77336583-makalah-hematologi-jadi

93
I. Pendahuluan Komposisi Darah Dan Sistem Makrofag-Monosit KOMPONEN DARAH NORMAL Darah adalah suatu suspensi partikel dalam suatu larutan koloid cair yang mengandung elektrolit. Darah berperan sebagai medium pertukaran antar sel yang terfiksasi dalam tubuh dan lingkungan luar, serta memiliki sifat protektif terhadap organisme dan khususnya terhadap darah sendiri. Komponen cair darah yang disebut plasma terdiri dari 92% air yang berperan sebagai medium transfor, dan 8 sampai 9% zat padat. Zat padat tersebut anatara lain protein – protein seperti albumin, globulin, faktor-faktor pembekuan, dan enzim: unsur orgnanik seperti zat nitrgen nonprotein (urea, asam urat, xantin, kreatinin, asam amino), lemak netral, fosfolipid, kolesterol, dan glukosa, dan unsur organik, berupa natrium, klorida, bikarbonat, kalsium, kalium, magnesium, fosfor, besi, dan iodium. Walaupu semua unsur memiliki peran penting dalm homeostasis, tetapi protein plasma seringterlibat dalam diskrasia darah. Diantara tiga jenis utam aprotein serum, albumin yang terbentuk dalam hati berjumlah 53 % dari seluruh protein serum. Peran utama albumin adalah memperahankan volume darah dengan menjaga tekanan osmotik koloid, keseimbangan pH dan elektrolit, serta transfor ion-ion logam, asam lemak, hormon, dan obat-obatan.globulin Yng terbentuk dalam hati dan jaringan limfoid berjumlah sebesar 43% dari protein serum. Globulin sangat berperan dalam pembentukan antibodi (imunoglobulin). Fibrinogen yang 1

Upload: bubi-bubay

Post on 08-Aug-2015

107 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: 77336583-makalah-hematologi-jadi

I. Pendahuluan

Komposisi Darah Dan Sistem Makrofag-Monosit

KOMPONEN DARAH NORMAL

Darah adalah suatu suspensi partikel dalam suatu larutan koloid cair yang

mengandung elektrolit. Darah berperan sebagai medium pertukaran antar sel yang terfiksasi

dalam tubuh dan lingkungan luar, serta memiliki sifat protektif terhadap organisme dan

khususnya terhadap darah sendiri.

Komponen cair darah yang disebut plasma terdiri dari 92% air yang berperan sebagai

medium transfor, dan 8 sampai 9% zat padat. Zat padat tersebut anatara lain protein – protein

seperti albumin, globulin, faktor-faktor pembekuan, dan enzim: unsur orgnanik seperti zat

nitrgen nonprotein (urea, asam urat, xantin, kreatinin, asam amino), lemak netral, fosfolipid,

kolesterol, dan glukosa, dan unsur organik, berupa natrium, klorida, bikarbonat, kalsium,

kalium, magnesium, fosfor, besi, dan iodium. Walaupu semua unsur memiliki peran penting

dalm homeostasis, tetapi protein plasma seringterlibat dalam diskrasia darah. Diantara tiga

jenis utam aprotein serum, albumin yang terbentuk dalam hati berjumlah 53 % dari seluruh

protein serum. Peran utama albumin adalah memperahankan volume darah dengan menjaga

tekanan osmotik koloid, keseimbangan pH dan elektrolit, serta transfor ion-ion logam, asam

lemak, hormon, dan obat-obatan.globulin Yng terbentuk dalam hati dan jaringan limfoid

berjumlah sebesar 43% dari protein serum. Globulin sangat berperan dalam pembentukan

antibodi (imunoglobulin). Fibrinogen yang jumlahnya hanya 4% merupakan salah satu faktor

pembekuan darah.

Unsur sel darah terdiri dari sel darah merah (eritrosit), beberapa jenis sel darah putih

(leukosit) dan fragmen sel yang disebut trombosit. Eritrosit berfungsi sebagai transfor atau

pertukaran oksigen (O2) dan karbondioksida (CO2), leukosit berfungsi untuk mengatasi

infeksi dan trombosit untuk hemostasis (pembentukan dam pematangan sel darah). Terjadi

dalam sumsum tulang tengkorak, vertebra, peklvis, sternum, iga-iga, dan epifisis proksimal

tulang-tulang panjang. Apabila kebutuhan meningkat, misalnya pendarahan atau

penghancuran sel (hemolisis) maka dapat terjadi pembentukan kembali pada tulang, seperti

pada anak-anak.

1

Page 2: 77336583-makalah-hematologi-jadi

Atas dasar pemerikasaan (kromosom), semua sel darah normal dianggap berasal dari

sel darah induk pluripotensial dengan kemampuan bermitosis. Sel induk dapat berdiferensasi

menjadi sel induk limfoid dan mieloid yang menjadi sel-sel progenitor. Diferesasi terjadi

pada keadaan terdapat faktor perangsang, koloni seperti eritropoietin untuk pembentukan

eritrosit dan G-CSF untuk difersasi melalui satu jalan. Sel induk sum-sum dalam keadaan

noramal terus mengganti sel yang mati dan memberi respon terhadap perubahan akut seperti

pendarahan atau infeksi dengan diferensasi menjadi sel tertentu yang dibutuhkan.

Sistem makrofag-monosit merupakan bagian dari sistem hematologik dn terdiri dari

monosit dalam darah dan sel prekursornya dalam sum-sum tulang. Monosit jaringan yang

lebih dewasa disebut sebagai makrofag (suatu leukosit spesifik yang bertanggung jawab atas

fagositosis pada reaksi peradangan).

METODE PEMERIKSAAN DARAH

Untuk memperoleh penegakan diagnosis penyakit hematologi yang akurat (diskrasia darah)

kita harus melakukan pemerikasaan dengan teilti. Pemerikasaan ini meliputi anamnesis yang

lengkap (sakit dimasa lampau, dan yang sedang berlangsung, penggunaan oba,

kecenderungan pendarahan, kebiasaan makan, dan riwayat keluarga), pemeriksaan fisik, dan

pemerikasaan diagnostik yang selektif, pemeriksaan khusus menenukan kuantitas berbagai

unsur darah dan sum-sum tulang. Tujuan ini dapat tercapai dengan melakukan pemerikasaan

darah dalm volume tertentu. Untuk mendapatkan hasil yang paling tepat sebaiknya sempel

darah diambil melalui pungsi vena. Meskipun demikian spesimen darah kapiler dapat juga

diperoleh dengan menusuk tepian bebas cupung telinga dan ujung jari bagian palmar.

Istilah Deskriptif Dan Metode Pengukuran

Hitung sel darah adalah jumlah sebenarnya unsur darah yang terbentuk (eritrosit,

leukosit, dan trombosit) dalam volume darah tertentu. Eritrosit harus dilisiskan (dihancurkan)

sebelum leukosit dapat dihitung. Jumlah sel yang ab-normal mencerminkan respons tubuh

atau tidak adanya respons tubuh terhadap proses-proses tertentu.

Hitung jenis sel darah menentukan karakteristik morfologis darah serta jumlah

berbagai sel darah. Hitung jenis ini dilakukan dengan mengekstrak setetes darah kapiler dari

ujung jari atau dari cuping telinga, setelah itu dengan hati-hati ditipiskan diatas gekas objek.

Gelas objek diwarnai dengan pewarnaan Wright, yang memberikan berbagai macam warna

kepada berbagai macam struktur sel sesuai dengan pH. Warna berkisar dari biru sampai

2

Page 3: 77336583-makalah-hematologi-jadi

meran muda atau merah.berbagai jenis leukosit, eritroit, dan trombosit dapat dibedakan

menurut : (1) warna yang didapatkan, (2) ukuran dan konfigurasinya, (3) struktur kromatin

inti, (4) ada atau tidak adanya nukleolus di dalam inti. Seorang ahli hematologi,

hematopatologi, atau ahli teknik laboratorium yang berpengalaman dapa mengenali berbagai

jenis sel, kematangan, dan sifat-sifat lainnya.

Eritrosit yang terlihat pada sediaan apus dapat ditandai menurut berbsgsi ukuran Dn

bentuknya.istilah anisosiatosis menyatakan variasi ukuran sel ab-normal. Variasi yang

disebut ab-normal adalah pokilositosis dan menunjukan sel-sel yang terbentuknya seperti

tetesan air mata, buah pear, topi, dan oval. Pokilositosis dan anisositosis dapat menyatakan

adanya gangguan eritropoiesis (pembentukan dan pengembangan eritrosit).

Sperosit memiliki rasio antara diameter dan ketebalan yang berkurang dan berbentuk

speris, bukanya berbentuk cakram bikonkaf seperti bentuk eritrosit yang normal. Fragilitas

osmotik sel ini meningkat dan terlihat pada anemia hemolitik kongenital yang disebut sebagai

sperositosis kongenital. Sel sabit adalah ciri khas dari hemoglobin S dan bentuk-bentuk sabit

hemoglobin lainnya. Sel-sel ini mengambil bentuk sabit oleh karena adanya dioksigenasi.

Polikromasia adalah istilah yang digunakan jika sel-sel memiliki distribusi warna

yang berbeda. Normokromania (pewarnaan normal) menggambarkan konsetrasi hemoglobin

yang normal dalam sel. Hipokromia memperlihatkan suatu sel yang pucat, menggambarkan

pejnurunan konsentrasi hemoglobin seperti yang terlihat pada anemia difisiensi besi.

Variasi lain pada struktur eristrosit yang dapat ditentukan dengan sediaan apus yanng

telah diwarnai adalah siderosit, yaitu sel yang mengandung granula besi anorganik, dan

eritrosit berinti atau normoblas (eritroblas) yang terdapat dalam darah tepi (normalnya berada

dalam sum-sum tilang) akibat kebutuhan eritrosit yang meningkat.komponen utam aeritrosit

adalah hemoglobin (Hb) protein. Sitesis hemoglobin dalam eritrosit berlangsung dari stadium

perkembangan eritroblas sampai retrikulosit. Fungsi utama hemoglobin adalah transfor O2 dan CO2.

Konsentrasi hemoglobin darah diukur berdasarkan intensitas warnanya menggunakan seratus milimeter darah (g/100ml)

atau gram per desiliter (g/dl).

Jenis hemoglobin juga dapat ditentukan.kira-kira telah diidentifikasikan 300 jenis

hemoglobin yang berbeda dalam kode genetik dan urutan asam amino. Walapuun sebagian

hemoglobin tidak mempunyai makna klinik dan dapat berfungsi normal, namu nbeberapa

jenis hemoglobin dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang bermakna.

3

Page 4: 77336583-makalah-hematologi-jadi

Elektroforesis hemoglobin dapat mengidentifikasi hemoglobin yang ab-normal . berbagai

jenis hemiglobin bergrak dengan kecepatan yang berbeda melintasi kertas atau jelli pati,

berdasarkan muatan listriknya. Hemoglibin diidentifikasi dengan huruf atau letak tempat

ditemukannya :

Hb A : hemoglobin dewasa normal

Hb F : hemoglobin fetus

Hb S : hemoglobin pada penyakit sel sabit

Hb : mempis

Pengukuran lain adalah hematokrit (Hct) atau volume packed cell, menunjukan

nvolume darah lengkap yang terdiri dari eritrosit. Pengukuran ini merupakan presentase

eritrosit dalam darah lengkap setelah spesimen darah disentrifugasi, dan dinyatakan dalam

milimeter kubuk packed cell/100ml darah atau volume /dl.

Hasil hitung dari sel darah merah, konsentrasi hemoglobim dan hematokrit digunakan

untuk menghitungindeks eritrosit, yang mencerminkan eritrosit , kadar hemoglobin, dan

konentrasinya. Pembagian hemtokrit berdasarkan jumlah eritrosit akan menghasilkan volume

eritrosit rat-rata (mean corpuscular volume,MCV). Ini adalah pengukuran besarnya sel yang

dinyatakan dalam mikrometer kubik, dengan renang nilai normal dari 81 hingga 96 µm3.

Eritrosit dalam batas-batas tersebut disebut sebagai normositik yaitu sel berukuran normal.

MCV yang nerukuran kurang dari 81 µm3 menujukan sel mikrositik karena berukuran kurang

dari 7 µm3 pada sendian apus, sedangkan MCV yang berukuran lebih dari 96 µm3

menunjukan sel-sel makrositiknyang berukuran lebih besar dari 8 µm3 pada sendian apus.

Konsentrasi hemoglobin eritrosit rata-rata (mean corpucular hemoglobin

concentration, MCHC) mengukur jumlah hemoglobin dalam 100 ml (1dl) eritrosit packed.

MCHC didapat dengan membagi ukuran hemoglobin dengan hematokrit, dan dinyatakan

dalam gram/100 ml (g/dl). Batas normal MCHC adalah 30 sampai 36 g/100 ml darah, disebut

normokomik, hasil yang kurang dari 30 g/100 ml adalah hipokromik karena sel-sel ini

tampak pucat sediaan apus. Konsentrasi hemoglobin eritrosit rata-rata (mean corpucular

hemoglobin concentration, MCHC) mengukur jumlah hemoglobin yang terdapat dalam satu

eritrosit, dan ditentukan melalui jumlah hemoglobin dalam 1000 ml darah melalui jumlah

eritrosit permilimeter kubik darah. MCHC dinyatakan dalam pikogram hemoglobin /eritrosit.

Nilai normal adalah sekitar 27 sampai 31 pg/eritrosit.

Hitung retikulosit, merupakan penentu penting lainnya yang menggambarkan

aktivitas sum-sum tulang. Retikulosit adalah suatu eritrosit imatur tidak berinti yang

4

Page 5: 77336583-makalah-hematologi-jadi

mengandung sisa-sisa RNA dalam sitoplasmanya. Dalam keadaan normal, jumlah sel

retikulosit didalam sediaan apus darah tepi hanya berjumlah 1 sampai 2%. Pengambilan

sidiaan paus darah tepi dilakukan seperti yang sudah dijelaskan diatas, kemudian dipulas

dengan pewarnaan supravital yang memberi warna biru pada setiap RNA dalam eritrosit

imatur, sel-sel seperti in tampaknya memiliki jala-jala atau “retikulum” didalamnya, oleh

karena itu disebut retikulosit . sisa RNA menghilang dalam satu atau dua hari pertama setelah

sel berada diluar sum-sum tulang, sedangkan penuruna atau tidak adanya retikulosit

mehunjukan adanya kegagalan sum-sum tulang.

Pemeriksaan Sumsum Tulang

Aspirasi dan biopsi sumsum tulang dilakukan jika pemeriksaan-pemeriksaan yang

terdahulu tidak cukup memberikan data, atau juga terdapat penyakit yang dapat memengaruhi

sistem hematologik. Pemeriksaan aspirasi juga digunakan untuk mengarahkan pemberiaan

dosis kemoterapi dan terapi radiasi pada penderita ke ganasan hematelogik.

Spesimen sumsum tilang yang akurat pada orang dewasa dapat diperoleh dari

sternum, prosesus spinosus vertebra, krista iliaka anterior, atau posterior. Apabila perliu

dilakukan biopsi, maka yang terakhir merupakan tempat yang lebih disukai

Biopsi maupun aspirasi sumsum tulang, harus dianggap sebagai tindakan bedah minor

dan dilakukan dalam keadaan aspetik. Penderita dibaringkan mering dengan punggung yang

agak dibengkokkan dan lutut ditarik kearah dada. Krista iliaka posterior dibersihkan dan

dioles larutan antiseptik. Kulit, jaringan subkutan, dan periosteum dianestesi dengan

menggunakan lidokain (Xilokain) 1 sampai 2%. Dibuat insisi 2 sampai 3 mm untuk

memudahkan penetrasi jarum sumsum tulang ukuran -14-gauge sedalam 2 sampai 4 cm, dan

untuk mencegah masuknya sumbat kulit dalam rongga sumsum tulang. Setalah masuk, stilet

dilepaskan dari jarum, apuit 10cc ditempelkan, dan dengan aspirasi cepat dan pendek diisap

sekitar 25 µl sumsum tulang. Walupun selama tindakan tersebut mengalami btekanan yang

hebat sekali, namun ia harus diberitahu bahwa mungkin akan merasa sakit dan menusuk

yang tiba-tiba tetapi hanya sebebtar yang disebabkan oleh tekana negatif yang terjadi pada

aspirasi. Kemudian dibuat sediaan apus secara cepat dengan aspirat tersebut, dan ditemukan

partikel putih yang keabu-abuan disertai dengan vakuola lemak. Sebagian spesimen dibiarkan

membeku dan diiris untuk pemeriksaan lebih lanjut. Dari aspirat juga dapat dilakukan

berbagai hitung sel dan hitung jenis sel.

Biopso biasanya diindikasikan pada keganasan hematologik. Pada tindakan ini

digunakan jarum biopsi khusus (jarum jamshidi, panjang 11 cm berdiameter 3 mm yang

5

Page 6: 77336583-makalah-hematologi-jadi

meruncing menjadi 2 mm diujungnya) untuk memperoleh s[ikula tulang. Spikula tulang ini

diletakan dalam gelas objek menggunakan sumbat yang disisspkan melalui ujungnya. Setelah

itu, dibuat beberapa cetakan dengan menyentuh gelas gelas objek secara halus dengan spikula

yang dapat diwarnai dengan pewarnaan Wright, seperti yang telah dijelaskan dalam pembuata

sediaan apus darah tepi. Satu atau dua sediaan dapat diwarnai dengan reaksi biru prusia yang

memperlihatkan adanya besi yang tersimpan. Spikula biopsi ditempatkan dalam larutan bouin

atau larutan zenker, yang keduanya merupakan larutan fiksasi. Spesimen tersebut kemudian

ditempatkan dalam blok parafin, diiris, diwarnai, dan diperiksa secara mikroskopik.

Biopsi sumsum tulang di gunakan untuk memeriksa keadaan sel sumsum tanpa

merusak arsitektur. Peningkatan aktivitas sumsum tulang tersebut hiperseluler atau

hiperplastik ( peningkatan jumlah sel dengan penurunan lemak) , sedangkan penurunan

aktivitas tulang di sebut hiposelular atau hipoplastik ( penurunan jumlah sel dengan

meningkatya lemak). Di lakukan perhitungan perbandingan unsur mieloid ( leukosit sumsum

tulang) terhadap unsur eritroid( eritrosit) (resio M/E) dan dipelajari jumlah

megakariosit( prekursor trombosit) yang normal , bertambah, atau berkurang . dari

pemeriksaan ini dapat di ketahui distribusi sel , kelainan maturasi dan adanya sel-sel

neoplastik. Keadaan tulang seperti fibrosis dapat juga diidenifikasi.

SITOGENIK

Dalam mendiagnosis keganasan hematologik,analisis sitogenetik telah di ketahui

merupakan salah satu pemeriksaan yang paling penting untuk menegakan diagnosis dan

pengobatan, dan penting untuk memperkirakan respon terhdap pengobatan dan potensial

untuk remisi atau penyembuhan dan untuk mengetahui terjadinya relaps. Sitogenetik sadalah

pemeriksaan komposisi kromosom sel, fungsi normal, dan setiap devasi dari yang normal.

Sel yang dipelajari dari setadium metafase mitosis (pembagian sel untuk menjelaskan

traslokasi, infersi, dan delesi bahan genetik dari satu kromosom ke keomosom lainya) analisis

sitogenetik dapat dilakukan pada jaringan yang diperah dari aspirasi dan biopsi sumsum

tulang pada darah tepi jika jumalahnya meningkat dan pada kelenjar getah bening, limapa,

hati. Pengujian sitogenetik juga dilakukan pada cairan amion dan menyebabkan terjadinya

konsepsi untuk menegakan diagnosis adanya kelainan vetus.

