makalah modul hematologi onkologi medik

26
MAKALAH MODUL HEMATOLOGI ONKOLOGI MEDIK KELOMPOK IX 03006239 SELPIANI 03007179 ANGGITA NUR AZIZA 03007074 DWI RAHMA SAFITRI 03007095 FRANSISCUS RONALDO 03007116 INDAH RAMADHANI MARTA A 03007160 MAYA RAHMAYANTI 03007180 NARIZKA BUDI RAHMADHIANI 03007210 RAYINDRA DWI RIZKY 03007231 SANABILA YASMIN M 03007240 SHISCA PURNAMASARI 03007272 WILLIAM FAISAL 03007291 HAIRUNNISA BT ARSHAD 03007319 NORZAIMAH BT MAHMOOD 03007337 SHAQIRIN BIN SAFIE

Upload: indahramadhani3

Post on 31-Jul-2015

226 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Modul Hematologi Onkologi Medik

MAKALAH MODUL HEMATOLOGI ONKOLOGI MEDIK

KELOMPOK IX

03006239 SELPIANI

03007179 ANGGITA NUR AZIZA

03007074 DWI RAHMA SAFITRI

03007095 FRANSISCUS RONALDO

03007116 INDAH RAMADHANI MARTA A

03007160 MAYA RAHMAYANTI

03007180 NARIZKA BUDI RAHMADHIANI

03007210 RAYINDRA DWI RIZKY

03007231 SANABILA YASMIN M

03007240 SHISCA PURNAMASARI

03007272 WILLIAM FAISAL

03007291 HAIRUNNISA BT ARSHAD

03007319 NORZAIMAH BT MAHMOOD

03007337 SHAQIRIN BIN SAFIE

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS TRISAKTI

Page 2: Makalah Modul Hematologi Onkologi Medik

BAB I

PENDAHULUAN

Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa eritrosit (red

cell mass) sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah

yang cukup ke jaringan perifer (penurunan oxygen carrying capacity). 1

Secara praktis anemia ditunjukkan oleh penurunan kadar hemoglobin, hematokrit atau

hitung eritrosit (red cell count). Tetapi yang paling lazim dipakai adalah kadar hemoglobin,

kemudian hematokrit.1

Anemia defisiensi besi (ADB) adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya

penyediaan besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong (depleted iron store) yang

pada akhirnya mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang. Anemia bentuk ini

merupakan bentuk anemia yang sering ditemukan di dunia, terutama di negara yang sedang

berkembang. Diperkirakan sekitar 30 % penduduk dunia menderita anemia, dan lebih dari

setengahnya merupakan anemia defisiensi besi. Anemia defisiensi besi lebih sering ditemukan

di negara yang sedang berkembang sehubungan dengan kemampuan ekonomi yang terbatas,

masukan protein hewani yang rendah, dan investasi parasit yang merupakan masalah

endemik. Saat ini di Indonesia anemia defisiensi besi merupakan salah satu masalah gizi

utama disamping kurang kalori protein, vitamin A dan Yodium.2

Anemia defisiensi besi hampir selalu terjadi sekunder terhadap penyakit yang

mendasarinya, sehingga koreksi terhadap penyakit dasarnya menjadi bagian penting dari

pengobatan.1

Prinsip pengobatan anemia defisiensi besi adalah mengetahui faktor penyebab dan

mengatasinya serta memberikan terapi penggantian dengan preparat besi. Sekitar 80-85 %

penyebab anemia defisiensi besi dapat diketahui sehingga penanganannya dapat dilakukan

dengan tepat.2

Page 3: Makalah Modul Hematologi Onkologi Medik

BAB II

PEMBAHASAN KASUS

Anda sedang berpraktek umum di Pusat Medis Trisakti, datang seorang satpam FK Usakti

berpakaian seragam dengan keluhan akhir-akhir ini sering merasa lemas, letih, dan sesak nafas.

Keadaan tambahan selama sakit tidak nafsu makan.

Hasil Pemeriksaan Awal Pasien

A. Anamnesis

1. Identitas pasien

Nama : -

Umur : -

Jenis kelamin : laki-laki

Status : -

Pekerjaan : Satpam

Alamat : -

2. Keluhan utama

lemas, letih, sesak nafas, tidak nafsu makan

Page 4: Makalah Modul Hematologi Onkologi Medik

3. Riwayat Penyakit Sekarang

Sejak kapan merasa lemas, letih, sesak nafas?

