84925023-gangren-diabetikum

20
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diabetes melitus (DM) dapat diartikan sebagai suatu penyakit tidak menular yang ditandai dengan peningkatan konsentrasi kadar gula darah yang disertai ketidaknormalan metabolisme karbohidrat, protein, lemak serta adanya komplikasi makrovaskular dan mikrovaskular. 2 Peningkatan kadar gula darah ini dipengaruhi oleh kerja insulin secara absolut maupun relatif. 1 Prevalensi diabetes melitus di dunia mengalami peningkatan yang cukup besar. Data statistik organisasi kesehatan dunia (WHO) pada tahun 2000 menunjukkan jumlah penderita diabetes di dunia sekitar 171 juta dan diprediksikan akan mencapai 366 juta jiwa tahun 2030. Di Asia tenggara terdapat 46 juta dan diperkirakan meningkat hingga 119 juta jiwa. Di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 diperkirakan menjadi 21,3 juta pada tahun 2030. 3 Indonesia merupakan urutan keenam di dunia sebagai negara dengan jumlah penderita diabetes terbanyak setelah India, Cina, Uni Soviet, Jepang, Brazil. 4 Diabetes adalah penyakit tidak menular yang akan meningkat jumlahnya dan menjadi penyebab angka kesakitan dan kematian. Diabetes menjadi penyakit yang cukup serius dan mendapat perhatian karena diabetes dapat menyebabkan komplikasi yang menyerang seluruh tubuh. 5 Diabetes Melitus menjadi penyebab kematian keempat terbesar di dunia. Setiap tahunnya ada 3,2 juta kematian yang diakibatkan langsung oleh diabetes. 6 Diabetes juga sering membunuh penderitanya dengan mengikutsertakan penyakit- penyakit lainnya. Diabetes dapat menyebabkan komplikasi akut dan kronik. Komplikasi akut merupakan penyebab kematian yang cukup tinggi. Sedangkan komplikasi kronik dapat berupa komplikasi makrovaskular seperti penyakit jantung koroner, pembuluh darah otak dan mikrovaskular seperti retinopati, nefropati dan neuropati. Dari data statistik terbaru yang diperoleh diabetes merupakan penyebab utama kebutaan bagi orang dewasa. Setiap 90 menit ada satu orang di dunia yang buta

Upload: kabir-muhammad

Post on 29-Nov-2015

11 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Diabetes melitus (DM) dapat diartikan sebagai suatu penyakit tidak menular yang

ditandai dengan peningkatan konsentrasi kadar gula darah yang disertai

ketidaknormalan metabolisme karbohidrat, protein, lemak serta adanya komplikasi

makrovaskular dan mikrovaskular.2 Peningkatan kadar gula darah ini dipengaruhi

oleh kerja insulin secara absolut maupun relatif.1

Prevalensi diabetes melitus di dunia mengalami peningkatan yang cukup besar.

Data statistik organisasi kesehatan dunia (WHO) pada tahun 2000 menunjukkan

jumlah penderita diabetes di dunia sekitar 171 juta dan diprediksikan akan mencapai

366 juta jiwa tahun 2030. Di Asia tenggara terdapat 46 juta dan diperkirakan

meningkat hingga 119 juta jiwa. Di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000

diperkirakan menjadi 21,3 juta pada tahun 2030.3 Indonesia merupakan urutan

keenam di dunia sebagai negara dengan jumlah penderita diabetes terbanyak setelah

India, Cina, Uni Soviet, Jepang, Brazil.4

Diabetes adalah penyakit tidak menular yang akan meningkat jumlahnya dan

menjadi penyebab angka kesakitan dan kematian. Diabetes menjadi penyakit yang

cukup serius dan mendapat perhatian karena diabetes dapat menyebabkan komplikasi

yang menyerang seluruh tubuh.5

Diabetes Melitus menjadi penyebab kematian keempat terbesar di dunia.

Setiap tahunnya ada 3,2 juta kematian yang diakibatkan langsung oleh diabetes.6

Diabetes juga sering membunuh penderitanya dengan mengikutsertakan penyakit-

penyakit lainnya. Diabetes dapat menyebabkan komplikasi akut dan kronik.

Komplikasi akut merupakan penyebab kematian yang cukup tinggi. Sedangkan

komplikasi kronik dapat berupa komplikasi makrovaskular seperti penyakit jantung

koroner, pembuluh darah otak dan mikrovaskular seperti retinopati, nefropati dan

neuropati. Dari data statistik terbaru yang diperoleh diabetes merupakan penyebab

utama kebutaan bagi orang dewasa. Setiap 90 menit ada satu orang di dunia yang buta

2

akibat komplikasi diabetes. Diabetes juga menyebabkan amputasi paling sering di

luar kecelakaan. Setiap 19 menit ada satu orang di dunia yang diamputasi kakinya.

Penyakit jantung dan kerusakan pembuluh darah menjadi 2-4 kali lipat lebih besar

akibat diabetes, setiap 19 menit ada satu orang di dunia yang terkena stroke akibat

komplikasi diabetes, dan setiap 90 menit juga ada satu orang di dunia yang harus cuci

darah akibat komplikasi diabetes. 7

1.2.Rumusan Masalah

Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam laporan kasus ini adalah

“Bagaimana perjalanan penyakit, gambaran klinis dan penatalaksanaan pada pasien yang

telah mengalami komplikasi diabetes melitus?”

