77421578 skripsi nedi gunawan
TRANSCRIPT
i
SKRIPSI
EVALUASI SISTEM PROTEKSI PENANGKAL PETIR EKSTERNAL GEDUNG BANDARA FATMAWATI
SOEKARNO BENGKULU DENGAN METODE KONVENSIONAL DAN ELEKTROGEOMETRI
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan dalam Menyelesaikan Pendidikan Tingkat Sarjana (S1) pada Program Studi Teknik Elektro
Fakultas Teknik Universitas Bengkulu
Oleh :
NEDI GUNAWAN G1D006009
PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BENGKULU 2011
ii
iii
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Dengan ini saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi dengan
judul :
EVALUASI SISTEM PROTEKSI PENANGKAL PETIR EKSTERNAL GEDUNG BANDARA FATMAWATI SOEKARNO BENGKULU DENGAN
METODE KONVENSIONAL DAN ELEKTROGEOMETRI
Sejauh yang saya ketahui bukan merupakan hasil duplikasi dari skripsi
dan/atau karya ilmiah lainnya yang pernah dipublikasikan dan/atau pernah
dipergunakan untuk mendapatkan gelar kesarjanaan di Perguruan Tinggi atau
instansi manapun, kecuali bagian yang sumber informasinya dicantumkan
sebagaimana mestinya.
Bengkulu, 25 Juli 2011
NEDI GUNAWAN G1D006009
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN Motto :
v Ayam bakukuak paja manyinsiang, tabuah babunyi azanpun riuah, jagolah lalok mari
sumbayang, manyambah ALLAH diwaktu subuah.
v Dimano bumi dipijak,disinan langik dijunjuang,dimano sumua dikali disinan aia
disauak, dimano nagari diunyi disinan adat dipakai.
v Gadang ombak caliak kapasianyo,gadang kayu caliak kapangkanyo =
menilai seseorang jangan dari pakaiannya, tetapi nilailah dari pengetahuannya dan
budi pekertinya.
v Karantau madang di hulu, babuah babungo balun, marantau bujang dahulu,
dirumah baguno balun = pergilah merantau kenegeri orang, cari ilmu pengetahuan,
serta cari mata penghidupan, untuk kemudian dibawa dan dikembangkan dikampung
halaman.
v Nan kuriak iyolah kundi, nan merah iyolah sago, nan baiak iyo budi, nan indah iyo lah
baso = yang paling berharga dalam kehidupan bergaul adalah budi pekerti yang baik,
serta sopan santun.
Persembahan :
Doa, tetesan jerih payah keringat dan genangan air mata mewarnai hari-hari
perjalanan anak seorang manusia yang berusaha untuk dapat merubah hidup. Semangat dan
petuah yang tak kunjung henti mencoba menenangkan hati anak mereka, yang tak ingin
putus asa menghadapi cobaan perjalanan yang ditempuh. Ya ALLAH SWT mungkin ini jalan
hidukku kau beri cobaan yang takkan mungkin terlupakan oleh ku.
Diriku berserah semua atas kehendak-Mu.
Diriku ingin berguna dalam hidup.
Seiring ayunan langkah kakiku nanti dimasa depan
Ku percaya tidak akan pernah berubah nasib seseorang
Jika seseorang tersebut tidak mau berusaha untuk merubahnya
Dengan membaca bismillaahirrohmaniirrohiim
Akan ku songsong masa depan yang cerah
v
Tunjukkan aku selalu kejalan lurus-Mu
Amin ….
Terkhusus ku persembahkan skripsi ku untuk :
Ayahanda (Nasrul M Nur) dan Ibunda tercinta (Jusmalini) dapat kurasakan sebuah
asa dalam raut wajah kalian tak terbalaskan budi kalian oleh ku. Terucap pula terima kasih
kepada kakak ku Yulinasti,S.Pd. dan Adik ku tersayang Rahmi Oktanina kalian adalah jiwa
ku …
Tak lupa pula sohib-sohib terbaikku di Camp Al-Fikri atas perhatian dan ketulusan
hati kalian semua serta terucap harapan di hati kepada sesorang yang namamu masih
membeku didasar hati ku …
vi
UCAPAN TERIMAKASIH
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Terimakasih ku kepada :
v Yang kuhormati, kucintai dan
kusayangi Ayah dan ibu tercinta (Nasrul M Nur dan Jusmalini) yang telah
mencurahkan kasih saying, materi dan doa yang tak pernah berhenti untuk
keberhasilanku.
v Kakak dan adikku (Yulinasti,
S.Pd dan Rahmi Oktanina serta semua keluarga yang selalu member motivasi dan doa
dalam setiap langkahku.
v Ibu Ikan Novia Anggraini, S.T.,
M.Eng. selaku pembimbing yang selalu memberikan masukan dalam penulisan skripsi
sehingga skripsi ini menjadi karya yang berharga.
v Ibu Yuli Rodiah, S.T., M.T.,
selaku pembimbing pendamping yang memberikan banyak tambahan pengetahuan dan
pola pikr mengenai sebuah arti skripsi.
v Bapak Reza Saktia Rinaldi, S.T.,
M.Eng., selaku ketua penguji yang telah memberikan kesempatan untuk menjadi yang
lebih baik dalam karya skripsi ini.
v Bapak Irnanda Priyadi,S.T.,
M.T., selaku penguji yang memberikan masukan-masukan untuk penyempurnaan skripsi
ini.
v Bapak Ibu dosen di Program
Studi Teknik Elektro Universitas Bengkulu, yang telah memberikan banyak ilmu dan
pengetahuan selama di masa perkuliahan sehingga menjadi seorang mahasiswa yang
berguna bagi agama dan bangsa.
vii
v Bapak ibu di Dinas Perhubungan
Udara Bandara Fatmawati Soekarno Bengkulu, yang telah meluangkan waktu sejenak
dalam kesibukan bekerja untuk dapat membantu.
v Teman/saudara/seperjuangan
anak-anak Elektro 2006 yang ku banggakan “Be a better guys”. Thank u so much.
Akhir kata semoga amal dan kebaikan semua pihak yang telah membantu penulis
dalam menyelesaikan skripsi dan melewati perjalanan ini mendapatkan pahala yang
selayaknya dari Allah SWT.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
viii
ABSTRAK
Bandara Fatmawati Soekarno sebagai sebuah lokasi pelayanan umum, yang mempunyai nilai bisnis dan nilai industri strategis sebagai penunjang transportasi udara, memiliki gedung sistem navigasi dari radio kontrol pesawat penerbangan, serta lokasi bangunan yang letaknya menonjol dan terpisah jauh dari bangunan-bangunan di sekitarnya, menjadi sangat penting untuk mendapat sistem proteksi penangkal petir yang baik. Pada skripsi ini penulis menggunakan metode konvensional dan (elektrogeometri) non konvensional sebagai proses evaluasi sistem proteksi penangkal petir eksternal yang telah ada. Hasil untuk metode konvensional, gedung terminal utama membutuhkan 17 batang penangkal petir, panjang 1 m dengan sudut perlindungan 550 dan menggunakan sistem sangkar faraday sehingga luas daerah perlindungan mencapai 7.499,71 m2. Pada gedung ATC dibutuhkan penambahan 1 batang penangkal petir, panjang 1,5 m dengan sudut perlindungan 550 dan luas daerah perlindungan mencapai 4.516,22 m2.
Penggunaan metode elektrogeometri pada gedung terminal utama dibutuhkan penangkal petir sebanyak 6 batang, panjang maksimal 4 m dan sudut perlindungan >550 dengan sudut perlindungan mencapai 26.735,52 m2. Pada gedung ATC diperoleh hasil dengan rancangan ulang yang hanya membutuhkan 1 batang penangkal petir, panjang 3,5 m dan sudut perlindungan 53,130 dengan luas daerah perlindungan 16.025,53 m2. Perbandingan dari ke dua metode yang digunakan yakni jumlah finial maupun panjang finial yang digunakan dan posisi pamasangan finial yang berbeda serta sudut perlindungan yang dibentuk memberikan luas daerah perlindungan yang berbeda-beda. Kata kunci : Finial, Elektrogeometri, dan Petir.
ix
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Alhamdulillah, segala puji dan syukur saya ucapkan kepada Allah SWT
tuhan alam semesta, serta salawat beriring salam bagi Nabi Muhammad SAW,
Nabi pembawa rahmat bagi umatnya. Tak lupa pula terima kasih banyak saya
haturkan kepada kedua orang tua saya yang tercinta, yang telah memberikan kasih
dan sayangnya serta dukungan materi maupun immateri sehingga saya dapat
menyelesaikan skripsi yang bejudul “EVALUASI SISTEM PROTEKSI
PENANGKAL PETIR EKSTERNAL GEDUNG BANDARA FATMAWATI
SOEKARNO BENGKULU DENGAN METODE KONVENSIONAL DAN
ELEKTROGEOMETRI” yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Teknik di Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas
Bengkulu. Dalam penulisan skripsi ini penulis menyadari tidak lepas dari ketidak
sempurnaan sehingga masih ada kesalahan yang belum bisa diperbaiki. Oleh
karena itu penulis mengharapkan kritikan dan saran yang sifatnya membangun
sehingga menjadi bacaan yang sempurna dan dapat berguna bagi siapapun yang
membaca.
Namun dengan bimbingan dan arahan yang selalu diberikan ibu/bapak
dosen secara langsung maupun tidak langsung dalam menyelesaikan skripsi ini,
penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1. Bapak Prof. Ir. Zainal Muktamar , Ph.D, selaku Rektor Universitas Bengkulu.
2. Bapak Prof. Dr. Ir. Muhamad Syaiful, MS, selaku Dekan Fakultas Teknik
Universitas Bengkulu.
3. Ibu Anizar Indriani, S.T., M.T, selaku Ketua Program Studi Teknik Elektro
Universitas Bengkulu.
4. Ibu Ika Novia Anggraini, S.T., M.Eng, selaku pembimbing utama yang telah
banyak memberikan bimbingan, arahan, motovasi serta koreksinya dalam
penulisan skripsi ini.
x
Wassalamu’alaikum, Wr. Wb
Bengkulu 25 Juli 2011
Penulis
5. Segenap dosen Program Studi Teknik Elektro Universitas Bengkulu yang telah
memberikan bekal ilmu, bimbingan dan pengarahan serta staf karyawan di
lingkungan Program Studi, Fakultas maupun Universitas Bengkulu yang telah
banyak membantu penulis dalam urusan administrasi.
6. Seluruh pimpinan maupun karyawan Dinas Perhubungan Udara, Bandara
Fatmawati Soekarno Bengkulu yang telah membantu dalam proses
pengambilan data.
7. Rekan seperjuangan jurusan Teknik Sipil angkatan 2006, Lindung Zalbuin
Mase, S.T., yang telah banyak membantu dalam proses pengambilan data.
8. Rekan-rekan seperjuangan, satu atap berteduh, satu hati dan satu emosi,
jurusan Teknik Elektro angkatan 2006 yang tidak dapat disebutkan satu
persatu.
9. Almamaterku (Universitas Bengkulu)
Akhir kata penulis mengharapkan skripsi ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca dan semoga Allah SWT selalu melimpahkan rezeki dan ilmu
pengetahuan kepada kita semua, amin ya rabbal alamin.
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PENGESAHAN ii
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN iv
UCAPAN TERIMA KASIH vi
ABSTRAK vii
KATA PENGANTAR viii
DAFTAR ISI x
DAFTAR GAMBAR xi
DAFTAR TABEL xv
DAFTAR LAMPIRAN xvi
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1
1.2 Perumusan Masalah ...................................................................... 2
1.3 Tujuan Penelitian ......................................................................... 2
1.4 Batasan Masalah ........................................................................... 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Impuls Petir ............................................................................ 5
2.1.1 Proses Terjadinya Sambaran Petir ....................................... 5
2.1.2 Resiko Kerusakan Akibat Sambaran Petir ........................... 8
2.1.3 Frekuensi Sambaran Petir ................................................... 9
2.1.4 Penangkal Petir Eksternal ................................................. 10
2.1.5 Finial (Air Termination) .................................................... 11
2.2 Sistem Perlindungan Bangunan .................................................. 12
2.2.1 Sistem Proteksi Petir pada Bangunan ................................ 12
2.3 Metode Ruang Proteksi Penangkal Petir ..................................... 15
xii
2.3.1 Metode Ruang Proteksi Konvensional ............................... 15
2.3.2 Metode Ruang Proteksi Non Konvensional ....................... 17
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ..................................................... 22
3.2 Metode Pengumpulan Data ........................................................ 22
3.3 Data-data Pendukung ................................................................. 22
3.3.1 Denah Gedung Terminal Utama Bandara
Fatmawati Bengkulu ......................................................... 22
3.3.2 Denah Gedung VVIP Pemprov Bandara Fatmawati
Bengkulu .......................................................................... 24
3.3.3 Denah Gedung ATC Bandara Fatmawati Bengkulu ........... 26
3.3.4 Data Hari Guruh Tahun 2010 Provinsi Bengkulu .............. 28
3.3.5 Data Parameter Petir ......................................................... 29
3.4 Tahapan Penelitian ..................................................................... 30
3.5 Analisa Data .......................................................................... 32
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Sistem Proteksi Penangkal Petir Gedung Terminal
Utama Bandara Fatmawati Bengkulu .......................................... 33
4.1.1. Berdasarkan Peraturan Umum Istalasi
Penangkal Petir (PUIPP) ................................................... 33
4.1.2. Berdasarkan Nasional Fire Protection
Association (NFPA) 780 ................................................... 34
4.1.3 Standar IEC 1024-1-1 ...................................................... 35
4.2 Sistem Proteksi Penangkal Petir Gedung VVIP
Pemprov Bandara Fatmawati Bengkulu ...................................... 41
4.2.1 Berdasarkan Peraturan Umum Instalasi
Penangkal Petir (PUIPP) ................................................... 41
4.2.2 Berdasarkan Nasional Fire Protection
Association (NFPA) 780 ................................................... 42
4.2.3 Standar IEC 1024-1-1 ....................................................... 44
4.3 Sistem Proteksi Penangkal Petir Gedung ATC
xiii
Bandara Fatmawati Bengkulu .................................................... 45
4.3.1 Berdasarkan Peraturan Umum Istalasi
Penangkal Petir (PUIPP) ................................................... 45
4.3.2 Berdasarkan Nasional Fire Protection
Association (NFPA) 780 ................................................... 46
4.3.3 Standar IEC 1024-1-1 ....................................................... 47
4.4 Evaluasi Sistem Proteksi Petir Bandara Fatmawati
Bengkulu dengan Metode Elektrogeometri ................................. 53
4.4.1 Perhitungan Resiko Sambaran Petir pada Gedung
Terminal Utama Bandara Fatmawati Bengkulu ................. 53
4.4.1.1 Jarak Sambaran Petir ........................................... 53
4.4.1.2 Tinggi Finial dan Sudut Perlindungan
Penangkal Petir ................................................... 53
4.4.2 Perhitungan Resiko Sambaran Petir pada Gedung
ATC Bandara Fatmawati Bengkulu ................................... 58
4.4.2.1 Jarak Sambaran Petir ........................................... 58
4.4.2.2 Tinggi Finial dan Sudut Perlindungan
Penangkal Petir ................................................... 58
BAB 5 PENUTUP
5.1 Kesimpulan ............................................................................. 63
5.2 . Saran ............................................................................. 63
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 64
LAMPIRAN
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 : Tahapan Proses Sambaran Petir ................................................... 7
Gambar 2.2 : Nilai Kritis Efisiensi Sistem Proteksi Petir ................................. 14
Gambar 2.3 : Ruang Proteksi Konvensional ..................................................... 15
Gambar 2.4 : Sambaran Petir Disuatu Titik Tertentu ....................................... 16
Gambar 2.5 : Prinsip Penangkal Petir Sistem Sangkar Faraday ........................ 17
Gambar 2.6 : Konsep Ruang Proteksi Menurut Model Elektrogeometri ........... 18
Gambar 2.7 : Garis Sambar Suatu Lidah Petir untuk Arus Petir tertentu ........... 19
Gambar 2.8 : Perlindungan Bangunan dengan Metode Elektrogeometri ........... 21
Gambar 3.1 : Denah Gedung Teminal Utama (tampak depan) ......................... 23
Gambar 3.2 : Denah Gedung Terminal Utama (tampak samping) .................... 23
Gambar 3.3 : Denah Gedung Terminal Utama (tampak atas) ............................ 24
Gamabr 3.4 : Denah Gedung VVIP Pemprov (tampak depan) .......................... 24
Gambar 3.5 : Denah Gedung VVIP Pemprov (tampak samping) ...................... 25
Gambar 3.6 : Denah Gedung VVIP Pemprov (tampak atas) ............................. 25
Gambar 3.7 : Denah Gedung ATC (tampak depan) ......................................... 26
Gambar 3.8 : Denah Gedung ATC (tampak samping) ...................................... 27
Gambar 3.9 : Denah Gedung ATC (tampak atas) ............................................. 27
Gambar 3.10 : Diagram Alir Penelitian .............................................................. 31
Gambar 4.1 : Radius Proteksi Pada Gedung Terminal Utama .......................... 36
Gambar 4.2 : Daerah Perlindungan Penangkal Petir (tampak depan)
Gedung VVIP Pemprov Bandara Fatmawati Bengkulu ............... 37
Gambar 4.3 : Daerah perlindungan penangkal Petir pada Gedung
Terminal Utama Bandara Fatmawati Bengkulu
(tampak samping) ...................................................................... 38
Gambar 4.4 : Evaluasi Daerah Perlindungan Gedung Terminal Utama
(tampak depan) dengan metode Konvensional ........................... 39
Gambar 4.5 : Evaluasi Daerah Perlindungan Gedung Terminal Utama
(tampak samping) dengan Metode Konvensional ........................ 39
Gambar 4.6 : Luas Daerah Terproteksi atau Ruang Proteksi Gedung
xv
Terminal Utama dari hasil Evaluasi penangkal Petir
Sebelumnya ................................................................................ 40
Gambar 4.7 : Radius Proteksi Pada Gedung ATC ............................................ 48
Gambar 4.8 : Daerah Perlindungan Penangkal Petir (tampak depan)
Gedung ATC Bandara Fatmawati Bengkulu .............................. 49
Gambar 4.9 : Daerah Perlindungan Penangkal Petir (tampak samping)
Gedung ATC Bandara Fatmawati Bengkulu .............................. 50
Gambar 4.10: Evaluasi Daerah Perlindungan Gedung ATC
(tampak depan) dengan Metode Konvensional ........................... 50
Gambar 4.11: Evaluasi Daerah Perlindungan Gedung ATC
(tampak samping) dengan Metode Konvensional ........................ 51
Gambar 4.12 : Luas Daerah Terproteksi atau Ruang Proteksi Gedung
ATC dari hasil Evaluasi penangkal Petir Sebelumnya ................ 52
Gambar 4.13 : Hasil Penggunaan Metode Elektrogeometri Gedung
Terminal Utama Bandara Fatmawati Bengkulu
(tampak depan) ........................................................................... 55
Gambar 4.14 : Hasil Penggunaan Metode Elektrogeometri Gedung
Terminal Utama Bandara Fatmawati Bengkulu
(tampak samping) ....................................................................... 56
Gambar 4.15 : Hasil Luas Daerah Perlindungan/Proteksi Metode
Elektrogeometri Gedung Terminal Utama Bandara
Fatmawati Bengkulu (tampak atas) ............................................. 57
Gambar 4.16 : Hasil Penggunaan Metode Elektrogeometri Gedung
ATC Bandara Fatmawati Bengkulu (tampak depan) .................. 59
Gambar 4.17 : Hasil Penggunaan Metode Elektrogeometri Gedung
ATC Bandara Fatmawati Bengkulu (tampak samping) .............. 60
Gambar 4.18: Hasil Luas Daerah Perlindungan/Proteksi Metode
Elektrogeometri Gedung ATC Bandara
Fatmawati Bengkulu (tampak atas) ............................................ 61
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 : Harga-harga Karakteristik Petir Dan Akibat Yang Ditimbulkan ......... 8
Tabel 2.2 : Bahan dan Ukuran Terkecil Finial (Air Terminal) Tegak ................. 11
Tabel 2.3 : Efisiensi Sistem Proteksi Petir ......................................................... 14
Tabel 2.4 : Penempatan Finial Sesuai dengan Tingkat Proteksi ......................... 14
Tabel 3.1 : Data Hari Guruh Tahun 2010 .......................................................... 28
Tabel 3.2 : Data Parameter Petir di Indonesia .................................................... 29
Tabel 4.1 : Hasil Perhitungan dan Penentuan Jumlah Penangkal Petir pada
Gedung Terminal utama Bandara Fatmawati Bengkulu ................... 40
Tabel 4.2 : Hasil Evaluasi Sistem Penangkal Petir Gedung Terminal
Utama Bandara fatmawati Bengkulu dengan Menggunakan
Metode Konvensional ..................................................................... 41
Tabel 4.3 : Hasil Penentuan dan Penambahan Jumlah Penangkal Petir pada
Gedung ATC Bandara Fatmawati Bengkulu ................................... 51
Tabel 4.4: Hasil Evaluasi Sistem Penangkal Petir Gedung ATC
Bandara Fatmawati Bengkulu dengan Menggunakan
Metode Konvensional ...................................................................... 52
Tabel 4.5: Rincian Hasil Perhitungan Radius Perlindungan, Tinggi Finial
dan Sudut Proteksi Gedung Terminal Utama
Menggunakan Metode Elektrogeometri ........................................... 54
Tabel 4.6: Hasil Evaluasi Sistem Penangkal Petir Gedung
Terminal Utama Bandara Fatmawati Bengkulu dengan
Menggunakan Metode Elektrogeometri .......................................... 57
Tabel 4.7: Hasil Evaluasi Sistem Penangkal Petir Gedung
ATC Bandara Fatmawati Bengkulu dengan
Menggunakan Metode Elektrogeometri .......................................... 61
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Tabel Indeks Menurut Peraturan Umum Instalasi Penangkal Petir (PUIPP).
