84925023-gangren-diabetikum
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Diabetes melitus (DM) dapat diartikan sebagai suatu penyakit tidak menular yang
ditandai dengan peningkatan konsentrasi kadar gula darah yang disertai
ketidaknormalan metabolisme karbohidrat, protein, lemak serta adanya komplikasi
makrovaskular dan mikrovaskular.2 Peningkatan kadar gula darah ini dipengaruhi
oleh kerja insulin secara absolut maupun relatif.1
Prevalensi diabetes melitus di dunia mengalami peningkatan yang cukup besar.
Data statistik organisasi kesehatan dunia (WHO) pada tahun 2000 menunjukkan
jumlah penderita diabetes di dunia sekitar 171 juta dan diprediksikan akan mencapai
366 juta jiwa tahun 2030. Di Asia tenggara terdapat 46 juta dan diperkirakan
meningkat hingga 119 juta jiwa. Di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000
diperkirakan menjadi 21,3 juta pada tahun 2030.3 Indonesia merupakan urutan
keenam di dunia sebagai negara dengan jumlah penderita diabetes terbanyak setelah
India, Cina, Uni Soviet, Jepang, Brazil.4
Diabetes adalah penyakit tidak menular yang akan meningkat jumlahnya dan
menjadi penyebab angka kesakitan dan kematian. Diabetes menjadi penyakit yang
cukup serius dan mendapat perhatian karena diabetes dapat menyebabkan komplikasi
yang menyerang seluruh tubuh.5
Diabetes Melitus menjadi penyebab kematian keempat terbesar di dunia.
Setiap tahunnya ada 3,2 juta kematian yang diakibatkan langsung oleh diabetes.6
Diabetes juga sering membunuh penderitanya dengan mengikutsertakan penyakit-
penyakit lainnya. Diabetes dapat menyebabkan komplikasi akut dan kronik.
Komplikasi akut merupakan penyebab kematian yang cukup tinggi. Sedangkan
komplikasi kronik dapat berupa komplikasi makrovaskular seperti penyakit jantung
koroner, pembuluh darah otak dan mikrovaskular seperti retinopati, nefropati dan
neuropati. Dari data statistik terbaru yang diperoleh diabetes merupakan penyebab
utama kebutaan bagi orang dewasa. Setiap 90 menit ada satu orang di dunia yang buta
2
akibat komplikasi diabetes. Diabetes juga menyebabkan amputasi paling sering di
luar kecelakaan. Setiap 19 menit ada satu orang di dunia yang diamputasi kakinya.
Penyakit jantung dan kerusakan pembuluh darah menjadi 2-4 kali lipat lebih besar
akibat diabetes, setiap 19 menit ada satu orang di dunia yang terkena stroke akibat
komplikasi diabetes, dan setiap 90 menit juga ada satu orang di dunia yang harus cuci
darah akibat komplikasi diabetes. 7
1.2.Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam laporan kasus ini adalah
“Bagaimana perjalanan penyakit, gambaran klinis dan penatalaksanaan pada pasien yang
telah mengalami komplikasi diabetes melitus?”
1.3.Tujuan Penelitian
Tujuan penulisan laporan kasus ini diantaranya:
a. Untuk memahami tinjauan ilmu teoritis Diabetes melitus
b. Untuk mengintegrasikan ilmu kedokteran terhadap kasus Diabetes Melitus
pada pasien secara langsung.
c. Untuk memahami perjalanan, penatalaksanaan serta komplikasi penyakit
Diabetes Melitus
1.4.Manfaat Penelitian
Beberapa manfaat yang diharapkan dari penulisan laporan kasus ini diantaranya:
a. Memperkokoh landasan teoritis ilmu kedokteran di bidang ilmu penyakit
dalam, khususnya mengenai Diabetes Melitus beserta komplikasinya
b. Sebagai bahan informasi bagi pembaca yang ingin mendalami lebih lanjut
topik-topik yang berkaitan dengan Diabetes Melitus
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Defenisi
Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu sindrom klinik yang khas ditandai oleh
adanya hiperglikemia yang disebabkan oleh defisiensi atau penurunan efektifitas insulin.
Gangguan metabolik ini mempengaruhi metabolisme dari karbohidrat, protein, lemak, air
dan elektrolit. Gangguan metabolisme tergantung pada adanya kehilangan aktivitas
insulin dalam tubuh dan pada banyak kasus, akhirnya menimbulkan kerusakan selular,
khususnya sel endotelial vaskular pada mata, ginjal dan susunan saraf.8 Menurut
American Diabetes Association (ADA) diabetes melitus adalah suatu kelompok penyakit
metabolik yang ditandai oleh kadar glukosa darah melebihi nilai normal (hiperglikemia)
dengan diagnosa kadar gula darah sewaktu > 200 mg/dl atau kadar gula darah puasa >
120 mg/dl, yang terjadi oleh karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya.
