205-207 10 Ibid. hal. 208-209.

    11 Ishak Mussa Al Husaini, 1983. op. cit. hal. 19.

    12 Begitu cepatnya perkembangan cabang-cabang Ikhwan di luar negeri tak dapat dilepaskan dari

    banyaknya alumni Mesir yang berasal dari negara-negara tersebut, terutama sekali alumni

    Universitas Al Azhar. Tak terkecuali para pioner Ihwanul Muslimin di Indonsia. Ibid. hal. 20. 13 Ibid. hal. 21.

    14 Ibid. hal. 22

    15 Ibid. hal. 24 16 Ibid. hal. 25

    17 Ibid. hal. 26

    18 Ibid. hal. 28.

    19 Ibid. hal. 97 20 Ibid. hal. 12.

    21 Natsir juga banyak menjlin hubungan dengan Ikhwanul Muslimin salah satunya karena merasa

    senasib, dimana partainya Masyumi juga dibubarkan oleh pemerintah sebagaimana dialami

    Ikhwanul Muslimin. Lihat. Yudi latif, 2005. The Rupture of Young Muslim Intelligentsia in The

    Modernization of Indonesia. Dalam Studia Islamika. Vol. 12. no. 3. hal. 400.

  • 130

    22 Menurut penelitian yang dilakukan Mona Abaza, lonjakan mahasiswa Indonesia yang belajar di

    timur tengah sangat signifikan setelah tahun 1983, sebuah periode dimana Ikhwan di Indonesia

    sedang berkembang. Jika pada tahun 1966 hanya terdapat 36 mahasiswa di Mesir, pada tahun

    1982/83 meningkat menjadi 415 orang, dan meningkat lagi menjadi 722-730 pada 1987.

    kemudian meningkat menjadi 1000 pada 1993. Pada tahun 1987 mahasiswa Indonesia di seluruh

    kawasan timur tengah terdata paling tidak berjumlah 1742 dengan persebaran di Arab Saudi

    (904) dan Mesir (722), dan sisanya di Iran (32), Libya (27), Syria (21), Sudan (10), Jordan (9),

    Iraq (8), Turkey (7), dan Algeria (2). Lihat. Yudi latif, 2005. The Rupture of Young Muslim

    Intelligentsia in The Modernization of Indonesia. Dalam Studia Islamika. Vol. 12. no. 3. hal.

    401. 23 Yudi Latif, 2005. Ibid. hal. 400-401.

    24 Abu Ridho adalah alumni IAIN Sunan Kalijaga Jogjakarta yang juga aktivis PII dan HMI. Abu

    Ridho, Mashadi, Mukhlis Abdi pada tahun 1990-an kemudian menjadi dedengkot dari partai

    Keadilan. Lihat. Yudi Latif, 2005. Ibid.hal. 401. 25 Ibid. 26 Ibid.

    27 Ibid. hal. 402.

    28 Mahfudz Sidiq, 2003. KAMMI dan Pergulatan Reformasi:Kiprah Politik Aktivis Dakwah

    Kampus dalam Perjuangan Demokratisasi di Tengah Gelombang Krisis Nasional Multidimensi.

    Solo: Era Intermedia. Hal. 57-58. juga Denny JA, 1990. Hal. 29, 45-46. 29 Denny, JA, 1990. Gerakan Mahasiswa dan Politik Kaum Muda Era 80-an. Jakarta: Miswar.

    Hal. 29. Sejak tahun 70-an sampai 80-an rezim orde baru mengeluarkan kebijakan yang semakin

    memperlemah posisi rakyatmahasiswa. Paling tidak pada tahun itu pemerintah mengeluarkan

    tiga kebijakan. Pertama dibentuknya KNPI (Komite Nasional Pemuda Indonesia), sebagai

    wadah tunggal bagi seluruh organisasi kepemudaan (termasuk mahasiswa) pada tahun 1973.