Lampiran 2. Tabel Indeks Berdasarkan Nasional Fire Protection Association (NFPA).
Lampiran 3. Tabel Data Parameter Petir di Indonesia Wilayah Regional Barat Terbit 2010.
Lampiran 4. Data Gangguan Sambaran Petir di Bandara Fatmawati Soekarno Bengkulu.
Lampiran 5. Perbesaran Gambar-gambar Pada Skripsi.
xviii
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keterbatasan data besarnya hari petir untuk setiap lokasi di Indonesia,
pada saat ini diasumsikan bahwa lokasi-lokasi yang tinggi di atas gunung atau
menara yang menonjol di tengah-tengah area yang bebas (sawah, ladang, dll.)
mempunyai kemungkinan sambaran lebih tinggi dari pada tempat-tempat di
tengah-tengah kota yang dikelilingi bangunan-bangunan tinggi lainnya. Tempat-
tempat dengan tingkat sambaran tinggi (frekwensi maupun intensitasnya)
mendapat prioritas pertama untuk penanggulangannya, sedangkan tempat-tempat
yang relatif kurang bahaya petirnya mendapat prioritas ke dua dengan
pemasangan protektor yang lebih sederhana. Lokasi yang mempunyai nilai bisnis
tinggi (industri kimia, pemancar TV, Telkom, gedung perkantoran dengan sistem
perkantoran dan industri strategis seperti : hankam, pelabuhan udara, dll.),
memerlukan proteksi yang dilakukan seoptimal mungkin, sedangkan lokasi
dengan nilai bisnis rendah mungkin makin sederhana sistem protektor yang akan
dipasang.
Keadaan Indonesia yang terletak di daerah katulistiwa yang beriklim tropis
sehingga memiliki hari guruh atau Iso Keraunic Level (IKL) yang sangat tinggi,
sehingga Indonesia yang merupakan negara khatulistiwa memiliki karakteristik
petir yang berbeda dengan karakteristik petir di luar negeri, maka karakteristik
petir Indonesia dijadikan standar oleh badan Standarisasi dunia pada umumnya
(Hutagaol, 2009). Bengkulu yang juga memiliki hari guruh yang tinggi yakni 133
hari per tahun (BMG, 2008) sehingga bangunan-bangunan di Bengkulu memiliki
resiko mengalami kerusakan akibat terkena sambaran petir.
Kerusakan-kerusakan pada bangunan yang tersambar dapat berupa
kerusakan thermis misalnya bagian yang tersambar terbakar dan dapat berupa
kerusakan mekanis misalnya bagian atap bangunan retak atau tembok bangunan
retak. Sambaran petir juga berbahaya pada manusia yang berada dalam bangunan
gedung tersebut karena dapat mengakibatkan organ-organ tubuh yang dilalui arus
2
petir akan mengalami kejutan (shock) yang dapat mempengaruhi kerja jantung
dan dapat mengakibatkan terhentinya kerja jantung (Anonim 1, 1983)
Bahaya akibat sambaran petir pada gedung Bandara Fatmawati Soekarno
Bengkulu perlu mendapat perhatian khusus, dikarenakan bangunan tersebut
mempunyai nilai bisnis dan nilai industri strategis sebagai penunjang transportasi
udara maupun sistem navigasi dari radio kontrol pesawat penerbangan, serta
lokasi bangunan yang letaknya menonjol dan terpisah jauh dari bangunan-
bangunan di sekitarnya sehingga bandara Fatmawati Soekarno Bengkulu menjadi
objek penelitian. Pentingya gedung bandara Fatmawati dari bahaya sambaran petir
maka pada gedung tersebut perlu adanya sistem proteksi petir yang lebih baik,
dimana sebelumnya telah ada sistem proteksi petir, sehingga nantinya akan ada
evaluasi dari sistem proteksi yang telah ada.
Kelebihan dari metode non konvensional baik elektrogeometri yang akan
digunakan pada penelitian ini, merupakan pengembangan dari metode
konvensional sebelumnya. Metode elektrogeometri hampir sama dengan metode
sudut proteksi yang berbentuk ruang kerucut juga, hanya saja bidang miring dari
kerucut tersebut melengkung dengan jari-jari tertentu. Besarnya jari-jari sama
dengan besarnya jarak sambar dari lidah petir (Syakur dan Yuningtyastuti, 2006).
1.2 Perumusan Permasalahan
1. Bagaimana hubungan jarak sambaran petir, tinggi finial, yang digunakan
gedung bandara Fatmawati Bengkulu ?
2. Bagaimana cara merencanakan sistem proteksi penangkal petir eksternal
yang mampu memberikan perlindungan efektif ?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian yang dilakukan oleh penulis memiliki tujuan yakni sebagai
berikut :
1. Mendapatkan besaran sambaran petir, tinggi finial dari gedung bandara
Fatmawati Bengkulu.
3
2. Mengevaluasi sistem proteksi penangkal petir eksternal, yang sebelumnya
belum mampu memberikan perlindungan efektif pada gedung bandara
Fatmawati Bengkulu, dengan menggunakan metode konvensional.
3. Membandingkan hasil evaluasi metode konvensional dengan metode
elektrogeometri (non konvensional).
1.4 Batasan Masalah
Pada penyusunan skripsi ini penulis membatasi permasalahan pada hal-hal
berikut :
1. Analisa sistem proteksi eksternal untuk melindungi gedung dari sambaran
petir.
2. Perencanaan ulang (evaluasi) sistem penangkal petir eksternal pada
gedung bandara Fatmawati Bengkulu menggunakan metode konvensional
dan metode elektrogeometri.
3. Standar yang digunakan pada perencanaan sistem proteksi penangkal petir
eksternal pada gedung bandara Fatmawati Bengkulu adalah Peraturan
Umum Instalasi Penangkal Petir (PUIPP), Nasional Fire Protection
Association (NFPA) 780, Internasional Elechtronical Commission (IEC)
1024-1-1 dan Standar Nasional Indonesia (SNI) 03-7014.1-2004.
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Sistem proteksi petir terdiri dari proteksi eksternal, sistem pembumian dan
proteksi internal. Proteksi eksternal merupakan instalasi dan alat-alat di luar suatu
struktur untuk menangkap dan mengantarkan arus petir ke sistem pembumian.
Proteksi eksternal berfungsi sebagai ujung tombak penangkap muatan listrik dan
arus petir di tempat tinggi. Bagian dari proteksi eksternal yakni terminasi udara
yang dikhususkan untuk menangkap sambaran petir, berupa elektroda logam yang
dipasang tegak maupun mendatar (Hosea dkk, 2004).
Sriyadi (2003), melakukan penelitian tentang resiko kerusakan pada
gedung akibat sambaran petir berdasarkan standar Internasional electrotechnical
Commision (IEC) 1992. Nilai kerusakaan ini berhubungan dengan frekuensi
sambaran petir per tahun baik sambaran langsung dan tidak langsung. Hasil nilai
resiko kerusakan ini mengetahui kebutuhan gedung akan pemasangan instalasi
penangkal petir.
Hosea, dkk (2004), melakukan penelitian sistem proteksi eksternal gedung
W Universitas Kristen Petra dengan menerapkan metode jala, sudut proteksi dan
bola bergulir (non konvensional). Cara penentuan besarnya kebutuhan bangunan
akan proteksi petir menggunakan standar Peraturan Umum Instalasi Penagkal
Petir (PUIPP), Nasional Fire Protection Association (NFPA) 780 dan International
Electrochnical Commicion (IEC) 1024-1-1. Hasil yang diperoleh menunjukkan
bahwa gedung W Universitas Kristen Petra membutuhkan tambahan sistem
proteksi petir berdasarkan analisis dengan metode bola bergulir.
Syakur dan Yuningtyastuti (2006), melakukan penelitian tentang sistem
proteksi penangkal petir pada Gedung Widya Puraya Kampus Universitas
Diponegoro Tembalang. Metode yang digunakan adalah metode elektrogeometri
untuk menghitung dan menentukan jarak ruang proteksi dari penangkal petir yang
digunakan serta untuk mengetahui tingkat proteksi. Pada hasil penelitian diperoleh
5
sistem penangkal petir yang telah terpasang belum mampu melindungi secara
keseluruhan gedung tersebut.
Mery (2009), melakukan penelitian tentang perencanaan sistem proteksi
penangkal petir pada gedung Laboratorium Teknik Elektro Universitas Bengkulu.
Metode yang digunakan yakni metode elektrogeometri untuk menentukan panjang
dan jumlah titik pemasangan finial pada gedung yang akan digunakan. Adapun
hasil yang didapat yakni perlu adanya pemasangan lima batang finial tegak pada
atap gedung dengan panjang finial tegak 1,7 meter.
Pada penelitian ini akan merancang dan mengevaluasi sistem elektroda
batang penangkal petir dengan objek penelitian bandara Fatmawati Soekarno
Bengkulu. Bandara perlu memiliki perhatian khusus untuk sistem proteksi
penangkal petir dikarenakan bandara merupakan terminal transportasi udara yang
berhubungan dengan cuaca. Metode yang digunakan yakni metode non
konvensional dan elektrogeometri sebagai pembanding. Standar yang digunakan
dalam perencanaan dan pengevaluasian ini adalah standar Peraturan Umum
Instalasi Penangkal Petir (PUIIP), Nasional Fire Protection Association (NFPA)
780 dan International Electrochical Commision (IEC) 1024-1-1.
2.1 Impuls Petir
2.1.1. Proses Terjadinya Sambaran petir.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan atau pengumpulan
muatan di awan begitu banyak dan tak pasti. Tekanan atmosfer akan menurun
dengan makin bertambahnya ketinggian suatu tempat dari permukaan horizontal.
Pergerakan udara (sering disebut angin) ini akan membawa udara lembab ke atas,
kemudian udara lembab ini akan mengalami kondensasi menjadi uap air, lalu
berkumpul menjadi titik-titik air yang pada akhirnya membentuk awan.
Angin kencang yang meniup awan akan membuat awan mengalami
pergeseran secara horizontal maupun vertikal, ditambah dengan benturan antara
titik –titik air yang dalam awan tersebut dengan partikel-partikel udara yang dapat
memungkinkan terjadinya pemisahan muatan listrik di dalam awan tersebut.
Butiran air yang bermuatan positif, biasanya berada dibagian atas dan yang
bermuatan negatif dibagian bawah. Dengan adanya awan yang bermuatan induksi
6
pada permukaan bumi sehingga menimbulkan medan listrik antar bumi dengan
awan.
Mengingat dimensi bumi dianggap rata terhadap awan sehingga bumi dan
awan dianggap sebagai dua plat sejajar membentuk kapasitor. Jika medan listrik
yang terjadi melebihi medan tembus udara, maka akan terjadi pelepasan muatan.
Terjadinya pelepasan udara inilah yang disebut sebagai petir.
Setelah adanya peluahan di udara sekitar awan bemuatan yang medan
listriknya cukup tinggi, terbentuk peluahan awal yang biasa disebut pilot leader.
Pilot leader ini menentukan arah perambatan muatan dari awan ke udara, diikutu
dengan titik-titik cahaya.
Setiap sambaran petir bermula dari suatu lidah petir (leader) yang bergerak
turun dari awan bermuatan dan disebut downleader (lihat pada Gambar 2.1.a).
Downward leader ini bergerak menuju bumi dalam bentuk langkah-langkah yang
disebut step leader. Pergerakan step leader ini arahnya selalu berubah-ubah
sehingga secara keseluruhan arah jalannya tidak beraturan dan patah-patah.
Panjang setiap 50 m (dalam rentang 3-200m), dengan interval waktu antara setiap
step ± 50 µs (30-125 µs). dari waktu ke waktu, dalam perambatannya ini step
leader mengalami percabangan sehingga terbentuk lidah petir yang bercabang-
cabang.
(a) (b)
7
(c) (d)
Gambar 2.1 Tahapan Proses Sambaran Petir
Ketika leader bergerak mendekati bumi, maka ada beda potensial yang
makin tinggi antara ujung step leader dengan bumi sehingga terbentuk peluahan
mula yang disebut upward streamer pada permukaan bumi atau objek akan
bergerak ke atas menuju ujung step leader. Apabila upward leader telah masuk
ke dalam zona jarak sambaran atau striking distance, terbentuk petir penghubung
(connecting leader) yang menghubungkan ujung step leader dengan objek yang
disambar (gambar 2.1.b). Setelah itu akan timbul sambaran balik (return stroke)
yang bercahaya sangat terang bergerak dari bumi atau objek menuju awan dan
melepas muatan di awan (2.1.c)
Jalan yang ditempuh oleh return stroke sama dengan jalan turunnya step
leader, hanya arahnya yang berbeda. Kemudian terjadi sambaran susulan
(subsequent stroke) dari awan menuju bumi atau objek tersebut. Sambaran susulan
ini tidak memiliki percabangan dan biasa disebut lidah panah atau dart leader
(2.1.d). Pergerakan dari leader ini sekitar 10 kali lebih cepat dari leader yang
pertama (sambaran pertama atau first stroke).
Pada umumya, hampir separuh (±55%) dari peristiwa kilat petir (lightning
flash) merupakan sambaran ganda seperti tersebut di atas, dengan jumlah
sambaran sekitar 3 atau 4 sambaran tiap kilat (bisa juga lebih), diantaranya 90%
tidak lebih dari 8 sambaran, interval waktu setiap sambaran kurang lebih 50 ms
(Hutagaol, 2009).
8
2.1.2. Resiko Kerusakan Akibat Sambaran Petir
Petir yang menyambar bangunan di bumi merupakan bunga api listrik
yang mengosongkan muatan awan yang singkat dalam orde mikro detik dengan
arus puncak yang tinggi (Anonim 2, 2004). Selain itu sambaran petir dapat
mengakibatkan beberapa hal (Direktorat Penyelidikan Masalah Bangunan) yakni :
a. Beban termal (terjadi panas pada bagian-bagian yang dialiri oleh arus
petir).
b. Beban mekanis karena timbulnya gaya elektrodinamis sebagai akibat
tingginya puncak arus.
c. Beban korosi, karena proses elektrokimia dalam rangka proses
pengosongan muatan awan.
d. Beban getaran mekanis karena guntur.
e. Beban tegangan lebih karena adanya induksi dan pergeseran-pergeseran
potensial di dalam bangunan.