Glukosa secara normal bersikulasi dalam jumlah tertentu dalam darah. Glukosa dibentuk
di hati dari makanan yang dikonsumsi. Insulin adalah suatu hormon yang diproduksi oleh
pankreas, mengendalikan kadar kadar glukosa dalam darah dengan mengatur produksi
dan penyimpanannya. Pada penderita diabetes kemampuan tubuh untuk bereaksi terhadap
insulin dapat menurunkan atau pankreas dapat menghentikan sama sekali produksi
insulin. Oleh karena itu terjadi gangguan jumlah insulin sehingga pengaturan kadar
glukosa darah menjadi tidak stabil
2.2. Klasifikasi
Secara umum, diabetes melitus dibagi menjadi 3 macam, yaitu :
1. Diabetes Mellitus yang tergantung pada insulin (IDDM atau DM Tipe-1)
Kebanyakan diabetes tipe-1 adalah anak-anak dan remaja yang pada umumnya
tidak gemuk. Setelah penyakitnya diketahui mereka harus langsung memakai insulin.
Pankreas sangat sedikit atau bahkan sama sekali tidak menghasilkan insulin.8 Diabetes
melitus tipe-1 dicirikan dengan hilangnya sel beta penghasil insulin pada Langerhans
pankreas sehingga terjadi kekurangan insulin pada tubuh. Sampai saat ini, diabetes tipe-1
4
tidak dapat dicegah. Diet dan olahraga tidak bisa menyembuhkan ataupun mencegah
diabetes tipe-1. Kebanyakan penderita diabetes tipe-1 memiliki kesehatan dan berat
badan yang baik saat penyakit ini mulai diderita. Selain itu, sensitivitas maupun respons
tubuh terhadap insulin umumnya normal pada penderita diabetes tipe ini, terutama pada
tahap awal. Penyebab terbanyak dari kehilangan sel beta pada diabetes tipe-1 adalah
reaksi autoimunitas yang menghancurkan sel beta pankreas. Reaksi autoimunitas tersebut
dapat dipicu oleh adanya infeksi pada tubuh. Saat ini diabetes tipe 1 hanya dapat diobati
dengan menggunakan insulin, dengan pengawasan yang teliti terhadap tingkat glukosa
darah melalui alat monitor pengujian darah.9
2. Diabetes Mellitus Tipe-2 atau Tidak Tergantung Insulin (NIDDM)
Diabetes melitus tipe 2 terjadi karena kombinasi dari kecacatan dalam produksi
insulin dan resistensi terhadap insulin atau berkurangnya sensitifitas terhadap insulin
yang melibatkan reseptor insulin di membran sel. Pada tahap awal abnormalitas yang
paling utama adalah berkurangnya sensitivitas terhadap insulin, yang ditandai dengan
meningkatnya kadar insulin di dalam darah. Pada tahap ini, hiperglikemia dapat diatasi
dengan berbagai cara dan obat anti diabetes yang dapat meningkatkan sensitifitas
terhadap insulin atau mengurangi produksi gula dari hepar, namun semakin parah
penyakit, sekresi insulin pun semakin berkurang, dan terapi dengan insulin kadang
dibutuhkan. Diabetes tipe kedua ini disebabkan oleh kurang sensitifnya jaringan tubuh
terhadap insulin. Pankreas tetap menghasilkan insulin, kadang kadarnya lebih tinggi dari
normal. Tetapi tubuh membentuk kekebalan terhadap efeknya, sehingga terjadi
kekurangan insulin relatif.9 DM Tipe-2 biasanya terjadi pada usia > 40 tahun. Penderita
DM Tipe-2 lebih sering dijumpai dari pada DM Tipe-1, proporsinya mencapai 90% dari
seluruh kasus diabetes. Pasien-pasien yang termasuk dalam kelompok DM Tipe-2
biasanya memiliki berat badan yang berlebih dan memiliki riwayat adanya anggota
keluarga yang menderita DM, 25% dari pasien DM Tipe-2 mempunyai riwayat adanya
anggota keluarga yang menderita DM.
3. Diabetes Melitus Gestasional (Diabetes Kehamilan)
Diabetes melitus gestasional melibatkan suatu kombinasi dari kemampuan reaksi
dan pengeluaran hormon insulin yang tidak cukup, yang meniru DM Tipe-2. Jenis
diabetes ini terjadi selama kehamilan dan bisa juga meningkat atau lenyap. Meskipun
5
kejadiannya sementara, namun diabetes jenis ini bisa merusak kesehatan janin dan ibu.
Gestasional Diabetes Mellitus (GDM) terjadi sekitar 2-5 % dari semua kehamilan.
Diabetes ini sifatnya sementara dan harus ditangani dengan baik, karena jika tidak, bisa
menyebabkan masalah dalam kehamilan seperti makrosomia, cacat janin, penyakit
jantung sejak lahir, gangguan pada sistem saraf pusat, dan juga cacat otot.