1.3.Tujuan Penelitian

Tujuan penulisan laporan kasus ini diantaranya:

a. Untuk memahami tinjauan ilmu teoritis Diabetes melitus

b. Untuk mengintegrasikan ilmu kedokteran terhadap kasus Diabetes Melitus

pada pasien secara langsung.

c. Untuk memahami perjalanan, penatalaksanaan serta komplikasi penyakit

Diabetes Melitus

1.4.Manfaat Penelitian

Beberapa manfaat yang diharapkan dari penulisan laporan kasus ini diantaranya:

a. Memperkokoh landasan teoritis ilmu kedokteran di bidang ilmu penyakit

dalam, khususnya mengenai Diabetes Melitus beserta komplikasinya

b. Sebagai bahan informasi bagi pembaca yang ingin mendalami lebih lanjut

topik-topik yang berkaitan dengan Diabetes Melitus

3

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Defenisi

Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu sindrom klinik yang khas ditandai oleh

adanya hiperglikemia yang disebabkan oleh defisiensi atau penurunan efektifitas insulin.

Gangguan metabolik ini mempengaruhi metabolisme dari karbohidrat, protein, lemak, air

dan elektrolit. Gangguan metabolisme tergantung pada adanya kehilangan aktivitas

insulin dalam tubuh dan pada banyak kasus, akhirnya menimbulkan kerusakan selular,

khususnya sel endotelial vaskular pada mata, ginjal dan susunan saraf.8 Menurut

American Diabetes Association (ADA) diabetes melitus adalah suatu kelompok penyakit

metabolik yang ditandai oleh kadar glukosa darah melebihi nilai normal (hiperglikemia)

dengan diagnosa kadar gula darah sewaktu > 200 mg/dl atau kadar gula darah puasa >

120 mg/dl, yang terjadi oleh karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya.

Glukosa secara normal bersikulasi dalam jumlah tertentu dalam darah. Glukosa dibentuk

di hati dari makanan yang dikonsumsi. Insulin adalah suatu hormon yang diproduksi oleh

pankreas, mengendalikan kadar kadar glukosa dalam darah dengan mengatur produksi

dan penyimpanannya. Pada penderita diabetes kemampuan tubuh untuk bereaksi terhadap

insulin dapat menurunkan atau pankreas dapat menghentikan sama sekali produksi

insulin. Oleh karena itu terjadi gangguan jumlah insulin sehingga pengaturan kadar

glukosa darah menjadi tidak stabil

2.2. Klasifikasi

Secara umum, diabetes melitus dibagi menjadi 3 macam, yaitu :

1. Diabetes Mellitus yang tergantung pada insulin (IDDM atau DM Tipe-1)

Kebanyakan diabetes tipe-1 adalah anak-anak dan remaja yang pada umumnya

tidak gemuk. Setelah penyakitnya diketahui mereka harus langsung memakai insulin.

Pankreas sangat sedikit atau bahkan sama sekali tidak menghasilkan insulin.8 Diabetes

melitus tipe-1 dicirikan dengan hilangnya sel beta penghasil insulin pada Langerhans

pankreas sehingga terjadi kekurangan insulin pada tubuh. Sampai saat ini, diabetes tipe-1

4

tidak dapat dicegah. Diet dan olahraga tidak bisa menyembuhkan ataupun mencegah

diabetes tipe-1. Kebanyakan penderita diabetes tipe-1 memiliki kesehatan dan berat

badan yang baik saat penyakit ini mulai diderita. Selain itu, sensitivitas maupun respons

tubuh terhadap insulin umumnya normal pada penderita diabetes tipe ini, terutama pada

tahap awal. Penyebab terbanyak dari kehilangan sel beta pada diabetes tipe-1 adalah

reaksi autoimunitas yang menghancurkan sel beta pankreas. Reaksi autoimunitas tersebut

dapat dipicu oleh adanya infeksi pada tubuh. Saat ini diabetes tipe 1 hanya dapat diobati

dengan menggunakan insulin, dengan pengawasan yang teliti terhadap tingkat glukosa

darah melalui alat monitor pengujian darah.9

2. Diabetes Mellitus Tipe-2 atau Tidak Tergantung Insulin (NIDDM)

Diabetes melitus tipe 2 terjadi karena kombinasi dari kecacatan dalam produksi

insulin dan resistensi terhadap insulin atau berkurangnya sensitifitas terhadap insulin

yang melibatkan reseptor insulin di membran sel. Pada tahap awal abnormalitas yang

paling utama adalah berkurangnya sensitivitas terhadap insulin, yang ditandai dengan

meningkatnya kadar insulin di dalam darah. Pada tahap ini, hiperglikemia dapat diatasi

dengan berbagai cara dan obat anti diabetes yang dapat meningkatkan sensitifitas

terhadap insulin atau mengurangi produksi gula dari hepar, namun semakin parah

penyakit, sekresi insulin pun semakin berkurang, dan terapi dengan insulin kadang

dibutuhkan. Diabetes tipe kedua ini disebabkan oleh kurang sensitifnya jaringan tubuh

terhadap insulin. Pankreas tetap menghasilkan insulin, kadang kadarnya lebih tinggi dari

normal. Tetapi tubuh membentuk kekebalan terhadap efeknya, sehingga terjadi

kekurangan insulin relatif.9 DM Tipe-2 biasanya terjadi pada usia > 40 tahun. Penderita

DM Tipe-2 lebih sering dijumpai dari pada DM Tipe-1, proporsinya mencapai 90% dari

seluruh kasus diabetes. Pasien-pasien yang termasuk dalam kelompok DM Tipe-2

biasanya memiliki berat badan yang berlebih dan memiliki riwayat adanya anggota

keluarga yang menderita DM, 25% dari pasien DM Tipe-2 mempunyai riwayat adanya

anggota keluarga yang menderita DM.