Sehubungan dengan akibat-akibat diatas perlu diketahui harga-harga
karakteristik petir dan akibat yang ditimbulkan.
Tabel 2.1 Harga-harga Karakteristik Petir dan akibat Yang Ditimbulkan
Harga Karakteristik Akibat
1. Puncak arus petir
Î
Tegangan lebih terjadi pada tempat
sambaran
Vs = Î RA
RA : tahanan pentanahan
2. Muatan listrik
Q = fi .dt
Pindah energi pada tempat sambaran,
yang dapat berakibat peleburan pada
ujung objek sambaran.
3. Kuadrat arus impuls
fi2 . dt
Pemanasan W = R f i2.dt dan gaya
elektrodinamis pada penghantar
4. Kecuraman
maksimum arus
impuls petir di/dt
Tegangan induksi elektromagnetis pada
benda logam di dekat instalasi
penangkal petir.
9
maks Sumber : Direktorat Penyelidikan Masalah Bangunan, (PUIPP)
2.1.3. Frekuensi Sambaran Petir
a. Sambaran Langsung
Menurut Syakur dan Yuningtyastuti (2006), jumlah rata-rata frekuensi
sambaran petir langsung per tahun (Nd) dapat dihitung dengan perkalian
kerapatan kilat ke bumi per tahun (Ng) dan luas daerah perlindungan efektif pada
gedung (Ae) :
Nd = Ng . Ae (2.1)
Kerapatan sambaran petir ke tanah dipengaruhi oleh hari guruh rata-rata
pertahun di daerah tersebut. Hal ini ditunjukkan oleh hubungan seperti berikut :
Ng = 4.10-2 . T1.26 (2.2)
Sedangkan besar Ae dapat dihitung sebagai berikut (Hosea dkk, 2006) :
Ae = ((2(p+l) . 3h) + (3,14. 9h2)) (2.3)
Sehingga dari substitusi persamaan (2.2) dan (2.3) ke persamaan (2.1)
maka nilai Nd dapat dicari dengan persamaan berikut :
Nd = 4.10-2 . T1.26 ((2(p+l). 3h)+( 3,14. 9h2)) (2.4)
dengan :
p = panjang gedung (m)
l = lebar gedung (m)
h = tinggi atap gedung (m)
T = hari guruh per tahun
Nd = Jumlah rata-rata frekuensi sambaran petir langsung pertahun
(sambaran/tahun)
Ng = Kerapatan sambaran petir ke tanah (sambaran/Km2/tahun)
Ae = Luas daerah yang masih memiliki angka sambaran petir Nd (Km2)
b. Sambaran Tidak Langsung
Menurut (Syakur dan Yuningtyastuti, 2006), rata-rata frekuensi
tahunan/(Na) dari kilat yang mengenai tanah dekat gedung dapat dihitung dengan
10
perkalian kerapatan-kerapatan kilat ke tanah pertahun Ng dengan cakupan daerah
disekitar gedung yang disambat Ag.
Na = Ng . Ag (2.5)
Daerah sekitar sambaran petir (Ag) adalah daerah di sekitar gedung di
mana suatu sambaran ke tanah menyebabkan suatu tambahan lokasi potensial
tanah yang mempengaruhi gedung.
2.1.4. Penangkal Petir Eksternal
Pengaman suatu bangunan atau objek terhadap suatu sambaran petir pada
hakekatnya adalah penyedia suatu sistem yang direncanakan dan dilaksanakan
dengan baik sehingga jika terjadi sambaran petir maka sarana inilah yang akan
menyalurkan arus petir ke dalam tanah dengan aman tanpa menimbulkan bahaya
bagi manusia atau benda berbahaya yang berada di dalam diluar atau di sekitar
bangunan (Direktorat Penyelidikan Masalah Bangunan, 1983)
Proteksi eksternal adalah instalasi dan alat-alat di luar sebuah struktur
untuk menagkap dan menghantar arus petir ke sistem pentanahan atau berfungsi
sebagai ujung tombak penangkap muatan arus petir ditempat tertinggi (Hosea dkk,
2004)
Pada hakekatnya instalasi penangkal petir adalah instalasi yang dipasang
dengan maksud untuk mencegah dan menhindari bahaya yang ditimbulkan oleh
kejadian sambaran petir baik bahaya bagi manusia maupun bangunan serta
peralatan (Purbomiluhung, 2008). Sistem penangkal petir yang dikenal ada
macam-macam namun pada dasarnya prinsip kerja dari sistem-sistem tersebut
adalah sama yaitu :
a. Menangkap Petir
Sistem tersebut menyediakan sistem penerimaan (air terminal) yang dapat
dengan cepat menyambut luncuran arus petir mampu untuk lebih cepat dari
sekelilingnya dan memproteksi secara tepat dengan memperhitungkan besaran
petir.
b. Menyalurkan Petir
Luncuran petir yang telah ditangkap dialirkan ke tanah secara aman tanpa
mengakibatkan terjadinya loncatan listrik (imbasan) ke bangunan atau manusia.
11
c. Menampung Petir
Sistem tersebut menyediakan sebaik mungkin agar arus petir yang turun
sepenuhnya dapat diserap oleh tanah tanpa menimbulkan bahaya pada bagian-
bagian bangunan atau manusia yang berada dalam posisi kontak dengan tanah
disekitar sistem pentanahan tersebut.
Instalasi penangkal petir eksternal meliputi :
a. Pengadaan susunan finial penangkal petir (air termination)
b. Pengadaan sistem penyaluran arus petir (down conductor)
c. Pembuatan sistem pentanahan (grounding)
2.1.5. Finial (Air Temination)
Finial adalah bagian sistem proteksi petir eksternal yang dikhususkan
untuk menangkap sambaran petir (Hosea dkk, 2004). Finial biasanya berupa
elektroda logam yang dipasang di atas atap secara tegak maupun mendatar. Finial
akan menerima pembebanan panas yang tinggi sehingga dalam pemilihan jenis
logam, ketebalan dan bentuknya ditentukan oleh pertimbangan besarnya muatan
arus petir (Purbomiluhung, 2008). Adapun jenis bahan dan ukuran terkecil dari
finial dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Bahan dan Ukuran terkecil finial (Air Terminal) Tegak
No Komponen Jenis bahan Bentuk Ukuran
1 Kepala
Tembaga Pejal runcing 1” dari
dudukan
Baja Galvanis Pejal runcing 1” dari pita
Aluminium Pejal runcing 1” inci dari
baja galvanis
2 Batang Tegak
Tembaga Pejal
bulat 10 mm
Pita 25 x 3 mm
Baja Galvanis
Pipa 1”
Pejal bulat 10 mm
Pejal bulat 25 x 3 mm
Aluminium Pejal bulat ½ “
Pejal pita 24 x 4 mm
12
3 Finial Batang
Pendek
Tembaga Pejal bulat 10 mm
Pejal pita 25 x 3 mm
Baja Galvanis Pejal bulat 10 mm
No Komponen Jenis bahan Bentuk Ukuran
3
Finial Batang
Pendek
Pejal pita 25 x 3 mm
Aluminium Pejal bulat ½ “
Pejal pita 25 x 3 mm
4
Finial Datar
Tembaga Pejal bulat 8 mm
Pejal pita 25 x 3 mm
Pilin 50 mm
Baja Galvanis Pejal bulat 8 mm
Pejal pita 25 x 3 mm
Aluminium Pejal bulat ½ “
Pejal pita 25 x 4 mm Sumber : Direktorat Penyelidikan Masalah bangunan PUIPP (1983)
2.2. Sistem Perlindungan Bangunan
Instalasi bangunan menurut letak, bentuk, penggunaannya dianggap
mudah terkena sambaran petir dan perlu dipasang penangkal petir adalah (Anonim
1, 1983) :
a. Bangunan tinggi seperti gedung bertingkat, menara, dan cerobong pabrik.
b. Bangunan-bangunan tempat penyimpanan bahan yang mudah terbakar atau
meledak seperti pabrik amunisi atau gedung penyimpanan bahan peledak.
c. Bangunan-bangunan seperti gedung bertingkat, gedung instansi pemerintah,
pusat perbelanjaan, sekolah dan lain sebagainya.
d. Bangunan-bangunan berdasarkan fungsi khusus perlu dilindungi secara baik
seperti mesium dan gedung arsip negara.
2.2.1. Sistem Proteksi Petir pada Bangunan
Suatu instalasi proteksi petir harus dapat melindungi semua bagian dari
suatu bangunan termasuk manusia dan peralatan yang berada didalamnya terhadap
bahaya dan kerusakan akibat sambaran petir. Hal yang penting mengenai penetuan
13
besarnya kebutuhan proteksi petir akan dibahas menggunakan standar Peraturan
Umum Instalasi Penangkal Petir (PUIPP), National Fire Protection Association
(NFPA) 780 dan International Elechtrotecgnical Commision (IEC) 1024-1-1
(Hosea dkk, 2004) :
a. Berdasarkan PUIPP besarnya kebutuhan tersebut ditentukan berdasarkan
penjumlahan indeks-indeks tertentu yang mewakili keadaan bangunan disuatu
lokasi dan ditulis sebagai:
R = A + B + C + D + E (2.6)
Besarnya nilai indeks A, B, C, D, E dan prakiraan besarnya bahaya sambaran
petir di atas diperoleh dari tabel-tabel yang terdapat pada lampiran nantinya.
b. Berdasarkan NFPA 780 hampir sama dengan cara yang digunakan pada PUIPP
yaitu dengan menjumlahkan sejumlah indeks yang mewakili keadaan lokasi
bangunan kemudian hasil penjumlahan dibagi dengan indeks yang mewakili
iso keraunic level di daerah tersebut. iso keraunic level (IKL) adalah jumlah
hari guruh dalam satu tahun di suatu tempat. Secara matematik dituliskan
sebagai :
R = (2.7)
Besarnya nilai indeks A, B, C, D, E, F dan tingkat Proteksi sambaran petir
yang dibutuhkan (R) di atas diperoleh dari tabel-tabel yang terdapat pada
lampiran nantinya.
c. Berdasarkan standar International Electrotechnical Commision (IEC) 1024-1-1
pemilihan tingkat proteksi yang memadai untuk sistem proteksi petir
didasarkan tingkat proteksi yang memadai untuk sistem proteksi petir
didasarkan frekuensi sambaran petir langsung setempat (Nd) pada persamaan
2.4 yang diperkirakan ke struktur yang diproteksi dan frekuensi sambaran petir
setempat (Nc) yang diperoleh.
Pengambilan keputusan perlu atau tidaknya memasang sistem proteksi petir
pada bangunan berdasarkan perhitungan Nd dan Nc dilakukan sebagai berikut :
- Jika Nd ≤ Nc tidak perlu sistem proteksi petir
- Jika Nd > Nc diperlukan sistem proteksi petir dengan efisiensi :
E ≥1 – Nc/Nd (2.8)
14
Sumber : Standar Nasional Indonesia.Proteksi Bangunan Terhadap Petir (2004)
Tingkat proteksi sesuai pada Tabel 2.4.
Tabel 2.3 Efisiensi Sistem Proteksi Petir Tingkat Proteksi Effisiensi SPP
I 0,98
II 0,95
III 0,90
IV 0,80 Sumber : Hosea, dkk (2004)
Grafik nilai kritis effisiensi sistem proteksi proteksi petir yaitu perbandingan Nc
dengan Nd ditunjukkan pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2 Nilai Kritis Effisiensi Sistem Proteksi Petir
Penentuan penempatan terminasi udara (finial) sesuai dengan tingkat
proteksi yang dimiliki suatu bangunan dapat ditinjau Tabel 2.3 dan Tabel 2.4.
Tabel 2.4. Penempatan Finial Sesuai dengan Tingkat Proteksi Tingkat
Proteksi
h (m) 20 30 45 60 Lebar Jaring
(m) R (m) α0 α0 α0 α0
I 20 25 - - - 5
II 30 35 25 - - 10
III 45 45 35 25 - 15
IV 60 55 45 35 25 20
15
250 - 550
2.3. Metode Ruang Proteksi Penangkal Petir
Metode ruang proteksi penangkal petir meliputi metode konvensional dan
non konvensional akan dijabarkan sebagai berikut :
2.3.1. Metode Ruang Proteksi Konvensional
Pada awal mula ditemukannya penangkal petir dan beberapa tahun setelah
itu ruang proteksi dari suatu penangkal petir berbentuk ruang kerucut dengan
sudut puncak kerucut berkisar antara 250 hingga 550 dapat dilihat pada gambar
2.3.a. Pemilihan besarnya sudut proteksi ini menyatakan tingkat proteksi yang
diinginkan. Semakin kecil sudut proteksi maka semakin tinggi tingkat proteksi
yang diperoleh semakin baik namun semakin mahal biaya pembangunannya.
(Syakur dan Yusningtyastuti, 2006)
a. Realita Dalam Bentuk Tiga Dimensi Ruang
16
b. Dalam Bentuk Dua Dimensi Untuk Penyederhanaan
Gambar 2.3 Ruang Proteksi Konvensional
Untuk mempermudah analitik, ruang proteksi tiga dimensi dapat
dilukiskan secara dua dimensi dan karena bentuknya simetri, maka analisis dapat
dilakukan hanya pada bagian (Gambar 2.3.b). Semua benda-benda yang berada
dalam ruang kerucut proteksi (atau bidang segi tiga proteksi) akan terhindar dari
sambaran petir. Sedangkan benda-benda yang berada di luar ruang kerucut
proteksi (atau di luar bidang segi tiga proteksi) tidak akan terlindungi.
Jenis instalasi penangkal petir konvensional yakni rangkaian jalur instalasi
penyalur petir yang bersifat pasif menerima sambaran petir. sistem faraday
cage/sangkar faraday merupakan sistem pemasangan penangkal petir yang baik
untuk instalasi penangkal petir konvensional.
Pada kasus gedung yang bagian puncaknya merupakan permukaan yang
luas, maka untuk mengatasi sambaran petir pada bagian yang paling mudah
tersambar ini, dipasang penghantar mendatar yang berfungsi sebagai terminal
tambahan. Penghantar mendatar yang dipasang pada bagian atap akan berbentuk
seperti sangkar. Perlindungan penghantar seperti inijuga akan berfungsi
melindungi gerdung dari bahaya induksi atau masuknya muatan yang besar.
Untuk meningkatkan fungsi perlindungan dapat dilakukan dengan
menambahkan jumlah konduktor penghantar dan masing-masing konduktor
penghantar dihubungkan secara listrik dengan sistem pentanahan.
Penggunaan penangkal petir sistem sangkar Faraday pada gedung dapat
dilihat pada gambar 2.4 :
(a) (b) Gambar 2.4. Sambaran Petir Disuatu Titik Tertentu
Pada Gambar 2.4.a terlihat objek C terletak diluar daerah jangkauan
perlindungan penangkal petir A, maka objek tersebut akan mungkin terkena
17
sambaran petir. Untuk mengamankan objek C perlu dipasang penangkal petir
tambahan B (Gambar 2.4.b)
Sistem sangkar Faraday akan lebih sempurna bila pada system penangkal
petir ditambahkan batang penangkal petir pendek (finial) yang diletakkan pada
daerah yang mudah tersambar (biasanya dipasang pada tiap-tiap sudut, sepanjang
sisi dan bagian yang menonjol dari gedung), yang kemudian dihubungkan satu
sama lain dengan konduktor pebnghantar yang terdekat secara listrik seperti yang
terlihat pada Gambar 2.5.
Gambar 2.5 Prinsip Penangkal Petir Sistem Sangkar Faraday
Tujuan dari pemasangan batang penangkal petir pendek (finial) yaitu
apabila lidah petir mendekat menuju batang penghantar mendatar, maka arus
muatan akan mudah ditangkap dan dialiri melalui batang penangkal petir pendek
tersebut, (Sriyadi, 2003)
2.3.2. Metode Ruang Proteksi Non Konvensional
Teori elektrogeometri adalah teori yang mengaitkan hubungan antara sifat
listrik sifat listrik sambaran petir geometri sistem perlindungan terhadap petir agar
diperoleh perilaku petir pada saluran yang baik (Purbomiluhung,2008). Teori ini
semula dikembangkan untuk pembuatan elektrogeometri pada saluran transmisi
tegangan tinggi.
18
Model Elektrogeometri didasarkan pada hipotesa sebagai berikut
(Purbomiluhung, 2008) :
- Jika suatu kepala lidah petir yang dalam pergerakannya mendekati objek
sambaran bumi telah mencapai suatu “titik sambaran” utama, maka petir akan
mengenai objek sambaran melalui sambaran terpendek
- Jarak sambaran petir ditentukan oleh tinggi arus puncak sambaran pertama.
Ruang proteksi menurut model elektrogeometri hampir sama dengan ruang
proteksi berdasarkan konsep lama yaitu berbentuk ruang kerucut juga hanya saja
bidang miring dari kerucut tersebut melengkung dengan jari-jari tertentu seperti
terlihat pada Gambar 2.6 (Syakur dan Yuningtyastuti, 2006).
a. Radius Dalam Bentuk Tiga Dimensi Ruang
b. Dalam Bentuk Dua Dimensi Untuk Penyederhanaan
Gambar 2.6 Konsep Ruang Proteksi Menurut Model Elektrogeometri
19
Jarak sambar (kemampuan menyambar atau menjangkau suatu benda) dari
lidah petir ini ditentukan oleh arus petir yang terjadi. Derajat kelengkungan dari
bidang dari bidang miring kerucut dipengaruhi oleh besarnya arus petir yang
terjadi.
