76364377-evolusi
TRANSCRIPT
Browse > Home > Biologi , Kimia > Makalah Asal-usul Kehidupan Melalui Evolusi Biologi dan Kimia
Makalah Asal-usul Kehidupan Melalui Evolusi Biologi dan Kimia
A. Latar Belakang
Makalah ini dibuat berdasarkan niat dan sesuai dengan kondisi serta keadaaan dalam kehidupan sekitar. Dimana
telah kita ketahui bahwa zaman modern ini mahluk hidup khususnya manusia telah mempelajari berbagai macam
ilmu pengetahuan alam. Akan tetapi pada tahap pembelajarannya manusia selalu mendapatkan maslah dan
perbedaan pendapat mengenai sesuatu yang ditelitinya. dalam hal ini adalah meneliti
asal usul kehidupan yang menjadi permasalahan dari sejak berabad-abad tahun yang lalu sampai sekarang. karena
pada umumnya biologi adalah ilmu yang mempelajari tentang alam dan mahluk hidup yang ada disekitarnya.
Oleh karena itu, melalui Makalah ini penulis ingin menjelaskan dan menyampaikan beberapa pendapat para ahli
mengenai asal usul kehidupan itu sendiri. adapun hal lain yang ingin diperdalam dalam Makalah biologi umum ini
adalah mengenai keterkaitan antara ilmu biologi dengan ilmu yang lainnya. Selain itu penulis juga ingin
memperdalam tentang ilmupengetahuan dimana telah diketahui bahwa ilmu pengetahuan adalah suatu ilmu yang
mampu dibuktikan kebenarannya melalui metode ilmiah dalam hal ini adalah praktikum biologi umum itu sendiri.
Dan tentunya ilmu pengetahuan itu akan kita peroleh dari pembelajaran, maka dari itu melalui Makalah ini penulis
mencoba menjelaskan dan menerangkan asal usul kehidupan melalui evolusi biokimia untuk membuktikan beberapa
yang diharapkan. dan tentunya dilengkapi dengan berbagai pihak atau tokoh pembelajaran.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah kehidupan itu ?
2. Dari manakah asal kehidupan ?
3. Dimanakah unsure kehidupan itu pertama kali timbul ?
C. Tujuan
1. Untuk memenuhi beberapa syarat-syarat dalam proses belajar mengajar di perguruan tinggi.
2. Sebagai langkah lanjutan dalam mempelajari bidang study umum khususnya biologi umum.
3. Menyampaikan beberapa pendapat para ahli mengenai asal usul kehidupan dengan teori-teori yang sudah
ada.
4. Melatih kita untuk membuat laporan untuk beberapa pelajaran yang selanjutnya.
BAB II
PEMBAHASAN
Asal Usul kehidupan
1. Kehidupan berasal dari Zat-Zat Anorganik
Evolusi Kimia Dimulai dari Atmosfir Purba
Sejak berabad-abad yang lalu hingga sekarang asal usul kehidupan di bumi menjadi bahan perdebatan , sehingga
menimbulkan bebrapa pertanyaan antara lain sebagai berikut ;
1. apakah kehidupan itu ?
2. dari manakah asal kehidupan ?
jawaban yang diberika oleh para ahli bermacam-macam , tetapi belum ada jawaban terakhir yang memuaskan dan
dapat diterima semua pihak. Namun bebrapa teori telah mencoba memberikan jawaban tentang asal-usul kehidupan
di planet bumi ini. Teori-Teori tersebut adalah sebagai berikut :
a. Teori Ciptaan
Teori ini mengemukakan bahwa kehidupan yang ada di planet diciptakan oleh Tuhan. Bumi yang dicipta Tuhan
pada masa lalu sampai sekarang mempunyai ciri yang tidak berubah. Mereka mengungkapkan teori ini berdasarkan
atas kejadian-kejadian gaib yang pernah dilihatnya. Kejadian gaib tersebut dianggap sebagai ciptaan Tuhan , seperti
halnya bumi dan kehidupan yang ada di didalamnya juga diciptakan oleh-Nya.
b. Teori Kedaan bumi yang Selalu Tetap
Menurut teori ini bumi tidak mempunyai asal mula. Begitu pula spesies yang mendiami bumi juga tidak mempunyai
asal mulanya.
c. Teori Cosmozoa
Teori ini mengemukakan bahwa kehidupan di bumi diperkirakan berasal dari ruang angkasa. Hal yang mendasari
teori ini adalah peyelidikan bahwa bahan yang terdapat pada batu meteor maupun vartu komet yang jatuh ke bumi
mengandung banyak molekul organic sederhana , misalnya cyanogens , asam hidrocyanida.molekul-molekul
organic tersebut tatkala jatuh ke bumi menjadi benih kehidupan.
Menurut teori ini bukan hanya di bumi saja yang timbul kehidupan. Kehidupan dapat timbul sekali atau bebrapa kali
di berbagai bagian galaksi dalam waktu yang berbeda.
d. Teori Abiogenesis
Seorang ahli ilmu pengetahuan alam berkebangsaan Belanda bernama Antonie van Leeuwnhoek ( 1632-1723 ) ,
dengan mikrosop buatannya berjasil menemukan jasad renik yangn sifatnya hidup dan bergerak-gerak dari setets air
rendaman jerami. Hasil pengamatan ini mengingatkan kembali pada pandangan generation spontan (abiogenesis)
yang dikemukakan olek Aristoteles ( 384-322 SM ). Akan tetapi , sebagian orang masih meragukan kebenrannya.
Dari sekian banyak orang yang mempermasalahkan teori tersebut , terdapat seorang ahli ilmu pengetahuan alam
bernama Francesco Redi ( 1626-1628 ) yang dengan teliti tidak segera menerima teori tersbeut. Ia melakukan
percobaan yang hasilnya kemudian membuat pikiran banyak orang menjadi goyah terhadap teori generation
spontanea.
Adapun percobaan yang dilakukan oleh Francesco Redi sebagai berikut. Dia merebus dua potong daging segar
sampai mendidih agar terjadi sterilisasi. Kedua potongan daging itu dimasukkan ke dalam dua stoples ; stoples
pertama terbuka dan stoplrs kedua tertutup rapat. Kedua stoples tersebut dibiarkan bebrapa hari , di dalam stoples
pertama yang mulutnya terbuka banyak didapatkan larva atau tempayak lalat , sedangkan di dalam stoples kedua
tidak ditemukan larva lalat.
Dari percobaan Francesco Redi tersebut muncul kesimpulan bahwa larva yang berada di dalam stoples pertama
berasal dari telur lalat yang masuk ke dalam dan meletakkan telurnya , sedangkan di dalam stoples kedua yang
tertutup rapat tidak ditemukan larva karena lalat tidak dapat masuk ke dalam dan meletakkan telurnya.
Selanjutnya , pada abad ke-18 seorang berkebangsaan Italia bernama Lazzaro Spallanzani ( 1729-1799 ) melakukan
eksperimen atas dasar pemikiran seperti eksperimen Francesco Redi , hanya dalam eksperimenya tidak digunakan
daging , tetapi air kaldu. Percobaannya berlangsung sebgai berikut. Disediakan tiga tabung yang masing-masing
diisi dengan air kaldu secukupnya. Tabung pertama dibiarkan terbuka mulutnya. Tabung kedua dan keyiga
dipanaskan sampai mendidih selama 15 menit.
Tabung kedua dibiarkan mulutnya terbuka ,sedang tabung ketiga mulutnya tertutup rapat dengan lapisan lilin.
Setelah dibiiarkan selama tujuh hari , air kaldu di dalam tabung yang mulutnya terbuka menjadi keruh akibta timbul
bakteri , sedang kedaan air kaldu di dalam tabung yang mulutnya terttutup masih seperti semula.
Hasil eksperimen yang dilakukan oleh Lazzaro Spallanzani ini membuktikan bahwa timbulnya bakteri bukan terjadi
secara spontan , tetapi bakteri muncul dari spora bakteri yang masuk dan kemudian berkembang pada air kaldu.
Dengan percobaan Redi dan Spallanzani teori generation spontanea menjadi goyah. Namun demikian , sebagian
orang menetang kebenaran percobaan Spallanzani serta mempertahankan kebenaran teori lama. Mereka menunjuk
percobaan tersebut masih ada kelemahannya , yaitu pada tabung yang tertutup sebenarnya masih terdapat gejala
generation spontanea , tetapi karena tertutup tidak ada gaya yang masuk untuk hidup.
e. Teori Biogenesis
Kelemahaan percobaan spallanzi kemudian dicoba disempurnakan oleh lois Pasteur ( 1822-1895 ) ahli biokimia dan
mikrobiologi dari prancis. Pada tabung kedua percobaan spallanzi, mulut tabung dittutup dengan pipa berbentuk
leher angsa sehingga ruangan di dalam bakteri masih berhubungan dengan udara luar. Bentuk seperti ini
memungkinkan bakteri dan spora bakteri tidak dapat masuk ke dalam air kaldu. Setelah beberapa hari ternyata
hasilnya sama dengan percobaan spallanzi. Maka tumbanglah teori abiogenesis dan timbul teori biogenesis dengan
slogan omne ex ovo omne ovum ex vivo
f. Teori Biologi Modern ( Evolusi Biokimia )
Menurut teori ini , asal kehidupan yang pertama adalah reaksi-reaksi kimiawi yang menghasilkan asam amino
pembentuk protein. Asam amino merupakan dasar pemebntukan setiap sel.
Asam amino tersusun dari unsure C,H,O dan N sebagai unsure utama. Di atmosfer banayak terdapat gas CH4 , Nh3
, H2O , dan H2 yang jika terkena loncatan bunga api listrik dapat membentuk asam amino.
Teori terbentuknya asam amino do atmosfer dikemukakan oleh Harold Urey dan Oparin. Teori Urey dibuktikan
kebenarannya oleh Stanley Miller. Kehidupan pertama terjadi di laut , kemudian organisme mengalami evolusi
dengan hidup di darat.
Perlu diketahui bahwa Evolusi merupakan perkembangan mahluk hidup yang berlangsung secara perlahan-lahan
dalam jangka waktu lama dari bentuk yang sederhana kea rah bentuk yang kompleks.
Setelah eksperimen lois pateur dapat menumbangkan teori generation spontanea, timbul masalah baru, yaitu
dimanakah unsure kehidupan itu pertama kali timbul.? Banyak pihak yang berpendapat bahwa kehidupan muncul
akibat dari reaksi-reaksi kimiawi yang diawali molekul berukuran kecil.
Molekul-molekul kecil satu dengan yang lain, dengan bantuan energi atau panas, menghasilkan molekul berukuran
besar, atau dari senyawa anorganik menjadi senyawa organic terutama protein sebagi bahan dasar atau inti sel
mahluk hidup. Kejadian ( secara teoritis ) tersebut merupakan awal terbentuknya sel yang bersifat primitive.
Kejadianya yang pertama kali diperkirakan di laut sebgai tempat yang berenergi cukup tinggi sehingga dapat
digunakan untuk reaksi-reaksi kimia.
Ada juga pendapat lain yang mengatakan bahwa kehidupan pertama terjadi di atmosfer, atas dasar terbentuknya
asam amino ( protein ) sebgagai dasar subsastansi kehidupan. Pada suatu saat terbentuknya bumi di atmosfer kaya
akan molekul CH4,NH3,H2, dan H2O yang semuanya berupa gas. Gas-gastersebut sampai sekarang banyak terdapat
di atmosfer dan terssusun dari atom-atom C,H,O, dan N yang dijumpai pada asam amino, sedangkan asam amino
merupakan zat penyusun protein. Akibat loncatan bunga listrik sewaktu terjadi halilintar dan radiasi sinar kosmik,
molekul-molekul itu breaksi membentuk asam amino. Adanya asam amino sinar memungkinkan terbentuknya
kehidupan. Bentuk kehidupan ini diperkirakan sama seperti virus.