3. Diabetes Melitus Gestasional (Diabetes Kehamilan)

Diabetes melitus gestasional melibatkan suatu kombinasi dari kemampuan reaksi

dan pengeluaran hormon insulin yang tidak cukup, yang meniru DM Tipe-2. Jenis

diabetes ini terjadi selama kehamilan dan bisa juga meningkat atau lenyap. Meskipun

5

kejadiannya sementara, namun diabetes jenis ini bisa merusak kesehatan janin dan ibu.

Gestasional Diabetes Mellitus (GDM) terjadi sekitar 2-5 % dari semua kehamilan.

Diabetes ini sifatnya sementara dan harus ditangani dengan baik, karena jika tidak, bisa

menyebabkan masalah dalam kehamilan seperti makrosomia, cacat janin, penyakit

jantung sejak lahir, gangguan pada sistem saraf pusat, dan juga cacat otot.

Klasifikasi Etiologis Diabetes Melitus (ADA 2005)

I. Diabetes Melitus tipe 1

(destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut)

a. Melalui proses autoimun

b. Idiopatik

II. Diabetes Melitus tipe 2

(Non insulin dependent diabetes melitus)

III. Diabetes Melitus tipe lain

a. defek genetik fungsi sel beta :

- kromosom 12, HNF-1α (MODY 3)

- kromosom 7, glukokinase (MODY 2)

- kromosom 20, HNF-4α (MODY 1)

- kromosom 13, insulin promotor factor – 1 (MODY 4)

- Kromosom 17 (MODY 5)

- Kromosom 2, Neuro DI (MODY 6)

- DNA mitochondria

- lain lain

b. Defek Genetik Kerja Insulin

c. Penyakit eksokrin pankreas

d. Endokrinopati

e. karena Obat/ Zat Kimia

f. Infeksi

g. Imunologi (jarang)

h. Sindroma genetik lainnya

IV. Diabetes Kehamilan.

6

2.3. Manifestasi Klinis

Tanda awal yang dapat diketahui bahwa seseorang menderita DM atau kencing

manis yaitu dilihat langsung dari efek peningkatan kadar gula darah, dimana peningkatan

kadar gula dalam darah mencapai nilai 160 - 180 mg/dL dan air seni (urine) penderita

kencing manis yang mengandung gula (glukosa), sehingga urine sering dilebung atau

dikerubuti semut (Mirza, 2008). Penderita kencing manis umumnya menampakkan tanda

dan gejala dibawah ini meskipun tidak semua dialami oleh penderita :

1. Jumlah urine yang dikeluarkan lebih banyak (Polyuria)

2. Sering atau cepat merasa haus/dahaga (Polydipsia)

3. Lapar yang berlebihan atau makan banyak (Polyphagia)

4. Frekwensi urine meningkat/kencing terus (Glycosuria)

5. Kehilangan berat badan yang tidak jelas sebabnya

6. Kesemutan/mati rasa pada ujung syaraf ditelapak tangan & kaki

7. Cepat lelah dan lemah setiap waktu

8. Mengalami rabun penglihatan secara tiba-tiba

9. Apabila luka/tergores (korengan) lambat penyembuhannya

10. Mudah terkena infeksi terutama pada kulit.

Faktor-faktor yang mempengaruhi penyakit diabetes melitus terdiri dari:

a. Genetik

Diabetes melitus dapat menurun menurut silsilah keluarga yang mengidap penyakit

diabetes melitus, yang disebabkan oleh karena kelainan gen yang mengakibatkan tubuh

tidak dapat menghasilkan insulin dengan baik. Individu yang mempunyai riwayat

keluarga penderita diabetes melitus memiliki resiko empat kali lebih besar jika

dibandingkan dengan keluarga yang sehat.

Jika kedua orang tuanya menderita diabetes melitus, insiden pada anak-anaknya

akan meningkat, tergantung pada umur berapa orang tuanya mendapat diabetes melitus.

Resiko terbesar bagi anak-anak untuk mengalami diabetes melitus terjadi jika salah satu

atau kedua orang tua mengalami penyakit ini sebelum 40 tahun. Walaupun demikian,

tidak lebih dari 25 % dari anak-anak mereka akan menderita penyakit diabetes melitus

7

dan gambaran ini lebih rendah pada anak-anak dari orang tua dengan diabetes melitus

yang timbulnya lebih lanjut.

b. Umur

Bertambahnya usia mengakibatkan mundurnya fungsi alat tubuh sehingga

menyebabkan gangguan fungsi pankreas dan kerja dari insulin.

c. Pola Makan dan Obesitas

Seiring dengan perkembangan zaman, terjadi pergeseran pola makan di masyarakat,

seperti pola makan di berbagai daerah pun berubah dari pola makan tradisional ke pola

makan modren. Hal ini dapat terlihat jelas dengan semakin banyaknya orang

mengkonsumsi makanan cepat saji (fast food) dan berlemak. Kelebihan mengkonsumsi

lemak, maka lemak tersebut akan tersimpan dalam tubuh dalam bentuk jaringan lemak

yang dapat menimbulkan kenaikan berat badan (obesitas). Kelebihan berat badan atu

obesitas merupakan faktor resiko dari beberapa penyakit degeneratif dan metabolik

termasuk diabetes melitus. Pada individu yang obesitas banyak diketahui terjadinya

retensi insulin. Akibat dari retensi insulin adalah diproduksinya insulin secara berlebihan

eleh sel beta pankreas, sehingga insulin didalam darah menjadi berlebihan

(hiperinsulinemia). Hal ini akan meningkatkan tekanan darah dengan cara menahan

pengeluaran natrium oleh ginjal dan meningkatkan kadar plasma norepineprin.