Jangkauan proteksi suatu penangkal petir dapat dijelaskan dengan bidang
sambar atau garis sambar ( Syakur dan Yuningtyastuti, 2006). Bidang sambar
adalah tempat kedudukan titik sambar yaitu titik dimana lidah petir telah
mencapai suatu jarak terhadap suatu benda sama dengan jarak dengan jarak
sambar. Bidang sambar merupakan bentuk tiga dimensi dalam kondisi nyata.
Penyederhanaan analisis dapat dipergunakan bentuk dua dimensi yaitu garis
sambar seperti ditunjukkan pada Gambar 2.7
Gambar 2.7. Garis Sambar Suatu Lidah Petir Untuk Arus Petir Tertentu
Titik A dan B merupakan titik kritis artinya semua petir dengan arus I
yang melewati titik-titik ini akan menyambar ke penangkal petir atau menuju ke
tanah dengan probabilitas 50%. Untuk mengetahui apakah suatu benda terlindungi
maka perlu dibuat garis sambar untuk arus yang sama I untuk benda tersebut. Bila
garis sambar untuk benda berada di bawah dari garis sambar untuk penangkal
20
petir maka benda terlindungi. Jika garis sambar untuk benda berada di atas garis
sambar untuk penangkal petir maka benda tidak terlindungi.
Hubungan antara besarnya arus petir dengan jarak sambar dapat dijelaskan
sebagai berikut (Syakur dan yuningtyastuti, 2006). Bila arus petir yang terjadi
bernilai kecil artinya mengandung jumlah muatan kecil maka energi yang
diperlukan untuk memicu lidah petir melakukan loncatan terakhir juga kecil
sehingga jangkauan sambaran berjarak pendek. Jika arus petir yang terjadi bernilai
lebih besar artinya mengandung jumlah muatan lebih banyak maka energy yang
diperlukan untuk memicu lidah petir melakukan loncatan terakhir juga lebih besar
sehingga jangkauan sambaran berjarak lebih jauh.
Hubungan besar arus dengan jarak sambaran (rs) ditunjukkan persamaan
berikut (Lamber, dkk, 1999):
rs = 10 . (2.9)
dengan :
rs = jarak sambaran (m)
Î = arus puncak petir (kA)
Besarnya sudut perlindungan dari sebuah penangkal petir dapat ditentukan
dengan menggunakan rumus empiris dari Hasse dan Wiesinger:
α = are (2.10)
dengan :
rs = jarak sambaran (m)
α = sudut perlindungan
h = tinggi penangkal petir dari atas permukaan tanah
Radius daerah perlindungannya (r) dapat ditentukan dengan persamaan
berikut (Anderson, 1982):
r = (2.11)
Dengan menggunakan konsep ruang proteksi menutur elektrogeometri
model dan bidang sambar serta garis sambar maka diperoleh perlindungan
bangunan seperti terlihat pada Gambar 2.8.
21
Gambar 2.8. Perlindungan Bangunan dengan Metode Elektrogeometri
dengan :
h = tinggi finial di atas tanah
b = tinggi bangunan diatas tanah
rs = jarak sambar petir
22
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian.
Penelitian dilaksanakan di lingkungan gedung bandara Fatmawati
Bengkulu dengan keadaan sistem proteksi telah terpasang (sudah ada sistem
proteksi petir) sebelumnya. Waktu pelaksanan penelitian dimulai pada bulan
Maret 2011 sampai dengan Mei 2011.
3.2. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penulisan skripsi ini dilakukan dengan
cara mengumpulkan data sekunder dan studi pustaka. Data sekunder yang
diperlukan dalam penelitian ini berupa, denah gedung, jumlah hari guruh pertahun
(iso keraunic level) wilayah Bengkulu, data parameter petir dan data kerusakan
yang terjadi akibat sambaran petir di bandara Fatmawati Bengkulu. Studi pustaka
dilakukan dengan mempelajari seluruh aspek teoritis dari berbagai referensi untuk
memperoleh rumusan dan standar-standar yang digunakan dalam mengevaluasi
tinggi dan radius perlindungan sistem proteksi penangkal petir pada gedung
tersebut.
3.3 Data-data Pendukung
Data-data pendukung pada penelitian meliputi denah gedung ATC, denah
gedung terminal utama, denah gedung VVIP Pemprov, dengan gambar berskala
1:40, data jumlah hari guruh Propinsi Bengkulu dan data kerusakan akibat
sambaran petir (terlampir). Data-data tersebut sebagai berikut :
3.3.1. Denah Gedung Terminal Utama Bandara Fatmawati Bengkulu
Gedung terminal utama pada mulanya menerapkan metode konvensional
untuk sistem proteksi petir eksternalnya. Adapun denah gedung terminal utama
23
meliputi: denah tampak depan, tampak samping dan tampak atas. Denah gedung
terminal utama tampak depan dapat diliahat pada Gambar 3.1.
Gambar 3.1. Denah Gedung Terminal Utama (tampak depan)
Pada denah Gambar 3.1, gedung terminal utama memiliki panjang bangunan 76,4
m, tinggi bangunan 17,2 m dan tinggi finial 0,5 m.
Denah gedung terminal utama dapat dilihat pada Gambar 3.2.
Gambar 3.2. Denah Gedung Terminal Utama (tampak samping)
Berdasarkan denah tersebut seperti pada Gambar 3.2, gedung terminal
utama memiliki lebar 65 m. Berikut adalah denah tampak atas dari gedung
terminal utama, dapat dilihat pada Gambar 3.3.
76,4 m
17.2 m
0.5 m
68 m
17,2 m
0.5 m
24
Gambar 3.3. Denah Gedung Terminal Utama (tampak atas)
Berdasarkan denah pada Gambar 3.3 diketahui bahwa gedung terminal utama
memiliki atap bangunan yang berbentuk pelana kuda, pelindung atap
menggunakan alumunium dan beton bertulang.
3.3.2. Denah Gedung VVIP Pemprov Bandara Fatmawati Bengkulu
Gedung VVIP Pemprov pada mulanya juga menggunakan metode
konvensional untuk sistem proteksi petir eksternalnya. Adapun denah Gedung
VVIP Pemprov meliputi denah tampak depan, tampak samping, dan tampak atas.
Denah gedung tampak depan dapat dilihat pada gambar 3.4.
76,4 m
68 m
0.5 m
12,6 m
25
Gambar 3.4. Denah Gedung VVIP Pemprov (tampak depan)
Berdasarkan denah tersebut seperti pada Gambar 3.4 gedung VVIP Pemprov
memiliki lebar bangunan 21,6 m, tinggi bangunan 12,6 m dan tinggi finial 0,5 m.
Denah gedung VVIP Pemprov bandara Fatmawati Bengkulu tampak
samping dapat dilihat pada Gambar 3.5.
Gambar 3.5. Denah Gedung VVIP Pemprov (tampak samping)
Berdasarkan denah Gambar 3.5 di atas dapat dilihat bahwa panjang bangunan 35,4
m dengan posisi bangunan yang sedikit menanjang di tengah.
Denah gedung VVIP Pemprov bandara Fatmawati Bengkulu tampak atas
dapat dilihat pada Gambar 3.6.
21,6 m
35,4 m
12,6 m
0.5 m
35,4 m
26
Gambar 3.6. Denah Gedung VVIP Pemprov (tampak atas)
21,6 m
27
Berdasarkan denah tersebut seperti pada Gambar 3.6 gedung VVIP Pemprov
bandara Fatmawati Bengkulu memiliki atap berbentuk kerucut pada bangunan
tengahnya dengan konstruksi kuda-kuda kayu dan pelindung seng alumunium
pada bagian atap.
3.3.3. Denah Gedung ATC Bandara Fatmawati Bengkulu
Denah gedung ATC bandara Fatmawati Bengkulu tampak depan dapat
dilihat pada Gambar 3.7.
Gambar 3.7. Denah Gedung ATC Bandara Fatmawati Bengkulu (tampak depan)
Berdasarkan denah tampak depan bangunan ATC diatas, memiliki panjang
bangunan 56 m, tinggi 20,3, dan tinggi finial 2 m. Bangun ATC ini terdiri dari dua
bangunan yang berdempet antara kantor dan ATC sebagai ruang kontrol pesawat
yang menjulang tinggi.
Denah gedung ATC bandara Fatmawati Bengkulu tampak samping dapat dilihat
pada Gambar 3.8.
2 m
56 m
20.3 m
28
Gambar 3.8 Denah Gedung ATC (tampak samping)
Berdasarkan denah bangunan ATC bandara Fatmawati Bengkulu diatas terlihat
bahwa lebar bangunan 27 m, dan tinggi bangunan kantor yakni 5 m, sedangkan
bangunan ATC disebelahnya setinggi 20,3 m.
Denah bangunan ATC bandara Fatmawati Bengkulu tampak atas dapat dilihat
pada Gambar 3.9.
27 m
5 m
20,3 m
2 m
27 m
56 m
29
Gambar 3.9. Denah Bangunan ATC Bandara Fatmawati Bengkulu (tampak atas)
30
Berdasarkan denah bangunan ATC bandara Fatmawati Bengkulu tampak atas
diatas dapat dilihat bahwa bentuk atas kedua bangunan yang berdempetan tersebut
berbentuk dag atau beton bertulang.
3.3.4. Data Hari GuruhTahun 2010 Provinsi Bengkulu
Data hari guruh merupakan banyaknya hari dimana terdengar guntur
dalam jarak kira-kira 25 Km dari stasiun pengamatan. Hari guruh biasa disebut
juga (thunderstormday). IKL adalah jumlah hari guruh dalam satu tahun disuatu
tempat. Untuk menganalisa pengamatan terhadap sambaran petir di Bandara
Fatmawati Bengkulu, data hari guruh digunakan untuk menghitung besarnya
kerapatan sambaran petir ke tanah rata-rata tahunan (Ng) dan sebagai salah satu
indeks dalam penentuan besarnya kebutuhan bangunan akan adanya sistem
penangkal petir.
Adapun data hari guruh tahun 2010 di propinsi Bengkulu yang diamati
oleh Stasiun Meteorologi dan Geofisika, Stasiun Klimatologi KL II Pulau Baai
Bengkulu yakni pada Table 3.1.
Tabel 3.1 Data Hari Guruh Tahun 2010 Bulan di 2010 Jumlah Hari Guruh
Januari 3
Februari 6
Maret 2
April 2
Mei 0
Juni 2
Juli 5
Agustus 6
September 6
Oktober 6
November 5
Desember 7
IKL 50
31
Sumber : Stasiun Klimatologi KL II Pulau Baai Bengkulu
Berdasarkan Tabel 3.1 diketahui bahwa di propinsi Bengkulu jumlah hari
guruh di tahun 2010 sebanyak 50 hari.
3.3.5. Data Parameter Petir di Indonesia
Data parameter petir meliputi data arus petir (I) dan kecuraman arus petir
(di/dt). Data arus puncak petir (I) digunakan untuk menghitung besarnya jarak
sambaran petir (rs) dan luas penampang kawat penghantar ke tanah (A). Adapun
data parameter petir di Indonesia seperti pada Table 3.2. Tabel 3.2. Data Parameter Petir di Indonesia
Kota I (kA) Di/dt (kA/µs) Sabang 39,6512 15,6355
Aceh Besar 39,9917 15,7568 Medan 50,3356 21,8932
Brastagih 56,8723 23,5654 Pekan Baru 41,5645 16,3866
Batam 40,6932 16,0322 Bintan 41,4756 16,3568 Padang 54,8246 22,5687
Bukittinggi 55,9863 23,5825 Padang Panjang 55,1287 23,2475
Solok 53,2189 22,3226 Palembang 43,2563 17,9856 Pagar Alam 47,0234 18,8369
Lahat 45,6834 18,0256 Tanjung Inim 41,2301 16,0023
Lubuk Linggau 42,7852 17,2365 Bengkulu 45,2368 18,2031 Kepahiang 44,5645 17,9972 Lampung 38,6110 15,2314
Lampung Selatan 40,0013 15,9135 DKI Jakarta 37,5899 13,2368
Depok 43,2315 17,9123 Bogor 44,3607 18,0021
Lembang 58,5020 25,2850 Sumber : Stasiun Klimatologi KL II Pulau Baai Bengkulu
Berdasarkan Tabel 3.2. diketahui bahwa provinsi Bengkulu memiliki arus puncak
petir sebesar 45,2368 kA
32
3.4. Tahapan Penelitian
Langkah awal pada penelitian ini yakni dimulai dengan pengambilan data.
Pada tahapan ini data yang diperlukan meliputi data sekunder, dan studi literatur.
Data sekunder meliputi denah gedung, hari guruh, dan data parameter petir dan
data kerusakan akibat sambaran petir. Denah gedung digunakan untuk
menghitung luas daerah yang memiliki angka sambaran petir dan untuk
menganalisa radius sambaran elektrogeometri serta penentuan letak finial udara
baik dari kedua metode yang akan digunakan pada tiap-tiap gedung. Data jenis
bahan bangunan dan hari guruh digunakan sebagai penentuan besarnya kebutuhan
bangunan akan adanya sistem proteksi petir berdasarkan indeks-indeks standar
yang digunakan, selain itu data hari guruh juga digunakan untuk menghitung
besarnya kerapatan sambaran petir ke tanah. Data parameter petir menyangkut
besarnya arus puncak petir untuk wilayah Bengkulu digunakan untuk menghitung
jarak sambaran petir dan data kerusakan akibat sambaran petir sebagai acuan
penelitian ini. Studi pustaka dilakukan untuk memperoleh referensi mengenai
rumusan-rumusan serta standar yang akan digunakan untuk menentukan tinggi
dan radius perlindungannya. Standar yang digunakan adalah Peraturan Umum
Instalasi Penangkal Petir (PUIPP) dan Standar Nasional Indonesia (SNI) 03-
7014.1-2004.
Langkah selanjutnya adalah pengolahan data. Pada tahapan ini dilakukan
perhitungan terhadap data-data yang telah diperoleh sesuai dengan metode analisa
data. Pengolahan data dilakukan pada ke tiga gedung bandara Fatmawati
Soekarno yakni gedung (ATC, Terminal Utama, VVIP Pemprov). Metode awal
yang digunakan yakni metode konvensional pada ke tiga gedung karena pada
perancangan awal sistem proteksi petir di bandara Fatmawati Bengkulu mulanya
menggunakan metode konvensional. Setelah diperoleh hasil dari pengevaluasian
menggunakan metode awalnya, kemudian digunakan metode elektrogeometri
(non konvensional) sebagai pembanding dari hasil metode yang digunakan
sebelumnya.
Untuk mempermudah dalam membaca penulisan tahapan penelitian pada
penulisan skripsi ini akan dijelaskan pada Gambar 3.10.
33
34
Gambar 3.10. Diagram Alir Penelitian
35
3.5. Analisa Data
Data yang diperoleh akan dihitung dan dianalisa dengan menggunakan
metode konvensional, yang hasilnya kemudian akan dibandingkan dengan hasil
evaluasi menggunakan metode elektrogeometri (non konvensional) , dengan cara
menghitung beberapa langkah penting yakni :
a. Besaran kebutuhan bangunan akan sistem penangkal petir (F), berdasarkan
Peraturan Umum Instalasi Penangkal Petir (PUIPP), National Fire Protection
Association (NFPA) 780, International Electrotechnical Commision (IEC)
1024-1-1 dan Standar Nasional Indonesia (SNI) 03-7014.1-2004.
b. Menghitung luas daerah yang masih memeliki angka sambaran petir (Ae)
c. Menghitung jumlah rata-rata frekuensi sambaran petir langsung pertahun (Nd)
d. Menghitung jarak sambaran petir (rs)
e. Menghitung sudut perlindungan (α) dan radius perlindungan (r)
36
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Sistem Proteksi Penangkal Petir Gedung Terminal Utama Bandara
Fatmawati Bengkulu .
Berdasarkan data gedung terminal utama bandara Fatmawati Bengkulu dan
data hari guruh tahun 2010 propinsi Bengkulu maka diperoleh besarnya
kebutuhan suatu bangunan akan adanya sistem proteksi penangkal petir adalah :
4.1.1. Berdasarkan Peraturan Umum Instalasi Penangkal Petir (PUIPP)
Besarnya kebutuhan suatu bangunan akan adanya sistem proteksi
penangkal petir dapat ditentukan berdasarkan indeks-indeks yang menyatakan
faktor-faktor tertentu sesuai dengan (PUIPP) seperti yang ditunjukkan pada
Lampiran 1 yakni Tabel 1 sampai dengan Tabel 5 dan Tabel 6 merupakan
penjumlahan dari indeks-indeks yang dipilih dari tabel-tabel sebelunya. Hasil
penjumlahan indeks-indeks tersebut (R) merupakan indeks perkiraan bahaya
akibat sambaran petir seperti pada persamaan (2.8) :
R = A + B + C + D + E
Semakin besar nilai R semakin besar pula bahaya serta kerusakan yang
mungkin ditimbulkan oleh sambaran petir berarti semakin besar pula kebutuhan
bangunan tersebut akan adanya sistem penangkal petir.
- Berdasarkan Tabel 1 gedung terminal utama bandara Fatmawati memiliki indeks
A sebesar 3 yakni gedung yang berisi banyak sekali orang sebagai tempat
terminal penerbangan
- Berdasarkan Tabel 2 gedung terminal utama bandara Fatmawati memiliki indeks
B sebesar 2 yakni bangunan dengan konstruksi beton bertulang atau rangka besi
dan atap bukan logam.
- Berdasarkan Tabel 3 gedung terminal utama bandara Fatmawati memiliki
indeks C sebesar 4 yakni tinggi bangunan lebih dari 17 meter.
37
- Berdasarkan Tabel 4 gedung terminal utama bandara Fatmawati memiliki indeks
D sebesar 0 yakni di tanah datar pada semua ketinggian.
- Hari guruh di Bengkulu sebanyak 50 hari/tahun, maka berdasarkan Tabel 5
gedung terminal utama bandara Fatmawati memiliki indeks E sebesar 5.