    Kedua pembekuan Dewan Mahasiswa pada 1978. dan ketiga diberlakukannya NKK/BKK.

    Lihat. Muridan S. Widjojo dan Mashudi Noorsalim, 2004. Bahasa Negara Versus Bahasa

    Gerakan Mahasiswa: Kajian Semiotik atas Teks-teks Pidato Presiden Soeharto dan Selebaran

    Gerakan Mahasiswa. Jakarta: LIPI Press. Hal. 133. 30 Lihat Mahfudz Sidiq, Ibid. Hal. 59. 31 Lihat, Mahfudz Sidiq, 2003. Hal. 59. Lihat juga Denny, JA, 1990. Hal. 45-46. 32 Ali Said Damanik, dalam Mahfudz Sidiq. Hal. 66

    33 Lihat Mahfudz Sidiq. Ibid. Hal 66-67.

    34 Lihat Mahfudz Sidiq. Hal 68. 35 Ibid. Hal. 74-76.

    36 Khiittah LDK sendiri disusun oleh para mantan aktivis LDK. Salah seorang yang menyusun

    khittah ini adalah Ismail Yusanto. Keberadaan mantan aktivis LDK juga diorganisasikan dalam

    sebuah lembaga alumni LDK. Ismail Yusanto menjadi ketua pertama lembaga ini. Lihat

    wawancara dengan Ismail Yusanto dalam Digital Journal Al Manar No. 1. 2004. 37 Mahfudz Sidiq, 2003. KAMMI dan Pergulatan Reformasi:Kiprah Politik Aktivis Dakwah

    Kampus dalam Perjuangan Demokratisasi di Tengah Gelombang Krisis Nasional Multidimensi.

    Solo: Era Intermedia. Hal. 95. 38 Mahfudz Sidiq, Ibid. Hal. 97. 39 Ibid. Hal. 97.

    40 Ibid. Hal. 97.

    41 Ibid. Hal. 99. 42 Ibid. Hal. 100.

    43 Santernya isu bahwa KAMMI lahir dari rahim LDK serta santernya penolakan yang diberikan

    oleh KAMMI tentu cukup beralasan. LDK adalah organisasi yang secara formal bernaung di

    bawah lembaga universitas atau kampus, sehingga akan sangat bermasalah dikemudian harinya

    jika LDK melahirkan KAMMI sebagai organisasi ekstra kampus. Anggapan bahwa lembaga

    Dakwah Kampus (LDK) telah dikooptasi oleh kepentingan pihak luar kampus sangatlah besar

    sehingga jalan amannya adalah dengan langkah-langkah seperti telah dijelaskan di muka. Selain

    itu hal yang lebih penting adalah, bahwa LDK sebagai organisasi intra kampus yang memiliki

  • 131

    mainstream berpikir yang sama dengan KAMMI akan menjadi mitra yang baik untuk

    memasukkan wacana yang diusung KAMMI ke dalam lingkungan kampus. 44Lihat Mahfudz Sidiq. Hal. 106. 45 Ibid. Hal. 107.

    46 Pernyataan Roger Garaudy dalam harian Le Monde. Dalam K. Bertens, 2001. Filsafat Barat

    Kontemporer (Jilid II) Prancis. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Hal. 240. 47 Nuswantoro, 2001. Daniel Bell: Matinya Ideologi. Magelang: Indonesiatera. Lihat juga. Hikmat

    Budiman, 2003. Daniel Bell: Fundamentlisme Kapitalis dan Radikalisme Kultural dalam

    Jurnal Masyarakat. No. 12. Jakarta: LabSosio UI. 48 Franz Magnis Suseno, 2001. Pemikiran Karl Marx: Dari Sosialisme Utopis ke Perselisihan

    Revisionisme. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 49 Max Weber. Economic and Society (ES) dalam Anthony Giddens, 1986. Kapitalisme dan

    Teori Sosial Modern, Suatu Analisis Karya Tulis Marx, Durkheim, dan Max Weber. (terj.