Klasifikasi Etiologis Diabetes Melitus (ADA 2005)
I. Diabetes Melitus tipe 1
(destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut)
a. Melalui proses autoimun
b. Idiopatik
II. Diabetes Melitus tipe 2
(Non insulin dependent diabetes melitus)
III. Diabetes Melitus tipe lain
a. defek genetik fungsi sel beta :
- kromosom 12, HNF-1α (MODY 3)
- kromosom 7, glukokinase (MODY 2)
- kromosom 20, HNF-4α (MODY 1)
- kromosom 13, insulin promotor factor – 1 (MODY 4)
- Kromosom 17 (MODY 5)
- Kromosom 2, Neuro DI (MODY 6)
- DNA mitochondria
- lain lain
b. Defek Genetik Kerja Insulin
c. Penyakit eksokrin pankreas
d. Endokrinopati
e. karena Obat/ Zat Kimia
f. Infeksi
g. Imunologi (jarang)
h. Sindroma genetik lainnya
IV. Diabetes Kehamilan.
6
2.3. Manifestasi Klinis
Tanda awal yang dapat diketahui bahwa seseorang menderita DM atau kencing
manis yaitu dilihat langsung dari efek peningkatan kadar gula darah, dimana peningkatan
kadar gula dalam darah mencapai nilai 160 - 180 mg/dL dan air seni (urine) penderita
kencing manis yang mengandung gula (glukosa), sehingga urine sering dilebung atau
dikerubuti semut (Mirza, 2008). Penderita kencing manis umumnya menampakkan tanda
dan gejala dibawah ini meskipun tidak semua dialami oleh penderita :
1. Jumlah urine yang dikeluarkan lebih banyak (Polyuria)
2. Sering atau cepat merasa haus/dahaga (Polydipsia)
3. Lapar yang berlebihan atau makan banyak (Polyphagia)
4. Frekwensi urine meningkat/kencing terus (Glycosuria)
5. Kehilangan berat badan yang tidak jelas sebabnya
6. Kesemutan/mati rasa pada ujung syaraf ditelapak tangan & kaki
7. Cepat lelah dan lemah setiap waktu
8. Mengalami rabun penglihatan secara tiba-tiba
9. Apabila luka/tergores (korengan) lambat penyembuhannya
10. Mudah terkena infeksi terutama pada kulit.
Faktor-faktor yang mempengaruhi penyakit diabetes melitus terdiri dari:
a. Genetik
Diabetes melitus dapat menurun menurut silsilah keluarga yang mengidap penyakit
diabetes melitus, yang disebabkan oleh karena kelainan gen yang mengakibatkan tubuh
tidak dapat menghasilkan insulin dengan baik. Individu yang mempunyai riwayat
keluarga penderita diabetes melitus memiliki resiko empat kali lebih besar jika
dibandingkan dengan keluarga yang sehat.
Jika kedua orang tuanya menderita diabetes melitus, insiden pada anak-anaknya
akan meningkat, tergantung pada umur berapa orang tuanya mendapat diabetes melitus.
Resiko terbesar bagi anak-anak untuk mengalami diabetes melitus terjadi jika salah satu
atau kedua orang tua mengalami penyakit ini sebelum 40 tahun. Walaupun demikian,
tidak lebih dari 25 % dari anak-anak mereka akan menderita penyakit diabetes melitus
7
dan gambaran ini lebih rendah pada anak-anak dari orang tua dengan diabetes melitus
yang timbulnya lebih lanjut.
b. Umur
Bertambahnya usia mengakibatkan mundurnya fungsi alat tubuh sehingga
menyebabkan gangguan fungsi pankreas dan kerja dari insulin.
c. Pola Makan dan Obesitas
Seiring dengan perkembangan zaman, terjadi pergeseran pola makan di masyarakat,
seperti pola makan di berbagai daerah pun berubah dari pola makan tradisional ke pola
makan modren. Hal ini dapat terlihat jelas dengan semakin banyaknya orang
mengkonsumsi makanan cepat saji (fast food) dan berlemak. Kelebihan mengkonsumsi
lemak, maka lemak tersebut akan tersimpan dalam tubuh dalam bentuk jaringan lemak
yang dapat menimbulkan kenaikan berat badan (obesitas). Kelebihan berat badan atu
obesitas merupakan faktor resiko dari beberapa penyakit degeneratif dan metabolik
termasuk diabetes melitus. Pada individu yang obesitas banyak diketahui terjadinya
retensi insulin. Akibat dari retensi insulin adalah diproduksinya insulin secara berlebihan
eleh sel beta pankreas, sehingga insulin didalam darah menjadi berlebihan
(hiperinsulinemia). Hal ini akan meningkatkan tekanan darah dengan cara menahan
pengeluaran natrium oleh ginjal dan meningkatkan kadar plasma norepineprin.
d. Kurangnya Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik seperti pergerakan badan atau olah raga yang dilakukan secara teratur
adalah usaha yang dapat dilakukan untuk menghindari kegemukan dan obesitas. Pada
saat tubuh melakukan aktivitas atau gerakan maka sejumlah gula akan dibakar untuk
dijadikan tenaga, sehingga jumlah gula dalam tubuh akan berkurang sehingga kebutuhan
hormon insulin juga berkurang. Dengan demikian, untuk menghindari timbulnya
penyakit diabetes melitus karena kadar gula darah yang meningkat akibat konsumsi
makanan yang berlebihan dapat diimbangi dengan aktifitas fisik yang seimbang,
misalnya dengan melakukan senam, jalan jogging, berenang dan bersepeda. Kegiatan
tersebut apabila dilakukan secara teratur dapat menurunkan resiko terkena penyakit
diabetes melitus, sehingga kadar gula darah dapat normal kembali dan cara kerja insulin
tidak terganggu (Soegondo, 2004).