Berdasarkan nilai indeks-indeks tersebut maka nilai indeks R untuk
gedung terminal utama Bandara Fatmawati Bengkulu yaitu :
R = A + B + C + D + E
= 3 + 2 + 4 + 0 + 5
= 14
Berdasarkan perhitungan di atas diperoleh R = 14 sehingga sesuai dengan Tabel 6
nilai tersebut menunjukkan bahwa gedung terminal utama bandara Fatmawati
Bengkulu memiliki perkiraan bahaya sambaran petir besar dan sangat dianjurkan
untuk memiliki sistem proteksi petir yang baik.
4.1.2. Berdasarkan National Fire Protection Association (NFPA) 780
National Fire Protection Association (NFPA) 780 juga dapat digunakan
untuk menentukan besarnya kebutuhan suatu bangunan akan adanya sistem
proteksi penangkal petir. Cara penentuan yang digunakan pada standar NFPA
hampir dengan yang digunakan pada standar yang digunakan PUIPP yaitu dengan
menjumlahkan indeks yang mewakili keadaan lokasi bangunan seperti yang
ditunjukkan pada Lampiran 2 yaitu Tabel 7 sampai Tabel 11. Hasil penjumlahan
pada Tabel 12. Perkiraan bahaya akibat sambaran kilat ditunjukkan pada Tabel 13
secara matematik dapat dituliskan seperti pada persamaan (2.9) :
R =
- Berdasarkan Tabel 7 gedung terminal utama bandara Fatmawati Bengkulu
memiliki indeks A sebesar 10 yakni bangunan yang berisi banyak orang.
- Berdasarkan Tabel 8 gedung terminal utama bandara Fatmawati Bengkulu
meiliki Indeks B sebesar 3 yakni kerangka struktur berupa beton bertulang dan
jenis atap campuran aspal, ter, atau genteng.
38
- Berdasarkan Tabel 9 gedung terminal utama bandara Fatmawati Bengkulu
memiliki indeks C sebesar 5 yakni bangunan kecil, melingkupi area lebih dari
929 m2 .
- Berdasarkan Tabel 10 gedung terminal utama bandara Fatmawati Bengkulu
memiliki indeks D sebesar 1 yakni berada pada tanah datar.
- Berdasarkan Tabel 11 gedung terminal utama bandara Fatmawati Bengkulu
memiliki indeks E sebesar 8 yakni pelayanan umum seperti bandara dan kantor
polisi
- Berdasarkan Tabel 12 gedung terminal utama bandara Fatmawati Bengkulu
memiliki indeks F sebesar 4 yakni gedung tersebut berada pada lokasi yang
memiliki hari guruh atau iso keraunic level sebesar 50 hari/tahun.
Nilai indeks R berdasarkan National Fire Protection Association 780 untuk
gedung terminal utama Bandara Fatmawati Bengkulu yaitu :
R =
R =
R = 6,75
Hasil hasil perhitungan di atas diperoleh R = 6,75 sehingga sesuai dengan
Tabel 13 dengan nilai menunjukkan bahwa gedung terminal utama bandara
Fatmawati sangat dianjurkan untuk mendapat sistem proteksi penangkal petir
yang baik.
4.1.3. Standar IEC 1024-1-1 Daerah proteksi (Ae) pada gedung terminal utama yang mempunyai
panjang bangunan (p = 76,4 m), lebarnya (l = 68 m), dan ketinggian (h = 17,2 m).
Ae = ((2(p+l).3h)+(3,14.9h2))
= ((2(76,4+68)(3)(17,2))+((3,14)(9)(17,22)))
= 14.902,08 + 8.360,4384
= 23.262,518 m2 = 0,023 km2
Kerapatan sambaran petir ke tanah rata-rata tahunan (Ng) di daerah tempat
bagunan berada berdasarkan persamaan (2.2).
Ng = 4. 10-2 . T1,26
39
r
0.5 m
550 550
= 4. 10-2 . 50 1,26
= 5,53 sambaran/km2/tahun
Frekuensi sambaran petir langsung setempat yang diperkirakan ke struktur
yang diproteksi berdasarkan persamaan (2.1) adalah :
Nd = Ng . Ae
= (5,53)(0,023)
= 0,128/tahun
Berdasarkan data Stasiun Meteorologi Geofisika Bengkulu diperoleh nilai
frekuensi tahunan stempat (Nc) yang diperoleh sebesar 0,1/tahun karena nilai Nd
lebih besar dari nilai Nc maka diperlukan suatu sistem proteksi dengan efisiensi
berdasarkan persamaan (2.8).
E ≥ 1 – Nc/Nd
1 - = 1 –
= 0,21
Pada Gambar 2.2 efisiensi sistem proteksi petir di bawah 80 atau < 0,8
adalah pada tingkat IV, sehingga pada Tabel 2.3 terlihat bahwa nilai efisiensi
tersebut berada pada tingkat proteksi IV dengan nilai efisiensi pendekatan 0.8.
Tinggi gedung terminal utama 17,2 meter, berdasarkan Tabel 2.4 tergolong
kedalam golongan ketinggian 20 meter sehingga tingkat proteksi untuk gedung
terminal utama adalah tingkat IV dengan sudut perlindungan 550.
Gedung terminal utama Bandara Fatmawati Bengkulu memiliki bentuk
atap yang berbentuk pelana kuda dengan dua finial tegak masing-masing 0,5 m
dan ketinggian gedung 17,2 meter, sehingga tinggi finial dari permukaan tanah
yakni 17,2 m + 0,5 m sebesar 17,7 m. Radius proteksi pada gedung terminal
utama bandara Fatmawati dengan memperhatikan segitiga seperti pada Gambar
4.1.
40
Gambar 4.1. Radius Proteksi pada Gedung Terminal Utama
Tan 550 =
1,428 =
r = 25,27 meter
Hasil perhitungan radius perlindungan oleh penangkal petir pada gedung terminal
utama bandara Fatmawati Bengkulu adalah 25,27 meter. Berdasarkan perhitungan
yang sama didapat empat ketinggian atap yang layak diberi sistem proteksi petir,
yakni atap utama, atap kedua, atap depan dan atap belakang.
Metode yang digunakan pada penangkal petir gedung terminal utama
bandara Fatmawati Bengkulu sebelumnya adalah metode konvensional atau sudut
proteksi. Pada gedung tersebut dipasang dua batang finial dengan panjang 0,5 m.
Daerah perlindungan penangkal petir pada gedung terminal utama Bandara
Fatmawati Bengkulu tampak depan dapat dilihat pada Gambar 4.2.
Gambar 4.2. Daerah Perlindungan Penangkal Petir pada Gedung Terminal utama Bandara Fatmawati Bengkulu (tampak depan)
Berdasarkan Gambar 4.2. dapat dianalisa bahwa dengan menggunakan
metode konvensional yang diketahui merupakan metode awal perancangan
proteksi petir eksternal, yang sebelumnya digunakan oleh bandara Fatmawati
Bengkulu, belum cukup melindungi gedung tersebut dari bahaya sambaran petir.
Bagian-bagian bangunan yang berada di luar daerah proteksi (bidang segitiga
proteksi) tidak terlindungi oleh penangkal petir.
550 0,5 m
41
Daerah perlindungan penangkal petir pada gedung terminal utama tampak
samping dapat dilihat pada Gambar 4.3.
Gambar 4.3. Daerah Perlindungan Penangkal Petir pada Gedung Terminal utama
Bandara Fatmawati Bengkulu (tampak samping)
Terlihat bahwa daerah perlindungan pada Gambar 4.3 diketahui semua
bagian bangunan belum terlindungi. Perlindungan efektif adalah jika semua
bagian bangunan/atap sudah terlindungi oleh penangkal petir atau berada dalam
bidang segitiga proteksi sehingga pada gedung terminal utama bandara Fatmawati
perlu adanya evaluasi, baik nantinya berupa penambahan jumlah finial maupun
panjang finial pada atap gedung.
Untuk mendapatkan perlindungan maksimal dari penangkal petir dengan
menggunakam metode yang sama yakni konvensional, dilakukan sebuah
perancangan ulang (evaluasi) berdasarkan dasar perhitungan yang sama pula,
yang terlihat pada Gambar 4.4.
550 0,5 m 550
42
Atap pemberhentian
Gambar 4.4. Evaluasi daerah Perlindungan Gedung Terminal Utama (tampak depan) dengan Metode Konvensional
Berdasarkan Gambar 4.4. analisa yang dilakukan dengan menggunakan
metode konvensional dengan besar sudut yang diperoleh berdasarkan perhitungan
yakni 550, menghasilkan banyak perubahan, baik posisi maupun panjang serta
jumlah penangkal petir yang akan digunakan.
Daerah perlindungan penangkal petir pada gedung terminal utama Tampak
Samping dapat dilihat pada Gambar 4.5.
Gambar 4.5. Evaluasi Daerah Perlindungan Gedung Terminal Utama (tampak samping) dengan Metode Konvensional
Penambahan beberapa penangkal petir dari keadaan semula dapat di
rincikan ke dalam Tabel 4.1. sebagai berikut :
Atap depan Atap belakang
Atap kedua Atap Utama
Atap depan
Atap kedua Atap utama
43
Tabel 4.1 Hasil Perhitungan dan Penentuan Jumlah Penangkal Petir pada Gedung Terminal Utama Bandara Fatmawati Bengkulu.
Lokasi Panjang Finial
Radius Proteksi (r)
Jumlah
Puncak Atap Utama 1 meter 25,99 meter 5 batang Atap ke Dua Kiri dan Kanan 1 meter 20,70 meter 6 batang Atap Belakang 1 meter 23,56 meter 4 batang Atap Depan 1 meter 20,70 meter 2 batang
Berdasarkan Tabel 4.1. diketahui bahwa gedung terminal utama bandara
Fatmawati Bengkulu masih membutuhkan banyak penangkal petir/ finial udara
untuk dapat melindungi seluruh bangunan/atap dari bahaya sambaran petir.
Adapun banyaknya penangkal petir yang dibutuhkan sebanyak 17 batang dengan
panjang 1 meter dengan sistem pemasangannya terhubung satu sama lain dengan
kabel konduktor pentanahan pada masing-masing atap.
Luas daerah terproteksi atau ruang proteksi yang terbentuk dan dapat di
proteksi oleh sudut yang di bentuk penangkal petir dapat dilihat pada Gambar 4.6.
Gambar 4.6. Luas Daerah Terproteksi Atau Ruang Proteksi Gedung Terminal Utama
dari Hasil Evaluasi Penangkal Petir Sebelumnya.
44
Hasil evaluasi sistem penangkal petir gedung teminal utama bandara
Fatmawati Bengkulu dengan menggunakan metode konvensional dapat dilihat
pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2. Hasil Evaluasi Sistem Penangkal Petir Gedung Terminal Utama Bandara Fatmawati Bengkulu dengan Menggunakan Metode Konvensional
No. Keadaan Semula Hasil evaluasi
1. Hanya digunakan 2 batang
penangkal petir setinggi
0.5 meter pada atap
Gedung Terminal Utama
Dibutuhkan penangkal petir/finial tambahan
sebanyak 17 batang dengan panjang 1 meter
pada masing-masing atap yang saling
terhubung satu sama lain dengan kabel
konduktor pentanahan.
2. Masih terdapat titik
sambaran pada atap utama
Semua bagian atap bangunan pada gedung
terminal utama yang membutuhkan sistem
proteksi petir berdasarkan perhitungan, telah
terlindungi dan berada dalam segitiga
proteksi.
4.2. Sistem Proteksi Penangkal Petir Gedung VVIP Pemprov Bandara
Fatmawati Bengkulu .
Berdasarkan data Gedung VVIP Pemprov bandara Fatmawati Bengkulu
dan data hari guruh tahun 2010 propinsi Bengkulu maka diperoleh besarnya
kebutuhan suatu bangunan akan adanya sistem proteksi penagkal petir adalah :
4.2.1. Berdasarkan Peraturan Umum Instalasi Penangkal Petir (PUIPP)
Besarnya kebutuhan suatu bangunan akan adanya sistem proteksi
penangkal petir dapat ditentukan berdasarkan indeks-indeks yang menyatakan
factor-faktor tertentu sesuai dengan Peraturan Umum Instalasi Penangkal Petir
(PUIPP) seperti yang ditunjukkan pada Lampiran 1 yakni Tabel 1 sampai dengan
Tabel 5 dan Tabel 6 merupakan penjumlahan dari indeks-indeks yang dipilih dari
tabel-tabel sebelumnya.
Hasil penjumlahan indeks-indeks tersebut (R) merupakan indeks perkiraan
bahaya akibat sambaran petir seperti pada persamaan (2.8) :
45
R = A + B + C + D + E
Semakin besar nilai R semakin besar pula bahaya serta kerusakan yang
mungkin ditimbulkan oleh sambaran petir berarti semakin besar pula kebututhan
bangunan tersebut akan adanya sistem penangkal petir.
- Berdasarkan Tabel 1 gedung VVIP Pemprov bandara Fatmawati memiliki
indeks A sebesar 3 yakni gedung yang berisi banyak sekali orang sebagai tempat
terminal penerbangan
- Berdasarkan Tabel 2 gedung VVIP Pemprov bandara Fatmawati memiliki
indeks B sebesar 2 yakni bangunan dengan konstruksi beton bertulang atau
rangka besi dan atap bukan logam.
- Berdasarkan Tabel 3 gedung VVIP Pemprov bandara Fatmawati memiliki
indeks C sebesar 3 yakni tinggi bangunan lebih dari 12 meter.
- Berdasarkan Tabel 4 gedung VVIP Pemprov bandara Fatmawati memiliki
indeks D sebesar 0 yakni di tanah datar pada semua ketinggian.
- Hari guruh di Bengkulu sebanyak 50 hari/tahun, maka berdasarkan Tabel 5
gedung VVIP Pemprov bandara Fatmawati memiliki indeks E sebesar 5.
Berdasarkan nilai indeks-indeks tersebut maka nilai indeks R untuk
gedung VVIP Pemprov bandara Fatmawati Bengkulu yaitu :
R = A + B + C + D + E
= 3 + 2 + 3 + 0 + 5
= 13
Berdasarkan perhitungan di atas diperoleh R = 13 sehingga sesuai dengan Tabel 6
menunjukkan bahwa gedung VVIP Pemprov bandara Fatmawati Bengkulu
memiliki perkiraan bahaya sambaran agak besar dan dianjurkan menggunakan
sistem proteksi petir yang baik.
4.2.2. Berdasarkan National Fire Protection Association (NFPA) 780
National Fire Protection Association (NFPA) 780 juga dapat digunakan
untuk menentukan besarnya kebutuhan suatu bangunan akan adanya sistem
proteksi penangkal petir. Cara penentuan yang digunakan pada standar NFPA
hampir dengan yang digunakan pada standar yang digunakan PUIPP yaitu dengan
menjumlahkan indeks yang mewakili keadaan lokasi bangunan seperti yang
46
ditunjukkan pada Lampiran 2 yaitu Tabel 7 sampai Tabel 11. Hasil penjumlahan
pada Tabel 12. Perkiraan bahaya akibat sambaran kilat ditunjukkan pada Tabel 13
secara matematik dapat dituliskan seperti pada persamaan (2.9) :
R =
- Berdasarkan Tabel 7 gedung VVIP Pemprov bandara Fatmawati Bengkulu
memiliki indeks A sebesar 10 yakni bangunan yang berisi banyak orang.
- Berdasarkan Tabel 8 gedung VVIP Pemprov bandara Fatmawati Bengkulu
meiliki Indeks B sebesar 3 yakni kerangka struktur berupa beton bertulang dan
jenis atap campuran aspal, ter, atau genteng.
- Berdasarkan Tabel 9 gedung VVIP Pemprov bandara Fatmawati Bengkulu
memiliki indeks C sebesar 4 yakni bangunan kecil, melingkupi area kurang dari
929 m2 .
- Berdasarkan Tabel 10 gedung VVIP Pemprov bandara Fatmawati Bengkulu
memiliki indeks D sebesar 1 yakni berada pada tanah datar.
- Berdasarkan Tabel 11 gedung VVIP Pemprov bandara Fatmawati Bengkulu
memiliki indeks E sebesar 8 yakni pelayanan umum seperti bandara dan kantor
polisi
- Berdasarkan Tabel 12 gedung VVIP Pemprov bandara Fatmawati Bengkulu
memiliki indeks F sebesar 1 yakni gedung tersebut berada pada lokasi yang
memiliki hari guruh atau iso keraunic level lebih dari 70.
Nilai indeks R berdasarkan National Fire Protection Association 780 untuk
gedung VVIP Pemprov bandara Fatmawati Bengkulu yaitu :
R =
R =
R = 6,5
Hasil hasil perhitungan di atas diperoleh R = 6,5 sehingga sesuai dengan Tabel 13
(Lampiran) dengan nilai menunjukkan bahwa gedung VVIP Pemprov bandara
Fatmawati sangat dianjurkan untuk mendapat sistem proteksi penangkal petir
yang baik.
47
4.2.3. Standar IEC 1024-1-1
Daerah proteksi (Ae) pada gedung VVIP Pemprov yang mempunyai
panjang bangunan (p = 35,4 m), lebarnya (l = 21,6 m), dan ketinggian (h=12,6 m).
Ae = ((2(p+l).3h)+(3,14.9h2))
= ((2(35,4+21,6)(3)(12,6))+((3,14)(9)(12,62) ))
= (4.309,2+ 4.486,55)
= 8.795,75 m2 = 0,0087 km2
Kerapatan sambaran petir ke tanah rata-rata tahunan (Ng) di daerah tempat
bagunan berada berdasarkan persamaan (2.2) adalah :
Ng = 4. 10-2 . T1,26
= 4. 10-2 . 50 1,26
= 5,53 sambaran/km2/tahun
Frekuensi sambaran petir langsung setempat yang diperkirakan ke struktur
yang diproteksi berdasarkan persamaan (2.1).
Nd = Ng . Ae .
= (5,53)(0,0087)
= 0,048/tahun
Berdasarkan data Stasiun Meteorologi dan Geofisika Bengkulu diperoleh
nilai frekuensi tahunan setempat (Nc) yang diperoleh sebesar 0,1/tahun karena
nilai Nd lebih besar dari nilai Nc maka diperlukan suatu sistem proteksi dengan
efisiensi berdasarkan persamaan (2.8).