Uji utama lainya adalah penentuan imunovenotipe, yang digunakan untuk menegakan

diagnosis penyakin hematologik secara akurat terutama dalam membedakan

leukimialimpositik akut dari leukimiamielogenosa akut dan keganasa limpatika lainnya

penentuan imunovenotipe dilakukan dengan pemerikasaan sitometi aliran. Untuk

6

Page 7: 77336583-makalah-hematologi-jadi

mengidentifikasi kelompok anti gen sebagai klaster diferensiasi pada permukaan sel

hematopoeitik.

Klasifikasi Anemia

Anemia di klasifikasikan menurut :

1.      Factor – factor morfologik SDM dan indeks-indeksnya

2.      Etiologi

Pada klasifkasi morfologik anemia , mikro- atau makro- menunjukan ukuran SDM dan

kromik untuk menunjukan warnanya . sudah di kenal tiga kategori besar. Pertama,

anemia nonmokromik normositik, SDM memiliki ukuran dan bentuk normal serta

mengandung jumlah hemoglobin normal ( mean corpus cular volume [MCV] dan mean

corpuscular hemoglobin concentratioan [MCHC] normal atau normal rendah). Penyebab –

penyebab anemia jenis ini adalah kehilangan darah akut, hemolisis, penyakit kronis yang

meliputi infeksi, gangguan ginjal , kegagalan sumsum tulang , dan penyakit- penyakit

infiltrative metastik pada sumsum tulang.

Kategori utama dan kedua adalah anemia nonmokromik makrositik, yang memiliki SDM

lebih besar dari normal tetapi nonmokromik krena konsentrasi hemoglobin normal (MCV

meningkat ; MCHC normal ) keadaan ini di sebabkan terganggunya atau terhentinya sintesis

asam deoksiribonukleat (DNA).

Kategori ketiga adalah anemia hipokromik mikrositik. Mikrositik berarti sel kecil an

hipokromik berarti pewarnaan yang berkurang , karena warna berasal dari hemoglobin , sel-

sel ini mengandung hemoglobin dalam jumlah yang kurang dari normal ( penurunan

MCV;penurunan MCHC ) keadaan ini umumnya mencerminkan insufisiensi sintesis heme

atau kekurangan zat besi , seperti pada anemia difisiensi besi , keadaan sideroblastik , darah

kehilangan darah kronis, atau gangguan sintesis globin , seperti pada thalasemia. Ketidak

sesuaian jumlah rantai alfa dan beta yang di sintesis, dengan demikian terbentuk molekul

hemoglobin tetrameter normal.

Anemia di klasifikasikan menurut etiologi. Penyebab utama yang di pikirkan adalah:

1.      Peningkatan hilangnya SDM

2.      Penurunan atau kelainan pembentukan sel

Meningkatnya kehilangan SDM apat di sebabkan oleh pendarahan atau oleh penghancuran

sel . perdarahan dapat di akibatka dari trauma atau ulkus atau akibat perdarahan krnis karena

polop di kolon ,keganasa hemoroid dan menstruasi . penghancuran SDM di dalam sirkulasi di

kenal sebagai hemolisis , terjdi jika gangguan pada sdm itu sendiri memperpendek siklus

7

Page 8: 77336583-makalah-hematologi-jadi

hidupnya ( kelainank) atau perubahan lingkungan yang menyebabkan penghancuran SDM

( kelainan intrinsic ).

Keadaan- keadaan yang SDM nya itu sendiri mengalami kelainan adalah:

1.      Hemoglobinopati atau hemoglobin abnormal yang di wariskan, seperti,penyakit sel

sabit.

2.      Gangguan sintesis globin , sperti thalasemia.

3.      Kelainan membrane SDM , seperti sferositosis herediter dan eliptositosis

4.      Defisiensi enzim, seperti difisiensi glukosa 6-fosfat dehidrogenase.

Klasifikasi etiologic utama yang kedua adalah berkurangnya atau terganggunya produksi

SDM ( diseritropoienis) setiap keadaan mempengaruhi fungsi sumsum sumsum tulang

termasuk dalam kategori ini. Termasuk di dalam kelomopk ini adalah.

1.      Keganasan jaringan padat metastatic, leukemia, limfoma dan myeloma multiple;

pajanan terhadap obay-obat dan zat kimia toksik ;serta iradiasi dapat mengurangi produksi

efektif SDM.

2.      Penyakit – penyakit kronis yang mengenai ginjal dan hati serta infeksi dan defisiensi

endokrin. Kekurangan vitamin – vitamin C , dan zat besi dapat mengakibatkan pembetukan

SDM tidak efektif menimbulkan anemia. Untuk meentukan jenis anemia , baik pertimbangan

morfologik dan etiologic harus di gabungkan.

 

II. Teori

Anemia Aplastik

Anemia aplastik merupkan suatu gangguan menganam jiwa pada sel induk di sumsum

tulang, yang sel-sel darahnya di produksi dalam jumlah yang tidak mencukupi. Anemina

dapat congenital idiopatik ( penyebab tidak di ketahui) atau sekunder akibat penyebab –

penyebab industry atau virus . Individu dengan anemia aplastik mengalami pansitopenia

( kekurangan semua jenis sel darah ). Secara morfologis , SDM trelihat normositik dan

nonmokromik , jumlah retikulosit rendah atau tidak ada dan biopsy sumsun  menunjukan

keadaan yang di sebut “fungsi kering” dengan hipoplasia nyata dan penggantian dengan

jaringan lemak. Pada sumsum tulang tidak di jumpai sel-sel abnormal. Anemia aplastik

idiopatik diyakini di mediasisecara imunologis dengan T limfosit pasien menekan sel-sel

induk hematopoietik.

Penyebab sekunder anemia aplastik ( sementara atau permanen) melputi berikut ini:

8

Page 9: 77336583-makalah-hematologi-jadi

1.      Lupus eritematosus sistemik yang berbasis autoimun

2.      Agen antineoplastik atau sitotoksis

3.      Terapi radiasi

4.      Antibiotik tertentu

5.      Berbagai obat seperti antikonvulsan, obat-obat tiroid , senyawa emas dan fenilbutazon.

6.      Zat-zat kimia seperti benzen, pelarut organic, dan insektisida ( agen yang di yakini

merusak sumsum tulang secara langsung)

7.      Penyakit – penyakit virus seperti mononucleosis infeksiosa dan

human immunodeficiency virus (HIV); anemia aplasytik setelah hepatitis virus terumatama

berat dan cenderung fatal.

Anemia Defisiensi Besi

Secara morfologis , keadaan ini di klasifikasikan sebagai anemia mikrositik

hipokromik dengan penurunan kuantitatif sintesis hemoglobin. Di\efisiensi besi merupakan

penyebab utama anemia di dunia dan terutama sering di jumpai pada perempuan usia subur,

di sebabkan oleh kehilangan darah sewaktu menstruasi dan peningkatan kebutuhan besi

selama kehamilan.

Penyebab lain defisiensi besi adalah:

1.      Asupan besi yang tidak cukup, misal, pada bayi yang hanya di beri dioet susu saja

selama 12-24 bulan  dan pada individu-individu tertentu yang vegetarian ketat.

2.      Gangguan absorpsi setaelah gastrektomi,

3.      Kehilangan darah menetap, seperti pada pendarahan saluran erna lamat akibat polip,

neoplasma, gastritis, varises esophagus, ingesti aspirin, dan hemoroid.

Dalam keadaan normal tubuh orang dewasa rata-rata mengandung 4-5 g besi, bergantung

pada jenis kelamin dan ukuran tubuhnya. Lebih dari dua per tiga besi terdapat di dalam

hemoglobin. Besi di lepas dengan semakin tua serta matinya sel dan di angkut melalui

transferin ke sumsum tulang untuk eritropoiesis. Dengan pengecualian mioglobin (otot) dan

enzim-enzim heme dalam jumlah yang sangat sedikit , sisa zat besi di simpan di dalam

hati ,limpa, dan sumsum tulang sebagai feritin dan hemosiderin unruk kebutuhan – kebutuhan

lebih lanjut.

Anemia Megaloblastik

Anemia megaloblastik ( SDM besar) di klasifikasikan secara morfologis sebagai

anemia makrositikj normokromik. Anemia megaloblastik sering di sebabkan oleh defisiensi

vitmin B12 dan asam folat ynag mengakibatkan gangguan sintesis DNA , di sertai kegagalan

maturasidan pembelahan inti, defisiensi – defisiensi ini dapat sekunder akibat malnutrisi,

9

Page 10: 77336583-makalah-hematologi-jadi

defisiensi asam folat, melabsorpsi, kekurangan factor intrinsic ( seperti pada anemia

pernisioasa dan pasca gastrektomi), infeksi parasit , penyakit usus, dan keganasan serta

sebagai akibat agens-agens kemoterapetik. Pada indiviu dengan inveksi cacing pita

( Diphyllobothrium latum) yang di sebabkan oleh ingesti ikan segar yang terinfeksi, cacing

pita berkompetisi denganpejamunya untuk mendapatkan vitamin B12 di dalam makanan yang

diingesti , yang menyebabkan anemia megaloblastik.

Anemia pernisioassa khas pada Anemia megaloblastik, defisiensi folat sering di

temukan dalam praktik klinis. Anemia megaloblastik sering terlihat sebagai malnutrisi pada

orang yang lebih tua, pecandu alcohol, atau remaja, dan pada perempuan selama kehamilan,

saat permintaan untuk mencukupi kebutuhan janin dan laktasi meingkat.

Penyakit Sel Sabit

Penyebab

Penyakit selsabit adalah hemoglobinopati yang di sebabkan oleh kelainan struktur

hemoglobin. Kelainan struktur terjadi pada fraksi globin di dalam malekul hemoglobin.

Globin tersusun dari dua pasang rantai polipeptida. Misalnya Hb S berbeda dari Hb A normal

karena valin menggantikan asam glutamate pada asalah satu pasang rantainya . pada Hb C ,

lisisn terdapat pada posisi itu. Seperti yang di jelaskan sebelumnya, terdapat banyak

hemoglobin abnormal dengan berbagai derajat gejala, bervariasi dari tidak dada sampai berat.

Penyakit sel sabit merupakan genetic resesif automosal, yaitu individu memperoleh

hemoglobin sabit ( Hemoglobib S ) dari kedua orang tua. Oleh kerana itu pasien homozigot.

Individu heterizigot ( gen abnormal di wariskan hanya ari salah satu orang tua) di katakana

memiliki sifat sel sabit. Individu ini umumnya asimtomatik dan memiliki usia harapan hidup

yang normal.

Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala yang terjadi sebagai akibat dari penyumbatan pembuluh darah yang

menyebabkan infark pada berbagai organ, seperti ginjal, paru, dan system saraf pusat. Bayi –

bayi biasanya asimtomatik selama 5 sampai 6 bulan karena adanya hemoglobin fetus ( Hb F )

yang cenderung menghambat pembentukan sabit. Manifestasi klinis meliputi sindrom

kegagalan perkembangan, gangguan tumbuh dakembang, dan seringnya episode infeksi

bakteri, teutama infeksi pneumokokus. Pada awalnya limpa membesar; akan tetapi karena

adanya infark berulang, limpa menjadi atrofi dan tidak berfungsi sebelum anak mencapai usia

8 tahun. Proses ini di sebut sebagai autoslenektomi. Kerentanan terhadap infeksi menetap

seumur hidup. Harapan hidup berkurang akibat infark yang menyebabkan gagal organ.

Pengobatan

10

Page 11: 77336583-makalah-hematologi-jadi

Saat ini belum di ketahui ada pengobatan yang dapat mengembalikan bentuk sabit

menjadi normal.oleh karena itu , pengobatan terutama di tujukan pada pencegahan atau

penunjang. Kerana infeksi tampaknya mencetuskan krisis sel sabit, pengobatan di tekankan

pada pencegahan, deteksi dini , dan pengobatan segera infeksi. Pada tahun 1987, national

heart, lung, and blood institute ( NHLBI ) merekomendasikan penggunaan penisilin

profilaktik untuk anak kecil untuk mengurangi  insiden pneumonia. Vaksin pneumokokus

( pneumovax) sebaikny di berikan secara provilaktik keran vaksin ini mengurangi insiden

infeksi pneumokokus. Pengobatan meliputi pemberian antibiotic dan hidrasi dengan cepat

dan kuat. Oksigen sebaiknya hanya di berikan jika pasien mengalami hipoksia . pemberian

suplemen asam folat per hari di perlukan untuk mengisi kehilangan cadangan folat akobat

hemolisis kronis. Krisis nyeri tyang terjadi secara tersendiri atau sekunder akibat infeksi

dapat mengenai setiap bagian tubuh.

Intervensi segera dengan hidrasi dan analgesic opioid dapat menghentikan atau

mengurangi lama dan beratnya krisis. Tranfusi di lakukan selama terjadi krisis aplastik atau

hemolitik, selama kehamilan, untuk pembedahan , atau untuk untuk menghentikan nyeri

berat. Transfusi tukar di gunakan pada pasien  dengan krisis berulang atau kerusakan

neurologic. Kelebihan beban besi menjadi masalah, dan pasien – pasien ini memerlukan

deferoksamin untuk mengurangi cadangan besinya.

Seringnya timbul krisis mempengaruhi keseluruhan kualitas hidup pasien dan

keluarganya. Pasien- pasien sering mengalami kecacatan karena nyeri kronis berulang pada

kejadian – kejadian penyumbatan pembuluh darah. 

Polisitemia

Pembahasan sebelumnya dipusatkan pada keadaan yang di sebabkan kurangnya jumlah

SDM. Keadaan yang di ketahui sebagai polisitemia di akibatkan dari terlalu banyak  SDM.

Polisitemia berarti kelebihan ( poli-) semua jenis sel(sitemia), tetapi umumnya nama tersbut

di gunakan untuk keadaan-keadaan yang volume SDM nya melebihi normal. Keadaan ini

mengakibatkan peningkatan viskositas dan volume darah. Polositemia primer atau vera,

merupakan suatu gangguan mieloproliferatif. Sel induk pluripoten abnormal. Ditemukan juga

eritrositosis yang nyata dengan kadar eriropolin normal atau rendah, serta leukositis dan

trombositosis. Polisitemia vera merupakan penyakit progresif pada usia pertengahan, agak

lebih banyak mengenai laki- laki dari pada perempuan. Tanda dan gejala ini di sebabkan oleh

peningkatan volume darah total dan peningkata viskositas darah. Volume plasma biasanya

normal , dan terjadi vasodilatasi intuk menampung peningkatan eritrsosit. Pasien tersebut

datang dengan corak pletorik ( merah bata) dan mata merah meradang.

11

Page 12: 77336583-makalah-hematologi-jadi

Gejala-gejala non spesifik, bervariasi dari sensasi “penuh kepala” sampai sakit kepala,

kesulitan berkonsentrasi, pandangan kabur, kelelahan , dan pruritus ( gatal ) setelah mandi.

Peningkatan volume dan viskositas ( aliran darah lambat) bersama dengan peningkatan

jumlah trombosit dan fungsi trombosit abnormal mempermudah induvidu mengalami

thrombosis dan pendarahan.

Pengobatan untuk polisitemia vera meliputi flebotomi mingguan untuk mencapai kadar

hematokrit kurang dari 45, dan kenmudian berdasarkan “seperlunya”. Pengguanaan fosfor

radio aktif dan agen pengalkilasi terbatas, secara luas karena penggunaan agen-agen tersebut

di ketahui karsinogenik dan dapat berparen dalam perkembangan leukemia akut. Penggunaan

busulfan jangka pendek ( yaitu, 4 hingga 6 minggu ) dapat mencapai remisis yang potensia.

Hidroksiurea sering di gunakan untuk mempermudah pemberian dan toleransi. Akan tetapi

obat-obat ini menyebabkn mielosupresi generalisata. Anagrelide hidroklorida (agrylin) di

gunakan untuk menurunkan jumlah trombosit.

Kondisi-kondisi medis mendasar yang merangsang produksi eritropotiein meliputi penyakit-

penyakit kardiopulmonal yang menurunkan saturasi O2 arteri atau tumor ginjal yang

menurunkan aliran darah ginjal. Keadaan tersebut juga terjadi pada orang yang hidup di

daerah tinggiO2  atmosfernya berkurang untuk polisitemia sekunder, di indikasikan

untukmengobati penyebab yang mendasarinya.

 

Gangguan Sel Darah Putih dan Sel Plasma

Neutrofilia

Neutrofilia adalah jumlah neutrofil meningkat melebihi nilai normal. Neutrofilia

sebagian besar disebabkan oleh infeksi bakteri. Selain itu, neutrofilia dapat disebabkan oleh

inflammatory bowel disease, rheumatoid arthritis, vasculitis (kawasaki syndrome),

keganasan, pemberian kortikosteroid, dan splenektomi.

Limfositosis

Limfositosis adalah jumlah limfosit meningkat melebihi nilai normal. Infeksi virus

biasanya menyebabkan limfositosis.

Monositosis

Monositosis adalah jumlah monosit meningkat melebihi nilai normal. Monositosis

dapat disebabkan oleh infeksi bakteri (tuberkulosis, endokarditis bakerialis subakut,

12

Page 13: 77336583-makalah-hematologi-jadi

brucellosis), infeksi virus (mononucleosis), sifilis, infeksi protozoa, infeksi riketsia,

keganasan, sarkoidosis, dan autoimun.

Basofilia

Basofilia adalah jumlah basofil meningkat melebihi normal. Basofilia dapat

disebabkan oleh keganasan.

Eosinofilia

Eosinofilia adalah jumlah eosinofil meningkat melebihi normal. Eosinofilia dapat

disebabkan oleh alergi, hipersensitivitas terhadap obat, infeksi parasit, infeksi virus,

keganasan, dan kelainan kulit.

Secara umum, pemeriksaan laboratorium adalah alat bantu untuk menegakkan diagnosis.

Interpretasi hasil laboratorium harus memperhatikan kondisi klinis pasien. Demikian juga

dengan hasil laboratorium leukositosis. Untuk mengetahui apakah disebabkan infeksi bakteri

atau infeksi virus, harus menilai klinis pasien. Diskusikanlah dengan dokter anda untuk

mengetahui penyebab leukositosis.

Terdapat bermacam-macam cara untuk menetapkan kadar hemoglobin tetapi yang

sering dikerjakan di laboratorium adalah yang berdasarkan kolorimeterik visual cara Sahli

dan fotoelektrik cara sianmethemoglobin atau hemiglobinsianida. Cara Sahli kurang baik,

karena tidak semua macam hemo- globin diubah menjadi hematin asam misalnya karboksihe-

moglobin, methemoglobin dan sulfhemoglobin . Selain itu alat untuk pemeriksaan

hemoglobin cara Sahli tidak dapat distandarkan, sehingga ketelitian yang dapat dicapai hanya

± 10%. 1 .

Cara sianmethemoglobin adalah cara yang dianjurkan antuk penetapan kadar

hemoglobin di laboratorium karena larutan standar sianmethemoglobin sifatnya stabil, mudah

diperoleh dan pada cara ini hampir semua hemoglobin terukur kecuali sulfhemoglobin. Pada

cara ini ketelitian yang dapat dicapai ± 2%. 2 . Berhubung ketelitian masing-masing cara ber-

beda, untuk penilaian basil sebaiknya diketahui cara mana yang dipakai.

Nilai rujukan kadar hemoglobin tergantung dari umur dan jenis kelamin.3 0 Pada bayi

baru lahir, kadar hemoglobin lebih tinggi dari pada orang 'dewasa yaitu berkisar antara 13,6

-- 19, 6 g/dl. Kemudian kadar hemoglobin menurun dan pada umur 3 tahun dicapai kadar

13

Page 14: 77336583-makalah-hematologi-jadi

paling rendah yaitu 9,5 -- 12,5 g/dl. Setelah itu secara bertahap kadar hemoglobin naik dan

pada pubertas kadarnya mendekati kadar pada dewasa yaitu berkisar antara 11,5 -- 14,8 g/dl.

Pada pria dewasa kadar hemoglobin berkisar antara 13 -- 16 g/dl sedangkan pada wanita

dewasa antara 12 -- 14 d/dl. 1 . Pada wanita hamil terjadi hemodilusi sehingga untuk batas

terendah nilai rujukan ditentukan 10 g/dl. 3 .