d. Kurangnya Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik seperti pergerakan badan atau olah raga yang dilakukan secara teratur

adalah usaha yang dapat dilakukan untuk menghindari kegemukan dan obesitas. Pada

saat tubuh melakukan aktivitas atau gerakan maka sejumlah gula akan dibakar untuk

dijadikan tenaga, sehingga jumlah gula dalam tubuh akan berkurang sehingga kebutuhan

hormon insulin juga berkurang. Dengan demikian, untuk menghindari timbulnya

penyakit diabetes melitus karena kadar gula darah yang meningkat akibat konsumsi

makanan yang berlebihan dapat diimbangi dengan aktifitas fisik yang seimbang,

misalnya dengan melakukan senam, jalan jogging, berenang dan bersepeda. Kegiatan

tersebut apabila dilakukan secara teratur dapat menurunkan resiko terkena penyakit

diabetes melitus, sehingga kadar gula darah dapat normal kembali dan cara kerja insulin

tidak terganggu (Soegondo, 2004).

8

e. Kehamilan

Diabetes melitus yang terjadi pada saat kehamilan disebut Diabetes Melitus Gestasi

(DMG). Hal ini disebabkan oleh karena adanya gangguan toleransi insulin. Pada waktu

kehamilan tubuh banyak memproduksi hormon estrogen, progesteron, gonadotropin, dan

kortikosteroid, dimana hormon tersebut memiliki fungsi yang antagonis dengan insulin.

Untuk itu tubuh memerlukan jumlah insulin yang lebih banyak. Oleh sebab itu, setiap

kehamilan bisa menyebabkan munculnya diabetes melitus. Jika seorang wanita memiliki

riwayat keluarga penderita diabetes melitus, maka ia akan mengalami kemungkinan

lebih besar untuk menderita Diabetes Melitus Gestasional.

2.4. Diagnosis

Diagnosis DM harus didasarkan atas pemeriksaan gula darah. Ada perbedaan

antara uji diagnostik dan pemeriksaan penyaring DM. uji diagnostik dilakukan pada

mereka yang menunjukkan tanda/gejala DM, sedangkan pemeriksaan penyaring

bertujuan untuk mengidentifikasikan mereka yang tidak bergejala, yang mempunyai

resiko DM. Pemeriksaan penyaring dilakukan pada kelompok dengan salah satu resiko

DM berikut :

a. Usia > 45 tahun

b. Berat badan lebih; BBR > 110% BBI atau IMT >23kg/m2

c. Hipertensi (≥ 140/90 mmHg)

d. Riwayat DM dalam garis keturunan

e. Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat atau BB lahir > 4000 gram

f. kolesterol HDL ≤ 35 mg/dl dan atau trigliserida ≥ 250 mg/dl

Kadar Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa sebagai patokan penyaring dan

diagnosis DM

Bukan DM Belum pasti

DM

DM

KGD sewaktu

(mg/dl)

Plasma Vena <110 110-199 ≥ 200

Darah Kapiler <90 90-199 ≥ 200

KGD puasa

(mg/dl)

Plasma Vena <110 110-125 ≥ 126

Darah Kapiler <90 90-109 ≥ 110

9

2.5. Penatalaksanaan

Farmakoterapi

Macam macam obat anti hiperglikemik oral:

a. Golongan Insulin Sensitizing

Biguanid (Metformin); terdapat dalam konsentrasi tinggi di usus dan hati,

namun tidak dimetabolisme dan secara cepat dikeluarkan melalui ginjal; oleh karena itu,

biasa diberikan 2 – 3 kali sehari kecuali dalam bentuk extended release. Efek samping

yang dapat terjadi yaitu asidosis laktat, olehkarena itu sebaiknya tidak diberikan pada

pasien dengan gangguan fungsi ginjal, atau pada gangguan fungsi hati dan gagal jantung,

serta harus diberikan hati hati pada orang lanjut usia. Mekanisme kerjanya yaitu melalui

pengaruhnya terhadap kerja insulin di tingkat seluler, distal reseptor insulin dan

menurunkan produksi glukosa hati. Metformin dapat menurunkan glukosa darah, namun

tidak akan menyebabkan hipoglikemia, sehingga tidak dianggap sebagai obat

hipoglikemik, namun sebagai obat antihiperglikemik.

Thiazolidinediones (Glitazone) , merupakan golongan obat dengan efek

farmakologis untuk meningkatkan sensitivitas insulin. Selain itu, obat ini juga dapat

diberikan secara oral dan secara kimiawi maupun fungsional tidak berhubungan dengan

obat lainnya. Mekanisme kerjanya yaitu sebagai agonist peroxisome proliferator

activated receptor gamma (PPAR) yang sangat poten. Reseptor PPAR gamma terdapat

di jaringan target kerja insulin seperti sel adipose, otot skeletal, dan hati, sedang reseptor

pada organ tersebut merupakan regulator homeostasis lipid, differensiasi adiposit, dan

kerja insulin.

b. Golongan Sekretagok Insulin

Golongan sekretagok insulin mempunyai efek hipoglikemik dengan cara stimulasi

sekresi insulin oleh sel beta pankreas.