E ≥ 1 – Nc/Nd
1 - = 1 –
= 1,08
Pada Tabel 2.3 terlihat bahwa nilai efisiensi tersebut tidak berada dalam
tingkat proteksi dan nilai Nd ≤ Nc sehingga gedung VVIP Pemprov tidak
memerlukan sistem proteksi petir.
48
4.3. Sistem Proteksi Penangkal Petir Gedung ATC Bandara Fatmawati
Bengkulu.
Berdasarkan data gedung ATC bandara Fatmawati Bengkulu dan data hari
guruh tahun 2010 propinsi Bengkulu maka diperoleh besarnya kebutuhan suatu
bangunan akan adanya sistem proteksi penagkal petir adalah :
4.3.1. Berdasarkan Peraturan Umum Instalasi Penangkal Petir (PUIPP)
Besarnya kebutuhan suatu bangunan akan adanya sistem proteksi
penangkal petir dapat ditentukan berdasarkan indeks-indeks yang menyatakan
factor-faktor tertentu sesuai dengan Peraturan Umum Instalasi Penangkal Petir
(PUIPP) seperti yang ditunjukkan pada Lampiran 1 yakni Tabel 1 sampai dengan
Tabel 5 dan Tabel 6 merupakan penjumlahan dari indeks-indeks yang dipilih dari
tabel-tabel sebelunya.
Hasil penjumlahan indeks-indeks tersebut (R) merupakan indeks perkiraan
bahaya akibat sambaran petir seperti pada persamaan (2.8) :
R = A + B + C + D + E
Semakin besar nilai R semakin besar pula bahaya serta kerusakan yang
mungkin ditimbulkan oleh sambaran petir berarti semakin besar pula kebututhan
bangunan tersebut akan adanya sistem penangkal petir.
- Berdasarkan Tabel 1 gedung ATC bandara Fatmawati memiliki indeks A
sebesar 3 yakni gedung yang berisi banyak sekali orang sebagai tempat terminal
penerbangan
- Berdasarkan Tabel 2 gedung ATC bandara Fatmawati memiliki indeks B sebesar
2 yakni bangunan dengan konstruksi beton bertulang atau rangka besi dan atap
bukan logam.
- Berdasarkan Tabel 3 gedung ATC bandara Fatmawati memiliki indeks C
sebesar 4 yakni tinggi bangunan lebih dari 17 meter.
- Berdasarkan Tabel 4 gedung ATC bandara Fatmawati memiliki indeks D
sebesar 0 yakni di tanah datar pada semua ketinggian.
- Hari guruh di Bengkulu sebanyak 50 hari/tahun, maka berdasarkan Tabel 5
gedung ATC bandara Fatmawati memiliki indeks E sebesar 5.
49
Berdasarkan nilai indeks-indeks tersebut maka nilai indeks R untuk
gedung ATC bandara Fatmawati Bengkulu yaitu :
R = A + B + C + D + E
= 3 + 2 + 4 + 0 + 5
= 14
Berdasarkan perhitungan di atas diperoleh R = 14 sehingga sesuai dengan Tabel 6
nilai tersebut menunjukkan bahwa gedung terminal utama bandara Fatmawati
Bengkulu memiliki perkiraan bahaya sambaran petir besar dan sangat dianjurkan
untuk memiliki sistem proteksi petir yang baik.
4.3.2. Berdasarkan National Fire Protection Association (NFPA) 780
National Fire Protection Association (NFPA) 780 juga dapat digunakan
untuk menentukan besarnya kebutuhan suatu bangunan akan adanya sistem
proteksi penangkal petir. Cara penentuan yang digunakan pada standar NFPA
hampir dengan yang digunakan pada standar yang digunakan PUIPP yaitu dengan
menjumlahkan indeks yang mewakili keadaan lokasi bangunan seperti yang
ditunjukkan pada Lampiran 2 yaitu tabel 7 sampai Tabel 11. Hasil penjumlahan
pada Tabel 12. Perkiraan bahaya akibat sambaran kilat ditunjukkan pada Tabel 13
secara matematik dapat dituliskan seperti pada persamaan (2.9) :
R =
- Berdasarkan Tabel 7 gedung ATC bandara Fatmawati Bengkulu memiliki
indeks A sebesar 10 yakni bangunan dengan struktur yang ramping dan tinggi
misalnya cerobong asap, menara pengawas dan mercesuar.
- Berdasarkan Tabel 8 gedung ATC bandara Fatmawati Bengkulu meiliki Indeks
B sebesar 3 yakni kerangka struktur berupa beton bertulang dan jenis atap
campuran aspal, ter, atau genteng.
- Berdasarkan Tabel 9 gedung ATC bandara Fatmawati Bengkulu memiliki
indeks C sebesar 5 yakni bangunan kecil, melingkupi area lebih dari 929 m2 .
- Berdasarkan Tabel 10 gedung ATC bandara Fatmawati Bengkulu memiliki
indeks D sebesar 1 yakni berada pada tanah datar.
50
- Berdasarkan Tabel 11 gedung ATC bandara Fatmawati Bengkulu memiliki
indeks E sebesar 8 yakni pelayanan umum seperti bandara dan kantor polisi
- Berdasarkan Tabel 12 gedung ATC bandara Fatmawati Bengkulu memiliki
indeks F sebesar 4 yakni gedung tersebut berada pada lokasi yang memiliki hari
guruh atau iso keraunic level lebih dari 50.
Nilai indeks R berdasarkan National Fire Protection Association 780 untuk
gedung ATC bandara Fatmawati Bengkulu yaitu :
R =
R =
R = 6,75
Hasil hasil perhitungan di atas diperoleh R = 6,75 sehingga sesuai dengan Tabel
13 dengan nilai menunjukkan bahwa gedung VVIP Pemprov bandara Fatmawati
sangat dianjurkan untuk mendapat sistem proteksi penangkal petir yang baik
4.3.3. Standar IEC 1024-1-1
Daerah proteksi (Ae) pada gedung ATC yang mempunyai panjang
bangunan (p = 56 m), lebarnya (l = 27 m), dan ketinggian (h = 20,3 m).
Ae = ((2(p+l).3h)+(3,14.9h2))
= ((2(56+27)(3)(20,3))+(3,14)(9)(20,32)))
= (10.109,4 + 11.645.6634)
= 21.755,0634 m2 = 0,021 km2
Kerapatan sambaran petir ke tanah rata-rata tahunan (Ng) di daerah tempat
bagunan berada berdasarkan persamaan (2.2).
Ng = 4. 10-2 . T1,26
= 4. 10-2 . 50 1,26
= 5,53 sambaran/km2/tahun
Frekuensi sambaran petir langsung setempat yang diperkirakan ke struktur
yang diproteksi berdasarkan persamaan (2.1).
Nd = Ng . Ae .
51
2 m
550 550
r
= 5,53 . 0,021
= 0,12/tahun
Berdasarkan data Stasiun Meteorologi dan Geofisika Bengkulu diperoleh
nilai frekuensi tahunan stempat (Nc) yang diperoleh sebesar 0.1/tahun karena nilai
Nd lebih besar dari nilai Nc maka diperlukan suatu sistem proteksi dengan
efisiensi berdasarkan persamaan (2.10).
E ≥ 1 – Nc/Nd
1 - = 1 –
= 0,16
Pada Gambar 2.2 efisiensi sistem proteksi petir di bawah 80 atau < 0,8
adalah pada tingkat IV, sehingga pada Tabel 2.3 terlihat bahwa nilai efisiensi
tersebut berada pada tingkat proteksi IV dengan nilai efisiensi pendekatan 0.8.
Tinggi gedung terminal utama 20,3 meter, berdasarkan Tabel 2.4 tergolong
kedalam golongan ketinggian 20 meter sehingga tingkat proteksi untuk gedung
ATC adalah tingkat IV dengan sudut perlindungan 550. Gedung ATC bandara Fatmawati Bengkulu memiliki bentuk atap yang
berbentuk kerucut dengan satu finial tegak 2 m dan ketinggian gedung 20,3 meter,
sehingga tinggi finial dari permukaan tanah yakni 20,3 m + 22,3 m sebesar 22,3
m. Dari hasil perhitungan sudut proteksi dapat diperoleh radius proteksi pada
gedung ATC bandara Fatmawati dengan memperhatikan segitiga seperti pada
gambar 4.7.
Gambar 4.7. Radius Proteksi pada Gedung ATC
Tan 550 =
1,428 =
52
Bagian tidak terlindungi
r = 31,84 meter Berdasarkan hasil perhitungan radius perlindungan oleh penangkal petir pada
gedung ATC bandara Fatmawati Bengkulu adalah 31,84 meter. Berdasarkan
perhitungan yang sama pada gedung ATC didapat bahwa, ketinggian tower ATC
saja yang layak untuk mendapat sistem proteksi petir sedangkan dag kantor tidak.
Pada gedung ATC (Air Tower Control) ini, menggunakan metode
konvensional atau dikenal dengan sudut proteksi, menggunaan penangkal petir
dengan panjang 2 meter sebanyak 1 batang yang terletak dipuncak atap bangunan
tertinggi yang berbentuk dag beton. Daerah perlindungan tampak depan yang
diperoleh dari penggunaan penangkal petir sebelumnya ini dapat dilihat dari
Gambar 4.8.
Gambar 4.8 Daerah Perlindungan Penangkal Petir (tampak depan) Gedung ATC Bandara Fatmawati Bengkulu.
Berdasarkan Gambar 4.8. dapat dilihat bahwa dari tampak depan
bangunan, penangkal petir lama dengan sudut perlindungan yang dibentuk 550
dan jarak sambaran sebesar 31,84 meter, masih belum dapat melindungi bagian
dag menara tertinggi ATC bangunan dari ancaman sambaran petir. Bagian-bagian
bangunan yang berada di luar daerah proteksi (bidang segitiga proteksi) tidak
terlindungi oleh penangkal petir.
Daerah perlindungan penangkal petir pada gedung ATC tampak samping
dapat dilihat pada Gambar 4.9.
53
Bagian tidak terlindungi
Gambar 4.9 Daerah Perlindungan Penangkal Petir (tampak samping) Gedung ATC Bandara Fatmawati Bengkulu.
Dapat dilihat bahwa daerah perlindungan pada Gambar 4.15. diketahui
semua bagian bangunan belum terlindungi terutama dag menara ATC.
Perlindungan efektir adalah jika semua bagian bangunan sudah terlindungi oleh
penangkal petir atau berada dalam bidang segitiga proteksi sehingga pada gedung
ATC bandara Fatmawati perlu adanya evaluasi baik nantinya berupa penambahan
jumlah finial maupun panjang finial pada atap gedung.
Untuk mendapatkan perlindungan maksimal dari penangkal petir dengan
menggunakam metode yang sama yakni konvensional, dilakukan sebuah
perancangan ulang (evaluasi) berdasarkan dasar perhitungan yang sama pula,
yang terlihat pada Gambar 4.10.
54
Gambar 4.10 Evaluasi Daerah Perlindungan Gedung ATC (tampak depan) dengan Metode Konvensional.
Berdasarkan hasil evaluasi pada daerah perlindungan tampak depan pada
Gambar 4.10, terlihat bahwa dibutuhkan penambahan satu batang penangkal petir
dengan panjang 1,5 m agar seluruh bagian dag menara ATC gedung dapat
terlindungi dengan baik dari bahaya sambaran petir. Hasil perancangan ulang
(evaluasi) sudut perlindungan dari gedung ATC tampak samping dapat dilihat
pada Gambar 4.11.
Gambar 4.11. Evaluasi Daerah Perlindungan Gedung ATC (tampak samping) dengan Metode Konvensional.
Hasil evaluasi dari sudut perlindungan yang dibentuk oleh penambahan
jumlah penangkal petir dari tampak samping, sudah dapat melindungi bangunan
dengan baik. Perlindungan efektir adalah jika semua bagian bangunan sudah
terlindungi oleh penangkal petir atau berada dalam bidang segitiga proteksi.
Penambahan beberapa penangkal petir dari keadaan semula dapat di
rincikan ke dalam Tabel 4.3. Tabel 4.3. Hasil Penentuan dan Penambahan Jumlah Penangkal Petir Pada
Gedung ATC Bandara Fatmawati Bengkulu. Lokasi Panjang Finial Radius
Proteksi (r) Jumlah
Dag tower ATC 1,5 meter 31,13 meter 1 batang
Luas daerah terproteksi atau ruang proteksi yang terbentuk dan dapat di
proteksi oleh sudut yang di bentuk penangkal petir dapat dilihat pada Gambar 4.12
55
Gambar 4.12. Luas Daerah Terproteksi atau Ruang Proteksi dari Hasil Evaluasi Penangkal Petir Sebelumnya.
Hasil evaluasi sistem penangkal petir gedung ATC Bandara Fatmawati
Bengkulu dengan menggunakan metode konvensional dapat dilihat pada Tabel 4.4
berikut :
Tabel 4.4. Hasil Evaluasi Sistem Penangkal Petir Gedung ATC Bandara Fatmawati Bengkulu dengan Menggunakan Metode Konvensional
No. Keadaan Semula Hasil evaluasi
1. Hanya menggunakan 1 batang
finial/penangkal petir dengan
panjang 2 meter pada puncak
atap ATC.
Dibutuhkan penangkal petir/finial
tambahan sebanyak 1 batang pada
dag ATC dengan ketinggian 1,5
meter.
2. Dengan menggunakan penangkal
petir yang lama, masih terdapat
titik sambaran pada dag menara
ATC.
Semua bagian dag menara ATC
sudah terlindungi yakni berada di
dalam segi tiga proteksi penangkal
petir.
56
4.4. Evaluasi Sistem Proteksi Petir Bandara Fatmawati Bengkulu dengan
Metode Eleketrogeometri.
Penggunaan metode elektrogeometri ini dilakukan sebagai pembanding
terhadap metode sebelumnya yang diterapkan oleh ke-tiga gedung yang ada, baik
secara jarak sambaran, radius perlindungan, besar sudut proteksi maupun tinggi
elektroda yang dihasilkan serta posisi pemasangannya.
4.4.1. Perhitungan Resiko Sambaran Petir pada Gedung Terminal Utama
4.4.1.1. Jarak Sambaran Petir
Besarnya arus puncak petir untuk provinsi Bengkulu dapat dilihat pada
Tabel 3.2 yakni 45,2368 kA. Hubungan besar arus puncak dengan jarak sambaran
(rs) dijelaskan seperti persamaan (2.9) maka :
rs = 10 .
= (10)( )
= 119,143 meter
Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh jarak sambaran petir adalah 119,143
meter.
4.4.1.2. Tinggi Finial dan Sudut Perlindungan Penangkal Petir
Dikarenakan bentuk atap bangunan gedung terminal utama bandara
Fatmawati Bengkulu yang berbentuk rumit, penentuan tinggi finial/penangkal
petir yang digunakan maupun posisi pemasangan, akan disesuaikan dengan
bentuk perlindungan yang maksimum melindungi banguan dari peluang titik
sambaran petir. Besarnya sudut perlindungan penangkal petir dari sebuah
penangkal petir dapat dihitung dengan rumus empiris dari hasse dan Wiesinger
pada persamaan (2.10). Pada gedung terminal utama bandara Fatmawati Bengkulu
memiliki ketinggian atap yang berbeda-beda, sehingga penggunaan panjang
penangkal petir yang digunakan berbeda-beda. Sebagai salah satu contoh
ketinggian puncak utama gedung 17,2 meter + ketinggian finial 4 meter, maka
ketinggian penangkal petir dari permukaan tanah 21.2 meter. Sehingga besar
sudut perlindungan sebesar :
57
α = are
= are
= 55,290
Besarnya hasil perhitungan di atas diperoleh sudut perlindungannya sebesar
55,290.
Radius perlindungan (r) dari suatu penangkal petir dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan (2.11) :
r =
=
= 67,83 meter
Berdasarkan hasil perhitungan (r) dari tersebut diperoleh hasil perlindungannya
sebesar 67,83 meter.
Perhitungan yang sama dilakukan untuk penangkal petir yang lain pada
gedung terminal utama sehingga diperoleh hasil pada Tabel 4.5.
Tabel 4.5. Rincian Hasil Perhitungan Radius Perlindungan, Tinggi Finial dan Sudut Perlindungan
gedung Terminal Utama Menggunakan Metode Elektrogeometri.
Lokasi Tinggi
Gedung
Tinggi
Finial
Sudut
Perlindungan
(α)
Radius
Perlindungan
(r)
Puncak Atap Utama 17.2 m 4 m 55,290 67,83 m
Atap ke Dua Kiri dan Kanan
13.5 m 3 m 59,480 60,49 m
Atap Belakang 15.5 m 4 m 56,750 65,31 m
Atap Depan 13.5 m 3 m 59,480 60,49 m
Berdasarkan hasil perhitungan parameter-parameter Tabel 4.5, tampak
gedung terminal utama (tampak depan) dapat dilihat pada Gambar 4.13.
58
Gambar 4.13. Hasil Penggunaan Metode Elektrogeometri Gedung Terminal Utama Bandara Fatmawati Bengkulu (tampak depan).
Berdasarkan Gambar 4.13. dapat dilihat bahwa seluruh bagian bangunan
telah terlindungi oleh sambaran petir. Perlindungan efektir adalah jika semua
bagian bangunan sudah terlindungi oleh penangkal petir atau berada dalam bidang
miring kerucut.
Hasil penggunaan metode elektrogeometri sebagai pembanding pada
gedung terminal utama bandara Fatmawati Bengkulu (tampak samping) dapat
dilihat pada Gambar 4.14.
59
Gambar 4.14. Hasil Penggunaan Metode Elektrogeometri Gedung Terminal utama Bandara Fatmawati Bengkulu (tampak samping)
Daerah perlindungan yang dihasilkan oleh metode elektrogeometri tampak
samping terlihat bahwa, luas daerah perlindungan pun bertambah luas. bengan
bentukan sudut yang lebih besar pula. Jumlah penggunaan penangkal petir yang
digunakan hanya berjumlah 6 batang. Berdasarkan arus sambaran petir yang
terjadi, dapat pula ditentukan besarnnya jarak sambaran dari ujung lidah petir
sebesar 119,143 meter.