Pada keadaan fisiologik kadar hemoglobin dapat bervariasi. 3 Kadar hemoglobin

meningkat bila orang tinggal di tempat yang tinggi dari permukaan laut. Pada ketinggian 2

km dari permukaan laut, kadar hemoglobin kira-kira 1 g/dl lebih tinggi dari pada kalau

tinggal pada tempat setinggi permukaan laut. Tetapi peningkatan kadar hemoglobin ini

tergantung dari lamanya anoksia, juga tergantung dari respons individu yang berbeda-beda.

Kerja fisik yang berat juga dapat menaikkan kadar hemoglobin, mungkin hal ini disebabkan

masuknya sejumlah eritrosit yang tersimpan didalam kapiler-kapiler ke peredaran darah atau

karena hilangnya plasma.

Perubahan sikap tubuh dapat menimbulkan perubahan kadar hemoglobin yang

bersifat sementara. Pada sikap berdiri kadar hemoglobin lebih tinggi dari pada berbaring.

Variasi diurnal juga telah dilaporkan oleh beberapa peneliti, kadar hemoglobin tertinggi pada

pagi hari dan terendah pada sore hari. Kadar hemoglobin yang kurang dari nilai rujukan

merupa- kan salah satu tanda dari anemia. Menurut morfologi eritrosit didalam sediaan apus,

anemia dapat digolongkan atas 3 go- longan yaitu anemia mikrositik hipokrom, anemia

makrositik dan anemia normositik normokrom 5 Setelah diketahui ada anemia kemudian

ditentukan golongannya berdasarkan morfo- logi eritrosit rata-rata.

Untuk mencari penyebab suatu anemia diperlukan pemeriksaan-pemeriksaan lebih

lanjut. Bila kadar hemoglobin lebih tinggi dari nilai rujukan, maka keadaan ini disebut

polisitemia. Polisitemia ada 3 macam yaitu polisitemia vera, suatu penyakit yang tidak

diketahui penye- babnya; polisitemia sekunder, suatu keadaan yang terjadi seba- gai akibat

berkurangnya saturasi oksigen misalnya pada kelain- an jantung bawaan, penyakit paru dan

lain-lain, atau karena peningkata n kadar eritropoietin misal pada tumor hati dan ginjal yang

menghasilkan eritropoietin berlebihan; dan po- lisitemia relatif, suatu keadaan yang terjadi

sebagai akibat kehilangan plasmanya misal pada luka bakar. 5 Laju endap darah. Proses

pengendapan darah terjadi dalam 3 tahap yaitu tahap pembentukan rouleaux, tahap

pengendapan dan tahap pema- datan.

14

Page 15: 77336583-makalah-hematologi-jadi

Di laboratorium cara untuk memeriksa laju endap darah yang sering dipakai adalah

cara Wintrobe dan cara Weetergren. Pada cara Wintrobe nilai rujukan untuk wanita 0 -- 20

mm/jam dan untuk pria 0 -- 10 mm/jam, sedang pada cara Westergren nilai rujukan untuk

wanita 0 -- 15 mm/jam dan untuk pria 0 -- 10 mm/jam. ' Faktor-faktor yang dapat

mempengaruhi laju endap darah adalah faktor eritrosit, faktor plasma dan faktor teknik.

Jumlah eritrosit/ul darah yang kurang dari normal, ukuran eritrosit yang lebih besar dari

normal dan eritrosit yang mudah beraglutinasi akan menyebabkan laju endap darah cepat.

Walau pun demikian, tidak semua anemia disertai laju endap darah yang cepat.

Pada anemia sel sabit, akantositosis, sferositosis serta poikilositosis berat, laju endap

darah tidak cepat, karena pada keadaan-keadaan ini pembentukan rouleaux sukar terjadi. 4

Pada polisitemia dimana jumlah eritrosit/ µl darah meningkat, laju endap darah normal. 6

Pembentukan rouleaux tergantung dari komposisi protein plasma. Peningkatan kadar

fibrinogen dan globulin memper- mudah pembentukan roleaux sehingga laju endap darah

cepat sedangkan kadar albumin yang tinggi menyebabkan laju endap darah lambat. 6 ,7 Laju

endap darah terutama mencerminkan perubahan protein plasma yang terjadi pada infeksi akut

maupun kronik, proses degenerasi dan penyakit limfoproliferatif.

Peningkatan laju endap darah merupakan respons yang tidak spesifik terhadap

kerusakan jaringan dan merupakan petunjuk adanya penyakit. 6 Bila dilakukan secara

berulang laju endap darah dapat dipakai untuk menilai perjalanan penyakit seperti

tuberkulosis, demam rematik, artritis dan nefritis. Laju endap darah yang cepat menunjukkan

suatau lesi yang aktif, peningkatan laju endap darah dibandingkan sebelumnya menunjukkan

proses yang meluas, sedangkan laju endap darah yang menurun dibandingkan sebelumnya

menunjukkan suatu perbaikan 7 Selain pada keadaan patologik, laju endap darah yang cepat

juga dapat dijumpai pada keadaan-keadaan fisiologik seperti pada waktu haid, kehamilan

setelah bulan ketiga dan pada orang tua. 6 ,7 Dan akhirnya yang perlu diperhatikan adalah

faktor teknik yang dapat menyebabkan kesalahan dalam pemeriksaan laju endap darah.

Selama pemeriksaan tabung atau pipet ha rus tegak lurus; miring 3 0 dapat menimbulkan

kesalahan 30%.

Tabung atau pipet tidak boleh digoyang atau bergetar, karena ini akan mempercepat

pengendapan. Suhu optimum selama pemeriksaan adalah 20°C, suhu yang tinggi akan

mempercepat pengendapan dan sebaliknya suhu yang rendah akan memperlambat. Bila darah

yang diperiksa sudah membeku sebagian hasil pemeriksaan laju endap darah akan lebih

15

Page 16: 77336583-makalah-hematologi-jadi

lambat karena sebagian fibrinogen sudah terpakai dalam pembekuan. Pemerik- saan laju

endap darah harus dikerjakan dalam waktu 2 jam setelah pengambilan darah, karena darah

yang dibiarkan terlalu lama akan berbentuk sferik sehingga sukar membentuk rouleaux dan

hasil pemeriksaan laju endap darah menjadi lebih lambat. 6 ,7 Hitung leukosit.

Terdapat dua cara untuk menghitung leukosit dalam darah tepi. Yang pertama adalah

cara manual dengan memakai pipet leukosit, kamar hitung dan mikroskop. Cara kedua adalah

cara semi automatik dengan memakai alat elektronik. Cara kedua ini lebih unggul dari cara

pertama karena tekniknya lebih mudah, waktu yang diperlukan lebih singkat dan

kesalahannya lebih kecil yaitu ± 2%, sedang pada cara pertama kesalahannya sampai ± 10%.

2 Keburukan cara kedua adalah harga alat mahal dan sulit untuk memperoleh reagen karena

belum banyak laboratorium di Indonsia yang memakai alat ini. Jumlah leukosit dipengaruhi

oleh umur, penyimpangan dari keadaan basal dan lain-lain . 4 Pada bayi baru lahir jumlah

leukosit tinggi, sekitar 10.000--30.000/ µl. Jumlah leukosit tertinggi pada bayi umur 12 jam

yaitu antara 13.000 -- 38.000 / µl. Setelah itu jumlah leukosit turun secara bertahap dan pada

umur 21 tahun jumlah leukosit berkisar antara 4500 -- 11.000/ µl. Pada keadaan basal jumlah

leukosit pada orang dewasa berkisar antara 5000 -- 10.0004 /µ1.' Jumlah leukosit meningkat

setelah melakukan aktifitas fisik yang sedang, tetapi jarang lebih dari 11.000/ µl 4 Bila

jumlah leukosit lebih dari nilai rujukan, maka keadaan tersebut disebut leukositosis.

Leukositosis dapat terjadi secara fisiologik maupun patologik.

Leukositosis yang fisiologik dijumpai pada kerja fisik yang berat, gangguan emosi,

kejang, takhikardi paroksismal, partus dan haid. 4 Leukositosis yang terjadi sebagai akibat

peningkatan yang seimbang dari masing-masing jenis sel, disebut balanced leoko- cytosis.

Keadaan ini jarang terjadi dan dapat dijumpai pada hemokonsentrasi. Yang lebih sering

dijumpai adalah leukosi- tosis yang disebabkan peningkatan dari salah satu jenis leuko- sit

sehingga timbul istilah neutrophilic leukocytosis atau netrofilia, lymphocytic leukocytosis

atau limfositosis, eosino- filia dan basofilia. Leukositosis yang patologik selalu diikuti oleh

peningkatan absolut dari salah satu atau lebih jenis leu- kosit. 4 Leukopenia adalah keadaan

dimana jumlah leukosit kurang dari 5000/0 darah. Karena pada hitung jenis leukosit, netrofil

adalah sel yang paling tinggi persentasinya hampir selalu leukopenia disebabkan oleh

netropenia. 8 Hitung jenis leukosit. Hitung jenis leukosit hanya menunjukkan jumlah relatif

dari masing-masing jenis sel.

16

Page 17: 77336583-makalah-hematologi-jadi

Untuk mendapatkan jumlah absolut dari masing-masing jenis sel maka nilai relatif

(%) dikalikan jumlah leukosit total (sel/ µl). Hitung jenis leukosit berbeda tergantung umur.

Pada anak limfosit lebih banyak dari netrofil segmen, sedang pada orang dewasa

kebalikannya. Hitung jenis leukosit juga bervariasi dari satu sediaan apus ke sediaan lain, dari

satu lapangan ke lapangan lain. Kesalahan karena distribusi ini dapat mencapai 15%. 4 Bila

pada hitung jenis leukosit, didapatkan eritrosit berinti lebih dari 10 per 100 leukosit, maka

jumlah leukosit/ µl perlu dikoreksi. Netrofilia. Netrofilia adalah suatu keadaan dimana jumlah

netrofil

lebih dari 7000/ µl dalam darah tepi. Penyebab biasanya adalah infeksi bakteri,

keracunan bahan kimia dan logam berat, gangguan metabolik seperti uremia, nekrosia

jaringan, kehi- langan darah dan kelainan mieloproliferatif. 4, 8 Banyak faktor yang

mempengaruhi respons netrofil terhadap infeksi, seperti penyebab infeksi, virulensi kuman,

respons penderita, luas peradangan dan pengobatan. Infeksi oleh bakteri seperti Streptococcus

hemolyticus dan Diplococcus pneumonine menyebabkan netrofilia yang berat, sedangkan

infeksi oleh Salmonella typhosa dan Mycobacterium tuberculosis tidak menimbulkan

netrofilia. Pada anak-anak netrofilia biasanya lebih tinggi dari pada orang dewasa. Pada

penderita yang lemah, respons terhadap infeksi kurang sehingga sering tidak disertai

netrofilia.

Derajat netrofilia sebanding dengan luasnya jaringan yang meradang karena jaringan

nekrotik akan melepaskan leukocyte promoting substance sehingga abses yang luas akan

menimbulkan netrofilia lebih berat daripada bakteremia yang ringan. Pemberian

adrenocorticotrophic hormone (ACTH) pada orang normal akan menimbulkan netrofilia

tetapi pada penderita infeksi berat tidak dijumpai netrofilia 6 Rangsangan yang menimbulkan

netrofilia dapat mengaki- batkan dilepasnya granulosit muda keperedaran darah dan keadaan

ini disebut pergeseran ke kiri atau shift to the left. 4 Pada infeksi ringan atau respons

penderita yang baik, hanya dijumpai netrofilia ringan dengan sedikit sekali pergeseran ke kiri.

Sedang pada infeksi berat dijumpai netrofilia berat dan banyak ditemukan sel muda. Infeksi

tanpa netrofilia atau dengan netrofilia ringan disertai banyak sel muda menunjukkan infeksi

yang tidak teratasi atau respons penderita yang kurang. 8

Pada infeksi berat dan keadaan toksik dapat dijumpai tanda degenerasi, yang sering

dijumpai pada netrofil adalah granula yang lebih kasar dan gelap yang disebut granulasi

toksik. Disamping itu dapat dijumpai inti piknotik dan vakuolisasi baik pada inti maupun

17

Page 18: 77336583-makalah-hematologi-jadi

sitoplasma 4 Eosinofilia. Eosinofilia adalah suatu keadaan dimana jumlah eosinofil lebih dari

300/ µl darah. Eosinofilia terutama dijumpai pada keadaan alergi. Histamin yang dilepaskan

pada reaksi antigen- antibodi merupakan substansi khemotaksis yang menarik eosinofil.

Penyebab lain dari eosinofilia adalah penyakit kulit kronik, infeksi dan infestasi parasit,

kelainan hemopoiesis seperti polisitemia vera dan leukemia granulositik kronik. 4 Basofilia.

Basofilia adalah suatu keadaan dimana jumlah basofil lebih dari 100/µl darah. Basofilia

sering dijumpai pada polisitemia vera dan leukemia granulositik kronik.

Pada penyakit alergi seperti eritroderma, urtikaria pigmentosa dan kolitis ulserativa

juga dapat dijumpai basofilia. Pada reaksi antigen-antibodi basofil akan melepaskan histamin

dari granulanya. 8 Limfositosis. Limfositosis adalah suatu keadaan dimana terjadi pening-

katan jumlah limfosit lebih dari 8000/µl pada bayi dan anak- anak serta lebih dari 4000/µl

darah pada dewasa. Limfositosis dapat disebabkan oleh infeksi virus seperti morbili,

mononu- kleosis infeksiosa; infeksi kronik seperti tuberkulosis, sifilis, per- tusis dan oleh

kelainan limfoproliferatif seperti leukemia limfositik kronik dan makroglobulinemia primer.

4 Monositosis. Monositosis adalah suatu keadaan dimana jumlah monosit lebih dari 750/ µl

pada anak dan lebih dari 800/µl darah pada orang dewasa. Monositosis dijumpai pada

penyakit mielopro- liferatif seperti leukemia monositik akut dan leukemia mielo- monositik

akut; penyakit kollagen seperti lupus eritematosus sistemik dan reumatoid artritis; serta pada

beberapa penyakit infeksi baik oleh bakteri, virus, protozoa maupun jamur. 8 Perbandingan .

antara monosit : limfosit mempunyai arti prognostik pada tuberkulosis. Pada keadaan normal

dan tuberkulosis inaktif, perbandingan antara jumlah monosit dengan limfosit lebih kecil atau

sama dengan 1 /3, tetapi pada tu- berkulosis aktif dan menyebar, perbandingan tersebut lebih

besar dari 1/3. 7 Netropenia.

Netropenia adalah suatu keadaan dimana jumlah netrofil kurang dari 2500/µl darah.

Penyebab netropenia dapat dike- lompokkan atas 3 golongan yaitu meningkatnya

pemindahan netrofil dari peredaran darah, gangguan pembentukan netrofil dan yang terakhir

yang tidak diketahui penyebabnya. 8 Termas uk dalam golongan pertama misalnya umur

netrofil yang memendek karena drug induced. . Beberapa obat seperti aminopirin bekerja

sebagai hapten dan merangsang pembentukan antibodi terhadap leukosit.

Gangguan pembentukan dapat terjadi akibat radiasi atau obat-obatan seperti

kloramfenicol, obat anti tiroid dan fenotiasin; desakan dalam sum-sum tulang oleh tumor.

Netropenia yang tidak diketahui sebabnya misal pada infeksi seperti tifoid i infeksi virus,

18

Page 19: 77336583-makalah-hematologi-jadi

protozoa dan rickettisa; cyclic neutropenia, dan chronic idiopathic neutropenia. 8 Limfopenia.

Pada orang dewasa l imfopenia terjadi bila jumlah limfosit kurang dari 1000/µl dan pada

anak-anak kurang dari 3000/ µl darah. Penyebab limfopenia adalah produksi limfosit yang

menurun seperti pada penyakit Hodgkin, sarkoidosis; penghancuran yang meningkat yang

dapat disebabkan oleh radiasi, korti- kosteroid dan obat-obat sitotoksis; dan kehilangan yang

me- ningkat seperti pada thoracic duct drainage dan protein losing enteropathy. 8

Eosinopenia dan lain-lain.

Eosinopenia terjadi bila jumlah eosinofil kurang dari 50/ µl darah. Hal ini dapat

dijumpai pada keadaan stress seperti syok, luka bakar, perdarahan dan infeksi berat; juga

dapat terjadi pada hiperfungsi koreks adrenal dan pengobatan dengan kortikosteroid. 7

Pemberian epinefrin akan menyebabkan penurunan jumlah eosinofil dan basofil, sedang

jumlah monosit akan menurun.

NEUTROPENIA

Neutropenia adalah jumlah neutrofil yang sangat sedikit dalam darah. Neutrofil

merupakan sistem pertahan seluler yang utama dalam tubuh untuk melawan bakteri dan

jamur. Neutrofil juga membantu penyembuhan luka dan memakan sisa-sisa benda asing.

Pematangan neutrofil dalam sumsum tulang memerlukan waktu selama 2 minggu. Setelah

memasuki aliran darah, neutrofil mengikuti sirkulasi selama kurang lebih 6 jam, mencari

organisme penyebab infeksi dan benda asing lainnya. Jika menemukannya, neutrofil akan

pindah ke dalam jaringan, menempelkan dirinya kepada benda asing tersebut dan

menghasilkan bahan racun yang membunuh dan mencerna benda asing tersebut. Reaksi ini

bisa merusak jaringan sehat di daerah terjadinya infeksi.

Keseluruhan proses ini menghasilkan respon peradangan di daerah yang terinfeksi,

yang tampak sebagai kemerahan, pembengkakan dan panas. Neutrofil biasanya merupakan

70% dari seluruh sel darah putih, sehingga penurunan jumlah sel darah putih biasanya juga

berarti penurunan dalam jumlah total neutrofil. Jika jumlah neutrofil mencapai kurang dari

1.000 sel/mikroL, kemungkinan terjadinya infeksi sedikit meningkat; jika jumlahnya

mencapai kurang dari 500 sel/mikroL, resiko terjadinya infeksi akan sangat meningkat.

Tanpa kunci pertahan neutrofil, seseorang bisa meninggal karena infeksi.

1. PENYEBAB

19

Page 20: 77336583-makalah-hematologi-jadi

Neutropenia memiliki banyak penyebab. Penurunan jumlah neutrofil bisa disebabkan

karena berkurangnya pembentukan neutrofil di sumsum tulang atau karena penghancuran

sejumlah besar sel darah putih dalam sirkulasi. Anemia aplastik menyebabkan

neutropenia dan kekurangan jenis sel darah lainnya. Penyakit keturunan lainnya yang

jarang terjadi, seperti agranulositosis genetik infantil dan neutropenia familial, juga

menyebabkan berkurangnya jumla sel darah putih.

Pada neutropenia siklik (suatu penyakit yang jarang), jumlah neutrofil turun-naik

antara normal dan rendah setiap 21-28 hari; jumlah neutrofil bisa mendekati nol dan

kemudian secara spontan kembali ke normal setelah 3-4 hari. Pada saat jumlah

neutrofilnya sedikit, enderita penyakit ini cenderung mengalami infeksi. Beberapa

penderita kanker, tuberkulosis, mielofibrosis, kekurangan viatamin B12 dan kekurangan

asam folat mengalami neutropenia.

LEUKIMIA

1. Pengertian

Leukemia atau kanker darah adalah sekelompok penyakit neoplastik yang beragam,

ditandai oleh perbanyakan secara tak normal atau transformasi maligna dari sel-sel

pembentuk darah di sumsum tulang dan jaringan limfoid. Sel-sel normal di dalam sumsum

tulang digantikan oleh sel tak normal atau abnormal. Sel abnormal ini keluar dari sumsum

dan dapat ditemukan di dalam darah perifer atau darah tepi. Sel leukemia mempengaruhi

hematopoiesis atau proses pembentukan sel darah normal dan imunitas tubuh penderita.