    Soeheba Kramadibrata). Jakarta: UI Press. 50 Max Weber, 2001. Protestant Ethic and The Spirit of Capitalism.(terj). Malang: Pustaka

    Promothea. 51 Francis Fukuyama, 1992. The End of History and The Last Man. (terj). Jogjakarta: Qalam

    52 Samuel Huntington, 1999. Clash of Civilizations and The Remaking of Wolrd Order. (terj).

    Jogjakarta: Tiara Wacana 53 Ihsan Ali Fauzi. 2007. Zakat dan Wakaf untuk Jihad?: Konteks Global dari Salafisme-Jihadisme

    Lokal (Pointer Diskusi Wahhabisme XI). 54 Andi Rahmat dan Muhammad Nadjib, 2001. Gerakan Perlawanan Dari Masjid Kampus. Solo:

    Purimedia. Hal. 73. 55 Yudi Latif, The Rupture of Young Muslim Intelegentsia in The Modernization of Indonesia

    dalam Studia Islamika. 2005. Vol. 12. No. 3. hal. 393. 56 Berdirinya DDII sendiri tak bisa dilepaskan dari peran negara Timur Tengah, terutama Kerajaan

    Arab Saudi yang banyak mendanai organisasi Islam internasional yang beraliran konservatif dan

    puritan dalam praktek pengajarannya. Salah satunya adalah Rabithah Alam Islami. DDII yang

    diketuai oleh Muhaammad Natsir menjadi anggotanya dimana Natsir menjabat sebagai salah

    satu wakil ketuanya. Berkat aksesnya dengan organisasi ini dan juga dengan negara-netgara

    timur tengah, DDII mampu mendanai gerakan dakwah kampus. Bentuk pendanaannya tidak

    sekedar pada pemberian sumber-sumber pembelajaran dalam rupa buku-buku dari timur tengah,

    maupun pemberian beasiswa terhadap kader-kader dakwah kampus, namun juga sampai pada

    bantuan finansial dalam pembangunan masjid-masjid kampus di perguruan tinggi umum. Lebih

    lengkap lihat. Martin van Bruinessen, 2002. Genealogies of Islamic Radicalism In Post-Suharto

    Indonesia. (tidak diterbitkan). Lihat juga Yudi Latif, 2005. Ibid. hal. 393. 57 Konsep yang sangat berpengaruh dalam Ikhwanul Muslimin adalah mengenai karakter dakwah

    Ikhwan yang terdiri atas sembilan (9) karakter. Lihat note no. 4. lebih lengkap, lihat. Syeikh

    Jasim Muhallil, 1996. Ikhwanul Muslimin, Deskripsi, Tuduhan dan Jawaban. (terj) tidak

    diterbitkan. Hal. 12-21. 58 Salah satu kelompok usroh yang dicurigai berbuat makar adalah kelompok Imron yang

    membajak pesawat Garuda tujuan Thailand pada tahun 1981. Tindakan makar itu juga diduga

    kuat sangat terkait dengan Ali Moertopo, sang kepada badan intelijen negara yang kemudian

    menjadi tangan kanan Suharto. ia dianggap sebagian kalangan sebagai penskenario aksi tersebut

    guna mendiskreditkan umat Islam. Ali Moertopo adalah pendiri CSIS (Center for Strategic and

    International Studies), lembaga yang menjadi think thank-nya Orde baru. Lihat. Elizabeth Fuller

    Collins, 2004. Islam is The Solution: Dakwah and Democracy in Indonesia. (Makalah tidak

    diterbitkan). 59 Gerakan yang berawal dari Salman ITB ini menjadi gejala umum, terutama pada PTUN di

    seluruh tanah air. Sebuah penelitian atas prakarsa LabSosio UI, memetakan bagaimana pola dan

    ciri aktivitas keagamaan di kalangan mahasiswa PTUN ini, khususnya pada era pasca reformasi,