Luasnya daerah perlindungan/proteksi yang terbentuk dari penggunaan
metode elektrogeometri (tampak atas) dapat dilihat pada Gambar 4.15
60
Gambar 4.15. Hasil Luas Daerah Perlindungan/Proteksi Metode Elektrogeometri Gedung
Terminal Utama Bandara Fatmawati Bengkulu (tampak atas)
Bila dibandingkan dengan luas daerah proteksi yang dihasilkan oleh
metode konvensional sebelumnya terlihat bahwa dengan menggunakan metode
elektrogeometri luas daerah proteksi bertambah besar dengan panjang mencapai
175,20 meter dan lebar 152,60 meter.
Hasil perbandingan sistem penangkal petir gedung teminal utama bandara
Fatmawati Bengkulu dengan menggunakan metode konvensional dan metode
elektrogeometri dapat dilihat pada Tabel 4.6.
Tabel 4.6. Hasil Evaluasi Sistem Penangkal Petir Gedung Terminal utama Bandara Fatmawati Bengkulu denga Menggunakan Metode Elektrogeometri
No. Metode Konvensional Metode Elektrogeometri
1. Dibutuhkan penangkal
petir/finial tambahan
sebanyak 17 batang pada
atap gedung terminal
utama, dengan tinggi
maksimal yang digunakan
Hanya dibutuhkan penangkal petir/finial
tambahan sebanyak 6 batang dengan
ketinggian maksimal yang digunakan 4
meter.
61
1 meter
2. Sudut perlindungan pada
finial sebesar 550 dengan
luas daerah perlindungan
106,53 m dan 70,40 m.
Sudut perlindungan pada finial yang
digunakan besarnya bervariasi, sesuai
dengan tinggi finial yang digunakan, dengan
rata-rata sudut > 550 dengan luas daerah
perlindungan 175,20 m dan 152,60 m.
4.4.2. Perhitungan Resiko Sambaran Petir pada Gedung ATC.
4.4.2.1 Jarak Sambaran Petir
Besarnya arus puncak petir untuk provinsi Bengkulu dapat dilihat pada
Tabel 4.2 yakni 45.2368 kA. Hubungan besar arus puncak dengan jarak sambaran
(rs) dijelaskan seperti persamaan (2.9).
rs = 10 .
= (10)(
= 119,143 meter
Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh jarak sambaran petir adalah (119,143)
meter.
4.4.2.2 Tinggi Finial dan Sudut Perlidungan Penangkal Petir
Dikarenakan bentuk atap bangunan gedung ATC bandara Fatmawati
Bengkulu yang berbentuk rumit, penentuan tinggi finial/penangkal petir yang
digunakan maupun posisi pemasangan, akan disesuaikan dengan bentuk
perlindungan yang maksimum melindungi banguan dari peluang titik sambaran
petir. Besarnya sudut perlindungan penangkal petir dari sebuah penangkal petir
dapat dihitung dengan rumus empiris dari Hasse dan Wiesinger pada persamaan
(2.10). Pada gedung ATC bandara Fatmawati Bengkulu yang ketinggian puncak
utama gedung 20,3 meter + ketinggian finial 3,5 meter, maka ketinggian
penangkal petir dari permukaan tanah 23,8 meter. Sehingga besar sudut
perlindungan sebesar :
α = are
62
= 53,130
= are
Besarnya hasil perhitungan di atas diperoleh sudut perlindungannya sebesar
53,130.
Radius perlindungan (r) dari suatu penangkal petir dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan (2.11) :
r =
=
= 71,44 meter
Berdasarkan hasil perhitungan (r) dari tersebut diperoleh hasil perlindungannya
sebesar 71,44 meter.
Berdasarkan hasil perhitungan parameter-parameter di atas, tampak
gedung ATC (tampak depan) dapat dilihat pada Gambar 4.16.
Gambar 4.16. Hasil penggunaan Metode Elektrogeometri Gedung ATC Bandara Fatmawati Bengkulu (tampak depan)
Berdasarkan Gambar 4.16 dapat dilihat bahwa seluruh bagian bangunan
telah terlindungi oleh sambaran petir. Perlindungan efektir adalah jika semua
63
bagian bangunan sudah terlindungi oleh penangkal petir atau berada dalam bidang
miring kerucut.
Hasil penggunaan metode elektrogeometri sebagai pembanding pada
gedung ATC bandara Fatmawati Bengkulu (tampak samping) dapat dilihat pada
Gambar 4.17.
Gambar 4.17. Hasil penggunaan Metode Elektrogeometri Gedung ATC Bandara Fatmawati Bengkulu (tampak samping)
Daerah perlindungan yang dihasilkan oleh metode elektrogeometri tampak
samping terlihat bahwa, luas daerah perlindungan pun bertambah luas. bengan
bentukan sudut yang lebih besar pula. Jumlah penggunaan penangkal petir yang
digunakan hanya berjumlah 1 batang dengan panjang yang lebih efisien dibanding
evaluasi metode sebelumnya dan hanya memerlukan penambahan panjang 1,5 m
dari penangkal petir yang terpasang saat ini serta sedikit pergeseran posisi dari
posisi semula. Berdasarkan arus sambaran petir yang terjadi, dapat pula
ditentukan besarnnya jarak sambaran dari ujung lidah petir sebesar 119,143 meter.
Luasnya daerah perlindungan/proteksi yang terbentuk dari penggunaan Metode
Elektrogeometri (tampak atas) dapat dilihat pada Gambar 4.18
64
Gambar 4.18. Hasil Luas Daerah Perlindungan/Proteksi Metode Elektrogeometri
Gedung ATC Bandara Fatmawati Bengkulu (tampak atas)
Bila di bandingkan dengan luas daerah proteksi yang dihasilkan oleh
metode konvensional sebelumnya terlihat bahwa dengan menggunakan metode
elektrogeometri luas daerah proteksi bertambah besar dengan luas 16.025,53 m2
Hasil perbandingan sistem penangkal petir gedung ATC bandara
Fatmawati Bengkulu dengan menggunakan metode konvensional dan metode
elektrogeometri dapat dilihat pada Tabel 4.7.
Tabel 4.7. Hasil Evaluasi Sistem Penangkal Petir Gedung ATC Bandara Fatmawati Bengkulu dengan Menggunakan Metode Elektrogeometri
No. Metode Konvensional Metode Elektrogeometri
1. Dibutuhkan penangkal
petir/finial tambahan
sebanyak 1 batang pada
atap Gedung ATC dengan
tinggi maksimal yang
digunakan 1,5 meter
dengan posisi yang
Hanya dibutuhkan penambahan panjang
penangkal petir/finial 1,5 meter dari
ketinggian penangkal petir semula 2 meter
dan sedikit mengalami pergeseran posisi
pemasangan yang semula berada di sisi
pinggir dag ATC ke tengah dag ATC
65
berbeda.
2. Sudut perlindungan pada
finial sebesar 550 dengan
luas daerah perlindungan
68,19 m dan 66,23 m.
Sudut perlindungan pada finial yang
digunakan besarnya bervariasi, sesuai
dengan tinggi finial yang digunakan, dengan
rata-rata sudut > 500 dengan luas daerah
16.025,53 m2.
66
BAB 5
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diperoleh dari hasil perhitungan dan analisa yang
telah dilakukan yakni :
1. Evaluasi yang dilakukan terhadap ke tiga gedung di bandara Fatmawati
menunjukkan bahwa, gedung terminal utama dan ATC saja yang layak
untuk mendapat sistem proteksi petir.
2. Penggunaan metode konvensional pada gedung terminal utama
membutuhkan 17 batang penangkal petir, panjang 1 m dengan sudut
perlindungan 550 dan menggunakan sistem sangkar faraday sehingga luas
daerah perlindungan mencapai 7.499,71 m2. Pada gedung ATC
dibutuhkan penambahan 1 batang penangkal petir, panjang 1,5 m dengan
sudut perlindungan 550 dan luas daerah perlindungan mencapai 4.516,22
m2.
3. Penggunaan metode elektrogeometri (non konvensional) pada gedung
terminal utama dibutuhkan penangkal petir sebanyak 6 batang, panjang
maksimal 4 m dan sudut perlindungan >550 dengan luas daerah
perlindungan mencapai 26.735,52 m2. Pada gedung ATC diperoleh hasil
dengan rancangan ulang yang hanya membutuhkan 1 batang penangkal
petir, panjang 3,5 m dan sudut perlindungan 53,130 dengan luas daerah
perlindungan 16.025,53 m2
5.2. Saran
Kedepan hendaknya ada penelitian maupun pengembangan, yang mampu
mengaitkan metode geometris petir dengan rancangan penangkal petir teknologi
terbaru, baik mengenai sistem proteksi penangkal petir internal maupun eksternal
di bandara maupun tempat-tempat khusus lainnya.
67
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, J.G, 1982, “Transmission Line Reference”, Book 345 KV & Above
Electric Power Research Institude, 2nd, Ed, Chapter 12. Anonim 1, 1983, “Peraturan Umum Instalasi Penangkal Petir (PUIPP) untuk
Bangunan di Indonesia”, Direktorat Penyelidikan Masalah Bangunan,
Jakarta.
Anonim 2, 2004, “Standarisasi Nasional Indonesia Proteksi Bangunan terhadap
Petir”, Badan Standarisasi Nasional, Jakarta.
Hosea, E., Iskanto, E., dan Luden, H.M., 2004, “Penerapan Metode jala, Sudut
Proteksi dan Bola Bergulir pada Sistem Proteksi Petir Eksternal yang
Diaplikasikan pada Gedung W Universitas Kristen Petra”, Surabaya.
Hutagaol, Soli Akbar, 2009, “Studi Tentang Sistem Penangkal Petir Pada BTS
(Base Transceiver Station) (Aplikasi pada PT. Telkomsel-Banda
Aceh)”, Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik
Universitas Sumatra Utara. Medan.
Lambert R., Xemard A., Fleury G., Tarasiewicz. Dan Morched., 1999,
“Probability Density Function of the Lightning Crest Current at
Ground Level Estimation of the Litghning Strike Incidence on
Transmission Line”. International Confrence on Power System
Transmission, Budapest.
Purbomiluhung, Aji Tunggul, 2008, “Lightning Buster”, Blogspot, Com.
Sriyadi, Handiawan, 2003, “Penilaian Resiko Kerusakan pada Gedung Akibat
sambaran petir berdasarkan IEC 1992”, Tugas Akhir Jurusan Teknik
Elektro Fakultas Fakultas Teknik Universitas Diponegoro, Semarang.
Syakur, Abdul dan Yuningtyastuti, 2006, “Sistem Proteksi Penangkal Petir pada
Gedung Widya Puraya”, Surabaya.
68
LAMPIRAN
69
LAMPIRAN 1
Tabel indeks menurut Peraturan Umum Instalasi Penangkal Petir (PUIPP)
Tabel 1 Indeks A : Bahaya Berdasarkan Jenis Bangunan
Penggunaan dan Isi Indeks A Bangunan yang tak perlu diamankan baik bangunan maupun isi nya -10
Bangunan dan isinya jarang digunakan misalnya dengan di tengah sawah atau ladang, menara atau tiang dari metal
0
Bangunan yang berisi peralatan sehari-hari atau tempat tinggal misalnya rumah tinggal, industry kecil, dan stasiun kereta api
1
Bangunan atau isinya cukup penting misalnya menara air, toko barang-barang berharga dan kantor pemerintah
2
Bangunan yang berisi banyak sekali orang, misalnya bandara, sarana ibadah, sekolah dan monument bersejarah yang penting
3
Instalasi gas, minyak, atau bensin dan rumah sakit 5
Bangunan yang mudah meledak dan dapat menimbulkan bahaya yang tidak terkendali bagi sekitarnya misalnya instalasi nuklir
15
Sumber : Direktorat Penyelidikan Masalah Bangunan, PUIPP untuk Bangunan di Indonesia (1983)
Tabel 2 Indeks B : Bahaya Berdasarkan Konstruksi Bangunan
Konstruksi Bangunan Indeks B Seluruh bangunan terbuat dari logam dan mudah menyalurkan listrik 0
Bangunan dengan konstruksi beton bertulang atau rangka besi dengan atap logam
1
Bangunan dengan konstruksi beton bertulang, kerangka besi dan atap bukan logam
2
Bangunan kayu dengan atap bukan logam 3
Sumber : Direktorat Penyelidikan Masalah Bangunan, PUIPP untuk Bangunan di Indonesia (1983)
70
Tabel 3. Indeks C : Bahaya berdasarkan Tinggi Bangunan
Tinggi Bangunan sampai … (m) Indeks C 6 0
12 2 17 3 25 4 35 5 50 6 70 7 100 8 140 9 200 10
Sumber : Direktorat Penyelidikan Masalah Bangunan, PUIPP untuk Bangunan di Indonesia (1983)
Tabel 4. Indeks D : Bahaya berdasarkan Situasi Bangunan
Situasi Bangunan Indeks D Di tanah datar pada semua ketinggian 0 Di kaki bukit sampai ¾ tinggi bukit atau di pegunungan sampai 1000 meter 1
Di puncak gunung atau pegunungan yang lebih dari 1000 meter 2
Sumber : Direktorat Penyelidikan Masalah Bangunan, PUIPP untuk Bangunan di Indonesia (1983)
Tabel 5. Indeks E : Bahaya berdasarkan Hari Guruh
Hari Guruh per Tahun Indeks E 2 0 4 1 8 2
16 3 32 4 64 5 128 6 256 7
Sumber : Direktorat Penyelidikan Masalah Bangunan, PUIPP untuk Bangunan di Indonesia (1983)
71
Sumber : Direktorat Penyelidikan masalah bangunan, PUIPP untuk bangunan di Indonesia (1983)
Tabel 6. Perkiraan Bahaya Sambaran Petir Berdasarkan PUIPP
R Perkiraan Bahaya Pengamanan Di bawah 11 Diabaikan Tidak perlu
Sama dengan 11 12 13 14
Kecil Sedang
Agak Besar Besar
Tidak perlu Dianjurkan Dianjurkan
Sangat dianjurkan Lebih dari 14 Sangat Besar Sangat perlu
72
LAMPIRAN 2
Tabel-Tabel Indeks Berdasarkan Naional Fire Protection Association (NFPA) 780
Tabel 7. Indeks A : Indeks Struktur
Jenis Struktur Indeks A Rumah kediaman yang kurang dari 465 m2 1 Rumah kediaman yang lebih dari 465 m2 2 Perumahan, kantor atau bangunan pabrik dengan tinggi kurang dari 15 meter
- Melingkupi area kurang dari 2323 m2 - Melingkupi area lebih dari 2323 m2
3 5
Perumahan, kantor atau bangunan pabrik dengan tinggi 15-23 meter 4 Perumahan, kantor atau bangunan pabrik dengan tinggi 23-46 meter 5 Perumahan, kantor atau bangunan pabrik dengan tinggi lebih dari 46 meter 8
Kantor pelayanan milik pemerintah misalnya pemadam kebakaran, kantor polisi dan perusahaan air minum 7
Hangar pesawat terbang 7 Pembangkit listrik dan sentral telpon 8 Menara air dan cooling tower 8 Perpustakaan, mesium dan bangunan bersejarah 8 Bangunan pertanian 9 Tempat bernaung di daerah rekreasi 9 Bangunan yang banyak berisi banyak orang misalnya sekolah, tempat ibadah, bioskop dan stadion olah raga 10
Struktur yang ramping dan tinggi misalnya cerobong asap, menara pengawas dan mercesuar 10
Rumah sakit, penampungan para lansia dan penyandang cacat 10 Bangunan tempat membuat dan menyimpan bahan berbahaya misalnya zat kimia 10