Kata leukemia berarti darah putih, karena pada penderita ditemukan banyak sel darah putih

sebelum diberi terapi. Sel darah putih yang tampak banyak merupakan sel yang muda,

misalnya promielosit. Jumlah yang semakin meninggi ini dapat mengganggu fungsi

normal dari sel lainnya

2. Klasifikasi

- Perjalanan alamiah penyakit: akut dan kronis

Leukemia akut ditandai dengan suatu perjalanan penyakit yang sangat cepat,

mematikan, dan memburuk. Apabila tidak diobati segera, maka penderita dapat

meninggal dalam hitungan minggu hingga hari. Sedangkan leukemia kronis memiliki

perjalanan penyakit yang tidak begitu cepat sehingga memiliki harapan hidup yang

lebih lama, hingga lebih dari 1 tahun bahkan ada yang mencapai 5 tahun.

20

Page 21: 77336583-makalah-hematologi-jadi

- Tipe sel predominan yang terlibat: limfoid dan mieloid

Kemudian, penyakit diklasifikasikan dengan jenis sel yang ditemukan pada sediaan

darah tepi. Ketika leukemia mempengaruhi limfosit atau sel limfoid, maka disebut

leukemia limfositik. Ketika leukemia mempengaruhi sel mieloid seperti neutrofil,

basofil, dan eosinofil, maka disebut leukemia mielositik.

- Jumlah leukosit dalam darah

a. Leukemia leukemik, bila jumlah leukosit di dalam darah lebih dari normal,

terdapat sel-sel abnormal

b. Leukemia subleukemik, bila jumlah leukosit di dalam darah kurang dari

normal, terdapat sel-sel abnormal

c. Leukemia aleukemik, bila jumlah leukosit di dalam darah kurang dari normal,

tidak terdapat sel-sel abnormal

- Prevalensi empat tipe utama

Dengan mengombinasikan dua klasifikasi pertama, maka leukemia dapat dibagi

menjadi:

a. Leukemia limfositik akut (LLA) merupakan tipe leukemia paling sering terjadi

pada anak-anak. Penyakit ini juga terdapat pada dewasa yang terutama telah

berumur 65 tahun atau lebih.

b. Leukemia mielositik akut (LMA) lebih sering terjadi pada dewasa daripada anak-

anak.Tipe ini dahulunya disebut leukemia nonlimfositik akut.

c. Leukemia limfositik kronis (LLK) sering diderita oleh orang dewasa yang

berumur lebih dari 55 tahun. Kadang-kadang juga diderita oleh dewasa muda,

dan hampir tidak ada pada anak-anak.

d. Leukemia mielositik kronis (LMK) sering terjadi pada orang dewasa. Dapat juga

terjadi pada anak-anak, namun sangat sedikit. Tipe yang sering diderita orang

dewasa adalah LMA dan LLK, sedangkan LLA sering terjadi pada anak-anak.

3. Patogenesis

Leukemia akut dan kronis merupakan suatu bentuk keganasan atau maligna yang muncul

dari perbanyakan klonal sel-sel pembentuk sel darah yang tidak terkontrol. Mekanisme

kontrol seluler normal mungkin tidak bekerja dengan baik akibat adanya perubahan pada

kode genetik yang seharusnya bertanggung jawab atas pengaturan pertubuhan sel dan

21

Page 22: 77336583-makalah-hematologi-jadi

diferensiasi. Sel-sel leukemia menjalani waktu daur ulang yang lebih lambat

dibandingkan sel normal. Proses pematangan atau maturasi berjalan tidak lengkap dan

lanbar dan bertahan hidup lebih lama dibandingkan sel sejenis yang normal.

4. Etiologi

Penyebab leukemia belum diketahui secara pasti, namun diketahui beberapa faktor yang

dapat mempengaruhi frekuensi leukemia, seperti:

- Radiasi

Radiasi dapat meningkatkan frekuensi LMA dan LMA. Tidak ada laporan mengenai

hubungan antara radiasi dengan LLK. Beberapa laporan yang mendukung:

a. Para pegawai radiologi lebih sering menderita leukemia

b. Penderita dengan radioterapi lebih sering menderita leukemia

c. Leukemia ditemukan pada korban hidup kejadian bom atom Hiroshima dan

Nagasaki, Jepang

- Faktor leukemogenik

Terdapat beberapa zat kimia yang telah diidentifikasi dapat mempengaruhi frekuensi

leukemia:

a. Racun lingkungan seperti benzena

b. Bahan kimia industri seperti insektisida

c. Obat untuk kemoterapi

5. Epidemiologi

- Leukimia merupakan keganasan yang sering dijumpai tetapi hanya sebagian kecil dari

kanker secara keseluruhan. Beberapa data epidemiologi yang terkumpul menunjukkan

hal-hal berikut:

1. insiden

Insiden leukemia di Negara Barat adalah 13/100.000 penduduk/tahun. Leukimia

merupakan 2,8% dari seluruh kasus kanker. Belum ada angka pasti mengenai

insiden leukemia di Indonesia.

2. Frekuensi relatif

Frekuensi relatif leukemia di Negara Barat menurut Gunz:

Leukimia akut : 60%

CCL : 25%

CML : 15%

- Di Afrika, 10-20% penderita LMA memiliki kloroma di sekitar orbita mata

22

Page 23: 77336583-makalah-hematologi-jadi

- Di Kenya, Tiongkok, dan India, LMK mengenai penderita berumur 20-40 tahun

- Pada orang Asia Timur dan India Timur jarang ditemui LLK.

6. Herediter

Penderita sindrom Down memiliki insidensi leukemia akut 20 kali lebih besar dari orang

normal.

7. Virus

Virus dapat menyebabkan leukemia seperti retrovirus, virus leukemia feline, HTLV-1

pada dewasa.

8. Leukemia akut

Manifestasi klinik

Manifestasi leukemia akut merupakan akibat dari komplikasi yang terjadi pada neoplasma

hematopoetik secara umum. Namun setiap leukemia akut memiliki ciri khasnya masing-

masing. Secara garis besar, leukemia akut memiliki 3 tanda utama yaitu:

Jumlah sel di perifer yang sangat tinggi, sehingga menyebabkan terjadinya

infiltrasi jaringan atau leukostasis.

Penggantian elemen sumsum tulang normal yang dapat menghasilkan komplikasi

sebagai akibat dari anemia, trombositopenia, dan leukopenia.

Pengeluaran faktor faali yang mengakibatkan komplikasi yang signifikan.

9. Alat diagnosa

Leukemia akut dapat didiagnosa melalui beberapa alat, seperti:

Pemeriksaan morfologi: darah tepi, aspirasi sumsum tulang, biopsi sumsum

tulang.

Pewarnaan sitokimia.

Immunofenotipe.

Sitogenetika.

Leukemia Limfositik Akut

Lymphoblastic akut leukemia (ALL), adalah suatu bentuk leukemia, atau kanker sel

darah putih yang ditandai oleh kelebihan lymphoblasts ganas, belum matang sel darah putih

terus bertambah banyak dan overproduced di sumsum tulang. Semua menyebabkan

23

Page 24: 77336583-makalah-hematologi-jadi

kerusakan dan kematian oleh crowding out sel-sel normal di sumsum tulang, dan dengan

menyebarkan (menyebar) ke organ lain. Semua paling sering terjadi pada masa kanak-kanak

dengan puncak insidensi pada usia 2-5 tahun, dan satu lagi puncaknya pada usia tua.

Keseluruhan angka kesembuhan pada anak-anak adalah 85%, dan sekitar 50% dari orang

dewasa memiliki penyakit jangka panjang-free survival.

Leukemia limfositik akut (LLA) merupakan kanker yang paling sering menyerang anak-anak

di bawah umur 15 tahun, dengan puncak insiden antara umur 3-4 tahun. Namun 20% insiden

terjadi pada orang dewasa yang menderita leukemia akut. Manifestasinya berupa proliferasi

limfoblas abnormal dalam sumsum tulang dan tempat-tempat ekstramedular.

Diagnosis ditegakkan melalui hitung sel darah lengkap, diferensiasi, hitung trombosit, dan

pemeriksaan sumsum tulang.

Manifestasi klinik menyerupai leukemia granulositik akut, dengan tanda dan gejala dikaitkan

dengan penekanan sumsum tulang normal. Karena itu, infeksi, perdarahan, dan anemia

merupakan manifestasi utama.

Awitan biasanya mendadak disertai perkembangan dan kematian yang cepat jika tidak

diobati. Angka harapan hidup yang membaik dengan pengobatan. Pengobatan menggunakan

kombinasi vinkristin, prednison, L-asparaginase, siklofosfamid, dan antrasiklin seperti

daunosubisin. 

Leukemia Granulositik Kronik

Leukemia granulositik kronik atau leukemia mielositik kronik menerangkan 15% leukemia,

paling sering terlihat pada orang dewasa usia pertengahan, tetapi dapat juga timbul pada

setiap kelompok umur.

Tanda dan gejala berkaitan dengan keadaan hipermetabolik, kelelahan, penurunan berat

badan, diaforesis meningkat, dan tidak tahan panas. Tujuan pengobatan adalah mengurangi

kromosom Philadelphia yang terbentuk akibat tranlokasi gen ke 22. Gen ini dianhap

mencentuskan pertumbuhan sel leukemik yang tak terkontrol.

Pengobatan saat ini dengan kemoterapi intermiten, mengunakan hidroksiurea dan alfa

interferon. Uji klinis menggunakan homoherringtoninene, suatu alkaloid tanaman, dan sitosin

arabinosid, telah terbukti efektif pada lebih dari 65% pasien. Sebagian besar pengobatan

menyebabkan supresi hematopoiesis dan pengurangan ukuran lien.

24

Page 25: 77336583-makalah-hematologi-jadi

Meskipun morbiditas dan mortalitas tetap tinggi selama transplantasi, transplantasi sel induk

alogenik harus dipikirkan untuk semua pasien muda dengan donor tak terkait atau saudara

kandung identik-HLA.

Obat oral baru, inhibitor tirosin kinase, telah diuji klinis dengan pasien pada fase agresif

penyakitnya. Dengan semua pengnbatan baru, uji waktu akan memeriksa pencapaian harapan

hidup dan penyembuhan hidup jangka panjang yang diantisifasi.

Leukemia Limfosit Kronik

Leukemia limfositik kronik merupakan suatu gangguan limfoproliferatif yang ditemukan

pada orang tua, umur median 60 tahun, dengan perbandingan 2:1 untuk laki-laki.

Manifestasinya oleh proliferasi dan akumulasi 30% limfosit matang abnormal kecil dalam

sumsum tulang, darah perifer, dan tempat-tempat ekstramedular.

Awitannya tersembunyi dan berbahaya dan sering ditemukan pada pemeriksaan darah rutin

yang memperlihatkan jumlah limfosit absolut atau karena limfadenopati dan splenomegali

yang tidak sakit. Waktu penyakit berkembang hati juga membesar.

Sekitar 5 sampai 10% pasien mengalami anemia hemolitik autoimun atau trombositopenia

atau keduanya, memerlukan intervensi dengan steroid atau agen kemoterapi atau keduanya.

Tanda dan gejala yang serupa dengan LGK menggambarkan keadaan hipermetabolik.

Pembesaran organ secara masif menyebabkan tekanan mekanik pada lambung sehingga

menimbulkan gejala cepat kenyang, rasa tidak enak pada abdomen, dan buang air besar tidak

teratur.

Pneumonia sering terjadi. Pengobatan komplikasi ini memerlukan antibiotik intravena dan

agen antiviral yang tepat. Agen ini kadang juga dipelukan untuk profilaksis selama hidup

pasien. Profilaksis imunoglobulin intravena setiap bulan juga diindikasikan pada pasien

dengan episode infeksi yang sering yang perlu dirawat inap.

Leukemia Sel Berrambut

Leukemia sel berambut relatif jarang terjadi. Leukemia limfositik sel B indolen. Nama

mengidentifikasi projeksi mikroskop seperti gelondong pada limfosit pada apusan darah dan

sumsum tulang yang diwarnai.

Gejala dan tanda yang tampak adalah kelelahan, pansitopenia, splenomegali. Meskipun kedua

jenis kelamin dapat diserang, leukemia sel berambut secara umum terjadi pada laki-laki usia

pertengahan dengan dominasi laki-laki terhadap perempuan 5:1. Antigen CD11 dan CD22

25

Page 26: 77336583-makalah-hematologi-jadi

ditunjukkan pada limfosit. Pengobatan pilihan terdiri dari 7 hari imfus komtinu dengan

cladribin yang menyebabkan lebih dari 80% remisi, sering berlangsung lebih dari 10 tahun.

Limfoma

Limfoma merupakan keganasan sistem limfatik. Penyebab tidak diketahui, tetapi faktor risiko

yang diidentifikasi mencakup keadaan imunodefisiensi, serta pajanan dengan herbisida,

pestisida, dan pelarut organik seperti benzena. Peningkatan insiden AIDS dihubungkan

dengan limfoma derajat tinggi yang menunjukkan imunosupresi sebagai faktor penyebab.

Pembentukkan tumor awal adalah pada jaringan limfatik sekunder tempat limfosit abnormal

menggantikan struktur normal. 

Salah satu determinan utama pengobatan, serta prognosis, adalah stadium klinis pasien pada

waktu diagnosis dibuat. Setelah diagnosis jaringan ditegakkan, harus dilakukan prosedur

penentuan stadium. Prosedur ini sering mencakup berikut ini:

1. Anamnesis kengkap yang mencakup pajanan infeksi, demam, keringat malam, berat

badan turun dalam kurang 6 bulan.

2. Pemeriksaan fisik dengan perhatian khusus pada sistem limfatik

3. Hitung sel darah rutin, pemeriksaan diferensiasi, dan hitung trombosit

4. Pemeriksaan kimiawi darah

5. Pembuatan radiogram dada

6. CT scan, MRI dada, abdomen dan pelvis

7. Scan tulang

8. Scan gallium

9. Biopsi dan aspirasi sumsum tulang pada penyakit stadium III dan IV

10. Evaluasi sitogenetik dan sitometri aliran

Penyakit Hodgkin

Penyakit hodgkin adalah limfoma yang terutama ditemukan pada orang dewasa muda antara

umur 18 dan 35 tahun dan pada orang diatas umur 50 tahun. Penyebab sampai saat ini tidak

diketahui tetapi mungkin kulmhnasi untuk membedakan proses patologi, seperti infeksi virus,

pajanan lingkungan, dan respon pejamu yang secara genetis telah ditentukan. Perbandingan

laki-laki dan perempuan adalah 3 banding 2.

26

Page 27: 77336583-makalah-hematologi-jadi

Limfoma Hodgkin, juga diketahui sebagai penyakit Hodgkin, adalah tipe limfoma yang

pertama kali dideskripsikan oleh Thomas Hodgkin tahun 1832. Secara klinis, Limfoma

Hodgkin dikarakterisasikan dengan penyebaran penyakit melalui satu grup nodus limfa

menuju lainnya dan dengan perkembangan gejala B dengan penyakit yang sudah jauh

berkembang. Secara pathologi, penyakit ini dikarakterisasikan oleh kehadiran sel Reed-

Sternberg. Limfoma Hodgkin adalah salah satu dari kanker pertama yang dapat disembuhkan

oleh radiasi. Nantinya limfoma Hodgkin merupakan salah satu yang pertama kalinya dapat

disebuhkan oleh kombinasi kemoterapi. Rata penyembuhan sekitar 93%, membuat penyakit

ini sebagai salah satu kanker yang paling dapat disembuhkan.

Klasifikasi Limfoma adalah sebagai berikut.:

A. Limfoma Hodgkin predominan limfosit nodular, membawa risiko transformasi menjadi

limfoma non hodgkin.

B. Limfoma hodgkin klasik

1. Limfoma hodgkin sklerosis nodular

2. Limfoma hodgkin klasik kaya limfosit

3. Limfoma hodgkin selularitas campuran

4. Limfoma hodgkin kurang limfosit

Jenis histologi yang paling sering adalah sklerosis nodular. Kegunaannya

berhubungan dengan distribusi penyakit.

Manifestasi klinis bervariasi. Pasien yang lebih muda umumnya menunjukkan

kelenjar getah bening yan membesar, teraba seperti karet, tidak nyeri tekan di cwah

pada area servikal atau supraklavikular atau mengalami batuk kering dan nafas

pendek akibat limfadenopati hilar.

Cara penyebaran umum adalah menyerang dari tepat-tempat yang berdekatan. Kira-

kira 25% pasidn memiliki gejala demam persisten yang tidak diketahui penyebabnya

atau kerhngat malam hari. Penentuan stadium klinis dan patologis yang teliti disertai

pengnbatan yang tepat dapat memperbaiki prognosis penyakit Hodgkin.

Limfoma derajat rendah bersifat indolen tetapi sering diseminata pada waktu

diagnosis. Terkenanya sumsum tulang sering terjadi.

27

Page 28: 77336583-makalah-hematologi-jadi

Limfoma non Hodgkin

Umur median pasien limfoma non Hodgkin adalah 5o tahun. Klasifikasinya berada dalam

keadaan transisi, didasarkan pada sitologi dan susunan arsitektur limfosit maligna dalam

kelenjar limfe. Klasifikasi ini membagi limfoma menurut jenis nodular dan jenis difus,

dimana pada jenis difur tidak terjadi agregasi. Kemajuan ilmu pengetahuan dalam bidang

imunologi dan fisiologi limfosit, seperti membedakan limfosit sebagai sel B atau sel T,

memberikan klasifikasi yang lebih pasti dari limfoma non Hodgkin seperti yang tercermin

dalam klasifikasi oleh Lukes dan Collins.

Pasien mungkin tidak memerlukan pengobatan kecuali jika mereka simtomatik. Pengobatan

dan hasil bergantung pada usia, status perfoma mereka, ada atau tidak adanya gejala,

penenvan stadium, dan histologi. Seseorang dengan limfoma derajat rendah, jaringah limfoid

terkait mukosa MALT, yang berbatasan dengan lambung, dianggap terkait dengan infeksi

Helicobacteq pylori dan memberi respons pada aktibiotik. Bila pengobatan diindikasikan

untuk limf6a derajat rendah gunakan agan pengalkil seperti klorambulsil sebagai agen

tunggal,atau kombinasi kemoterapi dengan siklofosfamid, vinkristin, dan prednisom.

Limf6a Burkit dan imunoblastik merupakan limfoma derajat tinggi dan mempunyai

kecenderungan mengenai SSP. Ini jug meruakan daerah yang sering terkena pada pashen

relaps dengan penyakit stadium IV Bersama daerah lain yang sebelumnya terkena. Pasien ini

memerlukan kemoterapi multiobat yang agresif, mencakup kemoterapi intratekal.

Meskipun limfoma derajat sedang dan tinggi sangat agresif dan fatal tanpa pengobatan,

liofoma ini berespons terhadap kemoterapi dan berpotensi untuk sembuh. Pengobatan standar

yang membandingkan kombinasi adalah CHOP, cyclophosphamif, Andriamycin, vincristine,

dan prednison. Antibodi mooklonal juga dipelajari untuk penggunaan potensialnya pada

limfoma. Agen kemoterapi yang umum digunakan pada keganasan hematologi.

Sering didapatkan menyerang lambung dan usus halus, keadbn ini ditandai dengan gejala

yang mirip dengan gejala ulkus peptikum, anore

Diskrasia sel plasma

Diskrasia sel plasma merupakan sekelompok gangguan yang bermanifestasi proliferasi sel

plasma dalam sumsum tulang atau darah tepi atau keduanya. Sel plasma berasa dari limfosit

B dan secara normal berperan dalam sintesis lima golongan utama imunoglobulin, IgA, IgD,

IgE, IgG, IgM. Pada diskrasia sel plasma, sel plasma mensintesis dan menyekresi

28

Page 29: 77336583-makalah-hematologi-jadi

imunoglobulin yang secara struktural homogen, disebut komponen M. Protein ini ditemukan

dalam serum atau urine pasien yang terserang.