    (1) medium pembelajaran utama, dalam bentuk kelompok-kelompok kecil (halaqah/mentoring);

    (2) medium pembelajaran tambahan berupa sistem kaderisasi yang kreatif; (3) subjek

    pembelajaran adalah mentor atau murabbi yang terpercaya; (4) nilai atau substansi yang

  • 132

    ditawarkan memberikan kepastian; (5) sumber rujukan belajar berupa buku-buku karangan

    ulama timur tengah; (6) bekerja dalam sistem dengan jaringan yang terkelola dengan baik; (7)

    identitas jilbab panjang dan jenggot; (8) konsistensi dan kontinuitas dalam sistem kaderisasi.

    Selengkapnya lihat. Ali Said Damanik, et. al, 2005. Pola Aktivitas Keagamaan di Kalangan

    Mahasiswa PTUN di Era Pasca Reformasi. (hasil penelitian tidak diterbitkan). Jakarta:

    LabSosio UI 60 Tarbiyah merupakan konsep pendidikan dimana seorang senior yang diposisikan sebagai

    murabbi menjadi mentor atau guru atas juniornya, sekaligus melakukan kontrol (pendisiplinan)

    terhadap anggota halaqah, salah satunya dengan lembar evaluasi diri berkala (jam, harian).

    Selain itu posisi murabbi tidak sekedar sebagai guru yang memberikan materi pembelajaran

    semata, ia juga harus menjadikan nilai-nilai keislaman nampak dan terinternalisasi dalam dirinya

    sendiri sehingga ia juga berfungsi sebagai teladan. Proses belajar dengan metode semacam ini

    dilakukan sangat intensif sehingga memiliki dampak yang sangat besar terhadap perubahan

    perilaku para anggotanya. Pola ini disertai dengan ibadah-ibadah nafilah (tambahan) yang

    mematangkan spiritualitas anggotanya. Lihat. Hasil penelitian LabSosio UI, Ali Said Damanik,

    2005. Ibid. Lihat juga. Martin van Bruinessen, 2002. Op. Cit. hal. 8. 61 Lihat. Elizabeth Fuller Collins, 2004. Islam is The Solution: Dakwah and Democracy in

    Indonesia (Makalah tidak diterbitkan). Lihat juga. Martin van Bruinessen, 2002. Genealogies of

    Islamic Radicalism In Post-Suharto Indonesia. (Makalah tidak diterbitkan). Dan, Yudi Latif,

    The Rupture of Young Muslim Intelegentsia in The Modernization of Indonesia dalam Studia

    Islamika. 2005. Vol. 12. No. 3. hal. 394, 403. 62 Lihat. Mahfudz Sidiq, 2003. KAMMI dan Pergulatan Reformasi:Kiprah Politik Aktivis Dakwah

    Kampus dalam Perjuangan Demokratisasi di Tengah Gelombang Krisis Nasional Multidimensi.

    Solo: Era Intermedia. Hal. 70. 63 Op. Cit. hal. 400-401

    64 Ibid. lihat juga Yudi Latif, The Rupture of Young Muslim Intelegentsia in The Modernization

    of Indonesia dalam Studia Islamika. 2005. Vol. 12. No. 3. lihat juga Andi Rakhmat dan

    Mukhammad Najib, 2001. Gerakan Perlawanan dariMasjid Kampus. Solo: Purimedia. 65 Sikap ini menurut Syafii Maarif disebut dengan etik otoriter. Pandangan ini menyangkal adanya

    kemampuan individual untuk melakukan penilaian bebas secara otonom. Di dalam kerangka ini

    etik otoriter justru mendominasi tafsir atas nilai, benar-salah, baik-buruk. Lihat Andi Rakhmat

    dan Mukhammad Najib, 2001. Gerakan Perlawanan dari Masjid Kampus. Solo: Purimedia.