Faktor pencetus terjadinya lemas,letih, sesak nafasnya apa?

Apakah sesak nafas saat beraktifitas?

Apakah pasien menderita penyakit sistemik lain, seperti DM?

Apakah terdapat demam?

Apakah pasien merasa mata berkunang?

Apakah terdapat tinitus?

Apakah terdapat dispepsia?

Apakah kaki terasa dingin?

Apakah ada luka yang sembuhnya lama?

Apakah ada penurunan Berat badan yang mendadak?

4. Riwayat Penyakit Dahulu

Apakah sebelumnya pernah mengalami alergi?

Apakah pernah mengalami ini sebelumnya?

Apakah terdapat gangguan pembekuan darah?

Apakah menderita penyakit seperti DM?

Page 5: Makalah Modul Hematologi Onkologi Medik

5. Riwayat Penyakit Keluarga

Apakah ada riwayat keganasan?

Apakah ada anggota keluarga yang alergi?

6. Riwayat Kebiasaan

Apakah pasien mengalami kurang tidur?

Bagaimana kebiasaan makan (diet)?

Bagaimana kebiasaan merokok?

7. Riwayat Pengobatan

Apakah pernah mengkonsumsi obat untuk sesak nafas dan untuk mengatasi lemah letih?

B. Pemeriksaan Fisik

Tanda vital :

TD : -

Suhu : -

Nadi : -

Respirasi : -

Keadaan umum

Kesadaran

Page 6: Makalah Modul Hematologi Onkologi Medik

Inspeksi

- Pucat atau tidak?

- Konjungtiva anemis?

- Cara jalan?

- Pendarahan di kulit, retina, gusi?

- Telapak tangan pucat?

- Kuku ditekan?

- Papil lidah halus atau tidak?

- Ikterus di mata

- Mulut kering

Palpasi

- Periksa KGB (curiga keganasan)

- Hepar

- Spleen

- Turgor kulit

- Abdomen – epigastrium

Perkusi

Auskultasi

Page 7: Makalah Modul Hematologi Onkologi Medik

C. Pemeriksaan Laboratorium

1. Darah lengkap

Hemoglobin (Hb) : 8 g/dl ( N : 13-16 g/dl ) ↓

Leukosit : 8000/µl ( N : 5000-10000/µl )

Hitung jenis : 1/2/8/60/23/6

- Basofil : 1 ( N : 0-1 )

- Eosinofil : 2 ( N : 1-3 )

- Neutrofil batang : 8 ( N : 2-6 ) ↑

- Neutrofil segmen : 60 ( N : 50-70 )

- Limfosit : 23 ( N : 20-40 )

- Monosit : 6 ( N : 2-8 )

Laju Endap Darah (LED) : 40 mm/jam ( N : < 10 mm/jam ) ↑↑

Hematokrit : 24 % ( N : 40-80 % ) ↓

Eritrosit : 4 juta/µl ( N : 4,5-5 juta/µl ) ↓↓

MCV : 60 fl ( N : 80-96 fl ) ↓

MCH : 32 pg ( N : 24-34 pg )

MCHC : 32 % ( N : 30-38 % )

Trombosit : 250000/µl ( N : 150000-400000/µl )

Page 8: Makalah Modul Hematologi Onkologi Medik

2. Pemeriksaan khusus :

- Serum ion : 50 µg/dl ( N : 75-150 µg/dl ) ↓

- Total ion binding capacity : 500 µg/dl ( N : 250-450 µg/dl ) ↑

- Feritin darah : 25 ng/ml ( N : 30-300 ng/ml ) ↓

Interpretasi Lab :

Hb ↓ : pasien mengalami anemia

Neutrofil batang ↑ : meningkatnya sel-sel darah putih yang muda (shift to the left)

LED ↑↑ : biasanya menunjukkan adanya penyakit kronis atau bisa juga adanya

infeksi akut.

Tapi pada pasien ini menunjukkan adanya anemia yg mikrositik karena diliat dari

penurunan Hb dan MCV.