GAMMOPATI POLIKLONAL

- Gammopati poliklonal terjadi akibat ekspansi bbrp klon sel B yang berbeda, yg msg-msg

memproduksi imuno globulin yg berbeda.

- Gammopati poliklonal srg timbul pd kondisi inflamasi kronis spt :

1. Infeksi kronis :

a. Tbc,

b. Hepatitis kronis,

c. Osteomielitis,

d. Endokarditis bakterialis.

2. Gangguan autoimun :

a. Artritides inflamatori,

b. Vaskulitides,

c. Gangguan rematologik lain.

d. Elektroforesis serum mempelihatkan peningkatan diffus globulin gamma

(imunoglobulin) tanpa danya klonoti- pik atau paraprotein monoklonal.

GAMMOPATI MONOKLONAL

- Gammopati monoklonal mencermnakn ekspansi dari klon sel B tunggal.

- Setiap sel neoplastik akan mensekresikan imunoglobu-lin yang identik.

- Seklai klone mengekspansi hingga ke kadar 108-9 sel maka produk imunoglobulin

klonotipik dpt dideteksi dgn serum imunoelektroforesis.

- Usaha hrs dilakukan utk mengetahui gammopati mono klonal kecuali pd kasus dgn usia sgt

lanjut atau dgn komorbid yg mengancam hdp.

- Lbh dr setengah kasus gammopati monoklonal berupa kelainan yg indolen, biasanya

asimtomatik, dikenal sbg monoclonal gammopathy of unknown significance (MGUS).

- Hampir sepertiga penderita dgn gammopati monoklonal memp mieloma pd evaluasi awal

29

Page 30: 77336583-makalah-hematologi-jadi

dgn sebag besarnya mengalami keganasan limfoid.

- Terdpt sebag bsr kumpulan penyakit yg disertai gammopati monoklonal spt :

1. Gangguan inflamasi,

2. Penyakit infeksius,

3. Gangguan dermatologik,

4. Idiopatik.

- Pesan harus ditanyakan tentang :

1. Riwayat demam, - Keringat malam,

2. Nyeri tulang, - BB turun,

3. Kelelahan, - Malaise.

- Pemeriksaan fisik hrs menyingkirkan adanya,

- Purpura, - Adenopati,

- Area nyeri tulang, - Splenomegali,

- Hepatomegali, - Massa pd kranium.

- Penderita dgn MGUS umumnya memp protein mono klonal (IgG < 3,0 g/dl, IgM < 500

mg/dl dan IgA < 1 mg/dl) dan tdk ada hipogammagloblinemi. Pemeriksaan radilolgis krg

membantu.

- Sebag kecil psn memp gjl klinis limfositosis tiba-tiba, kdg dgn limfadenopati, shg dicurigai

leukemia limfosi tik krnik.

- Bbrp psn lain dgn limfadenopati yg menyolok, atau dgn gejala B, sesuai dgn limfoma non

Hodgkin.

- Utk diagnosis kdg diperluakn hapusan drh tepi, biopsi sum-sum tlg, atau biopsi kel limfe.

- Pesan dicurigai mieloma jk :

1. Infeksi sinopulmoner rekurens,

2. Nyeri tulang,

3. Poliuria,

30

Page 31: 77336583-makalah-hematologi-jadi

4. Hiperkalsemia, atau

5. Anemia.

- Psn dicurigai Makroglobulinemia Waldenstrom jk:

1. Memar,

2. Perdarahan,

3. Bingung,

4. Somnolent yg progresif,

5. Hepatosplenomegali,

6. Protein monoklonal IgM meninggi.

Kelainan yang disertai gammopati monoclonal

A. Kelainan paling umum

1. Monoclonal gammopathy of unknown significance (MGUS).

2. Mieloma multiple.

3. Leukemia limfositik kronik.

4. Limfoma non Hodgkin

B.Kelainan tidak umum

a. Kelainan sel plasma

1. Makroglobluinemia Waldenstrom.

2. Plasmasitoma osseus soliter.

3. Plasmasitoma ekstramedular.

4. Amiloidosis.

5. Heavy chain disease.

b. Kelainan inflamasi

31

Page 32: 77336583-makalah-hematologi-jadi

1. Mixed cryoglobulinemia.

2. Sindroma Sjogren.

3. Cold agglutinin disease

c. Kelainan lain (jarang)

1. Lichen myxedematosus.

2. Pyoderma gangrenosum.

3. Sezary syndrome.

4. Erotema elevatum diutinum.

5. Diffuse plane xanthomatosis.

6. AIDS.

MGUS (MONOCLONAL GAMMOPATHY OF UNKNOWN SIGNIFICANCE)

- Dulu dikenal sbg benign monoclonal gammopathy.

- Umumnya asimtomatik atau sekurangnya tdk memp gjl yg berhub lsg dgn diskrasi sel

plasma mereka.

- Frekuensi sama antara laki-laki dan perempuan.

- Insidens terkait usia dan meningkat cepat setelah dekade kelima kehidupan.

- Tdk ada tanda-tanda :

1. Hipekalsemia,

2. Lesi litik tulang,

3. Gagal ginjal,

4. Anemia, atau

5. Hipogammaglobulinemia

- Kdr protein monoklonal biasnaya lbh rendah dr mieloma.

32

Page 33: 77336583-makalah-hematologi-jadi

- Biopsi sum-sum tlg biasanya normal dan pd semua kasus sel plasma kg dr 10%.

- 30-40% psn MGUS akan berkembang menjd keganasan hematologi dalam 30 thn.

- Psn dgn MGUS memp resiko plg tinggi utk berkembang menjd mieloma multipel tp dpt

juga menjd makroglobulin emia Waldenstrom, amiloidosis, leukemia limfositik kronik

(CLL), dan limfoma non Hodgkin.

- Pasien dgn peningkatan kdr Ig monoklonal (>0,5 mg/dl/thn) hrs di re-evaluasi utk mieloma.

- Psn dgn gammopati monoklonal IgM memp resiko 15-20% berkembang jd

makroglobulinemia Waldenstrom dalam 20 thn.

- 15% dr populasi ini akan bekrembang jd CLL, limfoma, atau amiloidosis dlm peridoe yg

sama.

- Tdk ada terapi yg efektif dlm prefensi progresivitas MGUS.

- Paparan jgk pjg terapi alkylating dikontraindikasikan krn leukomogenic.

KRITERIA UNTUK MIELOMA MULTIPEL DAN MGUS

MGUS

I. Gammopati monoklonal.

II. Komponen M. IgG < 3,5 g/dl IgA< 1,0 g/dl

III. Sel plasma sum-sum tlg <10%.

IV. Tdk ada lesi litik tlg.

V. Tdk ada gjl yg konsisten dgn mieloma.

MIELOMA MULTIPEL

Kriteria mayor

I. Plasmasitoma pada biopsi jaringan.

II. Sel plasma pd sum-sum tlg >30%.

III. Gammopati monoclonal

33

Page 34: 77336583-makalah-hematologi-jadi

IgG > 3,5 g/dl

IgA > 2,0 g/dl Bence-Jones > 1,0 g/24 jam urin tamping

IV. Kriteria minorI. Sel plasma sum-sum tlg 10-30%.

II. Gammopati monoklonal, tp krg dr kdr kriteria mayor.

III. Lesi-lesi litik tlg.

IV. HipogammaglobulinemiaIgM < 50 mg/dlIgA < 100 mg/dlIgG < 600 mg/dl

Diagnosis

Dikonfirmasi bl sekurangnya 1 kriteria mayor atau 1 kriteria minor ada, atau, alternatif lain, 3

kriteria mnor, termsk I dan II. Peningkatran kadar globulin abnormal menyebabkan

peningkatan viskositas serum disertai gangguan penglihatan, sakit kepala, mengantuk, mudah

marah dan kebingungan. Pengembangan volume plasma dan infiltrasi amiloid dapat

mengakibatkan gagal jantung kongestif. Sel-sel darah merah berlapiskan proteinyang saling

melekat seperti tumpukan mata uang ( rouleaux). Terjadi manifestasi perdarahankarena

protein mengadakan interaksi dengan factor koagulasi plasma dan mengganggu fungsi

trombosit. Salah satu dari globulin itu (krioglobulin) mengendap pada suhu dingin,

menyebabkan pucat, rasa sakit, dan timbulnya tukak pada ujung jari tangan dan kaki

(fenomena Raynaud0. Juga terdapat anemia normositik normokrom. Menunjukan sediaan

apus darah tepi pada myeloma multiple yang menggambarkan keganasaan sel plasma.

Nyeri tulang hebat yang mengakibatkan pasien cacat, trauma di daerah yang

menanggung berat badan, terjadi akibat destruksi tulang dan fraktur patologis. Gerakan

sederhana seperti membalikan badan ditempat tidur, batuk atau bersin dapat mengakibatkan

fraktur lengan dan tulang iga. Faraktur kompresi pada vertebra thoracica dan lumbalis

mengakibatkan tinggi badan berkurang. Karena destruksi tulang ini, kalsium dimobilisasi,

sehingga menyebabkan hiperkalsemia ( kadar kalsium dalam darah meningkat). Gejala

menyangkut kebingungan mental, muntah, konstipasi, polidipsi, dan poliuri. Gejala

neurologis berkisar dari neuropati perifer sampai penekanan ,odula spinalis. Yang terakhir ini

merupakan keadaan darurat medic, dan bila tidak dilakukan segera dengan radioterapi

34

Page 35: 77336583-makalah-hematologi-jadi

dan/atau kemoterapi pasien akan menjadi lumpuh. Pasien-pasien ini mungkin menunjukan

gejala gagal ginjal, anoreksia, kebingungan dan koma. Jika gagal ginjal tidak diobati dapat

terjadi kematian. Selain hiperkalsemia, gagal ginjal juga dapat diakibatkan oleh protein

myeloma (yang disebut protein Bence Jones) yang merusak tubulus ginjal. Kadar asam urat

tinggi yang disebabkan peningkatan pergantian sel plasma juga dapat mengakibatkan gagal

ginjal. Hal ini mungkin diakibatkan oleh penyakit primer atau mungkin akibat kemoterapi.

Dehidrasi dapat mempercepat gagal ginjal yang sebenarnya.

Pasien mieloma multiple dengan massa tumor besar yang baru ditegakan

diagnosisnya, memiliki kadar hemoglobin dibawah 8,5 g, hiperklasemia dan Ig G serum

diatas 7 g atau Ig A di atas 5 g, dan gagal ginjal menunjukan prognosis buruk, sedangkan

mereka dengan massa tumor kecil mempunyai harapan hidup rata-rata 5 samapi 6 tahun.

Respons terhadap terapi juga merupakan indicator prognosis yang baik.

Pengobatan ditunjukan untuk mengurangi beban tumor (sel plasma ganas dan

imunoglobulin), mencegah dan mengontrol komplikasi (missal, infeksi, anemia,

hiperkalsemia, fraktur patologi), serta menangani nyeri. Tujuan pengobatan mempertahankan

mobilitas sebanyak mungkin. Pasien dengan penyakit indolen harus dimonitor secara regular

dan pengobata dimulai bila terdapat tanda progresi dan mencakup monitoring untuk

peningkatan sel plasma, peningkatan imunoglobulin, hiperkalsemia, anemia, dan penambahan

gejala, seperti nyeri, fraktur, atau perubahan neurologi. Terapi lini pertama terdiri dari

prednisone dan melfalan (Alkeran). Regimen ini diberikan secara intermiten setiap 4 sampai

6 minggu selama 12 bulan.jika mendapat remisi, maka remisi. Maka pasien harus dimonitor

tanpa terapi yang terus menerus, selain infuse bulanan salah satu bifosfonat. Jika pasien tidak

lagi berespons atau memperlihatkan progresi, maka kombinasi banyak obat menggunakan 3

sampai 5 agen dapat diberikan, yang mencakup berbagai kombinasi seperti carmustine

(BCNU), vinkristin, melfalan, siklosfamid,, prednison atau Adriamycin, vinkristin, dan

deksametason (Anderson dkk, 1998). Thalidomide, obat antiangiogenik baru, dianggap

mencegah vaskularisasi baru yang diperlukan untuk harapan hidup tumor (Goldman, Bennet,

2001). Sekitar 50% pasien akan menunjukan pengecilan tumor yang bermakna. Transplantasi

sel induk autolog digunakan pada beberapa kasus untuk remisi jangka panjang.

Lesi tulang lokalisata yang nyeri atau massa tumor lain diobati dengan terapi radiasi.

Karena immobilitas yang tinggi. Penggunaan analgetik yang bijaksana, pakaian yang

menunjang, dan alat bantu berjalan akan bermanfaat. Tindakan freventif lain seperti

35

Page 36: 77336583-makalah-hematologi-jadi

pengawasan terhadap hidrasi dan control infeksi serta pendarahan, akan membatasi timbulnya

banyak komplikasi. Bifosfonat (Aredia) digunakan setiap bulan sebagai infuse intravena

untuk meminimalkan hilangnya tulang, mengobati hiperkalsemia, dapat diberikan untuk

menghindari infeksi rekuren. Injeksi eritropoietin digunakan pada pasien dengan anemia,

terutama bila mengalami insufisiensi ginjal (Anderson dkk, 1998). Obat-obat yang secara

kebalikan dapat mempengaruhi fungsi ginjal, seperti obat nyeri nonsteroid dan kontras

pencitraan, harus dihindari.

Makroglobulinemia Waldenstrom

Makroglobulinemia Waldenstrom adalah diskrasia sel plasma yang kurang sering

terjadi yang terutama menyerang laki-laki berusia lebih dari 50 tahun. Secara morfologis

makroglobulinemia Waldenstrom menyerupai limfoma ganas dengan limfosfit B, set plasma,

dan limfosfit plasmastoid (mirip dengan plasmasit), yang menginflitrasi sumsum tulang,

dengan berkembangnya penyakt, gambaran kliniks asalah gambaran limforma atau leukemia

limfosfit kronik. Sering dijumpai keterlibatan jaringan hati, lien, dan jaringan limfolid

lainnya, yang menyebabkan pembesaran organ-organ ini. Sel ganas jarang menimbulkan

destruksi tulang tetapi mensistesis dan mengeluarkan banyak sekali lgM ke dalam ruang

intravascular. Ini menyebabkan peningkatan volume plasma dan hiperviskositas berat.

Immunoglobulin reatif tidak berfungsi tetapi dapat menekan pembentukan immunoglobulin

normal.

Kerja diagnostic mirip myeloma multiple tetapi mencakup viskositas serum, dan CT

scan dada, abdomen, dan panggul. Gambaran labolatorium mencakup peningkatan LED dan

pembentukan rouleaux (eritrosit menyerupai tumpukan koin pada apusan darah).

Pansitopania terjadi dengan berkembangnya penyakit. Volume darah dan viskositas serum

meningkat. Sumsum tulang sering merupakan “tetasan Kering” karena hiperselularitas. Sel

yang dominan adalah limfosit plasmasitoid. Sel ini juga ditemukan dalam kelenjar getah

bening dan lien. Elektroforesis protein serum menggambarkan puncak LgM (McDermott,

Bell, 1999).

Pasien dapat mengalami kelemahan menyeluruh, kelelahan, penurunan berat badan,

dan kecenderungan perdarahan selama bertahun-tahun sebelum diagnosis seuai

perkembangan penyakit (Foerster, 1999). Manifesatsi klinis utama berkaitan dengan sindrom

hiperviskotas, imunoglobulin plasama abnormal, dan infiltrasi susmsum tulang. Gejala

hiperviskositas mirip dengan gejala pada myeloma multiple. Gejala tersebut berupa

36

Page 37: 77336583-makalah-hematologi-jadi

peningkatan nyata volume plasma, gangguan penglihatan, dan dilatasi segmental dari vena

retina disertai perdarahan. Penyakit agglutinin dingin (aglutinasi eritrosit pada suhu dingin)

disertai anemia hemolitik telah dikemukakan, karena fenomena Raynaud dan anemia akibat

penggantian sumsum tulang. Kecenderungan perdarahan, yang dikaitkan dengan pelapisan

trombosit dan gangguan factor pembekuan, juga ditemukan dan diperberat oleh

trombositopenia karena penggantian sumsum tulang. Mungkin ditemukan limfadenopati dan

splenomegali. Pasien mungkin mengalami memar, perdarahan selaput lender mulut, dan

perdarahan retina. Polineuropati juga dapat terjadi.

Pengobatan makroglobulenia Waldenstrom ditujukan pada pengurangan beban, IgM plasma

dan ilfiltrasi sumsum tulang serta jarigan limfoid. Karena IgM terutama adalah protein

intravascular dalam sirkulasi, plasmaferesis dapat digunakan secara efektif untuk

menurunkan globulin dan untuk sementara mengurangi gejala- gejala hiperfiskositas. Plasma

feresis adalah suatu proses membuang plasma dengan memakai alat pemisah sel dan diganti

oleh pengembang volume. Pada penderita anemia, pengobatan ini sebaiknya dilakukan

sebelum infuse eritrosit, karena sel-sel darah merah meningkatkan sindrom hiperfiskositas.

Kombinasi kemooterapi dengan agen pengalkil seperti cytoxan, bersama steroid, digunakan

setiap bulan. Analog urine ( antinetabolit ), Cladribine ( Leustatin, 2CdA) dan fludaradine

juga aktif pada gangguan ini (NCCN, 1998: Mcdermott, Dell, 1999). Radiasi digunakan

untuk mengurangi agregasi limfoid besar. Pencegahan, deteksi dini, dan pengobatan infeksi

yang cepat adalah suatu keharusan karena banyaknya insiden dan meningkatnya angka

kematian. Pasien asimtomatik dengan komponen M stabil dan tanpa hiperfiskositas atau

perubahan hematologi dapat hidup bertahun – tahun tanpa pengobatan. Setelah penyaakit

berkembang, bahkan denga pengobatan yang tepat, angka harapan hidup median hanya 4

tahun.

PENGOBATAN KEGANASAN HEMATOLOGI

Pengobatan utama untuk keganasan selama beberapa dekade adalah pembedahan,

kemoterapi, dan terapi radiasi. Tanda pada pengobatan pada keganasan hematologi adalah

pengobatan kemoterapeutik dan terapi radiasi. Saat ini, pengobatan utama keempat tersedia

terbatas tetapi penggunaannya meningkat dengan kemajuan dalam uji klinis. Kelompok

pengobatan ini dikenal sebagai Biological. Kelompok obat ini adalah zat alami yang diambil

dari sumber alami disintesis dalam laboratorium untuk menyerang target biologi tertentu

(finley, 2000). Contohnya mencakup antibody monoclonal, rituxan yang menargetkan

37

Page 38: 77336583-makalah-hematologi-jadi

limfosit B dengan antigen permukaan sel CD20, dan Campath-1H, yang menargetkan

limfosit B dengan antigen permukaan sel CD 52. Beberapa obat seperti khalidomide,

mengganggu angiogenesis, pembentukan pembuluh darah baru dan karenanya menghambat

nutrient penting yang diperlukan untuk pertumbuhan tumor, dengan apoptosis resultan

(kematian sel terprogram) (goldman,bennett,2001:Finley,2000). Vaksin dan terapi gen yang

ditujukan untuk menghambat pembelahan sel juga masih dalam uji coba klinis

(mayers,1999). Modalitas ini telah digunakan secara bebas atau bersama agen kemoterapi.

Seperti zat alami, yang menjadi target, biological dianggap menjadi sel induk hematopoietic

dan oleh karena itu kurang toksik dan bersifat kuratif.

Regimen kemoterapi mutakhir terdiri dari satu agen atau banyak obat yang digunakan dalam

kombinasi, yang menyebabkan tingkat remisi lebih tertahan. Pada kasus penyakit Hodgkin

tertentu, limfoma dan leukemia akut, penyembuhan dapat dicapai. Pada penyakit lain seperti

nielomamultipal, kualitas hidup dan harapan hidp membaik.