    Hal. 58. 66 NU dan Muhammadiyah menerima asas tunggal Pancasila sebagai asas organisasinya.

    Sementara itu HMI dalam konferensinya di Padang juag menerima asas tunggal. Meskipun

    dengan melabeli identitas Islam sebagai sebuah pegangan organisasi. Namun ini dipandang

    sebagai bentuk inkonsistensi organisasi yang kemudian melahirkan perpecahan dalam tubuih

    mahasiswa Islam terbesar kala itu. Beberapa cabang (Jakarta, Jogjakarta, Purwokerto,

    Semarang, Makassar) yang tetap mempertahankan Islam sebagai asas kemudian memisahkan

    diri dengan nama HMI-MPO (Majelis Penyelamat Organisasi), dengan konsekuensi bergerak

    secara underground. Penelitian ini sendiri mengambil HMI yang menerima asas tunggal sebagai

    objek penelitiannya (meskipun sekarang sudah berubah asas lagi menjadi Islam seiring

    reformasi). Pelajar Islam Indonesia (PII) yang juga tidak menerima asas tunggal juga harus

    bergerak underground dan harus berkali-kali berurusan dengan aparat dalam aktivitas-aktivitas

    organisasinya. Lihat. Elizabeth Fuller Collins, 2004. Islam is The Solution: Dakwah and

    Democracy in Indonesia (Makalah tidak diterbitkan). Hal. 9. 67 Meskipun begitu, kesuksesan gerakan dakwah masjid kampus ini tak bisa dilepaskan dari

    konstelasi politik nasional waktu itu. Negara Orde Baru dalam paruh terakhir pemerintahannya

    mengambil sikap akomodatif terhadap kalangan Islam. Waktu itu rezim Orde Baru banyak

    mendapatkan tekanan berupa aksi demonstrasi mahasiswa. Politik akomodatif ini dapat

    dimaknai sebagai upaya menarik dukungan dari kalangan yang selama ini mengalami represi

    politik. Pada sisi lain, menurut Aspinall, ada konflik dalam internal Orde Baru, yakni antara

    petinggi militer dengan Suharto. Indikasinya adalah diundangnya Jenderal (Purn) Sumitro ke

    DPR pada 21 Juni 1989 untuk menyampaikan pandangan-pandangan politiknya. Melihat realitas

  • 133

    semacam itu, pemerintah memandang perlu melakukan reformasi politik secara terbatas, yang

    salah satu dampaknya adalah melonggarnya pengawasan terhadap kehidupan kampus. Lebih

    lengkap lihat. Mahfudz Sidiq, 2003. KAMMI dan Pergulatan Reformasi:Kiprah Politik Aktivis

    Dakwah Kampus dalam Perjuangan Demokratisasi di Tengah Gelombang Krisis Nasional

    Multidimensi. Solo: Era Intermedia. Hal. 64. lihat juga. Elizabeth Fuller Collins, 2004. Islam is

    The Solution: Dakwah and Democracy in Indonesia (Makalah tidak diterbitkan). Hal. 10. 68 Mekipun begitu, FSLDK ini dalam perjalanannya mengalami pasang surut dan terdapat friksi-

    friksi. Friksi yang jelas terlihat adalah adanya perbedaan antara mereka yang berpandangan

    tarbiyah dan Hizbut Tahrir. Maka sekarang ini pun muncul dua macam varian LDK di kampus-

    kampus umum tersebut. Untuk yang pertama, muncul dan besar di setiap kampus, namun untuk

    yang kedua, baru cukup dominan pada kampus IPB Bogor, kemudian menyebar ke Unpad

    Bandung, Unair Surabaya, IKIP Malang, dan Unhas Makassar. Selain friksi internal kendala lain

    yang cukup kentara adalah kendala teknis seperti transportasi dan komunikasi, melihat bahwa

    aktor-aktornya adalah mahasiswa dalam skup geografis Indonesia yang sangat luas. Sesuatu

    yang menjadi simpul pengikat adalah kesamaan dalam hal pandangan-pandangan keagamaan.