8
e. Kehamilan
Diabetes melitus yang terjadi pada saat kehamilan disebut Diabetes Melitus Gestasi
(DMG). Hal ini disebabkan oleh karena adanya gangguan toleransi insulin. Pada waktu
kehamilan tubuh banyak memproduksi hormon estrogen, progesteron, gonadotropin, dan
kortikosteroid, dimana hormon tersebut memiliki fungsi yang antagonis dengan insulin.
Untuk itu tubuh memerlukan jumlah insulin yang lebih banyak. Oleh sebab itu, setiap
kehamilan bisa menyebabkan munculnya diabetes melitus. Jika seorang wanita memiliki
riwayat keluarga penderita diabetes melitus, maka ia akan mengalami kemungkinan
lebih besar untuk menderita Diabetes Melitus Gestasional.
2.4. Diagnosis
Diagnosis DM harus didasarkan atas pemeriksaan gula darah. Ada perbedaan
antara uji diagnostik dan pemeriksaan penyaring DM. uji diagnostik dilakukan pada
mereka yang menunjukkan tanda/gejala DM, sedangkan pemeriksaan penyaring
bertujuan untuk mengidentifikasikan mereka yang tidak bergejala, yang mempunyai
resiko DM. Pemeriksaan penyaring dilakukan pada kelompok dengan salah satu resiko
DM berikut :
a. Usia > 45 tahun
b. Berat badan lebih; BBR > 110% BBI atau IMT >23kg/m2
c. Hipertensi (≥ 140/90 mmHg)
d. Riwayat DM dalam garis keturunan
e. Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat atau BB lahir > 4000 gram
f. kolesterol HDL ≤ 35 mg/dl dan atau trigliserida ≥ 250 mg/dl
Kadar Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa sebagai patokan penyaring dan
diagnosis DM
Bukan DM Belum pasti
DM
DM
KGD sewaktu
(mg/dl)
Plasma Vena <110 110-199 ≥ 200
Darah Kapiler <90 90-199 ≥ 200
KGD puasa
(mg/dl)
Plasma Vena <110 110-125 ≥ 126
Darah Kapiler <90 90-109 ≥ 110
9
2.5. Penatalaksanaan
Farmakoterapi
Macam macam obat anti hiperglikemik oral:
a. Golongan Insulin Sensitizing
Biguanid (Metformin); terdapat dalam konsentrasi tinggi di usus dan hati,
namun tidak dimetabolisme dan secara cepat dikeluarkan melalui ginjal; oleh karena itu,
biasa diberikan 2 – 3 kali sehari kecuali dalam bentuk extended release. Efek samping
yang dapat terjadi yaitu asidosis laktat, olehkarena itu sebaiknya tidak diberikan pada
pasien dengan gangguan fungsi ginjal, atau pada gangguan fungsi hati dan gagal jantung,
serta harus diberikan hati hati pada orang lanjut usia. Mekanisme kerjanya yaitu melalui
pengaruhnya terhadap kerja insulin di tingkat seluler, distal reseptor insulin dan
menurunkan produksi glukosa hati. Metformin dapat menurunkan glukosa darah, namun
tidak akan menyebabkan hipoglikemia, sehingga tidak dianggap sebagai obat
hipoglikemik, namun sebagai obat antihiperglikemik.
Thiazolidinediones (Glitazone) , merupakan golongan obat dengan efek
farmakologis untuk meningkatkan sensitivitas insulin. Selain itu, obat ini juga dapat
diberikan secara oral dan secara kimiawi maupun fungsional tidak berhubungan dengan
obat lainnya. Mekanisme kerjanya yaitu sebagai agonist peroxisome proliferator
activated receptor gamma (PPAR) yang sangat poten. Reseptor PPAR gamma terdapat
di jaringan target kerja insulin seperti sel adipose, otot skeletal, dan hati, sedang reseptor
pada organ tersebut merupakan regulator homeostasis lipid, differensiasi adiposit, dan
kerja insulin.
b. Golongan Sekretagok Insulin
Golongan sekretagok insulin mempunyai efek hipoglikemik dengan cara stimulasi
sekresi insulin oleh sel beta pankreas.
Sulfonilurea, terutama digunakan sebagai terapi farmakologis pada awal dimulai
terapi DM , terutama bila konsentrasi glukosa tinggi dan sudah terjadi gangguan pada
sekresi insulin. Efek hipoglikemia sulfonilurea diperoleh dengan cara merangsang
channel K yang tergantung pada ATP dari sel beta pankreas. Bila sulfonilurea terikat
pada reseptor channel (SUR) tersebut, maka akan terjadi penutupan. Keadaan ini
10
menyebabkan terjadinya penurunan permeabilitas K pada membran sel beta, terjadi
depolarisasi membran dan membuka channel Ca tergantung voltase, menyebabkan
peningkatan Ca intrasel, yang berefek pada eksositosis granul yang berisi insulin.
Glinid, merupakan sekretagok insulin tipe baru yang berbeda dengan sulfonilurea,
namun sama sama bekerja pada reseptor SUR, yang mana keduanya merupakan
sekretagok yang khusus menurunkan glukosa postprandial dengan efek hipoglikemik
yang minimal.
c. Golongan Penghambat Alfa Glukosidase
Obat ini bekerja dengan secara kompetitif menghambat enzim alfa glukosidase,
sehingga menyebabkan penurunan penyerapan glukosa dan menurunkan hiperglikemia
postprandial. Obat ini bekerja di lumen usus dan tidak menyebabkan hipoglikemia, dan
juga tidak berpengaruh pada kadar insulin.