Semua sel yang menjalani serangkaian pembelahan (litosis) dan stadium pematangan disebut

siklus sel. Selama fase litosis, terjadi replikasi kromososm, disusul oleh celah pertama atau

fase G 1 dengan sintesis RNA dan protein. Fase ini diikuti oleh fase S atau fase sintesis DNA

dan kemudian celah kedua atau fase G2 dengan mulai lagi sintesis RNA. Litosis terjadi lagi,

menghasilkan dua sel anak (Fischer, Knobf,1997).

Pad umumnya, regimen terapeutik yang dikembangkan mencakup obat – obat yang bekerja

pada berbagai stadium siklus sel. Agen – agen spesifik fase menghentikan atau mematikan sel

– sel yang sedang membelah selama fase tertentu dari siklus ini. Misalnya, Vinkristin

menghentikan pembelahan sel, dan sitaradin ( cytosar ) mengganggu sintesis DNA selama

fase S. obat – obat spesifik siklus seperti siklofosfamid (Cytoxan) mematikan sel – sel yang

sedang berproliferasi lebih efektif daripada sel – sel yang sedang istirahat, dan agen – agen

tidak spesifik siklus seperti mustard nitrogen dan karmustin (BCNU) mematikan baik sel

yang sedang berfoliferasi maupun sel yang sedang istirahat.

Obat – obat lebih lanjut digolongkan menurut cara obat ini bekerja. Agen pengalkil adalah zat

yang menggantikan radikal alkil (mulekul hidrokarbon yang kehilangan satu atom hydrogen)

untuk sebuah atom hydrogen sehingga menyebabkan hubungan silang untai DNA dan

pasangan dasar abnormal , menghambat replikasi DNA. Kategori ini terdiri atas mustard

nitrogen, cyclofosfamid, fenilalanin mustard, dan klorambusil (Fischer, knobf, 1997).

Antimetabolit, seperti metotreksat, sitosin aradinosid, dan enam merkaptopurin, mengganggu

38

Page 39: 77336583-makalah-hematologi-jadi

sintesis biologi DNA dan RNA, dan dengan demikian mengganggu metabolism sel dengan

menghambat enzim – enzim pertumbuhan yang dibutuhkan ataupun benar –benar tergabung

ke dalam DNA atau RNA, atau keduanya.

Agen – agen antibiotika yang diisolasi dari mikroorganisme, tampak menghambat sintesi

DNA dan RNA. Doksorubisin hidroklorida (Adryamicin) dan Bleomycin hanya dua dari

banyak agen antibiotika antitumor. Produk alami – alkaloid vinka, vincristin dan vinblastin,

berasal dari tumbuhan periwinkle mengganggu pembentukan pilina litosis dan menghentikan

pembelahan sel pada stadium metaphase (Fischer, knobf, 1997).

Mitrosurat adalah agen pengalkil yang larut dalam lipid, menghambat sintesis asam nukleat

(DNA atau RNA atau keduanya). Obat – obat yang termasuk dalam kategori ini adalah

lomustin ( CCNU ) dan karmostin ( BCNU ).

Adrenokortikosteroid adalah pretarat hormon. Walaupun cara kerjanya yang tepat tidak jelas,

agen ini dapat mempengaruhi proses sintesis yang berkaitan dengan sintesis RNA dan

protein. Pregnison adalah salah satu obat yang paling sering digunakan pada keganasan

hematologis dan dapat ditemukan dalam banyak kombinasi.

Agen – agen kemoterapeutik yang sering digunakan disusun berdasarkan klasifikasinya.

Rekasi – reaksi yang tidak diinginkan dibagi menurut toksisitas akut atau kroni. Toksisitas

akut terjadi dalam beberapa menit sampai beberapa jam setelah pemberiannya: toksisitas

kroni timbul sesudah periode yang lebih lama dan umumnya merupakan efek kumulatif, atau

yang berkaitan dengan dosis.

KONSEP KUNCI

Pertahanan melawan infeksi merupakan peran leukosit SDT yang utama.

Lima jenis SDT yang diidentifikasi dalam darah tepi adalah (1) Neutrofil, (2)

Eosinofil, (3) Basofil, (4) Monosit, dan (5) Limfosit.

Beberapa CSF atau factor pertumbuhan hematofoietik telah diidentifikasi. CSS adalah

glikoprotein yang berasal dari sel, merupakan golongan regulator SDT yang lebih luas

yang disebut Sitokin.

Leukositosis adalah keadaan peningkatan jumlah leukosit yang secara umum melebihi

10000/mm3.

39

Page 40: 77336583-makalah-hematologi-jadi

Granulositosis merupakan keadaan peningkatan granulosit tetapi, pada penggunaan

yang lazim menunjukkan hanya neutrofil yang meningkat: oleh karena itu, Neutrofilia

merupakan istilah yang lebih tepat.

Gangguan terjadinya peningkatan sel pembentukan darah disebut gangguan

nieloproliferatif.

Leukopenia merupakan keadaan dengan penurunan jumlah leukosit, dan neutropenia

menunjukkan penurunan jumlah neutrofil yang absolute.

Agranulositosis merupakan keadaan serius yang ditandai dengan jumlah leukosit yang

sangat rendah dan dengan tidak adanya neutrofil.

Leukimia adalah penyakit neoplastik yang ditandai dengan diferensiasi dan proliferasi

sel induk hematopoietic yang mengalami transformasi yang ganas, menyebabkan

supresi dan penggantian elemen sumsum normal.

FAB adalah klasifikasi morfologi yang didasarkan pada diferensiasi dan maturasi sel

leukemik yang dominan pada sumsum tulang, serta pada studi sitokimia.

Kemajuan biologi molecular, sitogenetik, dan imunologi telah memiliki dampak yang

nyata dalam membedakan sel hematopoietic normal dengan klon maligna.

Teknologi imunologi menambah klasifikasi leukemia dengan mengidentifikasi klon

maligna sebagai mieolid, limfoid B, limfoid T, atau bifenotitik (mempunyai cirri khas

myeloid dan sel limfoid).

Kromosom Philadelphia (Ph) merupakan contoh perubahan sitogenetik pada 85%

pasien dengan leukemia myeloid kronik dan pada beberapa pasien dengan leukemia

limfoid atau nielositik akut.

Leukemia akut yang mempengaruhi rangkaian myeloid disebut LNLA, LMA, atau

leukemia granulositik akut.

LNLA merupakan 80% leukemia akut pada orang tua, dan diagnosis dibuat

berdasarkan gambaran darah tepi tetapi diuji melalui aspirasi dan biopsy sumsum

tulang.

Manifestasi klinis leukemia limfositik akut (LLA) menyerupai manifestaasi leukemia

granulositik akut, dengan tanda dan gejala terkait supresi unsur sumsum tulang

normal.

Awitan LLA biasanya mendadak dan secara cepat berkembang menjadi kematian

tanpa pengobatan, tetapi harapan hidup yang membaik dengan pengobatan sangat

dramatis ; 90% sampai 95% anak – anak mrncapai remisi penuh dan bahkan, 69%

dapat disembuhkan; 80% orang dewasa mencapai remisi lengkap.

40

Page 41: 77336583-makalah-hematologi-jadi

Leukemia mielositik atau granulositik kronik (LGK atau LMK), menjelaskan 15%

leukemia, ditemukan paling sering pada dewasa usia pertengahan tetapi dapat terjadi

pada setiap kelompok usia.

Leukemia limfositik kronik (LLK) merupakan gangguan limfoproliferatif pada orang

tua (usia median 60 tahun) dengan donminasi laki – laki terhadap perempuan 2:1.

Limfoma digolongkan sebagai keganasan system limfatik

Pembentukan tumor awal pada limfoma adalah pada jaringa limfatik sekunder

(missal, kelenjar getah bening atau lien); pada jaringan ini limfosit abnormal

menggantikan struktur normal.

Dua kategori luas limfoma adalah penyakit Hodgkin dan limfoma non-Hodgkin.

Meskipun tanda dan gejala limfoma tumpang tindih, pengobatan dan prognosis untuk

penyembuhan setiap jenis limfoma berbeda.

Myeloma multiple merupakan diskrasia sel plasma neoplastik yang berasal dari satu

klon (monoclonal) sel plasma matur dan imatur yang tak terkontrol pada sumsum

tulang.

Makroglubulinemia Waldenstrom adalah diskrasi sel plasdma yang kurang sering

yang terutama menyerang laki – laki yang berusia lebih dari 50 tahun.

GANGGUAN KOAGULASI

Proses koagulasi normal dan factor –faktor pembekuan plasma

Hemostasis dan koagulasi adalah serangkaian kompleks reaksi yang menyebabkan

pengendalian perdarahan melalui pembentukan trombosit dan pembekuan fibrin pada tempat

cedera. Pembekuan diikuti dengan resolusi atau lisis bekuan dan regenerasi endotel. Pada

keadaan horneostatik, hemostasis dan koagulasi melindungi individu dari perdarahan massif

akibat trauma. Pada keadaan abnormal, dapat terjadi perdarahan yang mengancam jiwa atau

trombosit yang menyumbat cabang-cabang pembuluh darah.

Pada saat cedera, ada 3 proses utama yang menyebabkan hemostasis dan koagulasi : (1)

Vasokonstriksi sementara: (2) reaksi trombosit yang terdiri atas adhesi, reaksi pelepasan dan

agregasi trombosit: serta (3) Aktifitas factor – factor pembekuan (kotak 19-1). Langkah –

langkah awal terjadi pada permukaan jaringan cedera yang terpajan, dan reaksi – reaksi

selanjutnya terjadi pada permukaan fosfolipid trombosit yang mengalami agregasi.

TROMBOSIT

41

Page 42: 77336583-makalah-hematologi-jadi

Trombosit bukan merupakan sel, tetapi merupakan fragmen – fragmen sel granular,

berbentuk cakram, tidak berinti: trombosit ini merupakan unsure selular sumsum tulang

terkecil dan penting untuk honeostasis dan koagulasi. Trombosit berasal dari sel induk

pluripoten yang tidak terikat (non committed pluripotent stepcell), yang jika ada permintaan

dan dalam keadaan adanya factor perangsang trombosit (Mk-CSF [factor perangsang koloni

megakariosit]), interleukin dan PTO (factor pertumbuhan dan perkembangan megakariosit)

(bagley, Heinrich,2000), berdiferensiasi menjadi kelompok sel induk yang terikat (committed

stempcell pool) untuk membentuk megakarioblas. Sel ini, melalui serangkaian proses

maturasi menjadi megakariosit raksasa. Tidak seperti unsure sel lainnya, megariosit

mengalami endomitosis, terjadi pembelahan inti di dalam sel tetapi sel itu sendiri tidak

membelah. Sel dapat membesar karena sintesis DNA meningkat. Sitoplasma sel akhirnya

memisahkan diri menjadi trombosit – trombosit.

Trombosit berdiameter 1 – 4 µm dan memiliki siklus hidup kira – kira 10 hari. Kira – kira 1/3

berada di dalam lien sebagai sumber cadangan, dan sisanya berada di dalam sirkulasi,

berjumlah antara 150000 dan 400000/mm3. Jika apusan darah perifer terlihat biru muda

dengan granula berwarna merah ungu yang di absorpsi oleh membran trombosit adalah factor

V, VIII dan IX, protein kontraktil aktomiosin atau trombostenin dan berbagai protein serta

enzim lain. Granula mengandung serotonin vasokontriktor yang kuat, factor agregasi

adenosine difostat (ADP), fibrinogen, factor von wilebrand, factor – factor III dan IV

trombosit (factor penetralisir-heparin), dan kalsium serta enzim – enzim. Emua factor ini

dilepaskan dan diaktifkan akibat respon terhadap cedera.

FAKTOR – FAKTOR PEMBEKUAN

Factor – factor pembekuan, kecuali factor III (tromboplastin jaringan) dan factor IV (ion

kalsium), merupakan protein plasma yang berada dalam sirkulasi darah sebagai molekul

inaktif. Kotak 19-1 menunjukkan factor – factor koagulasi dengan menggunakan angka

romawi yang baku dan diterima secara internasional, memberikan sinonimnnya dan

meringkas fungsi – fungsinya. Prakalikrein dan kininogen dengan berat molekul – tinggi

(HMWK) bersama factor XII dan XI disebut factor – factor kontak dan diaktifasi pada saat

cedera dengan berkontak dengan permukaan jaringan: faktor – factor tersebut berperan dalam

pemecahan bekuan – bekuan pada saat terbentuk.

Aktivasi factor-faktor koagulasi diyakini terjadi karena enzim – enzim memecahkan fragmen

bentuk rekursor yang tidak akktif, oleh karena itu disebut prokoagulan. Tiap factor yang

42

Page 43: 77336583-makalah-hematologi-jadi

diaktivasi, kecuali factor V, VIII, XIII dan I (fibrinogen), merupakan enzim pemecah protein

(Protease serin), yang mengaktivasi prokoagulan berikutnya.

Hati merupakan tempat sintesis semua factor koagulasi kecuali factor VIII dan mungkin

factor XI dan XIII. Vitamin K penting untuk sintesis factor – factor protrombin II, VII, IX,

dan X. bukti – bukti yang ada member kesan bahwa factor VIII benar – benar merupakan

molekul kompleks yang terdiri atas 3 subunit yang berbeda: (1) bagian prokoagulan, yang

mengandung factor anti hemophilia, VIII AHG, yahng tidak dijumpai pada pasien – pasien

hemophilia klasik: (2) subunit lain yang mengandung tempat antigenic: dan (3) factor von

willebrand, VIII VWF, yang diperlukan untuk adhesi trombosit pada dinding pembuluh darah

(Rslave, gabusda, 1985).

FASE – FASE KOAGULASI

Koagulasi diawali dalam keadaan homeostasis dengan adanya cedera vascular. Vasokontruksi

merupakan respon segera terhadap cedera yang diikuti dengan adhesi trombosit pada kolagen

pada dinding pembuluh yang terpajan dengan cedera. ADT dilepas oleh trombosit,

menyebabkan agregasi trombosit. Sejumlah kecil thrombin III merangsang agregasi

trombosit, bekerja memperkuat reaksi. Factor III trombosit dari membrane trombosit, juga

mempercepat pembekuan plasma. Dengan cara ini, terbentuklah sumbatan trombosit

kemudian segera diperkuat vilamentosa yang dikenal sebagai fibrin. Produksi fibrin dimulai

dengan perubahan factor X menjadi Xa, seiring dengan terbnetuknya bentuk aktiv suatu

factor. Factor X dapat diaktifasi melalui 2 rangkaina reaksi. Rangkaian pertama, memerlukan

factor jaringan, atau tromboplastin jaringan, yang dilepaskan oleh endotel pembuluh darah

pada saat cedera. Karena factor jaringan tidak terdapat di dalam darah maka fakor ini

merupakan factor ekstrinsik koagulasi, dengan demikian disebut jalur ekstrinsik untuk

rangakaian ini. Rangkaian lainnnya yang menyebabkan aktifasi factor X adalah jalur

intrinsic, disebut demikian karena rangkaian ini menggunakan factor – factor yang terdapat di

dalam system vascular plasma. Dalam rangkaian ini terjadi reaksi “cascade, aktifasi I

prokoagulan menyebabkan aktifasi bentuk pengganti. Jalur intrinsic diawali dengan plasma

yang keluar terpajan dengan kulit atau kolagen di dalam pembuluh darah yang rusak. Factor

jaringan tidak diperlukan tetapi trombosit yang melekat pada kolagen, sekali lagi berperan.

Faktor – factor XII, XI dan IX harus diaktifasi scara berurutan dan factor VIII harus

dilibatkan sebelum factor X dapat diaktifasi. Zat – zat prakalikrein dan HNWK juaga turut

berpartisipasi dan diperlukan ion kalsium.

43

Page 44: 77336583-makalah-hematologi-jadi

Dari hal ini koagulasi terjadi di sepanjang apa yang dinamakan jalur bersama. Seperti yang

diperlihatkan oleh gambar , aktivitas factor X terjadi sebagai akibat reaksi jalur ekstrrinsik.

Pengalaman klinis menunjukan bahwa kedua jalur tersebut peran dlam hemostasis

(Handin,2001)

Langkah berikutnya pada pembekuan fibrin berlangsung jika factor Xa, dibantu oleh

fosfolipid dari trombosit yang diaktivasi, memecah protrombin, membentuk thrombin.

Selanjutnya thrombin memecahkan fibrinogen membentuk fibrin. ( sejumlah kecil thrombin

tampaknya dicadangkan untuk memperkuat agregasi trombosit.) fibtin ini, yang awalnya

merupakan jeli yang dapat larut, distabiolkan oleh factor XIIIa dan mengalami polimerisasi

menjadi jalinan fibrin yang kuat, trombosit dan merangkap sel-sel darah. Untaian fibrin

kemudian memendek (retraksi bekuan), mendekatkan tepi-tepi dinding pembuluh darah yang

cedera dan menutup daerah tersebut.

Penghentian Pembekuan Bekuan

Setelah pembentukan bekuan, sangat penting untuk melakukan pengakhiran pembekuan

darah lebih lanjut untuk menghindari kejadian trombotik yang tidak diinginkan yang

disebabkan oleh pembentkan bekuan sistemik yang berlebihan. Antikoagulan yang terjadi

secara alami meliputi antitrombin III (ko-faktor heparin), protein C dan protein S.

Antitrombin III bersirkulasi secara bebas di dalam plasma dan menghambat system

prokoagulan, dengan mengikat thrombin, serta mengaktivasi factor Xa, IXa, dan Xia,

menetralisasi aktivasinya dan menghambat pembekuan (Sacher, Mcpherson, 2001; Jenny,

Mann, 1998). Protein C, suatu polipeptida, juga merupakan antikoagulan fisiologik yang

dihasilkan oleh hati, dan beredar secara bebas dalam bentuk inaktif dan diaktivasi menjadi

protein Ca. protein C yang diaktivasi mengaktivasi protombin dan jalur intrinsic dengan

membelah dan menginaktivasi factor Va dan VIIIa. Protein S mempercepat inaktivasi factor-

faktor itu oleh protein C. trombomodulin, suatu zat yang dihasilkan oleh dinding pembuluh

darah, diperlukan untuk menimbulkan pengaruh netralisasi yang tercatat sebelumnya (Jenny,

Mann, 1998; Sacher, McPherson, 2001). Definisi protein C dan S menyebabkan episode

trombotik. Individu dengan factor V yang abnormal (factor V Leiden) cenderung untuk

mengalami trombosit vena, karena factor V Leiden resisten terhadap degradasi oleh ptotein C

yang diaktivasi (Linker, 2001).

Resolusi Bekuan

44

Page 45: 77336583-makalah-hematologi-jadi

Sistem fibrinolitik merupakan rangkaian yang fibrinnya dipecahkan oleh plasmin (disebut

juga fibrinolisin) menjadi produk-produkdegradasi fibrin, menyebabkan hancurnya bekuan.

Seprti yang terlihat secara diagramatis pada gambar 19-2, di[erlukan beberapa interaksi untuk

mengubah protein plasma spesifik inaktif didalam sirkulasi menjadi enzim fibrinolitik

plasmin aktif. Protein dalam bersikulasi, yang dikenal sebagai proaktivator flasminogen,

dengan adanya (enzim-enzim) kinase seperti streptokinase, stafilokinse, kinse jaringan, serta

factor XIIa, dikatalisasi menjadi activator plasminogen. Dengan adanya enzim-enzim

tambahn seperti urokinase, maka activator-aktivator mengubah plasminogen, menjadi suatu

protein plasma yang sudah bergabung dalam bekuan fibrin, menjadi plasmin. Kemudian

plasmin memecahkan fibrin dan fibrinogen menjadi fragmen-fragmen (produk degradasi

fibrin-fibrinogen), yang mengganggu aktivitas thrombin, fugsi trombosit, dan polimerisasi

fibrin, menyebabkan hancurnya bekuan. Makrofag dan neutrofil juga berperan dalam

fibrinolisis melalui aktivitas fagositiknya. Gambar.19-3 merupakan tampilan grafik

rangkaian-rangkaian peristiwa proses pembekuan, seperti yang sudah dibicarakan

sebelumnya.