Sulfonilurea, terutama digunakan sebagai terapi farmakologis pada awal dimulai

terapi DM , terutama bila konsentrasi glukosa tinggi dan sudah terjadi gangguan pada

sekresi insulin. Efek hipoglikemia sulfonilurea diperoleh dengan cara merangsang

channel K yang tergantung pada ATP dari sel beta pankreas. Bila sulfonilurea terikat

pada reseptor channel (SUR) tersebut, maka akan terjadi penutupan. Keadaan ini

10

menyebabkan terjadinya penurunan permeabilitas K pada membran sel beta, terjadi

depolarisasi membran dan membuka channel Ca tergantung voltase, menyebabkan

peningkatan Ca intrasel, yang berefek pada eksositosis granul yang berisi insulin.

Glinid, merupakan sekretagok insulin tipe baru yang berbeda dengan sulfonilurea,

namun sama sama bekerja pada reseptor SUR, yang mana keduanya merupakan

sekretagok yang khusus menurunkan glukosa postprandial dengan efek hipoglikemik

yang minimal.

c. Golongan Penghambat Alfa Glukosidase

Obat ini bekerja dengan secara kompetitif menghambat enzim alfa glukosidase,

sehingga menyebabkan penurunan penyerapan glukosa dan menurunkan hiperglikemia

postprandial. Obat ini bekerja di lumen usus dan tidak menyebabkan hipoglikemia, dan

juga tidak berpengaruh pada kadar insulin.

Upaya Pencegahan Diabetes Melitus

Mengingat jumlah pasien yang semakin meningkat dan besarnya biaya perawatan

pasien penderita diabetes melitus yang terutama disebabkan oleh karena komplikasi,

maka upaya yang paling baik adalah pencegahan. Menurut WHO tahun 1994, upaya

pencegahan pada penderita diabetes melitus ada 3 tahap, yaitu :

a. Pencegahan Primer

Pencegahan primer adalah suatu upaya yang ditujukan pada orang-orang yang

termasuk kelompok resiko tinggi, yakni mereka yang belum menderita diabetes melitus,

tetapi berpotensi untuk menderita diabetes melitus. Pencegahan ini merupakan suatu cara

yang sangat sulit karena yang menjadi sasarannya adalah orang-orang yang belum sakit

artinya mereka masih sehat sehingga cakupannya menjadi sangat luas.

Yang bertanggung jawab dalam hal ini bukan hanya profesi tetapi semua pihak,

untuk mempromosikan pola hidup sehat dan menghindari pola hidup beresiko, seperti :

kampanye makanan sehat dengan pola tradisional yang mengandung lemak rendah atau

pola makan seimbang, menjaga berat badan agar tidak gemuk dengan olah raga secara

teratur. Cara tersebut merupakan alternatif terbaik dan harus sudah ditanamkan pada

anak-anak sekolah sejak taman kanak-kanak. Hal ini merupakan salah satu upaya

pencegahan primer yang sangat murah dan efektif .11

11

b. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder adalah upaya pencegahan atau menghambat timbulnya

komplikasi dengan deteksi dini dan memberikan pengobatan sejak awal penyakit. Deteksi

dini dilakukan dengan tes penyaringan terutama pada populasi resiko tinggi. Menurut

WHO (1994) untuk negara berkembang termasuk Indonesia kegiatan tersebut

memerlukan biaya yang sangat besar. Pada pencegahan sekunder penyuluhan tentang

perilaku terhadap sehat seperti pada pencegahan primer harus dilaksanakan ditambah

dengan peningkatan pelayanan kesehatan primer di pusat-pusat pelayanan kesehatan,

disamping itu juga diperlukan penyuluhan kepada pasien dan keluarganya tentang

berbagai hal mengenai penatalaksanaan dan pencegahan komplikasi. 9

c. Pencegahan Tertier

Upaya mencegah komplikasi dan kecacatan yang diakibatkannya terdiri dari 3

tahap, antara lain :

1. Mencegah timbulnya komplikasi.

2. Mencegah berlanjutnya komplikasi untuk tidak terjadi kegagalan organ.

3. Mencegah terjadinya kecacatan oleh karena kegagalan organ atau jaringan.

Dalam upaya ini diperlukan kerja sama yang baik antara pasien dan dokter

maupun antara dokter ahli diabetes dengan dokter-dokter yang terkait dengan

komplikasinya. Dalam hal ini peran penyuluhan sangat dibutuhkan untuk meningkatkan

motivasi pasien untuk mengendalikan diabetesnya.8

Pengelolaan Diabetes Melitus

Tujuan pengelolaan diabetes melitus dibagi atas tujuan jangka pendek dan tujuan

jangka panjang. Tujuan jangka pendek adalah hilangnya berbagai keluhan/ gejala

diabetes sehingga penderita dapat menikmati hidup sehat dan nyaman. Sedangkan tujuan

jangka panjang adalah tercegahnya berbagai komplikasi baik pada pembuluh darah

maupun pada susunan syaraf sehingga dapat menekan angka morbiditas dan mortalitas.

a. Edukasi / Penyuluhan

Edukasi diabetes adalah pendidikan dan latihan mengenai pengetahuan dan

keterampilan dalam pengelolaan diabetes yang diberikan kepada setiap penderita diabetes.

Disamping kepada penderita, edukasi juga diberikan kepada anggota keluarga penderita

dan kelompok masyarakat yang beresiko tinggi. Tim kesehatan harus senantiasa

12

mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku. Makanya dibutuhkan edukasi

yang komprehensif, pengembangan keterampilan dan motivasi.