Perkiraan diatas yang menyatakan bahwa kehidupan berasal dari atmosfer, dikemukakan oleh Harold Urey ( 1893 )
ahli kimia amerika dan Oparin ( 1929 ) ahli biokimia Rusia.walupun urey dan oparin berbeda kebangsaan dan
zzaman, teapi keduanya berprinsip sama sehingga pendapat itu dikenal dengan teori Urey maupun Oparin . Melalui
proses evolusi bentuk kehidupan yang pertama itu berkembang menjadi berbagai jenis makhluk hidup seperti
sekarang ini. Untuk membuktikan kebenaran teori yang dikemukakan oleh Harold Urey, seorang mahasiswa dari
universitas Chicago bernama Stanley Miller ( 1953 ) dengan kecermatan dan ketelitianya, berhasil membuat alat
pembuktian berupa tabung kaca dengan kelengkapan pengaturan untuk memasukan gas-gas CH4,NH3,H2,dan H2O.
Alat itu juga dilengkapi dengan elektroda-elektroda yang berhubungan dengan sumber listrik. Sumber listrik
berfungsi sebagi loncatan bunga api listrik dan sekaligus pencampur gas-gas tadi. Ternyata dalam percobaan ini
apabila loncatan listrik bertegangan tinggi dialirkan segera terjadi reaksi kimia dan terbentuk senyawa kimia berupa
asam amino.
Evolusi Biologi dimlai di Cekungan-Cekungan di Pantai
Telah diterangkan di muka bahwa kehidupan pertama kali diperkirakan terjadi di laut. Dengan demikian , organisme
mengalami evolusi dari air menuju darat. Semua mahluk hidup mempunyai unsure-unsur persamaan. Sebagai contoh
, sel mahluk hidup semuanya mempunyai protoplasma. Jika setiap hewan diciptakan secara terpisah dan tidak
mempunyai hubungan kekerabatan , maka setiap hewan akan berbeda. Demikian juga pada invertebrate , baik yang
habitatnya di air maupum di darat mempunyai persamaan dan terjadi evolusi dari air menuju darat. Sebagai contoh ,
perkembangan capung dari ordo Odonata yang meliputi Isoptera dan Archiptera.
Perkembangan capung mengalami evolusi ; salah satunya adalah pergantian habitat dari air menuju darat , yaitu
penetasan larva trejadi di air sedang imago atau bentuk dewasa hidup di darat. Perpindahan dari air menuju darat
diikuti perubahan fungsi anggota tubuh , seperti alat pernafasan dan alat berenang. Contoh lain yang mengalami
perkembanagn yang sama adalah ordo Diptera dengan salah satu anggotanga adalah nayamuk.
Di samping itu peralihan dari bahan tidak hidup menjadi sel hidup memerlukan rentang waktu yang sangat lama.
Secara hipotetik , perkembanagn prokariotik terjadi pada atmosfer purba yang terbatas. Organisme pertama yang
mempu mengembangkan diri dalam perairan yang kaya bahan organic adalah organisme peragi. Organisme ini
memiliki fungsi dasar metabolesme anaerobic.
Perairan yang kaya akan CO2 da SO4 menyebabkan efektifnya evolusi organisme pada atmosfer electron-elekrton
kea rah pembentukan ATP.
Peralihan dari atmosfer purba menjadi atmosfer yang mengandung merupakan masa evolusi besar mahluk hidup.
Setelah tersedia oksigen atau O2 perkembanagn eukariotik mulai terjadi dan banyak menempati relung ekologik.
Perkembangan mikroorganisme , yang meliputi perkembangan fisiologis dan metabolisme , menjadi lebih baik
dengan ditandai perkembangan kromosom maupun pemindahan gen yang cukup cepat.
Teori Evolusi Biokimia
Evolusi Kimia
Menerangkan bahwa terbentuknya senyawa organik terjadi secara bertahap dimulai dari bereaksinya bahan-bahan
anorganik yang terdapat di dalam atmosfer primitif dengan energi halilintar membentuk senyawa-senyawa organik
kompleks.
Stanley Miller mencoba mensimulasikan kondisi atmosfer purba di dalam skala laboratorium. Ia merancang alat
yang seperti terlihat dalam gambar di bawah ini.
Gambar: Skema alat percobaan Miller
Miller memasukkan gas H2, CH4 (metan), NH3 (amonia) dan air ke dalam alat. Air dipanasi sehingga uap air
bercampur dengan gas-gas tadi. Sebagai sumber energi yang bertindak sebagai "halilintar" agar gas-gas dan uap air
bereaksi, digunakan lecutan aliran listrik tegangan tinggi. Ternyata timbul reaksi, terbentuk senyawa-senyawa
organik seperti asam amino, adenin dan gula sederhana seperti ribosa.
Hasil percobaan di atas memberi petunjuk bahwa satuan-satuan kompleks di dalam sistem kehidupam seperti lipid,
gula, asam amino, nukleotida dapat terbentuk di bawah kondisi abiotik. Yang menjadi masalah utama adalah belum
dapat terjawabnya bagaimana mekanisme peralihan dari senyawa kompleks menjadi makhluk hidup yang paling
sederhana.
Evolusi Biologi
Alexander Oparin mengemukakan di dalam atmosfer primitif bumi akan timbul reaksi-reaksi yang menghasilkan
senyawa organik dengan energi pereaksi dari radiasi sinar ultra violet. Senyawa organik tersebut merupakan
"soppurba" tempat kehidupan dapat muncul. Senyawa organik akhirnya akan membentuk timbunan gumpalan
(koaservat). Timbunan gumpalan (koaservat) yang kaya akan bahan-bahan organik membentuk timbunan jajaran
molekul lipid sepanjang perbatasan koaservat dengan media luar yang dianggap sebagai "selaput sel primitif" yang
memberi stabilitas pada koaservat.
Meskipun begitu Oparin tetap berpendapat amatlah sulit untuk nantinya koaservat yang sudah terbungkus dengan
selaput sel primitif tadi akan dapat menghasilkan "organisme heterotrofik" yang dapat mereplikasikan dirinya dan
mengambil nutrisi dari "sop purba" yang kaya akan bahan-bahan organik dan menjelaskan mekanisme transformasi
dari molekul-molekul protein sebagai benda tak hidup ke benda hidup.
Teori evolusi kimia telah teruji melalui eksperimen di laboratoriurn, sedang teori evolusi biologi belum ada yang
menguji secara eksperimental. Walaupun yang dikemukakan dalam teori itu benar, tetap saja belum dapat
menjelaskan tentang dari mana dan dengan cara bagaimana kehidupan itu muncul, karena kehidupan tidak sekadar
menyangkut kemampuan replikasi diri sel. Kehidupan lebih dari itu tidak hanya kehidupan biologis, tetapi juga
kehidupan rohani yang meliputi moral, etika, estetika dan inteligensia.
ASAL USUL KEHIDUPAN
Evolusionis menyatakan bahwa makhluk hidup membentuk diri mereka sendiri secara mandiri dari benda mati.
Namun, ini adalah dongeng takhayul abad pertengahan yang bertentangan dengan hukum dasar biologi.
Bagi kebanyakan orang, pertanyaan "apakah manusia berasal dari kera atau tidak" muncul dalam benak mereka
ketika teori Darwin disebutkan. Tapi sebelum membahas masalah ini, sebenarnya masih terdapat beragam
pertanyaan yang harus dijawab oleh teori evolusi. Pertanyaan pertama adalah bagaimana makhluk hidup pertama
muncul di bumi.
Evolusionis menjawab pertanyaan ini dengan mengatakan bahwa makhluk hidup pertama adalah sel tunggal yang
terbentuk dengan sendirinya dari benda mati secara kebetulan. Menurut teori ini, pada saat bumi masih terdiri atas
bebatuan, tanah, gas dan unsur lainnya, suatu organisme hidup terbentuk secara kebetulan akibat pengaruh angin,
hujan dan halilintar. Tetapi, pernyataan evolusi ini bertentangan dengan salah satu prinsip paling mendasar biologi:
Kehidupan hanya berasal dari kehidupan sebelumnya, yang berarti benda mati tidak dapat memunculkan kehidupan.
SEL YANG MEMBELAH DIRI
"" Hukum paling mendasar dari kehidupan adalah "kehidupan hanya berasal dari kehidupan". Suatu makhluk hidup
hanya dapat muncul dari kehidupan sebelumnya""
Kepercayaan bahwa benda mati dapat memunculkan kehidupan sebenarnya sudah ada dalam bentuk kepercayaan
takhayul sejak abad pertengahan. Menurut teori ini, yang disebut "spontaneous generation", tikus diyakini dapat
muncul secara alami dari gandum, atau larva lalat muncul "tiba-tiba dengan sendirinya secara kebetulan" dari
daging. Saat Darwin mengemukakan teorinya, keyakinan bahwa mikroba dengan kemauan sendiri membentuk
dirinya sendiri dari benda mati juga sangatlah umum.
LUMPUR YANG BERUBAH MENJADI MAKHLUK HIDUP"
Nama ilmiah dari gambar di samping ini adalah "Bathybius Haeckelii", yang berarti "Lumpur Haeckel". Ernst
Haeckel, seorang pendukung gigih teori evolusi, mencoba mengamati lumpur yang berhasil dikeruk dengan cawan
dan menganggapnya sangat menyerupai sejumlah sel yang dilihatnya di bawah mikroskop. Berdasarkan pengamatan
ini, ia menyatakan bahwa lumpur ini adalah materi tak hidup yang berubah menjadi organisme hidup. Haeckel dan
rekannya, Darwin, meyakini kehidupan memiliki struktur sederhana sehingga dapat terbentuk dari benda mati. Akan
tetapi, ilmu pengetahuan abad ke-20 menunjukkan bahwa kehidupan tidak pernah dapat muncul dari sesuatu yang
tak hidup.
Penemuan biologiwan Prancis, Louis Pasteur, mengakhiri kepercayaan ini. Sebagaimana perkataannya: "Pernyataan
bahwa benda mati dapat memunculkan kehidupan telah terkubur dalam sejarah untuk selamanya". Setelah Pasteur,
para evolusionis masih berkeyakinan bahwa sel hidup pertama terbentuk secara kebetulan. Namun, semua percobaan
dan penelitian yang dilakukan sepanjang abad ke-20 telah berakhir dengan kegagalan. Pembentukan "secara
kebetulan" sebuah sel hidup tidaklah mungkin terjadi, bahkan untuk membuatnya melalui proses yang disengaja di
laboratorium tercanggih di dunia pun ternyata tidak mungkin.
SPONTANEOUS GENERATION: TAKHAYUL ABAD PERTENGAHAN
Di antara kepercayaan takhayul yang diyakini masyarakat abad pertengahan adalah benda mati dapat memunculkan
kehidupan dengan sendirinya secara tiba-tiba. Saat itu diyakini, misalnya, katak dan ikan terbentuk dengan
sendirinya dari lumpur di dasar sungai. Di kemudian hari terungkap, hipotesis yang dikenal sebagai "spontaneous
generation (kemunculan tiba-tiba)" ini adalah kebohongan belaka. Akan tetapi, di kemudian hari dengan skenario
yang sedikit berbeda, kepercayaan ini dihidupkan kembali dengan nama "teori evolusi".
Oleh karenanya, pertanyaan tentang bagaimana makhluk hidup pertama muncul telah menempatkan teori evolusi
dalam kesulitan sejak awal. Salah satu tokoh utama pendukung teori evolusi tingkat molekuler, Prof. Jeffrey Bada,
membuat pengakuan berikut ini:
Saat ini, ketika kita meninggalkan abad keduapuluh, kita masih dihadapkan pada masalah terbesar yang belum
terpecahkan pada saat kita memasuki abad keduapuluh: Bagaimana kehidupan muncul pertama kali di bumi?