Sumber : National Fire Protection Association 780 (1992)
73
Sumber : National Fire Protection Association 780 (1992)
Tabel 8. Indeks B : Jenis Konstruksi
Kerangka Struktur Jenis Atap Indeks B Bukan Logam Kayu
Campuran aspal,ter atau genteng Logam yang saling tidak terhubung Logam yang saling terhubung secara elektrik
5 3 4 1
Kayu Kayu Campuran aspal,ter atau genteng Logam yang saling tidak terhubung Logam yang saling terhubung secara elektrik
5 3 4 2
Beton bertulang Kayu Campuran aspal,ter atau genteng Logam yang saling tidak terhubung Logam yang saling terhubung secara elektrik
5 3 4 1
Kerangka baja Kayu Campuran aspal,ter atau genteng Logam yang saling tidak terhubung Logam yang saling terhubung secara elektrik
5 3 4 1
Sumber : National Fire Protection Association 780 (1992)
Tabel 9. Indeks C : Lokasi Bangunan
Lokasi Bangunan Indeks C Bangunan dalam area bangunan yang lebih tinggi
- Bangunan kecil, melingupi area kurang dari 929 m2 - Bangunan kecil, melingkupi area lebih dari 929 m2
1 2
Bangunan dalam area bangunan yang lebih rendah - Bangunan kecil, melingkupi area kurang dari 929 m2 - Bangunan kecil, melingkupi area lebih dari 929 m2
4 5
Struktur diperpanjang sampai 15,2 m di atas permukaan tanah 7 Struktur diperpanjang sampai lebih dari 15,2 m di atas permukaan tanah
10
Sumber : National Fire Protection Association 780 (1992)
Tabel 10. Indeks D : Topografi
Lokasi Indeks D Pada tanah datar 1 Pada sisi bukit 2 Di atas puncak bukit 4 Di atas puncak gunung 5
74
Tabel 11. Indeks E : Penggunaan dan isi Bangunan
Penggunaan dan Isi Bangunan Indeks E Bahan yang tidak mudah terbakar 1 Perabotan rumah tangga 2 Perlengkapan atau perabotan biasa 2 Ternak peliharaan 3 Bangunan terisi sedikit orang (kurang dari 50 orang) 4 Bahan yang mudah terbakar 5 Bangunan berisi banyak orang (50 orang atau lebih) 6 Peralatan atau barang berharga 7 Pelayan umum seperti bandara dan kantor polisi 8 Peralatan operasi yang sensitif 8 Benda bersejarah 10 Peledak dan bahan pembuatnya 10
Sumber : National Fire Protection Association 780 (1992)
Tabel 12. Indeks F : Iso Kerounic Level
Iso Kerounic Level Indeks F 0-5 9
6-10 8 11-20 7 21-30 6 31-40 5 41-50 4 51-60 3 61-70 2
Lebih dari 70 1 Sumber : National Fire Protection Association 780 (1992)
Tabel 13. Perkiraan Bahaya Sambaran Petir berdasarkan NFPA 780
R Pengamanan 0-2 Tidak perlu 2-3 Dianjurkan 3-4 Dianjurkan 4-7 Sangat dianjurkan
Lebih dari 7 Sangat perlu Sumber : National Fire Protection Association 780 (1992)
75
BENGKULU, 28 JANUARI 2011 KEPALA SEKSI OBSERVASI DAN INFORMASI
STASIUN KLIMATOLOGI KL. II
SUDIYANTO.SP NIP. 19610815 198303 1 001
LAMPIRAN 3
STASIUN KLIMATOLOGI KL.II PULAU BAAI BENGKULU
Data Parameter Petir di Indonesia Wilayah Regional Barat Terbitan 2010
Kota Signal I (kA) Avg/min Energi Rasio Di/dt (kA/µs) Sabang 117_ 39,6512 +0.3 9023* 15,6355
Aceh Besar 102_ 39,9917 +0.6 10255* 15,7568 Medan 393_ 50,3356 +0.4 15871* 21,8932
Brastagih 481_ 56,8723 +0.2 15600* 23,5654 Pekan Baru 122_ 41,5645 +0.2 12400* 16,3866
Batam 240_ 40,6932 +0.1 14021* 16,0322 Bintan 449_ 41,4756 +0.3 15036* 16,3568 Padang 443_ 54,8246 +0.1 14012* 22,5687
Bukittinggi 253_ 55,9863 +0.4 13178* 23,5825 Padang Panjang 401_ 55,1287 +0.2 12314* 23,2475
Solok 305_ 53,2189 +0.3 16021* 22,3226 Palembang 281_ 43,2563 +0.1 11202* 17,9856 Pagar Alam 383_ 47,0234 +0.1 12361* 18,8369
Lahat 652_ 45,6834 +0.1 14021* 18,0256 Tanjung Inim 351_ 41,2301 +0.5 13472* 16,0023
Lubuk Linggau 361_ 42,7852 +0.2 13201* 17,2365 Bengkulu 338_ 45,2368 +0.1 15128* 18,2031 Kepahiang 280_ 44,5645 +0.2 14896* 17,9972 Lampung 558_ 38,6110 +0.2 9044* 15,2314
Lampung Selatan 575_ 40,0013 +0.1 10235* 15,9135 DKI Jakarta 881_ 37,5899 +0.2 8991* 13,2368
Depok 300_ 43,2315 +0.3 13004* 17,9123 Bogor 337_ 44,3607 +0.4 14459* 18,0021
Lembang 877_ 58,5020 +0.6 17611* 25,2850 *PEAK : Puncak kejadian Petir dalam (jam, menit, dan detik) Nd : Jika terjadi trouble pada Id atau data base mohon diberi keterangan
76
LAMPIRAN 4 STASIUN KLIMATOLOGI KL.II PULAU BAAI BENGKULU
Kejadian Petir/Kilat Per Hari Dalam Radius 25 Km dari Stasiun (nearby flashes)
Waktu Jumlah
Waktu Jumlah
bulan tgl tahun bulan tgl tahun Des 1 2009 12 Jan 1 2010 - Des 2 2009 25 Jan 2 2010 - Des 3 2009 6 Jan 3 2010 - Des 4 2009 - Jan 4 2010 - Des 5 2009 - Jan 5 2010 8 Des 6 2009 - Jan 6 2010 - Des 7 2009 - Jan 7 2010 - Des 8 2009 - Jan 8 2010 - Des 9 2009 - Jan 9 2010 - Des 10 2009 - Jan 10 2010 21 Des 11 2009 - Jan 11 2010 9 Des 12 2009 - Jan 12 2010 - Des 13 2009 - Jan 13 2010 - Des 14 2009 - Jan 14 2010 - Des 15 2009 - Jan 15 2010 - Des 16 2009 - Jan 16 2010 - Des 17 2009 - Jan 17 2010 - Des 18 2009 6 Jan 18 2010 - Des 19 2009 3 Jan 19 2010 - Des 20 2009 - Jan 20 2010 Des 21 2009 - Jan 21 2010 - Des 22 2009 - Jan 22 2010 - Des 23 2009 8 Jan 23 2010 - Des 24 2009 4 Jan 24 2010 - Des 25 2009 - Jan 25 2010 - Des 26 2009 - Jan 26 2010 - Des 27 2009 - Jan 27 2010 - Des 28 2009 - Jan 28 2010 - Des 29 2009 - Jan 29 2010 - Des 30 2009 14 Jan 30 2010 - Des 31 2009 - Jan 31 2010 -
Jumlah 78 Jumlah 38
77
STASIUN KLIMATOLOGI KL.II PULAU BAAI BENGKULU
Kejadian Petir/Kilat Per Hari Dalam Radius 25 Km dari Stasiun (nearby flashes)
Waktu Jumlah
Waktu Jumlah bulan tgl tahun bulan tgl tahun
Feb 1 2010 - Mar 1 2010 - Feb 2 2010 3 Mar 2 2010 - Feb 3 2010 4 Mar 3 2010 - Feb 4 2010 - Mar 4 2010 - Feb 5 2010 - Mar 5 2010 - Feb 6 2010 - Mar 6 2010 - Feb 7 2010 - Mar 7 2010 - Feb 8 2010 - Mar 8 2010 - Feb 9 2010 - Mar 9 2010 - Feb 10 2010 2 Mar 10 2010 - Feb 11 2010 - Mar 11 2010 - Feb 12 2010 - Mar 12 2010 - Feb 13 2010 - Mar 13 2010 - Feb 14 2010 - Mar 14 2010 - Feb 15 2010 - Mar 15 2010 - Feb 16 2010 - Mar 16 2010 - Feb 17 2010 - Mar 17 2010 - Feb 18 2010 - Mar 18 2010 1 Feb 19 2010 1 Mar 19 2010 - Feb 20 2010 5 Mar 20 2010 - Feb 21 2010 2 Mar 21 2010 - Feb 22 2010 - Mar 22 2010 - Feb 23 2010 - Mar 23 2010 - Feb 24 2010 - Mar 24 2010 - Feb 25 2010 - Mar 25 2010 - Feb 26 2010 - Mar 26 2010 - Feb 27 2010 - Mar 27 2010 1 Feb 28 2010 - Mar 28 2010 -
- - Mar 29 2010 - - - Mar 30 2010 - - - Mar 31 2010 -
Jumlah 10 Jumlah 2
78
STASIUN KLIMATOLOGI KL.II PULAU BAAI BENGKULU
Kejadian Petir/Kilat Per Hari Dalam Radius 25 Km dari Stasiun (nearby flashes)
Waktu Jumlah
Waktu Jumlah
bulan tgl tahun bulan tgl tahun Apr 1 2010 2 Mei 1 2010 - Apr 2 2010 - Mei 2 2010 - Apr 3 2010 - Mei 3 2010 - Apr 4 2010 - Mei 4 2010 - Apr 5 2010 - Mei 5 2010 - Apr 6 2010 - Mei 6 2010 - Apr 7 2010 1 Mei 7 2010 - Apr 8 2010 - Mei 8 2010 - Apr 9 2010 - Mei 9 2010 - Apr 10 2010 - Mei 10 2010 - Apr 11 2010 - Mei 11 2010 - Apr 12 2010 - Mei 12 2010 - Apr 13 2010 - Mei 13 2010 - Apr 14 2010 - Mei 14 2010 - Apr 15 2010 - Mei 15 2010 - Apr 16 2010 - Mei 16 2010 - Apr 17 2010 - Mei 17 2010 - Apr 18 2010 - Mei 18 2010 - Apr 19 2010 - Mei 19 2010 - Apr 20 2010 - Mei 20 2010 - Apr 21 2010 - Mei 21 2010 - Apr 22 2010 - Mei 22 2010 - Apr 23 2010 - Mei 23 2010 - Apr 24 2010 - Mei 24 2010 - Apr 25 2010 - Mei 25 2010 - Apr 26 2010 - Mei 26 2010 - Apr 27 2010 - Mei 27 2010 - Apr 28 2010 - Mei 28 2010 - Apr 29 2010 - Mei 29 2010 - Apr 30 2010 - Mei 30 2010 -
- - Mei 31 2010 - Jumlah 3 Jumlah 0
79
STASIUN KLIMATOLOGI KL.II PULAU BAAI BENGKULU
Kejadian Petir/Kilat Per Hari Dalam Radius 25 Km dari Stasiun (nearby flashes)
Waktu Jumlah
Waktu Jumlah
bulan tgl tahun bulan tgl tahun Jun 1 2010 2 Jul 1 2010 1 Jun 2 2010 - Jul 2 2010 5 Jun 3 2010 - Jul 3 2010 9 Jun 4 2010 - Jul 4 2010 - Jun 5 2010 - Jul 5 2010 - Jun 6 2010 - Jul 6 2010 - Jun 7 2010 1 Jul 7 2010 - Jun 8 2010 - Jul 8 2010 - Jun 9 2010 - Jul 9 2010 - Jun 10 2010 - Jul 10 2010 - Jun 11 2010 - Jul 11 2010 - Jun 12 2010 - Jul 12 2010 - Jun 13 2010 - Jul 13 2010 - Jun 14 2010 - Jul 14 2010 - Jun 15 2010 - Jul 15 2010 - Jun 16 2010 - Jul 16 2010 - Jun 17 2010 - Jul 17 2010 - Jun 18 2010 - Jul 18 2010 - Jun 19 2010 - Jul 19 2010 - Jun 20 2010 - Jul 20 2010 - Jun 21 2010 - Jul 21 2010 1 Jun 22 2010 - Jul 22 2010 - Jun 23 2010 - Jul 23 2010 - Jun 24 2010 - Jul 24 2010 - Jun 25 2010 - Jul 25 2010 - Jun 26 2010 - Jul 26 2010 - Jun 27 2010 - Jul 27 2010 - Jun 28 2010 - Jul 28 2010 - Jun 29 2010 - Jul 29 2010 3 Jun 30 2010 - Jul 30 2010 -
- - Jul 31 2010 - Jumlah 3 Jumlah 19
80
STASIUN KLIMATOLOGI KL.II PULAU BAAI BENGKULU
Kejadian Petir/Kilat Per Hari Dalam Radius 25 Km dari Stasiun (nearby flashes)
Waktu Jumlah
Waktu Jumlah
bulan tgl tahun bulan tgl tahun Agu 1 2010 - Sep 1 2010 - Agu 2 2010 - Sep 2 2010 - Agu 3 2010 - Sep 3 2010 - Agu 4 2010 31 Sep 4 2010 - Agu 5 2010 9 Sep 5 2010 3 Agu 6 2010 10 Sep 6 2010 - Agu 7 2010 - Sep 7 2010 - Agu 8 2010 - Sep 8 2010 - Agu 9 2010 14 Sep 9 2010 6 Agu 10 2010 3 Sep 10 2010 - Agu 11 2010 - Sep 11 2010 - Agu 12 2010 - Sep 12 2010 - Agu 13 2010 - Sep 13 2010 - Agu 14 2010 - Sep 14 2010 - Agu 15 2010 - Sep 15 2010 - Agu 16 2010 - Sep 16 2010 - Agu 17 2010 - Sep 17 2010 - Agu 18 2010 - Sep 18 2010 - Agu 19 2010 - Sep 19 2010 - Agu 20 2010 - Sep 20 2010 - Agu 21 2010 - Sep 21 2010 - Agu 22 2010 2 Sep 22 2010 - Agu 23 2010 - Sep 23 2010 - Agu 24 2010 - Sep 24 2010 4 Agu 25 2010 - Sep 25 2010 - Agu 26 2010 - Sep 26 2010 20 Agu 27 2010 - Sep 27 2010 7 Agu 28 2010 - Sep 28 2010 7 Agu 29 2010 - Sep 29 2010 - Agu 30 2010 - Sep 30 2010 - Agu 31 2010 - - -
Jumlah 69 Jumlah 47
81
STASIUN KLIMATOLOGI KL.II PULAU BAAI BENGKULU
Kejadian Petir/Kilat Per Hari Dalam Radius 25 Km dari Stasiun (nearby flashes)
Waktu Jumlah
Waktu Jumlah
bulan tgl tahun bulan tgl tahun Okt 1 2010 - Nov 1 2010 - Okt 2 2010 12 Nov 2 2010 - Okt 3 2010 - Nov 3 2010 - Okt 4 2010 - Nov 4 2010 - Okt 5 2010 6 Nov 5 2010 - Okt 6 2010 10 Nov 6 2010 - Okt 7 2010 - Nov 7 2010 23 Okt 8 2010 - Nov 8 2010 17 Okt 9 2010 - Nov 9 2010 - Okt 10 2010 - Nov 10 2010 - Okt 11 2010 - Nov 11 2010 - Okt 12 2010 - Nov 12 2010 - Okt 13 2010 3 Nov 13 2010 - Okt 14 2010 - Nov 14 2010 - Okt 15 2010 - Nov 15 2010 - Okt 16 2010 - Nov 16 2010 - Okt 17 2010 - Nov 17 2010 - Okt 18 2010 - Nov 18 2010 9 Okt 19 2010 - Nov 19 2010 - Okt 20 2010 - Nov 20 2010 - Okt 21 2010 - Nov 21 2010 - Okt 22 2010 3 Nov 22 2010 - Okt 23 2010 - Nov 23 2010 5 Okt 24 2010 - Nov 24 2010 1 Okt 25 2010 - Nov 25 2010 - Okt 26 2010 - Nov 26 2010 - Okt 27 2010 1 Nov 27 2010 - Okt 28 2010 - Nov 28 2010 - Okt 29 2010 - Nov 29 2010 - Okt 30 2010 - Nov 30 2010 - Okt 31 2010 - - -
Jumlah 35 Jumlah 55
82
BENGKULU, 28 JANUARI 2011 KEPALA SEKSI OBSERVASI DAN INFORMASI
STASIUN KLIMATOLOGI KL. II
SUDIYANTO.SP NIP. 19610815 198303 1 001
STASIUN KLIMATOLOGI KL.II PULAU BAAI BENGKULU
Kejadian Petir/Kilat Per Hari Dalam Radius 25 Km dari Stasiun (nearby flashes)
Waktu Jumlah
Waktu Jumlah
bulan tgl tahun bulan tgl tahun Des 1 2010 4 Jan 1 2011 5 Des 2 2010 10 Jan 2 2011 - Des 3 2010 - Jan 3 2011 - Des 4 2010 - Jan 4 2011 - Des 5 2010 - Jan 5 2011 - Des 6 2010 - Jan 6 2011 - Des 7 2010 - Jan 7 2011 - Des 8 2010 - Jan 8 2011 - Des 9 2010 - Jan 9 2011 11 Des 10 2010 - Jan 10 2011 - Des 11 2010 - Jan 11 2011 - Des 12 2010 - Jan 12 2011 - Des 13 2010 - Jan 13 2011 1 Des 14 2010 - Jan 14 2011 - Des 15 2010 7 Jan 15 2011 - Des 16 2010 8 Jan 16 2011 - Des 17 2010 - Jan 17 2011 3 Des 18 2010 - Jan 18 2011 - Des 19 2010 - Jan 19 2011 - Des 20 2010 - Jan 20 2011 Des 21 2010 - Jan 21 2011 - Des 22 2010 - Jan 22 2011 - Des 23 2010 - Jan 23 2011 - Des 24 2010 2 Jan 24 2011 - Des 25 2010 5 Jan 25 2011 3 Des 26 2010 - Jan 26 2011 - Des 27 2010 - Jan 27 2011 - Des 28 2010 - Jan 28 2011 - Des 29 2010 6 Jan 29 2011 - Des 30 2010 - Jan 30 2011 - Des 31 2010 - Jan 31 2011 -
Jumlah 42 Jumlah 23
83
RIWAYAT HIDUP
Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara, terlahir atas karunia Allah SWT dari pasangan ayah Nasrul M Nur dan ibunda Jusmalini di Bengkulu, pada tanggal 19 Februari 1988. Penulis berkediaman di jalan Danau 3 Rt/Rw 1 No. 23 Kel. Panorama, Kota Bengkulu. Pendidikan formal yang ditempuh penulis pada tingkat SD yaitu SD Negeri 46 Kota Bengkulu, dan selesai pada tahun 2000, kemudian dilanjutkan ke jenjang SLTP Negeri 4 Kota Bengkulu dan selesai pada tahun 2003, setelah itu dilanjutkan ke jenjang SMA Negeri 2 Kota Bengkulu, berhasil menyelesaikan pendidikan pada tahun
2006. Sejak tahun (2006-2011) tercatat sebagai mahasiswa Program Studi Teknik Elektro Universitas Bengkulu melalui jalur PPA (Penelusuran Pendidikan Akademik). Selama menjadi mahasiswa penulis aktif sebagai Co. Kreatifitas, Seni dan Olahraga HIMATRO dan menjadi asisten mata praktikum Sistem Proteksi di laboratorium Teknik Elektro Universitas Bengkulu serta menjadi salah satu “BESWAN DJARUM”/penerima beasiswa DJARUM BAKTI PENDIDIKAN angkatan (2008/2009) RSO Jakarta. Penulis melaksanakan Kerja Praktek (KP) di PT. Krakatau Daya Listik (KDL), (Krakatau Steel Group), di Cilegon,, Banten.