Upaya Pencegahan Diabetes Melitus
Mengingat jumlah pasien yang semakin meningkat dan besarnya biaya perawatan
pasien penderita diabetes melitus yang terutama disebabkan oleh karena komplikasi,
maka upaya yang paling baik adalah pencegahan. Menurut WHO tahun 1994, upaya
pencegahan pada penderita diabetes melitus ada 3 tahap, yaitu :
a. Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah suatu upaya yang ditujukan pada orang-orang yang
termasuk kelompok resiko tinggi, yakni mereka yang belum menderita diabetes melitus,
tetapi berpotensi untuk menderita diabetes melitus. Pencegahan ini merupakan suatu cara
yang sangat sulit karena yang menjadi sasarannya adalah orang-orang yang belum sakit
artinya mereka masih sehat sehingga cakupannya menjadi sangat luas.
Yang bertanggung jawab dalam hal ini bukan hanya profesi tetapi semua pihak,
untuk mempromosikan pola hidup sehat dan menghindari pola hidup beresiko, seperti :
kampanye makanan sehat dengan pola tradisional yang mengandung lemak rendah atau
pola makan seimbang, menjaga berat badan agar tidak gemuk dengan olah raga secara
teratur. Cara tersebut merupakan alternatif terbaik dan harus sudah ditanamkan pada
anak-anak sekolah sejak taman kanak-kanak. Hal ini merupakan salah satu upaya
pencegahan primer yang sangat murah dan efektif .11
11
b. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya pencegahan atau menghambat timbulnya
komplikasi dengan deteksi dini dan memberikan pengobatan sejak awal penyakit. Deteksi
dini dilakukan dengan tes penyaringan terutama pada populasi resiko tinggi. Menurut
WHO (1994) untuk negara berkembang termasuk Indonesia kegiatan tersebut
memerlukan biaya yang sangat besar. Pada pencegahan sekunder penyuluhan tentang
perilaku terhadap sehat seperti pada pencegahan primer harus dilaksanakan ditambah
dengan peningkatan pelayanan kesehatan primer di pusat-pusat pelayanan kesehatan,
disamping itu juga diperlukan penyuluhan kepada pasien dan keluarganya tentang
berbagai hal mengenai penatalaksanaan dan pencegahan komplikasi. 9
c. Pencegahan Tertier
Upaya mencegah komplikasi dan kecacatan yang diakibatkannya terdiri dari 3
tahap, antara lain :
1. Mencegah timbulnya komplikasi.
2. Mencegah berlanjutnya komplikasi untuk tidak terjadi kegagalan organ.
3. Mencegah terjadinya kecacatan oleh karena kegagalan organ atau jaringan.
Dalam upaya ini diperlukan kerja sama yang baik antara pasien dan dokter
maupun antara dokter ahli diabetes dengan dokter-dokter yang terkait dengan
komplikasinya. Dalam hal ini peran penyuluhan sangat dibutuhkan untuk meningkatkan
motivasi pasien untuk mengendalikan diabetesnya.8
Pengelolaan Diabetes Melitus
Tujuan pengelolaan diabetes melitus dibagi atas tujuan jangka pendek dan tujuan
jangka panjang. Tujuan jangka pendek adalah hilangnya berbagai keluhan/ gejala
diabetes sehingga penderita dapat menikmati hidup sehat dan nyaman. Sedangkan tujuan
jangka panjang adalah tercegahnya berbagai komplikasi baik pada pembuluh darah
maupun pada susunan syaraf sehingga dapat menekan angka morbiditas dan mortalitas.
a. Edukasi / Penyuluhan
Edukasi diabetes adalah pendidikan dan latihan mengenai pengetahuan dan
keterampilan dalam pengelolaan diabetes yang diberikan kepada setiap penderita diabetes.
Disamping kepada penderita, edukasi juga diberikan kepada anggota keluarga penderita
dan kelompok masyarakat yang beresiko tinggi. Tim kesehatan harus senantiasa
12
mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku. Makanya dibutuhkan edukasi
yang komprehensif, pengembangan keterampilan dan motivasi.
Beberapa hal yang perlu dijelaskan pada penderita diabetes melitus adalah apa
penyakit diabetes melitus itu, cara perencanaan makanan yang benar (jumlah kalori,
jadwal makan dan jenisnya), kesehatan mulut (tidak boleh ada sisa makan dalam mulut,
selalu berkumur setiap habis makan), latihan ringan, sedang, teratur setiap hari dan tidak
boleh latihan berat, menjaga baik bagian bawah ankle joint (daerah berbahaya) seperti :
sepatu, potong kuku, tersandung, hindari trauma dan luka.
b. Diet Diabetes
Tujuan utama terapi diet pada penderita diabetes melitus adalah menurunkan atau
mengendalikan berat badan disamping mengendalikan kadar gula atau kolesterol. Semua
ini dilakukan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dan mencegah paling tidak
menunda terjadinya komplikasi akut maupun kronis. Penurunan berat badan pasien
diabetes melitus yang mengalami obesitas umumnya akan menurunkan resistensi insulin.