MITOS "EVOLUSI KIMIAWI"
Evolusionis terkenal, Alexander Oparin, muncul dengan gagasan "evolusi kimiawi" di awal abad
ke-20. Gagasan ini menyatakan bahwa sel hidup pertama muncul secara kebetulan melalui sejumlah reaksi kimia
yang terjadi pada kondisi bumi purba. Akan tetapi, tak satu evolusionis pun, termasuk Oparin sendiri, yang mampu
memberikan satu pun bukti yang mendukung gagasan "evolusi kimia". Sebaliknya, setiap penemuan baru di abad
ke-20 menunjukkan kehidup-an terlalu kompleks untuk dapat terbentuk secara kebetulan. Evolusionis terkenal
Leslie Orgel membuat pengakuan berikut ini: "(Dengan mempelajaristruktur DNA, RNA, dan protein) seseorang
mestinya berkesimpulan: ternyata kehidupan tidak akan pernah dapat terbentuk melalui reaksi-reaksi kimiawi."
Selain menggugurkan teori evolusi, hukum "kehidupan muncul dari kehidupan sebelumnya" juga menunjukkan
bahwa makhluk hidup pertama muncul di bumi dari kehidupan yang ada sebelumnya, dan ini berarti ia diciptakan
oleh Allah. Allah, Dia-lah satu-satunya Pencipta yang dapat menghidupkan benda mati. Dalam Alquran disebutkan,
"Dia mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup." (QS. Ar-Ruum,
30:19)
BAB III
PENUTUP
Simpulan Berdsarkan pemaparan diatas maka dapat disimpulkan bahwa masing-msing para ahli ilmu pengetahuan alam
memiliki pandangan yang berbeda-beda mengenai asal usul kehidupan sesuai dengan eksperimen-eksperimen yang
telah dilekaukannya.
masing-masing pendapat tersebut didasrkan oleh percobaan yang telah dibuktikan sendiri oleh para ahli tersebut.
Dan berdasarkan percobaan yang telah dilekukan tersebut masing-masing memiliki kelemahan-kelemahan sehingga
masing-masing teori yang dipaparkannya saling melengkapi satu sama lain.
Kapan dimana dan dengan cara bagaimana kehidupan di bumi ini berawal? adalah pertanyaan yang terus menggoda para ilmuwan.
Berbagai teori asal-usul kehidupan telah disusun oleh para pakar tetapi belum ada satupun
teori yang diterima secara memuaskan oleh semua pihak.
Teori tentang asal-usul kehidupan yang pernah disusun oleh para ahli di antaranya:
1. Kehidupan diciptakan oleh zat supranatural (ghalib) pada saat istimewa (teori kreasi
khas)
2. Kehidupan muncul dari benda tak hidup pada berbagai kesempatan (teori generatio
spontanea)
3. Kehidupan tidak berasal-usul (keadaan mantap)
4. Kehidupan datang di planet ini dari mana saja (teori kosmozoan)
5. Kehidupan muncul berdasar hukum fisika-kimia (evolusi biokimia)
Kita akan membahas teori no. 2 (teori generatio spontanea) dan teori no. 5 (evolusi biokimia).
Disebut juga teori Abiogenesis pelopornya seorang ahli filsafat zaman Yunani Kuno
Aristoteles (384-322 SM) yang berpendapat bahwa makhluk hidup terjadi begitu saja
pendapat ini masih terus bertahan sampai abad kc 17 -18 Anthony van Leenwenhoek
(abad ke 18) berhasil membuat mikroskop dan melihat jasad renik di dalam air bekas
rendaman jerami penemuan Leeuwenhoek (salah seorang penganut teori abiogenesis)
memperkuat teori generatio spontanea teori terbukti makhluk hidup berasal dari benda mati
(jasad renik berasal dari air bekas rendaman jerarni).
Beberapa ahli berusaha mengadakan penelitian untuk menyangkal teori generatio
spontanea antara lain Franscesco Redi, Spallanzani dan Louis Pasteur.
Percobaan Redi dan Spallanzani masih belum dapat menumbangkan teori generatio
spontanea karena menurut pendapat para pendukung teori tersebut bahwa untuk dapat
timbul kehidupan secara spontan dari benda mati diperlukan gaya hidup dan gaya hidup
pada percobaan Spallanzani dan Redi tidak dapat melakukan fungsinya karena stoples dan
labu percobaan tersumbat rapat-rapat.
Pasteur mencoba memperbaiki percobaan Spallanzani dengan menggunakan tabung kaca
berbentuk leher angsa atau huruf S untuk menutup labu walaupun labu tersumbat udara
sebagai "sumber gaya hidup" dapat masuk ke dalam labu. Dengan percobaan ini Pasteur berhasil menumbangkan teori generatio spontanea.
Evolusi Kimia
Menerangkan bahwa terbentuknya senyawa organik terjadi secara bertahap dimulai dari
bereaksinya bahan-bahan anorganik yang terdapat di dalam atmosfer primitif dengan energi
halilintar membentuk senyawa-senyawa organik kompleks.
Stanley Miller mencoba mensimulasikan kondisi atmosfer purba di dalam skala laboratorium. Ia merancang alat yang seperti terlihat dalam gambar di bawah ini.
Skema alat percobaan Miller
Miller memasukkan gas H2, CH4 (metan), NH3 (amonia) dan air ke dalam alat. Air dipanasi
sehingga uap air bercampur dengan gas-gas tadi. Sebagai sumber energi yang bertindak
sebagai "halilintar" agar gas-gas dan uap air bereaksi, digunakan lecutan aliran listrik
tegangan tinggi. Ternyata timbul reaksi, terbentuk senyawa-senyawa organik seperti asam amino, adenin dan gula sederhana seperti ribosa.
Hasil percobaan di atas memberi petunjuk bahwa satuan-satuan kompleks di dalam sistem
kehidupam seperti lipid, gula, asam amino, nukleotida dapat terbentuk di bawah kondisi
abiotik. Yang menjadi masalah utama adalah belum dapat terjawabnya bagaimana
mekanisme peralihan dari senyawa kompleks menjadi makhluk hidup yang paling sederhana.
Evolusi Biologi
Alexander Oparin mengemukakan di dalam atmosfer primitif bumi akan timbul reaksi-reaksi
yang menghasilkan senyawa organik dengan energi pereaksi dari radiasi sinar ultra violet.
Senyawa organik tersebut merupakan "soppurba" tempat kehidupan dapat muncul.
Senyawa organik akhirnya akan membentuk timbunan gumpalan (koaservat). Timbunan
gumpalan (koaservat) yang kaya akan bahan-bahan organik membentuk timbunan jajaran
molekul lipid sepanjang perbatasan koaservat dengan media luar yang dianggap sebagai
"selaput sel primitif" yang memberi stabilitas pada koaservat.
Meskipun begitu Oparin tetap berpendapat amatlah sulit untuk nantinya koaservat yang
sudah terbungkus dengan selaput sel primitif tadi akan dapat menghasilkan "organisme
heterotrofik" yang dapat mereplikasikan dirinya dan mengambil nutrisi dari "sop purba"
yang kaya akan bahan-bahan organik dan menjelaskan mekanisme transformasi dari
molekul-molekul protein sebagai benda tak hidup ke benda hidup.
Teori evolusi kimia telah teruji melalui eksperimen di laboratoriurn, sedang teori evolusi
biologi belum ada yang menguji secara eksperimental. Walaupun yang dikemukakan dalam
teori itu benar, tetap saja belum dapat menjelaskan tentang dari mana dan dengan
cara bagaimana kehidupan itu muncul, karena kehidupan tidak sekadar menyangkut
kemampuan replikasi diri sel. Kehidupan lebih dari itu tidak hanya kehidupan
biologis, tetapi juga kehidupan rohani yang meliputi moral, etika, estetika dan
inteligensia.
Evolusi ialah proses perubahan yang berlangsung sedikit demi sedikit dan memakan waktu
yang lama.
Dikenal 2 macam evolusi:
1. Evolusi progresif : evolusi meonju pada kemungkinan dapat bertahan hidup (survive).
2. Evolusi regresif (retrogreslf) :
evolusi menuju pada kemungkinan menjadi punah.
Teori evolusi merupakan perpaduan antara ide (gagasan) den fakta (kenyataan). Yang
dianggap sebagai pencetus ide evolusi ialah Charles Darwin (1809-1892) yang
menerbitkan buku mengenai asal mula spesies pada tahun 1859, dengan judul "On the
ofiginof species by means of natural selection" atau "The preservation of favored
races in the struggle for life".
Alfred Wallace (1823-1913) secara terpisah mengembangkan pemikirannya dan
menghasilkan konsepsi yang sama dengan pendapat Charles Darwin.
Joseph Hooker, teman Charles Darwin menggabungkan tulisan Alfred Wallace den Charles
Darwin. Judul kedua tulisan tersebut menjadi "On the tendency of species to from
vafieties and on the perpetuation of vafieties and species by natural means of selection".
Pro dan kontra tentang berbagai pendapat tentang masalah evolusi
1. Lamarck vs Weismann :
Weismann (biologiawan Jerman 1834-1912) menentang pendapat Lamarck mengenai diturunkannya sifat-sifat yang diperoleh.
Percobaannya : Dia mengawinkan 2 ekor tikus yang dipotong ekornya ternyata
keturunannya tetap berekor panjang. Keadaan ini tetap berlangsung meskipun dilakukan sampai 20 generasi.
2. Lamarck vs Darwin :
Mereka berbeda pendapat mengenai "munculnya" jerapah berleher panjang.
Menurut Lamarck : semula jerapah berleher pendek karena makanan yang berupa daun
makin berkurang maka dari generasi ke generasi leher jerapah semakin panjang untuk
menjangkau daun yang semakin tinggi letaknya.
Menurut Darwin : dalam populasi jerapah ada yang berleher panjang dan berleher pendek.
Dalam kompetisi mendapatkan makanan jerapah berleher panjang tetap bertahan hidup
jerapah berleher pendek lenyap secara perlahan-lahan.
3. Spesiasi atau terjadinya spesies baru:
Ada pendapat spesies baru bisa terjadi dari spesies yang sudah ada karena interaksi antara faktor luar dan faktor dalam. Mekanismenya dapat dijelaskan dengan rumus :
F = G + L,
F = fenotip,
G = genotip, L = lingkungan
maka bila F1 F2 F3 F4 F5 .............. F12, dimana F12 mungkin sudah jauh
berbeda dengan F1 sehingga F12 dapat dinyatakan sebagai spesies baru.
Evolusi (dalam kajian biologi) berarti perubahan pada sifat-sifat terwariskan suatu populasi
organisme dari satu generasi ke generasi berikutnya. Perubahan-perubahan ini disebabkan oleh
kombinasi tiga proses utama: variasi, reproduksi, dan seleksi. Sifat-sifat yang menjadi dasar
evolusi ini dibawa oleh gen yang diwariskan kepada keturunan suatu makhluk hidup dan menjadi
bervariasi dalam suatu populasi. Ketika organisme bereproduksi, keturunannya akan mempunyai
sifat-sifat yang baru. Sifat baru dapat diperoleh dari perubahan gen akibat mutasi ataupun
transfer gen antar populasi dan antar spesies. Pada spesies yang bereproduksi secara seksual,
kombinasi gen yang baru juga dihasilkan oleh rekombinasi genetika, yang dapat meningkatkan
variasi antara organisme. Evolusi terjadi ketika perbedaan-perbedaan terwariskan ini menjadi
lebih umum atau langka dalam suatu populasi.
Evolusi didorong oleh dua mekanisme utama, yaitu seleksi alam dan hanyutan genetik. Seleksi
alam merupakan sebuah proses yang menyebabkan sifat terwaris yang berguna untuk
keberlangsungan hidup dan reproduksi organisme menjadi lebih umum dalam suatu populasi -
dan sebaliknya, sifat yang merugikan menjadi lebih berkurang. Hal ini terjadi karena individu
dengan sifat-sifat yang menguntungkan lebih berpeluang besar bereproduksi, sehingga lebih
banyak individu pada generasi selanjutnya yang mewarisi sifat-sifat yang menguntungkan
ini.[1][2]
Setelah beberapa generasi, adaptasi terjadi melalui kombinasi perubahan kecil sifat yang
terjadi secara terus menerus dan acak ini dengan seleksi alam.[3]
Sementara itu, hanyutan genetik
(Bahasa Inggris: Genetic Drift) merupakan sebuah proses bebas yang menghasilkan perubahan
acak pada frekuensi sifat suatu populasi. Hanyutan genetik dihasilkan oleh probabilitas apakah
suatu sifat akan diwariskan ketika suatu individu bertahan hidup dan bereproduksi.