Hematokrit ↓ : anemia, kehilangan darah akut, leukemia

MCV ↓ : menunjukkan anemia mikrositik, bisa juga karena faktor diet,

thalasemia, chronic disease

Serum ion ↓ : anemia defisiensi besi. Selain itu bisa juga karena adanya infeksi

dan perdarahan

TIBC ↑ : menunjukkan adanya anemia defisiensi Fe

Feritin darah ↓ : anemia defisiensi Fe

3. Pemeriksaan sediaan apus darah tepi (SADT)

Terbaik -> darah segar berasal dari kapiler/vena dan dihapuskan pada kaca obyek

Page 9: Makalah Modul Hematologi Onkologi Medik

Interpretasi SADT

Eritrosit terlihat pucat

Terdapat sel pensil

Ukuran berbeda-beda : anisositosis

Bentuk bermacam : poikilositosis

D. Diagnosis Banding

1. Anemia defisiensi besi

2. Alergi

3. Asma

4. Penyakit Jantung dan Paru

5. Keganasan

Anisopoikilositosis

Anemia hipokrom mikrositik

Page 10: Makalah Modul Hematologi Onkologi Medik

E. Diagnosis Kerja

Anemia defisiensi besi ( Fe )

Berdasarkan hasil lab :

- Hb ↓

- Neutrofil batang ↑

- Eritrosit ↓

- LED ↑

- Hematokrit ↓

- MCV ↓

- Serum ion ↓

- Total ion binding capacity ↑

- Feritin darah ↓

Penyebab anemia defisiensi besi adalah :

1. Faktor nutrisi : diet Fe yang kurang

2. Perdarahan GI tract : Tukak peptic, Ca gaster, Ca colon, infeksi cacing tambang,

pemakaian salisilat atau NSAID, divertikulosis, hemoroid

3. Perdarahan saluran kemih : Hematuri

4. Gangguan absorpsi Fe : gastrektomi, colitis chronic

Page 11: Makalah Modul Hematologi Onkologi Medik

F. Pemeriksaan anjuran yang dilakukan untuk memastikan diagnosis kerja :

1. Pemeriksaan Feses :

Untuk mencari apakah penyebabnya adalah cacing tambang, tandanya selain

didapatkan defisiensi besi juga didapatkan eosinofilia.

Jika tidak diketemukan perdarahan yang nyata , dapat dilakukan tes darah samar

(occult blood test)

Tes guaiac

2. Endoskopi gaster

3. USG abdomen

G. Terapi

1. Terapi kausal : terapi tergantung dari penyebab anemia.

2. Pemberian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi dalam tubuh (iron

replacement therapy) :

Terapi besi oral : sulfas ferosus merupakan preparat pilihan pertama oleh karena

paling murah tetapi efektif. Dosis anjuran 3x200 mg, pengoabatan besi diberikan

3-6 bulan.

3. Pemberian vitamin C : untuk meningkatkan absorpsi Fe

H. Prognosis

Ad vitam : ad bonam

Ad fungsionam : ad bonam

Ad sanasionam : ad bonam

Page 12: Makalah Modul Hematologi Onkologi Medik

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI

Anemia defisiensi besi (ADB) adalah anemia yang timbul akibat kosongnya cadangan

besi tubuh (depleted iron store) sehingga penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang, yang

pada akhirnya pembentukan hemoglobin (Hb) berkurang.1

Gambaran diagnosis etiologis dapat ditegakkan dari petunjuk patofisiologi, patogenesis,

gejala klinis, pemeriksaan laboratorium, diagnosis banding, penatalaksanaan dan terapi.

Beberapa zat gizi diperlukan dalam pembentukan sel darah merah. Yang paling penting adalah

zat besi, vitamin B12 dan asam folat, tetapi tubuh juga memerlukan sejumlah kecil vitamin C,

riboflavin dan tembaga serta keseimbangan hormone, terutama eritroprotein. Tanpa zat gizi dan

hormone tersebut, pembentukan sel darah merah akan berjalan lambat dan tidak mencukupi, dan

selnya bisa memiliki kelainan bentuk dan tidak mampu mengangkut oksigen sebagaimana

mestinya.

EPIDEMIOLOGI

Diperkirakan 30% penduduk dunia menderita anemia dan lebih dari 50% penderita ini

adalah ADB dan terutama mengenai bayi,anak sekolah, ibu hamil dan menyusui. Di Indonesia

masih merupakan masalah gizi utama selain kekurangaan kalori protein, vitamin A dan yodium.

Penelitian di Indonesia mendapatkan prevalensi ADB pada anak balita sekita 30-40%, pada anak

sekolah 25-35% sedangkan hasil SKRT 1992 prevalensi ADB pada balita sebesar 55,5%. ADB

mempunyai dampak yang merugikan bagi kesehatan anak berupa gangguan tumbuh kembang,

penurunan daya tahan tubuh dan daya konsentrasi serta kemampuan belajar sehingga

menurunkan prestasi belajar di sekolah.