Dengan demikian, penurunan berat badan akan meningkatkan pengambilan glukosa oleh
sel dan memperbaiki pengendalian glukosa darah.
c. Latihan Fisik
Diabetes melitus akan terawat dengan baik apabila terdapat keseimbangan antara
diet, latihan fisik secara teratur setiap hari dan kerja insulin. Latihan juga dapat
membuang kelebihan kalori, sehingga dapat mencegah kegemukan juga bermanfaat
untuk mengatasi adanya resistensi insulin pada obesitas.11
Meskipun latihan teratur itu
baik untuk penderita diabetes melitus, tetapi syarat yang harus dipenuhi adalah
persediaan insulin di dalam tubuh harus cukup. Apabila latihan dikerjakan oleh penderita
diabetes melitus yang tidak cukup persediaan insulinnya, maka latihan akan
memperburuk bagi penderita tersebut. Beberapa kegunaan dari latihan teratur setiap hari
pada penderita diabetes melitus antara lain :
a. Meningkatkan kepekaan insulin apabila dikerjakan setiap 1,5 jam sesudah makan
dapat mengurangi resistensi insulin dan meningkatkan sensitivitas insulin pada
reseptornya.
b. Mencegah kegemukan apabila ditambah latihan pagi dan sore.
13
c. Meningkatkan kadar kolesterol HDL yang merupakan faktor protektif untuk
penyakit jantung koroner.
d. Glikogen otot dan hati menjadi kurang, maka selama latihan akan dirangsang
pembentukan glikogen baru.
e. Menurunkan total kolesterol dan trigliserida dalam darah, karena terjadi
pembakaran asam lemak menjadi lebih baik.
2.6. Komplikasi12
a. Kaki Diabetes (Diabetic Foot)
Kaki diabetes merupakan salah satu komplikasi kronik DM yang paling ditakuti.
Hasil pengelolaan kaki diabetes sering mengecewakan baik bagi dokter pengelola
maupun penyandang DM dan keluarganya. Sering kaki diabetes berakhir dengan
kecacatan dan kematian. Sampai saat ini di Indonesia kaki diabetes masih merupakan
suatu masalah yang rumit dan tidak terkelola secara maksimal, hal ini dikarenakan sedikit
sekali yang berminat menggeluti kaki diabetes, belum ada pendidikan khusus untuk
mengelola kaki diabetes, ketidaktahuan masyarakat mengenai kaki diabetes, dan adanya
permasalahan biaya pengelolaan yang tidak terjangkau oleh masyarakat.
Di RSUPN dr CiptoMangunkusumo, masalah kaki diabetes masih merupakan
masalah besar. Sebagian besar perawatan penyandang DM selalu menyangkut kaki
diabetes. Angka kematian dan angka amputasi masih tinggi, masing – masing sebesar 16 %
dan 25 % (tahun 2003). Selain itu basib penyandang DM pasca amputasi masih sangat
buruk. Sebanyak 14,3 % akan meninggal dalam setahun pasca amputasi, dan sebanyak
37 % akan meninggal 3 tahun pasca amputasi.
Patofisiologi Kaki Diabetik
Terjadinya masalah kaki diabetes diawali adanya hiperglikemia yang
menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan pembuluh darah. Neuropati, baik
neuropati sensorik maupun motorik dan autonomic akan mengakibatkan berbagai
perubahan pada kulit dan otot, yang kemudian menyebabkan terjadinya perubahan
distribusi tekanan pada telapak kaki dan selanjutnya akan mempermudah terjadinya ulkus.
Adanya kerentanan terhadap infeksi menyebabkan infeksi mudah merebak menjadi
14
infeksi yang luas. Faktor aliran darah yang kurang jaga akan lebih lanjut menambah
rumitnya pengelolaan kaki diabetes.