Walaupun perubahan yang dihasilkan oleh hanyutan dan seleksi alam kecil, perubahan ini akan
berakumulasi dan menyebabkan perubahan yang substansial pada organisme. Proses ini
mencapai puncaknya dengan menghasilkan spesies yang baru.[4]
Dan sebenarnya, kemiripan
antara organisme yang satu dengan organisme yang lain mensugestikan bahwa semua spesies
yang kita kenal berasal dari nenek moyang yang sama melalui proses divergen yang terjadi
secara perlahan ini.[1]
Dokumentasi fakta-fakta terjadinya evolusi dilakukan oleh cabang biologi yang dinamakan
biologi evolusioner. Cabang ini juga mengembangkan dan menguji teori-teori yang menjelaskan
penyebab evolusi. Kajian catatan fosil dan keanekaragaman hayati organisme-organisme hidup
telah meyakinkan para ilmuwan pada pertengahan abad ke-19 bahwa spesies berubah dari waktu
ke waktu.[5][6]
Namun, mekanisme yang mendorong perubahan ini tetap tidaklah jelas sampai
pada publikasi tahun 1859 oleh Charles Darwin, On the Origin of Species yang menjelaskan
dengan detail teori evolusi melalui seleksi alam.[7]
Karya Darwin dengan segera diikuti oleh
penerimaan teori evolusi dalam komunitas ilmiah.[8][9][10][11]
Pada tahun 1930, teori seleksi alam
Darwin digabungkan dengan teori pewarisan Mendel, membentuk sintesis evolusi modern,[12]
yang menghubungkan satuan evolusi (gen) dengan mekanisme evolusi (seleksi alam). Kekuatan
penjelasan dan prediksi teori ini mendorong riset yang secara terus menerus menimbulkan
pertanyaan baru, di mana hal ini telah menjadi prinsip pusat biologi modern yang memberikan
penjelasan secara lebih menyeluruh tentang keanekaragaman hayati di bumi.[9][10][13]
Meskipun teori evolusi selalu diasosiasikan dengan Charles Darwin, namun sebenarnya biologi
evolusioner telah berakar sejak zaman Aristoteles. Namun demikian, Darwin adalah ilmuwan
pertama yang mencetuskan teori evolusi yang telah banyak terbukti mapan menghadapi
pengujian ilmiah. Sampai saat ini, teori Darwin mengenai evolusi yang terjadi karena seleksi
alam dianggap oleh mayoritas komunitas sains sebagai teori terbaik dalam menjelaskan peristiwa
evolusi.[14]
Evolusi organisme terjadi melalui perubahan pada sifat-sifat yang terwariskan. Warna mata pada
manusia, sebagai contohnya, merupakan sifat-sifat yang terwariskan ini.[28]
Sifat terwariskan
dikontrol oleh gen dan keseluruhan gen dalam suatu genom organisme disebut sebagai
genotipe.[29]
Keseluruhan sifat-sifat yang terpantau pada perilaku dan struktur organisme disebut sebagai
fenotipe. Sifat-sifat ini berasal dari interaksi genotipe dengan lingkungan.[30]
Oleh karena itu,
tidak setiap aspek fenotipe organisme diwariskan. Kulit berwarna gelap yang dihasilkan dari
penjemuran matahari berasal dari interaksi antara genotipe seseorang dengan cahaya matahari;
sehingga warna kulit gelap ini tidak akan diwarisi ke keturunan orang tersebut. Walaupun begitu,
manusia memiliki respon yang berbeda terhadap cahaya matahari, dan ini diakibatkan oleh
perbedaan pada genotipenya. Contohnya adalah individu dengan sifat albino yang kulitnya tidak
akan menggelap dan sangat sensitif terhadap sengatan matahari.[31]
Sifat-sifat terwariskan diwariskan antar generasi via DNA, sebuah molekul yang dapat
menyimpan informasi genetika.[29]
DNA merupakan sebuah polimer yang terdiri dari empat jenis
basa nukleotida. Urutan basa pada molekul DNA tertentu menentukan informasi genetika.
Bagian molekul DNA yang menentukan sebuah satuan fungsional disebut gen; gen yang berbeda
mempunyai urutan basa yang berbeda. Dalam sel, unting DNA yang panjang berasosiasi dengan
protein, membentuk struktur padat yang disebut kromosom. Lokasi spesifik pada sebuah
kromosom dikenal sebagai lokus. Jika urutan DNA pada sebuah lokus bervariasi antar individu,
bentuk berbeda pada urutan ini disebut sebagai alel. Urutan DNA dapat berubah melalui mutasi,
menghasilkan alel yang baru. Jika mutasi terjadi pada gen, alel yang baru dapat memengaruhi
sifat individu yang dikontrol oleh gen, menyebabkan perubahan fenotipe organisme. Walaupun
demikian, manakala contoh ini menunjukkan bagaimana alel dan sifat bekerja pada beberapa
kasus, kebanyakan sifat lebih kompleks dan dikontrol oleh interaksi banyak gen.[32][33]
[sunting] Variasi
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Keanekaragaman genetik dan Genetika populasi
Fenotipe suatu individu organisme dihasilkan dari genotipe dan pengaruh lingkungan organisme
tersebut. Variasi fenotipe yang substansial pada sebuah populasi diakibatkan oleh perbedaan
genotipenya.[33]
Sintesis evolusioner modern mendefinisikan evolusi sebagai perubahan dari
waktu ke waktu pada variasi genetika ini. Frekuensi alel tertentu akan berfluktuasi, menjadi lebih
umum atau kurang umum relatif terhadap bentuk lain gen itu. Gaya dorong evolusioner bekerja
dengan mendorong perubahan pada frekuensi alel ini ke satu arah atau lainnya. Variasi
menghilang ketika sebuah alel mencapai titik fiksasi, yakni ketika ia menghilang dari suatu
populasi ataupun ia telah menggantikan keseluruhan alel leluhur.[34]
Variasi berasal dari mutasi bahan genetika, migrasi antar populasi (aliran gen), dan perubahan
susunan gen melalui reproduksi seksual. Variasi juga datang dari tukar ganti gen antara spesies
yang berbeda; contohnya melalui transfer gen horizontal pada bakteria dan hibridisasi pada
tanaman.[35]
Walaupun terdapat variasi yang terjadi secara terus menerus melalui proses-proses
ini, kebanyakan genom spesies adalah identik pada seluruh individu spesies tersebut.[36]
Namun,
bahkan perubahan kecil pada genotipe dapat mengakibatkan perubahan yang dramatis pada
fenotipenya. Misalnya simpanse dan manusia hanya berbeda pada 5% genomnya.[37]
[sunting] Mutasi
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Mutasi dan Evolusi molekuler
Penggandaan pada kromosom
Variasi genetika berasal dari mutasi acak yang terjadi pada genom organisme. Mutasi merupakan
perubahan pada urutan DNA sel genom dan diakibatkan oleh radiasi, virus, transposon, bahan
kimia mutagenik, serta kesalahan selama proses meiosis ataupun replikasi DNA.[38][39][40]
Mutagen-mutagen ini menghasilkan beberapa jenis perubahan pada urutan DNA. Hal ini dapat
mengakibatkan perubahan produk gen, mencegah gen berfungsi, atupun tidak menghasilkan efek
sama sekali. Kajian pada lalat Drosophila melanogaster menunjukkan bahwa jika sebuah mutasi
mengubah protein yang dihasilkan oleh sebuah gen, 70% mutasi ini memiliki efek yang
merugikan dan sisanya netral ataupun sedikit menguntungkan.[41]
Oleh karena efek-efek
merugikan mutasi terhadap sel, organisme memiliki mekanisme reparasi DNA untuk
menghilangkan mutasi.[38]
Oleh karena itu, laju mutasi yang optimal untuk sebuah spesies
merupakan kompromi bayaran laju mutasi tinggi yang merugikan, dengan bayaran metabolik
sistem mengurangi laju mutasi, seperti enzim reparasi DNA.[42]
Beberapa spesies seperti
retrovirus memiliki laju mutasi yang tinggi, sedemikian rupanya keturunannya akan memiliki
gen yang bermutasi.[43]
Mutasi cepat seperti ini dipilih agar virus ini dapat secara konstan dan
cepat berevolusi, sehingga dapat menghindari respon sistem immun manusia.[44]
Mutasi dapat melibatkan duplikasi fragmen DNA yang besar, yang merupakan sumber utama
bahan baku untuk gen baru yang berevolusi, dengan puluhan sampai ratusan gen terduplikasi
pada genom hewan setiap satu juta tahun.[45]
Kebanyakan gen merupakan bagian dari famili gen
leluhur yang sama yang lebih besar.[46]
Gen dihasilkan oleh beberapa metode, umumnya melalui duplikasi dan mutasi gen leluhur
ataupun dengan merekombinasi bagian gen yang berbeda, membentuk kombinasi baru dengan
fungsi yang baru.[47][48]
Sebagai contoh, mata manusia menggunakan empat gen untuk
menghasilkan struktur yang dapat merasakan cahaya: tiga untuk sel kerucut, dan satu untuk sel
batang; keseluruhannya berasal dari satu gen leluhur tunggal.[49]
Keuntungan duplikasi gen (atau
bahkan keseluruhan genom) adalah bahwa tumpang tindih atau fungsi berlebih pada gen ganda
mengijinkan alel-alel dipertahankan (jika tidak akan membahayakan), sehingga meningkatkan
keanekaragaman genetika.[50]
Perubahan pada bilangan kromosom dapat melibatkan mutasi yang bahkan lebih besar, dengan
segmen DNA dalam kromosom terputus kemudian tersusun kembali. Sebagai contoh, dua
kromosom pada genus Homo bersatu membentuk kromosom 2 manusia; pernyatuan ini tidak
terjadi pada garis keturunan kera lainnya, dan tetap dipertahankan sebagai dua kromosom
terpisah.[51]
Peran paling penting penataan ulang kromosom ini pada evolusi kemungkinan adalah
untuk mempercepat divergensi populasi menjadi spesies baru dengan membuat populasi tidak
saling berkembang biak, sehingga mempertahankan perbedaan genetika antara populasi ini.[52]
Urutan DNA yang dapat berpindah pada genom, seperti transposon, merupakan bagian utama
pada bahan genetika tanaman dan hewan, dan dapat memiliki peran penting pada evolusi
genom.[53]
Sebagai contoh, lebih dari satu juta kopi urutan Alu terdapat pada genom manusia,
dan urutan-urutan ini telah digunakan untuk menjalankan fungsi seperti regulasi ekspresi gen.[54]
Efek lain dari urutan DNA yang bergerak ini adalah ketika ia berpindah dalam suatu genom, ia
dapat memutasikan atau mendelesi gen yang telah ada, sehingga menghasilkan keanekaragaman
genetika.[55]
[sunting] Jenis kelamin dan rekombinasi
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Rekombinasi genetika dan Reproduksi seksual
Pada organisme aseksual, gen diwariskan bersama, atau ditautkan, karena ia tidak dapat
bercampur dengan gen organisme lain selama reproduksi. Keturunan organisme seksual
mengandung campuran acak kromosom leluhur yang dihasilkan melalui pemilahan bebas. Pada
proses rekombinasi genetika terkait, organisme seksual juga dapat bertukarganti DNA antara dua
kromosom yang berpadanan.[56]
Rekombinasi dan pemilahan ulang tidak mengubahan frekuensi
alel, namun mengubah alel mana yang diasosiasikan satu sama lainnya, menghasilkan keturunan
dengan kombinasi alel yang baru.[57]
Manakala proses ini meningkatkan variasi pada keturunan
individu apapun, pencampuran genetika dapat diprediksi untuk tidak menghasilkan efek,
meningkatkan, ataupun mengurangi variasi genetika pada populasi, bergantung pada bagaimana
ragam alel pada populasi tersebut terdistribusi. Sebagai contoh, jika dua alel secara acak
terdistribusi pada sebuah populasi, maka jenis kelamin tidak akan memberikan efek pada variasi.