Beberapa hal yang perlu dijelaskan pada penderita diabetes melitus adalah apa

penyakit diabetes melitus itu, cara perencanaan makanan yang benar (jumlah kalori,

jadwal makan dan jenisnya), kesehatan mulut (tidak boleh ada sisa makan dalam mulut,

selalu berkumur setiap habis makan), latihan ringan, sedang, teratur setiap hari dan tidak

boleh latihan berat, menjaga baik bagian bawah ankle joint (daerah berbahaya) seperti :

sepatu, potong kuku, tersandung, hindari trauma dan luka.

b. Diet Diabetes

Tujuan utama terapi diet pada penderita diabetes melitus adalah menurunkan atau

mengendalikan berat badan disamping mengendalikan kadar gula atau kolesterol. Semua

ini dilakukan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dan mencegah paling tidak

menunda terjadinya komplikasi akut maupun kronis. Penurunan berat badan pasien

diabetes melitus yang mengalami obesitas umumnya akan menurunkan resistensi insulin.

Dengan demikian, penurunan berat badan akan meningkatkan pengambilan glukosa oleh

sel dan memperbaiki pengendalian glukosa darah.

c. Latihan Fisik

Diabetes melitus akan terawat dengan baik apabila terdapat keseimbangan antara

diet, latihan fisik secara teratur setiap hari dan kerja insulin. Latihan juga dapat

membuang kelebihan kalori, sehingga dapat mencegah kegemukan juga bermanfaat

untuk mengatasi adanya resistensi insulin pada obesitas.11

Meskipun latihan teratur itu

baik untuk penderita diabetes melitus, tetapi syarat yang harus dipenuhi adalah

persediaan insulin di dalam tubuh harus cukup. Apabila latihan dikerjakan oleh penderita

diabetes melitus yang tidak cukup persediaan insulinnya, maka latihan akan

memperburuk bagi penderita tersebut. Beberapa kegunaan dari latihan teratur setiap hari

pada penderita diabetes melitus antara lain :

a. Meningkatkan kepekaan insulin apabila dikerjakan setiap 1,5 jam sesudah makan

dapat mengurangi resistensi insulin dan meningkatkan sensitivitas insulin pada

reseptornya.

b. Mencegah kegemukan apabila ditambah latihan pagi dan sore.

13

c. Meningkatkan kadar kolesterol HDL yang merupakan faktor protektif untuk

penyakit jantung koroner.

d. Glikogen otot dan hati menjadi kurang, maka selama latihan akan dirangsang

pembentukan glikogen baru.

e. Menurunkan total kolesterol dan trigliserida dalam darah, karena terjadi

pembakaran asam lemak menjadi lebih baik.

2.6. Komplikasi12

a. Kaki Diabetes (Diabetic Foot)

Kaki diabetes merupakan salah satu komplikasi kronik DM yang paling ditakuti.

Hasil pengelolaan kaki diabetes sering mengecewakan baik bagi dokter pengelola

maupun penyandang DM dan keluarganya. Sering kaki diabetes berakhir dengan

kecacatan dan kematian. Sampai saat ini di Indonesia kaki diabetes masih merupakan

suatu masalah yang rumit dan tidak terkelola secara maksimal, hal ini dikarenakan sedikit

sekali yang berminat menggeluti kaki diabetes, belum ada pendidikan khusus untuk

mengelola kaki diabetes, ketidaktahuan masyarakat mengenai kaki diabetes, dan adanya

permasalahan biaya pengelolaan yang tidak terjangkau oleh masyarakat.

Di RSUPN dr CiptoMangunkusumo, masalah kaki diabetes masih merupakan

masalah besar. Sebagian besar perawatan penyandang DM selalu menyangkut kaki

diabetes. Angka kematian dan angka amputasi masih tinggi, masing – masing sebesar 16 %

dan 25 % (tahun 2003). Selain itu basib penyandang DM pasca amputasi masih sangat

buruk. Sebanyak 14,3 % akan meninggal dalam setahun pasca amputasi, dan sebanyak

37 % akan meninggal 3 tahun pasca amputasi.

Patofisiologi Kaki Diabetik

Terjadinya masalah kaki diabetes diawali adanya hiperglikemia yang

menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan pembuluh darah. Neuropati, baik

neuropati sensorik maupun motorik dan autonomic akan mengakibatkan berbagai

perubahan pada kulit dan otot, yang kemudian menyebabkan terjadinya perubahan

distribusi tekanan pada telapak kaki dan selanjutnya akan mempermudah terjadinya ulkus.

Adanya kerentanan terhadap infeksi menyebabkan infeksi mudah merebak menjadi

14

infeksi yang luas. Faktor aliran darah yang kurang jaga akan lebih lanjut menambah

rumitnya pengelolaan kaki diabetes.