Page 13: Makalah Modul Hematologi Onkologi Medik

ETIOLOGI

Kekurangan Fe dapat terjadi bila :

makanan tidak cukup mengandung Fe

komposisi makanan tidak baik untuk penyerapan Fe (banyak sayuran, kurang daging)

gangguan penyerapan Fe (penyakit usus, reseksi usus)

kebutuhan Fe meningkat (pertumbuhan yang cepat, pada bayi dan adolesensi, kehamilan)

perdarahan kronik atau berulang (epistaksis, hematemesis, ankilostomiasis).

PATOFISIOLOGI2

Anemia defisiensi besi merupakan hasil akhir keseimbangan besi yang berlangsung

lama. Bila kemudian keseimbangan besi yang negatif ini menetap akan menyebabkan

cadangan besi yang berkurang. Ada tiga tahap dari anemia defisiensi besi, yaitu:

1. Tahap petama.

Tahap ini disebut iron depletion atau iron deficiency, ditandai dengan berkurangnya

cadangan besi atau tidak adanya cadangan besi. Hemoglobin dan fungsi protein besi

lainnya masih normal. Pada keadaan ini terjadi peningkatan absorpsi besi non heme.

Feritin serum menurun sedangkan pemeriksaan lain untuk mengetahui adanya kekurangan

besi masih normal.

2. Tahap kedua

Pada tingkat ini yang dikenal dengan istilah iron deficient erytropoietin atau iron

limited erytropoiesis didapatkan suplai besi yang tidak cukup untuk menunjang

eritropoiesis. Dari hasil pemeriksaan laboratoium diperoleh nilai besi serum menurun dan

saturasi transferin menurun sedangkan total iron binding capacity (TIBC) meningkat dan

free erytrocyt porphyrin (FEP) meningkat.

Page 14: Makalah Modul Hematologi Onkologi Medik

3. Tahap ketiga

Tahap inilah yang disebut sebagagi iron deficiency anemia. Keadaan ini terjadi bila besi

yang menuju eritroid sumsum tulang tidak cukup sehingga menyebabkan penurunan

kadar Hb.

Tabel tahapan kekurangan besi. 2

Hb Tahap 1

Normal

Tahap 2

sedikit

menurun

Tahap 3 menurun jelas

(mikrositik/hipokrom)

Cadangan besi (mg)

Fe serum (ug/dl

TIBC (ug/dl)

Saturasi tansferin(%)

Feritin serum (ug/dl)

Sideroblas (%)

FEP(Ug/dl SDM

MCV

<100

normal

360-390

20-30

<20

40-60

>30

Normal

0

<60

>390

<15

<12

<10

<100

normal

0

<40

>410

<10

<12

<10

>200

Menurun

Dikutip dari Lukens (1995), Hillman (1995)

MANIFESTASI KLINIS 1

Gejala klinis anemia adalah lemah dan mudah capai atau lelah, berdebar-debar, cepat

marah, nafsu makan berkurang, sesak nafas, bentuk kuku konkaf (spoon- shape nail),

glossitis, atropi papila lidah mengakibatkan lidah tampak pucat, licin mengkilat, mera daging,

dan meradang, sakit kepala pada bagian frontal, tidak panas, kulit pucat merupakan tanda

Page 15: Makalah Modul Hematologi Onkologi Medik

yang penting pada defisiensi besi, kulit pucat berlangsung kronis, Sklera berwarna biru juga

sering, meskipun ini juga ditemukan pada bayi normal.

Gambar 3. Kuku sendok (koilonychia) pada jari tangan seorang pasien anemia defisiensi besi.7

PEMERIKSAAN LABORATORIUM 1,5,6

Untuk menegakkan diagnosis ADB diperlukan pemeriksaan laboratorim yang meliputi

pemeriksaan darah rutin seperti Hb, PCV, leukosit, trombosit, ditambah pemeriksaan indeks

eritrosit, retikulosit, morfologi darah tepi dan pemeriksaan status besi (Fe serum, total iron

binding capacity (TIBC), saturasi transferin, FEP, feritin), dan apus sumsum tulang.