Namun, jika dua alel cenderung ditemukan sebagai satu pasang, maka pencampuran genetika
akan menyeimbangkan distribusi tak-acak ini, dan dari waktu ke waktu membuat organisme
pada populasi menjadi lebih mirip satu sama lainnya.[57]
Efek keseluruhan jenis kelamin pada
variasi alami tidaklah jelas, namun riset baru-baru ini menunjukkan bahwa jenis kelamin
biasanya meningkatkan variasi genetika dan dapat meningkatkan laju evolusi.[58][59]
Rekombinasi mengijinkan alel sama yang berdekatan satu sama lainnya pada unting DNA
diwariskan secara bebas. Namun laju rekombinasi adalah rendah, karena pada manusia dengan
potongan satu juta pasangan basa DNA, terdapat satu di antara seratus peluang kejadian
rekombinasi terjadi per generasi. Akibatnya, gen-gen yang berdekatan pada kromosom tidak
selalu disusun ulang menjauhi satu sama lainnya, sehingga cenderung diwariskan bersama.[60]
Kecenderungan ini diukur dengan menemukan bagaimana sering dua alel gen yang berbeda
ditemukan bersamaan, yang disebut sebagai ketakseimbangan pertautan (linkage disequilibrium).
Satu set alel yang biasanya diwariskan bersama sebagai satu kelompok disebut sebagai haplotipe.
Reproduksi seksual membantu menghilangkan mutasi yang merugikan dan mempertahankan
mutasi yang menguntungkan.[61]
Sebagai akibatnya, ketika alel tidak dapat dipisahkan dengan
rekombinasi (misalnya kromosom Y mamalia yang diwariskan dari ayah ke anak laki-laki),
mutasi yang merugikan berakumulasi.[62][63]
Selain itu, rekombinasi dan pemilahan ulang dapat
menghasilkan individu dengan kombinasi gen yang baru dan menguntungkan. Efek positif ini
diseimbangkan oleh fakta bahwa proses ini dapat menyebabkan mutasi dan pemisahan
kombinasi gen yang menguntungkan.[61]
[sunting] Genetika populasi
Biston Betularia putih
Biston Betularia hitam
Dari sudut pandang genetika, evolusi ialah perubahan pada frekuensi alel dalam populasi yang
saling berbagi lungkang gen (gene pool) dari generasi yang satu ke generasi yang lain.[64]
Sebuah populasi merupakan kelompok individu terlokalisasi yang merupakan spesies yang sama.
Sebagai contoh, semua ngengat dengan spesies yang sama yang hidup di sebuah hutan yang
terisolasi mewakili sebuah populasi. Sebuah gen tunggal pada populasi ini dapat mempunyai
bentuk-bentuk alternatif yang bertanggung jawab terhadap variasi antar fenotipe organisme.
Contohnya adalah gen yang bertanggung jawab terhadap warna ngengat mempunyai dua alel:
hitam dan putih. Lungkang gen merupakan keseluruhan set alel pada sebuah populasi tunggal,
sehingga tiap alel muncul pada lungkang gen beberapa kali. Fraksi gen dalam lungkang gen yang
merupakan alel tertentu disebut sebagai frekuensi alel. Evolusi terjadi ketika terdapat perubahan
pada frekuensi alel dalam sebuah populasi organisme yang saling berkembangbiak; sebagai
contoh alel untuk warna hitam pada populasi ngengat menjadi lebih umum.
Untuk memahami mekanisme yang menyebabkan sebuah populasi berevolusi, adalah sangat
berguna untuk memperhatikan kondisi-kondisi apa saja yang diperlukan oleh suatu populasi
untuk tidak berevolusi. Asas Hardy-Weinberg menyatakan bahwa frekuensi alel (variasi pada
sebuah gen) pada sebuah populasi yang cukup besar akan tetap konstan jika gaya dorong yang
terdapat pada populasi tersebut hanyalah penataan ulang alel secara acak selama pembentukan
sperma atau sel telur dan kombinasi acak alel sel kelamin ini selama pembuahan.[65]
Populasi
seperti ini dikatakan sebagai dalam kesetimbangan Hardy-Weinberg dan tidak berevolusi.[66]
[sunting] Aliran gen
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Aliran gen, Hibrida, dan transfer gen horizontal
Singa jantan meninggalkan kelompok tempat ia lahir, dan menuju ke kelompok yang baru untuk
berkawin. Hal ini menyebabkan aliran gen antar kelompok singa.
Aliran gen merupakan pertukaran gen antar populasi, yang biasanya merupakan spesies yang
sama.[67]
Contoh aliran gen dalam sebuah spesies meliputi migrasi dan perkembangbiakan
organisme atau pertukaran serbuk sari. Transfer gen antar spesies meliputi pembentukan
organisme hibrid dan transfer gen horizontal.
Migrasi ke dalam atau ke luar populasi dapat mengubah frekuensi alel, serta menambah variasi
genetika ke dalam suatu populasi. Imigrasi dapat menambah bahan genetika baru ke lungkang
gen yang telah ada pada suatu populasi. Sebaliknya, emigrasi dapat menghilangkan bahan
genetika. Karena pemisahan reproduksi antara dua populasi yang berdivergen diperlukan agar
terjadi spesiasi, aliran gen dapat memperlambat proses ini dengan menyebarkan genetika yang
berbeda antar populasi. Aliran gen dihalangi oleh barisan gunung, samudera, dan padang pasir.
Bahkan bangunan manusia seperti Tembok Raksasa Cina dapat menghalangi aliran gen
tanaman.[68]
Bergantung dari sejauh mana dua spesies telah berdivergen sejak leluhur bersama terbaru
mereka, adalah mungkin kedua spesies tersebut menghasilkan keturunan, seperti pada kuda dan
keledai yang hasil perkawinan campurannya menghasilkan bagal.[69]
Hibrid tersebut biasanya
mandul, oleh karena dua set kromosom yang berbeda tidak dapat berpasangan selama meiosis.
Pada kasus ini, spesies yang berhubungan dekat dapat secara reguler saling kawin, namun hibrid
yang dihasilkan akan terseleksi keluar, dan kedua spesies ini tetap berbeda. Namun, hibrid yang
berkemampuan berkembang biak kadang-kadang terbentuk, dan spesies baru ini dapat memiliki
sifat-sifat antara kedua spesies leluhur ataupun fenotipe yang secara keseluruhan baru.[70]
Pentingnya hibridisasi dalam pembentukan spesies baru hewan tidaklah jelas, walaupun
beberapa kasus telah ditemukan pada banyak jenis hewan,[71]
Hyla versicolor merupakan contoh
hewan yang telah dikaji dengan baik.[72]
Hibridisasi merupakan cara spesiasi yang penting pada tanaman, karena poliploidi (memiliki
lebih dari dua kopi pada setiap kromosom) dapat lebih ditoleransi pada tanaman dibandingkan
hewan.[73][74]
Poliploidi sangat penting pada hibdrid karena ia mengijinkan reproduksi, dengan
dua set kromosom yang berbeda, tiap-tiap kromosom dapat berpasangan dengan pasangan yang
identik selama meiosis.[75]
Poliploid juga memiliki keanekaragaman genetika yeng lebih, yang
mengijinkannya menghindari depresi penangkaran sanak (inbreeding depression) pada populasi
yang kecil.[76]
Transfer gen horizontal merupakan transfer bahan genetika dari satu organisme ke organisme
lainnya yang bukan keturunannya. Hal ini paling umum terjadi pada bakteri.[77]
Pada bidang
pengobatan, hal ini berkontribusi terhadap resistansi antibiotik. Ketika satu bakteri mendapatkan
gen resistansi, ia akan dengan cepat mentransfernya ke spesies lainnya.[78]
Transfer gen
horizontal dari bakteri ke eukariota seperti khamir Saccharomyces cerevisiae dan kumbang
Callosobruchus chinensis juga dapat terjadi.[79][80]
Contoh transfer dalam skala besar adalah pada
eukariota bdelloid rotifers, yang tampaknya telah menerima gen dari bakteri, fungi, dan
tanaman.[81]
Virus juga dapat membawa DNA antar organisme, mengijinkan transfer gen antar
domain.[82]
Transfer gen berskala besar juga telah terjadi antara leluhur sel eukariota dengan
prokariota selama akuisisi kloroplas dan mitokondria.[83]
[sunting] Mekanisme
Mekanisme utama untuk menghasilkan perubahan evolusioner adalah seleksi alam dan hanyutan
genetika. Seleksi alam memfavoritkan gen yang meningkatkan kapasitas keberlangsungan dan
reproduksi. Hanyutan genetika merupakan perubahan acak pada frekuensi alel, disebabkan oleh
percontohan acak (random sampling) gen generasi selama reproduksi. Aliran gen merupakan
transfer gen dalam dan antar populasi. Kepentingan relatif seleksi alam dan hanyutan genetika
dalam sebuah populasi bervariasi, tergantung pada kuatnya seleksi dan ukuran populasi efektif,
yang merupakan jumlah individu yang berkemampuan untuk berkembang biak.[84]
Seleksi alam
biasanya mendominasi pada populasi yang besar, sedangkan hanyutan genetika mendominasi
pada populasi yang kecil. Dominansi hanyutan genetika pada populasi yang kecil bahkan dapat
menyebabkan fiksasi mutasi yang sedikit merugikan.[85]
Karenanya, dengan mengubah ukuran
populasi dapat secara dramatis memengaruhi arah evolusi. Leher botol populasi, di mana
populasi mengecil untuk sementara waktu dan kehilangan variasi genetika, menyebabkan
populasi yang lebih seragam.[34]
Leher botol disebabkan oleh perubahan pada aliran gen, seperti
migrasi yang menurun, ekspansi ke habitat yang baru, ataupun subdivisi populasi.[84]
[sunting] Seleksi alam
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Seleksi alam dan Kebugaran (biologi)
Seleksi alam populasi berwarna kulit gelap.
Seleksi alam adalah proses di mana mutasi genetika yang meningkatkan keberlangsungan dan
reproduksi suatu organisme menjadi (dan tetap) lebih umum dari generasi yang satu ke genarasi
yang lain pada sebuah populasi. Ia sering disebut sebagai mekanisme yang "terbukti sendiri"
karena:
Variasi terwariskan terdapat dalam populasi organisme. Organisme menghasilkan keturunan lebih dari yang dapat bertahan hidup Keturunan-keturunan ini bervariasi dalam kemampuannya bertahan hidup dan bereproduksi.
Kondisi-kondisi ini menghasilkan kompetisi antar organisme untuk bertahan hidup dan
bereproduksi. Oleh sebab itu, organisme dengan sifat-sifat yang lebih menguntungkan akan lebih
berkemungkinan mewariskan sifatnya, sedangkan yang tidak menguntungkan cenderung tidak
akan diwariskan ke generasi selanjutnya.
Konsep pusat seleksi alam adalah kebugaran evolusi organisme. Kebugaran evolusi mengukur
kontribusi genetika organisme pada generasi selanjutnya. Namun, ini tidaklah sama dengan
jumlah total keturunan, melainkan kebugaran mengukur proporsi generasi tersebut untuk
membawa gen sebuah organisme.[86]
Karena itu, jika sebuah alel meningkatkan kebugaran lebih
daripada alel-alel lainnya, maka pada tiap generasi, alel tersebut menjadi lebih umum dalam
populasi. Contoh-contoh sifat yang dapat meningkatkan kebugaran adalah peningkatan
keberlangsungan hidup dan fekunditas. Sebaliknya, kebugaran yang lebih rendah yang
disebabkan oleh alel yang kurang menguntungkan atau merugikan mengakibatkan alel ini
menjadi lebih langka.[2]
Adalah penting untuk diperhatikan bahwa kebugaran sebuah alel
bukanlah karakteristik yang tetap. Jika lingkungan berubah, sifat-sifat yang sebelumnya bersifat
netral atau merugikan bisa menjadi menguntungkan dan yang sebelumnya menguntungkan bisa
menjadi merugikan.[1]
.