Neuropati
Diabetes Melitus HiperlipidemiaMerokok
Penyakit VaskularPeripheral
Somatik Neuropati
Pain sensation menurunPropioseptive menurun
Otot Hipotropik
Masalahortophaedy
Plantar pressure ↑
Limited joint Movement
KeringatMenurun
Altered blood flow
Autonomic Neuropati
Dry Skin FissuraEngorged vein,Warm foot
Callus
Ulkus pada kaki Ischemic limb
infeksiPATOFISIOLOGI TERJADINYA ULKUS KAKI DIABETIK
Klasifikasi kaki Diabetes
Ada berbagai macam klasifikasi kaki diabetes, mulai dari yang sederhana seperti
klasifikasi Edmonds dari King’s College Hospital London, Klasifikasi Liverpool,
Klasifikasi Wagner. Lalu ada klasifikasi mutakhir dianjurkan oleh International Working
Group on Diabetic Foot (Klasifikasi PEDIS 2003)
Klasifikasi Edmonds 2004 – 2005:
- Stage 1 : Normal Foot
- Stage 2 : High Risk Foot
- Stage 3 : Ulcerated Foot
- Stage 4 : Infected Foot
- Stage 5 : Necrotic Foot
- Stage 6 : Unsalvable Foot
15
Untuk stage 1 dan 2, peran pencegahan primer sangat penting dan semuanya dapat
dikerjakan pada pelayanan kesehatan primer
Untuk stage 3 dan 4, memerlukan perawatan di tempat yang lebih memadai, umumnya
sudah memerlukan pelayanan spesialistik
Untuk stage 5 dan 6, merupakan kasus rawat inap, memerlukan kerja sama tim diamana
ada dokter bedah, utamanya dokter bedah vascular / ahli bedah plastic dan rekonstruksi
Klasifikasi Liverpool:
- Klasifikasi primer:
o Vaskular
o Neuropati
o Neuroiskemik
- Klasifikasi sekunder:
o Tukak sederhana, tanpa komplikasi
o Tukak dengan komplikasi
Klasifikasi Wagner:
0. Kulit intak / utuh
1. Tukak superficial
2. Tukak dalam (sampai tendo, tulang)
3. Tukak dalam dengan infeksi
4. Tukak dengan gangrene pada 1 – 2 jari kaki
5. Tukak dengan gangrene luas seluruh kaki
Klasifikasi PEDIS (International Consensus on the diabetic Foot 2003)
Impaired Perfusion
1 = None
2 = PAD + but not critical
3 = Critical limb ischemia
16
Size / Extent in mm2 Tissue Loss / Depth
1 = Superficial fullthickness, not deeper than dermis
2= Deep ulcer, below dermis, involving subcutaneous structures, fascia, muscle or
tendon
3 = All subsequent layers of the foot involved including bone and or joint
Infection
1 = No symptoms or signs of infection
2 = Infection of skin and subcutaneous tissue only
3 = Erythema > 2 cm or infection involving subcutaneous structure (s) No
systemic sign (s) of inflammatory response
4 = Infection with systemic manifestation : Fever, leucocytosis, shift to the left
Metabolic instability, Hypotension, azotemia
Impaired Sensation
1 = Absent
2 = Present
Pengelolaan Kaki Diabetes
Pengelolaan kaki diabetes dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar, yaitu:
pencegahan terjadinya kaki diabetes dan terjadinya ulkus (pencegahan primer sebelum
terjadinya perlukaan pada kulit) dan pencegahan terjadinya kecacatan yang lebih parah
(pencegahan sekunder dan pengelolaan ulkus / gangrene diabetic yang sudah terjadi)
Pencegahan Primer
Kiat-Kiat Pencegahan Terjadinya Kaki Diabetes
Penyuluhan mengenai terjadinya kaki diabetes sangat penting untuk pencegahan kaki
diabetes. Penyuluhan ini harus selalu dilakukan pada setiap kesempatan pertemuan
dengan penyandang DM, dan harus selalu dingatkan kembali tanpa bosan. Anjuran ini
berlaku untuk semua pihak terkait pengelolaan DM, baik para ners, ahli gizi, ahli
perawatan kaki, maupun dokter sebagai dirigen pengelolaan. Khusus untuk dokter
sempatkan untuk melihat dan memeriksa kaki penyandang DM sambil mengingatkan
cara pencegahan dan cara perawatan kaki yang baik.
Penggolongan kaki diabetes berdasar risiko terjadinya masalah (Frykberg):
17
1. Sensasi Normal Tanpa Deformitas
2. Sensasi Normal Dengan Deformitas (tekanan plantar tinggi)
3. Insensitivitas Tanpa Deformitas
4. Iskemia Tanpa Deformitas
5. Kombinasi / Complicated
a. Kombinasi insensitivitas, iskemia, dan / atau deformitas
b. Riwayat adanya tukak, Deformitas Charcot
Penyuluhan diperlukan untuk semua kategori risiko tersebut:
- Untuk kaki yang kurang merasa / insensitive, alas kaki perlu diperhatikan benar
untuk melindungi kaki insensitive tersebut
- Kalau sudah ada deformitas, perlu perhatian khusus mengenai sepatu / alas kaki
yang dipakai, untuk meratakan penyebaran tekanan pada kaki
- Kalau ada permasalahan vascular, latihan kaki perlu diperhatikan benar untuk
memperbaiki vaskularisasi kaki
- Kalau ulkus yang berkomplikasi, segala usaha dan dana dicoba untuk
menyelamatkan kaki tersebut
Pencegahan Sekunder
Pengelolaan Holistik Ulkus / Gangren Diabetik
Dalam pengelolaan kaki, diabetes, kerjasama multi disipliner sanagat diperlukan.
Berbagai hal harus ditangani dengan baik untuk memperoleh hasil yang baik diantaranya:
- Kontrol metabolic
- Kontrol vascular
- Kontrol luka
- Kontrol mikrobiologi
- Kontrol tekanan
Kontrol Metabolik
Keadaan umum pasien harus diperhatikan dan diperbaiki. Kadar glukosa darah
harus diusahakan selalu senormal mungkin, untuk memperbaiki berbagai faktor terkait
18
hiperglikemia yang dapat menghambat penyembuhan luka. Umumnya diperlukan insulin
untuk menormalisasi glukosa darah. Status nutrisi harus diperhatikan dan diperbaiki.