Neuropati

Diabetes Melitus HiperlipidemiaMerokok

Penyakit VaskularPeripheral

Somatik Neuropati

Pain sensation menurunPropioseptive menurun

Otot Hipotropik

Masalahortophaedy

Plantar pressure ↑

Limited joint Movement

KeringatMenurun

Altered blood flow

Autonomic Neuropati

Dry Skin FissuraEngorged vein,Warm foot

Callus

Ulkus pada kaki Ischemic limb

infeksiPATOFISIOLOGI TERJADINYA ULKUS KAKI DIABETIK

Klasifikasi kaki Diabetes

Ada berbagai macam klasifikasi kaki diabetes, mulai dari yang sederhana seperti

klasifikasi Edmonds dari King’s College Hospital London, Klasifikasi Liverpool,

Klasifikasi Wagner. Lalu ada klasifikasi mutakhir dianjurkan oleh International Working

Group on Diabetic Foot (Klasifikasi PEDIS 2003)

Klasifikasi Edmonds 2004 – 2005:

- Stage 1 : Normal Foot

- Stage 2 : High Risk Foot

- Stage 3 : Ulcerated Foot

- Stage 4 : Infected Foot

- Stage 5 : Necrotic Foot

- Stage 6 : Unsalvable Foot

15

Untuk stage 1 dan 2, peran pencegahan primer sangat penting dan semuanya dapat

dikerjakan pada pelayanan kesehatan primer

Untuk stage 3 dan 4, memerlukan perawatan di tempat yang lebih memadai, umumnya

sudah memerlukan pelayanan spesialistik

Untuk stage 5 dan 6, merupakan kasus rawat inap, memerlukan kerja sama tim diamana

ada dokter bedah, utamanya dokter bedah vascular / ahli bedah plastic dan rekonstruksi

Klasifikasi Liverpool:

- Klasifikasi primer:

o Vaskular

o Neuropati

o Neuroiskemik

- Klasifikasi sekunder:

o Tukak sederhana, tanpa komplikasi

o Tukak dengan komplikasi

Klasifikasi Wagner:

0. Kulit intak / utuh

1. Tukak superficial

2. Tukak dalam (sampai tendo, tulang)

3. Tukak dalam dengan infeksi

4. Tukak dengan gangrene pada 1 – 2 jari kaki

5. Tukak dengan gangrene luas seluruh kaki

Klasifikasi PEDIS (International Consensus on the diabetic Foot 2003)

Impaired Perfusion

1 = None

2 = PAD + but not critical

3 = Critical limb ischemia

16

Size / Extent in mm2 Tissue Loss / Depth

1 = Superficial fullthickness, not deeper than dermis

2= Deep ulcer, below dermis, involving subcutaneous structures, fascia, muscle or

tendon

3 = All subsequent layers of the foot involved including bone and or joint

Infection

1 = No symptoms or signs of infection

2 = Infection of skin and subcutaneous tissue only

3 = Erythema > 2 cm or infection involving subcutaneous structure (s) No

systemic sign (s) of inflammatory response

4 = Infection with systemic manifestation : Fever, leucocytosis, shift to the left

Metabolic instability, Hypotension, azotemia

Impaired Sensation

1 = Absent

2 = Present

Pengelolaan Kaki Diabetes

Pengelolaan kaki diabetes dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar, yaitu:

pencegahan terjadinya kaki diabetes dan terjadinya ulkus (pencegahan primer sebelum

terjadinya perlukaan pada kulit) dan pencegahan terjadinya kecacatan yang lebih parah

(pencegahan sekunder dan pengelolaan ulkus / gangrene diabetic yang sudah terjadi)

Pencegahan Primer

Kiat-Kiat Pencegahan Terjadinya Kaki Diabetes

Penyuluhan mengenai terjadinya kaki diabetes sangat penting untuk pencegahan kaki

diabetes. Penyuluhan ini harus selalu dilakukan pada setiap kesempatan pertemuan

dengan penyandang DM, dan harus selalu dingatkan kembali tanpa bosan. Anjuran ini

berlaku untuk semua pihak terkait pengelolaan DM, baik para ners, ahli gizi, ahli

perawatan kaki, maupun dokter sebagai dirigen pengelolaan. Khusus untuk dokter

sempatkan untuk melihat dan memeriksa kaki penyandang DM sambil mengingatkan

cara pencegahan dan cara perawatan kaki yang baik.

Penggolongan kaki diabetes berdasar risiko terjadinya masalah (Frykberg):

17

1. Sensasi Normal Tanpa Deformitas

2. Sensasi Normal Dengan Deformitas (tekanan plantar tinggi)

3. Insensitivitas Tanpa Deformitas

4. Iskemia Tanpa Deformitas

5. Kombinasi / Complicated

a. Kombinasi insensitivitas, iskemia, dan / atau deformitas

b. Riwayat adanya tukak, Deformitas Charcot

Penyuluhan diperlukan untuk semua kategori risiko tersebut:

- Untuk kaki yang kurang merasa / insensitive, alas kaki perlu diperhatikan benar

untuk melindungi kaki insensitive tersebut

- Kalau sudah ada deformitas, perlu perhatian khusus mengenai sepatu / alas kaki

yang dipakai, untuk meratakan penyebaran tekanan pada kaki

- Kalau ada permasalahan vascular, latihan kaki perlu diperhatikan benar untuk

memperbaiki vaskularisasi kaki

- Kalau ulkus yang berkomplikasi, segala usaha dan dana dicoba untuk

menyelamatkan kaki tersebut

Pencegahan Sekunder

Pengelolaan Holistik Ulkus / Gangren Diabetik

Dalam pengelolaan kaki, diabetes, kerjasama multi disipliner sanagat diperlukan.

Berbagai hal harus ditangani dengan baik untuk memperoleh hasil yang baik diantaranya:

- Kontrol metabolic

- Kontrol vascular

- Kontrol luka

- Kontrol mikrobiologi

- Kontrol tekanan

Kontrol Metabolik

Keadaan umum pasien harus diperhatikan dan diperbaiki. Kadar glukosa darah

harus diusahakan selalu senormal mungkin, untuk memperbaiki berbagai faktor terkait

18

hiperglikemia yang dapat menghambat penyembuhan luka. Umumnya diperlukan insulin

untuk menormalisasi glukosa darah. Status nutrisi harus diperhatikan dan diperbaiki.