Menentukan adanya anemia dengan pemeriksaan kadar Hb dan atau PCV merupakan

hal pertama yang penting untuk memutuskan pemeriksaan lebih lanjut dalam menegakkan

diagnosis ADB. Pada ADB nilai indeks eritrosit MCV, MCH dan MCHC menurun sejajar

dengan penurunan kadar Hb. Jumlah retikulosit biasanya normal, pada keadaan berat karena

perdarahan jumlahnya meningkat. Gambaran morfologi darah tepi ditemukaan keadaan

hipokromik, mikrositik, anisositosis dan poikolisitiosis (dapat ditemukan sel pensil, sel target,

ovalosit, mikrosit dan sel fragmen).

Page 16: Makalah Modul Hematologi Onkologi Medik

Gambar 4. Hapusan darah tepi pasien anemia defisiensi besi, menunjukkan anemia

hipokromik mikrositer, anisositosis, poikilositosis (A). Tampak beberapa sel pencil

(panah), bandingkan dengan hapusan darah tepi normal di sebelahnya (B).7

Jumlah leukosit biasanya normal, tetapi pada ADB yang berlangsung lama terjadi granulositopenia. Pada keadaan ini disebabkan infestasi cacing sering ditemukan eosinofilia.

PENATALAKSANAAN2

Prinsip penatalaksanaan ADB adalah mengetahui faktor penyebab dan mengatasinya

serta memberikan terapi penggantian dengan preparat besi. Sekitar 80-85% penyebab ADB

dapat diketahui sehingga penanganannya dapat dilakukan dengan tepat. Pemberian preparat

Fe dapat secara peroral atau parenteral. Pemberian peroral lebih aman, murah dan sama

efektifnya dengan pemberian parenteral, pemberian secara parentertral dilakukan pada

pendertita yang tidak dapat memakan obat peroral atau kebutuhan besinya tidak dapat

terpenuhi secara peroral karena ada gangguan pencernaan.

Pemberian preparat besi peroral

Garam ferrous diabsorpsi sekitar 3 kali lebih baik dibandingkan garam feri, preparat

yang tersedia berupa ferous glukonat, fumarat dan suksinat, yang sering dipakai adalah

ferrous sulfat karena harganya yang lebih murah, ferrous glukonat, ferrous fumarat dan

Page 17: Makalah Modul Hematologi Onkologi Medik

ferrous suksiant diabsorpsi sama baiknya tetapi lebih mahal. Untuk bayi preparat besi berupa

tetes (drop).2-4

Untuk dapat mendapatkan respons pengobatan dosis besi yang dipakai 4-6 mg besi

elemental/kgBB/hari. Dosis yang diajurkan untuk remaja dan orang dewasa adalah 60 mg

elemen zat besi perhari pada kasus anemia ringan, dan 120 mg/hari (2 Х 60 mg) pad anemia

sedang sampai berat. Dosis yang dianjurkan untuk bayi dan anak-anak adalah 3

mg/kgBB/hari.2,5

Pada wanita hamil, pemberian folat (500μg) dan zat besi (120 mg) akan bermanfaat,

sebab anemia pada kehamilan biasa diakibatkan pada defisiensi ke dua zat gizi tersebut.

Tablet kombinasi yang cocok, mengandung 250 μg folat dan 60 mg zat besi, dimakan 2 kali

sehari.

Efek samping pemberian zat besi peroral dapat menimbulkan keluhan gastrointestinal

berupa rasa tidak enak di ulu hati, mual, muntah dan diare.Sebagai tambahan zat besi yang

dimakan bersama dengan makanan akan ditolelir lebih baik dari pada ditelan pada saat peut

kosong, meskipun jumlah zat besi yang diserap berkurang.2

Pemberian preparat besi parenteral2-4

Pemberian besi secara intra muscular menimbulkan rasa sakit dan harganya

mahal. Dapat menyebabkan limfadenopati regional dan reaksi alergi. Oleh karena itu, besi

parenteral diberikan hanya bila dianggap perlu, misalnya : pada kehamilan tua, malabsorpsi

berat, radang pada lambung. Kemampuan untuk menaikan kadar Hb tidak lebih baik

dibandingkan peroral.Preparat yang sering dipakai adalah dekstran besi. Larutan ini

mengandung 50 mg besi/ml.

Dosis dapat dihitung berdasarkan:

Dosis besi (mg) = BB (kg) Х kadar Hb yang diinginkan (g/dl ) Х 2,5

Transfusi darah2,3,5,7

Transfusi darah jarang diperlukan. Transfusi darah hanya diberikan pada keadaan

anemia yang sangat berat atau yang disertai infeksi yang dapat mempengaruhi respons terapi.