Seleksi alam dalam sebuah populasi untuk sebuah sifat yang nilainya bervariasi, misalnya tinggi
badan, dapat dikategorikan menjadi tiga jenis. Yang pertama adalah seleksi berarah (directional
selection), yang merupakan geseran nilai rata-rata sifat dalam selang waktu tertentu, misalnya
organisme cenderung menjadi lebih tinggi.[87]
Kedua, seleksi pemutus (disruptive selection),
merupakan seleksi nilai ekstrem, dan sering mengakibatkan dua nilai yang berbeda menjadi lebih
umum (dengan menyeleksi keluar nilai rata-rata). Hal ini terjadi apabila baik organisme yang
pendek ataupun panjang menguntungkan, sedangkan organisme dengan tinggi menengah tidak.
Ketiga, seleksi pemantap (stabilizing selection), yaitu seleksi terhadap nilai-nilai ektrem,
menyebabkan penurunan variasi di sekitar nilai rata-rata.[88]
Hal ini dapat menyebabkan
organisme secara pelahan memiliki tinggi badan yang sama.
Kasus khusus seleksi alam adalah seleksi seksual, yang merupakan seleksi untuk sifat-sifat yang
meningkatkan keberhasilan perkawinan dengan meningkatkan daya tarik suatu organisme.[89]
Sifat-sifat yang berevolusi melalui seleksi seksual utamanya terdapat pada pejantan beberapa
spesies hewan. Walaupun sifat ini dapat menurunkan keberlangsungan hidup individu jantan
tersebut (misalnya pada tanduk rusa yang besar dan warna yang cerah dapat menarik
predator),[90]
Ketidakuntungan keberlangsungan hidup ini diseimbangkan oleh keberhasilan
reproduksi yang lebih tinggi pada penjantan.[91]
Bidang riset yang aktif dalam bidang biologi evolusi pada saat ini adalah satuan seleksi, dengan
seleksi alam diajukan bekerja pada tingkat gen, sel, organisme individu, kelompok organisme,
dan bahkan spesies.[92][93]
Dari model-model ini, tiada yang eksklusif, dan seleksi dapat bekerja
pada beberapa tingkatan secara serentak.[94]
Di bawah tingkat individu, gen yang disebut
transposon berusaha menkopi dirinya di seluruh genom.[95]
Seleksi pada tingkat di atas individu,
seperti seleksi kelompok, dapat mengijinkan evolusi ko-operasi.[96]
[sunting] Hanyutan genetika
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Hanyutan genetika dan Ukuran populasi efektif
Simulasi hanyutan genetika 20 alel yang tidak bertaut pada jumlah populasi 10 (atas) dan 100 (bawah).
Hanyutan mencapai fiksasi lebih cepat pada populasi yang lebih kecil.
Hanyutan genetika atau ingsut genetik merupakan perubahan frekuensi alel dari satu generasi ke
generasi selanjutnya yang terjadi karena alel pada suatu keturunan merupakan sampel acak
(random sample) dari orang tuanya; selain itu ia juga terjadi karena peranan probabilitas dalam
penentuan apakah suatu individu akan bertahan hidup dan bereproduksi atau tidak.[34]
Dalam
istilah matematika, alel berpotensi mengalami galat percontohan (sampling error). Karenanya,
ketika gaya dorong selektif tidak ada ataupun secara relatif lemah, frekuensi-frekuensi alel
cenderung "menghanyut" ke atas atau ke bawah secara acak (langkah acak). Hanyutan ini
berhenti ketika sebuah alel pada akhirnya menjadi tetap, baik karena menghilang dari populasi,
ataupun menggantikan keseluruhan alel lainnya. Hanyutan genetika oleh karena itu dapat
mengeliminasi beberapa alel dari sebuah populasi hanya karena kebetulan saja. Bahkan pada
ketidadaan gaya selektif, hanyutan genetika dapat menyebabkan dua populasi yang terpisah
dengan stuktur genetik yang sama menghanyut menjadi dua populasi divergen dengan set alel
yang berbeda.[97]
Waktu untuk sebuah alel menjadi tetap oleh hanyutan genetika bergantung pada ukuran populasi,
dengan fiksasi terjadi lebih cepat dalam populasi yang lebih kecil.[98]
Pengukuran populasi yang
tepat adalah ukuran populasi efektif, yakni didefinisikan oleh Sewall Wright sebagai bilangan
teoretis yang mewakili jumlah individu berkembangbiak yang akan menunjukkan derajat
perkembangbiakan terpantau yang sama.
Walaupun seleksi alam bertanggung jawab terhadap adaptasi, kepentingan relatif seleksi alam
dan hanyutan genetika dalam mendorong perubahan evolusioner secara umum merupakan
bidang riset pada biologi evolusioner.[99]
Investigasi ini disarankan oleh teori evolusi molekuler
netral, yang mengajukan bahwa kebanyakan perubahan evolusioner merupakan akibat dari
fiksasi mutasi netral yang tidak memiliki efek seketika pada kebugaran suatu organisme.[100]
Sehingga, pada model ini, kebanyakan perubahan genetika pada sebuat populasi merupakan
akibat dari tekanan mutasi konstan dan hanyutan genetika.[101]
[sunting] Akibat evolusi
Evolusi memengaruhi setiap aspek dari bentuk dan perilaku organisme. Yang paling terlihat
adalah adaptasi perilaku dan fisik yang diakibatkan oleh seleksi alam. Adaptasi-adaptasi ini
meningkatkan kebugaran dengan membantu aktivitas seperti menemukan makanan, menghindari
predator, dan menarik lawan jenis. Organisme juga dapat merespon terhadap seleksi dengan
berkooperasi satu sama lainnya, biasanya dengan saling membantu dalam simbiosis. Dalam
jangka waktu yang lama, evolusi menghasilkan spesies yang baru melalui pemisahan populasi
leluhur organisme menjadi kelompok baru yang tidak akan bercampur kawin.
Akibat evolusi kadang-kadang dibagi menjadi makroevolusi dan mikroevolusi. Makroevolusi
adalah evolusi yang terjadi pada tingkat di atas spesies, seperti kepunahan dan spesiasi.
Sedangkan mikroevolusi adalah perubahan evolusioner yang kecil, seperti adaptasi yang terjadi
dalam spesies atau populasi. Secara umum, makroevolusi dianggap sebagai akibat jangka
panjang dari mikroevolusi.[102]
Sehingga perbedaan antara mikroevolusi dengan makroevolusi
tidaklah begitu banyak terkecuali pada waktu yang terlibat dalam proses tersebut.[103]
Namun,
pada makroevolusi, sifat-sifat keseluruhan spesies adalah penting. Misalnya, variasi dalam
jumlah besar di antara individu mengijinkan suatu spesies secara cepat beradaptasi terhadap
habitat yang baru, mengurangi kemungkinan terjadinya kepunahan. Sedangkan kisaran geografi
yang luas meningkatkan kemungkinan spesiasi dengan membuat sebagian populasi menjadi
terisolasi. Dalam pengertian ini, mikroevolusi dan makroevolusi dapat melibatkan seleksi pada
tingkat-tingkat yang berbeda, dengan mikroevolusi bekerja pada gen dan organisme, versus
makroevolusi yang bekerja pada keseluruhan spesies dan memengaruhi laju spesiasi dan
kepunahan.[104][105][106]
Terdapat sebuah miskonsepsi bahwa evolusi bersifat "progresif", namun seleksi alam tidaklah
memiliki tujuan jangka panjang dan tidak perlulah menghasilkan kompleksitas yang lebih
besar.[107]
Walaupun spesies kompleks berkembang dari evolusi, hal ini terjadi sebagai efek
samping dari jumlah organisme yang meningkat, dan bentuk kehidupan yang sederhana tetap
lebih umum.[108]
Sebagai contoh, mayoritas besar spesies adalah prokariota mikroskopis yang
membentuk setengah biomassa dunia walaupun bentuknya yang kecil,[109]
serta merupakan
mayoritas pada biodiversitas bumi.[110]
Organisme sederhana oleh karenanya merupakan bentuk
kehidupan yang dominan di bumi dalam sejarahnya sampai sekarang. Kehidupan kompleks
tampaknya lebih beranekaragam karena ia lebih mudah diamati.[111]
[sunting] Adaptasi
Untuk detail lebih lanjut tentang topik ini, lihat Adaptasi.
Adaptasi merupakan struktur atau perilaku yang meningkatkan fungsi organ tertentu,
menyebabkan organisme menjadi lebih baik dalam bertahan hidup dan bereproduksi.[7]
Ia
diakibatkan oleh kombinasi perubahan acak dalam skala kecil pada sifat organisme secara terus
menerus yang diikuti oleh seleksi alam varian yang paling cocok terhadap lingkungannya.[112]
Proses ini dapat menyebabkan penambahan ciri-ciri baru ataupun kehilangan ciri-ciri leluhur.
Contohnya adalah adaptasi bakteri terhadap seleksi antibiotik melalui perubahan genetika yang
menyebabkan resistansi antibiotik. Hal ini dapat dicapai dengan mengubah target obat ataupun
meningkatkan aktivitas transporter yang memompa obat keluar dari sel.[113]
Contoh lainnya
adalah bakteri Escherichia coli yang berevolusi menjadi berkemampuan menggunakan asam
sitrat sebagai nutrien pada sebuah eksperimen laboratorium jangka panjang,[114]
ataupun
Flavobacterium yang berhasil menghasilkan enzim yang mengijinkan bakteri-bakteri ini tumbuh
di limbah produksi nilon.[115][116]
Namun, banyak sifat-sifat yang tampaknya merupakan adapatasi sederhana sebenarnya
merupakan eksaptasi, yakni struktur yang awalnya beradaptasi untuk fungsi tertentu namun
secara kebetulan memiliki fungsi-fungsi lainnya dalam proses evolusi.[117]
Contohnya adalah
cicak Afrika Holaspis guentheri yang mengembangkan bentuk kepala yang sangat pipih untuk
dapat bersembunyi di celah-celah retakan, seperti yang dapat dilihat pada kerabat dekat spesies
ini. Namun, pada spesies ini, kepalanya menjadi sangat pipih, sehingga hal ini membantu spesies
tersebut meluncur dari pohon ke pohon.[117]
Contoh lainnya adalah penggunaan enzim dari
glikolisis dan metabolisme xenobiotik sebagai protein struktural yang dinamakan kristalin
(crystallin) dalam lensa mata organisme.[118][119]
Kerangka paus balin, label a dan b merupakan tulang kaki sirip yang merupakan adaptasi dari tulang kaki
depan; sedangkan c mengindikasikan tulang kaki vestigial.[120]
Ketika adaptasi terjadi melalui modifikasi perlahan pada stuktur yang telah ada, struktur dengan
organisasi internal dapat memiliki fungsi yang sangat berbeda pada organisme terkait. Ini
merupakan akibat dari stuktur leluhur yang diadaptasikan untuk berfungsi dengan cara yang
berbeda. Tulang pada sayap kelelawar sebagai contohnya, secara struktural sama dengan tangan
manusia dan sirip anjing laut oleh karena struktur leluhur yang sama yang mempunyai lima jari.