Nutrisi yang baik jelas membantu penyembuhan luka. Berbagai hal lain harus juga

diperhatikan dan diperbaiki, seperti kadar albumin, serum, kadar Hb, dan dreajat

oksigenasi jaringan. Demikian juga fungsi ginjalnya. Semua faktor tersebut tentu akan

dapat menghambat kesembuhan luka sekiranya tidak diperhatikan dan tidak diperbaiki.

Kontrol Vaskular12

Keadaan vaskular yang buruk tentu akan menghambat kesembuhan luka.

Umumnya kelainan pembuluh darah perifer dapat dikenali melalui berbagai cara

sederhana seperti: warna dan suhu kulit, perabaan arteri dorsalis pedis, dan arteri tibialis

posterior serta ditambah pengukuran tekanan darah. Disamping itu juga tersedia berbagai

fasilitas mutakhir untuk mengevaluasi keadaan pembuluh darah dengan cara non-invasif

dan cara invasive, seperti ankle pressure dan arteriografi.

Setelah dilakukan diagnosis keadaan vaskularnya, dapat dilakukan pengelolaan

untuk kelainan pembuluh darah perifer dari sudut vascular yaitu:

- Modifikasi faktor risiko

o Stop merokok

o Memperbaiki berbagai faktor risiko terkait aterosklerosis

Hiperglikemia

Hipertensi

Dislipidemia

- Terapi farmakologis

o Aspirin diduga bermanfaat untuk pembuluh darah kaki penyandang DM.

- Revaskularisasi

o Sebelum dilakukan revaskularisasi diperlukan pemeriksaan arteriografi untuk

mendapatkan gambaran pembuluh darah yang lebih jelas, sehingga dokter

bedah vascular dapat lebih mudah melakukan rencana tindakan dan

mengerjakannya

19

o Untuk oklusi yang panjang dianjurkan operasi bedah pintas terbuka, untuk

oklusi yang pendek dapat dipikirkan prosedur endovascular, pada keadaan

sumbat akut dapat pula dilakukan tromboartektomi

Kontrol Luka

Klasifikasi ulkus PEDIS dilakukan setelah debridement yang adekuat. Saat ini

terdapat banyak sekali macam dressing (pembalut) yang masing – masing tentu dapat

dimanfaatkan sesuai dengan keadaan luka, dan juga letak luka tersebut. Dressing yang

mengandung komponen zat penyerap seperti carbonated dressing, alginate dressing akan

bermanfaat untuk luka yang massif produktif. Demikian pula hydrophilic fiber dressing

atau silver impregnated dressing akan dapat bermanfaat untuk luka produktif dan

terinfeksi. Tindakan debridement yang adekuat merupakan starat yang mutlak yang harus

dikerjakan dahulu sebelum menilai dan mengklasifikasikan luka. Debridement yang baik

dan adekuat tentu akan sangat membantu mengurangi jaringan nekrotik yang harus

dikeluarkan tubuh, dengan demikian tentu akan sangat mengurangi prosuksi pus / cairan

dari ulkus dan gangrene.12

Berbagai terapi topical dapat dimanfaatkan untuk mengurangi mikroba pada luka

seperti cairan salin sebagai pembersih luka, atau iodine encer, senyawa silver sebagai

bagian dari dressing. Selain itu cara debridement non surgical dapat dimanfaatkan untuk

mempercepat pembersihan jaringan nekrotik luka, seperti preparat enzim.12

Bahkan ada dilaporkan pemakaian maggot (belatung) untuk membantu

membersihkan luka, laporan tersebut umumnya belum berdasar penelitian besar dan

belum cukup terbukti secara luas untuk dapat diterapkan dalam pengelolaan rutin kaki

diabetes.

Kontrol Mikrobiologi

Data mengenai pola kuman perlu diperbaiki secara berkala untuk setiap daerah

yang berbeda. Antibiotik yang dianjurkan harus selalu sesuai dengan hasil biakan kuman

dan resistensinya. Karena itu untuk lini pertama pemberian antibiotic harus diberikan

antibiotic spectrum luas, mencakup gram positif dan negative (mis, gol sefalosporin),

20

dikombinasikan dengan obat yang bermanfaat terhadap kuman anaerob ( mis.

Metronidazol).

Kontrol Tekanan

Jika tetap dipakai untuk berjalan, luka yang selalu mendapat tekanan tidak akan

sempat menyembuh, apalagi kalau luka tersebut terletak di daerah plantar seperti luka

pada kaki Charcot. Berbagai cara dapat dilakukan diantaranya: menggunakan kursi roda,

dll. Selain itu dapat digunakan cara surgical seperti Achilles tendon leghtening, partial

calcanectomy.

Kontrol Edukasi

Dengan penyuluhan yang baik, penyandang DM dan ulkus gangrene diabetic

maupun keluarganya diharapkan akan dapat membantu dan mendukung berbagai

tindakan yang diperlukan untuk kesembuhan yang optimal.Rehabilitasi merupakan

program yang sangat penting yang harus dilaksanakan untuk pengelolaan kaki diabetes.

Keterlibatan ahli rehabilitasi medis berlanjut sampai jauh sesudah amputasi, untuk

memberikan bantuan bagi para amputee menghindari terjadinya ulkus baru. Pemakaian

alas kaki / sepatu khusus untuk mengurangi tekanan plantar akan sangat membantu

mencegah terjadinya ulkus baru.12