Pendekatan Diagnostik

Pembahasan sebelumnya membuktikan bahwa kelainan dapat terjadi dalam setiap stadium

proses hemostatik. Evaluasi meliputi anamnesis yang teliti dan penilitan fisik serta

laboratorium. Anamnesis yang diperoleh dengan teliti sering mengarah kan pada diagnosis

yang tepat dan pemeriksaan laboratorium yang dierlukan. Penilaian ini meliputi riwayat

keluarga, masalah-masalah medis yang menyertai, pajanan obat-obatan, episode perdarahan

sebelumnya (misalnya perdarahan “spontan” atau yang berkaitan dengan pembedahan atau

pencabutan gigi), dan kebutuhan akan terapi komponen darah.

Pemeriksaan cermat dan menyeluruh pada kulit dan membrane mukosa dengan

memperhatikan jenis lesi dapat menunjukan kelainan yang ada.

Telangiekstasia adalah pelebaran kapiler dan venula yang berukuran 2-3mm, berupa

bercak macula berwarna ungu sampai merah ungu, yang memucat bila ditekan, dan berdarah

bila terna trauma yang sangat ringan. Bercak-bercak ini paling sering ditemukan pada wajah,

bibir, membrane mukosa, ujung jari. Telangiektasia dapat ditemukan sebagai tanda lahir, atau

gangguan hemoragik herediter, penykit Osler-Weber-Rendu. Laba-laba arteri (arterial

spiders) merupakan lesi merah-terang yang [usatnya berdenyut dan memancar kearah luar

seperti benang, memiliki panjang 5 sampai 10 mm, sering ditmukan pada wajh, tubuh, di atas

45

Page 46: 77336583-makalah-hematologi-jadi

garis pinggang. Lesi ini juga memucat jika ditekan di bagian tengahnya dan mencerminkan

kelainan vascular, sering ditemukan pada penykit hati.

Pekie merupakan lesi hemoragik keunguan, datar, bulat, tidak memucat, berdiameter

1 sampai4 mm, yang dapat bergabung menjadi lesi yang lebih besar, disebut purpura. Lesi-

lesi ini ditemukan pada membrane mukosa dan kulit, terutama di daerah yang bebas atau

daerah yang mendapat tekanan. Hematoma (lepuh darah) dapat juga ditmukan pada

membrane mukosa.

Semua lesi ini mencerminkan kelainan trombosit atau fungsinya.

Ekimosis, memar atau tanda hitam-dan-biru, adalah daerah ekstravasasi darah yang

luas didalam jaringan subkutan dan kulit. Perdarahan baru berwarna biru-hitam dan berubah

warna menjadi hijau-coklat dan kuning pada penyembuhan. Walaupun ekimosis sering terjadi

pada trauma, ekimosis yang luas dapat mencerminkan kelainan trombosit atau gangguan

koagulasi atau keduanya.

Evaluasi Laboratorium

Evaluasi labolatorium lebih lanjut akan menunjukan dan memastikan kelainan hemostatik.

Penilaian ini sebaiknya selalu mencakup sediaan apus darah perifer dan hitung trombosit

seperti yang sudah di jelaskan sebelumnya. Pemeriksaan ini memberikan karakteristik

morfologik dan jumlah trombosit.

Waktu pendarahan menguji keadaan vaskular dan jumlah fungsi trombosit;akan

tetapi, tes ini tidak dapat membedakan antara keduanya. Caranya adalah membuat insisi pada

lobus telinga yang menggantung bebas (cara Duke) atau pada permukaan volar lengan bawah

(cara Lvy). Lamanya waktu pendarahan sampai berhenti di catat. Waktu pendarahan yang

normal adalah 3 sampai 7 menit. Memanjangnya waktu pendarahan, misalnya 10 menit,

dapat menunjukan trombositopenia (jumlah trombositnkurang dari 100.000/mm3) atau

trombositopati (fungsi trombosit abnormal) atau keduanya. Ingesti aspirin dapat mengganggu

fungsi trombosit selama 7 sampai 10 hari dan dengan demikian sebaiknya tidak boleh

diberikan sebelum dilakukan pemriksaan waktu pendarahan. Walaupun terdapat serangkaian

tes untuk mengevaluasi, uji-uji tapis sebaiknya meliputi waktu protombin (PT), mengukur

jalur ekstrinsik dan jalur bersama, dan waktu tromboplastin parsial (PPT), mengukur jalur

intrinsik dan jalur bersama.

46

Page 47: 77336583-makalah-hematologi-jadi

Pada tes PT, bagian plasma pasien yang sudah dicampur sitrat dicampur dengan

fosfolipid dan tromboplastin jaringan. Kerena kalsium sudah dihilangkan, maka tidak terjadi

koagulasi. Kemudian kalsium ditambahkan, dan waktu yang diperlukan untuk pembentukan

bakuan dicatat. Dalam keadaan ini, plasma normal memerlukan waktu 11 sampai 13 detik

untuk membeku. Definisi faktor-faktor VII, X dan V, protrombin, serta fibrinogen akan

memperpanjang PT.

Pada tes PPT, fosfolipid ditambahkan pada plasma pasien yang sudah di campur

dengan sitrat, mengakibatkan pembentukan bekuan dalam waktu 60 sampai 90 detik.

Penambahan agen pengaktivasikontak seperti kaolin, mengurangi variabilitas pemeriksaan,

dan waktu yang diperlukan untuk pembentukan bakuan. Modifikasi ini menghasilkan waktu

tromboplastin parsial terktivasi (APTT). Hasilnya dibandingkan dengan APTT plasma

normal. Kisaran normal adalah 26 sampai 42 detik. Karena PPT mengukur jalur intrinsik dan

jalur bersama, maka PPT akan memanjang pada defisiensi prakalikrein, HMWK, faktor V,

VII, IX, X, XI, dan XII, protrombin, serta fibrinigen. Jika hanya PT yang memanjang, maka

dianggap terdapat difisiensi atau penghambatan faktor V dan X jalur bersama, penyakit hati

dapat menyebabakan pemanjangan PT dan PTT.

Pada tes masa trombin (TT) atau masa pembekuan trombin (normal 10 asampai 13

detik), trombin eksogen ditambah pada plasma yang sudah di campur sitrat, dan masa

pembekuan diukur. Kerana pemeriksaan ini mengukur waktu perubahan fibrinogen menjada

fibrin dan mendeteksi kelainan-kelainan polimerisasi fibrin atau kadar fibrinogen yang

rendah, maka pemeriksaan ini di gunakan lebih lanjut untuk mencari faktor-faktor

pembekuan yang tidak ada jika PT dan PTT abnormal. Tes koagulasi ditunjukan pada Gbr.

19-1. Heparin, suatu antikoagualan kuat, meningkatkan efek netralisasi antitrombin III pada

faktor-faktor Ixa, Xa, Xia, trombin, dan plasmin dan dengan demikian memperpanjang masa

PT, PTT dan TT.

Karena luasnya kisaran variasi nilai PT anatara laboratorium,berdasarkan pada reagen

yang digunakan, International Normalized Ratio (INR) mengembangkan perbandingan

reagen lokal terhadap reagen internasional dan menetapkan nilai relatif (International

Sensitivity Index). Proses ini menghasilkan nilai yang dinormalisasi di semua laboratorium

dan menjadi standar untuk memantau pasien-pasien yang terapi antikoagulan. Sebagai

contoh, untuk pencegahan atau pengobatan beisiko tingi trombosis v ena atau pengobatan

embolisme paru, pencegahan stroke setelah infark miokardium, INR yang direkomendasikan

47

Page 48: 77336583-makalah-hematologi-jadi

adalah antara 2,0dan 3,0. Individu-individu dengn katup prostetik mekanis dipertahankan

pada INR 2,5 sampai 3,5 (Sacher, McPherson, 2000).

KELAINAN HEMOSTASIS DAN KOAGULASI

Kelainan Vaskular

Berbagai kelainan dapat terjadi pada tiap tingkat mekanisme hemostatik. Pasien pada kelaina

vaskular biasanya datang dengan pendarahan kulit, dan sering mengenai membran mukosa.

Perdarahan dapat diklasifikasikan menjadi purpura alergik dan purpura nonalergik. Pada

kedua keadaan ini, fungsi trombosit dan koagulasi adalah normal.

Terdapat banyak bentuk purpura nonalergik, yaitu pada penyakit-penyakit ini tidak

terdapatalergi sejati tetapi terjadi berbagai bentuk vaskulitis. Yang paling sering ditemukan

adalah lupus eritematosus sistemik. Kelainan ini merupakan penyakit vaskular-kolagen, yaitu,

pasien membentuk autoantibodi (lihat Bab 72). Vaskulitis, atau peradangan pembuluh darah,

mengakibatkan purpura.

Jaringan penyokong pembuluh darah yang mengalami perburukan, dan tidak efektif,

yang terjadi seiring proses penuaan, mengakibatkan purpura senilis. Umumnya terlihat

perdarahan kulit pada dorsum manus dan lengan bawah serta diperburuk olehtrauma. Kecuali

mengganggu secara kosmetik, keadaan ini tidak membahayakan jiwa. Menisfestasi kulit yang

serupa juga terlihat pada terapi kortikosteroid jangka lama, yang diyakini diakibatkan dari

katabolisme protein di dalam jaringn penyokong pembuluh darah. Skorbut, yang berkaitan

dengn malnutrisi, dam alkoholisme, sama-sama memengaruhi integritas jaringan ikat dinding

pembuluh darah.

Bentuk purpura vaskular yang domonan autosomal, telangiektasia hemoragik

(penyakit Osler Weber-Rendu), terdapat pada epistaksis dan perdarahan saluran cerna yang

intermiten dan hebat. Telangiektasia difus umumnya terjadi pada masa dewasa, ditemukan

pada mukosa bukal, lidah, hidung, dan bibir, dan tanpaknya meluas ke seluruh saluran cerna.

Pengobatan terutama soportif.

Sindrom Ehlers-Danlos, suatu penyakit herediter lain, meliputi penurunan daya

pengembangan (compliance) jaringan perivaskular yang mengakibatkan perdarahan barat.

Purpura alergik atau purpura anafilaktoid diduga diakibatkan oleh kerusakan

imunologik pada pembuluh darah, ditandai dengan perdarahan petekie pada bagian tubuh

48

Page 49: 77336583-makalah-hematologi-jadi

yang tergantung dan juga mengenai bokong. Purpura Henoch-Schonlein, suatu trias purpura

dan perdarahan mukosa, gejala-gajala saluran cerna, dan artritis, merupakan bentuk purpura

alergik yang terutama mengenia anak-anak. Mekanissme penyakit ini tidak diketahui dengan

baik; gejala-gajalanya sering didahului oleh keadaan infeksi. Pasien-pasien mengalami

peradangan pada cabang-cabang pembuluh darah, kapiler dan vena, mengakibatkan pecahnya

pembuluh, hilangnya sel-sel darah merah, dan perdarahan. Glomerulonefritis merupakan

komplikasi yang srring terjadi. Pengobatan bersifat suportif dengan menghindari aspirin serta

senyawa-senyawanya.

Trombositosis dan Trombositopenia

Trombosit yang melakat pada kolagen yang terpajang pada pembuluh yang cedera, mengerut

dan melespaskan ADP serta faktor 3 trombosit, penting untuk mengawali sistem pembekuan.

Kelainan jumlah atau fungsi trombosit (atau keduanya) dapat mengganggu koagulasi darah.

Trombosit yang terlalu banyak atau terlalu sedikit mengganggu koagulasi darah. Keadaan

yang di tandai dengan trombosit berlebihan dinamakan trombositosis atau trombositemia.

Istila-astilah ini salaing bertukar (Barui, Finazzi, 1998). Trombositosis umumnya

didefinisikan sebagai peningkatan jumlah trombosit lebih dari 400.000/mm3 dan dapat primer

atau skunder. Trombositosis primer timbul dalam bentuk trombositemia primer, yang terjadi

proliferasi abnormal megakariosit, dengan jumlah trombosit melibihi 1 juta. Trombositosis

primer timbul juga ditemukan dengan gangguan mieloproliferatif lain, seperti polistemia vera

atau leukimia granulositik kronis, yang terjadi poliferasi abnormal megakariosit, bersam

dengan jenis sel-sel lain, didalam sum-sum tulang. Untuk menyingkirkan gangguan-

gangguan ini diperlukan pemeriksaan sitogenik. Dapat terjadi perdarahan dan trombosis.

Patofisiologinya masih belum jelas tetapi diyakini berkaitan dengan kelainan kualitatif

intrinsik fungsi trombosit, serta akibat peningkatan massa trombosit. Waktu perdarahan

biasanya memanjang (Rogers, greenberg, 1999).

Jika jumlah trombosit melebihi 1 juta atau pasien simtomatik, pengobatan di mulai

dan ditujukan untuk mengurangi aktivitas sumsum tulang melalui penggunaan agen-agen

sitotoksik seperti hidroksiurea, yang secara dramatis menurunkan jumlah semua jenissel.

Anogrelid hidroklorida (agrylin) ditambahkan untuk spesifisitasnya dalam mengurangi

produksi trombosit. Dalam keadaan terjadinya perdarahan atau trombosis akut, tromboferesis

sementara waktu dapatmenyenbuhkan. Agen-agen antitrombosit seperti aspirin dan

antikoagulan juga digunakan.

49

Page 50: 77336583-makalah-hematologi-jadi

Trombositosis sekunder terjadi sebagai akibat adanya penybab-penyebab lain, baik

secara sementara setelah stres atau olah raga dengan pelepasan trombosit dari sumber

cadangan (dari lien), atau dapat menyertai keadaan meningkatnya permintaan sumsum tulang

seperti pada perdarahan, anemia hemolitik, atau anemia defisiensi besi. Peningkatan tajam

jumlah trombosit terjadi pada pasien-pasien yang liennya sudah dibuang secara pembedahan.

Karena lien merupakan tempat primer penyimpanan dan penghancuran trombosit, maka

pengangkatan (splenektomi) tanpa disertai pengurangan produksi di dalam sumsum tulang

akan mengakibatkan trombositosis, yang sering melebihi 1 juta /mm3 . pengobatan

trombositosis sekunder atau reaktif umumnya tidak diindikasikan.

Trombositopenia didefinisikan sebagai jumlah trombosit kurang dari 100.000/mm3 .

jumlah trombosit yang rendah ini merupakan akibat berkurangnya produksi atau

meningkatnya penghancuran trombosit. Namun, umumnya tidak ada manifestasi klinis

hingga jumlahnya kurang dari 100.000/mm3 dan lebih lanjut di pengaruhi oleh keadaan-

keadaan lain yang mendasari atau yang menyertai, seperti leukimia atau penyakit hati.

Ekimosis yang bertambah dan perdarahan yang memanjang akibat trauma ringan terjadi pada

kadar trombosit kurang dari 50.000/mm3. Petekie merupakan manifestasi utama, dengan

jumlah trombosit kurang dari 30.000/mm3. Terjadi perdarahan mukosa, jaringan dalam, dan

intrakranial dengan jumlah trombosit kurang dari 20.000, dan memerlukan tindakan

segerauntuk mencegah perdarahan dan kematian.

Penurunan produksi trombosit, dibuktikan dengan aspirasi dan biopsi sumsum tulang,

dijumpai pada segala kondisi yang mengganggu atau menghambat fungsi sumsum tulang.

Kondisi ini meliputi anemia aplastik (Bab 17), mielofibrosis (penggantian unsur-unsur

sumsum tulang dengan jaringan fibrosa), leukimia akut (Bab 18), dan karsinoma metastatik

lain yang mengganti unsur-unsur sumsusm normal. Pada keadaan-keadaan defisiensi, seperti

defisiensi vitamin B12 dan asm folat, mempengaruhi megakariosit besar yang hiperlobulus.

Agens-agens kemoterapeutik (Bab 18) terutama bersifat toksik terhadap sumsum tulang,

menekan produksi trombosit.

Keadaan trombositopenia dengan produksi trombosit normal biasanya disebabkan

oleh penghancuran atau penyimpanan yang berlebihan. Segala kondisi yang menyebabkan

splenomegali (lien yang jelas membesar) dapat disertai trombositopenia, meliputi keadaan

seperti sirosis hati, limpoma, dan penyakit-penyakit mieloproliferatif. Lien secara normal

50

Page 51: 77336583-makalah-hematologi-jadi

menyimpan sepertiga trombosit yang di hasilkan, tetapi dengan splenomegali, sumber ini

dapat meningkat sampi 80% , dan mengurangi sumber sirkulasi yang tersedia.

Trombosit dapat juga dihancurkan oleh produksi antibodi yang diinduksi oleh obat,

seperti yang ditemukan pada quinidin dan emas atau oleh autoantibodi (antibodi yang bekerja

melawan jaringan sendiri). Antibodi-antibodi ini ditemukan pada penyakit-penyakit seperti

lupus eritematosus, leukimia limfositik kronis, limfoma tertentu, dan purpura

trombositopenik idiopatik (ITP). ITP, terutama ditemukan pada perempuan muda,

bermanifestasi sebagai trombositopenia yang mengancan jiwa dengan jumlah trombosit yang

sering kurang dari 10.000/mm3. Seperti sudah dijelaskan pada Bab 12, antibodi igG yang

ditemukan pada membran trombosit, menyebabkan gangguan agregasi trombosit dan

meningkatkan pembuanagn dan penghancuran trombosit oleh sistem makrofag.

Fungsi trombosit dapat berubah (trombositopati) melalui berbagai cara, yang

mengakibatkan semakin lamanya perdarahan. Obat-obatan seperti aspirin, indometasin, dan

fenilbutazon menghambat agregasi dan reaksi pelepasan trombosit, dengan demikian

menyebabkan perdarahan yang memanjang walaupun jumlah trombosit normal. Pengaruh

dosis tunggal dapat berlangsung selama 7 hingga 10 hari.

Protein plasma, seperti yang ditemukan pada makroglobulinemia dan mieloma

multipel menyelubungi trombosit, mengganggu adhesi trombosit, retraksi bekuan, dan

polimerisasi fibrin. Pada semua keadaan ini, dengan memperbaiki gangguan yang

mendasarinya akan memperbaiki fungsi trombosit abnormal tersebut.

GANGGUAN FAKTOR PLASMA HEREDITER

Hemofilia

Hemofilia merupakan gangguan koagulasi herediter atau didapat yang paling sering di

jumpai, bermanifestasi sebagai episode perdarahan intermiten. Hemofilia disebabkan oleh

mutasi gen faktor VIII (FVIII) atau faktor IX (FIX), di kelompokan sebagai hemifilia A dan

hemofilia B. Kedua gen tersebut terletak pada kromosom x, sehingga termasuk penyakit

resesif terkait-X (Ginsberg,2000). Oleh karena itu, semua anak perempuan dari laki-laki yang

menderita hemofilia adalah karier penyakit, dan anak laki-laki tidak terkena. Anak laki-laki

dari perempuan yang karier kemungkinan 50% untuk menserita penyakit hemofilia. Dapat

terjadi wanita homozigot dengan hemofilia (ayah hemofilia, ibu karier), tetapi keadaan ini

51

Page 52: 77336583-makalah-hematologi-jadi

sangat jarang terjadi. Kira-kira 33% pasien tidak memiliki riwayat keluarga dan mungkin

akaibat mutasi spontan (Hoffbrand,Pettit, 1993).