    Lihat wawancara dengan Ismail Yusanto dalam Digital Journal Al Manar No. 1. 2004. lihat

    juga. Elizabeth Fuller Collins, 2004. Islam is The Solution: Dakwah and Democracy in

    Indonesia (Makalah tidak diterbitkan). Lihat juga. Martin van Bruinessen, 2002. Genealogies of

    Islamic Radicalism In Post-Suharto Indonesia. (Makalah tidak diterbitkan). 69 Andi Rakhmat dan Mukhammad Najib, 2001. Gerakan Perlawanan dari Masjid Kampus. Solo:

    Purimedia. Juga dalam. Mahfudz Sidiq, 2003. KAMMI dan Pergulatan Reformasi:Kiprah

    Politik Aktivis Dakwah Kampus dalam Perjuangan Demokratisasi di Tengah Gelombang Krisis

    Nasional Multidimensi. Solo: Era Intermedia. 70Lihat. Mahfudz Sidiq, 2003. KAMMI dan Pergulatan Reformasi:Kiprah Politik Aktivis Dakwah

    Kampus dalam Perjuangan Demokratisasi di Tengah Gelombang Krisis Nasional Multidimensi.

    Solo: Era Intermedia. Hal. 209. 71 Ibid. hal. 209. lihat juga. Andi Rakhmat dan Mukhammad Najib, 2001. Gerakan Perlawanan

    Dari masjid Kampus. Solo: Purimedia. 72 Ibid. hal. 209.

    73 Andi Rakhmat dan Mukhammad Najib, 2001. Gerakan Perlawanan Dari masjid Kampus. Solo:

    Purimedia. 74 Hal yang menjadi pegangan KAMMI adalah, bahwa pemimpin yang berhak memimpin

    Indonesia adalah pamimpin yang memiliki kapasita intelektual dan moralitas tinggi. Karakter

    pemimpin semacam ini tidak mungkin akan berpikir dan melakukan penyelewengan amanah.

    Untuk itu, diperlukan landasan moral agama dalam kehidupan politik Indonesia. Dengan

    pemikiran semacam ini, KAMMI menganggap sangat tidak relevan ketika terjadi pemisahan

    antara agama dengan politik. Sesuatu yang dianggap sebagai bagian dari sekularsime yang akan

    menjerumuskan bangsa ini pada dekadensi moral yang berujung pada krisis bangsa. Lihat. Andi

    Rakhmat dan Mukhammad Najib, 2001. Ibid. hal. 173-175. 75 Dengan terjelaskannya misi organisasi dalam poin-poin yang terukur dan teridentifikasi, akan

    dapat memperjelas peran dan batasan wilayah kerja organisasi. Posisi semacam ini akan dapat

    menempatkan organisasi pada lingkungan dan stakeholder yang ada sehingga mampu

    melakukan kerja sama dengan elemen-elemen yang memiliki tempat trategis dalam kerangka

    tujuan organisasi. Lebih jauh misi organisasi akan dapat merencanakan masa depan organisasi.

    Lihat. John M. Bryson, 1999. Perencanaan Strategis Bagi Organisasi Sosial. Jogjakarta:

    Pustaka Pelajar. Hal. 57. 76 Op. Cit. Hal. 175.

    77 Dalam anggaran dasar (AD) KAMMI, ditetapkan Islam sebagai asasnya. Lihat AD/ART

    KAMMI. Bab. III (Asas, Sifat, Tujuan, dan Usaha), Pasal 4. Asas. Dalam kammi-jepang.net. 78 Mahfudz Sidiq, 2003. Op. Cit. Hal. 212-213. 79 Ibid. Hal. 213.

    80 Andi Rakhmat dan Mukhammad Najib, 2001. Op. Cit. Hal. 189-194.