Koreksi anemia berat dengan transfusi tidak perlu secepatnya, lebih akan membahayakan

Page 18: Makalah Modul Hematologi Onkologi Medik

kerana dapat menyebabkan hipovolemia dan dilatasi jantung. Pemberian PRC dilakukan

secara perlahan dalam jumlah yang cukup untuk menaikan kadar Hb sampai tingkat aman

sampai menunggu respons terapi besi. Secara umum, untuk penderita anemia berat dengan

kadar Hb <4 g/dl hanya diberi PRC dengan dosis 2-3 ml/kgBB persatu kali pemberian

disertai pemberian diuretic seperti furesemid. Jika terdapat gagal jantung yang nyata dapat

dipertimbangkan pemberian transfusi tukar mengguanakan PRC yang segar.

PROGNOSIS2

Prognosis baik apabila penyebab anemianya hanya karena kekurangan besi saja dan

diketahui penyebabnya serta kemudian dilakukan penanganan yang adekuat. Gejala anemia

dan menifestasi klinis lannya akan membaik dengan pemberian preparat besi

Jika terjadi kegagalan dalam pengobatan, perlu dipertimbangkan beberapa kemungkinan

sebagai berikut:

Diagnosis salah

Dosis obat tidak adekuat

Preparat Fe yang tidak tepat dan kadaluarsa

Perdarahan yang tidak teratasi atau perdarahan yang tidak tampak berlangsung

menetap.

Disertai penyakit yang mempengaruhi absorpsi dan pemakaiam besi (seperti: infeksi,

keganasan, penyakit hati, penyakit ginjal, penyakit tiroid, penyakit karena defisiensi

vitamin B12, asam folat)

Gangguan absorpsi saluran cerna (seperti pemberian antasid yang berlebihan pada

ulkus peptikum dapat menyebabkan pengikatan terhadap besi.)

Page 19: Makalah Modul Hematologi Onkologi Medik

BAB IV

KESIMPULAN

Anemia defisiensi besi (ADB) adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya

penyediaan besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong (depleted iron store) yang

pada akhirnya mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang.

Menurut patogenesisnya terjadinya anemia defisiensi besi sangat ditentukan oleh

kemampuan absorpsi besi, diet yang mengandung besi , kebutuhan besi yang meningkat dan

jumlah yang hilang.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil temuan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan

laboratorium yang dapat mendukung sehubungan dengan gejala klinis yang sering tidak khas.

Prinsip penatalaksanaan ADB adalah mengetahui faktor penyebab dan mengatasinya

serta memberikan terapi penggantian dengan preparat besi. Prognosis baik apabila penyebab

anemianya hanya karena kekurangan besi saja dan diketahui penyebabnya serta kemudian

dilakukan penanganan yang adekuat

Page 20: Makalah Modul Hematologi Onkologi Medik

BAB V

DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo W.,Setyohadi B.,Alwi I.,Simadibrata M.,Setiati S.,Editor. Pendekatan terhadap

Pasien Anemia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II Edisi III. Balai Penerbit FKUI,

Jakarta 2006; hal 632-636.

2. Permono B.,Sutaryo.,Ugrasena., Anemia Defisiensi Besi, dalam buku ajar hematology –

oncology , Badan penerbit IDAI: Jakarta, 2005; hal 30-42.

3. Hoffbrand,A.V. Anemia defisiensi besi dan anemia hipokrom lain, Dalam : kapita selekta

hematologi. Ed.2, EGC, Jakarta, 1996; hal 28-44.

4. Sudoyo W.,Setyohadi B.,Alwi I.,Simadibrata M.,Setiati S Editor. Anemia defisiensi besi.

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II Edisi III. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 2006; hal

644-650

5. Price A, Wilson L, Anemia defisiensi besi, Patofisiologi, ed.4, EGC, Jakarta, 1995; hal 236-

237.

6. Goerge N, Ioannou, Specter J.dkk, “Prospective Evaluationof Clinical Guideline for the

Diagnosis and Management of Iron Deficiency Anemia”, The American Journal of

Medicine by Excerpta Medica. Inc. 2002 ; p.281-287.

7. Bakta, I Made, dkk. Anemia Defisiensi Besi dalam Sudoyo, Aru W, et.al. 2006. Buku Ajar

Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.