Dua jenis utama hemofilia yang secara klinis identik adalah: (1) hemofilia klasik atau

hemofilia A, yang ditemukan adanya defisiensi atau tidak adanya aktivitas faktor

antihemofilia VIII, dan (2) penyakit Christmas, atau hemofilia B, yang di temukan adanya

defisiensi atau tidak adanya aktivitas faktor IX. Hemofilia diklasifikasikan sebagai (1) berat,

dengan kadar aktivitas faktor kurang dari 1% (2) sedang, dengan kadar aktivitas di anatara

1% dan 5% serta (3) ringan, jika 5% atau lebih. Perdarahan spontan dapat terjadi jika kadar

aktivitas faktor kurang dari 1%. Akan tetapi, pada kadar 5% atau lebih, perdarahan umumnya

terjadi berkaitan dengan trauma atau prosedur pembedahan. Manifestasi klinis meliputi

perdarahan jariangan lunak, otot, dan sendi, terutama sendi-sendi yang menopang berat

badan, disebut hemartrosis (perdarahan sendi). Perdarahan berulang ke dalam sendi

menyebabkan degenerasi kartilago artikularis disertai gejalgejala artritis. Perdarahan

retroperitonial dan intrakranial merupakan keadaan yang mengancam jiwa. Derajat

perdarahan berkaitan dengan banyaknya aktifitas faktor dan beratnya cedera. Perdarahan

dapat terjadi segera atau berjam-jam setelah cedera. Perdarahan karena pembedahan sering

terjadi pada semua pasien hemofilia, dan sgala prosedur pembedahan yang diantisipasi

memerlukan penggantian faktor secara agresif sewaktu praoperasi dan pascaoperasi sebanyak

lebih dari 50% tingkat aktivitas.

Diagnosis laboratorium meliputi pengukuran kadar faktor yang sesui: faktor VIII

untuk hemofilia A atau faktor IX untuk hemofilia B. Karena faktor-faktor VIII dan IX

merupakan bagian jalur intrinsik koagulasi, maka PPT memanjang, sedangkan PT, yang tidak

melalui jalur intrinsik tetap normal. Waktu perdarahan, pemeriksaan fungsi trombosit

biasanya normal, tetapi dapat terjadi perdarahan yang terlambat karena stabilisasi fibrin yang

tidak adekuat. Jumlah trombosit normal.

Pengobatan hemofila menganjurkan pemberian infus profilaktik yang di mulai pada

usia 1 hingga 2 tahun pada anak-anak yang mengalami defisiensi berat untuk mencegah

penyakit sendi kronis (Lusher, 2000). Intervensi dini pada saat timbul gejala-gejala atau

tanda-tanda perdarahan paling awal, serta penggantian faktor praoperatif pada persiapan

untuk prosedur pembedahan, penting dilakukan pasien-pasien ini. Pengobatan ditujukan

untuk meningkatkan faktor dan aktivitas yang berkurang ketingkat normal dan dengan

demikian mencegah komplikasi. Beratnya perdarahan, kompleksitas pembedahan yang sudah

52

Page 53: 77336583-makalah-hematologi-jadi

diantisipasi, berat badan pasien, kadar faktor spesifik pasien akan menentukan dosis untuk

penggantian. Pada perdarahan ringan, seperti pada awal perdarahan otot atau sendi, tingkat

aktivitas dapat cukup dipertahankan sebanyak 20% sampai 50% untuk beberapa hari,

sedangkan untuk perdahan berat seperti perdarahan intrakranial atau pembedahan, sebaiknya

dicapai tingkat aktivitas 100% dan dipertahankan selama minimal 2 minggu. Yang saat ini

tersedia, produksi-produksi rekombinan faktor VIII yang sangat dimurnikan adalah

Recombinate dan Kogenate. Monoclate-P adalah produk monoklonal faktor VIII yang

dipasteurisasi, dan mononine adalh sediaan faktor IX yang sangat dimurnikan. Dosis-dosis

untuk semua faktor dihitung dalam unit per kilogram berat badan dan diinfuskan per hari.

Diberikan dosis pembebanan faktor yang diikuti dengan pemberian dosis dua kali sehari.

Infus yang kontinu dapat diberikan pada pasien-pasien dengan hemofilia yang menjalani

prosedur pembedahan. Pada pasien tersebut dilakukan pemantauan dengan menentukan kadar

faktor serum dan respons terhadap terapi yang diberikan.

Pada awal tahun 1980an, terdapat insiden infeksi human immunodeficiency virus

()HIV yang jelas pada populasi pasien hemofilia. Selain itu, sebagian besar populasi dewasa

memiliki serologik adanya hepattis. Semakin majunya penapisan pada donor, pemeriksaan

HIV darah, dan berkembangnya metode virusidal serta sediaan faktor rekombinan (dibuat

secara genetis), seperti yang terlihat dengan faktor-faktor yang disebutkan sebelumnya,telah

sangat mengurangi resiko penularan infeksi melalui darah, termasuk acquired immune

deficiency syndrome (AIDS) (Andreoli et al, 1993; Bauer et al,1994). Sejak tahun 1985

penggunaan profilaktik rangkaian vaksinasi hepatitis pada saat diagnosis lebih lanjut telah

mengurangi insiden atau mengeliminasi hepatitis B pada pasien-pasien ini.

Sebagian besar pasien sekarang dipantau dipusat-pusat pengobatan hemofilia yang

ditujukan pada kebutuhan global para pasien, dan pasien-pasien tersebut memperoleh

manfaat konsultasi dari tim perawatan kesehatan komprehensif. Kemajuan dalam perawatan

preventif, terafi fisik, dan mengajari kebiasaan kesehatan yang baik serta pemberian sendiri

konsentrat faktor-faktor yang dilakukan dirumah sangat memajukan kualitas hidup pada

populasi pasien-pasien ini. Harapan hidup meningkat sehingga lebih dari 70 tahun. Dengan

identifikasi gen-gen yang berurutan pada kedua jenis hemofilia A dan B, keadaan ini

sebaiknya di antisipasi pada pasien-pasien yang sakit berat. Informasi ini memiliki implikasi

besar untuk konseling genetik dan parental.

53

Page 54: 77336583-makalah-hematologi-jadi

Penghambat antibodi yang ditujukan untuk faktor koagulasi spesifik terjadi pada 5%

sampai 10% pasien dengan defisiensi faktor VIII dan lebih jarang pada faktor IX. Infus faktor

selanjutnya merangsang pembentukan antibodi yang lebih banyak. Agen-agen imunosupresif,

plasmaferesis untuk membuang inhibitor dan kompleks protrombin yang memintas inhibitor

faktor VIII dan faktor IX yang ditemukan didalam plasma beku segar (FFP, fresh frozen

plasma) yang digunakan untuk mengobati pasien-pasien ini. Dengan penggunaan produk-

produk rekombinan, masih ditemukan adanya inhibitor, tetapi sebagian besarnya pasien

sembuh dengan spontan. Timbulnya inhibitor-inhibitor dapat dipengaruhi oleh genetik karena

adanya insidensi yang lebih tinggi pada Afro-Amerika dan keturunan Spanyol (Lusher,

2000). Suatu produk sintetik, yaitu DDAVP (1-deamino 8-D-arginin vasopresin) sudah

tersedia untuk mengobati pasien-pasien hemofilia ringan sampai sedang. Pemberian DDAVP

secara intravena (IV), dapat menginduksi peningkatan tingkat aktivitas faktor VIII tiga

sampai enam kali lipat. Karena DDAVP merupaka produk sintetik, maka risiko transmisi

virus yang membahayakan seperti AIDS atau hepatitis berkurang.

Penyakit von Willebrand

Penyakit von Willbrand adalah gangguan koagulasi herediter yang paling sering terjadi.

Dikenal berbagai subtipe, tetapi yang paling sering adalah tipe I, sama-sama terjadi pada laki-

laki dan perempuan. Seperti pada hemofilia, kasus-kasus terjadi tanpa riwayat keluarga, dan

gangguan tersebut diyakini terjadi akibat mutasi genetik. Bergantung pada subtipe dan

beratnya penyakit, spektrum perdarahan dapat jarang terjadi, perdarahan mukokutaneus (kulit

dan membran mukosa) ringan sampai sedang; perdarahan akibat trauma atau pembedahan;

atau perdarahan yang mengancam jiwa. Sering terjadi perdarahan saluran cerna, epistaksis,

dan menoragia. Sebagian besar pasien asimtomatik. Pada penyakit von Willebrand, terdapat

penurunan aktivitas faktor VIIIVWF dan faktor VIIIAHG (Handin, 2001). Faktor von Willebrand

disintesis di dalam sel-sel endotel dan megakariosit serta disimpan di dalam organel

penyimpanan. Faktor von Willebrand mempermudah adhesi trombosit pada komponen-

komponen di dalam subendotel vaskular di bawah keadaan aliran yang tinggi dan bertekanan,

serta faktor ini merupakan karier intravaskular untuk faktor VIII di tempat perdarahan aktif

(Bauer et al, 1994; Handin, 2001). Pada penyakit von Willebrand, trombosit tidak melekat

pada kolagen karena adanya defisiensi faktor VIII dan kelainan agregasi trombosit jika

diberikan ristosetin (suatu antibiotik yang menyebabkan agregasi trombosit) bersifat

diagnostik untuk penyakit von Willebrand.

54

Page 55: 77336583-makalah-hematologi-jadi

Pengobatan penyakit von Willebrand bervariasi bergantung pada tipe dan derajat

perdarahan.pilihan pengobatan meliputi kriopresipitat, konsentrat faktor VIII, desmopresin

(DDAVP), plasma beku segar, dan estrogen. Tujuan pengobatan adalah untuk meningkatkan

ketersediaan faktor von Willebrand (Bauer et al, 1994). Jika digunakan kriopresipitat,

sebaiknya diperoleh dari donor yang telah diseleksi secara seksama dan diperiksa secara

berulang menurut medical and scientific council of america.

DDA VP digunakan dalam pengobatan penyakit von Willebrand tipe I dan IIA. Pada

sebagian besar kasus, DDAVP dapat digunakan untuk mengontrol perdarahan ringan, secara

profilaktik digunakan sebelum prosedur pembedahan. Sekarang tersedia dalam bentuk

semprot hidung, DDAVP berperan dalam pelepasan faktor von Willebrand dari tempat

penyimpanan cadangan. Untuk penggantian faktor von Willebrand digunakan generasi yang

lebih baru yaitu faktor VIIIS yang diinaktifkan virus, yang diketahui mengandung faktor von

Willebrand. Pasien-pasien yang dijadwalkan untuk menjalani prosedur pembedahan harus

dievaluasi dan dipersiapkan oleh ahli hematologi selama dan setelah menjalani prosedur

pembedahan.

DEFISIENSI FAKTOR PLASMA DIDAPAT

Defisiensi faktor plasma didapat berkaitan dengan penurunan produksi faktor-faktor

koagulasi, seperti yang ditemukan pada penyakit hati atau defisiensi vitamin K, atau

peningkatan konsumsi yang menyertaikoagulasi intravaskular diseminata (DIC) atau

fibrinilisis.

Karena hati merupakan tempat utama sintesis faktor-faktor II.V, IX, dan X, gangguan

hati berat (yaitu, sirosis) akan mengubah respons hemostatik. Selain itu, terjadi juga

penurunan pembersihan hati dari faktor-faktor koagulasi yang sudah diaktivasi. Penyerapan

vitamin K juga terganggu, yang lebuh lanjut akan mengganggu sintesis faktor-faktor

koagulasi bergantung-K. Hipertensi porta pada penyakit hati mengakibatkan spenomegali

kongestif diseertai trombositopenia, serta varises esofagus. Keadaan-keadaan ini, dapat

menyebabkan perdarahan masif. PT, PPT, dan masa perdarahan memanjang.

Vitamin K, yang diperoleh dari diet dan sintesis bakteri,diperlukan untuk sintesis

faktor-faktor II, VII, IX dan X. Pada kasus-kasus malnutrisi, malabsorpsi, atau sterilisasi

saluran cerna oleh antibiotik, vitamin K berkurang secara nyata dengan akibat penurunan

aktivitas biologi faktor-faktor koagulasi (Beck, 1991). Terapi perdarahan berat memerlukan

55

Page 56: 77336583-makalah-hematologi-jadi

penggantian faktor-faktor pembekuan dengan plasma beku segar (yang memasok faktor-

faktor II, VII, IX, dan X), vitamin K parentral, dan penyembuhan proses penyakit penyebab.

Koagulasi Intravaskular Diseminata

Koagulasi intravaskular diseminata (DIC) adalah suatu sindrom kompleks yang terdiri atas

banyak segi, yang sistem hemeostatik dan fisiologik normalnya mempertahankan darah tetap

cair berubah menjadi suatu sistem patologik yang menyebabkan terbantuknya trombi fibrin

difus, yang menyumbat mikrovaskular tubuh. Sistem fibrinolitik diaktivasi oleh trombin

didalam sirkulasi, yang memecah fibrinogen menjadi monomer fibrin. Trombin juga

merangsang agregasi trombosit, mengaktivasi faktor V dan VIII, serta melepas aktivator

plasminogen, yang membentuk plasmin. Plasmin memecah fibrin, membentuk produk-

produk degradasi fibrin, dan selanjutnya mengaktivasi faktor V dan VIII. Aktivitas trombin

yang berlebihan mengakibatkan berkurangnya fibrinogen, trombositopenia, faktor-faktor

koagulasi, dan fibrinolisis (Linker, 2001), yang mengakibatkan perdarahan difus. DIC bukan

merupakan penyakit, tetapi akibat proses penyakit yang mendasarinya. Perubahan pada

segala komponen sistem vaskular, yaitu, dinding pembuluh darah, protein plasma, dan

trombosit, dapat menyebabkan suatu gangguan konsumtif (Coleman et, al, 1993). Masukan

zat atau aktivitas prokoagulan kedalam sirkulasi darah mengawali sindron tersebut dan dapat

terjadi dalam segala kondisi yang tromboplastin jaringannya dibebaskan diakibatkan

destruksi jaringan, dengan inisiasi jalur pembekuan ekstrinsik. Karena plasenta merupakan

sumber yang kaya kan tromboplastin jaringan, maka salah satu penyebab tersering DIC adalh

solusio plasenta (solusio plasenta, plasenta lepas secara dini). Keadaan ini menyebabkan

retensi produk-produk kosepsi (plasenta, janin)yang menyebabkan nekrosis dan kerusakan

jaringan lebih lanjut. Produk-produk tumor, luka bakar, cedra remuk menyebabkan pelepasan

tromboplastin. Pada leukimia promielositik,promielosit granular mengeluarkan aktivita

seperti tromboplastin yang sering pada saat dimulainya kemotrapi dan dilepasnya granula.

Selam proses koagulasi, trombosit beragregasi dan, bersam dengan faktor-faktor koagulasi,

akan digunakan dan jumlahnya berkurang. Hasil trombus fibrin dapat atau menyumbat

mikrovaskular. Bersama dengan hal ini, sistem fibrinolitik diaktivasi untuk pemecahan

trombi fibrin, menghasilkan banyak fibri dan produk degradasi fibrinogen yang mengganggu

polimerisasi fibrin atau fungsi trombosit (Guyton, 2001). Aksi ini menyebabkan perdarahan

difus yang khas pada DIC.

56

Page 57: 77336583-makalah-hematologi-jadi

Menisfestasi klinis tergantung pada luas dan lamanya pembentukan trombin fibrin,

organ-organ yang terlibat, dan nekrosis serta perdarahan yang ditimbulkan, organ-organ yang

paling sering terlibat adalah ginjal, kulit, otak, hipofisis, paru, dan adrenal, serta mukosa

saluran cerna. Terdapat perdarahan membran mukosa dan jaringan dalam, serta perdarahan

disekitar tempat cedera, pungsi vena, penyuntikan, dan pada setiap orifisium. Sering dijumpai

petekie dan ekimosis. Manifestasi lain berupa hipotensi (syok), oliguria atau anuria, kejang

dan koma, mual dan muntah, diare, nyeri abdomen, nyeri punggung, dispnea, dan sianosis

(Guyton, 2001). Tes diagnostik menunjukan PT, PTT, TT, yang memanjang dan peningkatan

produk-produk pemecahan fibrin. Kadar fibrinogen dan jumlah trombosit menurun. Sediaan

apus darah perifer dapat menunjukan fragmentasi eritosit sekunder dengan bentuk yang

beraneka ragam akibat kerusakan oleh serabut fibrin.

Penanganan ditujukan pada perbaikan mekanisme yang mendasarinya, yang mungkin

memerlukan penggunaan antibiotik, agen-agen kemoterapeutik, dukungan kardiovaskular,

serta pada keadaan retensio plasenta, is uterus dikeluarkan. Penggantian faktor-faktor plasma

dengan plasma dan kriopresipitat, serta transfusi trombosit dan sel darah merah, mungkin

diperlukan. Bila terjadi perdarahan yang hebat, yang merupakan suatu antikoagulan

antitrombin yang kuat, masih sangat kontroversial. Heparin menetralkan aktivitas trombin,

dan dengan demikian menghambat penggunaan faktor-faktor pembekuan dan pengendapan

fibrin. Meningkatkan konsentrasi faktor-faktor pembekuan dan trombosit dengan memberi

infus plasma dan trombosit seharusnya menghambat diatesis perdarahan. Heparin

diindikasikan kapanpun terjadi kegagalan terapi penggantian untuk meningkatkan faktor-

faktor koagulasi dan perdarahan tetap ada. Heparin juga diindikasikan pada keadaan adanya

pengendapan fibrin yang menyebabkan nekrosis dermal (Logan, 1994). Heparin dosis rendah

telah berhasil digunakan bersama agen kemoterapeutik pada pengobatan leukimia

promielositik, untuk mencgah DIC akibat pelepasan tromboplastin oleh granula leukosit.

Dapat terjadi juga hiperkoagulasi yang disertai dengan peningkatan insiden trobosis.

57

Page 58: 77336583-makalah-hematologi-jadi

III. Kesimpulan

Pertahanan tubuh melawan infeksi adalah peran utama leukosit atau sel darah putih. Batas

normal jumlah sel darah putih berkisar 4000 sampai 10.000/mm3. Lima jenis sel darah putih

yang sudah diidentifikasi dalam perifer adalah neutrofil(50%-75% SDP total), eosinofil(1%-

2%), basofil(0,5%-1%), monosit (6%), dan limfosit(25%-33%).

Homeostasis merupakan suatu keadaan tubuh untuk mempertahankan keseimbangan dalam

mempertahankan kondisi yang dialaminya.

Dalam mendiagnosis keganasan hematologik,analisis sitogenetik telah di ketahui merupakan

salah satu pemeriksaan yang paling penting untuk menegakan diagnosis dan pengobatan, dan

penting untuk memperkirakan respon terhdap pengobatan dan potensial untuk remisi atau

penyembuhan dan untuk mengetahui terjadinya relaps. Sitogenetik sadalah pemeriksaan

komposisi kromosom sel, fungsi normal, dan setiap devasi dari yang normal. Sel yang

dipelajari dari setadium metafase mitosis (pembagian sel untuk menjelaskan traslokasi,

infersi, dan delesi bahan genetik dari satu kromosom ke keomosom lainya) analisis

sitogenetik dapat dilakukan pada jaringan yang diperah dari aspirasi dan biopsi sumsum

tulang pada darah tepi jika jumalahnya meningkat dan pada kelenjar getah bening, limapa,

hati. Pengujian sitogenetik juga dilakukan pada cairan amion dan menyebabkan terjadinya

konsepsi untuk menegakan diagnosis adanya kelainan vetus.

58

Page 59: 77336583-makalah-hematologi-jadi

DAFTAR PUSTAKA

1. A.J. Hoffbrand, J.E. Pettit, P.A.H. Moss. 2005. Kapita Selekta : Hematologi. Edisi4.

Jakarta : EGC. Hlm 221-229.

2. Ambarwati, 2008. Asuhan Kebidanan . Yogyakarta: Mitra Cendikia. (hlm: 86).

3. Guyton, Arthur C. Hall, John E. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta:

EGC.

4. Saleha, 2009. Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba Medika (hlm: 61-

62).

5. Soenarto. Anemia Megaloblastik dalam Sudoyo, Aru W, et.al. 2006. Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

6. http://www.jevuska.com/2010/06/plasma

7. http://www.kalbe.co.id

8. http://www.husada.co.id/pdf

59