Ciri-ciri anatomi idiosinkratik lainnya adalah tulang pada pergelangan panda yang terbentuk
menjadi "ibu jari" palsu, mengindikasikan bahwa garis keturunan evolusi suatu organisme dapat
membatasi adaptasi apa yang memungkinkan.[121]
Selama adaptasi, beberapa struktur dapat kehilangan fungsi awalnya dan menjadi struktur
vestigial.[122]
Struktur tersebut dapat memiliki fungsi yang kecil atau sama sekali tidak berfungsi
pada spesies sekarang, namun memiliki fungsi yang jelas pada spesies leluhur atau spesies
lainnya yang berkerabat dekat. Contohnya meliputi pseudogen,[123]
sisa mata yang tidak
berfungsi pada ikan gua yang buta,[124]
sayap pada burung yang tidak dapat terbang,[125]
dan
keberadaan tulang pinggul pada ikan paus dan ular.[126]
Contoh stuktur vestigial pada manusia
meliputi geraham bungsu,[127]
tulang ekor,[122]
dan umbai cacing (apendiks vermiformis).[122]
Bidang investigasi masa kini pada biologi perkembangan evolusioner adalah perkembangan yang
berdasarkan adaptasi dan eksaptasi.[128]
Riset ini mengalamatkan asal muasal dan evolusi
perkembangan embrio, dan bagaimana modifikasi perkembangan dan proses perkembangan ini
menghasilkan ciri-ciri yang baru.[129]
Kajian pada bidang ini menunjukkan bahwa evolusi dapat
mengubah perkembangan dan menghasilkan struktur yang baru, seperti stuktur tulang embrio
yang berkembang menjadi rahang pada beberapa hewan daripada menjadi telinga tengah pada
mamalia.[130]
Adalah mungkin untuk struktur yang telah hilang selama proses evolusi muncul
kembali karena perubahan pada perkembangan gen, seperti mutasi pada ayam yang
menyebabkan pertumbuhan gigi yang mirip dengan gigi buaya.[131]
Adalah semakin jelas bahwa
kebanyakan perubahan pada bentuk organisme diakibatkan oleh perubahan pada tingkat dan
waktu ekspresi sebuah set kecil gen yang terpelihara.[132]
[sunting] Koevolusi
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Koevolusi
Interaksi antar organisme dapat menghasilkan baik konflik maupuan koopreasi. Ketika interaksi
antar pasangan spesies, seperti patogen dengan inang atau predator dengan mangsanya, spesies-
spesies ini mengembangkan set adaptasi yang bersepadan. Dalam hal ini, evolusi satu spesies
menyebabkan adaptasi spesies ke-dua. Perubahan pada spesies ke-dua kemudian menyebabkan
kembali adaptasi spesies pertama. Siklus seleksi dan respon ini dikenal sebagai koevolusi.[133]
Contohnya adalah produksi tetrodotoksin pada kadal air Taricha granulosa dan evolusi resistansi
tetrodotoksin pada predatornya, ular Thamnophis sirtalis. Pada pasangan predator-mangsa ini,
persaingan senjata evolusioner ini mengakibatkan kadar racun yang tinggi pada mangsa dan
resistansi racun yang tinggi pada predatornya.[134]
[sunting] Kooperasi
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Kooperasi (evolusi)
Namun, tidak semua interaksi antar spesies melibatkan konflik.[135]
Pada kebanyakan kasus,
interaksi yang saling menguntungkan berkembang. Sebagai contoh, kooperasi ekstrem yang
terdapat antara tanaman dengan fungi mycorrhizal yang tumbuh di akar tanaman dan membantu
tanaman menyerap nutrien dari tanah.[136]
Ini merupakan hubungan timbal balik, dengan tanaman
menyediakan gula dari fotosintesis ke fungi. Pada kasus ini, fungi sebenarnya tumbuh di dalam
sel tanaman, mengijinkannya bertukar nutrien dengan inang manakala mengirim sinyal yang
menekan sistem immun tanaman.[137]
Koalisi antara organisme spesies yang sama juga berkembang. Kasus ekstrem ini adalah
eusosialitas yang ditemukan pada serangga sosial, seperti lebah, rayap, dan semut, di mana
serangga mandul memberi makan dan menjaga sejumlah organisme dalam koloni yang dapat
berkembang biak. Pada skala yang lebih kecil sel somatik yang menyusun tubuh seekor hewan
membatasi reproduksinya agar dapat menjaga organisme yang stabil, sehingga kemudian dapat
mendukung sejumlah kecil sel nutfah hewan untuk menghasilkan keturunan. Dalam kasus ini, sel
somatik merespon terhadap signal tertentu yang menginstruksikannya untuk tumbuh maupun
mati. Jika sel mengabaikan signal ini dan kemudian menggandakan diri, pertumbuhan yang tidak
terkontrol ini akan menyebabkan kanker.[38]
Kooperasi dalam spesies diperkirakan berkembang melalui proses seleksi sanak (kin selection),
di mana satu organisme berperan memelihara keturunan sanak saudaranya.[138]
Aktivitas ini
terseleksi karena apabila individu yang "membantu" mengandung alel yang mempromosikan
aktivitas bantuan, adalah mungkin bahwa sanaknya "juga" mengandung alel ini, sehingga alel-
alel tersebut akan diwariskan.[139]
Proses lainnya yang mempromosikan kooperasi meliputi
seleksi kelompok, di mana kooperasi memberikan keuntungan terhadap kelompok organisme
tersebut.[140]
[sunting] Pembentukan spesies baru (Spesiasi)
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Spesiasi
Empat mekanisme spesiasi.
Spesiasi adalah proses suatu spesies berdivergen menjadi dua atau lebih spesies.[141]
Ia telah
terpantau berkali-kali pada kondisi laboratorium yang terkontrol maupun di alam bebas.[142]
Pada
organisme yang berkembang biak secara seksual, spesiasi dihasilkan oleh isolasi reproduksi yang
diikuti dengan divergensi genealogis. Terdapat empat mekanisme spesiasi. Yang paling umum
terjadi pada hewan adalah spesiasi alopatrik, yang terjadi pada populasi yang awalnya terisolasi
secara geografis, misalnya melalui fragmentasi habitat atau migrasi. Seleksi di bawah kondisi
demikian dapat menghasilkan perubahan yang sangat cepat pada penampilan dan perilaku
organisme.[143][144]
Karena seleksi dan hanyutan bekerja secara bebas pada populasi yang
terisolasi, pemisahan pada akhirnya akan menghasilkan organisme yang tidak akan dapat
berkawin campur.[145]
Mekanisme kedua spesiasi adalah spesiasi peripatrik, yang terjadi ketika sebagian kecil populasi
organisme menjadi terisolasi dalam sebuah lingkungan yang baru. Ini berbeda dengan spesiasi
alopatrik dalam hal ukuran populasi yang lebih kecil dari populasi tetua. Dalam hal ini, efek
pendiri menyebabkan spesiasi cepat melalui hanyutan genetika yang cepat dan seleksi terhadap
lungkang gen yang kecil.[146]
Mekanisme ketiga spesiasi adalah spesiasi parapatrik. Ia mirip dengan spesiasi peripatrik dalam
hal ukuran populasi kecil yang masuk ke habitat yang baru, namun berbeda dalam hal tidak
adanya pemisahan secara fisik antara dua populasi. Spesiasi ini dihasilkan dari evolusi
mekanisme yang mengurangi aliran genetika antara dua populasi.[141]
Secara umum, ini terjadi
ketika terdapat perubahan drastis pada lingkungan habitat tetua spesies. Salah satu contohnya
adalah rumput Anthoxanthum odoratum, yang dapat mengalami spesiasi parapatrik sebagai
respon terhadap polusi logam terlokalisasi yang berasal dari pertambangan.[147]
Pada kasus ini,
tanaman berevolusi menjadi resistan terhadap kadar logam yang tinggi dalam tanah. Seleksi
keluar terhadap kawin campur dengan populasi tetua menghasilkan perubahan pada waktu
pembungaan, menyebabkan isolasi reproduksi. Seleksi keluar terhadap hibrid antar dua populasi
dapat menyebabkan "penguatan", yang merupakan evolusi sifat yang mempromosikan
perkawinan dalam spesies, serta peralihan karakter, yang terjadi ketika dua spesies menjadi lebih
berbeda pada penampilannya.[148]
Isolasi geografis burung Finch di Kepulauan Galapagos menghasilkan lebih dari satu lusin spesies baru.
Mekanisme keempat spesiasi adalah spesiasi simpatrik, di mana spesies berdivergen tanpa isolasi
geografis atau perubahan pada habitat. Mekanisme ini cukup langka karena hanya dengan aliran
gen yang sedikit akan menghilangkan perbedaan genetika antara satu bagian populasi dengan
bagian populasi lainnya.[149]
Secara umum, spesiasi simpatrik pada hewan memerlukan evolusi
perbedaan genetika dan perkawinan tak-acak, mengijinkan isolasi reproduksi berkembang.[150]
Salah satu jenis spesiasi simpatrik melibatkan perkawinan silang dua spesies yang berkerabat,
menghasilkan spesies hibrid. Hal ini tidaklah umum terjadi pada hewan karena hewan hibrid
bisanya mandul. Sebaliknya, perkawinan silang umumnya terjadi pada tanaman, karena tanaman
sering menggandakan jumlah kromosomnya, membentuk poliploid. Ini mengijinkan kromosom
dari tiap spesies tetua membentuk pasangan yang sepadan selama meiosis.[151]
Salah satu contoh
kejadian spesiasi ini adalah ketika tanaman Arabidopsis thaliana dan Arabidopsis arenosa
berkawin silang, menghasilkan spesies baru Arabidopsis suecica.[152]
Hal ini terjadi sekitar
20.000 tahun yang lalu,[153]
dan proses spesiasi ini telah diulang dalam laboratorium,
mengijinkan kajian mekanisme genetika yang terlibat dalam proses ini.[154]
Sebenarnya,
penggandaan kromosom dalam spesies merupakan sebab utama isolasi reproduksi, karena
setengah dari kromosom yang berganda akan tidak sepadan ketika berkawin dengan organisme
yang kromosomnya tidak berganda.[74]
[sunting] Kepunahan
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Kepunahan
Fosil tarbosaurus. Dinosaurus non-aves yang mati pada peristiwa kepunahan Kapur-Tersier pada akhir
periode Kapur.