Nutrisi yang baik jelas membantu penyembuhan luka. Berbagai hal lain harus juga
diperhatikan dan diperbaiki, seperti kadar albumin, serum, kadar Hb, dan dreajat
oksigenasi jaringan. Demikian juga fungsi ginjalnya. Semua faktor tersebut tentu akan
dapat menghambat kesembuhan luka sekiranya tidak diperhatikan dan tidak diperbaiki.
Kontrol Vaskular12
Keadaan vaskular yang buruk tentu akan menghambat kesembuhan luka.
Umumnya kelainan pembuluh darah perifer dapat dikenali melalui berbagai cara
sederhana seperti: warna dan suhu kulit, perabaan arteri dorsalis pedis, dan arteri tibialis
posterior serta ditambah pengukuran tekanan darah. Disamping itu juga tersedia berbagai
fasilitas mutakhir untuk mengevaluasi keadaan pembuluh darah dengan cara non-invasif
dan cara invasive, seperti ankle pressure dan arteriografi.
Setelah dilakukan diagnosis keadaan vaskularnya, dapat dilakukan pengelolaan
untuk kelainan pembuluh darah perifer dari sudut vascular yaitu:
- Modifikasi faktor risiko
o Stop merokok
o Memperbaiki berbagai faktor risiko terkait aterosklerosis
Hiperglikemia
Hipertensi
Dislipidemia
- Terapi farmakologis
o Aspirin diduga bermanfaat untuk pembuluh darah kaki penyandang DM.
- Revaskularisasi
o Sebelum dilakukan revaskularisasi diperlukan pemeriksaan arteriografi untuk
mendapatkan gambaran pembuluh darah yang lebih jelas, sehingga dokter
bedah vascular dapat lebih mudah melakukan rencana tindakan dan
mengerjakannya
19
o Untuk oklusi yang panjang dianjurkan operasi bedah pintas terbuka, untuk
oklusi yang pendek dapat dipikirkan prosedur endovascular, pada keadaan
sumbat akut dapat pula dilakukan tromboartektomi
Kontrol Luka
Klasifikasi ulkus PEDIS dilakukan setelah debridement yang adekuat. Saat ini
terdapat banyak sekali macam dressing (pembalut) yang masing – masing tentu dapat
dimanfaatkan sesuai dengan keadaan luka, dan juga letak luka tersebut. Dressing yang
mengandung komponen zat penyerap seperti carbonated dressing, alginate dressing akan
bermanfaat untuk luka yang massif produktif. Demikian pula hydrophilic fiber dressing
atau silver impregnated dressing akan dapat bermanfaat untuk luka produktif dan
terinfeksi. Tindakan debridement yang adekuat merupakan starat yang mutlak yang harus
dikerjakan dahulu sebelum menilai dan mengklasifikasikan luka. Debridement yang baik
dan adekuat tentu akan sangat membantu mengurangi jaringan nekrotik yang harus
dikeluarkan tubuh, dengan demikian tentu akan sangat mengurangi prosuksi pus / cairan
dari ulkus dan gangrene.12
Berbagai terapi topical dapat dimanfaatkan untuk mengurangi mikroba pada luka
seperti cairan salin sebagai pembersih luka, atau iodine encer, senyawa silver sebagai
bagian dari dressing. Selain itu cara debridement non surgical dapat dimanfaatkan untuk
mempercepat pembersihan jaringan nekrotik luka, seperti preparat enzim.12
Bahkan ada dilaporkan pemakaian maggot (belatung) untuk membantu
membersihkan luka, laporan tersebut umumnya belum berdasar penelitian besar dan
belum cukup terbukti secara luas untuk dapat diterapkan dalam pengelolaan rutin kaki
diabetes.
Kontrol Mikrobiologi
Data mengenai pola kuman perlu diperbaiki secara berkala untuk setiap daerah
yang berbeda. Antibiotik yang dianjurkan harus selalu sesuai dengan hasil biakan kuman
dan resistensinya. Karena itu untuk lini pertama pemberian antibiotic harus diberikan
antibiotic spectrum luas, mencakup gram positif dan negative (mis, gol sefalosporin),
20
dikombinasikan dengan obat yang bermanfaat terhadap kuman anaerob ( mis.
Metronidazol).
Kontrol Tekanan
Jika tetap dipakai untuk berjalan, luka yang selalu mendapat tekanan tidak akan
sempat menyembuh, apalagi kalau luka tersebut terletak di daerah plantar seperti luka
pada kaki Charcot. Berbagai cara dapat dilakukan diantaranya: menggunakan kursi roda,
dll. Selain itu dapat digunakan cara surgical seperti Achilles tendon leghtening, partial
calcanectomy.
Kontrol Edukasi
Dengan penyuluhan yang baik, penyandang DM dan ulkus gangrene diabetic
maupun keluarganya diharapkan akan dapat membantu dan mendukung berbagai
tindakan yang diperlukan untuk kesembuhan yang optimal.Rehabilitasi merupakan
program yang sangat penting yang harus dilaksanakan untuk pengelolaan kaki diabetes.
Keterlibatan ahli rehabilitasi medis berlanjut sampai jauh sesudah amputasi, untuk
memberikan bantuan bagi para amputee menghindari terjadinya ulkus baru. Pemakaian
alas kaki / sepatu khusus untuk mengurangi tekanan plantar akan sangat membantu
mencegah terjadinya ulkus baru.12