Kepunahan merupakan kejadian hilangnya keseluruhan spesies. Kepunahan bukanlah peristiwa
yang tidak umum, karena spesies secara reguler muncul melalui spesiasi dan menghilang melalui
kepunahan.[155]
Sebenarnya, hampir seluruh spesies hewan dan tanaman yang pernah hidup di
bumi telah punah,[156]
dan kepunahan tampaknya merupakan nasib akhir semua spesies.[157]
Kepunahan telah terjadi secara terus menerus sepanjang sejarah kehidupan, walaupun kadang-
kadang laju kepunahan meningkat tajam pada peristiwa kepunahan massal.[158]
Peristiwa
kepunahan Kapur-Tersier adalah salah satu contoh kepunahan massal yang terkenal, di mana
dinosaurus menjadi punah. Namun peristiwa yang lebih awal, Peristiwan kepunahan Perm-Trias
lebih buruk, dengan sekitar 96 persen spesies punah.[158]
Peristiwa kepunahan Holosen
merupakan kepunahan massal yang diasosiasikan dengan ekspansi manusia ke seluruh bumi
selama beberapa ribu tahun. Laju kepunahan masa kini 100-1000 kali lebih besar dari laju latar,
dan sampai dengan 30 persen spesies dapat menjadi punah pada pertengahan abad ke-21.[159]
Aktivitas manusia sekarang menjadi penyebab utama peristiwa kepunahan yang sedang
berlangsung ini.[160]
Selain itu, pemanasan global dapat mempercepat laju kepunahan lebih
lanjut.[161]
Peranan kepunahan pada evolusi tergantung pada jenis kepunahan tersebut. Penyebab persitiwa
kepunahan "tingkat rendah" secara terus menerus (yang merupakan mayoritas kasus kepunahan)
tidaklah jelas dan kemungkinan merupakan akibat kompetisi antar spesies terhadap sumber daya
yang terbatas (prinsip hindar-saing).[12]
Jika kompetisi dari spesies lain mengubah probabilitas
suatu spesies menjadi punah, hal ini dapat menghasilkan seleksi spesies sebagai salah satu
tingkat seleksi alam.[92]
Peristiwa kepunahan massal jugalah penting, namun daripada berperan
sebagai gaya selektif, ia secara drastis mengurangi keanekaragaman dan mendorong evolusi
cepat secara tiba-tiba serta spesiasi pada makhluk yang selamat dari kepunahan.[158]
[sunting] Sejarah evolusi kehidupan
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Sejarah evolusi kehidupan
[sunting] Asal usul kehidupan
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Abiogenesis dan hipotesis dunia RNA
Asal usul kehidupan merupakan prekursor evolusi biologis, namun pemahaman terhadap evolusi
yang terjadi seketika organisme muncul dan investigasi bagaimana ini terjadi tidak tergantung
pada pemahaman bagaimana kehidupan dimulai.[162]
Konsensus ilmiah saat ini adalah bahwa
senyawa biokimia yang kompleks, yang menyusus kehidupan, berasal dari reaksi kimia yang
lebih sederhana. Namun belumlah jelas bagaimana ia terjadi.[163]
Tidak begitu pasti bagaimana
perkembangan kehidupan yang paling awal, struktur kehidupan pertama, ataupun identitas dan
ciri-ciri dari leluhur universal terakhir dan lungkang gen leluhur.[164][165]
Oleh karena itu, tidak
terdapat konsensus ilmiah yang pasti bagaimana kehidupan dimulai, namun terdapat beberapa
proposal yang melibatkan molekul swa-replikasi (misalnya RNA)[166]
dan perakitan sel
sederhana.[167]
[sunting] Nenek moyang bersama
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Bukti nenek moyang bersama, Nenek moyang bersama, dan
Homologi (biologi)
Hominoid merupakan keturunan dari nenek moyang yang sama.
Semua organisme di bumi merupakan keturunan dari leluhur atau lungkang gen leluhur yang
sama.[168]
Spesies masa kini yang juga berada dalam proses evolusi dengan keanekaragamannya
merupakan hasil dari rentetan peristiwa spesiasi dan kepunahan.[169]
Nenek moyang bersama
organisme pertama kali dideduksi dari empat fakta sederhana mengenai organisme. Pertama,
bahwa organisme-organisme memiliki distribusi geografi yang tidak dapat dijelaskan dengan
adaptasi lokal. Kedua, bentuk keanekaragaman hayati tidaklah berupa organisme yang berbeda
sama sekali satu sama lainnya, melainkan berupa organisme yang memiliki kemiripan
morfologis satu sama lainnya. Ketiga, sifat-sifat vestigial dengan fungsi yang tidak jelas
memiliki kemiripan dengan sifat leluhur yang berfungsi jelas. Terakhir, organisme-organisme
dapat diklasifikasikan berdasarkan kemiripan ini ke dalam kelompok-kelompok hirarkis.[7]
Spesies-spesies lampau juga meninggalkan catatan sejarah evolusi mereka. Fosil, bersama
dengan anatomi yang dapat dibandingkan dengan organisme sekarang, merupakan catatan
morfologi dan anatomi.[170]
Dengan membandingkan anatomi spesies yang sudah punah dengan
spesies modern, ahli paleontologi dapat menarik garis keturunan spesies tersebut. Namun
pendekatan ini hanya berhasil pada organisme-organisme yang mempunyai bagian tubuh yang
keras, seperti cangkang, kerangka, atau gigi. Lebih lanjut lagi, karena prokariota seperti bakteri
dan arkaea hanya memiliki kemiripan morfologi bersama yang terbatas, fosil-fosil prokariota
tidak memberikan informasi mengenai leluhurnya.
Baru-baru ini, bukti nenek moyang bersama datang dari kajian kemiripan biokimia antar spesies.
Sebagai contoh, semua sel hidup di dunia ini mempunyai set dasar nukleotida dan asam amino
yang sama.[171]
Perkembangan genetika molekuler telah menyingkap catatan evolusi yang
tertinggal pada genom organisme, sehingga dapat diketahui kapan spesies berdivergen melalui
jam molekul yang dihasilkan oleh mutasi.[172]
Sebagai contoh, perbandingan urutan DNA ini
telah menyingkap kekerabatan genetika antara manusia dengan simpanse dan kapan nenek
moyang bersama kedua spesies ini pernah ada.[173]
[sunting] Evolusi kehidupan
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Garis waktu evolusi
Pohon evolusi yang menunjukkan divergensi spesies-spesies modern dari nenek moyang bersama yang
berada di tengah[174] Tiga domain diwarnai berbeda, dengan warna biru adalah bakteri, hijau adalah
arkaea, dan merah adalah eukariota.
Walaupun terdapat ketidakpastian bagaimana kehidupan bermula, adalah umumnya diterima
bahwa prokariota hidup di bumi sekitar 3–4 milyar tahun yang lalu.[175][176]
Tidak terdapat
perubahan yang banyak pada morfologi atau organisasi sel yang terjadi pada organisme ini
selama beberapa milyar tahun ke depan.[177]
Eukariota merupakan perkembangan besar pada evolusi sel. Ia berasal dari bakteri purba yang
ditelan oleh leluhur sel prokariotik dalam asosiasi kooperatif yang disebut endosimbiosis.[83][178]
Bakteri yang ditelan dan sel inang kemudian menjalani koevolusi, dengan bakteri berevolusi
menjadi mitokondria ataupun hidrogenosom.[179]
Penelanan kedua secara terpisah pada
organisme yang mirip dengan sianobakteri mengakibatkan pembentukan kloroplas pada
ganggang dan tumbuhan.[180]
Tidaklah diketahui kapan sel pertama eukariotik muncul, walaupun
sel-sel ini muncul sekitar 1,6 - 2,7 milyar tahun yang lalu.
Sejarah kehidupan masih berupa eukariota, prokariota, dan arkaea bersel tunggal sampai sekitar
610 milyar tahun yang lalu, ketika organisme multisel mulai muncul di samudra pada periode
Ediakara.[175][181]
Evolusi multiselularitas terjadi pada banyak peristiwa yang terpisah, terjadi
pada organisme yang beranekaragam seperti bunga karang, ganggang coklat, sianobakteri, jamur
lendir, dan miksobakteri.[182]
Segera sesudah kemunculan organisme multisel, sejumlah besar keanekaragaman biologis
muncul dalam jangka waktu lebih dari sekitar 10 juta tahun pada perstiwa yang dikenal sebagai
ledakan Kambria. Pada masa ini, mayoritas jenis hewan modern muncul pada catatan fosil,
demikian pula garis silsilah hewan yang telah punah.[183]
Beberapa faktor pendorong ledakan
Kambria telah diajukan, meliputi akumulasi oksigen pada atmosfer dari fotosintesis.[184]
Sekitar
500 juta tahun yang lalu, tumbuhan dan fungi mengkolonisasi daratan, dan dengan segera diikuti
oleh arthropoda dan hewan lainnya.[185]
Hewan amfibi pertama kali muncul sekitar 300 juta
tahun yang lalu, diikuti amniota, kemudian mamalia sekitar 200 juta tahun yang lalu, dan aves
sekitar 100 juta tahun yang lalu. Namun, walaupun terdapat evolusi hewan besar, organisme-
organisme yang mirip dengan organisme awal proses evolusi tetap mendominasi bumi, dengan
mayoritas biomassa dan spesies bumi berupa prokariota.[110]
[sunting] Tanggapan sosial dan budaya
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Efek sosial teori evolusi
Seiring dengan penerimaan "Darwinisme" yang meluas pada 1870-an, karikatur Charles Darwin dengan
tubuh kera atau monyet menyimbolkan evolusi.[186]
Pada abad ke-19, terutama semenjak penerbitan buku Darwin "The Origin of Species",
pemikiran bahwa kehidupan berevolusi mendapat banyak kritik dan menjadi tema yang
kontroversial. Namun demikian, kontroversi ini pada umumnya berkisar pada implikasi teori
evolusi di bidang filsafat, sosial, dan agama. Di dalam komunitas ilmuwan, fakta bahwa
organisme berevolusi telah diterima secara luas dan tidak mendapat tantangan.[12]
Walaupun
demikian, evolusi masih menjadi konsep yang diperdebatkan oleh beberapa kelompok
agama.[187]
Manakala berbagai kelompok agama berusaha menyambungkan ajaran mereka dengan teori
evolusi melalui berbagai konsep evolusi teistik, terdapat banyak pendukung ciptaanisme yang
percaya bahwa evolusi berkontradiksi dengan mitos penciptaan yang ditemukan pada ajaran
agama mereka.[188]
Seperti yang sudah diprediksi oleh Darwin, implikasi yang paling
kontroversial adalah asal usul manusia. Di beberapa negara, terutama di Amerika Serikat,
pertentangan antara agama dan sains telah mendorong kontroversi penciptaan-evolusi, konflik
keagamaan yang berfokus pada politik dan pendidikan.[189]
Manakala bidang-bidang sains
lainnya seperti kosmologi[190]
dan ilmu bumi[191]
juga bertentangan dengan interpretasi literal
banyak teks keagamaan, biologi evolusioner mendapatkan oposisi yang lebih signifikan.
Beberapa contoh kontroversi tak beralasan yang diasosiasikan dengan teori evolusi adalah
"Darwinisme sosial", istilah yang diberikan kepada teori Malthusianisme yang dikembangkan
oleh Herbert Spencer mengenai sintasan yang terbugar (survival of the fittest) dalam masyarakat,
dan oleh lainnya mengklaim bahwa kesenjangan sosial, rasisme, dan imperialisme oleh karena
itu dibenarkan.[192]
Namun, pemikiran-pemikiran ini berkontradiksi dengan pandangan Darwin
itu sendiri, dan ilmuwan berserta filsuf kontemporer menganggap pemikiran ini bukanlah amanat
dari teori evolusi maupun didukung oleh data.[193][194]
[sunting] Aplikasi
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Seleksi buatan dan komputasi evolusi
Aplikasi utama evolusi pada bidang teknologi adalah seleksi buatan, yakni seleksi terhadap sifat-
sifat tertentu pada sebuah populasi organisme yang disengajakan. Manusia selama beberapa ribu
tahun telah menggunakan seleksi buatan pada domestikasi tumbuhan dan hewan.[195]
Baru-baru
ini, seleksi buatan seperti ini telah menjadi bagian penting dalam rekayasa genetika, dengan
penanda terseleksi seperti gen resistansi antibiotik digunakan untuk memanipulasi DNA pada
biologi molekuler.
Karena evolusi dapat menghasilkan proses dan jaringan yang sangat optimal, ia memiliki banyak
aplikasi pada ilmu komputer. Pada ilmu komputer, simulasi evolusi yang menggunakan
algoritma evolusi dan kehidupan buatan dimulai oleh Nils Aall Barricelli pada tahun 1960-an,
dan kemudian diperluas oleh Alex Fraser yang mempublikasi berbagai karya ilmiah mengenai
simulasi seleksi buatan.[196]
Seleksi buatan menjadi metode optimalisasi yang dikenal luas oleh
hasil kerja Ingo Rechenberg pada tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an, yang menggunakan
strategi evolusi untuk menyelesaikan masalah teknik yang kompleks.[197]
Algoritma genetika
utamanya, menjadi populer oleh karya tulisan John Holland.[198]
Seiring dengan meningkatnya
ketertarikan akademis, peningkatan kemampuan komputer mengijinkan aplikasi yang praktis,
meliputi evolusi otomatis program komputer.[199]
Algoritma evolusi sekarang digunakan untuk
menyelesaikan masalah multidimensi. Penyelesaian menggunakan algoritma ini lebih efisien
daripada menggunakan perangkat lunak yang diproduksi oleh perancang manusia. Selain itu, ia
juga digunakan untuk mengoptimalkan desain sistem.[200]